10
Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi … 47 TERAPI OKUPASI UNTUK KETERAMPILAN PITA RAMBUT PADA ANAK TUNAGRAHITA Nurlina * Abstract; The general purpose of this study is to get data from the ability of mild mentally retarded student in occupational therapy through hair decoration skill in Malang Putra Jaya special education school. Knowing further the problem that are faced by the children in the ocupational process and also know the stage of achievement after get ocupational therapy thourgh hair decoration skill. Technique analysis data in this research used non statistic research in form of analysis of descriptive. In the stage of data analysis in qualitative research generally started since data collection, data reduction, displaying the data, and the conclusion verication. This research which has processed in the application of occupational therapy through hair decoration skill to mentally retarded students in the Malang Putra Jaya special school after six timestreatment which has been given. The occupational therapy shows the result that mild mentally retarded can perform the activity well and show significant result It is justified cumulatively with have sutficient category, which mentally retarded children in Malang Putra Jaya special school. The children must get a lot of practice to achive the material of hair decoration skiil in order to get increasing ability of motoric nerve movement and focusing ability of children concentration. Kata kunci : Terapi okupasi, keterampilan pita rambut Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengimbangi kelainan yang disandangnya, oleh karena itu layanan pendidikan yang diberikan, diupayakan untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak secara optimal. Kelainan anak tunagrahita itu sendiri dapat dilihat dari karakteristiknya secara umum atau khusus, Di mana dalam segi fisik, mental, atau kecerdasannya maupun sosial dan emosinya serta tingkat kelainan yang bervariasi. Menurut The New Zealand Society for the Intelectually Handicapped (IHC,1986:28 dalam Amin 1996:19) menyatakan tentang anak tunagrahita sebagai berikut: “ “A person is said to have an intellectually handicapped when a) their intelectuall fungtioning is asignificantly below average, and this state has been present from an early age. b) They have marked impairment in ability to adapt the cultural demands of society”. Batasan tersebut di atas menyatakan bahwa seseorang dikatakan tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah laku terhadap lingkungan sosialnya. * Email: [email protected]

Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Nurlina, http://ejournal.unesa.ac.id/

Citation preview

Page 1: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …

47

TERAPI OKUPASI UNTUK KETERAMPILAN PITA RAMBUT

PADA ANAK TUNAGRAHITA

Nurlina

Abstract; The general purpose of this study is to get data from the ability

of mild mentally retarded student in occupational therapy through hair

decoration skill in Malang Putra Jaya special education school. Knowing

further the problem that are faced by the children in the ocupational

process and also know the stage of achievement after get ocupational

therapy thourgh hair decoration skill. Technique analysis data in this

research used non statistic research in form of analysis of descriptive. In

the stage of data analysis in qualitative research generally started since data

collection, data reduction, displaying the data, and the conclusion

verication. This research which has processed in the application of

occupational therapy through hair decoration skill to mentally retarded

students in the Malang Putra Jaya special school after six timestreatment

which has been given. The occupational therapy shows the result that mild

mentally retarded can perform the activity well and show significant result

It is justified cumulatively with have sutficient category, which mentally

retarded children in Malang Putra Jaya special school. The children must

get a lot of practice to achive the material of hair decoration skiil in order

to get increasing ability of motoric nerve movement and focusing ability of

children concentration.

Kata kunci : Terapi okupasi, keterampilan pita rambut

Anak tunagrahita merupakan individu yang utuh dan unik yang pada

umumnya juga memiliki potensi atau kekuatan dalam mengimbangi kelainan

yang disandangnya, oleh karena itu layanan pendidikan yang diberikan,

diupayakan untuk dapat mengembangkan potensi yang dimiliki oleh anak

secara optimal. Kelainan anak tunagrahita itu sendiri dapat dilihat dari

karakteristiknya secara umum atau khusus, Di mana dalam segi fisik, mental,

atau kecerdasannya maupun sosial dan emosinya serta tingkat kelainan yang

bervariasi. Menurut The New Zealand Society for the Intelectually

Handicapped (IHC,1986:28 dalam Amin 1996:19) menyatakan tentang anak

tunagrahita sebagai berikut: “ “A person is said to have an intellectually

handicapped when a) their intelectuall fungtioning is asignificantly below

average, and this state has been present from an early age. b) They have

marked impairment in ability to adapt the cultural demands of society”.

Batasan tersebut di atas menyatakan bahwa seseorang dikatakan

tunagrahita apabila kecerdasannya jelas-jelas di bawah rata-rata dan

berlangsung pada masa perkembangan serta terhambat dalam adaptasi tingkah

laku terhadap lingkungan sosialnya.

