9

Click here to load reader

SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

Prosiding Seminar Nasional Bahasa Ibu VII. ISBN ; 978-602-7776-89-0.

SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG

Ni Luh Nyoman Seri Malini

Luh Ketut Mas Indrawati

Universitas Udayana

[email protected]

Abstract

This paper aims at discussing to real condition of Balinese (trans-) migrant in Lampung Province

related to their efforts to develop Balinese language in Lampung Province. The research were

conducted in Middle Lampung Regency with participation observation method. The results

showed that the inheritance system of Balinese Languange by Balinese (trans-) migrants in

Lampung region occurred informally and non-formal.

Key words : Balinese, Language, transmigrant, Lampung.

PENDAHULUAN

Bahasa adalah cara pandang dan pola pikir masyarakat pemakainya. Melenyapkan satu

bahasa identik dengan melenyapkan pola pikir manusia. Oleh karena itu, Koentjaraningrat (1985)

memasukkan bahasa sebagai salah satu aspek utama kebudayaan. Kita bisa mempelajari

pengetahuan tentang cara mengelola lingkungan, cara bertahan hidup, pengobatan, perbintangan,

dan lain-lain suatu bangsa dari bahasa bangsa tersebut. Pengetahuan tersebut secara turun-temurun

diwariskan baik dalam bentuk tulisan maupun lisan. Terkait dengan pewarisan bahasa , peran orang tua menjadi sangat sentral. Orang tua merupakan mata rantai “pewarisan” bahasa daerah

ke anak-anaknya. Jika si anak tidak menggunakan bahasa daerah tersebut, maka kemungkinan

besar anak cucunya tidak memakai bahasa daerah tersebut. Ketidakterpakaian bahasa secara

berkesinambungan dengan jumlah penutur yang terus menurun merupakan permulaan kepunahan

suatu bahasa.

UNESCO sangat prihatin dengan ancaman kepunahan bahasa-bahasa ibu di dunia. Dalam

beberapa tahun terakhir di Indonesia, terjadi penurunan jumlah bahasa ibu, seperti di Papua dari

273 bahasa menjadi 271 bahasa, di Sumatera dari 52 bahasa kini 49 bahasa, dan di Sulawesi dari

116 bahasa turun menjadi 114 bahasa. Untuk itu, UNESCO pun merasa perlu menetapkan hari bahasa ibu internasional yang jatuh setiap tanggal 21 Februari. Salah satu kegitan yang dapat dilakukan untuk mencegah ancaman kepunahan suatu bahasa adalah dengan mengindentifikasi sistem pewarisan bahasa ibu yang ada di daerah transmigran seperti misalnya sistem pewarisan Bahasa Bali oleh transmigran Bali di Provinsi Lampung.

METODE

Penelitian ini dilakukan di wilayah transmigran Bali di Provinsi Lampung. Provinsi

Lampung termasuk provinsi yang penduduknya heterogen karena terdiri dari berbagai macam suku

bangsa. Hal tersebut dikarenakan sejarah Provinsi Lampung yang selalu membuka program

transmigrasi dari daerah manapun di Indonesia.

Provinsi Lampung dipilih sebagai tempat penelitian karena daerah ini merupakan daerah

tujuan transmigrasi pertama dengan jumlah kepala keluarga terbesar bagi transmigran Bali.

Adapun daerah yang menjadi fokus penelitian adalah enam desa di tiga kabupaten berbeda yang

Page 2: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

Ni Luh Nyoman Seri Malini Luh Ketut Mas Indrawati

2

menjadi desa rintisan transmigrasi dan daerah tujuan transmigrasi penduduk provinsi Bali. Desa-

desa yang menjadi lokasi penelitian adalah Desa Rama Gunawan, Rama Dewa, dan Rama Nirwana

di Kabupaten Lampung Tengah; Desa Toto Mulyo dan Mesuji di Kabupaten Tulang Bawang; dan

Desa Rejobinangun Raman Utara di Kabupaten Lampung Timur. Data penelitian bahasa terdiri

dari tiga jenis, yaitu ujaran lisan, data tulis, dan instuisi bahasa peneliti (Langacker, 1972:15).

Intuisi dapat dipakai apabila peneliti sekaligus sebagai penutur asli dari bahasa yang sedang diteliti.

Penelitian ini memanfaatkan dua jenis data, yaitu data lisan dan intuisi bahasa peneliti. Data lisan

dikumpulkan dari kata-kata dan tindakan nyata warga transmigran Bali. Pemerolehan data

dilakukan dengan menggunakan metode observasi dan metode wawancara. Analisis data penelitian

ini menggunakan teknik analisis data secara kualitatif dan secara kuantitatif.

