13
TUGAS PRAKTIKUM KLINIK ILMU PENYAKIT MULUT JURNAL READING (ULCERATIVE UREMIC STOMATITIS – REVIEW OF THE LITERATURE AND A RARE CASE REPORT) Judul Bahasa Indonesia STOMATITIS UREMIK ULSERATIF – REVIEW DARI PUSTAKA DAN LAPORAN KASUS LANGKA Pengarang Shantala Arunkumar, Rajeshwari G Annigeri, Shakunthala GK Sumber : JKIMSU, Vol. 4, No. 1, Jan-Mar 2015 Diterjemahkan oleh: Mila Aditya Zeni : 111611101017 Alindia Destasari : 111611101044 Danang Dewantara A : 111611101062 Firda Nindita Sari : 111611101099 Praktikum Putaran II ( Tanggal 20 Maret 2015 – 17 April 2015) Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015

Translate Mila

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ooo

Citation preview

TUGAS PRAKTIKUM KLINIK ILMU PENYAKIT MULUTJURNAL READING

(ULCERATIVE UREMIC STOMATITIS REVIEW OF THE LITERATURE AND A RARE CASE REPORT)Judul Bahasa IndonesiaSTOMATITIS UREMIK ULSERATIF REVIEW DARI PUSTAKA DAN LAPORAN KASUS LANGKAPengarang Shantala Arunkumar, Rajeshwari G Annigeri, Shakunthala GKSumber : JKIMSU, Vol. 4, No. 1, Jan-Mar 2015Diterjemahkan oleh:Mila Aditya Zeni: 111611101017Alindia Destasari: 111611101044Danang Dewantara A: 111611101062Firda Nindita Sari : 111611101099Praktikum Putaran II ( Tanggal 20 Maret 2015 17 April 2015)Semester Genap Tahun Ajaran 2014/2015