Email: [email protected]

Page 2: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

48

Salah satu pendidikan yang dapat diberikan pada anak tunagrahita

adalah pendidikan keterampilan khusus yang berkaitan dengan kemampuan

gerak koordinasi motorik dan kemampuan merawat diri sendiri, keterampilan

vokasional yang berkaitan dengan bentuk keterampilan sebagai persiapan

untuk bekal anak dalam bekerja di masyarakat (Depdikbud, 1994:123)

Terapi okupasi menurut Kusnanto (dalam Sujarwanto, 2005) adalah

usaha penyembuhan terhadap seseorang yang mengalami kelainan mental, dan

fisik dengan jalan memberikan suatu keaktifan kerja dimana keaktifan

tersebut untuk mengurangi rasa penderitaan yang dialami oleh penderita.

Menurut Soebadi (1990:640) “ Terapi okupasi adalah terapi yang melatih

gerakan halus dari tangan dan integrasi dari gerakan dasar yang sudah di

kuasai melalui permainan dan alat-alat yang sesuai”. Tarmansyah (1986:23)

menyatakan bahwa “ Terapi okupasi memberikan peluang dan kesempatan

bagi anak-anak untuk mengembangkan bakat, daya, inisiatif, daya kreatifitas,

kemampuan bercita-cita, berkarsa dan berkarya”. Dengan memberikan suatu

keaktifan kerja atau berupa kesibukan yang disesuaikan dengan kemampuan

individu, khususnya anak tunagrahita dimana anak tunagrahita dapat

melakukan tugasnya maka ia merasa mempunyai kebanggaan atau harga diri

yang dapat menimbulkan rasa bahagia dan akan mengurangi rasa rendah

dirinya, karena terapi okupasi di sini bukanlah usaha penyembuhan semata

akan tetapi merupakan perpaduan dari beberapa ilmu diantaranya bidang seni

dan pendidikan maupun ilmu di bidang lainnya sehingga dapat membantu

anak tunagrahita bukan saja untuk pengobatan fisiknya melainkan perbaikan

segi lain seperti sosial, emosi, yang pada akhirnya anak tunagrahita dapat

berkembang sebagaimana mestinya.

Keterampilan pita rambut merupakan keteampilan yang berbahan dari

kain perca yang dijahit hingga berbentuk sedemikian rupa, yang mana banyak

sekali tambahan aksesoris yang akan ditempelkan pada pita rambut sesuai

dengan kreasi anak tersebut seperti bentuk bintang, bentuk hati, boneka atau

berbentuk yang lainnya. Dalam kegiatan keterampilan pita rambut ini dapat

membantu anak memaksimalkan fungsi gerak tangan dan daya konsentrasinya

yang mana gerak yang digunakan adalah sendi dan otot-otot kecil.

Pada observasi dan wawancara awal yang telah penulis lakukan

dengan kepala sekolah dan guru yang terkait pada tanggal 14 Maret 2007 di

sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang di mana kondisi anak

mengalami gangguan motorik halus, konsentrasi rendah dan cepat mengalami

kebosanan. Di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang itu sendiri

telah terdapat program life skill seperti salon, sablon, produksi kapur serta tata

busana. Di mana kemampuan anak tunagrahita di sekolah Putra Jaya Malang

dalam bidang akademiknya sangat rendah tetapi anak tunagrahita ringan dapat

diarahkan dalam hal life skill demi kelangsungan kehidupannya kelak. Oleh

sebab itu penulis sebagai seorang calon pendidik khususnya bagi anak

berkebutuhan khusus akan memberikan suatu alternatif sederhana yaitu

dengan penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut

pada anak tunagrahita kegiatan atau latihan ini dapat dijadikan sebagai salah

satu keterampilan yang dapat memiliki nilai jual sehingga dapat dipasarkan

untuk memperolah keuntungan. Serta kegiatan ini dapat meningkatkan

kemampuan gerak halus di mana gerak yang di gunakan hanya otot-otot

Page 3: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …

49

tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, yang membutuhkan koordinasi

gerak dan daya konsentrasi yang baik. Kegiatan ini disesuaikan juga dengan

kemampuan, kondisi dan tingkat perkembangan anak tunagrahita ringan yang

cenderung terlambat dari pada anak normal lainnya.

Tujuan terapi okupasi secara umum menurut Astati (1995:13) adalah

mengembalikan fungsi fisik, mental, sosial, dan emosi dengan

mengembangkannya seoptimal mungkin serta memelihara fungsi yang masih

baik dan mengarahkannya sesuai dengan keadaan individu agar dapat hidup

layak di masyarakat.

