Sri Rahayu_quadraple Helix Model

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    1/13

    1

    The Quadrupl e H eli x M odel (Uni versiti es, Academic, En trepr ises, Government ,and Community ) Sebagai Model Ideal untuk Sistem Inovasi Lokal Efektif terkait

    Penanggulanan Kemiskinan Di Negara Berkembang

    Studi Kasus: Proyek Inovasi Eksplorasi Sumber Air Sungai Bawah Tanah MasyarakatDesa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul

    Abstrak

    Sri Rahayu

    Pusat Penelitian Perkembangan Iptek- LIPI

    Selama ini masih banyak terjadi perdebatan, apakah Triple Helix Model (jaringan iptek antaraUniversities, Academic, Entreprises, the Government) telah menjadi sebuah model ideal untuksistem inovasi di negara miskin dan berkembang. Hal ini wajar, sebab negara berkembangmemiliki wacara khas, yakni bagaimana sistem inovasi dapat melahirkan teknologi, inovasiataupun pengetahuan sebagai solusi pengentasan kemiskinan. Dalam tataran ini, Triple Helix

    Model dianggap belum sempurna karena kurang memiliki satu elemen yakni pelibatan aktifmasyarakat atau community. Lebih jauh, model ini juga mengisyaratkan masyarakat lebihsebagai objek dari hasil inovasi. Padahal, masyarakat juga memiliki potensi sebagai subjek atau

    penghasil atau pemberi ide / pengetahuan/teknologi dalam sebuah sistem inovasi. Oleh karenaitu, belakangan ini beberapa ekonom mulai memperkenalkan model sistem inovasi baru yangmengena untuk masyarakat kecil, yang disebut dengan Quadruple Helix Model. Berdasar uraiantersebut, tulisan ini bertujuan untuk menguraikan sejauh mana aplikasi Quadruple Helix Model dapat dijadikan sebagai sebuah kerangka sistem inovasi lokal yang efektif untuk program

    pengentasan kemiskinan. Studi kasus yang diambil dalam tulisan ini adalah proyek pendirian perusahaan penyedia air bersih mandiri di desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul. Denganmenggunakan metode analisis deskriptif kualitatif, tulisan ini mendapatkan temuan bahwaQuadruple Helix Model bisa diaplikasikan secara efektif untuk menggambarkan kondisi sisteminovasi lokal yang menyokong terbentuknya inovasi/teknologi baru untuk membantumasyarakat dalam mendapatkan akses air bersih di desa Karangrejek dengan beberapa indikasiantara lain: 1). Inovasi/teknologi didesain dan dilahirkan dari kebutuhan dan ide masyarakat;2).Terbentuknya jaringan yang kuat dan terus-menerus antara masyarakat, pemerintah, penyediateknologi dan sektor usaha/bisnis; 3). Adanya fungsi tugas yang jelas antara masing-masingaktor.

    Kata Kunci: Triple Helix , tidak efektif, konsep baru, penanggulangan kemiskinan, quadruplehelix, Academic, Business, Government, Community , inovasi, sukses, desa Karangrejek,

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    2/13

    2

    1. Pendahuluan

    Triple Helix Model sudah sangat banyak dikenal dalam banyak analisa sistem inovasi.Model ini banyak menguraikan tentang bagaimana sebuah inovasi muncul dari adanya hubunganyang seimbang, timbal balik, dan terus menerus yang dilakukan antar elemen pemerintah( government ), pihak akademisi (perguruan tinggi dan lembaga penelitian & pengembangan)(universities ) dan para pelaku/sektor bisnis ( entreprises ) (Amaral dkk,2010; Wallin,2010; danLydesdorff,2012).

    Namun demikian, kini banyak ahli masih memperdebatkan Triple Helix Model sebagaisebuah model ideal untuk sistem inovasi. Hal ini dipicu oleh mulai dipertanyakannya posisimasyarakat atau community dalam model tersebut. Selama ini, model tersebut secara tersiratmemposisikan masyarakat lebih sebagai pengguna atau penikmat dari hasil inovasi saja.Padahal, dalam banyak kasus, justru masyarakat memiliki ide cemerlang atau bahkan subjek atau

    produsen dari inovasi itu sendiri (Carayanis &Campbell,2012;Wallin,2010; dan Fuzi,2013). Olehkarena itulah, dalam beberapa tahun terakhir, analisa inovas-ekonomi diperkenalkan dengankonsep baru, yakni Quadruple Helix Model . Model tersebut secara sederhana memasukkanelemen masyarakat ( community ) sebagai aktor yang aktif dalam suatu sistem inovasi.Masyarakat dalam hal ini bisa menjadi objek (penikmat hasil inovasi) sekaligus sebagai subjek(penghasil inovasi) (Wallin 2010 dan Fuzi,2013)