BAGIAN ILMU PENYAKIT MULUTFAKULTAS KEDOKTERAN GIGIUNIVERSITAS JEMBER2015STOMATITIS UREMIK ULSERATIF REVIEW DARI PUSTAKA DANLAPORAN KASUS LANGKAAbstrak:Stomatitis Uremik (SU) merupakan sebuah komplikasi intraoral yang terlihat relatif tidak umum, yang sebagian besar terlihat pada kasus-kasus penyakit ginjal tahap akhir atau gagal ginjal kronis yang tidak terdiagnosis atau tidak tertangani. Frekuensinya berkurang karena adanya dialisis ginjal. Secara klinis, stomatitis uremik ditandai oleh plak yang terasa sakit dan krusta yang biasanya tersebar pada mukosa bukal dan labial, permukaan dorsal atau ventral lidah, gingiva, dan dasar mulut. Perawatan utama terdiri dari perbaikan konsentrasi urea darah dan gagal ginjal yang mendasari stomatitis uremik didukung oleh peningkatan kebersihan mulut dengan obat kumur antiseptik dan agen-agen antimikroba/antijamur, jika diperlukan. Disini kami melaporkan sebuah kasus langka stomatitis uremik tipe ulseratif yang terjadi pada seorang pasien gagal ginjal kronis karena kekambuhan mendadak uremia dan meninjau patofisiologi yang mungkin dari gejala-gejala oral gagal ginjal kronis.Kata kunci: Stomatitis uremik ulseratif, gagal ginjal kronisPendahuluan:Suatu hal umum yang telah diketahui bahwa banyak penyakit sistemik yang bermanifestasi di dalam rongga mulut. Tanpa mempertimbangkan sistem organ yang terlibat, sering terjadi perubahan di dalam rongga mulut yang menggambarkan penyakit yang terjadi di tempat lain di dalam tubuh. Sehingga dapat dikatakan secara tepat bahwa rongga mulut adalah cermin dari kondisi kesehatan secara umum dan penatalaksanaan yang ideal terhadap suatu manifestasi adalah dengan terlebih dulu merawat penyakit yang mendasari dan diikuti dengan pemberian terapi lokal, jika hal ini diperlukan. Salah satu penyakit sistemik yang mungkin dihadapi oleh dokter gigi pada praktiknya adalah Gagal Ginjal Kronis (GGK) atau Chronic Renal Failure (CRF) dan Penyakit Ginjal Tahap Akhir (PGTA) atau End Stage Renal Disease (ESRD). Stomatitis Uremik (SU) muncul di dalam rongga mulut sebagai sebuah komplikasi dari uremia pada pasien ESRD yang tidak terdiagnosis atau tidak tertangani.Ginjal bertanggung jawab untuk berbagai fungsi penting . Mereka membantu untuk mempertahankan sebuah komposisi yang stabil dari sel fluid-bathing dengan seleksi retensi dari air , elektrolit , dan zat terlarut lainnya dan mereka memegang peran dalam sistem renin angiotensin , stimulasi produksi sel darah merah dan metabolisme , eliminasi baik obat-obatan dan hormon . Hilangnya fungsi ginjal secara progresif disebabkan oleh berbagai hasil gangguan patologis dalam sindrom klinis yang dikenal sebagai uremia . Uremia bertanggung jawab atas penumpukan dari racun yang ditahan dan pengembangan dari berbagai masalah yang mengganggu hampir semua sistem organ , di mana kegagalan untuk memenuhi fungsi adekuat yang diperlukan mengarah dengan memegang zat nitrogen , disertai dengan peningkatan di urea darah , nitrogen , dan non nitrogen protein [1-3] . Jadi ini menjadi perlu untuk menggunakan teknik penyaringan darah diluar ginjal , terutama , hemodialisis [1,4].CRF mempengaruhi serangkaian jaringan dan sistem, yang menyebabkan komplikasi saraf, kardiovaskuler, pernafasan, endokrin, hematopoietik, gastrointestin, urologis, kulit, mukosa dan kompleks kraniofasial [3,4,5]. Setelah munculnya dialisis ginjal, kejadian uremia parah pada CRF telah berkurang, sehingga jumlah kasus yang telah dilaporkan dalam literatur relatif sedikit. Sejumlah gejala oral dilaporkan pada para pasien ESRD, termasuk gingivitis, mulut kering, bau yang menyerupai amonia yang diakibatkan oleh kandungan urea yang tinggi, lesi mukosa, mobilitas gigi, maloklusi, dan peningkatan risiko erosi gigi karena regurgitasi yang berkali-kali [7,8]. Pada kondisi yang parah, stomatitis uremik mungkin menjadi lesi oral yang prominen, muncul dikarenakan uremia, akumulasi dari produk sisa nitrogen dalam darah mungkin juga disebabkan gagal ginjal akut atau kronis lainnya. SU pertama dikemukakan oleh Lancereaux pada tahun 1887 dan dijelaskan oleh Barie pada tahun 1892 sebagai komplikasi dari uremia. Disini kami melaporkan kasus SU ulseratif langka yang terdiagnosis secara klinis pada seorang pasien CRF, yang secara bersamaan juga mengalami diabetes mellitus [8].

