Upload
patrico-rillah-setiawan
View
227
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
1/17
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Penelitian terakhir menyatakan bahwa terdapat hubungan antara obstruksi
infravesika dan karsinoma buli-buli. Obstruksi infravesika diasumsikan dapat
menyebabkan perubahan pada sel-sel urotelial buli-buli yang berpotensi
menyebabkan karsinoma buli-buli. Bagaimanapun hal ini masih terdapat
kontroversial.
1.2 Rumusan masalah
Apakah ada terdapat hubungan antara insidensi tumor buli buli yang
disertai dengan tandatanda obstruksi intravesika?
1.3 Tujuan
Tujuan umum
Mengetahui kejadian obstruksi infravesika pada penderita tumor pada buli
buli.
Tujuan khusus
Untuk menilai kejadian obstruksi infravesika dengan menilai trabekulasi,
sakulasi, divertikel, kondisi bladder neck dan panjang kissing lobe yang
berpotensi terjadinya tumor pada buli-buli.
1.4ManfaatBagi bidang Akademik atau Ilmiah :
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
2/17
2
1. Diketahuinya insidensi obstruksi infravesika sebagai faktor yangmungkin menyebabkan tumor bulibuli
2. Penelitian ini dapat digunakan sebagai salah satu acuan untukpenelitian-penelitan berikutnya dalam hal memprediksi tingkat
kejadian tumor pada buli-buli.
Bagi Peneliti :
1. Terpenuhinya syarat akademis para peneliti dalam rangkamenyelesaikan pendidikan spesialis urologi.
2. Terbentuknya hipotesis baru sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya.
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
3/17
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1EpidemiologiDi Amerika Serikat, kejadian kanker buli merupakan kanker keempat yang
tersering pada laki-laki dan kanker yang kesembilan tersering pada perempuan.
Lebih dari 47.000 laki-laki dan 16.000 perempuan didiagnosa dengan kanker buli
setiap tahunnya.1,2
2.2 Faktor resiko
Kanker buli hampir tiga kali lebih sering pada priadibandingkan pada
perempuan.1
Secara etiologi adanya paparan terhadap kondisis yang karsinogenik
memberikan kontribusi terkuat dalam perkembangan kanker buli, dimana rokok
merupakan paparan yang tersering. Adanya suatu retensi dari urin yang
disebabkan oleh adanya suatu obstruksi mungkin dapat memberikan resiko
terhadap terjadinya kanker buli. Faktor faktor resiko kanker buli tersering
antara lain adalah:
1.Merokok2.Pajanan terhadap zatzat kimia seperti arsen dan golongan arilamin3.Iritasi inflamasi kronis seperti pada batu buli, infeksi genitourinaria
oleh Schistosoma dan tuberkulosis serta pemakaian kateter jangka
panjang
4.Predisposisi genetik (clustering)
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
4/17
4
5.Iatrogenik, yakni sebagai efek samping radioterapi pelvis untukkeganasan lain.
Pada sebuah studi kohort di Swedia, ditemukan tidak terdapat signifikansi secara
keseluruhan antara resiko terjadinya kanker buli dengan obstruksi. Tetapi pada
penelitian tersebut menunjukkan adanya peningkatan insidensi terjadinya kanker
buli dengan tindakan untuk menghilangkan obstruksi tersebut dimana makin
kurang invasif tindakan yang dilakukan signifikansi terjadinya kanker buli
semakin meningkat dibandingkan yang lebih invasif.4
2.3 Patologi Tumor Buli - buli
Epitel bulibuli normal terdiri dari tiga hinnga tujuh lapisan. Lapisan
superfisial terdiri dari selsel datar berukuran besar berbentuk payung yang
mengandung unit membran asimetris pada permukaan luminal. Epitel buli terletak
diatas membran basal lamina propria yang mengandung mukosa tunika
muskularis.1
Sekitar 90% dari tumor epite bulibuli adalah karsinoma urotelial,
sedangkan 10% lainnya merupakan karsinoma nonurotelial atau mesenkimal.
