Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
OPEN ACCES
Vol. 12 No. 2: 266-271 Oktober 2019
Peer-Reviewed
AGRIKAN
Jurnal Agribisnis Perikanan (E-ISSN 2598-8298/P-ISSN 1979-6072)
URL: https:https://ejournal.stipwunaraha.ac.id/index.php/AGRIKAN/
DOI: 10.29239/j.agrikan.12.2.266-271
Strategi Implementasi Sistem Informasi Ketertelusuran ISO 8402 pada Rantai Pemasaran Ikan Bandeng (Chanos chanos, Forskal)
(Implementation Strategy of Information System to Traceability ISO 8402 on the Marketing Chain of Milkfish (Chanos chanos, Forskal))
Angky Soedrijanto1 , Faisol Mas’ud1, Kemal Farouq Mauladi1, Endah Sih Prihartini1
1Universitas Islam Lamongan, Jalan Veteran 53 A, Lamongan – Jawa Timur, Indonesia. E-mail: [email protected]
Info Artikel:
Diterima: 09 Spet. 2019
Disetujui: 31 Okt. 2019
Dipublikasi: 4 Nov. 2019
Artikel Penelitian
Keyword:
strategi implementasi, sistem
informasi, ikan bandeng,
ketertelusuran, pemasaran
Korespondensi:
Angky Soedrijanto
Universitas Islam Lamongan,
Indonesia
Email:
Copyright©
Oktober 2019 AGRIKAN
Abstrak. Jangkauan pemasaran ikan bandeng sudah berskala ekspor, untuk konsumsi maupun umpan
pancing ikan tuna. Pasar internasional menuntut penerapan ketertelusuran sebagai kewajiban bagi para
eksportir ikan bandeng. Penelitian bertujuan menemukan strategi implementasi sistem informasi
ketertelusuran ISO 8402 pada rantai pemasaran ikan bandeng Lamongan. Metode penelitian deskriptif, data
diperoleh melalui survey terestris yang hasilnya diberi pembobotan. Pengamatan dilakukan di pasar ikan
Kaliotik – Lamongan yang omzet pemasarannya lebih dari 300 Ton per hari pada bulan Oktober 2018 s/d Mei
2019, terhadap responden yang secara dipilih sengaja merupakan pelaku bisnis lebih dari 10 tahun. Analisis
data berjenjang yaitu: matriks shift share, klasterisasi pembobotan, perhitungan statistik; sedangkan untuk
menemukan strategi informasi ketertelusuran menggunakan Analisis Akar Masalah. Hasil analisis Y = 0,026
+ 1,462 X signifikansi 99,8%, r square 89 dan adjusted r square 91menunjukkan sistem informasi
ketertelusuran sangat berpeluang diterap-kembangkan,. Nilai shift share gap antara ketidak tauan teknologi
informatika terhadap keyakinan untuk mampu menyusun data informasi telusur asal usul ikan 16,5 dengan
skor tertinggi 89,0 dan skor terendah 72,5 menunjukkan bahwa para pedagang dan pemilik ikan bandeng
sudah menguasai penggunaan perangkat android guna menerapkan ketertelusuran. Strategi implementasi
sistem informasi ketertelusuran ISO 8402 pada rantai pemasaran ikan bandeng dapat diterap-kembangkan
melalui 3 cara yaitu: (1) melakukan pelatihan kepada pelaku usaha yang dilakukan oleh unsur penyuluhan, (2)
mempererat pendekatan mentoring antara penyuluh dengan pelaku usaha, (3) penyusunan kesepahaman
dengan industri mengenai insentif harga bagi produk tertelusur..
Abstact. Market range of milkfish is export scale, for consumption and tuna fishing. International markets,
has demand to implement traceability is an obligation for exporters. The study aims to find a strategy
information system for implementing traceability of ISO 8402 in the marketing chain of Lamongan milkfish.
Descriptive research methods, data obtained through terrestrial surveys whose results are weighted.
Observations were made at the Kaliotik fish market - Lamongan whose marketing turnover was more than 300
tons per day in October 2018 to May 2019, to respondents who were chosen deliberately as businesspeople of
more than 10 years. Tiered data analysis, namely: shift share matrix, weighting clustering, statistical
calculations; whereas to find traceability information strategies using Cause Root Analysis. The results of the
analysis were Y = 0.026 + 1.462 X significance 99.8%, r square 89 and adjusted r square 91 showed that
traceability information systems were very likely to be developed. The value of the shift share gap between
informatics technology's disobedience to belief is able to compile data on search information for the origin of
fish 16.5 with the highest score 89.0 and the lowest score of 72.5 indicating that traders and owners of milkfish
have mastered the use of android devices to implement traceability. The strategy for implementing the ISO
8402 traceability information system in the milkfish marketing chain can be implemented through 3 ways: (1)
conducting training for business actors carried out by extension elements, (2) strengthening the mentoring
approach between extension agents and business actors, (3) preparation of understanding with industry
regarding price incentives for traceable products.
I. PENDAHULUAN
Produk pangan olahan ikan bandeng
merupakan salah satu produk unggul Kabupaten
Lamongan, Gresik dan Sidoarjo. Kendala utama
mengkonsumsi ikan bandeng adalah banyak
kandungan durinya, namun teknologi pengolahan
telah mampu mengembangkan produk olahan
yang memungkinkan khalayak luas
mengkonsumsinya tanpa harus takut terkena duri
ikan. Ikan bandeng juga terkenal sebagai ikan
yang berkualitas baik untuk umpan pancing ikan
tuna (Milkfish for tuna bait). Sisik yang kuat,
tubuh yang elastis, dan menghasilkan kilatan
cahaya apabila terkena sinar matahari, dianggap
sebagai jenis umpan yang ideal di kalangan para
nahkoda kapal penangkapan ikan tuna long line
yang beroperasi di berbagai samudera di dunia.
Jangkauan pemasaran ikan bandeng Lamongan
skala ekspor untuk memenuhi permintaan sektor
konsumsi maupun umpan pancing ikan tuna
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
267
diharuskan untuk menerapkan ketertelusuran
merupakan kewajiban bagi para eksportir.
Implementasi sistem informasi
ketertelusuran ISO 8402 atau lebih dikenal dengan
traceability merupakan wujud integritas para
pebisnis untuk saling membangun kepercayaan
dalam berbisnis. Nicolae, et al. (2017) menekankan
pentingnya membangun struktur data tertelusur
pada rantai pemasaran ikan yang dapat diakses
dengan perangkat teknologi yang dikuasai banyak
pihak. Lebih lanjut Moretti, et al (2003)
menyatakan bahwa konsekuensi penerapan
ketertelusuran adalah komitmen untuk jujur dan
konsisten menuliskan label pada produk agar
dapat ditelusuri asal usulnya apabila terjadi resiko
terhadap konsumen.
Syarat implementasi ketertelusuran secara
faktual dalam bisnis adalah sederhana dan, mudah
dimengerti oleh pihak-pihak, serta terus menerus
ditransformasikan antara para pelaku usaha.
Zhang and Bhatt (2014) menyebutkan mudahnya
penerapan traceability dapat dilakukan melalui
kesepakatan bersama antar pelaku bisnis dengan
cara yang sederhana. Kata kunci keberhasilan dari
penerapan ketertelusuran menurut Dabbene, et al
(2013) terletak pada kesungguhan para pelaku
usaha, komitmen dan konsistensinya untuk turut
menjaga mutu bahan makanan.
Data telusur tidak semata-mata dapat
menjamin bahwa suatu produk pangan 100%
aman; akan tetapi penerapan sistem ketertelusuran
dapat memberikan jaminan berupa kecepatan
penanganan masalah medis yang tepat dan akurat
apabila resiko terhadap keamanan pangan
sewaktu-waktu terjadi. Data telusur ini harus
dibuat oleh para pelaku usaha yang terlibat dalam
rantai pemasaran ikan bandeng secara jujur agar
produk akhir nantinya dapat terlacak asal usulnya.
Hal ini merupakan ketentuan mendasar dalam
penerapan ISO 8402. Anonymous (2008)
menyatakan data telusur memiliki manfaat jangka
panjang dan perlu disimpan untuk jangka waktu
tertentu sampai benar-benar dipastikan tidak
diperlukan lagi. Pan (2010) melaporkan bahwa
China telah membangun standar ketertelusuran
yang wajib diterapkan terhadap produksi dan
peredaran makanan domestik di negaranya.
Mai, et al (2010) dan Goulding (2016)
menegaskan bahwa penerapan ketertelusuran
memberikan keuntungan nyata bagi pengusaha.
Keuntungan yang dinikmati langsung adalah
meningkatnya kepercayaan konsumen yang
diwujudkan dalam keberlanjutan sirkulasi produk
di pasaran, serta minimnya resiko keamanan
pangan yang dapat merugikan konsumen.
Goulding (2016) dan Blaha, et al (2015) juga
menegaskan bahwa pengkodean untuk membantu
proses transformasi data telusur dapat dilakukan
dengan sederhana antar pelaku usaha. Prinsip
pengkodean dalam rantai ketertelusuran dapat
dimengerti, dipahami dan dipatuhi transformasi
data berikutnya pada masing-masing pelaku usaha
dalam rantai ketertelusuran.
Komitmen dan konsistensi menerapkan
sistem informasi ketertelusuran ISO 8402 menjadi
keharusan bagi para pelaku usaha dalam rantai
pemasaran ikan bandeng. Perlindungan terhadap
konsumen ikan bandeng di dalam maupun luar
negeri serta terbangunnya kepercayaan bisnis
dalam lingkup global saat ini sudah menjadi
kebutuhan utama. Penerapan sistem informasi
tertelusur seharusnya mudah diterap-
kembangkan. Oleh karena itu, sistem penerapan
ketertelusuran harus dirancang, disusun, dan
diimplementasikan secara mudah melalui
kesepakatan-kesepakatan yang terbangun pada
setiap pelaku usaha dalam rantai bisnis ikan
bandeng. Penelitian bertujuan menemukan
strategi implementasi sistem informasi
ketertelusuran ISO 8402 pada rantai pemasaran
ikan bandeng.
II. METODE PENELITIAN
Penelitian bersifat deskriptif. Data
diperoleh melalui survey terestris menggunakan
alat bantu kuesioner yang pengambilan datanya
dilakukan secara tertutup oleh Peneliti sendiri.
Komponen data yang diperoleh selanjutnya
disusun dalam matrik dan diberi pembobotan
menggunakan skala 1-10. Asumsi dasar bobot
ditetapkan Peneliti berdasarkan pengalaman
peneliti yang terlibat langsung dalam budidaya s/d
pemasaran ikan bandeng.
Responden dipilih secara sengaja terhadap
12 orang pedagang ikan bandeng yang memiliki
omzet pemasaran tinggi; dari sekitar 200 orang
populasi pedagang yang melakukan transaksi.
Pengamatan dilakukan di pasar ikan Kaliotik –
Lamongan yang omzet pemasarannya lebih dari
300 Ton per hari pada bulan Oktober 2018 s/d Mei
2019. Responden merupakan pelaku bisnis jual
beli ikan bandeng yang telah berpengalaman lebih
dari 10 tahun, dan mampu mendeskripsikan
dengan baik perbedaan ikan bandeng asal
Lamongan, Juwana, Gresik, dan Sidoarjo. Kriteria
mampu mendeskripsikan ditetapkan oleh Peneliti
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
268
untuk meyakinkan bahwa informasi dari para
pedagang yang disusun menjadi data penelitian
berasal dari sumber yang memiliki validitas baik.
Analisis data dilakukan berjenjang yaitu:
matriks shift share, klasterisasi pembobotan,
perhitungan statistik; sedangkan untuk
menemukan strategi informasi ketertelusuran
menggunakan Analisis Akar Masalah (Cause
Roots Analysis).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil wawancara secara tertutup disertai
pengamatan terhadap perilaku para Responden
menunjukkan bahwa 72 dari 79 (91,1%) pedagang
ikan bandeng di Lamongan, Gresik dan Sidoarjo
memiliki kemampuan yang baik dalam
mengoperasikan perangkat android dan memiliki
beberapa jenis media sosial. akun media sosial
para pedagang umumnya aktif dan memiliki
banyak pertemanan (relasi pribadi atau grup)
menunjukkan keluasan hubungan para pedagang
ikan bandeng dengan berbagai pihak.
Fakta tersebut menandakan bahwa
implementasi sistem ketertelusuran dalam rantai
pemasaran ikan bandeng jelas dapat dibangun dan
diterap-kembangkan. Keahlian menggunakan
perangkat teknologi informasi merupakan salah
satu dasar pertimbangan bahwa informasi yang
harus ditransformasikan secara runut dapat
dilakukan. Chhikara, et al. (2018) menyatakan
informasi telusur yang terus menerus merupakan
kebutuhan untuk menjamin keamanan pangan
yang dihasilkan dari suplai domestik maupun
global. Pemerintah harus membangun peraturan
yang tegas untuk melindungi konsumen dari
penipuan produk.
Ikan bandeng yang diperjual belikan di
pasar ikan Lamongan, Gresik dan Sidoarjo
memiliki pangsa dan akses pasar yang luas; mulai
dari skala pasar lokal, regional, nasional hingga
ekspor. Kebutuhan pasar memperjual-belikan
untuk umpan pancing ikan tuna hampir sebanding
dengan penjualan untuk konsumsi. 79 orang
responden yang diwawancarai menyatakan
menjual ikan bandeng ke pabrik (cold storage)
dalam jumlah yang sama besarnya dengan
penjualan ke pasar lokal setiap harinya. Demikian
pula, ukuran (size) ikan bandeng yang diperjual-
belikan sangat variatif mulai dari size 30 (ekor per
10 kilogram) s/d size 80 (ekor per 10 kilogram).
Size besar mayoritas diperjual belikan untuk
konsumsi dan/atau UMKM pengolahan pangan;
sedangkan ikan bandeng kecil size 50 (ekor per 10
kilogram) hingga lebih kecil sebagian besar dijual
untuk diproses beku menjadi umpan pancing ikan
tuna dan sebagian lagi untuk unit pengolahan
makanan (presto, otak-otak, dan sebagainya).
Seluruh pedagang yang diwawancarai
sepakat bahwa: pedagang (baik penjual maupun
pembeli) di pasar bersikap terbuka terhadap asal
usul ikan bandeng yang di-transaksikan. Fakta
empiris yang ditemukan pada saat survey
menyatakan bahwa seluruh pedagang di pasar
ikan Lamongan, Gresik, dan Sidoarjo sudah saling
mengenal dengan para pemilik
(petambak/juragan) ikan bandeng. Dengan
demikian, maka sistim informasi ketertelusuran
ISO 8402 pada dasarnya dapat diterapkan dengan
baik dan akurat. Montet and Dey (2018)
menyampaikan pentingnya perubahan paradigma
mutu untuk semua produk pangan melalui
penerapan ketertelusuran, untuk menghindari
berbagai kemungkinan kesalahan yang dapat
ditimbulkan dari bahan pangan.
Nilai shift share gap antara ketidak tauan
teknologi informatika terhadap keyakinan untuk
mampu menyusun data informasi telusur asal usul
ikan 16,5 dengan skor tertinggi 89,0 dan skor
terendah 72,5 menunjukkan bahwa para pedagang
dan pemilik ikan bandeng sudah menguasai
penggunaan perangkat android guna menerapkan
ketertelusuran. Soedrijanto, et al (2013a)
menyatakan bahwa supplier atau pedagang
perantara yang menjalankan peran
memperdagangkan ikan antara petambak,
nelayan, dengan pedagang lainnya maupun
menjualnya ke unit pengolahan ikan; merupakan
salah satu pihak yang memiliki peranan penting
dalam proses transformasi data telusur. Lebih
lanjut Soedrijanto, et al (2013b) menyampaikan
fakta empiris di lapangan bahwa pedagang
perantara mampu mengetahui, menelaah, dan
mengidentifikasi dengan sangat akurat asal usul
suatu produk perikanan yang diterimanya untuk
diperdagangkan. Hal tersebut dicontohkan pada
kasus ketertelusuran dalam bisnis udang windu
yang dapat disusun transformasi data telusur
dimulai dari asal usul tempat penangkapan (asal
perairan laut) induk udang windu hingga sampai
ke tangan konsumen akhir sebagai bahan
makanan siap dikonsumsi. Penelitian Soedrijanto
dan Istiqomah (2016) juga menegaskan bahwa
sistem ketertelusuran dapat dikerjakan dengan
baik oleh para petani tambak udang windu sistem
organik di Sidoarjo. Hal ini memberi makna
bahwa penerapan sistem informasi data telusur
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
269
berupa ketertelusuran ISO 8402 bukanlah hal yang
mustahil untuk diterapkan di kalangan petani
tambak, pedagang, pengolah hingga konsumen
ikan bandeng.
Ikan bandeng merupakan produk unggulan
di Lamongan, Gresik dan Sidoarjo. Pengiriman
ikan ini menjangkau pasar yang sangat luas untuk
konsumsi dalam negeri dalam jumlah besar, dan
menjadi produk unggulan di beberapa
Kabupaten/Kota; maka proses bisnis ikan bandeng
sudah sepatutnya menerapkan ketertelusuran.
Dengan demikian, Indonesia menjadi negara yang
memiliki komitmen tinggi dalam hal
perlindungan konsumen terhadap bahaya yang
menyimpang dalam sistem keamanan pangan.
Hasil analisis regresi terhadap faktor
kemunngkinan penerapan sistem ketertelusuran
menghasilkan nilai Y = 2,653 + 1,702 X. Tingkat
signifikansi 100%. Koefisien determinasi
menunjukkan implementasi sistem informasi
ketertelusuran ISO 8402 terhadap keberlanjutan
dan peningkatan pemasaran ikan bandeng sebesar
r square 0,609 dan adjusted r square 0,591.
Koefisien determinasi diatas 50% tersebut
memberikan makna bahwa sistem informasi
ketertelusuran sangat berpeluang diterap-
kembangkan di kalangan pelaku usaha ikan
bandeng. Mai et al (2010) memberikan keyakinan
bahwa apabila sistem informasi ketertelusuran
diterap-kembangkan pada satu rantai bisnis
(dalam hal ini para pelaku usaha ikan bandeng),
maka jaminan keuntungan berupa tambahan
insentif harga serta keberlanjutan bisnis akan
lebih terjamin.
Nilai regresi tersebut bermakna penerapan
sistem informasi ketertelusuran terhadap
setidaknya 3 (tiga) pelaku usaha dalam rantai
bisnis ikan bandeng dapat memberikan 2 (dua) hal
jaminan keuntungan bagi para pelaku usaha.
Kedua hal yang menjadi jaminan keuntungan (1)
adalah tambahan insentif harga karena produk
diyakini aman untuk dikonsumsi, dan (2)
permintaan pasar akan terus berkelanjutan dengan
segmentasi pasar yang akan semakin meluas.
Guna mencapai dua keuntungan tersebut,
maka pihak-pihak dalam rantai pemasaran ikan
bandeng dapat menempuh beberapa strategi
secara berjenjang. Jenjang strategi adalah untuk
mewujudkan implementasi sistem ketertelusuran
yang dapat disepakati aplikasinya secara teknis
dan empiris berdasarkan kondisi masing-masing
pelaku usaha pada sentra-sentra penghasil ikan
bandeng. Strategi implementasi sistem informasi
ketertelusuran ikan bandeng disajikan pada
Gambar 1 .
Gambar 1. Analisis akar masalah implementasi ketertelusuran produk bandeng
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
270
Strategi implementasi pertama berupa
mengadakan training of trainer yang diikuti
dengan melakukan pelatihan kepada pelaku
usaha. Materi pelatihan diberikan oleh akademisi
dan expert bisnis yang memahami implementasi
traceability diberikan kepada unsur penyuluhan.
Selanjutnya unsur penyuluhan yang terdiri dari
sekelompok penyuluh terlatih, mengajarkan
teknik penyimpanan data telusur secara teknis
berbasis kondisi yang berbeda-beda di lapangan –
di kalangan para pelaku usaha perdagangan dan
prosesing ikan bandeng. Penyuluhan dan
pelatihan harus intens dengan pendampingan
secara periodik untuk memastikan bahwa teknik
penyimpanan data telah benar-benar dikuasai oleh
para pelaku usaha pada level upstream maupun
downstream traceability.
Strategi implementasi kedua berupa
mempererat pendekatan mentoring antara
penyuluh dengan pelaku usaha. Strategi ini
merupakan tindak lanjut implementasi,
monitoring dan evaluasi terhadap keterampilan
menyimpan data di kalangan pelaku usaha. Pada
tahapan ini, fokus pencapaian adalah proses
transformasi data telusur telah dapat dijalankan
dengan baik diantara para pelaku usaha di semua
lini bisnis ikan bandeng.
Strategi implementasi ketiga perlunya
membangun penyusunan kesepahaman dengan
industri mengenai insentif harga bagi produk
tertelusur.
IV. PENUTUP
Pemasaran ikan bandeng menjangkau pasar
dalam negeri dan internasional. Strategi
implementasi sistem informasi ketertelusuran ISO
8402 pada rantai pemasaran ikan bandeng dapat
diterap-kembangkan melalui 3 cara yaitu: (1)
training of trainer yang diikuti dengan melakukan
pelatihan kepada pelaku usaha yang dilakukan
oleh unsur penyuluhan, (2) mempererat
pendekatan mentoring antara penyuluh dengan
pelaku usaha, (3) penyusunan kesepahaman
dengan industri mengenai insentif harga bagi
produk tertelusur.
Rekomendasi
Berdasarkan hasil analisis untuk menemukan
strategi implementasi sistem informasi
ketertelusuran ISO 8402, maka direkomendasikan
beberapa hal sebagai berikut:
1. Pemerintah melalui beberapa instansinya yang
berperan sebagai pemangku dan pelaksana
kebijakan dalam sistem keamanan pangan
segera mengambil sikap untuk
mengimplementasikan traceability dalam
rantai pemasaran ikan bandeng;
2. Menggugah semangat, pengetahuan serta
kesadaran masyarakat luas sebagai konsumen
untuk menuntut para produsen dan pedagang
menyajikan bahan makanan yang terjamin
keamanannya apabila dikonsumsi, sehingga
memberikan nilai manfaat nutrisi sebagaimana
diharapkan.
Ucapan Terima-kasih
HM. Kosim, dan H. Badrus Soleh yang telah
membuka inspirasi dan memberikan informasi
penelitian tentang pentingnya penerapan
traceability bagi masyarakat.
Daftar Pustaka
Anonymous. 2008. Handbook for Introduction of Food Traceability Systems (Guidelines for Food
Traceability). Food Marketing Research and Information Center (FMRIC) 2008. Tokyo. Japan.
Blaha, F., Borit, M., and Thompson, K. 2015. Traceability of Fisheries Products. Food and Agriculture
Organizations of the United Nations (FAO). Rome. Italy.
Chhikara, N., Jaglan, S., Sindhu, N., Anshid, V., Saicharan, M., and Panghal, A. 2018. Importance of
Traceability in Food Supply Chain for Brand Protection and Food Safety Systems Implementation .
Annals of Biology Vol. 34 No. 2: 111-118, 2018.
Dabbene, F., Gay, P, and Tortia, C. 2013. Traceability Issues in Food Supply Chain Management: A Review.
Biosystem Engineering XXX (2013) 1-16.
Goulding, I.C. 2016. Manual on Traceability Systems fro Fish and Fishery Products. CRFM Special
Publications. No. 13.
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 12 Nomor 2 (Oktober 2019)
271
Istiqomah, T. 2018. Analisis Manajemen Sumber Daya Perikanan Untuk Meningkatkan Keberdayaan
Ekonomi Masyarakat Pesisir Kabupaten Sidoarjo. Disertasi Program Doktor Ilmu Lingkungan.
Sekolah Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang. Hal 299 – Q.
Mai, N., Bogason, S.G., Arason, S., Arnason, S.V., and Matthiasson, T.G. 2010. Benefits of Traceability in
Fish Supply Chains – Case Studies. British Food Journal Vol. 112 No. 9.
Montet, D., and Dey, G. 2018. History of Food Traceability. Food Traceability and Authenticity: Analytical
Techniques. CRC Press, Taylor & Francis Group.
Moretti, V.M., Turchini, G.M., Bellagamba, F., and Caprino, F. 2003. Traceability Issues in Fishery and
Aquaculture Products. Veterinary Research Communications, 27 Suppl. I (2003). 497-505.
Nicolae, C.G., Moga, L.M., Bahaciu, G.V., and Marin, M.P. 2017. Traceability System Structure Design For
Fish and Fish Products Based On Supply Chain Actors Needs. Scientific Papers. Series D. Animal
Science Vol. LX, 2017.
Pan, L. 2010. A Model of Traceability of Fish Products For The Domestic Market in China Based on
Traceability Studies in Iceland and China. United Nations University Fisheries Training
Programme Iceland (Final Project).
Soedrijanto, A., Huseini, M., Setiawan, M., dan Suprayitno, E. 2013(a). Supplier Performance Analysis as
Transformer Instrument of Shrimp Traceability on Business in East Java. Journal of Business
Management and Strategy ISSN 2157-6068 2013, Vol. 4, No. 1. Macrothink Institute.
Soedrijanto, A., Huseini, M., Setiawan, M., dan Suprayitno, E. 2013(b). Performance Analysis of Black
Tiger Shrimp Farmer for Implementation of Traceability from Sea to Table. International Journal
Aquaculture, Vol. 3, No. 5, 17-22. Bio Publisher.
Soedrijanto, A., dan Istiqomah, T. 2016. Organic Black Tiger Shrimp Farming System (ISO 65 IFOAM):
Strategy Through Open Spirit Reap Back to Nature. Journal of Aquaculture & Marine Biology
Vol. 4 Issue 1: 2016.
Zhang, J., and Bhatt, T. 2014. A Guidance Document on the Best Practices in Food Traceability.
Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety Vol 13, @ 2014 Institute of Food
Technology.