95
PREPARASI SAMBUNG SILA DALAM WIS FAKULTAS MA PRO UNIVERSITAS INDONESIA DAN KARAKTERISASI NANOPA ANG KITOSAN-NATRIUM TRIPO SEDIAAN FILM BUKAL VERAPA HIDROKLORIDA SKRIPSI SNU AJENG RAKHMANINGTYAS 0906601733 ATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU OGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI DEPOK JUNI 2012 ARTIKEL OLIFOSFAT AMIL S UAN ALAM Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

  • Upload
    phambao

  • View
    218

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

PREPARASI DAN SAMBUNG SILANG KITOSAN

DALAM SEDIAAN FILM

WISNU AJENG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI

UNIVERSITAS INDONESIA

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKELSAMBUNG SILANG KITOSAN-NATRIUM TRIPOLIFOSFAT

DALAM SEDIAAN FILM BUKAL VERAPAMIL HIDROKLORIDA

SKRIPSI

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS

0906601733

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI

DEPOK JUNI 2012

KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TRIPOLIFOSFAT

VERAPAMIL

RAKHMANINGTYAS

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 2: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

PREPARASI DAN KARAKTERISASI SAMBUNG SILANG KITOSAN

DALAM SEDIAAN FILM

Diajukan sebagai salah satu syarat untu

WISNU AJENG R

FAKULTAS MATEMATIKA PROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI

ii Universitas Indonesia

UNIVERSITAS INDONESIA

PREPARASI DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL SAMBUNG SILANG KITOSAN-NATRIUM TRIPOLIFOSFAT

DALAM SEDIAAN FILM BUKAL VERAPAMIL HIDROKLORIDA

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi

WISNU AJENG RAKHMANINGTYAS

0906601733

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAMPROGRAM STUDI EKSTENSI FARMASI

DEPOK JUNI 2012

Universitas Indonesia

NANOPARTIKEL TRIPOLIFOSFAT

VERAPAMIL

k memperoleh gelar sarjana farmasi

AKHMANINGTYAS

DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 3: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

iii Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME

Saya yang bertanda tangan di bawah ini dengan sebenarnya menyatakan bahwa

skripsi ini saya susun tanpa tindakan plagiarisme sesuai dengan peraturan yang

berlaku di Universitas Indonesia.

Jika di kemudian hari ternyata saya melakukan plagiarisme, saya akan

bertanggung jawab sepenuhnya dan menerima sanksi yang dijatuhkan oleh

Universitas Indonesia kepada saya.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 4: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

iv Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua

sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya

nyatakan dengan benar.

Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas

NPM : 0906601733

Tanda Tangan :

Tanggal : 26 Juni 2012

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 5: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

v Universitas Indonesia

HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas NPM : 0906601733 Program Studi : Farmasi Judul Skripsi : Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Sambung

Silang Kitosan-Natrium Tripolifosfat dalam Sediaan Film Bukal Verapamil Hidroklorida

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Sarjana Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia

DEWAN PENGUJI

Ditetapkan di : Depok Tanggal :26 Juni 2012

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 6: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

vi Universitas Indonesia

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat

dan rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Farmasi pada Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

Saya menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari

masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya

untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih

kepada:

(1) Prof. Dr. Effionora Anwar selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan

waktu, tenaga, dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan

skripsi ini

(2) DR. Katrin M.S., Apt selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memberikan bimbingan selama masa perkuliahan

(3) Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt sebagai Kepala Departemen Farmasi

FMIPA UI.

(4) Dra. Azizahwati, M.S, Apt. sebagai Ketua Program Studi Farmasi Ekstensi

FMIPA UI.

(5) Seluruh dosen/staf pengajar di Departemen Farmasi FMIPA UI atas segala

ilmu dan didikan yang telah diberikan selama ini.

(6) Seluruh laboran dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI atas seluruh

waktu dan bantuannya selama masa pendidikan dan penelitian.

(7) Distributor bahan – bahan kimia, khususnya PT. Kimia Farma, Tbk atas

bantuan bahan yang diberikan.

(8) Keluarga tercinta, Papa, Mama, Mas Agung dan Mutia atas kesabaran, kasih

sayang, dukungan material dan moral, perhatian dan doanya yang luar biasa

untuk menyelesaikan pendidikan dan penelitian di farmasi dengan sebaik

mungkin.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 7: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

vii Universitas Indonesia

(9) Rekan – rekan keluarga ekstensi farmasi UI 2009 atas persaudaraan yang

indah selama masa perkuliahan, semoga bisa berucap salam suatu saat nanti.

(10) Kepada kakak – kakak kelas dan adik – adik kelas atas persaudaraan baru

di farmasi, terima kasih atas segenap bantuan, pinjaman buku serta diktat

kuliah yang sangat membantu penulis selama menempuh studi di farmasi.

(11) Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah

memberikan bantuan dan dukungan selama penelitian dan penyusunan skripsi

ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa

manfaat bagi pengembangan ilmu.

Penulis

2012

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 8: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

viii Universitas Indonesia

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas NPM : 0906601733 Program Studi : Farmasi Departemen : Farmasi Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan

kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive

Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul :

Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Sambung Silang Kitosan-Natrium

Tripolifosfat dalam Sediaan Film Bukal Verapamil Hidroklorida

beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti

Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan,

mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data

(database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap

mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak

Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Depok Pada tanggal : 26 Juni 2012

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 9: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

ix Universitas Indonesia

ABSTRAK

Nama : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas Program Studi : Farmasi Judul : Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Sambung Silang

Kitosan-Natrium Tripolifosfat dalam Sediaan Film Bukal Verapamil Hidroklorida

Kitosan merupakan polimer alam yang bersifat kationik. Sifat kationik tersebut membuat kitosan dapat berinteraksi dengan senyawa anionik melalui ikatan taut silang dan membentuk partikel dalam ukuran nano. Dalam penelitian ini, natrium tripolifosfat digunakan sebagai agen penaut silang. Tujuan penelitian ini adalah membuat dan mengkarakterisasi nanopartikel kitosan-tripolifosfat dalam sediaan film yang mengandung verapamil HCl. Nanopartikel dibuat dengan menggunakan metode gelasi ionik. Untuk mendapatkan metode preparasi nanopartikel yang optimal maka penambahan larutan tripolifosfat dilakukan dengan 3 metode. Dari ketiga metode tersebut, metode ketiga dipilih dan memberikan hasil ukuran partikel sebesar 62,2 nm, indeks polidispersitas sebesar 0,293, potensial zeta sebesar +26,05 mV, efisiensi penjerapan sebesar 16,42 % dan berbentuk sferis. Nanopartikel yang dihasilkan kemudian dibuat dalam bentuk sediaan film dengan menggunakan eksipien kitosan-tripolifosfat kemudian dibandingkan dengan film yang mengandung verapamil HCl standar dan dilihat profil pelepasannya. Film yang mengandung nanopartikel verapamil HCl memiliki pelepasan yang lebih cepat dibandingkan film standar. Selain itu, film yang mengandung nanopartikel memiliki sifat mekanis yang lebih baik dibandingkan film standar.

Kata Kunci : film bukal, gelasi ionik, kitosan, nanopartikel, natrium tripolifosfat

xvi+79 halaman : 18 gambar; 5 tabel; 30 lampiran Daftar acuan : 50 (1979-2011)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 10: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

x Universitas Indonesia

ABSTRACT

Name : Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas Program of study : Pharmacy Title : Preparation and Characterization of Cross-linked

Nanoparticles Chitosan-sodium tripolyphosphate in Buccal Films Containing Verapamil Hydrochloride

Chitosan is a cationic natural polymers. Cationic properties make chitosan can interact with anionic compounds via cross-linked bond and form particles in nano size. In this research, sodium tripolyphosphate is used as a crosslinked agent. The purpose of this research is to create and characterize chitosan-tripolyphosphate nanoparticles in the preparation of buccal films containing verapamil hydrochloride. Nanoparticles prepared by using ionic gelation method. To obtain the optimal preparation method of nanoparticles, the addition of tripolyphosphate solution made by 3 methods. The third method chosen and nanoparticles obtained has a particle size of 62,2 nm, polydispersity index of 0,293, zeta potensial of +25,27 mV, entrapment efficiency of 16,42 % and spherical. The resulting nanoparticles are then made in the dosage form film using excipient chitosan-tripolyphosphate then compared with film containing verapamil HCl standard and view the profile of released. Film containing nanoparticles verapamil HCl has a faster release than the standard film. In addition, the film containing nanoparticle has better mechanical properties than standard film.

Keywords : buccal film, chitosan, ionic gelation, nanoparticles, natrium tripolyphosphate

xvi+79 pages : 18 pictures; 5 tables; 30 appendixes Bibliography : 50 (1979-2011)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 11: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

xi Universitas Indonesia

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................................... i HALAMAN JUDUL .............................................................................................. ii HALAMAN PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME ................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. v

KATA PENGANTAR .......................................................................................... vi HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ..................... viii ABSTRAK ............................................................................................................. ix

ABSTRACT ........................................................................................................... x

DAFTAR ISI ......................................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv

DAFTAR RUMUS ............................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xvi

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1

1.2 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 4

2.1 Nanopartikel ............................................................................................. 4

2.2 Kitosan .................................................................................................... 11

2.3 Natrium Tripolifosfat .............................................................................. 12

2.4 Kitosan-Tripolifosfat .............................................................................. 12

2.5 Morfologi dan sistem penghantaran obat bukal ...................................... 14

2.6 Mukoadhesif ........................................................................................... 20

2.7 Verapamil Hidroklorida .......................................................................... 23

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ............................................................ 25

3.1. Lokasi Penelitian .................................................................................... 25

3.2. Alat ......................................................................................................... 25

3.3. Bahan ...................................................................................................... 25

3.4. Cara kerja ................................................................................................ 25

3.4.1. Pembuatan larutan asam asetat 1 % ................................................ 25

3.4.2. Pembuatan larutan dapar fosfat pH 6,8 ........................................... 26

3.4.3. Pembuatan larutan dapar alkali borat pH 9,7 .................................. 26

3.4.4. Optimasi pembuatan nanopartikel .................................................. 26

3.4.5. Karakterisasi nanopartikel ............................................................... 27

3.4.6 Pembuatan eksipien kitosan-tripolifosfat ........................................ 29

3.4.7. Pembuatan larutan verapamil pembanding ..................................... 30

3.4.8. Preparasi film .................................................................................. 30

3.4.9. Evaluasi film .................................................................................... 31

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 12: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

xii Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................... 35

4.1. Preparasi nanopartikel ............................................................................ 35

4.2. Karakterisasi nanopartikel ...................................................................... 36

4.2.1. Ukuran dan distribusi ukuran partikel ............................................. 36

4.2.2. Potensial zeta ................................................................................... 37

4.2.3. Morfologi nanopartikel .................................................................... 37

4.2.4. Uji penjerapan ................................................................................. 38

4.2.5. Pengeringan nanopartikel ....................................................................... 39

4.2.6. Morfologi serbuk nanopartikel dengan SEM ......................................... 39

4.2.7. Analisis gugus fungsi .............................................................................. 39

4.3. Pembuatan eksipien kitosan-tripolifosfat ............................................... 40

4.4. Pembuatan film bukal ............................................................................. 43

4.5. Evaluasi film bukal ................................................................................ 44

4.5.1. Bentuk permukaan film ................................................................... 45

4.5.2. Uji sifat mekanis film ...................................................................... 45

4.5.3. Uji mukoadhesif .............................................................................. 46

4.5.4. Uji daya mengembang ..................................................................... 49

4.5.5. Uji pelepasan obat secara in vitro .................................................... 50

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 52

5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 52

5.2. Saran ....................................................................................................... 52

DAFTAR ACUAN ............................................................................................... 53

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 13: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

xiii Universitas Indonesia

DAFTAR GAMBAR Gambar 2. 1 (A) Nanosfer (B) Nanokapsul........................................................... I5

Gambar 2. 2 Struktur kitosan................................................................................. 11

Gambar 2. 3 Struktur natrium tripolifosfat ............................................................ 12

Gambar 2. 4 Disosiasi natrium tripolifosfat dalam air .......................................... 13

Gambar 2. 5 Proses a) Deprotonasi b) Taut silang ionik kitosan dengan TPP ...... 13

Gambar 2. 6 Penampang rongga mulut ................................................................. 14

Gambar 2. 7 Struktur membran mukosa mulut ..................................................... 15

Gambar 2. 8 Struktur verapamil HCl.................................................................. 23 Gambar 4. 3 Serbuk nanopartikel .......................................................................... 39

Gambar 4. 4 Hasil SEM serbuk nanopartikel ....................................................... 39

Gambar 4. 5 Spektrum IR kitosan dan kitosan-tripolifosfat.................................. 40

Gambar 4. 6 Larutan kitosan sebelum dan sesudah ditambahkan tripolifosfat ..... 42

Gambar 4. 7 Serbuk kitosan dan kitosan tripolifosfat ........................................... 42

Gambar 4. 8 (A) Film nanopartikel (B) Film pembanding ................................... 44

Gambar 4. 9 Bentuk permukaan (A) Film nanopartikel (B) Film pembanding ... 45

Gambar 4. 10 Evaluasi daya mengembang film bukal. ......................................... 50

Gambar 4. 11 Profil disolusi film bukal dengan metode 1. ................................... 51

Gambar 4. 12 Profil disolusi film bukal dengan metode 2. ................................... 51

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 14: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

xiv Universitas Indonesia

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Formulasi nanopartikel ......................................................................... 27

Tabel 3. 2 Formulasi film verapamil HCl ............................................................. 30 Tabel 4. 1 Karakterisasi nanopartikel .................................................................... 38

Tabel 4. 2 Formulasi film verapamil HCl ............................................................. 43

Tabel 4. 3 Evaluasi Film ........................................................................................ 47

Tabel 4. 1 Karakterisasi nanopartikel .................................................................... 38

Tabel 4. 2 Formulasi film verapamil HCl (untuk film seluas 12 cm2) ................. 43

Tabel 4. 3 Evaluasi Film ....................................................................................... 47

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 15: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

xv Universitas Indonesia

DAFTAR RUMUS

Rumus 2.1 Persamaan difusi Fick ......................................................................... 18 Rumus 3.1 Efisiensi penjerapan nanopartikel ....................................................... 28 Rumus 3.2 Indeks mengembang film .................................................................... 32

Rumus 3.3 Persen pemanjangan film .................................................................... 32

Rumus 3.4 Kekuatan peregangan .......................................................................... 32

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 16: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

xvi Universitas Indonesia

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Spektrum serapan verapamil HCl dalam aquademineralisata ........... 60

Lampiran 2 Spektrum serapan verapamil HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ........... 60

Lampiran 3 Kurva kalibrasi verapamil HCl dalam aquademineralisata ............... 61

Lampiran 4 Kurva kalibrasi verapamil HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ............... 61

Lampiran 5 Data distribusi ukuran partikel formula 1 percobaan 1 ...................... 62

Lampiran 6 Data distribusi ukuran partikel formula 1 percobaan 2 ...................... 63

Lampiran 7 Data distribusi ukuran partikel formula 2 percobaan 1 ...................... 64

Lampiran 8 Data distribusi ukuran partikel formula 2 percobaan 2 ...................... 65

Lampiran 9 Data distribusi ukuran partikel formula 3 percobaan 1 ...................... 66

Lampiran 10 Data distribusi ukuran partikel formula 3 percobaan 2 .................... 67

Lampiran 11 Data potensial zeta formula 1 percobaan 1 ...................................... 68

Lampiran 12 Data potensial zeta formula 1 percobaan 2 ...................................... 68

Lampiran 13 Data potensial zeta formula 2 percobaan 1 ...................................... 69

Lampiran 14 Data potensial zeta formula 2 percobaan 2 ...................................... 69

Lampiran 15 Data potensial zeta formula 3 percobaan 1 ...................................... 70

Lampiran 16 Data potensial zeta formula 3 percobaan 2 ...................................... 70

Lampiran 17 Film bukal setelah uji daya mengembang ........................................ 71

Lampiran 18 Alat texture analyzer ........................................................................ 71

Lampiran 19 Alat tensile strength ......................................................................... 72

Lampiran 20 Alat disolusi termodifikasi metode 1 untuk film bukal ................... 72

Lampiran 21 Alat disolusi termodifikasi metode 2 untuk film bukal ................... 73

Lampiran 22 Data serapan verapamil HCl dalam aquademineralisata ................. 73

Lampiran 23 Data serapan verapamil HCl dalam dapar fosfat pH 6,8 ................. 74

Lampiran 24 Data pelepasan verapamil HCl menggunakan metode 1 ................. 74

Lampiran 25 Data pelepasan verapamil HCl menggunakan metode 2 ................. 75

Lampiran 26 Data evaluasi daya mengembang film ............................................. 75

Lampiran 27 Contoh perhitungan jumlah kumulatif pelepasan verapamil HCl ... 76

Lampiran 28 Contoh perhitungan penjerapan nanopartikel verapamil HCl ........ 77

Lampiran 29 Sertifikat analisis kitosan ................................................................. 78

Lampiran 30 Sertifikat analisis verapamil HCl ..................................................... 79

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 17: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memiliki wilayah perairan yang sangat luas dan sumber daya

alam yang melimpah. Salah satu hasil sumber daya alam tersebut adalah kitosan

yang merupakan polisakarida linear yang dihasilkan dari deasetilasi senyawa kitin

yang terkandung dalam cangkang suku crustaceae seperti udang, lobster, kepiting

dan sebagainya. Saat ini kitosan merupakan bahan yang diminati dalam dunia

industri. Kitosan banyak digunakan dalam berbagai industri antara lain industri

farmasi, kesehatan, bioteknologi, pangan, kosmetik, dan sebagainya (Illum,1998).

