20
JOURNAL REVIEW REDUCING PROCESS VARIABILITY BY USING DMAIC MODEL: A CASE STUDY IN BANGLADESH Ripon Kumar Chakrabortty, Tarun Kumar Biswas dan Iraj Ahmed International Journal for Quality Research 7(1) 127–140 ISSN 1800-6450 Tulisan ini merupaka review dari jurnal yang berjudul Reducing Process Variability by Using DMAIC Model: A Case Study in Bangladesh. Dalam jurnal ini implementasi Lean Six Sigma dilakukan pada perusahaan yang bergerak di industri makanan di Bangladesh yaitu Pran Agro Limited (PAL). Penelitian yang dilakukan oleh penulis jurnal hanya pada departermen Ice-Pop, karena pada departermen ini ada lima jenis cacat yang sering muncul, antara lain adanya kebocoran, munculnya partikel hitam, meninggalkan botol tanpan memberi kode, kelebihan/kekurangan saat mengisi material, dan longgarnya tutup atau segel. Penyelesaian masalah di atas dilakukan dengan penerapan Lean Six Sigma dengan melakukan pendekatan DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan Control). Berikut merupakan ulasan tahapan DMAIC yang dilakukan penulis: 1. Define Define merupakan tahapan Six Sigma yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik kualitas produk yang sangat penting bagi pelanggan atau Critical to Customers (CTQs). Penulis membuat diagram Quality Function Deployment (QFD) untuk mengidentifikasi hubungan antara cacat dengan faktor-faktor

Review

  • Upload
    yunita

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Review Jurnal

Citation preview

Page 1: Review

JOURNAL REVIEW

REDUCING PROCESS VARIABILITY BY USING DMAIC MODEL: A CASE STUDY IN

BANGLADESH

Ripon Kumar Chakrabortty, Tarun Kumar Biswas dan Iraj Ahmed

International Journal for Quality Research 7(1) 127–140 ISSN 1800-6450

Tulisan ini merupaka review dari jurnal yang berjudul Reducing Process Variability by

Using DMAIC Model: A Case Study in Bangladesh. Dalam jurnal ini implementasi Lean Six

Sigma dilakukan pada perusahaan yang bergerak di industri makanan di Bangladesh yaitu Pran

Agro Limited (PAL). Penelitian yang dilakukan oleh penulis jurnal hanya pada departermen Ice-

Pop, karena pada departermen ini ada lima jenis cacat yang sering muncul, antara lain adanya

kebocoran, munculnya partikel hitam, meninggalkan botol tanpan memberi kode,

kelebihan/kekurangan saat mengisi material, dan longgarnya tutup atau segel. Penyelesaian

masalah di atas dilakukan dengan penerapan Lean Six Sigma dengan melakukan pendekatan

DMAIC (Define, Measure, Analyze, Improve dan Control). Berikut merupakan ulasan tahapan

DMAIC yang dilakukan penulis:

1. Define

Define merupakan tahapan Six Sigma yang digunakan untuk mengidentifikasi karakteristik

kualitas produk yang sangat penting bagi pelanggan atau Critical to Customers (CTQs).

Penulis membuat diagram Quality Function Deployment (QFD) untuk mengidentifikasi

hubungan antara cacat dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yang terkadang berbeda

daripada identifikasi dengan model tradisional. Berikut ini merupakan diagram QFD yang

menunjukan hubungan antara cacat dan kemungkinan penyebab-penyebabnya:

Page 2: Review

Gambar 1. Diagram QFD Cacat dan Penyebab-Penyebabnya

Penilaian kepentingan di atas, didapatkan berdasarkan cacat yang terjadi tiap 10 produk.

Pada diagram di atas, nilai 1 menunjukan hubungan yang lemah, nilai 3 menunjukan

hubungan yang sedang dan nilai 9 menunjukan hubungan yang kuat. Dapat dilihat pada

diagram di atas bahwa kurangnya perhatian pekerja memiliki skor tertinggi yaitu 364.

2. Measure

Tahap measure ini memiliki tujuan utama yaitu untuk mengukur seberapa sering cacat

pada produk muncul dan pada produk keberapa cacat itu muncul serta untuk memutuskan

apakah proses produksi keluar dari kendali atau tidak. Untuk mengetahui apakah proses

produksi masih ada pada batas kendali atau tidak, dapat dilihat dengan menggunakan

sebuah tool, yaitu control chart. Control chart ini dapat berperan sebagai alat untuk

mendiagnosa kemungkinan adanya proses yang keluar dari kendali. Pada tahap ini, ntuk

melakukan pengukuran terhadap data-data yang berada di luar batas kendali

menggunakan P type control chart.

