24
TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT- DAHULU, KINI, DAN MASA DEPAN CHEN-YUAN CHIANG,1 ROSELLA CENTIS2 AND GIOVANNI BATTISTA MIGLIORI2 1International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, Paris, France, and 2WHO Collaborating Centre for TB and Lung Diseases, Fondazione S. Maugeri, Care and Research Institute, Tradate, Italy ABSTRAK Pada populasi dari mycobacterium, mutasi kromosom acak pada resistensi genetik terhadap obat anti tuberculosis terjadi dalam frekuensi yang relatif kecil. Obat anti tuberculosis memperkuat tekanan tertentu sehingga mycobakterium mutan secara bertahap meningkatkan kerentanan basil dan muncul sebagai galur dominan. Resistensi terhadap dua atau lebih obat anti tuberculosis mewakili sejumlah hasil dari mutasi berurutan. Laporan keempat dari resistensi obat anti tuberculosis terakhir menyajikan data mengenai luasnya masalah ini di seluruh dunia. Nilai tengah prevalensi dari MDR-TB pada kasus TB baru adalah 1,6 % dan pada kasus TB dengan pengobatan sebelumnya sejumlah 11,7%. Diperkirakan terdapat setengah juta kasus dengan MDR-TB pada tahun 2006, 50% di Cina dan India. Durasi optimal dari pemberian kombinasi obat anti tuberculosis apa saja untuk terapi MDR-TB dan extensively drug-resistant TB/ TB resisten Obat Luas (TB-XDR) belum didefinisikan pada percobaan-percobaan klinik terkontrol/ Controlled Clinical Trials. Terapi standar mungkin layak untuk pasien MDR-TB yang sebelumnya tidak diberikan obat lini kedua. Sayangnya, realibilitas dari pemeriksaan kerentanan obat dari kebanyakan obat TB lini kedua masih dipertanyakan. TB resisten obat tidak selalu lebih virulen. Penemuan dari pelatihan modeling memperingatkan bahwa deteksi dan pengobatan kasus TB-MDR yang menjadi target WHO meningkat sebesar 70%, tanpa peningkatan secara bersamaan dari rerata pengobatan TB-MDR, maka prevalensi TB-XDR dapat meningkat berlipat ganda. Pencegahan dari perkembangan resisten obat harus diberikan sebagai prioritas utama pada era TB- MDR/ XDR. Kata Kunci : Key words: extensively drug-resistant tuberculosis,human immunodeficiency virus, multi-drug-resistant tuberculosis, penilaian/ review, faktor resiko LATAR BELAKANG TB telah dianggap tidak dapat diobati sampai pada pertengahan abad 20. Pengenalan Obat Anti Tuberculosis (OAT) mengubah nasib pasien TB seperti yang didemonstrasikan olah Crofton pada tahun1959 1 (Sir John Crofton meninggal di usia 97 tahun pada 3 November 2009). Bagaimanapun, seperti yang dikatakan

Translate Jurnal

  • Upload
    tyofk

  • View
    44

  • Download
    2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kesehatan

Citation preview

TUBERKULOSIS RESISTEN OBAT- DAHULU, KINI, DAN MASA DEPANCHEN-YUAN CHIANG,1 ROSELLA CENTIS2 AND GIOVANNI BATTISTA MIGLIORI21International Union Against Tuberculosis and Lung Disease, Paris, France, and 2WHO Collaborating Centre forTB and Lung Diseases, Fondazione S. Maugeri, Care and Research Institute, Tradate, Italy