Kitosan memiliki sifat biokompatibilitas yang baik, toksisitas yang rendah dan

biodegradabel (Sakkinen,2003). Kitosan memiliki efek daya mengembang yang

baik, namun kitosan hanya mengembang pada suasana asam seperti di lambung

yaitu pada pH 1-2 (Sakkinen,2003) sehingga penggunaan kitosan tidak cocok

untuk sediaan yang diaplikasikan pada pH yang netral seperti sediaan oral

transmukosa. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya interaksi ionik antara muatan

positif gugus amino pada kitosan dengan muatan negatif lapisan mukosa

(Sakkinen, 2003).

Berbagai penelitian telah dilakukan untuk memperbaiki sifat kitosan.

Penelitian-penelitian tersebut didukung oleh struktur kimia kitosan yang berupa

poliaminoglikosida yang memungkinkan terjadinya ikatan kovalen antara gugus

amino dari kitosan dengan gugus karbonil dari anhidrida asam sehingga

membentuk ikatan amida (Aiedeh dan Taha, 1999). Salah satu hasil modifikasi

kitosan adalah kitosan-tripolifosfat yang merupakan hasil interaksi ionik antara

gugus amin dari kitosan dengan gugus fosfat dari natrium tripolifosfat. Penelitian

terkait tentang preparasi dan karakterisasi kitosan-tripolifosfat sebagai eksipien

farmasi telah dilakukan. Eksipien kitosan-tripolifosfat memiliki potensi untuk

digunakan pada sediaan film oral transmukosa (Ifthah, 2011).

Rute pemberian obat secara oral transmukosa merupakan suatu alternatif

penghantaran obat untuk aplikasi sistemik karena obat tidak terdegradasi oleh

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 18: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

2

Universitas Indonesia

asam lambung ataupun oleh efek metabolisme lintas pertama. Salah satu contoh

sediaan oral transmukosa yaitu sediaan film yang digunakan melalui rute bukal.

Semakin banyak jumlah zat aktif yang masuk ke sirkulasi sistemik maka

bioavaibilitas zat aktif juga akan meningkat. Salah satu cara untuk meningkatkan

bioavaibilitas ini adalah dengan membuat partikel obat sekecil mungkin karena

semakin kecil ukuran partikel maka semakin besar luas permukaannya.

Dalam beberapa dekade terakhir, telah banyak penelitian yang dilakukan

untuk penggunaan nanopartikel sebagai aplikasi penghantaran obat. Nanopartikel

merupakan partikel yang memiliki ukuran diantara 10-1000 nm dan obat dapat

dienkapsulasi, diabsorbsi ataupun didispersikan didalam nanopartikel tersebut

(K.,Umasankar dan Reddy,2010). Nanopartikel yang dibuat dari reaksi sambung

silang antara kitosan dengan natrium tripolifosfat telah banyak diteliti. Penelitian

yang dilakukan oleh Yu-Hsin Lin et al menunjukkan nanopartikel yang dihasilkan

dengan sambung silang multi-ion kitosan-natrium tripolifosfat memiliki efisiensi

penjerapan yang tinggi (>60 %), kandungan zat aktif yang tinggi (>15 %) dan

kestabilan yang baik (stabil pada pH 2-7,2).

Pada penelitian ini dibuat nanopartikel dari kitosan dan natrium

tripolifosfat menggunakan metode gelasi ionik. Nanopartikel yang diperoleh akan

dikarakterisasi dan dibuat dalam bentuk sediaan film menggunakan eksipien

kitosan-tripolifosfat. Sediaan film bukal yang dibuat akan dievaluasi dan dilihat

profil pelepasan obatnya pada pH saliva 6,8. Dengan pembentukan nanopartikel

ini diharapkan adanya peningkatan waktu pelepasan obat pada film bukal yang

dibuat ketika diuji pada pH saliva 6,8. Sebagai model obat, zat aktif yang

digunakan adalah verapamil hidroklorida. Verapamil hidroklorida diserap

sempurna oleh saluran pencernaan, namun obat ini merupakan subjek yang dapat

berikatan dengan jaringan hati dan pada metabolisme lintas pertama mengalami

degradasi (Martindale,1982). Oleh karena itu, obat ini cocok dijadikan model obat

pada sediaan film bukal.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 19: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

3

Universitas Indonesia

1.2 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah melakukan preparasi dan karakterisasi

nanopartikel verapamil hidroklorida melalui proses gelasi ionik antara kitosan-

natrium tripolifosfat serta evaluasi sediaan film bukal yang mengandung

nanopartikel tersebut.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 20: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

4 Universitas Indonesia

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nanopartikel

2.1.1 Definisi nanopartikel Nanopartikel didefinisikan sebagai partikel dengan ukuran 10-1000 nm

(Mohanraj dan Chen, 2006)

2.1.2 Jenis nanopartikel

Pada dasarnya, nanopartikel dapat dibagi menjadi dua yaitu nanokristal

dan nanocarrier. Nanocarrier memiliki berbagai macam jenis seperti nanotube,

liposom, nanopartikel lipid padat (solid lipid nanoparticles/SLN), misel,

dendrimer, nanopartikel polimerik dan lain-lain (Rawat et al.,2006)

2.1.2.1. Nanokristal

Nanokristal adalah penggabungan dari ratusan atau ribuan molekul yang

membentuk kristal, terdiri dari senyawa obat murni dengan penyalutan tipis

dengan menggunakan surfaktan. Pembuatan nanokristal disebut nanonisasi. Tidak

seperti nanocarrier, nanokristal hanya memerlukan sedikit surfaktan untuk

stabilisasi permukaan karena gaya elektrostatik sehingga mengurangi

kemungkinan keracunan karena bahan tambahan untuk pembawa (Rawat et

al.,2006)

2.1.2.2. Nanocarrier

a. Nanotube

Nanotube adalah lembaran atom yang diatur dalam bentuk tube atau

struktur menyerupai benang dalam skala nanometer. Struktur ini memiliki rongga

di tengah, dan memiliki struktur menyerupai sangkar yang berbahan dasar karbon.

Nanotube terdiri dari dua jenis yaitu nanotube berdinding tunggal dan nanotube

berdinding ganda. Nanotube berdinding tunggal dapat digunakan sebagai sistem

pembawa obat dan gen karena bentuk fisiknya yang menyerupai asam nukleat.

Nanotube berdinding ganda dapat pula digunakan sebagai sistem pembawa untuk

transformasi khususnya untuk sel bakteri (E. coli) dan untuk elektroporasi sel

dalam skala nano (Rawat et al., 2006)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 21: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

5

Universitas Indonesia

b. Nanopartikel lipid padat (Solid Lipid Nanoparticles/SLN)

SLN merupakan pembawa koloidal berbahan dasar lipid padat berukuran

submikronik (50-1000 nm) yang terdispersi dalam air atau dalam larutan surfaktan

dalam air. SLN berisi inti hidrofob yang padat dengan disalut oleh fosfolipid lapis

tunggal. Inti padat berisi senyawa obat yang dilarutkan atau didispersikan dalam

matrik lemak padat yang mudah mencair. Rantai hidrofob fosfolipid ditanamkan

pada matriks lemak. Emulgator ditambahkan pada sistem sebagai penstabil fisik.

SLN dibuat dengan berbagai macam teknik seperti homogenisasi tekanan tinggi,

pembentukan mikroemulsi, presipitasi dan sebagai nanopelet lipid dan liposfer

(Rawat et al.,2006)

c. Nanopartikel polimerik

Nanopartikel adalah struktur koloidal berukuran nanometer yang terdiri

dari polimer sintesis atau semisintesis dengan rentang ukuran 10-1000 nm.

Berdasarkan metode pembuatannya, dapat diperoleh nanosfer atau nanokapsul

yang didalamnya terdapat obat baik dengan cara dilarutkan, dijerat, dikapsulasi

atau diikatkan pada matrik nanopartikel (Rawat et al,2006)

Nanopartikel polimerik meliputi nanokapsul dan nanosfer. Nanokapsul

terdiri atas polimer yang membentuk dinding yang melingkupi inti dalam tempat

dimana senyawa obat dijerat. Nanosfer dibuat dari matrik polimer padat dan

didalamnya terdispersi senyawa obat (Delie dan Blanco,2005).

[Sumber : Fattal dan Vauthier,2007)

Gambar 2. 1 (A) Nanosfer (B) Nanokapsul

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 22: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

6

Universitas Indonesia

Polimer sintesis yang biasa digunakan sebagai bahan untuk nanopartikel

polimerik antara lain poli(asam laktat) (PLA), poli(asam glikolat) (PGA),

poli(asam laktat-glikolat) (PLGA), poli(metilmetakrilat) (PMMA),

poli(alkilsianoakrilat) (PACA) dan poli(metilidemanolat) (PMM). Beberapa

polimer alam juga digunakan sebagai bahan dasar pembuatan nanopartikel

polimerik. Polimer alam tersebut antara lain kitosan, gelatin, albumin dan natrium

alginat (Rawat et al.,2006 ; Delie and Blanco,2005).

Material polimer memiliki sifat-sifat yang menguntungkan meliputi

kemampuan terdegradasi dalam tubuh, modifikasi permukaan, dan fungsi yang

dapat disesuaikan dengan keinginan. Sistem polimerik dapat mengatur sifat

farmakokinetik dari obat yang dimuatkan yang mengakibatkan obat berada dalam

keadaan stabil. Kelebihan-kelebihan tersebut membuktikan bahwa nanopartikel

polimerik merupakan sistem yang efektif dalam menjerat atau mengenkapsulasi

obat-obat bioteknologi yang biasanya sensitif terhadap perubahan lingkungan.

Nanopartikel polimerik yang mengikat peptida dapat digunakan sebagai

penghantaran melalui oral yang diperpanjang dan dapat meningkatkan penyerapan

dan ketersediaan hayati (Rawat et al., 2006)

d. Nanopartikel sambung silang

Nanopartikel sambung silang merupakan nanopartikel yang terbentuk dari

proses sambung silang antara elektrolit dengan pasangan ionnya. Ikatan sambung

silang ini dapat terjadi secara ionik maupun kovalen. Pembuatan nanopartikel

sambung silang dapat dilakukan dengan metode sambung silang konvensional

menggunakan senyawa penyambung silang konvensional (misalnya glutaraldehid

sebagai senyawa penyambung silang untuk kitosan) atau dengan menggunakan

metode gelasi ionik (Vauthier, Bravo-Osuna dan Ponchel,2007).

Metode sambung silang konvensional kurang disukai karena senyawa

penyambung silang konvensional (misalnya glutaraldehid) harus dihindari dengan

alasan senyawa penyambung silang konvensional menyebabkan kerusakan

struktur peptida dan juga toksisitas seluler. Oleh karena itu, metode gelasi ionik

lebih disukai karena menggunakan pasangan ion yang lebih sesuai untuk protein

(tripolifosfat, dekstran sulfat) dan juga menghindari pengadukan berlebihan, panas

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 23: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

7

Universitas Indonesia

tinggi dan penggunaan pelarut organik (Vauthier, Bravo-Osuna dan Ponchel,

2007).

2.1.3 Manfaat pembuatan nanopartikel

Manfaat utama dalam melakukan rancangan nanopartikel sebagai sistem

penghantaran obat adalah untuk mengatur ukuran partikel, sifat-sifat permukaan,

dan pelepasan zat aktif pada tempat yang spesifik di dalam tubuh sebagai sasaran

pengobatan. Kelebihan menggunakan nanopartikel sebagai sistem penghantaran

obat antara lain ukuran partikel dan karakteristik permukaan nanopartikel dapat

dengan mudah dimanipulasi sesuai dengan target pengobatan, nanopartikel

mengatur dan memperpanjang pelepasan obat selama proses transpor obat ke

sasaran, obat dapat dimasukkan ke dalam sistem nanopartikel tanpa reaksi kimia

dan sistem nanopartikel dapat diterapkan untuk berbagai sasaran pengobatan

karena nanopartikel masuk ke dalam sistem peredaran darah dan dibawa oleh

darah menuju target pengobatan (Mohanraj dan Chen, 2006)

2.1.4 Preparasi nanopartikel (Mohanraj dan Chen, 2006)

Nanopartikel dapat dipreparasi dari beberapa material seperti protein,

polisakarida dan polimer sintetik. Pemilihan dari material matriks bergantung

pada beberapa faktor seperti (a) ukuran dari partikel yang dibutuhkan;

(b) karakteristik dasar dari obat seperti kelarutan dan kestabilan; (c) karakteristik

permukaan seperti permeabilitas; (d) derajat biodegradabel, biokompatibilitas dan

toksisitas; dan (e) profil pelepasan obat yang diinginkan.

Nanopartikel banyak dipreparasi dengan menggunakan 4 metode, yaitu :

2.1.4.1. Metode penguapan pelarut

Dalam metode ini, polimer dilarutkan dalam pelarut organik seperti

diklormetan, kloroform atau etil asetat dimana biasa digunakan juga sebagai

pelarut dalam melarutkan obat yang bersifat hidrofob. Campuran dari polimer dan

larutan obat ini lalu diemulsifikasi dalam larutan yang mengandung surfaktan atau

emulsifying agent dan menjadi bentuk emulsi minyak dalam air (o/w). Setelah

terbentuk emulsi yang stabil, pelarut organik kemudian diuapkan dengan ditekan

atau diputar secara terus menerus menggunakan stirrer. Ukuran partikel

dipengaruhi oleh tipe dan konsentrasi penstabil yang digunakan, kecepatan

homogeniser dan konsentrasi polimer. Untuk menghasilkan ukuran partikel yang

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 24: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

8

Universitas Indonesia

kecil, sering digunakan homogenisasi dengan kecepatan tinggi atau

ultrasonifikasi.

2.1.4.2. Emulsifikasi spontan atau metode difusi pelarut

Metode ini merupakan modifikasi dari metode penguapan pelarut. Dalam

metode ini air yang larut dalam pelarut dalam jumlah kecil dari air yang tidak

larut dalam pelarut organik digunakan sebagai fase minyak. Karena difusi spontan

dari pelarut menyebabkan turbulensi antarmuka antara 2 fase yang membentuk

partikel kecil. Semakin banyak konsentrasi air yang larut dalam pelarut, ukuran

dari partikel yang dihasilkan akan semakin kecil.

Kedua metode di atas dapat digunakan untuk obat-obat yang bersifat

hidrofilik maupun hidrofobik. Untuk obat yang bersifat hidrofil, emulsi w/o/w

diperlukan agar obat larut dalam fase air internal.

2.1.4.3. Metode polimerisasi

Pada metode ini,monomer-monomer dipolimerisasi menjadi bentuk

nanopartikel di dalam larutan. Obat akan dimasukkan dengan cara dilarutkan

dalam medium polimerisasi atau dengan adsorpsi ke dalam nanopartikel setelah

polimerisasi selesai. Suspensi nanopartikel ini kemudian dimurnikan untuk

menghilangkan aneka penstabil dan surfaktan yang digunakan untuk polimerisasi

dengan cara ultrasentrifugasi. Bentuk nanokapsul dan ukuran partikelnya

bergantung pada konsentrasi dari surfaktan dan penstabil yang digunakan.

2.1.4.4. Metode gelasi ionik

Banyak penelitian yang difokuskan pada preparasi nanopartikel dengan

menggunakan polimer hidrofilik biodegradabel seperti kitosan, gelatin dan

natrium alginat. Metode ini terdiri dari campuran 2 fase yang mana salah satunya

adalah polimer kitosan dan yang lain adalah polianion natrium tripolifosfat.

Dalam metode ini bagian positif grup amin dari kitosan berinteraksi dengan

bagian negatif dari tripolifosfat sehingga membentuk partikel dalam ukuran

nanometer.

Metode gelasi ionik melibatkan proses sambung silang antara

polielektrolit dengan adanya pasangan ion multivalennya. Gelasi ionik seringkali

diikuti dengan kompleksasi polielektrolit dengan polielektrolit yang berlawanan.

Pembentukan ikatan sambung silang ini akan memperkuat kekuatan mekanis dari

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 25: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

9

Universitas Indonesia

partikel yang terbentuk. Contoh pasangan polimer yang dapat digunakan untuk

gelasi ionik ini antara lain kitosan dengan tripolifosfat dan kitosan dengan

karboksimetilselulosa (Park dan Yeo,2007)

Kitosan yang merupakan polimer kationik dapat bereaksi dengan anion

multivalen seperti tripolifosfat. Pembentukan mikropartikel dengan metode gelasi

ionik dapat dilakukan antara lain dengan pengerasan tetesan cair yang

didispersikan pada fase minyak atau organik. Prosedur sederhana tersebut

meliputi pencampuran dua fase cair dimana fase yang satu mengandung kitosan

dan fase yang satu mengandung anion multivalen.