    Selanjutnya, pada kasus-kasus negara berkembang, ditemukan banyak program-program pengurangan tingkat kemiskinan dengan inovasi/teknologi tidak sukes karena lemahnya peranaktif masyarakat (Aiman,2013). Pada kasus-kasus tersebut, masyarakat miskin lebih banyakhanya berperan sebagai penerima teknologi yang dihasilkan oleh pihak akademik; yangdiproduksi oleh pelaku bisnis; dan disponsori oleh pemerintah. Kelemahan dari program-

    program tersebut adalah bahwa inovasi/teknologi yang telah dihasilkan dari adanya interaksi tiga pihak (akademik, pemerintah dan pebisnis) tidak secara efektif dapat dimanfaatkan dan

    dikembangkan oleh masyarakat. Hal ini disebabkan antara lain karena inovasi/teknologi tersebuttidak atau belum sesuai dengan kebutuhan masyarakat (Fuzi,2013 dan Aiman,2013). Ataudengan kata lain, dalam kaitannya dengan usaha pengentasan kemiskinan berbasis

    pendayagunaan teknologi/inovasi, masyarakat perlu dilibatkan secara aktif, untuk mengetahuikebutuhan ataupun ide solusi dari masyarakat itu sendiri tanpa mengesampingkan peran pentingdari pihak pemerintah, akademik (perguruan tinggi dan lembaga litbang), dan para pelaku bisnis(Aiman,2013). Di sinilah peran Quadruple Helix Model bisa diterapkan.

    Lebih jauh, sistem inovasi dengan pendekatan Quadruple Helix Model bisa menjadi framework solusi yang tepat jika sistem inovasi tersebut berasal atau mengakar di skala mikroyang selanjutnya secara potensial bisa melahirkan critical mass. Oleh karena itu Quadruple

    Helix Model bisa secara efektif diaplikasikan untuk menguraikan suatu sistem inovasi lokal atausistem inovasi skala mikro.

    Desa Karangrejek, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakartaadalah suatu contoh desa yang memiliki masyarakat miskin dengan keterbatasan akses air bersih.Kaitannya desa tersebut dengan bahasan Quadruple Helix Model adalah : bahwa desa tersebut

    berhasil menggunakan dan mengembangkan inovasi untuk proyek eksplorasi sumber air sungai bawah tanah dengan prakarsa ide dari masyarakat yang kemudian disokong oleh pemerintah, pelaku bisnis dan lembaga litbang (Wahyuni,2008; Desa Karangrejek,2012 dan DesaKarangrejek,2013). Proyek pengentasan kemiskinan ini-pun berhasil diteruskan menjadi sebuah

    badan usaha milik desa yang dikelola mandiri oleh masyarakat dengan mengutamakan pelayanan optimal dan rasa memiliki oleh masyarakat yang besar (Wahyuni,2008 dan

    Yuliar,2009).Berdasarkan uraian tersebut, maka tulisan ini bertujuan untuk menguraikan bagaimana

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    3/13

    3

    Quadruple Helix Model dapat diadopsi dalam sebuah model sistem inovasi lokal di DesaKarangrejek. Di mana sistem tersbut telah melahirkan inovasi eksplorasi sumber air bawah tanahdi daerah tandus sebagai hasil dari adanya koneksi erat dan aktif antara masyarakat pemerintah,

    pelaku bisnis dan pelaku litbang.

    2. Tinjauan literatur: Pengertian Quadru ple Helix M odel

    - Definisi Quadruple Helix M odel

    Quadruple Helix Model adalah sebuah model pendekatan sistem inovasi di mana sistemtersebut mengganbarkan adanya interaksi aktif antara empat aktor, yakni pihak akademik/

    perguruan tinggi/ pelaku litbang ( academics ), pelaku bisnis ( business ), pemerintah ( government )dan masyarakat ( community ).

    Quadruple Helix Model merupakan sebuah pendekatan baru yang dipopulerkan pertamakali oleh Robert Arnkil pada tahun 2010 (Arnkil dkk,2010, dan Aiman,2013). Pada dasarnya,

    pendekatan ini ditujukan untuk memberi perhatian lebih kepada para pengguna inovasi ataudalam hal ini masyarakat, untuk bisa aktif dalam suatu sistem inovasi sebagai subjek atau

    pencipta inovasi itu sendiri.

