16
Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017 236 REPOSITIONING PERAN APARATUR NEGARA MENUJU GOOD GOVERNANCE Rini Irianti Sundary 1 Email: [email protected] Abstract State is an abstract organization, then the government as one of the elements of a country that has the function of formulating, expressing, realizing, the wishes of the people. These government functions are channeled through public policies and government programs, all of which are included in public administration duties. Both democratization and globalization, demanding redefinition and repositioning the role of government actors. The government previously held strong control of government, sooner or later experiencing a shift in the role of the position of all set and dictate to the position as a facilitator. Nationalism with philosophy of Pancasila is very important to be owned by every state beurocracy , not just insight but the ability to actualize nationalism in carrying out its functions and duties is more important. The repositioning effort is basically a role transformation that demands the ability, way of working, the way of thinking and the new role of the state apparatus. To be able to perform the process of repositioning well then the state needs to be equipped with reliable beraucrat or government’s capable of competing in the future. The importance of repositioning the government’s behavior as well as the improvement of work initiatives in one's self and therefore a good work ethic. While the repositioning of human resources competence is related to the improvement of the quality of the a government complete with the required facilities towards a good governance. Kata Kunci : Repositioning, Aparatur, Negara, Good Governance A. Pendahuluan Perkembangan negara sebagai suatu organisasi dalam beberapa dekade terahir menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, hal ini tidak dapat dilepaskan dari terjadinya perubahan dan dinamika masyarakat yang bersinergi antara bidang sosial, politik, budaya dan ekonomi sehingga keberadaan negara menjadi komponen yang sangat dominan sebagai pencerminan suatu masyarakat modern. Pendapat Perrow yang ditulis dalam buku Richard H. Hall, menyebutkan bahwa : 1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017 · REPOSITIONING PERAN APARATUR NEGARA MENUJU GOOD GOVERNANCE ... State is an abstract organization, then the government ... Good governance juga

  • Upload
    hatu

  • View
    214

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

236

REPOSITIONING PERAN APARATUR NEGARA MENUJU GOOD

GOVERNANCE

Rini Irianti Sundary1

Email: [email protected]

Abstract

State is an abstract organization, then the government as one of the

elements of a country that has the function of formulating, expressing,

realizing, the wishes of the people. These government functions are

channeled through public policies and government programs, all of which

are included in public administration duties. Both democratization and

globalization, demanding redefinition and repositioning the role of

government actors. The government previously held strong control of

government, sooner or later experiencing a shift in the role of the position

of all set and dictate to the position as a facilitator. Nationalism with

philosophy of Pancasila is very important to be owned by every state

beurocracy , not just insight but the ability to actualize nationalism in

carrying out its functions and duties is more important. The repositioning

effort is basically a role transformation that demands the ability, way of

working, the way of thinking and the new role of the state apparatus. To be

able to perform the process of repositioning well then the state needs to be

equipped with reliable beraucrat or government’s capable of competing in

the future. The importance of repositioning the government’s behavior as

well as the improvement of work initiatives in one's self and therefore a

good work ethic. While the repositioning of human resources competence is

related to the improvement of the quality of the a government complete with

the required facilities towards a good governance.

Kata Kunci : Repositioning, Aparatur, Negara, Good Governance

A. Pendahuluan

Perkembangan negara sebagai suatu organisasi dalam beberapa dekade terahir

menunjukan perkembangan yang cukup signifikan, hal ini tidak dapat dilepaskan dari

terjadinya perubahan dan dinamika masyarakat yang bersinergi antara bidang sosial,

politik, budaya dan ekonomi sehingga keberadaan negara menjadi komponen yang

sangat dominan sebagai pencerminan suatu masyarakat modern. Pendapat Perrow yang

ditulis dalam buku Richard H. Hall, menyebutkan bahwa :

1 Penulis adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Bandung

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

237

“ We have become a society oforganization” they surround us, We are born in

them and usually die in them. Our life space between is filled with them . They

are just abaut impossible to escape. Organization are us inevitable a death and

tax. They absorbed society.” 1

Perrow memberikan tekanan bahwa manusia sudah menjadi suatu organisasi

masyarakat yang lahir dan mati didalamnya bahwa setiap ruangan dalam hidup manusia

diisi oleh organisasi yang keberadaanya tidak mungkin dihindari. Namun mengapa

manusia memerlukan organisasi dan kemudian berkembang menjadi suatu negara

?.Menurut Perrow : The answer to why we have organizations is simple : to get things

done. We have organization to do things that individuals can’not do by them selves.2

Bahwa pada dasarnya organisasi dibentuk untuk mempermudah tugas dari manusia

karena sebagai individu manusia tidak dapat serta merta menyelesaikan segala sesuatu

dengan usaha sendiri.