Laporan KasusSeorang pasien pria berusia 46 tahun datang ke Departemen Penyakit Mulut dan Radiologi, dengan keluhan kesulitan untuk makan dan berbicara karena pengelupasan mukosa didalam mulut dengan sensasi rasa terbakar (70% dengan Visual Analogue Scale (VAS) saat makan makanan panas dan pedas sejak satu bulan lalu. Terdapat tanda-tanda lain, seperti xerostomia, mual, muntah, pelebaran lidah, perubahan rasa, dan bau dari dalam mulut sejak 20 hari yang lalu.Tanda awal berupa lesi berwarna putih pada mukosa pipi kanan dan kiri 1 bulan lau, kemudian secara perlahan-lahan menyebar ke bagian mulut dan bibir yang lain, dan setelah beberapa hari lesi ini mulai mengelupas tanpa sebab. Rasa terbakar yang berlanjut diseluruh bagian mulut. Hal ini dipercepat oleh konsumsi makanan panas dan pedas dan diatasi dengan meminum air dingin. Selain itu, pasien tidak dapat menjaga kebersihan mulutnya sehingga terdapat rasa sakit dan pendarahan dari gusi dan jaringan mulut pada saat membersihan mulut. Dia mengalami kesulitan dalam berbicara, sakit saat menelan, mulut kering dan peningkatan ukuran lidah.Pasien bekerja dibidang bisnis, sudah menikah dan memiliki tiga anak yang sehat. Riwayat medisnya menunjukkan bahwa dia mengalami CRF 3 tahun sebelumnya karena nefritis non-spesifik dan diabetes melitus. Awalnya pasien menjalani hemodialysis tiga minggu sekali dan merencanakan transplantasi ginjal. Tetapi karena hambatan keuangan, dia tidak dapat menjalani transplantasi ginjal sehingga melanjutkan hemodialisis dan obat-obatan antidiabetes. Pasien terkena infeksi hepatitis B karena hemodialisis dan dirawat selama 3 bulan.Pada pemeriksaan fisik secara umum, pasien berbadan sedang, nutrisi cukup, mengalami dehidrasi, katatonik dan pengucapan yang kurang jelas. Pemeriksaan ekstra-oral menunjukkan tanda-tanda penyakit ginjal seperti pucat, wajah yang tampak bengkak dan kusam, bau mulut uremia dan bibir pecah-pecah dengan pendarahan. Submandibula bilateral, nodus limfa submental melebar dan lunak saat dipalpasi (Gambar 1 dan 2).Pemeriksaan intra-oral menunjukkan plak berwarna putih yang dapat dikerok dan meluas dengan dasar erythema pada mukosa bukal dan labial, palatal, lidah, gingiva dan dasar mulut, bibir mengalami pecah-pecah dan berdarah. Pada palpasi plak yang mudah dikerok meninggalkan basis eritematosa dan mukosa lembut. (Gambar 3 dan 4).

Gambar 1 dan 2. Pemeriksaan ekstra-oral menunjukkan wajah yang bengkak dan bibir pecah-pecah dengan pendarahan

Gambar 3 dan 4. Pemeriksaan intra-oral menunjukkan bahwa terdapat pseudo membran yang didasari ulser pada mukusa rongga mulut

