Upload
yunita
View
223
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Review Jurnal
Citation preview
JOURNAL REVIEW
REDUCING PROCESS VARIABILITY BY USING DMAIC MODEL: A CASE STUDY IN
BANGLADESH
Ripon Kumar Chakrabortty, Tarun Kumar Biswas dan Iraj Ahmed
International Journal for Quality Research 7(1) 127–140 ISSN 1800-6450
Tulisan ini merupaka review dari jurnal yang berjudul Reducing Process Variability by
Using DMAIC Model: A Case Study in Bangladesh. Dalam jurnal ini implementasi Lean Six
Sigma dilakukan pada perusahaan yang bergerak di industri makanan di Bangladesh yaitu Pran
Agro Limited (PAL). Penelitian yang dilakukan oleh penulis jurnal hanya pada departermen Ice-
Pop, karena pada departermen ini ada lima jenis cacat yang sering muncul, antara lain adanya
kebocoran, munculnya partikel hitam, meninggalkan botol tanpan memberi kode,
kelebihan/kekurangan saat mengisi material, dan longgarnya tutup atau segel. Penyelesaian
masalah di atas dilakukan dengan penerapan Lean Six Sigma dengan melakukan pendekatan
DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan Control). Berikut merupakan ulasan tahapan
DMAIC yang dilakukan penulis:
1. Define
Define merupakan tahapan Six Sigma yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik
kualitas produk yang sangat penting bagi pelanggan atau Critical to Customers (CTQs).
Penulis membuat diagram Quality Function Deployment (QFD) untuk mengidentifikasi
hubungan antara cacat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang terkadang berbeda
daripada identifikasi dengan model tradisional. Berikut ini merupakan diagram QFD yang
menunjukan hubungan antara cacat dan kemungkinan penyebab-penyebabnya:
Gambar 1. Diagram QFD Cacat dan Penyebab-Penyebabnya
Penilaian kepentingan di atas, didapatkan berdasarkan cacat yang terjadi tiap 10 produk.
Pada diagram di atas, nilai 1 menunjukan hubungan yang lemah, nilai 3 menunjukan
hubungan yang sedang dan nilai 9 menunjukan hubungan yang kuat. Dapat dilihat pada
diagram di atas bahwa kurangnya perhatian pekerja memiliki skor tertinggi yaitu 364.
2. Measure
Tahap measure ini memiliki tujuan utama yaitu untuk mengukur seberapa sering cacat
pada produk muncul dan pada produk keberapa cacat itu muncul serta untuk memutuskan
apakah proses produksi keluar dari kendali atau tidak. Untuk mengetahui apakah proses
produksi masih ada pada batas kendali atau tidak, dapat dilihat dengan menggunakan
sebuah tool, yaitu control chart. Control chart ini dapat berperan sebagai alat untuk
mendiagnosa kemungkinan adanya proses yang keluar dari kendali. Pada tahap ini, ntuk
melakukan pengukuran terhadap data-data yang berada di luar batas kendali
menggunakan P type control chart.
Tabel 1. Jumlah Non-Conforming Potongan-Potongan dari 26 Hari Pengamatan dengan Ukuran Sampel n = 810 Buah
Untuk membuat P type control chart, penulis mengasumsikan ρ adalah fraksi non-
conforming, kemudian (1 - ρ) adalah fraksi conforming. Mean dari fraksi non- conforming
untuk data pada tabel adalah 0.00699. Karena fraksi populasi non-conforming tidak
diketahui, maka nilai p dapat digunakan untuk menghitung batas kendalai atas (UCL) dan
batas kendali bawah (LCL)UCL1 = p+3√p(1
n-p) = 0.0157
CL1 = p = 0.00699LCL1 = p-3√p(1
n-p) = - 0.00179 = 0
Gambar 2. P Type Control Chart untuk Fraksi Non-Conforming
Nilai LCL1 yang didapatkan adalah negatif sehingga nilai tersebut dianggap tidak layak,
karena fraksi non-conforming tidak boleh negatif, sehingga nilai LCL1 dianggap nol.