KAJIAN PUSTAKA

Wolfowitz (1991) melakukan penelitian terhadap masyarakat imigran Jawa di Suriname.

Masyarakat Jawa di Suriname berasal dari desa di Jawa Tengah yang memiliki budaya Jawa yang ’tinggi’.

Dengan menggunakan pendekatan antropologi dan sosiologi, penelitian ini mengamati pilihan bahasa

masyarakat Jawa di Suriname. Penelitian itu menemukan bahwa generasi pertama menganggap kompetensi

stilistik merupakan hal yang sangat penting pada status sosial, sedangkan bagi sebagian kecil generasi kedua

dan ketiga kompetensi tersebut merupakan masalah pendidikan yang terkait dengan penghormatan. Hal lain

yang ditemukan Wolfowitz pada masyarakat migran Jawa adalah bahwa mereka memiliki paradigma

leksikal yang harus dikuasi oleh semua orang dewasa dan remaja dalam berbagai interaksi sosial.

Koesoebjono (2000) mengatakan bahwa para migran asal Jawa di Suriname yang

berjumlah sekitar 400.000 orang menduduki peringkat ketiga setelah orang- orang Creoles dan

Hindu. Leluhur para migran ini tiba pertama kali di Suriname pada tahun 1890 sebagai pekerja.

Sebagian besar dari mereka tinggal di Groningen, Amsterdam, Den Haag, Rotterdam, 's-

Hertogenbosch dan Zoetermeer. Meskipun mereka telah berhasil berintegrasi dengan kehidupan

dan budaya Belanda, mereka berupaya terus menerus untuk mempertahankan identitas etnis

kejawaannya dengan berbagai cara. Salah satu kegiatan yang belakangan dilakukan adalah dengan

memperingati perayaan 110 tahun tibanya para migran pertama dari Jawa di Suriname. Keinginan

orang-orang Jawa Suriname untuk mempertahankan dan mengembangkan kebudayaan asal mereka

terlihat jelas dari usaha-usaha yang dilakukan seperti mendirikan lembaga-lembaga kerakyatan

tradisional yang mereka kenal ada di Jawa. Mereka juga mengajarkan bahasa Jawa kepada generasi

muda mereka dan mewariskan tradisi-tradisi beserta ekspresi-ekspresi kebudayaan Jawa, seperti

pertunjukan wayang kulit, jaran kepang, tayuban, dan gamelan (Gooswit, 1988 dalam Koesobjono,

2000). Mereka juga menyelenggarakan upacara slametan, merayakan akhir bulan puasa (lebaran

atau bodo), pernikahan ala Jawa, mitoni (upacara usia kehamilan tujuh bulan), dan sunatan. Seperti

halnya di Jawa, mereka memiliki orang-orang yang mempunyai keterampilan khusus untuk

melakukan upacara-upacara yang telah diungkapkan di atas, seperti dukun bayi (membantu orang

melahirkan), dukun manten (memimpin upacara perkawinan), dan dukun sunat (dalam upacara

sunatan).

Penelitian ini menunjukkan bahwa pewarisan kebudayaan disampaikan secara oral dan

sebagai konsekuensinya adalah banyak aspek kebudayaan menjadi kabur, menyimpang dari

aslinya, dan mendapatkan interpretasi-interpretasi baru, atau bahkan hilang seiring perjalanan

waktu. Adanya interpretasi dan pemaknaan tradisi yang berbeda dan digunakannya kata-kata yang

bervariasi oleh masyarakat menunjukkan bahwa mereka datang atau berasal dari daerah yang

berbeda di Jawa yang kemudian berdampak pula terhadap praktek formal kehidupan keagamaan

mereka. Didapatkan pula bahwa saat ini kebudayaan Jawa Suriname telah dipengaruhi oleh

kebudayaan kelompok etnis lain, termasuk juga oleh budaya barat.

Dikatakan bahwa bahasa Jawa yang diwariskan kepada generasi muda Jawa Suriname

merupakan bagian dari ekspresi-ekspresi kebudayaan Jawa. Ini ditunjukkan dengan masih

dipeliharanya aras tutur bahasa Jawa yang diajarkan oleh migran generasi pertama di Suriname,

seperti Jawa ngoko (variasi bahasa Jawa untuk mereka yang memiliki status sosial rendah) dan

sebaliknya Jawa kromo (variasi bahasa Jawa untuk orang yang status sosialnya tinggi).

