69
ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018 87 Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif Pertahanan Regional Marsetio 1 dan Rajab Ritonga 2 [email protected], [email protected] Abstract Indonesia as one of the centers of gravity in Asia Pacific region requires defence equipment, including submarines as a deterrence effect to play a leadership role within the regional area with all its dynamics in South China Sea. In relation to that role, the Navy is now transformed to meet World Class Navy standards with four elements: (1) excellence in human resources, (2) excellence in technology, (3) organizational excellence, and (4) excellence in operational capabilities. This study tries to find out how submarine representation in the perspective of regional defence is faced with China's overlapping claims in South China Sea, as well as the presence of the United States that seeks to maintain regional hegemony. This research uses a descriptiveexplanative method with a qualitative approach based on the constructivist paradigm. The research conclusions are: the existence of submarines as strategic weapons has become a major need for Indonesia to play leadership role in the regional area in facing the intensity of regional political crises as excesses of problems in South China Sea and the emergence of China as a new rival to the United States. Keywords: Submarines, Domain Maritime Awareness, Deterrence Effect Indonesia sebagai salah satu pusat gravitasi di kawasan Asia Pasifik membutuhkan peralatan pertahanan, termasuk kapal selam sebagai efek jera untuk memainkan peran kepemimpinan dalam wilayah regional dengan semua dinamika di Laut Cina Selatan. Sehubungan dengan peran itu, Angkatan Laut sekarang ditransformasikan untuk memenuhi standar Angkatan Laut Kelas Dunia dengan empat elemen: (1) keunggulan dalam sumber daya manusia, (2) keunggulan dalam teknologi, (3) keunggulan organisasi, dan (4) keunggulan dalam kemampuan operasional . Studi ini mencoba untuk mengetahui bagaimana representasi kapal selam dalam perspektif pertahanan regional dihadapkan dengan klaim China yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan, serta kehadiran Amerika Serikat yang berupaya mempertahankan hegemoni regional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif- eksplanatif dengan pendekatan kualitatif berdasarkan paradigma konstruktivis. Kesimpulan penelitian adalah: keberadaan kapal selam sebagai senjata strategis telah menjadi kebutuhan utama bagi Indonesia untuk memainkan peran kepemimpinan di wilayah regional dalam menghadapi intensitas krisis politik regional sebagai ekses dari masalah di Laut Cina Selatan dan munculnya Cina sebagai saingan baru ke Amerika Serikat. Kata kunci: Kapal Selam, Wilayah Kesadaran Maritim, Efek Pencegahan Copyright © 2018 Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia. All rights reserved 1 Profesor di Universitas Pertahanan (Unhan) 2 Dosen di Universitas Prof. Dr. Moestopo

Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

87

Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

Pertahanan Regional

Marsetio1 dan Rajab Ritonga2

[email protected], [email protected]

Abstract

Indonesia as one of the centers of gravity in Asia Pacific region requires defence equipment, including submarines

as a deterrence effect to play a leadership role within the regional area with all its dynamics in South China Sea.

In relation to that role, the Navy is now transformed to meet World Class Navy standards with four elements: (1)

excellence in human resources, (2) excellence in technology, (3) organizational excellence, and (4) excellence in

operational capabilities. This study tries to find out how submarine representation in the perspective of regional

defence is faced with China's overlapping claims in South China Sea, as well as the presence of the United States

that seeks to maintain regional hegemony. This research uses a descriptiveexplanative method with a qualitative

approach based on the constructivist paradigm. The research conclusions are: the existence of submarines as

strategic weapons has become a major need for Indonesia to play leadership role in the regional area in facing the

intensity of regional political crises as excesses of problems in South China Sea and the emergence of China as a

new rival to the United States. Keywords: Submarines, Domain Maritime Awareness, Deterrence Effect

Indonesia sebagai salah satu pusat gravitasi di kawasan Asia Pasifik membutuhkan peralatan pertahanan,

termasuk kapal selam sebagai efek jera untuk memainkan peran kepemimpinan dalam wilayah regional dengan

semua dinamika di Laut Cina Selatan. Sehubungan dengan peran itu, Angkatan Laut sekarang ditransformasikan

untuk memenuhi standar Angkatan Laut Kelas Dunia dengan empat elemen: (1) keunggulan dalam sumber daya

manusia, (2) keunggulan dalam teknologi, (3) keunggulan organisasi, dan (4) keunggulan dalam kemampuan

operasional . Studi ini mencoba untuk mengetahui bagaimana representasi kapal selam dalam perspektif pertahanan

regional dihadapkan dengan klaim China yang tumpang tindih di Laut Cina Selatan, serta kehadiran Amerika

Serikat yang berupaya mempertahankan hegemoni regional. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-

eksplanatif dengan pendekatan kualitatif berdasarkan paradigma konstruktivis. Kesimpulan penelitian adalah:

keberadaan kapal selam sebagai senjata strategis telah menjadi kebutuhan utama bagi Indonesia untuk memainkan

peran kepemimpinan di wilayah regional dalam menghadapi intensitas krisis politik regional sebagai ekses dari

masalah di Laut Cina Selatan dan munculnya Cina sebagai saingan baru ke Amerika Serikat. Kata kunci: Kapal Selam, Wilayah Kesadaran Maritim, Efek Pencegahan

Copyright © 2018 Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Universitas Indonesia. All rights reserved

1 Profesor di Universitas Pertahanan (Unhan) 2 Dosen di Universitas Prof. Dr. Moestopo

Page 2: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

88

1. Pendahuluan

Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,

dengan 17.499 pulau (16.056 pulau sesuai

verifikasi PBB tanggal 18 Agustus 2017),

mutlak memerlukan sistem senjata armada

terpadu (SSAT) berupa kapal perang, pesawat

udara, marinir, dan pangkalan laut/udara untuk

menjaga kedaulatan negara di lautan yurisdiksi

nasional Indonesia. Keberadaan SSAT tidak

dapat dinihilkan sebab letak geografis Indonesia

sangat khas: pemisah Samudera Pasifik dengan

Samudera Hindia, sehingga perairannya

menjadi jalur perhubungan laut Asia dan

Australia.

Pada sisi lain, luas wilayah Indonesia

didominasi perairan, yakni dua pertiga, atau

seluas 5,8 juta km² dengan garis pantai 80.791

kilometer (Pushidros, 2017; Marsetio, 2013),

dan sisanya berupa daratan. Lautan Indonesia

itu berbatasan dengan 10 negara tetangga,

sedangkan di darat berbatasan dengan tiga

negara. Kondisi geografis seperti itu membuat

Indonesia memiliki potensi kerawanan berupa

ancaman militer dan nonmiliter di dan atau

melalui wilayah-wilayah tersebut. Melihat

kondisi seperti itu pula, Indonesia memerlukan

pertahanan negara yang efektif dan berdaya

tangkal tinggi. Pertahanan itu harus memiliki

strategi yang tepat dan mampu memaksimalkan

pendayagunaan seluruh sumber daya nasional.

Hal itu penting untuk menghadapi berbagai

kerawanan demi terpeliharanya kelangsungan

hidup bangsa dan negara dengan melibatkan

seluruh komponen utama, komponen cadangan

dan komponen pendukung bangsa.

Dari konstelasi geografis sebagaimana

diuraikan, maka TNI Angkatan Laut dalam

menjalankan peran, fungsi dan tugas pokoknya,

harus memiliki kesenjataan strategis dan

memiliki daya tangkal yang tinggi, berupa alat

utama sistem senjata (alutsista) yang memadai,

salah satunya senjata strategis berupa kapal

selam. Kapal jenis ini memiliki nilai strategis

sangat tinggi sesuai dengan konstelasi geografis

Indonesia berupa perairan dalam dan perairan

dangkal, serta gugusan pulau besar dan kecil

yang dapat dimanfaatkan dalam strategi perang

laut (Marsetio, 2014).

Sebagai alutsista bernilai strategis tinggi,

kapal selam dapat menimbulkan efek

penangkalan (detterence effect) bagi

negaranegara di sekitar yang ingin melancarkan

agresi. Kapal selam sangat ditakuti pada perang

laut, karena gerakannya sulit dideteksi sehingga

dapat menyusup ke jantung pertahanan lawan

tanpa diketahui (Sulistijono, 2017).

Pada sisi lain, revolution in military

affairs (RMA) kini cenderung mengembangkan

teknologi satelit, peningkatan jangkauan jarak

peluru kendali, dan pengembangan pesawat tanpa

awak. RMA juga membawa dampak terhadap

kemajuan teknologi militer, konsep operasi,

pengorganisasian, doktrin dan strategi militer,

bahkan secara luas telah berpengaruh terhadap

aspek politik, sosial dan ekonomi. Kendati

begitu, kekuatan kapal selam tetap

diperhitungkan, sebab kapal selam generasi

terbaru kini dapat menyelam berbulan-bulan

lamanya untuk menebar ancaman maupun

memotong jalur logistik lawan.

Untuk menjawab berbagai tantangan

perkembangan lingkungsan strategis, TNI AL

sebagai bagian integral TNI berupaya

mengembangkan kekuatannya dengan

memodernisasi alutsista melalui konsep

Paradigma Baru menuju World Class Navy yang

memerlukan empat elemen dasar yaitu: (1)

keunggulan sumber daya manusia (excellent

human resources), (2) keunggulan teknologi

(excellent technology), (3) keunggulan organisasi

(excellent organization), dan (4) keunggulan

kemampuan operasi (operation excellent)

(Marsetio, 2014; Marsetio, 2018a, Marsetio

2018b).

Sejalan dengan kemampuan industri

dalam negeri membuat kapal selam, TNI AL

Page 3: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

89

terus berupaya untuk mencapai empat elemen

dasar standard World Class Navy terutama pada

aspek SDM awak kapal selam, deployment dan

pengembangan pangkalan kapal selam serta

keunggulan dalam pemenuhan tuntutan operasi

(sustainable operation detachment) kapal selam.

Dengan latar belakang sebagaimana

diuraikan tersebut di atas, studi eksplanatif ini

bertujuan untuk menjelaskan bagaimana

representasi kapal selam Indonesia dalam

perspektif pertahanan regional kawasan

dihadapkan dengan klaim tumpang tindih China

di Laut China Selatan, serta kehadiran Amerika

Serikat yang berupaya mempertahankan

hegemoni kawasan.

2. Kerangka Teoritis

Sesuai dengan tugas pokok dan

fungsinya, TNI AL harus dapat mengantisipasi

setiap bentuk ancaman yang timbul di perairan

yurisdiksi nasional Indonesia. Untuk itu,

keberadaan senjata strategis seperti kapal selam

sebagai deterence effect adalah keharusan.

Sesuai ciri khasnya, kapal selam mengemban

fungsi asasi sebagai (1) pengintaian taktis dan

strategis, (2) menyelenggarakan peperangan

antikapal permukaan (AKPA), dan (3)

menyelenggarakan peperangan antikapal selam

(AKS). Selain mengemban fungsi asasi, kapal

selam juga memiliki fungsi tambahan berupa;

(1) sarana infiltrasi (penyusupan pasukan

khusus, spionase dan sabotase), (2) penyebaran

ranjau secara terbatas, (3) pencarian dan

penyelamatan di laut secara terbatas, (4)

angkut/evakuasi VVIP secara terbatas, dan (5)

penyerangan obyek vital di darat dan di laut.

Sejak awal abad ke 20, kapal selam telah

menjadi senjata pilihan untuk meniadakan atau

menentang pengendalian laut oleh kekuatan

lawan. Dalam pengoperasiannya, kapal selam

memiliki kemampuan kerahasiaan (stealth),

jangkauan, daya tahan, dan kekuatan serangan

yang tangguh. Kapal selam memiliki sejumlah

elemen strategis penggunaan kekuatan angkatan

laut untuk mendukung tujuan nasional, yakni (1)

menegakkan kedaulatan, (2) menjaga keutuhan

wilayah, dan (3) menjaga keselamatan negara.

Deterrence effect kapal selam berfungsi

untuk mencegah penggunaan laut (sea denial);

pengendalian laut (sea control); intelligence,

surveillance, reconnaissance (ISR); dan

penyerangan (strike). Dalam berbagai mandala

operasi, kapal selam telah memperlihatkan

kemampuannya sebagai senjata penghancur

lawan yang efektif sebagaimana dibuktikan pada

Perang Dunia I, Perang Dunia II, Perang India-

Pakistan, Perang Malvinas, dan Perang Dingin.

Pada PD I, kapal selam Jerman banyak

menenggelamkan kapal, terutama kapal-kapal

logistik Sekutu sebagai taktik memutus garis

perhubungan laut lawan. Kisah yang cukup

terkenal adalah penenggelaman tiga kapal

penjelajah Inggris oleh U-9 dalam sekali

serangan. Pada PD II, kapal selam tetap menjadi

senjata andalan untuk menguasai laut. Di Laut

Mediterania, kapal selam Jerman

menenggelamkan banyak kapal kargo maupun

kapal perang Inggris.

Di Samudera Atlantik, tiga kapal induk

Inggris ditenggelamkan oleh kapal selam Jerman,

sedangkan di Samudera Pasifik, kapal selam AS

menenggelamkan berjuta tonase kapal-kapal

kargo dan kapal perang Jepang. Tercatat lima

kapal induk Jepang ditenggelamkan oleh kapal

selam Amerika Serikat, sementara kapal selam

Jepang berhasil menenggelamkan satu kapal

induk AS.

Pada Perang India-Pakistan I tahun 1965,

satu-satunya kapal selam Pakistan

menenggelamkan destroyer India. Pada Perang

India-Pakistan II tahun 1971, kapal selam

Pakistan kembali berhasil menenggelamkan

destroyer India. Dalam Perang Malvinas, kapal

selam Inggris, HMS Conqueror

menenggelamkan kapal penjelajah Argentina,

General Belgrano yang dikawal dua destroyer.

Kapal selam Argentina, SS San Luis juga berhasil

menyerang armada Inggris namun gagal

menenggelamkannya karena kerusakan torpedo.

Page 4: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

90

Pada era perang dingin, terjadi beberapa

insiden yang berkaitan dengan pengoperasian

kapal selam, seperti kasus Whiskey on the Rock

(penyusupan kapal selam Rusia di perairan

Swedia), terdamparnya kapal selam mini Korea

Utara dan penyusupan kapal selam RRC di

perairan Jepang. Pada Teluk I tahun 1991 dan

Perang Teluk II 2002, kapal selam Inggris

memainkan peran penyusupan pasukan khusus

(SAS) ke pantai Kuwait, sedangkan kapal selam

AS berhasil menghancurkan beberapa sasaran

darat dengan rudal jelajah Tomahawk.

Begitu juga dengan sejarah

pengoperasian kapal selam di Indonesia. Pada

Operasi Trikora untuk pembebasan Irian Barat,

KRI Candrasa dan beberapa kapal selam TNI AL

jenis Whiskey Class lainnya berhasil menembus

blokade laut Belanda dan sukses mendaratkan

pasukan khusus di Tanah Merah, Irian Barat

(Papua).

Dari sisi perkembangan teknologi, saat ini

kapal selam diesel elektris modern memiliki

kemampuan hampir menyamai kemampuan

kapal selam nuklir. Dengan perkembangan

teknologi persenjataan yang mutakhir, kapal

selam modern semakin silent dengan endurance

semakin lama, serta memiliki daya pukul yang

tinggi. Kapal selam kini dapat dipersenjatai rudal

jelajah nuklir maupun konvensional, ataupun

torpedo jarak jauh, ranjau dan rudal anti kapal

permukaan maupun udara.

Dalam sejarah perkembangan teknologi dan

persenjataan militer, kapal selam merupakan

salah satu kekuatan pemukul strategis yang

terbukti memiliki daya tempur offensif yang

ampuh dan memiliki tingkat deterrence effect

tinggi. Dalam perpektif kekuatan laut (sea

power) atau kekuatan maritim (maritime power),

kapal selam merupakan bench mark atau tolok

ukur dari besarnya kekuatan laut suatu negara.

Indonesia pernah mengalami kejayaan

dengan skuadron kapal selam Whisky Class

sejumlah 12 kapal di luar kapal-kapal

pendukungnya, antara lain tender kapal selam

yang dipersiapkan untuk Operasi Trikora tahun

1961–1962, merebut Irian Barat (Papua) dari

tangan Belanda. Setelah kembalinya Irian Barat

ke pangkuan ibu pertiwi dan berhentinya

dukungan suku cadang dari Uni Soviet, maka

jumlah kapal selam mengalami penurunan

sehingga hanya tersisa dua kapal dengan

kemampuan asasi sangat terbatas.

Selanjutnya, sesuai perkembangan

kemampuan keuangan negara, satuan kapal

selam mendapatkan kekuatan baru berupa dua

buah kapal selam Jerman type 209/1300 tahun

1980 sebagai pengganti kapal selam kelas

Whisky. Kini, seiring dengan life time U-209

yang telah mencapai lebih dari 37 tahun, satuan

kapal selam TNI AL mendapat penambahan

kapal selam baru, tipe 209 Chang Bogo dari

Korea Selatan (Prasetyo, 2017).

Keberadaan kapal selam baru menjadikan TNI

AL memiliki pengalaman mengoperasikan dan

memelihara tiga generasi kapal selam yaitu (1)

Whisky Class Rusia, (2) U-209/1300 Jerman,

dan (3) Chang Bogo buatan Korea Selatan yang

sejatinya merupakan varian modifikasi type 209.

Generasi baru kapal selam ini berjumlah tiga

kapal dengan kesepakatan alih teknologi

(transfer of technology/ToT): dua kapal dibuat di

Korea dan satu di Indonesia. Sistem ToT sangat

bermanfaat karena Indonesia ke depan dapat

membuat kapal selam sendiri.

3. Metode Penelitian

Studi ini menggunakan metode

penelitian deskriptif-eksplanatif dengan

pendekatan kualitatif. Metode ini digunakan

untuk memperoleh informasi secara lebih

mendalam dan akurat mengenai permasalahan

penelitian. Penelitian deskriptif bertujuan untuk

mengumpulkan informasi secara lebih terperinci

dalam menggambarkan suatu fenomena

(Soegijono, 2010). Paradigma penelitian yang

digunakan adalah konstruktivis dengan peneliti

sebagai intrumen utama penelitian.

Page 5: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

91

Moleong (2013) mengutip Denzin dan

Lincoln menyatakan, penelitian kualitatif adalah

penelitian yang menggunakan latar alamiah,

dengan maksud menafsirkan fenomena yang

terjadi dan dilakukan dengan jalan melibatkan

berbagai metode yang ada. Pnelitian kualitatif

memiliki maksud dan tujuan untuk menafsirkan

fenomena yang sedang terjadi.

Data penelitian dianalisis menggunakan

teknik analisis kualitatif model Miles and

Huberman yang dilakukan secara interaktif

berupa: (1) reduksi data untuk menfokuskan pada

masalah tertentu; (2) penyajian data yang bersifat

naratif; dan (3) penarikan kesimpulan berupa

deskripsi atau gambaran suatu obyek (Sugiyono,

2011).

4. Pembahasan dan Hasil

Berbagai perkembangan lingkungan

strategis dan krisis ekonomi yang terjadi dewasa

ini dapat membawa dampak timbulnya

ketegangan di antara bangsa-bangsa di dunia.

Perkembangan ekonomi di beberapa negara Asia

Pasifik juga mendorong tumbuhnya kekuatan

baru dunia di bidang industri yang pada akhirnya

akan meningkatkan produktifitas di bidang

industri. Hal ini berdampak terhadap

meningkatnya kebutuhan energi, pangan dan air.

Dengan adanya keterbatasan sumber daya

alam, pada akhirnya telah menimbulkan

kesadaran akan keamanan sumber energi menjadi

sebuah perhatian serius, mengingat beberapa

sumber energi seperti minyak dan gas bumi

memiliki sifat tidak dapat diperbaharui sehingga

di masa mendatang akan menjadi sebuah

komoditi langka. Hal tersebut dapat

meningkatkan ketegangan di antara

bangsabangsa untuk menguasai sumber energi,

pangan dan air dari berbagai kawasan khususnya

kawasan Asia Pasifik.

Perkembangan lingkungan di kawasan

regional pada dewasa ini juga telah memberikan

pengaruh kepada bentuk ancaman yang mungkin

terjadi di masa mendatang. Permasalahan di Laut

China Selatan sebagai akibat dari klaim Nine

Dashed Line China telah menimbulkan

ketegangan berkepanjangan antara China dengan

beberapa negara klaiman. Kondisi ini diperparah

dengan hadirnya Amerika Serikat dan kekuatan

militernya untuk menstabilisasi ketegangan di

wilayah tersebut serta untuk mempertahankan

hegemoni di kawasan. Dalam perspektif AS,

kehadirannya di Laut China Selatan adalah untuk

mencegah gangguan terhadap perdagangan dan

investasi AS serta untuk memastikan kebebasan

bernavigasi (freedom of navigation operation).

China menyebut kehadiran kekuatan militer AS

itu adalah illegal dan dapat memicu ketegangan

yang tidak perlu di kawasan Laut Cina Selatan.

China secara sepihak telah mengeluarkan

peta wilayah teritorialnya di Laut China Selatan

dengan menggambar sembilan titik (9 dotted

line) dan menjadi perhatian internasional

terutama Amerika Serikat yang berkepentingan

di wilayah Asia Tenggara. AS pun membuat

Kebijakan Pertahanan Tahun 2012 melalui

dokumen Sustaining US Global

Leadership: Priorities For 21st Century Defense.

Wilayah Asia Tenggara merupakan salah satu

perhatian kebijakan AS terkait dengan

kepentingan ekonominya sekaligus untuk

menghadapi kemunculan China sebagai kekuatan

regional yang berpotensi memengaruhi ekonomi

dan keamanan AS. Untuk itu AS selalu

berinvestasi di kawasan guna terjaganya akses

regional dan kebiasaan beroperasi secara bebas.