Kitosan memiliki kemampuan untuk membentuk gel secara spontan

setelah kontak dengan polianion multivalen sehingga membentuk inter- dan

intramolekuler multi ion dengan polianion tersebut. Dari beberapa polianion yang

diteliti, tripolifosfat (TPP) merupakan yang paling populer karena sifatnya yang

tidak beracun dan memiliki kemampuan membentuk gel dengan cepat. (Moura et

al.,2008)

2.1.5 Karakterisasi nanopartikel

Sifat unik yang dimiliki nanopartikel disebabkan langsung oleh sifat fisiko

kimianya. Karena itu penentuan karakteristik nanopartikel diperlukan untuk

mendapatkan pengertian mekanis dari nanopartikel. Karakteristik dari suatu

nanopartikel ini dapat digunakan untuk pengembangan formulasi, memperkirakan

kinerja secara in vivo dan untuk mengatasi masalah-masalah dalam proses

pembuatan nanopartikel.

Karakteristik dari nanopartikel yang perlu diketahui antara lain :

2.1.5.1. Ukuran, distribusi dan morfologi partikel

Ukuran dan distribusi partikel merupakan karakteristik yang paling

penting dalam sistem nanopartikel. Hal ini dapat digunakan untuk memperkirakan

distribusi secara in vivo, biologis, toksisitas dan kemampuan untuk targetting dari

sistem nanopartikel. (Mohanraj dan Chen, 2006)

Pelepasan obat juga dipengaruhi dari ukuran partikel. Semakin kecil

ukuran partikel maka semakin besar luas area permukaannya. Namun, semakin

banyak obat yang bergabung menjadi atau mendekati permukaan partikel, akan

menyebabkan pelepasan obat yang cepat. Bagaimanapun, partikel yang lebih

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 26: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

10

Universitas Indonesia

besar memiliki inti yang besar dimana akan memungkinkan lebih banyak obat

yang dapat dienkapsulasi dan sedikit demi sedikit berdifusi keluar. Partikel-

partikel yang memiliki ukuran kecil juga memiliki resiko tinggi mengalami

agregasi selama penyimpanan dan distribusi. Hal ini selalu menjadi tantangan

dalam memformulasikan nanopartikel dengan ukuran yang paling kecil namun

dengan stabilitas yang paling maksimum. (Mohanraj dan Chen, 2006)

Morfologi dari nanopartikel juga penting untuk diketahui untuk

mengetahui pelepasan obat dari sistem nanopartikel yang dibuat. Beberapa

metode dapat digunakan untuk mengetahui morfologi nanopartikel seperti

scanning electron microscopy (SEM), transmission electronic microscopy (TEM),

difraksi elektron, scanning tunneling microscopy, dan atomic force microscopy.

(Thassu,Deleers dan Pathak, 2007)

2.1.5.2. Drug loading dan efisiensi penjerapan

Idealnya, sebuah sistem nanopartikel yang sukses adalah yang memiliki

kapasitas pembawa obat yang tinggi sehingga akan mengurangi jumlah material

matriks yang digunakan. Drug loading dan efisiensi penjerapan sangat

bergantung pada kelarutan obat yang stabil dalam material matriks atau polimer,

dimana akan berkaitan dengan komposisi polimer, bobot molekul, dan interaksi

antara obat dengan polimer (Mohanraj dan Chen, 2006)

2.1.5.3. Potensial zeta

Potensial zeta dari sebuah nanopartikel biasanya digunakan untuk

mengkarakterisasi sifat muatan permukaan partikel yang berkaitan dengan

interaksi elektrostatik nanopartikel. Partikel-partikel yang terdiri dari molekul

heteroatomic biasanya memiliki muatan permukaan, yang mungkin menjadi

positif atau negatif, tergantung pada orientasi dan ionisasi komponen partikel.

Interaksi elektrostatik antara partikel akan menentukan kecenderungan agregasi

dan fenomena tolak menolak. Potensial zeta adalah ukuran permukaan muatan

partikel yang tersebar dalam kaitannya dengan medium pendispersi. Idealnya,

partikel harus memiliki muatan atau potensial zeta yang tinggi dibandingkan

dengan medium pendispersi untuk mencegah agregasi. Kekuatan tolak menolak

yang dibawa oleh muatan ion serupa pada partikel permukaan akan mencegah

gaya tarik menarik yang ditentukan oleh ikatan hidrogen dan ikatan van der

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 27: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

11

Universitas Indonesia

Waals. Dengan mengendalikan zeta potensial akan didapatkan kondisi yang ideal

untuk tidak terjadi agregasi. (Vaughn dan Williams,2007).

2.2 Kitosan

[Sumber :Bodnar, Hartmann dan Borbely, 2005]

Gambar 2. 2 Struktur kitosan (telah diolah kembali)

Kitosan merupakan polisakarida linear yang dihasilkan dari deasetilasi

senyawa kitin yang terkandung dalam cangkang suku crustaceae seperti udang,

lobster, kepiting dan lain-lain. Derajat deasetilasi untuk kitosan umumnya berkisar

antara 70% - 95% dengan bobot molekul sekitar 10-1000 kDa (Sakkinen, 2003).

Kitosan terdapat dalam bentuk serbuk atau serpihan berwarna putih atau putih

kecoklatan dan tidak berbau. Kitosan memiliki sifat tidak toksik, tidak

mengiritasi, biokompatibel dan biodegradabel (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006).

Pada dasarnya kitosan tergantung dari derajat deasetilasinya. Unit D-

glukosamin pada kitosan mempunyai nilai pKa 7,5, sedangkan nilai pKa dari

polimernya sekitar 6,5 (Sakkinen, 2003). Kitosan mudah larut dalam larutan asam

organik encer maupun pekat. Kitosan akan bersifat polikationik dalam lingkungan

asam. Hal ini dikarenakan kitosan memiliki gugus amin yang dapat terprotonasi

oleh H+ dari asam (Rowe, Sheskey, dan Owen, 2006). Meskipun kitosan

mempunyai rantai polimer yang terdiri dari gugus hidrofilik dan bersifat

hidrofobik pada dasarnya, kitosan tidak dapat larut dalam air dan pada pelarut

organik umumnya (misalkan DMSO, DMF, NMP, alkohol dan piridin). Ini

disebabkan oleh struktur kristal kitosan yang berasal dari ikatan hidrogen

intramolekul dan intermolekul (Champagne, 2008) Kitosan dapat menahan air di

dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel terjadi

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 28: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

pada lingkungan pH asam. Penurunan pH akan menyebabkan peningkatan

viskositas. Hal ini disebabkan karena terjadi perpanjangan konformasi kitosan

pada pH rendah karena adanya gaya tolak menolak a

bermuatan. Viskositas juga akan meningkat bila derajat deasetilasi meningkat

(Sakkinen, 2003).

2.3 Natrium Tripolifosfat

Gambar 2.

Tripolifosfat dalam nanopartikel sambung

sebagai pasangan ion dari kitosan. Alasan penggunaan tripolifosfat antara lain

karena sifatnya sebagai anion multivalen yang dapat membentuk ikatan sambung

silang dengan kitosan. Penelitian dari Yu

bahwa dengan digunakannya tripolifosfat sebagai salah satu pasangan ion kitosan,

hasil nanopartikel yang didapat lebih stabil dan memiliki karakter penembusan

membran yang lebih baik

Pada nanopartikel sambung silang multi ion, tripolifosfat berperan s

salah satu komponen anion multivalen yang nantinya akan membentuk ikatan

sambung silang dengan kitosan yang bersifat kationik (Yu

2.4 Kitosan-Tripolifosfat

Kitosan-tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan yang dihasilkan

dari proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat, seperti natrium

tripolifosfat. Proses modifikasi kitosan dengan natrium tripolifosfat

pada beberapa faktor, ya

waktu terjadinya taut silang (

Park, 2003).

Universitas Indonesia

pada lingkungan pH asam. Penurunan pH akan menyebabkan peningkatan

viskositas. Hal ini disebabkan karena terjadi perpanjangan konformasi kitosan

pada pH rendah karena adanya gaya tolak menolak antara gugus amino yang

bermuatan. Viskositas juga akan meningkat bila derajat deasetilasi meningkat

Tripolifosfat

Gambar 2. 3 Struktur Natrium Tripolifosfat

Tripolifosfat dalam nanopartikel sambung silang multi ion digunakan

sebagai pasangan ion dari kitosan. Alasan penggunaan tripolifosfat antara lain

karena sifatnya sebagai anion multivalen yang dapat membentuk ikatan sambung

an kitosan. Penelitian dari Yu-Hsin Lin et al (2008)

bahwa dengan digunakannya tripolifosfat sebagai salah satu pasangan ion kitosan,

hasil nanopartikel yang didapat lebih stabil dan memiliki karakter penembusan

membran yang lebih baik.

Pada nanopartikel sambung silang multi ion, tripolifosfat berperan s

salah satu komponen anion multivalen yang nantinya akan membentuk ikatan

sambung silang dengan kitosan yang bersifat kationik (Yu-Shin Lin et al,2008)

Tripolifosfat

tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan yang dihasilkan

ri proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat, seperti natrium

s modifikasi kitosan dengan natrium tripolifosfat

pada beberapa faktor, yaitu konsentrasi kitosan, pH dari natrium tripolifosfat

adinya taut silang (J.A. Ko, H.J. Park, Y.S. Park, S.J. Hwang, dan J.B.

12

Universitas Indonesia

pada lingkungan pH asam. Penurunan pH akan menyebabkan peningkatan

viskositas. Hal ini disebabkan karena terjadi perpanjangan konformasi kitosan

ntara gugus amino yang

bermuatan. Viskositas juga akan meningkat bila derajat deasetilasi meningkat

silang multi ion digunakan

sebagai pasangan ion dari kitosan. Alasan penggunaan tripolifosfat antara lain

karena sifatnya sebagai anion multivalen yang dapat membentuk ikatan sambung

(2008) menyebutkan

bahwa dengan digunakannya tripolifosfat sebagai salah satu pasangan ion kitosan,

hasil nanopartikel yang didapat lebih stabil dan memiliki karakter penembusan

Pada nanopartikel sambung silang multi ion, tripolifosfat berperan sebagai

salah satu komponen anion multivalen yang nantinya akan membentuk ikatan

Shin Lin et al,2008)

tripolifosfat adalah senyawa turunan dari kitosan yang dihasilkan

ri proses taut silang ionik kitosan dengan senyawa tripolifosfat, seperti natrium

s modifikasi kitosan dengan natrium tripolifosfat bergantung

itu konsentrasi kitosan, pH dari natrium tripolifosfat dan

J.A. Ko, H.J. Park, Y.S. Park, S.J. Hwang, dan J.B.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 29: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

13

Universitas Indonesia

Kitosan dengan pKa 6,5 merupakan polikationik, ketika dilarutkan dalam

asam, amin bebas dari kitosan akan terprotonasi menghasilkan –NH3+. Natrium

tripolifosfat (Na5P3O10) dilarutkan dalam air hingga didapatkan ion hidroksil dan

ion tripolifosfat. Ion tersebut dapat bergabung dengan struktur dari kitosan.

Bhumkar dan Pokharkar (2006) menyatakan bahwa derajat taut silang kitosan

dengan natrium tripolifosfat dipengaruhi oleh keberadaan sisi kationik dan

senyawa anionik sehingga pH dari natrium tripolifosfat memiliki peran penting

selama proses taut silang. Proses taut silang dilakukan pada dua kondisi pH, yaitu

pH 3 dan 9. Pada pH 3 hanya dihasilkan ion tripolifosfat yang akan berinteraksi

dengan –NH3+ dari kitosan sehingga pada kondisi tersebut didapatkan kitosan-

TPP yang didominasi oleh interaksi ionik. Pada pH 9, dihasilkan ion hidroksil dan

tripolifosfat. Kedua ion tersebut berkompetisi untuk berinteraksi dengan –NH3+.

Pada kondisi tersebut, taut silang kitosan didominasi oleh deprotonasi oleh ion

hidroksil (Bhumkar dan Pokharkar, 2006).

[Sumber: Sung-Tao Lee, Fwu-Long Mi, Yu-Ju Shen, dan Shin-Shing Shyu, 2001]

Gambar 2. 4 Disosiasi Natrium Tripolifosfat dalam Air

[Sumber: Bhumkar dan Pokharkar, 2006]

Gambar 2. 5 Proses a) Deprotonasi b) Taut Silang Ionik Kitosan dengan TPP

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 30: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

14

Universitas Indonesia

2.5 Morfologi dan sistem penghantaran obat bukal

2.5.1. Membran Mukosa Mulut dan Bukal

Membran mukosa mempunyai permukaan yang lembab yang terbentang

pada dinding organ saluran pencernaan dan pernapasan, bagian dalam mata, nasal,

rongga mulut dan organ genital. Permukaan lembab pada jaringan mukosa adalah

akibat adanya mukus yang berlendir, kental dan terdiri dari glikoprotein, lipid,

garam inorganik dan lebih dari 95% air (S.,Punitha dan Girish, 2010). Ada tiga

tipe mukosa mulut yaitu mukosa masticatory, lining dan mukosa spesial. Mukosa

masticatory menutupi gingiva dan palatal. Mukosa ini menekan epitelium yang

berkeratinin ke jaringan dibawahnya dengan bantuan jaringan kolagen

penghubung yang dapat menahan abrasi dan gaya tekan dari proses mengunyah.

Mukosa lining menutupi semua area kecuali permukaan dorsal lidah dan ditutupi

oleh epitelium nonkeratin sehingga menjadi lebih permeabel. Mukosa ini dapat

berubah elastis dan dapat meregang untuk membantu berbicara dan mengunyah.

Mukosa spesial yang berada di belakang lidah merupakan gabungan mukosa

masticatory dan lining yang terdiri dari sebagian mukosa berkeratin dan sebagian

mukosa nonkeratin (Kellaway, Ponchel dan Duchene, 2003).

[ Sumber : Kellaway, Ponchel dan Duchene, 2003)

Gambar 2. 6 Penampang rongga mulut (telah diolah kembali)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 31: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

15

Universitas Indonesia

Mukosa mulut terdiri dari epitelium yang ditutupi mukus dan terdiri dari

stratum distendum, stratum filamentosum, stratum suprabasale dan stratum basale.

Epitelium bisa terdiri dari lapisan tunggal (single layer) yang terdapat pada

lambung, usus kecil dan usus besar serta bronkus ataupun lapisan ganda (multiple

layer) seperti pada esofagus dan vagina. Lapisan paling atas terdiri dari goblet sel

yang mensekresikan mukus ke permukaan epitelium. Dibawah epitelium terdapat

basal lamina, lamina propria dan submukosa. Epitelium memberikan barier

mekanis yang dapat melindungi jaringan di bawahnya, lamina propria bertindak

sebagai penahan mekanis dan juga membawa pembuluh darah dan sel saraf. Tebal

lapisan mukus bervariasi pada tiap-tiap jaringan mukosa, biasanya antara 50-

500µm pada saluran cerna dan kurang dari 1 µm pada rongga mulut (S., Punitha

dan Girish,2010).

[Sumber : Hoogstraate, Benes, Burgaud, Horriere dan Seyler, 2005]

Gambar 2. 7 Struktur membran mukosa mulut (telah diolah kembali)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 32: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

16

Universitas Indonesia

Bukal adalah bagian dari mulut yang membatasi secara anterior dan

lateral antara bibir dan pipi, secara posterior dan medial (tengah) antara gigi dan

gusi serta di atas dan di bawah dari mukosa yang terbentang antara mulut, pipi

dan gusi (S., Punitha dan Girish,2010). Mukosa bukal terdiri dari beberapa lapisan

sel yang berbeda. Epitel mirip dengan epitel skuamosa bertingkat yang ditemukan

di seluruh tubuh. Lapisan sel epitel dari mukosa bukal memiliki ketebalan sekitar

500-600 µ dan luas permukaan sebesar 50 cm2 serta memiliki permukaan yang

kasar yang cocok untuk sistem penghantaran obat yang bersifat retensif. Membran

dasar, lamina propria diikuti oleh submukosa terdapat di bawah lapisan epitel.

Lamina propria kaya dengan pembuluh darah dan pembuluh kapiler yang terbuka

untuk vena jugularis internal. (Verma dan Chattopadhyay, 2011).

Pembuluh arteri maksilaris mengedarkan darah ke mukosa bukal dan

darah mengalir lebih cepat dan lebih banyak (2,4 mL/min/cm2) daripada daerah

sublingual, gingival dan palatal sehingga memfasilitasi difusi pasif molekul obat

melewati mukosa. Pergantian epitelium bukal antara 5-6 hari (S., Punitha dan

Girish, 2010)

2.5.2. Saliva dan mukus

Saliva diproduksi paling banyak 750 ml setiap harinya dengan 60% dari

kelenjar submandibular, 30 % dari kelenjar parotids, kurang dari 5% dari kelenjar

sublingual dan sekitar 6% dari kelenjar saliva kecil yang terdapat di bawah

epitelium mukosa mulut. Saliva mempunyai pH sekitar 6,5-7,5 yang berfungsi

sebagai buffer untuk sistem bikarbonat dan mengurangi batas buffer fosfat dan

buffer protein. Tebal lapisan saliva kira-kira 0,07-0,10 mm dan musin yang

terdapat pada saliva memungkinkan adanya pengikatan sistem penghantaran obat

dengan pengembangan polimer mukoadhesif. Penggabungan interfasial antara

polimer dan mucin memberikan ikatan dan retensi sediaan pada tempat

penghantaran. Komponen utama dari sekresi mukus adalah musin yang larut yang

bergabung untuk membentuk oligomer musin. Struktur ini mempunyai bentuk

yang viskoelastis dan berminyak. Musin saliva punya fungsi perlindungan

termasuk diantaranya pembentukan barier permeabel epitelium, meminyaki

permukaan jaringan dan perubahan kolonisasi mikroorganisme mulut (Kellaway,

Ponchel dan Duchene, 2003).