Page 3: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

3

Hal tersebut dialami juga oleh warga migran di berbagai belahan dunia lain, misalnya

penelitian yang dilakukan oleh Dil dan Curry (1981:159) di Amerika Serikat pada tahun 1924

mengenai keberagaman bahasa dan kontak bahasa. Mereka menyatakan bahwa dari tahun 1840 sampai

dengan tahun 1924 di daerah-daerah Amerika Serikat terdapat perkembangan penguasaan berbahasa para

emigran. Pada tahun 1840 kaum emigran cenderung menggunakan bahasa-bahasa kultur atau asalnya.

Namun, pada tahun 1924 kaum emigran mengembangkan kecenderungan hanya menggunakan satu bahasa,

yaitu bahasa Inggris. Dapat disimpulkan bahwa generasi ketiga kelompok emigran di Amerika Serikat

cenderung melupakan bahasa kulturnya. Perubahan yang bersifat umum tersebut menurut Dil (1981:266)

ternyata memiliki pola-pola khusus. Dil, juga melaporkan hasil pengamatannya terhadap perubahan

kecenderungan penggunaan bahasa di negara-negara Eropa. Laporan tersebut menyatakan bahwa terdapat

kecenderungan perubahan penggunaan bahasa yang pada dasarnya bersifat individual sehingga membentuk

gejala umum. Artinya, makin dewasa individu suatu kelompok emigran atau kultur, makin besar

kecenderungannya untuk meninggalkan bahasa kultur dan menggunakan satu bahasa yang dipahami oleh anggota

antarkultur.

Kismosuwartono (1991:107) yang mengkaji pola pengasuhan anak keluarga petani

transmigran Jawa dan Bali di Lampung Tengah. Salah satu aspek pembahasan yang dikemukakan

yaitu penggunaan bahasa Jawa oleh anak-anak transmigran Bali dalam kehidupan sehari-hari.

Kendati pihak orang tua berbicara bahasa Bali, anak-anak muda menjawabnya dengan bahasa Jawa.

Hasil penelitian tersebut jelas menggambarkan gejala keterdesakan bahasa Bali. Meskipun penelitian

ini bersifat antropologis, penelitian ini juga menyentuh masalah kebahasaan. Hasil penelitian yang

menggambarkan adanya gejala memprihatinkan terhadap bahasa Bali itu mengisyaratkan bahwa

pentingnya langkah-langkah mempertahankan bahasa Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Bahasa merupakan alat pengembangan kebudayaan, jalur penerus kebudayaan, dan inventaris ciri-ciri

kebudayaan. Oleh karena itu, bahasa juga merupakan faktor penting dalam membentuk identitas kultural

dan identitas sosial termasuk di dalamnya identitas etnis, anggota masyarakat. Terdapat dua faktor penting

untuk menentukan butir nilai kultural seorang dwibahasawan, yaitu butir-butir nilai yang dihasilkan dari kontak

kebudayaan dan lingkungan sosial yang spesifik dan lingkungan keluarga yang membentuk tipe pengalaman

dwibahasawan tersebut. Dalam situasi bahasa dan kebudayaan, terlihat beberapa kemungkinan kasus.

Kemungkinan kasus-kasus yang akan muncul tersebut adalah seperti berikut, 1) seseorang akan menggunakan

satu bahasa di rumah, dan menggunakan bahasa lainnya di luar rumah atau di masyarakat; 2) seseorang akan

menggunakan dua bahasa di rumah dan satu bahasa di antaranya dipergunakan di masyarakat; 3) seseorang

akan menggunakan dua bahasa di rumah dan kedua-duanya juga dipakai di luar/masyarakat; dan 4) seseorang

akan menggunakan dua bahasa di rumah, tetapi kedua-duanya tidak dipakai di luar/masyarakat.

Page 4: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

Ni Luh Nyoman Seri Malini Luh Ketut Mas Indrawati

4

Berbagai kemungkinan terhadap situasi kebahasaan juga ditemukan di daerah

transmigran Bali di Lampung. Di Provinsi Lampung, penutur bahasa Bali menggunakan bahasa

Bali sebagai alat komunikasi interetnis. Bahasa Bali digunakan khususnya dalam ranah-ranah

tertentu seperti ranah keluarga, kekariban, religi, pekerjaan-khususnya pertanian, dan ranah

kesenian. Penutur bahasa Bali juga memiliki ranah-ranah tersendiri dalam yang tanpa di sadari

telah meningkatkan fungsi bahasa Bali. Hal itu terlihat dari munculnya organisasi informal yang

tergabung dalam sekeha-sekaha (kelompok-kelompok) tertentu seperti sekaha gong, sekeha igel,

sekeha tajen, sekeha mancing . Anggota sekeha tersebut penutur bahasa Bali yang memiliki

kesenangan yang sama dan rasa identitas etnis yang sama. Dalam berinteraksi mereka

menggunakan bahasa Bali. Tanpa mereka sadari, para penutur bahasa Bali tersebut telah

mengembangkan status fungsional bahasa Bali. Meskipun pengembangan sudah dilakukan, namun

peningkatan mutu berbahasa tetap perlu dilakukan di kalangan penutur Bahasa Bali dalam hal ini

transmigran Bali (Malini: 2011).