Dari kebijakan pertahanan tersebut AS

telah mengimplementasikan kesadaran maritim

(maritime domain awareness/MDA). Amerika

juga menganggap lokasi choke points di Asia

Tenggara, masih lemah MDA-nya padahal dari

sembilan choke points di dunia, empat di

antaranya berada di Indonesia. Kebijakan

pertahanan AS tersebut dapat berimplikasi

terhadap Indonesia. Bila Indonesia belum

memiliki kebijakan kesadaran maritim nasional

(national maritime domain awareness), maka

tidak menutup kemungkinan, AS akan

Page 6: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

92

menjadikan ini sebagai isu baru untuk

mengendalikan empat choke points tersebut

(Ritonga, 2016).

Sementara itu, di kawasan Laut China

Selatan terdapat dinamika klaim tumpang tindih

China terhadap Laut China Selatan, berhadapan

dengan lima negara claimants: Malaysia,

Filipina, Taiwan, Vietnam dan Brunei

Darussalam. Akibatnya terjadi ketegangan

memperebutkan hak kepemilikan wilayah di

sana. Demikian juga di Semenanjung Korea,

situasinya tidak kondusif akibat perilaku Korea

Utara yang tidak bersahabat. India dan China,

sebagai negara pemain di kawasan Hindia dan

Pasifik kini saling mengintai kekuatan

masingmasing berkenaan dengan kemampuan

dalam menggelar kekuatan laut yang telah

berkembang menjadi kekuatan blue water navy.

Situasi ini dimanfaatkan oleh Amerika Serikat

untuk menjalin kerja sama pertahanan dengan

India yang semakin intensif. Memanasnya

situasi di kawasan Asia Pasifik menyebabkan

Amerika Serikat mengambil kebijakan dengan

menggeser fokus perhatian dan menata kekuatan

militernya di kawasan Asia Pasifik yang selama

ini diemban oleh USPACOM. Komando itu telah

diperluas wilayah tanggung jawabnya sampai

Timur Tengah/Asia Selatan, dan diubah menjadi

USINDOPACOM. Perubahan itu tidak dapat

dilepaskan dari kepemimpinan Presiden Donald

Trump yang mengkampanyekan Make US Great

Again, dengan berbagai keputusan politiknya

yang menimbulkan kontroversi di dalam maupun

di luar Amerika Serikat

(Marsetio, 2018c).

Perubahan Komando AS itu

sesungguhnya merupakan penegasan atas

pentingnya kawasan geopolitik Indo Pasifik yang

di dalamnya kini termasuk India. Seperti

dikatakan oleh Menteri Pertahanan AS, Jenderal

Jim Mattis ketika meresmikan perubahan

komando di Hawaii pada akhir Mei 2018,

hubungan Sekutu di Samudera Pasifik dan India

terbukti penting untuk menjaga stabilitas

regional. Perubahan komando tersebut sekaligus

merupakan pengakuan atas meningkatnya

konektivitas Samudera Hindia dan Pasifik, serta

pengakuan terhadap relevansi militer India yang

semakin meningkat.

Pada kesempatan yang sama Admiral Phil

Davidson, Panglima US Indo-Pacific Command

menyatakan, hubungan India dan AS adalah

potensi paling bersejarah di Abad ke-21, dan

Amerika berniat untuk mewujudkannya. Pada

tahun 2016, AS dan India telah menandatangani

perjanjian yang mengatur penggunaan daratan,

udara, dan pangkalan angkatan laut untuk

perbaikan kapal dan pasokan bahan bakar.

Langkah ini merupakan pembangunan hubungan

pertahanan kedua negara untuk menghadapi

agresivitas China yang semakin meningkat.

Komando Indo Pasifik AS, bertanggung

jawab atas semua kegiatan militer Amerika

Serikat di wilayah Pasifik, dengan kekuatan

personil sekitar 375.000 personel sipil dan

militer. Kawasan itu meliputi 36 negara, dengan

lima negara di antaranya memiliki perjanjian

pertahanan dengan AS. Adapun jumlah

penduduk kawasan Asia Pasifik mencapai 50

persen dari populasi dunia. Secara militer

komando AS di Indo Pasifik diperkuat 200 kapal

perang dari berbagai jenis, 1.100 pesawat udara

dan lebih dari 130.000 pelaut yang siap

melindungi kepentingan Amerika Serikat dan

sekutu-sekutunya.

Perubahan komando Pasifik AS tersebut

dapat dikatakan sebagai tandingan atas inisiatif

China yang merangkul dan mendapatkan

dukungan dari negara-negara di kawasan Asia

Pasifik termasuk Afrika dengan konsep OBOR

(One Belt One Road)/BRI (Belt and Road

Initiative), dengan pendekatan ekonomi (Smart

Force). Perubahan komando AS tersebut juga

merupakan strategi pertahanan nasional AS di

Asia dalam menghadapi kekuatan China yang

terus berkembang. Hal tersebut dapat dilihat

dengan tidak diundangnya China mengikuti Rim

of Pacific (RIMPAC) Exercise tahun 2018

sebagaimana pada tahun sebelumnya China hadir

dalam latihan perang terbesar di dunia yang

Page 7: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

93

melibatkan 42 kapal permukaan, 5 kapal selam,

200 pesawat tempur serta 25.000 personel dari 25

negara (dalam latihan ini TNI AL mengirimkan

dua kapal perang, KRI RE Martadinata, KRI

Makassar dan 600 personel).

Implikasi dari ketegangan yang semakin

meningkat di Laut China Selatan, memungkinkan

sewaktu-waktu dapat terjadi konflik yang

berimbas kepada Indonesia. Selain itu, Indonesia

masih menghadapi beberapa permasalahan

perbatasan dengan negara tetangga yang hingga

saat ini belum terselesaikan. Kondisi ini bila

berlangsung terus menerus, akan dapat

menimbulkan ketegangan sebagai akibat tidak

jelasnya perbatasan antarnegara.

Dalam kaitan itu, untuk menjaga

kedaulatan wilayah Indonesia, kehadiran

alutsista baru menjadi penting dibahas. Saat ini,

Indonesia membutuhkan 12 kapal selam yang

dipersenjatai dengan rudal untuk menjaga

kedaulatan wilayah NKRI. Indonesia

memerlukan kapal selam konvensional

berukuran besar agar dapat beroperasi jauh dari

pangkalan. Satuan kapal selam Indonesia harus

dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap

negara sebagai leadership role di kawasan

regional dan ikut aktif dalam menjaga

perdamaian dunia.

Dalam pemenuhan kebutuhan alutsista sesuai

dengan Perencanaan Stategis 2010-2014 yang

terbagai dalam tiga tahapan: (1) Periode 2010 –

2014 (Minimum Essential Forces), (2)

Periode 2015 – 2019 (Essential Forces), dan (3)

Periode 2020 – 2024 (Optimum Essential

Forces), maka pada periode 2010 – 2014 telah

dimulai penyiapan sarana pendukung di PT PAL

untuk pembuatan kapal selam kelas Chang Bogo

dengan system ToT dari Korea Selatan.

Pembangunan kapal selam bacth pertama terdiri

dari tiga unit, dua dibangun di Korea: KRI

Nagapasa-403 dan KRI Ardadedali-404 dan satu

di Indonesia yaitu KRI Alugoro-405. Pengadaan

bacth kedua, sebanyak tiga kapal, dimulai akhir

tahun 2018 dengan peningkatan persenjataan

strategis sehingga dapat membawa rudal Sub

Surface to Surface melampaui batas cakrawala

(over the horizon).

Di kawasan Asia Indonesia menjadi

pioner dalam pengoperasian kapal selam dengan

mengoperasikan 12 kapal selam kelas

Whiskey di tahun 60-an, dan kini

mengoperasikan empat kapal selam. Untuk

mendukung operasional kapal selam tersebut,

TNI AL merencanakan pembangunan pangkalan

kapal selam di Palu (ALKI II).

Melihat peningkatan kekuatan yang

dilakukan oleh Indonesia, negara tetangga terus

berupaya untuk membangun dan

mengembangkan kekuatan kapal selamnya.

Malaysia membeli dua kapal selam kelas

Scorpene (Perancis), Singapura sudah memiliki

enam kapal selam, dan merencanakan pengadaan

dua kapal selam type 218SG dari Jerman.

Vietnam, merupakan kekuatan laut baru

di kawasan. Pada Desember 2009 Vietnam telah

menandatangani kontrak pembelian enam kapal

selam kelas Kilo (Rusia). Thailand telah

melakukan penjajakan pembelian enam kapal

selam U-206A dari Jerman. Pada tahun 2020,

Filipina merencanakan pembelian kapal selam

sedangkan Myanmar telah mengoperasikan kapal

selam kelas Yugo 110 dan Sang-O 370 dan

mengakuisisi 2 kapal selam kelas Vela (Rusia).

Pengembangan kekuatan kapal selam di

kawasaan Asia Tenggara semakin meneguhkan

fungsi kapal selam sebagai deterrence effect

dalam penggunaan laut, pengendalian laut (sea

control); intelligence, surveillance,

reconnaissance (ISR); dan penyerangan

(strike).

5. Kesimpulan

Indonesia memiliki konstelasi geografis yang

sangat strategis sebagai center of gravity kawasan

Asia Pasifik, sehingga dalam menghadapi isu

keamanan maritim kawasan, Sistem Senjata

Armada Terpadu TNI AL memerlukan

representasi alutsista kapal selam. Keberadaan

Page 8: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

94

kapal selam sebagai senjata strategis dengan

deterence effect-nya, menjadi kebutuhan bangsa

Indonesia sebagai leadership role di kawasan

regional. Untuk itu, TNI Angkatan Laut sedang

bertransformasi memenuhi standard World Class

Navy meraih (1) keunggulan sumber daya

manusia (excellent human resources), (2)

keunggulan teknologi (excellent technology), (3)

keunggulan organisasi (excellent organization),

dan (4) keunggulan kemampuan operasi

(operation excellent) untuk dapat diandalkan

dalam mengantisipasi perubahan lingkungan

strategis kawasan terkait dengan klaim tumpang

tindih China di Laut China Selatan, serta

kehadiran Amerika Serikat yang berupaya

mempertahankan hegemoni kawasan tersebut.

Referensi

Marsetio. (2013). Strategi TNI Angkatan Laut

dalam Pengamanan Batas Maritim NKRI:

Kajian Historis-Strategis. Jurnal Sejarah

Citra Lekha. Vol 27(1): 1-18.

Marsetio. (2014). Sea Power Indonesia.

Jakarta: Universitas Pertahanan.

Marsetio. (2014). Paradigma Baru TNI AL

Berkelas Dunia (World Class Navy).

Jakarta: Sekolah Staf dan Komando TNI

Angkatan Laut.

Marsetio. (2018a). Sengketa Laut China

Selatan dan Implikasinya terhadap

Indonesia. Jakarta: Universitas

Pertahanan.

Marsetio. (2018b). Peran Komponen Bangsa

dalam Membangun Indonesia Menjadi

Negara Maritim. Jakarta: Universitas

Pertahanan.

Marsetio. (2018). Perubahan Tatanan

Geomaritim Pasca Pembentukan US

Indopacific Command dan Implikasinya

terhadap Konflik Laut China Selatan

dalam Perspektif Indonesia. Pidato

Pengukuhan Guru Besar

Universitas

Pertahanan.

Moleong, Lexy J. (2013). Metode Penelitian

Kuantatif. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Prasetyo, Tuggul, Armaidy Armawi, Dafri

Agus Salim. (2017). Evaluasi Kinerja

KKIP dalam Kerjasama Republik

Indonesia-Korea Selatan pada

Pembangunan Kapal Selam untuk

Mendukung Ketahanan Alutsista TNI

Angkatan Laut. Jurnal Ketahanan

Nasional. Vol 23(1): 86-103.

Pushidros (Pusat Hidrografi dan Oseanografi

TNI Angkatan Laut). (2017). Peta Batas

Maritim NKRI.

Ritonga, Rajab. (2016). Kesadaran Baru

Maritim: Biografi Laksamana TNI Dr.

Marsetio. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Soegijono. (2010). Metode

Penelitian Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sulistijono, R. Kukuh. (2017). Kemandirian

PT. PAL Indonesia (Persero) sebagai

Industri Stategis Pertahanan Nasional

dalam Pembuatan Kapal Selam Diesel

Elektrik Klas 209. Jurnal Prodi Strategi

Perang Semesta. Vol 3(1): 25-39.

Page 9: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

95

Membangun Supremasi Dan Kesadaran Hukum Dalam Rangka

Ketahanan Nasional

Tb. Ronny Rachman Nitibaskara3

Abstract

Legal instruments are in the form of laws and regulations with the aim of regulating the life of a good and dignified

society, nation and state by upholding justice through the rule of law. Law is the highest source (supremacy of law) in regulating and determining the mechanism of legal relations between the State and society as well as between members or groups of people with one another. the legal culture of each profession above has relevance to certain cultural dimensions. As quoted by Tamtelahitu and Tafakurrozak (2012). Edward T. Hall (1990) divides the cultural dimension. The research method used is a qualitative research method. The results of this study at this point finally emerge the feeling of law (rechtsgevoel), namely to see the law as a necessity so that law obedience flows without coercion. If the above reality continues to grow in society, a noble legal culture is born. Every party really permeates the prohibitions and dangers of actions that are prohibited by law, to finally be held firmly as the

principle of life. Keywords: Law Supremacy, Legal Awareness, National Resilience.

Instrumen hukum berupa hukum dan peraturan dengan tujuan mengatur kehidupan masyarakat, bangsa dan negara yang baik dan bermartabat dengan menegakkan keadilan melalui supremasi hukum. Hukum adalah sumber tertinggi (supremasi hukum) dalam mengatur dan menentukan mekanisme hubungan hukum antara Negara dan masyarakat serta antara anggota atau kelompok orang yang satu dengan yang lainnya. budaya hukum dari setiap profesi di atas memiliki relevansi dengan dimensi budaya tertentu. Seperti dikutip oleh Tamtelahitu dan Tafakurrozak (2012). Edward T. Hall (1990) membagi dimensi budaya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Hasil penelitian ini pada titik ini akhirnya muncul perasaan hukum (rechtsgevoel), yaitu memandang hukum sebagai keharusan sehingga kepatuhan hukum mengalir tanpa paksaan. Jika kenyataan di atas terus tumbuh di masyarakat, budaya hukum yang mulia lahir. Setiap pihak benarbenar menembus larangan

dan bahaya tindakan yang dilarang oleh hukum, untuk akhirnya dipegang teguh sebagai prinsip hidup. Kata kunci: Supremasi Hukum, Kesadaran Hukum, Ketahanan Nasional.

Copyright © 2018 Jurnal Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. All rights reserved

1.Pendahuluan

Sebagaimana diketahui, Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah

Negara hukum berlandaskan Undang-undang

Dasar 1945 dan Pancasila. Berdasarkan kedua

landasan tersebut, disusunlah segenap perangkat

hukum berbentuk peraturan perundang-

undangan dengan tujuan untuk mengatur

3 Dosen Ketahanan Nasional, Kajian Stratejik Ketahanan Nasional SKSG Universitas Indonesia

kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan

bernegara yang baik dan bermartabat dengan

jalan menegakkan keadilan melalui supremasi

hukum.

Voltaire (1694-1778), salah satu tokoh

terkemuka zaman pencerahan (Enlightenment)

memberikan suatu kesimpulan bahwa apabila

kita mencintai hukum, kita wajib memikul

seluruh “beban yang ditimpakan oleh hukum”,

Page 10: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

96

hal tersebut memiliki arti bahwa pemerintah dan

rakyat memiliki kewajiban untuk bersamasama

menaati hukum. Beban terberat tentunya terletak

pada pemerintah, karena pemerintah sebagai

badan yang membuat hukum, juga wajib tunduk

pada hukum yang sama.

Kesimpulan diatas didapati Voltaire setelah ia

mendapati suatu tindak pidana di Toulouse,

dengan terdakwa Jean Calas yang divonis

hukuman mati atas tuduhan membunuh

puteranya sendiri. Setelah melakukan investigasi

selama tiga tahun akhirnya terungkap bahwa

tuduhan terhadap ybs hanya sekedar fitnah

belaka. Berkat usaha gigih Voltaire pula yang

tetap melakukan penyelidikan sesuai dengan

jalur hukum yang berlaku, nama Jean Calas

direhabilitasi dan semua catatan pada pengadilan

Touluse tentang kesalahannya dihapus.

Bercermin pada contoh pengalaman

menegakkan keadilan melalui supremasi hukum

tersebut, tidak salah bila Bagir Manan (1994)

pernah mengemukakan sendi utama Negara

berdasarkan atas hukum adalah bahwa hukum

merupakan sumber tertinggi (supremasi hukum)

dalam mengatur dan menentukan mekanisme

hubungan hukum antara Negara dan masyarakat

maupun antara anggota atau kelompok

masyarakat yang satu dengan yang lain.

2.Metode Penelitian

Menurut John W Creswell (1994) dalam

penerapan paradigma ilmu sosial sangat penting

karena dengan suatu paradigma dapat

membantu peneliti untuk

menentukan perspektif yang benar

dalam melihat suatu masalah. Selain itu,

paradigma juga berfungsi untuk membantu

menentukan teori dan metode yang sesuai untuk

digunakan dalam penelitian.

Menurut Harmon, paradigma dapat didefinisikan

sebagai cara mendasar untuk memahami,

berpikir, menilai, dan melakukan sesuatu yang

berhubungan dengan sesuatu yang spesifik

tentang visi realitas (Moleong, 2005: 49).

Pengamatan pertama, observasi

adalah teknik pengumpulan data yang

mengharuskan peneliti untuk turun ke lapangan

untuk mengamati objek penelitian dan aktivitas

individu di lokasi penelitian. Dalam hal ini,

peneliti akan mencatat dan merekam terstruktur

dan semi terstruktur. Selain itu, peneliti juga

mendaftarkan wawancara untuk memetakan dan

memfasilitasi proses di lapangan.

Baik wawancara, wawancara akan dilakukan

oleh peneliti untuk menggali informasi,

komentar dan pendapat dari responden yang

merupakan sumber data dalam penelitian ini.

Menurut jenisnya, wawancara dalam penelitian

ini adalah wawancara penelitian, yaitu

wawancara yang digunakan untuk menambah

data penelitian ilmiah. Sedangkan menurut

subyek wawancara, wawancara dalam penelitian

ini termasuk wawancara informatif yang

digunakan untuk memperoleh dan memberikan

informasi penting dan berharga (Kartono, 1986:

176-177). Wawancara dapat dilakukan tatap

muka (tatap muka) dengan peserta.

Ketiga, dokumentasi dilakukan untuk

mengumpulkan data yang bersumber dari arsip

dan dokumen. Menurut Arikunto (2006: 132)

dokumentasi adalah hal-hal dalam bentuk, buku,

surat kabar, majalah, risalah rapat, agenda dan

sebagainya. Dalam penelitian ini, peneliti perlu

mencari dokumen yang diperlukan melalui

dokumen yang sudah ada sebelumnya, yaitu

penelitian sebelumnya, serta dengan data yang

diperbarui.

3.Supremasi Hukum dan Profesi Hukum

Pengertian supremasi hukum dalam uraian dan

contoh diatas dapat dimaknai bahwa asas

legalitas merupakan landasan

yang terpenting di dalam setiap

Page 11: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

97

tindakan, baik yang dilakukan individu

maupun kelompok.

Sebagaimana pernah diutarakan secara singkat

oleh Krabbe bahwa yang memiliki kekuasaan

tertinggi adalah hukum. Hal senada

dikemukakan Leon Duguit bahwa hukum

merupakan penjelmaan dari kemauan Negara.

Tetapi, dalam keanggotaannya Negara sendiri

tunduk pada hukum yang dibuatnya (Abu Daud

Busroh, 1993). Dalam konstelasi tersebut

seyogyanya dapat difahami bahwa tidak ada

sesuatu pun dapat lolos dari hukum, termasuk

yang membuatnya. Kesemuanya itu harus

dilandasi nilai kepastian hukum yang menurut

Gustav Radbruch (1961) ada tiga nilai dasar

hukum yaitu keadilan, kegunaan, dan kepastian

hukum.

Dalam ketiga dasar hukum diatas,

terdapat suatu ketegangan yang menurut Satjipto

Rahardjo (1991) dapat dimengerti, karena

ketiganya berisi tuntutan yang berlainan dan satu

sama lain memiliki potensi untuk bertentangan.

Sebagai contoh adalah kepastian hukum, sebagai

nilai ia akan menggeser nilainilai keadilan dan

kegunaan ke samping. Karena yang utama bagi

kepastian hukum adalah peraturan itu sendiri.

Tentang apakah peraturan itu harus adil dan

berguna bagi masyarakatnya, adalah di luar

pengutamaan nilai kepastian hukum. Dengan

adanya nilai yang berbeda-beda tersebut,

penilaian mengenai keabsahan hukum atau suatu

perbuatan hukum dapat berlain-lainan

tergantung nilai dan sudut pandang mana yang

kita pergunakan. Tetapi, umumnya nilai

kepastian hukum yang lebih berjaya, karena

disitu diam-diam tergantung pengertian

supremasi hukum.

Selanjutnya dalam upaya menciptakan

supremasi dan kesadaran hukum, Negara

memiliki beberapa unsur pelaksana pokok yaitu

kepolisian (polisi), kehakiman (hakim),

kejaksaan (jaksa), dan advokat (pengacara).

Keempat unsur penting tersebut, memiliki

keterkaitan satu sama lainnya yang bertujuan

menegakkan hukum dengan menggunakan

hukum.