Negara merupakan suatu organisasi yang abstrak, maka pemerintah sebagai

salah satu dari elemen suatu negara yang mempunyai fungsi memformulasikan,

mengekpresikan, merealisasikan, keinginan rakyat. Berkaitan dengan fungsi

pemerintah, Beloff dn Peele menjabarkan ada tujuh fungsi pemerintah yaitu : a)

Devense, b) Law and order; c) Taxation; c) Provision of welfare service; d) Protection

of individuals; e) Regulating the economi; f) Prvision of certain economic service and;

g) Development of humen and phisycal resouces. 3

Fungsi-fungsi pemerintah tersebut disalurkan lewat kebijakan publik dan

program-program pemerintah yang kesemuanya termasuk kedalam tugas administrasi

publik. Penyelenggaraan pemerintahan yang baik (Good Governance) adalah landasan

bagi penyusunan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era

globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat

terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai

dengan saling ketergantungan antara bangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-

sumber daya ekonomi dan aktivitas dunia usaha.

1 Richard H. Hall, (2002) Organizations Struktures, Prosses, and outcome, Eighth Edition New Jersey:

Person Education inc: Hlm. 4 2 Ibid.:Hlm.4

3 Brian Thompson, (1977) Textbook on Constitutional and Administrative Law, Third Edition London :

Black stone Press Limited, Hlm. 353

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

238

Baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi dan repositioning

peran pelaku-pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah sebelumnya

memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat mengalami pergeseran peran

dari posisi yang serba mengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha

dan pemilik modal, yang sebelumnya berupaya mengurangi otoritas negara yang dinilai

cenderung menghambat aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi

yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya

ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), mulai menyadari kedudukannya

sebagai pemilik kepentingan yang juga berfungsi sebagai pelaku. 4

B. Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dalam tulisan ini ada beberapa

permasalahan yang akan dikaji , yaitu :

1. Bagaimana menginternalisasi nilai-nilai Pancasila dalam pelaksanaan fungi

aparatur negara sebagai penyelenggara pemerintahan ?

2. Bagaimana repositioning peran aparatur negara menuju Good Governance?

C. Pembahasan

1. Pengertian Good Governance

Konsep baru yang semula diperkenalkan lembaga-lembaga donor internasional,

yaitu konsep tata kepemerintahan yang baik (good governance), sekarang menjadi salah

satu konsep dalam membenahi sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.

Konsep ini pertama diusulkan oleh Bank Dunia (World Bank), United Nations

Development Program (UNDP), Asian Development Bank (ADB), dan selanjutnya

banyak pakar di negara negara berkembang bekerja keras untuk mewujudkan gagasan-

gagasan baik menyangkut tata-pemerintahan tersebut berdasarkan kondisi lokal dengan

mengutamakan unsur-unsur kearifan lokal. 5

4 Bandingkan dengan Lalolo Krina (2003) ndikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan

Partisipasi. Sekretariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemrintahan yang Baik,

BAPPENAS, Hlm.1 5 Agus Dwiyanto. (2006) Mewujudkan Good Geovernance Melalui Pelayanan Public, Yogyakarta :

UGM Press, Hlm.78

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

239

Lahirnya good governance pada era awal Tahun 1990-an, oleh Organisasi

Internasional khususnya yang bergerak dalam bidang bantuan keuangan dan

pembangunan, telah menerapkan konsep baru sebagai sarat untuk mendapatkan bantuan

keuangan dan bantuan bagi negera-negara yang membutuhkan. Diterapkannya konsep

good governance sebagai syarat oleh lembaga-lembaga donor misalnya PBB, Bank

Dunia maupu IMF dalam memberikan bantuan pinjaman.6

Tata kepemerintahan yang baik dalam dokumen United Nations Development

Program (UNDP) adalah penggunaan wewenang ekonomi, politik dan administrasi

guna mengelola urusan-urusan negara pada semua tingkat. Tata pemerintahan

mencakup seluruh mekanisme, proses, dan lembaga-lembaga di mana warga dan

kelompok-kelompok masyarakat mengutarakan kepentingannya, menggunakan hak

hukum, memenuhi kewajiban dan menjembatani perbedaan-perbedaan di antara warga

dan kelompok masyarakat.7 Konsep good governance lebih menekankan pada

terwujudnya demokrasi, karena itu penyelenggaraan negara yang demokratis menjadi

syarat mutlak bagi terwujudnya good govemance, yang berdasarkan pada adanya

tanggungjawab, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Idealnya, ketiga hal itu akan

ada pada diri setiap aktor institusional dimaksud dengan memperhatikan nilai-nilai

kemanusiaan dan nilai moral yang menjiwai setiap langkah governance.

Governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi sematamata

dimiliki atau menjadi urusan pemerintah, tetapi menekankan pada pelaksanaan fungsi

pemerintahan secara bersama-sama oleh pemerintah, masyarakat madani, dan pihak

swasta. Good governance juga berarti implementasi kebijakan sosial-politik untuk

kemaslahatan rakyat banyak, bukan hanya untuk kemakmuran orang-per-orang atau

kelompok tertentu. 8

Fenomena demokrasi dan globalisasi berdampak pada reformasi politik di

Indonesia, khususnya pada sistem pemerintahan yang mengalami transformasi dari

sistem sentralistik menjadi desentralistik. Sistem pemerintahan desentralistik menuntut

adanya pendelegasian wewenang dari Pemerintah ke Pemerintah Daerah, dan

selanjutnya kebijakan desentralisasi ini dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 22

6 M.Ryan Bakry, (2010) , Tesis Implementasi Hak Azasi Manusia dalam konsep Good Governance di

Indonesia , Jakarta :UI , Hlm.65 7 Lalolo Krina. Op/cit , Hlm.1

8 ibid

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

240

tahun 1999 dan kemudian direvisi menjadi Undang-undang Nomor 32 tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah. Kebijakan desentralisasi dengan wujud otonomi daerah

bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui pemerataan pembangunan,

peningkatkan daya saing daerah, keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi

dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Good governance menunjuk pada pengertian bahwa kekuasaan tidak lagi

semata-mata dimiliki atau menjadi urusan pemerintah. Governance menekankan pada

pelaksanaan fungsi governing secara bersama-sama oleh pemerintah dan institusi--

institusi lain, yaitu LSM, perusahaan swasta maupun warga negara. Bahkan istitusi non

pemerintah ini dapat saja memegang peran dominan dalam governance tersebut, atau

bahkan lebih dari itu pemerintah tidak mengambil peran apapun “governance withbout

government”. 9

Berdasarkan uraian di atas, dapat dikatakan bahwa good governance adalah

penyelenggaraan negara yang melibatkan unsur lembaga swadaya masyarakat (LSM),

swasta dan masyarakat, di mana dalam mengambil suatu kebijakan yang berkaitan

dengan pembangunan demi kepentingan masyarakat tidak semata-mata berada ditangan

pemerintah tetapi adanya partisipasi aktif dari LSM, swasta dan masyarakat tersebut.

UNDP (United Nation Development Program), menyebutkan, good governance

memiliki delapan prinsip, yaitu :10

1. Partisipasi,

2. Transparansi,

3. Akuntabel,

4. Efektif dan efisien

5. Kepastian hukum,

6. Responsif,

7. Konsensus

8. Setara dan inklusif

Sementara USAID (United States Agency International Development),

menyebutkan bahwa good governance memiliki 5 (lima) prinsip: 11

9 Samodra Wibawa, (2006) Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik, Kumpulan

Tulisan, (Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, Hm..77 10

ibid

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

241

1. Efektivitas

2. Keadilan

3. Partisipasi

4. Akuntabilitas

5. Transparansi

Adanya perkembangan good governance, prinsip-prinsip good governance juga

mengalami perkembangan:

1. Partisipasi

2. Penegakan hukum

3. Transparansi

4. Kesetaraan

5. Daya tanggap

6. Wawasan kedepan

7. Akuntabilitas

8. Pengawasan publik

9. Efektivitas dan efisiensi

10. Profesionalisme

2. Nilai-Nilai Pancasila dalam Pelaksanaan Tugas Aparatur Sipil Negara.

Pancasila sebagai sistem nilai yang harus senantiasadikembangkan dan diinterna

lisasikan ke dalam jiwa segenap bangsa Indonesia. Proses internalisasi nilai!nilai

Pancasila ini tidak boleh berhenti hanya pada tataran perubahan pola pikir dan kejiwaan

saja, melainkan juga harus sampai kepada kebiasaan dan karakter yang menyatuantara

pikiran, sikap dan tindakannya dan menjadi sebuah integritas pribadi maupun kolektif.

