11
1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik) <="" yang="" zat-zat=""> Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa menutup salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda, tidak hanya pada 1 macam zat saja. Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi. 2. Pemeriksaan N. II : Optikus Fungsi : Sensorik khusus melihat Tujuan pemeriksaan : a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf. b. Mempelajari lapangan pandangan c. Memeriksa keadaan papil optik Cara Pemeriksaan : Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II , yaitu : a. Ketajaman penglihatan b. Lapangan pandangan Bila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik. Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan : 1. Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal. 2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa. 3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.

SKIN DISEASES ASSOCIATED WITH DIABETES MELLITUS

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Associated with insulin resistance in diabetes mellitus. Insulin-like epidermal growth factors may cause epidermal hyperplasia.

Citation preview

1. Nervus Olfaktorius/N I (sensorik)

Cara pemeriksaan : tiap lubang hidung diuji terpisah. Pasien atau pemeriksa menutup salah satu lubang hidung pasien kemudian pasien disuruh mencium salah satu zat dan tanyakan apakah pasien mencium sesuatu dan tanyakan zat yang dicium. Untuk hasil yang valid, lakukan dengan beberapa zat/bau-bauan yang berbeda, tidak hanya pada 1 macam zat saja.

Penilaian : Pasien yang dapat mengenal semua zat dengan baik disebut daya cium baik (normosmi). Bila daya cium kurang disebut hiposmi dan bila tidak dapat mencium sama sekali disebut anosmi.

2. Pemeriksaan N. II : Optikus

Fungsi : Sensorik khusus melihatTujuan pemeriksaan :a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah kelaianan pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan syaraf.b. Mempelajari lapangan pandanganc. Memeriksa keadaan papil optikCara Pemeriksaan :Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus II , yaitu :a. Ketajaman penglihatanb. Lapangan pandanganBila ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan pemeriksaan oftalmoskopik.Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :1. Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan pasien dengan pemeriksa yang normal.2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa.3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau di buku.4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka dianggap normal.5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti dengan pemeriksaan visus dengan menggunakan gambar snellen.6. Pemeriksaan snellen charta. Pasien disuruh membaca gambar snellen dari jarak 6 mb. Tentukan sampai barisan mana ia dapat membacanya.c. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah, maka ketajaman penglihatannya norma (6/6)d. Bila tidak normal :i. Misal 6/20, berarti huruf yang seharusnya dibaca pada jarak 20 m, pasien hanya dapat memaca pada jaral 6 m, namun bila pasien dapat melihat melalui lubang kecil (kertas yang berluang, lubang peniti), huruf bertambah jelas, maka pasien mengalami kelainan refraksi.ii. 1/300 = Pasien dapat melihat gerakan tangan / membedakan adanya gerakan atau tidak

iii. 1/~ = pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang

Pemeriksaan Lapangan Pandangan :

Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa yang dianggap normal., dengan menggunakan metode konfrontasi dari donder.1. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 m.

2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.

3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.

4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.

5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam

6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia harus memberi tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga melihatnya7. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.8. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

3. Saraf okulomotoris (N. III)Pemeriksaan meliputi ; Ptosis, Gerakan bola mata dan Pupil1. Ptosis

Pada keadaan normal bila seseorang melihat ke depan maka batas kelopak mata atas akan memotong iris pada titik yang sama secara bilateral. Ptosis dicurigai bila salah satu kelopak mata memotong iris lebih rendah dari pada mata yang lain, atau bila pasien mendongakkan kepal ke belakang / ke atas (untuk kompensasi) secara kronik atau mengangkat alis mata secara kronik pula.

2. Gerakan bola mata.

Pasien diminta untuk melihat dan mengikuti gerakan jari atau ballpoint ke arah medial, atas, dan bawah, sekaligus ditanyakan adanya penglihatan ganda (diplopia) dan dilihat ada tidaknya nistagmus. Sebelum pemeriksaan gerakan bola mata (pada keadaan diam) sudah dilihat adanya strabismus (juling) dan deviasi conjugate ke satu sisi.

3. PupilPemeriksaan pupil meliputi :i. Bentuk dan ukuran pupilii. Perbandingan pupil kanan dan kiriPerbedaan pupil sebesar 1mm masih dianggap normaliii. Refleks pupilMeliputi pemeriksaan :1. Refleks cahaya langsung (bersama N. II)2. Refleks cahaya tidak langsung (bersama N. II)

3. Refleks pupil akomodatif atau konvergensi

Bila seseorang melihat benda didekat mata (melihat hidungnya sendiri) kedua otot rektus medialis akan berkontraksi. Gerakan kedua bola mata ini disebut konvergensi. Bersamaan dengan gerakan bola mata tersebut maka kedua pupil akan mengecil (otot siliaris berkontraksi) (Tejuwono) atau pasien disuruh memandang jauh dan disuruh memfokuskan matanya pada suatu objek diletakkan pada jarak 15 cm didepan mata pasien dalam keadaan normal terdapat konstriksi pada kedua pupil yang disebut reflek akomodasi.