Untuk karsinoma buli saat ini digunakan klasifikasi patologis WHO/ Society of
Urological Pathology yang menetapkan digunakannya istilah urotelial dan bukan
transisional untuk tumortumor epitelial bulibuli.7
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
5/17
5
2.4 Stadium Klinis Tumor Buli buli
Sistem pengelompokan stadium kanker buli yang diugnakan saat ini
menggunakan sistem yang dikembangkan oleh International Union Against
Cancer (UICC)dan and the American Joint Committee on Cancer (AJCC). Sistem
ini juga dikenal dengan nama sistem TNM.1,8
Pada sistem ini, tumor yang terbatas
pada epitel papiler diklasifikasikan sebagai Ta, sedangkan karsinoma in-situ
diklasifikasikan sebagai Tis. Tumor yang telah menginvasi lamina propria
diklasifikasikan sebagai T1. Tumor yang telah menginvasi otot superfisial adalah
T2a, sedangkan invasi ke lapisan otot profunda adalah T2b. Tumor yang
menginvasi lemak perivesika secara mikroskopis diklasifikasikan sebagai T3a,
sedangkan secara makroskopis adalah T3b. Tumor yang menginvasi visera pelvis
seperti stroma prostat, rektum, uterus, atau vagina termasuk kedalam T4a,
sedangkan ang telah mencapai dinding pelvis maupun abdomen adalah T4b.
Sistem staging selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1 Sistem staging TNM
Tumor primer (T) Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti untuk tumor primer
Ta Tumor papiler noninvasif
Tis Carcinoma in situ
T1 Tumor menginvasi jaringan ikat subepitel
T2 Tumor menginvasi otot
PT2a Tumor menginvasi lapisan otot superfisial (inner half)
PT2b Tumor menginvasi lapisan otot profunda (outer half)
T3 Tumor menginvasi jaringan perivesikal
PT3a Tumor menginvasi jaringan perivesikal (mikroskopis)
PT3b Tumor menginvasi jaringan perivesikal makroskopis
(massa ekstravesikal)
T4 Tumor menginvasi salah satu dari : prostat, uterus,
vagina, dinding pelvis, dinding abdomen
T4a Tumor menginvasi prostat, uterus, vagina
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
6/17
6
T4b Tumor menginvasi dinding pelvis, dinding abdomen
Regional lymph
nodes (N)
NX Nodus limfatikus regional tidak dapat dinilai
N0 Tidak ada metastasis ke nodus limfatikus regional
N1 Metastasis pada satu nodus limfatikus dengan ukuran
terbesar 2 cm atau kurang
N2 Metastasis pada nodus limfatikus tunggal, ukuran
terbesar antara 2-5 cm
N3 Metastasis pada nodus limfatikus dengan ukuran
terbesar lebih dari 5 cm
Metastasis (M) MX Metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0 Tidak ada metastasis jauh
M1 Metastasis jauh
2.5 Biomolekuler Tumor Buli buli
Aspek molekuler pada tumorigenesis buli buli merupakan proses
multifaktor dan tidak dapat dilepaskan dalam pemahaman dan penatalaksanaan
pasien.7
Secara umum, kaitan antara faktor patologi dan biologi molekuler
mengawali terjadinya tumor buli buli.8
Gambar 1 menunjukkan perkembangan
sel epitel buli normal menjadi keganasan dan faktor faktor molekuler yang
mempengaruhinya.