Pancasila, menurut pandangan Yudi Latif, 12

menuntut adanya perubahan

mendasar secara akseleratif , yang melibatkan revolusi material, mental/ kultural

dan politik yang diarahkan untuk menciptakan masyarakat religius yang

berperikemanusiaan, egaliter, mandiri, amanah dan terbebas dari sifat materialisme

hedonisme serta sanggup menjalin persatuan dengan semangat pelayanan. Nasionalisme

dengan falsafah Pancasola sangat penting dimiliki oleh setiap aparatur negara, bukan

11

Local Governance Support Program (LGSP), (2006) Pedoman Teknis; Local Governance Assesment

(Jakarta: LGSP, Hlm. 5 12

Yudi Latif,( 2009) Negara Paripurna,Jakarta : Gramedia Pustaka Utama,Hlm.11

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

242

hanya sekedar wawasan saja tetapi kemampuan mengaktualisasikan nasionalisme dalam

menjalankan fungsi dan tugasnya merupakan hal yang lebih penting. Diharapkan

dengan integrasi nilai-nilai Pancasila yang kuat, maka setiap pegawai ASN memiliki

orientasi berpikir mementingkan kepentingan publik, bangsa, dan negara. Nilai-nilai

yang berorientasi pada kepentingan publik menjadi nilai dasar yang harus dimiliki oleh

setiap pegawai ASN. Pegawai ASN dapat mempelajari bagaimana aktualisasi sila demi

sila dalam Pancasila agar memiliki karakter yang kuat dengan nasionalisme dan

wawasan kebangsaannya.

Integritas yang dimiliki oleh setiap aparatur adalah mutu, sifat atau keadaan

yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan

yang memancarkan kewibawaan dan kejujuran. Sementara, etika didefinisikan sebagai

pemahaman tentang hal yang baik dan buruk atau hak dan kewajiban mengenai moral

dan ahlak. Jika keduanya digabung dan ditempatkan di dalam sanubari, maka dapat

mencetak perilaku setiap individu untuk selalu beretika baik serta berintegritas tinggi

baik di dalam maupun di luar lingkungan organisasi. Karena itu, organisasi penanaman

modal harus berani merumuskan integrasi keduanya ke dalam sebuah Nilai Etika.

Nilai etika harus dituangkan ke dalam berbagai aturan atau standar perilaku agar

dapat menjadi kerangka perilaku yang dipedomani seluruh pegawai. Nilai etika bukan

sekadar bermanfaat untuk membentuk (memotivasi dan mendorong) perilaku pegawai

sehari-hari, namun juga membimbing mereka ketika melakukan proses pengambilan

keputusan. Sehingga jika nilai etika dapat ditegakkan secara konsisten dan konsekuen

maka fondasi good governance di dalam organisasi akan semakin berdiri kokoh.

Organisasi sangat membutuhkan nilai etika, karena:

a. Untuk menyelaraskan dengan sistem moral, norma dan aturan yang

berlaku di tengah masyarakat;

b. Untuk menyelaraskan dengan nilai, norma dan aturan kepemerintahan;

c. Untuk membangun dan mewujudkan good governance;

d. Untuk memfokuskan penyelenggaraan sistem pemerintahan negara agar

dapat mencapai tujuan negara;

e. Untuk menjaga kedekatan dengan sistem, struktur, kultur dan perilaku

birokrasi kelembagaan pemerintah;

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

243

Pegawai negeri sipil (PNS) atau Aparatur sipil Negara , sesungguhnya telah

dipedomani oleh berbagai janji maupun komitmen untuk membangun integritas dirinya.

Namun demikian, tampaknya masyarakat masih disuguhi oleh berbagai cerita yang

sangat tidak masuk akal tentang keberadaan PNS. Bisa saja hal itu karena nilai etika

yang dicanangkan berlaku dengan sangat normatif dan tidak implementatif. Atau bisa

pula hanya menjadi propaganda legal-formal pemerintah yang sekadar menciptakan

citra positif aparaturnya ke tengah masyarakat. Yang pasti memang belum pernah ada

upaya serius pemerintah dalam melakukan internalisasi nilai etika kepada aparaturnya

sehingga dapat belaku dan dipatuhi secara konsisten.

3. Repositioning Peran Aparatur Negara Berdasarkan Nilai-Nilai

Pancasila Menuju Good Governance

Konsep good governance adalah sebuah ideal type of governance, yang

dirumuskan oleh banyak pakar untuk kepentingan praktis dalam rangka membangun

relasi negara-masyarakat-pasar yang baik. Beberapa pendapat malah tidak setuju dengan

konsep good governance, karena dinilai terlalu bermuatan nilai-nilai ideologis. Saat

ini, good governance merupakan isu yang mengemuka dalam pengelolaan administrasi

publik. Good Governance adalah koordinasi bahkan sinergi kepengelolaan yang baik

antara governance di sektor publik (pemerintahan) dengan governance di sektor

masyarakat, terutama swasta, sehingga dapat dihasilkan transaksional output melalui

mekanisme pasar yang paling ekonomis dari kegiatan masyarakat. Oleh karena itu,

dalam good governance tidak saja dituntut suatu birokrasi publik yang efisien dan

efektif, melainkan juga private sector governance yang efisien dan kompetitif.

