Upload
nguyenliem
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Metode pemulihan merupakan faktor penting yang sangat mempengaruhi
penampilan seorang atlet renang. Atlet renang melakukan latihan secara rutin, dan
setelah melakukan latihan rutin perlu dilakukan pemulihan secara optimal untuk
mencegah terjadinya overtraining. Banyak atlet renang berlatih terlalu keras dan
terlalu lama untuk mengejar prestasi. Over training terjadi ketika otot tidak diberi
waktu recovery/pemulihan yang diperlukan. Metode pemulihan yang saat ini
digunakan dalam cabang olahraga renang adalah pemulihan secara aktif dengan
berenang lambat. Metode pemulihan secara aktif efektif untuk memulihkan
energi, pemulihan denyut nadi dan kadar asam laktat setelah latihan maksimal.
Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ternyata atlet-atlet renang di
Indonesia masih sangat sulit bersaing dengan atlet dunia yang senantiasa
melakukan lonjakan prestasi. Perenang Indonesia memang mampu meningkatkan
prestasi, namun sulit mengejar laju peningkatan prestasi negara lain. Pernyataan
tersebut dapat dilihat dari gambaran prestasi atlet renang Indonesia yaitu peringkat
atlet renang Indonesia sejak Sea Games 1997-2005. Tahun 1991 sampai 1997 dan
tahun 1999 sampai 2003 prestasi Indonesia di cabang olahraga renang tidak
pernah mengalami lonjakan prestasi. Tahun 1997 sampai 1999 dan tahun 2003
sampai 2005 prestasi Indonesia untuk cabang olahraga renang mengalami
penurunan (Ahmad, 2006).
2
Fenomena ini terjadi karena proses pelatihan renang yang belum
memaksimalkan pemanfaatan kemajuan ilmu keolahragaan dan teknologi secara
optimal yaitu metode pemulihan secara aktif dengan berenang lambat. Program
pelatihan olahraga renang saat ini adalah pelatihan yang tidak sesuai dengan jarak
dan waktu tempuh, intensitas latihan, dosis latihan yang tidak seimbang dengan
pemulihan (Janssen, 1997).
Atlet renang berenang sejauh rata-rata 3,5-4 mil per hari, atau 20-40 mil
per minggu. Jarak tersebut adalah jarak yang panjang sehingga seorang atlet
renang benar-benar membutuhkan pemulihan untuk kembali ke kondisi semula
untuk mencegah terjadinya cedera. Cedera yang paling sering terjadi pada atlet
renang adalah “swimmer’s shoulder” atau nyeri pada sendi bahu (Cole et al.,
2003).
Faktor-faktor yang berpengaruh pada terjadinya “swimmer’s shoulder”
adalah multifaktorial antara lain adalah faktor jenis kelamin, jarak renang,
intensitas renang, gaya renang, metode pemanasan dan pemulihan yang
digunakan. Cedera pada atlet renang tidak lepas dari intensitas latihan, gaya
renang yang digunakan, pemilihan metode pemanasan dan pendinginan yang
diterapkan pada atlet tersebut (Cole et al., 2003).
Nyeri sendi bahu (swimmer’s shoulder) pada atlet renang sangat
mempengaruhi efektifitas latihan. Nyeri sendi bahu (swimmer’s shoulder)
menyebabkan penurunan prestasi atlet renang terutama dalam meraih medali baik
di tingkat nasional maupun internasional (Stoddard et al., 1998). Gejala klinis dari
swimmer’s shoulder adalah nyeri pada sendi bahu. Gejala klinis swimmer’s
shoulder terdiri dari 3 stadium yaitu : (1) Nyeri setelah bertanding atau latihan; (2)
3
Nyeri bahu sewaktu atau setelah berenang; (3) Sakit di bahu terus-menerus
(Prabowo, 1999).
Nyeri pada sendi bahu akan dapat mengurangi frekuensi kayuhan lengan
yang dapat dilakukan oleh atlet, fleksibilitas bahu dan kekuatan kayuhan lengan.
Frekuensi kayuhan lengan, fleksibilitas bahu dan kekuatan kayuhan lengan
berhubungan dengan pencapaian prestasi atlet. Penurunan frekuensi kayuhan
akibat swimmer’s shoulder akan menurunkan prestasi atlet sebesar 10%,
penurunan fleksibilitas sendi bahu akibat swimmer’s shoulder akan menurunkan
prestasi atlet renang sebesar 3% dan penurunan kekuatan kayuhan lengan akibat
swimmer’s shoulder akan menurunkan prestasi atlet renang sebesar 9% (Rohmat,
2006).
Nyeri sendi bahu dialami oleh 35% atlet renang senior. Nyeri sendi bahu
(swimmer’s shoulder) dapat dicegah dengan melakukan pelatihan dengan
intensitas yang tepat, melakukan metode pemanasan yang tepat sebelum berenang
dan metode pemulihan yang tepat setelah melakukan latihan (Mc Master, 2005).
Masa pemulihan adalah suatu proses yang kompleks yang bertujuan untuk
mengembalikan energi tubuh, memperbaiki jaringan otot yang rusak setelah
berolahraga, dan memulai suatu proses adaptasi tubuh terhadap olahraga.
Efektifitas suatu program pelatihan terhadap fungsi kardiovaskular dapat dinilai
dari perubahan denyut nadi yang diakibatkannya, demikian juga halnya dengan
parameter denyut nadi pemulihan (Lauer et al., 2009).
Pemulihan denyut nadi (heart rate recovery) yang lebih dari 12 denyut
dalam 30 detik pertama setelah selesai latihan menggambarkan fungsi
kardiovaskular dalam keadaan baik. Pemulihan denyut nadi (recovery heart rate)
4
yang kurang dari 12 kali dalam 30 detik pertama setelah selesai latihan,
menggambarkan bahwa fungsi kardiovaskular yang kurang baik dan berhubungan
dengan tingkat mortalitas karena berkaitan dengan disfungsi otonom jantung
(Lauer et al., 2009).
Atlet renang terlibat dalam suatu ajang pertandingan dan latihan dengan
pengulangan yang membutuhkan kondisi fisik yang maksimal. Kondisi ini dapat
menyebabkan terjadinya perubahan secara dramatis pada semua sistem dalam
tubuh. Pencapaian prestasi dalam pertandingan atau pelatihan berikutnya tidak
akan tercapai dengan maksimal apabila pemulihan tidak terjadi dengan baik.
Metode pemulihan yang tepat dapat mengembalikan kondisi atlet dan pencapaian
prestasi akan tercapai maksimal (Bogdanis et al., 2002).
Metode pemulihan aktif dengan berenang lambat dapat mengembalikan
kondisi fisik atlet setelah suatu pertandingan atau latihan maksimal. Metode
pemulihan ini direkomendasikan oleh pelatih-pelatih renang saat ini. Total waktu
pemulihan, lamanya dilakukan pemulihan aktif, durasi dan intensitas renang
merupakan parameter penting dalam menentukan efektifitas suatu pemulihan aktif
(Toubekis et al., 2008).
Metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas selama 5 menit
dikombinasi dengan metode pemulihan pasif selama 10 menit lebih efektif dalam
mempercepat pemulihan atlet renang dibandingkan dengan metode pemulihan
secara pasif selama 15 menit. Atlet renang dapat bertanding lebih dari satu kali
dengan interval kurang dari 30 menit, sehingga diperlukan metode pemulihan
yang benar-benar efektif untuk mengembalikan kondisi atlet ke kondisi semula
(Toubekis et al., 2008).
5
Berenang lambat selama 14 menit dapat mempercepat pemulihan kadar
asam laktat dan denyut nadi serta dapat memperbaiki pencapaian prestasi atlet
renang (Felix et al., 2008). Metode pemulihan dengan berenang lambat gaya
bebas lebih efektif dalam mempercepat pemulihan kondisi atlet dibandingkan
dengan metode pemulihan secara pasif (Francis et al., 2009). Metode pemulihan
atlet renang yang dilakukan di dalam air lebih efektif daripada metode pemulihan
secara aktif di daratan karena air dapat menyebabkan perubahan fisiologis dalam
tubuh yang dapat mempengaruhi proses pemulihan atlet renang (Taheri et al.,
2012).
Pemulihan di dalam air merupakan faktor yang efektif dalam
mempengaruhi aktivitas sistem saraf parasimpatis dalam periode pemulihan.
Metode pemulihan secara aktif dengan berjalan lambat di dalam kolam dengan air
bersuhu rendah (20o Celcius) dan air bersuhu sedang (28o Celcius) lebih efektif
dalam memulihkan denyut nadi dibandingkan dengan metode pemulihan berjalan
lambat di dalam kolam dengan air bersuhu tinggi (39o Celcius) (Taheri et al.,
2012).
Denyut nadi saat berenang di dalam air lebih rendah daripada saat
melakukan aktivitas di daratan karena : (1) Pada saat berenang tubuh berada
dalam posisi horizontal sehingga jantung bekerja lebih ringan untuk memompa
darah ke seluruh tubuh melawan efek gravitasi bumi; (2) Refleks menyelam yang
merupakan suatu respon neurologis terhadap penyelaman di dalam air (Irlam,
2013).
Hasil penelitian Douda et al. (2010) menunjukkan bahwa metode
pemulihan secara aktif dengan intensitas yang rendah (28% dari VO2 maksimal)
6
lebih efektif dibandingkan dengan metode pemulihan secara aktif dengan
intensitas yang tinggi (40% dari VO2 maksimal). Peningkatan pencapaian prestasi
atlet renang dengan metode pemulihan secara aktif dengan intensitas rendah
adalah 6-28% sedangkan peningkatan pencapaian prestasi atlet renang dengan
metode pemulihan secara aktif dengan intensitas tinggi hanya 3% (Douda et al.,
2010).
Metode pemulihan secara aktif dengan intensitas yang rendah dapat
menyebabkan aliran darah di otot lancar. Aliran darah yang lancar penting untuk
pembuangan asam laktat yang terbentuk setelah latihan sprint. Pendinginan secara
aktif dengan intensitas rendah memerlukan energi yang lebih rendah sehingga
memudahkan sintesis kembali fosfokreatin otot. Fosfokreatin akan dipecah
menjadi fosfat dan kreatin, dan fosfat bergabung dengan ADP membentuk ATP
(Douda et al., 2010).
Berenang lambat dengan gaya bebas adalah salah satu bentuk metode
pemulihan secara aktif pada olahraga renang. Posisi badan pada renang gaya
bebas adalah posisi yang dapat memberikan gaya dorong maksimal dan
mengurangi gaya hambat sampai minimal yaitu dengan posisi badan telungkup,
kepala sedikit di bawah permukaan air, tubuh sedikit lebih rendah dari bahu, dan
tungkai lemas dan lurus ke belakang. Fungsi gerakan kaki pada renang gaya bebas
yang utama adalah sebagai stabilitator dan sebagai alat untuk menjadikan kaki
tetap tinggi dalam keadaan streamline, sehingga tahanan menjadi kecil.
Tendangan kaki pada kecepatan yang rendah pada gaya bebas membantu
menghasilkan dorongan tetapi pada kecepatan tinggi tendangan kaki tidak
memberikan tambahan dorongan kaki. Gerakan lengan pada renang gaya bebas
7
berperan terutama sebagai tenaga pendorong atau penggerak di samping sebagai
pengatur keseimbangan tubuh (Jarvis et al., 1997).
Energi total merupakan kombinasi antara energi aerobik dan anaerobik.
Energi total semakin meningkat dengan semakin meningkatnya kecepatan
berenang. Energi total dapat diturunkan dengan cara latihan. Energi total yang
diperlukan selama berenang gaya bebas paling kecil jika dibandingkan dengan
ketiga gaya renang lainnya. Energi yang dihabiskan saat berenang yang paling
kecil adalah renang dengan gaya bebas, dan yang terbesar adalah gaya punggung,
kemudian gaya kupu-kupu dan gaya dada.
Energi yang dihabiskan selama berenang dengan gaya bebas lebih kecil
dibandingkan dengan berenang dengan gaya dada sehingga renang gaya bebas
lebih efektif dalam memulihkan denyut nadi dibandingkan dengan renang gaya
dada (Pendergast, 2011). Penelitian ini belum pernah dilakukan sebelumnya di
Bali maupun di Indonesia. Peneliti ingin meneliti mengenai apakah pemulihan
dengan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan pemulihan
berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi setelah
latihan maksimal pada atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
1.2 Rumusan Masalah
Berbagai uraian diatas merupakan latar belakang penulis untuk melakukan
penelitian ini, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah
pemulihan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan
pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut
nadi setelah latihan maksimal pada atlet renang pria grup renang Bayusuta di
Denpasar?
8
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan efektifitas pemulihan
berenang lambat gaya bebas dan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat
pemulihan denyut nadi atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Bagi Peneliti
Meningkatkan pengetahuan yang lebih mendalam tentang metode
pemulihan yang lebih efektif dalam menurunkan denyut nadi setelah
latihan.
2. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Fisiologi Olahraga
Penelitian ini dapat memperkaya keilmuan dalam bidang fisiologi olahraga
terutama mengenai metode pemulihan yang tepat untuk mempercepat
pemulihan atlet renang.
3. Manfaat Bagi Pelatih dan Atlet
a. Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada para pelatih
renang untuk dapat memberikan pelatihan secara benar sehingga
diharapkan dapat meningkatkan pencapaian prestasi atlet.
b. Mempercepat pemulihan atlet renang setelah latihan maksimal.
c. Mencegah terjadinya cedera pada atlet renang.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Denyut Nadi
Kerja jantung pada setiap manusia berbeda-beda dan frekuensi denyut nadi
seseorang tergantung pada kondisi (sakit atau sehat), aktivitas (istirahat atau
bekerja), usia (tua atau muda), berat badan, jenis kelamin. Denyut nadi istirahat
(basal) adalah suatu ukuran frekuensi detak jantung per unit waktu yang diukur
pada kondisi istirahat penuh, dalam hal ini adalah pada saat setelah bangun tidur
sebelum beranjak dari tempat tidur. Denyut nadi istirahat dapat memberikan
gambaran mengenai status kebugaran seseorang (Halson, 2004).
Denyut nadi dapat diukur dengan menggunakan pulsasi yang ada pada
tubuh. Pulsasi tersebut dapat ditemukan pada berbagai tempat pada tubuh. Pulsasi
ini merupakan pulsasi arteri yang ditransmisikan ke permukaan tubuh sehingga
mudah untuk diraba. Lokasi pada tubuh yang bisa digunakan untuk menghitung
denyut nadi antara lain : (Severson, 2012).
1. A. temporalis superfisial
2. A. facialis
3. A. carotis (pada leher di bagian bawah rahang bawah)
4. A. radialis (pada bagian ventral pergelangan tangan)
5. A. ulnaris
6. A. brachialis (bagian ventral siku atau dibawah m. biceps)
7. A. femoralis
8. A. popliteal
9. A. posterior tibial (disamping maleolus medialis)
10. A. dorsalis pedis (bagian tengan dorsum pedis)
10
Denyut nadi istirahat normal pada orang dewasa adalah 60-90 kali/menit.
Denyut nadi istirahat yang kurang dari 60 kali/menit disebut bradikardi. Olahraga
secara rutin dapat menyebabkan perubahan pada sistem kardiovaskular yaitu
terjadinya hipertropi ventrikel kiri dan angiogenesis dalam jaringan otot jantung.
Perubahan tersebut dapat menyebabkan terjadinya athletic heart syndrome dimana
denyut nadi istirahat seorang atlet bisa dibawah 40-60 kali/menit. Denyut nadi
istirahat yang lebih dari 100 kali/menit disebut takikardi. Kondisi fisiologis yang
dapat menyebabkan terjadinya takikardi yaitu olah raga, kehamilan, dan faktor
emosi seperti stres dan gangguan cemas (Larson, 2007).
Kondisi patologis yang dapat menyebabkan terjadinya takikardi adalah
demam, anemia, hipoksia, hipertiriod dan kardiomiopati. Denyut nadi istirahat
dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Maximum heart rate (HR max) adalah
denyut jantung yang dapat dicapai oleh seseorang pada saat berolahraga dan
tergantung umur. Pengukuran maximum heart rate yang paling akurat adalah
dengan cardiac stress test. Subjek melakukan olahraga sambil dimonitor dengan
ECG. Intensitas exercise terus ditingkatkan secara periodik dan terus ditingkatkan
sampai terjadi perubahan pada fungsi jantung yang terdeteksi pada ECG dan
kemudian exercise harus dihentikan. Durasi latihan berkisar antara 10 sampai 20
menit. Maximum heart rate dapat diperkirakan dengan menggunakan beberapa
formula (Monahan et al., 2001).
11
Formula yang paling sering digunakan adalah formula Fox and Haskell.
Formula yang digunakan untuk memperkirakan maximum heart rate seseorang
adalah berdasarkan pada umur. Formula yang paling sering digunakan adalah
HRmax = 220 – umur (laki-laki)
HR max = 226 – umur (wanita)
HRmax = 220 – setengah umur (pada obesitas)
Formula lain yang dapat digunakan antara lain :
· HRmax = 206,3 − (0,711 × umur)
(oleh : "Londeree and Moeschberger dari University of Missouri)
· HRmax = 217 − (0,85 × umur)
(Oleh : "Miller et al. dari Indiana University)
· HRmax = 208 − (0,7 × umur)
( Disebut “Metode Tanaka”)
Target heart rate (THR) adalah rentang denyut jantung yang dicapai selama
melakukan latihan aerobik dimana jantung dan paru mendapat manfaat maksimal
dari latihan tersebut. Target heart rate tergantung pada umur, jenis kelamin,
kondisi seseorang dan latihan yang pernah dilakukan sebelumnya (Swain et al.,
1994). Perhitungan THR menggunakan beberapa metode yaitu :
· Metode Karvonen
THR = ((HRmax – HRistirahat) × % intensitas) + HRistirahat
(intensitas dalam hal ini adalah 50% dan 85%)
12
· Metode Zoladz
THR = HRmax − Adjuster ± 5 denyut/ menit
Zone 1 Adjuster = 50 denyut/ menit
Zone 2 Adjuster = 40 denyut/ menit
Zone 3 Adjuster = 30 denyut/ menit
Zone 4 Adjuster = 20 denyut/ menit
Zone 5 Adjuster = 10 denyut/ menit
Heart rate reserve (HRR) adalah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perbedaan antara maximum heart rate dan denyut nadi istirahat.
Seseorang dengan tingkat kebugaran kardiovaskular yang baik, denyut jantung
istirahat akan semakin rendah dan HRR akan semakin tinggi. Persentase HRR
setara dengan persentase VO2 reserve (Colwin, 2009).
HRR = HRmax − HRrest
Recovery heart rate adalah denyut jantung yang diukur setelah seseorang
melakukan aktivitas tertentu. Pengurangan denyut jantung yang cukup setelah
melakukan aktivitas tertentu menggambarkan fungsi jantung yang lebih baik.
Pengurangan denyut jantung setelah latihan yang kurang dari 12 kali/menit
berhubungan dengan resiko kematian. Latihan berat memerlukan waktu yang
lebih lama (kira-kira 30 menit) untuk kembali ke denyut jantung pada saat
istirahat (Colwin, 2009).
13
Pemulihan denyut nadi adalah kecepatan penurunan denyut nadi atau
waktu yang dibutuhkan untuk mencapai denyut nadi normal kembali seperti
sebelum melakukan aktivitas fisik. Pemulihan denyut nadi setelah latihan
merupakan suatu penanda tingkat kebugaran fisik atlet. Proses pemulihan
merupakan gambaran dari fungsi sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom terdiri
dari sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis (Arai et al., 2001).
Sistem saraf simpatis diaktivasi pada saat melakukan aktivitas fisik yaitu
peningkatan denyut jantung dan stroke volume jantung, sedangkan sistem saraf
parasimpatis memiliki fungsi yang berlawanan dengan sistem saraf simpatis yaitu
aktivasi saraf parasimpatis dapat menyebabkan proses pemulihan setelah aktivitas
fisik (Arai et al., 2001).
Pengukuran denyut jantung selama aktivitas merupakan suatu metode
untuk menilai cardiac strain. Alat yang dapat digunakan untuk menghitung
denyut nadi adalah telemetri dengan rangsangan Electro Cardio Graph (ECG).
Pengukuran denyut jantung dapat dilakukan secara manual dengan memakai
stopwatch dengan metode 10 denyut (Colwin, 2009).
Metode tersebut dihitung dengan persamaan:
Denyut Nadi (denyut/menit) = 10 denyut X 60
Waktu Penghitungan
Denyut nadi normal dalam keadaan istirahat sama dengan denyut jantung
sekitar 70 sampai 80 denyut per menit (Tortora et al., 2009). Berat ringannya
beban kerja dapat dinilai dengan menghitung nadi kerja, konsumsi oksigen,
14
kapasitas ventilasi paru dan suhu tubuh. Metabolisme tubuh semakin meningkat
jika aktivitas tubuh semakin tinggi sehingga kebutuhan oksigen semakin besar dan
frekuensi denyut nadi meningkat. Aktivitas tubuh yang semakin tinggi
menyebabkan peningkatan aliran darah untuk mensuplai zat makanan dan oksigen
ke jaringan otot sehingga jantung berkontraksi lebih cepat dan kuat yang akhirnya
akan meningkatkan denyut nadi (Grandjean et al., 1993).
Overtraining terjadi apabila tubuh melakukan aktivitas fisik yang berat
dalam jangka waktu lama tanpa disertai dengan pemulihan yang cukup.
Overtraining terjadi karena peningkatan aktivitas sistem saraf simpatis dan
penurunan aktivitas sistem saraf parasimpatis. Denyut nadi seseorang yang sudah
terlatih lebih rendah dibandingkan dengan orang yang tidak terlatih (Sedlock et
al., 2010). Pemulihan denyut nadi terjadi lebih cepat pada atlet dengan kapasitas
aerobik yang lebih tinggi. Pemulihan yang lebih cepat pada atlet dengan kapasitas
aerobik yang lebih tinggi terjadi karena pada atlet dengan kapasitas aerobik yang
lebih tinggi terjadi perubahan pada ventrikel kiri sehingga menyebabkan
peningkatan ejection fraction, pengisian ventrikel dan kontraktilitas miokardium
(Ostojic et al., 2011).
Pemulihan denyut nadi yang cepat sangat penting untuk mencegah kerja
jantung yang terlalu berat sehingga sangat penting untuk diterapkan dalam
program pelatihan atlet. Aktivasi sistem saraf parasimpatis merupakan hal yang
mendasari terjadinya pemulihan denyut nadi setelah latihan. Pemulihan denyut
nadi juga dipengaruhi oleh faktor intrinsik, neural dan faktor humoral. Faktor lain
yang juga berperan dalam terjadinya pemulihan denyut nadi adalah stimulasi pada
kemoreseptor dan baroreseptor yang disertai dengan pembersihan metabolit dan
15
eliminasi panas tubuh dan katekolamin. Pemeriksaan denyut nadi dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu status emosional, kebisingan, infeksi, obat-obatan yang
dapat mempengaruhi aktivitas sistem saraf simpatis dan parasimpatis (Bosquet et
al., 2010).
2.2 Pemulihan Dalam Pelatihan
Pengertian tentang pemulihan belum dikenal dan popular seperti
pemanasan, peregangan, dan pelatihan inti di kalangan pelatih dan atlet, sehingga
baik dalam tingkat pemahaman maupun pelaksanaannya masih sangat terbatas.
Atlet-atlet elit dalam program pelatihan selalu dipaksa untuk melewati batas
kemampuan fisiologis dan psikologisnya dan hal ini menutut suatu usaha yang
sepadan untuk diberikan proses pemulihan dan regenerasi setelah pelatihan
maupun pertandingan. Pemulihan dan regenerasi bukan hanya sebagai target
antara ketika atlet melewati suatu rangsangan pelatihan yang berat sehingga tidak
kehilangan koordinasi, kecepatan dan power kontraksi otot, tetapi juga bermanfaat
untuk terapi, menghambat kemungkinan kelelahan yang akut dan sindrom
pelatihan yang berlebihan (over training) (Bompa, 1994).
Masa pemulihan adalah suatu tahap yang diperlukan tubuh untuk kembali
seperti keadaan semula, kecepatan pemulihan atlet dapat menentukan prestasi
yang akan dicapai. Masa pemulihan dan kegiatan fisik yang akan digunakan
sangat berhubungan dengan sistem energi utama yang digunakan. Beban aktivitas
fisik yang diberikan saat pemulihan harus mempertimbangkan faktor usia,
kemampuan dan keadaan lingkungan. Proses pemulihan cadangan energi,
cadangan oksigen dan penurunan asam laktat terjadi pada masa pemulihan,
16
dimana masing-masing sistem memiliki ciri dan waktu pemulihan yang berbeda
(Bompa, 1994).
Atlet renang harus melakukan latihan fisik yang berat untuk mencapai
prestasi yang terbaik. Proses pemulihan memegang peranan yang sangat penting
dalam suatu pelatihan fisik agar pencapaian prestasi atlet tetap terjaga dengan
baik. Keseimbangan antara latihan fisik yang berat, ringan dan istirahat diperlukan
dalam suatu program pelatihan (Michael et al., 2003).
Latihan fisik yang berat dapat menyebabkan perubahan yang signifikan
pada homeostasis tubuh dan jika disertai dengan proses pemulihan yang cukup
dapat menyebabkan perbaikan pencapaian prestasi atlet. Proses pemulihan yang
cukup sangat penting karena perbaikan pencapaian prestasi atlet terjadi selama
proses pemulihan bukan selama latihan fisik dilakukan. Keseimbangan antara
latihan fisik dan pemulihan merupakan kunci untuk memperbaiki pencapaian
prestasi atlet (Michael et al., 2003).
Pemberian jeda antara latihan fisik (periodization) sangat penting dalam
pelatihan. Seorang atlet harus menjalani latihan fisik dengan intensitas dan
volume latihan yang sangat berat untuk mencapai prestasi terbaik. Latihan fisik
dengan intensitas dan volume tinggi merupakan latihan yang sangat membebani
fisik atlet tetapi latihan tersebut sangat penting untuk memperbaiki pencapaian
prestasi atlet. Latihan fisik yang berat akan dapat memperbaiki pencapaian
prestasi atlet jika diikuti dengan pemulihan yang cukup (Darryl et al., 2004).
Latihan fisik yang terlalu berat yang tidak disertai dengan pemulihan yang
cukup dapat menyebabkan terjadinya overtraining yang ditandai dengan
penurunan pencapaian prestasi atlet dan juga gangguan kesehatan atlet tersebut.