Gangguan pada kromosom 9 dan 17 berperan penting dalam
perkembangan dan progresi kanker buli buli. Sekitar 60-65% dari semua tumor
sel transisional ditemukan kehilangan loss of heterozigosity (LOH) pada
kromosom 9, dan menandai awal tumorigenesis buli buli. Secara umum,
terdapat dua kategori gen yang menyebaban transformasi malignan, yakni
onkogen dan gen supresor tumor. Transformasi protoonkogen menjadi onkogen
mengakibatkan overekspresi dan pada akhirnya mengakibatkan gangguan di
tingkat seluler dan menstimulasi transformasi keganasan. Aktivasi protoonkogen
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
7/17
7
menjadi onkogen dapat dipicu oleh mutasi, amplifikasi gen, insersi materi genetik
virus, maupun metilasi DNA.8
Gen supresor tumor memiliki dua alel resesif sehingga tumorigenesis
melalui jalur ini memerlukan inaktivasi kedua alel tersebut. Mekanisme yang
telah dikemukakan untuk hal ini adalah kehilangan atau mutasi kedua alel,maupun
mutasi pada urutan alel yang tersisa. Pada kanker urotelial buli buli , gen
supresor tumor pada kromosom 9 (yang ditandai oleh kehilangan alel pada 9p dan
9q, serta delesi antara regio 9p12-9q34.1 yang mencakup lokus p16INK4A
locus)
ditemukan berperan dalam karsinogenesis. Tumor tumor dengan kelainan di
tingkat ini memiliki prognosis yang relatif baik dan kecenderungan metastasis dan
invasi yang relatif rendah. Kehilangan materi genetik pada kromosom 17p (lokasi
gen p53) telah dikaitkan dengan lesi datar atau CIS yang cenderung lebih agresif.
Hal ini menunjukkan bahwa terdapat sedikitnya dua jalur progresi tumor buli
buli yang dapat menandai tipe - tipe karsinoma urotelial buli berdasarkan
gangguan di tingkat molekuler.1,7,8
Gambar 1. Skema progresi karsinoma bulibuli
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
8/17
8
2.6 Diagnosis dan Penatalaksanaan Tumor Buli - buli
Diagnosis klinis hendaknya dimulai dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
seksama dengan mencakup paparan terhadap faktor faktor resiko terjadinya
kanker buli. Presentasi yang lazim ditemukan adalah hematuri intermiten tanpa
disertai nyeri. Efek massa pada pasien dengan kanker buli dapat bermanifestasi
sebagai gejalagejala iritatif dan obstruktif. Pada tahaptahap yang lebih lanjut,
dapat ditemukan gejala gejala penyebaran atau invasi ke organ organ terkait
seperti kaheksi, edema ekstrimitas inferior, gagal ginjal, dan gejala gejala
saluran pernapasan gagal napas, nyeri abdomen dan pelvis yang disertai dengan
massa palpabel.1,8
Pemeriksaan penunjang yang paling bermanfaat pada tumor buli adalah
sistoskopi dan sitologi urin. Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk diagnosis,
menentukan pilihan terapi, serta follow up respon terapi dan surveilans rekurensi
penyakit.8
Sitologi urin merupakan tes noninvasif yang digunakan untuk
mengidentifikasi tumor high-grade dan monitoring tumor yang persisten atau
rekuren. Tes ini memiliki spesifisitas tinggi (95-100%), namun sensitivitasnya
relatif rendah (66-79%) sehingga kurang baik digunakan pada pasien
asimtomatis.1,6
Sistoskopi merupakan modalitas diagnosis dan surveilans utama untuk
karsinoma buli buli. Pemeriksaan ini memberikan informasi lesi neoplastik
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
9/17
9
seperti CIS dan sensitivitasnya dapat ditingkatkan menggunakan metode
fluorosensi.6
Penatalaksanaan tumor bulibuli sangat dipengaruhi oleh temuan stadium
klinis dan patologis, demikian pula untuk monitoring dan surveilans jangka
panjang. Modalitas terapi yang digunakan saat ini dapat bersifat lokal (TURBT
dan kemoterapi intravesikal) maupun sistemik seperti kemoterapi neoajuvan.1,6
Gambar 2 mencantumkan skema penatalaksanaan karsinoma bulibuli mulai dari
diagnosis hingga terapi.
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
10/17
10
Gambar 2. Garis besar penatalaksanaan karsinoma buli - buli
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
11/17
11
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan Penelitian
Selama periode penelitian dikumpulkan 160 data pasien, masing-masing
dari data pasien adalah pasien-pasien tumor buli-buli yang menjalani tindakan
sistoskopi. Objek pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang dari data rekam
medik didiagnosa menderita tumor buli dan telah menjalani tindakan sistoskopi
dan dirawat di Sub bagian bedah urologi RSHS mulai Januari 2007 sampai
November 2009.