Batas-batas kendali dapat dilihat pada grafik di atas, dimana penulis sudah memplotkan
26 fraksi. Dari grafik tersebut diketahui bahwa sampel nomer 8 dan 18 berada di luar atau
dekat dengan batas kendali atas. Kemungkin ada beberapa alasan khusus yang
menyebabkan hal ini terjadi, oleh karena itu diperlukan adanya investigasi lanjutan untuk
mengidentifikasi penyebabnya.
Setelah berkonsultasi dengan departemen QC ditemukan bahwa cuaca buruk seperti badai
itu yang menyebabkan adanya partikel hitam yang berlebihan selama dua hari. Sehingga
dau data tersebut (sampel nomer 8 dan 18) dapat diabaikan. Setelah mengabaikan dua
data tersebut, maka mean untuk yang berarti fraksi non-conforming menjadi 0.0064 dan
batas kendali diubah menjadi:UCL2 = p+3√p(1
n-p) = 0.0148
CL2 = p = 0.0064LCL2 = p-3√p(1
n-p) = - 0.0084 = 0
Gambar 3. P Type Control Chart untuk Fraksi Non-Conforming Setelah Mengabaikan 2 Sampel
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data nomor 4 & 13 adalah dua data yang
mendekati UCL2. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk
mengidentifikasi akar penyebab titik-titik tersebut cenderung mendekati UCL2.
3. Analyze
Tahap analyze ini mencakup identifikasi pada variabel input dan output yang saling
memperngaruhi CTQs dengan menggunakan process map atau flowchart, dan membuat
fishbone diagram untuk memahami hubungan antara CTQs. Pada tahap ini biasanya perlu
dicari sumber masalah yang bertanggung jawab terhadap masalah yang sudah
diidentifikasi pada tahap define. Berikut ini merupakan fishbone diagram untuk setiap
permasalahan yang sudah diidentifikasi:
Gambar 4. Fishbone Diagram untuk Kebocoran
Gambar 5. Fishbone Diagram untuk Meninggalkan Botol Tanpa Memberi Kode
Gambar 6. Fishbone Diagram untuk Adanya Partikel Hitam
Gambar 7. Fishbone Diagram untuk Kelebihan /Kekurangan Mengisis Bahan
Gambar 8. Fishbone Diagram untuk Tutup yang Longgar
Kemudian dilakukan analisis mendalam menggunakan diagram pareto dari kelima
masalah/cacat yang ada pada departermen Ice-Pop ini. Semua kategori cacat diringkas
dalam tabel 2 dan digambarkan dalam gambar 9. Dari gambar 9 didapat bahwa kebocoran
& kehadiran partikel hitam berkontribusi sekitar 83% dari jumlah produk yang rusak &
tiga hal lainnya adalah hal ringan (cacat ringan) yang dianggap tidak terlalu
mengkhawatirkan.
Tabel 2. Persentase untuk Masing-Masing Cacat
Gambar 9. Diagram Pareto untuk Cacat yang Terjadi
Pada langkah terakhir di tahap analisis ini penulis menggunakan teknik Analytic
Hierarchy Process (AHP) untuk memperkuat keputusan berdasarkan tingkat
kepentingan. Alasan sekunder dibalik penggunaan teknik AHP ini adalah untuk
memprioritaskan tingkat cacat & memberikan beberapa panduan kepada PAL tentang
area cacat yang mana yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu untuk ditangani.