    Pendekatan ini juga sudah menjadi rekomendasi penting dalam penyusunan strategi pembangunan beberapa negara, khususnya negara berkembang, terkait dengan tujuan untukmenciptakan strategi yang cerdas, berkesinambungan dan berorientasi pada masyarakat lapis

    bawah (marginal) untuk menciptakan sebuah pertumbuhan ekonomi yang kuat (Wallin,2010;Arnkil dkk,2010 dan Fuzi,2013).

    Lebih jauh, Quadrupe Helix Model merupakan sebuah kerangka sitem inovasi yang bersifat jangka panjang. Artinya bahwa keterkaitan antar aktor dalam sistem inovasi tersebut bersifat terus-menerus, dengan memperhatikan setiap perubahan, terutama dari sisi pengguna,yakni masyarakat itu sendiri (Arnkil dkk,2010)..

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    4/13

    4

    Entreprises (pelakubisnis/ perusahaan)

    - Mengembangkan produkdan jasa komersil dariinovasi akar rumput (dimasyarakat)

    - Mendukung masyarakatdalam aktivitas inovasi

    Univers i t i es /Knowledge

    Ins t i tu t ions (Perguruan Tinggi danLembaga Penelitian-

    Pengembangan)- Mendukung masyarakat dalam aktivitasinovasi

    -Mendukung pemerintah dan pelakubisnis/industri untuk mengeksloprasi danmengembangkan aktivitas inovasi akar rumputdi masyarkat

    Govenment (Pemerintah)-Mendukung aktivitas inovasiakar rumput di masyarkat

    -Menyediakaan bantuanperalatan dan ketrampilan(untuk masyarakat)

    - Menyediakan forum dialog antarmasyarakat dengan institusipengambil kebijakan

    C om m uni t y (Masyarakat)

    - Menciptakan inovasi-inovasiberbasis pengetahuan ataupunbudaya yang melekat dimasyarakat

    -Memilih inovasi-inovasi yangdibutuhkan dan perludikembangkan di masyarakat

    Sumber: Modifikasi dari Arnkil (2010),Wallin (2010) dan Fuzi (2013)

    Gambar 1. Empat Aktor dan Masing-masing Fungsinya dalam Quadruple Helix Model

    - Hubungan Triple Helix M odel dan Quadru ple Helix M odel

    Beberapa ahli berargumen bahwa Quadruple Helix Model merupakan penyempurnaandari Triple Helix Model . Arnkil (2010), Wallin (2010), dan Fuzi (2013) menyebutkan bahwamasyarakat atau community harus dimasukkan menjadi aktor baru dalam Triple Helix Model .Alasannya adalah bahwa masyarakat memiliki peran penting dalam menentukan inovasi jenisapa yang harus dikembangkan atau diproduksi dalam sebuah sistem inovasi, terutama dalamskala nasional. Menurut Fuzi (2013), diadopsinya elemen masyarakat dalam sistem inovasisecara eksplisit akan menghasilkan suatu sistem inovasi yang berbasis demokrasi

    berkesinambungan yang terbentuk dari interaksi timbal balik dan saling mempengaruhi antaramasyarakat dan aktor dominan penentu perkembangan inovasi/teknologi (pelaku bisnis,

    pemerintah dan perguruan tinggi/pelaku litbang).

    Namun demikian, ada beberapa ahli yang tetap sepakat bahwa Triple Helix Model merupakan model yang masih ideal untuk menguraikan suatu sistem inovasi. Menurut Amaral(2010) dan Lydesdorff (2012), eksistensi masyarakat memang tidak bisa dikesampingkan,

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    5/13

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    6/13

    6

    hal ini memungkinkan terjadinya pengurangan gap atau kesenjangan di antara mereka (Arnki,2010 dan Fuzi,2013).

    Lebih jauh, beberapa pakar ekonomi berargumen bahwa Quadruple Helix Model sangatsesuai untuk mendorong lahirnya inovasi level akar rumput atau grassroot innovation .Pendekatan Quadruple Helix Model memberi kesempatan, terutama bagi masyarakat untukmengetahui permasalahan sekaligus sebagai pencetus ide lahirnya inovasi. Sebagai contohadalah pada proyek atau program pengentasan kemiskinan di berbagai wilayah berbeda di negara

    berkembang. Hal ini dikarenakan oleh beberapa sebab:

    - Berbagai wilayah miskin di suatu negara berkembang memiliki masalah dan solusi teknologiyang berbeda untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat-nya. Quadruple Helix Model memberi peluang antar berbagai aktor, terutama masyarakat itu sendiri untuk secara aktif

    berkomunikasi dan kemudian melahirkan inovasi yang spesifik sesuai dengan kebutuhandaerah tersebut (Aiman,2013).