Profil hematologi dan biokimia menunjukkan peningkatan kadar urea darah-295 mg / dl, serum creatinine- 5,8 mg / dl dan Alkaline phosphatase-170 Ul / l, glukosa darah level FBS-150 mgs% & PPBS-304 mg% dan hemoglobin-10 gram%. Atas dasar riwayat, luas lesi oral, gambaran klinis lain dan hematologi dan profil biokimia pasien, ulseratif uremik stomatitis terbentuk, bagaimanapun, kandidiasis pseudo membran kronis dipertimbangkan dalam diagnosis diferensial, dengan fakta bahwa pasien juga menderita diabetes mellitus.Uremik stomatitis sering ditemukan pada kasus stadium lanjut gagal ginjal. Kita telah pemeriksaan histopatologis untuk lesi oral, karena tanda-tanda histopatologi uremik stomatitis tidak spesifik dan patognomonik dan peran histopatologi hanya untuk mengecualikan kondisi patologis lainnya. Diagnosis definitif dibuat dengan menggabungkan riwayat, klinis dan hematologi.Lesi oral sekunder dari uremia tidak memerlukan pengobatan spesifik dan tidak perlu untuk memodifikasi pengobatan sistemik yang relevan dan selanjutnya lesi intraoral resisten terhadap pengobatan lokal selama konsentrasi darah dari urea tetap tinggi, maka dalam rangka untuk membantu penyembuhan lesi, direkomendasikan berkumur hidrogen peroksida 10% (1: 1 dalam air) 4 kali sehari dan pasien dirujuk kembali ke unit nefrologi untuk kontrol darah urea, kreatinin dan kadar glukosa dan untuk ulasan lanjutan penyakit ginjalnya.PembahasanCRF merupakan masalah kesehatan utama di seluruh dunia, kejadian ini meningkat seiring dengan usia; laki-laki lebih sering terkena daripada wanita. Paling sering penyebab CRF adalah diabetes mellitus (DM), hipertensi (HTN), glomerulonefritis dan polisistosis ginjal [9]. Nefropati diabetes merupakan penyebab paling sering terjadi, sekitar 40-60% dari semua pasien CRF yang berkembang menjadi ESRD, seperti yang kita lihat dalam kasus ini. Hipertensi arteri, yang mengenai 15-30%; dan glomerulonefritis kurang dari 10% kasus, hanya 2-3% dari keseluruhan pasien CRF yang menunjukkan polisistosis ginjal [10, 11].Tanda-tanda dan gejala klinis yang terkait dengan masalah ginjal atau sistemik yang mendasari, dan dengan tingkat gangguan fungsi ginjal. Pengamatan berulang kali pada CRF adalah anemia akibat kekurangan erithropoiesis [12]. Hemostasis berubah sebagai hasil dari adhesi platelet yang berkurang, bersama-sama dengan peningkatan aktivitas prostasiklin, ketersediaan faktor 3 platelet yang sedikit, peningkatan kerapuhan kapiler dan karena efek antikoagulan yang digunakan pada hemodialisis yang mengarah ke perdarahan gingiva, petechiae dan ecchymosis. Para pasien tersebut juga menderita dyspnea dan perubahan gastrointestinal, seperti anoreksia, nausea dan muntah yang berhubungan dengan uremia, seperti dilaporkan oleh pasien kami [12,14].Sekitar 90% dari semua pasien dengan CRF menderita tanda dan gejala pada rongga mulut [14] baik struktur tulang maupun jaringan lunak [12]. Bau busuk (uremia sekunder) dan rasa logam yang diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi urea di dalam saliva dan transformasi posteriornya menjadii amonia dan penguraian lebih lanjut menjadi amonia dan karbondioksida oleh urease bakteri dan akibat xerostomia dan pemeliharaan kebersihan mulut yang buruk. Penggunaan obat-obatan, berkurangnya jumlah kuncup perasa dan perubahan komposisi dan aliran saliva juga merupakan kemungkinan penyebab [11,13,14]Di antara lesi mukosa rongga mulut, gingivitis dan periondontitis adalah penyakit umum karena penyakit kronis, pemeliharaan kebersihan mulut yang buruk. Tapi uremik stomatitis merupakan observasi klinis yang tidak umum, yang berhubungan dengan kasus-kasus parah akibat uremia [12.14]. Studi sebelumnya telah melaporkan insiden SU yang lebih tinggi pada para pasien CRF dengan diabetes, dibandingkan dengan pasien CRF non-diabetes, serupa dengan yang kami lihat dalam kasus kami.Sebanyak empat jenis SU telah dijelaskan : erythemo-pultaceous, ulseratif [11, 12, 14, 15], hemoragik dan hiperkeratosis. Lesi ini sangat menyakitkan dan paling sering muncul di permukaan ventral yang lidah dan pada permukaan mukosa anterior. Lesi ini resisten terhadap pengobatan selama tingkat urea darah tetap tinggi dan sembuh sendiri dalam waktu 2-3 minggu setelah gangguan ginjal yang mendasari teratasi [14,15,16]. Kejadian SU sangat rendah, terutama jika proses penyakit berlangsung secara bertahap selama beberapa tahun dan terjadi biasanya pada gagal ginjal lanjut. Namun demikian, gingivostomatitis pseudomembran nekrotik akut kadangkala ditemukan pada para pasien yang secara cepat mengalami level nitrogen urea darah yang tinggi [8].Patofisiologi SU yang tepat