Dalam penegakan hukum terdapat

kehendak agar hukum tegak sehingga nilai-nilai

yang diperjuangkan melalui instrumen hukum

yang bersangkutan dapat diwujudkan. Sementara

itu, dalam menggunakan hukum, belum tentu ada

upaya serius untuk meraih citacita yang

terkandung dalam aturan hukum karena sebagian

dari hukum itu digunakan untuk membenarkan

tindakan yang dilakukan (to use the law to

legitimate their actions), Perilaku

“menggunakan hukum” diatas, marak dilakukan

oknum profesi hukum yang menyalahgunakan

kewenangan diskresi-nya untuk kepentingan

pribadi.

Ketimpangan salah satu unsur diatas

dalam melaksanakan kewajiban dan

kewenangan yang dimilikinya, akan

mengakibatkan terganggunya upaya

mewujudkan keadilan yang selaras dengan

citacita dan hati nurani masyarakat banyak.

Kondisi tersebut kian diperparah apabila salah

satu dari keempat aparat hukum (atau lebih)

memanfaatkan kemampuan berupa pengetahuan

hukum yang dimilikinya untuk tujuan tertentu.

Keadaan diatas akan mengakibatkan

hukum dijadikan sebagai alat untuk melakukan

kejahatan (law as tool of

crime).

Kecenderungan tersebut apabila dibiarkan dapat

menciptakan fenomena hukum digunakan untuk

tujuan lain, bukan untuk menegakkan hukum.

Kenyataan yang tanpa disadari akan

mengganggu terciptanya supremasi hukum dan

kesadaran hukum di Indonesia.

4. Budaya Hukum Profesi Hukum & Potensi

Hukum sebagai Alat Kejahatan

Berdasarkan uraian singkat yang

dikemukakan di bagian sebelumnya, tidak dapat

dipungkiri bahwa kepastian hukum mutlak

diperlukan untuk mewujudkan keadilan. Tetapi,

Page 12: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

98

tidak jarang orang-orang yang menguasai hukum

dan teknik hukum yang tinggi terjebak dan

tergoda untuk memanfaatkan skill yang

dimilikinya itu untuk melakukan kejahatan

maupun perbuatan merugikan lainnya dengan

menggunakan hukum sebagai alatnya (law as

tool of crime).

Konsep hukum dapat dipergunakan sebagai alat

kejahatan diatas merupakan sisi lain dari ajaran

Roscou Pound tentang hukum sebagai alat

rekayasa sosial (law as tool of social

engineering). Setiap jabatan khususnya profesi

penegak hukum seperti hakim, jaksa, polisi, dan

advokat memiliki budaya hukum masing-masing

yang berpotensi untuk disalahgunakan (abuse of

power) oleh mereka yang tidak amanah.

Penyalahgunaan jabatan tersebut, pada taraf

tertentu dapat berubah menjadi suatu tindak

kejahatan.

Budaya hukum itu sendiri dapat diartikan

sebagai sikap manusia terhadap hukum dan

sistem hukum, kepercayaan, nilai serta

harapannya (Lawrence M Friedman: 1969).

Sebagaimana pernah dikutip Hein Wangania

(2012) Friedman juga membedakan budaya

hukum menjadi budaya hukum internal dan

eksternal. Budaya hukum internal merupakan

budaya hukum dari warga masyarakat yang

melaksanakan tugas-tugas hukum secara khusus,

seperti advokat, polisi, jaksa, dan hakim.

Sedangkan budaya hukum eksternal merupakan

budaya hukum masyarakat pada umumnya

(Friedman: 1975). Budaya hukum itu sendiri

adalah sebagai sub-budaya yang bertalian

dengan penghargaan dan sikap tindak manusia

terhadap hukum sebagai realitas sosial

(Nitibaskara: 2009).

Keseluruhan budaya hukum

masingmasing profesi diatas memiliki

keterkaitan dengan dimensi budaya tertentu.

Sebagaimana dikutip Tamtelahitu dan

Tafakurrozak (2012). Edward T. Hall (1990)

membagi dimensi budaya sebagai berikut:

1. Monochronics vs polychronics; Mengandung

arti fokus tidaknya perhatian dalam melakukan

pekerjaan, baik waktu maupun jumlah

pekerjaannya. Monochronics adalah budaya

yang fokus hanya pada satu waktu atau jenis

pekerjaan tertentu. Dalam arti konsentrasi cukup

ditujukan pada satu jenis pekerjaan pada satu

waktu. Sedangkan polichronics budaya yang

menganut mengerjakan beberapa pekerjaan

dalam satu waktu, berlawanan dengan

monochronics. 2. Space Jauh vs Space Dekat,

Secara sederhana space jauh biasa

diistilahkan kaku atau jauh dari masyarakat

dan sesama Sedangkan space dekat dikenal

lebih fleksibel

(berlawanan dengan space jauh)

3. High Context vs Low Context. High Context

dikenal tertutup atau implisit dan kurang

terbuka dalam memberikan akses informasi.

Sedangkan low context sebaliknya, lebih

terbuka dan eksplisit.

Sedangkan Hoftstede (1981) membagi

dimensi budaya seperti di bawah ini:

1. High Power Distance vs Low Power

Distance, Dimensi budaya ini menunjukkan

kemampuan untuk menempatkan diri dalam

hierarki sosial yang dipengaruhi faktor

kekuatan jabatan, politik, uang atau

kekuasaan.

2. Uncertainity Avoidance

(penghindaran ketidakpastian).

It deals with a society’s tolerance for

uncertainty and ambiguity. Mengandung arti

bahwa, dimensi budaya ini berkaitan dengan

toleransi masyarakat terhadap suatu

ketidakpastian dan ambiguitas atas situasi dan

kondisi yang terjadi. Dimensi budaya ini terbagi

menjadi low uncertainty avoidance (budaya

penghindaran ketidak-pastian rendah) dan high

uncertainty avoidance (.budaya penghindaran

Page 13: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

99

ketidak-pastian yang tinggi). 3. Short and Long

Term Orientation Dimensi budaya ini

merupakan suatu orientasi jangka pendek dan

orientasi jangka panjang yang dijadikan sebagai

ukuran terhadap keberlangsungan suatu profesi.

Beberapa uraian singkat

mengenai perbedaan budaya hukum profesi

hukum itu sendiri dapat dilihat sebagai berikut:

a. Budaya Hukum Hakim;

Profesi Hakim merupakan jabatan dengan

kekuasaan tertinggi diantara ketiga unsur

lainnya. Dalam menerapkan hukum, Hakim

memiliki kekuasaan bebas dan mandiri serta

independen dari campur tangan pihak manapun.

Semua itu diperlukan supaya ia dapat

memberikan putusan hukum yang adil. Hal ini

akan menimbulkan multi tafsir tatkala

“kebebasan” tersebut juga dianggap oknum

sebagai keleluasaan untuk melakukan perbuatan

menguntungkan diri sendiri. Oknum hakim yang

menghianati sumpah jabatan lalu

menyalahgunakan kekuasaan yang dimilikinya,

kejahatannya akan nyaris sempurna karena

terbungkus rapat oleh hukum atau bahkan

menjadi hukum itu sendiri

Berlindung pada asas kebebasan diatas,

ditambah asas Ius Curia Novit (hakim dianggap

tahu hukumnya), godaan melakukan

penyimpangan dalam profesi mulia ini demikian

besar. Seakan di tangan Hakim-lah semua

persoalan dapat diputar balikkan. Hitam menjadi

putih, yang salah menjadi benar, dan sebaliknya.

Dengan kekuasaan yang dimilikinya, pihak yang

berperkara akan turut

“terpancing” untuk memanfaatkan diskresi

tersebut. Dengan kedua asas itu, wewenang

hakim dalam menerapkan hukum menjadi sangat

luar biasa (Nitibaskara: 2001). Oleh karena itu,

banyak oknum hakim yang tidak amanah

menjadi tergoda untuk menyalahgunakan

kekuasaan yang dimilikinya (kasus hakim AY,

KM, AK, AM, dsb).

Dimensi budaya profesi hakim itu sendiri

sebagaimana dikemukakan Abdul Ficar Hajar

dkk (2012), apabila dikaitkan dengan teori

Edward T. Hall merupakan profesi dengan

budaya monochronics dan space jauh. Karena,

dalam melakukan pekerjaannya hakim hanya

fokus pada waktu tertentu yaitu pada hari-hari

dan jadwal sidang serta terikat hari kerja

pengadilan (monochronics). Hubungan atau

relasi sosial profesi ini dibatasi oleh kode etik &

ketentuan perundang-undangan. Hakim tidak

boleh berhubungan dengan pihak-pihak yang

berperkara (space jauh)..

Sementara itu, dalam ,hubungannya

dengan sebagian dimensi budaya Hoftstede yaitu

High Power Distance vs Low Power Distance,

short & long term orientation serta uncertainty

avoidance, profesi hakim merupakan High

Power Distance karena memiliki kekuasaan

tertinggi dalam suatu persidangan dan

kewenangan memutuskan perkara. Dalam hal

jabatan, hakim merupakan short term orientation

karena dibatasi dengan usia pensiun. Setelah

pensiun, sebagian besar mantan hakim menjadi

akademisi, pengajar maupun penulis buku

hukum. Profesi ini juga merupakan “low”

uncertainty avoidance. Pasca dipisahkannya pola

rekruitmen Hakim Agung menjadi wewenang

MA-KY-DPR, hal tersebut, mengakibatkan

kepastian karir hakim terganggu. Karena tidak

semua hakim karier berujung sebagai Hakim

Agung, jika tidak diusulkan oleh MA atau

melamar sebagai non

karier;

b. Budaya Hukum Jaksa;

Sebagaimana halnya hakim, peluang

melakukan penyimpangan serupa juga dapat

terjadi pada profesi jaksa. Dalam kapasitasnya

sebagai penuntut, seorang jaksa harus mampu

merekonstruksi dalam pikiran peristiwa pidana

yang ditanganinya. Bukan persoalan mudah

untuk memahami suatu peristiwa yang kita

Page 14: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

100

sendiri tidak hadir di dalamnya, apalagi jika

berkas yang sampai sudah melalui tangan kedua

(dengan hanya membaca berita acara

pemeriksaan atau BAP dari kepolisian). Dalam

mengemban profesi, usaha-usaha yang dilakukan

jaksa bukan hanya untuk memenuhi unsur-unsur

yang terkandung dalam ketentuan hukum

semata, melainkan apa yang sesungguhnya

benar-benar terjadi dan dirasakan langsung oleh

masyarakat. Apabila jaksa tidak memiliki

integritas moral yang tinggi dan mempunyai

keberpihakan kepada rakyat yang kuat, akan

mudah membuat jaksa mengabdi pada

kepentingan-kepentingan sesaat (Nitibaskara:

2001). Sebagaimana pernah terjadi dalam kasus

jaksa U beberapa tahun silam, kasus jaksa RM di

Sulawesi, jaksa TH di lampung dan sebagainya,

Sebagaimana diketahui, pada bidang

penuntutan Jaksa memiliki kekuasaan tertinggi

dalam menentukan apakah suatu perkara yang

telah di-BAP oleh polisi, memenuhi segala

kelengkapan yang diperlukan. Peluang ini rentan

disalahgunakan oknum jaksa dan masyarakat

untuk kepentingan pribadi. Ketika jabatan ini

disalahgunakan, bermodalkan alibi kurang cukup

bukti, orang-orang yang nyata bersalah dapat

tidak dituntut untuk dimajukan ke sidang

pengadilan.

Profesi jaksa dalam kaitannya dengan

teori Edward T. Hall, sebagaimana pernah

diungkapkan Anas Yusuf (2012) memiliki

dimensi budaya monochronics dan space jauh.

Dikatakan demikian karena jaksa dalam

melakukan pekerjaan terfokus pada waktu

tertentu atau pekerjaan tertentu (sifat

pekerjaannya) dan wilayah kerja juga dibatasi

oleh Kejaksaan Negeri tempat bertugas

(monochronics). Perihal hubungannya dengan

masyarakat, profesi ini cenderung menjaga jarak

dan kaku (space jauh). Jaksa sebagaimana

tuntutan profesi, tidak boleh bertemu dengan

hakim maupun pihak-pihak yang berperkara di

luar pengadilan kecuali bersama-sama dengan

penasehat hukum terdakwa (Anas Yusuf:

2012).

Pada bidang penuntutan, Jaksa

merupakan High Power Distance karena

memiliki kekuasaan tertinggi dalam menentukan

apakah suatu perkara yang telah di-BAP oleh

polisi, memenuhi segala kelengkapan yang

diperlukan. Peluang ini rentan disalahgunakan

oknum jaksa untuk kepentingan pribadi. Dalam

hal jabatan, jaksa juga merupakan short term

orientation karena dibatasi dengan usia pensiun.

Kendatipun dibatasi usia, jabatan ini juga

merupakan “low” uncertainty avoidance.

Karena, bila memasuki masa pensiun, mereka

tetap mendapatkan penghasilan (uang pensiun)

dari Negara.

c. Budaya Hukum Polisi

Profesi polisi juga tidak kalah rentannya

dalam menghadapi jebakan godaan

penyelewengan diatas. Polisi

merupakan profesi yang dikatakan Hartjen

dengan kutipan

,”Damn if you do, damn if you don’t,” yang

kurang lebih artinya “berbuat salah, tidak

berbuat salah.” Polisi senantiasa dihadapkan

pada pilihan serba salah. Sedangkan menurut

Skolnick (1966), polisi diharapkan bisa menjadi

penegak peraturan, ayah, kawan, pelayan

masyarakat, moralis, petarung jalanan, pemberi

arah dan pejabat hukum. Tentu ditambah dengan

perannya yang sangat utama dan strategis yaitu

sebagai crime hunter

(Nitibaskara: 2009).

Tetapi, sebagaimana profesi hukum lainnya,

polisi hanyalah manusia biasa. Dengan diskresi

yang melekat padanya sebagai garda pertama

penegak hukum sebelum jaksa dan hakim,

oknum polisi yang tidak amanah akan

Page 15: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

101

menggunakan peluang yang dimilikinya tersebut

demi kepentingan pribadi.

Taffakurrozak (2012) menemukan

kenyataan bahwa polisi dalam melakukan

pekerjaannya dapat menjalankan berbagai tugas

dalam waktu yang bersamaan. Pekerjaan tidak

tergantung hari kerja pengadilan, tidak terjadwal

secara rutin (situasional), serta bergantung pada

jenis atau program kerja yang dicanangkan di

bidang penegakan hukum

(polychronics).

Kebanyakan Polisi bertindak fleksibel

dan cepat akrab dengan banyak pihak, karena

sikap ini menjadi modal utama dalam

memudahkan pelaksanaan tugas dan

kewenangannya, khususnya untuk mendapat

kepercayaan masyarakat (space dekat). Profesi

polisi yang tidak menjadi anggota KPK tersebut,

walaupun dibatasi usia pensiun, ternyata

merupakan long term orientation.

Karena memiliki kecenderungan menjalankan

profesi lebih lama daripada polisi yang menjadi

anggota KPK (Taffakurrozak: 2012).

d. Budaya Hukum Advokat

Sementara itu, profesi advokat juga

memiliki godaan tersendiri dalam menjalankan

tugas dan wewenang yang dimilikinya. Secara

umum diketahui bahwa pembelaan advokat atas

kliennya cenderung merupakan law battle dari

pada untuk mencari kebenaran. Hal tersebut

wajar karena bukan terletak di pundak mereka

untuk mencari substansi kebenaran suatu

perkara. Sudut pandang kebenaran dalam suatu

perkara yang ditanganinya cenderung

subyektif.

Hal demikian tidaklah mengherankan

karena, pekerjaan pengacara atau advokat selain

memberikan nasehat hukum adalah membela

hak-hak tersangka atau terdakwa dalam perkara

pidana, dan memperjuangkan hak-hak klien

dalam suatu musyawarah atau membela hak

tergugat/ penggugat dalam perkara perdata.

Advokat yang tidak amanah akan tergoda

melakukan perilaku menyimpang dengan

menyelinap melalui celah hukum yang dapat

diputar-balikkan. Hukum ditangannya akan

menjadi alat atau instrumen untuk mewujudkan

kepentingan tersebut (Nitibaskara: 2001).

Dimensi budaya advokat itu sendiri

berlawanan dengan hakim dan jaksa. Advokat

dalam melakukan pekerjaan tidak berfokus

pada waktu atau pekerjaan tertentu. Ia dapat

menjalankan tugas mewakili dan membantu

kliennya tanpa terikat hari kerja di pengadilan

dan kejaksaan. Relasi sosial tidak dibatasi

karena hal tersebut menjadi signifikan dalam

rangka menumbuhkan “trust” klien. Kedua

fakta diatas dengan sendirinya menunjukkan

bahwa budaya hukum Advokat bersifat

polychronics dengan space dekat.

Dalam, kaitannya dengan sebagian

dimensi budaya Hoftstede profesi advokat

merupakan low power distance, long term

orientation dan “high” uncertainty avoidance.

Bila dilihat dari hierarkinya dalam persidangan,

profesi ini merupakan low power distance.

Karena, berdasarkan undang-undang hanya

hakim yang memiliki kekuasaan tertinggi dan

kewenangan memimpin, mengatur persidangan

dan memutuskan suatu perkara. Advokat tidak

memiliki kewenangan seluas diatas.

Tetapi, dalam sisi kelangsungan karier

berdasarkan faktor usia, profesi advokat

merupakan long term orientation. Hal tersebut

dapat dilihat tatkala memasuki usia yang

terhitung sebagai masa pensiun hakim dan jaksa,

advokat tidak mengenal usia pensiun. Semakin

tinggi “jam terbang” dan pengalamannya, makin

mahal “fee”-nya. Dibandingkan kedua profesi

tersebut, Advokat adalah profesi yang “ketidak

pastiannya” sangat tinggi (high uncertainty

avoidance). Keberlangsungan sepenuhnya

digantungkan pada kemampuan menumbuhkan

kepercayaan pada orang lain (Abdul Ficar Hadjar

dkk, 2012).

Keterbatasan dalam profesi ini tidak

jarang menggoda oknum advokat yang tidak

Page 16: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

102

memegang teguh kode etik untuk terlibat dalam

perilaku menyimpang seperti dugaan suap yang

dilakukan advokat LS ke sejumlah hakim agung,

serta advokat G yang menyuap saksi dan

seterusnya. Tidak diharapkan perilaku tersebut

menyerupai black lawyer di Amerika, Seperti

diketahui, pekerjaan mereka di Amerika yang

biasa juga disebut consigliere (pengacara para

mafia) ini antara lain adalah merekayasa alibi,

mengatur pertemuan yang bersifat tersembunyi,

menyuap aparat penegak hukum, mengancam

juri dan menakut-nakuti saksi (Tanenbaum:

1938). Tetapi patut diingat, salah satu faktor

yang dapat menyebabkan terciptanya

penyalahgunaan hukum oleh keempat profesi

hukum diatas adalah masyarakat itu sendiri.

Karena, tidak jarang oknum masyarakat yang

terkait suatu kasus, melakukan pendekatan

tertentu kepada mereka.

5. Simpulan

Konsep hukum sebagai alat kejahatan

yang telah diuraikan secara singkat dimuka

mengingatkan agar kita tidak terlalu

mengagung-agungkan supremasi hukum. Sebab,

dalam supremasi hukum terkadang terdapat

celah dan jurang yang tidak sesuai dengan

aspirasi masyarakat banyak, sehingga dapat

mengancam stabilitas politik dan integrasi

nasional. Terkadang dalam suatu kasus yang

telah mengikuti proses penegakan hukum secara

sempurna dapat memberi luka yang dalam pada

masyarakat. Misalnya seperti vonis yang tidak

adil, yang terbukti bersalah dinyatakan tidak

bersalah dan seterusnya. Cacat pada supremasi

hukum demikian, diakibatkan lahir karena

watak hukum modern.

Satjipto, RH Soemitro, dan A. Siti S

(1986) mengemukakan bahwa salah satu ciri

hukum modern adalah penggunaannya secara

efektif untuk mencapai tujuan- tujuan tertentu.

Kesadaran ini akan membuat hukum modern

menjadi bersifat instrumental, dengan asumsi

bahwa kehidupan sosial bisa dibentuk oleh

kemauan sosial tertentu, khususnya “kemauan

sosial” dari golongan atas atau kalangan elit

dalam masyarakat. Melihat fenomena tersebut

tidaklah aneh bila teknikalitasnya cukup tingggi,

sehingga hanya mereka yang pandai menguasai

teknik hukum saja yang dapat memenangkan

berbagai pertempuran hukum

(law battle) dan mewujudkan “kemauan sosial”

kalangan atas menjadi sah dan legal sesuai

dengan hukum yang berlaku.

Dengan demikian, penyalahgunaan dari

kewenangan yang dimiliki penegak hukum

tersebut sangat mungkin terjadi. Karena, pada

intinya profesi semulia apapun memang akan

bercitra buruk manakala dikotori pelakunya

sendiri. Beberapa budaya hukum yang dianut

mereka dalam menjalankan profesinya, bukan

tidak mungkin dapat dijadikan suatu alasan

pembenar untuk memanfaatkan pengetahuan

hukum yang dimilikinya untuk kepentingan

pribadi.

Oknum yang terpancing melakukan

perbuatan tidak patut diatas, akan mengerahkan

segala kemampuan berkaitan dengan

kewenangan yang dimilikinya untuk memenuhi

tujuan pribadi. Penyalahgunaan tersebut akan

membuat cita-cita keadilan untuk kepentingan

dan kemaslahatan umum, serta upaya

mewujudkan supremasi hukum menjadi makin

jauh. Seperti ungkapan Nemo iudex idoneus in

propria causa, tiada seorang pun dapat menjadi

hakim yang baik di dalam kepentingannya

sendiri (Sadipun,1998). Sebagai contoh

misalnya, profesi hukum dengan dimensi

budaya high power distance, short term

orientation dan long term orientation

sebagaimana telah diuraikan di bagian

sebelumnya, cukup rentan terjebak dalam

perangkap penyimpangan dan kejahatan yang

Page 17: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

103

akhirnya akan menghambat terwujudnya

supremasi hukum dan kesadaran hukum dalam

masyarakat.