Berdasarkan hasil penelitian terhadap sistem pewarisan bahasa Bali ditemukan fakta

bahwa sistem pewarisan bahasa Bali terhadap generasi muda Bali berlangsung secara alamiah

melalui jalur informal dan non formal.

Bahasa Bali di Lampung tidak diajarkan sebagai bidang studi tersendiri di

sekolah, tetapi biasanya di selipkan dalam pelajaran agama Hindu. Hal tersebut dinyatakan

oleh informan mengenai pengajaran bahasa di sekolah, seperti pernyataan berikut.

Kutipan

[…………]

I : Untuk pendidikan bahasa Bali di Lampung bu...Sebenarnya kita sekarang kan wajib

mengikuti bahasa lokal bu..Jadi anak-anak disini ya belajar Bahasa Lampung. ..

P : Oh..ya.. Dari kelas satu ya bu..?

I : Ya.. dari kelas satu sampai enam. Mereka bisa berbahasa Lampung, tapi ya tidak nyantol ...

karena mereka kan tidak pakai sehari-hari... Jadi kalau disuruh ngerjakan tugas sekolah ya

mereka bisa..

P : Aksaranya gimana bu...?

I : Bisa... mereka bisa aksara Lampung...

P : Gurunya bu...?

I : Ya.. orang Bali atau Jawa...ndak ada yang orang Lampung. Jadi kemampuan gurunya

ya begitu bu...karena ndak pernah dipakai sehari-hari. Kalau Bahasa Bali hanya diselip-

selipkan saja bu kalau ada pelajaran agama Hindu... Tapi kan masalahnya kalau guru

agamanya itu orang Bali, kalau orang Jawa ? Soalnya agama Hindu itu kan tidak hanya

orang Bali ya bu.. Ya akhirnya ndak bisa juga... Menurut saya ya bu... Sekarang ini

banyak orang salah kaprah tentang pengajaran bahasa Bali. Bahasa itu diajarkan

kepada anak ketika anak sudah besar. Jadi anak itu susah bisanya bu.. Kalau saya ya

bu..meskipun saya bukan Bali asli—saya ini sebetulnya keturunan Jawa bu.., tapi saya

sudah diangkat anak oleh orang Bali sejak kecil dan menikah sama orang Bali..—tapi saya

bisa berbahasa Bali, ya..walaupun yang bahasa halus tidak bisa bu.. Saya di rumah selalu

berbahasa Bali dengan keluarga. Walaupun anak-anak kadang-kadang menjawab dengan

bahasa Jawa atau Indonesia tapi saya tetep Bahasa Bali. Ke cucu saya pun saya selalu

berbahasa Bali . Karena bu.. menurut saya anak-anak kecil itu di rumah harus

diajarkan bahasa daerahnya sendiri, ya kalau kita kan Bahasa Bali ya. Bu.. Kalau

yang orang Jawa ya.. bahasa Jawa. Bahasa Indonesia ndak usah diajarkan di rumah pun

nanti mereka otomatis TK aja udah bisa kok.. wong bahasa pengantar di sekolah dan

lingkungan begini kok.. Jadi intinya bu... bahasa Bali itu harus diajarkan sejak awal,

kalau ndak gitu bisa punah bu... Wong anak saya, saya marahi bu.. kalau pake bahasa

Indonesia..

P : Kalau dimasukkan kurikulum bu....?

I : Idealnya begitu bu... Tapi kan banyak orang.. ya susah juga.. Seperti murid saya

bu...hampir seluruhnya orang Jawa.., dua orang aja yang Hindu Bali, 2 orang Hindu

Page 5: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

5

Jawa .. Kalau diajarkan bahasa Bali... ya repot juga bagi anak yang lain. Tapi caranya ya

itu tadi bu.. pintar-pintarnya guru agama Hindu Bali menyelipkan dan dilatih di rumah.

