Upload
amanda-abdat
View
241
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
1/16
JOURNAL READING
PENATALAKSANAAN COR PULMONALE CHRONIC
Oleh:
Qorry Amanda
01.209.5986
Pembimbing:
dr. H. Taufik Kresno, Sp. PD, SH, FINASIM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2013
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
2/16
2
COR PULMONALE CHRONIC
(CPC)
Definisi
Kor pulmonal adalah hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit parenkim paru dan atau pembuluh darah paru yang tidak berhubungan
dengan kelainan jantung kiri. Untuk menetapkan adanya kor pulmonal secara klinis pada
pasien gagal napas diperlukan tanda pada pemeriksaan fisis yakni edema. Penyakit paru
obstruktif kronis (PPOK) merupakan penyebab utama insufisiensi respirasi kronik dan kor
pulmonal, diperkirakan 80 - 90% kasus.
Faktor Resiko & Etiologi
1.
Penyakit Parenkim Paru
penyebab tersering
2.
Kelainan dinding dada & otot napas
Miastenia gravis
3. Sindroma Pickwikian & sleep apnea
4. Penyakit vaskuler paru
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
3/16
3
Patogenesis
Penyakit paru kronis akan mengakibatkan berkurangnya vaskular bedparu, dapat disebabkan oleh
semakin terdesaknya pembuluh darah oleh paru yang mengembang atau kerusakan paru. Di
samping itu juga mengakibatkan asidosis dan hiperkapnia, hipoksia alveolar yang akan merangsang
vasokontriksi pembuluh darah serta polisitemia dan hiperviskositas darah. Semua kelainan tadi akan
menyebabkan timbulnya hipertensi pulmonal. Dalam jangka panjang akan mengakibatkan hipertrofi
dan dilatasi ventrikel kanan dan kemudian akan berlanjut menjadi gagal jantung.
Manifestasi Klinis
Tingkat klinis kor pulmonal dimulai PPOK kemudian PPOK dengan hipertensi pulmonal dan akhirnyamenjadi PPOK dengan hipertensi pulmonal serta gagal jantung kanan.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
4/16
4
Diagnosis
Diagnosis kor pulmonal ditegakkan dengan menemukan tanda PPOK; asidosis dan hiperkapnia,
hipoksia, polisitemia dan hiperviskositas darah, hipertensi pulmonal (diketahui dengan adanya
gambaran EKG P pulmonale dengan deviasi aksis ke kanan. Pada foto Thoraks terdapat pelebaran
cabang paru di hilus), hipertrofi/dilatasi ventrikel kanan dan gagal jantung kanan (ditegakkan dengan
adanya peningkatan tekanan vena jugularis, hepatomegali, asites maupun edema tungkai).
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
5/16
5
Tatalaksana
Tujuannya:
1. mengoptimalkan efisiensi pertukaran gas
2. menurunkan hipertensi pulmonal
3. mengobati gagal jantung kanan
4. meningkatkan kelangsungan hidup
5. pengobatan penyakit dasar dan komplikasinya
Terapi medis untuk CPC lebih difokuskan untuk mengatasi masalah paru yang mendasarinya
dan meningkatkan oksigenasi dan fungsi ventrikel kanan dengan meningkatkan kontraktilitas dan
mengurangi vasokonstriksi pulmonar (Sopari, 2013).
Pengobatan kor pulmonal dari aspek jantung bertujuan untuk menurunkan hipertensi pulmonal,
pengobatan gagal jantung kanan dan meningkatkan kelangsungan hidup. Untuk tujuan tersebut
pengobatan yang dapat dilaksanakan diawali dengan menghentikan merokok serta tatalaksana
lanjut adalah sebagai berikut:
1.
Tirah Baring dan Pembatasan Garam
Tirah baring sangat penting untuk mencegah memburuknya hipoksemia, yang nantinya
akan lebih menaikkan lagi tekanan arteri pulmonalis. Garam perlu dibatasi tetapi tidak
secara berlebihan karena klorida serum yang rendah akan menghalangi usaha untuk
menurunkan hiperkapnia.
2.
Terapi Oksigen
Mekanisme bagaimana terapi oksigen dapat menigkatkan kelangsungan hidup belum
diketahui pasti, namun ada 2 hipotesis: (1) terapi oksigen mengurangi vasokontriksi
dan menurunkan resistensi vaskuler paru yang kemudian meningkatkan isi sekuncup
ventrikel kanan, (2) terapi oksigen meningkatkan kadar oksigen arteri dan
meningkatkan hantaran oksigen ke jantung, otak, dan organ vital lainnya.
Pemberian terapi oksigen sangat penting pada pasien dengan COPD. Dimana dengan
cor pulmonal, tekanan parsial oksigen biasanya berada di bawah 55mmHg dan menurun
pada saat melakukan aktifitas dan selama tidur. Hal ini dapat mengurangi vasokonstriksi
pulmonal akibat hipoksia yang nantinya akan meningkatkan curah jantung ke paru. Secara
umum, pasien dengan COPD diberikan terapi oksigen jangka panjang ketika tekanan
parsial oksigen dibawah 55mmHg atau saturasi oksigen berada dibawah 88%. Namun,
untuk menejaga fungsi kognitif pasien, terapi oksigen masih bisa diberikan walaupun
tekanan parsial oksigen berada di atas 55mmHg.