Administrasi negara di Indonesia pada saat ini lebih tepat dikatakan sebagai alat

untuk menegakkan kekuasaan negara bukan kekuasaan rakyat. Itulah sebabnya realitas

administrasi negara saat ini lebih banyak sebagai gambaran atau lukisan dari pada

realitanya. Sehingga diperlukan pemikiran-pemikiran baru yang dapat meluruskan

kembali ke arah pelaksanaan administrasi negara yang ideal menuju good governance.

Birokrasi pemerintah yang dipandang perlu untuk dibangun kembali guna

menuju pemerintahan yang adil, bersih, berwibawa, dan demokratis (good governance).

Sehingga permasalahan-permasalahan yang perlu dikaji kembali sebagai jalan

pemecahannya antara lain:

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

244

1. Evaluasi diri terhadap kondisi birokrasi pemerintah Indonesia saat ini.

2. Adanya perubahan paradigma birokrasi pemerintah ke arah yang lebih ideal.

3. Repositioning birokrasi pemerintah.

4. Memiliki aparatur pemerintah yang memiliki komitmen terhadap nilai-nilai,

sehingga terjadinya demokratisasi birokrasi.

5. Peranan pemerintah dan masyarakat dalam membangun birokrasi.

Diharapkan dengan adanya perubahan paradigma pemerintah ke arah birokrasi

yang ideal, didukung aparatur pemerintah yang menjunjung tinggi nilai-nilai dan

berperilaku positif, adanya komunikasi yang baik antara pemerintah dengan masyarakat,

dan ikut berperan di dalamnya, maka good governance dapat diwujudkan.

Upaya repositioning pada dasarnya merupakan transformasi peran yang

menuntut kemampuan,cara kerja,cara pikir dan peran baru dari aparatur negara. Untuk

dapat melakukan proses repositioning dengan baik maka negara perlu dilengkapi

dengan aparatur handal yang mampu bersaing di masa depan. Tidak kalah pentingnya

juga repositioning perilaku aparatur yang berkaitan dengan peningkatan inisiatif bekerja

dalam diri seseorang dan untuk itu diperlukan etos kerja yang baik.

Sementara Repositioning kompetensi aparatur berkaitan dengan peningkatan kualitas

aparatur lengkap dengan fasilitas yang dibutuhkan menuju suatu pemerintahan yang

baik (good governance).

Indonesia, substansi wacana Good Governance dapat dipadankan dengan istilah

pemerintahan yang baik, bersih, dan berwibawa. Pemerintahan yang baik adalah sikap

di mana kekuasaan dilakukan oleh masyarakat yang diatur oleh berbagai tingkatan

pemerintah negara yang berkaitan dengan sumber-sumber sosial, budaya, politik, serta

ekonomi. Sumber-sumber sosial tersebut terkandung dalam kelima sila dalam Pancasila.

Dalam praktiknya, pemerintahan yang bersih (Clean Governance) adalah model

pemerintahan yang efektif, efisien, jujur, transparan, dan bertanggung jawab.

Sejalan dengan prinsip di atas, pemerintahan yang baik itu berarti baik dalam

proses maupun hasil-hasilnya. Semua unsur dalam pemerintahan bisa bergerak secara

sinergis, tidak saling berbenturan, dan memperoleh dukungan dari rakyat. Pemerintahan

juga bisa dikatakan baik jika pembangunan dapat dilakukan dengan biaya yang sangat

minimal namun dengan hasil yang maksimal. Faktor lain yang tak kalah penting, suatu

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

245

pemerintahan dapat dikatakan baik jika produktivitas bersinergi dengan peningkatan

indikator kemampuan ekonomi rakyat, baik dalam aspek produktivitas, daya beli,

maupun kesejahteraan spiritualitasnya.

Mencapai kondisi sosial-ekonomi di atas, proses pembentukan pemerintahan

yang berlangsung secara demokratis mutlak dilakukan. Sebagai sebuah paradigma

pengelolaan lembaga negara, Good and Clean Governance dapat terwujud secara

maksimal jika ditopang oleh dua unsur yang saling terkait: negara dan Masyarakat

Madani yang di dalamnya terdapat sektor swasta. Negara dengan birokrasi

pemerintahannya dituntut untuk mengubah pola pelayanan publik dari perspektif

birokrasi elitis menjadi birokrasi populis. Birokrasi populi adalah tata kelola

pemerintahan yang berorientasi melayani dan berpihak kepada kepentingan masyarakat.