ABSTRAKPada populasi dari mycobacterium, mutasi kromosom acak pada resistensi genetik terhadap obat anti tuberculosis terjadi dalam frekuensi yang relatif kecil. Obat anti tuberculosis memperkuat tekanan tertentu sehingga mycobakterium mutan secara bertahap meningkatkan kerentanan basil dan muncul sebagai galur dominan. Resistensi terhadap dua atau lebih obat anti tuberculosis mewakili sejumlah hasil dari mutasi berurutan. Laporan keempat dari resistensi obat anti tuberculosis terakhir menyajikan data mengenai luasnya masalah ini di seluruh dunia. Nilai tengah prevalensi dari MDR-TB pada kasus TB baru adalah 1,6 % dan pada kasus TB dengan pengobatan sebelumnya sejumlah 11,7%. Diperkirakan terdapat setengah juta kasus dengan MDR-TB pada tahun 2006, 50% di Cina dan India. Durasi optimal dari pemberian kombinasi obat anti tuberculosis apa saja untuk terapi MDR-TB dan extensively drug-resistant TB/ TB resisten Obat Luas (TB-XDR) belum didefinisikan pada percobaan-percobaan klinik terkontrol/ Controlled Clinical Trials. Terapi standar mungkin layak untuk pasien MDR-TB yang sebelumnya tidak diberikan obat lini kedua. Sayangnya, realibilitas dari pemeriksaan kerentanan obat dari kebanyakan obat TB lini kedua masih dipertanyakan. TB resisten obat tidak selalu lebih virulen. Penemuan dari pelatihan modeling memperingatkan bahwa deteksi dan pengobatan kasus TB-MDR yang menjadi target WHO meningkat sebesar 70%, tanpa peningkatan secara bersamaan dari rerata pengobatan TB-MDR, maka prevalensi TB-XDR dapat meningkat berlipat ganda. Pencegahan dari perkembangan resisten obat harus diberikan sebagai prioritas utama pada era TB- MDR/ XDR.Kata Kunci: Key words: extensively drug-resistant tuberculosis,human immunodeficiency virus, multi-drug-resistant tuberculosis, penilaian/ review, faktor resiko

LATAR BELAKANGTB telah dianggap tidak dapat diobati sampai pada pertengahan abad 20. Pengenalan Obat Anti Tuberculosis (OAT) mengubah nasib pasien TB seperti yang didemonstrasikan olah Crofton pada tahun1959 1(Sir John Crofton meninggal di usia 97 tahun pada 3 November 2009). Bagaimanapun, seperti yang dikatakan Crofton, bahaya terbesar yang dapat terjadi pada pasien dengan TB adalah bila organisme menjadi resisten terhadap dua atau lebih obat standar, diperkirakan beberapa Mycobacterium mutan dari hasil pengubahan kromosom spontan1. Rifampisin (RMP)- mengandung kemo-terapi aksi-cepat dan menjaga efikasi terapi dengan Isoniazid (INH) yang resisten TB2, tetapi efikasi ini menjadi terganggu secara substansial pada terapi TB-MDR, ditandai dengan resisten basiler pada setidaknya INH dan RMP3. MDR bukannya tidak dapat diobati. Fluorokuinolon, bila digunakan secara tepat bersama obat llini kedua lainnya, dapat mengobati mayoritas pasien TB-MDR, dengan resiko relaps jangka panjang yang rendah4. TB-XDR pertama kali disebutkan dalam literatur pada Maret 2006, di sebuah laporan yang dipublikasikan oleh US Centers for Disease Control and Prevention dan WHO, untuk mendeskripsikan bentuk keparahan penyakit5, sekarang disebut TB-MDR dengan tambahan basil yang resisten terhadap fluorokuinolon dan setidaknya satu dari obat injeksi lini ketiga, capreomycin, kanamycin, dan amikacin 6,7. Meskipun definisi dari TB-XDR masih dipertanyakan 8,9, sebuah penelitian di Eropa membuktikan bahwa kejadian TB-XDR, seperti yang didefinisikan sebelumnya, memiliki baik nilai klinis (memperkirakan hasil yang buruk) maupun signifikansi operasional (dikonfirmasi dengan hilangnya pasangan obat lini pertama dengan obat lini kedua) 10.Sayangnya, Tb-XDR bukanlah hasil akhir dari terapi TB, penerapan dari resisten obat masih sering terjadi bila kita tidak menangani Tb-XDR dengan baik. Pertanyaannya adalah, apakah mutan resisten obat melebihi organisme rentan dan menjadi basil yang dominan di masa depan? dan dapatkah kita mencegah ini terjadi? 11-14. Esai ini akan menilai mekanisme dan faktor yang terkait perkembangan Tb- resisten obat, epidemiologi dari Tb-Resisten Obat, dalam pengetahuan terbaru dari manajemen TB Resisten Obat dan akan mempersulit pada prospek pengendalian penyakit ini dimasa depan.