    - Quadruple Helix Model terlebih dahulu menfasilitasi terbentuknya suatu sistem inovasi dariskala kecil/ lokal (Arnkil,2010). Jika berhasil, maka sistem-sistem inovasi lokal tersebutdapat dirangkum dalam suatu sistem inovasi nasional yang bersifat agregat. Sistem inovasiagregat ini kemudian menjadi dasar dari lahirnya suatu kebijakan teknologi yang demokratisatau pro dengan kesejahteraan rakyat.

    - Selama ini, banyak negara berkembang (termasuk Indonesia), telah banyak mengeluarkan produk kebijakan penguatan sistem inovasi yang bersifat top-down . Kelemahan kebijakan iniadalah, bahwa banyak pemerintah negara berkembang telah gagal melahirkan program-

    program yang efektif dan efisien untuk pengentasan kemiskinan dengan teknologi(Aiman,2013). Hal ini karena kebijakan tersebut bersifat sangat umum, tidak bersifat

    praktikal, dan tidak berdasar kebutuhan ataupun ide dari masyarakat langsung.

    3. Metode Penelitian

    Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Adapun data yangdigunakan adalah berbagai data sekunder yang berasal dari berbagai dokumen ataupun literaturyang terkait dengan tema penelitian.

    4. The Quadru ple H eli x M odel Sebagai Model Ideal untuk Sistem Inovasi Lokal padaProyek Inovasi Eksplorasi Sumber Air Bawah Tanah Masyarakat Desa Karangrejek,Kabupaten Gunungkidul

    - Informasi Umum tentang Desa Karangrejek, Kabupaten GunungkidulDesa Karangrejek merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Wonosari,

    Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Desa Karangrejekmemiliki jarak sekitar 42 km dari kota Yogyakarta. Adapun total wilayah desa Karangrejekadalah sekitar 514 Hektar yang sebagian besar terdiri dari tanah merah dengan tekstur pasiran,

    berbukit dan tingkat kemiringan tanah adalah 20 derajat (Desakarangrejek,2012). Total areawilayah desa Karangrejek terdiri dari tanah kering non produktif (48 persen dari total area), area

    persawahan (12 persen dari total area), area pemukiman (10 persen dari total area), area publik(13 persen dari total area) dan lain-lain (sekitar 17 persen dari total area)(Desakarangrejek,2013).

    Jumlah penduduk desa Karangrejek berjumlah sekitar 5.091 orang (tahun 2011)(Desakarangrejek,2013). Sebagian besar penduduk desa Karangrejek adalah petani kecil.

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    7/13

    7

    Namun, karena sifat mayoritas kondisi lahan yang rentan kekeringan, maka komoditas yangdihasilkan mayoritas adalah palawija dari lahan kering, antara lain ketela pohon, jagung, dan ubi

    jalar (Wahyuni,2008).

    - Profil Proyek Pendirian Perusahaan Pelayanan Air Bersih Mandiri di DesaKarangrejek, Kabupaten Gunungkidul

    Kondisi geografis yang didominasi tanah kering menyebabkan desa Karangrejek sangatrentan terhadap kekeringan, terutama saat kemarau. Masyarakat desa-pun sering mengalamikesulitan untuk mendapatkan akses air bersih. Selama bertahun-tahun masyarakat mengeluhkan

    permasalahan mereka, namun tidak juga ada solusi. Sampai akhirnya pada tahun 2007,masyarakat desa Karangrejek mendapat informasi tentang ditemukannya potensi sumber airsungai bawah tanah di daerah mereka. Ide inovasi pun datang dari masyarakat: 1). Bahwamereka butuh teknologi untuk pengeboran dan pembangunan jaringan air; 2). Bahwa merekaingin mengelola jaringan air tersebut secara swadaya , karena buruknya manajemen pelayanandari PDAM (harga yang mahal dan debit air yang tidak teratur). Maka pada tahun 2007, wargadesa Karangrejek berhasil melakukan inisiasi pendirian perusahaan pelayanan air bersih mandiriyang dengan nama PAB Tirta Kencana (Pelayan Air Bersih Tirta Kencana) di bawah koordinasiBadan Usaha Milik Desa Karangrejek (Wahyuni,2008; Zulhamdani & Rahayu,2013; danDesakarangrejek,2013).

    Pengelola PAB Karangrejek berasal dari 10 orang perwakilan warga desa Karangrejekyang kemudian dibantu oleh tiga orang pengawas (satu orang tokoh masyarakat, satu orang

    perwakilan dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa, dan satu orang dari BadanPermusyaratan Desa. Setiap tahun, hasil kinerja PAB Tirta Kencana akan dilaporkan oleh Kepaladesa Karangrejek kepada masyarakat (Desakarangrejek,2013).

    Hingga akhir tahun 2012, PAB Tirta Kencana memiliki enam uit sumur bor dengankedalaman 100 meter dan lima liter per detik debit air. Jaringan PAB Tirta Kencana telah berhasil dijangkau oleh hampir 700 rumah penduduk di dua desa, yakni desa Karangrejek dandesa Siraman (Desakarangrejek,2013). Selain itu, PAB Tirta Kencana juga mengalirkan airdalam penampunannya untuk beberapa area pertanian di desa Karangrejek (HarianJogja,2012).

    Menurut pihak pengelola PAB Tirta Kencana, biaya per meter untuk berlangganan airdari PAB Tirta Kencana sangat terjangkau oleh masyarakat, yakni dengan abonemen sekitarRp. 5.000 per bulan. Kepuasan masyarakat pun diikuti dengan profit usaha yang cukup optimaldari perusahaan. Pada tahun 2011, perusahaan tersebut berhasil mengalirkan dana keuntungan kekas pemerintah desa sekitar Rp. 31 juta (tiga kali lipat dari keuntungan pada tahun 2008)(Wahyuni,2008 dan Desakarangrejek,2012.).

    - Aplikasi Quadruple Helix Model untuk Proyek Pendirian Pendirian PerusahaanPenyedia Air Mandiri (PAB Tirta Kencana) di Desa Karangrejek, KabupatenGunungkidul

    Aplikasi Quadruple Helix Model sebagai model ideal untuk pembangunan sistem inovasilokal di desa Karangrejek, terutama terkait dengan terbangunnya PAB Tirta Kencana dapatdilihat dari beberapa indikator, yakni 1). Pada proses/fase terbangunnya PAB Tirta Kencana; 2).Pada derajat hubungan antara empat sektor ( helix ): masyarakat, pemerintah, penyediateknologi/inovasi dan sektor bisnis untuk pembangunan PAB Tirta Kencana; dan 3). PadaPembagian Tugas Fungsi masing-masing ke-empat sektor ( helix )

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    8/13

    8

    Sumber: Desa Karangrejek,2013

    Gambar 2. Empat Fase yang Melatarbelakangi Kesuksesan Proyek Pendirian PerusahaanPenyedia Air Mandiri (PAB Tirta Kencana) di Desa Karangrejek, KabupatenGunungkidul

    Karangrejekseringdilandakekeringan/kurangnyaketersediaanair bersih

    Pra 1999 2007 2008 20131999

    Inisiasipembangunaninstalasi

    jaringan PDAMdi beberapawilayah diKabupatenGunungkidul(tapi tidakoptimal)

    2005

    Penambahansumur bordan fasilitas

    jaringanPDAM diGunungkidultermasuk diKarangrejek(pelayanantidakoptimal danmahal)

    InisiasipendirianPAB TirtaKencana diKarangrejek

    Adopsiteknologiuntukpengeboransumber airsungaibawah tanahdan instalasi

    jaringan airPAB TirtaKencana

    Operasiusaha PABTirtaKencanamulaiberjalan

    HampirsemuawargaKarangrejekmendapatakses

    jaringanPAB TirtaKencana

    JaringanPAB TirtaKencanaberhasilmenjangkaubeberapawilayah disekitarKarangrejek

    Fase 2:lahirnya ide

    untukinovasi

    Fase 3: produksi danadaptasi inovasi

    Fase 4:peningkatan

    kesesejahteraanFase 1: butuh inovasi sebagai solusi

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    9/13

    9

    Berdasarkan Gambar 2., dapat kita lihat bahwa di desa Karangrejek terjadi empat faseyang melatarbelakangi beroperasinya PAB Tirta Kencana. Fase-fase tersebut memperlihatkan

    bahwa inovasi/teknologi dapat digunakan sebagai solusi untuk meningkatkan taraf kesejahteraanmasyarakat dalam skala mikro. Selanjutnya, fase-fase tersebut juga memperlihatkan bahwamasyarakat juga berperan aktif sebagai sumber lahirnya ide inovasi, meskipun dalam

    prakteknya, masyarakat Karangrejek belum bisa memproduksi sendiri inovasi tersebut. Merekamembutuhkan dukungan dari pemerintah, pihak produsen teknologi, dan sektor usaha/ industriyang bisa menyederhanakan dan memproduksi teknologi tersebut sesuai dengan kebutuhanmasyarakat.