Dari uraian informan terlihat bahwa bahasa Bali tidak diajarkan di sekolah secara formal

tetapi hanya diselipkan saja pada mata pelajaran agama Hindu dan tentu saja dilakukan oleh guru

agama Hindu etnis Bali. Dapat diprediksi bahwa pembelajaran bahasa Bali di sekolah tidak

berlangsung secara sistematik. Informan juga tidak mengabaikan bahwa ditemukan kendala dalam

pengajaran Bahasa Bali di sekolah yaitu bahwa jumlah penutur Bali lebih sedikit daripada penutur

bahasa mayoritas. Namun demikian, informan juga mempunyai pandangan yang bahwa bahasa

Bali harus diajarkan sejak dini dan dimulai dari rumah tangga. Melihat fenomena yang terjadi

mengenai pengajaran bahasa, informan juga menunjukkan kekhawatirannya akan kepunahan

bahasa Bali di masa mendatang. Kekwatiran tersebut perlu dijawab oleh berbagai pihak khususnya

penutur bahasa Bali itu sendiri.

Selain diselipkan pada pelajaran agama Hindu di sekolah, secara lebih terstruktur pelajaran

bahasa dan aksara Bali diajarkan di jalur nonformal, yaitu di pasraman-pasraman yang ada di

Lampung seperti yang terlihat dalam jadwal pelajaran berikut.

Gambar 1. Kurikulum Bahasa Bali di Pasraman Aditya Dharma.

Berdasarkan informasi yang diberikan oleh informan bahwasanya ketersediaan guru yang

mahir mengajarkan bahasa Bali di sekolah dan di lembaga nonformal seperti pasraman di

Lampung sangat terbatas. Ketiadaan buku pelajaran bahasa Bali juga menyulitkan para guru dan

murid untuk mendapatkan materi pelajaran bahasa Bali yang memadai. Kondisi riil di lapangan

menuntut pemerintah dan penutur bahasa itu sendiri untuk bersinergi dalam upaya pembinaan dan

pengembangan bahasa daerah khususnya dalam hal pendidikan.

Namun demikian berdasarkan pengamatan di lapangan, beberapa pura di

Lampung Tengah sudah menggunakan papan nama yang menggunakan aksara Bali,

seperti terlihat pada gambar berikut.

Page 6: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

Ni Luh Nyoman Seri Malini Luh Ketut Mas Indrawati

6

Gambar 2. Keberadaan aksara Bali pada Pura di Lampung

Dari fakta gambar di atas terlihat telah adanya upaya sosialisasi aksara Bali oleh tingkat

elit Hindu etnis Bali. Upaya lebih jauh terhadap sosialisi aksara Bali khususnya pada ranah-ranah

sensitif seperti awig-awig tampaknya belum dapat dilakukan oleh transmigran Bali. Hal tersebut

dikarenakan karena keterbatasan transmigran Bali dalam memahami aksara Bali. Upaya

penggunaan aksara Bali juga telah dilakukan oleh kalangan populis yaitu orang yang berpengaruh

di kalangan transmigran Bali dengan menandai selesainya pembangunan rumahnya seperti terlihat

pada gambar berikut.

Gambar 3. Aksara Bali di rumah transmigran Bali

Pada saat ini penulisan aksara Bali oleh transmigran Bali masih menggunakan cara

manual. Transmigran Bali belum tersentuh penulisan aksara Bali dengan komputer dengan program

Bali Simbar. Aplikasi program Bali Simbar adalah piranti lunak aksara Bali. Bagi transmigran Bali

hal tersebut merupakan kendala tersendiri dalam upaya sosialisasi aksara Bali. Bagi transmigran

Bali yang umumnya berprofesi sebagai petani dan sebagian besar belum paham terhadap

komputer jadi mengaplikasikan program Bali Simbar merupakan sesuatu yang rumit. Bagi kaum

terpelajar penggunaan dan penyebar luasan informasi melalui aksara Bali juga merupakan kendala

karena aksara Bali belum dikuasai oleh transmigran Bali khususnya kalangan generasi muda

(Malini, 2011)

Berdasarkan kutipan dan hasil observasi tersebut didapatkan gambaran bahwa upaya

pewarisan bahasa Bali dilakukan secara informal melalui lingkungan keluarga karena secara

formal, melalui jalur pendidikan, tidak ada kebijakan yang mengakomodasi untuk diajarkannya

bahasa etnis asal di daerah transmigrasi. Oleh karena itu, kemampuan berbahasa Bali anak

cenderung lemah dan tidak standar, terlebih lagi kondisi sosial di daerah transmigrasi yang

beraneka ragam mengharuskan mereka untuk menguasai lebih dari satu bahasa untuk bisa

berkomunikasi dengan etnis lainnya. Selain itu, kekerapan mereka berkontak dengan etnis lain

berakibat pada menurunnya pajanan terhadap bahasa Bali dalam kehidupan transmigran Bali.