17
Pemulihan dari overtraining dapat berlangsung selama beberapa minggu sampai
beberapa bulan dan setelah itu atlet tidak akan bisa kembali mencapai kondisi
fisik seperti sebelum terjadi overtraining sehingga pemulihan sangatlah penting
untuk mencegah terjadinya overtraining (Darryl et al., 2004).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya
pemulihan atlet yaitu dengan melakukan proses pemulihan yang tepat setelah atlet
melakukan aktivitas fisik. Tujuan dari suatu metode pemulihan adalah untuk
mempercepat pemulihan dan untuk memperbaiki pencapaian prestasi atlet. Proses
pemulihan adalah suatu proses yang sangat kompleks dan salah satu indikator
proses pemulihan adalah penurunan denyut nadi (Hocutt et al., 1997).
2.2.1 Pemulihan Cadangan Fosfagen
Jumlah total energi dalam sistem fosfagen pada semua susunan otot dari
seorang atlet pria adalah setara dengan sekitar 0,6 mol ATP/ gram otot, sedangkan
pada wanita 0,3 mol ATP/ gram otot, dan cadangan energi ini hampir seluruhnya
dihabiskan pada pelatihan fisik maksimum selama 10 – 15 detik, namun sistem
glikogen asam laktat dapat mengisi kembali sistem fosfagen dengan kecepatan 2,5
mol ATP/ menit dan sistem aerob dapat mengisi kembali dengan kecepatan 1 mol
ATP/ menit (Scott, 2005).
Fosfagen secara normal akan terisi kembali dengan waktu paruh 20-30
detik. Pembentukkan cadangan fosfagen akan pulih sebesar 75 % selama 6 menit
dan akan kembali pulih secara penuh antara 10-30 menit, dan cadangan ATP akan
pulih kembali sebesar 57% selama 15 detik pemulihan dan ATP akan pulih
sebesar 70% selama 30 detik, sedangkan untuk mencapai 100% memerlukan
waktu 3-5 menit (Scott, 2005).
18
Simpanan ATP-CP yang sebagian terpakai selama pelatihan dapat diisi
kembali selama masa pemulihan melalui sistem aerobik, oleh sebab itu pada
pelatihan yang menggunakan pemulihan berselang (interval recovery) sebagian
dari ATP-CP dan oksigen pada mioglobin akan terbentuk kembali sehingga
sumber energi yang akan menggunakan sistem asam laktat akan lebih dihemat.
Pelatihan dengan intensitas yang tinggi simpanan ATP-CP akan habis dalam
beberapa menit dan pembentukan ATP selanjutnya akan berlangsung melalui
sistem asam laktat yang mengakibatkan terjadinya peningkatan asam laktat (Scott,
2005).
2.2.2 Pemulihan Glikogen Otot
Pemulihan glikogen otot pada pelatihan yang melelahkan bukanlah hal
yang sederhana, membutuhkan waktu berjam-jam bahkan sampai berhari-hari jika
dibandingkan dengan waktu pemulihan yang diperlukan oleh sistem metabolisme
fosfagen. Proses pemulihan melalui 3 kondisi yang berlainan, pertama pada orang
dengan diet tinggi karbohidrat, kedua pada orang dengan diet tinggi lemak/ tinggi
protein dan ketiga pada orang tanpa makanan. Seorang atlet dengan diet tinggi
karbohidrat, pemulihan penuh akan terjadi selama 2 hari, pada diet tinggi lemak/
tinggi protein dan tanpa makanan memerlukan waktu 5 hari untuk terjadi
pemulihan secara penuh (Guyton dan Hall, 2011).
Pemulihan glikogen otot sangat tergantung pada tipe pelatihan yang
menyebabkan pengosongan glikogen otot. Terdapat 2 kelompok besar tipe
pelatihan yang menyebabkan pengosongan glikogen dan kecepatan pemulihannya
yaitu :
19
a. Aktivitas fisik dengan intensitas ringan dan durasi lama seperti lari
marathon. Pembentukan kembali glikogen dibutuhkan waktu antara 1-2
jam dan bahkan sampai berlangsung 5 hari bila tanpa diet karbohidrat. Jika
dilakukan diet karbohidrat tinggi dalam waktu 10 jam akan terjadi
pengisian kembali glikogen mencapai 60 % dan akan terisi secara penuh
selama 46 jam.
b. Aktivitas fisik dengan intensitas tinggi dengan durasi pendek dan
berulang-ulang seperti tinju, gulat, sepakbola. Pembentukan kembali
glikogen akan terjadi antara 30 menit sampai 2 jam dan pembentukan
kembali secara sempurna memerlukan waktu 24 jam. Pembentukan
kembali glikogen untuk kegiatan fisik berintensitas tinggi dengan waktu
singkat dan berulang-ulang akan terjadi pada 2-24 jam setelah aktivitas
fisik dengan rincian pengisian seperti berikut. Selama 2 jam akan terjadi
pembentukan kembali glikogen sebesar 39%, selama 5 jam akan terbentuk
glikogen sebesar 53% dan akan terbentuk kembali glikogen sebesar 100%
selama 24 jam.
Dianjurkan untuk tidak melakukan pelatihan yang melelahkan dalam 24-
48 jam terakhir sebelum suatu lomba yang melelahkan walaupun pembentukan
glikogen dapat dilakukan dengan diet karbohidrat tinggi (Guyton dan Hall, 2011).
2.2.3 Pemulihan Cadangan Oksigen
Laju pemakaian oksigen masih tetap tinggi tingkatannya untuk beberapa
menit setelah melakukan pelatihan yang berat dan secara perlahan-lahan kembali
ke keadaan normal. Kelebihan penggunaan oksigen (O2) setelah pelatihan disebut
oxygen debt. Kekurangan oksigen didefinisikan sebagai perbedaan antara jumlah
20
penggunaan oksigen setelah pelatihan/olahraga dan oksigen yang disediakan
(Bonifazi et al., 1993).
Kekurangan oksigen menggambarkan banyaknya energi yang seharusnya
dikeluarkan untuk memulihkan keadaan dari kelelahan selama melakukan
pelatihan yang berat. Hutang oksigen disebabkan oleh pemakaian oksigen yang
telah tersimpan dari berbagai bagian tubuh yaitu pada keadaan normal sekitar 0,3
liter oksigen disimpan di dalam otot dan diikat oleh mioglobin, 1 liter oksigen
secara normal diikat oleh hemoglobin dalam darah dan 0,5 liter terdapat dalam
udara paru-paru dan sekitar 0,25 liter larut dalam seluruh cairan tubuh (Bonifazi et
al., 1993).
Oksigen digunakan oleh otot selama pelatihan dan oleh karena itu harus
segera diganti setelah pelatihan selesai. Hutang oksigen juga dapat berakumulasi
karena berkurangnya sistem fosfagen dan glikogen-asam laktat. Diperlukan
sebanyak 2 liter oksigen untuk mengisi kembali sistem glikogen non laktat
(fosfagen) dan sebanyak 8 liter oksigen diperlukan untuk mengisi sistem
glikogen-asam laktat yang habis (Bonifazi et al., 1993).
Proses penyediaan energi untuk melakukan aktivitas fisik memerlukan
kerjasama antara metabolisme aerobik dan anaerobik, namun pada aktivitas fisik
yang mendekati tenaga aerobik maksimum maka metabolisme anaerobik lebih
berperan. Aktivitas fisik maksimal selama 10 detik memperoleh energi dari sistem
energi anaerobik sebesar 15% dan 85% dari sistem fosfagen. Pelatihan yang
melelahkan selama 2 menit melibatkan metabolisme anaerobik yang lebih
dominan dibandingkan dengan metabolisme aerobik (Guyton dan Hall, 2011).
21
Hutang oksigen juga didefinisikan sebagai jumlah tambahan oksigen yang
harus dibawa ke dalam tubuh setelah suatu lomba atletik untuk mengembalikan
semua sistem metabolisme pada keadaan normal secara penuh. Hutang oksigen
(oxygen deficit) menunjukkan tingginya kebutuhan oksigen selama pelatihan yang
berat mengakibatkan hutang oksigen yang harus dibayar kembali untuk
membentuk ATP-CP, dan resintesis glikogen dari laktat secara sempurna (Avaloz
et al., 2003).
Pemulihan oksigen akan berlangsung melalui dua tahap menurut Fox et al.
(1993), disebut dengan komponen pemulihan cepat dan komponen pemulihan
lambat. Pembayaran hutang oksigen yang tidak terkait dengan asam laktat (hutang
oksigen non asam laktat) diperlukan untuk mengisi cadangan oksigen yang
memerlukan waktu hanya 2-3 menit. Pembayaran hutang oksigen yang diperlukan
untuk pembersihan asam laktat, terus dibayar secara perlahan selama paling
sedikit memerlukan waktu 1 jam, karena itu untuk olahraga yang menggunakan
sistem metabolisme glikogen-asam laktat, akan pulih sepenuhnya dalam waktu 1-
2 jam (Guyton dan Hall, 2011).
2.3. Adaptasi Sistem Kardiovaskuler selama Olahraga
Jantung merupakan suatu mesin biologi yang sangat menakjubkan yang terdiri
dari komposisi sel yang dilengkapi oleh jaringan pembuluh darah kapiler yang
sangat padat (lebih dari 2000 pembuluh darah kapiler/mm3). Kandungan
mitokondria pada volume sel otot rangka seorang yang tidak terlatih mengandung
mitokondria kurang dari 5%. Otot jantung dirancang sedemikian rupa untuk dapat
melakukan pengiriman oksigen dan juga dapat memetabolisme asam laktat,
lemak, gula darah dengan sangat efektif (Blomqvist, 2005).
22
Pelatihan olahraga menyebabkan perubahan yang nyata pada sistem
sirkulasi. Aliran darah otot rangka pada saat istirahat hanya sekitar 2-4 mL/ 100g,
sedangkan pada kontraksi lebih dari 10% kontraksi maksimal, sudah mulai terjadi
penekanan terhadap pembuluh darah, sedangkan jika tegangan kontraksi otot
mencapai 70% kontraksi maksimal, aliran darah dalam otot akan terbatas. Jumlah
aliran darah ke dalam otot meningkat mencapai 30 kali lebih banyak pada saat
terjadi kontraksi otot (Ganong, 2012). Kenaikan aliran darah juga disebabkan oleh
vasodilatasi intramuskular yang disebabkan oleh pengaruh langsung kenaikan
metabolisme otot (Guyton dan Hall, 2011).
Kecepatan aliran darah sangat berpengaruh pada kecepatan zat-zat yang
akan dikirim dan dibuang. Darah merupakan medium yang sangat banyak
mengandung oksigen, karbondioksida, glukosa, asam amino, asam lemak dan ion
hidrogen serta hormon-hormon (Ketchum, 1999). Kebutuhan ATP meningkat
pada saat melakukanaktivitas fisik. Peningkatan aliran darah pada saat otot yang
berkontraksi meningkatkan kebutuhan oksigen (Guyton dan Hall, 2011).
Kecepatan metabolisme tubuh juga akan meningkat saat melakukan
pelatihan dibandingkan ketika istirahat. Diperlukan energi yang lebih banyak pada
saat otot melakukan pelatihan dibandingkan ketika istirahat duduk. Saat pelatihan
otot-otot memerlukan persediaan oksigen lebih banyak yang dibawa melalui
sirkulasi darah sehingga aliran darah ke otot harus lebih ditingkatkan (Blomqvist,
2005).
Terdapat hubungan linier antara kenaikan denyut jantung dengan
penambahan pengambilan oksigen dan penambahan pembebanan dengan
koefisien korelasi yang tinggi yaitu r=0,96 (Effendi, 1983). Pengaruh lain dari
23
pelatihan fisik adalah pada ukuran jantung yaitu pada remaja usia 14-18 tahun,
pelatihan daya tahan berakhir dengan bertambahnya ukuran jantung. Hal ini
dikenal sebagai “Fisiologi Hipertropi” dan perluasan regulatory dari bilik jantung.
(Kindermen et al., 1995).
Peningkatan curah jantung berhubungan dengan peningkatan aktivitas
saraf simpatik dan penurunan aktivitas saraf parasimpatik. Peningkatan peredaran
darah ke otot terjadi karena vasodilatasi yang disebabkan oleh saraf simpatik
kolinergik. Peredaran darah ke kulit dan daerah pencernaan dikurangi oleh
rangsang simpatik adrenergik yang menimbulkan vasokonstriksi. Keseimbangan
dalam redistribusi darah menyebabkan tekanan darah sistol menurun sangat
sedikit, meskipun terjadi dilatasi pembuluh darah otot secara luas (Behm dan
Barden, 1993). Peningkatan denyut jantung dan isi sekuncup disebabkan karena
peningkatan curah jantung (Vander, 1985).
Reaksi sistem kardiovaskuler terhadap kerja tergantung pada jenis
kontraksi yang dilakukan yaitu kontraksi yang bersifat isometrik atau isotonik.
Kontraksi isometrik atau isotonik fase awal terjadi perubahan denyut jantung yang
disebabkan oleh rangsangan pada medula oblongata (Behm dan Barden, 1993).
Kenaikan denyut jantung juga disebabkan karena berkurangnya tonus saraf
vagus yang disebabkan oleh rangsangan pada sistem saraf simpatik. Tekanan
darah sistol dan diastol meningkat dengan cepat pada kontraksi isometrik, tetapi
stroke volume tidak banyak berubah. Aliran darah ke otot yang sedang
berkontraksi berkurang oleh kompresi terhadap pembuluh darah, sedangkan pada
kontraksi isotonik justru terjadi penambahan isi sekuncup dan menurunnya
24
tahanan perifer, oleh karena itu kenaikan pada tekanan darah sistol tidak terlalu
tinggi dan tekanan darah diastol tidak berubah (Behm dan Barden, 1993).
Kenaikan curah jantung dapat mencapai 35 liter/menit dan sebanding
dengan jumlah pemakaian oksigen yang meningkat (Effendi, 1983). Denyut
jantung yang dapat dicapai selama kerja tergantung pada usia dan kemampuan
fisik seseorang, adapun formula yang dapat dipakai adalah 220 – usia. Denyut
jantung pada anak-anak dapat mencapai nilai maksimal sekitar 200 kali/menit,
namun penelitian pada kelompok 100 pria dengan usia 60 tahun selama tes fisik
maksimal diperoleh data denyut nadi dengan rentang diantara 140-180 kali/menit
(Seiler, 1996).
Produksi energi dasar untuk metabolisme tubuh dan miokardium adalah
glukosa dan asam laktat. Pengambilan dan manfaat asam laktat ditentukan oleh
fungsi kardiovaskular, sedangkan pengambilan glukosa tidak dipengaruhi oleh
sirkulasi darah, namun oleh gerakan insulin. Pengambilan asam laktat terlihat
lebih tinggi pada kelompok yang tidak terlatih, namun pada kelompok yang
terlatih asam laktat digunakan untuk memperbesar energi metabolisme
(Kindermenn et al., 1995).
Sistem kardiovaskuler mempunyai tiga fungsi utama selama olah raga
yaitu : (1) Meningkatkan aliran darah dan jumlah oksigen ke otot skelet yang
sedang berkontraksi dan ke otot jantung; (2) Menjaga tekanan arteri untuk tetap
menjaga aliran darah ke otak tetap optimal; (3) Meminimalkan kemungkinan
terjadinya hipertermia akibat olah raga dengan mentransportasikan panas ke kulit
melalui pembuluh darah dan kemudian akan dievaporasikan melalui keringat.
Vasodilatasi secara cepat terjadi di otot skelet yang sedang berkontraksi pada saat
25
olahraga dimulai yang bertujuan untuk melepaskan metabolit vasoaktif yang
merupakan hasil metabolit dari kontraksi otot. Substansi ini berupa potassium, ion
hidrogen, laktat dan adenosine, dimana metabolit ini akan menyebabkan
terjadinya hiperkapnia, hipoksia dan hiperosmolaritas. Tekanan arteri meningkat
walaupun terjadi penurunan resistensi perifer di otot skelet, yang disebabkan
karena peningkatan cardiac output dan tekanan darah sistolik (Robinson et al.,
2000).
Cardiac output meningkat dari 5 liter/menit menjadi 20-25 liter/ menit
selama olah raga maksimal. Peningkatan cardiac output disebabkan karena
terjadi peningkatan denyut jantung dan stroke volume yang dimediasi oleh
aktivitas vagal, sistem saraf simpatis dan peningkatan adrenalin dalam darah yang
dihasilkan oleh medula adrenal. Pengaruh intensitas latihan yang berbeda terhadap
tekanan darah, denyut jantung dan konsumsi oksigen saat ini masih kontroversi
(Saltin, 1993).
Beberapa penelitian menyebutkan bahwa olahraga dapat menurunkan
tekanan darah pada periode pemulihan. Perubahan tekanan darah setelah olahraga
tidak konsisten. Tekanan darah tidak mengalami perubahan atau sedikit menurun
sebesar 30 mmHg setelah berolahraga pada seseorang dengan tensi normal.
Respon kardiovaskular dipengaruhi oleh jenis dan durasi latihan. Respon
neurologi dan hemodinamik terjadi selama olahraga dan berhubungan dengan
intensitas dan jenis olahraga. Intensitas olahraga yang berbeda akan menyebabkan
perubahan kardiovaskular yang berbeda pula (Saltin, 1993).
Sirkulasi yang lebih besar pada saat terjadi kontraksi otot juga diperlukan
untuk memungkinkan pembuangan zat-zat sisa metabolisme saat kontraksi otot
26
terjadi. Sistem kardiovaskular melakukan kompensasi dengan meningkatkan
denyut jantung dan tekanan darah untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
berbagai nutrisi yang meningkat. Kecepatan maksimal denyut jantung manusia
dicapai pada ukuran sarkomer 2,2 mikrometer. Peningkatan atau pengurangan
ukuran sarkomer dapat menyebabkan penurunan kekuatan kontraksi otot jantung.
Overlapping antara filamen tipis dan filamen tebal pada otot jantung terjadi pada
ukuran sarkomer yang melebihi 2,2 mikrometer sehingga kontraksi otot jantung
menjadi tidak maksimal. Kontraksi otot jantung juga tidak maksimal pada ukuran
sarkomer kurang dari 2,2 mikrometer karena terjadi penurunan sensitivitas
myofilamen terhadap kalsium (Leon dan Bloor, 2008).
Respon kardiovaskular terhadap exercise dengan durasi lama dan
intensitas berat yaitu berupa peningkatan cardiac output secara cepat pada menit
pertama latihan dan kemudian mengalami fase plateau (menetap) pada menit
selanjutnya selama latihan. Peningkatan cardiac output akan menyebabkan
terjadinya peningkatan stroke volume dan denyut jantung. Stroke volume akan
meningkat pada awal latihan, kemudian menetap (plateau) dan akhirnya menurun
pada latihan yang lebih dari 30 menit (Leon dan Bloor, 2008).
Stroke volume meningkat dengan cepat selama menit pertama latihan dan
menetap (plateau) setelah latihan mencapai kebutuhan oksigen 40-50% dari VO2
max. Peningkatan stroke volume tidak lagi tergantung pada intensitas latihan
apabila kebutuhan oksigen latihan sudah melebihi 50% dari VO2 max. Stroke
volume cenderung menetap selama 30 menit pertama latihan berat. Peningkatan
stroke volume ini disebabkan oleh peningkatan peningkatan pengisian jantung
(end diastolic volume) yaitu melalui mekanisme Frank-Starling. Peningkatan
27
kontraksi otot jantung karena stimulasi saraf simpatis. Peningkatan volume end-
diastolik ventrikel kiri terjadi karena peningkatan jumlah darah yang kembali ke
jantung. Peningkatan jumlah darah yang kembali ke jantung disebabkan karena
peningkatan kontraktilitas otot jantung, vasokontriksi dan peningkatan cardiac
output (Robinson et al., 2000).
Stroke volume perlahan akan menurun walaupun masih diatas stroke
volume saat istirahat apabila latihan yang dilakukan lebih dari 30 menit.
Penurunan stroke volume setelah latihan lebih dari 30 menit disebabkan karena
stres termoregulator, keluarnya plasma darah dan peningkatan aliran darah ke
kulit melalui vasodilatasi pembuluh darah di bawah kulit untuk membuang panas.
Denyut jantung pada menit pertama latihan akan meningkat dengan cepat
kemudian akan menetap (plateau). Denyut jantung akan lebih meningkat apabila
latihan dilakukan lebih dari 30 menit karena pada saat latihan sudah dilakukan
lebih dari 30 menit, akan terjadi penurunan stroke volume (Wyatt dan Mitcell,
2004).
Perubahan pada berbagai variabel kardiovaskular (stroke volume dan
denyut jantung) pada latihan berat tanpa disertai dengan perubahan kerja jantung
disebut dengan cardiovascular drift. Cardiovascular drift disebabkan karena pada
saat latihan dilakukan dengan durasi yang lama (lebih dari 30 menit) akan terjadi
vasodilatasi pembuluh darah di bawah kulit untuk melepas panas sehingga terjadi
kompetisi antara otot lurik dan kulit untuk mendapatkan darah (Saltin, 1993).
28
2.4 Prestasi Atlet Renang Indonesia dalam Kejuaraan Dunia Internasional
Prestasi atlet renang Indonesia baik di tingkat Nasional maupun di tingkat
Internasional masih sangat kurang. Fakta ini dapat dilihat dari peringkat Indonesia
di cabang olahraga renang sejak Sea Games tahun 1997 sampai 2005. Tahun 1991
sampai 1997 dan tahun 1999 sampai 2003 prestasi Indonesia di cabang olahraga
renang tidak pernah mengalami lonjakan prestasi. Tahun 1997 sampai 1999 dan
tahun 2003 sampai 2005 prestasi Indonesia untuk cabang olahraga renang terus
mengalami penurunan (Ahmad, 2006).
Gambar 1.
Trend Prestasi Olahraga Renang Nasional di Tingkat Asia Tenggara (Ahmad,
2006)
2.5 Renang Gaya Bebas
Renang gaya bebas adalah semua gerakan-gerakan yang dibutuhkan dalam
melakukan renangan gaya bebas. Pembentukan keterampilan olahraga pada
umumnya banyak berhubungan dengan tindakan yang menyangkut gerakan-
gerakan koordinasi otot. Koordinasi gerakan dipengaruhi oleh fungsi saraf dan
29
diperoleh dari hasil belajar, oleh karena itu untuk memperoleh tingkat
keterampilan gerak yang tinggi diperlukan belajar dalam jangka waktu yang lama.
Proses belajar bertujuan agar fungsi sistem saraf dapat terkoordinasi dengan
sempurna yang menuju pada otomatisasi gerakan. Gerakan gaya bebas pertama
kali diperkenalkan oleh orang Australia yang bernama Crawl, gerakan yang
dilakukan yaitu dengan cara dua kali gerakan lengan dan disertai dua kali gerakan
kaki. Gerakan renang gaya bebas berkembang sesuai dengan penemuan-penemuan
baru dalam ilmu pengetahuan. Teknik renang gaya bebas menurut Dedeng (1994)
adalah sebagai berikut :
a. Posisi Badan
Posisi badan yang baik untuk gaya bebas adalah posisi yang dapat memberikan
gaya dorong maksimal dan mengurangi gaya hambat sampai minimal. Posisi
badan terlengkup, kepala sedikit di bawah permukaan air, bagian proksimal tubuh
sedikit lebih rendah dari pada bahu, dan tungkai lemas dan lurus ke belakang.
Teknik gerakan posisi badan renang gaya bebas adalah: (Dedeng, 1994)
a) Posisi badan dalam renang gaya bebas harus sejajar dan sedatar mungkin.
b) Tubuh harus berputar pada garis pusat atau pada rotasinya.
c) Hindari kemungkinan terjadinya gerakan tangan atau kaki yang berakibat
tubuh menjadi naik turun atau meliuk-liuk.
d) Sikap kepala normal dan pandangan lurus ke depan.
b. Gerakan Kaki
Fungsi kaki pada renang gaya bebas yang utama adalah sebagai stabilitator dan
sebagai alat untuk menjadikan kaki tetap tinggi dalam keadaan streamline,
sehingga tahanan menjadi kecil. Tendangan kaki pada gaya bebas membantu
30
menghasilkan dorongan tetapi pada kecepatan tinggi tendangan kaki tidak
memberikan tambahan dorongan kaki. Gerakan kaki pada renang gaya bebas
berperan sebagai tenaga dorong atau penggerak dan terutama sebagai pengatur
keseimbangan tubuh. Latihan gerakan kaki dilakukan di kolam dangkal (Dedeng,
1994).
c. Gerakan Lengan
Tahap tarikan menurut Hay dan James (1993) terjadi dari tiga bagian yaitu
tekanan awal (intial press), dayung ke dalam (inward scull), dan dayung ke luar
(outward scull).
1) Teknik gerakan lengan
Gerakan lengan pada renang gaya bebas berperan terutama sebagai tenaga
pendorong atau penggerak di samping sebagai pengaturan keseimbangan
tubuh.
2) Bentuk gerakan lengan
Gerakan lengan ditekankan pada gerakan menarik dan mendorong air secara
cepat.
2.6 Renang Gaya Dada
Gaya dada (breast stroke) sering disebut pula dengan gaya katak karena gerakan
dalam gaya dada ini mirip dengan katak. Gaya dada merupakan gaya yang paling
cepat dan mudah untuk dipelajari. Kebanyakan orang yang pertama kali belajar
berenang menggunakan gaya dada. Renang gaya dada dapat menempuh jarak
jauh. Kelemahan dari renang gaya dada adalah gaya renang yang paling lambat
jika dilihat dari segi kecepatannya. Teknik renang gaya dada adalah sebagai
berikut : (Richards, 2003).
31
1. Sikap tubuh.
Sikap tubuh harus sedatar mungkin dengan permukaan air. Luruskan tubuh
ke depan, lengan menggapai ke muka, sementara dua kaki lurus ke
belakang. Usahakan agar posisi kaki sedikit lebih rendah dari lengan.
2. Gerakan Lengan
Gerakan lengan pada gaya dada terbagi menjadi dua bagian yaitu, gerakan
menarik dan istirahat. Gerakan menarik dimulai dari lengan menggapai ke
depan sehingga kedua telapak tangan saling bertemu dan menempel. Tarik
tangan ke luar dan ke bawah, yaitu ke samping kanan dan kiri selebar
bahu. Teruskanlah melakukan gerakan ini sampai lengan mencapai bagian
depan bahu dan telapak tangan saling bertemu di dada dengan kedua siku
dirapatkan (kembali ke posisi awal). Kedua tangan harus dalam keadaan
rileks, pada saat kembali pada posisi awal, yaitu sikap merapatkan kedua
telapak tangan lurus ke depan karena pada saat ini tangan sedang
melakukan gerakan istirahat.