Sedangkan menurut Martono (1992:2) (dalam Astati, 1995:11) terapi

okupasi memiliki tujuan, yaitu: a) Diversional, menghindari neorosis dan

memelihara mental, b) Pemulihan fungsioanal, mencakup fungsi-fungsi

persendian, otot-otot serta kondisi tubuh lainnya, c) Latihan-latihan prevo-

kasional yang memberikan peluang persiapan menghadapi tugas pekerjaan

yang lebih sesuai dengan kondisinya. Tujuan dari terapi okupasi adalah

membantu seseorang menjadi mandiri dalam beraktifitas baik dengan alat

bantu ataupun tanpa alat bantu terutama untuk aktivitas kesehariannya

(makan, minum, mandi, berpakaian, dan lainnya) http://www.kompas.com/

kesehatan/news/0603/03/, (diakses 20 Desember 2006). Secara umum sasaran

terapi okupasi adalah keadaan seseorang yang mengalami suatu gangguan

fisik, mental pemulihan, pengembangan, intelektual, emosi dan sosial. Sasaran

terapi okupasi secara khusus bagi anak tunagrahita dibedakan berdasarkan

kondisi anak tunagrahita itu sendiri.

Adapun sasaran khusus terapi okupasi bagi anak tunagrahita ringan menurut

Astati (1995: 17) adalah a) Memiliki kemampuan gerak motorik kasar dan

halus, b) Memiliki kemampuan persepsi yang baik, c) Memiliki kemampuan

mengurus diri sendiri dan bina diri, d) Memiliki kemampuan komunikasi dan

bersosialisasi, e) Memiliki kemampuan bekerja terutama sifatnya semi skill

untuk bekal hidup. Dalam penelitian ini target yang hendak dicapai setelah

anak mendapatkan terapi okupasi adalah terlebih dulu anak dapat

menggerakkan sensomotoriknya khususnya tangan lalu anak dapat

berkonsentasi pada tugas yang diberikan. Diharapkan anak dapat

meningkatkan kemampuan motoriknya dengan latihan membuat pita rambut.

Untuk mencapai tujuan maka perlu ditetapkan ruang lingkup dari terapi

okupasi bagi anak tunagrahita menurut Astati (1995:20) adalah a)

Kemampuan gerak kasar, b) Kemampuan gerak halus, c) Kemampuan

persepsi, d) Kemampuan mengurus diri dan bina diri, e) Kemampuan

berkomunikasi, f) Kemampuan sosialisasi dan emosi, g) Kemampuan

vokasional dan kesibukan.

Adapun prinsip-prinsip dari terapi okupasi adalah: (a) Prinsip

berdasarkan kegunaan: 1) Prinsip rekreatif dimana dalam melakukuan terapi

okupasi anak tunagrahita tidak boleh merasa bahwa hal itu merupakan

paksaan, anak harus merasa gembira selama mengikuti kegiatan, 2) Prinsip

keberhasilan adalah anak mengerjakan sesuatu hendaknya menghasilkannya

dengan baik. Dimana setiap anak tidak harus ahli dalam melakukan gerakan

tetentu tetapi anak harus terus di berikan pelatihan, 3) Prinsip perbaikan dan

penyembuhan; (b) Prinsip berdasarkan pelaksanaannya, dalam prinsip ini ada

beberapa prinsip yang berkenaan terhadap pelaksanaan terapi okupasi menurut

Page 4: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

50

Astati (1995:25), yaitu: 1) Karakteristik fisik, 2) Karakteristik yang

berhubungan dengan melatihnya.

Melalui terapi okupasi diharapkan dapat memperbaiki fungsi fisik,

intelektual, sosial dan emosi individu sebagaimana mestinya. Terapi okupasi

yang digunakan disini adalah terapi melalui ketrampilan pita rambut pada

anak tunagrahita yang di tekankan pada latihan ketrampilan tangan yang

menggunakan jarum dan benang, dimana anak tunagrahita akan diajarkan

membuat pita rambut dengan cara menjahit. Dalam kegiatan ini mampu

meningkatkan kemampuan gerak halus di mana gerak yang di gunakan hanya

otot-otot tertentu saja dan dilakukan oleh otot-otot kecil, yang membutuhkan

koordinasi gerak dan daya konsentrasi yang baik serta kegiatan ini cukup

produktif walaupun sifatnya sangat sederhana. Anak tunagrahita di sini

diharapkan dapat melakukan aktivitas menjahit yang menarik dan

menimbulkan suatu kesenangan, dapat melatih motorik halus tangan,

konsentrasi pada tugas serta mampu menggunakan waktu luangnya dengan

kegiatan yang cukup produktif untuk meningkatkan kepercayaan diri anak

sehingga kelak anak mampu bertindak secara layak untuk menjalani hidup dan

dapat bekerja secara wajar sesuai dengan kondisinya, dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita

rambut dapat memeperbaiki dan memaksimalkan fungsi gerak serta daya

konsentrasi anak tunagrahita.