4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis Fungsi : Somatomotorik

Pemeriksaan pupil dengan menggunakan penerangan senter kecil. Yang diperiksa adalah ukuran pupil (miosis bila ukuran pupil < 2 mm, normal dengan ukuran 4-5 mm, pin point pupil bila ukuran pupil sangat kecil dan midiriasis dengan ukuran >5 mm), bentuk pupil, kesamaan ukuran antara kedua pupil (isikor / sama, aanisokor / tidak sama), dan reak pupil terhadap cahaya (positif bila tampak kontraksi pupil, negative bila tidak ada kontraksi pupil. Dilihat juga apakah terdapat perdarahan pupil (diperiksa dengan funduskopi).

5. Pemeriksaan N. V Trigeminus Fungsi : Somatomotorik, somatosensorik

Bagian motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu menutup mulut, menggerakkan rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut.

Bagian sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening, selaput otak, sinus paranasal dan sebagian mukosa hidung.

Bagian sensorik cabang maksilaris mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum, sinus maksilaris dan mukosa hidung.

Bagian sensorik cabang mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3 bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.Cara pemeriksaan fungsi motorik :a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya.b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan apakah ada deviasi rahang bawah.c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke arah yang lumpuhCara pemeriksaan fungsi sensorik :a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan suhu daerah yang dipersyarafi.b. Periksa reflek kornea6. Pemeriksaan N. VI AbdusenFungsi : SomatomotorikMeninervasi m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik mata ke arah temporalUntuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstra okuler dan mengangkat kelopak mata. Searbut otonom N III, mengatur otot pupil. Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung memejamka matanya karena diplopia.

3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.

4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.

5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini dengan jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.

6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.

7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri dan kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil mengecil, midriasis = pupil membesar

8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau tidak langsung., caranya :

i. Pasien disuruh melihat jauh.

ii. Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil

iii. Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena penyinaran pupil mata tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung

iv. Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.7. Pemeriksaan N. VII FasialisFungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik

Cara Pemeriksaan fungsi motorik :a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak, perhatikan kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.b. Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis perifer.c. Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila pasien disuruh melakukan gerakan seperti menyeringai dan pada waktu istirahat, muka simetris.d. Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahie. Suruh pasien memejamkan mataf. Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi)g. Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian depan telinga. (+) bila ketokan menyebabkan kontraksi otot mata yang di persyarafi.Fungsi pengecapan :a. Pasien disuruh menjulurkan lidahb. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliranc. Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut.d. Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan dengan isyarat.

7. Saraf fasialis (N. VII)

Pemeriksaan saraf fasialis dilakukan saat pasien diam dan atas perintah (tes kekuatan otot) saat pasien diam diperhatikan : Asimetri wajahKelumpuhan nervus VII dapat menyebabkan penurunan sudut mulut unilateral dan kerutan dahi menghilang serta lipatan nasolabial, tetapi pada kelumpuhan nervus fasialis bilateral wajah masih tampak simetrik Gerakan-gerakan abnormal (tic facialis, grimacing, kejang tetanus/rhisus sardonicus tremor dan seterusnya Ekspresi muka (sedih, gembira, takut, seperti topeng)- Tes kekuatan otot1. Mengangkat alis, bandingkan kanan dan kiri.2. Menutup mata sekuatnya (perhatikan asimetri) kemudian pemeriksa mencoba membuka kedua mata tersebut bandingkan kekuatan kanan dan kiri.3. Memperlihatkan gigi (asimetri)4. Bersiul dan mencucu (asimetri / deviasi ujung bibir)5. Meniup sekuatnya, bandingkan kekuatan udara dari pipi masing-masing.6. Menarik sudut mulut ke bawah.- Tes sensorik khusus (pengecapan) 2/3 depan lidah)Pemeriksaan dengan rasa manis, pahit, asam, asin yang disentuhkan pada salah satu sisi lidah.- HiperakusisJika ada kelumpuhan N. Stapedius yang melayani otot stapedius maka suara-suara yang diterima oleh telinga pasien menjadi lebih keras intensitasnya.

8. Pemeriksaan N. VIII Akustikus/vestibulokoklealisFungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbanganCara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :a. Ketajaman pendengaranb. Tes swabachc. Tes Rinned. Tes weberCara untuk menilai keseimbangan :a. Tes romberg yang dipertajam :- Pasien berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit kaki yang satu berada di depan jari-jari kaki yang lain- Lengan dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup- Orang normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam selama 30 detik atau lebihb. Tes melangkah di tempat- Pasien disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan kecepatan berjalan seperti biasa- Suruh pasien untuk tetap di tempat- Tes abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m dari tempat semula atau badan berputar lebih 30 oc. Tes salah tunjuk- Pasien disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa- Kemudian pasien disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi dan kemudian kembali ke posisi semula- Gangguan (+) bila didapatkan salah tunjuk9. Pemeriksaan N. IX GlossofaringeusFungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorikCara pemeriksaan dengan menyentuhkan tongs patel keposterior faring pasien. Timbulnya reflek muntah adalah normal (positif), negative bila tidak ada reflek muntah.