3. Gerakan kaki
Kedua kaki dijulurkan di bawah permukaan air. Pandangan ke depan dan
kaki diluruskan sehingga kedua tumit rapat dan kedua ujung kaki
membuka. Tariklah tumit ke arah pantat sedangkan jari jari kaki ditarik ke
samping dan doronglah ke belakang. Dorongan kaki ini dilakukan dengan
sepakan/tendangan dan diputarkan pada saat yang bersamaan. Sepakan
kaki merupakan saat ketika kaki mulai diluruskan lagi sehingga kaki
kembali ke posisi terjulur seperti pada posisi awal.
32
4. Gerakan pernapasan. Gerakan pernapasan dilakukan pada saat lengan
ditarik ke samping dan dengan sendirinya kepala akan keluar dari
permukaan air. Tariklah napas sedalam-dalamnya ketika kepala keluar dari
permukaan air. Usahakanlah agar pengambilan udara dilakukan saat
kepala masih rendah dalam air. Pengeluaran udara dilakukan ketika muka
akan kembali masuk ke dalam air. Pengeluaran udara dilakukan sedikit
demi sedikit.
Kombinasi gerakan pada renang gaya dada menurut Brems (1997), adalah sebagai
berikut:
Posisi tubuh dalam keadaan sedatar mungkin dengan permukaan air. Luruskan
tubuh ke depan. Lengan ke depan sementara kaki lurus ke belakang, dan muka
sedikit terangkat.
1. Ulurkan kedua tangan ke depan kemudian tarik tangan ke luar, yaitu ke
samping kanan dan kiri selebar bahu. Kedua tangan kembali ke posisi awal
setelah gerakan menarik lengan yaitu lengan lurus ke depan dan lengan
dalam keadaan rileks.
2. Posisi kaki terjulur, tumit rapat dan kedua ujung kaki membuka, tarik
tumit ke arah pantat sedangkan jari jari kaki ditarik ke samping, kemudian
didorong ke belakang dan diputarkan pada saat yang bersamaan.
3. Pengambilan napas pada renang gaya dada dapat menentukan gerakan
koordinasi lengan dan kaki. Pengambilan napas dilakukan pada
pertengahan kayuhan saat tangan setengah jalan di waktu gerak menarik.
Muka akan terangkat keluar dari permukaan air pada saat pertengahan
gerakan kayuhan tangan. Pengeluaran napas dilakukan pada saat kedua
33
lengan membuat gerak melingkar, karena pada saat itu muka akan masuk
kembali ke bawah permukaan air sebatas alis.
4. Fase istirahat sejenak terjadi pada akhir gerakan, sehingga kaki dapat
menyelesaikan tendangan/sepakan. Tendangan kaki dilakukan pada saat
lengan sedang tidak menarik.
2.7 Bioenergetika Olahraga Renang
Prestasi seorang atlet renang ditentukan oleh kecepatan atlet (v) untuk
menyelesaikan jarak renang (d) dalam jangka waktu tertentu (t). Kecepatan
berenang merupakan hasil dari kecepatan kayuhan/stroke rate (SR), jarak yang
dicapai per satu kali kayuhan/ distance per stroke (d/S). Kecepatan yang
maksimal ditentukan oleh energi metabolik maksimal (E’ max) dan energi yang
dihabiskan untuk berenang/energy cost (Cs). Hambatan (D), efisiensi ( ) dan
kecepatan (v) menentukan kebutuhan metabolik (Capelli, 2010). Hambatan dalam
olah raga renang terdiri dari hambatan karena gesekan/friction sebesar 22%,
hambatan karena tekanan sebesar 55% dan hambatan karena gelombang sebesar
23%. Hambatan ini dapat diturunkan dengan cara latihan (Alves et al., 2001).
Energi yang dihabiskan saat berenang dipengaruhi oleh hambatan, energi
yang dilepaskan ke dalam air dan kerja internal. Energi total (E’tot) merupakan
kombinasi antara energi aerobik dan anaerobik. Energi total semakin meningkat
dengan semakin meningkatnya kecepatan berenang. Energi total dapat diturunkan
dengan cara latihan. Energi yang dihabiskan saat berenang dalam kompetensi
renang (Cs) yang paling kecil adalah renang dengan gaya bebas, dan yang terbesar
adalah gaya punggung, kemudian gaya kupu-kupu dan gaya dada. Energi yang
34
dihabiskan selama berenang dengan gaya bebas lebih kecil dibandingkan dengan
berenang dengan gaya dada (Pendergast, 2011).
Kecepatan dalam renang ditentukan oleh energi yang dilepaskan saat
berenang dan energi metabolik perenang yaitu aerobik dan anaerobik. Energi yang
dibutuhkan pada saat fase aerobik dapat dihitung dari kecepatan konsumsi
oksigen. Energi yang dibutuhkan pada saat fase anaerobik dapat dihitung dari
kadar asam laktat dalam darah vena atlet (Pendergast, 2011).
Kecepatan (m/s)
Gambar 2.
Grafik Hubungan antara Energi Total (Aerobik dan Anaerobik) dengan Kecepatan
pada Beberapa Gaya Renang (Zamparo, 2010)
Tahanan dalam air adalah faktor utama yang menentukan besarnya energi
yang dibutuhkan dalam berenang. Hambatan dalam air terdiri dari
gesekan/friction, tekanan dan gelombang. Tahanan dalam air akan meningkat
secara teratur sebesar 86,2 + 4,3 Newton untuk setiap peningkatan kecepatan
35
sebesar 2,2 m/s. Tahanan tekanan air merupakan tahanan yang paling besar
diantara jenis tahanan lainnya pada semua tingkat kecepatan yaitu 76% pada
kecepatan 1,0 m/s, 63% pada kecepatan 1,5 m/s, 58% pada kecepatan 2,0 m/s, dan
54% pada kecepatan 2,2 m/s. Tahanan gesekan/friction yaitu 5% pada kecepatan
1,0 m/s, 10% pada kecepatan 1,5 m/s, 15% pada kecepatan 2,0 m/s, 18% pada
kecepatan 2,2 m/s dan pada tahanan gelombang air yaitu 0% pada kecepatan 1,0
m/s, 12% pada kecepatan 1,5 m/s, 21% pada kecepatan 2,0 m/s, 24% pada
kecepatan 2,2 m/s. Tahanan gelombang sama pentingnya dengan tahanan tekanan
air saat atlet berenang dengan kecepatan diatas 1,5 m/s. Kekuatan dorongan harus
sama besarnya dengan tahanan dalam air pada kecepatan berenang yang konstan
(Mollendrof, 2010).
Kecepatan maksimal ditentukan oleh kekuatan dorongan yang maksimal
yaitu dengan kekuatan dan kecepatan otot yang maksimal. Jumlah kayuhan
lengan/ stroke frequency (SF) dan jarak yang ditempuh per satu kali kayuhan
lengan atau distance/stroke (d/S) yang terbaik dicapai dengan berenang dengan
menggunakan gaya bebas dibandingkan dengan ketiga gaya renang lainnya.
Seorang atlet renang harus dapat memaksimalkan jarak yang ditempuh per satu
kali kayuhan lengan atau distance/stroke (d/S), sehingga dapat tercapai jumlah
kayuhan lengan/ stroke frequency (SF) dan kecepatan (v) semaksimal mungkin
(Craig dan Pendergast, 2010).
Kecepatan renang dapat dicapai dengan memaksimalkan jumlah kayuhan
lengan/ stroke frequency (SF) karena apabila jarak yang ditempuh per satu kali
kayuhan lengan atau distance/stroke (d/S) dimaksimalkan, hal itu akan
menyebabkan jumlah kayuhan lengan akan berkurang. Seorang atlet renang harus
dapat menentukan komponen apa yang akan dimaksimalkan dalam suatu teknik
36
berenang untuk dapat mencapai kecepatan renang semaksimal mungkin (Termin,
2001).
2.8 Pelatihan Kecepatan
Kecepatan merupakan salah satu komponen dasar motorik yang penting untuk
menunjang keterampilan dan prestasi atlet. Hampir seluruh cabang olah raga
memerlukan kecepatan. Kecepatan adalah kemampuan untuk melakukan gerakan-
gerakan sejenis secara berturut-turut, atau kemampuan untuk menempuh jarak
dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Kecepatan akan lebih optimal apabila
didukung oleh komponen biomotorik lainnya seperti kekuatan, daya tahan dan
kelentukan (Publow, 1999).
Pelatihan untuk meningkatkan komponen biomotorik kecepatan dapat
dilakukan dengan dua cara yaitu dengan metode progresif dan dengan metode
maksimum. Metode progresif pelatihannya diawali dengan intensitas, volume dan
frekuensi yang rendah dan secara bertahap terus ditingkatkan sampai mencapai
maksimum. Pelatihan dengan metode maksimum, intensitas, volume dan
frekuensi pelatihannya langsung pada beban maksimum (Publow, 1999).
2.9 Metabolisme Energi pada Olahraga Renang
Tiga sistem energi yang berperan dalam olahraga renang yaitu sistem energi ATP-
PC untuk gerakan eksplosif, sistem energi glikolisis anaerobik (asam laktat) untuk
renang intensitas tinggi dengan jarak pendek dan sistem energi glikolisis aerobik
untuk renang jarak jauh. Renang sprint gaya bebas jarak 50 meter memerlukan
kontraksi otot-otot besar. Kontraksi otot-otot besar berfungsi untuk dapat
menghasilkan energi yang tinggi yaitu lebih dari 200 mLO2.kg-1.min-1. Otot-otot
besar mengandung banyak serat otot tipe II (fast twitch fibers) dengan energi
37
glikolitik yang tinggi sehingga energi yang dihasilkan lebih besar. Simpanan ATP
dan fosfokreatin berkurang dengan cepat dan proses glikolisis akan segera terjadi
untuk tetap menjaga produksi energy. Glikolisis akan menjadi sumber utama
penghasil energi untuk kontraksi otot. Pada renang sprint 50 meter akan terjadi
peningkatan asam laktat yang cukup tinggi yaitu 12-14 mmol. L-1 yang
menyebabkan terjadinya asidosis (Rodriguez et al., 2010).
Gambar 3
Grafik Sistem Energi pada Renang Sprint (Rodriguez et al., 2010)
Klasifikasi sistem energi menurut Australian Institute of Sport dibagi
menjadi 2 yaitu sistem energi aerobik dan anaerobik. Peralihan antara sistem
energi aerobik dan anaerobik disebut anaerobik threshold (AT). Laktat threshold
(LT) adalah pada saat kecepatan renang tertentu mulai dimana asam laktat dalam
darah mulai terakumulasi (Carew et al., 2003).
Renang dengan intensitas rendah yaitu dengan kecepatan renang kurang
dari 72 second per 100 meter (A1), renang dengan kecepatan sedang yaitu 68-72
second per 100 meter (A2), A3 adalah kecepatan renang 64-68 second per 100
Sumber energi glikolitik laktat
Sumber energi glikolitik non laktat/ phosphagen
Sumber energi aerobik
38
meter dan A4 adalah kecepatan renang 56-64 second per 100 meter. Kadar asam
laktat pada renang intensitas rendah (A1) adalah kurang dari 2 mMol dan sumber
energi berasal dari sistem aerobik. Grafik antara kecepatan renang, kadar asam
laktat dan sumber energi dapat dilihat pada grafik di bawah ini (Carew et al.,
2003).
Gambar 4
Grafik Hubungan antara Kecepatan Renang, Asam Laktat dan Sistem Energi
(Carew et al., 2003)
Metabolisme energi dan peranan ketiga sistem energi (sistem energi posphagen,
anaerobik dan aerobik) dalam olahraga renang sangat bervariasi tergantung jarak
dan kecepatan renang. Sumber energi sebagian besar berasal dari sistem anaerobik
pada renang jarak pendek, sebaliknya pada renang jarak jauh (800-1500 meter)
energi sebagian besar berasal dari sistem aerobik. Peranan ketiga sistem energi
dalam berbagai jarak renang dapat dilihat pada tabel 1 (Feran et al., 2010).
Lak
tat (
mM
)
Kecepatan (second/100 meter)
39
Tabel 1
Metabolisme Energi pada Olahraga Renang
JARAK FOSFAGEN (%) ANAEROBIK
(%) AEROBIK (%)
50 m 38 58 4 100 m 20 39 41 200 m 13 29 58 400 m 6 21 73 800 m 4 14 82 1500 m 3 11 86
Sumber : Ferran et al., 2010
Metabolisme energi tidak lepas dari besarnya energi yang dibutuhkan
dalam berenang. Energi per satuan jarak (Cs) pada semua gaya renang adalah
konstan pada saat kecepatan renang 1,7 m/s; 1,4 m/s; 1,35 m/s dan 1,3 m/s, tetapi
pada saat kecepatan renang melebihi kecepatan tersebut, energi per satuan jarak
(Cs) akan meningkat. Peran sistem energi pada berbagai gaya renang adalah
sebagai berikut 12,3 + 1,4% sampai 27,6 + 2,0% berasal dari sistem energi
anaerobik non laktat/fosfagen; 21,6 + 6,4% sampai 62,4 + 3,8% berasal dari
sistem energi aerobik dan 25,3 + 2,8% sampai 50,9 + 8,4% berasal dari sistem
energi anaerobik laktat. Gambaran ini berlaku pada kecepatan renang dengan
intensitas sedang sampai cepat (Capelli et al., 1998).
Kecepatan berenang lambat untuk pemulihan aktif berkisar antara 0,8 m/s
sampai 1,4 m/s, dimana pada kecepatan ini yang berperan adalah sistem energi
aerobik dan produksi asam laktat kurang dari 2 mMol. Energi yang dibutuhkan
pada setiap kecepatan pada renang gaya bebas lebih kecil dibandingkan dengan
renang gaya dada. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 2.
40
Tabel 2
Hubungan Kecepatan Renang dan Energi yang Dibutuhkan
KECEPATAN
(m/s) ENERGI YANG DIBUTUHKAN PADA TIAP GAYA RENANG
(kJ/m) Gaya Dada Gaya Kupu-
kupu Gaya
Punggung Gaya Bebas
0,8 1,08 1,00 0,69 0,76 0,9 1,18 0,96 0,76 0,74 1,0 1,29 0,95 0,84 0,79 1,1 1,39 0,99 0,93 0,84 1,2 1,50 1,06 1,03 0,91 1,3 1,60 1,16 1,13 0,98 1,4 1,71 1,30 1,25 1,07 1,5 1,81 1,48 1,38 1,18 1,6 1,91 1,70 1,52 1,30 1,7 2,02 1,95 1,68 1,45
Sumber : Caputo et al., 2006
Energi yang dibutuhkan pada renang gaya dada lebih besar dibandingkan
dengan renang gaya bebas karena pada renang gaya dada harus ada koordinasi
antara gerakan lengan dan kaki untuk memungkinkan tubuh bergerak meluncur
sambil mengangkat tubuh bagian atas bergerak ke atas permukaan air. Energi
yang lebih besar dibutuhkan pada renang gaya dada karena renang gaya dada
merupakan gaya renang yang pada siklus gerakannya, tubuh melawan arah gerak
renang sehingga diperlukan energi yang lebih banyak untuk melawan tahanan
dalam air pada setiap peningkatan kecepatan renang (Holfelder et al., 2013).
Peningkatan kebutuhan oksigen pada saat latihan fisik yang berat terjadi
pada menit pertama. Peningkatan kebutuhan oksigen akan digunakan untuk
memproduksi ATP untuk kontraksi otot. Keseimbangan antara oksigen yang
dibutuhkan dengan oksigen yang disediakan terjadi pada menit ke 3 sampai 4
akan. Fase ini disebut dengan fase plateau dimana fase ini menggambarkan
keseimbangan antara energi yang digunakan untuk kontraksi otot dengan produksi
41
ATP oleh sistem energi aerobik. Peningkatan kebutuhan energi dari keadaan
istirahat terjadi pada saat memulai aktivitas fisik (Brooks et al., 2011).
Defisit energi terjadi karena adanya keterlambatan distribusi oksigen ke
mitokondria sel otot yang sedang berkontraksi. Sistem energi anaerobik
intramuskular (sistem energi ATP-PC dan glikolisis laktat) menyediakan energi
pada saat terjadi defisit oksigen sampai keadaan steady state tercapai. Energi dan
oksigen yang dibutuhkan selama dan setelah aktivitas fisik dapat dilihat pada
gambar di bawah ini (Andreacci et al., 2010).
Gambar 5
Grafik Energi dan Oksigen yang Dibutuhkan Selama dan Setelah Aktivitas Fisik
Berat (Andreacci et al., 2010)
VO2
(mL/menit)
Istirahat Aktivitas Penyimpanan oksigen& resintesis energi pada fase pemulihan
Waktu (menit)
Debet/simpanan oksigen
Oksigen yang dibutuhkan
Oksigen yang disediakan
AKTIVITAS FISIK BERAT
Defisit oksigen
42
Jumlah oksigen yang dikonsumsi pada masa pemulihan yang jumlahnya
melebihi jumlah oksigen yang dikonsumsi selama istirahat disebut dengan
kelebihan konsumsi oksigen setelah aktivitas fisik / excess post exercise oxygen
consumption (EPOC). EPOC menggambarkan jumlah defisit oksigen yang terjadi.
Penurunan konsumsi oksigen terjadi selama fase pemulihan. Penurunan konsumsi
oksigen selama fase pemulihan terjadi dalam 2 fase yaitu komponen cepat dimana
penurunan konsumsi oksigen terjadi dengan cepat kemudian diikuti dengan
komponen lambat dimana penurunan konsumsi oksigen terjadi secara lambat
(Brent et al., 2011).
Komponen cepat menggambarkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk
mengembalikan cadangan ATP dan fosfokreatin di dalam otot. Resintesis ATP
dan fosfokreatin 70% terjadi pada 30 detik pertama pada fase pemulihan dan
resintesis ATP dan fosfokreatin 100% terjadi pada menit ke 3 pada fase
pemulihan. Energi yang dibutuhkan pada renang gaya dada lebih besar
dibandingkan dengan renang gaya bebas sehingga akan meningkatkan jumlah
oksigen yang dikonsumsi setelah melakukan aktivitas fisik sehingga kurang
efektif untuk pemulihan cadangan ATP dan fosfokreatin (Brent et al., 2011).
2.10 Metode Pemulihan pada Olahraga Renang
Pengertian bergerak atau aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang
meningkatkan pengeluaran tenaga atau energi. Olahraga adalah suatu bentuk
aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur, yang melibatkan gerakan tubuh
berulang dan ditujukan untuk kebugaran jasmani (Karim, 2002). Jaringan otot
berperan dalam homeostasis dengan menghasilkan pergerakan tubuh, pergerakan
43
bagian tubuh, menstabilkan posisi tubuh dan memproduksi panas yang berfungsi
untuk mempertahankan temperatur tubuh (Tortora et al., 2009). Aktivitas fisik
akan menyebabkan perubahan dalam konsumsi oksigen, heart rate, temperatur
tubuh dan perubahan senyawa kimia dalam tubuh. Aktivitas fisik dikelompokkan
oleh Davis dan Miller :
a. Aktivitas total seluruh tubuh adalah aktivitas fisik yang menggunakan sebagian
besar otot biasanya melibatkan dua per tiga atau tiga per empat otot tubuh.
b. Aktivitas otot yang membutuhkan energy expenditure karena otot yang
digunakan lebih sedikit.
c. Aktivitas otot statis, otot digunakan untuk menghasilkan gaya tetapi tanpa kerja
mekanik yang membutuhkan kontraksi sebagian otot
Metode pengukuran aktivitas fisik dilakukan dengan menggunakan standar :
a. Konsep Horse-Power oleh Taylor.
b. Tingkat konsumsi energi untuk mengukur pengeluaran energi.
c. Perubahan tingkat kerja jantung dan konsumsi oksigen.
Penilaian beban kerja fisik dapat dilakukan secara objektif, dengan dua
metode yaitu metode penilaian langsung dan metode tidak langsung. Metode
pengukuran langsung yaitu dengan pengukuran energi yang dikeluarkan (energy
expenditure) melalui asupan oksigen selama beraktivitas. Berat beban kerja
semakin berat akan menyebabkan semakin banyak energi yang diperlukan atau
dikonsumsi. Metode dengan menggunakan asupan oksigen lebih akurat, tetapi
hanya dapat mengukur untuk waktu kerja yang singkat dan diperlukan peralatan
khusus. Metode pengukuran tidak langsung adalah dengan menghitung denyut
nadi selama aktivitas (Plowmanet et al., 2008).
44
Pemulihan dari suatu aktivitas dapat dicapai dengan melakukan suatu
metode pemulihan. Metode pemulihan pada olahraga renang dengan berenang
lambat sangat efektif dalam pemulihan atlet renang karena air dapat menyebabkan
perubahan fisiologis pada tubuh sehingga dapat mempercepat pemulihan
(Wilcock, 2006). Metode pemulihan dengan berenang lambat juga merupakan
faktor yang efektif untuk aktivasi sistem saraf parasimpatis selama proses
pemulihan (Buccheit et al., 2009).
Metode pemulihan pada olahraga renang saat ini menggunakan metode
pemulihan secara aktif dengan berenang lambat yang diyakini dapat memperbaiki
pencapaian prestasi atlet renang. Metode pemulihan secara aktif pada olahraga
renang harus dilakukan dengan intensitas yang rendah karena apabila metode
pemulihan secara aktif dilakukan dengan intensitas tinggi disertai dengan latihan
renang sprint berulang dengan interval yang pendek yaitu 45 detik akan
menyebabkan penurunan kondisi fisik atlet renang yang disebabkan karena
gangguan sintesis kembali fosfokreatin (Toubekis, 2010). Metode pemulihan
secara aktif pada olah ragarenang dapat dilakukan menggunakan keempat gaya
renang. Pada metode pemulihan aktif yang menggunakan gaya bebas, jarak yang
ditempuh adalah 50-800 meter, sedangkan bila menggunakan gaya dada,
punggung atau gaya kupu-kupu jarak yang ditempuh adalah 50-200 meter
(Cazorla dan Beam, 1983).
45
BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Olahraga renang adalah salah satu cabang olahraga yang sangat populer. Olahraga
renang melibatkan kelompok otot pada tubuh bagian atas dan bawah. Olahraga
renang membutuhkan kelentukan (fleksibility) dan kekuatan otot untuk melawan
tahanan di dalam air dan dapat melakukan gerakan dengan lingkup gerak sendi /
range of motion yang maksimal. Peregangan tubuh dan ekstremitas secara ritmis
dilakukan pada olahraga renang sehingga perlu dilakukan pemanasan sebelum
berenang dan pemulihan setelah berenang untuk mencegah terjadinya cedera.
Masa pemulihan adalah suatu proses yang kompleks yang bertujuan untuk
mengembalikan energi tubuh, memperbaiki jaringan otot yang rusak setelah
berolahraga, dan memulai suatu proses adaptasi tubuh terhadap olahraga.
Efektifitas suatu program pelatihan terhadap fungsi kardiovaskular dapat dinilai
dari perubahan denyut nadi yang diakibatkannya. Penurunan denyut nadi dan
tekanan darah setelah selesai latihan disebabkan karena kebutuhan oksigen dan
nutrisi lainnya sudah kembali seperti sebelum melakukan aktivitas fisik.
Penurunan denyut nadi setelah latihan terjadi karena aktivasi sistem saraf
parasimpatis dan penurunan fungsi sistem saraf simpatis sehingga denyut nadi
berangsur-angsur menurun setelah melakukan aktivitas fisik.
Metode pemulihan yang tepat perlu dilakukan untuk mempercepat
pemulihan atlet setelah latihan fisik. Metode pemulihan aktif dengan berenang
lambat dapat mengembalikan kondisi fisik atlet setelah suatu pertandingan atau
46
latihan maksimal dan metode pemulihan ini direkomendasikan oleh pelatih-
pelatih renang saat ini. Pemulihan denyut nadi adalah kecepatan penurunan denyut
nadi setelah melakukan aktivitas fisik, dimana pemulihan denyut nadi merupakan
suatu penanda tingkat kebugaran fisik atlet.
Faktor internal yang dapat mempengaruhi pemulihan denyut nadi adalah
umur, jenis kelamin, indeks massa tubuh dan tingkat kebugaran fisik sedangkan
faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pemulihan denyut nadi adalah suhu
udara, kelembaban udara dan suhu air kolam. Metode pemulihan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode pemulihan dengan berenang lambat gaya
bebas sejauh 200 meter dan berenang lambat gaya dada sejauh 200 meter. Hasil
penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pelatih renang dan atlet sebagai
salah satu metode pemulihan dalam pelatihan cabang olahraga renang.
47
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 6
Bagan Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian dirumuskan berdasarkan konsep penelitian pada
gambar 6, adapun hipotesis penelitian adalah sebagai berikut:
Pemulihan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan
pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut
nadi setelah latihan maksimal pada atlet renang pria grup renang Bayusuta di
Denpasar.
FAKTOR EKSTERNAL
Suhu Udara, Suhu Air, Kelembaban
Udara
FAKTOR INTERNAL
Umur, Jenis Kelamin, Indeks Massa Tubuh,
Tingkat Kebugaran Fisik
AKTIVITAS FISIK
(berenang sprint gaya bebas 50 meter)
METODE PEMULIHAN
1. Berenang Lambat Gaya Bebas
2. Berenang Lambat Gaya Dada
PENURUNAN DENYUT NADI
48
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini bersifat eksperimental dengan metode pre test and post test control
group design, dimana pembagian sampel menjadi dua kelompok dilakukan secara
acak atau random. Bagan rancangan penelitian adalah sebagai berikut seperti pada
gambar 7.
Gambar 7.
Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan :
P = Populasi
S = Sampel
R = Random
RA = Random Alokasi
O1 = Observasi denyut nadi kelompok 1 sebelum dilakukan perlakuan
pertama (renang sprint 50 meter dan pemulihan berenang lambat
gaya bebas) yaitu penghitungan denyut nadi istirahat sebelum atlet
berenang sprint 50 meter.
P S
O1
O3
O2
O4
P1
P2
R RA
49
O2 = Observasi denyut nadi pada kelompok 1 setelah dilakukan perlakuan
pertama (berenang sprint gaya bebas 50 meter dan pemulihan
berenang lambat gaya bebas 200 meter) yaitu penghitungan denyut
nadi pelatihan setelah atlet berenang sprint gaya bebas 50 meter dan
penghitungan denyut nadi pemulihan meter dengan menggunakan
metode Brouha setelah atlet melakukan pemulihan berenang lambat
gaya bebas 200
O3 = Observasi denyut nadi kelompok 2 sebelum dilakukan perlakuan
kedua (berenang sprint 50 meter dan pemulihan berenang lambat
gaya dada) yaitu penghitungan denyut nadi istirahat sebelum atlet
berenang sprint 50 meter.