Pada saat yang sama, sebagai komponen di luar birokrasi negara, sektor

swasta (Corporate Sectors) harus pula bertanggung jawab dalam proses pengelolaan

seumber daya alam dan perumusan kebijakan publik dengan menjadikan masyarakat

sebagai mitra strategis. Dalam hal ini, sebagai bagian dari pelaksanaan Good and Clean

Governance, dunia usaha berkewajiban untuk memiliki tanggung jawab

sosial (Corporate Sosial Responsibility /CSR), yakni dalam bentuk kebijakan sosial

perusahaan yang bertanggung jawab langsung dengan peningkatan kesejahteraan

masyarakat di mana suatu perusahaan beroperasi. Bentuk tanggung jawab sosial (CSR)

ini dapat diwujudkan dalam program-program pengembangan masyarakat (Community

Empowerment) dan pelestarian lingkungan hidup.

- Prinsip Pokok Good And Clean Governance

Untuk meralisasikan pemerintahan yang professional dan akuntabel yang

berstandar pada prinsip-prinsip Good Governance, Lembaga Administrasi Negara

(LAN) merumuskan sembilan aspek fundamental (asas) dalam Good Governance yang

harus diperhatikan, yaitu:

1. Partisipasi (participation)

Asas partisipasi adalah bentuk keikutsertaan warga masyarakat dalam

pengambilan keputusan, baik langsung maupun melalui lembaga perwakilan

yang sah berdasarkan prinsip demokrasi yakni kebebasan berkumpul dan

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

246

mengungkapkan pendapat secara konstruktif. Untuk mendorong partisipasi

masyarakat dalam seluruh aspek pembangunan, termasuk dalam sektor-sektor

kehidupan sosial lainnya selain kegiatan politik, maka regulasi birokrasi harus

diminimalisasi.

2. Penegakkan hukum (rule of law)

Asas pengakkan hukum adalah pengelolaan pemerintahan yang profesional

hrus didukung oleh penegakkan hukum yang berwibawa. Sehubungan dengan

hal tersebut, realisasi wujud Good and Clean Governance, harus diimbangi

dengan komitmen pemerintah untuk menegakkan hukum yang mengandung

unsur-unsur sebagai berikut:

a. Supremasi hukum (supremacy of law), yakni setiap tindakan unsur-unsur

kekuasaan negara, dan peluang partisipasi masyarakat dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara didasarkan pada hukum dan aturan

yang jelas dan tegas, dan dijamin pelaksanaannya secara benar serta

independen. Supremasi hukum akan menjamin tidak terjadinya tindakan

pemerintah atas dasar diskresi (tindakan sepihak berdasarkan pada

kewenangan yang dimilikinya).

b. Kepastian hukum (legal certainly), bahwa setiap kehidupan berbangsa dan

bernegara diatur oleh hukum yang jelas dan pasti, tidak duplikatif dan tidak

bertentangan antara satu dengan lainnya.

c. Hukum yang responsif, yakni aturan-aturan hukum disusun berdasarkan

aspirasi masyarakat luas, dan mampu mengakomodasi berbagai kebutuhan

publik secara adil.

d. Penegakkan hukum yang konsisten dan nondiskriminatif, yakni penegakkan

hukum berlaku untuk semua orang tanpa pandang bulu. Untuk itu,

diperlukan penegak hukum yang memiliki integritas moral dan bertanggung

jawab terhadap kebenaran hukum.

e. Independensi peradilan, yakni peradilan yang independen bebas dari

pengaruh penguasa atau kekuatan lainnya

3. Transparansi (transparency)

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

247

Asas transparansi adalah unsur lain yang menopang terwujudnya Good and

Clean Governance. Akibat tidak adanya prinsip transparan ini, menurut banyak

ahli, Indonesia telah terjerembab ke dalam kubangan korupsi yang sangat parah.

Untuk tidak mengulangi pengalaman masa lalu dalam pengelolaan kebijakan

publik, khususnya bidang ekonomi, pemerintah di semua tingkatan harus

menerapkan prinsip transparansi dalam proses kebijakan publik. Hal ini mutlak

dilakukan dalam rangka menghilangkan budaya korupsi di kalangan pelaksana

pemerintahan baik pusat maupun yang di bawahnya.

4. Responsif (responsiveness)

Asas responsif adalah dalam pelaksanaan prinsip-prinsip Good and Clean

Governance bahwa pemerintah harus tanggap terhadap persoalan-persoalan

masyarakat..