METODOLOGIPenelitian ini berdasar pencarian Medline menggunakan katakunci TB, TB-MDR, Tb-XDR meliputi periode sampai September 2009. Sebagai tambahan, Laporan Mingguan Morbiditas dan Mortalitas dari US Centers for Disease Control and Prevention yang dicari dari 1989 hingga laporan terbaru dari TB-MDR dan TB-XDR. Identifikasi artikel tersebut dibagi menjadi bagian berikut ini: mekanisme perkembangan TB-Resisten Obat; Anti Tb-Resisten obat didunia; epidemiologi, faktor resiko, presentasi klinis dan hasil dari TB-Resisten Obat; design regimen terapi yang optimal, HIV dan TB-MDR/TB-XDR dan prospek dimasa depan, termasuk pencegahan penyakit, tambahan alat diagnostik dan terapi baru.

MEKANISME PERKEMBANGAN TB-RESISTEN OBATPada populasi Mycobacterium Tuberculosis (MT) , mutasi acak yang menghasilkan resisten pada OAT terjadi pada frekuensi yang relatif kecil 15. Secara klinik, signifikansi resisten obat pada TB dapat terbentuk selama terapi anti-TB (termasuk resisten). OAT memperketat seleksi tekanan pada populasi MT dimana mutan resisten secara bertambah melebihi basil yang rentan dan muncul sebagai galur yang dominan 16. Monoterapi TB menghasilkan kegawatan resisten obat sejak 1940 ketika Streptomicin (SM) digunakan sebagai terapi tunggal 17,18 Asam Para-aminosalicil19 dan kemudian INH dimasukkan dalam rejimen obat untuk pencegahan perkembangan resisten SM 20. Sekali basil galur resisten mucul selama terapi, ini OAT berpindah ke komunitas. Mereka yang terinfeksi dengan galur resisten dapat membawa TB resisten sebelumnya ke terapi (resisten primer). Sampel survei nasional resisten obat pertama dilakukan di Britain pada 1955-1956 mengungkapkan adanya resisten pertama terhadap SM, Asam Para-aminosalicil dan INH, yang membawa kepada timbulnya terapi kombinasi tiga obat, sebagai terapi kepada pasien dengan basil yang resisten primer terhadap pengobatan tunggal dengan dua rejimen setara monoterapi, terutama dengan adanya beban basil yang luar biasa (monoterapi fungsional)20. Tidak ada dokter berpendidikan yang akan menggunakan monoterapi untuk TB, tetapi monoterapi TB masih terjadi. Fluorokuinolon terkadang digunakan untuk menangani infeksi saluran pernafasan bawah tetapi mungkin pasien yang didiagnosa juga mengidap TB 21-23. Praktek terapi ini menyebabkan penundaan pada diagnosis TB dan kegawatan TB resisten kuinolon yang secara khusus berbahaya secara geografis dengan tingginya prevalensi penyakit ini 24,25. Terapi infeksi TB-Laten pada praktek lain dari monoterapi potensial Tb, pada pasien dengan TB aktif yang tidak teridentifikasi 26. Ini dapat menghasilkan resisten INH 27. Lebih lagi, monoterapi fungsional tetap merupakan mekanisme penting dalam perkembangan basil resisten dimana kultur dan uji sensitifitas obat tidak tersedia secara rutin.

Kombinasi terapi pada pasien terinfeksi galur MT rentan tidak secara konsisten mencegah kegawatan resisten obat, terutama bila pasien mendapat pengobatan tidak teratur. Mitchison mengajukan empat mekanisme dasar untuk menjelaskan mengapa resisten obat terjadi sebagai komplikasi buruk selama terapi Tb. Ini termasuk (i) efek bakterisidal yang berbeda selama awal pembasmian, (ii) monoterapi selama sterilisasi pada populasi tertentu (iii) pencegahan konsentrasi obat selama pertumbuhan ulang, (iv) terbentuknya resisten INH terutama diantara infeksi HIV 32,33. Sebagai tambahan(fungsional) monoterapi dan rendahnya kepatuhan pasien, dosis yang tidak adekuat dan kualitas obat yang buruk dapat membawa kepada kegawatan resisten obat. Untuk mengingat tidak ada mutasi genetik tunggal diidentifikasi menghasillkan resisten terhadap 2 atau lebih OAT34. Perkembangan resisten pada TB dimulai dengan monoresisten dan lebih lanjut resisten terhadap obat lainnya. Resisten terhadap dua atau lebih OAT adalah hasil komulatif dari mutasi berikutnya 34.