Gambar 10. Diagram Model Penilaian AHP
Tabel 3. Tingkat Bobot untuk Model AHP
Berdasarkan gambar 10 dimana semua hirarki yang saling berkaitan ditampilkan, penulis
mengembangkan beberapa perhitungan matematis di sini untuk membangun hubungan
antara berbagai alternatif atau kriteria cacat dan penyebabnya masing-masing pada atribut
tingkat 1 & 2. Evaluasi ini dilakukan pertama pada level 1(ditunjukkan dalam tabel 4), di
mana semua empat penyebab menghasilkan barang cacat bisa diperhatikan dan prioritas
masing-masing nilai ditempatkan sesuai prioritas pada tabel 3. Untuk semua atribut mean
geometris dan bobot normal dihitung dengan beberapa rumus yang dikembangkan oleh
penulis. Rasio konsistensi juga dihitung dengan menggunakan tabel 5 dimana data indeks
acak (random index) diambil untuk nomor masing-masing atribut.
Tabel 4. Evaluasi pada Level 1
Tabel 5. Rata-rata Random Index (RI) Berdasarkan Ukuran Matriks (Diadaptasi oleh Saaty)
Pada tahap akhir AHP ini dapat dilihat seperti pada tabel di bawah yang menunjukan
bahwa setelah dilakukan perhitungan dan pembobotan hasil analisis sama dengan hasil
analisis dengan menggunakan diagram pareto. Cacat pertama dan kedua (adanya
kebocoran dan adanya partikel hitam) merupakan cacat yang paling sering timbul dan
harus ditanganin terlebih dahulu.
Tabel 6. Tingkat Bobot untuk Model AHP
4. Improve
Pada tahap improve ini penulis menyarankan untuk mengimplementasikan filsafat 5S
(Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) untuk mengurangi partikel hitam karena area
kerja/lingkungan merupakan penyebab utama adanya partikel hitam yang terbawa ke
dalam kemasan produk. Metode kerja perlu diperbarui dan operator juga perlu diberi
pelatihan untuk mengurangi masalah kebocoran. Tutup tabung yang digunakan di
departermen Ice-Pop dari supplier perlu diperiksa dengan benar karena tingkat ketebalan
tabung adalah salah satu faktor kebocoran. Jika perlu, perusahaan bisa mengganti supplier.
5. Control
Tahap control ini merupakan tahap akhir dari DMAIC yang berorientasi untuk menghindari
potensi masalah dalam CTQs dengan manajemen resiko dan kesalahan pemeriksaan,
standardisasi proses perubahan yang sukses dan mengendalikan CTQs kritis, pengembangan
rencana proses dan dokumentasi rencana proses. Hal tersebut di atas merupakan solusi dan
perbaikan terus-menerus yang perlu untuk dipertahankan, dijaga dari waktu ke waktu. Dalam
tahap control ini yang tujuan yang paling utama adalah untuk mengontrol aktivitas yang
harus dilakukan sesuai dengan direncanakan sebelumnya. Dalam tahap ini yang juga
dilakukan adalah membuat penjadwalan pelatihan pegawai yang diiringi dengan
pembaharuan standar dokumentasi kerja yang baru (meliputi pembuatan standard operating
procedure (SOP), metode inspeksi kerja baru dan sebagainya).
Kesimpulan dari bahasan pada jurnal ini adalah bahwa proses penerapan Lean Six Sigma
menggunakan metode DMAIC dilakukan dengan menggunakan beberapa tools dan dilakukan
secara berurutan dengan benar. Dari 5 tipe cacat yang ditemukan, ternyata kebocoran dan
timbulnya partikel hitam merupakan 2 tipe cacat yang paling sering muncul dan memiliki
persentase terbesar dari total cacat produksi pada departermen Ice-Pop di PAL. Keterbatasan
yang ada dalam jurnal ini adalah penulis tidak menghitung sigma dari hasil penelitian yang
dilakukan, sehingga tidak diketahui PAL berada pada tingkat sigma yang mana. Penggunaan
filosofi 5S dalam rangka mengimplementasikan lean manufacturing process di PAL merupakan
tindakan tepat, karena sebagai perusahaan manufaktur yang bergerak di industri makanan,
kondisi lingkungan kerja di PAL harus selalu bersih dan higienis.