Mencermati kondisi diatas, maka akan

terlihat wajar apabila kelak supremasi hukum

lebih terlihat sebagai wacana para pihak yang

menguasai teknik-teknik hukum. Supremasi

hukum terkesan hanya berisi perdebatan dan

pertikaian dengan memanfaatkan hukum, yang

sesungguhnya hanya memberikan manfaat bagi

kalangan tertentu bukan pada masyarakat. Dalam

kasus Jean Calas yang telah dikemukakan di

bagian sebelumnya terlihat bahwa betapa

mudahnya hukum diperalat, asalkan syarat-

syarat yang dikehendaki oleh hukum itu secara

formal dapat dipenuhi. Voltaire pun sadar, untuk

membongkar kejahatan tersebut, ia tak boleh

keluar dari hukum, melainkan harus tegakkan

hukum gunakan hukum. Supremasi hukum

dalam kasus tersebut dapat dijunjung tinggi

karena, semua pihak yang terlibat dalam

penegakan hukum bersedia berlaku jujur dan

menjalankan kewajiban serta kewenangannya

sesuai dengan jalur hukum yang berlaku.

Upaya membangun supremasi dan

kesadaran hukum diatas terkait dengan tingkat

kesadaran hukum (rechtsbewustzijn), khususnya

ketika hukum itu dioperasionalkan (law in

action). Kesadaran hukum berkaitan dengan

perbuatan yang dilarang hukum, yang hanya

sebatas pada pengertian narasi perundang-

undangan (law in book) sebagian besar belum

secara optimal memberikan manfaat. Diperlukan

suatu sosialisasi terhadap peraturan itu sendiri,

setelah peraturan tersosialisasikan dengan baik,

akan mudah naik ke tahap internalisasi sehingga

menumbuhkan pemahaman mendalam yang

mendorong orang untuk berperilaku di lapangan

sesuai dengan yang dituntut oleh aturan hukum

yang berlaku. Dengan kata lain, terdapat

kesadaran hukum yang tinggi.

Pada titik inilah akhirnya muncul

perasaan hukum (rechtsgevoel), yakni melihat

hukum sebagai kebutuhan sehingga taat hukum

mengalir tanpa paksaan. Apabila realitas diatas

terus tumbuh dalam masyarakat, lahirlah budaya

hukum (legal culture) yang luhur. Setiap fihak

benar-benar meresapi larangan dan bahaya dari

perbuatan yang dilarang undangundang, untuk

kemudian akhirnya dipegang teguh sebagai

prinsip hidup.

Berdasarkan segala uraian yang telah

dikemukakan di bagian-bagian sebelumnya

dapat terlihat bahwa, upaya membangun

supremasi dan kesadaran hukum membutuhkan

kesadaran dan kerjasama semua pihak.

Khususnya, pihak penegak hukum seperti polisi,

jaksa, hakim, advokat dan komisi pengawas

masing-masing institusi, serta masyarakat.

Karena, supremasi hukum akan tegak manakala

ditegakkan oleh insan-insan yang jujur dan tidak

memanfaatkan kewenangan hukum yang

dimilikinya untuk kepentingan pribadi maupun

golongan.

Referensi:

Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: Bumi

Aksara, 1993);

Anas Yusuf, Profesi Hukum dalam Dimensi

Pelaksanaan Tugas dan Tanggung

Jawab antara Kepolisian dan

Kejaksaan,(Makalah, Jakarta: 2012).

Bagir Manan, Pemahaman Sistim Hukum

Nasional, (Jakarta: Makalah, 1994);

Bayley, Police For The Future,

(_______,1994);

Creswell, John W. (2002). Research Design

Qualitative and Quantitatif Approaches

(Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif).

Jakarta : Pustaka Pelajar.

Erhard Blankenburg., The Infrastructure of

Legal Behavior in The Netherlands and

West Germany, (Law and Society

Review, No 28: 1984);

Edward T. Hall, The Silent Language, (New

York: Doubleday, 1959);

Edward T. Hall, Understanding Cultural

Differences, German, French and

Page 18: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

104

Americans, (yarmouth: Intercultural

Press, 1990);

Geert Hofstade, Culture and Organization, (M.

E. Sharpe: 1981);

Hein Wangania, Perbandingan Budaya Hukum

Hakim dalam Menangani Perkara

Korupsi di Pengadilan Tipikor dan

Pengadilan Umum, (Makalah, Jakarta:

2012);

Lawrence M. Friedman, “Legal Culture and

Social Development”, dalam Law and

Social review, edisi 4 No 1 (1969);

Lawrence M. Friedman, The Legal System: A

Social Science Perspective, (New York:

Russell Sage Foundation, 1976);

Lawrence M. Friedman, American Law, (New

York-London: WW Norton &

Company, 1984);

Oegroseno, Pengabdian Polisi Tak Kenal Lelah,

(_________, 2011);

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT

Citra Aditya Bakti, 1991);

Satjipto Rahardjo, Ronny Hanintijo Soemitro,

A Siti Soetami, Pengantar Ilmu Hukum,

(Jakarta: Universitas Terbuka, 1986);

Romylus Tamtelahitu, Pengejawantahan

Diversifikasi Dimensi Budaya Antara

Penyidik Tipidkor-Eks KPK dan

Penyidik Tipidkor-Non eks KPK dalam

Penanganan kasus Tindak Pidana

Korupsi, (Makalah: Studi pada satuan

kerja X, Jakarta: 2012);

Taffakurrozak, Profesi Hukum

sebagai Officium nobile, suatu

perbandingan antara Polisi dan KPK

dari perspektif

Budaya Hukum, (Makalah,

Jakarta:2012);

Tb. Ronny Rachman Nitibaskara,

Ketika Kejahatan Berdaulat,

(Jakarta:

Peradaban, 2001).

Tb. Ronny Rachman Nitibaskara,

Ketika Kejahatan Berdaulat,

(Jakarta:

Peradaban, 2001);

Tb. Ronny Rachman Nitibaskara, Tegakkan

Hukum Gunakan Hukum,

(Jakarta: Kompas, 2006);

Tb. Ronny Rachman Nitibaskara, Perangkap

Penyimpangan dan Kejahatan,

(Jakarta:YPKIK, 2009).

Page 19: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

105

Antisipasi Perang Siber:

Postur Ketahanan Nasional Indonesia Merespon Ancaman Perang Siber

Muhammad Syaroni Rofii4

[email protected]

Abstract

These days cyber war is considered to be one of the important issues that have become the focus of defense officials

of major countries. Cyber war has the same damage effect as traditional war even more massive. A country's

nuclear installations can be destroyed with the help of cyber soldiers. The energy source of a country can also be

disabled with the help of cyber troops. Or creating chaos in a country's election such as US election in 2016 also

involving cyber troops. The same situation also happened in Indonesia whereby official website of general election

commission, public companies and private companies were targeted by cyber attacks. Because of the attacks those

institutions lost their data. Considering increasing number of cyber attacks, it is very necessary to learn form the

US experience. This article attempt to investigate the trends in cyber war and the dynamics surrounding it. The

paper also propose some reccomendation related to the national security of Indonesia in responding cyber threats

either from state or non-state actors. Keywords: cyberwar, national resilience, Indonesia

Dewasa ini perang cyber dianggap sebagai salah satu masalah penting yang telah menjadi fokus para pejabat

pertahanan negara-negara besar. Perang cyber memiliki efek kerusakan yang sama seperti perang tradisional

bahkan lebih masif. Instalasi nuklir suatu negara dapat dihancurkan dengan bantuan tentara siber. Sumber energi

suatu negara juga dapat dinonaktifkan dengan bantuan pasukan siber. Atau menciptakan kekacauan dalam

pemilihan suatu negara seperti pemilihan AS pada tahun 2016 juga melibatkan pasukan siber. Situasi yang sama

juga terjadi di Indonesia di mana situs web resmi komisi pemilihan umum, perusahaan publik dan perusahaan

swasta menjadi sasaran serangan cyber. Karena serangan lembaga-lembaga itu kehilangan data mereka. Mengingat

semakin banyaknya serangan cyber, sangat penting untuk belajar dari pengalaman AS. Artikel ini mencoba

menyelidiki tren dalam perang cyber dan dinamika di sekitarnya. Makalah ini juga mengusulkan beberapa

rekomendasi yang berkaitan dengan keamanan nasional Indonesia dalam menanggapi ancaman dunia maya baik

dari aktor negara atau non-negara. Kata kunci: cyberwar, ketahanan nasional, Indonesia Copyright © 2018 Jurnal Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. All rights reserved

4 Dosen Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, SKSG Universitas Indonesia

Page 20: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

106

1. Pendahuluan

Perang siber atau ’’cyber warfare’’

adalah terminology baru yang muncul dalam

kamus militer dan pertemuan-pertemuan para

pejabat pertahanan dalam satu dekade terakhir.

Perang cyber atau siber sangat berbeda dengan

perang konvensional yang melibatkan senjata

berat beserta personil militer dari berbagai

kesatuan. Kendati sumber daya yang

dikeluarkan sangat minim namun dampak

kerusakan yang ditimbulkan oleh perang siber

tidak jauh berbeda dengan perang

konvensional. Dalam perang konvensional

instalasi nuklir sebuah negara dihancurkan

dengan menggunakan jet tempur, namun dalam

perang siber cukup dengan membobol sistem

radar dan sistem informasi militer sebuah

negara maka instalasi nuklir bisa dirusak,

diperlambat atau diledakkan. Iran termasuk

negara yang pernah menjadi korban serangan

siber yang mentargetkan instalasi nuklir

mereka (abc.net.au, 20/02/19). Intervensi pihak

luar dalam pemilu Amerika Serikat melalui

serangan interet atau cyber attack juga menjadi

sebuah fenomena baru dalam hubungan antar

negara

(atlanticcouncil.org, 25/07/2017). Mengingat

efektifitas serangan siber, Isac Ben Israel,

seorang penasehat pertahanan pemerintah

Israel dalam urusan perang siber menyebutkan

betapa teknologi siber memiliki dampak

kerusakan yang massif yang setara dengan

serangan rudal, tanpa harus mengeluarkan

sebutir peluru, sebuah negara mampu merusak

sumber energy dengan bantuan serangan siber,

"A cyber-war can inflict the same type of

damage as a conventional war. If you want to

hit a country severely you hit its power and

water supplies. Cyber technology can do this

without shooting a single bullet" (Jeff Moss,

2012).

Selain perang siber menyasar instalasi

militer, perang siber juga bisa menyerang

sektor-sektor yang berkaitan dengan urusan

warga sipil, seperti jaringan internet,

sambungan telepon, rekening bank, kartu kredit

hingga instalasi energy yang tersambung dengan

jaringan computer dan internet. Untuk kasus

Indonesia, kita bisa menjadikan pengalaman

situs Komisi Pemilihan Umum, Bank Indonesia

dan beberapa perusahaan swasta Indonesia yang

sempat mengalami kehilangan data lantaran aksi

serangan siber yang dilakukan oleh peretas

(sindonews.com, 20/02/19).

Dari beberapa peristiwa di atas bisa

ditarik sebuah kesimpulan, bahwa perang siber

bukan ilusi, perang siber sedang terjadi namun

tidak banyak yang menyadari keberadaannya.

Menyadari keberadaan perang siber, maka

negara-negara besar seperti Amerika, Inggris,

Rusia dan China telah mengambil

langkahlangkah strategis untuk mengantisipasi

potensi serangan yang dilakukan oleh aktor

negara dan aktor non-negara, baik dari dalam

maupun luar negeri. Negara-negara besar

tersebut telah membentengi diri untuk

menghalau setiap serangan yang setiap saat

mengintai sistem informasi mereka.

Dari paparan fakta di atas lantas muncul

sejumlah pertanyaan meliputi, bagaimana awal

mula perang siber di dunia? Seperti apa

perkembangan tren perang siber dalam satu

dekade terakhir? Bagaimana Indonesia

mengantisipasi kemunculan perang siber

ditengah meningkatnya konektivitas masyarakat

Indonesia dengan dunia informasi?

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode

kualitatif menurut Earl R. Babbie (2013), adalah

sebuah metode yang menekankan pada

pengambilan kesimpulan berdasarkan observasi,

Page 21: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

107

analisis wacana, interview mendalam atau

teknik-teknik riset lainnya untuk mendapat

kesimpulan non-numerik. Dalam melakukan

penelitian ini penulis berupaya mengumpulkan

data-data baik data primer maupun sekunder

terkait perang siber yang terjadi di level nasional

dan internasional untuk kemudian dilakukan

analisa mendalam hingga mendapatkan

kesimpulan seperti tertuang dalam penelitian ini.

Data primer yang dimaksud adalah

berita-berita seputar serangan siber yang

dilakukan oleh negara terhadap negara lain atau

korporasi yang dipublikasikan oleh media-

media mainstream dan memiliki dampak

signifikan terhadap keamanan sebuah negara.

Selain itu peneliti juga melakukan analisa

terhadap situs-situs serta video terkait serangan

siber terhadap objek-objek yang selama ini

menjadi target serangan para hacker baik yang

dilakukan oleh aktor negara maupun aktor non-

negara. Sementara data sekunder yang

dimaksud adalah paparan data yang

disampaikan oleh para peneliti yang konsen

dengan isu perang siber.

3. Definisi Perang Siber dan Trendnya

Sebelum mengelaborasi lebih jauh

tentang perang siber sangat penting untuk

memahami definisi yang umum digunakan oleh

para peneliti dan pakar siber dalam menjelaskan

fenonema perang siber. Paul Robinson, salah

seorang peneliti perang siber misalnya memiliki

definisi menarik tentang perang siber yang

belakangan menjadi perhatian banyak pemimpin

negara tersebut, dalam bukunya Robinson

menekankan bahwa perang siber sangat

menekankan pada penggunaan media computer

dan internet baik untuk tujuan menyerang atau

untuk bertahan. Kadang-kadang terminology

perang siber juga dikaitkan dengan aktifitas

operasi militer yang menggunakan teknik-teknik

teknologi informasi. Sebab negara modern dan

militernya telah memiliki ketergantungan pada

computer. Serangan-serangan terhadap jaringan

computer militer memiliki dampak kerusakan

yang sama dengan serangan militer tradisional.

Perang Siber memiliki sejumlah tujuan:

melakukan eksploitasi terhadap data informasi

pihak lain atau berupa spionase; melakukan

pengecohan terhadap musuh; melakukan

pelacakan terhadap sistem informasi musuh atau

mencegah musuh menggunakan sistem

informasi milik mereka sendiri; dan pada

akhirnya pihak musuh akan berupaya

menghancurkan sistem informasi lawannya.

Sementara metode yang sering

digunakan oleh negara-negara dalam menyerang

targetnya, meliputi seranganserangan terhadap

data, berupa spamming (sampah) yang dapat

menyebabkan computer terganggu dan

mengalami error; melakukan pembobolan

terhadap computer negara lain dengan tujuan

untuk mencuri informasi; serangan berupa

software, berupa virus, worm dan bom logic

hingga serangan fisik terhadap computer yang

terhubung ke sistem milik negara (Paul

Robinson, Dictionary of International Security

(New York: Polity Press, 2007, 58).

Dari penjelasan Robinson kita bisa

melakukan pemetaan terkait metode serangan

para penyerang baik dilakukan oleh negara

maupun non-negara dalam menjalankan

aksinya. Jika melihat kasus Indonesia serangan

terhadap situs Komisi Pemilihan Umum pada

tahun 2014 dalam bentuk penggantian logo

partai politik peserta pemilu dengan tujuan

untuk menguji ketahanan situ KPU atau

serangan terhadap situs Bank Indonesia oleh

hacker luar negeri memperlihatkan bahwa target

para peretas adalah institusi negara. Dampak

kerusakan yang ditimbulkan sangat berbahaya

bagi kelangsungan pemilihan umum Indonesia

yang sedang berlangsung atau peretasan

terhadap Bank Indonesia berpotensi membobol

Page 22: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

108

data-data keuangan Indonesia dan seluruh

nasabah.

Awalnya ancaman siber dilihat sebagai

fenomena biasa yang melibatkan para hacker

yang berupaya meraih keuntungan finansial dari

aksinya yang menyasar pengguna individu atau

perusahaan. Namun belakangan, negara terlibat

langsung dalam perang siber, negara merespon

perkembangan perang siber dengan

menciptakan sistem untuk bertahan atau untuk

menyerang. Amerika Serikat, Inggris, Israel,

Rusia, China, Korea Utara, dan Iran merupakan

negara-negara yang banyak disebut terlibat

dalam perang siber, baik sebagai korban

serangan atau sebagai pihak yang diduga

melakukan serangan.

4. Perkembangan Wacana Perang Siber

Kendati wacana perang siber sering

disampaikan oleh para pejabat pertahanan dalam

forum-forum aliansi pertahanan NATO,

pemerintah Amerika Serikat sendiri mengakui

bahwa perang siber belum akan terjadi dalam

waktu dekat akan tetapi dampak kerusakan yang

diciptakan oleh perang siber sangatlah nyata.

Richard A. Clarke selaku penasehat keamanan

Gedung Putih dalam sebuah wawancara dengan

Journal of International Affairs menjelaskan

bahwa perang siber menyasar sektor-sektor

yang terhubung dengan jaringan internet atau

disebut dengan istilah ‘’Internet of Things’’,

contoh instalasi yang sering menjadi sasaran

serangan adalah instalasi publik seperti reaktor

nuklir yang terhubung dengan sistem internet,

mesinmesin yang mendeteksi kelangsungan

hidup pasien yang terhubung dengan sistem

informasi, pipa saluran gas yang juga dikontrol

melalui komputer. Contoh-contoh tersebut

merupakan target sararan para penyerang, baik

dilakukan oleh aktor negara maupun aktor non-

negara (Richard A Clarke, 2016).

Namun demikian, pernyataan yang

disampaikan oleh Clarke selaku penasehat

pertahanan AS bisa dilihat sebagai upaya

pengalihan isu mengacu pada kenyataan di

lapangan terkait keterlibatan AS yang

disebutsebut terlibat dalam pembuatan virus

Stuxnet yang merupakan senjata berupa virus

computer pertama yang mampu melumpuhkan

instalasi nuklir Iran. Stuxnet sendiri disebut

sebagai virus computer yang diciptakan oleh AS

yang kemudian dikembangkan oleh Israel

sehingga membuat virus Stuxnet sangat agressif

dalam menyerang targetnya

(abc.net.au, 20/02/19).

Harus diakuai bahwa AS, Israel,

Inggris, China, Rusia, Iran, Suriah, dan Korea

Utara merupakan negara-negara yang memiliki

kemampuan untuk menyerang dan bertahan

secara mumpuni dalam perang siber.

Masingmasing negara memiliki detasemen

khusus untuk mengurus urusan serangan siber

dengan sebutan berbeda-beda.

Jika menggunakan contoh AS, AS memiliki

sejarah panjang dalam urusan pengembangan

pasukan yang bekerja khusus untuk menyerang

dan menangkal serangan siber. Kendati setiap

presiden AS memiliki kharakteristik sendiri dan

memiliki kebijakan yang berbeda-beda dalam

urusan perang siber namun mereka memiliki

fundamen yang kuat dalam merancang

bangunan pertahanan nasional mereka. Jika

selama Perang Dingin hingga Tragedi Serangan

Bom Menara Kembar 2001, presiden-presiden

AS memberikan keleluasaan bagi badan-badan

yang bergerak di dibidang pertahanan dan

infomrasi intelelijen. Ronald Reagan dikenal

sebagai presiden AS yang memiliki konsen

sangat tinggi terkait isu serangan non tradisional

dari musuh-musuh AS dengan mengeluarkan

dekrit National Security Decision Directive-145

atau NSDD-145 yang berjudul “National Policy

on Telecommunications and Automated

Page 23: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

109

Information Systems Security”(Fred Kaplan,

2016).

Keluarnya dekrit tersebut ditujukan

untuk mengantisipasi serangan yang tidak

secanggih serangan rudal lintas benua namun

memiliki dampak kerusakan yang sama bagi

keamanan nasional. Presiden AS lainnya

George W. Bush juga memanfaatkan

perkembangan teknologi informasi untuk

mensukseskan operasi militer Perang Irak 2003.

Selanjutnya, Presiden Barack Obama, kendati

tidak memberikan keleluasaan secara luas

kepada badan intelijen untuk mengakses

informasi dan melakukan pengintaian kepada

warga AS karena pertimbangan kebebasan sipil

namun dibelakang layar, melalui menteri

Pertahanan Robert Gates, AS membentuk Cyber

Comand (Pusat Komando Siber) yang mendapat

alokasi anggaran cukup tinggi. Pada tiga tahun

pertama badan ini mendapat anggaran dari

angka 2.7 milyar dollar menjadi 7 milyar dollar

(ditambah dengan 7 milyar dollar lainnya untuk

aktifitas siber di lingkungan militer. Sementara

jumlah pasukan siber AS dari tahun ke tahun

mengalami peningkatan, mulai dari 900 personil

kemudian menjadi 4000 personil, data terakhir

seperti disebutkan Fred Kaplan dalam bukunya,

mencapai 14.000 personil (Kaplan, 2016).