Menurut Kartadinata (1996), mengemukakan bahwa keterampilan

merupakan kemampuan khusus untuk memanipulasi alat, ide dan keinginan.

Seseorang dikatakan terampil bila dapat melakukan sesuatu tugas pekerjaan

dengan baik dan cermat. Diketahui bahwa keterampilan melakukan sesuatu

hanya dapat dimiliki oleh seseorang setelah melakukan serangkaian latihan.

Dengan kata lain terlatih dalam mengerjakan sesuatu barulah seseorang

memiliki keterampilan. Keterampilan hanya dapat dimiliki dalam dan melalui

rangkaian latihan yang berencana, bertahap dan berkelanjutan. Keterampilan

pita rambut adalah ketrampilan yang berbahan kain perca dimana dalam

pembuatannya dengan cara di jahit sederhana dengan tusuk jelujur serta dapat

di lengkapi dengan beberapa aksesoris sesuai dengan keinginan dan

kreativitas. Bagi anak tunagrahita keterampilan perlu dilatihkan secara terus

menerus agar anak mudah memahami dan mengikuti petunjuk dengan benar,

dengan adanya latihan yang terencana dan terus menerus maka hasil yang

telah dilatihkan sedikit demi sedikit akan menjadi baik dan selanjutnya layak

atau dapat disamakan dengan hasil pekerjaan anak normal.

Tujuan dan Fungsi Pendidikan Keterampilan; (a) Sebagai kemampuan

khusus untuk keperluan sehari-hari, (b) Menggunakan atau memanfaatkan

alat, bahan dan pengalaman untuk kepentingan hidup sehari-hari, (c)

Persiapan untuk mengembangkan bakat dan menggunakan waktu senggang.

Pendidikan keterampilan akan berguna untuk melaksanakan suatu kegiatan

yang berguna bagi dirinya dan bagi orang banyak. Dalam pembinaan

keterampilan, berarti menerapkan suatu pengetahuan secara cepat dan tepat.

Untuk itulah pembinaan keterampilan hendaknya ditujukan pada usaha

mengembangkan kemampuan anak didik, sehingga akan bermanfaat bagi

dirinya sendiri dan bagi masyarakat.

Page 5: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …

51

Berdasarkan kondisi tersebut dapat dirumuskan adanya permasalahan

yang berkaitan dengan Penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita

rambut pada anak tunagrahita, sehingga muncul rumusan masalah sebagai

berikut: (1) Bagaimana penerapan terapi okupasi melalui keterampilan pita

rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya

Malang?, (2) Bagaimana tingkat pencapaian hasil dari terapi okupasi melalui

keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan

khusus Putra Jaya Malang?, (3) Apa saja yang menjadi kendala dari penerapan

terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak

tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang?

Adapun tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk memperoleh data tentang

kemampuan anak tunagrahita ringan dalam terapi okupasi melalui

keterampilan pita rambut di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang,

(2) Untuk mendeskripsikan peningkatan sesudah dilakukan terapi okupasi

melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita ringan di sekolah

berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang, (3) Untuk menganalisis data tentang

kemampuan anak tunagrahita ringan dalam terapi okupasi melalui

keterampilan pita rambut di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang,

(4) Untuk mengetahui kendala dari terapi okupasi melalui keterampilan pita

rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya

Malang.

METODE

Penelitian ini desain yang digunakan adalah desain penelitian

Deskriptif Kualitatif., yaitu menggambarkan sesuatu kondisi nyata dalam

bentuk data kualitatif. Adapun yang menjadi subyek penelitian adalah anak

tunagrahita ringan jenjang SMALB di sekolah berkebutuhan khusus Putra

Jaya Malang berjumlah 6 anak. Sedangkan teknik pengumpulan datanya

digunakan (1) Wawancara kepada guru untuk mengetahui kemampuan dasar

anak. Untuk mengetahui kendala yang dihadapi setiap anak maka perlu

adanya wawancara antara peneliti dan anak tunagrahita di sekolah

berkebutuhankhusus Putra Jaya malang; (2) Observasi yaitu untuk mengamati

proses penerapan terapi okupasi melalui ketrampilan membuat pita rambut

dan kemudian dibuat catatan lapangan dari hasil observasi, dan (3)

Dokumentasi, berupa dokumentasi riwayat hidup anak.