Sehingga dapat dikatakan bahwa dinamika kebahasaan yang terjadi terdiri atas dua garis besar,

yakni 1) Pajanan terhadap bahasa Bali di Lampung cenderung berkurang akibat faktor sosial-

budaya; dan 2) Sistem pewarisan bahasa Bali yang hanya mungkin ditempuh secara infomal

melalui lingkungan keluarga menyebabkan penggunaan atas bahasa Bali menjadi terdevaluasi

karena bahasa Bali tidak berkembang sesuai dengan fungsi sosiolinguistiknya. Faktor pendorong

hal ini terutama disebabkan oleh menurunnya penguasaan dan pemahaman terhadap bahasa Bali

secara formal. Jadi secara implisit bisa dilihat bahwa kedua hal tersebut saling terkait satu sama

lain. Grosjean (1995:240) dan Fasold (1987:83) mengatakan bahwa usaha pelestarian B1 sangat

bergantung pada situasi tempat bahasa itu digunakan, faktor pribadi, dan faktor sikap. Faktor

pribadi terkait dengan anak itu sendiri dan faktor sikap mengacu kepada sikap anak itu sendiri,

sikap orang tua anak, sikap keluarga dekat anak yang tinggal bersama, sikap teman-teman, guru-

guru, dan faktor lingkungan (Romaine,1995:236).

Page 7: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

7

Sutjaja (1996:220) menyampaikan bahwa komunitas Bali di Lampung menghadapi dua

permasalahan pada saat bersamaan, yakni (a) memudarnya penggunaan aras tutur (speech level)

dan tergantikan oleh penggunaan bentuk lumrah secara lebih dominan dan (b) bahasa Bali semakin

jarang dipergunakan dan tergantikan oleh Bahasa Indonesia dan bahasa Jawa. Hal itu dapat

dikatakan bahwa bahasa Bali yang dipergunakan di Lampung merupakan bentuk yang paling

sederhana yang penggunaannya dipertahankan di sepanjang pura-pura dan kuil Bali sebagai

penanda utama identitas ke-Bali-an mereka. Pejanan (exposure) terhadap Bahasa Bali menjadi jauh

berkurang karena kontak dengan orang non-Bali yang berbicara dalam bahasa Indonesia atau Jawa

menjadi kian intensif yang mengharuskan orang Bali menggunakan Bahasa Indonesia sebagai

Lingua Franca. Bahkan, secara sosial anak-anak menjadi lebih sering berbahasa Jawa kepada

tetangga Jawa mereka, sebaliknya anak-anak Jawa amat jarang yang berbahasa Bali. Dalam situasi

menurunnya penggunaan bahasa Bali, dikatakan Sutjaja (1996:220) bahwa kesenian memegang

peranan vital dalam upaya pemertahanan bahasa Bali di Lampung seperti yang terjadi di Bali.

Berbagai bentuk kesenian mengemban peranan tersebut walaupun bentuk-bentuk kesenian ini telah

mengalami perubahan. Rekaman-rekaman seni tradisional dan kesusastraan (pepaosan, kidung,

arja, drama gong, dan wayang) yang didatangkan dari Bali dapat dianggap cara termudah untuk

menjaga akses tradisi Bali di Lampung.

SIMPULAN DAN SARAN

Penguasaan bahasa Bali sebagai bahasa ibu etnis Bali di Lampung berlangsung secara

alamiah. Artinya bahwa bahasa dikuasai karena interaksi dengan pemakai dalam pemakaian bahasa

yang dikuasai. Sistem dan mekanisme pewarisan bahasa baik yang dilakukan pada ranah formal

maupun informal Penguasaan bahasa ibu seperti ini tidak dirancang secara sistematik-formal. Analisis terhadap sikap bahasa para responden terhadap bahasa Bali menunjukkan bahwa para

transmigran memiliki sikap positif terhadap bahasa Bali. Hal ini menjanjikan dampak yang cukup

prospektif bagi pemertahanan bahasa Bali di Lampung. Akan tetapi kondisi ini perlu didukung oleh

model dan sistem perencanaan bahasa yang komprehensif dan sesuai dengan konteks situasi

kebahasan yang dialami transmigran Bali. Alternatif model perencanaan bahasa yang dapat

diperhitungkan adalah perencanaan bahasa dengan prosedur perencanaan bahasa yang difokuskan

pada fungsi bahasa dan dimensi perencanaan yang difokuskan pada perencanaan pemerolehan

bahasa (acquisition planning). Acquisition planning menitikberatkan pada pengajaran dan

pembelajaran bahasa, baik itu bahasa nasional, bahasa kedua atau bahasa asing. Hal ini meliputi

usaha-usaha untuk mempengaruhi jumlah pengguna dan distribusi suatu bahasa dan aksaranya

yang didapatkan dengan membuat suatu kesempatan dan insentif untuk mempelajari bahasa yang

bersangkutan. Acquisition planning berhubungan langsung dengan penyebaran suatu bahasa. Hal

ini biasanya dilakukan oleh suatu badan yang bertanggung jawab terhadap pengembangannya baik

dalam tingkat nasional, regional, atau lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, I. 2006. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Aitchison, J. 1991. Language Change: Progress or Decay. Sydney: Cambridge University Press