O4 = Observasi denyut nadi pada kelompok 2 setelah dilakukan perlakuan
kedua (berenang sprint gaya bebas 50 meter dan metode pemulihan
berenang lambat gaya dada 200 meter) yaitu penghitungan denyut
nadi pelatihan setelah atlet berenang sprint gaya bebas 50 meter dan
penghitungan denyut nadi pemulihan dengan menggunakan metode
Brouha setelah atlet melakukan pemulihan berenang lambat gaya
dada 200 meter
P1 = Perlakuan 1 : Berenang sprint gaya bebas 50 meter dan pemulihan
berenang lambat gaya bebas 200 meter.
P2 = Perlakuan 2 : Berenang sprint gaya bebas 50 meter dan metode
pemulihan berenang lambat gaya dada 200 meter.
50
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di kolam renang Tirta Ayu Denpasar Bali. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Februari 2014.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Populasi
Populasi target pada penelitian ini adalah semua atlet renang yang ada di
Denpasar. Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua atlet renang yang
tergabung dalam kelompok atlet renang Bayusuta dan berlatih di kolam renang
Tirta Ayu Denpasar Bali yaitu sebanyak 46 orang.
4.3.2 Kriteria Inklusi
Sampel penelitian berasal dari populasi penelitian dan setelah memenuhi kriteria
inklusi. Kriteria inklusi :
1. Jenis kelamin laki-laki
2. Usia 16-24 tahun
3. Tinggi badan 155-170 cm
4. Berat badan 45-60 kg
5. Indeks massa tubuh : normal (18,5 – 24,9)
6. Berbadan sehat dan tidak cacat fisik
7. Kategori kebugaran fisik kurang dan sedang
8. Denyut nadi awal 60-90 kali/menit
9. Bersedia mengikuti penelitian dengan menandatangani informed
consent
10. Mampu melakukan pelatihan maksimal
51
4.3.3 Kriteria Eksklusi
Kriteria yang dipergunakan sebagai dasar untuk menetapkan bahwa subjek dalam
populasi tidak dapat menjadi sampel penelitian adalah sebagai berikut :
1. Memiliki riwayat penyakit paru
2. Memiliki riwayat penyakit jantung
4.3.4 Kriteria Drop Out
Kriteria yang digunakan sebagai dasar untuk membatalkan subjek dalam populasi
yang telah terpilih sebagai sampel penelitian adalah sebagai berikut :
1. Subjek tidak dapat menyelesaikan beban pelatihan yang diberikan
2. Subjek mengalami cedera selama penelitian dilakukan
4.3.5 Jumlah Sampel Penelitian
Besar sampel ditentukan berdasarkan hasil penelitian Hidajah dimana kecepatan
pemulihan denyut nadi setelah beraktivitas berupa lari sejauh 2,4 km yang
sebelumnya diberi minuman isotonik berkadar natrium 5% rata-rata 680 detik dan
pada penelitian ini diharapkan pemulihan denyut nadi lebih pendek 10% dari
penelitian Hidajah sehingga µ2 adalah 610 detik. Jumlah sampel minimal dalam
penelitian ini ditentukan dengan perhitungan rumus Pocock (2008).
( )( )ba
mms
,2
212
2
ò-
=n
Ket :
n = Jumlah Sampel
s = Simpang baku = 72,92587
a = Tingkat kesalahan I (ditetapkan 0,05)
Power penelitian(1-β) = 0,95
52
b = Tingkat kesalahan II (ditetapkan 0,2)
),( baò = 7,6
1m = 680 detik
2m = 610 detik
n = 2. (72.92587)2 X 7,6
(610-680)2
=80836,37 =
4900
= 16,50
= dibulatkan menjadi 17 orang.
4.3.6 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling sebagai
berikut :
1. Atlet renang yang terdaftar pada kelompok atlet renang pria grup renang
Bayusuta Denpasar Bali, ditetapkan sebagai sampel berdasarkan kriteria
inklusi.
2. Subjek yang terpilih berdasarkan kriteria inklusi, dipilih sebagai sampel
penelitian dengan menggunakan tabel random.
3. Subjek dibagi menjadi dua kelompok secara random alokasi dengan
melakukan pengundian untuk memperoleh nomor urut 1-17 untuk masing-
masing kelompok.
53
4.4 Variabel Penelitian
Variabel Bebas :
1. Metode pemulihan berenang lambat gaya bebas
2. Metode pemulihan berenang lambat gaya dada
Variabel Tergantung :
Denyut nadi pemulihan
Variabel Kendali :
1. Jenis kelamin
2. Usia
3. Indeks massa tubuh
4. Tingkat kebugaran fisik
4.5 Definisi Operasional Variabel
1. Metode pemulihan berenang lambat dengan gaya bebas adalah atlet
berenang secara lambat sejauh 200 meter (4x25 meter tanpa interval
waktu) dengan gaya bebas yaitu sampel berenang dengan gaya bebas
dengan kecepatan 40% sampai 50% dari kecepatan maksimal yang bisa
dicapai (0,76 m/s-1,1 m.s).
2. Metode pemulihan berenang lambat dengan gaya dada adalah atlet
berenang secara lambat sejauh 200 meter (4x25 meter tanpa interval
waktu) dengan gaya dada yaitu sampel berenang dengan gaya dada
dengan kecepatan 40% sampai 50% dari kecepatan maksimal yang bisa
dicapai (0,76 m/s-1,1 m.s).
3. Denyut nadi pemulihan adalah denyut nadi atlet setelah melakukan
salah satu metode pemulihan dengan berenang lambat dengan gaya
54
bebas dan gaya dada. Dihitung dengan metode Brouha yaitu denyut
nadi pemulihan P1, P2, P3, P4, P5. Pengukuran dilakukan di dalam
kolam renang sebelum atlet naik ke tepi kolam renang dan dilakukan
pada 2 orang atlet sekaligus serta diukur oleh 2 orang yang telah dilatih
untuk mengukur denyut nadi dengan menggunakan pulse meter.
1. Denyut nadi pemulihan P1 adalah denyut nadi per 30 detik
terakhir dari menit ke 1 pada pemulihan.
2. Denyut nadi pemulihan P2 adalah denyut nadi per 30 detik
terakhir dari menit ke 2 pada pemulihan
3. Denyut nadi pemulihan P3 adalah denyut nadi per 30 detik
terakhir dari menit ke 3 pada pemulihan
4. Denyut nadi pemulihan P4 adalah denyut nadi per 30 detik
terakhir dari menit ke 4 pada pemulihan
5. Denyut nadi pemulihan P5 adalah denyut nadi per 30 detik
terakhir dari menit ke 5 pada pemulihan
4. Jenis Kelamin adalah semua atlet renang grup renang Bayusuta yang
berjenis kelamin laki-laki.
5. Usia adalah semua atlet renang grup renang Bayusuta laki-laki yang
berusia antara 16-24 tahun yang ditentukan berdasarkan tanggal lahir yang
tertera di akte kelahiran.
6. Indeks Massa Tubuh adalah atlet renang grup renang Bayusuta laki-laki
yang memiliki indeks massa tubuh (IMT) 18,5-24,9 yang ditentukan dari
berat badan dibagi tinggi badan kuadrat.
55
7. Tingkat Kebugaran Fisik adalah atlet renang grup renang Bayusuta laki-
laki yang memiliki tingkat kebugaran fisik sedang dan kurang yang diukur
dengan tes lari 2,4 kilometer.
4.6 Instrumen Penelitian
Instrumen yang dipakai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Digital stopwatch merek Casio, buatan Jepang dengan tingkat ketelitian
sampai sekon.
2. Higrometer merek Alecto WS-100 buatan Inggris dalam satuan persen
dengan tingkat ketelitian satu angka di belakang koma untuk mengukur
kelembaban udara.
3. Termometer air raksa dalam satuan derajat Celsius dengan tingkat
ketelitian satu angka di belakang koma untuk mengukur temperatur air di
dalam kolam.
4. Termometer ruangan dalam satuan derajat Celsius dengan tingkat
ketelitian satu angka di belakang koma untuk mengukur suhu udara di
sekitar kolam renang.
5. Antropometer merek Harpenden buatan Amerika, dalam satuan sentimeter
dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma untuk mengukur
tinggi badan.
6. Timbangan berat badan merek Camry buatan Jepang dalam satuan
kilogram dengan bilangan desimal satu angka di belakang koma dalam
satuan kilogram.
7. Pulse meter merek Elitech buatan Amerika dalam satuan kali per menit
dengan bilangan bulat tanpa angka di belakang koma.
56
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Tahap Persiapan
1. Mempersiapkan surat izin penelitian 1 minggu sebelum penelitian dimulai.
2. Penandatanganan informed consent oleh sampel penelitian 3 hari sebelum
penelitian dimulai.
3. Pemeriksaan kesehatan fisik oleh dokter umum yang merupakan
mahasiswa di Program Studi Fisiologi Olah Raga Universitas Udayana
dan tes kebugaran fisik yang dilakukan oleh dosen Pendidikan Guru
Olahraga IKIP PGRI Denpasar dilakukan 2 hari sebelum penelitian
dimulai. Tes kebugaran fisik dilakukan dengan menggunakan metode lari
2,4 kilometer.
4. Mengadakan diskusi dengan subjek untuk menjelaskan tahap penelitian.
5. Membagikan nomor urut dan jenis metode pemulihan yang akan dilakukan
kepada semua sampel penelitian secara acak (menggunakan kertas yang
digulung).
4.7.2 Tahap Penelitian
1. Pengukuran temperatur air di dalam kolam renang, suhu udara dan
kelembaban udara di lingkungan kolam renang. Pengukuran dilakukan
pada pukul 17.00-19.30 WITA.
2. Pengukuran denyut nadi istirahat sebelum melakukan pelatihan fisik
dengan menggunakan alat pulse meter. Pengukuran dilakukan setelah
sebelumnya atlet duduk dengan tenang selama + 10 menit. Pengukuran
dilakukan pada 2 orang atlet sekaligus di tepi kolam renang dan diukur
oleh 2 orang yang telah terlatih menggunakan pulse meter.
57
3. Memberikan instruksi kepada 2 orang atlet renang untuk melakukan
pelatihan fisik ringan atau pemanasan (warming up) dengan lari di tempat
dan gerak aktif serta peregangan selama 10 menit di tepi kolam renang.
4. Dua orang atlet berenang sprint gaya bebas sejauh 50 meter (2x25 meter
tanpa interval waktu) pada 2 lintasan kolam renang. Waktu yang
dibutuhkan untuk masing- masing atlet adalah 30 detik sampai 40 detik.
5. Pengukuran denyut nadi akhir pelatihan maksimal adalah denyut nadi yang
diambil saat akhir melakukan pelatihan maksimal (berenang sprint sejauh
2x25 meter tanpa interval waktu), dihitung dengan menggunakan alat
pulse meter. Pengukuran dilakukan pada 2 orang atlet sekaligus dan
dilakukan di dalam kolam renang sebelum atlet naik ke tepi kolam renang.
6. Masing-masing atlet (2 orang atlet) melakukan metode pemulihan dengan
berenang lambat gaya bebas atau berenang lambat gaya dada 200 meter
(sesuai dengan tulisan pada kertas yang dibagikan secara acak) yaitu 4x25
meter tanpa interval waktu. Waktu yang diperlukan untuk masing-masing
atlet + 4 menit.
7. Pengukuran denyut nadi pemulihan setelah melakukan salah satu metode
pemulihan dengan menggunakan metode Brouha yaitu denyut nadi
pemulihan P1, P2, P3, P4, P5. Pengukuran dilakukan pada 2 orang atlet
sekaligus dan dilakukan di dalam kolam renang sebelum atlet naik ke tepi
kolam renang.
8. Pengambilan sampel dilakukan dari pukul 17.00 WITA sampai pukul
19.30 WITA.
58
9. Mulai dari pemanasan selama 10 menit sampai akhir pengukuran denyut
nadi pemulihan dengan Metode Brouha untuk masing-masing atlet
membutuhkan waktu + 20 menit sehingga dalam 1 hari diambil sampel
sebanyak 12 orang.
10. Pengambilan sampel dilakukan selama 3 hari.
4.8 Prosedur Pengukuran
1. Berat badan diukur dengan timbangan berat badan dalam satuan kilogram
2. Tinggi badan diukur pada posisi tubuh tegak dengan tangan rileks di sisi
tubuh dan pengukuran mulai dari vertex (ubun-ubun) ke kalkaneus (ujung
tumit) dengan ketelitian 0,1 cm.
3. Pengukuran suhu udara dengan termometer ruangan dan kelembaban udara
dengan menggunakan higrometer dengan membaca angka yang tertera
pada termometer dan higrometer.
4. Pengukuran suhu air di dalam kolam renang dengan mencelupkan
termometer selama 5 menit dan kemudian dibaca angka yang ditunjukkan
pada batas air raksa yang tertinggi.
5. Pengukuran denyut nadi diukur dengan menggunakan alat pulse meter.
4.9 Analisis Data
Data yang diukur dalam penelitian ini adalah penurunan denyut nadi dari denyut
nadi pelatihan ke denyut nadi pemulihan, kemudian dilakukan juga pengukuran
denyut nadi setelah sampel selesai melakukan metode pemulihan dengan berenang
aktif. Pengukuran denyut nadi setelah melakukan salah satu metode pemulihan
adalah dengan menggunakan metode Brouha sampai menit kelima. Data tersebut
59
selanjutnya diolah dengan menggunakan perangkat lunak komputer. Uji statistik
yang digunakan antara lain :
1) Uji normalitas
Uji normalitas data denyut nadi istirahat, denyut nadi pelatihan,
denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit
pertama sampai kelima dengan Saphiro Wilk test, untuk
mengetahui distribusi normalitas data.
2) Analisis komparasi
Analisis data untuk menguji perbedaan antara denyut nadi istirahat,
denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dan penurunan
denyut nadi sampai menit kelima sebelum intervensi antar
kelompok menggunakan analisis non parametrik Wilcoxon sign
rank test.
3) Uji Beda
Analisis data untuk menguji perbedaan denyut nadi pemulihan P1,
P2, P3, P4, P5, penurunan denyut nadi sampai menit kelima,
kelembaban udara, suhu udara, suhu air kolam dan karakteristik
subjek (usia, indeks massa tubuh dan daya tahan kardiovaskular)
sesudah intervensi kelompok 1 dan kelompok 2 menggunakan
analisis non parametrik Mann-Whitney U test.
60
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia dan daya tahan kardiovaskular
ditampilkan pada tabel 5.1 di bawah ini.
Tabel 5.1
Karakteristik Subjek Penelitian
KARAKTERISTIK KELOMPOK I KELOMPOK II
n % N %
Usia
16-17 14 41,2 12 35,3 18-19 2 5,9 3 8,8 20-21
1 2,9 2 5,9
Daya tahan kardiovaskular
Kurang 6 17,6 7 20,6 Sedang 11 32,4 10 29,4
Data pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa sampel penelitian terbanyak berusia 16-
17 tahun sebanyak 26 orang (76,5%) yaitu 14 orang pada kelompok I (41,2%) dan
12 orang pada kelompok II (35,3%). Sampel yang berusia 18-19 tahun sebanyak 5
orang (14,7%) yaitu 2 orang pada kelompok I (5,9%) dan 3 orang pada kelompok
II (8,8%). Sampel yang berusia 20-21 sebanyak 3 orang (8,8%) yaitu 1 orang pada
kelompok I (2,9%) dan 2 orang pada kelompok II (5,9%). Sampel penelitian yang
memiliki daya tahan kardiovaskular kurang sebanyak 13 orang (38,2%) yaitu pada
6 orang (17,6%) pada kelompok I dan 7 orang pada kelompok II (20,6%). Sampel
61
penelitian yang memiliki daya tahan kardiovaskular sedang sebanyak 21 orang
(61,8%) yaitu 11 orang pada kelompok I (32,4%) dan 10 orang pada kelompok II
(29,4%).
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas Data Karakteristik Subjek Penelitian (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Rerata Simpang
baku p
Uji
Kelompok renang gaya bebas
Usia (tahun) 16,88 1,360 0,000 Saphiro Wilk Daya tahan cardiovaskular (detik)
729 74,003 0,110 Saphiro Wilk
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 21,9 0,778 0,800
Saphiro Wilk
Kelompok renang gaya dada
Usia (tahun) 17,24 1,350 0,003 Saphiro Wilk Daya tahan cardiovaskular (detik)
749 68,125 0,335 Saphiro Wilk
Indeks Massa Tubuh (kg/m2) 21,05 0,824 0,276 Saphiro Wilk
Hasil uji normalitas data karakteristik subjek penelitian (uji Saphiro Wilk) pada
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa data usia pada kelompok renang gaya bebas dan
gaya dada memiliki nilai p < 0,05 yang berarti data tidak berdistribusi normal.
Data daya tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh pada kelompok renang
gaya bebas dan gaya dada memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data
berdistribusi normal.
62
Tabel 5.3
Hasil Uji Komparabilitas Data Karakteristik Subjek Penelitian (Uji Mann
Whitney)
Variabel Mean
rank p
Uji
Usia (tahun)
Mann Whitney
Renang gaya bebas 15,85 vs 0,304 Renang gaya dada
19,15
Daya Tahan Kardiovaskular (detik)
Mann Whitney
Renang gaya bebas 16,12 vs 0,418 Renang gaya dada
18,88
Indeks Massa Tubuh (kg/m2)
Mann Whitney
Renang gaya bebas 18,65 vs 0,501 Renang gaya dada 16,35
Hasil uji komparabilitas data karakteristik subjek penelitian (Uji Mann Whitney)
pada Tabel 5.3 menunjukkan bahwa karakteristik usia, daya tahan kardiovaskular
dan indeks massa tubuh pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada
memiliki nilai p > 0,05. Karakteristik usia memiliki nilai p = 0,304, untuk
karakteristik daya tahan kardiovaskular memiliki nilai p = 0,418 dan untuk
karakteristik indeks massa tubuh memliki nilai p = 0,501, sehingga dapat
disimpulkan bahwa karakteristik subjek penelitian pada kedua kelompok secara
statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Karakteristik sampel
penelitian (usia, indeks massa tubuh dan daya tahan kardiovaskular) pada
kelompok renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak menunjukkan
63
perbedaan yang bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu
pemulihan denyut nadi.
Tabel 5.4
Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pelatihan, Denyut Nadi Pemulihan
dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Menit Kelima
Berdasarkan Karakteristik Subjek dengan Daya Tahan Kardiovaskular
Sedang (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Rerata Simpang
baku p Uji
Denyut nadi pelatihan (kali/menit)
136,42 13,621 0,438 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P1(kali/menit)
123,00 14,796 0,279 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P2 (kali/menit)
111,50 15,060 0,534 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P3(kali/menit)
102,33 10,629 0,062 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P4(kali/menit)
94,50 10,379 0,063 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P5(kali/menit)
87,92 6,842 0,293 Saphiro Wilk
Penurunan P1-P5 (kali/menit) 39,08 5,961 0,975 Saphiro Wilk
64
Tabel 5.5
Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pelatihan, Denyut Nadi Pemulihan
dan Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Menit Kelima
Berdasarkan Karakteristik Subjek dengan Daya Tahan Kardiovaskular
Kurang (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Rerata Simpang
baku p Uji
Denyut nadi pelatihan (kali/menit)
143,75 18,182 0,154 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P1(kali/menit)
125,58 10,113 0,857 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P2 (kali/menit)
108,83 8,077 0,651 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P3(kali/menit)
100,25 7,677 0,908 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P4(kali/menit)
94,33 7,024 0,009 Saphiro Wilk
Denyut nadi pemulihan P5(kali/menit)
88,83 5,006 0,530 Saphiro Wilk
Penurunan P1-P5 (kali/menit) 36,33 6,906 0,949 Saphiro Wilk Keterangan : Denyut nadi pemulihan P 1 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit pertama Denyut nadi pemulihan P 2 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kedua Denyut nadi pemulihan P 3 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit ketiga Denyut nadi pemulihan P 4 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit keempat Denyut nadi pemulihan P 5 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kelima Penurunan P1-P5 : Penurunan Denyut Nadi dari menit pertama sampai
kelima
Data pada Tabel 5.4 dan 5.5 menunjukkan bahwa seluruh data denyut nadi dan
penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok sampel
dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang memiliki nilai p > 0,05,
yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Data denyut nadi pemulihan menit
keempat pada kelompok sampel dengan daya tahan kardiovaskular kurang
memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data tidak berdistribusi normal.
65
Tabel 5.6
Uji Komparabilitas Denyut Nadi Pelatihan, Denyut Nadi Pemulihan dan
Penurunan Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Menit Kelima
Berdasarkan Karakteristik Subjek dengan Daya Tahan Kardiovaskular
Sedang dan Kurang (Uji Mann Whitney)
Variabel Daya tahan kardiovaskular sedang (n = 21)
Daya tahan kardiovaskular kurang (n = 13)
Mean rank Mean rank p Uji Denyut nadi pelatihan (kali/menit)
12,04 14,96 0,330 Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P1 (kali/menit)
13,19 13,81 0,837 Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P2 (kali/menit)
14,77 12,23 0,397 Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P3 (kali/menit)
14,65 12,35 0,441 Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P4 (kali/menit)
13,50 13,50 1,000 Mann Whitney
Denyut nadi pemulihan P5 (kali/menit)
13,19 13,81 0,837 Mann Whitney
Penurunan P1-P5 (kali/menit)
15,31 11,69 0,227 Mann Whitney
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P 1 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit pertama Denyut nadi pemulihan P 2 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kedua Denyut nadi pemulihan P 3 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit ketiga Denyut nadi pemulihan P 4 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit keempat Denyut nadi pemulihan P 5 : Denyut Nadi Pemulihan pada menit kelima Penurunan P1-P5 : Penurunan Denyut Nadi dari menit pertama sampai
kelima
66
Data pada Tabel 5.6 menunjukkan bahwa data denyut nadi pelatihan, denyut nadi
pemulihan dari menit pertama sampai kelima (denyut nadi pemulihan P1 sampai
P5) dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok
sampel dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang memiliki nilai p >
0,05 yang berarti bahwa data denyut nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dari
menit pertama sampai kelima (denyut nadi pemulihan P1 sampai P5) dan
penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kelompok sampel
dengan daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang antara kelompok renang
gaya bebas dan gaya dada secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Perbedaan daya tahan kardiovaskular subjek penelitian pada kelompok
renang gaya bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi
hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
5.2 Karakteristik Lingkungan
Tabel 5.7
Hasil Uji Normalitas Data Karakteristik Lingkungan Saat Pemeriksaan
Denyut Nadi Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Rerata Simpang
baku p
Uji
Kelompok Renang Gaya Bebas
Kelembaban udara (%) 92,59 1,583 0,108 Saphiro Wilk Suhu udara (℃ ) 27,66 0,700 0,003 Saphiro Wilk Suhu air (℃ )
29,03 0,670 0,178 Saphiro Wilk
Kelompok Renang Gaya Dada
Kelembaban udara (%) 92,56 1,237 0,063 Saphiro Wilk Suhu udara (℃ ) Suhu air (℃ )
27,62 29,42
0,806 0,506
0,000 0,016
Saphiro Wilk Saphiro Wilk
67
Data pada Tabel 5.7 menunjukkan bahwa karakteristik lingkungan pada saat
pengukuran denyut nadi atlet renang pria kelompok renang Bayusuta kelompok
renang gaya bebas yaitu rerata kelembaban udara adalah 92,59%, suhu udara
adalah 27,66 ℃ dan suhu air adalah 29,03℃ sedangkan pada saat pemeriksaan
atlet renang Bayusuta kelompok renang gaya dada yaitu rerata kelembaban udara
adalah 92,56% suhu udara adalah 27,62℃ dan suhu air adalah 29,42℃ . Data kelembaban udara menunjukkan bahwa pada kedua kelompok
memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data kelembaban udara pada kedua
kelompok memiliki distribusi normal. Data suhu udara pada kedua kelompok
memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data suhu udara tidak berdistribusi
normal sedangkan data suhu air kolam pada kelompok renang gaya bebas
memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi normal. Data suhu
air kolam pada kelompok renang gaya dada memiliki nilai p < 0,05 yang berarti
bahwa data tidak berdistribusi normal.
68
Tabel 5.8
Uji Komparabilitas Kondisi Lingkungan Saat Pemeriksaan Denyut
Nadi Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta (Uji Mann Whitney)
Variabel Mean
rank p
Uji
Kelembaban udara (%) Kelompok renang gaya bebas vs Kelompok renang gaya dada
17,32
17,68
0,917
Mann Whitney
Suhu udara (℃ ) Kelompok renang gaya bebas vs Kelompok renang gaya dada
18,62
16,38
0,476
Mann Whitney
Suhu air (℃ ) Kelompok renang gaya bebas vs Kelompok renang gaya dada
14,82
20,18
0,113
Mann Whitney
Data pada Tabel 5.8 menunjukkan bahwa bahwa kondisi lingkungan yaitu
kelembaban udara, suhu udara dan suhu air pada saat pemeriksaan denyut nadi
pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yaitu p = 0,917 untuk data
kelembaban udara, p = 0,476 untuk data suhu udara dan p = 0,113 untuk data suhu
air. Kondisi lingkungan pada saat pemeriksaan denyut nadi kedua kelompok
secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga kondisi
lingkungan tidak mempengaruhi intervensi yang diberikan pada kedua kelompok.
Perbedaan kondisi lingkungan pada saat pemeriksaan denyut nadi kelompok
renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak bermakna sehingga tidak
mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
69
5.3 Uji Normalitas dan Uji Komparabilitas Denyut Nadi Istirahat dan
Denyut Nadi Pelatihan Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta
Uji normalitas data denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan dengan
menggunakan uji Saphiro Wilk yang hasilnya tertera pada Tabel 5.9
Tabel 5.9
Hasil Uji Normalitas Data Denyut Nadi Istirahat dan Denyut Nadi Pelatihan
pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya
Bebas dan Gaya Dada (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Kelompok
Perlakuan Rerata Simpang
baku p Uji
Denyut Nadi Istirahat (denyut/menit)
Renang Gaya Bebas
81,75 7,407 0,069 Saphiro Wilk
Renang Gaya dada
80,69 10,799 0,444 Saphiro Wilk
Denyut nadi Pelatihan (denyut/menit)
Renang Gaya Bebas
145,06 14,613 0,273 Saphiro Wilk
Renang gaya Dada
135,00 14,998 0,466 Saphiro Wilk
Hasil uji normalitas data (Uji Saphiro Wilk) pada tabel 5.9 menunjukkan bahwa
data denyut nadi istirahat dan denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas
dan gaya dada memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa data berdistribusi
normal.