    Adapun fase-fase yang dilalui desa Karangrejek untuk membangun PAB Tirta Mandiriadalah sebagai berikut: Fase 1: yakni masa mencuatnya kebutuhan inovasi karena permasalahanyang dihadapi oleh masyarkat; diikuti oleh fase 2: yakni lahirnya ide inovasi yang berasal darimasyarakat, yakni ingin membangun jaringan air sendiri dengan mengekskploitasi potensisumber air sungai bawah tanah di desa Karangrejek; kemudian fase 3: masa produksi danadaptasi dari inovasi yang melibatkan empat aktor (yakni masyarakat itu sendiri, kemudian

    pihak pemerintah, pihak penyedia teknologi/inovasi pengeboran dan pembangunan jaringan, dan pihak industri atau sektor usaha yakni penyedia peralatan ataupun bahan untuk mendukungaplikasi dari teknologi/inovasi tersebut); dan terakhir adalah fase 4: yakni meningkatnyakesejahteraan masyarakat karena penggunaan teknologi/inovasi baru.

    Lebih jauh, jika kita lihat pada fase 3, maka kita dapat melihat terjadinya peningkatanintensitas hubungan antara masyarakat Karangrejek, pemerintah, pihak penyedia teknologi dansektor usaha. Hubungan tersebut berlangsung dalam beberapa kurun waktu, yakni antara tahun2007 hingga tahun 2013. Menurut Wahyuni (2008), Yuliar (2009), HarianJogja (2012), danDesakarangrejek (2013), hubungan antara ke empat aktor ( helix ) tersebut ternyata tidak berhenti

    begitu saja setelah PAB Tirta Kencana beroperasi. Hingga saat ini mereka masih saling berkomunikasi, terutama untuk perawatan jaringan dan untuk antisipasi berbagai keluhanmasyarakat terhadap berbagai gangguan jaringan yang kadang terjadi. Selain itu, Pravita (2012),Setkab RI (2012) dan Harianjogja(2012) menambahkan bahwa desa Karangrejek masih memiliki

    beberapa potensi lain untuk menanggulangi masalah kekurangan pasokan air, terutama untukmembantu sektor pertanian. Antara lain dengan membangun peta potensi sumber air bawahtanah secara lebih komprehensif di Kabupaten Gunungkidul untuk bisa membangun jaringan airyang lebih besar untuk menyokong sektor pertanian. Lebih jauh, Setkab (2012) jugamenambahkan bahwa keeratan jaringan antara masyarakat, pemerintah , pengahasil teknologidan sektor bisnis bisa selalu terjalin melalui undangan-undangan temu warga di KabupatenGunungkidul. Sebab, setelah keberhasilan Desa Karangrejek, ada beberapa tempat lain diKabupaten Gunungkidul yang mencoba untuk mencontoh keberhasilan PAB Tirta Kencana.Oleh karena itu, di masa selanjutnya sangat dimungkinkan bagi keempat aktor ( helix ) tersebutuntuk selalu berinteraksi. Dasar uraian ini selanjutnya dapat digambarkan sebagai dasarterbangunnya sistem inovasi lokal yang terdiri dari empat helix (aktor), yakni masyarakat,

    pemerintah, penyedia teknologi dan sektor bisnis (Lihat Gambar 3.)

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    10/13

    10

    Sumber: Konstruksi sendiri berdasar data dari Wahyuni (2008) dan Desakarangrejek (2013)

    Gambar 3. Proses Interaksi Terus-menerus antara Para Aktor dalam Proyek PenyediaanAir Bersih sebagai dasar lahirnya Sistem Inovasi Lokal (dengan Quadruple H eli x M odel )

    Waktu

    Helix I(para penyediapengetahuan danteknologi) Unit Analis PDAM Unit Analis dari Satker

    Sumberdaya Air-DinasPekerjaan Umum PropinsiDIY

    Lembaga PelatihanPengelola Keuangan

    Para Tenaga TeknisiJaringan air

    Helix II(sektorindustri/bisnis) Supplier

    PerangkatJaringan Air

    KontraktorPembangunan Jaringan

    Air

    Helix III(pemerintah): Pemerintah

    DesaKarangrejek

    DinasPemukimandanPrasaranaWilayahPropinsi DIY

    Helix IV(masyarakat): Warga Desa

    Karangrejek

    Tahun2007

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    11/13

    11

    Helix II (SektorIndustri/bisnis)

    Mengakomodir permintaankebutuhan perangkatpengeboran danpembangunan jaringan darimasyarakat Karangrejek.

    Helix I(Penyedia pengetahuan dan

    teknologi) Memberi info langsung tentang potensi

    pengeboran sumber air sungai bawah tanah Menyediakan pelatihan pengelolaan

    keuangan untuk karyawan perusahaanpengelola jaringan air mandiri

    Menyediakan pelatihan teknis pengelolaan jaringan air untuk karyawan perusahaanpengelola jaringan air mandiri

    Helix III(Pemerintah)

    Menyediakan forum dialog antaraperangkat pemerintah, pihakkontraktor,menyediakaan bantuan(dana/kebijakan) untukpembangunan jaringan air danbantuan pelatihan keuangan &teknispengelolan jaringan air.

    Helix IV(masyarakat)

    - Memberi ide untuk mengelolapenyediaan air bersih secaramandiri oleh warga (idelahirnya PAB Tirta Mandiri).

    -Membangun proyekeksploitasi jaringan darisumber air sungai bawahdengan basis kearifan lokaldan rasa sosial .

    Tiap tiap aktor ( helix ) dalam sistem inovasi untuk penyediaan air bersih di desaKarangrejek tentu memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Gambar 4. Memperlihatkan bahwamasing-masing helix melakukan fungsi untuk menguatkan sistem inovasi, di mana masyarakatadalah sebagai helix inti (yakni pengguna utama sekaligus sebagai penentu bekerjanya helix -helix yang lain). Helix (aktor) I berfungsi untuk menyediakan informasi/pengetahuan tentang

    potensi sumber air dan pelatihan. Helix (aktor) II berfungsi untuk menterjemahkaninovasi/pengetahuan dari penyedia teknologi ke dalam suatu produk/peralatan/bahan yangdibutuhkan masyarakat. Helix (aktor) III berfungsi untuk memberi naungan kebijakan dan

    bantuan yang mendukung, terutama untuk masyarakat. Helix (aktor) IV berfungsi sebagaitempat lahirnya ide, yakni inovasi atau pengetahuan apa yang dibutuhkan masyarakatsesungguhnya untuk menyelesaikan persoalan yang ada di mereka. Atau dapat dikatakan bahwainovasi/teknologi yang diproduksi dalam sistem inovasi didesain bersama masyarakat.

    Sumber:Konstruksi sendiri berdasarkan data dari Wahyuni (2008), Yuliar (2009), Fuzi (2013)dan Desakarangrejek (2013)

    Gambar 3. Peran Masing-masing Aktor ( Helix ) dalam Proyek Penyediaan Air Bersih / PABTirta Kencana dengan Quadruple H eli x M odel

  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    12/13

    12

    5. Kesimpulan

    Tulisan ini telah berusaha menguraikan Quadruple Helix Model sebagai sebuah modelideal untuk menggambarkan sistem inovasi lokal. Dengan menggunakan pendekatan deskriptifkualitatif, tulisan ini menemukan bahwa Quadruple Helix Model dapat diaplikasikan secara

    efektif dalam proyek pembangunan perusahaan penyedia air bersih di desa Karangrejek,Kabupaten Gunungkidul.

    Selanjutnya aplikasi Quadruple Helix Model di desa Karangrejek dapat ditinjau dari beberapa temuan, di antaranya adalah : a).Pada saat proses terbangunnya PAB Tirta Kencana(perusahaan penyedia air bersih mandiri yang dikelola oleh masyarakat desaKarangrejek),b).Saat teridentifikasinya hubungan erat antara empat helix (aktor), yaknimasyarakat, pemerintah, penyedia teknologi dan sektor usaha/bisnis, dan c). Fungsi yang tegasantara keempat helix (aktor).

    Sistem inovasi lokal sukses melakukan fungsinya untuk melahirkan inovasi/teknologiyang bermanfaat untuk masyarakat miskin. Hal ini ditandai dengan suksesnya sistem inovasitersebut untuk diterjemahkan dalam sebuah aktivitas produktif melalui perusahaan penyediaanair bersih mandiri di desa Karangrejek yang dinamai PAB Tirta Kencana. Perusahaan tersebut

    berhasil mempermudah masyarakat miskin untuk mendapatkan jaringan air bersih. Selain itu,tulisan ini juga menemukan bahwa sesuai dengan teori yang mendasari Quadruple Helix Model ,maka inovasi yang telah lahir di desa Karangrejek merupakan inovasi yang dibangun antaramasyarakat dengan pemerintah, penyedia teknologi dan sektor bisnis/usaha. Masyarakat sebagaitempat lahirnya ide inovasi, pemerintah sebagai pemberi kebijakan atau naungan terciptanyainovas, lembaga penelitian/pelatihan sebagai penyedia pengetahuan atau pencipta inovasi, dansektor usaha/bisnis sebagai sektor yang bisa menterjemahkan teknologi dalam bentuk produkatau bahan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

    5. Daftar Pustaka

    Arnkil, R. Dkk. 2010. Exploring Quadruple Helix Outlining useroriented Innovation Models.Working Papers 85/2010 . University of Tampere. Work Research Centre.

    Aiman, S.2013. Inovasi Kunci untuk Pembangunan Ekonomi: Konsep ABCG. Makalahdipresentasikan pada Seminar Nasional dan Workshop Peningkatan Inovasi dalamMenanggulangi Kemiskinan. Tanggal 30 September 1 Oktober, Bandung, Indonesia

    Amaral dkk. 2010. Micro-Evidence of a Triple Helix in The Brazilian Regional Development,.Prosiding dari The Xxi ISPIM Conference 2010. Tanggal 6-9 Juni 2010, Bilbao,

    Spanyol.Carayannis, E.G. dan Campbell,D.F.J.2012. Mode 3 Knowledge Production in Quadruple Helix

    Innovation Systems, SpringerBriefs in Business 7 Vol. DOI 10.1007/978

    Desa Karangrejek, 2010. Laporan Tutup Buku Tahun 2010, Pengelola Air Bersih Tirta Kencana,Karangrejek, Wonosari, Gunung Kidul, DIY, 31 Desember 2010.

    ------------------------- 2013. Garut Kesengsem BUMDes Tirta Kencana. Tersedia diwww.karangrejek.net. Akses bulan Mei 2013

    Fzi,A.2013. Quadruple-Helix and its types as user-driven innovation models. Prosiding dari theTriple Helix International Conference 2013 sesi Building the innovativ e markets,

    places and networks . Tanggal 7-10 Juli 2013, London, Inggris.Harianjogja, 2012. HUT KE 181- Gudung Kidul: Masih Ada Harapan di Bumi Handayani.

    http://www.karangrejek.net/http://www.karangrejek.net/
  • 8/10/2019 Sri Rahayu_quadraple Helix Model

    13/13

    13

    Solopos online, edisi senin 28 Mei 2012. Tersedia juga di www.harianjogja.com . AksesMei 2013.

    Lydesdorff, L. 2012. The Triple Helix, Quadruple Helix, , and an N -tuple of Helices:Explanatory Models for Analyzing the Knowledge-based Economy? . Journal of the

    Knowledge Economy 3(1) (2012)

    Wallin, S. 2010. The coevolvement in local development From the triple to the quadruple helixmodel: Government and public policy in Triple Helix era. Prosiding dari the TripleHelix International Conference 2010, Tanggal 20-33 Oktober 2010, Madrid, Spanyol

    Pravita, Dwi, 2012. Gunung Kidul Miliki Tandon Air Raksasa dan Potensi Sungai Bawah Tanahyang Besar . Berita Elektronik dari Nasionalis Rakyat Merdeka (NRM). Vol.19 Septermber2012. Dapat diakses di http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/

    Setkab RI (Sekretariat Kabinet Republik Indonesia).2012.Penghijauan dan Penyediaan Air diGunung Kidul, Berita Elektronik Sekretariat Kabinet Republik Indonesia. Vol. 26 Juli

    2012. Dapat diakses di http://www.setkab.go.id/pro-rakyat-5159-penghijauan-dan- penyediaan-air-di-gunung-kidul.htmlWahyuni, V.H.S. 2008. Partisipasi Masyarakat dalam Pemenuhan Kebutuhan Air Bersih

    Domestik di Kabupaten Gunung Kidul , Tesis Institut Teknologi Bandung, Bandung.

    Yuliar, S. 2009. Tata Kelola Teknologi. Perspektif Teori Jaringan Aktor, Institut TeknologiBandung, Bandung

    Zulhamdani,M dan Rahayu,S.2013. Peran Modal Sosial dalam Upaya Pemberdayaan TeknologiTepat Guna Mandiri oleh Masyarakat untuk Penanggulangan Kemiskinan: Studi KasusProyek Pengelolaan Air Bersih Mandiri di Desa Karangrejek Kabupaten Gunung Kidul.Makalah dipresentasikan pada Seminar Nasional dan Workshop Peningkatan Inovasi

    dalam Menanggulangi Kemiskinan. Tanggal 30 September 1 Oktober, Bandung,Indonesia

    http://www.harianjogja.com/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://www.setkab.go.id/pro-rakyat-5159-penghijauan-dan-penyediaan-air-di-gunung-kidul.htmlhttp://www.setkab.go.id/pro-rakyat-5159-penghijauan-dan-penyediaan-air-di-gunung-kidul.htmlhttp://www.setkab.go.id/pro-rakyat-5159-penghijauan-dan-penyediaan-air-di-gunung-kidul.htmlhttp://www.setkab.go.id/pro-rakyat-5159-penghijauan-dan-penyediaan-air-di-gunung-kidul.htmlhttp://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://nrmnews.com/2012/09/19/gunung-kidul-miliki-tandon-air-raksasa-dan-potensi-sungai-bawah-tanah-yang-besar/http://www.harianjogja.com/