Memilih teknik analisis data yang tepat perlu memperhatikan bentuk

data penelitiannya, data yang valid masih belum cukup untuk menarik

kesimpulan yang tepat, tetapi juga diperlukan analisis data yang valid pula.

Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berupa data kualitatif, maka peneliti

menggunakan analisis non-statistik, berupa analisis deskriptif. Sesuai dengan

pernyataan Poerwanti, dkk (1994), bahwa dengan analisis deskriptif

diharapkan karakteristik atau sifat-sifat seperangkat data dari suatu variabel

yang dimaksud dapat lebih mudah difahami.Dalam penelitian kualitatif

melalui beberapa tahap, yaitu Reduksi data, display data, Verifikasi atau

mengambil kesimpulan (Nasution, 1996 : 129). Bahkan menurut Milles dan

Hubberman (1984) juga Yin (1987), (dalam Wahyudi, 2005 : 72), tahap

analisis data dalam penelitian kualitatif secara umum dimulai sejak

Page 6: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

52

pengumpulan data, reduksi data, penyajian atau display data dan penerikan

kesimpulan atau verifikasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dihasilkan merupakan hasil penerapan terapi okupasi

melalui ketrampilan membuat pita pada anak tunagrahita di sekolah

berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang, selama masa penelitian berlangsung,

yaitu pada bulan Maret-April. Data hasil observasi dan wawancara kemudian

dijadikan sebagai sumber informasi dan dideskripsikan secara kualitatif.

Secara keseluruhan hasil penelitian dapat dianalisis sebagai berikut:

a. Penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada

anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang ini

lebih di fokuskan pada prosesnya bukan berupa hasilnya, karena dalam

kegiatan ini yang digunakan adalah gerak motorik halus serta pemusatan

konsentasi.

b. Tingkat pencapaian hasil dari terapi okupasi melalui keterampilan pita

rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusu Putra Jaya

Malang, yaitu : (1) RT, Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28

Maret 2007, awalnya RT belum dapat mengerjakan keterampilan pita

rambut sendiri RT masih harus dibantu dalam membalik kain yang telah

terjahit karena RT mengalami kendala dalam motoriknya. Dalam tabel 4.1

penilaian RT mendapatkan nilai terendah dalam aspek membalik kain

yaitu dengan rata-rata 65,8 masuk kategori kurang dan nilai tertinggi RT

dalam aspek menjahit kain dengan rata-rata 78,3 masuk kategori cukup,

tetapi dalam pertemuan selanjutnya RT telah dapat menguasai kegiatan

yang terdapat pada keterampilan pita rambut, (2) DB, Berdasarkan hasil

pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007 DB pada awalnya masih kurang

mampu menguasai semua kegiatan, karena DB cukup sulit dalam

berkonsentrasi. DB harus dibimbing seperti pada menggunting kain dan

menjahit kain DB belum dapat rapi. Dalam tabel 4.2 penilaian DB

mendapatkan nilai terendah dalam aspek menggunting kain dengan nilai

68,3 masuk kategori kurang dan nilai tertingginya 77,5 dalam aspek

memasukkan benang kedalam lubang jarum masuk kategori cukup, tetapi

setelah pertemuan selanjutnya DB sudah dapat lebih fokus, dan jahitannya

cukup rapi hanya perlu latihan secara terus-menerus; (3) LN, Berdasarkan

hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, awalnya LN telah

bersemangat mengikuti terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita

ini, dimana LN telah mampu menguasai semua kegiatan yang ada. Dalam

tabel 4.3 penilaian LN mendapat nilai terendah 77,5 masuk kategori cukup

dalam aspek memasukkan karet kadalam kain yang telah terbalik dan nilai

tertinggi 85,5 masuk kategori baik dalam aspek memasukkan benang

kedalam lubang jarum. Dalam hal ini diharapkan LN harus tetap latihan

agar dapat lebih berkonsentrasi pada tugas yang diberikan. (4) AY,

Berdasarkan hasil pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, AY cukup