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 33: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

17

Universitas Indonesia

Glikoprotein merupakan komponen yang penting pada mukus dan

bertanggung jawab atas sifat bentuk berlendir, kohesi dan antiadhesif. Walaupun

tergantung dari bagian tubuh mana yang mensekresikan mukus, biasanya

glikoprotein mempunyai struktur yang sama. Glikoprotein biasanya mempunyai

tiga cabang yang terhubung secara dimensional. Rantai polipeptida terdiri dari

800–4500 residu asam amino dan dikarakterisasi dengan dua tipe area, yaitu area

terglikosilasi kuat dan area terglikosilasi lemah. Glikosilasi meningkatkan

resistensi molekul terhadap hidrolisis proteolisis. Terminal dari glikoprotein (C-

dan N-) merupakan daerah yang mengandung 10 % sistein. Daerah inilah yang

bertanggung jawab terhadap terbentuk ikatan disulfida pada oligomer mucin.

Sekuen oligosakarida melekat pada 63% inti protein sehingga lebih dari 200

ikatan karbohidrat / molekul glikoprotein. Rantai samping polisakarida biasanya

berakhir pada fukosa atau asam sialat (asam N-asetilneuraminat, pKa = 2,6)

sehingga glikoprotein bermuatan negatif pada pH fisiologis tubuh (S., Punitha dan

Girish, 2010).

Saliva dan mukus penting untuk membantu absorpsi obat, yaitu dengan

alasan sebagai berikut (McElnay dan Hughes, 2007) :

a. Permeasi obat melewati membran bermukus terjadi lebih mudah dibandingkan

dengan membran tanpa mukus.

b. Obat yang dihantarkan lewat bukal pada umumnya merupakan sediaan padat

sehingga obat perlu didisolusikan di saliva terlebih dahulu sebelum diabsorpsi

melewati mukosa mulut.

2.5.3. Sistem penghantaran obat bukal

Penghantaran obat melalui bukal adalah penghantaran melalui mukosa

bukal, yang terletak di sepanjang pipi, untuk mencapai sirkulasi sistemik. Mukosa

bukal kurang permeabel jika dibandingkan dengan mukosa sublingual dan

biasanya kurang bisa mencapai absorpsi obat dalam waktu cepat ataupun

mencapai bioavailabilitas yang bagus, namun lebih permeabel jika dibandingkan

dengan kulit ataupun sistem penghantaran lainnya. Membran lipid pada mukosa

mulut menahan masuknya makromolekul sehingga molekul – molekul kecil yang

tidak terionisasi dapat melintasi membran ini dengan mudah (Mathiowitz, 1999).

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 34: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

18

Universitas Indonesia

Mekanisme melintasnya obat melintasi membran lipid biologis diantaranya

adalah difusi pasif, difusi terfasilitasi, transport aktif dan pinositosis. Mekanisme

penghantaran obat pada mukosa bukal adalah difusi pasif yang melibatkan

perpindahan dari zat terlarut dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah pada

jaringan bukal. Absorpsi obat dari rongga mulut tidak sama dengan masuknya

obat secara langsung ke sirkulasi sistemik karena obat seperti di simpan dalam

membran bukal atau lebih dikenal dengan efek reservoir bukal (McElnay dan

Hughes, 2007).

Transport obat melintasi membran mukosa bukal dapat dijelaskan dalam

persamaan difusi Fick, yaitu :

� � ������

�� (2.1)

Pada persamaan tersebut, J adalah laju obat, D adalah konstanta difusi, Kp

adalah koefisien partisi, ∆Ce adalah gradient konsentrasi dan h adalah panjang

membran difusi. Dari persamaan tersebut, dapat dilihat bahwa laju difusi obat

melalui membran mukosa bukal dapat ditingkatkan dengan mengurangi resistensi

difusi pada membran dengan membuat obat lebih cair, meningkatkan kelarutan

obat dalam saliva yang berdekatan dengan epitelium atau meningkatkan

lipofilisitas dengan modifikasi prodrug (McElnay dan Hughes, 2007).

Dua jalur lainnya untuk melintasi mukosa bukal adalah melalui jalur

transelular (jalan masuk obat melintasi sel mukosa bukal) dan jalur paraselular

(jalan masuk obat melewati tautan interselular mukosa). Koefisien permeabilitas

untuk mukosa mulut antara 1x10-5 – 2x10-9

cm/s. Transport masuk obat melewati

mukosa mulut dapat dipelajari dengan teknik mikroskopis dengan fluoresensi,

autoradiografi dan prosedur confocal laser scanning microscopic (Mitra, Alur dan

Johnston, 2007).

Hal–hal yang mempengaruhi molekul obat melewati mukosa bukal adalah

sebagai berikut ini (Mitra, Alur dan Johnston, 2007) :

a. Ukuran molekul, untuk senyawa hidrofilik hal – hal seperti berat molekul dan

ukuran molekul yang meningkat, akan mengurangi permeabilitas obat.

Molekul dengan berat yang kecil (BM < 100 kDa) dapat dengan mudah

melewati mukosa bukal.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 35: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

19

Universitas Indonesia

b. Kelarutan dalam lipid, untuk senyawa yang tidak terionisasi, seperti

lipofilisitas yang meningkat, permeabilitas obat juga akan meningkat.

c. Ionisasi, untuk obat – obat yang terionisasi, permeasi maksimal obat terjadi

pada pH obat terionisasi paling sedikit, misalkan pada pH obat berbentuk tidak

terion.

Sistem penghantaran obat bukal mukoadhesif memiliki sifat antara lain

(Mitra, Alur dan Johnston, 2007) :

a. Nyaman dan tidak menonjol terlalu jelas pada tempat aplikasi

b. Tidak cocok untuk obat yang berasa pahit

c. Lebih baik untuk obat – obat yang dilepaskan secara perlahan

d. Menggunakan eksipien yang tidak mengiritasi ataupun merusak mukosa mulut

Ukuran sediaan bervariasi tergantung dari formulasi, misalkan bukal tablet

memiliki ukuran diameter paling besar 5-8 mm dan film bukal memiliki luas

10-15 cm2. Film bukal mukoadhesif dengan luas area 1-3 cm2 biasanya

digunakan. Ini dapat menjelaskan bahwa jumlah obat yang dapat dihantarkan

melintasi mukosa bukal untuk luas area 2 cm2 adalah 10-20 mg setiap harinya.

Bentuk sediaan juga bervariasi, meskipun biasanya menggunakan bentuk bulat

lonjong. Durasi maksimal dari retensi dan absorpsi obat bukal biasanya 4-6 jam

karena makanan dan cairan dapat memindahkan sediaan yang digunakan (Mitra,

Alur dan Johnston, 2007).

Beberapa keuntungan dalam penghantaran obat secara bukal adalah

sebagai berikut (Mitra, Alur dan Johnston, 2007) :

a. Mudah dalam pemberian dan penghentian terapi

b. Memungkinkan terjadi lokalisasi obat pada rongga mulut untuk periode waktu

yang panjang

c. Dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar

d. Merupakan rute yang cocok untuk obat – obat yang mengalami efek

metabolisme lintas pertama yang tinggi sehingga obat tersebut dapat mencapai

bioavailabilitas yang lebih baik

e. Dosis obat dapat diturunkan sehingga memperkecil terjadinya efek samping

f. Obat yang tidak stabil pada pH asam lambung ataupun yang tidak stabil pada

pH basa usus dapat diberikan melalui penghantaran bukal

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 36: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

20

Universitas Indonesia

g. Obat dengan bioavaibilitas yang rendah dapat diberikan dengan mudah

h. Adanya saliva yang menyediakan sejumlah air yang cukup untuk disolusi

dibandingkan dengan pemberian rektal dan transdermal

i. Alternatif pemberian untuk obat – obat hormon, analgesik narkotik, enzim,

steroid, obat jantung dan sebagainya

Sedangkan beberapa kekurangan pada sistem penghantaran bukal adalah

sebagai berikut (Mitra, Alur dan Johnston, 2007) :

a. Obat yang dapat mengiritasi mukosa mulut, berasa pahit dan berbau tidak

dapat dihantarkan dengan sistem bukal

b. Obat yang tidak stabil pada pH bukal tidak dapat dihantarkan dengan sistem

ini

c. Hanya untuk obat yang memiliki dosis rendah

d. Obat dapat mengembang oleh saliva dan kehilangan efeknya dengan rute

bukal

e. Makan dan minum dapat membatasi penghantaran obat

f. Dapat membentuk struktur permukaan yang licin dan integritas struktur

formulasi dapat tergantung akibat pengembangan dan hidrasi polimer

bioadhesif.

2.6 Mukoadhesif

2.6.1. Sistem bioadhesif

Bioadhesif dapat diartikan sebagai kondisi dua material, salah satunya

adalah jaringan biologi, saling menempel antara satu sama lainnya untuk beberapa

waktu yang disebabkan adanya gaya antar muka. Jika material tersebut berikatan

dengan mukosa atau lapisan mukus, maka fenomena ini dikenal sebagai

mukoadhesif (Carvalho, Bruschi, Evangelista, dan Gremiao, 2010). Formulasi

bioadhesif menggunakan polimer sebagai komponen perekat (adhesive).

Formulasi ini biasanya dapat larut air dan bila dalam bentuk kering dapat menarik

air dari permukaan biologi dan perpindahan air ini menuntun terjadinya interaksi

yang kuat. Polimer dapat menyerap cairan ketika terhidrasi pada organ tubuh,

akibatnya menghasilkan massa yang kental sehingga meningkatkan waktu

retensinya pada permukaan mukosa. Polimer bioadhesif harus mempunyai sifat

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 37: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

21

Universitas Indonesia

fisikokimia tertentu seperti hidrofilisitas, dapat membentuk ikatan hidrogen,

fleksibel untuk interpenetrasi dengan mukus dan jaringan epitelium, dan

mempunyai sifat viskoelastik (S., Punitha dan Girish, 2010).

Karakteristik ideal polimer bioadhesif untuk penghantaran bukal

diantaranya (S., Punitha dan Girish, 2010) :

a. Polimer dan hasil degradasinya tidak toksik, tidak mengiritasi dan bebas dari

pengotor yang dapat larut

b. Mampu menyebar, terbasahi, mengembang, terlarut dan memiliki sifat

biodegradasi

c. Memiliki sifat biokompatibel dan viskoelastik

d. Memiliki sifat dapat melekat pada mukosa bukal

e. Polimer mudah didapat dan harganya terjangkau

f. Mempunyai sifat bioadhesif dalam bentuk kering ataupun cair

Faktor yang dapat mempengaruhi karakteristik sifat bioadhesif antara lain

sebagai berikut (Mitra, Alur dan Johnston, 2007) :

a. Berat molekul dan konformasi polimer

Kekuatan pelekatan polimer meningkat dengan meningkatnya berat

molekul melebihi 100.000 kDa.

b. Densitas taut – silang polimer

Kekuatan mukoadhesif menurun dengan meningkatnya tautan silang

karena menurunkan koefisien difusi polimer serta fleksibilitas dan mobilitas rantai

polimer.

c. Muatan dan ionisasi polimer

Polimer anionik lebih efisien daripada polimer kationik dan polimer yang

tidak bermuatan untuk daya lekat dan toksisitas. Selain itu, polimer dengan gugus

karboksil lebih dipilih daripada polimer dengan gugus sulfat.

d. Konsentrasi polimer

Konsentrasi polimer yang terlalu tinggi akan mengurangi sifat bioadhesif.

Molekul akan menggulung dan lebih sukar larut sehingga akan mengurangi

interpenetrasi rantai polimer ke lapisan mukus.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 38: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

22

Universitas Indonesia

e. pH medium

Pengaruh pH medium adalah dapat mempengaruhi muatan pada

permukaan mukus dan polimer. Jumlah muatan bervariasi tergantung pH yang

dapat menyebabkan disosiasi pada gugus karbohidrat dan asam amino.

2.6.2. Mekanisme mukoadhesif

Secara umum mekanisme mukoadhesif dapat dibagi menjadi dua langkah,

yaitu tahap kontak dan tahap konsolidasi. Tahap kontak biasanya terjadi antara

polimer mukoadhesif dan membran mukosa. Dengan menyebar dan

mengembangnya sediaan maka akan terjadi kontak yang lebih kuat terhadap

lapisan mukus. Pada tahap konsolidasi, polimer mukoadhesif diaktifkan dengan

adanya kelembaban. Kelembaban melenturkan sistem sehingga memudahkan

molekul obat terbebas dan dapat berikatan secara Van der Waals dan ikatan

hidrogen (Carvalho, Bruschi, Evangelista, dan Gremiao, 2010).

Ada dua teori yang menjelaskan tahap konsolidasi, yaitu teori difusi dan

teori dehidrasi. Berdasarkan teori difusi, molekul mukoadhesif dan glikoprotein

mukus saling berinteraksi dengan adanya interpenetrasi ikatan dan membentuk

ikatan sekunder. Dengan kata lain, sediaan mukoadhesif akan mengalami interaksi

kimia dan mekanis. Berdasarkan teori dehidrasi, bahan mukoadhesif akan

mengalami dehidrasi ketika kontak dengan mukus sebagai akibat dari perbedaan

tekanan osmotik. Perbedaan gradient konsentrasi ini menyebabkan air berpindah

dari mukus ke sediaan sampai keseimbangan osmotik tercapai. Proses ini

menyebabkan terjadinya pencampuran sediaan dan mukus yang meningkatkan

waktu kontak dengan membran mukosa (Carvalho, Bruschi, Evangelista, dan

Gremiao, 2010).

Mekanisme pelekatan polimer mukoadhesif dapat dijelaskan dengan

berbagai teori, diantaranya adalah sebagai berikut (Carvalho, Bruschi,

Evangelista, dan Gremiao, 2010; S., Punitha dan Girish, 2010) :

a. Teori Elektronik

Teori elektronik didasari oleh anggapan bahwa bahan mukoadhesif dan

mukus mempunyai struktur elektronik yang berlawanan. Ketika terjadi kontak

antara keduanya maka akan terjadi perpindahan elektron yang menyebabkan

terbentuknya lapisan ganda dari elektronik bermuatan pada antar muka keduanya.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 39: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

23

Universitas Indonesia

b. Teori Adsorpsi

Berdasarkan teori adsorpsi, polimer mukoadhesif melekat pada mukus

melalui interaksi kimia sekunder, misalnya ikatan Van der Waals, ikatan

hidrogen, gaya tarik elektrostatik atau interaksi hidrofobik.

c. Teori Pembasahan

Teori pembasahan biasanya berlaku untuk sediaan cair yang mempunyai

afinitas untuk dapat menyebar pada permukaan mukosa. Afinitas ini dapat dilihat

dengan teknik pengukuran, misalkan melalui sudut kontak, dimana sudut kontak

yang lebih kecil mengidentifikasikan afinitas yang lebih besar.

d. Teori Difusi

Teori difusi menggambarkan bahwa interpenetrasi rantai polimer dan

mukus menghasilkan ikatan adhesif semi permanen sehingga gaya adhesi akan

meningkat dengan peningkatan derajat penetrasi rantai polimer. Laju penetrasi ini

tergantung pada koefisien difusi, fleksibilitas dan sifat dasar rantai polimer

mukoadhesif, mobilitas dan waktu kontak.

e. Teori Mekanik

Teori mekanik berdasarkan pada adhesi untuk mengisi permukaan yang

tidak rata dengan cairan polimer mukoadhesif. Di samping itu, ketidakrataan

meningkatkan daerah antar muka yang dapat berinteraksi.

2.7 Verapamil Hidroklorida

[Sumber : USP 30-NF25]

Gambar 2. 8 Struktur Verapamil HCl

Verapamil memiliki nama kimia 5-[N-(3,4-Dimetoksifenetil)metilamino]-

2-(3,4-dimetoksifenil)-2isopropilvaleronitril monohidroklorida dengan BM

sebesar 491,07. Bentuk dari verapamil berupa serbuk hablur, putih atau hampir

putih, praktis tidak berbau dan rasa pahit. Verapamil HCl larut dalam air, mudah

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 40: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

24

Universitas Indonesia

larut dalam kloroform, agak sukar larut dalam etanol dan praktis tidak larut dalam

eter. (DepKes RI,1995)

Verapamil merupakan obat aritmia kelas IV yang merupakan penghambat

kanal Ca++. Efek klinis penting dari antagonis Ca++ untuk pengobatan aritmia

adalah penekanan potensial aksi yang Ca++ dependent dan perlambatan konduksi

di nodus AV. Verapamil adalah satu-satunya penghambat kanal Ca++ yang dewasa

ini dipasarkan sebagai obat anti aritmia. Verapamil merupakan turunan papaverin

yang bekerja dengan cara menyekat kanal Ca++ di membran otot polos dan obat

jantung. (Farmakologi FK UI,1995)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 41: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

25 Universitas Indonesia

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium farmasetika universitas Indonesia,

Depok.