Alwasilah, C. 2002. Pokoknya Kualitatif: Dasar-Dasar Merancang dan Melakukan Penelitian

Kualitatif. Jakarta: PT. Dunia Pustaka Jaya

Alwi, Hasan. 2001. “Kebijakan tentang Bahasa Daerah “ dalam Dendy Sugono dan Abdul Rozak

Zaidan (eds).Bahasa Daerah dan Otonomi Daerah, Risalah konferensi Bahasa Daerah.hal

38-47. Jakarta: Pusat Bahasa

Azwar, S. 2008. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya (edisi kedua). Yogyakarta: Pustaka

Pelajar

Page 8: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

Ni Luh Nyoman Seri Malini Luh Ketut Mas Indrawati

8

Bagus, I. G. N. 2003. “Hidup Bersama dan Etik Multikultural: Peluang dan Tantangannya dalam

Hidup Berbangsa” dalam Martono dkk (ed). Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural.

Universitas Surabaya: Forum Rektor Indonesia Simpul Jawa Timur

Bell, R. T. 1976. Sociolinguistics: Goals, Approaches, and Problems. London: Batsford

Blum, L. A. 2001. “Antirasisme, Multikulturalisme, dan Komunitas antar-ras: Tiga Nilai yang

Bersifat Mendidik bagi Sebuah Masyarakat Multikultural” dalam L. May, S. Collins-

Chobanian, dan K. Wong (ed). Etika Terapan I: Sebuah Pendekatan Multikultural (terj).

Hal. 15-25. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Budiono, P., Sugeng, P. H., dan Setiawan, A. 1997. “Strategi Budaya dalam Rangka Transformasi

Budaya di Daerah Transmigrasi” dalam Muhajir Utomo & Rofiq Ahmad (ed). 90 Tahun

Kolonialisasai, 45 Tahun Transmigrasi. Hal 185-190.Jakarta: Puspawara

Chamber, J.K. 2003. Sociolinguistic Theory. UK/USA: Blackwell Publisher

Collins, J. T. 2006. ”Bahasa Daerah yang Terancam Punah: Tinjauan di Maluku dan Kalimantan”.

Makalah disajikan dalam Seminar Pelestarian Bahasa Daerah diselenggarakan oleh Pusat

Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 9 Desember

Dhanawathy, N. M. 2001. “Bahasa Jawa bagi transmigran Bali di Lampung Tengah: Sebuah

Fenomena yang mengisysratkan Pentingnya Pembinaan Bahasa Daerah Asal di Daerah

Transmigrasi”. Makalah dalam Kongres Bahas Jawa III di Yogyakarta.

Englebretson, R. 2003. Searching for Structure: The Problem of Complementation in Colloquial

Jakarta Indonesian Conversation. Amsterdam: John Benjamin Publishing

Fasold, R. 1984. The Sociolinguistics of Society. Oxford: Basil Blackwell

Fay, B. 2002. Filsafat Ilmu Sosial Kontemporer. Yogyakarta:Penerbit Jendela

Garvin, P.L dan Matthiot, M. 1968. “The Urbanization of the Guarani Language: Problem in Language and

Culture” dalam Fishman, Joshua (ed). Reading in the Sociology of Language. Mouton: The Hague

Geertz, C. 1959. “Form and Variation in Balinese Village Structure” dalam American

Anthropologist, 61, hal. 991-1012

Grosjean, F. 1982. Life with Two Languages: An Introduction to Bilingualism. England: Harvard University

Press.

Hamers, J. F. dan Blanc, M. H. A. 1989. Bilinguality and Bilingualism. Cambridge: Cambridge University

Press.

Hasanudin. 2009. “Wacana Identitas Etnik Masyarakat Minangkabau di Bali” (Disertasi).

Denpasar: Universitas Udayana

Haugen, E. 1974. “Dialect, Language, Nations” dalam Pride, J. B dan Holmes, J (ed).