Indikasi terapi oksigen adalah PaO2 55 mmHg atau SaO2 88%, PaO2 55-59 mmHg, dan
disertai salah satu dari tanda seperti, edema yang disebabkan gagal jantung kanan, P
pulmonal pada EKG, dan eritrositosis hematokrit > 56%
Biasanya diperlukan 10-14 hari terapi intensif untuk mencapai keadaan dimana bantuanpernapasan tidak lagi dibutukan pasien. Penggunaan morfin, kodein, dan barbiturat yang
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
6/16
6
dapat menekan respiratory-clearance merupakan kontraindikasi dan dapat menyebabkan
kefatalan pada beberapa pasien. Bila diperlukan sedasi, dapat dipakai chloral hydrate atau
paraldehyde.
Penatalaksaanaan dalam pencegahan anoksia dan retensi karbondioksida sangat ditekankan
karena dapat menentukan kemungkinan gagal jantung.
3.
Terapi Medikamentosa
a. Diuretik
Diuretika diberikan untuk mengurangi tanda-tanda gagal jantung kanan. Namun
harus dingat, pemberian diuretika yang berlebihan dapat menimbulkan alkalosis
metabolik yang bisa memicu peningkatan hiperkapnia. Disamping itu, dengan
terapi diuretika dapat terjadi kekurangan cairan yang mengakibatkan preload
ventrikel kanan dan curah jantung menurun.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
7/16
7
b. Vasodilator
Pemakaian vasodilator seperti nitrat, hidralazin, antagonis kalsium, agonis alfa
adrenergik, ACE-I, dan postaglandin belum direkomendasikan pemakaiannya
secara rutin. Vasodilator dapat menurunkan tekanan pulmonal pada kor
pulmonal kronik, meskipun efisiensinya lebih baik pada hipertensi pulmonal yang
primer.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
8/16
8
c.
Agonis Beta-selektif
Memiliki efek tambahan sebagai bronkodilator dan mucociliary clearance yang
menguntungkan. FDA menyetujui penggunaan epoprostenol, treprostinil, bosentan,
dan iloprost untuk penatalaksanaan hipertensi pulmoner. Terapi terbaru yang
disetujui adalah Inhibitor PDE5 yaitu sidenafil.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
9/16
9
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
10/16
10
d.
Cardiac glycosida (Digitalis)Digitalis hnya digunakan pada pasien kor pulmonal bila disertai gagal jantung
kiri. Digitalis tidak terbukti meningkatkan fungsi ventrikel kanan pada pasien kor
pulmonal dengan fungsi ventrikel normal, hanya pada pasien kor pulmonal
dengan fungsi ventrikel kiri yang menurun, digoksin bisa meningkatkan fungsi
ventrikel kanan. Pada pemberian digitalis perlu diwaspadai resiko aritmia.
Pemberian preparat digitalis pada pasien CPC yang pernah mengalami gagal jantung
didasari pada kondisi tekanan arteri pulmonalnya yang mudah meningkat saat
beraktivitas yang akan memberatkan kerja jantung selanjutnya.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
11/16
11
e.
Teopillin
Penambahan pemberian bronkodilator memberikan efek dimana resistensi
vaskular pulmnonal dan tekanan arteri pulmonal mengalami penurunan. Namun
pemberian teopilin dapat menyebabkan ejeksi ventrikel kiri dan kanan.
f. Antikoagulan
Diberikan untuk menurunkan resiko terjadinya tromboemboli akibat disfungsi
dan pembesaran ventrikel kanan dan adanya faktor imobilisasi pada pasien.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
12/16
12
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
13/16
13
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
14/16
14
Terapi optimal kor pulmonal karena PPOK harus di mulai dengan terapi optimal
PPOK untuk mencegah atau memperlambat timbulnya hipertensi pulmonal. Terapi
tambahan baru diberikan bila timbul tanda-tanda gagal jantung kanan.
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
15/16
15
8/10/2019 Tatalaksana Cor Pulmonale Chronic
16/16
16
g.
Phlebotomy
Kondisi pasien CPC yang disertai komplikasi polisitemia yang diakibatkan kebutuhan
oksigen jaringan yang meningkat menambah beban kerja jantung yang telah
mengalami kegagalan fungsi. Hal ini akan memperburuk kondisi homeostatis pasien
sehingga diperlukan phlebotomy berkala yang diharapkan dapat memperingan
beban kerja jantung. Phlebotomy dilakukan terutama pada pasien yang sakit akut.
Volume darah yang diphlebotomy berkisar antara 300-500 cc sekali phlebotomy.
Dilanjutkan dengan pemeriksaan hematokrit dan hemoglobin berkala untukmemantau keberhasilan terapi. Target kadar hematokrit adalah 45-50 dengan tanpa
mengurangi kadar HB di bawah 12 g/dL. Untuk itu, perlu ditekankan bahwa tindakan
phlebotomy tidak dilakukan lebih sering dari 2-3 hari sekali.
h. Lain-lain
Pasien dengan insuffisiensi kardiopulmoner akut harus dimonitor secara kontinu
karena dapat memburuk dalam hitungan menit. Pengawasan oleh dokter jaga
hendaknya dilakukan setiap 2-3 jam sekali. Batuk efektif dapat dipicu dengan
inhalasi uap dan ekspektoran. Intake cariuran dan kalori harus cukup.
CPC karena fibrosis paru tidak dapat diharapkan memiliki outcome terapi yang sama
dengan CPC akibat PPOK.