70
Tabel 5.10
Uji Komparabilitas Denyut Nadi Istirahat dan Denyut Nadi
Pelatihan pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok
Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Denyut nadi Variabel Istirahat Pelatihan Mean rank p Mean rank p Uji Renang gaya bebas
18,21 20,56
vs 0,679 0,073 Mann Whitney
Renang gaya dada
16,79 14,44
Data pada Tabel 5.10 menunjukkan bahwa denyut nadi istirahat pada kedua
kelompok memiliki nilai p > 0,05 dengan nilai p = 0,679 untuk data denyut nadi
istirahat dan p = 0,073 untuk data denyut nadi pelatihan, yang berarti denyut nadi
istirahat dan denyut nadi pelatihan pada kedua kelompok secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi istirahat dan
denyut nadi pelatihan pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak
bermakna sehingga kedua kelompok diawali dengan denyut nadi istirahat dan
denyut nadi pelatihan yang berbeda tetapi tidak bermakna sehingga tidak
mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
71
Tabel 5.11
Uji Komparabilitas Peningkatan Denyut Nadi pada Atlet Renang Pria Grup
Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada setelah
Melakukan Renang Sprint 50 meter (Uji Wilcoxon dan Mann Whitney)
Variabel
Peningkatan denyut nadi setelah melakukan renang
sprint 50 meter
Uji Rerata p
Renang gaya bebas 9,00 0,000 Willcoxon
Renang gaya dada
9,00 0,000 Wilcoxon
Renang gaya bebas 19,74 vs 0,190 Mann
Whitney gaya dada 15,26
Data pada Tabel 5.11 menunjukkan bahwa data denyut nadi pada atlet renang pria
kelompok renang Bayusuta setelah melakukan renang sprint 50 meter kelompok
renang gaya bebas dan renang gaya dada setelah diuji dengan uji Wilcoxon
memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa peningkatan denyut
nadi istirahat ke denyut nadi pelatihan pada kedua kelompok secara statistik
menunjukkan peningkatan yang bermakna. Subjek penelitian pada kelompok
renang gaya bebas dan gaya dada mengalami peningkatan denyut nadi yang
bermakna setelah melakukan renang sprint 50 meter. Perbedaan peningkatan
denyut nadi antara kedua kelompok yang diuji dengan uji Mann Whitney memilki
nilai p > 0,05 yaitu p = 0,190 yang berarti bahwa peningkatan denyut nadi atlet
pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Perbedaan peningkatan denyut nadi pada kelompok renang gaya bebas
72
dan gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu
pemulihan denyut nadi.
5.4 Uji Normalitas dan Uji Beda Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan
Denyut Nadi dari Menit Pertama sampai Kelima pada Atlet Renang Pria
Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada
Tabel 5.12
Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi
dari Menit Pertama sampai Kelima pada Atlet Renang Pria Grup Renang
Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Rerata Simpang
baku p Uji
DN Pemulihan P1 (denyut/menit)
124,88 11,212 0,918 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P2 (denyut/menit)
108,50 10,942 0,667 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P3 (denyut/menit)
96,94 7,576 0,327 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P4 (denyut/menit)
90,06 4,739 0,291 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P5 (denyut/menit)
84,38 3,757 0,035 Saphiro Wilk
Penurunan P1-P5 (denyut/menit) 41,53 4,418 0,077 Saphiro Wilk
73
Tabel 5.13
Uji Normalitas Data Denyut Nadi Pemulihan dan Penurunan Denyut Nadi
dari Menit Pertama sampai Kelima pada Atlet Renang Pria Grup Renang
Bayusuta Kelompok Renang Gaya Dada (Uji Saphiro Wilk)
Variabel Rerata Simpang
baku p Uji
DN Pemulihan P1 (denyut/menit)
124,56 13,565 0,716 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P2 (denyut/menit)
114,00 12,253 0,925 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P3 (denyut/menit)
105,19 9,225 0,936 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P4 (denyut/menit)
98,69 8,616 0,191 Saphiro Wilk
DN Pemulihan P5 (denyut/menit)
91,56 5,597 0,895 Saphiro Wilk
Penurunan P1-P5 (denyut/menit) 32,76 4,764 0,325 Saphiro Wilk Keterangan : DN Pemulihan P1 : Denyut nadi pemulihan pada menit I DN Pemulihan P2 : Denyut nadi pemulihan pada menit II DN Pemulihan P3 : Denyut nadi pemulihan pada menit III DN Pemulihan P4 : Denyut nadi pemulihan pada menit IV DN Pemulihan P5 : Denyut nadi pemulihan pada menit V Penurunan P1-P5 : Penurunan denyut nadi dari menit I
sampai menit V
Data pada tabel 5.12 dan 5.13 menunjukkan bahwa data denyut nadi pemulihan
dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada kedua
kelompok memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa adalah data berdistribusi
normal. Data denyut nadi pemulihan pada menit kelima (P5) pada kelompok
renang gaya bebas memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa data tidak
berdistribusi normal.
74
Tabel 5.14
Uji Beda Denyut Nadi Pemulihan Menit Pertama dan Kedua (P1 dan P2)
pada Atlet Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya
Bebas dan Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Variabel
Denyut nadi pemulihan P1 P2
Mean rank p Mean rank p Uji Renang gaya bebas
17,32 14,68
vs 0,918 0,098 Mann Whitney
Renang gaya dada
17,68 20,32
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P1 : Denyut nadi pemulihan menit pertama Denyut nadi pemulihan P2 : Denyut nadi pemulihan menit kedua
Data pada Tabel 5.14 menunjukkan bahwa denyut nadi pemulihan pada menit
pertama (P1) pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yaitu p = 0,918 yang
berarti bahwa denyut nadi pemulihan pada menit pertama (P1) pada kedua
kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna. Denyut
nadi pemulihan pada menit kedua (P2) pada kedua kelompok memiliki nilai p >
0,05 yaitu p = 0,098 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan pada menit kedua
(P2) pada kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Perbedaan denyut nadi pemulihan menit pertama (P1) dan menit kedua
(P2) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga
perbedaan efektifitas antara kedua perlakuan pada menit pertama dan kedua
belum terlihat.
75
Tabel 5.15
Uji Beda Denyut Nadi Pemulihan Menit Ketiga dan Keempat pada Atlet
Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan
Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Variabel
Denyut nadi pemulihan P3 P4
Mean rank p Mean rank p Uji Renang gaya bebas
12,71 11,68
vs 0,005 0,001 Mann Whitney
Renang gaya dada
22,29 23,32
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P3 : Denyut nadi pemulihan menit ketiga Denyut nadi pemulihan P4 : Denyut nadi pemulihan menit keempat
Data pada Tabel 5.15 menunjukkan bahwa data denyut nadi pemulihan menit
ketiga (P3) memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,005 yang berarti bahwa denyut nadi
pemulihan pada menit ketiga (P3) pada kedua kelompok secara statistik
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Data denyut nadi pemulihan pada menit
keempat (P4) memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,001 yang berarti bahwa denyut
nadi pemulihan pada menit keempat (P4) pada kedua kelompok secara statistik
juga menunjukkan perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi pemulihan
menit ketiga (P3) dan menit keempat (P4) pada kelompok renang gaya bebas dan
gaya dada adalah bermakna sehingga dapat dilihat bahwa berenang lambat gaya
bebas lebih efektif dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang
dibandingkan dengan berenang lambat gaya dada.
76
Tabel 5.16
Uji Komparabilitas Denyut Nadi Pemulihan Menit Kelima pada Atlet
Renang Pria Grup Renang Bayusuta Kelompok Renang Gaya Bebas dan
Gaya Dada (Uji Mann Whitney)
Variabel Denyut nadi pemulihan P5 Mean rank p Uji
Renang gaya bebas
11,32
vs 0,000 Mann Whitney Renang gaya dada
23,68
Keterangan : Denyut nadi pemulihan P5 : Denyut nadi pemulihan menit kelima
Data pada Tabel 5.16 menunjukkan bahwa denyut nadi pemulihan menit kelima
(P5) memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa denyut nadi
pemulihan menit kelima (P5) pada kedua kelompok secara statistik menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Perbedaan denyut nadi pemulihan menit kelima (P5)
pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada adalah bermakna sehingga dapat
dilihat bahwa berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam mempercepat
penurunan denyut nadi atlet renang dibandingkan dengan berenang lambat gaya
dada.
77
Tabel 5.17
Uji Beda Penurunan Denyut Nadi pada Atlet Renang Pria Kelompok
Renang Bayusuta Grup Renang Gaya Bebas dan Gaya Dada dari Menit
Pertama sampai Kelima (Uji Wilcoxon dan Mann Whitney)
Variabel
Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima
Mean rank p Uji Renang gaya bebas
9,00 0,000 Wilcoxon
Renang gaya dada
9,00 0,000 Wilcoxon
Renang gaya bebas
24,26
vs 0,000 Mann Whitney Renang gaya dada
10,74
Data pada Tabel 5.17 menunjukkan bahwa data penurunan denyut nadi dari menit
pertama sampai kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada yang
telah diuji dengan uji Wilcoxon, memiliki nilai p < 0,05 yaitu p = 0,000 yang
berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima pada
kelompok renang gaya bebas dan gaya dada secara statistik menunjukkan
perbedaan yang bermakna.
Data penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada
kedua kelompok yang telah diuji dengan uji Mann Whitney memiliki nilai p <
0,05 yaitu p = 0,000 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit
pertama sampai menit kelima pada kedua kelompok secara statistik menunjukkan
perbedaan yang bermakna. Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai
kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada menunjukkan perbedaan
yang bermakna sehingga berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan
78
dengan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat pemulihan denyut nadi
atlet renang.
Data mengenai denyut nadi pemulihan dari menit pertama sampai kelima
(Tabel 5.12 sampai 5.17) dapat digambarkan pada gambar 8.
Gambar 8
Grafik Penurunan Denyut Nadi pada Kelompok Renang Gaya bebas dan
Gaya Dada
79
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Karakteristik Subjek Penelitian Berdasarkan Umur, Jenis kelamin,
Indeks Massa Tubuh dan Daya Tahan Kardiovaskular
Karakteristik subjek penelitian pada Tabel 5.1 menunjukkan bahwa subjek
penelitian terbanyak berusia 16-17 tahun sebanyak 26 orang (76,5%) yaitu 14
orang pada kelompok I (41,2%) dan 12 orang pada kelompok II (35,3%). Rerata
karakteristik subjek penelitian pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada
pada Tabel 5.2 menunjukkan bahwa rerata usia pada kelompok renang gaya bebas
lebih besar daripada kelompok renang gaya dada. Rerata daya tahan
kardiovaskular kelompok renang gaya bebas lebih singkat waktunya daripada
kelompok renang gaya dada. Rerata indeks massa tubuh pada kelompok renang
gaya bebas lebih besar dibandingkan dengan kelompok renang gaya dada.
Data karakteristik subjek penelitian pada kedua kelompok yaitu usia, daya
tahan kardiovaskular dan indeks massa tubuh setelah diuji dengan uji
komparabilitas Mann Whitney menunjukkan bahwa data usia, daya tahan
kardiovaskular dan indeks massa tubuh memiliki nilai p > 0,05 yang berarti
bahwa karakteristik subjek penelitian yaitu usia, daya tahan kardiovaskular dan
indeks massa tubuh secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna
(Tabel 5.3). Perbedaan karakteristik sampel penelitian (usia, indeks massa tubuh
dan daya tahan kardiovaskular) pada kelompok renang gaya bebas dan kelompok
renang gaya dada tidak bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian
yaitu pemulihan denyut nadi.
80
Faktor usia berhubungan dengan perubahan fisiologis dalam kualitas dan
kuantitas sistem muskuloskeletal. Pada usia 15-19 tahun atlet renang mencapai
penampilan yang paling maksimal dimana dari segi psikomotor yaitu waktu
reaksi, kecepatan gerakan ekstremitas, kecepatan kontrol tubuh. Ditinjau dari segi
penilaian fisik yaitu fleksibilitas, kekuatan eksplosif, kekuatan dinamik,
koordinasi gerakan tubuh dan stamina pada usia ini sangat optimal, sehingga usia
atlet 15-19 tahun yang lebih banyak bergabung ke dalam perkumpulan atlet
renang (Buskirk et al., 1985).
Sampel penelitian lebih banyak yang memiliki daya tahan kardiovaskular
sedang dibandingkan dengan yang memiliki daya tahan kardiovaskular kurang.
Subjek penelitian yang memiliki daya tahan kardiovaskular kurang sebanyak 13
orang (38,2%) yaitu pada kelompok I sebanyak 6 orang (17,6%) dan 7 orang
pada kelompok II (20,6%). Sampel penelitian yang memiliki daya tahan
kardiovaskular sedang sebanyak 21 orang (61,8%) yaitu 11 orang pada kelompok
I (32,4%) dan 10 orang pada kelompok II (29,4%) (Tabel 5.1).
Subjek penelitian merupakan atlet renang yang berlatih secara kontinyu
dimana renang adalah cabang olahraga yang melibatkan gerakan di dalam air.
Latihan yang dilakukan oleh atlet renang adalah latihan interval dan repetition
yaitu berenang jarak jauh secara terus menerus, tetapi kecepatannya berubah-ubah
dan kembali ke situasi semula kemudian diulangi lagi.
Empat faktor yang diperhatikan pada latihan interval dan repetition dalam
olah raga renang adalah : (1). Jarak (jarak yang mana renangan ulangan harus
dilakukan 50, 100, atau 200 m); (2). Interval diantara dua renangan, 30 detik atau
60 detik; (3). Repetition/ulangan (beberapa repetition dari sesuatu jarak tertentu
81
harus direnangkan, 10 x, 20 x, atau 30 x dan seterusnya); (4).Waktu (berapa waktu
yang digunakan untuk merenangkan repetition tersebut) (Suprianto, 1991).
Latihan renang seperti yang telah disebutkan jika dilakukan secara berulang-
ulang dan terus-menerus dapat menimbulkan adaptasi sistem kardiovaskular yaitu
berupa peningkatan venous return karena pada saat berolah raga kontraksi otot-
otot menyebabkan darah di vena diperas. Adaptasi sistem kardiovaskular yang
juga terjadi setelah berolahraga adalah terjadinya hipertropi otot jantung dan
angiogenesis pada jaringan otot jantung. Hipertropi otot jantung dan angiogenesis
pada jaringan otot jantung menyebabkan kontraktilitas otot jantung meningkat.
Peningkatan venous return dan kontraktilitas otot jantung menyebabkan stroke
volume dan cardiac output akan meningkat (Andrew et al., 1997).
Kekuatan kontraksi otot jantung menjadi meningkat pada saat jantung
diisi oleh darah yang lebih banyak,. Peningkatan kekuatan kontraksi otot jantung
disebabkan karena terjadi peningkatan troponin C yang menyebabkan semakin
banyaknya cross-bridge aktin dan myosin di dalam otot jantung. Peningkatan
venous return menyebabkan peningkatan pengisian ventrikel (end diastolic
volume) sehingga terjadilah peregangan sel otot jantung (Cutilletta et al., 1998).
Peregangan sel otot jantung akan menyebabkan bertambah panjangnya
sarkomer yang menyebabkan peningkatan kekuatan kontraksi yang dihasilkan.
Peningkatan kekuatan kontraksi otot jantung akan menyebabkan jantung mampu
memompa darah secara optimal (Bersohn et al., 1989). Proses tersebut akan
terjadi secara terus-menerus dan jika latihan fisik dilakukan secara kontinyu akan
menyebabkan terjadinya hipertropi otot jantung. Proses adapatasi kardiovaskular
tersebut akan menyebabkan daya tahan kardiovaskuler atlet menjadi meningkat
82
dibandingkan dengan orang yang tidak pernah berolah raga (Cutilletta et al.,
1998).
Uji komparabilitas dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa denyut
nadi pelatihan, denyut nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit
pertama sampai kelima pada kelompok daya tahan kardiovaskular sedang dan
kurang memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa denyut nadi pelatihan, denyut
nadi pemulihan dan penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai kelima
pada kelompok daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.6). Daya tahan kardiovaskular
subjek penelitian pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil
penelitian yaitu pemulihan denyut nadi.
Waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan denyut nadi ke denyut
jantung normal setelah melakukan aktivitas disebut dengan periode pemulihan.
Periode pemulihan dipengaruhi oleh intensitas latihan dan tingkat kebugaran fisik
seseorang. Salah satu parameter yang dapat menggambarkan tingkat kebugaran
fisik seseorang adalah dengan menilai tingkat kebugaran kardiovaskular. Daya
tahan kardiovaskular adalah kemampuan jantung, paru dan pembuluh darah untuk
berespon terhadap suatu aktivitas fisik (Trevizani et al., 2012).
Jantung beradaptasi terhadap peningkatan kebutuhan oksigen selama
aktivitas fisik dan melakukan pemulihan secara efisien. Pemulihan denyut jantung
(heart rate recovery) adalah salah satu parameter untuk menilai fungsi otonom
jantung. Pemulihan denyut nadi pada orang dewasa dan usia tua lebih lambat
dibandingkan dengan orang usia muda. Pemulihan denyut nadi secara langsung
83
berhubungan dengan tingkat daya tahan kardiovaskular seseorang. Pemulihan
denyut jantung pada orang dengan tingkat daya tahan kardiovaskular kurang lebih
lama dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat daya tahan kardiovaskular
baik (Trevizani et al., 2012).
Pemulihan denyut jantung berhubungan dengan tingkat daya tahan
kardiovaskular dan mortalitas. Individu dengan pemulihan denyut jantung yang
lebih lama dan tingkat daya tahan kardiovaskular yang rendah memiliki resiko
mortalitas tujuh kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan pemulihan
denyut nadi yang lebih cepat dan tingkat daya tahan kardiovaskular yang baik.
Individu dengan tingkat daya tahan kardiovaskular yang baik memiliki pemulihan
denyut jantung yang lebih cepat dibandingkan dengan individu dengan tingkat
daya tahan kardiovaskular yang kurang (Kokkinos et al., 1994).
Latihan fisik yang melatih daya tahan kardiovaskular dengan pemulihan
denyut jantung yang lebih singkat memiliki hubungan yang positif (Yataco et al.,
1997). Pemulihan denyut jantung merupakan salah satu parameter yang
digunakan untuk menilai pengaturan fungsi otonom jantung. Fungsi ototonom
jatung berhubungan dengan reaktivasi sistem saraf parasimpatis setelah
melakukan suatu aktivitas fisik. Penurunan denyut jantung pada menit pertama
sampai kedua setelah melakukan aktivitas fisik terjadi secara cepat melalui
reaktivasi sistem saraf parasimpatis. Penurunan denyut jantung pada menit ketiga
setelah aktivitas fisik terjadi secara lambat sampai tercapai denyut jantung normal
seperti sebelum melakukan aktivitas fisik. Penurunan aktivitas sistem saraf
simpatis dan peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis secara bersamaan
pada menit ketiga setelah aktivitas fisik (Berryman et al., 2012).
84
Kecepatan pemulihan secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna pada kelompok daya tahan kardiovaskular sedang dan kurang
disebabkan karena kondisi fisiologis sistem kardiovaskular individu dengan daya
tahan kardiovaskular sedang dan kurang tidak berbeda bermakna untuk dapat
menyebabkan perbedaan kecepatan pemulihan denyut nadi. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa perbedaan kecepatan pemulihan denyut nadi hanya terjadi
pada individu dengan daya tahan kardiovaskular baik dan kurang.
6.2 Karakteristik Lingkungan Tempat Penelitian
Rerata kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam (Tabel 5.7) pada
kelompok renang gaya bebas berturut-turut adalah 92,59%; 27,660C dan 29,030C.
Rerata kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam pada kelompok
renang gaya dada adalah 92,56%; 27,620C dan 29,420C. Kelembaban udara relatif,
suhu udara dan suhu air kolam pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada
telah diuji dengan menggunakan uji Mann Whitney yang menunjukkan bahwa
kelembaban udara relatif, suhu udara dan suhu air kolam pada saat pemeriksaan
denyut nadi pada kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa
secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.8).
Data menunjukkan bahwa kelembaban udara, suhu udara dan suhu air
kolam pada saat pemeriksaan denyut nadi pada kedua kelompok adalah kondisi
lingkungan dengan kelembaban udara, suhu udara dan suhu air kolam yang berada
pada zona tidak nyaman. Peningkatan denyut nadi setelah latihan maksimal
berupa renang sprint 50 pada kedua kelompok bukan hanya disebabkan oleh
latihan maksimal tetapi suhu dan kelembaban lingkungan juga berperan dalam
terjadinya peningkatan denyut nadi atlet pada kedua kelompok. Kelembaban
85
udara, suhu udara dan suhu air yang berada pada zona tidak nyaman tidak
berpengaruh pada pemulihan denyut nadi pada kedua kelompok.
Data pada kedua kelompok telah diuji dengan uji Mann Whitney
menunjukkan bahwa kelembaban udara, suhu udara dan suhu air pada saat
pemeriksaan denyut nadi kedua kelompok memiliki nilai p > 0,05 yang berarti
bahwa kelembaban udara, suhu udara dan suhu air pada saat pemeriksaan denyut
nadi kedua kelompok secara statistik tidak menunjukkan perbedaan yang
bermakna. Kondisi lingkungan pada saat pemeriksaan denyut nadi kelompok
renang gaya bebas dan kelompok renang gaya dada tidak menunjukkan perbedaan
yang bermakna sehingga tidak mempengaruhi hasil penelitian yaitu pemulihan
denyut nadi. Perbedaan pemulihan denyut nadi yang terjadi pada kedua kelompok
bukan karena perbedaan keadaan lingkungan yaitu kelembaban udara, suhu udara
dan suhu air kolam tetapi karena perbedaan perlakuan yang diberikan.
Teori yang mendasari hasil penelitian tersebut adalah bahwa suhu air pada
kolam renang yang direkomendasikan khusus untuk latihan dan pertandingan bagi
atlet renang adalah antara 26℃ sampai 28℃ . Suhu udara di sekitar kolam renang
yang direkomendasikan adalah 2℃ di atas suhu kolam renang dan tidak boleh
melebihi 30℃ karena akan menyebabkan ketidaknyamanan. Kelembaban udara di
lingkungan sekitar kolam renang yang direkomendasikan adalah 50-60% untuk
mencegah terjadinya penguapan air kolam yang berlebihan ke atmosfer (Nicol et
al., 1998).
Penguapan air kolam akan meningkat sebesar 43% jika temperatur air
kolam meningkat dari 27,8℃ menjadi 30℃ dan temperatur udara menurun dari
28,9℃ menjadi 26,7℃ . Efek pendinginan (cooling effect) terjadi apabila pada saat
86
atlet renang berada di dalam kolam, air kolam pada permukaan kulit atlet
mengalami penguapan ke atmosfer sehingga atlet akan merasa kedinginan. Efek
pendinginan (cooling effect) terjadi apabila suhu udara di sekitar kolam renang
lebih rendah dibandingkan dengan suhu air kolam (Nicol et al., 1998).
Kelembaban udara yang tinggi dapat meningkatkan frekuensi denyut nadi
atlet karena pada kondisi lingkungan dengan kelembaban yang tinggi akan
menghambat pelepasan panas tubuh ke lingkungan terutama pada kelembaban
melebihi 65%. Lingkungan dengan kelembaban yang tinggi adalah lingkungan
yang sudah jenuh dengan uap air sehingga sulit untuk menerima uap air yang
berasal dari proses evaporasi keringat. Proses evaporasi keringat bertujuan untuk
membuang panas tubuh ke lingkungan. Pelepasan panas pada saat berolah raga
sebagian besar terjadi melalui proses evaporasi keringat yaitu sebesar 80%, radiasi
5%, konduksi dan konveksi 15% (Hannon dan Covixo, 2001).
Terganggunya proses pelepasan panas tubuh menyebabkan suhu tubuh
akan meningkat. Peningkatan suhu tubuh dan suhu lingkungan akan menyebabkan
terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan suplai darah ke otot yang sedang
berkontraksi. Tubuh akan melakukan mekanisme kompensasi dengan
meningkatkan denyut nadi untuk untuk memenuhi peningkatan kebutuhan oksigen
yang terjadi. Dehidrasi, peningkatan panas tubuh dan kelelahan terjadi setelah
berolah raga dengan intensitas maksimal (Hannon et al., 2001).
Latihan fisik dengan intensitas 70% VO2 maksimal pada kondisi
lingkungan dengan kelembaban udara yang tinggi yaitu lebih dari 70% dan suhu
udara tinggi yaitu 300 Celcius akan mempengaruhi peningkatan denyut nadi
(Costill et al.,1995). Pemulihan tekanan darah sistolik dan diastolik setelah renang
87
gaya bebas 200 meter lebih efektif setelah melakukan metode pemulihan secara
aktif dengan berjalan lambat di kolam dengan suhu air hangat dibandingkan pada
suhu air dingin (Mohsen et al., 2012).
Pemulihan secara aktif di air kolam dengan suhu hangat tidak berpengaruh
terhadap pemulihan denyut nadi. Resistensi perifer pembuluh darah menurun pada
suhu air kolam dengan suhu yang hangat sehingga membantu dalam pelepasan
panas tubuh dan tubuh tetap menjaga homeostasis tanpa mempengaruhi
pemulihan denyut nadi (Becker et al., 2009).
6.3 Perbedaan Efek Pemulihan Berenang Lambat Gaya Bebas dengan
Berenang Lambat Gaya Dada dalam Pemulihan Denyut Nadi Atlet
Renang Pria Grup Renang Bayusuta
Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada
kelompok renang gaya bebas telah diuji secara statistik dengan uji Wilcoxon
menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penurunan
denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kelompok renang gaya
bebas secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.17).
Metode pemulihan secara aktif yaitu dengan berenang lambat gaya bebas
efektif dalam menurunkan denyut nadi atlet renang karena efek berenang di dalam
air yang suhunya lebih rendah dari suhu udara lingkungan yang dapat
mempercepat aktivasi sistem saraf parasimpatis (Breakly et al., 2010).
Keseimbangan antara intensitas latihan dan pemulihan diperlukan untuk mencapai
kondisi fisik atlet yang maksimal. Proses pemulihan dipengaruhi oleh sistem
saraf, kardiovaskuler dan metabolisme tubuh. Bergerak aktif di dalam air
merupakan suatu metode yang sederhana dan sangat efektif untuk mempercepat
88
aktivasi sistem saraf parasimpatis sehingga dapat mempercepat proses pemulihan
(Haddad et al., 2010).