mahir dalam hal menjahit, motoriknya tidak mengalami hambatan, hanya

AY mengalami gangguan pendengaran. Dalam tabel 4.4 penilaian AY

mendapatkan nilai terendah 79,1 masuk kategori cukup dalam aspek

menjahit kain dan nilai tertinggi 86,6 masuk kategori baik dalam aspek

Page 7: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …

53

menggunting kain. AY mampu memahami apa yang diperintahkan

kepadanya, tetapi AY harus tetap latihan agar lebih berkonsentrasi dan

dapat mengembangkan kemampuannya. (5) DT, Berdasarkan hasil

pengamatan pada tanggal 28 Maret 2007, DT belum menunjukkan

ketertarikan dengan keterampilan membuat pita. Dalam tabel 4.5 penilaian

DT mendapat nilai terendah 68,3 masuk kategori kurang dalam aspek

menggunting kain dan nilai tertinggi 77,5 masuk kategori cukup dalam

aspek menjahit kain DT sangat mudah sekali terganggu konsentrasinya

apabila melihat temannya telah lebih dulu selesai mengerjakan, DT cukup

rapi dalam hal menjahitnya tetapi DT harus tetap berlatih agar dapat

menguasai semua aspek yang ada dalam keterampilan pita rambut. (6) EN,

Berdasarkan pada hasil pengamatan pada tanggal 28 Mreat 2007 EN pada

awalnya sedikit malas karena EN belum terbiasa dengan kegiatan

menjahit. Tetapi setelah pertemuan selanjutnya EN dapat tertarik dengan

keterampilan membuat pita karena melihat temannya. Dalam tabel 4.6

penilaian EN mendapat nilai terrendah 65,8 masuk kategori kurang dalam

aspek membalik kain yang sudah terjahit dan nilai tertinggi 78,3 masuk

kategori cukup dalam aspek menggunting kain. EN harus banyak berlatih

terlebih dalam keterampilan ini agar motorik dan konsentrasinya dapat

lebih meningkat.

c. Kendala dari penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita

rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya

Malang. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan anak, bahwa

dapat disimpulkan kendala yang di hadapi oleh anak adalah : (1) RT; Pada

saat memasukkan benang kedalam lubang jarum RT harus dibantu karena

kendala penglihatan dan motoriknya yang sedikit terhambat;

Menggunting kain RT sedikit kesulitan tetapi RT dapat melakukannya;

Menjahit kain RT dapat melakukan walaupun tidak terlalu rapi; Pada saat

membalik kain RT mengalami kesulitan dan membutuhkan bantuan; RT

dapat memasukkan karet dalam kain walaupun membutuhkan waktu yang

cukup lama. (2) DB; dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum

sendiri tanpa bantuan; belum dapat menguasai teknik menggunting dengan

baik dan harus lebih banyak latihan; Pada saat menjahit DB tidak dapat

melakukan dengan rapi, harus lebih banyak latihan; DB tidak dapat

membalik kain sendiri harus dengan bantuan kayu; DB dapat memasukkan

karet pada kain dengan baik (3) LN; dapat memasukkan benang kedalam

lubang jarum sendiri tanpa bantuan; dapat menguasai teknik menggunting

dengan baik tetapi harus tetap latihan; Pada saat menjahit LN dapat

melakukan dengan rapi; dapat membalik kain sendiri walaupun dengan

bantuan kayu; masih perlu latihan memasukkan karet pada kain. (4) AY;

dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri tanpa bantuan;

dapat menguasai teknik menggunting dengan baik; Pada saat menjahit AY

melakukan dengan rapi, tetapi harus banyak latihan; Pada saat membalik

kain AY dapat melakukan sendiri walaupun tanpa bantuan kayu; Dapat

memasukkan karet pada kain dengan baik. (5) DT; tidak dapat

memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri harus dengan bantuan;

belum dapat menguasai teknik menggunting dengan baik dan harus lebih

banyak latihan; Pada saat menjahit DT dapat melakukan dengan rapi,

Page 8: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

54

tetapi harus lebih banyak latihan; tidak dapat membalik kain sendiri harus

dengan bantuan kayu; tidak dapat memasukkan karet pada kain dengan

baik. (6) EN; dapat memasukkan benang kedalam lubang jarum sendiri

tanpa bantuan; dapat menguasai teknik menggunting dengan baik tetapi

harus lebih banyak latihan; Pada saat menjahit EN tidak dapat melakukan

dengan rapi, harus lebih banyak latihan; tidak dapat membalik kain sendiri

harus dengan bantuan kayu; dapat memasukkan karet pada kain dengan

baik

Berdasarkan pada analisis data maka dapat disimpulkan bahwa

penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada

anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang ini lebih

di fokuskan pada prosesnya bukan berupa hasilnya, karena dalam kegiatan ini

yang digunakan adalah gerak motorik halus serta pemusatan konsentasi.