AS sendiri belakangan banyak

menggunakan metode non-konvensional untuk

menaklukkan target-targetnya, NSA dan CIA

sebagai badan intelijen diberi peran lebih besar

untuk melakukan operasi di Irak. Sejak tahun

2007 misalnya, AS lebih banyak mengirim

operator-operator yang memahami sistem

komputer dan intelijen, sementara

pasukanpasukan organik ditarik karena

menganggap penggunaan instrumen perang

siber lebih efektif. Sejak tahun 2007 AS yang

saat itu kendali operasi dipegang oleh David

Petraeus juga membuka kantor perwakilan di

Irak di Al Balad Air Base. Dengan operasi yang

memaksimalkan peran teknologi informasi, AS

berhasil melumpuhkan empat ribu

pemberontak Irak. Penumpasan pemberontak

sangat terbantu oleh sistem yang dikenal dalam

kamus operasi militer AS sebagai RTRG (Real

Time Regional Gateway) atau Saluran

Langsung Komunikasi Regional

(Kaplan, 2016).

Kasus lain yang menunjukkan peran

teknologi informasi dalam operasi intelijen

adalah saat Israel melakukan operasi yang

disebut dengan Orchard Operation, dalam

operasi ini jet tempur militer Israel F-16

melakukan penyerangan terhadapa instalasi

nuklir Syria yang berhasil dibangun oleh

ilmuan asal Korea Utara, jet tempur militer

Israel berhasil meledakkan instalasi nuklir

Syria tanpa diketahui oleh penjaga radar,

dibalik serangan tersebut terdapat peran Unit

8200 Israel yang berhasil membobol sistem

radar militer Syria dengan program yang

dikenal dengan Suter. Unit 8200 diketahui

memiliki jejak sukses dalam operasi-operasi

intelijen (Kaplan, 2016).

Begitu juga dengan pola serangan siber

yang dialami oleh Estonia juga sangat menarik

untuk menegaskan tentang adanya perang siber

yang melibatkan negara. Pada bulan April tahun

2007 Estonia merupakan korban dari serangan

siber yang diduga datang dari Rusia. Serangan

siber berawal dari ketegangan yang dipicu oleh

sentimen anti-Rusia yang disampaikan oleh

Presiden Estonia yang mengeluarkan kebijakan

hendak menghilangkan patung-patung perunggu

yang berdiri di kota Talin. Sebagian kelompok

di Estonia melakukan protes yang diekenal

dengan Bronze Night dan melakukan perusakan

terhadap patung monumen Rusia, polisi

berupaya mengamankan patung-patung yang

ada di kota agar tidak terus menerus menjadi

sasaran kebencian yang juga memicu bentrokan

etnis. Tidak lama berselang Estonia mendapat

serangan siber secara bertubi-tubi yang

menyasar jaringan internet dan telepon. Warga

Page 24: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

110

Estonia sempat mengalami kesulitan karena

selama tiga minggu tidak mampu menggunakan

jaringan telepon, rekening bank, kartu kredit,

selain itu jaringan yang terhubung dengan

parlemen, kementrian, kantor pemerintah, toko-

toko, komunikasi militer mengalami gangguan

(Kaplan, 2016).

5. Potret Perang Siber Kontemporer

Pada tahun 2013 sebuah laporan yang

dirilis oleh Departemen Pertahanan Amerika

Serikat yang disampaikan kepada kongres

mengenai masalah China menyebutkan bahwa

pemerintah China melalui Tentara

Pembebasan Rakyat (People Liberation Army)

memiliki divisi khusus yang bertujuan untuk

melakukan serangan terhadap negara-negara

yang dianggap "musuh", divisi tersebut

merefleksikan perubahan visi pertahanan China

dengan menjadikan ancaman dunia maya

sebagai salah satu masalah penting yang harus

direspon. Oleh sebab itu China mendirikan

institusi khusus untuk melakukan respon terukur

untuk masalah ini. Bahkan Cina memiliki

terminologi sendiri untuk menjelaskan misi

mereka di dunia cyber, Cina misalnya,

menggunakan terminologi Perang Elektronik

(EW) untuk menjelaskan posisi mereka di

panggung dunia dan keamanan dunia maya

(United States Department of Defense, Annual

Report to Congress, Military Security and

Development, Involving the

People’s Republic of China 2013, 37).

NATO dalam dokumen yang mereka

rilis pada tahun 2012 menyebutkan

langkahlangkah antisipasi yang bisa diambil

oleh pemerintah dalam rangka merespon

perkembangan keamanan di dunia maya (cyber

security), meliputi: Military Cyber (Tentara

Siber), bahwa sejak tahun 2007 perusahaan

McAfee telah memperingatkan bahwa perang

senjata virtual sedang terjadi ditandai dengan

peluncuran senjata siber oleh sejumlah negara;

Counter Cyber

Crime/Menangkal Kejahatan Siber, aktifitas

kejahatan dunia maya dapat membahayakan

individu dan negara seperti pencurian data

individu atau perusahaan berupa pencurian hak

kekayaan intelektual; Intelligence and Counter

Intelligence (Intelijen dan Kontra Intelijen),

pola pengintaian yang dilakukan mata-mata

yang dilakukan oleh militer negara-negara;

Perlindungan Infrastruktur Vital dan

Manajemen Krisis Nasional, perlindungan

infrastruktur vital merupakan sarana penting

dalam skema keamanan nasional sebuah negara;

Cyber Diplomacy dan Internet Government

(Diplomasi Dunia Maya dan Pemerintahan

Internet) diplomasi dunia maya merupakan

sebuha keniscayaan yang harus diterima, oleh

sebab itu diplomasi modern merupakan bentuk

adaptasi atas perubahan tata aturan dunia saat

ini’’ (Alexander Klimburg, ed, 2012).

Data yang dirilis oleh CSIS Amerika

Serikat juga memperlihatkan intensitas serangan

siber yang dilakukan oleh peretas yang

bersumber dari negara-negara yang selama ini

dianggap memiliki kemampuan siber handal.

Sepanjang tahun 2018 hingga 2019 terlihat

China, Iran, Korea Utara, Rusia, Inggris, dan

Amerika Serikat masuk dalam kategori negara

yang paling sering menjadi sasaran serangan dan

diduga sebagai penyerang dalam insiden di

dunia siber. Sementara sasaran serangan siber

sebagian besar ditujukan kepada instansi

pemerintah, mitra kerja pemerintah, perusahaan

teknologi, serta perusahaan yang bergerak di

sektor keuangan. Jumlah serangan yang terus

meningkat menunjukkan adanya trend

peningkatan keterlibatan negara dalam aktifitas

serangan siber. Hal ini dipertegas oleh data

berikut pada gambar 1.

Page 25: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

111

Gambar 1. Insiden-insiden Penting

Siber antara tahun 2016-2019

Sumber: CSIS & Hackmageddon

6. Respon Indonesia

Melihat sejumlah peristiwa-peristiwa

penyerangan siber di Indonesia dalam sepuluh

tahun terakhir, bisa dilihat bahwa Indonesia

termasuk negara yang kerap menjadi korban

serangan peretas, serangan siber sebagian besar

menyasar situs-situs milik pemerintah serta

lembaga yang menyangkut urusan banyak orang

seperti Komisi Pemilihan Umum dan Bank

Indonesia. Oleh sebab itu sangat penting bagi

Indonesia melakukan antisipasi dini terhadap

kemungkinan-kemungkinan serangan siber

yang berpotensi melumpuhkan sumber-sumber

energy serta pencurian data. Sebagai bentuk

respon pemerintah atas dinamika internasional,

pemerintah Indonesia juga sepertinya

menyadari bahwa ancaman siber semakin nyata.

Oleh sebab itu diciptakanlah sebuah regulasi

untuk memaksimalkan pertahanan nasional di

dunia maya dengan membentuk Badan Siber

dan Sandi Negara selanjutnya disingkat BSSN

melalui Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun

2017. Di dalam peraturan presiden ini terlihat

sangat jelas bahwa fungsi utama badan siber

adalah untuk mengantisipasi segala bentuk

serangan yang berpotensi mengancam stabilitas

nasional dan ketahanan ekonomi nasional. Poin

ini bisa dilihat pada pasal 3 peraturan tersebut

yang menyebutkan bahwa BSSN bertugas untuk

: ‘’..penyusunan kebijakan teknis di bidang

identifikasi, deteksi, proteksi, penanggulangan,

pemulihan, pemantauan, evaluasi, pengendalian

proteksi e-commerce, persandian, penapisan,

diplomasi siber, pusat manajemen krisis siber,

pusat kontak siber, sentra informasi, dukungan

mitigasi, pemulihan penanggulangan

kerentanan, insiden dan/atau serangan siber’’.

Dilihat dari alasan pendirian dan tugastugas

yang diberikan oleh BSSN, kita bisa melihat

bahwa lembaga ini berdiri ditujukan untuk

menjadi lembaga yang membentengi data

Indonesia secara keseluruhan. Menjaga data-

data Indonesia dari kemungkinan pencurian dan

serangan dari luar. Selain itu lembaga baru ini

memiliki fungsi koordinasi atas semua lembaga

negara yang memiliki kaitan langsung dengan

sistem informasi di Indonesia. Kendati

pendirian BSSN tergolong terlambat namun

paling tidak pemerintah Indonesia telah

memahami peta ancaman kontemporer yang

berpotensi mengancam ketahanan nasional

Indonesia.

Bagi Indonesia yang saat ini tengah

mempersiapkan penyelenggaran pemilihan

umum tentu saja menjadi sebuah keniscayaan

untuk melakukan deteksi dini atas setiap potensi

serangan siber yang datang dari dalam maupun

luar negeri baik yang dilakukan oleh aktor

negara maupun non-negara. Instalasi yang

sangat rawan menjadi sasaran serangan siber

pada masa-masa sekarang adalah sistem

informasi Komisi Pemilihan Umum (KPU),

Badan Pengawas Pemilu, bank data Departemen

Dalam Negeri, serta instansi pemerintah yang

terkait langsung dengan urusan pemilu. Selain

penyelenggara pemilu, para peserta pemilu juga

berpotensi menjadi sasaran serangan, seperti

partai politik, calon anggota legislatif, hingga

calon presiden yang saat ini sedang terlibat

Page 26: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

112

dalam kampanye hingga pemilihan pada bulan

April 2019.

Terkait potensi serangan yang terjadi

menjelang pemilu Indonesia perlu belajar dari

pengalaman AS, AS kendati memiliki sistem

pertahanan siber yang tangguh namun dalam

kenyataanya serangan siber asing mampu

menembus sistem keamanan panitia Konvensi

Partai Demokrat yang kemudian menjadi isu

nasional yang membuat hubungan AS dan Rusia

memburuk. Serangan siber yang diduga

dilakukan oleh kelompok hacker asal Rusia

membuat citra Presiden AS saat itu Barack

Obama memburuk karena dianggap tidak

mampu membentengi keamanan nasional

negaranya. Akibat serangan hacker tersebut AS

mengeluarkan sanksi kepada diplomat

Rusia (David P. Fidler, 2017).

Pelajaran lain yang bisa diambil dari

pengalaman AS adalah adanya potensi

penciptaan disinformasi atau penyesatan

informasi. Seperti diakui Alexander Klimburg,

salah seorang pakar keamanan siber yang juga

penulis buku ‘’The Darkening Web: The War

for Cyberspace’’, menyebutkan bahwa dalam

peristiwa penyerangan peretas pada pemilu AS

tahun 2016 penyesatan informasi memiliki

kontribusi dalam penciptaan kekacauan di AS.

Sebab menurut survey hanya 20 persen warga

AS percaya pada media mainstream, sementara

hanya 6 persen yang percaya pada Kongres AS,

statistic ini menujukkan bahwa terdapat potensi

untuk membombardir public AS dengan

informasi yang bersumber dari sumber-sumber

non-mainstream yang banyak diproduksi oleh

para peretas

(www.attlanticcouncil.org, 20/01/19) .

Oleh sebab itu Indonesia yang hendak

menggelar pemilu pada tahun 2019 sangat perlu

untuk memperhatikan keamanan data dan

membentengi Indonesia agar mampu menghalau

potensi serangan siber yang bertujuan untuk

menyesatkan public dengan informasi yang

keliru. Pada pemilu 2019 angka pemilih

mencapai 192 juta dengan tingkat literasi digital

yang rendah akan menjadi sasaran empuk bagi

para penyerang untuk membombardir dengan

informasiinformasi tidak besar berupa berita

palsu dan isu-isu yang dibuat untuk menciptakan

kekacauan dan berujung pada distabilitas

nasional.

Selain terkait pemilu, sektor lain yang perlu

menjadi objek yang perlu mendapat penjagaan

oleh BSSN adalah sektor yang berkaitan dengan

industry pertahanan, energy dan keuangan.

Sebab sektor ini merupakan sektor yang selalu

menjadi incaran para peretas. Perusahaan seperti

PT Pindad, PT PAL, dan PT Dirgantara

Indonesia adalah perusahaan yang

mengandalkan kerahasiaan data untuk setiap

produk mereka demi daya saing di tingkat

internasional. Kehilangan data berarti

kehilangan daya saing. Oleh sebab itu,

penjagaan atas sektor strategis ini sangat penting

dilakukan karena berkaitan langsung dengan

kebutuhan nasional dan kepentingan nasional

Indonesia.

7. Simpulan

Perkembangan teknologi

saat ini mempermudah para penggunanya

dalam setiap aktifitas. Dengan kemampuan

teknologi para pelaku usaha dapat

mempercepat produksi mereka, mempercepat

distribusi, menghemat biaya dan keuntungan

lainnya. Begitu juga ketika teknologi diadaptasi

oleh negara untuk kepentingan pertahanan

nasional. Sebuah negara yang mengadopsi

teknologi pertahanan mutakhir sangat terbantu

dengan kehadiran teknologi mutakhir. Sebut

saja kehadiran teknologi drone yang mampu

memetakan posisi musuh secara tepat dan real

time atau teknologi satelit yang memudahkan

para tentara yang bertugas di lapangan untuk

mengetahui keberadaan musuh di medan

Page 27: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

113

tempur yang sebelumnya tidak pernah mereka

datangi.

Namun perkembangan teknologi

informasi juga bisa menjadi sumber ancaman

bagi negara, dalam hal ini serangan siber,

keberadaan serangan siber semakin nyata untuk

saat ini hal itu dibuktikan oleh data serangan

sepanjang tahun 2018 dan tahun 2019 yang

menunjukkan bahwa negara tidak diam, negara

terlibat langsung dalam aktifitas serangan siber,

oleh sebab itu Indonesia juga harus aktif dalam

memetakan setiap potensi serangan demi

keamanan dan ketahanan nasional Indonesia.

Kendati perang siber tidak begitu

menjadi prioritas perhatian para pengambil

kebijakan, namun demikian dampak dari perang

siber sangat nyata dan menyentuh langsung

kehidupan masyarakat. Serangan siber yang

dikendalikan dibalik layar monitor mampu

mematikan listrik sebuah kota, memutus saluran

air, menciptakan kerusuhan, membobol data-

data nasabah, hingga memicu destabilitas

nasional adalah beberapa contoh dampak

serangan siber.

Atas alasa tersebut maka tidak ada kata

terlambat bagi pemerintah Indonesia untuk

merespon perkembangan ancaman siber dengan

melakukan pemetaan atas setiap potensi

serangan serta melakukan perbaikan pada sistem

informasi yang menyangkut data warga negara

Indonesia. Selain itu pemerintah juga perlu

memaksimalkan peran Badan Siber dan Sandi

Negara untuk mengamankan setiap sektor yang

berpotensi menjadi sasaran target para

penyerang.

Daftar Pustaka

Babbie, Earl, The Practice of Social Research,

Australia : Wadsworth Cengage Learning, 2013.

David P. Fidler ‘’The U.S. Election Hacks,

Cybersecurity, and International Law’’

2017,

https://www.repository.law.indiana.edu

/cgi/viewcontent.cgi?article=3607&con

text=facpub.

Journal of International Affairs, Vol. 70, No.

1, The Cyber Issue (Winter 2016).

Kaplan, Fred, Dark Territory: Secret History

of Cyber War, New York: Simon and

Schuster, 2016.

Klimburg, Alexander, and Hugo Zylberberg,

Cyber Security Capacity

Building:Developing Access , NUPI

Report, Report no. 6, 2015.

Moss, Jeff, et.all, “Cyber-security: The Vexed

Question of Global Rules, An

Independent Report on

cyberpreparedness around the world”,

Security Defense Agenda and McAfee

Company, 2012. Nye, Joseph S., The Regime Complex for

Managing Global Cyber Activities,

Belfer Center for Science and

International Affairs, November 2014.

National Geographic, The Future of

Cyberwarfare, in

https://www.youtube.com/watch?v=L7

8r7YD-kNw, akses 20 February 2019.

Richard A. Clarke, The Risk of Cyber War And

Cyber Terrorism,

Robinson, Paul, Dictionary of International

Security, New York: Polity Press, 2007.

Stuxnet: The Real life Sci-fi Story of ‘’the

world’s first digital weapon’’,

www.abc.net.au, diakses 20/02/19.

The Risk of Cyber War And Cyber Terrorism

Author(s): Richard A. Clarke

United States Department of Defense, Annual

Report to Congress, Military Security

and Development, Involving the

People’s Republic of China 2013.

Wall, D. (2007) Cybercrime: The

Transformation of Crime in the

Information Age, Polity Press 2007.

Xiaojing Zeng, ‘’Multistakeholder Approach

Page 28: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419

Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

114

Touted in Response to Cybersecurity

Challenge’’, www.atlanticcouncil.org,

akses 20 Feb. 2019.

Page 29: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

115

Sistem Ekonomi Pancasila Sebagai Landasan

Ketahanan Ekonomi Indonesia dalam Perspektif Filsafat Ilmu

Palupi Lindiasari S5 [email protected]

Abstract This article aims to analyze the fundamental of the Pancasila economic system as a foundation for the resilience

of the Indonesian economy in the perspective of National Resilience. The study method uses a philosophy of

science approach through the ontological dimension. There are three elements to determine the essence of the

Pancasila economy, namely: macroeconomics, microeconomics and literal meaning. In macro terms, Pancasila

economic system is explained in the UUD 1945 chapter 33 verses 1 to 5, whose essence consists of two elements

(dualism) in defining welfare, namely material (outwardly) and inner (spiritual) which must be achieved equally

through Gotong Royong. Literally, the fundamental of the Pancasila economy consists of economic philosophy

and Pancasila philosophy. The economy explain the needs of human life (individual households, families, and

countries), while Pancasila is representative of the godly element of man. Therefore the Pancasila economic

system is a system of household management (material) by godless people (prioritizing intelligence). The results

of the study of micro-economic elements, defining godless humans as humans who run the Pancasila economy

through the components of the human brain, namely the neo-cortex which describes an awareness of each

individual in behaving as a godly human. It’s mean that human behavior is compassionate which is implemented

with a caring attitude or better known as mutual cooperation (Gotong Royong). The Pancasila economic system

as the foundation of Indonesia's economic resilience is able to explain the strength or resilience of the state in

maintaining economic stability which consists of two elements namely economic soft skills and economic hard

skills. Both of these powers aim to realize inner and outer prosperity for all people without exception with equitable

growth through mutual cooperation (Gotong Royong). Keywords : Pancasila Economy System, Mutual Cooperation (Gotong Royong), Material, Spiritual, Equitable

Growth, National Resilience Artikel ini bertujuan untuk menganalisa hakekat sistem ekonomi Pancasila sebagai landasan ketahanan ekonomi

Indonesia dalam perspektif ketahanan nasional. Metode kajian menggunakan pendekatan filsafat ilmu dalam

dimensi ontologis. Terdapat tiga unsur yang digunakan untuk mengetahui hakekat dari ekonomi Pancasila, yaitu

: makro ekonomi, mikro ekonomi dan arti harafiah. Secara makro, definisi sistem ekonomi pancasila dijelaskan

dalam UUD Pasal 33 ayat 1 sampai 5, yang hakikatnya terdiri atas dua unsur (dualism) dalam mendefinisikan

kesejahteraan, yakni materi (lahir) dan batin (rohani) yang harus dicapai secara merata melalui Gotong Royong.

Secara harafiah, hakikat ekonomi Pancasila terdiri atas filsafat ekonomi dan filsafat Pancasila. Ekonomi

menjelaskan kebutuhan hidup manusia (rumah tangga individu, keluarga, dan negara), sedangkan Pancasila

merupakan representative dari unsur manusia yang bertuhan. Sehingga system ekonomi Pancasila merupakan

suatu system pengelolaan rumahtangga (materi) oleh manusia yang bertuhan (mengedepankan akal). Hasil kajian

unsur mikro ekonomi, mendefinisikan manusia yang bertuhan sebagai manusia yang menjalankan ekonomi

Pancasila melalui komponen otak manusia, yakni neo-cortex yang menggambarkan suatu kesadaran setiap

individu dalam berperilaku sebagai manusia yang bertuhan. Artinya perilaku manusia bersifat welas asih yang

diimplementasikan dengan sikap peduli atau yang lebih dikenal dengan gotong royong. Sistem ekonomi Pancasila

sebagai landasan ketahanan ekonomi Indonesia mampu menjelaskan kekuatan atau ketangguhan negara dalam

menjaga stabilitas ekonomi yang terdiri dari dua unsur yakni soft skill ekonomi dan hard skill ekonomi. Kedua

5 Dosen Kajian Stratejik Ketahanan Nasional SKSG, Universitas Indonesia

Page 30: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

116

kekuatan tersebut bertujuan untuk mewujudkan kemakmuran lahir dan batin bagi seluruh rakyat tanpa kecuali

dengan pertumbuhan merata melalui Gotong Royong. Kata Kunci : Sistem Ekonomi Pancasila, Gotong Royong, Materi, Batin, Pertumbuhan Merata, Ketahanan Nasional

Copyright © 2018 Jurnal Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. All rights reserved

1. Pendahuluan

Dinamika perekonomian dunia

menggambarkan keterkaitan kondisi ekonomi

antar negara. Hal ini terbukti dari gejolak

ekonomi pada suatu negara berdampak pada

negara lainnya. Krisis moneter yang terjadi di

Indonesia tahun 1997-1998, dan terakhir krisis

financial yang melanda Amerika berpengaruh

secara tidak langsung terhadap perekonomian

di Indonesia. Keterpurukan nilai tukar

BathThailand menjadi salah satu penyebab

eksternal terjadinya krisis moneter di

Indonesia. Dan yang terbaru krisis ekonomi di

Turki mengindikasikan adanya gejolak

ekonomi di beberapa negara, salah satunya

nilai tukar Rupiah yang mengalami pelemahan

menjadi Rp. 14.651 per dolar AS

(www.bbc.com 2018). Serta dampak perang

dagang China dan Amerika disinyalir

berdampak pada pelemahan nilai tukar rupiah

hampir menyentuh angka Rp. 15.000 per dolar

AS (Lavinda 2018). Hal ini menunjukkan di

era keterbukaan ekonomi, setiap negara

dituntut untuk mampu beradaptasi terhadap

perubahan global yang dapat mengancam

perekonomian domestic. Negara yang tidak

cepat beradaptasi akan terkena imbas krisis

ekonomi yang berkepanjangan, sebaliknya

negara yang mampu bereaksi lebih cepat dan

antisipatiflah yang mampu terus bertahan.