RESISTEN OBAT ANTI TUBERCULOSIS DI DUNIA

Pada tahun 1978, komite bakteriologi dan imunologi dari International Union Against Tuberculo-sis and Lung Disease (IUATLD, The Union) memutuskan bahwa dokumentasi prevalensi resisten obat terhadap TB diperlukan, yang membawa kepada publikasi Atlas dunia awal Resisten Obat pada tahun 1980 35. Review lain pada situasi dunia dari TB Resisten Obat ditemukan sulit mengakses situasi dikarenakan (i) keterbatasan fasilitas untuk kultur MT di negara berkembang, (ii) metode standar laboratorium tidak diikuti secara seragam, (iii) dalam banyak survei, sampel dipilih dari populasi yang kecil atau tidak mewakili dan (iv) perbedaan antara resisten primer dan didapat tidak dibuat secara konsisten36.

Pada tahun 1994, WHO dan The Union meluncurkan Global Project on Anti-tuberculosis Drug Resistance Surveil- lance. Proyek ini menegakkan tiga prinsip utama: (i) sampel harus mewakili dari smeua kasus TB dalam kondisi dibawah penilaian; (ii) pasien baru secara jelas dipisahkan deari pasien terapi sebelumnya, dan (iii) kinerja laboratorium optimal dijamin dan diatur melalui hubungan dengan Referensi Supranasional Laboratorium TB 31,37-41. Kemudian, dalam rangka menyederhanakan klasifikasi resisten obat, antara kasus baru didefiniskan sebagai kehadiran MT resisten yang diisolasi dari pasien yang meninggalkan pengobatan TB pertama (maksimal 1 bulan) dan kasus ini mungkin hasil transmisi MT resisten obat. Resisten obat antar kasus yang telah ditangani sebelumnya didefinisikan sebagai adanya MT resisten yang diisolasi dari pasien yang telah diterapi selama 1 bulan atau lebih.

Resisten obat dari kasus pengobatan sebelumnya mungkin tidak berguna untuk resisten didapat yang mengandung kombinasi dari tiga tipe resisten (i) pasien dengan resisten didapat selama terapi Tb, (ii) pasien secara primer terinfeksi dengan galur resisten dan selanjutnya menggagalkan terapi, dan (iii) pasien yang terinfeksi ulang dengan galur resisten 41. Resisten kombinasi obat didefinisikan sebagai proporsi resisten obat dalam populasi disurvei terlepas dari terapi sebelumnya, dimana dapat menyajikan pendekatan yang lebih baik dari tingkat resisten obat dikomunitas. Dimana rerata resisten obat dalam kasus baru biasa berubah secara lambat, kombinasi resisten obat diusulkan sebagai indikator terbaik dari kinerja program 42. Jaminan mutu untuk program DST dari MT melalui jaringan laboratorium supranasional adalah penting. Telah diingat bahwa reliabilitas DST untuk RMP dan INH lebih baik daripada SM dan Ethambutol (EMB), dan uji kemampuan umum dapat meningkatkan kualitas DST secara signifikan 43.

Terakhir, penelitian TuBerculosis Network European Tri-alsgroup melaporkan epidemiologi dan data klinik untuk pasien TB yang dikonfirmasi dengan kultur (n=4583) didiagnosis berturut-turut oleh TB clinical reference centres di Estonia (Tallin, Tartu), Germany (Borstel, Munich-Gauting, Grosshansdorf, Bad-Lippspringe), Italy (Sondalo, Milan, Rome) dan Russian Federation (Archangels Oblast) antara 1999 sampai 2006 (Italy and Germany: 20032006; Estonia: 20012004; Archangels Oblast: 19992001) 10,4447.