Page 3: Review

Tabel 1. Jumlah Non-Conforming Potongan-Potongan dari 26 Hari Pengamatan dengan Ukuran Sampel n = 810 Buah

Untuk membuat P type control chart, penulis mengasumsikan ρ adalah fraksi non-

conforming, kemudian (1 - ρ) adalah fraksi conforming. Mean dari fraksi non- conforming

untuk data pada tabel adalah 0.00699. Karena fraksi populasi non-conforming tidak

diketahui, maka nilai p dapat digunakan untuk menghitung batas kendalai atas (UCL) dan

batas kendali bawah (LCL)UCL1 = p+3√p(1

n-p) = 0.0157

CL1 = p = 0.00699LCL1 = p-3√p(1

n-p) = - 0.00179 = 0

Page 4: Review

Gambar 2. P Type Control Chart untuk Fraksi Non-Conforming

Page 5: Review

Nilai LCL1 yang didapatkan adalah negatif sehingga nilai tersebut dianggap tidak layak,

karena fraksi non-conforming tidak boleh negatif, sehingga nilai LCL1 dianggap nol.

Batas-batas kendali dapat dilihat pada grafik di atas, dimana penulis sudah memplotkan

26 fraksi. Dari grafik tersebut diketahui bahwa sampel nomer 8 dan 18 berada di luar atau

dekat dengan batas kendali atas. Kemungkin ada beberapa alasan khusus yang

menyebabkan hal ini terjadi, oleh karena itu diperlukan adanya investigasi lanjutan untuk

mengidentifikasi penyebabnya.

Setelah berkonsultasi dengan departemen QC ditemukan bahwa cuaca buruk seperti badai

itu yang menyebabkan adanya partikel hitam yang berlebihan selama dua hari. Sehingga

dau data tersebut (sampel nomer 8 dan 18) dapat diabaikan. Setelah mengabaikan dua

data tersebut, maka mean untuk yang berarti fraksi non-conforming menjadi 0.0064 dan

batas kendali diubah menjadi:UCL2 = p+3√p(1

n-p) = 0.0148

CL2 = p = 0.0064LCL2 = p-3√p(1

n-p) = - 0.0084 = 0

Gambar 3. P Type Control Chart untuk Fraksi Non-Conforming Setelah Mengabaikan 2 Sampel

Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa data nomor 4 & 13 adalah dua data yang

mendekati UCL2. Oleh karena itu diperlukan penelitian lebih lanjut untuk

mengidentifikasi akar penyebab titik-titik tersebut cenderung mendekati UCL2.

Page 6: Review

3. Analyze

Tahap analyze ini mencakup identifikasi pada variabel input dan output yang saling

memperngaruhi CTQs dengan menggunakan process map atau flowchart, dan membuat

fishbone diagram untuk memahami hubungan antara CTQs. Pada tahap ini biasanya perlu

dicari sumber masalah yang bertanggung jawab terhadap masalah yang sudah

diidentifikasi pada tahap define. Berikut ini merupakan fishbone diagram untuk setiap

permasalahan yang sudah diidentifikasi:

Gambar 4. Fishbone Diagram untuk Kebocoran

Page 7: Review

Gambar 5. Fishbone Diagram untuk Meninggalkan Botol Tanpa Memberi Kode

Page 8: Review

Gambar 6. Fishbone Diagram untuk Adanya Partikel Hitam

Gambar 7. Fishbone Diagram untuk Kelebihan /Kekurangan Mengisis Bahan

Gambar 8. Fishbone Diagram untuk Tutup yang Longgar

Page 9: Review

Kemudian dilakukan analisis mendalam menggunakan diagram pareto dari kelima

masalah/cacat yang ada pada departermen Ice-Pop ini. Semua kategori cacat diringkas

dalam tabel 2 dan digambarkan dalam gambar 9. Dari gambar 9 didapat bahwa kebocoran

& kehadiran partikel hitam berkontribusi sekitar 83% dari jumlah produk yang rusak &

tiga hal lainnya adalah hal ringan (cacat ringan) yang dianggap tidak terlalu

mengkhawatirkan.

Tabel 2. Persentase untuk Masing-Masing Cacat

Gambar 9. Diagram Pareto untuk Cacat yang Terjadi

Pada langkah terakhir di tahap analisis ini penulis menggunakan teknik Analytic

Hierarchy Process (AHP) untuk memperkuat keputusan berdasarkan tingkat

kepentingan. Alasan sekunder dibalik penggunaan teknik AHP ini adalah untuk

memprioritaskan tingkat cacat & memberikan beberapa panduan kepada PAL tentang

area cacat yang mana yang harus dipertimbangkan terlebih dahulu untuk ditangani.