Sehingga dalam hal ini dibutuhkan ketahanan

ekonomi negara yang solid, kokoh dan resisten

terhadap perubahan-perubahan yang

bersumber dari internal maupun eksternal.

Berdasarkan pandangan ekonomi

mainstream (ekonomi kapitalis) menilai

bahwa kekuatan ekonomi negara bersumber

dari besaran pendapatan nasional. Sehingga

semakin tinggi pertumbuhan ekonomi

mengindikasikan kemampuan tinggi dari

negara dalam merespon perubahan global.

Karena kekuatan materi menjadi kunci

keberhasilan suatu negara dalam menjaga

perekonomiannya, dalam hal mewujudkan

kesejahteraan rakyatnya. Untuk mengetahui

seberapa liberal suatu negara, Milton

Friedman dkk membuat pengukuran indeks

kebebasan ekonomi. Data indeks kebebasan

ekonomi tahun 2017 (BA 2017) menunjukkan

negara-negara peringkat 5 teratas yang

tergolong liberal diantaranya Hongkong,

kemudian disusul Singapore, New Zealand,

Switzerland dan Australia. Negara pencetus

sistem liberalis yakni Amerika menempati

posisi ke -17 sebagai negara yang tidak

sepenuhnya liberal (mostly free). Hal ini

cukup mengherankan, mengingat Amerika

sebagai negara pencetus sistem liberalisasi

justru mengalami kemunduran dalam sistem

liberalisasi ekonomi.

Di tahun 1980 hingga akhir tahun 2000,

posisi Amerika masih tergolong negara yang

menganut sistem liberal (free). Namun, setelah

tahun 2000, tepatnya mulai tahun 2005 berlanjut

hingga tahun 2017 dan sampai sekarang ini,

Indeks kebebasan ekonomi Amerika terus

mengalami penurunan. Tahun 2005 indeks

kebebasan ekonomi Amerika senilai 7,9

menempati ranking 9 didunia, kemudian di

tahun 2017 menjadi 7,51 dengan ranking ke-17.

Penurunan tingkat liberalisasi yang cukup besar

ini menempatkan Amerika tidak lagi menjadi

negara yang murni 100% liberal. Mulai terdapat

proteksi dalam menjalankan sistem ekonomi

liberal.

China sebagai salah satu negara

penganut sistem sosialis, dimana indeks

kebebasan ekonomi China menunjukkan terus

Page 31: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

117

mengalami keterbukaan ekonomi. Hal ini

ditunjukkan dengan nilai indeks kebebasan

ekonomi di tahun 1980 sebesar 4,41 kemudian

meningkat ditahun 1985 hingga tahun 2007

sebesar 6,41. Namun setelah krisis yang

melanda Amerika akibat subprime mortgage,

indeks kebebasan ekonomi China mengalami

penurunan di tahun 2017 menjadi 5,74 (skala

dikonversi dari 100 menjadi 10). Artinya praktis

ditahun 2005 dan 2007 China mengalami

keterbukaan ekonomi yang cukup tinggi,

sehingga masuk dalam kategori moderately free.

Namun setelah tahun 2007, indeks kebebasan

ekonomi China mengalami penurunan hingga di

tahun 2017 menjadi negara yang termasuk

kategori mostly unfree.

Berbeda dengan Indonesia, secara

umum sejak tahun 1985 Indonesia masuk

kategori negara moderately free dengan nilai

kisaran di atas 6,1. Nilai indeks kebebasan

ekonomi tertinggi terjadi di tahun 1995 di era

orde baru. Namun setelah krisis moneter di

tahun 1998, Indonesia mulai melakukan

proteksi yang menyebabkan nilai indeks

kebebasan ekonomi turun menjadi 5,98 di

tahun 2000. Pada tahun inilah Indonesia

termasuk dalam kategori negara yang mostly

unfree. Akan tetapi seiring pemulihan

ekonomi domestic yang membutuhkan

suntikan dana dari luar negeri, menyebabkan

indeks kebebasan ekonomi meningkat mulai

tahun 2005 sebesar 6,42. Selanjutnya di tahun

2006 dan 2007 masing-masing senilai 6,36

dan 6,44. Di tahun 2017, Indonesia tetap

menjadi negara dengan kategori moderately

free dengan nilai indeks kebebasan ekonomi

yang sedikit menurun menjadi 6,19.

Fenomena perubahan sistem ekonomi

yang dialami Amerika dan China

menunjukkan bahwa sistem ekonomi liberal

tidak sepenuhnya di adopsi oleh kedua negara.

Disaat China membuka perekonomiannya,

produk China lebih kompetitif dan mampu

menguasai pangsa pasar dunia. Daya saing

China didapatkan dari sistem ekonomi sosialis

yang diterapkan didalam negeri dan sistem

kapitalis dalam hubungan perdagangan

dengan negara lain. Sebaliknya Amerika juga

tidak murni menganut sistem kapitalis, karena

dengan liberalisasi yang tinggi telah

berdampak pada kurang kompetitifnya

produkproduk domestic dibanding negara lain.

Hal ini disebabkan biaya produksi domestic

lebih tinggi dibanding negara lain. Artinya

sistem ekonomi kedua negara tersebut

tergolong menerapkan sistem ekonomi

campuran. Walaupun kecenderungan sistem

ekonomi Amerika masih liberal.

Hal ini juga terjadi pada sistem

perekonomian Indonesia yang mengalami

perubahan dari beberapa periode

kepemimpinan. Saat orde lama, Indonesia

pernah menerapkan sistem ekonomi liberal dan

terpimpin. Selanjutnya di era orde baru sistem

ekonomi liberal lebih cenderung dominan

digunakan. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya

perusahaan-perusahaan multi nasional serta

kebijakan devisa bebas oleh Bank Indonesia.

Hasil yang didapatkan memang cukup

signifikan dibanding era orde lama, dimana

pertumbuhan ekonomi Indonesia mencapai

tingkat tertinggi sepanjang sejarah

perekonomian Indonesia, yakni di atas 10%

(tahun 1968) dan di tahun 1996 sebesar 7,8%

(databoks.katadata.co.id 2018). Namun

keterbukaan ekonomi tersebut membawa

konsekuensi terhadap pengaruh gejolak

ekonomi negara lain terhadap perekonomian

Indonesia. Puncaknya saat terjadi krisis moneter

di tahun 1998 akibat contagion effect dari

terpuruknya nilai tukar Thailand. Setelah itu,

sistem ekonomi Indonesia lebih terkontrol

dengan dominasi intervensi pemerintah di pasar.

Dari fenomena perubahan sistem

ekonomi baik dari negara barat (Amerika)

maupun negara timur (China) dan Indonesia,

menandakan setiap negara masih mencari sistem

ekonomi yang tepat diterapkan di negaranya

masing-masing. Hal ini diperkuat dengan

permasalahan ekonomi baik ketimpangan

Page 32: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

118

ekonomi, maupun kemiskinan belum mampu

dipecahkan oleh sistem ekonomi yang sekarang

ada. Oleh karenanya perdebatan antar sistem

ekonomi yang terbaik masih menjadi topic

utama untuk dipecahkan.

Gerakan perubahan sistem ekonomi telah

terjadi di Indonesia sejak tahun 1980-an melalui

pandangan sistem ekonomi ala Indonesia yang

dikenal dengan sistem ekonomi Pancasila.

Kritikan sistem ekonomi Pancasila terhadap

sistem ekonomi liberal ditujukan pada adanya

penguasaan oleh pemodal dan eksploitasi kaum

buruh. Hal inilah yang menjadi salah satu

penyebab ketimpangan ekonomi di suatu negara.

Karena prinsip pasar bebas yang dianut sistem

ekonomi liberal menyebabkan tidak adanya

perlindungan bagi yang lemah dan adanya

dominasi pemilik modal terhadap factor-faktor

produksi.

Sistem ekonomi Pancasila yang

ditawarkan oleh para ekonom di tahun 1980-

an ditujukan untuk menjawab tujuan negara

dalam mewujudkan kesejahteraan yang adil

dan merata bagi seluruh rakyat tanpa kecuali.

Namun seiring perkembangan ekonomi,

konsep sistem ekonomi pancasila belum

mampu dijabarkan secara konkrit dan ilmiah.

Tantangan inilah yang membuat

pengembangan sistem ekonomi Pancasila

secara keilmuwan berjalan lambat. Padahal

pandangan sistem ekonomi Pancasila

merupakan implementasi dari cara pandang

bangsa Indonesia dalam mengatur negara

berlandaskan Pancasila. Oleh karenanya,

artikel ini ditulis dengan tujuan untuk

menelaah sistem ekonomi pancasila melalui

pendekatan filsafat ilmu. Hal ini penting

sebagai pengembangan sistem ekonomi

pancasila secara keilmuwan, sehingga

mendapat tempat di dunia akademisi.

Kajian ekonomi Pancasila telah

dilakukan sejak zaman orde baru, tepat di

tahun 1981. (Mangunpranoto 1981)

menjelaskan filasafat ekonomi Pancasila

secara epistimologis dan ontologis merupakan

ilmu humaniora. Artinya titik central Pancasila

adalah “kemanusiaan”. Lebih lanjut Ki Sarino

M menjelaskan filasat ekonomi Pancasila

terbentuk dari unsur filsafat ekonomi dan

filsafat manusia. Perbedaan dengan teori

ekonomi kapitalis dan ekonomi sosialis

terletak pada filsafat manusia. Ekonomi

kapitalis memandang manusia adalah

homoeconomicus, sedangkan ekonomi

sosialis memandang manusia tanpa nilai sacral

dan sama dengan modal sebagai materi.

Artinya tujuan hidup manusia sama-sama

dipandang dari aspek materi. Sedangkan

ekonomi Pancasila yang dimaksud Ki Sarino

memandang manusia memiliki hubungan

hidup tidak hanya dengan manusia namun juga

berhubungan langsung dengan Tuhan YME,

sehingga dibutuhkan keseimbangan hidup

materi dan rokhani. Dalam hal ini materi

bukan menjadi tujuan tunggal atau materi

menguasai manusia, sebaliknya manusia yang

memiliki materi.

Hidajat Nataatmadja (H 1981)

menjelaskan perbedaan filasat ekonomi yang

diterapkan ekonomi kapitalis dengan ekonomi

Pancasila. Landasan ekonomi kapitalis adalah

kepuasan konsumtif, sedangkan ekonomi

Pancasila dibentuk dari kepuasan kreatif.

Konsumtif identic dengan sifat hewani yang

tidak memperhatikan kaidah moral. Sedangkan

kreatif berasal dari ciri khas manusia yang ber

Tuhan. Lebih lanjut Hidajat menjelaskan

ekonomi Pancasila dengan 3 teori baru, yakni :

teori kesadaran, teori kreativitas dan hukum

dasar keperiadaan. Hakikat sila pertama

dijelaskan dari manifestasi sistem referensi

agama, sila kedua bersumber dari manifestasi

global humanistic, sila ketiga merupakan

manifestasi referensi nasional. Sila keempat dan

kelima tidak bisa dijelaskan oleh teori ekonomi

kontemporer yang terbukti dari teorema

kemustahilan Arrow. Hanya manusia

pancasilais yang telah mengenal khaliknya atau

fitrahnya yang mampu menjawab

Page 33: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

119

permusyawaratan perwakilan dan keadilan

social bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sebagian besar ekonom Indonesia

menjelaskan filsafat ekonomi Pancasila melalui

sudut pandang konstitusi yang tercermin dalam

Mukadimah UUD 1945, Pasal 33 dalam UUD

1945, arti harafiah ekonomi Pancasila yang

terdiri dari filsafat ekonomi dan filsafat

Pancasila serta filsafat manusia dan filsafat

religious. (P. A 1981), (Rahardjo, Mencari

Pengertian Tentang Pembangunan:

Sudut Pandangan Pancasila 1981), (PH 1981).

(Yunus 1981) menambahkan dalam tulisannya

bahwa sistem ekonomi yang terkandung dalam

Pancasila terletak pada sila kelima “Keadilan

social bagi seluruh rakyat Indonesiaa” dan

keempat sila yang mendahuluinya dijelaskan

untuk mewujudkan apa yang terkandung dalam

sila kelima.

1.1. Kajian Ekonomi Pancasila dalam

Perspektif Filsafat Ilmu

Metode yang digunakan untuk

mengkaji sistem ekonomi pancasila melalui

pendekatan filsafat ilmu. Dimana terdapat tiga

dimensi yang harus dipenuhi dalam filsafat

ilmu. Artinya sebuah pengetahuan menjadi

ilmu harus memenuhi tiga dimensi yang ada

didalamnya, yakni : ontologi, epistemologi

dan aksiologi.

Sebagai tahap awal pengkajian sistem

ekonomi Pancasila, kajian ini menggunakan

pendekatan filsafat ilmu dalam aspek ontologi.

Secara definisi ontologi berasal dari kata

“ontos” yang berarti “berada (yang ada)”.

Artinya studi atau pengkajian mengenai sifat

dasar ilmu, dimana sifat dasar tersebutlah yang

menentukan arti, struktur dan prinsip ilmu.

Ontologi seringkali disebut metafisika dan

cakupan bahasan ontology tentang realitas.

Realitas yang dimaksud merupakan kenyataan

yang menjelaskan tentang kebenaran.

Ontologis juga berarti membahas tentang apa

yang ingin kita ketahui, hakikat apa yang

dikaji (Karimah 2010). Dalam kajian ini,

realitas yang dimaksud adalah Ekonomi

Pancasila. Untuk memahami hakikat dari

ekonomi pancasila perlu kajian untuk

menjawab:

• Apakah sesungguhnya hakekat ekonomi

pancasila ?

• Apakah ekonomi pancasila ini merupakan

realitas materi saja?

• Adakah sesuatu dibalik keberadaan

ekonomi pancasila?

• Apakah ekonomi pancasila terdiri dari satu

bentuk unsur (monisme), dua unsur

(dualism), pluralism, nihilisme atau

agnostisime?

Bakhtiar (2004) menjelaskan tentang

pengertian ontologis merupakan ilmu yang

membahas tentang hakekat yang ada, yang

merupakan ultimate reality baik yang

berbentuk jasmani/konkret maupun

rohani/abstrak.

2. Pembahasan

2.1. Hakikat Makro Ekonomi Pancasila

Menurut UUD 1945

Lahirnya pandangan ekonomi Pancasila

diawali dari arah pengelolaan ekonomi Indonesia

yang diatur berdasarkan Undang-Undang Dasar

1945. Karena kata “Pancasila” merupakan

pedoman hidup yang hanya dimiliki bangsa

Indonesia dan menjadi landasan UUD 1945.

Sehingga aspek ontology pertama yang perlu kita

bahas sesuai dengan Undang-undang Dasar 1945.

Undang-undang dasar 1945 merupakan

aturan yang menjadi arahan bagi

penyelenggaraan negara baik dibidang alam,

social dan humaniora. Ekonomi merupakan

aspek social yang diatur dalam UUD 1945 pasal

33 ayat 1-5. Kemudian diperkuat dengan Pasal

27 ayat 2, Pasal 28D ayat 2, dan pasal 28 H ayat

1-4. Sebelumnya, (Bawazier 2017) juga

menggunakan pasal 33 UUD 1945 untuk

menerangkan system ekonomi Pancasila.

Page 34: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

120

Hakekat yang terkandung dalam pasal 33 tentang

perekonomian nasional dan kesejahteraan social

menerangkan landasan pengaturan ekonomi

negara secara makro. Terdapat nilai-nilai penting

yang menjadi pedoman pengaturan ekonomi

negara, yakni :

• Kekeluargaan

• Kebersamaan

• Kemandirian

• Keseimbangan kemajuan dan kesatuan

Keempat nilai tersebut merupakan

gambaran makro ekonomi dengan sistem

ekonomi pancasila yang menghendaki

pemerataan dan pertumbuhan (kemakmuran)

berjalan seiring, artinya pertumbuhan yang

merata, bukan pertumbuhan dulu baru

pemerataan. Hal ini merupakan hakekat dari nilai

keseimbangan antara kemajuan dan kesatuan.

Nilai kekeluargaan dan kebersamaan memiliki

hakekat bahwa untuk mencapai tujuan negara,

yakni kesejahteraan umum dan keadilan social,

maka pengelolaan ekonomi negara dilakukan

secara bersama-sama dan mengedepankan nilai

kekeluargaan. Artinya ekonomi pancasila tidak

menghendaki adanya persaingan antar individu,

karena kesejahteraan umum dan keadilan social

tidak bisa dicapai dengan prinsip persaingan.

Persaingan antar inividu merupakan nilai

ekonomi yang dianut oleh sistem ekonomi

kapitalis melalui sistem pasar. Prinsip persaingan

ini akan membawa dampak negative bagi salah

satu pihak akibat kalah dalam bersaing. Maka

dengan demikian sistem persaingan tidak mampu

menjawab tujuan negara Indonesia.

Hakikat pasal 27 ayat 2 yang berbunyi

“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan

dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”

mengandung arti dalam pelaksanaan sistem

ekonomi Pancasila, hak individu untuk

mendapatkan kehidupan yang layak juga

dipertimbangkan. Artinya sifat kebersamaan dan

pemerataan tanpa menghilangkan hak individu

untuk peningkatan taraf hidup melalui pekerjaan

sesuai keinginan dan kemampuannya. Hal ini

diperkuat dengan pasal 28 D no 2 “Hak untuk

bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan

yang adil dan layak dalam hubungan kerja”,

mengandung arti adanya perlindungan terhadap

hak asasi manusia untuk pengembangan diri serta

perlakuan yang manusiawi. Kedua pasal ini

mencirikan nilai kemandirian dalam sistem

ekonomi Indonesia. Artinya prinsip kebersamaan

dalam pengelolaan ekonomi bukan berarti setiap

individu menjadi bergantung kepada individu

lainnya. Melainkan kemajuan individu menjadi

hak seluruh rakyat tanpa kecuali sesuai dengan

keinginan dan keahliannya masing-masing.

Kebersamaan yang dimaksud dapat

mendorong kemajuan bersama melalui sikap

saling mendukung potensi yang terdapat pada

masing-masing individu demi mencapai tujuan

bersama. Artinya sistem ekonomi pancasila

mengedepankan kepentingan bersama dengan

tetap menjunjung tinggi hak-hak individu untuk

berkembang dan maju. Hal ini berbeda dengan

sistem ekonomi sosialis yang membatasi

kebebasan individu untuk berkembang dan maju.

Pasal 28 H ayat 1 hingga 4 memperkuat

penyelenggaraan sistem ekonomi di Indonesia.

Dalam hal ini setiap warga negara berhak untuk

hidup sejahtera materi dan batin. Artinya

kesejahteraan yang dimaksud tidak hanya

bersumber dari materi, namun juga kesejahteraan

yang sifatnya non-materi. Dimana terdapat nilai

ketuhanan yang menjadi sumber rohani setiap

individu. Maka terdapat nilai Ketuhanan yang

menjadi landasan dalam mewujudkan

kesejahteraan materi dan batin. Hal ini

menggambarkan bahwa negara menjunjung

tinggi kebutuhan hidup manusia yang

sesungguhnya yakni jasmani dan rohani.

Keseimbangan inilah yang menjadi

ukuran tingkat kesejahteraan masyarakat di

Indonesia. Dan negara bertanggung jawab untuk

memenuhi hak jaminan social bagi seluruh

rakyatnya tanpa kecuali. Peran pemerintah

menjadi sentral dalam memberikan perlindungan

dan keadilan bagi masyarakat. Jadi peran

pemerintah secara makro adalah membuka akses

seluas-luasnya bagi seluruh warga negara untuk

Page 35: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

121

menikmati kesejahteraan materi dan batin.

Upaya-upaya yang merintangi hal tersebut

menjadi kewenangan pemerintah untuk

menindaknya baik yang bersumber dari dalam

maupun luar negeri. Artinya pemerintah

berperan penting dalam system proteksi ekonomi.

Hal ini berbeda dengan system ekonomi kapitalis

yang memiliki prinsip liberalisasi atau

kebebasan, dimana system proteksi dilakukan

seminimal mungkin. Namun sejak krisis

finansial dan kebangkitan ekonomi China

menyebabkan Amerika sebagai negara penganut

system kapitalis melakukan proteksi ekonomi

dalam bentuk hambatan tariff. Hal ini

bertentangan dengan prinsip liberalisasi ekonomi

yang mereka anut. Kenyataan tersebut dapat

menjelaskan bahwa secara natural terdapat sifat

nasionalis dari setiap negara untuk melindungi

kepentingan negaranya.