EPIDEMIOLOGI DARI TB-RESISTEN OBATLaporan keempat dari anti-TB resisten obat global 41,48 menyajikan data terakhir pada perluasan TB resisten obat antara 2002 sampai 2007. Laporan ini termasuk data untuk DST dari 90726 pasien dari 83 negara 48. Nilai tengah prevalensi dari TB-MDR pada kasus TB baru adalah 1,6% (rerata interkuatil 0,6-3,9) rentang dari 0% pada 8 negara dengan prevalensi TB rendah hingga 19,4% di Modolva dan 22,3% di Baku, Azerbaijan 48. Prevalensi Tb-MDR pada kasus TB baru > 6% dalam 15 kondisi, 2 dari kondisi ini adalah provinsi di China, 12 dalam 10 negara bagian UNI-Soviet (FSU: Azerbaijan, Moldova, Ukraine, Russian Federation, Uzbekistan, Estonia, Latvia, Lithuania, Armenia and Georgia) 41.Gambar1. Nilai tengah prevalensi dari TB-MDR pada kasus TB yang diterapi sebelumnya adalah 11,7% (rerata interkuartil 4,9-20,9) 48.

Enam negara dilaporkan tidak ada pasien dengan TB-MDR, dimana 55,8% dengan terapi ulang di Baku (Azerbaijan) dan 60% di Tashkent (Uzbekistan) dengan TB-MDR. Diantara 17 tempat dilaporkan presentasi TB-MDR> 25% dalam kasus terapi ulang, 9 berada dalam negara FSU 41. Paling tidak satu negara dari 6 wilayah WHO dilaporkan memiliki prevalensi kasus Tb-MDR atau XDR yang baru didiagnosis setidaknya 3% 41. Tujuh negara dan 2 daerah spesial (Hong Kong and Macao, SAR, China) melaporkan data resisten obat dari Daerah Barat Pasifik. TB-MDR diantara kasus baru berada direntang 6%) dengan Interval Kepercayaan 95%. Kotak hitam menggambarkan prevalensi Tb-MDR (resisten terhadap setidaknya Isoniazid dan Rifampisin), kotak putih adalah prevalensi TB-MDR dengan basil tersembunyi dengan resisten terhadap Etambutol dan Streptomisin.

POLA RESISTEN DAN ESTIMASI GLOBALPola resisten ditentukan oleh pola dari total kasus Tb terlapor dan pola TB resistens obat13. AS dan Hongkong melaporkan reduksi Tb-MDR yang lebih cepat dibandingkan semua bentuk TB 41. Rusia, Peru dan Korea Selatan melaporkan pola peningkatan prevalensi dan estimasi insiden TB-MDR. Pada mayoritas negara bersumberdaya tinggi dengan presentasi TB yang rendah (Inggris, Prancis, dan Jerman), pola TB-MDR tetap dengan jumlah dan porporsi kasus TB-MDR yang kecil. Di Estonia dan Latvia, prevalensi TB-MDR memiliki pola stabil diantara kasus baru yang terdeteksi, sedangkan di Lithuania peningkatan(p=0,012) pelan namun bermakna secara signifikan (p5550 pasien) membuktikan bahwa kemoterapi aksi cepat standar berdasar obat lini pertama tidak adekuat untuk menangani pasien dengan TB-MDR3. Sebuah penelitian dari Rusia menggambarkan rata-rata relaps yang tinggi (27,8%) pada kasus TB-MDR yang secara sukses diobati dengan rejimen-rejimen kemoterapi standar aksi cepat (kategori WHO, dua bulan dengan 4 obat INH-RMP-EMB-PXA diikuti 4 bulan dengan 2 obat INH-RMP dan kategori WHO 2, 2 bulan dengan lima obat INH-RMP-EMB-PZA-Sm ditambah 1 bulan dengan 4 obat INH-RMP-EMB-PZA ddikuti fase lanjut 5 bulan dengan 3 obat INH-RMP-EMB) dengan median waktu 8 bulan (2,46 kejadian rekuren diamari dalam 100 orang) 58. Sebuah penelitian dengan follow up 6 tahun dari Taiwan menemukan bahwa psien yang diterapi dengan rejimen kedua yang mengandung kuinolon secara signifikan lebih sedikit mengalami relaps dibanding yang diterapi dengan obat lini pertama (Ratio Hazard 0.16, 95% CI: 0.030.81))4. Jelasnya, rejimen perawatan ulang kategori 2 (INH-EMB-RMP-PZA-SM)/ 1(INH-EMB-RMP-PZA)/5(INH-EMB-RMP) yang direkomendasikan WHO tidak adekuat pada kondisi tingginya proporsi pasien TB-MDR diantara kegagalan rejimen 1 57,64,77. Merawat pasien TB-MDr menggunakan rejimen kategori 2 menyebabkan resiko amplifikasi resistensi 78. Bahwa peningkatan MT resisten obat, menjadi sangat jelas bahwa hasil klinis kebanyakan bergantung pada derajat resistensi obat M, ketersediaan obat lini kedua dan ketiga dan kepatuhan terapi.