Kriteria inklusi:
1. Semua pasien yang dari data rekam medik telah didiagnosa tumor buli dantelah menjalani pemeriksaan sistoskopi serta dirawat dibagian bedah
Urologi.
2.
Pasien dirawat sub bagian bedah urologi RSHS periode Januari 2007sampai Desember 2009.
Kriteria eksklusi:
1. Pasien yang menjalani pengobatan dan perawatan atas indikasi buli di subbagian bedah Urologi RSHS yang disertai penyakit penyerta yang lain.
3.2 Metode Penelitian
Data kasus batu buli-buli dikumpulkan dan dievaluasi melalui rekam
medik di Rumah Sakit Hasan Sadikin mulai Januari 2007- November 2009
yang dirawat dengan diagnosa tumor buli dan telah menjalani sistoskopi.
Data tentang trabekulasi, sakulasi, divertikula, kissing lobe, panjang kissing
lobe dan keadaan leher buli dikumpulkan, dikelompokkan dan kemudian
dinilai setiap penggelompokkan tersebut. Untuk analisis statistiknya
digunakan SPSS 17
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
12/17
12
3.2.1 Rancangan Penelitian
Merupakan penelitian observasional dengan rancangan potong
silang (cross sectional study). Sampel data pada penelitian ini adalah
total sampling yang diambil dari data semua pasien tumor buli yang
sudah menjalani sistoskopi dan dirawat di sub bagian Bedah Urologi
RSHS periode Januari 2007 sampai November 2009.
3.2.2 Identifikasi Variabel
Variabel bebas :
Tumor buli yang sudah dilakukan pemeriksaan sistoskopi
Variabel dependen :
Trabekulasi, sakulasi, divertikula, kissing lobe, panjang kissing lobe
dan keadaan leher buli.
3.2.3 Cara kerja dan tehnik pengumpulan data
Pengambilan data diambil dari data rekam medik pasienpasien yang
di diagnosis tumor buli-buli dan sudah menjalani pemeriksaan
sistoskopi untuk menilai keadaan dari buli-buli. Kemudian dari data
tersebut dinilai trabekulasi, sakulasi, divertikula, kissing lobe, panjang
kissing lobe dan keadaan leher buli dan dikelompokkan jumlah kasus
yang berdasarkan data trabekulasi, sakulasi, divertikula, kissing lobe,
panjang kissing lobe dan keadaan leher buli tersebut. Kemudian jumlah
kasus dihitug dan dianalisis dengan menggunakan SPSS 17 untuk
menilai insidensi obstruksi infravesika pada tumor buli.
3.2.4 Tempat dan waktu penelitian
Penelitian ini dilakukan di sub bagian Urologi FKUP/RSHS
Bandung. Penelitian dilakukan selama periode Januari 2007 sampai
dengan November 2009.
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
13/17
13
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil PenelitianDidapat 160 kasus tumor buli yang dilakukan tindakan sistoskopi selama
periode penelitian, ditemukan 96 kasus (60%) yang menunjukan tanda-tanda
obstruksi infravesika dan 64 kasus (40%) yang tidak menunjukan tanda-tanda
obstruksi infravesika.
Gambar 3. Presentase Tumor Buli Menunjukan Tanda-Tanda Obstruksi
Infravesika
Dari 96 kasus yang menunjukan tanda-tanda obstruksi infravesika,
didapatkan semua kasus mengalami trabekulasi (100%), sakulasi 45 kasus
(46,9%), divertikulasi 8 kasus (8,3 %), kissing lobe 51 kasus (53,1%), dengan
panjang kissing lobe rata-rata 1 cm dan keadaan leher buli tinggi sebanyak 12
kasus.