3.2. Alat

Oven (Memmert, Jerman), pH meter (Eutech Instrumen pH 510,

Singapura), ayakan (Retsch Technology, USA), pengaduk magnetik stirrer (Ika,

Jerman), transmission electron microscope, particle size analyzer (Delsa Nano,

USA), zetasizer (Delsa Nano, USA), ultrasentrifugator, Spektrofotometer UV-

1601 (Shimadzu, Jepang), Spektrofotometer IR Tipe 8400S (Shimadzu, Jepang),

mikrometer (micrometer Din, Inggris), texture analyzer (TA.XT2 Rheoner 3305,

Jerman), freeze dryer, scanning electron microscope (Jeol JSM-5310 LV,

Inggris), tensile strength (Comten, AS), neraca analitik (Shimadzu EB-330,

Jepang), homogenizer (Multimix, Malaysia), desikator, termometer dan alat-alat

gelas.

3.3. Bahan

Kitosan (Biotech Surindo, Indonesia), natrium tripolifosfat (Wako,

Jepang), verapamil HCl (Recordati, Italia), natrium hidroksida (Merck, Jerman),

kalium dihidrogen fosfat (Merck, Jerman), asam asetat (Merck, Jerman), jaringan

bukal kambing (rumah penjagalan, Depok) dan aqua demineralisata (Brataco,

Indonesia)

3.4. Cara kerja

3.4.1. Pembuatan larutan asam asetat 1 % Cara pembuatan asam asetat 1% adalah sebanyak 10,0 mL asam asetat

glasial dicampurkan ke dalam aquademineralisata hingga 1000,0 mL.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 42: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

26

Universitas Indonesia

3.4.2. Pembuatan larutan dapar fosfat pH 6,8

Kalium dihidrogen fosfat ditimbang sebanyak 27,218 g lalu ditambahkan

aquadest bebas karbondioksida sampai volume 1000,0 mL. Larutan tersebut

diambil sebanyak 50,0 mL dan ditambahkan dengan natrium hidroksida (NaOH)

0,2 N sebanyak 22,4 mL. Setelah itu larutan tersebut diencerkan dengan aquadest

bebas karbondioksida sampai volume 200,0 mL (DepKes RI,1979)

3.4.3. Pembuatan larutan alkali borat pH 9,7

Asam borat ditimbang sebanyak 12,4 g lalu dilarutkan di dalam 100,0 mL

larutan NaOH 4% b/v. Larutan tersebut diambil sebanyak 70,0 mL dan

dicampurkan dengan 30,0 mL larutan NaOH 0,4% b/v. Setelah itu larutan

diencerkan dengan aquadest bebas karbondioksida hingga 1000,0 mL (DepKes

RI, 1979)

3.4.4. Optimasi pembuatan nanopartikel (Boonsongrit, Ampol dan Bernd, 2006)

Kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat 1% v/v dengan konsentrasi

sebesar 0,2 % b/v sebanyak 25 mL. Verapamil HCl sebanyak 1,25 gram

dilarutkan di dalam larutan kitosan. Setelah itu dibuat larutan tripolifosfat

0,1 % b/v dalam aquademineralisata sebanyak 10 mL dan ditambahkan ke dalam

campuran kitosan dan verapamil. Cara penambahan larutan tripolifosfat ini

dibedakan menjadi 3 cara yaitu pada formula 1 (F1) diteteskan dengan kecepatan

0,75 mL/menit dengan bantuan pengaduk magnetik stirrer 400 rpm, formula 2

(F2) diteteskan dengan kecepatan 0,75 mL/menit dengan pengaduk magnetik

stirrer 400 rpm lalu dihomogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit,

dan formula 3 (F3) larutan tripolifosfat langsung dituang ke dalam campuran

kitosan dan verapamil HCL sambil dihomogenizer dengan kecepatan 3000 rpm

selama 30 menit. Preparasi nanopartikel secara ringkas dapat dilihat pada Tabel

3.1

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 43: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

27

Universitas Indonesia

Keterangan : pelarut yang digunakan adalah larutan asam asetat 1 % v/v (kitosan) dan aquademineralisata (tripolifosfat)

3.4.5. Karakterisasi nanopartikel

3.4.5.1. Penetapan distribusi ukuran partikel, indeks polidispersitas, dan potensial

zeta (Yu-Hsin Lin et al., 2008)

Suspensi nanopartikel sebanyak 100,0 µL didispersikan pada 50,0 mL

aquadest dan diukur secepatnya dengan alat Delsa Nano. Percobaan dilakukan

triplo. Dari uji ini akan didapatkan hasil distribusi ukuran partikel, nilai indeks

polidispersitas dan nilai potensial zeta.

Tabel 3. 1 Formulasi nanopartikel

Formula Kitosan

0,2% b/v (mL)

Tripolifosfat 0,1% b/v

(mL)

Verapamil HCl

(gram) Metode

1 25 10 1,25

Larutan TPP diteteskan ke dalam campuran kitosan dan

verapamil HCl dengan kecepatan 0,75 mL/menit dengan bantuan pengaduk magnetik stirrer 400 rpm

2 25 10 1,25

Larutan TPP diteteskan ke dalam campuran kitosan dan

verapamil HCl dengan kecepatan 0,75 mL/menit dengan bantuan pengaduk magnetik stirrer 400 rpm kemudian dihomogenizer

dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit

3 25 10 1,25

Larutan TPP dituang ke dalam campuran kitosan dan

verapamil HCl lalu dihomogenizer dengan

kecepatan 3000 rpm selama 30 menit

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 44: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

28

Universitas Indonesia

3.4.5.2. Morfologi nanopartikel dengan mikroskop transmisi elektron (Moura et

al., 2008)

Mikroskop transmisi elektron digunakan untuk menguji morfologi

nanopartikel. Larutan nanopartikel kitosan-tripolifosfat yang mengandung

verapamil HCl disonifikasi selama 1 menit untuk menghasilkan dispersi partikel

yang lebih baik dan untuk mencegah aglomerasi dari partikel. 1 tetes larutan

nanopartikel disebar ke atas carbon-coated copper grid yang kemudian

dikeringkan pada suhu kamar untuk analisis TEM.

3.4.5.3. Penetapan efisiensi penjerapan (Boonsongrit, Ampol dan Bernd, 2006)

Sebanyak 5,0 mL suspensi nanopartikel ditambahkan larutan alkali borat

pH 9,7 sebanyak 5,0 mL kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm

selama ± 15 menit. Supernatan yang diperoleh dipipet sebanyak 1,0 mL dan

dimasukkan ke dalam labu tentukur 25,0 mL dan ditepatkan volumenya dengan

aquademineralisata hingga garis batas. Larutan kemudian dipipet 1,0 mL dan

diencerkan dengan aquademineralisata didalam labu tentukur 25,0 mL. Larutan

uji kemudian diukur kadar dengan menggunakan spektrofotometer UV. Setelah

didapatkan kadar bebas, maka dapat dihitung jumlah verapamil HCl bebas.

Setelah didapatkan jumlah bebas, maka dapat dihitung efisiensi penjerapan.

�� � ��� ��������������� � � ����������

�� � � (3.1)

Ct = Jumlah verapamil total

Cb = Jumlah verapamil bebas

3.4.5.4. Penentuan panjang gelombang maksimum verapamil HCl dan pembuatan

kurva kalibrasi verapamil HCl

Kurva kalibrasi verapamil HCl diukur dengan melarutkan 100,0 mg

verapamil HCl dalam 100,0 mL pelarut sehingga diperoleh larutan dengan

konsentrasi 1000 ppm. Pelarut yang digunakan adalah aquademineralisata dan

larutan dapar fosfat pH 6,8. Larutan dipipet sebanyak 25,0 mL dan diencerkan

dalam labu tentukur 250,0 mL hingga batas. Larutan diencerkan dengan beberapa

seri pengenceran sehingga diperoleh enam seri larutan dengan konsentrasi

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 45: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

29

Universitas Indonesia

berbeda. Konsentrasi 20, 25, 30, 35, 40 dan 45 ppm digunakan untuk pembuatan

kurva kalibrasi. Untuk penentuan panjang gelombang maksimum, pengukuran

serapan dilakukan dengan larutan konsentrasi 25 ppm.

3.4.5.5. Pengukuran kadar menggunakan spektrofotometer UV-Vis

Sebanyak 1,0 mL suspensi nanopartikel dilarutkan dengan

aquademineralisata dalam labu tentukur sampai 100,0 mL. Larutan kemudian

dipipet sebanyak 10,0 mL dan diencerkan dalam labu tentukur sampai 100,0 mL

dengan aquademineralisata. Serapan larutan tersebut diukur dengan

spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum dan dihitung kadarnya

dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi. Percobaan dilakukan sebanyak

3 kali.

3.4.5.6. Pengeringan nanopartikel

Suspensi nanopartikel dibekukan dan dikeringkan dengan menggunakan

freeze dry. Hasil serbuk ini digunakan untuk uji analisis gugus fungsi dan

morfologi serbuk.

3.4.5.7. Morfologi permukaan serbuk nanopartikel dengan scanning electron

microscope

Scanning electron microscope (SEM) digunakan untuk mengetahui

morfologi permukaan serbuk nanopartikel.

3.4.5.8. Analisis gugus fungsi

Analisis gugus fungsi menggunakan alat spektrofotometer infra merah

dilakukan untuk mengetahui adanya perubahan gugus fungsi kitosan setelah ditaut

silang dengan natrium tripolifosfat. Serbuk nanopartikel sebanyak ±1 mg sampel

ditambahkan ke dalam KBr yang sebelumnya telah ditimbang sebanyak ± 49 mg

hingga dicapai berat campuran ± 50 mg. Pemeriksaan gugus fungsi dilakukan

pada bilangan gelombang 400 sampai 4000 cm-1.

3.4.6 Pembuatan eksipien kitosan-tripolifosfat

Larutan kitosan 3% b/v dibuat dengan cara melarutkan 3,0 g kitosan dalam

100,0 mL asam asetat 1% v/v dengan bantuan pengaduk magnetik stirrer. Natrium

tripolifosfat sebanyak 0,145 g dilarutkan dalam 100,0 mL aquademineralisata

sehingga didapatkan konsentrasi 0,145% b/v. Kemudian larutan kitosan dan

natrium tripolifosfat tersebut dicampur sambil diaduk menggunakan homogenizer

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 46: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

30

Universitas Indonesia

dengan kecepatan 1500 rpm dengan perbandingan 5:1. Penambahan larutan

natrium tripolifosfat ke dalam larutan kitosan dilakukan dengan kecepatan

5 mL/menit. Campuran kemudian dikeringkan dalam oven, lalu digiling dan

diayak dengan ayakan mesh 60 hingga didapatkan serbuk kering kitosan-

tripolifosfat (Lifeng Qi, Zirong Xu, Xia Jiang, Hu Caihong, dan Xiangfei Zou,

2004)

3.4.7. Pembuatan larutan verapamil pembanding

Larutan verapamil pembanding digunakan untuk pembuatan film

verapamil pembanding. Pertama-tama verapamil HCl ditimbang sebanyak 1,25 g

kemudian ditambahkan larutan asam asetat 1% v/v sebanyak 25 mL dan

aquademineralisata sebanyak 10 mL.

3.4.8. Preparasi film

3.4.8.1. Preparasi sediaan film pembanding verapamil HCl

Eksipien kitosan-tripolifosfat dicampurkan dengan larutan verapamil

pembanding sebanyak x mL (sesuai dosis yang dibutuhkan). Campuran kemudian

dituang pada cetakan film (4x3 cm) lalu dikeringkan dalam suhu 40°C selama

24 jam. Setelah kering, film dilepaskan lalu dipotong sehingga mempunyai ukuran

2x1,5 cm dan mengandung verapamil HCl sebanyak ±50 mg. Film kemudian

dibungkus dalam aluminium foil dan disimpan dalam desikator untuk pengujian

selanjutnya.

3.4.8.2. Preparasi sediaan film nanopartikel verapamil HCl

Eksipien kitosan-tripolifosfat dicampurkan dengan suspensi nanopartikel

verapamil sebanyak x mL (sesuai dosis yang dibutuhkan). Campuran kemudian

dituang pada cetakan film (4x3 cm) lalu dikeringkan dalam suhu 40°C selama 24

jam. Setelah kering, film dilepaskan lalu dipotong sehingga mempunyai ukuran

2x1,5 cm dan mengandung verapamil HCl sebanyak ±50 mg. Film kemudian

dibungkus dalam aluminium foil dan disimpan dalam desikator untuk pengujian

selanjutnya.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 47: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

31

Universitas Indonesia

Tabel 3. 2 Formulasi film verapamil HCl (untuk film seluas 12 cm2)

Formula Kitosan-Tripolifosfat

(%)

Suspensi nanopartikel verapamil

(mL)

Larutan verapamil

pembanding (mL)

A 2 x -

B 2 - x Keterangan : “x” adalah banyaknya suspensi nanopartikel verapamil dan larutan verapamil hidroklorida yang akan ditambahkan sesuai dengan dosis verapamil dalam sediaan film, mengacu dari kadar verapamil tiap mL larutan

3.4.9. Evaluasi film 3.4.9.1. Penampilan fisik

Uji penampilan fisik dilakukan terhadap film yang meliputi uji terhadap

bentuk, warna dan bau.

3.4.9.2. Uji keseragaman bobot dan ketebalan film (Semalty,M.,Semalty,A., dan

Kumar G, 2008)

Berat film diukur dengan timbangan analitik sedangkan tebal film diukur

dengan menggunakan mikrometer pada keempat sisi di sekeliling film.

3.4.9.3. Uji keseragaman kandungan film (Patel V.M.,Prajapati B.G., dan Patel

M.M, 2007)

Kandungan obat diukur dengan melarutkan film dalam 400 mL medium

dapar fosfat pH 6,8 selama 2 jam dengan pengadukan pengaduk magnetik.

Larutan diambil 10,0 mL dan diencerkan dengan medium dapar fosfat pH 6,8

hingga 25,0 mL. Larutan ini disaring dengan kertas saring Whatman. Kandungan

obat diukur spektrofotometer UV pada panjang gelombang yang sudah

ditentukan. Uji ini dilakukan triplo.

3.4.9.4. Uji pH (Patel V.M.,Prajapati B.G., dan Patel M.M, 2007)

Film dibiarkan untuk mengembang selama 2 jam di dalam 10 mL aquadest

pada wadah dan pH permukaan diukur dengan menggunakan pH meter

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 48: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

32

Universitas Indonesia

3.4.9.5. Uji daya mengembang (Mahalaxmi, Senthil, Prasad, Sudhakar dan

Mohideen, 2010)

Film dibiarkan untuk mengembang di dalam 15 mL medium dapar fosfat

pH 6,8 pada cawan petri. Film ini disimpan pada suhu 37° ± 0,5°C selama 2 jam.

Film diambil dari cawan petri dan dihilangkan airnya dengan kertas saring,

kemudian film ditimbang. Film diamati pada waktu ke-15, 30, 60, 90 dan 120.

Persen mengembang dapat diukur dengan persamaan berikut :

!"#$%�&"'()*"'���� � �+,�+-

+-�.�� � (3.2)

Dimana Wt adalah berat film pada waktu t dan Wo adalah berat film pada waktu

0.

3.4.9.6. Uji ketahanan pelipatan film (Koland, Charyulu dan Prabhu, 2010)

Daya tahan pelipatan diukur dengan melipat film sebanyak 300 kali

secara terus menerus. Daya tahan dapat dilihat dari jumlah pelipatan yang

dilakukan di tempat yang sama sampai film sobek.

3.4.9.7. Uji kekuatan peregangan film (Koland, Charyulu dan Prabhu, 2010)

Uji kekuatan peregangan film dapat dilakukan dengan menggunakan alat

Texture Analyzer yang dihubungkan dengan komputer dan dijalankan dengan Xtra

Dimension Software. Film ditempatkan pada dua alat penjepit pada jarak 3 cm.

Film ditarik dengan penjepit atas dengan kecepatan 100 mm/ menit. Kecepatan

dan pemanjangan diukur sampai film sobek. Pengukuran dilakukan dengan rumus

berikut :

��/01"'*%2 ���345346�37�89�:8;<��345346�3=3;�:8;<��<<�

�345346�3=3;�:8;<��<<��.�� � (3.3)

>��� ?���@���A@B � � 63C3�D4,D7�<E<D,DF734�:8;<��G�

;D3F�39E3�:8;<��<<H� (3.4)

3.4.9.8. Morfologi permukaan film dengan scanning electron microscopy

Scanning electron microscopy (SEM) digunakan untuk mempelajari

morfologi film yang mengandung nanopartikel verapamil HCl dengan eksipien

kitosan-tripolifosfat. Film ditempelkan pada holder dengan memakai lem khusus

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 49: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

33

Universitas Indonesia

kemudian dimasukkan ke dalam vakum evaporator untuk dilapisi dengan logam

emas (Au). Kemudian sampel dimasukkan ke dalam alat SEM lalu diamati.

3.4.9.9. Uji kekuatan mukoadhesif

Uji kekuatan pelekatan film mukoadhesif dapat dilakukan dengan

menggunakan alat texture analyzer yang dihubungkan dengan komputer dan

dijalankan dengan Xtra Dimension Software. Jaringan bukal kambing yang

didapatkan dari rumah penjagalan dibersihkan dan disimpan pada medium dapar

fosfat pH 6,8. Sepotong film (6 cm2) ditempelkan di atas jaringan tersebut dan

dibiarkan kontak selama 50 detik, kemudian diberikan cairan saliva. Jaringan

dilekatkan pada lempeng yang tersedia pada alat dengan posisi mukosa dan film

menghadap keluar. Alat dinyalakan dan probe diatur agar memberikan gaya

sebesar 150 gf dengan kecepatan 0,5 mm/detik. Setelah itu probe diangkat dengan

kecepatan 1 mm/detik. Kurva antara waktu dengan besar gaya yang diperlukan

akan terekam pada alat hingga film lepas dari permukaan jaringan. Pengukuran

akan didapatkan dalam bentuk kekuatan bioadhesif dalam satuan gram force (gf)

3.4.9.10. Waktu mukoadhesif (Patel V.M.,Prajapati B.G., dan Patel M.M, 2007)

Uji waktu mukoadhesif dilakukan dengan memakaikan film pada

jaringan bukal kambing. Jaringan bukal kambing yang didapatkan dari rumah

penjagalan dibersihkan dan disimpan pada medium dapar fosfat pH 6,8. Jaringan

dilekatkan pada bagian tengah kaca objek dengan lem sianoakrilat dan

ditempatkan di pinggir beaker 250 mL. Satu sisi dari film (0,25 cm2) dibasahi

dengan medium dapar fosfat pH 6,8 dan dilekatkan pada jaringan bukal kambing

dengan bantuan ujung jari selama 30 detik. Beaker diisi dengan 200 mL medium

dapar fosfat pH 6,8 dan disimpan pada suhu 37°±0,5°C yang disertai dengan

pengadukan pengaduk magnetik dengan kecepatan 50 rpm. Daya lekat film

diamati selama 12 jam. Waktu mukoadhesif diukur dari waktu pelekatan film

sampai film terlepas dari jaringan bukal kambing.

3.4.9.11. Pelepasan obat secara in vitro (Deshmane et al., 2009; Choudhury et al.,

2010)

Uji pelepasan obat secara in vitro dilakukan dengan menggunakan alat

disolusi yang dimodifikasi. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan wadah

disolusi beaker 500 mL. Uji ini dilakukan dengan menggunakan 2 metode.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 50: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

34

Universitas Indonesia

Metode yang pertama menggunakan keranjang kecil sebagai tempat sediaan

sedangkan pada metode yang kedua film ditempel ke kaca objek menggunakan

lem sianoakrilat dan dimasukkan ke dalam beaker. Medium disolusi yang

digunakan adalah larutan dapar fosfat pH 6,8 sebanyak 400 mL. Pelepasan obat

diuji pada suhu 37° ± 5°C dengan kecepatan putar 50 rpm. Sampel diambil

sebanyak 10 mL menggunakan pipet terukur pada interval waktu tertentu dan

diganti dengan medium yang segar. Sampel kemudian diukur dengan

spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang 279 nm.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 51: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

35 Universitas Indonesia

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Preparasi nanopartikel

Tahap pertama pada penelitian ini yaitu pembuatan nanopartikel dengan

menggunakan metode gelasi ionik. Nanopartikel yang dihasilkan berdasarkan

interaksi ionik antara kitosan dengan natrium tripolifosfat. Penggunaan

tripolifosfat sebagai agen taut silang kitosan adalah untuk membentuk

nanopartikel dan untuk memperkuat formasi nanopartikel yang terbentuk. Muatan

yang berlawanan antara kitosan dengan tripolifosfat menyebabkan pembentukan

partikel secara spontan (Boonsongrit, Ampol dan Bernd, 2006) . Selain itu,

berdasarkan penelitian Moura et al (2009) bahwa peningkatan konsentrasi kitosan

dan tripolifosfat akan meningkatkan ukuran partikel yang terbentuk.

Preparasi nanopartikel dilakukan dengan 3 metode. Perbedaan antara

metode 1, 2 dan 3 adalah pada penambahan larutan tripolifosfat ke dalam

campuran kitosan dan verapamil HCl. Ketiga metode ini digunakan untuk

mendapatkan metode yang paling efisien dalam pembuatan nanopartikel. Pada

formula 1 (F1) diteteskan dengan kecepatan 0,75 mL/menit dengan bantuan

pengaduk magnetik stirrer 400 rpm, formula 2 (F2) diteteskan dengan kecepatan

0,75 mL/menit dengan pengaduk magnetik stirrer 400 rpm lalu dihomogenizer

dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit, dan formula 3 (F3) larutan

tripolifosfat langsung dituang ke dalam campuran kitosan dan verapamil HCL

sambil dihomogenizer dengan kecepatan 3000 rpm selama 30 menit. Perubahan

yang terlihat adalah berubahnya larutan kitosan yang sebelumnya jernih menjadi

larutan koloid setelah dicampur tripolifosfat (Gambar 4.1).

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 52: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

36

Universitas Indonesia

Gambar 4. 1 Suspensi nanopartikel

4.2. Karakterisasi nanopartikel

4.2.1. Ukuran dan distribusi ukuran partikel

Ukuran dan distribusi ukuran partikel merupakan karakteristik yang paling

penting di dalam suatu sistem nanopartikel. Banyak penelitian yang

menunjukkan bahwa partikel dengan ukuran nano memiliki sejumlah kelebihan

dibandingkan mikropartikel sebagai sistem penghantaran obat. Umumnya

nanopartikel memiliki serapan intraseluler yang relatif lebih tinggi dan sasaran

biologis yang lebih luas daripada mikropartikel (Jahanshahi dan Babaei, 2008).

Pada penelitian ini, nanopartikel yang dihasilkan memiliki ukuran partikel

sebesar 72,57 nm untuk F1, 66,70 nm untuk F2, dan F3 sebesar 62,20 nm.

Perbedaan dalam masing-masing formula hanya pada cara penambahan larutan

tripolifosfat saja karena salah satu faktor yang mempengaruhi ukuran partikel

yang terbentuk adalah dari kecepatan putaran yang digunakan. Semakin cepat

putaran yang digunakan memberikan hasil semakin kecil ukuran partikel yang

terbentuk. Ukuran partikel merupakan salah satu faktor yang paling signifikan

dalam menentukan efisiensi penyerapan nanopartikel dalam jaringan mukosa

dan epitel (Hongqian,Lin dan Hongbin, 2008).

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 53: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

37

Universitas Indonesia

Distribusi ukuran partikel dinyatakan dalam indeks polidispersitas.

Rentang indeks polidispersitas berada diantara 0 sampai dengan 1. Nilai indeks

polidispersitas mendekati 0 menunjukkan dispersi yang homogen. Sedangkan

indeks polidispersitas dengan nilai lebih dari 0,5 menunjukkan heterogenitas yang

tinggi (Avadi et al., 2010). Hasil dari ketiga formula ini memiliki indeks

polidispersitas sekitar 0,2-0,4 sehingga ketiga formula menunjukkan dispersi

yang relatif homogen.

4.2.2. Potensial zeta Potensial zeta diukur untuk memprediksi kestabilan dari koloid. Interaksi

antara partikel mempunyai peranan penting dalam stabilitas dari suatu koloid.

Potensial zeta merupakan ukuran kekuatan tolak menolak antara partikel.

Sebagian besar sistem koloid dalam air distabilkan oleh gaya tolak elektrostatik,

semakin besar kekuatan tolak menolak antara partikel maka semakin kecil

kemungkinan partikel untuk bergabung dan membentuk agregat. Nanopartikel

dengan nilai potensial zeta lebih dari +/- 30 mV telah terbukti stabil dalam

suspensi sebagai muatan permukaan yang mencegah agregasi. (Mohanraj dan

Chen,2006).

Potensial zeta dari masing-masing formula adalah +18,37, +21,72 dan

+26,05. Residu dari gugus amin menyebabkan potensial zeta yang positif.

Semakin tinggi nilai potensial zeta maka semakin stabil nanopartikel yang

terbentuk. Efek ini berhubungan dengan pengikatan gugus anionik oleh gugus

amin yang panjang dari kitosan untuk menjaga nilai elektrik yang tinggi sehingga

dapat mencegah terjadinya agregasi (Avadi et al., 2010). Dari hasil ini, perlu

dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kestabilan dari larutan

nanopartikel ini.

4.2.3. Morfologi nanopartikel Transmission electron microscope (TEM) merupakan metode yang

digunakan untuk mengevaluasi ukuran partikel dan morfologi dari nanopartikel

(Vaughn dan Williams, 2007). Dari hasil pengamatan, diperoleh bentuk yang

paling bulat terdapat di formula 3. Morfologi nanopartikel dapat dilihat pada

Gambar 4.2.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 54: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

38

Universitas Indonesia

Gambar 4. 2 Hasil pengamatan bentuk nanopartikel yang diamati dengan Transmission Electron Microscopy

4.2.4. Uji penjerapan Efisiensi penjerapan sangat bergantung pada kelarutan obat yang stabil

dalam material matriks atau polimer, dimana akan berkaitan dengan komposisi

polimer, bobot molekul, dan interaksi antara obat dengan polimer. Besarnya

penjerapan pada masing-masing formula adalah sebesar 16,26% untuk formula 1;

16,28% untuk formula 2 dan 16,42% untuk formula 3. Hal tersebut kemungkinan

disebabkan jumlah obat yang ditambahkan terlalu tinggi dan tidak sebanding

dengan jumlah polimer yang digunakan. Namun, jika jumlah polimer

ditambahkan maka akan terjadi peningkatan ukuran partikel.

Tabel 4. 1 Karakterisasi nanopartikel

Formula Ukuran partikel

(nm)

Indeks polidispersitas

Potensial Zeta (mV)

Efisiensi penjerapan

(%)

1 72,57±38,23 0,4460 ± 0,12 18,37±2,64 16,26±0,09

2 66,70 ± 4,10 0,2905 ± 0,01 21,72±0,09 16,28±0,04

3 62,20 ± 0,60 0,293 ± 0,041 26,05±0,59 16,42±0,19

Keterangan : Tiap angka menunjukkan ± SD (n=2)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 55: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

39

Universitas Indonesia

4.2.5. Pengeringan nanopartikel Pengeringan nanopartikel dilakukan dengan menggunakan alat freeze

dryer. Hasil serbuk nanopartikel dapat dilihat pada Gambar 4.3

Gambar 4. 3 Serbuk nanopartikel

4.2.6. Morfologi serbuk nanopartikel dengan SEM Uji SEM ini dilakukan untuk mengetahui bentuk permukaan dari serbuk

nanopartikel yang dikeringkan menggunakan freeze dryer. Hasil uji SEM dapat

dilihat pada Gambar 4.4

Gambar 4. 4 Hasil SEM serbuk nanopartikel (A) perbesaran 50x, (B) perbesaran 500x, dan (C) perbesaran 1000x

4.2.7. Analisis gugus fungsi Hasil analisis FT-IR dapat dilihat pada Gambar 4.5 untuk kitosan dan

kitosan-tripolifosfat. Pada spektrum FT-IR dari kitosan muncul puncak pada

bilangan gelombang 1665 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amida dan

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 56: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

40

Universitas Indonesia

muncul puncak pada bilangan gelombang 1550 cm-1 yang menunjukkan adanya

gugus amin primer. Sedangkan pada kitosan yang tertaut silang dengan

tripolifosfat, puncak pada bilangan gelombang 1655 cm-1 menghilang dan muncul

2 puncak baru pada 1645 cm-1 dan 1554 cm-1. Hilangnya bilangan gelombang

tersebut kemungkinan diakibatkan terjadinya ikatan antara ion fosfor dan

amonium. Kitosan yang mengalami tautan silang juga menunjukkan puncak untuk

gugus P=O pada bilangan gelombang 1155 cm-1.

4.3. Pembuatan eksipien kitosan-tripolifosfat

Tahap selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pembuatan

eksipien dengan cara mereaksikan kitosan dengan natrium tripolifosfat pH 9,08.

Pembentukan kitosan-tripolifosfat merupakan reaksi taut silang, yaitu reaksi yang

terjadi akibat adanya interaksi antara dua muatan yang berbeda, NH3+ dari kitosan

dengan ion tripolifosfat dari natrium tripolifosfat. Kitosan-tripolifosfat dibuat

dengan mereaksikan larutan kitosan dalam asam asetat (3% b/v) dengan larutan

natrium tripolifosfat dalam aquademineralisata (0,145% b/v). Penggunaan

aquademineralisata sebagai pelarut natrium tripolifosfat dikarenakan sifat

kelarutan natrium tripolifosfat yang mudah larut dalam aquademineralisata. Selain

itu, penggunaan asam asetat sebagai pelarut kitosan dikarenakan sifat kelarutan

kitosan yang lebih mudah larut dalam asam lemah dibandingkan dalam asam kuat,

contohnya HCl.

Hasil sintesis yang diperoleh setelah pencampuran larutan kitosan dengan

larutan natrium tripolifosfat dapat dilihat pada Gambar 4.6. Pada hasil sintesis,

terjadi perubahan warna dari larutan kitosan yang berwarna kuning kecokelatan

menjadi warna kuning muda. Selain itu, terjadi perubahan pH dari larutan kitosan

yang memiliki pH 3 menjadi 4,78 setelah ditambahkan larutan tripolifosfat. Hal

ini disebabkan penambahan larutan natrium tripolifosfat yang memiliki pH

sebesar 9,08 sehingga menyebabkan peningkatan pH larutan hasil sintesis.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 57: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

(A

)Kito

san

(B)

Kito

san-

Tri

polif

osfa

t

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA

rum

IR

G

amba

r 4.

5 S

pekt

Universitas Ind

UI, 2012

41

onesia

Page 58: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

42

Universitas Indonesia

Keterangan : (A) Larutan Kitosan (B) Larutan Kitosan-Tripolifosfat

Gambar 4. 6 Larutan kitosan sebelum dan sesudah ditambahkan tripolifosfat

Serbuk yang dihasilkan dari sintesis larutan kitosan-tripolifosfat memiliki

perbedaan secara organoleptis dengan kitosan. Kitosan memiliki bentuk seperti

flakes dan berwarna putih gading, sedangkan hasil sintesis kitosan-tripolifosfat

berwarna kuning muda. Perubahan warna ini disebabkan warna larutan hasil

sintesis yang berwarna kuning muda. Selain itu, serbuk kitosan-tripolifosfat agak

berbau asam,hal ini disebabkan karena penggunaan asam asetat sebagai pelarut

kitosan. Perbedaan serbuk hasil sintesis dengan kitosan dapat dilihat pada Gambar

4.7.

Keterangan : (A) Kitosan (B) Serbuk Kitosan-Tripolifosfat

Gambar 4. 7 Serbuk kitosan dan kitosan tripolifosfat

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 59: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

43

Universitas Indonesia

4.4. Pembuatan film bukal

Pada penelitian ini, film bukal dibuat dengan menggunakan kitosan-

tripolifosfat sebagai eksipien dan verapamil hidroklorida sebagai model obat yang

digunakan. Verapamil HCl adalah obat aritmia kelas IV yang merupakan

penghambat kanal Ca++. Absorpsi secara oral sebanyak 90% tetapi

bioavaibilitasnya hanya sekitar 20% karena mengalami efek metabolisme lintas

pertama di hati sehingga obat ini cocok dijadikan model obat untuk sediaan film

bukal (Martindale, 1982).

Film bukal dibuat dengan 2 formulasi yaitu dengan menggunakan larutan

nanopartikel verapamil dan larutan verapamil pembanding. Penggunaan larutan

nanopartikel verapamil masih merupakan campuran dari nanopartikel verapamil

HCl dan verapamil HCl yang bebas. Alasan digunakan larutan nanopartikel

verapamil ini adalah karena nanopartikel yang terbentuk tidak dapat dipisahkan

dari verapamil HCl yang bebas. Dari uji kadar larutan nanopartikel verapamil,

didapatkan hasil di dalam 1 mL larutan nanopartikel verapamil HCl mengandung

verapamil HCl sebanyak ±35,73 mg. Untuk mendapatkan 200 mg Verapamil HCl

yang akan digunakan dalam pembuatan film bukal seluas 12 cm2 diperlukan

5,6 mL larutan nanopartikel verapamil HCl. Jumlah eksipien kitosan-tripolifosfat

yang digunakan adalah sebesar 112 mg. Konsentrasi ini didapatkan dari hasil

optimasi yang dilakukan sebelumnya untuk mendapatkan sediaan film yang baik.

Film yang terbentuk kemudian dipotong sehingga mempunyai ukuran sebesar

2x1,5 cm dan mengandung verapamil hidroklorida sebanyak ±50 mg per potong.

Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap film bukal yang dihasilkan.

Tabel 4. 2 Formulasi film verapamil HCl (untuk film seluas 12 cm2)

Formula Kitosan-Tripolifosfat

(mg)

Suspensi nanopartikel verapamil

(mL)

Larutan verapamil

pembanding (mL)

A 112 5,6 -

B 112 - 5,6

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 60: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

44

Universitas Indonesia

4.5. Evaluasi film bukal

Film bukal yang dihasilkan berbentuk tipis dan agak berbau asam. Bau

asam ini dikarenakan penggunaan asam asetat dalam larutan nanopartikel maupun

larutan verapamil pembanding. Film bukal dari nanopartikel maupun pembanding

berwarna kuning muda. Hal ini disebabkan oleh warna eksipien kitosan-

tripolifosfat sendiri yang berwarna kuning sehingga mempengaruhi warna film

bukal yang dibuat (Gambar 4.8). Evaluasi dari film bukal dapat dilihat pada

Tabel 4.2.

Gambar 4. 8 (A) Film nanopartikel (B) Film pembanding

Film bukal dari larutan nanopartikel maupun larutan pembanding memiliki

bobot yang relatif seragam yaitu 90,04 ± 0,71 mg untuk film nanopartikel

verapamil dan 90,07 ± 1,11 mg untuk film verapamil pembanding.

Tingkat keasaman atau kebasaan dari permukaan film bukal mukoadhesif

diukur dengan tujuan untuk melihat kemungkinan terjadinya efek samping pada

saat sediaan digunakan. Film bukal yang dihasilkan memiliki pH 5,06 ± 0,09

untuk film nanopartikel verapamil dan 4,72 ± 0,12 untuk film verapamil

pembanding. Namun film yang dibuat dari suspensi nanopartikel verapamil masih

memenuhi persyaratan bila digunakan pada bukal karena masih mendekati nilai

pH netral sehingga diperkirakan tidak ada iritasi pada mukosa bukal.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 61: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

45

Universitas Indonesia

Uji kandungan obat merupakan evaluasi yang dilakukan untuk menilai

cara kerja pembuatan sediaan sehingga dirasa cukup untuk menghasilkan sediaan

yang bisa diaplikasikan. Kandungan obat pada film bukal yaitu berkisar antara

50,07 ± 0,26 mg sampai 50,51 ± 0,44 mg. Dengan demikian film bukal yang

dihasilkan mempunyai kandungan obat yang sesuai dengan rancangan.

4.5.1. Bentuk permukaan film Bentuk permukaan film bukal dapat dilihat pada Gambar 4.9. Dari

gambar, dapat dilihat bahwa permukaan film A dan B memiliki permukaan yang

tidak rata dan berongga. Bentuk permukaan film diamati untuk mengetahui

karakteristik dan sifat film yang dibuat. Adanya pori dan rongga pada permukaan

film akan membantu mempercepat pelepasan obat dari permukaan film dan

meningkatkan sifat mukoadhesifnya pada mukosa bukal.

Gambar 4. 9 Bentuk permukaan film (A) Film nanopartikel (B) Film pembanding

4.5.2. Uji sifat mekanis film Kekuatan peregangan (tensile strength) didefinisikan sebagai ketahanan

suatu bahan terhadap gaya yang diberikan agar robek, sedangkan persen elongasi

merupakan pengukuran terhadap bentuk maksimum yang dapat dibentuk sebelum

film merobek (Morales dan Mc.Conville, 2011). Dari hasil pengujian, didapatkan

bahwa nilai kekuatan peregangan pada F2 (2,51 N/mm2) lebih rendah dari F1

(3,57 N/mm2). Elastisitas film dapat dilihat dari % elongasi yang memberikan

hasil bahwa elastisitas F2 (23,33%) memiliki nilai elastisitas yang lebih kecil jika

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 62: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

46

Universitas Indonesia

dibandingkan dengan F1 (40,11%). Hal ini menunjukkan bahwa nanopartikel dari

kitosan-tripolifosfat dapat meningkatkan elastisitas film. Hasil yang sama juga

dinyatakan oleh Moura et al (2009) yang menyatakan bahwa nanopartikel kitosan-

tripolifosfat dalam film HPMC meningkatkan ketahanan dan kekuatan

mekanisnya.

Kekuatan peregangan dan persen elongasi merupakan evaluasi mekanis

terhadap penggunaan polimer untuk film bukal. Film bukal yang lunak dan tidak

kuat mempunyai nilai kekuatan peregangan dan persen elongasi yang kecil,

sedangkan film bukal yang kuat dan rapuh mempunyai nilai kekuatan peregangan

yang besar dan nilai persen elongasi yang kecil. Film bukal yang ideal adalah film

bukal yang mempunyai nilai kekuatan peregangan dan nilai persen elongasi yang

besar (Peh dan Wong, 1999).

Ketahanan pelipatan dinilai dengan melipat film bukal secara manual

sebanyak 300 kali dan dilihat waktu yang dibutuhkan film untuk rusak. Dari uji

ini, semua film bukal yang dibuat tidak rusak walaupun dilipat sebanyak 300 kali.

Dari kedua uji ini, dinilai bahwa film bukal yang dihasilkan cukup baik sebagai

sediaan farmasi.

4.5.3. Uji mukoadhesif Pada penelitian ini digunakan dua evaluasi yaitu kekuatan bioadhesif dan

waktu mukoadhesif untuk melihat sifat mukoadhesifitas pada film bukal yang

dihasilkan (Tabel 4.2). Kekuatan bioadhesif diukur dengan menggunakan alat

texture analyzer. Nilai bioadhesif didapatkan dari gaya maksimum yang

dibutuhkan untuk memisahkan film dari mukosa bukal setelah diberi tekanan

dengan nilai tertentu. Semakin besar gaya yang diperlukan maka semakin besar

juga kekuatan bioadhesifnya.

Untuk uji mukoadhesif ini digunakan jaringan bukal kambing yang masih

segar dan digunakan tidak lebih dari 24 jam. Nilai kekuatan bioadhesif

dipengaruhi oleh membran bukal yang digunakan,kapasitas ikatan hidrogen, daya

mengembang, konsentrasi polimer dan faktor lingkungan (Miller, Chittchang, dan

Johnston, 2005). Kemampuan polimer untuk membentuk ikatan hidrogen

merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi daya mukoadhesifnya

(Miller, Chittchang, dan Johnston, 2005). Dari hasil yang diperoleh, nilai

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 63: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

47

Universitas Indonesia

bioadhesif antara kedua formula hampir sama yaitu 6,63 ± 0,12 gf untuk film

nanopartikel dan 6,7 ± 0,08 gf untuk film pembanding.

Pada film bukal fenomena mukoadhesif yang terjadi sangat kompleks

karena terdiri dari interaksi matriks polimer kering yang mengalami hidratasi,

melepaskan zat aktif dan terkadang terjadinya erosi (Morales dan Mc.Conville,

2011). Proses adhesi antara polimer dengan membran mukosa secara garis besar

terdiri dari dua tahap yaitu proses pembasahan agar terjadi kontak dengan mukosa

dan proses penggabungan melalui interaksi secara fisik maupun kimia.

Karakteristik bahan yang digunakan adalah yang dapat terhidratasi dan

mengembang dengan adanya air, mempunyai gugus fungsional yang mampu

membentuk ikatan secara kimia dengan lapisan mukosa, dan yang dapat

berinteraksi dan berpenetrasi terhadap lapisan mukus (Smart, 2005).

Waktu mukoadhesif merupakan waktu yang diberikan oleh film untuk

dapat melekat pada membran bukal. Pengamatan terhadap film dilakukan secara

visual dan waktu dicatat sampai film terlepas atau habis terlarut. Untuk kedua

evaluasi ini juga digunakan bukal kambing yang diambil langsung dari rumah

penjagalan dan dipakai pada waktu yang tidak lebih dari 24 jam. Bukal kambing

yang telah diambil terlebih dahulu dibersihkan dengan NaCl fisiologis dan

kemudian disimpan di dalam larutan dapar fosfat pH 6,8 pada suhu ruangan. Pada

saat membersihkan bukal kambing, perlu diperhatikan bahwa cairan mukosa pada

bukal kambing tidak boleh berkurang dan perlu dilakukan dengan hati–hati.

Apabila cairan mukosa bukal berkurang, maka akan mempengaruhi hasil uji

(Patel V.M.,Prajapati B.G., dan Patel M.M, 2007).

Waktu mukoadhesif untuk film nanopartikel yaitu selama 95 ± 2,45 menit

dan untuk film pembanding selama 95,33 ± 2,49 menit. Pengamatan pada film ini

dilakukan sampai film terlepas dari jaringan bukal yang digunakan. Evaluasi

waktu mukoadhesif ini dapat memberikan gambaran tentang fenomena adhesifitas

pada film bukal.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 64: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

T

abel

4. 3

Eva

luas

i Film

Eva

luas

i Fi

lm n

anop

artik

el v

erap

amil

(F1)

Fi

lm v

erap

amil

pem

band

ing

(F2)

Kes

erag

aman

bob

ot (m

g)

90,4

± 0

,71

90,0

7 ± 1

,11

Kes

erag

aman

teba

l (m

m)

0,23

± 0

,02

0,25

± 0

,04

pH

5,06

± 0

,09

4,72

± 0

,12

Kan

dung

an O

bat (

mg)

50

,51

± 0

,44

50,0

7 ± 0

,26

Ket

ahan

an P

elip

atan

>3

00

>300

Kek

uata

n Pe

rega

ngan

(N/m

m2 )

3,57

± 0

,49

2,

51 ±

0,6

7

% E

long

asi (

%)

40,

11 ±

2,9

23

,33

± 0,

54

Kek

uata

n M

ukoa

dhes

if (g

f)

6,63

± 0

,12

6,7

± 0

,08

Wak

tu M

ukoa

dhes

if (M

enit)

95

± 2

,45

95,3

3 ±

2,4

9

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMI

Universitas Indonesia

PA UI, 2012

48

Page 65: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

49

Universitas Indonesia

4.5.4. Uji daya mengembang

Pada penelitian ini, daya mengembang film bukal diukur dengan melihat

besarnya peningkatan massa film bukal yang dibiarkan dalam larutan dapar fosfat

pH 6,8 selama 2 jam. Peningkatan massa bukal menggambarkan jumlah air yang

diserap atau peningkatan hidratasi yang terjadi. Tingkat hidratasi polimer akan

menunjukkan kemampuan polimer mukoadhesif untuk menginduksi terjadinya

mobilitas rantai polimer yang memperbesar proses interpenetrasi antar polimer

dan mucin. Daya mengembang film juga memperlihatkan sifat bioadhesif sediaan

dengan membentuk ikatan hidrogen ataupun interaksi elektrostatik antara polimer

dan jaringan mukus (Semalty,M.,Semalty,A., dan Kumar G, 2008).

Pada penelitian ini, persentasi hasil evaluasi daya mengembang

menunjukkan daya mengembang F1 lebih besar dibandingkan F2 (Gambar 4.10).

Kedua film bukal ini membentuk massa gel pada akhir evaluasi atau setelah dua

jam berada pada medium. Kitosan-tripolifosfat yang digunakan bersifat hidrofilik

dan memiliki kemampuan mengembang pada medium dapar fosfat pH 6,8 yang

lebih baik dibandingkan dengan kitosan (Ifthah, 2011). Penggunaan polimer yang

bersifat hidrofilik akan meningkatkan kemampuan film agar terbasahi dan

mempermudah air untuk berpenetrasi ke dalam film. Adanya protonasi NH2 dan

adanya ion tripolifosfat dapat meningkatkan gugus polar dari struktur kitosan

termodifikasi sehingga meningkatkan penyerapan medium yang digunakan

(Ifthah, 2011). Hal inilah yang menyebabkan kedua formula membentuk massa

gel pada akhir pengujian.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 66: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

50

Universitas Indonesia

Gambar 4. 10 Evaluasi daya mengembang film bukal dalam larutan dapar fosfat pH 6,8. Setiap titik menunjukkan rata-rata ±SD (n=3).

(A) Film nanopartikel (B) Film pembanding

4.5.5. Uji pelepasan obat secara in vitro Uji pelepasan obat dalam penelitian ini dilakukan pada larutan dapar fosfat

pH 6,8 dengan waktu pengujian selama 120 menit. Suhu larutan dijaga sesuai

dengan suhu normal tubuh manusia yaitu 37° ± 0,5°C dengan pengadukan kontinu

pada kecepatan 50 rpm. Uji pelepasan obat ini dilakukan dengan alat disolusi

berupa gelas beaker 500 mL dengan 2 metode yaitu menggunakan bantuan

keranjang kecil dan kaca objek sebagai tempat sediaan. Disolusi dilakukan pada

alat modifikasi ini karena mempertimbangkan jumlah zat aktif pada film bukal

yang relatif kecil sehingga diperlukan wadah disolusi yang lebih kecil untuk dapat

mendeteksi kadar obat yang terdisolusi. Pada metode 1 dimana film ditempatkan

di dalam keranjang kecil sedangkan pada metode 2 dimana film ditempel di kaca

objek menggunakan lem sianoakrilat dengan pertimbangan obat keluar hanya dari

satu sisi saja. Sampel diambil selama interval waktu yang ditentukan dan diukur

serapannya menggunakan spektrofotometer UV- Vis pada panjang gelombang

279 nm. Verapamil HCl digunakan sebagai model obat.

Dari hasil kedua metode yang digunakan, terdapat perbedaan yaitu pada

metode 1 70-80% obat sudah keluar saat tujuh menit pertama (Gambar 4.11)

sedangkan pada metode 2 membutuhkan waktu sekitar 15 menit untuk mencapai

jumlah obat yang sama (Gambar 4.12). Hal ini dikarenakan pada metode 2 obat

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 67: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

51

Universitas Indonesia

yang keluar hanya dari satu sisi film sehingga membutuhkan waktu yang lebih

lama. Namun, dari kedua metode ini sama-sama memberikan hasil bahwa

pelepasan obat dari film yang mengandung nanopartikel lebih cepat dibandingkan

film standar. Perbedaan ini disebabkan karena pada nanopartikel sudah terjerap

sejumlah obat sehingga saat lepas maka kadar obat yang terdeteksi menjadi lebih

besar dibandingkan film pembanding. Kedua film membentuk massa gel pada

akhir disolusi.

Gambar 4. 11 Profil disolusi film bukal dalam larutan dapar fosfat pH 6,8 suhu

37°±0,5°C selama 2 jam dengan metode 1. Setiap titik menggambarkan rata-rata ± SD (n=3)

(A)Film nanopartikel (B) Film pembanding

Gambar 4. 12 Profil disolusi film bukal dalam larutan dapar fosfat pH 6,8 suhu 37°±0,5°C selama 2 jam dengan metode 2.

Setiap titik menggambarkan rata-rata ± SD (n=3) (A)Film nanopartikel (B) Film pembanding

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 68: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

52 Universitas Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam penelitian ini, dapat disimpulkan

beberapa hal sebagai berikut :

1. Kitosan berhasil dimodifikasi dengan reaksi taut silang menggunakan

natrium tripolifosfat sebagai agen taut silang untuk membentuk nanopartikel.

Dispersi nanopartikel yang terbentuk memiliki ukuran partikel sebesar

62,2 nm, indeks polidispersitas sebesar 0,293, potensial zeta sebesar

+26,05 mV, efisiensi penjerapan sebesar 16,36% dan berbentuk sferis.

2. Film nanopartikel verapamil memiliki sifat mekanis yang lebih baik

dibandingkan film verapamil pembanding

3. Film nanopartikel verapamil memiliki pelepasan yang lebih cepat (81,53%)

dibandingkan film verapamil pembanding (71,2%) dalam waktu 7 menit.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian selanjutnya untuk pembuatan sediaan dari

nanopartikel yang telah dipisahkan dari zat aktif bebasnya dan optimasi metode

yang optimum agar penjerapan semakin baik. Selain itu perlu juga dilakukan

penelitian lebih lanjut untuk mengetahui kestabilan dari nanopartikel dengan nilai

potensial zeta antara 25-30 mV dan optimasi formulasi film bukal dengan

menggunakan kombinasi kitosan-tripolifosfat dan polimer mukoadhesif lainnya.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 69: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

53

Universitas Indonesia

DAFTAR ACUAN

Aiedeh,K dan Taha M. O. (1999). Synthesis of Chitosan Succinate and Chitosan phtalate and Their Evaluation as Suggestes Matrices in Orally Administered,Colon Specific Drug Delivery System. Arch.Pharm.Med.Chem. 332,103-107.

Avadi, M. R., Assal M. M. S., Nasser M., Saideh A., Fatemeh A., Rassoul D., dan Morteza R. (2010). Preparation and Characterization of Insulin Nanoparticles Using Chitosan and Arabic Gum with Ionic Gelation Method. Nanomedicine: Nanotechnology, Biology, and Medicine 6, 58–63.

Bagian Farmakologi FK UI. (1995). Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Jakarta: FK UI. 289-314.

Bhumkar,D.R dan Pokharkar V.B. (2006). Studies on Effect of pH on Crosslinking of Chitosan with Natrium Tripolyphosphate: A Technical Note. AAPS PharmSciTech 7 (2) Article 50.

Bodnar, M., Hartmann J. F. dan Borbely J. (2005). Preparation and Characterization of Chitosan-Based Nanoparticles. Biomacromoleculs, 2521-2527.

Boonsongrit,Y., Ampol M., dan Bernd W.M. (2006). Chitosan Drug Binding by Ionic Interaction. European J. of Pharmaceu. And Biopharmaceu., 267-274.

Carvalho,F.C., Bruschi M. L., Evangelista R. C. Dan Gremiao M. P. D. (2010). Mucoadhesive Drug Delivery System. Brazilian J. of Pharmaceu. Sci. Vol.46., 1-17.

Champagne, L. M. (2008). The Synthesis of Water Soluble n-acyl Chitosan Derivatives for Characterization as Antibacterial Agents. Academic Dissertation The Department of Chemistry, B.S Xavier University of Louisiana.

Choudhury, Ananta, Das S., Dhangar S., Kapasiya S. dan Kanango A. (2010). Development and Characterization Buccoadhesive Film of Ciprofloxacin Hydrochloride. Int. J. of Pharm. Tech. Res. Vol.2.,1050-1057.

Delie, F. dan Blanco-Prieto M.J. (2005). Polymeric Particulate to Improve Oral Bioavaibility of Peptide Drugs. Moleculs, 65-80.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 70: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

54

Universitas Indonesia

Departemen Kesehatan RI. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: DepKes RI. 665-755.

Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: DepKes RI. 824-825.

Deshmane, S.V., Channawar M. A., Chandewar A. V., Joshi U. M. Dan Biyani K. R. (2009). Chitosan Based Sustained Release Mucoadhesive Buccal Patches Containing Verapamil HCl. Int. J. of Pharm. And Pharmaceu.Sci. Vol.1, 216-229.

Fattal,Elias dan Vauthier C. (2007). Drug Delivery Nanoparticles. Dalam: Swarbrick,James. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Third Edition Volume I. New York: Informa Healthcare USA, 1183-1200

Hoogstraate, J., Benes L., Burgaud S., Horriere F. dan Seyler I. (2005). Oral Trans-mucosal Drug Delivery. Dalam: A. M. Hillery, A.W, Lloyd dan J. Swarbrick. Drug Delivery and Targeting System. London: Taylor&Francis, 186- 206.

Hongqian, Bao, Lin L., dan Hongbin Z. (2008). Influence of Cetyltrimethylammonium Bromide on Phsycochemical Properties and Microstructure of Chitosan-TPP Nanoparticles in Aqueous Solutions. J. of Colloid and Interface Sci., 270-277.

Illum,L. (1998). Chitosan and Its Use as a Pharmaceutical Excipient. Pharmaceutical Research, Vol. 15. No. 9, 1326-1331.

J.A. Ko, H.J. Park, Y.S. Park, S.J. Hwang, dan J.B. Park. (2003). Chitosan Microparticle Preparation for Controlled Drug Release by Response Surface Methodology. J. Microencapsulation Vol.20, 791-797.

Jahanshahi,M. dan Babaei Z. (2008). Protein Nanoparticle : A Unique System as Drug Delivery Vehicles. African J. of Biotech. Vol.7, 4926-4934.

K.,Umasankar dan Reddy U. M. (2010). Formulation and Evaluation of Cytarabine Nanoparticles. Int. J. of Innovative Pharmaceu. Res., 48-52.

Kellaway, I. W., Ponchel G. dan Duchene D. (2003). Oral Mucosal Drug Delivery. Dalam: Rathbone, M. J., Hadgraft, J., dan Roberts, M. S. Modified Release Drug Delivery Technology. New York dan Basel: Marcel Dekker, 349-369.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 71: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

55

Universitas Indonesia

Koland,M., Charyulu R.N. dan Prabhu P. (2010). Mucoadhesive Films of Losartan Potassium for Buccal Delivery : Design and Characterization. Indian J. Pharm. Educ. Res. 44(4), 315-323.

Lifeng Qi, Zirong Xu, Xia Jiang, Hu Caihong dan Xiangfei Zou. (2004). Preparation and Antibacterial Activity of Chitosan Nanoparticles. Carbohydrate Res. 339. 2693-2700.

Mahalaxmi,D., Senthil A., Prasad V., Sudhakar B. dan Mohideen S. (2010). Formulation dan Evaluation of Mucoadhesive Buccal Tablets of Glizipide. Int. J. of Biopharmaceut. 100-107.

Mathiowitz, E. (1999).Controlled Drug Delivery (Vol. 1 & 2). New York: John Wiley & Sons.

Moura,M. R., Aouada F. A., Avena-Bustillos R.J., McHugh T.H., Krochta J.M. dan Mattoso L. H. C. (2008). Improved Barrier and Mechanical Properties of Novel Hydroxypropylmethylcellulose Edible Films with Chitosan/Tripolyphosphate Nanoparticles. J. of Food Engineering 92, 448-453.

Martindale The Extra Pharmacopeia 28th Edition. (1982). London: The Pharmaceutical Press., 1383-1385.

McElnay, J. C. dan Hughes C. M. (2007). Drug Delivery: Buccal Route. Dalam: Swarbrick, J. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. New York: Informa Healthcare, 1071-1081.

Miller,N.S., Chittchang M. Dan Johnston T.P. (2005). The Use of Mucoadhesive Polymers in Buccal Drug Delivery. Advanced Drug Delivery Reviews 57, 1666-1691.

Mitra,A.K., Alur H.H. dan Johnston T.P. (2007). Peptides and Proteins : Buccal Absorption. Dalam: Swarbrick,J. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology. New York and London: Informa Healthcare, 2664-2677.

Mohanraj, VJ dan Chen Y. (2006). Nanoparticles- A review. Trop. J. of Pharmaceut. Res., 561-573.

Morales, J.O., dan McConville J.T. (2011). Manufacture and Characterization of Mucoadhesive Buccal Film. European J. of Pharmaceu. and Biopharmaceu., 187-199.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 72: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

56

Universitas Indonesia

Nur,Ifthah. (2011). Preparasi dan Karakterisasi Kitosan-Tripolifosfat Sebagai Eksipien dalam Sediaan Farmasi. Skripsi Farmasi Universitas Indonesia. Depok: Universitas Indonesia.

Park,K., dan Yeo,Y. (2007). Microencapsulation Technology. Dalam: Swabrick, J. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology, 3rd ed, volume 4. New York: Informa Healthcare USA, 2317.

Patel, V.M., Prajapati B.G. dan Patel M. M. (2007). Design and Characterization of Chitosan Containing Mucoadhesive Buccal Patches of Propanolol Hydrochloride. Acta Pharm. 57, 61-72.

Peh,K.K., dan Wong C.F. (1999). Polymeric Films as Vehicle for Buccal Delivery: Swelling, Mechanical and Bioadhesive Properties. J. Pharm. Pharmaceut. Sci. 53-61.

Rawat, M., Singh D., Saraf S. dan Saraf S. (2006). Nanocarriers: Promising Vehicle for Bioactive Drugs. Biol. Pharm. Bull. 29 (9), 1790-1798.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., dan Owen, S.C. (2006). Handbook of Pharmaceutic excipients 5th Edition. London: Pharmaceutical Press and American Pharmacists Association.

S. Punitha dan Y. Girish. (2010). Polymers in Mucoadhesive Buccal Drug Delivery System –A Review. Int. J. Res. Pharm. Sci. Vol-1, 170-186.

Sakkinen,M. (2003). Biopharmaceutical Evaluation of Microcrystalline Chitosan as Release Rate Controlling Hydrophilic Polymer in Granules for Gastroretentive Drug Delivery. Academic Dissertation Faculty of Science of the University of Helsinki.

Semalty,M., Semalty,A., dan Kumar,G. (2008). Formulation and Characterization of Mucoadhesive Buccal Films of Glizipide. Indian J. Pharm. Sci. 70,43-48.

Smart,J.D. (2005). The Basic and Underlying Mechanism of Mucoadhesion. Advanced Drug Delivery Reviews, 1556-1568.

Soppimath, K. S., Aminabhavi, T. M., Kulkarni, A. R. dan Rudzinski W.E. (2001). Biodegradable Polymerics Nanoparticles as Drug Delivery Device. J. of Contr. Rel. 70, 1-20.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 73: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

57

Universitas Indonesia

Sung-Tao Lee, Fwu-Long Mi, Yu-Ju Shen, dan Shin-Shing Shyu. (2001). Equilibrium and Kinetic Studies of Copper (II) Ion Uptake by Chitosan-Tripolyphosphate Chelating Resin. Polymer 42, 1879-1892.

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Rahardja. (2007). Obat-obat Penting. Jakarta: Gramedia.

Thassu, D., Deleers M. Dan Pathak Y. (2007). Nanoparticulate Drug Delivery System. New York: Informa Healthcare, 1-3.

Vaughn, J. M. dan Williams R. O. (2007). Nanoparticle Engineering. Dalam: Swarbrick,James. Encyclopedia of Pharmaceutical Technology Third Edition Volume I. New York: Informa Healthcare USA, 2384-2398.

Vauthier, C., Bravo-Osuna I. Dan Ponchel G. (2007). Core-Shell Polymer Nanoparticle Formulation for the Oral Administration of Peptides and Proteins. Dalam: Maskevich, Boris O. Drug Delivery Research Advances. New York: Nova Science Publishers , 48.

Verma, N. dan Chattopadhyay Pronobesh. (2011). Polymeric Platform for Mucoadhesive Buccal Drug Delivery System: A Review. Int. J.of Current Pharmaceut. Res.,3-8.

Yu-Hsin Lin, Kiran Sonaje, Kurt M. Lin, Jyuhn-Huang Juang, Fwu-Long Mi, Han-Wen Yang, dan Hsing-Wen Sung. (2008). Multi-ion-crosslinked Nanoparticles with pH-responsive Characteristics for Oral Delivery of Protein Drugs. J. of Contr. Rel. 132, 141-149.

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 74: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

LAMPIRAN

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 75: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

Daftar Lampiran

Jenis lampiran No Lampiran gambar 1-21 Lampiran tabel 22-26 Lampiran perhitungan 27-28 Lampiran sertiikat 29-30

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 76: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

60

Lampiran 1 Spektrum serapan verapamil HCl dalam medium aquadem pada λ 279 nm

Lampiran 2 Spektrum serapan verapamil HCl dalam medium dapar fosfat pH 6,8 pada λ 279 nm

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 77: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

61

Lampiran 3 Kurva kalibrasi verapamil HCl dalam aquadem yang diukur pada λ 279 nm

Lampiran 4 Kurva kalibrasi verapamil HCl dalam medium dapar fosfat pH 6,8 yang diukur pada λ 279 nm

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 78: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

62

Lampiran 5 Data distribusi ukuran partikel formula 1 percobaan 1

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 79: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

63

Lampiran 6 Data distribusi ukuran partikel formula 1 percobaan 2

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 80: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

64

Lampiran 7 Data distribusi ukuran partikel formula 2 percobaan 1

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 81: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

65

Lampiran 8 Data distribusi ukuran partikel formula 2 percobaan 2

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 82: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

66

Lampiran 9 Data distribusi ukuran partikel formula 3 percobaan 1

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 83: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

67

Lampiran 10 Data distribusi ukuran partikel formula 3 percobaan 2

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 84: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

68

Lampiran 11 Data potensial zeta formula 1 percobaan 1

Lampiran 12 Data potensial zeta formula 1 percobaan 2

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 85: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

69

Lampiran 13 Data potensial zeta formula 2 percobaan 1

Lampiran 14 Data potensial zeta formula 2 percobaan 2

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 86: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

70

Lampiran 15 Data potensial zeta formula 3 percobaan 1

Lampiran 16 Data potensial zeta formula 3 percobaan 2

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 87: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

71

Lampiran 17 Film bukal setelah uji daya mengembang pada medium dapar fosfat pH 6,8 selama 2 jam

Lampiran 18 Alat texture analyzer

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 88: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

72

Lampiran 19 Alat tensile strength

Lampiran 20 Alat disolusi termodifikasi metode 1 untuk film bukal

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 89: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

73

Lampiran 21

Alat disolusi termodifikasi metode 2 untuk film bukal

Lampiran 22 Data serapan verapamil HCl pada berbagai konsentrasi dalam aquadem pada λ 279 nm

Konsentrasi (µg/mL) Serapan (A)

20 0,2379

25 0,2947

30 0,3518

35 0,4110

40 0,4701

45 0,5308

Keterangan : a = 0,0020 b = 0,0117 r = 0,9998 y = 0,0020 + 0,0117 x

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 90: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

74

Lampiran 23 Data serapan verapamil HCl pada berbagai konsentrasi dalam medium dapar fosfat pH 6,8 pada λ 279 nm

Konsentrasi (µg/mL) Serapan (A)

20 0,2360

25 0,2959

30 0,3519

35 0,4109

40 0,4700

45 0,5290

Keterangan : a = 0,0023 b = 0,0117 r = 0,9999 y = 0,0023 + 0,0117 Lampiran 24 Data pelepasan verapamil HCl dalam medium dapar fosfat pH 6,8 suhu 37°±0,5° C selama 120 Menit dengan metode 1

Waktu (menit)

Jumlah kumulatif verapamil HCl terdisolusi (%) Film nanopartikel Film pembanding

0 0 ± 0 0 ± 0 2 30,91 ± 0,27 25,88 ± 2,45 5 69,94 ± 0,29 59,35 ± 0,66 7 81,53 ± 0,49 71,2 ± 0,82

10 87,61 ± 0,37 80,43 ± 1,26 15 92,38 ± 0,3 86,73 ± 1,72 30 97,28 ± 0,34 93,68 ± 0,33 45 98,85 ± 0,45 98,5 ± 0,56 60 98,94 ± 0,25 99,77 ± 0,76 90 99,24 ± 0,23 100,55 ± 0,77

120 99,86 ± 0,4 100,51 ± 0,67 Keterangan : Tiap angka menunjukkan ± SD (n=3)

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 91: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

75

Lampiran 25

Data pelepasan verapamil HCl dalam medium dapar fosfat pH 6,8 suhu 37°±0,5° C selama 120 menit dengan metode 2

Waktu (menit) Jumlah kumulatif verapamil HCl terdisolusi (%)

Film nanopartikel Film pembanding

0 0 ± 0 0 ± 0 2 24,21 ± 3,79 21,99 ± 3,46 5 57,62 ± 1,83 45,77 ± 3,16 7 69,25 ± 2,53 57,03 ± 2,42

10 78,76 ± 1,7 68,08 ± 1,8 15 84,81 ± 1,76 76,48 ± 0,88 30 92,23 ± 1,91 85,3 ± 1,16 45 96,65 ± 2,38 91,17 ± 1,1 60 98,84 ± 1,31 95,56 ± 1,11 90 99,64 ± 1,16 99,18 ± 1,12

120 100,59 ± 0,66 100,57 ± 2,07 Keterangan : Tiap angka menunjukkan ± SD (n=3) Lampiran 26 Data evaluasi daya mengembang film bukal pada medium dapar fosfat pH 6,8 suhu 37° C

Waktu (menit) F1 (%) F2 (%)

15 203,11 163,11

30 214,23 166,30

60 248,35 188,99

90 310,85 243,24

120 325,3 261,54

Keterangan : Tiap angka menunjukkan rata-rata n=3

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 92: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

76

Lampiran 27 Contoh perhitungan jumlah kumulatif pelepasan verapamil HCl dari film bukal

Keterangan : Wt = Jumlah kumulatif verapamil HCl yang terdisolusi pada waktu t W0 = Banyaknya verapamil HCl yang terdapat dalam film C = Konsentrasi verapamil HCl yang terdisolusi pada waktu t

I J K���L�M�MN� = Jumlah konsentrasi verapamil HCl yang terdisolusi pada menit

sebelumnya V1 = Volume medium disolusi V2 = Volume cairan yang dipipet

Persamaan regresi : y = 0,0023 + 0,0117 x

Volume medium disolusi (V1) = 400 mL

Volume cairan yang dipipet (V2) = 10 mL

W0 = 50 mg = 50000 µg

Pada waktu 0 à Wt = (400 mL x 0) + (10 mL x 0) = 0

Pada waktu 2 menit à C = 29,28 µg/mL

W2 = (400 mL x 29,28 µg/mL) + (10 mL x 0)

= 11712 µg

% disolusi = MMOMH�PQRNNNN�PQ

�S�� � = 23,42 %

Pada waktu 5 menit à C = 73,05 µg/mL

W5 = (400 mL x 73,05 µg/mL) + [10 mL x (29,28 µg/mL + 0)]

= 29512,8 µg

% disolusi = HTRMHUV�PQRNNNN�PQ

�S�� � = 59,02 %

Pada waktu 7 menit à C = 84,88 µg/mL

W7 = (400 mL x 84,88 µg/mL) + [10 mL x (73,05 µg/mL + 29,28 µg/mL + 0)]

= 34975,3 µg

% disolusi = WXTORUW�PQRNNNN�PQ

�S�� � = 69,95 %

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 93: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

77

Lampiran 28 Contoh perhitungan persen efisiensi penjerapan nanopartikel verapamil HCl

Persamaan regresi: y = 0,0020 + 0,0117 x Banyaknya suspensi nanopartikel verapamil hidroklorida yang diambil ± 5,0 mL (mengandung verapamil hidroklorida ± 178,65 mg)

suspensi ditambahkan dapar alkali borat pH 9,7 sebanyak 5,0 mL

total larutan 10,0 mL = 17865 ppm

larutan tersebut disentrifugasi 3500 rpm selama 30 menit

1,0 mL supernatan yang dihasilkan dipipet dan diencerkan dalam labu tentukur sampai 25,0 mL dengan aqua demineralisata = 714,6 ppm

1,0 mL supernatan yang dihasilkan dipipet dan diencerkan dalam labu tentukur sampai 25,0 mL dengan aqua demineralisata = 28,584 ppm

Konsentrasi verapamil hidroklorida total = 28,584 ppm Serapan yang terukur (y) = 0,2821 Konsentrasi verapamil hidroklorida dalam supernatan = 23,940 ppm % efisiensi penjerapan = 28,584 – 23,940 x 100% = 16,24 % 28,584

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 94: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

78

Lampiran 29 Sertifikat analisis kitosan

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012

Page 95: UNIVERSITAS INDONESIA PREPARASI DAN …lib.ui.ac.id/file?file=digital/20314381-S43835-Preparasi dan.pdf · manfaat bagi pengembangan ilmu. Penulis 2012 ±A---FAλACAZFAL∆[±CA”

79

Lampiran 30 Sertifikat analisis verapamil hidroklorida

Preparasi dan..., Wisnu Ajeng Rakhmaningtyas, FMIPA UI, 2012