Perawatan pasien dengan TB-MDR dan TB-XDR tergantung pada kurang potensialnya pengobatan perlu untuk didata pada waktu yang lebih lama dan lebih berbahaya daripada yang menggunakan terapi TB galur rentan (Tabel4). Sebaliknya, biaya rejimen obat lini kedua lbih tinggi, mencapai ribuan dolar dibandingkan biaya sekitar 20 dolar untuk terapi aksi cepat 6bulan yang standar, rejimen kemoterapi lini pertama (WHO kategori 1).

Durasi optimal pemberian kombinasi terapi OAT apa saja untuk TB-MDR dan XDR belum didefinisikan dalam percobaan klinik terkontrol 80. Sebagai tambahan, peran terapi obat tunggal atau obat kombinasi dalam pengobatan efektif TB-MDR dan TB-XDR sulit untuk diperiksa dalam dobel-blind, kontrol dengan plasebo, percobaan clinical trial disebabkan pertimbangan klinik dan biaya. Terutama efetifitas dari pengobatan dengan OAT lini ketiga (amoxicilin-clavunate, claritomicin, clofamizin dan lin-ezolid: disebut sebagai kelompok pengobatan ke5 menurut Petunjuk WHO, tabel 4) sulit untuk dipastikan. Terbaru, perawatan jangka panjang pasien dengan TB-MDR dan TB-XDR dengan linezolid pada dosis reguler 600 mg menunjukkan keracunan parah dengan tambahan keuntungan pada hasil klinik di sebuah studi kohort yang besar81. Penelitian terbaru ini dilakukan di 4 negara Eropa pada 85 pasien diterapi dengan linezolid menunjukkan bahwa toksisitas lebih rendah bila menggunakan 600 mg satu kali per hari: 54,4% pasien diterapi dengan 600 mg terjadi kejadian tidak menguntungkan kepada pasien, pasien dengan resistensi >7 obat telah teridentifikasi. Menurunkan dosis linezolid ke 300 mg perhari 82 pada terapi TB-MDR juga dilaporkan tetapi meningkatkan kegawatan resistensi linezolid. Meropenem-calvunate, yang baru saja dilaporkan sebagai obat potensial yang menjanjikan perlu investigasi lebih lanjut sebelum disarankan dalam penggunaan klinik 83.

HASIL DARI TB-MDR DAN TB-XDRTerdapat beberapa publikasi yang melaporkan hasil pengobatan TB-MDR dengan obat lini kedua tapi metode yang digunakan untuk menilai hasilnya masih bervariasi. Beberapa penelitian fokus pada efikasi perawatan dan melaporkan hanya yang memiliki kepatuhan adekuat terhadap terapi dan data follow up yang tersedia. Pendekatan ini mungkan melebihi estimasi pasien dengan hasil yang sukses 84-86. Yang lain melaporkan hasil cohort keseluruhan pasien tanpa kriteria eksklusi dari analisis hasil 87,88. Laserson dkk menyusun definisi standar untuk hasil pengobatan TB-MDR, yang dapat mengaktifkan perbandingan internasional untuk perawatan TB-MDR 89 tetapi definisi kegagalan terapi diperbolehkan untuk interpretasi lain 90. Namun demikian, menjadi jelas bahwa kegagalan adalah tantangan utama terapi TB-MDR.

