Upload
adani-fajrina-luthfi
View
126
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
makalah
Citation preview
TUGAS MAKALAH SINTESIS KIMIA ANORGANIK
“THE INFLUENCE OF Si/Al MOLE RATIO OF PRECURSOR SOLUTION ON THE STRUCTURAL PROPERTIES OF MCM-41
FROM FLY ASH”
Disusun oleh:1. Rahayu Sesmita (G44100020)2. Adani Fajrina Luthfi (G44100078)
INSTITUT PERTANIAN BOGORBOGOR
2012
Judul makalah : THE INFLUENCE OF Si/Al MOLE RATIO OF PRECURSOR SOLUTION ON THE STRUCTURAL PROPERTIES OF MCM-41 FROM FLY ASH (Pengaruh Rasio Mol Si/Al Larutan Prekursor pada Karakter Struktur MCM-41 dari Abu Layang)
Sumber : Indonesian Journal of ChemistryTahun terbit : 2003Volume : 3Halaman : 126-134
2
PEMBAHASAN
Abu layang merupakan limbah padat pembakaran batu bara pada
Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU). Komponen utama abu layang adalah
SiO2 dan Al2O3. Komponen silika dan alumina menjadi lebih reaktif setelah
dilebur dengan NaOH pada suhu tinggi. MCM-41 dapat disintesis dari abu layang
yang dilebur sehingga menghasilkan supernatan. Supernatan tersebut merupakan
sumber silika alumina. Digunakan pula natrium silikat sebagai sumber silikat
tambahan. Hal tersebut karena natrium silikat mempunyai bentuk yang sesuai
dengan silika yang dihasilkan dari proses peleburan abu layang.
Metode untuk sintesis MCM-41 yaitu peleburan dengan NaOH, reaksi
hidrotermal, dan kalsinasi. Abu layang yang digunakan berasal dari PLTU
Suralaya, Serang-Banten. Metode pertama yaitu peleburan dengan NaOH. Abu
layang yang akan digunakan dilebur dengan NaOH (rasio NaoH:abu layang =1:2)
pada temperatur 550°C selama 1 jam. Setelah dilebur kemudian ditambahkan
akuades dan disentrifugasi. Setelah itu diperoleh supernatan yang akan digunakan
untuk sintesis yang sebelumnya telah dipisahkan dari padatannya. Tahap
selanjutnya yaitu reaksi hidrotermal. Volume supernatan dan natrium silikat yang
digunakan yaitu 55 mL. Supernatan dan natrium silikat tersebut ditambahkan 35
mL CTMAOH dan 10 mL TMAOH. Variasi komposisi volume (mL) supernatan
dan natrium silikat adalah 55-0, 45-10, 35-20 dan 25-30 (rasio mol Si/Al secara
berurutan adalah 9:8, 23:3, 44:5, dan 82:6).
Variasi tersebut direaksikan dengan hidrotermal, yaitu dilakukan dalam
autoklaf dengan bejana teflon 120 mL. Campuran diaduk selama 1 jam yang
kemudian pH di atur hingga 11,5 dengan ditambahkan H2SO4. Campuran
dipanaskan dalam oven pada temperatur 100°C selama 72 jam. Setelah itu
endapan disaring dan dicuci dengan akuades hangat hingga netral. Endapan
kemudian dikeringkan. Langkah selanjutnya yaitu kalsinasi. Hasil sintesis
diletakkan dalam cawan porselin kemudian dipanaskan dengan furnance pada
temperatur 550°C selama 5 jam dengan laju 2°C/menit. Padatan kemudian
dikarakterisasi dengan FTIR, XRD, dan adsorpsi nitrogen.
3
MCM-41 mempunyai struktur seperti sarang lebah yang merupakan hasil
penataan dari pori-pori silindris unidimensional secara heksagonal. Pola difraksi
sinar-X MCM-41 menunjukkan 3-5 refleksi pada 2θ antara 2-5°. Difraksi sinar-X
pada hasil sintesis memunculkan puncak utama pada 2θ 2 ° dan puncak-puncak
kecil pada 2θ 3-5°. Munculnya puncak pada sudut kecil tersebut menunjukkan
system heksagonal yang membuktikan bahwa hasil sintesis merupakan MCM-41.
Karakter struktur seperti kristanilitas, diameter pori, tingkat keasaman dan
stabilitas termal hasil sintesis dipengaruhi oleh rasio mol Si/Al. Semakin tinggi
rasio mol Si/Al larutan prekursor menghasilkan MCM-41 dengan kristanilitas
semakin tinggi.
Meningkatnya kristanilitas MCM-41 disebabkan oleh kenaikan rasio mol
Si/Al yang menyebabkan interaksi antara Si dengan surfaktan lebih baik
dibandingkan interaksi Al dengan surfaktan. Hal ini dikarenakan pada pH tinggi
Si berbentuk anionik yang mepunyai muatan lebih tinggi daripada Al. Semakin
tinggi rasio mol Si/Al pembentukan mesofasa semakin mudah sehingga semakin
meningkatkan kristalinitas.
Pada rasio mol Si/Al prekursor 82:6 tidak dihasilkan MCM-41. Hal ini
dikarenakan meskipun rasio Si/Al-nya paling tinggi namun konsentrasi ion Na
larutan prekursornya juga paling tinggi. Konsentrasi ion Na yang tinggi
menyebabkan lebih disukainya pembentukan zeolit yang menghambat
terbentuknya MCM-41. Hal ini dikarenakan terjadi kompetesi antara Na+ dan
surfaktan (CTMA+) dalam fungsinya sebagai pengarah struktur. Selain itu
disebabkan juga karena kurangnya jumlah molekul surfaktan yang ada dalam
reaksi. Surfaktan yang terikat pada aluminosilikat hasil sintesis semakin banyak
seiring dengan bertambahnya rasio mol Si/Al. Sehingga jumlah surfaktan yang
tersedia masih belum mencukupi. Rasio mol Si/Al juga berpengaruh terhadap
ukuran pori. Metode kalsinasi berfungsi untuk menghilangkan surfaktan.
Surfaktan yang hilang menghasilkan material berpori dengan ukuran pori yang
sesuai dengan surfaktan yang digunakan.
Hilangnya surfaktan setelah proses kalsinasi ditandai dengan
ketidakmunculan puncak pada daerah vibrasi ulur asimetris C-H pada N-CH3.
Identifikasi hilangnya surfaktan karena kalsinasi dilakukan dengan menggunakan
4
spektrofotometri infra merah karena dapat memberikan informasi mengenai
karakter vibrasi ikatan penyusun struktur aluminosilikat mesopori. Selain itu
spektrofotometri inframerah juga dapat membarikan informasi tentang hilangnya
surfaktan dan naiknya rasio Si/Al dalam MCM-41.
Pengamatan lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh kalsinasi terhadap
struktur MCM-41 yaitu dengan menggunakan metode difraksi sinar x dari
aluminosilikat mesopori hasil sintesis setelah kalsinasi. Perlakuan kalsinasi dapat
mengakibatkan terjadinya kenaikan kristalinitas yang ditunjukkan dengan semakin
tingginya puncak difraksi sinar x yang diperoleh. Kenaikan kristalinitas hasil
sintesis ini disebabkan oleh terjadinya piñataulangan batang-batang silikat yang
belum teratur membentuk sistem yang heksagonal yang lebih teratur. Selain itu
kalsinasi juga menyebabkan terjadinya pengkerutan pori sebagai akibat hilangnya
molekul surfaktan yang berfungsi sebagai cetakan dan naiknya rasio Si/Al. Hal ini
juga didukung oleh bergesernya harga 2Ø pada difaktogram hasil analisis ke arah
2Ø yang lebih besar.
Pengaruh kalsinasi terhadap peningkatan kristalinitas dan penurunan harga
jarak antar bidang pada percobaan diketahui karena setelah proses kalsinasi
MCM-41 dengan rasio mol Si/Al prekusor 23:3 terjadi peningkatan intensitas dan
penurunan harga d100. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kalsinasi yang
dilakukan untuk MCM-41 dengan rasio mol Si/Al prekusor 23:3 dalam penelitian
ini tidak menyebabkan terjadinya kerusakan struktur.
Metode Brunauer-Emmet-Teller (BET) merupakan metode yang banyak
digunakan dalam penentuan luas permukaan suatu padatan.metode ini didasarkan
pada suatu model kinetik dan proses adsorpsi Langmuir. Selain itu metode
adsorpsi juga dapat digunakan untuk menentukan luas permukaan dan distribusi
ukuran pori suatu padatan katalis sehingga metode adsorpsi isotermal dan pola
distribusi pori merupakan kajian penting dalam karakterisasi bahan mesopori.
Analisis adsorpsi nitrogen hanya dilakukan untuk MCM-41 dengan rasio
mol Si/Al 23:3 dan 44:5 yang diperoleh kesimpulan bahwa pola adsorpsi
isotermal MCM-41 mengikuti adsorpsi Langmuir tipe IV. Adsorpsi pada tekanan
5
monolayer(p/po) sangat rendah menunjukkan adsorpsi monolayer dari nitrogen
pada dinding mesopori dan tidak menunjukkan adanya material mikropori.
Adsorpsi isotermal MCM 41 mempunyai titik infleksi pada P/PO antar 0.4 sampai
0.5.
Kualitas padatan sangat ditentukan oleh keseragaman pori dalam sintesis
padatan mesopori. Kajian tingkat keseragaman pori dapat dilakukan dengan
melihat pola distribusi pori yang diperoleh dari analisis adsorpsi nitrogen. Pola
distribusi MCM-41 dengan rasio mol Si/Al prekusor 23:3 dan 44:5 terlihat bahwa
tingkat keseragaman MCM-41 hasil sintesis cukup tinggi yang ditandai dengan
pola distribusi pori yang tidak melebar.
Parameter kisi yang diperoleh dari analisis difraksi sinar-X dan harga
diameter pori rata-rata dari adsorpsi nitrogen dapat ditentukan harga ketebalan
dinding pori yaitu dengan menghitung selisih diantara keduanya. Tebal dinding
pori kedua prekusor tersebut tidak jauh berbeda tetapi harga luas permukaan
spesifik masing-masing sangat berbeda. Hal ini disebabkan oleh masih rendahnya
homogenitas distribusi pori dan kristalinitas MCM-41 dengan rasio mol prekusor
23:3 bila dibandingkan dengan MCM-41 dengan rasio mol prekusor 44:5.
6
SIMPULAN
Pengaruh rasio mol Si/Al pada sintesis MCM-41 yaitu tingginya rasio mol
Si/Al larutan prekusor sebanding dengan kristalinitas yang dihasilkan. Semakin
tinggi rasionya maka kristanilitas semakin tinggi pula. MCM-41 hasil sintesis
dengan rasio mol Si/Al larutan prekusor 44:5 menunjukkan kristalinitas tertinggi.
7