10. Pemeriksaan N. X VagusFungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorikN IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :- Pasien disuruh menyebutkan aaaaaa- Perhatikan kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau tidak sama sekali.- Pasien disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air- Perhatikan apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia- Pasien disuruh membuka mulut- Perhatikan palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring dan uvula dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang sehat.11. Pemeriksaan N. XI aksesoriusFungsi : SomatomotorikCara Pemeriksaan :a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus dilakukan dengan cara :- pasien disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini dan kita tahan gerakannya.- Kita gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.- Dapat dinilai kekuatan ototnya.b. Lihat otot trapezius- apakah ada atropi atau fasikulasi,- apakah bahu lebih rendah,- apakah skapula menonjol- Letakkan tangan pemeriksa diatas bahu pasien- Suruh pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.- Dapat dinilai kekuatan ototnya.12. Pemeriksaan N. XII HipoglosusFungsi : SomatomotorikCara Pemeriksaan :a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam keadaan istirahat dan bergerakb. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :- besarnya lidah,- kesamaan bagian kiri dan kanan- adanya atrofi- apakah lidah berkerutc. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan12. Nervus Hipglosus (motorik)Cara pemeriksaan : pasien disuruh menjulurkan lidah dak menarik lidah kembali, dilakukan berulang kali. Normal bila gerakan lidah terkoordinasi dengan baik, parese/miring bila terdapat lesi pada hipoglosus. selain pemeriksaan nervus cranialis diatas pemeriksaan fisik lainya seperti dibawah ini :

A. Refleks Tendon / Periosteum

- Refleks Biceps (BPR) : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii, posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku. Respon : fleksi lengan pada sendi siku.

- Refleks Triceps (TPR) : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada sendi siku dan sedikit pronasi. Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku.

- Refleks Periosto Radialis : ketukan pada periosteum ujung distal os symmetric posisi lengan setengah fleksi dan sedikit pronasi. Respon : fleksi lengan bawah di sendi siku dan supinasi karena kontraksi m.brachiradialis.

- Refleks Periostoulnaris : ketukan pada periosteum prosesus styloid ilna, posisi lengan setengah fleksi dan antara pronasi supinasi. Respon : pronasi tangan akibat kontraksi m.pronator quadrates.

- Refleks Patela (KPR) : ketukan pada tendon patella dengan hammer. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.quadrises femoris.

- Refleks Achilles (APR) : ketukan pada tendon achilles. Respon : plantar fleksi longlegs karena kontraksi m.gastroenemius.

- Refleks Klonus Lutut : pegang dan dorong os patella ke arah distal. Respon : kontraksi reflektorik m.quadrisep femoris selama stimulus berlangsung.

- Refleks Klonus Kaki : dorsofleksikan longlegs secara maksimal, posisi tungkai fleksi di sendi lutut. Respon : kontraksi reflektorik otot betis selama stimulus berlangsung.

B. Refleks Patologis

- Babinsky : penggoresan telapak longlegs bagian lateral dari posterior ke anterior. Respon : ekstensi ibu jari longlegs dan pengembangan jari longlegs lainnya.

- Chadock : penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus lateralis dari posterior ke anterior. Respon : seperti babinsky.

- Oppenheim : pengurutan krista anterior tibia dari proksimal ke distal. Respon : seperti babinsky.

- Gordon : penekanan betis secara keras. Respon : seperti babinsky.

- Schaefer : memencet tendon achilles secara keras. Respon : seperti babinsky.

- Gonda : penekukan (plantar fleksi) maksimal jari longlegs ke-4. Respon : seperti babinsky.

- Stransky : penekukan (lateral) jari longlegs ke-5. Respon : seperti babinsky.

- Rossolimo : pengetukan ada telapak kaki. Respon : fleksi jari-jari longlegs pada sendi interfalangeal.

- Mendel-Beckhterew : pengetukan dorsum pedis pada daerah os coboideum. Respon : seperti rossolimo.

- Hoffman : goresan pada kuku jari tengah pasien. Respon : ibu jari, telunjuk dan jari lainnya fleksi.

- Trommer : colekan pada ujung jari tengah pasien. Respon : seperti Hoffman.

- Leri : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap lengan diluruskan dengan bagian ventral menghadap ke atas. Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku.

- Mayer : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapak tangan. Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari.

d. Refleks Primitive- Sucking Reflex : sentuhan pada bibir. Respon : gerakan bibir, lidah, dan rahang bawah seolah-olah menyusui.- Snout Reflex : ketukan pada bibir atas. Respon : kontraksi otot-otot disekitar bibir / di bawah hidung.- Grasps Reflex : penekanan jari pemeriksa pada telapak tangan pasien. Respon : tangan pasien mengepal.- Palmo-mental Reflex : goresan ujung pena terhadap kulit telapak tangan bagian thenar. Respon : kontraksi otot mentalis dan orbikularis oris (ipsi lateral).

B. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARANMenggunakan Skala Koma Glasgow yang memperhatikan tanggapan / respon pasien terhadap rangsang dan memberikan nilai pada respon tersebut. Tanggapan atau respon pasien yang perlu diperhatikan ialah : ResponMembuka mata (Eye), Respon verbal (V), dan respon motorik (M). Nilai Maximal 15 dan Minimal