Faktor resiko untuk hasil merugikan dari terapi di pasien dengan TB-MDR dan TB-XDR telah dinilai secara detail 54,91. Mereka memasukkan keterlambatan inisiasi terapi, terapi sebelumnya dengan OAT, pengobatan sebelumnya dengan obat lini kedua, pemaparan primer dengan kuinolon, resistensi terhadap kuinolon atau capreomicin, BMI yang rendah, Seropositif HIV dan kondisi imunosupresif lain.

Hasil pengobatan pasien TB-MDR dari kondisi sumber yang terbatas melaporkan rerata kesembuhan 60-75% 92. Proporsi pasien TB-MDR uang sukses diobati berkisar dari 77% kasus baru hingga 69% kasus pasien dengan pengobatan sebelumnya. Laporan terbaru mengkonfirmasi bahwa pasien TB-XDR memiliki kemungkinan kematian yang lebih tinggi, lama perawatan yang lebih lama, durasi perawatan yang lebih lama dan konversi mikrobiologi yang lebih lama bila dibandingkan dengan TB-MDR pada pusat referensi TB di Itali dan Jerman 44.

Pengamatan sebelumnya dari Tugela Ferry, wabah di Afrika Selatan bahwa TB-XDR tidak dapat diobati tidak terkonfirmasi pada daerah lain dimana HIV bukan merupakan masalah besar 93. Sebuah penilaian sistematik terbaru menilai pada TB-MDR dan TB-XDR, termasuk penelitian dari Amerika Utara dan Selatan, Eropa dan Korea55, menunjukkan bahwa TB-XDR dapat diterapi sukses pada lebih dari 50% pasien (Tabel 3). Bagaimanapun durasi perawatan secara signifikan lebih lama dan hasil secara umum lebih buruk dibanding pasien TB non-XDR. Sebuah penelitian terbaru pada European Respiratory Society (ERS, Vienna, 1216 September 2009) menunjukkan kohort jumlah besar pada pasien TB-XDR dari Afrika Selatan (n=220, 43% dengan seopositif HIV) bahwa rerate kesuksesan tidak melebihi 50%, serupa pada ndividu dengan HIV positif dan HIV negatif, tetapi secara sigifikan masih lebih rendah pada pasien HIV positif yang tidak diterapi dengan antiretroviral94. tabel 4

RESEKSI BEDAH SEBAGAI TAMBAHANReseksi bedah pada jaringan paru yang terinfeksi dilaporkan sebagai strategi yang berguna pada terapi dengan TB-MDR dan TB-XDR. Sementara beberapa studi melaporkan bahwa pembedahan dihubungkan dengan hasil yang lebih baik5584, yang lain menemukan tidak ada tambahan keuntungan dari terapi bedah pada TB-MDR 95. Peran intervensi bedah sangat mengesankan diantara pasien dengan sputum positif persisten dibawah terapi medis96-98. Intervensi bedah diindikasikan pada resistensi obat parah dengan tingginya kemungkinan kegagalan terapi dengan terapi medis saja 96,99, tetapi pemilihan waktu intervensi bedah belum didefinisikan dengan baik. Lebih lagi, meski dapat dilakukan pembedahan juga tergantung dari 2 faktor berikut (i) penyakit terlokalisasi dengan kemungkinan baik untuk reseksi menyeluruh atau mendekati total dan fungsi paru post-operatif yang diharapkan adekuat; dan (ii) aktivitas yang mencukupi dari OAT untuk memastikan pemuliha pos bedah99. Pengobatan anti TB efektif ditawarkan untuk setidaknya 3 bulan pertama intervensi bedah untuk menurunkan jumlah basil99. Intervensi bedah melengkapi rejimen kemoterapi dipandu DST membawa kepada rerata pengobatan yang berhadil pada pasien TB-MDR tertentu >90% dalam sejumlah penelitian, tetapi rerata pasien sukses dengan pengobatan TB-XDR adalah lebih rendah. Sebuah penelitian dari Ekaterinburg (Federasi Rusia) mengevaluasi hasil dari 214 pasien yang sudah dikonfirmasi dengan kultur dengan TB pulmoner kavitas (79,9% adalah MDR): 109 menjalani pnuemothorak tiruan dan 195 diterapi dengan kemoterapi saja. Diantara kasus baru, mereka yang pneumothorak buatan memiliki proporsi konversi apusan sputum yang lebih tinggi dibandig kontrol (100% dibanding 70,9%, P