Faktor yang mempengaruhi aktivasi sistem saraf parasimpatis saat
bergerak aktif di dalam air adalah tekanan hidrostatik air dan suhu air yang
biasanya lebih rendah dari suhu lingkungan. Suhu air yang biasanya lebih rendah
dari suhu lingkungan menyebabkan terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah
perifer. Vasokonstriksi pembuluh darah perifer dan tekanan hidrostatik di dalam
air menyebabkan terjadinya pergeseran cairan tubuh dari pembuluh darah perifer
ke pembuluh darah yang ada di rongga dada (thoracic vasculature) sehingga
terjadi peningkatan volume darah di pusat tubuh, stroke volume, cardiac output
dan tekanan vena sentral. Peningkatan tekanan vena sentral menyebabkan
terjadinya peningkatan tekanan arteri. Peningkatan tekanan arteri akan
merangsang baroreseptor sehingga terjadi feedback negatif untuk mengurangi
aktivitas sistem saraf simpatis dan aktivasi sistem saraf parasimpatis (Laursen et
al., 2010)
Bergerak aktif dengan berenang lambat gaya bebas dimana gerakan renang
gaya bebas berupa posisi badan harus sejajar dan sedatar mungkin, tubuh harus
berputar pada garis pusat atau pada rotasinya, sikap kepala normal dan pandangan
lurus ke depan. Gerakan lengan pada renang gaya bebas terdiri dari tiga bagian
yaitu tekanan awal (intial press), dayung ke dalam (inward scull), dan dayung ke
luar (outward scull). Metode pemulihan secara aktif dengan berenang lambat gaya
bebas dapat memperbaiki penampilan atlet jika dilakukan setelah latihan
maksimal dengan durasi lebih dari 30 detik dan tidak akan memperbaiki
89
penampilan atlet jika dilakukan setelah latihan maksimal dengan durasi kurang
dari 30 detik (Spierer et al., 2004).
Gerakan renang gaya bebas melibatkan hampir seluruh otot dan sendi pada
tubuh manusia yaitu otot-otot pada batang tubuh, leher, bahu, lengan atas,
punggung, dada dan kaki untuk menjaga gerakan agar tetap konstan dan seefisien
mungkin (McLeod, 2012). Kontraksi otot-otot dapat mempercepat pemulihan
denyut nadi karena dapat mempercepat terjadinya oksidasi asam laktat yang
digunakan sebagai sumber energi selama kontraksi otot dalam berenang lambat
(Bonen dan Belcastro, 2006).
Kontraksi otot pada berenang lambat juga dapat menyebabkan sirkulasi
darah di otot yang sedang berkontraksi menjadi lebih lancar. Aliran darah yang
lancar menyebabkan pembersihan asam laktat dari otot yang berkontraksi menjadi
lebih cepat dan transpostasi asam laktat menuju ke otot yang tidak berkontraksi
dan jaringan lain pada tubuh menjadi lebih lancar. Asam laktat di otot yang
sedang berkontraksi dan di jaringan lain akan diubah kembali menjadi glukosa
dan disimpan dalam otot sebagai cadangan energi. Proses tersebut dapat
mempercepat pemulihan kadar asam laktat setelah suatu aktivitas fisik. Penurunan
kadar asam laktat menyebabkan adanya rangsangan pada kemoreseptor pada
pembuluh darah sehingga menimbulkan feedback negatif ke otak untuk
menurunkan aktivitas simpatis dan terjadi aktivasi sistem saraf parasimpatis
sehingga penurunan denyut nadi lebih cepat terjadi (Bonen dan Belcastro, 2006).
Efek berenang di dalam air menyebabkan tekanan arteri meningkat
sehingga baroreseptor pada arteri akan mengirimkan feedback negatif dan
menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis. Penurunan aktivitas sistem saraf
90
simpatis menyebabkan vasodilatasi sehingga tekanan darah dan denyut jantung
berkurang sehingga pemulihan lebih cepat terjadi . Efek penyelaman di dalam air
merupakan suatu metode yang sederhana dan efektif untuk mengaktivasi sistem
saraf parasimpatis dan mengurangi aktivitas sistem saraf simpatis setelah latihan
fisik. Air dengan suhu yang lebih rendah lebih efektif dalam aktivasi sistem saraf
parasimpatis (Miyamoto, 2006).
Denyut jantung pada saat berada di dalam air 13% lebih rendah daripada
saat berada di daratan, sehingga metode pemulihan secara aktif di dalam air lebih
efektif daripada metode pemulihan aktif di daratan (Mc Ardle et al., 1991).
Denyut jantung pada saat berada di dalam air lebih rendah dibandingkan ketika
berada di daratan karena pada saat berenang tubuh berada dalam posisi horizontal
sehingga jantung bekerja lebih ringan untuk memompa darah ke seluruh tubuh
melawan efek gravitasi bumi (Irlam, 2013).
Atlet renang yang telah melakukan renang sprint 50 meter secara fisiologis
akan mengalami ketidakseimbangan metabolisme yaitu sumber karbohidrat dan
cadangan kreatin fosfat akan terpakai dengan cepat dan akan dihasilkan metabolit
yaitu asam laktat. Tubuh harus dipulihkan kembali segera setelah melakukan
olahraga karena cadangan energi di dalam otot yang berkontraksi selama olahraga
harus dipulihkan kembali dan asam laktat yang terbentuk harus dibersihkan dari
otot dan darah (Becket et al., 1993).
Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada
kelompok renang gaya dada telah diuji secara statistik dengan uji Wilcoxon dan
menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penurunan
denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima pada kelompok renang gaya
91
dada secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.17).
Metode pemulihan dengan berenang lambat gaya dada dilakukan dengan stroke
rate (SR) yang seminimal mungkin. Peningkatan penampilan atlet renang lebih
baik pada pemulihan berenang lambat gaya dada yaitu sebesar 15,3%
dibandingkan dengan metode pemulihan secara pasif yaitu sebesar 12,5%
(Chatard dan Candwilson, 2003).
Renang lambat gaya dada juga memberikan efek penyelaman di dalam air
yang merupakan suatu metode yang efektif untuk aktivasi sistem saraf
parasimpatis sehingga efektif dalam pemulihan denyut nadi atlet renang (Haddad
et al., 2010). Renang lambat gaya dada juga melibatkan kontraksi otot-otot dalam
tubuh, tetapi energi yang dibutuhkan untuk kontraksi otot pada renang lambat
gaya dada lebih besar dibandingkan dengan gaya bebas. Gerakan lengan dan kaki
pada renang gaya dada terjadi di dalam air sehingga tahanan tekanan air yang
ditimbulkan jauh lebih besar. Tahanan yang ditimbulkan menjadi sangat besar
karena berat jenis air jauh lebih tinggi dibandingkan dengan berat jenis udara
yaitu berat jenis air adalah 1000 kg/m3 dan berat jenis udara adalah 1,275 kg/m3.
Kontraksi otot harus melawan tahanan yang besar sehingga energi yang
diperlukan lebih besar (Costill et al., 1998).
Tahanan tekanan air adalah tahanan yang paling mempengaruhi kecepatan
seorang atlet renang yaitu sebesar 55%; tahanan gesekan sebesar 22%; dan
tahanan gelombang sebesar 23%. Gerakan lengan dan kaki ke arah lateral juga
menyebabkan tahanan tekanan air, tahanan gesekan dan tahanan gelombang air
menjadi sangat besar, sehingga dibutuhkan energi yang lebih besar untuk
kontraksi otot untuk melawan tahanan tersebut. Efek fisiologis yang terjadi karena
92
kontraksi otot pada renang gaya dada juga terjadi peningkatan aliran darah
sehingga metabolisme asam laktat di otot yang berkontraksi selama latihan
maksimal menjadi lebih cepat (Bonen dan Belcastro, 2006).
Asam laktat yang terbentuk akan diresintesis kembali menjadi glukosa dan
disimpan kembali menjadi glikogen otot. Mekanisme fisiologis yang mendasari
penurunan denyut nadi setelah berenang lambat gaya dada juga didasarkan pada
rangsangan pada kemoreseptor pada pembuluh darah karena telah terjadi
penurunan kadar asam laktat. Penurunan kadar asam laktat menyebabkan
feedback negatif ke otak untuk menurunkan aktivitas sistem saraf simpatis dan
aktivasi sistem saraf parasimpatis sehingga terjadilah penurunan denyut nadi
(Bonen dan Belcastro, 2006).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa denyut nadi pemulihan yang diukur
dengan metode Brouha yaitu denyut nadi menit pertama (P1) dan kedua (P2)
antara kedua kelompok setelah diuji dengan uji Mann Whitney menunjukkan
bahwa data memiliki nilai p > 0,05 yang berarti bahwa denyut nadi pemulihan
menit pertama (P1) dan kedua (P2) antara kedua kelompok secara statistik tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.14). Perbedaan denyut nadi
pemulihan menit pertama (P1) dan menit kedua (P2) pada kelompok renang gaya
bebas dan gaya dada tidak bermakna sehingga perbedaan efektifitas antara kedua
perlakuan pada menit pertama dan kedua belum terlihat.
Denyut nadi pemulihan pada menit ketiga (P3) sampai kelima (P5) antara
kedua kelompok menunjukkan bahwa data memiliki nilai p < 0,05 yang berarti
bahwa denyut nadi pemulihan menit ketiga (P3) sampai kelima (P5) antara kedua
kelompok secara statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.15
93
dan Tabel 5.16). Perbedaan denyut nadi pemulihan menit ketiga (P3) sampai
menit kelima (P5) pada kelompok renang gaya bebas dan gaya dada adalah
bermakna sehingga dapat dilihat bahwa berenang lambat gaya bebas lebih efektif
dalam mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang dibandingkan dengan
berenang lambat gaya dada.
Penurunan denyut nadi dari menit pertama sampai menit kelima antara
kedua kelompok setelah diuji dengan uji Mann Whitney menunjukkan bahwa data
memiliki nilai p < 0,05 yang berarti bahwa penurunan denyut nadi dari menit
pertama sampai menit kelima antara kedua kelompok secara statististik
menunjukkan perbedaan yang bermakna (Tabel 5.17). Ppenurunan denyut nadi
dari menit pertama sampai kelima pada kelompok renang gaya bebas dan gaya
dada menunjukkan perbedaan yang bermakna sehingga berenang lambat gaya
bebas lebih efektif dibandingkan dengan berenang lambat gaya dada dalam
mempercepat pemulihan denyut nadi atlet renang.
Hasil penelitian pada Tabel 5.14 sampai 5.17 dapat disimpulkan bahwa
metode pemulihan dengan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dalam
mempercepat penurunan denyut nadi atlet renang setelah latihan maksimal berupa
renang sprint 50 meter.
Analisis biomekanik pada gaya renang didasarkan pada analisis
kinematika dan neuromuskular. Kinematika siklus kayuhan (stroke cycle) pada
renang gaya bebas menghasilkan kecepatan yang paling tinggi dibandingkan
dengan renang gaya lainnya dengan urutan yaitu renang gaya kupu-kupu, gaya
punggung dan gaya dada (Chengalur et al.,1992). Kecepatan renang dipengaruhi
oleh panjang kayuhan (stroke length/SL) dan frekuensi kayuhan (stroke
94
frequency/SF). Stroke length adalah jarak horizontal bergeraknya tubuh ke arah
depan selama satu siklus kayuhan maksimal. Stroke frequency adalah jumlah
kayuhan maksimal dalam satu satuan waktu tertentu (stroke/menit) (Toussaint dan
Hollander, 1994).
Hasil penelitian Craig dan Pendergast (1989), menyatakan renang gaya
bebas memiliki stroke length dan stroke frequency yang paling tinggi sehingga
menghasilkan kecepatan renang yang paling tinggi dibandingkan dengan gaya
renang lainnya. Renang gaya dada untuk meningkatkan kecepatan, stroke
frequency harus ditingkatkan tetapi stroke length akan berkurang sehingga
kecepatan yang dihasilkan tidak maksimal (Craig dan Pendergast, 1989).
Variabel lain yang juga berpengaruh terhadap kecepatan renang adalah
stroke index (SI). Stroke index berfungsi untuk mengetahui efisiensi gerakan suatu
gaya renang (Costill et al., 1985). Stroke index menggambarkan apabila seorang
atlet renang berenang pada kecepatan tertentu, apabila atlet renang tersebut
memiliki stroke length yang baik, maka renang yang dilakukan memiliki efisiensi
yang tinggi. Gaya bebas memiliki stroke index yang paling baik diantara keempat
gaya renang, sedangkan renang gaya dada memiliki stroke index yang paling
buruk. Kesimpulan dari analisis kinematika siklus kayuhan tersebut adalah renang
gaya bebas memiliki stroke length, stroke frequency, stroke index dan kecepatan
yang lebih baik daripada renang gaya dada sehingga energi yang dibutuhkan lebih
kecil (Arellando et al., 2002).
Energi yang dihabiskan saat berenang yang paling kecil adalah renang
dengan gaya bebas, dan yang terbesar adalah gaya punggung, kemudian gaya
kupu-kupu dan gaya dada. Energi yang dihabiskan selama berenang dengan gaya
95
bebas lebih kecil dibandingkan dengan berenang dengan gaya dada (Pendergast,
2011).
Gerakan renang gaya bebas menggunakan gerakan lengan dan dorongan
kaki secara kontinyu untuk menghasilkan gaya dorong yang maksimal dan terus-
menerus selama berenang. Besarnya tahanan dapat diminimalkan karena sumbu
panjang tubuh sejajar dengan arah gerakan. Bentuk tubuh pada renang gaya bebas
dapat dibayangkan sebagai suatu objek yang berbentuk lurus, pipih dan panjang
(streamline) (Barbosa et al., 2010).
Gerakan pada renang gaya bebas arah gerakannya sejajar dengan sumbu
tubuh dan tidak ada gerakan sendi panggul atau lengan ke arah lateral seperti
gerakan pada renang gaya dada. Arah gerakan yang sejajar dengan sumbu tubuh
dan tidak ada gerakan sendi panggul atau lengan ke arah lateral sangat penting
untuk meminimalkan hambatan di dalam air, karena air mengalir di sekitar tubuh
dalam arah yang sejajar. Arah gerakan yang sejajar dengan sumbu tubuh juga
berfungsi untuk meneruskan kecepatan yang dihasilkan oleh kayuhan lengan dan
dorongan kaki (Barbosa et al., 2010).
Renang gaya dada merupakan gaya renang yang paling kurang efisien
dibandingkan dengan gaya renang lainnya karena besarnya tahanan air yang
disebabkan oleh posisi tubuh. Semua gerakan lengan pada renang gaya dada
berada di dalam air. Dorongan oleh kedua lengan pada fase gerakan pemulihan
(recovery) dimana kedua lengan masih tetap berada di dalam air, dapat
menyebabkan dihasilkannya tahanan air yang sangat tinggi (Barbosa et al., 2010).
Peningkatan kebutuhan oksigen secara drastis terjadi pada saat
berolahraga. Cadangan oksigen yang tersimpan di dalam hemoglobin darah,
96
mioglobin akan digunakan pada saat awal dilakukan olahraga. Cadangan oksigen
yang ada di dalam tubuh belum dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan
oksigen yang terjadi sehingga terjadilah suatu keadaan kekurangan oksigen
(oxygen deficit). Oxygen deficit adalah suatu keadaan dimana cadangan oksigen
yang tersimpan dalam tubuh tidak seimbang dengan kebutuhan oksigen sehingga
tubuh akan melakukan kompensasi dengan cara memproduksi energi dari sistem
energi anaerobik (Astrand, 2008).
Konsumsi oksigen akan tetap tinggi pada saat aktivitas olahraga berhenti
dan akan menurun secara bertahap saat masa pemulihan. Konsumsi oksigen yang
tetap tinggi setelah melakukan aktivitas fisik disebut dengan kelebihan konsumsi
oksigen (oxygen debt) atau disebut juga Excess Post-exercise Oxygen
Consumption (EPOC). Kelebihan konsumsi oksigen pada masa pemulihan akan
digunakan untuk : 1. Mengembalikan cadangan oksigen di dalam hemoglobin,
mioglobin dan yang terlarut dalam darah, 2. Mengkorversikan kembali laktat
menjadi glukosa dan 3. Mengembalikan cadangan ATP-fosfokreatin dari ADP
dan fosfokreatin (Binzoni et al., 2002).
Analisis biomekanik gerakan dan neuromuskular metode renang lambat
gaya bebas dapat menghasilkan kecepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
renang lambat gaya dada. Energi yang dibutuhkan pada renang gaya bebas lebih
sedikit untuk menempuh jarak renang yang sama. Analisis bioenergetika renang
gaya bebas adalah gaya renang yang membutuhkan energi paling rendah
dibandingkan dengan gaya renang lainnya termasuk renang gaya dada (Ogita et
al., 2004).
97
Analisis biomekanik dan bioenergetika renang gaya dada membutuhkan
energi yang lebih besar dibandingkan dengan renang gaya bebas. Peningkatan
kebutuhan energi akan disertai dengan peningkatan kebutuhan oksigen. Tubuh
akan beradaptasi tethadap peningkatan kebutuhan okseigen dengan cara
meningkatkan kerja sistem kardiovaskular. Sistem kardiovaskular berfungsi untuk
transpor oksigen ke seluruh tubuh oleh jantung dan difusi oksigen ke jaringan
(Ogita et al., 2004).
Kebutuhan energi dan oksigen yang lebih rendah pada renang gaya bebas
menyebabkan adaptasi sistem kardiovaskular untuk memenuhi kebutuhan energi
dan oksigen yang meningkat selama olahraga juga lebih minimal. Adaptasi sistem
kardiovaskular adalah dengan meningkatkan denyut jantung. Peningkatan denyut
jantung dapat dinilai dengan menilai denyut nadi yang merupakan pulsasi denyut
jantung yang ada di permukaan tubuh. Adaptasi yang lebih minimal menyebabkan
pemulihan denyut nadi juga lebih cepat.
Sumber energi dari renang lambat 200 meter adalah berasal dari 3 sumber
yaitu: (1). ATP-PC sebesar 10%; (2). Asam laktat sebesar 30% dan (3). Sumber
energi aerob sebesar 60% (Prampero et al., 1986). Sumber energi terbesar pada
saat berenang lambat 200 meter adalah sumber energi aerobik yang membutuhkan
oksigen untuk menghasilkan ATP. Renang lambat gaya bebas 200 meter
membutuhkan energi yang lebih kecil dibandingkan dengan renang lambat gaya
dada maka kebutuhan oksigennya pun lebih kecil. Kebutuhan oksigen yang lebih
kecil menyebabkan kelebihan konsumsi oksigen (oxygen debt) yang terjadi pada
masa pemulihan akan lebih banyak yang bisa digunakan untuk pengembalian
cadangan oksigen dan energi dalam tubuh. Pengembalian cadangan oksigen dan
98
energi yang lebih cepat menyebabkan pemulihan kerja sistem kardiovaskular juga
lebih cepat terjadi. Pemulihan kerja sistem kardiovaskular dapat dinilai dengan
menilai pemulihan denyut nadi (Hill dan Lupton, 2007).
Kebutuhan energi yang lebih sedikit pada renang gaya bebas menyebabkan
kebutuhan oksigen juga lebih sedikit pada renang gaya bebas. Kebutuhan oksigen
yang lebih sedikit menyebabkan penggunaan oksigen pada oxygen debt lebih
sedikit sehingga lebih banyak oksigen yang bisa digunakan untuk pemulihan.
Pemulihan yang terjadi di dalam tubuh salah satunya adalah pemulihan kadar
asam laktat. Pemulihan kadar asam laktat yang lebih cepat menyebabkan
pemulihan denyut nadi juga terjadi lebih cepat. Pemulihan denyut nadi terjadi
karena penurunan kadar asam laktat di dalam darah akan merangsang
kemoreseptor pada pembuluh darah sehingga akan menimbulkan feedback negatif.
Feedback negatif akan menyebabkan penurunan aktivitas sistem saraf simpatis
dan peningkatan aktivitas sistem saraf parasimpatis.
99
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Simpulan pada penelitian ini didasarkan pada analisis data dan pembahasan,
adapun simpulan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
Pemulihan berenang lambat gaya bebas lebih efektif dibandingkan dengan
pemulihan berenang lambat gaya dada dalam mempercepat penurunan denyut
nadi atlet renang pria grup renang Bayusuta di Denpasar.
7.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian di atas, maka disarankan beberapa hal sebagai
berikut :
1. Bagi para pelatih renang diharapkan menerapkan metode pemulihan yang
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti
metode pemulihan secara aktif yaitu berenang lambat gaya bebas.
2. Untuk menyempurnakan penelitian ini, maka diharapkan penelitian-
penelitian lanjutan pada masa-masa yang akan datang mengenai metode
pemulihan aktif pada cabang olahraga renang dengan gaya renang yang
berbeda.
100
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad. 2006. Makalah Ilmiah Renang. Available from : http://www.kompas.
com/2006/makalah ilmiah renang-html. (Accesed : 2013, November 12).
Alves, F., Costa, M., Gomes, J. 2001. The Influence of Swimming Velocity on the
Kinematic Characteristics of Frontcrawl Swimming. Journal of Sports and
Medicine 12 : pp 349–355.
Andreacci, H., Hawley, J. A., Gaesser, G. 2010. Effect of Exercise Intensity,
Duration and Mode on Post Exercise Oxygen Consumption. European
Journal of Applied Physiology 60 : pp 169-174.
Andrew, G . M., Guzman, C. A., Becklake, M. R. 1997. Effect of Athletic
Training on Exercise Cardiac Output. Journal of Applied Physiology 21 :
pp 603-608.
Arai, Y., Saul, J. P., Albert, P. 2002. Cardiac Autonomic Activity During and
Immediately After Exercise. Journal of Applied Physiology 256 : pp 132-
136.
Arellando, F., Cunha, P., Pereira, G. J. 2002. Biomechanics and Medicine in
Swimming VIII, K.L.Keskinen, P.V. Komi & P.A. Hollander, (Eds.).
Gummerus Printing, Jyvaskyla, pp 9-14.
Astrand, I. 2008. Oxygen Uptake at the Beginning of Work. Journal of Applied
Physiology 33 : pp 611–615.
Avalos, M., Hellard, P., Chatard, J. C. 2003. Oxygen Requirement After Exercise.
Medicine and Science in Sports and Exercise : 35 pp 838-846.
101
Barbosa, T. M., Bragada, J. A., Reis, V. M., Marinho, D .A., Carvalho, C. and
Silva, A. J. 2010. Energetics and Biomechanics as Determining Factors of
Swimming Performance, Updating the State of Art. Journal of Science and
Medicine in Sport 13: pp 262-265.
Becker, B. E., Hildenbrand, K., Whitcomb, R. K., Sanders, J. P. 2009.
Biophsiologic Effect of Warm Water Immersion. International Journal of
Aquatic Research and Education 3 : pp 24-37.
Beckett, K. D., and Steigbigel, K. 1996. Effects of Warm Down Techniques on
the Removal of Lactate Acid Following Maximal Human Performance.
Journal of Swiming Research 9: pp 32–35.
Behm, D. G., and Barden, J. 1993. Training Adaptations for Optimal
Performance. Sports Medicine. 15 : pp 374–388.
Berryman, N., Mekary, S., Bherer, L., Audiffren, M. 2012. Reliability of Heart
Rate Measures Used to Assess Post-Exercise Parasympathetic Reactivation.
Sports Medicine 26 : pp 217–238.
Bersohn, M. M., Schener, J. 1989. Effects of Physical Training on End-Diastolic
Volume and Myocardial Perfomance. European Journal Applied Physiology
40 : pp 510-16.
Binzoni, T., Ferretti, G., Schenker, K., Cerretelli. 2002. Relationship Between
Oxygen Consumption, High Energy Phosphates and the Kinetics of Oxygen
Debt in Exercise. Journal of Applied Physiology 29 : pp 547–551.
Blomqvist, G. 2005. Cardiovascular Adaptation to Physical Training. Available
from : www.anualreview.org/aronline (Accessed : 2013, September 19).
102
Bogdanis, G. C., Nevill, M. E., Lakomy, H. K., Graham, C., Louis, G. 2002.
Physiological Effect of Active Recovery. European Journal Applied
Physiology 74 : pp 461–469.
Bompa, O. T. 1994. Theory and Methodology of Training. Toronto: Mosaic Press.
Bonen, A., and Belcastro, A. N. 2006. Comparison of Self-Selected Recovery
Methods on Lactic Acid Removal Rates. Medicine Science Sports 8: pp
176–178.
Bonifazi, M., Martelli, G., Marugo, L., Sardella, F., Carli, G. 1993. Oxygen
Deficit After Exercise. The Journal of Sports Medicine and Physical
Fitness 33 : pp 13-18.
Bosquet, R. S., Goldsmith, L., Sleight, P. 2010. Exercise and Autonomic
Function. Sport and Medicine Journal 272 : pp 1412-1418.
Breakly, T. E., Easton, R., Peters, D. 2010. Effects of Cold Water Immersion on
the Symptoms of Exercise-Induced Muscle Damage. Journal of Sport
Science 13 : pp 231-234.
Brems, F. 1997. The mechanics of modern breaststroke swimming. Available
from : http://www. bjsportmed. com (Accessed : 2013, September 21).
Brent, F., Fiske, C. H., Henry, F. M. 2011. Metabolism During Exercise. Journal
of Applied Physiology 3 : pp 427-429.
Brooks, P. A., Lavoie, J. M., Montpetit, R. R. 2011. An Energy Balance in
Exercise. European Journal Applied Physiology 94 : 134-136.
Buchheit, M., Peiffer, J.J., Abbiss, C.R. and Laursen, P.B. 2009. Effect of Cold
Water Immersion on Postexercise Parasympathetic Reactivation. Heart and
Circulatory Physiology 296(2) : pp 421-427.
103
Buskirk, E.R. 1985. Biology of Aging (2d ed) New York: Van Nostrand Reinhold.
(pp 894-924).
Capelli, C., Pendergast, D. R., Termin, B. and Prampero, P. E. 1998. Energetics of
Swimming at Maximal Speed. European Journal Applied Physiology 78 :
pp 385-393.
Capelli, P. C., Eggleton, P., Gussoni, M. 2010. Energetics of Swimming. Journal
of Applied Physiology 55: pp 146-153.
Caputo, R., Ogita, F., Tabata, I. 2006. Energy Release During Swimming at
Different Velocity. Medicine Science Sports Exercise 32 : pp 336-338.
Carew, K. R., Piiper, J., Roos, A. 2003. Relationship of Lactic acid Production,
Velocity and Metabolism in Competitive Swimming. Journal of Applied
Physiology 215: pp 522-525.
Cazorla G., Beam, C. W. 1983. The Influence of Active Recovery on Blood Lactate
Disappearance After Supramaximal Swimming. Sports Medicine Physical
Fitness 40: pp 87–95.