Sehingga dari uraian tersebut

menunjukkan bahwa penyelenggaraan ekonomi di

Indonesia ditujukan untuk mencapai

kesejahteraan yang merata baik materi maupun

batin. Untuk mewujudkannya dibutuhkan

niiainilai yang dianut yakni

kekeluargaan, kebersamaan, kemandirian,

kemajuan dan kesatuan yang seimbang, dan

Ketuhanan. Yang kesemuanya itu merupakan

nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.

Proses Sistem Ekonomi Pancasila Menurut

UUD 1945

Tujuan negara akan dicapai dengan

kerjasama, kekeluargaan dan persatuan

melalui Gotong Royong. Merujuk pada

pandangan

Bung Karno (Sukarno 2005)) bahwa “Djiwa

Indonesia adalah djiwa gotong royong, djiwa

persaudaraan, djiwa kekeluargaan, dan kita

telah menemukan djiwa yang demikian itu

dengan apa yang dinamakan Pantja Sila”.

Sehingga pada prinsipnya sistem ekonomi

pancasila terdiri dari dua unsur (dualism)

dalam mendefinisikan kesejahteraan, yakni

materi (lahir) dan batin (rohani) yang dapat

dicapai dengan Gotong Royong.

2.2. Hakikat Ekonomi Pancasila

Berdasarkan Definisi Harafiah

Kajian ontologis selanjutnya dalam mencari

hakikat sistem ekonomi pancasila adalah

melalui definisi harafiah. Dalam hal ini,

sistem ekonomi pancasila terdiri dari dua

elemen yakni ekonomi dan pancasila. Oleh

karenanya untuk menjawab hakikat ekonomi

pancasila, diperlukan pemahaman akan

hakikat ekonomi dan hakikat pancasila.

Ekonomi berasal dari bahasa yunani

yang terdiri dari dua kata : oikos dan nomos.

“Oikos” mengandung arti rumah dan

“Nomos” artinya aturan atau peraturan.

Sehingga jika digabung menjadi satu “oikos

nomos” berarti pengelolaan rumah tangga.

Dalam hal ini hakikat ekonomi merupakan

suatu sistem cara pengelolaan rumahtangga.

Rumahtangga yang dimaksud mulai dari

rumah tangga individu, keluarga hingga

negara.

Pertanyaan selanjutnya adalah siapakah

yang mengatur atau mengelola rumahtangga

tersebut?. Jawabannya tentu saja manusia,

namun manusia seperti apakah yang mampu

mengelola rumahtangganya dengan baik. Oleh

karenanya bermunculan sistem ekonomi yang

memiliki perbedaan satu sama lain dalam hal

pemakanaan pelaku ekonomi.

Sistem ekonomi kapitalis terdiri dari dua

kata, yakni ekonomi dan kapitalis. Sehingga jika

digabung berarti sistem pengelolaan

rumahtangga yang mengedepankan kepemilikan

materi sebagai roda penggeraknya. Dengan

Nilai - nilai : Kekeluargaan,Ke bersamaan,Kema

ndirian, Kemajuan dan kesatuan yang seimbang dan

ketuhanan

Gotong Royong

Kemakmura n yang

Merata Lahir dan Batin

Page 36: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

122

prinsip kebebasan bagi hak-hak individu dalam

menguasai dan memiliki materi. Pemikiran barat

(Amerika) menerapkan prinsip kebebasan. Hal

ini dilatar belakangi oleh sejarah Amerika yang

didominasi imigran, yang lari dari negaranya

untuk mencari kebebasan individu. Maka tidak

heran prinsip kapitalis menjadi tawaran yang

cukup menarik untuk mencapai kesejahteraan

yang dimaksud.

Begitupun juga dengan sistem ekonomi

sosialis, yang terdiri dari dua kata yaitu ekonomi

dan sosialis. Artinya sistem pengelolaan

rumahtangga yang mengedepankan kepemilikan

materi secara merata untuk setiap individu

dengan pemerintah sebagai pengaturnya. Peran

pemerintah sangat tinggi dalam mengatur setiap

individu dalam kegiatan ekonomi,

konsekuensinya kebebasan individu menjadi

semakin terbatas.

Selanjutnya, bagaimana dengan hakikat

ekonomi pancasila secara harafiah, apa yang

membedakan dengan kedua sistem ekonomi

tersebut. Tentunya, secara harafiah terlihat

bahwa perbedaannya terletak pada kata

“pancasila”. Sehingga jika digabungkan antara

ekonomi dan pancasila mengandung arti

pengelolaan rumahtangga dengan prinsip

pancasila. Selanjutnya prinsip pancasila seperti

apa yang dimaksud?. Dalam hal ini Pancasila

merupakan ideology sekaligus pedoman hidup

bernegara bagi bangsa Indonesia. Sehingga

untuk memahami hakikat dari pancasila, kita

harus memahami hakikat dari setiap sila yang

terdapat didalamnya.

a. Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha

Esa

Nilai hidup pertama yang terdapat

didalam pancasila adalah kesadaran bahwa

manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang

Maha Esa. Sehingga karena sebagai ciptaan,

maka segala perilakunya harus sesuai dengan

perintah sang pencipta. Ketuhanan Yang

Maha Esa juga menjelaskan bahwa Tuhan

adalah tunggal atau esa, yang dapat diartikan

kebenaran itu satu, tidak ada kebenaran yang

mendua. Implikasinya setiap agama meyakini

bahwa Tuhan itu ada. Walaupun berbeda-beda

dalam hal ritual dan pemahamannya, namun

terdapat keyakinan yang sama bahwa Tuhan

itu ada dan pencipta alam semesta termasuk

manusia.

Hal ini dijelaskan dalam berbagai kitab

suci, baik alquran bagi umat muslim,alkitab

bagi umat Kristen dan katolik, weda bagi umat

hindu, tripitaka bagi umat budha, dan wu-jin

serta si shu bagi umat konghuchu. Keberadaan

Tuhan menurut alquran tercantum dalam surat

Yunus ayat 3 (RI 2016), yang berbunyi

“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah Yang

menciptakan langit dan bumi dalam enam

masa, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy

untuk mengatur segala urusan. Tiada

seorangpun yang akan memberi syafa'at kecuali

sesudah ada izinNya. yang demikian itulah

Allah, Tuhan kamu, maka sembahlah Dia.

Maka apakah kamu tidak mengambil pelajaran?

Keberadaan Tuhan menurut Al-kitab

tercantum dalam Surat Ibrani (11) ayat 6

(alkitab 2006)

"Tetapi tanpa iman tidak mungkin

orang berkenan kepada Allah. Sebab

barang siapa berpaling kepada Allah,

ia harus percaya bahwa Allah ada, dan

bahwa Allah memberi upah kepada

orang yang sungguh-sungguh mencari

Dia".

Keberadaan Tuhan menurut kitab Weda

tercantum dalam R.W.X.121.8 (Maswinara

2004)

“Siapakah yang akan kami puja dengan

segala persembahan ini? Ia Yang Maha

Suci yang kebesaran-Nya mengatasi

semua yang ada, yang memberi kekuatan

spiritual dan yang membangkitkan

kebaktian, Tuhan yang berkuasa. Ia yang

satu itu, Tuhan di atas semua”

Keberadaan Tuhan menurut kitab

tripitaka tercantum dalam ungkapan dari sang

Page 37: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

123

Buddha yang terdapat dalam sutta pitaka, udana

VIII : 3, yang merupakan konsep Ketuhanan

Yang Maha Esa dalam agama Buddha.

Ketuhanan yang Maha Esa dalam bahasa Pali

adalah Atthi Ajatan Abhutam Akatam

Asamkhatam yang artinya : “suatu yang tidak

dilahirkan, tidak dijelma, tidak diciptakan dan

yang mutlak”.

“ketahuilah para bikkhu bahwa ada

sesuatu yang tidak dilahirkan, yang tidak

menjelma, yang tidak tercipta, yang

mutlak. Duhai para bikkhu, apabila tidak

ada yang tidak dilahirkan, yang tidak

menjelma, yang tidak tercipta, yang

mutlak, maka tidak akan mungkin kita

dapat bebas dari kelahiran, penjelmaan,

pembentukan, pemunculan dari sebab

yang lalu. Tetapi para bikkhu, karena ada

yang tidak dilahirkan, yang tidak

menjelma, yang tidak tercipta, yang

mutlak, maka ada kemungkinan untuk

bebas dari kelahiran, penjelmaan,

pembentukan, pemunculan dari sebab

yang lalu”.

Keberadaan Tuhan menurut kitab agama

konghucu yakni wu-jin dan shi-shu tercantum

dalam Zhong Yong Bab Utama Pasal 1 (Sishu

2012)

“Firman Tian-Tuhan Yang Maha Esa

(Tian Ming) itulah dinamai watak sejati

(Xing). Hidup mengikuti watak sejati

itulah dinamai menempuh Jalan Suci

(Dao). Bimbingan menempuh jalan suci

itulah dinamai Agama (Jiao)”

Artinya sifat ketuhanan bagi seluruh

agama yang ada di Indonesia adalah kebenaran

yang Esa atau tunggal. Hal ini menjelaskan

dalam menjalankan hidupnya, manusia tidak

bisa lepas dari hubungannya dengan Tuhan

YME. Sehingga terdapat kebutuhan rohani

atau spiritual dalam diri setiap manusia.

Dalam agama islam disebut hablumminaAllah

atau hubungan manusia dengan Tuhannya.

b. Sila Kedua hingga Kelima

Menjelaskan nilai persatuan,

kemanusiaan, musyawarah, dan keadilan

social. Keempat nilai tersebut merupakan

cerminan manusia yang berakhlak dan berbudi

pekerti yang baik. Artinya manusia yang

seperti ini tidak mungkin bisa diwujudkan jika

manusia tersebut tidak memiliki kesadaran

penuh sebagai manusia yang bertuhan.

Percaya akan Tuhan hakikatnya meyakini

seluruh tingkah laku dirinya dilakukan

berdasarkan perintah Tuhan YME, yakni

bermanfaat bagi sesama. Sila kedua hingga

keempat ini menjelaskan hubungan antar

sesama manusia hidup didunia.

Dalam perspektif agama islam disebut

Hablumminannas atau hubungan baik antar

sesama manusia di dunia.

Perilaku baik antar sesama umat

manusia didunia mengandung dua tujuan,

yakni pertama Setiap agama selalu

mengajarkan welas asih atau kasih sayang

kepada sesama umat manusia tanpa kecuali.

Hal ini dijelaskan dalam salah satu kitab suci

al-quran surat Al-

Qasas ayat 77

“Dan carilah pada apa yang telah

dianugerahkan oleh Allah kepadamu

kebahagiaan akherat, dan janganlah kamu

melupakan bahagianmu dari kenikmatan

dunia, dan berbuat baiklah kepada orang lain

sebagaimana Allah telah berbuat baik

kepadamu, dan janganlah kamu berbuat

kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah

tidak menyukai terhadap orang-orang yang

berbuat kerusakan.”

Petikan ayat tersebut merupakan salah

satu contoh bahwa setiap manusia harus berbuat

baik dan bermanfaat bagi sesama, serta

menegaskan jika ingin menjalankan perintah

Tuhan YME maka hindari tindakan yang

dilarang-Nya seperti membuat kerusakan di

muka bumi. Kerusakan yang dimaksud tidak

hanya terhadap alam sekitar tetapi memerangi

Page 38: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

124

sesama manusia melalui menyakiti,

pertengkaran, penjajahan, penguasaan dan lain

sebagainya.

Berdasarkan definisi harfiah diatas,

menunjukkan bahwa ekonomi pancasila

menghendaki keseimbangan (balance) antara

kebutuhan jasmani dan rohani. Sehingga untuk

mewujudkannya, terdapat dua unsur dalam

ekonomi pancasila, yakni kemanusiaan dan

ketuhanan atau jika digabung menjadi

pengelolaan rumahtangga oleh manusia yang

menyadari sebagai makhluk ciptaan tuhan.

Keseimbangan kebutuhan jasmani dan

rohani menjadikan pengelolaan negara dapat

mencapai kesejahteraan lahir dan batin.

Sehingga dalam hal ini terdapat kebutuhan

jasmani yang disebut hard need dan kebutuhan

rohani yang disebut soft need.

Kebutuhan Manusia dalam Ekonomi Pancasila

Artinya ekonomi pancasila menawarkan

konsep yang tidak hanya kebahagiaan semu, yang

bersifat duniawi, namun juga kebahagiaan sejati

yang terdapat didalam batin sebagai bekal

menuju akhirat.

Oleh karenanya, maka definisi manusia

sebagai pelaku ekonomi menjadi hal yang

penting atau krusial dalam menjelaskan manusia

seperti apa yang mampu menjawab tujuan

ekonomi Pancasila ?. Pertanyaan tersebut

dijelaskan dalam kerangka mikro ekonomi

Pancasila.

2.3. Hakikat Mikro Ekonomi Pancasila

Menurut Definisi Manusia yang

Berakal

Secara Mikro ekonomi unsur utama

yang menjadi pelaku ekonomi adalah manusia.

Cara pandang manusia sangat mempengaruhi

perilakunya dalam mengambil keputusan.

Sehingga hakikat manusia menjadi penting

sebagai pondasi dalam memahami perilaku

pelaku ekonomi. Ekonomi Kapitalis

memandang manusia sebagai makhluk

homoeconomicus yaitu manusia yang selalu

mengejar kepentingan (keuntungan) sendiri

(M 2007).

Atas dasar pandangan inilah, maka

tidak heran jika tujuan utama ekonomi

kapitalis mementingkan kepentingan individu,

kebebasan pemilikan hak-hak pribadi melalui

sistem pasar bebas. Dengan demikian

pengelolaan rumah tangga baik individu

maupun negara mementingkan keuntungan

atau pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Hal

ini identic dengan pengelolaan negara dengan

modal materi atau kekayaan, serta ukuran

kemakmuran suatu negara dilihat berdasarkan

besarnya jumlah materi yang dimiliki oleh

negara tersebut.

Sistem ekonomi kapitalis mendapat

perlawanan dari sistem ekonomi sosialis,

akibat timbulnya kesenjangan yang tinggi

antara kaum pemodal dengan kaum buruh.

Kritikan ekonomi sosialis memandang bahwa

manusia adalah makhluk social. Artinya

manusia tidak bisa hidup sendiri tanpa

ketergantungan dengan lainnya. Namun

pengelolaan rumahtangga baik individu

maupun masyarakat diatur sepenuhnya oleh

negara. Hal ini ditujukan untuk

menghilangkan adanya dominasi antar satu

individu terhadap lainnya. Namun

konsekuensi dari sistem ekonomi ini adalah

terbatasnya hakhak kebebasan individu, baik

dalam berkarya maupun mendapat kehidupan

yang lebih layak. Pandangan sosialis tersebut

mengacu pada sifat social dan komunal dari

manusia. Namun sifat social ini memiliki

kelemahan karena lebih mengedepankan

perasaan atau simpati dalam bertindak.

Berbeda dengan sistem ekonomi

pancasila dalam memandang hakikat manusia.

Pada dasarnya yang membedakan manusia

Hard Need

Soft Need

Ekonomi Pancasila

Page 39: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

125

dengan makhluk lainnya didunia adalah akal.

Artinya manusia diberi akal untuk mengambil

sikap sesuai dengan tujuan manusia hidup

didunia, yakni bermanfaat bagi sesama serta alam

tempat tinggal manusia. Hal ini merupakan

tujuan hidup manusia yang berpedoman pada

perintah Tuhan YME. Untuk itu, hakikat

manusia dapat didekati dengan pemahaman akal

manusia yang terdapat di otak. Menurut Dr. Paul

Maclean (Maclean

1990) yang membagi otak kedalam tiga bagian

(the triune brain), yakni otak reptilian, lymbic

dan neo cortex. Ketiga bagian otak tersebut dapat

menjelaskan alasan atau sebab manusia

berperilaku.

a. R-Kompleks (Reptile)

Bagian otak yang ukurannya paling kecil

dibanding lainnya. otak reptile mencerminkan

binatang bertubuh manusia. Perilaku yang

mencerminkan binatang diantaranya persaingan,

tidak bermoral, tidak beretika, tidak ada tata

krama, mementingkan diri sendiri terutama tubuh

(somatic or survival), rakus atau serakah, tidak

perduli dengan lingkungan, tidak mengenal

benarsalah, teritoriality, tidak mau bertanggung

jawab, menyalahkan orang lain. Artinya perilaku

tersebut lahir karena manusia lebih

mengedepankan nafsu dalam setiap pengambilan

keputusan.

Beberapa sifat tersebut merupakan hakikat

manusia yang menjadi landasan berpikir dari

sistem ekonomi kapitalis yakni persaingan,

mementingkan diri sendiri dan rakus. Artinya,

jika pola pikir manusia lebih banyak didominasi

oleh R-kompleks, maka nafsu akan dikedepankan

dalam bertindak. Akibatnya timbul pola hidup

yang konsumtif dan rakus. Hal ini juga

dijelaskan oleh Thorstein Veblen dalam buku

Alan Greenspan mantan Gubernur bank Sentral

Amerika Serikat (G. A 2008) bahwa kebiasaan

konsumtif individu tersebut merupakan cerminan

kebiasaan orang untuk memamerkan bahwa ia

memiliki uang sebanyak orang lain

(conspicuous consumption ). Artinya setiap

individu memilki kecenderungan bersifat

kompetitif dalam hal status. Konsep ini

menjadikan ekonomi diartikan sebagai

kebutuhan jasmani dari manusia yang harus

dipenuhi. Sifatnya nafsu tidak pernah puas,

sehingga jika konsep ekonomi menggunakan

pemikiran nafsu, maka yang timbul adalah

berlomba-lomba untuk memenuhi kebutuhan

jasmani tersebut. Hal ini tidak sesuai dengan

jiwa manusia yang berakal dan berbudi

pekerti. Seharusnya R-kompleks digunakan

sesuai peruntukannya saja yakni sikap reflex

dari individu untuk melindungi diri ketika

menghindari ancaman, perilaku konsumsi

yang secukupnya dalam memenuhi kebutuhan

jasmani untuk melangsungkan hidup. Sifat

nafsu merupakan bagian dari diri manusia

yang tidak bias dihilangkan, namun perlu

dididik dan diarahkan penggunaannya dengan

baik.

b. Lymbic System

Lymbic merupakan bagian otak

tengah. Dalam hal ini, otak yang

membungkus batang otak. Bagian ini

berhubungan dengan perasaan atau emosi,

diantaranya: marah, sedih, jijik, kecewa, takut,

senang, dan bahagia. Jika cara berpikir

manusia didominasi oleh bagian otak lymbik,

maka sifat-sifat yang dihasilkan akan

mengedepankan perasaan dalam setiap

pengambilan keputusan. Sifatnya iba,

Page 40: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

126

melankolis tidak menerima penindasan atas

satu dengan yang lainnya.

Akibatnya memunculkan sikap

pengambilan keputusan yang memandang semua

manusia harus diperlakukan sama untuk

mencapai keadilan. Hal tersebut dapat dipenuhi

dari peran pemerintah dalam mewujudkannya.

Pandangan inilah yang menjadi hakikat manusia

menurut sistem ekonomi sosialis. Tidak hanya

materi saja yang dibutuhkan manusia namun juga

kehidupan antar sesama manusia menjadi

pertimbangannya.

Terdapat kebersamaan dan kesetaraan

sebagai manifestasi kehidupan social manusia.

Namun, cara pemikiran ini dapat menjadi

boomerang karena mengedepankan perasaan.

Manusia bisa terkecoh bahkan menjadi tidak bisa

membedakan mana yang patut dibantu mana

yang tidak. Karena tidak semua orang jujur dan

mau untuk disamakan dengan yang lain. Maka

timbul pemberontakan menuntut kebebasan

dalam bertindak dan menentukan nasibnya

sendiri.

Definisi manusia dengan cara pandang

limbic juga tidak cukup untuk menjawab hakikat

manusia seutuhnya, berakal dan berbudi pekerti.

Karena jika perasaan lebih mendominasi akal,

akibatnya timbulnya fanatisme atau pemihakan

kebenaran atas dasar perasaan (intuisi) tanpa

didukung dengan bukti (akal).

c. Neocortex

Neocortex merupakan otak baru, berusia

lebih muda sekitar 40.000 tahun. Disinilah

tempat bersemayamnya kecerdasan yang bisa

membuat perbedaan antara manusia dengan

binatang. Otak kiri berisi kecerdasan dan otak

kanan berisi kesadaran spiritual. Di dalam neo

cortex terdapat satu titik yang merupakan titik

focus manusia yang berhubungan dengan Tuhan,

yang disebut God Spot. Kombinasi antara

kecerdasan, kesadaran spiritual terhadap

keberadaan Tuhan inilah yang menjadi landasan

manusia bermoral atau berakhlak baik. Hal ini

sesuai dengan dasar rumpun ilmu ekonomi yakni

filsafat moralitas.

Manusia yang menggunakan akalnya

dengan dominasi neo-cortex akan memiliki

sifat-sifat yang berbeda dengan binatang,

diantaranya welas asih (kasih sayang),

toleransi, kepedulian terhadap sesama,

memberi maaf, dan menghormati orang lain.

Sifat-sifat ini sesuai dengan cara pandang

bangsa Indonesia dalam memperlakukan

manusia sebagai pelaku ekonomi. Sehingga

hakikat manusia seutuhnya adalah manusia

yang menyadari akan keberadaan tuhan dan

berhubungan langsung dengan dirinya. Hal

inilah sebagai control terhadap perilaku

manusia yang menyimpang. (Swasono 2009)

juga menyinggung tentang nilai-nilai afaktif

yang melekat pada manusia rasional diabaikan

daam aliran ekonomi mainstream.

Manusia yang bertuhan

Elizabeth Svoboda (E 2013)

menjelaskan dalam bukunya bahwa setiap

manusia memiliki sisi heroic dalam dirinya.