5. Orientasi kesepakatan (consensus orientation)

Asas konsensus adalah bahwa keputusan apa pun harus dilakukan melalui

proses musyawarah melalui konsensus. Cara pengambilan konsensus, selain

dapat memuaskan semua pihak atau sebagian besar pihak, cara ini akan

mengikat sebagian besar komponen yang bermusyawarah dan memiliki

kekuatan memaksa (coersive power) terhadap semua yang terlibat untuk

melaksanakan keputusan tersebut.

Paradigma ini perlu dikembangkan dalam konteks pelaksanaan

pemerintahan, karena urusan yang mereka kelola adalah persoalan-persoalan

publik yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Semakin banyak yang

terlibat dalam proses pengambilan keputusan secara partisipatif, maka akan

semakin banyak aspirasi dan kebutuhan masyarakat yang terwakili. Selain itu,

semakin banyak yang melakukan pengawasan serta kontrol terhadap kebijakan-

kebijakan umum, maka akan semakin tinggi tingkat kehati-hatiannya, dan

akuntabilitas pelaksanaannya dapat semakin dipertanggungjawabkan.

6. Kesetaraan (equity)

Asas kesetaraan (equity) adalah kesamaan dalam perlakuan dan pelayanan

publik. Asas kesetaraan ini mengharuskan setiap pelaksanaan pemerintah untuk

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

248

bersikap dan berperilaku adil dalam hal pelayanan publik tanpa mengenal

perbedaan keyakinan, suku, jenis kelamin, dan kelas sosial.

7. Efektivitas (effectiveness) dan efisiensi (efficiency)

Untuk menunjang asas-asas yang telah disebutkan di atas, pemerintahan

yang baik dan bersih juga harus memenuhi kriteria efektif dan efisien, yakni

berdaya guna dan berhasil guna. Kriteria efektivitas biasanya diukur dengan

parameter produk yang dapat menjangkau sebesar-besarnya kepentingan

masyarakat dari berbagai kelompok dan lapisan sosial. Adapun, asas efisiensi

umumnya diukur dengan rasionalitas biaya pembangunan untuk memenuhi

kebutuhan semua masyarakat. Semakin kecil biaya yang terpakai untuk

kepentingan yang terbesar, maka pemerintahan tersebut termasuk dalam kategori

pemerintahan yang efisien.

8. Akuntabilitas (accountability)

Asas akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pejabat publik terhadap

masyarakat yang memberinya kewenangan untuk mengurusi kepentingan

mereka. Setiap pejabat publik dituntut untuk mempertanggungjawabkan semua

kebijakan, perbuatan, moral, maupun netralis sikapnya terhadap masyarakat.

Inilah yang dituntut dalam asas akuntabilitas dalam upaya menuju pemerintahan

yang bersih dan berwibawa.

9. Visi strategis (strategic vision)

Visi strategis adalah pandangan-pandangan strategis untuk menghadapi masa

yang akan datang. Kualifikasi ini menjadi penting dalam rangka realisasi Good

and Clean Governance. Dengan kata lain, kebijakan apa pun yang akan diambil

saat ini, harus diperhitungkan akibatnya pada sepuluh atau dua puluh tahun ke

depan. Tidak sekedar memiliki agenda strategis untuk masa yang akan datang,

seorang yang menempati jabatan publik atau lembaga profesional lainnya harus

mempunyai kemampuan menganalisis persoalan dan tantangan yang akan

dihadapi oleh lembaga yang dipimpinnya.

Selama ini, birokrasi pemerintah seringkali diartikan sebagai officialdom atau

kerajaan pejabat. Suatu kerajaan yang raja-rajanya adalah para pejabat dari suatu bentuk

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

249

organisasi yang digolongkan modern . Bahkan menurut Dwiyanto12

, dalam perjalanan

sejarah birokrasi di Indonesia sosok birokrasi sebagai penguasa sangat menonjol.

Penyebabnya adalah birokrasi dan aparatnya cenderung ditempatkan lebih sebagai agen

penguasa dan alat kekuasaan daripada sebagai agen pelayanan. Hal tersebut berakibat

pada reformasi birokrasi yang kurang menggembirakan dampaknya pada pelayanan

kepada publik. Untuk mendukung keberhasilan reformasi birokrasi, kepemimpinan

birokrasi sangat diperlukan sehingga mampu mendukung pelaksanaan tugas-tugas

pemerintah dengan lebih baik. Karena hal tersebut merupakan prasyarat untuk

mewujudkan cita-cita tersebut adalah dengan membangun aparatur sipil negara sebagai

mesin utama penggerak birokrasi pemerintah.