Page 10: Review

Gambar 10. Diagram Model Penilaian AHP

Tabel 3. Tingkat Bobot untuk Model AHP

Berdasarkan gambar 10 dimana semua hirarki yang saling berkaitan ditampilkan, penulis

mengembangkan beberapa perhitungan matematis di sini untuk membangun hubungan

antara berbagai alternatif atau kriteria cacat dan penyebabnya masing-masing pada atribut

tingkat 1 & 2. Evaluasi ini dilakukan pertama pada level 1(ditunjukkan dalam tabel 4), di

mana semua empat penyebab menghasilkan barang cacat bisa diperhatikan dan prioritas

masing-masing nilai ditempatkan sesuai prioritas pada tabel 3. Untuk semua atribut mean

geometris dan bobot normal dihitung dengan beberapa rumus yang dikembangkan oleh

penulis. Rasio konsistensi juga dihitung dengan menggunakan tabel 5 dimana data indeks

acak (random index) diambil untuk nomor masing-masing atribut.

Page 11: Review

Tabel 4. Evaluasi pada Level 1

Tabel 5. Rata-rata Random Index (RI) Berdasarkan Ukuran Matriks (Diadaptasi oleh Saaty)

Pada tahap akhir AHP ini dapat dilihat seperti pada tabel di bawah yang menunjukan

bahwa setelah dilakukan perhitungan dan pembobotan hasil analisis sama dengan hasil

analisis dengan menggunakan diagram pareto. Cacat pertama dan kedua (adanya

kebocoran dan adanya partikel hitam) merupakan cacat yang paling sering timbul dan

harus ditanganin terlebih dahulu.

Tabel 6. Tingkat Bobot untuk Model AHP

4. Improve

Pada tahap improve ini penulis menyarankan untuk mengimplementasikan filsafat 5S

(Seiri, Seiton, Seiso, Seiketsu, Shitsuke) untuk mengurangi partikel hitam karena area

kerja/lingkungan merupakan penyebab utama adanya partikel hitam yang terbawa ke

dalam kemasan produk. Metode kerja perlu diperbarui dan operator juga perlu diberi

Page 12: Review

pelatihan untuk mengurangi masalah kebocoran. Tutup tabung yang digunakan di

departermen Ice-Pop dari supplier perlu diperiksa dengan benar karena tingkat ketebalan

tabung adalah salah satu faktor kebocoran. Jika perlu, perusahaan bisa mengganti supplier.

5. Control

Tahap control ini merupakan tahap akhir dari DMAIC yang berorientasi untuk menghindari

potensi masalah dalam CTQs dengan manajemen resiko dan kesalahan pemeriksaan,

standardisasi proses perubahan yang sukses dan mengendalikan CTQs kritis, pengembangan

rencana proses dan dokumentasi rencana proses. Hal tersebut di atas merupakan solusi dan

perbaikan terus-menerus yang perlu untuk dipertahankan, dijaga dari waktu ke waktu. Dalam

tahap control ini yang tujuan yang paling utama adalah untuk mengontrol aktivitas yang

harus dilakukan sesuai dengan direncanakan sebelumnya. Dalam tahap ini yang juga

dilakukan adalah membuat penjadwalan pelatihan pegawai yang diiringi dengan

pembaharuan standar dokumentasi kerja yang baru (meliputi pembuatan standard operating

procedure (SOP), metode inspeksi kerja baru dan sebagainya).

Kesimpulan dari bahasan pada jurnal ini adalah bahwa proses penerapan Lean Six Sigma

menggunakan metode DMAIC dilakukan dengan menggunakan beberapa tools dan dilakukan

secara berurutan dengan benar. Dari 5 tipe cacat yang ditemukan, ternyata kebocoran dan

timbulnya partikel hitam merupakan 2 tipe cacat yang paling sering muncul dan memiliki

persentase terbesar dari total cacat produksi pada departermen Ice-Pop di PAL. Keterbatasan

yang ada dalam jurnal ini adalah penulis tidak menghitung sigma dari hasil penelitian yang

dilakukan, sehingga tidak diketahui PAL berada pada tingkat sigma yang mana. Penggunaan

filosofi 5S dalam rangka mengimplementasikan lean manufacturing process di PAL merupakan

tindakan tepat, karena sebagai perusahaan manufaktur yang bergerak di industri makanan,

kondisi lingkungan kerja di PAL harus selalu bersih dan higienis.