Chatard, J. C and Candwilson, B. 2003. Active Recovery in Swimming. Medicine
and Science Sports Exercise 35 : pp 176-181.
Chengalur, S. and Brown, P. 1992. An Analysis of Male and Female Olympic
Swimmers in the 200m Events. Canadian Journal of Sport Science 17 : pp
104-109
Cole, C. R., Blackstone, E. H., Pashkow, F. J., Snader, C. E. and Lauer, M. S.
1999. Heart Rate Recovery Immediately After Exercise as a Predictor of
Mortality. New England Journal Medicine 341(18) : 1351-1357.
104
Colwin, M. 2009. Heart Rate, Blood Pressure and Exercise. Available from :
http://Vernier.com (Accessed : 2013, October 14).
Costill, D., Kovaleski, J., Porter, D., Fielding, R. and King, D. 1985. Energy
Expenditure During Frontcrawl Swimming, Predicting Success in Middle-
Distance Events. International Journal of Sports Medicine 6 : pp 266-270.
Costill, D., Kovaleski, J., Porter, D., Fielding, R., King, D. 1998. Energy
Expenditure during Breaststroke Swimming. International Journal Sports
Medicine 6 : pp 266-270.
Craig, J. R. and Pendergast, D. 1989. Bioenergetics of Swimming. Medicine and
Science Sports Exercise 11 : pp 278- 283.
Craig, J. R., Skehan, P., Pawelczyk, J. A. 2010. Relationships of Stroke Rate,
Distance per Stroke and Velocity in Competitive Swimming. Medicine
Science and Sports Exercise 17 : 625-634.
Cutilletta, A. F., Eclmiston, K., Dowell, R. T. 1998. Effect of a Mild Exercise
Program on Myocardial Function and the Development of Hypertrophy.
Applied Physiology 46 : 354-360.
Darryl, J., Prentice, W. E. 2004. Alternating Hot and Cold Water Immersion for
Athlete Recovery. Medicine and Science in Sports and Exercise 16 : pp
529–538.
Dedeng, K. 1994. Latihan Renang PRSI/FINA. Jakarta: Penataran Pelatih
Nasional.
Douda, H., Bogdanis, G., Boobis, L. 2010. Intensity of Exercise Recovery and
Swimming Performance. Journal Sport Science 26 : pp 29-34.
105
Effendi, C. A. 1983. Adaptasi Kardiovaskular terhadap Latihan. Penyunting :
Sadikin. Cetakan 1. Yogyakarta : Media Pressido. Hal : 21.
Felix, D., Bonen, A., Banerjee, P. 2008. Effects of Warm Down Techniques on
Removal of Lactate and Heart Rate Recovery Following Maximal Exercise.
Journal Sport Science 9 : pp 32-35.
Ferran, C. B., Brand, M. D., Nicholls, D. G. 2010. Aerobic and Anaerobic Energy
Expenditure. Exercise Sport Journal 66 : pp 239-242.
Fox, T., Prampero, P. E., Margaria, R. 1993. Relationship Between Oxygen
Consumption, High Energy Phosphates and the Kinetics of Oxygen Debt in
Exercise. European Journal Applied Physiology 304 : pp 11-19.
Francis, A., Belcastro, C., Bonen, M. 2009. A Comparison of Self-Selected
Recovery Method. Medicine Science Sport 8 : pp 176-178.
Freeman, J. V., Dewey, F. E., Hadley, D. M. 2006. Autonomic Nervous System
Intraction with the Cardiovascular System during Exercise. Medicine
Science Sports Exercise 38 : pp 1492–1499
Ganong, W. F. 2012. Fisiologi Kedokteran. Editor H. M. Djauhari
Wijayakusumah. Edisi 24. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Grandjean, P., Andersen, L., Ndrew, G.M. 1993. Maximal Blood Flow and
Oxygen Uptake of an Exercise. Acta Physiology Scandinavia 14 : pp 134-
138.
Guyton, A. C., Hall, J. E. 2011. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Alih bahasa
Irawati. Ed. 12. Jakarta : EGC.
106
Haddad, K., Lehmann, J. F., Scham, S. M. 2010. Training, Recovery and
Overtraining-the Role of the Autonomic Nervous System. Sport Coach
Journal 3 : pp 29-30.
Halson, T. H., Topol, E. J., Paskhow, J. 2004. Heart Rate and Cardiorespiratory
Fitness. JAMA 282 : pp 1547-1553.
Hannon, J. P., and Covixo, B. G. 2001. Competition in Hot and Humid
Environment. European Journal Applied Physiology, 66 : pp 489-493.
Hay, James, G. 1993. The Biomechanical of Sport Technique. Journal Sports
Science 26: pp 1497–1505.
Hill, A.V., and Lupton, H. 2007. Muscular Exercise, Lactic Acid and the Supply
and Utilization of Oxygen. Medicine Science Sport 96 : pp 438-475.
Hocutt, J. E., Beebe, J. K., Jaffe, R., Rylander, C. R. 1997. Recovery and
Regeneration for Long-Term Athlete Development. Journal of Athletic
Training 33 : pp 336–340.
Holfelder, C., Barthels, K. M., Arellano, R. 2013. Observation and Technical
Characterization in Swimming 200 m Breaststroke. Sport Medicine Journal
26 : pp 235-240.
Irlam, L. 2013. Swim Training with Heart Rate. Sports Medicine Journal 17 : pp
472-475.
Jansen. 1997. The Art and Science Coaching. Canbera, Australia : Government
Publishing Service.
Jarvis, A., Jensen, B., Hardley, S., Felix, S., Manos, T. 1997. Swimming
Performance Following Different Recovery Protocols in Female Collegiate
Swimmers. Journal of Swimming Research 12 : pp 1–6.
107
Karim, S. 2002. Latihan Fisik. Surakarta : Sebelas Maret University Press.
Ketchum. 1999. Cardiovascular Adaptations to Physical Training. Journal of
Applied Physiology 34 : pp 628-632.
Kindermen, R. J., Cutilletta, A. F., Edmiston, K. 1995. Effect of Exercise Program
on Myocardial Function and the Development of Hypertrophy. Journal of
Applied Physiology 46 : pp 354-360.
Kokkinos, Venditti, F. J., Manders, E. S., Evans, J. C., Larson, M. G. 1994. Heart
Rate Recovery and Mortality Risk in an Elderly Cohort. The Framingham
Heart Study Circulation 90 : pp 878-883.
Larson, T. 2007. Heart Rate Response to Graded Exercise. Available from :
www.heartmed.com (Accessed : 2013, October 21).
Larson, T. 2007. Heart Rate Response to Graded Exercise. Available from :
www.heartmed.com (Accessed : 2013, October 21).
Lauer, P., Sergej, M., Calleja, G. 2009. Recovery Heart Rate. Journal of
Physiology 54 : pp 105-110.
Laursen, P. B., Chollet, D., Lemaitre, F. Effect of Cold or Thermoneutral Water
Immersion on Post-exercise Heart Rate Recovery and Heart Rate
Variability. European Journal of Applied Physiology 108 : pp 599-604.
Leon, A. S., Bloor, C. M. 2008. Effects of Exercise and Its Cessation on the Heart
and Its Blood Supply. Journal of Applied Physiology 24 : pp 485-490.
Mc Ardle, A., Beltisky, R. B., Bahr, R. 1991. The Science Behind Recovery.
Medicine and Science in Sports and Exercise 24 : pp 532-535.
McLeod, I. 2012. A strong Core is Essential for Powerful Swimming. Available
from : www.humankinetics.com. (Accessed : 2014, May 8).
108
McMaster, W. C. 2005. Shoulder injuries in competitive swimmers. Medicine and
Science in Sports and Exercise 18 : pp 349–359.
Michael, B., Williams, T., Peter, B., Raven, L. 2003. Effects of Recovery on
Glycogen Restoration and Endurance Exercise Performance. Journal of
Strength and Conditioning Research 17 : pp 12–19.
Miyamoto, S., Viitasalo, K., Niemela, R. 2006.The Effect of Water Immersion
and Active Recovery on Heart Rate. Journal of Athletic training 32 : pp
238-241.
Mohsen, S. J. and Coyle, E. F. 2012. Cardiovascular and Temperature Regulatory
Change During Maximal Exercise. Journal of Applied Physiology 20 : pp
267-270.
Mollendorf, J. K. 2010. Body Drag and Efficiency in Competitive Swimming.
Archive Physiology 69 : pp 502-508.
Monahan, K. G., Lusk, G., Seals, D. S. 2001. Predicted Maximal Heart Rate.
Journal of Exercised Physiology 37 : pp 153-6.
Nicol, J. F, Kessler, Maria, R. B. 1998. The role of Personal Control of the
Environment in Thermal Comfort and Satisfaction at the Swimming Pool.
Journal of the Environmental Design Research Association 21 : 303-318.
Ogita, F., Tamaki, H., Wagatsuma, A., Maeda, A. 2004. The Mechanical
Efficiency of Frontcrawl Swimming. Medicine Science Sports Exercise 22 :
pp 402-408.
Olson, R. 2007. Medifast Exercise Guide (Owings Mills Inc), Available from:
www.medifast.vic.gov.au. (Accessed: 2013, November 10).
109
Ostojic, M., Bhan, A. K., Johnson, R. 2011. Effect of Physical Training on
Cardiac Activity. Journal of Applied Physiology 22 : pp 314-324.
Palatini, P., Thijs, L., Staessen, J. A . 2002. Recommendations on How to
Measure Resting Heart Rate. Intern Medicine. 162 : pp 231-232.
Pendergast, L., Baltaci, G., Rorke, S. 2011. Swimming Energy Training. Medicine
and Science in Sports and Exercise 31 : pp 117-119.
Plowmanet, Sharon, A., Smith, D. L. 2008. Exercise Physiology for Health,
Fitness and Performance. 2nd ed. Baltimore : Lippincot Williams&Wilkins,
a Wolters Kluwer Bisiness.
Poccok, S. J. 2008. Clinical trials, John Wiley&Sons Ltd, England.
Prabowo, T. 1999. Cedera Bahu. Jurnal Majalah Ilmiah Olahraga. Volume 5
Edisi Desember. Hal. 76-84. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta.
Prampero, P. E. 1986. The Energy Cost of Human Locomotion on Land and in
Water. Sports Medicine Journal 7: pp 55-72.
Prampero, P. E., Pendergast, D. R., Wilson, D. R., Rennie, D. W. 1974.
Energetics of Swimming in Man. Journal of Applied Physiology 37 : pp
101-105.
Publow, B. 1999. Testing and Circuit Training. Available from :
http://www.Speedskatingontario.org (Accessed : 2013, October 15).
Richards, R. 2003. The Mechanics of Breaststroke Swimming. Available from :
http://www.jssm.org (Accesssed : 2013, September 17).
Robergs, R. 2006. Resting Heart Rate (American Heart Association), Available
from : http://www.nytimes.com (Accessed : 2013, November 7).
110
Robergs, R. A., Landwehr, R. 2002. The Surprising of Heart Rate Maximal
Equation. Journal of Exercise Physiology 26 : pp 538-546.
Robinson, B. F., Epstein, S. E., Kahler,R. L., Braunwald, E. 2000. Circulatory
Effects of Acute Expansion of Blood Volume During Exercise. Sports
Medicine 32 : pp 539–554.
Rodriquez, C. E., Binzoni, T., Ferretti, G. 2010. Aerobic and Anaerobic
Metabolism in Swimming. Journal of Applied Physiology 19 : pp 20-23.
Rohmat, D. 2006. Prestasi Atlet Renang Gaya Punggung Ditinjau Dari Frekuensi
Kayuhan, Fleksibilitas Lengan dan Kekuatan lengan. Artikel Ilmiah
Olahraga. Hal. 9-11. Yogyakarta: FPOK IKIP Yogyakarta.
Saltin, B. 1993. Central Circulation after Physical Conditioning in Young and
Middle-Aged Men. Medicine and Science Sports Exercise 25 : pp 952–959.
Scott, C. 2005. Misconceptions about Aerobic and Anaerobic Energy
Expenditure. Journal of the International Society of Sports 2 : pp 32-37.
Sedlock, T.O., Clausen, J., Rasmussen, B. 2010. Effect of Athletic Training on
Heart Rate. Journal of Applied Physiology 21 : 603-608.
Seiler, F. C. 1996. Effect of Physical Training on Cardiovascular Adjustments to
Exercise in Man. Journal of Exercise Physiology 57 : pp 779-782.
Severson, 2012. Pulse Rate Measurement. Available from : www. fotolia.com
(Accessed : 2013, September 20).
Spierer, D. K., Goldsmith, R, Baran, D, Hryniewicz, K, and Katz, S. 2004. Effects
of Active vs. Passive Recovery on Work Performed During Serial
Supramaximal Exercise Tests. Sports Medicine Journal 25 : pp 109–114.
111
Suprianto, A. 1991. Melatih Fisik Atlet Renang. Jakarta : Pusat Ilmu Olah Raga.
Koni Pusat.
Swain, D. P., Abernathy, K. S., Smith, C. S. 1994. Target Heart Rate for
Development of Cardiorespiratory Fitness. Medicine Science Sports 26 : pp
112-116.
Taheri, D., Cazorla, G., Dufort, C. 2012. Swimming Perfomance Following
Different Recovery Protocols. Journal of Swimming Researches 12 : pp 11-
16.
Termin, S. F. 2001. Biomechanics and Bioenergetics in Swimming. European
Journal of Applied Physiology 93 : pp 519-523.
Tortora, F., Brodal, P., Clausen, J. P. 2009. Effect of Exercise on Musculoskeletal
System. Journal of Applied Physiology 58 : pp 714-23.
Tortora, P., Snader, C. E., Mark, D. B. 2009. Rest Heart Rate. New England
Journal Medicine 341 : pp 1351-1352.
Toubekis, A. G., Douda, H., Tokmakidis, S. 2008. Influence of Different Rest
Intervals During Active or Passive Recovery on Repeated Sprint Swimming
Performance. European Journal Applied Physiolology 93 : pp 694–700.
Toubekis, A. G., Georgios, V., Ioannis, I. 2010. Repeated Sprint Swimming
Performance After Low or High Intensity Active and Passive Recoveries
Medicine Science Sport 8 : pp 176-178.
Toussaint, H. M., Hollander, A. P. 1994. Energetics of Competitive Swimming,
Implications for Training Programmes. Sports Medicine Journal 18 : pp
384-405.
112
Trevizani, G. A., Roberto, P.A., Nadal, J. 2012. Effects of Age and Aerobic
Fitness on Heart Rate Recovery in Adult Men. Brazilian Cardiology 65 : pp
189-211.
Vander, J. 1985. Effects of Physical Training on End-Diastolic Volume and
Myocardial Performance. Journal of Exercise Physiology 40 : pp 510-12.
Wilcock, C. 2006. The Influence of Active Recovery on Blood Lactate and Heart
Rate Recovery After Supramaximal Swimming. Sport Science Journal. 30 :
pp 88-92.
Wyatt, H. L., Mitchell, J. H. 2004. Influences of Physical Training on
Cardiovascular System. Sports Medicine 24 : pp 147–156.
Yataco, A. R., Fleisher, L. A., Katzel, L. I. 1997. Heart Rate Recovery and
Cardiovascular Fitness in Senior Athletes. Journal of Cardiology 80: pp
1389–1391.
Zamparo, T. 2010. Energetics of Competitive Swimming. Sport Medicine 18 : pp
384-390.
113
LAMPIRAN 1 PERSETUJUAN MENGIKUTI PROGRAM
PENELITIAN (Informed consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini,
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Alamat :
Setelah mendapat penjelasan dari peneliti tentang maksud dan tujuan penelitian,
cara pelaksanaan dan konsekuensi-konsekuensinya, demi manfaat yang sebesar-
besarnya bagi peningkatan prestasi cabang olah raga renang di Indonesia, dengan
ini menyatakan :
1. Memahami sepenuhnya maksud dan tujuan penelitian, cara pelaksanaan dan
konsekuensinya.
2. Bersedia mengikuti dan menjalankan petunjuk penelitian yang di berikan
secara sungguh-sungguh dan bertanggung jawab.
Demikian surat pernyataan kesediaan mengikuti program penellitian ini saya
setujui dengan tanpa paksaan dari pihak manapun, untuk kiranya menjadi
pegangan bagi peneliti dan pihak yang berkepentingan terkait dengan penelitian
ini.
Denpasar,……………………..
Yang memberikan penjelasan, Yang menyatakan
persetujuan,
(....................................) (........................)
114
LAMPIRAN 2 DATA DAN HASIL ANALISA DATA
DATA UJI NORMALITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
NO RENANG GAYA BEBAS
RENANG GAYA DADA
1 16.0 17.0 2 16.0 17.0 3 17.0 17.0 4 16.0 17.0 5 17.0 17.0 6 16.0 16.0 7 16.0 16.0 8 17.0 16.0 9 16.0 16.0 10 16.0 17.0 11 16.0 16.0 12 16.0 16.0 13 17.0 18.0 14 17.0 18.0 15 19.0 19.0 16 18.0 20.0 17 21.0 20.0
115
HASIL UJI NORMALITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
renang gaya bebas Mean 16.88 .331
Std. Deviation 1.364
renang gaya dada Mean 17.24 .327
Std. Deviation 1.348
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
renang gaya bebas .289 17 .001 .694 17 .000
renang gaya dada .275 17 .001 .817 17 .003
a. Lilliefors Significance Correction
116
DATA UJI KOMPARABILITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN
WHITNEY)
NO KELOMPOK USIA 1 1 16.0 2 1 16.0 3 1 17.0 4 1 16.0 5 1 17.0 6 1 16.0 7 1 16.0 8 1 17.0 9 1 16.0 10 1 16.0 11 1 16.0 12 1 16.0 13 1 17.0 14 1 17.0 15 2 19.0 16 2 18.0 17 2 21.0 18 2 17.0 19 2 17.0 20 2 17.0 21 2 17.0 22 2 17.0 23 2 16.0 24 2 16.0 25 2 16.0 26 2 16.0 27 2 17.0 28 2 16.0 29 2 16.0 30 2 18.0 31 2 18.0 32 2 19.0 33 2 20.0 34 2 20.0
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
117
HASIL UJI KOMPARABILITAS USIA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
usia sampel renang gaya bebas 17 15.85 269.50
renang gaya dada 17 19.15 325.50
Total 34
Test Statisticsb
usia sampel
Mann-Whitney U 116.500
Wilcoxon W 269.500
Z -1.028
Asymp. Sig. (2-tailed) .304
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .339a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
118
DATA UJI NORMALITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
NO Kelompok renang gaya bebas Kelompok renang gaya dada 1 21.2 20.1 2 20.6 21.7 3 22.6 21.8 4 20.9 20.2 5 20.9 21.1 6 20.5 22.4 7 20.2 21.4 8 22.9 22.8 9 21.7 20.6 10 20.8 21.8 11 20.9 20.8 12 21.0 20.3 13 21.9 20.5 14 21.2 20.5
119
HASIL UJI NORMALITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
renang gaya bebas .200 17 .070 .904 17 .080
renang gaya dada .150 17 .200* .936 17 .276
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Descriptives
Statistic Std. Error
renang gaya bebas Mean 21.19 .189
Std. Deviation .778
renang gaya dada Mean 21.05 .200
Std. Deviation .824
120
DATA UJI KOMPARABILITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN
WHITNEY) NO KELOMPOK IMT 1 1 21.2 2 1 20.6 3 1 22.6 4 1 20.9 5 1 20.9 6 1 20.5 7 1 20.2 8 1 22.9 9 1 21.7 10 1 20.8 11 1 20.9 12 1 21.0 13 1 21.9 14 1 21.2 15 2 20.5 16 2 22.0 17 2 20.4 18 2 20.1 19 2 21.7 20 2 21.8 21 2 20.2 22 2 21.1 23 2 22.4 24 2 21.4 25 2 22.8 26 2 20.6 27 2 21.8 28 2 20.8 29 2 20.3 30 2 20.5 31 2 20.5 32 2 20.7 33 2 21.2 34 2 20.0
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
121
HASIL UJI KOMPARABILITAS IMT KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI MANN
WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
IMT renang gaya bebas 17 18.65 317.00
renang gaya dada 17 16.35 278.00
Total 34
Test Statisticsb
IMT
Mann-Whitney U 125.000
Wilcoxon W 278.000
Z -.673
Asymp. Sig. (2-tailed) .501
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .518a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok
perlakuan
122
DATA UJI NORMALITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG
GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
No Daya tahan kardiovaskular
kelompok renang gaya bebas
Daya tahan kardiovaskular
kelompok renang gaya dada
1 746.0 806.0 2 742.0 842.0 3 842.0 769.0 4 883.0 870.0 5 732.0 825.0 6 883.0 807.0 7 696.0 769.0 8 634.0 705.0 9 667.0 722.0 10 647.0 692.0 11 681.0 685.0 12 693.0 722.0 13 715.0 650.0 14 694.0 682.0 15 705.0 721.0 16 703.0 814.0 17 730.0 661.0
123
HASIL UJI NORMALITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG
GAYA DADA (UJI SAPHIIRO WILK)
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
renang gaya bebas .233 17 .015 .850 17 .011
renang gaya dada .186 17 .119 .941 17 .335
a. Lilliefors Significance Correction
Descriptives
Statistic Std. Error
renang gaya bebas Mean 729.00 17.948
Std. Deviation 74.003 renang gaya dada Mean 749.53 16.523
Std. Deviation 68.125
124
DATA UJI KOMPARABILITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN KELOMPOK RENANG
GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
NO KELOMPOK USIA 1 1 746.0 2 1 742.0 3 1 842.0 4 1 883.0 5 1 732.0 6 1 883.0 7 1 696.0 8 1 634.0 9 1 667.0 10 1 647.0 11 1 681.0 12 1 693.0 13 1 715.0 14 1 694.0 15 2 705.0 16 2 703.0 17 2 730.0 18 2 806.0 19 2 842.0 20 2 769.0 21 2 870.0 22 2 825.0 23 2 807.0 24 2 769.0 25 2 705.0 26 2 722.0 27 2 692.0 28 2 685.0 29 2 722.0 30 2 650.0 31 2 682.0 32 2 721.0 33 2 814.0 34 2 661.0
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
125
HASIL UJI KOMPARABILITAS DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN
WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
daya tahan kardiovaskular renang gaya bebas 17 16.12 274.00
renang gaya dada 17 18.88 321.00
Total 34
Test Statisticsb
daya tahan
kardiovaskular
Mann-Whitney U 121.000
Wilcoxon W 274.000
Z -.810
Asymp. Sig. (2-tailed) .418
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .433a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
126
DATA UJI NORMALITAS DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT
PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG (UJI SAPHIRO
WILK)
No Denyut nadi
pelatihan
Denyut nadi
pemulihan menit 1
Denyut nadi
pemulihan menit 2
Denyut nadi
pemulihan menit 3
Denyut nadi
pemulihan menit 4
Denyut nadi
pemulihan menit 5
Penurunan denyut nadi
pemulihan menit 1-5
1 134.0 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 48.0 2 126.0 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 45.0 3 117.0 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 42.0 4 127.0 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 36.0 5 135.0 119.0 112.0 97.0 90.0 83.0 43.0 6 119.0 102.0 91.0 90.0 86.0 81.0 46.0 7 128.0 115.0 94.0 92.0 89.0 87.0 37.0 8 147.0 134.0 126.0 121.0 99.0 87.0 32.0 9 155.0 139.0 124.0 99.0 94.0 94.0 39.0 10 151.0 146.0 137.0 109.0 102.0 92.0 28.0 11 156.0 138.0 120.0 119.0 118.0 101.0 38.0 12 142.0 136.0 127.0 114.0 108.0 97.0 35.0 13 137.0 128.0 118.0 110.0 104.0 99.0 39.0
127
DATA UJI NORMALITAS DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT
PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR KURANG (UJI SAPHIRO
WILK)
No Denyut nadi
pelatihan
Denyut nadi
pemulihan menit 1
Denyut nadi
pemulihan menit 2
Denyut nadi
pemulihan menit 3
Denyut nadi
pemulihan menit 4
Denyut nadi
pemulihan menit 5
Penurunan denyut nadi
pemulihan menit 1-5
1 166.0 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 45.0 2 161.0 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 38.0 3 157.0 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 42.0 4 158.0 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0 39.0 5 156.0 131.0 112.0 108.0 94.0 84.0 47.0 6 152.0 130.0 104.0 88.0 86.0 84.0 37.0 7 152.0 137.0 114.0 113.0 113.0 98.0 30.0 8 110.0 108.0 106.0 99.0 95.0 90.0 27.0 9 133.0 117.0 109.0 106.0 94.0 89.0 40.0 10 121.0 119.0 115.0 101.0 97.0 94.0 32.0 11 129.0 121.0 117.0 108.0 96.0 91.0 25.0 12 130.0 121.0 95.0 95.0 94.0 91.0 34.0 13 112.0 97.0 92.0 87.0 86.0 85.0 28.0
128
HASIL UJI NORMALITAS DATA DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI
MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJEK DENGAN DAYA TAHAN
KARDIOVASKULAR SEDANG DAN KURANG (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
denyut nadi kerja A Mean 136.46 3.617
Std. Deviation 13.042
denyut nadi menit 1 A Mean 123.38 3.948
Std. Deviation 14.233
denyut nadi menit 2 A Mean 112.00 4.030
Std. Deviation 14.532
denyut nadi menit 3 A Mean 102.92 2.883
Std. Deviation 10.396
denyut nadi menit 4 A Mean 95.23 2.851
Std. Deviation 10.281
denyut nadi menit 5 A Mean 88.77 2.007
Std. Deviation
7.236
penurunan P1-P5 A Mean 39.08 1.583
Std. Deviation 5.708
denyut nadi kerja B Mean 141.31 5.411
Std. Deviation 19.508
denyut nadi menit 1 B Mean 123.38 3.471
Std. Deviation 12.514
denyut nadi menit 2 B Mean 107.54 2.505
Std. Deviation 9.033
denyut nadi menit 3 B Mean 99.23 2.279
Std. Deviation 8.217
denyut nadi menit 4 B Mean 93.69 1.972
Std. Deviation 7.111
129
Keterangan : A : kelompok dengan daya tahan kardiovaskular sedang B : kelompok dengan daya tahan kardiovaskular kurang
denyut nadi menit 5 B Mean 88.54 1.362
Std. Deviation 4.909
penurunan P1-P5 B Mean 35.69 1.943
Std. Deviation 7.005
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
denyut nadi kerja A .126 13 .200* .949 13 .584
denyut nadi menit 1 A .159 13 .200* .941 13 .474
denyut nadi menit 2 A .122 13 .200* .955 13 .668
denyut nadi menit 3 A .262 13 .015 .897 13 .121
denyut nadi menit 4 A .198 13 .172 .898 13 .126
denyut nadi menit 5 A .172 13 .200* .917 13 .228
penurunan P1-P5 A .121 13 .200* .981 13 .984
denyut nadi kerja B .247 13 .030 .894 13 .110
denyut nadi menit 1 B .151 13 .200* .969 13 .878
denyut nadi menit 2 B .151 13 .200* .947 13 .558
denyut nadi menit 3 B .124 13 .200* .958 13 .724
denyut nadi menit 4 B .244 13 .033 .814 13 .010
denyut nadi menit 5 B .155 13 .200* .949 13 .584
penurunan P1-P5 B .113 13 .200* .966 13 .836
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
130
DATA UJI KOMPARABILITAS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBJUK DENGAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG DAN
KURANG (UJI MANN WHITNEY)
No kelompok Denyut nadi
pelatihan
Denyut nadi
pemulihan menit 1
Denyut nadi
pemulihan menit 2
Denyut nadi
pemulihan menit 3
Denyut nadi
pemulihan menit 4
Denyut nadi
pemulihan menit 5
1 1 134.0 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 2 1 126.0 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 3 1 117.0 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 4 1 127.0 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 5 1 135.0 119.0 112.0 97.0 90.0 83.0 6 1 119.0 102.0 91.0 90.0 86.0 81.0 7 1 128.0 115.0 94.0 92.0 89.0 87.0 8 1 147.0 134.0 126.0 121.0 99.0 87.0 9 1 155.0 139.0 124.0 99.0 94.0 94.0 10 1 151.0 146.0 137.0 109.0 102.0 92.0 11 1 156.0 138.0 120.0 119.0 118.0 101.0 12 1 142.0 136.0 127.0 114.0 108.0 97.0 13 1 137.0 128.0 118.0 110.0 104.0 99.0 14 1 134.0 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 15 1 126.0 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 16 1 117.0 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 17 1 127.0 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 18 2 166.0 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 19 2 161.0 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 20 2 157.0 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 21 2 158.0 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0 22 2 156.0 131.0 112.0 108.0 94.0 84.0 23 2 152.0 130.0 104.0 88.0 86.0 84.0 24 2 152.0 137.0 114.0 113.0 113.0 98.0 25 2 110.0 108.0 106.0 99.0 95.0 90.0 26 2 133.0 117.0 109.0 106.0 94.0 89.0 27 2 121.0 119.0 115.0 101.0 97.0 94.0 28 2 129.0 121.0 117.0 108.0 96.0 91.0 29 2 130.0 121.0 95.0 95.0 94.0 91.0 30 2 112.0 97.0 92.0 87.0 86.0 85.0 31 2 166.0 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 32 2 161.0 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 33 2 157.0 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 34 2 158.0 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0
131
HASIL UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI PELATIHAN, DENYUT
NADI PEMULIHAN DAN PENURUNAN DENYUT NADI DARI MENIT
PERTAMA SAMPAI KELIMA BERDASARKAN KARAKTERISTIK
SUBJEK DENGAN DAYA TAHAN KARDIOVASKULAR SEDANG DAN
KURANG (UJI MANN WHITNEY)
Test Statisticsb
denyut nadi kerja
denyut nadi
menit 1
denyut nadi menit
3
denyut nadi menit
3
Mann-Whitney U 65.500 80.500 68.000 69.500
Wilcoxon W 156.500 171.500 159.000 160.500
Z -.975 -.205 -.847 -.771
Asymp. Sig. (2-tailed) .330 .837 .397 .441
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .336a .840a .418a .448a
denyut
nadi
menit 4
denyut
nadi
menit 5
penurunan
denyut nadi
menit 1-5
Mann-
Whitney
U
84.500 80.500 61.000
Wilcoxon
W 175.500 171.500 152.000
Z .000 -.206 -1.207
Asymp.