Sejalan dengan semakin kompleksnya perkembangan yang terjadi di masyarakat,

maka fungsi dan tugas pokok yang harus dijalankan oleh birokrasi juga semakin

kompleks. Selain itu, berbagai persoalan kritis juga kemudian muncul karena birokrasi

sektor publik harus menghadapi globalisasi. Dan globalisasi menuntut perubahan

paradigma peran negara.

Reformasi politik yang berlangsung secara cepat sejak tahun 1998, ternyata telah

menimbulkan dampak yang besar pada sistem pendukung penyelenggaraan negara.

Sehingga Effendi13

mengemukakan pentingnya perbaikan pada sistem tersebut jika

tidak ingin berkembang menjadi suatu ancaman yang dapat merontokkan sendi-sendi

aparatur negara yang profesional yang menerapkan sistem manajemen aparatur negara

meritokratik.

Harapan untuk memiliki aparatur yang netral dan bersih dari muatan politis serta

memiliki profesionalitas dan kompetensi di bidangnya sejak mulai dari rekrutmen

sampai dengan pengangkatan dalam jabatan, karena harus didasarkan pada sistem merit.

Dalam Pasal 1 UU ASN disebutkan bahwa sistem merit adalah kebijakan dan

manajemen ASN yang berdasarkan pada kualifikasi, kompetensi, dan kinerja secara adil

dan wajar dengan tanpa membedakan latar belakang politik, ras, warna kulit, agama,

asal usul, jenis kelamin, status pernikahan, umur, atau kondisi kecacatan. Dengan

demikian harapan terhadap kinerja ASN juga akan lebih baik, sehingga mampu

12

Agus Dwiyanto.(2005) Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik. Yogyakarta :

Gadjah Mada University Press. Hlm.23 13

Effendi, Sofian. (2010). Menyiapkan Aparatur Negara untuk Mendukung Demokratisasi Politik dan

Ekonomi Terbuka. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

250

memberikan dukungan terhadap reformasi birokrasi. Menurut Effendi, 14

bahwa

setidaknya UU ASN akan cukup memberikan landasan hukum yang kuat untuk

melaksanakan reformasi dan repositioning aparatur negara yang lebih luas dari

reformasi birokrasi yang dilaksanakan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah

(RPJM) 2010-2014.

D. Simpulan

Akhir tulisan ini dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Nilai Pancasila bukan sekadar bermanfaat untuk membentuk (memotivasi dan

mendorong) perilaku aparatur sehari-hari, namun juga membimbing mereka ketika

melakukan proses pengambilan keputusan. Sehingga jika nilai Pancasila sebagai

nilai etika dapat ditegakkan secara konsisten dan konsekuen maka fondasi good

governance di dalam negara akan lebih kokoh

2. Upaya repositioning pada dasarnya merupakan transformasi peran yang menuntut

kemampuan,cara kerja,cara pikir dan peran baru dari aparatur negara. Dalam hal ini

termasuk repositioning perilaku dan kompetensi aparatur negara yang dilakukan

dengan menginternalisasikan nilai-nilai Pancasila dan asas-asas umum

pemerintahan yang baik (Good Governance)

Daftar Pustaka

Bakry, M.Ryan (2010), Tesis Implementasi Hak Azasi Manusia dalam konsep Good

Governance di Indonesia, Jakarta: UI

Dwiyanto, Agus, (2006), Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik.

Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Effendi, Sofian. (2010). Menyiapkan Aparatur Negara untuk Mendukung Demokratisasi

Politik dan Ekonomi Terbuka. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Hall, Richard H, (2002) Organizations Struktures, Prosses, and outcome, Eighth

Edition New Jersey: Person Education inc

Krina, Lalolo, (2003) ndikator Dan Tolok Ukur Akuntabilitas, Traansparansi dan

Partisipasi. Sekretariat Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemrintahan

yang Baik, Jakarta : BAPPENAS

Latif, Yudi,( 2009) Negara Paripurna, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

14

ibid

Semnas Sipendikum FH UNIKAMA 2017

251

Local Governance Support Program (LGSP), (2006) Pedoman Teknis; Local

Governance Assesment Jakarta: LGSP.

Thompson, Brian, (1977) Textbook on Constitutional and Administrative Law, Third

Edition (London : Black stone Press Limited ,

Tim Dosem Pancasila Universitas Islam Negeri Pancasila, Demokrasi, HAM, dan

Masyarakat Madani. Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah dan Predana Media

Group.

Wibawa, Samodra, (2006) Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan Publik,

Kumpulan Tulisan, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press

Peratuuran Perundang-undangan:

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara