11
CRITICAL REVIEW “MARXISME” Teori Hubungan Internasional Nadia Sarah Azani 0801511002 HI A 2011 Judul : Pemulihan Kekuasaan Kelas Dominan dan Politik Neoliberalisme Penulis : Eric Hiariej Jurnal : Global Vol. 9 No. 2, Desember 2007 – Mei 2008 Institusi : Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Hal : 119 – 137 Artikel Pembanding Judul : Menggugat Sistem Kapitalisme Penulis : Indah Piliyanti Jurnal : La Riba, Jurnal Ekonomi Islam Vol. III No. 1, Juli 2009

Review Marxist

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sistem ekonomi marxisme

Citation preview

Page 1: Review Marxist

CRITICAL REVIEW

“MARXISME”

Teori Hubungan Internasional

Nadia Sarah Azani

0801511002

HI A 2011

Judul : Pemulihan Kekuasaan Kelas Dominan dan Politik Neoliberalisme

Penulis : Eric Hiariej

Jurnal : Global Vol. 9 No. 2, Desember 2007 – Mei 2008

Institusi : Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Hal : 119 – 137

Artikel Pembanding

Judul : Menggugat Sistem Kapitalisme

Penulis : Indah Piliyanti

Jurnal : La Riba, Jurnal Ekonomi Islam Vol. III No. 1, Juli 2009

Institusi : Universitas Islam Indonesia

Hal : 46 – 55

Sumber : http://journal.uii.ac.id/index.php/JEI/article/viewFile/2553/2341

Page 2: Review Marxist

Eric Hiariej dalam artikelnya yang berjudul “Pemulihan Kekuasaan Kelas Dominan dan

Politik Neoliberalisme” menyebutkan bahwa konsep kapitalisme berhasil “memaksa” sebagian

besar negara menerapkan regulasi maupun kebijakan sesuai dengan kehendak dan tata cara

kapitalisme dikarenakan konsep tersebut mampu mensterilkan ekonomi (pasar) dari campur

tangan politik (negara), sehingga membuka jalan seluas mungkin bagi para pelaku ekonomi

untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran. Selain itu, kapitalisme dianggap sebagai suatu

tatanan moral di mana umat manusia dapat dengan bebas memilih kebebasannya, serta mencapai

demokrasi dan pasar bebas sebagai basis kemanusiaan yang paling beradab dan membahagiakan.

Pasca Perang Dunia II, sistem kapitalisme yang berlaku dan diterapkan ialah bertumpu

pada prinsip embedded liberalism, yaitu menekankan arti penting partisipasi negara dalam

perekonomian domestik. Prinsip ini menganjurkan intervensi pemerintah dalam pasar

internasional sebagai jalan terbaik mewujudkan kepentingan nasional. Akan tetapi, pemahaman

ini berakhir pada awal 1970-an, dan berganti kepada pemahaman intervensi negara dalam

ekonomi sebagai sumber masalah. Kapitalisme global pun beralih kepada disembedded

liberalism yang menekankan kepada hilangnya campur tangan negara dalam ekonomi, yang

kemudian dikenal sebagai neoliberalisme.

Gaung disembedded liberalism yang menjanjikan atas dunia yang lebih baik dinilai

sebagian pengamat sebagai suatu kebohongan besar. Kegagalan disembedded liberalism antara

lain, penurunan pertumbuhan global pada dekade 1960-an dan kebangkrutan sebagian besar

negara wilayah Amerika Latin pada 1980-an. Perkembangan yang justru terjadi sejak 1960-an

adalah dua perkembangan yang sangat bertolak belakang, yaitu proletarisasi dan pemulihan

dominasi borjuasi, atau keterpurukan kelas pekerja (buruh) dan kejayaan kelas pemilik modal.

Eksploitasi kelas pekerja kemudian dimanipulasi dengan ideologi yang marak bermunculan saat

itu, yakni “pembangunanisme” dan “patriotisme”. Meski pada hakikatnya ideologi tersebut

sebagai usaha untuk menutup-nutupi praktik kapitalisme. Beragam cara pun dilakukan oleh

negara-negara maju untuk melumpuhkan gerakan buruh, salah satunya adalah merevisi semua

UU perburuhan agar berpihak kepada kapital.

Upaya pengintegrasian ekonomi dunia dengan liberalisasi ekonomi, pengurangan

intervensi pemerintah, dan pemberlakuan pasar bebas hanya membuka jalan bagi proses

pemulihan kekuasaan kelas pemilik modal. Hal tersebut dibuktikan dengan menurunnya

1

Page 3: Review Marxist

pendapatan orang miskin secara drastis, dan pendapatan kaum borjuasi yang membengkak. Sejak

awal 1980-an, para pemilik modal menumpuk kekayaannya dengan cara “perampasan” atau

dalam bahasa yang lebih halus dengan cara “redistribusi kekayaan”. Eric Hiariej mengutip empat

cara redistribusi kekayaan yang dikemukakan oleh David Harvey dalam bukunya A Brief History

of Neoliberalism yaitu pertama, privatisasi dan komodifikasi sektor-sektor seperti fasilitas umum

yang seharusnya bebas dari upaya menumpuk keuntungan sebagai lahan baru akumulasi kapital.

Kedua, sistem finansial sebagai cara baru akumulasi keuntungan dengan cara redistribusi

kekayaan. Ketiga, pemanfaatan krisis hutang yang dikendalikan oleh IMF dan World Bank

sebagai bentuk pengalihan kekayaan dari negara-negara dunia ketiga kepada negara-negara

maju. Keempat, pengalihan kekayaan yang dilakukan oleh negara sendiri, dengan cara privatisasi

sektor public, memangkas habis jaminan sosial, dan manipulasi sistem perpajakan.

Prinsip neoliberalisme ialah memperjuangkan kesejahteraan individu dengan cara

pembebasan dari segala macam kekangan, bukan saja fasisme, komunisme, dan kekuasaan

diktatoral yang menjadi ancaman, tetapi juga intervensi negara. Neoliberalisme meyakini

keputusan yang dibuat oleh negara cenderung memihak kepada kepentingan kelompok yang

lebih kuat, hal tersebut tentu bertolak belakang dengan sistem pasar yang tidak mungkin

terperangkap dalam hal demikian.

Gerakan protes pada 1960-an dari kalangan aktivis golongan kiri yang menuntut

kemerdekaan pribadi dan melihat eksploitasi di bidang ekonomi sama bahayanya dengan

penindasan kebebasan sipil dan hak politik serta kalangan intelektual yang menuntut kebebasan

berbicara dan berekspresi kemudian dimanipulasi oleh neoliberalisme sebagai kepentingan untuk

pemulihan kekuasaan kelas borjuis. Protes tersebut kemudian menjadi sumber inspirasi bagi

neoliberalisme untuk menciptakan kultur sosial baru yang berbasis pasar bebas dan juga sumber

akumulasi kapital baru. Gagasan kemerdekaan individu tersebut kemudian dibungkus secara apik

oleh neoliberalisme menjadi kebebasan konsumen memilih barang, serta kemerdekaan memilih

gaya hidup. Neoliberalisasi bertumpu pada upaya pendiskriminasian gagasan keadilan sosial dan

menjunjung tinggi kebebasan dan hak asasi individu. Dengan demikian, gerakan politik yang

terobsesi dengan kemerdekaan individu mudah terjatuh ke dalam jeratan neoliberalisme. Hal itu

yang menjadikan IMF dan World Bank dapat dengan mudah menyusup ke dalam negara yang

sedang dalam proses transisi ke demokrasi.

2

Page 4: Review Marxist

Kapitalisme selalu menimbulkan empat persoalan besar yaitu, ketercerabutan dari akar-

akar sosial dan penindasan (kritik artistik) serta kesengsaraan dan kesenjangan, dan oportunisme

dan egoisme (kritik sosial). Eric Hiariej mengemukakan contoh liberalisasi ekonomi yang

mengambil jalan neoliberal dan berpotensi mengembalikan kekuasaan kelas dominan di

Indonesia. Krisis moneter pada 1997-1998 membuka jalan bagi restrukturisasi ekonomi dan

memulihkan mekanisme pasar. Proyek neoliberalisasi di Indonesia didalangi oleh para teknokrat,

intelektual liberal, pengusaha yang sudah lama memimpikan Indonesia makmur di bawah

mekanisme pasar. Realitanya adalah, pencabutan subsidi BBM membuat angka penduduk miskin

membesar. Selain itu privatisasi membuat lembaga pendidikan menetapkan biaya besar bagi SPP

sehingga merugikan masyarakat kelas bawah.

Dengan cerdik neoliberalisme diidentikkan sebagai objektifitas yang selalu benar dengan

sendirinya. Sementara negara diidentikkan sebagai subjektifitas yang selalu pandang bulu. Hal

yang seringkali dilupakan ialah bahwa ancaman tidak hanya berasal dari negara, pasar dapat

menjadi sumber ancaman. Lain dari pada itu, kaum pinggiran seringkali memerlukan negara

untuk menjamin haknya mendapatkan hidup yang layak dan melindungi kewarganegaraannya.

Sementara itu, dalam artikel pembanding yang ditulis oleh Indah Piliyanti yang berjudul

“Menggugat Sistem Kapitalisme”, ia menyatakan bahwa neoliberalisme sebagai suatu bentuk

pengembalian paham liberalism yang menganut sistem ekonomi pasar bebas dan dengan tegas

menolak paham negara intervensionis. Sistem ekonomi kapitalisme yang bertahan saat ini adalah

kapitalisme yang telah dimodifikasi, bukan lagi merunut kepada kapitalisme klasik laissez faire.

Awal mula kapitalisme bersinggungan dengan liberalisme ketika akhir abad 17 – 18 di mana

semangat liberalisme dalam bentuk hak asasi manusia dan demokrasi meledak di Eropa Barat

dan Amerika Utara dalam Revolusi Amerika (1775) dan Revolusi Prancis (1789). Mulailah

kapitalisme yang berbasis ideologi liberalism diterapkan oleh negara.

Salah satu pokok pikiran kapitalisme yang memberi kebebasan bagi setiap orang dalam

aktivitas ekonomi tidak serta merta menjadikan masyarkat makmur dan sejahtera. Beragam

ketimpangan sosial bermunculan dan hal itu mengindikasikan kelemahan yang dimiliki sistem

kapitalisme. Di antara kelemahan tersebut, pertama, munculnya kesenjangan dengan terbaginya

masyarakat ke dalam dua kelompok: golongan kaya dan miskin. Kedua, kejahatan merajalela

disebabkan meningkatnya pengangguran karena banyaknya produsen yang berhenti berproduksi

3

Page 5: Review Marxist

dan menutup pabrik. Ketiga, meningkatnya praktik monopoli yang ditujukan untuk mengeruk

keuntungan. Banyak pihak dengan sengaja menghancurkan bahan produksi dan melarang bidang

pertanian atau industry beberapa komoditas tertentu dengan tujuan untuk menaikkan harga.

Keempat, kebebasan tanpa batas dalam pekerjaan dan alokasi kekayaan.

Sistem ekonomi kapitalisme gagal mengatasi masalah-masalah ekonomi; pengangguran,

kemiskinan, dan lain-lain. Salah satu bukti nyata, krisis ekonomi berulang kali terjadi dalam

sejarah. Tercatat sedikitnya ada 16 kali krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1797 – 2008.

Krisis ekonomi yang berulang tidak hanya menimbulkan dampak di bidang ekonomi, tetapi juga

sampak sosial yang besar di tengah masyarakat dunia. Pada krisis ekonomi tahun 2008 lalu,

disebut sebagai krisis ekonomi terbesar sepanjang sejarah setelah Great Depression tahun 1930-

an. Krisis ekonomi tersebut berawal dari kebangkrutan pasar keuangan Amerika Serikat. Adapun

Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan sebuah kebijakan untuk mengatasi kebangkrutan

tersebut dengan bailout terhadap sektor keuangan sebesar 700 milyar sampai 1 trillun dolar AS.

Hal ini agak mengejutkan karena Amerika Serikat yang menganut sistem kapitalisme neoliberal

melakukan kebijakan intervensi pasar.

Dari kedua artikel di atas, dapat dilihat bahwa keduanya memandang kapitalisme dalam

bentuk neoliberalisme yang kini banyak diterapkan banyak negara di dunia memiliki banyak

ketimpangan. Eric Hiariej menyebutkan bahwa upaya kapitalisme neoliberalisme semata-mata

untuk memulihkan kekuasaan kaum pemilik modal. Dengan cerdiknya neoliberalisme dapat

membungkus dan memanipulasi gagasan tentang hak asasi manusia dan kemerdekaan individu

yang dituntut kaum aktivis dan intelektual dan memanfaatkannya sebagai sumber inspirasi baru

untuk semakin mengalokasikan keuntungan kaum pemilik modal. Sementara Indah Piliyanti

tidak banyak mengemukakan realitas yang terjadi antara dua kelas yang saling bertolak belakang

yaitu kelas pemilik modal dan kelas pekerja (buruh). Kritik yang dikemukakan pun tidak jauh

berbeda yaitu ekonomi kapitalisme saat ini terbukti tidak membawa dampak perubahan besar ke

arah dunia yang lebih baik. Yang terjadi justru dampak krisis ekonomi yang berdampak serius

kepada sosial. Selain itu, keduanya memandang bahwa pada hakikatnya neoliberalisasi ekonomi

tidak dapat sepenuhnya lepas dari peran negara. Seperti contoh yang dikemukakan Indah

Piliyanti mengenai kebijakan pemerintah Amerika Serikat, serta pandangan Eric Hiariej bahwa

masyarakat pinggiran masih memerlukan peran negara dalam menjamin hak. Meski demikian,

4

Page 6: Review Marxist

keduanya tidak mengemukakan lebih jauh mengenai solusi atas krisis dominasi kelas pemilik

modal dan krisis ekonomi kapitalisme yang cenderung lebih banyak membawa kerugian.

Keduanya lebih mengarah kepada kritik atas kapitalisme dan neoliberalisme ketimbang

memberikan problem solving.

Saya pribadi memandang dominasi kelas pemilik modal dan besarnya keuntungan yang

dicapai mereka sebagai sebuah konsekuensi dari penerapan kapitalisme dan neoliberalisme yang

telah mengglobal saat ini. Hegemoni Amerika Serikat sebagai negara yang “getol”

menggaungkan neoliberalisasi ekonomi dunia tentu berpengaruh besar terhadap

perkembangannya. Memandang fenomena ini dari kacamata marxisme, dikotomi yang sangat

besar antara kaum pemilik modal dan kaum pekerja yang mengacu kepada eksploitasi kaum

proletar bukan tidak mungkin mengarah kepada revolusi. Kegagalan neoliberalisme dalam

gagasan utopis mengenai dunia yang lebih baik, terutama semenjak krisis ekonomi pada tahun

2008 lalu akan membangkitkan kejenuhan masyarakat, terutama kaum pekerja dan masyarakat

kelas bawah terhadap sistem yang tengah mencengkeram dunia global. Saya belum dapat

memberikan sebuah solusi atas dominasi kelas pemilik modal dan eksploitasinya atas kekayaan

masyarakat. Disebab, mengamini adanya pengaruh besar dari neoliberalisme terhadap

“kenyamanan” individu sebagai bentuk kebebasan sipil dan kemerdekaan berekspresi,

nampaknya masih sulit meyakinkan masyarakat untuk keluar dari zona nyaman mereka.

Meski demikian, tidak ada salahnya bila negara mulai sedikit demi sedikit memainkan

peran intervensi atas pasar. Intervensi tersebut bertujuan hanya untuk mengontrol mekanisme

pasar, bukan sebagai bentuk sabotase atas proses berjalannya pasar. Saya pribadi menyetujui

bahwa konsep ekonomi yang dianut tiap negara tidak sama, sehingga bagi saya adalah salah

kaprah penerapan sistem liberalisasi perdagangan oleh suatu negara, diluar kemampuan negara

tersebut dalam pengendalian arus serta kapabilitas ekonomi domestik yang belum memenuhi

kriteria kompetitif. Sebagai contoh, Indonesia bagi saya belum cukup kompetitif, belum siap

mengikuti arus liberalisasi ekonomi. Dalam hal ini, Indonesia semestinya mencontoh Argentina,

yang dapat dengan tegas mengabaikan hutang pada IMF demi menstabilkan ekonomi domestik.

Artinya, Argentina mampu melawan arus demi pencapaian kepentingan nasional yang lebih

besar.

5