masih belum teridentifikasi. Kebanyakan penulis percaya bahwa lesi oral berkembang karena iritasi dan luka kimiawi pada mukosa akibat amonia atau senyawa amonia yang terbentuk melalui hidrolisis urea didalam saliva oleh urease. Menurut teori ini, disaat konsentrasi urea intraoral melebihi 30 mmol/L (saliva campuran yang distimulasi pada orang sehat mengandung 2-6 mmol/L urea), enzim urease yang ditemukan dalam kalkulus gigi dan bakteri mulut menyebabkan hidrolisis urea saliva menjadi amonia bebas [17]. Buruknya kebersihan rongga mulut, gingivitis kronis, dan kelainan periodontal, karies gigi, xerostomia dan merokok dipercaya lebih lanjut yang memperburuk keadaan rongga mulut [17,18,19]. Fakta bahwa pembentukan lesi utama pada daerah di mukosa yang berkontak dengan gigi dan bukan dibawah gigi tiruan mendukung teori ini. Menurut penelitian eksperimental yang dikemukakan Bliss pada tahun 1937 terbukti bahwa lesi uremik dapat terbentuk pada daerah di mukosa secara langsung melalui pengikatan senyawa ammonium hidroksida pada kalkulus. Selain itu beberapa toksin uremik dapat secara langsung merusak sel epitel dengan mengubah transport sel membran berupa sodium, potasium, dan elektrolit lainnya [20,21]. Bagaimanapun penjelasan terbentuknya stomatitis pada pasien nephritis tanpa uremia dan rendahnya insidensi stomatitis uremik pada pasien uremik patut diteliti lebih lanjut. Rendahnya insidensi stomatitis uremik pada pasien uremik dengan CRF dapat menjadi alat untuk memicu terjadinya kelainan pada ginjal. Faktor genetik kemungkinan juga menjadi salah satu penyebab 40% dari populasi, berdasarkan review sebuah artikel memaparkan bahwa terdapat kecenderungan atau tendensi genetik pada kelainan ulser rongga mulut [9, 18, 22].Sebuah studi terbaru tentang CRF dan efek toksik dari retensi uremik mendukung mekanisme yang lebih rumit dalam pembentukan stomatitis uremik. Ketidaknormalan sistem imun melibatkan komponen seluler dan imunitas humoral menjadi faktor penentu terjadinya stomatitis uremik ini [23,24]. Toksin uremik seperti beta2-mikrogobulin, hormon parathyroid (PTH), peningkatan produk glikolasi, dan DIP I dapat memperlacar apoptosis dari limfosit, monosit, dan polimorfonuklear leukosit (PMNs) [27] ataupun menghalangi metabolisme PMNs dan fungsi sebagai fagositosis dan kemotaksis [21,23,26-28]. selain itu peningkatan produk glikolasi akhir dapat menyebabkan suatu reaksi inflamatori berupa monosit yang diinduksi interleukin 6 (IL-6), TNF- dan IFN- [29].Xerostomia (Dry Mouth) juga merupakan suatu gejala berupa terbatasnya jumlah cairan akibat dari efek samping obat (obat antihipertensi), kemungkinan kelenjar saliva terjadi perubahan.[11,13,14] dan hal tersebut sering terjadi keluhan pada pasien yang memiliki riwayat penyakit diabetes mellitus dan CRF berupa peningkatan dahaga dan urinasi sebagai konsekuensi diuresi ostomtik oleh karena hiperglikemi. Hasil diuresis antara lain kehilangan glukosa, air, dan elektrolit pada urin [29]. Pada kasus kami, kami mencatat pasien mengalami pengucapan yang kurang jelas dan disorientasi. Pengucapan yang berubah bisa disebabkan oleh dua penyebab, yaitu oleh karena uremia yang dapat mempengaruhi sistem saraf pusat (central nervous system/CNS) yang mengakibatkan pengucapan yang kurang jelas dan karena penebalan lidah serta disorientasi juga sebagai akibat dari keterlibatan CNS yang berkaitan dengan perkembangan asidosis metabolik dan hiperkalemia [13].Manifestasi rongga mulut biasanya berlangsung selama 2-3 minggu dan dapat sembuh sendiri dengan resolusi dari uremia dan penurunan level dariBlood urea nitrogen (BUN). Peningkatan jumlah cairan mendorong salivasi. Skaling gigi juga dapat mengurangi deposit kalkulus yang mengandung urease. Obat kumur hidrogen peroksida dapat mendukung eliminasi bakteri anaerob memproduksi ammonia, menertralkan amonia dan kondisi keasaman [30]. terapi tambahan meliputi vitamin, antiseptik, obat kumur, dan antimikroba /antifungi dapat melawan infeksi bakteri ataupun jamur [17,30]. KesimpulanKonsekuensi uremia dan komplikasinya di dalam rongga mulut lebih tinggi pada pasien CRF yang tidak terkontrol, khususnya pada pasien usia lanjut disertai disfungsi imun dan komorbiditas lainnya, seperti DM, HTN, dll. Lesi-lesi tersebut umumnya dapat mengganggu fungsi rongga mulut dan dapat membahayakan konsumsi makanan dan hal ini yang kemungkinan membuat pasien menjadi lebih sakit. Lesi mulut akibat uremia dapat segera ditangani dengan memperbaiki level urea darah. Perawatan gigi secara berkala, perawatan penyakit mulut, menjaga kebersihan rongga mulut dan menjaga pola makan serta menjaga kesehatan tubuh.