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
14/17
14
TRABEKULASI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid YA 96 100.0 100.0 100.0
Tabel 1. Persentase Trabekulasi Pada Kasus Yang Menunjukkan Tanda-Tanda
Obstruksi Infravesika
SAKULASI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid YA 45 46.9 46.9 46.9
TIDAK 51 53.1 53.1 100.0
Total 96 100.0 100.0
Tabel 2. Persentase Sakulasi Pada Kasus Yang Menunjukkan Tanda-Tanda
Obstruksi Infravesika
KISSING LOBE
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid YA 51 53.1 53.1 53.1
TIDAK 45 46.9 46.9 100.0
Total 96 100.0 100.0
Tabel 3. Persentase Kissing Lobe Pada Kasus Yang Menunjukkan Tanda-Tanda
Obstruksi Infravesika
DIVERTIKULASI
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid YA 8 8.3 8.3 8.3
TIDAK 88 91.7 91.7 100.0
Total 96 100.0 100.0
Tabel 4. Persentase Divertikulasi Pada Kasus Yang Menunjukkan Tanda-Tanda
Obstruksi Infravesika
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
15/17
15
Pada penelitian ini, semua pasien dengan kanker buli yang telah menjalani
pemeriksaan sistoskopi dan perawatan, semua datanya dikumpulkan dan
kemudian dinilai. Dari penilaian terlihat bahwa sebagian besar pada kasus
kanker buli yang dirawat di RSHS menunjukkan adanya suatu tanda-tanda
adanya suatu obstruksi infravesika, yaitu adanya tanda-tanda trabekulasi,
sakulasi, divertikulasi dan kissing lobe.
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
16/17
16
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Dalam penelitian ini didapatkan bahwa insidensi obstruksi infravesika
pada kanker buli sebanyak 60%.
5.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan sampel yanglebih besar.
2. Perlu dilakukan penelitian yang lebih lanjut untuk mengevaluasi korelasiantara efek obstruksi infravesika dengan kanker buli.
7/31/2019 REVFull Paper Final Bladder CancerREV
17/17
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Messing M Edward. Urothelial Tumors of the Bladder. Wein Aj, PartinAW, Peters CA. Editors. Campbell Walsh Urology 9th.2007. Philadephia :
WB saunders.
2. Michaud DS, Spiegelman D, Clinton SK, Rimm EB, Curhan GC, WillettWC, Giovannucci EL (1999) Fluid intake and the risk of bladder cancer in
men. N Engl J Med 340: 13901397
3. Kadlubar FF, Dooley KL, Teitel CH, Roberts DW, Benson RW, ButlerMA,Bailey JR, Young JF, Skipper PW, Tannenbaum SR (1991)
Frequency of urination and its effects on metabolism, pharmacokinetics,
blood hemoglobin adduct formation, and liver and urinary bladder DNA
adduct levels in beagle dogs given the carcinogen 4-aminobiphenyl.
Cancer Res 51: 43714377
4. Kang D, Chokkalingam AP, Gridley G, Nyren O, Johansson J, Adami H,Silverman D. Benign prostatic hyperplasia and subsequent risk of bladder
cancer.British Journal of Cancer (2007) 96, 14751479.
5. Knowles MA. Molecular biology of bladder cancer dalam: DeVita VT,Lawrence TS, Rosenberg SA. Editor: Devita,Hellman & Rosenbergs
Cancer : Principles and practice of Oncology, 8th
Ed Ch.40 Cancers of the
genitourinary system. Sect.2. 2008: Lippincott Williams & Wilkins.
6. Sharma S, Ksheersagar P, Sharma P. Diagnosis and treatment of bladdercancer. American Family Physician Vol 80, No 7 October 1, 2009. h
717-24. Diunduh dariwww.aafp.org/afp7. Cote RJ, Lerner SP, Datar RH. Molecular biology and prognostic markers
in bladder cancer, dalam : Vogelzang NJ, Scardino PT, Shipley WU,
Debruyne FJ, Linehan WM, editor: Comprehensive textbook of
genitourinary oncology 3rd
ed. ch.20. 2006: Lippincott Williams &
Wilkins. hal 387-99
http://www.aafp.org/afphttp://www.aafp.org/afphttp://www.aafp.org/afphttp://www.aafp.org/afp