Upload
ngotu
View
293
Download
16
Embed Size (px)
Citation preview
UJI MUTU DAN KEAMANAN IKAN ASIN KERING (Teri dan Sepat)DI PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
Eka Ayu Kurniawati
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
ABSTRACT
QUALITY AND FOOD SECURITY ASSAYS OF SALTED FISH(ANCHOVY AND SEPAT) IN MARKET OF BANDAR LAMPUNG CITY
By
EKA AYU KURNIAWATI
The aim of this research was to know the food quality and safety of salted fish
(Anchovy and Sepat) circulated in the market of Bandar Lampung in terms of
water content, salt content, sensory characteristics, total plate count and formalin
assay of salted fish. This research was conducted in 3 stages : (1) Determination
of sampling location conducted by purposive sampling, (2) Sampling and
interview with the salted fish seller in the market, (3) Quality and safety
inspection of salted fish samples. The market was selected based on the largest of
salted fish sellers and big markets in Bandar Lampung. The ten markets where
salted fish samples were taken : (1) Baru Panjang, (2) Cimeng, (3) Gudang
Lelang, (4) Kangkung, (5) KOGA, (6) Bambu Kuning, (7) Tugu, (8) Way Halim,
(9) Gintung, (10) Tamin. Once the number of salted fish sellers was known in
each market, then it was calculated by the formula (√N), with N as the number of
salted fish sellers. The number of samples were 46 samples, 23 samples were sea
water salted fish (Anchovy) and 23 samples were fresh water salted fish (Sepat).
The results showed that the water content of salted fish did not fulfil the quality
and safety requirements according to SNI 01-2721-2009, then 78% of anchovy
fish and 100% of sepat fish fulfilled the quality and safety requirements of
sensory properties according to SNI 01-2721-2009 and 91% salted anchovy and
83% of sepat fish fulfilled quality and safety requirements of salt content
according to SNI 01-2721-2009. The salted anchovy and sepat fish which were
sold in the market in Bandar Lampung City did not fulfil the quality and safety
requirements according to SNI 01-2721-2009 because their total plate count
attained to 1.30 x 105 - 3.12 x 105 colonies/g, and of 52% of salted anchovy
samples and 22% of sepat fish were positively identified contained formalin.
Keywords: Analysis, Quality, Safety, Salted Fish, Survey.
ABSTRAK
UJI MUTU DAN KEAMANAN IKAN ASIN KERING (TERI DAN SEPAT)DI PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
EKA AYU KURNIAWATI
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mutu dan keamanan pangan
produk ikan asin kering (Teri dan Sepat) yang beredar di Pasar Kota Bandar
Lampung ditinjau dari kadar air, kadar garam dan sifat sensori ikan asin kering,
dan Angka Lempeng Total serta pengujian formalin pada ikan asin kering.
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : (1) Penentuan lokasi sampling
pasar dilakukan secara purposive sampling, (2) Pengambilan sampel dan
wawancara dengan pedagang ikan asin di Pasar Bandar Lampung, (3) Pemeriksaan
mutu dan keamanan sampel ikan asin kering. Pasar yang dipilih yaitu berdasarkan
jumlah pedagang ikan asin kering terbanyak dan merupakan pasar besar di Bandar
Lampung. Sepuluh pasar yang menjadi tempat pengambilan sampel ikan asin
kering yaitu pasar : (1) Baru Panjang, (2) Cimeng, (3) Gudang Lelang, (4)
Kangkung, (5) KOGA, (6) Bambu Kuning, (7) Tugu, (8) Way Halim, (9) Gintung,
(10) Tamin. Setelah diketahui jumlah pedagang ikan asin kering di setiap pasar,
kemudian dihitung dengan rumus (√ ), dengan N adalah jumlah pedagang ikan
asin kering. Jumlah sampel yang terkumpul yaitu 46 sampel ikan asin kering
yang meliputi 23 sampel ikan asin kering jenis air laut (Teri) dan 23 sampel ikan
asin kering jenis air tawar (Sepat). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air
semua sampel ikan asin teri maupun ikan asin sepat tidak memenuhi SNI 01-
2721-2009, lalu dilihat dari sifat sensori sebesar 78% ikan asin teri dan 100% ikan
asin sepat memenuhi SNI 01-2721-2009, dan dilihat dari kadar garam sebesar
91% ikan asin teri dan 83% ikan asin sepat memenuhi SNI 01-2721-2009, dari
segi keamanan ikan asin teri dan sepat yang beredar di pasar Kota Bandar
Lampung dapat disimpulkan bahwa ikan asin teri maupun ikan asin sepat yang
dijual di pasar Kota Bandar Lampung tidak memenuhi SNI 01-2721-2009 karena
memiliki angka lempeng total sebesar 1,30 x 105 – 3,12 x 105 koloni/g, sedangkan
dilihat dari kandungan formalin sebesar 52% sampel ikan asin teri dan 22%
sampel ikan asin sepat yang terindentifikasi positif mengandung formalin.
Kata kunci : Analisis, Ikan Asin, Keamanan, Mutu, Survei.
UJI MUTU DAN KEAMANAN IKAN ASIN KERING (TERI DAN SEPAT)
DI PASAR KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
Eka Ayu Kurniawati
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2017
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Labuhan Maringgai Lampung Timur pada 07 April 1995,
sebagai anak pertama dari tiga bersaudara, dari pasangan Bapak Basoni dan Ibu
Mursiatun. Penulis memiliki 2 orang adik bernama Tegar Agung Prasetyo dan
Muhammad Langgeng Prakoso.
Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Pertiwi Teladan Kota
Metro pada tahun 2007, kemudian melanjutkan pendidikan menengah pertama di
SMP Negeri 4 Kota Metro dan lulus pada tahun 2010. Pada tahun yang sama,
penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 5 Kota Metro dan
lulus pada tahun 2013. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi
Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung pada tahun 2013
melalui jalur tes tertulis Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SBMPTN).
Pada bulan Januari s.d. Maret 2016, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata
(KKN) di Warga Indah Jaya, Kecamatan Banjar Agung, Kabupaten Tulang
Bawang dengan tema “Implementasi Keilmuan dan Teknologi Tepat Guna dalam
Pemberdayaan Masyarakat dan Pembentukan Karakter Bangsa melalui Penguatan
Fungsi Keluarga (POSDAYA)”. Pada bulan Juli s.d. Agustus 2016, penulis
melaksanakan Praktik Umum (PU) di Koperasi Peternakan Bandung Selatan
(KPBS) Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung Selatan Provinsi Jawa
Barat, dan menyelesaikan laporan PU yang berjudul “Mempelajari Proses
Pengolahan Susu Pasteurisasi Rasa dan Susu Pasteurisasi Tanpa Rasa di Koperasi
Peternakan Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan”.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa
Universitas Lampung (BEM-U KBM UNILA) sebagai Anggota dari Kementrian
Kesejahteraan masa kepengurusan 2014-2015 dan Kementrian Sekretaris Kabinet
masa kepengurusan 2015-2016. Penulis pernah menjadi Asisten Dosen mata
kuliah Teknologi Hasil Hewani tahun ajaran 2015/2016, Pengolahan Hasil
Perkebunan tahun ajaran 2016/2017, dan Mikrobiologi Hasil Pertanian tahun
ajaran 2016/2017.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin. Puji syukur Penulis haturkan kehadirat Allah SWT
atas nikmat, petunjuk serta ridho-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini yang berjudul “Uji Mutu dan Keamanan Ikan Asin Kerin
(Teri dan Sepat) di Pasar Kota Bandar Lampung”. Dalam penulisan skripsi ini,
penulis banyak mendapatkan bantuan, bimbingan, dan dorongan baik itu langsung
maupun tidak langsung dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.Si., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian,
Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
3. Ibu Ir. Otik Nawansih, M.P., selaku Dosen Pembimbing Akademik sekaligus
sebagai Dosen Pembimbing satu skripsi, terimakasih atas izin penelitian yang
diberikan, arahan, saran, bantuan, motivasi, dan bimbingan yang telah
diberikan selama menjalani perkuliahaan dan selama proses penelitian hingga
penyelesaian skripsi Penulis.
4. Tim penelitian dosen pembimbing melalui Dana Penelitian DIPA Fakultas
Pertanian Universitas Lampung yang telah membantu dana dalam penelitian
ini.
5. Bapak Ir. Samsul Rizal, M.Si., selaku Dosen Pembimbing dua skripsi atas
saran, motivasi, dan bimbingan dalam proses penelitian dan penyelesaian
skripsi Penulis.
6. Bapak Drs. Azhari Rangga, M. App. Sc., selaku Dosen Pembahas atas saran,
bimbingan, dan evaluasinya terhadap karya skripsi Penulis.
7. Seluruh Bapak dan Ibu dosen pengajar, staff administrasi dan laboratorium di
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
8. Kedua Orang Tua tercinta serta Adik-adik, terimakasih atas kasih sayang
yang tercurah kepada Penulis yang tiada hentinya, serta semangat, motivasi,
nasihat, dan doa yang selalu menyertai Penulis.
9. Sahabat-sahabatku (Suci, Astri, Hesti, Ela, Rani, Siti, Amalia), Big Sisters,
teman-teman terbaikku THP angkatan 2013, teman-teman Kosan, teman-
teman Mikrobiologi, teman-teman KKN Warga Indah Jaya, teman-teman
BEM-U KBM UNILA, teman-teman OPTIMUS, dan partner terbaik Galih
Aby Wicaksono terimakasih atas segala bantuan, dukungan, semangat, canda
tawa, dan kebersamaannya selama ini.
Penulis berharap semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal dan
kebaikan semua pihak diatas dan semoga skripsi ini bermanfaat. Aamiin.
Bandar Lampung, 6 September 2017
Penulis,
Eka Ayu Kurniawati
DAFTAR ISI
HalamanDAFTAR TABEL .................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... xvii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian ....................................................................... 3
1.3 Manfaat Penelitian ..................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Asin ..................................................................... ............. 42.2 Jenis Ikan Asin ........................................................................... 5
2.2.1 Ikan Teri ........................................................................... 72.2.2 Ikan Sepat ......................................................................... 10
2.3 Cara Pengolahan Ikan Asin ....................................................... 11
2.4 Pemasaran Ikan Asin ................................................................. 14
2.5 Mutu dan Keamanan Ikan Asin ................................................. 162.5.1 Mutu ................................................................................. 162.5.2 Keamanan ......................................................................... 19
2.4 Teknik Sampling ....................................................................... 24
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 29
3.2 Bahan dan Alat .......................................................................... 29
3.3 Metode Penelitian ...................................................................... 30
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................... 303.4.1 Penentuan Lokasi Sampling ............................................. 303.4.2 Pengambilan Sampel Ikan Asin ........................................ 323.4.3 Pemeriksaan Mutu dan Keamanan Ikan Asin .................. 33
IV. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Kondisi Pemasaran Ikan Asin dan Sepat ................................... 38
4.2 Data Analisis Sifat Sensori, Kadar Air, Kadar Garam,
Angka Lempeng Total dan Formalin ........................................ 41
4.2.1 Sifat Sensori ...................................................................... 434.2.2 Kadar Air .......................................................................... 474.2.3 Kadar Garam ..................................................................... 494.2.4 Angka Lempeng Total ...................................................... 524.2.5 Formalin ........................................................................... 55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 60
5.2 Saran .......................................................................................... 61
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 62
LAMPIRAN ............................................................................................. 68
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Provinsi Lampung ..... 15
2. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium (SNI 01-3556-2010) ....... 18
3. Syarat Mutu Ikan Asin Kering (SNI 01-2721-2009) .......................... 18
4. Gambaran Umum Pasar Tradisional Bandar Lampung ...................... 31
5. Pemasok Ikan Asin ................. ............................................................ 39
6. Hasil Analisis Semua Parameter Pada Produk Ikan Asin Teri
dan Sepat ........................................................................................... .. 42
7. Hasil Analisis Sifat Sensori ................................ ................................ 45
8. Hasil Analisis Kadar Air ..................................................................... 48
9. Hasil Analisis Kadar Garam ............................................................... 50
10. Hasil Analisis Angka Lempeng Total ............... .................................. 53
11. Hasil Uji Kualitatif Terhadap Kandungan Formalin Ikan Asin
Teri dan Sepat ...................................................................................... 56
12. Hasil Analisis Kadar Formalin dengan Gas Chromatography (GC)... 59
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Ikan Asin ............................................................................................. 5
2. Ikan Asin Laut (Teri) dan Ikan Asin Tawar (Sepat) ............................ 6
3. Ikan Teri .............................................................................................. 7
4. Teri Jengki, Teri Medan, dan Teri Nasi .............................................. 9
5. Ikan Sepat ............................................................................................ 10
6. Penggaraman Kering ........................................................................... 12
7. Penggaraman Basah ............................................................................ 12
8. Penggaraman Campuran .................................................................... . 13
9. Kawasan Sentra Pengolahan Ikan Asin di Provinsi Lampung ............ 16
10. Macam-macam Teknik Sampling ................................. ...................... 26
11. Rancangan Sampling Pasar ........................................ ......................... 32
12. Kondisi Penjualan Ikan Asin di Salah Satu Pasar Kota Bandar
Lampung.......................................................................... .................... 41
13. Perubahan Warna Pada Analisis Kadar Garam ................................... 52
14. Kenampakan Hasil Angka Lempeng Total ......................................... 55
15. Perubahan Warna Sampel Ikan Asin Setelah Pengujian Formalin ..... 57
16. Proses Penimbangan Sampel Ikan Asin .............................................. 80
17. Pemanasan Aquades Untuk Ekstraksi ................................................. 80
18. Proses Ekstraksi Sampel Ikan Asin ..................................................... 80
19. Penambahan K2CrO4 5% dan Titrasi AgNO3 ..................................... 80
20. Hasil Titrasi Kadar Garam, Terjadinya Perubahan Warna ................ 80
21. Penimbangan Cawan Kosong .................... ......................................... 81
22. Penyimpanan di Desikator ................................. ................................. 81
23. Penyimpanan dalam Oven .............................. .................................... 81
24. Pengujian Sifat Sensori Ikan Asin Teri dan Sepat oleh Panelis ........... 82
25. Pengenceran Sampel Ikan Asin Teri dan Sepat (102, 103,104) ............ 83
26. Penuangan Media PCA ..................................... .................................. 83
27. Putaran Angka 8 ............................................... .................................. 83
28. Menghitung Angka Lempeng Total .................... ................................ 83
29. Preparasi Sampel Ikan Asin untuk di Analisis Formalin ..................... 84
30. Penambahan Tes Kit I (Larutan) .................... ..................................... 84
31. Penambahan Tes Kit II (Bubuk) .................... ..................................... 84
32. Perubahan Warna Sampel Ikan Asin .................... .............................. 84
33. Ikan Asin yang Positif Mengandung Formalin dan yang Tidak .......... 85
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Perikanan di Provinsi Lampung merupakan salah satu potensi unggulan karena
jumlah wilayah kelautan dan lahan perairannya yang luas. Menurut Yudha (2009),
Provinsi Lampung memiliki luas perairan laut dalam batas 12 Mil adalah 24.820
km dan wilayah pesisir sekitar 440.010 Ha dengan garis pantai ±1.105 km.
Potensi perikanan yang besar membuat produk perikanan baik yang segar maupun
olahan mampu meningkatkan perekonomian provinsi Lampung.
Salah satu produk olahan ikan yang banyak digemari masyarakat adalah ikan asin.
Ikan asin merupakan salah satu produk olahan ikan dengan proses pembuatan
yang cukup sederhana yaitu hanya dengan perendaman atau pembubuhan garam
atau larutan garam lalu dikeringkan di bawah panas matahari hingga garam
meresap dan kering. Mutu dan keamanan ikan asin kering yang baik adalah yang
memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia Ikan Asin Kering (SNI 01-2721-
2009) yang meliputi kadar air, kadar garam, sifat sensori dan angka lempeng total.
Berkaitan dengan kajian mutu produk ikan asin di beberapa daerah, penggunaan
bahan kimia berformalin juga berpengaruh terhadap penurunan tingkat konsumsi
masyarakat terhadap produk pangan khususnya ikan asin kering. Ali, dkk. (2014)
2
melaporkan berdasarkan hasil survey di Provinsi Lampung, dari 27 sampel ikan
asin yang terdapat di 9 kabupaten di Lampung, diperoleh jenis sampel ikan asin
yang positif mengandung formalin yakni : jenis sampel ikan sebelah dari
Lampung Timur, ikan layur dan ikan petek dari Bandar Lampung, ikan dencis dan
nila dari Pesawaran, ikan kembung dari Lampung Utara dan ikan nila dari
Lampung Selatan. Ikan asin yang positif mengandung formalin sebanyak 25,92%
dari sampel yang sebelumnya dicurigai.
Penggunaan formalin dalam produk perikanan ditemukan baik pada ikan segar
ataupun ikan olahan. Diduga dalam pembuatan ikan asin baik nelayan, distributor
maupun pedagang menambahkan formalin untuk memperpanjang masa simpan
agar dapat lebih lama dari ikan asin yang hanya diawetkan dengan garam. Hal ini
didukung oleh penelitian yang telah dilakukan Girsang, dkk., (2014),
penyimpangan distribusi di Kota Bandar Lampung dengan cara penggunaan
formalin pada es balok oleh nelayan baik di kapal/perahu, distributor maupun
penjual eceran (retailer) dilakukan untuk mempertahankan kesegaran ikan selama
berada di tempat penyimpanan. Penggunaan formalin pada ikan segar dipicu oleh
kenaikan biaya produksi yang ditanggung oleh nelayan akibat makin jauhnya
lokasi penangkapan dan makin tingginya harga solar dan harga es. Dengan
penggunaan formalin, selain dapat mengurangi beban muatan, nelayan juga tidak
perlu repot membawa hasil tangkapan dalam jumlah banyak, sehingga
diperkirakan biaya produksi dapat ditekan hingga ±20% (Hikmayani dkk., 2007).
Sementara menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 (1988), formalin
merupakan salah satu bahan tambahan yang dilarang untuk makanan. Oleh karena
itu penelitian ini dilakukan untuk membuktikan ada atau tidaknya kandungan
3
formalin pada ikan asin kering dan membandingkan mutu ikan asin kering di
Pasar Bandar Lampung dengan syarat mutu yang telah ditetapkan Standar
Nasional Indonesia yang meliputi kadar air, kadar garam, sifat sensori dan angka
lempeng total.
1.2 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui mutu dan keamanan pangan
produk ikan asin kering (Teri dan Sepat) yang beredar di Pasar Kota Bandar
Lampung ditinjau dari kadar air, kadar garam dan sifat sensori ikan asin kering
(pengujian mutu), dan Angka Lempeng Total (ALT) serta pengujian formalin
pada ikan asin kering (pengujian keamanan pangan).
1.3 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang dilakukan adalah :
1. Agar masyarakat mendapatkan informasi yang benar tentang mutu dan
keamanan ikan asin kering yang beredar di pasar Kota Bandar Lampung.
2. Agar informasi yang didapat dalam penelitian ini dapat dijadikan dasar bagi
pihak terkait untuk melakukan pembinaan terhadap pelaku produksi maupun
distribusi ikan asin di Provinsi Lampung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ikan Asin
Ikan asin merupakan salah satu bahan makanan yang di proses dengan
menambahkan pengawet alami yaitu garam. Metode pengawetan daging ikan ini
dapat memperpanjang masa simpan ikan, yang biasanya dapat membusuk dalam
waktu singkat, kini dapat disimpan di suhu kamar untuk jangka waktu berbulan-
bulan, walaupun biasanya harus ditutup rapat (Margono, dkk., 1993). Ikan asin
diproduksi dari bahan ikan segar atau ikan setengah basah yang ditambahkan
garam 15-20%. Walaupun kadar air di dalam tubuh ikan masih tinggi 30-35%,
namun ikan asin dapat disimpan agak lama karena penambahan garam yang relatif
tinggi tersebut. Untuk mendapatkan ikan asin berkualitas bahan baku yang
digunakan harus bermutu baik, garam yang digunakan biasanya garam murni
berwarna putih bersih. Garam ini mengandung kadar Natrium Klorida (NaCl)
cukup tinggi, yaitu sekitar 95%. Komponen yang biasa tercampur dalam garam
murni adalah MgCl2 (Magnesium Klorida), CaCl2 (calsium Klorida), MgSO4
(Magnesium Sulfat), CaSO4 (Kalsium Sulfat), lumpur, dll. Jika garam yang
digunakan mengandung Mg (Magnesium) dan Ca (Kalsium), maka akan
menghambat proses penetrasi garam ke dalam daging ikan, akibatnya daging ikan
5
berwarna putih, keras, rapuh dan rasanya pahit. Jika garam yang digunakan
mengandung Fe (besi) dan Cu (tembaga) dapat mengakibatkan ikan asin berwarna
coklat kotor atau kuning (Djarijah, 1995).
Gambar 1. Ikan AsinSumber : Anatarnews.com, 2016.
2.2 Jenis Ikan Asin
Ikan asin merupakan olahan produk perikanan dengan cara pengawetan yang
biasanya menggunakan garam, lalu dikeringkan. Berdasarkan jenis ikan yang
diolah, ikan asin dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu ikan asin air tawar dan
ikan asin air laut. Ikan air tawar adalah ikan yang menghabiskan sebagian atau
seluruh hidupnya di air tawar, seperti sungai dan danau, dengan salinitas kurang
dari 0,05%. Dalam banyak hal, lingkungan air tawar berbeda dengan
lingkungan perairan laut, dan yang paling membedakan adalah tingkat
salinitasnya. Untuk bertahan di air tawar, ikan membutuhkan adaptasi
fisiologis yang bertujuan menjaga keseimbangan konsentrasi ion dalam tubuh.
Sebesar 41% dari seluruh spesies ikan diketahui berada di air tawar. Hal ini
6
karena spesiasi yang cepat menjadikan habitat terpencar menjadi mungkin untuk
ditinggali.
(a) (b)Gambar 2. (a) Ikan Asin Laut (Teri), (b) Ikan Asin Tawar (Sepat)Sumber : (a) Handayani, 2015 (b) Marfuah, 2012.
Ikan air tawar berbeda secara fisiologis dengan ikan laut dalam beberapa aspek.
Insang mereka harus mampu mendifusikan air sembari menjaga kadar garam
dalam cairan tubuh secara simultan. Adaptasi pada bagian sisik ikan juga
memainkan peran penting, ikan air tawar yang kehilangan banyak sisik akan
mendapatkan kelebihan air yang berdifusi ke dalam kulit, dan dapat menyebabkan
kematian pada ikan. Karakteristik lainnya terkait ikan air tawar adalah ginjalnya
yang berkembang dengan baik. Ginjal ikan air tawar berukuran besar karena
banyak air yang melewatinya (Borgstorm, dkk., 2000). Contoh beberapa jenis
ikan tawar yang diasinkan yaitu ikan gabus, ikan sepat, ikan jambal, ikan bulu
ayam dan ikan kapas-kapas (Rahmadianti, 2016).
Menurut Sukis dan Yani, (2008), ikan laut adalah spesies ikan yang hidup di
dalam air laut. Berbeda dengan ikan air tawar yang menghendaki lingkungan
hidup dengan kadar garam yang lebih rendah daripada kadar garam dalam cairan
7
tubuhnya. Ikan laut dapat menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang memiliki
kadar garam yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar garam dalam cairan
tubuhnya. Ikan laut mempunyai cairan tubuh berkadar garam lebih rendah
dibandingkan kadar garam di lingkungannya. Contoh beberapa jenis ikan air laut
yang diasinkan yaitu ikan teri, ikan petek, ikan laying, ikan cucut, dan ikan
tenggiri (Hardi, 2016). Ikan teri merupakan salah satu jenis ikan air laut yang
paling banyak dikonsumi oleh masyarakat dalam negeri maupun luar negeri.
Menurut berita yang dikutip dari Antaralampungnews.com (2016), Rudi Hartanto
selaku Kepala Bidang Pengelolaan Produksi Perikanan Dinas Kelauatan dan
Perikanan (DKP) Bandar Lampung mengatakan telah mengekspor ikan teri yang
diproduksi di Pulau Pasaran ke sejumlah negara, termasuk Eropa. Produksi ikan
teri berpusat di Pulau Pasaran dengan produksi per hari mencapai 100 ton. Bahkan
ke Jepang sudah diekspor 20 ton per hari. Ikan teri Pulau Pasaran bermutu baik
dengan kondisi utuh. Harganya juga termasuk murah, yakni berkisar Rp 45.000-
Rp 60.000 per kilogram.
2.2.1 Ikan Teri
Gambar 3. Ikan teriSumber : Gawaksa, 2014.
8
Ikan Teri digolongkan menjadi beberapa jenis Stolephorus heterobolus, S. devisii,
S. buccaneeri, S. indicus, dan S. commersonii (Burhanuddin, 2008). Ikan teri yang
termasuk dalam famili Engraulididae ini mempunyai banyak spesies. Ikan teri
yang termasuk dalam kelompok ikan pelagik kecil merupakan sumberdaya yang
poorly behaved karena makanan utamanya plankton sehingga kelimpahannya
sangat tergantung kepada faktor-faktor lingkungan. Apabila lingkungan tempat
tumbuh ikan baik maka produksi ikan teri melimpah begitu pula sebaliknya.
Mulut ikan teri lebar sampai melewati belakang mata, tubuhnya ramping,
mempunyai panjang sekitar 7-16 cm, seperti umumnya kelompok ikan pelagis
kecil. Ikan Teri berdasarkan ikan yang termasuk cartilaginous (bertulang rawan)
atau bony (bertulang keras), menurut (Burhanuddin, 2008) adalah sebagai berikut:
Filum : Chordata
Sub-Filum : Vertebrae
Class : Actinopterygii
Ordo : Clupeiformes
Famili : Engraulididae
Genus : Stolephorus
Species : Stolephorus spp.
Di Indonesia ikan teri yang biasanya dikonsumsi oleh masyarakat yaitu ikan teri
jengki, teri medan dan teri nasi. Ikan teri jengki memiliki ukuran yang lebih besar
dibandingkan ikan teri medan dan ikan teri nasi, sedangkan ikan teri nasi memiliki
ukuran yang lebih kecil dibandingkan ikan teri medan. Ikan teri yang biasanya
diolah menjadi ikan asin yaitu ikan teri jengki, sedangkan ikan teri medan dan
9
nasi biasanya diolah menjadi campuran atau bahan tambahan dalam pembuatan
makanan.
(a) (b) (c)
Gambar 4. (a) Teri Jengki, (b) Teri Medan, (c) Teri NasiSumber : (a) Hamidah, 2013 (b) Paramitha, 2016 (c) Astri, 2013.
Secara morfologi ikan teri jengki (S. indicus) memiliki badan yang bulat
memanjang ( fosiform) atau gepeng ke samping (compressed) dengan panjang
tubuh antara 6-9 cm, tetapi jenis-jenis yang berukuran besar dapat mencapai 17,5
cm, bentuk mulut tumpul, rahang bawah lebih pendek dari rahang atas, antara
sirip dada dan sirip perut terdapat scute yang disebut ventral scute, yaitu sisik keras
yang meruncing di bagian bawah perut. Warna punggung agak gelap dan
badannya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan, samping tubuhnya terdapat
selempang putih bewarna keperak-perakan memanjang dari kepala sampai ekor.
Sisiknya kecil dan tipis, mudah terlepas, tulang rahang atas memanjang mencapai
celah insang. Sirip dorsal tanpa duri pardosal, sebagian atau seluruhnya di
belakang anus, pendek dengan jari-jari lemah berjumlah 16-23 buah. Jari-jari
lemah teratas dari sirip pectoral tidak memanjang. Giginya terdapat pada rahang,
langit-langit, pelatin, ptrigoid dan lidah (Jasman, 2004).
10
2.2.2 Ikan Sepat
Gambar 5. Ikan SepatSumber : Anonim, 2015.
Ikan sepat digolongkan menjadi beberapa jenis, yaitu ikan sepat siam, ikan sepat
sawah dan ikan sepat mutiara. Ikan sepat yang paling banyak dikonsumsi yaitu
ikan sepat siam karena memiliki ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan
ikan sepat sawah dan memiliki rasa yang khas, sedangkan ikan sepat mutiara
biasanya dijadikan sebagai ikan hias untuk dipelihara. Klasifikasi ikan sepat
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Order : Perciformis
Family : Osphronemidae
Genus : Trichogaster
Spesies : T. pectoralis’
11
Ikan sepat siam (Trichogaster pectoralis) adalah sejenis ikan air tawar anggota
suku gurami (Osphronemidae). Ciri- cirinya pada sirip perut mempunyai jari- jari
seperti filamen yang panjangnya hampir sama dengan panjang badan, sirip ekor
berbentuk sabit sedikit cekung. Sepasang jari-jari terdepan pada sirip perut
berubah menjadi alat peraba yang menyerupai cambuk atau pecut, yang
memanjang hingga ke ekornya, dilengkapi oleh sepasang duri dan 2-3 jumbai
pendek. Sepat siam merupakan ikan konsumsi yang penting, terutama sebagai
sumber protein. Selain dijual dalam keadaan segar di pasar, sepat siam biasanya
diawetkan dalam bentuk ikan asin (Kottelat, dkk., 1993).
2.3 Cara Pengolahan Ikan Asin
Menurut Naruki dan Kanoni (1991), proses penggaraman ikan dapat dilakukan
dengan tiga cara yaitu penggaraman kering, penggaraman basah, dan
penggaraman campuran.
a. Penggaraman kering (dry salting)
Penggaraman kering dapat digunakan baik untuk ikan yang berukuran besar
maupun kecil. Penggaraman ini menggunakan garam berbentuk kristal. Ikan yang
akan diolah ditaburi garam lalu disusun secara berlapis – lapis. Setiap lapisan ikan
diselingi lapisan garam. Selanjutnya lapisan garam akan menyerap keluar cairan
di dalam tubuh ikan, sehingga kristal garam berubah menjadi larutan garam yang
dapat merendam seluruh lapisan ikan.
12
(a) (b)Gambar 6. Penggaraman Kering
Sumber : (a) Razi, 2015 (b) Anonim, 2015
b. Penggaraman basah (wet salting)
Menyiapkan larutan garam jenuh dengan konsentrasi larutan 30– 50%. Ikan yang
telah disiangi disusun di dalam wadah/bak kedap air, kemudian tambahkan larutan
garam secukupnya hingga seluruh ikan tenggelam dan beri pemberat agar tidak
terapung. Lama perendaman 1 – 2 hari, tergantung dari ukuran / tebal ikan dan
derajat keasinan yang diinginkan. Setelah penggaraman, dilakukan pembongkaran
terhadap ikan dan dicuci dengan air bersih. Kemudian ikan disusun di atas para-
para untuk proses pengeringan/penjemuran.
(a) (b)Gambar 7. Penggaraman Basah
Sumber : (a) Razi, 2015 (b) Hidayat, 2013.
13
c. Penggaraman campuran (kench salting)
Penggaraman ikan dengan cara ini hampir serupa dengan penggaraman kering.
Perbedaannya, metode ini tidak menggunakan bak kedap air. Ikan hanya
ditumpuk dengan menggunakan keranjang atau di atas lantai. Larutan garam yang
terbentuk dibiarkan mengalir dan terbuang. Cara tersebut tidak memerlukan bak,
tetapi memerlukan lebih banyak garam untuk mengimbangi larutan garam yang
mengalir dan terbuang. Proses penggaraman kench lebih lambat. Oleh karena itu,
pada udara yang panas seperti di Indonesia, penggaraman kench kurang cocok
karena pembusukan dapat terjadi selama penggaraman.
(a) (b)Gambar 8. Penggaraman Campuran
Sumber : (a) Razi, 2015 (b) Leroy, 2015.
Penggaraman kering mampu memberikan hasil yang terbaik, karena daging ikan
asin yang dihasilkan lebih padat. Pada penggaraman basah, banyak sisik-sisik ikan
yang terlepas dan menempel pada ikan sehingga menjadikan ikan tersebut kurang
menarik dan memiliki daging yang kurang padat. Proses penggaraman
berlangsung lebih cepat pada suhu yang lebih tinggi, tetapi proses-proses lain
termasuk pembusukan juga berjalan lebih cepat. Daya awet ikan yang digarami
14
beragam tergantung pada jumlah garam yang dipakai. Semakin banyak garam
yang dipakai semakin panjang daya awet ikan.
Dari berbagai proses penggaraman ikan yang dilakukan, terdapat kelamahan dan
kelebihan dari masing-masing proses tersebut. Penggaraman basah mempunyai
keuntungan yaitu ikan lebih cepat menjadi asin dengan hasil yang sama dengan
penggaraman kering. Hal ini disebabkan karena garam yang digunakan sudah
dalam bentuk larutan sehingga penetrasi garam ke dalam jaringan ikan tidak perlu
adanya proses hidrasi. Namun, terdapat juga kelemahan-kelemahan disebabkan
oleh karena berat jenis ikan lebih kecil dari berat jenis larutan garam, sehingga
seringkali terjadi pengapungan ikan-ikan yang digarami. Untuk mengatasinya,
biasanya diberi tekanan pada bagian atas dengan diberi tutup dan di atasnya diberi
pemberat. Di samping itu, mikroba lebih mudah tumbuh pada ikan yang digarami
dengan penggaraman basah (Sri, 1991).
2.4 Pemasaran Ikan Asin
Produksi perikanan tangkap dan budidaya khususnya di Provinsi Lampung (Tabel
1) memiliki potensi yang cukup besar sehingga dapat meningkatkan jumlah
pasokan ikan segar maupun meningkatkan nilai ekonomisnya menjadi produk
olahan salah satunya ikan asin. Pemasaran ikan asin di pasar Bandar Lampung
dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu pembeli
dengan sengaja mendatangi dan membeli ikan asin kepada penjual yang berada di
pasar, sedangkan tidak langsung yaitu produsen melakukan distribusi kepada para
15
agen atau supplier ikan asin di berbagai daerah atau penjual memasok ikan asin
dari luar daerah.
Tabel 1. Produksi Perikanan Tangkap dan Budidaya di Provinsi Lampung
No. Potensi Perikanan Produksi (ton)
1. Penangkapan- Laut- Perairan Umum
127.358,41120.766,586.591,83
2. Budidaya- Laut- Tambak- Tawar
88.844,303.953,3253.371
31.519,82Total Produksi 216.202,71
Sumber : Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu DaerahProvinsi Lampung (2011)
Menurut salah satu pedagang ikan asin di pasar Gudang Lelang Bandar Lampung,
beliau memasok ikan asin dari pulau Jawa karena menurutnya ikan asin yang di
produksi di Lampung mempunyai kualitas yang kurang dibandingkan dari Jawa,
misalnya dalam hal rasa, ikan asin yang dipasok dari Jawa memiliki rasa asin
yang pas, memiliki tekstur yang padat, dan lebih beragam dibandingkan ikan asin
yang dipasok dari Lampung. Sedangkan menurut pedagang yang lainnya, ikan
asin yang dipasok dari Lampung lebih segar dibandingkan ikan asin yang dipasok
dari Jawa karena dipengaruhi oleh faktor pengiriman yang relatif lama dan
pengangkutan yang dapat merusak bagian tubuh ikan asin sehingga
mengakibatkan ikan asin hancur. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan (2010),
Lampung merupakan salah satu sentra pengoalahan ikan asin yang cukup besar
yang tersebar di seluruh daerah di provinsi Lampung. Oleh karena itu, konsumen
dari luar daerah pun banyak yang memasok ikan asin dari Lampung.
16
Berikut merupakan sentra pengolahan ikan asin di Provinsi Lampung pada tahun
2010 :
Gambar 9. Kawasan sentra pengolahan ikan asin di provinsi Lampung
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung (2010)
2.5 Mutu dan Keamanan Pangan
2.5.1 Mutu
Mutu adalah kumpulan sifat atau ciri yang membedakan suatu produk dengan
produk yang lain. Mutu pangan bersifat multi dimensi dan mempunyai banyak
aspek. Aspek-aspek mutu pangan tersebut antara lain aspek gizi (kalori, protein,
lemak, mineral, vitamin, dan lain-lain); aspek selera (indrawi, enak, menarik,
segar); aspek bisnis (standar mutu, kriteria mutu); serta aspek kesehatan (jasmani
dan rohani) (PP No.28 tahun 2004).
17
Menurut Ditjen Bina Gizi (2011), mutu pangan adalah nilai yang ditentukan atas
dasar kriteria keamanan pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan
terhadap bahan makanan dan minuman. Pada prinsipnya mutu dan keamanan
pangan merupakan tanggung jawab antara pemerintah, industri makanan
(produsen) dan konsumen. Mutu dan keamanan pangan tidak hanya berpengaruh
langsung terhadap kesehatan manusia, tetapi juga mempengaruhi produktivitas
ekonomi dan perkembangan sosial, baik individu, masyarakat, maupun negara.
Mutu pangan sangat berkaitan dengan pangan segar maupun produk olahan. Ikan
asin merupakan salah satu produk olahan tradisional ikan segar yang diolah
hampir di seluruh wilayah Indonesia. Ikan asin sangat rentan terhadap terjadinya
penurunan mutu atau kualitas. Ikan asin biasanya diolah dengan proses
penggaraman lalu dikeringkan, dalam setiap proses pengolahan ikan asin
khususnya proses penggaraman perlu adanya acuan sebagai syarat mutu ikan asin
untuk menghasilkan kualitas yang baik.
Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan asin.
Ikan asin yang menggunakan garam murni akan berwarna putih kekuningan dan
lunak. Zat-zat yang tercampur dalam garam (terutama Mg, Ca, Sulfat, Lumpur,
dan lain lain) menimbulkan sifat-sifat yang kurang baik pada ikan asin. Adanya
1% Mg dan Ca membuat warna ikan menjadi putih keras, rapuh dan pahit rasanya
(Moeljanto, 1982). Pada umumnya garam yang dihasilkan banyak mengandung
kotoran berupa lumpur yang mengandung bahan organik dan garam jenis lain.
Batasan toleransi unsur-unsur/kotoran yang boleh terdapat dalam garam konsumsi
menurut Standar Nasional Indonesia sebagai berikut :
18
Tabel 2. Syarat Mutu Garam Konsumsi Beryodium (SNI 01-3556-2010)
No. Parameter Satuan Persyaratan1 Kadar Air (H2O) (b/b) % Maksimum 72 Natrium Clorida (NaCl) (b/b) adbk % Minimum 94,703 Bagian yang tidak larut dalam air
(b/b) adbk% Maksimal 0,5
4 Yodium dihitung sebagai kalsiumyodat (KYO3)
µg/kg Minimal 30
5 Cemaran logam :- Kadmium (Cd)- Timbal (Pb)- Raksa (Hg)
mg/kgmg/kgmg/kg
Maksimal 0,50Maksimal 10,0Maksimal 0,10
6 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maksimal 0,10Sumber : SNI (2010).Keterangan :(b/b) adalah bobot/bobotAdbk adalah atas dasar bahan kering
Ikan asin merupakan salah satu produk olahan yang telah memiliki standar mutu
dan telah diberlakukan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2721-2009
sebagai acuan untuk mengetahui syarat atau ketentuan yang telah memenuhi
standar mutu dan kemanan pangan produk ikan asin kering yang akan dianalisis
yaitu sebagai berikut :
Tabel 3. Syarat Mutu Ikan Asin Kering (SNI 01-2721-2009)
Jenis Uji Satuan Persyaratan
a. OrganoleptikNilai Minimal Angka (1-9) Minimal 7
b. Cemaran Mikroba :ALTEscherichia coliSalmonella *Vibrio cholera *Staphylococcus aureus *
Koloni/gAPM/gPer 25/gPer 25/gKoloni/g
Maksimal 1,0 x 105
Maksimal < 3NegatifNegatifMaksimal 1,0 x 103
c. Kimia * :AirGaramAbu tak larut dalam asam
% fraksi massa% fraksi massa% fraksi massa
Maksimal 40Maksimal 20Maksimal 0,3
Catatan *) Bila diperlukanSumber : SNI (2009).
19
2.5.2 Keamanan
Menurut Ditjen Bina Gizi (2011), keamanan pangan merupakan kondisi dan
upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran
biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia. Selain berbagai cemaran tersebut, pangan
juga menjadi tidak aman karena kondisi bahan baku, bahan tambahan, dan
peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan pangan. Sementara itu,
lingkungan dan penjamah yang terlibat dalam proses pengelolaan pangan juga
dapat turut berperan serta dalam menentukan kondisi keamanan pangan tersebut.
Menurut UU Pangan No. 7 tahun 1996, pangan yang aman adalah pangan yang
tidak mengandung bahaya biologi atau mikrobiologi, bahaya kimia, dan bahaya
fisik. Bahaya biologis atau mikrobiologi terdiri dari parasit (protozoa dan cacing),
virus, dan bakteri patogen yang dapat menyebabkan infeksi dan keracunan pada
manusia. Bahaya kimia pada umumnya disebabkan oleh adanya bahan kimia yang
dapat menimbulkan terjadinya intoksikasi.Bahan kimia penyebab keracunan
diantaranya logam berat (timbal/Pb dan raksa/Hg). Terbentuknya toksin akibat
pertumbuhan dan perkembangan jamur atau kapang penghasil toksin juga
termasuk dalam bahaya kimia. Bahaya fisik terdiri dari potongan kayu, batu,
logam, rambut, dan kuku yang kemungkinan berasal dari bahan baku yang
tercemar, peralatan yang telah aus, atau juga dari para pekerja pengolah makanan.
Meskipun bahaya fisik tidak selalu menyebabkan terjadinya penyakit atau
gangguan kesehatan, tetapi bahaya ini dapat sebagai pembawa atau carier bakteri-
20
bakteri patogen dan tentunya dapat mengganggu nilai estetika makanan yang akan
dikonsumsi.
Terdapat empat masalah utama keamanan pangan di Indonesia yaitu produk
pangan yang tidak memenuhi persyaratan kesehatan masih banyak ditemukan di
peredaran, kasus penyakit dan keracunan melalui makanan yang sebagian besar
belum dilaporkan dan belum diidentifikasi penyebabnya, sarana produksi dan
distribusi pangan yang tidak memenuhi persyaratan masih banyak ditemukan,
terutama pada industri kecil atau industri rumah tangga, dan penjual makanan
jajanan, serta tingkat pengetahuan dan kepedulian konsumen tentang keamanan
pangan masih rendah (Fardiaz, 2000). Dalam pemenuhan zat gizi tubuh manusia
harus mengkonsumsi makanan yang aman baik secara fisik, kimia, maupun bebas
cemaran biologi. Dari semua jenis keracunan makanan ternyata lebih dari 90 %
disebabkan oleh kontaminasi mikroba, baik yang berasal dari tanah, air, udara,
peralatan dan badan manusia. Sedangkan sekitar 10 % disebabkan oleh bahan
kimia, baik yang berasal dari alam maupun dalam bentuk kontaminasi lingkungan
(Winarno, 1997).
a. Penyebab fisik
Penyebab fisik dapat berupa kotoran-kotoran atau benda asing yang biasanya
terdapat pada lambung ikan yang tidak dibersihkan sebelum proses pengeringan.
Badan Standardisasi Nasional (2005), ada beberapa benda asing yang tidak
diharapkan terdapat pada suatu produk yang disebabkan oleh kontaminasi
binatang seperti potongan serangga, bulu burung, rambut manusia dan binatang
pengerat serta beberapa bahan lain yang disebabkan kondisi yang tidak memenuhi
21
persyaratan sanitasi (insanitary). Ikan asin kering akan berubah menjadi coklat
dan orange.
Menurut Nurrochyani (1994), secara fisik pembusukan ikan akan menyebabkan
daging ikan menjadi hancur, kehilangan tekstur dan berair. Hancurnya daging
disebabkan karena komponen penyusun jaringan dan benang-benang dagingnya
telah rusak, putus sehingga tidak ada kekuatan lagi untuk menopang struktur
penyusun daging terutama protein, dapat menyebabkan terlepasnya ikatan-ikatan
airnya sehingga daging akan kehilangan daya mengikat air, maka air akan keluar
dari sel-sel berupa tetes-tetes sehingga menyebabkan daging ikan menjadi berair.
b. Penyebab mikrobiologi
Menurut Afrianto dan Liviawaty (1994), kerusakan yang sering terjadi pada ikan
asin adalah kerusakan mikrobiologis. Bakteri halofilik merupakan jenis
mikroorganisme yang habitatnya berada pada kadar garam tinggi. Menurut Falb,
dkk., (2008), jenis bakteri halofilik Archea berupa Halobacterium salinarum,
Haloarcula marismortui, Haloquadratum walsbyi dan haloalkaliphile
Natronomonas pharaonis mempunyai kebutuhan nutrisi yang berbeda dan tingkat
mendegradasi senyawa-senyawa organik yang berbeda seperti gliserol, pentosa
dan folat. Bakteri halofilik dapat diklasifikasikan berdasarkan kadar garam yang
dibutuhkan diantaranya jenis halofil rendah yang tumbuh optimal pada 2-5%
NaCl, jenis halofil sedang yang tumbuh optimal pada 5-20 NaCl dan untuk jenis
halofil yang ekstrim (kadar garam tinggi) tumbuh optimal pada kadar garam
sekitar 20-30% NaCl (Dassarma, 2001).
22
Jenis kerusakan pada ikan asin karena adanya aktivitas bakteri (Klaveren dan
Legendre, 1965), antara lain :
1. Sliming, yaitu pembusukan yang disebabkan oleh bakteri pembusuk slime,
yang tumbuh baik pada konsentrasi garam 6-8%. Pembusukan ini ditandai
dengan terbentuknya lapisan mengkilap seperti minyak yang berwarna
kekuning-kuningan atau kecokelatan, lengket dan berbau asam.
2. Pink spoilage, yaitu pembusukan yang disebabkan oleh bakteri pembentuk
pigmen merah yang dapat tumbuh dengan konsentrasi garam kurang dari 13%.
Bakteri ini tumbuh pada kristal garam yang lembab. Dua jenis bakteri
pembentuk pigmen merah adalah Sarcina littoralis dan Pseudomonas
salinaria. Kedua bakteri ini bersifat proteolitik dan menimbulkan bau busuk.
2. Saponifikasi, disebabkan oleh aktivitas bakteri anaerob yang menghasilkan
lendir yang ditandai oleh terbentuknya lendir berwarna kuning keabuan dan
berbau busuk. Kerusakan tersebut sangat membahayakan kesehatan manusia,
karena tidak hanya terjadi pada bagian permukaan ikan tetapi juga menyerang
bagian dalam daging ikan. Bakteri yang menimbulkan saponifikasi adalah
Myxobacteria.
3. Tanning, disebabkan oleh aktivitas bakteri tertentu yang menyebabkan bercak
merah pada punggung ikan dan menyebabkan bau yang sangat busuk.
Kerusakan ini terjadi akibat penetrasi garam ke dalam daging ikan yang
berlangsung lambat atau penyebaran garam di dalam daging yang kurang
merata.
4. Kerusakan oleh kapang dan jamur. Ikan yang diasinkan dan dikeringkan sangat
sering terjadi kerusakan karena adanya pertumbuhan kapang, hal ini menjadi
23
salah satu indikator penurunan mutu dari produk ikan asin kering. Penyebab
kerusakan mutu produk perikanan olahan tradisional adalah adanya aktivitas
jamur (kapang dan khamir). Jenis jamur yang biasa menyerang ikan asin
diantaranya Aspergillus paraticus (19,2 %), Aspergillus niger (38,5 %),
Penicillium frequentans (1 1,5 %), Aspergillus clavatus (7,7 %), Penicillium
citrinum (3,8 %), serta jenis lainnya (Pratiwi dan Rusyanto, 1997 dalam
Muttaqin, 2010). Salah satu contoh kerusakan ikan asin adalah dun spoilage,
yaitu pembusukkan yang ditandai dengan adanya bintik abu dan membentuk
pigmen berwarna keabu-abuan, serta hanya hidup di permukaan daging ikan.
Dun, disebabkan oleh jamur Sporendonema epizoum yang tumbuh optimal
pada kondisi garam 10-15%.
Umumnya masing-masing jenis kapang memerlukan kisaran aktivitas air
tertentu untuk mendominasi pertumbuhannya. Berdasarkan nilai aw, maka
kapang yang menginfestasi bahan simpanan dapat digolongkan menjadi 3
golongan (Syarief dan Halida, 1993), antara lain :
- Kapang hidrofilik, yaitu kapang yang hanya atau germinasi sporanya
membutuhkan aw yang tinggi (aw >0,9).
- Kapang mesofilik, yaitu bila germinasi spora terjadi pada aw 0,8-0,9.
- Kapang serofilik, yaitu kapang yang germinasi sporanya dapat
berkembang pada aw yang lebih rendah dari 0,8.
24
b. Penyebab Kimia
Kerusakan kimiawi pada ikan asin sering terjadi karena proses perombakan
lemak oleh enzim yaitu proses pencoklatan, baik secara enzimatis maupun
nonenzimatis, selain itu ketengikan yang terjadi secara oksidatif maupun hidrolisis
akan menyebabkan penurunan mutu organoleptik dan kandungan gizinya.
Menurut Mutaqqin (2008) kerusakan kimiawi pada ikan asin antara lain
timbulnya warna merah kecoklatan pada permukaan daging. Penyimpangan ini
mengakibatkan rasa yang tidak enak dan timbulnya bau tengik, penyebabnya
adalah oksidasi lemak ikan yang mengandung asam-asam lemak yang berantai
panjang dengan banyak ikatan rangkap, sehingga menurunkan mutu produk ikan
asin kering.
Selain itu, penyebab kimia lainnya adalah logam berat, pestisida, antibiotik dan
bahan tambahan pangan yang dilarang seperti boraks dan formalin. Pada produksi
pengolahan ikan tradisional kandungan zat-zat itu berasal dari perairan tempat
hidup ikan berasal, sebagian bersumber dari sanitasi yang kurang sempurna dan
proses pengolahan yang menggunakan bahan-bahan kimia di dalamnya
(Murniyati, dkk., 1992).
Formalin merupakan salah satu pengawet non pangan yang sekarang banyak
digunakan untuk mengawetkan makanan. Formalin adalah nama dagang dari
campuran formaldehid, metanol dan air dengan rumus kimia CH2O. Formalin
yang beredar di pasaran mempunyai kadar formaldehid yang bervariasi, antara
20% – 40% (Sitiopan, 2012).
25
Di Indonesia, beberapa undang-undang yang melarang penggunaan formalin
sebagai pengawet makanan adalah Peraturan Menteri Kesehatan No 722/1988,
Peraturan Menteri Kesehatan No. 1168/Menkes/PER/X/1999, dan UU No 7/1996
tentang Pangan. Hal ini disebabkan oleh bahaya residu yang ditinggalkannya
bersifat karsinogenik bagi tubuh manusia (Sitiopan, 2012). Meskipun sebagian
orang sudah mengetahui terutama produsen bahwa zat ini berbahaya jika
digunakan sebagai pengawet, namun penggunaannya bukannya menurun namun
malah semakin meningkat. Penggunaan formalin oleh produsen didorong oleh
alasan harganya yang relatif murah dibanding pengawet yang tidak dilarang
(Hastuti, 2010). Menurut Widyaningsih (2006) tanda-tanda produk pangan yang
mengandung formalin pada produk ikan asin yaitu daging kenyal, utuh, lebih
putih dan bersih dibandingkan ikan asin tanpa formalin yang berwarna agak coklat
serta lebih tahan lama.
2.6 Teknik Sampilng
Menurut Sugiyono (2012), teknik pengambilan sampel atau teknik sampling
adalah suatu cara pengambilan sampel yang representatif dari populasi. Untuk
menentukan sampel dalam penelitian, terdapat berbagai teknik sampling yang
digunakan. Teknik sampling pada dasarnya dikelompokkan menjadi dua yaitu
Probability sampling dan Nonprobability Sampling.
26
Gambar 10. Macam-macam Teknik SamplingSumber : Sugiyono, 2012.
1. Probability Sampling
Probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang memberikan
peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi
anggota sampel.
Jenis-jenis Probability sampling:
a) Simple Random Sampling
Simple random sampling ialah cara pengambilan sampel dari anggota populasi
secara acak tanpa memperhatikan strata (tingkatan) yang ada dalam anggota
populasi tersebut. Hal ini dilakukan apabila anggota populasi dianggap
homogen (sejenis). Pengambilan sampel acak sederhana dapat dilakukan
dengan cara undian, memilih bilangan dari daftar bilangan secara acak, dan
sebagainya.
Probability Sampling Non Probability Sampling
1. Simple random sampling2. Proportionate stratified
random sampling3. Disporpotionate
stratified randomsampling
4. Area (cluster) sampling(sampling menurutdaerah)
1. Sampling sistematis2. Sampling kuota3. Sampling Insidental4. Purposive Sampling5. Sampling jenuh6. Snowball sampling
TeknikSampling
27
b) Proportionate Stratified Random Sampling
Proportionate Stratified Random Sampling adalah pengambilan sampel dari
anggota populasi secara acak dan berstrata secara proporsional. Dilakukan ini
apabila ada anggota populasi yang tidak sejenis (heterogen).
c) Disproportionate stratified random sampling
Disproportionate stratified random sampling adalah pengambilan sampel dari
anggota populasi secara acak dan berstrata tetapi ada sebagian data yang
kurang proporsional pembagiannya. Dilakukan ini apabila anggota populasi
heterogen.
d) Area sampling
Area sampling adalah teknik sampling yang dilakukan dengan cara mengambil
wakil dari setiap wilayah atau daerah geografis yang ada.
2. Non Propability Sampling
Non Propability Sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi
peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih
menjadi sampel.
Jenis-jenis Non Probability Sampling
a) Sampling Sistematis
Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan
dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut.
28
b) Sampling Kuota
Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang
mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota) yang diinginkan.
c) Sampling insidental
Sampling incidental adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan,
yaitu siapa saja yang secara kebetulan/incidental bertemu dengan peneliti
dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui
itu cocok sebagai sumber data.
d) Purposive Sampling
Purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Misalnya akan melakukan penelitian tentang kualitas makanan, maka
sampel sumber datanya adalah orang yang ahli makanan. Sampel ini lebih
cocok digunakan untuk penelitian kualitatif, atau penelitian-penelitian yang
tidak melakukan generalisasi.
e) Sampling Jenuh
Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi
digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah populasi
relative kecil, kurang dari 30 orang, atau penelitian yang ingin membuat
generalisasi dengan kesalahan yang sangat kecil.
f) Snowball Sampling
Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mula-mula
jumlahnya kecil, kemudian membesar. Ibarat bola salju yang menggelinding
yang lama-lama menjadi besar.
III. METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan sampel dilakukan di Pasar Bandar Lampung, dan analisis sampel
dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian dan Laboratorium
Mikrobiologi Hail pertanian, Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung. Pada Bulan Februari sampai dengan Maret 2017.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah sampel ikan asin kering
(Teri dan Sepat) yang didapatkan dari pasar-pasar besar di Bandar Lampung.
Bahan lainnya yang digunakan adalah, tes kit formalin merk Chemkit, aquades,
kalium kromat (K2CrO4) 5%, dan AgNO3 0,1 N, garam fisiologis NaCl 0,85%,
dan media Plate Count Agar (PCA). Sedangkan alat yang digunakan pada
penelitian ini adalah beaker glass, pipet tetes, buret, pengaduk, tabung reaksi, rak
tabung reaksi, Erlenmeyer, bunsen, mortar, cawan petri, autoklaf, inkubator,
colony counter, blender, timbangan, desikator, cawan porselen, refrigerator dan
oven.
30
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : (1) Penentuan lokasi sampling
pasar dilakukan secara purposive sampling, (2) Pengambilan sampel dan
wawancara dengan pedagang ikan asin di Pasar Bandar Lampung, (3)Pemeriksaan
mutu dan keamanan sampel ikan asin kering yang meliputi kadar garam, kadar air
sifat sensori, angka lempeng total dan kadar formalin. Data yang diperoleh
dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel atau gambar.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penentuan Lokasi Sampling
Penentuan lokasi sampling dilakukan berdasarkan jumlah pasar di Bandar
Lampung. Pasar yang dipilih yaitu berdasarkan jumlah pedagang ikan asin kering
terbanyak dan merupakan pasar besar di Bandar Lampung. Ikan asin kering yang
dijadikan sampel ditentukan berdasarkan jenis ikan asin kering air tawar dan ikan
asin kering air laut yang paling banyak dibeli oleh konsumen. Berikut gambaran
umum pasar yang teradapat di Bandar Lampung dapat dilihat pada Tabel 4.
31
Tabel 4. Gambaran Umum Pasar Tradisional Bandar Lampung
No Nama Pasar
Pedagang IkanAsin Kering
AlamatIkanLaut
IkanTawar
1 Baru Panjang 11 11 Jl. Yos Sudarso, Kec. Panjang2 Panjang 2 2 Jl. Yos Sudarso, Kec. Panjang3 Cimeng 6 6 Jl. K. H. Hasyim Asyhari, Kel.
Talang, Kec. Teluk Betung Selatan4 Gudang Lelang 7 6 Jl. Ikan Bawal, Kel. Kangkung,
Kec. Teluk Betung Selatan5 Kangkung 6 6 Jl. Ikan Pari, Kel. Kangkung, Kec.
Teluk Betung Selatan6 KOGA (Kodim
Gatam)5 5
Jl. Teuku Umar, Kec. Kedaton7 Beringin Raya 1 1 Jl. Teuku Cik Ditiro, Kel. Beringin
Raya, Kec. Kemiling8 Bambu Kuning 3 3 Jl. Imam Bonjol, Kel. Kelapa
Tiga, Kec. Tanjung Karang Pusat9 TUGU 9 9 Jl. Hayam Wuruk, Kel. Kampung
Sawah, Kec. Tanjung KarangTimur
10 Way Halim 8 8 Jl. Raja Basa Raya, Kel. WayHalim, Kec. Kedaton
11 Gintung 16 16 Jl. Pisang, Kel. Pasir Gintung,Kec. Tanjung Karang Pusat
12 Smep 1 1 Jl. Imam Bojol, Kel. SukajawaBaru, Kec. Tanjung Karang Barat
13 Pasar bawah 2 2 Jl. Raden Intan, Pasar Bawah, Kec.Tanjung Karang Pusat
14 Tamin 4 4 Jl. Tamin, Kel. Kelapa Tiga, Kec.Tanjung Karang Barat
Sumber : Hasil survey pasar di Pasar Bandar Lampung (2016)
Mengacu pada ISO 8243:1991 tentang rancangan sampling pasar, ditentukan 10
tempat atau pasar di Kota Bandar Lampung yang dipilih secara purposive, untuk
mewakili peredaran ikan asin kering di pasar Kota Bandar Lampung dapat dilihat
pada Gambar 11.
32
Gambar 11. Rancangan sampling pasar (Adaptasi dari ISO 8243:1991)
Sumber : Nawansih, 2012.
Sepuluh pasar yang menjadi tempat pengambilan sampel ikan asin kering yaitu
pasar : (1) Baru Panjang, (2) Cimeng, (3) Gudang Lelang, (4) Kangkung, (5)
KOGA, (6) Bambu Kuning, (7) Tugu, (8) Way Halim, (9) Gintung, (10) Tamin.
Sampling ikan asin kering dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu
berdasarkan pasar yang cukup terkenal di Bandar Lampung dan selalu ramai
pembeli serta termasuk dalam pasar yang cukup besar.
3.4.2 Pengambilan Sampel Ikan Asin di Pasar Kota Bandar Lampung
Pengambilan sampel ikan asin kering dilakukan di 10 pasar di Bandar Lampung,
dengan menghitung jumlah pedagang ikan asin kering yang ada di setiap pasar,
karena setiap pasar akan berbeda jumlah pedagang yang menjual ikan asin kering.
Setelah diketahui jumlah pedagang ikan asin kering di setiap pasar, kemudian
dihitung dengan rumus (√ ), dengan N adalah jumlah pedagang ikan asin kering.
Rumus ini digunakan untuk mengetahui jumlah titik pedagang yang mewakili dari
33
keseluruhan pedagang ikan asin kering yang ada di pasar. Selain itu, untuk
mengukur seberapa baik rata-rata yang mewakili populasi, karena populasi
tersebut merupakan jumlah pedagang yang akan mewakili jumlah pedagang ikan
asin kering di Pasar Bandar Lampung (Sugiyono, 2012). Kemudian dilakukan
penyebaran questioner kepada pedagang ikan asin kering secara acak, sekaligus
mengambil sampel ikan asin kering sebanyak satu ons setiap titik pedangang.
Sampel ikan asin yang didapatkan dari pedagang kemudian dimasukkan kedalam
plastik untuk mencegah terjadinya kontaminasi dan dibawa menuju laboratorium
untuk selanjutnya di analisis. Analisis dilakukan di hari yang sama dengan
pengambilan sampel tersebut, hal ini untuk menghindari adanya perubahan
kondisi fisik, kimia maupun biologi sampel ikan asin yang akan dianalisis dan
untuk menghindari adanya perbedaan hasil analisis yang akan diperoleh dari
setiap sampel. Jumlah sampel yang terkumpul yaitu 46 sampel ikan asin kering
yang meliputi 23 sampel ikan asin kering jenis air laut (Teri) dan 23 sampel ikan
asin kering jenis air tawar (Sepat).
3.4.3 Pemeriksaan Mutu dan Keamanan Produk Ikan Asin Kering
Sampel ikan asin kering diambil dari beberapa titik atau tempat yang telah
ditentukan kemudian dilakukan analisis kadar air, kadar garam, sifat sensori,
angka lempeng total dan kandungan formalin.
34
a. Uji Organoleptik
Uji organoleptik pada produk ikan asin kering sesuai Kartika, dkk., 1988; SNI 01-
2721-2009, meliputi pengamatan kenampakan, bau, rasa, tekstur, dan jamur.
Pengujian organoleptik yang digunakan pada penelitian ini menggunakan panelis
semi terlatih berjumlah 15 orang. Sampel diberi kode 3 angka acak dan disajikan
kepada panelis. Panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap parameter
produk ikan asin dengan memberikan skor sesuai dengan kesan masing-masing.
Lembar penilaian organoleptik produk ikan asin kering disajikan pada Lampiran
3.
b. Kadar Garam
Analisis kadar garam ini menggunakan metode Kohman. Sampel produk ikan asin
kering yang telah dihaluskan sebanyak 5 gram diekstraksi dengan aquades panas
sebanyak 10-20 mL sampai semua garam (NaCl) larut, dan terpisah dengan
lemak. Ekstraksi diulangi beberapa kali (8-10 kali). Hasil ekstraksi kemudian
disaring dan ditampung dalam Erlenmeyer. Larutan hasil ekstraksi ditambahkan 3
mL kalium kromat (K2CrO4) 5% dan dititrasi dengan AgNO3 0,1 N sampai warna
merah bata (Sudarmadji, dkk., 1997).
Perhitungan kadar garam menggunakan rumus :
Keterangan :N AgNO3 : Normalitas larutan AgNO3 (0,1)
% = × × 58,46ℎ × 1000 × 100%
35
c. Kadar Air
Pengujian kadar air dilakukan dengan metode gravimetric (AOAC, 1995). Cawan
porselen dikeringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam
desikator dan ditimbang. Sebanyak 5 g sampel ditimbang lalu dimasukkan ke
dalam cawan porselen dan dikeringkan di dalam oven pada suhu 105-110oC
selama 3-5 jam (tergantung bahan yang digunakan). Setelah itu didinginkan dalam
desikator selama 15 menit kemudian dihitung. Setelah diperoleh hasil
penimbangan pertama, lalu cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan
kembali selama 30 menit setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit
kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan. Jika
penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,002 g dari
penimbangan pertama maka dianggap konstan. Perhitungan kadar air dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Keterangan :W = berat cawan (g)W1 = berat cawan dan sampel setelah dioven (g)W2 = berat sampel awal (g)
d. Pengujian Total Mikroba
Pengujian total mikroba atau angka lempeng total (ALT) menurut Fardiaz, 1992;
SNI 2332.3:2015, dilakukan berdasarkan metode hitungan cawan menggunakan
media Plate Count Agar (PCA). Alat-alat yang digunakan dalam analisis ALT
disterilkan terlebih dahulu dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit
Kadar air = (W +W2) −W1W2 × 100%
36
dengan tekanan 1 atm. Sebanyak 1 gram sampel ikan asin kering diblender dan
ditambahkan dengan 9 mL larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) yang telah
disterilisasi. Pengenceran ini dihitung sebagai pengenceran 10-1. Pengeceran
selanjutnya dilakukan dengan melarutkan 1 mL larutan hasil pengenceran 10-1
dengan 9 mL larutan garam fisiologis dan dihitung sebagai pengenceran 10-2, dan
seterusnya sampai didapat pengenceran 10-5.
Setiap sampel pengenceran dipipet sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam
cawan petri steril. Pengujian dilakukan secara duplo untuk setiap pengeceran.
Media PCA ditambahkan 12-15 mL ke dalam masing-masing cawan petri yang
telah berisi sampel. Supaya larutan pengencer dan media PCA homogen,
dilakukan pemutaran menyerupai angka 8 dengan tujuan supaya media
tumbuhnya bakteri merata.
Kemudian cawan petri tersebut diinkubasi dalam posisi terbalik di dalam
inkubator pada suhu 35o ± 1oC selama 48 jam ± 2 jam. Setelah inkubasi, koloni
yang tumbuh pada cawan petri tersebut dihitung menggunakan colony counter.
Jumlah koloni dalam cawan petri dinyatakan dalam koloni/mL dan dihitung
menggunakan rumus :
Rumus perhitungan ALT untuk cawan yang mengandung < 30 koloni :
Keterangan :N : Jumlah koloni produk (koloni/mL atau koloni/g)d : Pengenceran yang dihitung∑ : Jumlah koloni dalam satu pengenceran
N = × 1d
37
e. Uji Formalin Secara Kualitatif (Tes Kit) dan Kuantitatif (GasChromatography)
Sampel ikan asin kering ditimbang sebanyak 1 gram, kemudian dicincang
(blender), ditambahkan aquades sebanyak 9 mL dan dihomogenkan. Setelah itu
diambil sampel (extract) sebanyak 1 mL dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi
yang selanjutnya ditambahkan larutan tes kit I sebanyak tiga tetes dan
ditambahkan larutan tes kit II lalu dihomogenkan. Menurut petunjuk pemakaian
tes kit, pengamatan dilakukan dengan melihat perubahan warna pada ekstrak
sampel. Produk ikan asin yang mengandung formalin akan berubah warnanya dari
bening menjadi merah muda hingga ungu. Uji kuantitatif dilakukan dengan
menggunakan GC (Gas Chromatography) dengan instrumen analisa GC 2010
plus DB-1 dengan konsentrasi larutan standar 0,125; 0,25; 0,50; 1: 2, dengan suhu
oven 100oC, injektor 280oC, dan detektor 300oC. Sampel diinjeksi sebanya 3 kali
ulangan untuk mendapatkan data yang akurat, lalu hasilnya di rata-ratakan dan
didapatkan nilai akhir yang dihitung dengan satuan ppm (Part per Million).
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Berkaitan dengan mutu dilihat bahwa kadar air semua sampel ikan asin teri
maupun ikan asin sepat tidak memenuhi syarat SNI 01-2721-2009, lalu
dilihat dari sifat sensori sebesar 78% ikan asin teri dan 100% ikan asin sepat
yang memenuhi syarat SNI 01-2721-2009, dan dilihat dari kadar garam
sebesar 91% ikan asin teri dan 83% ikan asin sepat memenuhi syarat SNI 01-
2721-2009.
2. Berkaitan dengan keamanan yang meliputi ALT, dapat dilihat bahwa ikan
asin teri maupun ikan asin sepat tidak memenuhi syarat SNI 01-2721-2009,
lalu dilihat dari kandungan formalin sebesar 52% sampel ikan asin teri dan
22% sampel ikan asin sepat yang terindentifikasi positif mengandung
formalin, serta kadar formalin yang terindentifikasi pada sampel ikan teri Ci I
yaitu 18 ppm, sampel Bp I 20 ppm, dan sampel Wh I yaitu 20,7 ppm.
61
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan
pada penelitian ini antara lain :
1. Perlu dilakukan pengawasan lebih rutin terhadap para produsen dan pedagang
ikan asin oleh intansi teknis terkait seperti Badan Pengawasan Obat dan
Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung.
2. Perlu dilakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mutu
dan keamanan pangan khususnya terhadap produk ikan asin yang dijual di
pasaran. Masyarakat perlu lebih teliti dan cermat dalam memilih bahan
pangan yang aman untuk dikonsumsi dan terhindar dari bahan kimia
berbahaya.
3. Perlu dilakukan pembinaan kepada produsen ikan asin atau nelayan tentang
bahaya penggunaan formalin atau bahan kimia lainnya dan menggantinya
dengan pengawet alami. Perlu adanya tindakan tegas berupa sanksi bagi
produsen yang menggunakan bahan kimia berbahaya sebagai pengawet.
4. Perlu dilakukan pembinaan kepada pedagang ikan asin tentang perlakuan
pasca pengolahan ikan asin meliputi cara penyimpanan, distribusi serta
sanitasi lingkungan pemasaran.
5. Perlu diadakan penelitian lanjutan mengenai penggunaan formalin pada jenis
ikan asin yang berbeda serta untuk mengetahui kapan dan dimana persisnya
terjadi penambahan formalin sepanjang rantai produksi sampai dengan
distribusi.
DAFTAR PUSTAKA
Adawyah, R. 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Penerbit Bumi Aksara.Jakarta.
Afrianto, E. dan E. Liviawaty. 1994. Pengawetan dan Pengolahan Ikan. PenerbitKanisius. Yogyakarta.
Ali, M., Suparmono, Siti, H. 2014. Evaluasi Kandungan Formalin pada Ikan Asindi Lampung. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. UniversitasLampung. Lampung.
Anonim. 2015. Makalah Pengawetan Ikan. http://shareandcare123.blogspot.com.Diunduh : 24 Mei 2017.
Antoni, Syahrial. 2010. Analisa Kandungan Formalin pada Ikan Asindengan Metoda Spektrofotometri di Kecamatan Tampan Pekanbaru.(Skripsi). Universitas Islam Negeri Sutan Syarif Kasim Riau. Riau.
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis. Arlington, Inc. New York.
Antaralampungnews. 2016. Produksi Ikan Asin di Bandar Lampung.http://lampung.antaranews.com. Diunduh : 10 Desember 2016.
Antaralampungnews. 2016. Lampung Ekspor Teri ke Eropa.http://lampung.antaranews.com. Diunduh : 26 Desember 2016.
Astri, Maya H. 2013. Ikan Teri Nasi Medan.http://www.grosirikanterimedan.com.Diunduh : 24 Mei 2017.
Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Mengenal Bahan Pengawet dalamProduk Pangan. Info POM. Volume : IV Edisi 12: Desember 2003.http://www. scribd.com. Diunduh : 26 Oktober 2016.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2009. Ikan Asin Kering. SNI 01-2721-2009.Jakarta.
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2010. Garam Konsumsi Beryodium. SNI 01-3556-2010. Jakarta.
63
Badan Standarisasi Nasional (BSN). 2015. Cara Uji Mikrobiologi. SNI 03-2332-2015. Jakarta.
Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Lampung.2011. Peluang Investasi Provinsi Lampung. BPMPPT Daerah ProvinsiLampung. Lampung.
Borgstrom, Reidar & Hansen, Lars Petter (red). 2000. Fisk i ferskvann - etsamspill mellom bestander, miljo og forvaltning. Landbruksforlaget. ISBN82-529-1986-3.
Buckle, K.A.1987. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press.Jakarta.
Burhanuddin. 2008. Ikhtiologi Ikan dan Aspek Kehidupannya. Yayasan CitraEmulsi. Makassar.
Cahyadi, Wisnu. 2009. Analisa aspek kesehatan bahan tambahan pangan. BumiAksara. Jakarta
Carvallo. 1998. Studi Profil Asam Amino, Albutnin dan Mineral Zn Pada IkanGabus dan Tomang. Skripsi Universitas Brawijaya. Malang.
DasSarma, S. & Arora, P. 2001. Halophiles:Encylopedia of life sciences. NaturePublishing Group. USA.
Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Lampung. 2010. Profil Investasi LampungTahun 2011. Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan TerpaduDaerah Provinsi Lampung. Bandar Lampung.
Direktorat Jendral Bina Gizi. 2011. Pedoman Keamanan Pangan di SekolahDasar. Kementerian Kesehatan. Jakarta.
Djarijah, A. S. 1995. Ikan Asin. Kanius. Jakarta.
Estiasih, T. dan Ahmadi, K. 2009. Teknologi Pengolahan Pangan. PT. BumiAksara. Jakarta.
Falb, M., Muller, K., Ko¨nigsmaier, L.,Oberwinkler, T., Horn, P., Gronau,S.,Gonzales, O., Pfeiffer, F., Bornberg-Bauer, E., & Oesterhelt, D. 2008.Metabolism of Halophilic Archaea. Extremophiles. 12(2):177-196.
Fardiaz, S. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Fardiaz, S. 2000. Bahan Tambahan Makanan. Institut Pertanian Bogor Press.Bandung.
Gawaksa, Harpa P. 2014. Keanekaragaman Ikan Hasil Tangkapan.http://faktaharpa.blogspot.co.id. Diunduh : 24 Mei 2017.
64
Girsang, Dias Y., Rangga, A., dan Susilawati. 2014. Kasus Distribusi danPenggunaan Formalin Dalam Pengawetan Komoditi Ikan Laut Segar(Studi Kasus di Kota Bandar Lampung). Jurnal Teknologi dan IndustriHasil Pertanian. 19(3): 218-228.
Handayani, Sri S. 2015. Makanan Berbahaya Teri Berformalin Ditemukan diPasar Jungke Karanganyar. http://www.solopos.com. Diunduh : 24 Mei2017.
Hardi, Melinda. 2016. 28 Jenis Ikan Asin Yang Ada di Indonesia.http://www.gulalives. Diunduh : 22 Desember 2016.
Hastuti, S. 2010. Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Formaldehid Pada Ikan AsinDi Madura. Jurnal Agrointek. 4(2):132-137.
Hidayat, Nurul. 2013. Prinsip Penggaraman. http://fatih16.blogspot.co.id.Diunduh : 24 Mei 2017.
Hikmayani, Y., Suryawati, S.H., Purnomo, A.H., Nasution, Z. 2007. DampakPemberitaan Penyalahgunaan Formalin di Sektor Kelautan dan Perikanan.Jurnal Bijak dan Riset Sosek KP. 2(1).
Humaidah, Nada. 2013. Anchovy. https://nadahumaizah1986.wordpress.com.Diunduh : 24 Mei 2017.
IARC. 2006. IARC Monographs on the Evaluation of Carcinogenic Risks toHumans. Formaldehyde, 2-Butoxyethanol and 1-tert-Butoxypropan-2-olVol. 88. Lyon: WHO.
Jasman, T. 2004. Bundes (Danish Seine) Dan Dampaknya Terhadap KelestarianStok Ikan Di Perairan Kota Tegal. Tesis. Universitas Diponegoro.Semarang.
Kartika, B., Pudji Hastuti, Supraptono. 1988. Pedoman Uji Inderawi BahanPangan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 1988. Bahan Tambahan MakananNomor. 722/Menkes/Per/IX/88. Kemenkes RI. Jakarta.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 1999. Bahan Tambahan MakananNomor. 1168/Menkes/Per/X/99. Kemenkes RI. Jakarta.
Klaveren FWV and Legendre. 1965. Salting of COD. Di dalam G Borgstorm. Fishas Food. Vol. 3. Academic Press. New York.
Kottelat, M., Kartikasari, S.N., Whitten, A.J., and Wirjoatmadja, S. 1993.Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi, Periplus EditionLiumited. Jakarta.
65
Leroy, Vetarini. 2015. Ikan Asin Home Made. http://bunda-inong.blogspot.co.id.Diunduh : 24 Mei 2017.
Madigan, M.T. Martinko, J.M. dan Parker, J. 2000. Brock Biology OfMicroorganism. New Jersey: Prentice Hall Inc.
Marfuah, Kamelia. 2012. Ikan Asin Home Made. http://dapurummumusasyi.blogspot.co.id. Diunduh : 24 Mei 2017.
Margono, T., Suryati, D., Hartinah, S. 1993. Buku Panduan Teknologi Pangan.http://www.ristek.go.id. Diunduh : 3 November 2016.
Moeljanto. 1982. Penggaraman Dan Pengeringan Ikan. PT. Penebar Swadaya.Jakarta.
Murniyati, A., Poernomo, Y.N. Fawzya dan Memen Suherman. 1992.Pengamatan Ikan Asin pada Pengolah, Pasar dan Swalayan di Jawa Baratdan Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Pasca Panen Perikanan No. 74. ISSN0216 –8316. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta.
Muttaqin, S. 2010. Karakteristik Kitosan Rajungan dan Aplikasinya SebagaiEdible Coating Pada Ikan Cucut (Carcharhinus sp.) Asin. Skripsi FakultasPerikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Naruki, S dan Kanoni, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hasil HewaniPAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.
Nawansih, Otik. 2012. Rancangan Sampling Pasar (Adaptasi dari ISO8243:1991). Sistem Jaminan Mutu Hasil Pertanian Jurusan TeknologiHasil Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.
Nelly. 2011. Analisis Kualitatif Kandungan Formalin Dalam Tahu Yang Dijual DiPasar-Pasar Tradisional Di Kecamatan Medan Area dan KecamatanMedan Tembung Tahun 2011 .(Skripsi). Universitas Sumatera Utara.Medan.
Nurrochyani. 1994. Dasar-Dasar Teknologi Ikan. Bahan Mata kuliah MahasiswaAkademi Perikanan Yogyakarta. Yogyakarta.
Paramitha, Tasya. 2016. Memilih dan Mengolah Ikan Teri Medan.http://life.viva.co.id. Diunduh : 23 Mei 2017.
Pelczar, M.J. dan Chan, E.C.S. 1988. Dasar-dasar Mikrobiologi. UniversitasIndonesia Press. Jakarta.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia. 2004. Tentang No. 28 Tahun 2004Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan. Jakarta.
Pratiwi, T. dan Rusyanto, W. 1997. Identifikasi Jamur Pada Produk OlahanPerikanan Tradisional. Buletin Teknologi Hasil Perikanan. Jurusan
66
Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, InstitutPertanian Bogor. Bogor. 4(2).
Rahayu, W.P., Maoen, Suliantari, S. Fardias, 1992. Teknologi FermentasiProduk Perikanan. Pusat Antar Universitas IPB Bogor. Bogor
Rahmadianti, Fitria. 2016. 5 Jenis Ikan Air Tawar yang Populer Sebagai IkanAsin. http://www.m.detik.com. Diunduh : 22 Desember 2016.
Razi, Fahrur. Penggaraman Ikan. http://komunitaspenyuluhperikanan.blogspot.co.id. Diunduh : 24 Mei 2017.
Sedjati, S. 2006. Pengaruh Konsentrasi Khitosan Terhadap Mutu Ikan Teri(Stolephorus heterolobus) Asin Kering Selama Penyimpanan Suhu Kamar.Tesis. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya Pantai.Universitas Diponegoro. Semarang.
Singgih, H. 2013. Uji Kandungan Formalin pada Ikan Asin Menggunakan SensorWarna Dengan Bantuan FMR (Formalin Mean Reagent). JurnalELTEK.11(1). ISSN 1693-4024.
Sitiopan, H.P. 2012. Studi Identifikasi Kandungan Formalin Pada Ikan Pindang DiPasar Tradisional Dan Modern Kota Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat.1(2): 993-994.
Subroto,W., Z. Sandy dan A. Choliq. 1990. Pengaruh Pengepakan Terhadap MutuTeri Kering Selama Penyimpanan. Jurnal Penelitian Pasca panen. No.64:19 – 27.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisis Untuk BahanMakanan danPertanian. Edisi ke tiga. Liberty. Yokyakarta.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Alfabeta.Bandung.
Sukis, W., dan Yani, M. 2008. Mari Belajar Ilmu Alam Sekitar. Pusat PerbukuanDepartemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Syarief R, dan Halida H. 1993. Teknologi Penyimpanan Pangan. PAU Pangan danGizi. Penerbit Atcan. IPB. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 7. 1996. Tentang Pangan. Dewan Ketahanan Pangan.Jakarta.
Widyaningsih, Tri D. dan Murtini, ES. 2006. Alternatif Pengganti Formalin PadaProduk Pangan. Trubus agrisarana. Jakarta.
Winarno, F. G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia. Jakarta.
67
Winarno, F.G. 1997. Naskah Akademis. Keamanan Pangan. FTDC (FoodTechnology Development Center). Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Yudha, I. G. 2009. Kondisi Pesisir dan Laut Provinsi Lampung. Artikel.http://www. scribd.com. Diunduh : 2 November 2016.