Sig. (2-
tailed)
1.000 .837 .227
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: daya tahan cardio
132
Ranks
daya tahan
cardio N Mean Rank Sum of Ranks
denyut nadi kerja cardio sedang 13 12.04 156.50
cardio k
urang
13 14.96 194.50
Total 26
denyut nadi menit 1
cardio sedang 13 13.19 171.50
cardio kurang 13 13.81 179.50
Total 26
denyut nadi menit 3 cardio sedang 13 14.77 192.00
cardio kurang 13 12.23 159.00
Total 26
denyut nadi menit 3 cardio sedang 13 14.65 190.50
cardio kurang 13 12.35 160.50
Total 26
denyut nadi menit 4 cardio sedang 13 13.50 175.50
cardio kurang 13 13.50 175.50
Total 26
denyut nadi menit 5 cardio sedang 13 13.19 171.50
cardio kurang 13 13.81 179.50
Total 26
penurunan denyut nadi menit
1-5
cardio sedang 13 15.31 199.00
cardio kurang 13 11.69 152.00
Total 26
133
DATA NORMALITAS SUHU UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA
BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
No Suhu udara (Kelompok renang gaya bebas)
Suhu udara (Kelompok renang gaya dada)
1 28.0 27.0 2 28.0 27.0 3 27.0 27.0 4 29.0 27.0 5 27.0 29.0 6 27.5 27.0 7 27.0 28.0 8 28.0 28.0 9 27.0 28.0 10 27.0 27.0 11 27.0 28.0 12 28.0 27.0 13 27.0 27.0 14 28.0 27.0 15 28.0 29.0 16 29.0 29.0 17 29.0 27.0
134
HASIL UJI NORMALITAS DATA SUHU UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG
GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
kelompok renang gaya
bebas
Mean 27.735 .1825
Std. Deviation .7524
kelompok renang gaya dada Mean 27.588 .1929
Std. Deviation .7952
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kelompok renang gaya
bebas .248 17 .007 .810 17 .003
kelompok renang gaya dada .359 17 .000 .715 17 .000
a. Lilliefors Significance Correction
135
HASIL UJI KOMPARABILITAS SUHU UDARA SAAT PEMERIKSAAN
DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG
GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
suhu udara kelompok renang gaya
bebas 17 18.62 316.50
kelompok renang gaya dada 17 16.38 278.50
Total 34
Test Statisticsb
suhu udara
Mann-Whitney U 125.500
Wilcoxon W 278.500
Z -.712
Asymp. Sig. (2-tailed) .476
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .518a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
136
DATA UJI NORMALITAS KELEMBABAN UDARA SAAT
PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
No Kelembaban udara (Kelompok
renang gaya bebas) Kelembaban udara (Kelompok renang
gaya dada) 1 90.0 92.0 2 90.0 93.5 3 92.0 93.5 4 92.5 93.5 5 93.0 92.5 6 93.0 93.0 7 93.0 93.5 8 94.0 93.5 9 94.0 94.0 10 95.0 94.0 11 95.0 90.0 12 90.0 91.0 13 93.0 91.0 14 92.0 93.0 15 92.0 91.5 16 93.0 91.5 17 93.0 93.0
137
HASIL UJI NORMALITAS DATA KELEMBABAN UDARA SAAT
PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA
KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI
SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
kelompok renang gaya
bebas
Mean 92.618 .3726
Std. Deviation 1.5363
kelompok renang gaya dada Mean 92.588 .2915
Std. Deviation 1.2020
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kelompok renang gaya
bebas .187 17 .119 .901 17 .070
kelompok renang gaya dada .222 17 .025 .894 17 .053
a. Lilliefors Significance Correction
138
DATA UJI KOMPARABILITAS KELEMBABAN UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA
KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
No Kelompok Kelembaban udara 1 1 90.0 2 1 90.0 3 1 92.0 4 1 92.5 5 1 93.0 6 1 93.0 7 1 93.0 8 1 94.0 9 1 94.0 10 1 95.0 11 1 95.0 12 1 90.0 13 1 93.0 14 1 92.0 15 1 92.0 16 1 93.0 17 1 93.0 18 2 92.0 19 2 93.5 20 2 93.5 21 2 93.5 22 2 92.5 23 2 93.0 24 2 93.5 25 2 93.5 26 2 94.0 27 2 94.0 28 2 90.0 29 2 91.0 30 2 91.0 31 2 93.0 32 2 91.5 33 2 91.5 34 2 93.0
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
139
HASIL UJI KOMPARABILITAS KELEMBABAN UDARA SAAT PEMERIKSAAN DENYUT NADI ATLET RENANG BAYUSUTA
KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
kelembaban udara kelompok renang gaya
bebas 17 17.32 294.50
kelompok renang gaya dada 17 17.68 300.50
Total 34
Test Statisticsb
kelembaban
udara
Mann-Whitney U 141.500
Wilcoxon W 294.500
Z -.105
Asymp. Sig. (2-tailed) .917
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .919a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
140
DATA NORMALITAS SUHU AIR KOLAM KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
No Suhu air kolam (kelompok
renang gaya bebas) Suhu air kolam (kelompok renang
gaya dada) 1 29.6 29.3 2 29.6 29.2 3 29.3 29.2 4 30.0 29.2 5 28.0 30.0 6 28.0 28.0 7 28.0 29.4 8 29.2 29.4 9 29.0 29.2 10 29.0 29.0 11 29.0 30.0 12 30.0 29.6 13 29.6 29.6 14 28.5 29.6 15 28.5 30.0 16 29.2 30.0 17 29.2 28.5
141
HASIL UJI NORMALITAS SUHU AIR KOLAM ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
(UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
kelompok renang gaya
bebas
Mean 29.04 .158
Std. Deviation .650
kelompok renang gaya dada Mean 29.36 .131
Std. Deviation .538
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
kelompok renang gaya
bebas .181 17 .143 .921 17 .154
kelompok renang gaya dada .203 17 .060 .893 17 .052
a. Lilliefors Significance Correction
142
DATA UJI KOMPARABILITAS SUHU AIR KOLAM ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENNAG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
(UJI MANN WHITNEY)
No Kelompok Suhu air kolam 1 1 29.6 2 1 29.6 3 1 29.3 4 1 30.0 5 1 28.0 6 1 28.0 7 1 28.0 8 1 29.2 9 1 29.0 10 1 29.0 11 1 29.0 12 1 30.0 13 1 29.6 14 1 28.5 15 1 28.5 16 1 29.2 17 1 29.2 18 2 29.3 19 2 29.2 20 2 29.2 21 2 29.2 22 2 30.0 23 2 28.0 24 2 29.4 25 2 29.4 26 2 29.2 27 2 29.0 28 2 30.0 29 2 29.6 30 2 29.6 31 2 29.6 32 2 30.0 33 2 30.0 34 2 28.5
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
143
HASIL UJI KOMPARABILITAS SUHU AIR KOLAM ATLET RENANG BAYUSUTA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
(UJI MANN WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
suhu air kolam kelompok renang gaya
bebas 17 14.82 252.00
kelompok renang gaya dada 17 20.18 343.00
Total 34
Test Statisticsb
suhu air kolam
Mann-Whitney U 99.000
Wilcoxon W 252.000
Z -1.586
Asymp. Sig. (2-tailed) .113
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .122a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
144
DATA NORMALITAS DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN DENYUT PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
(UJI SAPHIRO WILK)
No Denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi pelatihan
kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya dada
Denyut nadi pelatihan kelompok
renang gaya dada
1 72.0 166.0 66.0 139.0 2 84.0 161.0 94.0 152.0 3 75.0 157.0 74.0 110.0 4 88.0 149.0 78.0 133.0 5 89.0 158.0 64.0 121.0 6 71.0 152.0 98.0 137.0 7 90.0 159.0 66.0 129.0 8 74.0 134.0 84.0 147.0 9 87.0 126.0 77.0 130.0 10 92.0 147.0 79.0 112.0 11 77.0 130.0 92.0 155.0 12 76.0 145.0 88.0 151.0 13 79.0 156.0 73.0 129.0 14 87.0 127.0 76.0 117.0 15 91.0 135.0 89.0 156.0 16 76.0 119.0 93.0 142.0 17 85.0 128.0 64.0 126.0
145
HASIL UJI NORMALITAS DATA DENYUT NADI ISTIRAHAT-PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
(UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya
bebas
Mean 81.75 1.750
Std. Deviation 7.407
denyut nadi pelatihan
kelompok renang gaya
bebas
Mean 145.06 3.575
Std. Deviation 14.613
denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya dada
Mean 80.69 2.719
Std. Deviation 10.799
denyut nadi pelatihan
kelompok renang gaya dada
Mean 135.00 3.562
Std. Deviation 14.998
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya
bebas
.170 17 .200* .886 17 .069
denyut nadi pelatihan
kelompok renang gaya
bebas
.144 17 .200* .929 17 .273
denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya dada .125 17 .200* .935 17 .444
denyut nadi pelatihan
kelompok renang gaya dada .105 17 .200* .955 17 .466
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
146
DATA UJI BEDA DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN DENYUT PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA
(UJI WILCOXON)
No Denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi pelatihan
kelompok renang gaya bebas
Denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya dada
Denyut nadi pelatihan kelompok
renang gaya dada
1 72.0 166.0 66.0 139.0 2 84.0 161.0 94.0 152.0 3 75.0 157.0 74.0 110.0 4 88.0 149.0 78.0 133.0 5 89.0 158.0 64.0 121.0 6 71.0 152.0 98.0 137.0 7 90.0 159.0 66.0 129.0 8 74.0 134.0 84.0 147.0 9 87.0 126.0 77.0 130.0 10 92.0 147.0 79.0 112.0 11 77.0 130.0 92.0 155.0 12 76.0 145.0 88.0 151.0 13 79.0 156.0 73.0 129.0 14 87.0 127.0 76.0 117.0 15 91.0 135.0 89.0 156.0 16 76.0 119.0 93.0 142.0 17 85.0 128.0 64.0 126.0
147
HASIL UJI BEDA DENYUT NADI ISTIRAHAT-PELATIHAN
KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON)
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya bebas - denyut nadi istirahat kelompok renang gaya bebas
Negative Ranks 0a .00 .00
Positive Ranks 17b 9.00 153.00
Ties 0c Total 17
denyut nadi pelatihan kelompok renang gaya dada - denyut nadi istirahat kelompok renang gaya dada
Negative Ranks 0d .00 .00
Positive Ranks 17e 9.00 153.00
Ties 0f Total 17
Test Statisticsb
denyut nadi pelatihan kelompok
renang gaya bebas - denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya
bebas
denyut nadi pelatihan kelompok
renang gaya dada - denyut nadi istirahat
kelompok renang gaya
dada
Z -3.624a -3.626a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
a. Based on negative ranks. b. Wilcoxon Signed Ranks Test
148
DATA UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI ISTIRAHAT DAN DENYUT NADI PELATIHAN KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS
DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
No Kelompok Denyut nadi istirahat
Denyut nadi pelatihan
1 1 72.0 166.0 2 1 84.0 161.0 3 1 75.0 157.0 4 1 88.0 149.0 5 1 89.0 158.0 6 1 71.0 152.0 7 1 90.0 159.0 8 1 74.0 134.0 9 1 87.0 126.0 10 1 92.0 147.0 11 1 77.0 130.0 12 1 76.0 145.0 13 1 79.0 156.0 14 1 87.0 127.0 15 1 91.0 135.0 16 1 76.0 119.0 17 1 85.0 128.0 18 2 66.0 139.0 19 2 94.0 152.0 20 2 74.0 110.0 21 2 78.0 133.0 22 2 64.0 121.0 23 2 98.0 137.0 24 2 66.0 129.0 25 2 84.0 147.0 26 2 77.0 130.0 27 2 79.0 112.0 28 2 92.0 155.0 29 2 88.0 151.0 30 2 73.0 129.0 31 2 76.0 117.0 32 2 89.0 156.0 33 2 93.0 142.0 34 2 64.0 126.0
Keterangan : kelompok 1 : renang gaya bebas kelompok 2 : renang gaya dada
149
DATA NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI MENIT KELIMA KELOMPOK RENANG
GAYA BEBAS (UJI SAPHIRO WILK)
No P1 P2 P3 P4 P5 1 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 2 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 3 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 4 134.0 127.0 114.0 99.0 88.0 5 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0 6 130.0 104.0 88.0 86.0 84.0 7 129.0 119.0 106.0 97.0 82.0 8 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 9 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 10 133.0 126.0 91.0 89.0 81.0 11 121.0 95.0 87.0 84.0 82.0 12 136.0 108.0 96.0 92.0 89.0 13 131.0 112.0 108.0 94.0 84.0 14 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 15 119.0 112.0 97.0 90.0 83.0 16 102.0 91.0 90.0 86.0 81.0 17 115.0 94.0 92.0 89.0 87.0
150
HASIL UJI NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG
GAYA BEBAS (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
P 1 Mean 124.88 2.696
Std. Deviation 11.212
P 2 Mean 108.50 2.707
Std. Deviation 10.942
P 3 Mean 96.94 1.803
Std. Deviation 7.576
P 4 Mean 90.06 1.115
Std. Deviation 4.739
P 5 Mean 84.38 .896
Std. Deviation 3.757
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
P 1 .135 17 .200* .931 17 .918
P 2 .124 17 .200* .951 17 .667
P 3 .140 17 .200* .934 17 .327
P 4 .161 17 .200* .944 17 .291
P 5 .204 17 .058 .899 17 .035
a. Lilliefors Significance Correction
151
DATA NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI
SAPHIRO WILK)
No P1 P2 P3 P4 P5 1 128.0 119.0 107.0 98.0 96.0 2 137.0 114.0 113.0 113.0 98.0 3 108.0 106.0 99.0 95.0 90.0 4 117.0 109.0 106.0 94.0 89.0 5 119.0 115.0 101.0 97.0 94.0 6 128.0 118.0 110.0 104.0 99.0 7 121.0 117.0 108.0 96.0 91.0 8 134.0 126.0 121.0 99.0 87.0 9 121.0 95.0 95.0 94.0 91.0 10 97.0 92.0 87.0 86.0 85.0 11 139.0 124.0 99.0 94.0 84.0 12 146.0 137.0 109.0 102.0 92.0 13 117.0 106.0 97.0 94.0 89.0 14 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 15 138.0 120.0 119.0 118.0 101.0 16 136.0 127.0 114.0 108.0 97.0 17 120.0 119.0 107.0 94.0 91.0
152
HASIL UJI NORMALITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA DADA (UJI
SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
P 1 Mean 124.56 3.197
Std. Deviation 13.565
P 2 Mean 114.00 2.892
Std. Deviation 12.253
P 3 Mean 105.19 2.169
Std. Deviation 9.225
P 4 Mean 98.69 2.042
Std. Deviation 8.616
P 5 Mean 91.56 1.315
Std. Deviation 5.597
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
P 1 .128 17 .200* .965 17 .716
P 2 .137 17 .200* .970 17 .925
P 3 .120 17 .200* .978 17 .936
P 4 .182 17 .135 .908 17 .191
P 5 .127 17 .200* .974 17 .895
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
153
DATA UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS
DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
No kelompok P1 P2 P3 P4 P5 1 1 132.0 113.0 96.0 92.0 84.0 2 1 146.0 121.0 102.0 93.0 91.0 3 1 122.0 104.0 98.0 94.0 90.0 4 1 134.0 127.0 114.0 99.0 88.0 5 1 123.0 96.0 89.0 84.0 80.0 6 1 130.0 104.0 88.0 86.0 84.0 7 1 129.0 119.0 106.0 97.0 82.0 8 1 114.0 105.0 99.0 91.0 89.0 9 1 108.0 97.0 95.0 86.0 80.0 10 1 133.0 126.0 91.0 89.0 81.0 11 1 121.0 95.0 87.0 84.0 82.0 12 1 136.0 108.0 96.0 92.0 89.0 13 1 131.0 112.0 108.0 94.0 84.0 14 1 118.0 106.0 95.0 84.0 82.0 15 1 119.0 112.0 97.0 90.0 83.0 16 1 102.0 91.0 90.0 86.0 81.0 17 1 115.0 94.0 92.0 89.0 87.0 18 2 128.0 119.0 107.0 98.0 96.0 19 2 137.0 114.0 113.0 113.0 98.0 20 2 108.0 106.0 99.0 95.0 90.0 21 2 117.0 109.0 106.0 94.0 89.0 22 2 119.0 115.0 101.0 97.0 94.0 23 2 128.0 118.0 110.0 104.0 99.0 24 2 121.0 117.0 108.0 96.0 91.0 25 2 134.0 126.0 121.0 99.0 87.0 26 2 121.0 95.0 95.0 94.0 91.0 27 2 97.0 92.0 87.0 86.0 85.0 28 2 139.0 124.0 99.0 94.0 84.0 29 2 146.0 137.0 109.0 102.0 92.0 30 2 117.0 106.0 97.0 94.0 89.0 31 2 107.0 99.0 98.0 87.0 82.0 32 2 138.0 120.0 119.0 118.0 101.0 33 2 136.0 127.0 114.0 108.0 97.0 34 2 120.0 119.0 107.0 94.0 91.0
Keterangan : Kelompok 1 : kelompok renang gaya bebas Kelompok 2 : kelompok renang gaya dada
154
HASIL UJI KOMPARABILITAS DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS
DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks
kelompok perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
P1 kelompok renang gaya
bebas 17 17.32 294.50
kelompok renang gaya dada 17 17.68 300.50
Total 34
P2 kelompok renang gaya
bebas 17 14.68 249.50
kelompok renang gaya dada 17 20.32 345.50
Total 34
P3 kelompok renang gaya
bebas 17 12.71 216.00
kelompok renang gaya dada 17 22.29 379.00
Total 34
P4 kelompok renang gaya
bebas 17 11.68 198.50
kelompok renang gaya dada 17 23.32 396.50
Total 34
P5 kelompok renang gaya
bebas 17 11.32 192.50
kelompok renang gaya dada 17 23.68 402.50
Total 34
155
Test Statisticsb
P1 P2 P3 P4 P5
Mann-Whitney U 141.500 96.500 63.000 45.500 39.500
Wilcoxon W 294.500 249.500 216.000 198.500 192.500
Z -.103 -1.655 -2.811 -3.429 -3.629
Asymp. Sig. (2-tailed) .918 .098 .005 .001 .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .919a .099a .004a .000a .000a
156
DATA UJI NORMALITAS TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN GAYA DADA (UJI SAPHIRO WILK)
No P1-P5 kelompok
renang gaya bebas P1-P5 kelompok renang gaya dada
1 48.0 32.0 2 45.0 39.0 3 42.0 28.0 4 36.0 38.0 5 43.0 35.0 6 46.0 39.0 7 37.0 30.0 8 45.0 27.0 9 38.0 40.0 10 42.0 32.0 11 39.0 25.0 12 47.0 34.0 13 37.0 28.0 14 36.0 35.0 15 36.0 37.0 16 41.0 29.0 17 48.0 29.0
Keterangan : P1-P5 : Total penurunan denyut nadi menit pertama sampai kelima
157
HASIL UJI NORMALITAS TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT 1-5 KELOMPOK RENANG GAYA BEBAS DAN
DADA (UJI SAPHIRO WILK)
Descriptives
Statistic Std. Error
penurunan DN tot 1-5 gaya
bebas
Mean 41.53 1.071
Std. Deviation 4.418
penurunan DN tot 1-5 gaya
bebas
Mean 32.76 1.155
Std. Deviation 4.764
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
penurunan DN tot 1-5 gaya
bebas .142 17 .200* .903 17 .077
penurunan DN tot 1-5 gaya
bebas .138 17 .200* .941 17 .325
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
158
DATA UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA
BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON)
No Denyut nadi pemulihan menit 1
(renang gaya bebas)
Denyut nadi pemulihan menit 5
(renang gaya bebas)
Denyut nadi pemulihan menit 1 (renang gaya
dada)
Denyut nadi pemulihan menit 5 (renang gaya
dada) 1 132.0 84.0 128.0 96.0 2 146.0 91.0 137.0 98.0 3 122.0 90.0 108.0 90.0 4 134.0 88.0 117.0 89.0 5 123.0 80.0 119.0 94.0 6 130.0 84.0 128.0 99.0 7 129.0 82.0 121.0 91.0 8 114.0 89.0 134.0 87.0 9 108.0 80.0 121.0 91.0 10 133.0 81.0 97.0 85.0 11 121.0 82.0 139.0 84.0 12 136.0 89.0 146.0 92.0 13 131.0 84.0 117.0 89.0 14 118.0 82.0 107.0 82.0 15 119.0 83.0 138.0 101.0 16 102.0 81.0 136.0 97.0 17 115.0 87.0 120.0 91.0
159
HASIL UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN
MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA
BEBAS DAN GAYA DADA (UJI WILCOXON)
Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
p5 bebas - p1 bebas Negative Ranks 17a 9.00 153.00
Positive Ranks 0b .00 .00
Ties 0c
Total 17
p5 dada - p1 dada Negative Ranks 17d 9.00 153.00
Positive Ranks 0e .00 .00
Ties 0f
Total 17
Test Statisticsb
p5 bebas - p1
bebas
p5 dada - p1
dada
Z -3.625a -3.624a
Asymp. Sig. (2-tailed) .000 .000
a. Based on positive ranks.
b. Wilcoxon Signed Ranks Test
160
DATA UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA
BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
No Kelompok Total penurunan denyut nadi menit pertama sampai kelima
1 1 48.0 2 1 45.0 3 1 42.0 4 1 36.0 5 1 43.0 6 1 46.0 7 1 37.0 8 1 45.0 9 1 38.0 10 1 42.0 11 1 39.0 12 1 47.0 13 1 37.0 14 1 36.0 15 1 36.0 16 1 41.0 17 1 48.0 18 2 32.0 19 2 39.0 20 2 28.0 21 2 38.0 22 2 35.0 23 2 39.0 24 2 30.0 25 2 27.0 26 2 40.0 27 2 32.0 28 2 25.0 29 2 34.0 30 2 28.0 31 2 35.0 32 2 37.0 33 2 29.0 34 2 29.0
Keterangan : 1 : kelompok renang gaya bebas 2 : kelompok renang gaya dada
161
HASIL UJI BEDA TOTAL PENURUNAN DENYUT NADI PEMULIHAN MENIT PERTAMA SAMPAI KELIMA KELOMPOK RENANG GAYA
BEBAS DAN GAYA DADA (UJI MANN WHITNEY)
Ranks
kelompok
perlakuan N Mean Rank Sum of Ranks
penurunan P1-P5 1 17 24.26 412.50
2 17 10.74 182.50
Total 34
Test Statisticsb
penurunan P1-
P5
Mann-Whitney U 29.500
Wilcoxon W 182.500
Z -3.967
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] .000a
a. Not corrected for ties.
b. Grouping Variable: kelompok perlakuan
162