Dalam penerapan terapi okupasi melalui keterampilan membuat pita

rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya

Malang mengalami peningkatan yang bagus pada pertemuan terakhir karena

anak diberikan penerapan secara berulang-ulang dan diharapkan anak tetap

berlatih agar motorik halus dan konsentrasi tetap bagus, serta anak dapat

mengembangkan kreativitasnya dalam hal keterampilan. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa penerapan terapi okupasi melaui keterampilan membuat

pita rambut pada anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya

Malang berjalan lancar dan menunjukkan adanya perkembangan yang

signifikan dengan dibuktikan secara komulatif mendapatkan kategori cukup

yang mana anak masih perlu banyak latihan untuk dapat menguasai materi

keterampilan membuat pita rambut dengan baik. Di mana kegiatan ini berupa

pemberian kesibukan yang melatih motorik atau mengurangi terjadinya

kekakuan selain itu juga untuk melatih konsentrasi anak, daya tahan, dan

perhatian terhadap sesuatu. Hasil ini didukung oleh pendapat dari Maike Dwi

Hantika (2004:54) menyatakan bahwa “ Terapi okupasi merupakan salah satu

cara yang efektif untuk meningkatkan motorik halus anak tunagrahita

khususnya anak tunagrahita ringan”. Keterampilan pita rambut adalah

keterampilan yang berrbahan dasar kain dimana dalam pembuatannya dengan

cara dijahit sederhana dengan tusuk jelujur serta dapat dilengkapi dengan

beberapa aksesoris sesuai dengan keinginan dan kreativitas, meskipun

keterampilan ini sangat sederhana tetapi dalam prosesnya sangat di butuhkan

oleh anak tunagrahita yang mana dalam kegiatan ini meliputi perbaikan

motorik halus serta dapat meningkatkan daya pemusatan konsentrasi anak.

Secara garis besar kendala yang dihadapi anak dalam penerapan terapi

okupasi melalui keterampilan membuat pita rambut pada anak tunagrahita di

sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang adalah anak mengalami

kesulitan pada motorik dan pemusatan konsentrasi yang rendah, sehingga

mereka tidak dapat menyelesaikan pita rambut sesuai dengan waktu yang telah

ditentukan yaitu 1 jam untuk satu pita rambut yang telah jadi.

Terapi okupasi merupakan suatu usaha terapi atau bantuan pada anak

tunagrahita ringan agar dapat mengatualisasikan potensinya sebagaimana

mestinya. “Salah satu tujuan dari terapi okupasi ini adalah menumbuhkan dan

meningkatkan kemandirian. terutama kemampuan fungsi aktivitas kehidupan

Page 9: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

Nurlina, Penerapan Terapi Okupasi …

55

sehari-hari. Hal itu dilakukan dengan cara melatih fungsi koordinasi, integrasi

sensorik- motorik.“ Widjajalaksmi. 2005. mandiri rajut masa depan. jurnal

kesehatan, (online)(http://kompas.com/kompascetak/0507/13/kesehatan

/1892858.htm, diakses 29 Mei 2007). Terapi ini dilaksanakan melalui

pekerjaan, latihan, kegiatan, atau kesibukan. Pekerjaan atau kesibukan

hanyalah merupakan suatu media untuk mencapai suasana pergaulan atau

interaksi antara murid, guru, dan masyarakat sekitarnya. Perubahan ini timbul

diantaranya disebabkan tindakan atau usaha guru, dimana dalam melakukan

latihan terapi okupasi anak tunagrahita tidak boleh merasa bahwa hal itu

merupakan paksaan. anak harus merasa gembira selama mengikuti kegiatan.

Jika anak menunjukkan keberhasilan bagaimanapun kecilnya, perlu diberi

suatu penghargaan baik sanjungan maupun hadiah. PPRPCM (1980:8) (dalam

Astati: 23) mengemukakan bahwa “Kesibukan hanya merupakan suatu

keadaan dimana orang yang bersangkutan terlibat dalam suatu aktivitasnya

yang menarik perhatiannya, yang bias membuatnya gembira dan senang.”

Dengan demikian tujuan kita akan tercapai bila anak menikmati kegiatan

tanpa keadaan terpaksa.