Sociolinguistics. London: Penguin Books

Haugen, E. 1978. “Bilingualism, Language Context, and Immigrant Language in the United States”

dalam Fishman, J. A. (ed). Advances in the Study of Social Multilingualism. The Hague:

Mouton

Koentjaraningrat. 1985. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Koesoebjono. 2000. “Towards a new Javaneseness” makalah yang disajikan pada The 12th

Workshop of the European Social Science Java Network/ESSSJN Amstredam, 20-21

Januari 2000

Krauss, Michael. 1992. “The World’s Languages in Crisis”. Languages LXVIII.1:4-10.

Labov, W. 1994. Principles of Linguistic Change. USA: Blackwell Publishers

Langacker, R, 1972. Fundamental of Linguistic Analysis. New York: Harcourt

Lincoln, Y dan Guba, E. 1985. Naturalistic Inquiry. Beverly Hills:Sage Publications

Lukman. 2002. “Pemertahanan Bahasa Warga Transmigran Jawa di Wonomulyo-Polmas” dalam

Buku Panduan Kongres Linguistik Nasional X. Denpasar: Masyarakat Linguistik

Indonesia, Pusat Bahasa, dan Fakultas Sastra Universitas Udayana

Mackey, W. F. 1968. “The Description of Bilingualism” dalam Fishman, J. A. (ed). Readings in the

Sociology of Language. The Hague: Mouton

Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. Jakarta: PT RajaGrafindo

Malini, Ni Luh Nyoman Seri. 2011. ” Dinamika Bahasa Bali di Daerah Transmigran di Provinsi

Lampung’’. Disertasi. Universitas Udayana. Denpasar

Page 9: SISTEM PEWARISAN BAHASA BALI DI PROVINSI LAMPUNG …erepo.unud.ac.id/.../ID3_19591010198503200213081404833pewarisan-… · bahasa identik dengan melenyapkan ... Desa Toto Mulyo dan

9

Moeliono, A. M. 2010. ”Kebijakan Bahasa dan Perencanaan Bahasa di Indonesia: Kendala dan

Tantangan”. Makalah disajikan pada Simposium Internasional Perencanaan Bahasa

diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta

Pelly, U. 1994. Urbanisasi dan Adaptasi; Peranan Misi Budaya Minangkabau dan Mandailing.

Jakarta:Pustaka LP3ES Indonesia.

Poedjosoedarmo, S. 1982. “Javanese Influence on Indonesian”. Material in Languages of

Indonesia. No. 7. Series. D. Canberra: Pacific Linguistics

Pretty, J. et al. 1996. Participatory Learning and Action : Trainer’s Guidline. IIED

Salim, A. 2002. Perubahan Sosial: Sketsa Teori dan Refleksi Metodologi Kasus Indonesia.

Yogyakarta: PT. Tiara Wacana

Sardjadidjaja, R. 2004. Transmigrasi: Pembauran dan Integrasi Nasional.Jakarta: CV. Muliasari

Sobarna, C. 2007. ”Bahasa Sunda Sudah di Ambang Kematiankah?” dalam Makara: Humaniora,

Sosial, jilid 11, No. 1, hal 13-17

Suhardi, B. 1996. Sikap Bahasa: Suatu Telaah Eksploratif atas Sekelompok Sarjana dan

Mahasiswa di Jakarta. Depok: Universitas Indonesia

Suherdi, D. 2010. “Menempatkan Bahasa Ibu pada Kedudukannya yang Paling Tepat: Menjamin

Keadilan bagi Kaum Minoritas” makalah disajikan pada Simposium Internasional

Perencanaan Bahasa diselenggarakan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, Jakarta

Sumarsono. 1993. Pemertahanan Bahasa Melayu Loloan di Bali. Jakarta: Pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa

Suparno, E. 2007. Paradigma Baru Transmigrasi: Menuju Kemakmuran Rakyat. Jakarta:

Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Sutjaja, I. G. M. 1996. “Balinese Transmigrants in Lampung: Language Change and Traditions”

dalam Adrian Vickers (ed). Being Modern in Bali: Image and Change. New Haven:

Monograph 43/Yale Southeast Asia Studies.

UNESCO Ad Hoc Expert Group on Endangered Language. 2003. “Language Vitality and

Endangerment” (dokumen keputusan International Expert Meeting on UNESCO

Programme Safeguarding of Endangered Language, Paris, 10-12 Maret)

Wijaya, P. 1999. “Bali” dalam I Wayan Supartha (ed). Bali dan masa Depannya. Hal 183-198.

Denpasar: PT Bali Post.

Wolfowitz, C. 1991 Language Style and Social Space; Stylistic Choice in Suriname Javanese. Urbana and

Chicago : Universiy of Illinois Press.