SIMPULAN DAN SARAN

Dari hasil dan pembahasan dapat di simpulkan bahwa; (1) Penerapan

terapi okupasi melalui keterampilan pita rambut pada anak tunagrahita

disekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang dapat berjalan sesuai

dengan rencana guru dan menunjukkan adanya perkembangan yang signifikan

dengan kategori penilaian cukup yang mana anak tunagrahita masih

memerlukan latihan. (2) Tingkat pencapaian hasil dari penerapan ini mencapai

tingkat yang bagus ada pada pertemuan terakhir yaitu pada pertemuan

keenam. (3) Kendala utama yang dialami oleh anak-anak adalah motorik halus

dan daya pemusatan konsentrasi serta membutuhkan waktu yang lebih lama

dan jadwal yang continue untuk mencapai tujuan yang diinginkan, yang mana

anak tunagrahita di sekolah berkebutuhan khusus Putra Jaya Malang belum

dapat menyelesaikan sesuai waktu yang ditentukan dalam pengerjaan pita

rambut yaitu selam satu jam untuk 1 hasil pita rambut.

Dari hasil simpulan tersebut dapat disarankan hal-hal sebagai berikut:

(a) Sekolah diharapkan dapat membantu siswa memasarkan hasil kerajinan

sehingga anak dapat memperoleh sedikit keuntungan sebagai tambahan uang

saku, Sekolah diharapkan dapat mengupayakan suatu kegiatan yang dapat

memperbaiki kondisi anak melalui bentuk terapi atau kegiatan yang menarik

lainnya; (b) Perhatian guru harus lebih terpusat pada anak yang kurang

mampu dalam setiap kegiatan yang diberikan oleh guru, sehingga anak dapat

mengikuti kegiatan tersebut dengan baik dan sesuai dengan rencana guru,

Pemberian suatu kegiatan diharapkan sesuai dengan karakteristik dan kondisi

anak agar kegiatan tersebut dapat menimbulkan suatu kesenangan. (c) Orang

tua diharapkan ikut andil dengan memberikan bimbingan pada anak saat

dirumah sesuai dengan latihan yang telah diberikan oleh guru di sekolah, agar

anak mampu memanfaatkan waktu luang dan Orang tua harus bekerja sama

dengan guru dan pihak sekolah terkait dalam segala hal yang berkaitan dengan

kemajuan anaknya. (c) Siswa diharapkan terus belajar dan meningkatkan

kemampuannya dalam hal akademik maupaun pada keterampilan yang dapat

Page 10: Terapi Okupasi Untuk Keterampilan Pita Rambut Pada Anak Tunagrahita

JURNAL PENDIDIKAN LUAR BIASA, APRIL 2008, VOLUME 4,NOMOR 1

56

meningkatkan kemampuan gerak motorik serta pemusatan konsentrasinya, dan

siswa dapat mengembangkan kreatifitasnya melalui keterampilan-

keterampilan yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi masing-masing

anak.

DAFTAR ACUAN

A publication of the National Dissemination Center for Children with

Disabilities (online) (http:www.nichcy.org/pubs/factshe/fs8txt.htm)

(diakses 29 mei 2007)

Amin, M. 1996. Orthopedagogik Anak Ttunagrahita. Jakarta:Depdikbud

Astati. 1995. Terapi Okupasi , Bermain, dan Musik untuk Anak Tunagrahita.

Bandung : Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan.

Hantika, Maike Dwi. 2004. „Peningkatan Kemampuan Motorik Halus Melalui

Terapi Okupasi Pada Anak Tunagrahita Ringan di SLB C Bakti Asih

Surabaya. Surabaya“. Skripsi tidak diterbitkan. Surabaya:PLB FIP

Unesa.

http://www.kompas.com/kesehatan/news/0603/03/130032.htm (online)

(diakses 20 Desember 2006)

http://www.puskur.net/inc/sr.sma/ketrampilan.pdf (online) (diakses 20

desember 2006)

http://www.minddisorders.com/Py-Z/Vocational-rehabilitation.html

(online) (diakses 6 Juni 2007)

http://www.mitranetra.or.id/arsip/index.asp?kat=Naker&id=10040103 (online)

(diakses 6 Juni 2007)

Kartadinata, S. 1996. Psikologi Anak Luar Biasa. Jakarta:Depdikbud

Sujarwanto. 2005. Terapi Okupasi untuk Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:

Depdikbud

Tarmansyah. 1986. Pedoman Guru Terapi Okupasional Untuk Anak

Tunadaksa. Jakarta : Depdikbud.

Wahyudi, Ari. 2005. Pengantar Metodologi Penelitian. Surabaya : Unipres

Widjajalaksmi. 2005. Mandiri Rajut Masa Depan. jurnal kesehatan, (online),

(http://kompas.com/kompas-cetak/0507/13/kesehatan/1892858.htm,

diakses 29 Mei 2007).