Sifat kepahlawanan ini merupakan cerminan

tindakan tidak egois, emphatic dari diri

manusia untuk bermanfaat bagi sesamanya

tanpa pamrih. Inilah sifat manusia yang

menunjukan bahwa manusia menjalankan

perannya sebagai manusia yang bertuhan.

Oleh karena itu, dalam sistem ekonomi

pancasila, hal mendasar yang membedakan

dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis

adalah dalam pendefinisian hakikat manusia

seutuhnya. Berdasarkan ketiga uraian bagian

Ketuhanan

MATERI

KEMANUSIA AN

Page 41: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

127

otak manusia, dapat disimpulkan bahwa

manusia pada hakikinya memiliki nafsu,

perasaan dan logika (akal) sebagai anugerah

dari Tuhan YME. Artinya hakikat manusia

yang mencerminkan manusia Pancasilais

adalah manusia yang mampu menggunakan

logika serta kesadaran spiritualnya untuk

mengatur secara bijaksana elemen nafsu dan

perasaan yang ada didirinya. Implikasinya

adalah keberadaan materi sebagai perwujudan

dari nafsu dan sisi social antar manusia

sebagai perwujudan perasaan adalah dibawah

kendali logika dan kesadaran spiritual. Inilah

wujud dari manusia yang bertuhan.

Hakikat manusia yang bertuhan inilah yang

sesuai dengan prinsip sistem ekonomi pancasila.

Dalam hal ini, prinsip gotong royong sebagai cara

untuk mencapai kesejahteraan materi dan batin

dapat dicapai dengan kesadaran manusia yang

bertuhan. Kesadaran inilah yang menumbuhkan

sifat-sifat mulia seperti kepedulian antar sesama.

Sehingga pada akhirnya manusia-manusia yang

saling peduli satu sama lain akan bahumembahu

bekerjasama untuk mendahulukan kepentingan

bersama diatas kepentingan pribadi.

Tahapan Jiwa Gotong Royong

Berdasarkan kajian ontologis sistem

ekonomi pancasila dari definisi otak manusia,

dapat disimpulkan bahwa sistem ekonomi

pancasila merupakan sistem yang diatur oleh

manusia yang bertuhan dengan mengedepankan

sifat kepedulian antar sesama umat manusia tanpa

kecuali untuk mencapai tujuan bersama melalui

gotong royong.

3. Ketahanan Ekonomi Indonesia dengan

Sistem Ekonomi Pancasila

Secara ontologis ketahanan ekonomi

merupakan gabungan dari hakikat ketahanan dan

ekonomi. Dalam hal ini sistem ekonomi yang

kita bahas sebelumnya adalah sistem ekonomi

pancasila. Sehingga ketahanan ekonomi yang

dimaksud haruslah sesuai dengan nilai-nilai

ekonomi pancasila.

Hakekat dari ketahanan adalah daya

atau kemampuan untuk menjaga kestabilan

saat terjadi gangguan baik dari dalam maupun

dari luar. Kestabilan mengandung makna

terdapat dua unsur yang dijaga agar tidak

terjadi instabilitas. Hal ini sesuai dengan

prinsip ekonomi pancasila yang secara

ontologis terdiri dari dua unsur, yakni jasmani

(materi) dan rohani (batiniah). Artinya

kehebatan atau ketangguhan suatu negara dari

sisi fisik (materi) pasti juga menimbulkan

celah jika tidak diimbangi dengan kekuatan

non-fisik. Kekuatan non-fisik inilah yang

menjadi perbedaan dalam menjelaskan

ketahanan ekonomi Indonesia dengan

landasan ekonomi pancasila. Kekuatan non-

fisik ini disebut soft skill ekonomi.

Stabilitas ini tidak hanya berlaku pada

aspek makro ekonomi (negara), namun juga

stabilitas mikro (individu) menjadi pondasi

penting bagi ketahanan ekonomi di Indonesia.

Oleh karenanya ketahanan ekonomi di

Indonesia terdiri dari kajian ketahanan

ekonomi individu (mikro) dan ketahanan

ekonomi negara (makro).

3.1. Ketahanan Ekonomi Mikro

Hasil kajian menggambarkan

ketahanan ekonomi pancasila merupakan

cerminan ketahanan individu sebagai

perwujudan manusia yang bertuhan.

Ketahanan ekonomi pancasila merupakan

suatu konsep yang mempertimbangkan

keseimbangan atau stabilitas kebutuhan

jasmani dan rohani. Stabilitas ekonomi

individu merupakan cerminan stabilitas

ekonomi suatu negara.

Sehingga dalam perspektif ketahanan

ekonomi Indonesia, dapat didefinisikan

Kesadaran menjadi manusia

yang bertuhan

Kepeduli an

Gotong Royong

Page 42: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

128

ketahanan ekonomi individu secara mikro

adalah kemampuan individu untuk menjaga

stabititas atau keseimbangan kebutuhan

jasmani dan kebutuhan rohani (batiniah). Jika

terdapat kelebihan pemenuhan kebutuhan

salah satu aspek tersebut maka akan terjadi

ketimpangan. Hal inilah yang akan

menimbulkan perilakuperilaku manusia yang

melenceng dari hakikatnya sebagai manusia.

Contohnya perilaku korupsi, merupakan

cerminan ketimpangan kebutuhan jasmani dan

rohani. Karena orang yang melakukan tindak

korupsi selalu merasa dirinya kurang secara

materi, walaupun pada kenyataannya memiliki

nominal yang berlebih. Hal ini terjadi karena

kurang terpenuhinya kebutuhan rohani

sebagai wujud hubungan spiritual kepada

Tuhan YME dalam menjalankan perintahnya.

Artinya tidak adanya sikap bersyukur yang

merupakan wujud kebutuhan rohani dalam

memandang materi yang diperolehnya. Atau

kurangnya penyadaran diri bahwa harta dan

kekayaan merupakan anugerah Tuhan YME

dan terdapat hak orang lain untuk dikeluarkan,

bukan berasal dari usaha diri sendiri.

Sehingga dalam perspektif ketahanan

ekonomi mikro, dibutuhkan formula untuk

menjaga kestabilan individu dalam mengatur

kebutuhan jasmani (materi) dan rohani

(batiniah). Formula yang dimaksud adalah nilai

kepedulian yang tercermin dalam ekonomi

pancasila. Dimana jika setiap individu memiliki

rasa kepedulian antar sesama, maka setiap

tindakannya akan selalu memikirkan dampaknya

bagi individu lainnya. Artinya terdapat self

control di dalam diri karena adanya dominasi

akal (neo-cortex) yang mengatur R-kompleks

dan Lymbic.

Implementasinya secara matematis,

kesejahteraan individu ditentukan tidak hanya

bersumber dari diri sendiri, namun menjadi

kebermanfaatan bagi orang lain juga merupakan

sumber kesejahteraan. Sehingga kebutuhan

individu akan selalu terkontrol dengan baik,

tidak hanya memikirkan keluarga, namun juga

lingkungan dan masyarakat secara luas.

3.2. Ketahanan Ekonomi Makro

Dalam aspek makro, ketahanan ekonomi

yang dimaksud adalah ketahanan ekonomi

Nasional. Sesuai dengan hakikat ekonomi

pancasila secara makro (UUD 1945), maka

ketahanan ekonomi nasional merupakan

kekuatan atau ketangguhan negara dalam

menjaga stabilitas ekonomi guna mewujudkan

kemakmuran masyarakat lahir dan batin bagi

seluruh rakyat tanpa kecuali. Stabilitas yang

dimaksud dalam menjaga keseimbangan antara

pemerataan dan pertumbuhan ekonomi. Artinya

pertumbuhan ekonomi yang dimaksud

merupakan pertumbuhan ekonomi yang merata.

Hal ini sekaligus menunjukkan dengan adanya

pertumbuhan yang merata merefleksikan

tercapainya keadilan social bagi seluruh rakyat

Indonesia.

Sistem ekonomi pancasila menghendaki

adanya nilai kekeluargaan, kemandirian,

kebersamaan dan ketuhanan dalam mengelola

ekonomi negara menjadi kuat dan tangguh dalam

menghadapi segala tantangan, ancaman dan

hambatan baik berasal dari dalam maupun luar

negeri. Nilai-nilai tersebut terkristalisasi menjadi

satu nilai yakni GOTONG ROYONG.

Artinya ekonomi yang tangguh dilakukan

secara bersama-sama di atas kaki sendiri atau

mandiri. Oleh karenanya perlu melibatkan

seluruh elemen yang ada di masyarakat untuk

bahu membahu mewujudkan cita-cita negara

tersebut. Artinya peran pemerintah adalah

PEMERSATU antar lapisanlapisan yang ada di

masyarakat untuk menghadapi segala tantangan,

hambatan dan ancaman yang sifatnya dinamis.

4. Simpulan

Hakekat sistem ekonomi Pancasila

sebagai landasan ketahanan ekonomi Indonesia

Page 43: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

129

dalam perspektif filsafat ilmu terdiri dari tiga

kategori :

1. Secara makro, definisi sistem ekonomi

pancasila dijelaskan dalam UUD Pasal 33 ayat

1 sampai 5, yang hakikatnya terdiri dari dua

unsur (dualism) dalam mendefinisikan

kesejahteraan, yakni materi (lahir) dan batin

(rohani) yang harus dicapai secara merata

melalui Gotong Royong.

2. Secara mikro ekonomi, mendefinisikan

manusia dalam system ekonomi Pancasila

adalah manusia yang bertuhan yang dijelaskan

melalui komponen otak manusia, yakni

neocortex yang menggambarkan suatu

kesadaran setiap individu dalam berperilaku

sebagai manusia yang bertuhan. Dalam hal ini

perilaku manusia bersifat welas asih yang

diimplementasikan dengan sikap peduli atau

yang lebih dikenal dengan gotong royong.

3. Secara harafiah, hakikat ekonomi Pancasila

terdiri dari filsafat ekonomi dan filsafat

Pancasila. Ekonomi mencerminkan

kebutuhan hidup manusia (rumah tangga

individu, keluarga, dan negara), sedangkan

Pancasila merupakan representative dari unsur

manusia yang bertuhan. Sehingga system

ekonomi Pancasila merupakan suatu system

pengelolaan rumahtangga (materi) oleh

manusia yang bertuhan (mengedepankan

akal).

4. Sistem ekonomi Pancasila sebagai landasan

ketahanan ekonomi Indonesia mampu

menjelaskan kekuatan atau ketangguhan

negara dalam menjaga stabilitas ekonomi

yang terdiri dari dua unsur yakni soft skill

ekonomi dan hard skill ekonomi baik dalam

aspek mikro maupun makro ekonomi. Kedua

kekuatan tersebut bertujuan untuk

mewujudkan kemakmuran lahir dan batin bagi

seluruh rakyat tanpa kecuali dengan

pertumbuhan merata melalui Gotong Royong

Referensi

A, G. (2008). Abad Prahara : Ramalan

Kehancuran Ekonomi Dunia Abad

Ke21. Jakarta: PT Gramedia Pustaka

Utama.

A, P. (1981). Aspek Religius-Spiritual Dalam

Ekonomi Pancasila. In

Mubyarto&Boediono, Ekonomi

Pancasila (p. 84). Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

alkitab. (2006). Jakarta: Lembaga Alkitab

Indonesia.

BA, M. T. (2017). 2017 Index of Economic

Freedom. USA: Institute for Economic

Freedom, The Heritage Foundation.

Bahrum. (2013). Ontologi, Epistemologi dan

Aksiologi. Sulesana, Vol 8 No. 2 .

Bakhtiar, A. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT.

Rajagrafindo Persada.

Bawazier, F. (2017). Sistem Ekonomi Pancasila

: Memaknai Pasal 33 UUD 1945. Jurnal

Keamanan Nasional Vol III, No.2 .

Boediono, M. &. (1981). Ekonomi Pancasila.

Yogyakarta: Bagian Penerbitan Fakultas

Ekonomi UGM.

databoks.katadata.co.id. (2018, Januari 31).

Pertumbuhan Ekonomi Indonesia

(1961-

2018). Indonesia:

www.databoks.katadata.co.id.

E, S. (2013). Makes a Hero? Retrieved from

http://www2.centralcatholichs.com/cop

i

ed%20articles%20to%20review/Neuro/

what%20makes%20a%20hero%20DIS

C%20sept%2013.pdf.

Gwartney, J. (2009). Economic Freedom of The

World 2009 Annual Report. Economic

Freedom Network.

H, N. (1981). Karsa Membangun Ilmu

Ekonomi Pancasila. In

Mubyarto&Boediono, Ekonomi

Pancasila (p. 21). Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Karimah, K. &. (2010). Filsafat dan Etika

Komunikasi, Aspek Ontologis,

Page 44: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

130

Epistimologis dan Aksiologis dalam

Memandang Ilmu

Komunikasi.

Bandung: Widya Padjadjaran.

Lavinda. (2018, September 4). Rupiah Makin

Liar,Tembus Rp. 14.920 per Dolar AS.

Jakarta:

www.cnnindonesia.com/ekonomi/.

M, S. (2007). The Big Three in Economics :

Adam Smith, Karl Marx and John

Maynard Keynes. M.E. Sharpe Inc.

Maclean, P. (1990). The Triune Brain in

Evolution: Role in

Paleocerebral Functions. New

York: Plenum Press.

Mangunpranoto, K. (1981). Dasar Filsafat

Ekonomi Pancasila. In

Mubyarto&Budiono, Ekonomi

Pancasila (p. 17). Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Maswinara, I. W. (2004). Rg. Veda Samhita.

Surabaya: Paramita.

Nasrullah, Y. (2007). Peran Filsafat Ilmu terhadap

Ilmu Ekonomi dan Pengembangan

Para Sarjananya.

UNISIA Vol XXX No 65 .

PH, S. (1981). Sekelumit tentang sistem ekonomi

pancasila ditinjau dari segi sosio-kultural.

In Mubyarto&Boediono, Ekonomi

Pancasila (p. 99). Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Rahardjo, M. (1981). Mencari Pengertian

Tentang Pembangunan: Sudut

Pandangan Pancasila. In

Mubyarto&Boediono, Ekonomi

Pancasila (p. 49). Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Rahardjo, M. (2009). Menuju

Sistem Perekonomian Indonesia. UNISIA

Vol XXXII No 72 .

RI, K. A. (2016). Al-Qur'an

dan Terjemahannya: dilengkapi

tajwid warna. Surabaya: CV. Rabita.

Sishu, K. (2012). Kitab Suci Agama

Khonghucu. Sala: Matakin.

Soemitro, R. (1983). Himpunan Kuliah : Pengantar

Ekonomi dan Ekonomi

Pancasila. Bandung: PT. Eresco Jakarta.

Sukarno. (2005). Dibawah Bendera Revolusi

Jilid Pertama Cetakan kelima. Jakarta:

Yayasan Bung Karno.

Swasono, S. (2009). Mengubah Pakem:

Kompetensi dan Integritas Sarjana

Ekonomi. Retrieved from

https://www.bappenas.go.id

Wulandari, D. (2014). Kebebasan Ekonomi di

Indonesia. JESP Vol 6 No 2 .

www.bbc.com. (2018, Agustus 14). Anjloknya

Lira Turki : Negara-negara berkembang

terdampak, sejauh apa pengaruhnya pada

Indonesia? Indonesia:

www.bbc.com/indonesia.

Yunus, H. (1981). Nasionalisme Dalam

Ekonomi Pancasila. In

Mubyarto&Boediono, Ekonomi

Pancasila (p. 113). Yogyakarta: Bagian

Penerbitan Fakultas Ekonomi UGM.

Page 45: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol..1, No.2, 2018

131

Ketahanan Bahasa Indonesia Di Era Milenial

Oom Rohmah Syamsudin6

[email protected]

Abstract

This brief study aims at discussing the current condition of the Indonesian language which is sadly demonstrating

signs of “deterioration”, as one of the consequences of the present social media assault. Ever more progress in the

advances of sophisticated science and technology has broken down the endurance of standard Indonesian as

demonstrated particularly by the millennial generation. This code mixing in language use is generally noticeable

in writing a mixture of Indonesian and English, a common practice among today’s young generation in Twitter,

Instagram and other social media. The use of elements of both language simultaniously, however, does not violate

linguistic rules of either language. Nevertheless, it should be borne in mind that language is a constantly changing

device, at the same time it represents the symbol of a country, signifying love, pride, respect, and above all: a

national identity of a country. These are features that should be instilled in the minds of the younger generation, in

order to ensure the preservation of the Indonesian language. Keywords: language endurance, millennial

generation.

Studi singkat ini bertujuan membahas kondisi bahasa Indonesia saat ini yang dengan sedih menunjukkan

tandatanda "kemunduran", sebagai salah satu konsekuensi dari serangan media sosial saat ini. Semakin banyak

kemajuan dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih telah merobohkan daya tahan standar

Indonesia seperti yang ditunjukkan khususnya oleh generasi milenial. Pencampuran kode ini dalam penggunaan

bahasa umumnya terlihat dalam penulisan campuran Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris, sebuah praktik umum

di antara generasi muda saat ini di Twitter, Instagram dan media sosial lainnya. Penggunaan elemenelemen dari

kedua bahasa secara bersamaan, bagaimanapun, tidak melanggar aturan linguistik dari kedua bahasa tersebut.

Namun demikian, harus diingat bahwa bahasa adalah perangkat yang terus berubah, pada saat yang sama ia

mewakili simbol suatu negara, menandakan cinta, kebanggaan, rasa hormat, dan yang terutama: identitas nasional

suatu negara. Ini adalah fitur yang harus ditanamkan dalam pikiran generasi muda, untuk memastikan pelestarian

bahasa Indonesia. Kata kunci: daya tahan bahasa, generasi milenial.

Copyright © 2018 Jurnal Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. All rights reserved

6 Dosen Pascasarjana Universitas Indrapasta PGRI Jakarta

Page 46: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Vol. 1, No.2, 2018

132

1. Pendahuluan

Akhir-akhir ini kita sering mendengar

pemakaian bahasa Indonesia terutama di media

sosial yang cenderung mengabaikan

kaidahkaidah bahasa Indonesia yang sudah

digariskan.

Seperti contoh di bawah ini :

Akun sandiaga Uno @sandiuno pernah

menulis: “Kita literally fine-fine aja kok. So,

please jangan ada lagi ya yang mengadu my

statement and kang Emil di media which is no

maksud to saling serang. Gimana kang

@ridwankamil, bahasanya udah cukup jaksel

belum ?”

Atau contoh yang ini :

@dudidab20098: “But I realized that

mother gara2 ah found I selembek this, this if

I’ve entered the world of work gimana ya.

Dimarahin little aja udah thought continues, and

also the annoyance of followup”.

Contoh-contoh di atas menunjukkan

“ketidakberdayaan” bahasa Indonesia dari

“gempuran” media sosial. Banyak penutur

bahasa Indonesia, terutama kaum muda,

menggunakan bahasa Indonesia yang

dicampur/diselipi kata-kata asing, dalam hal ini

bahasa Inggris. Proses percampuran bahasa ini

dalam Linguistik dikenal dengan code mixing

(Campur Kode), dimaksudkan untuk

memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa.

Termasuk di dalam code mixing ini adalah

pemakaian kata, klausa, idiom, sapaan, dan

sebagainya. Biasanya, campur kode terjadi bila

seorang penutur bahasa menguasai lebih dari satu

bahasa. Misalnya, dalam satu kalimat, seorang

penutur memakai bahasa Indonesia yang diselipi

kosa kata bahasa Inggris.

“Sekarang kan sudah jam 15.00, flight

kita kan jam 17.30, sementara kita harus

menempuh 200 km lagi untuk sampai airport

terdekat. What should we do ya… apa kita masih

bisa reschedule tiket, atau gimana yaaa…?”

Contoh kalimat di atas, memperlihatkan

code mixing, tapi masih dalam kesan positif, atau

masih “mengikuti” struktur kalimat basaha

Indonesia, walaupun diselipi dengan kata-kata

bahasa Inggris. Selain code mixing, dalam

linguistik juga dikenal adanya alih kode atau

code switching, yaitu satu percakapan yang

menggunakan lebih dari satu bahasa untuk

menyesuaikan diri dengan situasi percakapan.

Baik code mixing maupun code switching

keduanya bertujuan untuk memperlihatkan

“kekayaan” berbahasa dalam komunikasi sesuai

dengan situasi, dan dalam arti positif, atau

mengikuti kaidah yang berlaku. Tetapi bila kita

perhatikan kalimat pada contoh sebelumnya,

terutama pada kalimat :

“Dimarahin little aja udah thought

continues…” mungkin maksud dari kalimat itu

adalah “dimarahin sedikit saja sudah

dipikirin terus….” Tampak jelas,

kalimat tersebut menyalahi kaidah bahasa

Indonesia dan bahkan terkesan melecehkan

bahasa Indonesia, dengan penggunaan kosa kata

bahasa Inggris dalam struktur kalimat bahasa

Indonesia.

Proses “pelecehan” terhadap bahasa

Indonesia saat ini oleh penutur bahasa Indonesia

terjadi dengan sadar dan dengan sengaja,

terutama oleh kaum muda yang disebut generasi

Millenial. Kalimat-kalimat dengan campur kode

yang campur aduk ini banyak ditemukan di

media sosial, seperti Twitter, Facebook,

Instagram, dan lainnya. Pengguna bahasa tidak

lagi memperhatikan kaidah-kaidah bahasa

Indonesia yang telah digariskan, pemakaian kosa

kata pun sudah dicampuradukkan dengan kosa

kata bahasa Inggris yang (juga) tanpa

memperhatikan kaidah-kaidah yang berlaku

dalam bahasa Inggris. Bagi para pemerhati

bahasa dan bagi mereka yang perduli pada

bahasa Indonesia, pemakaian bahasa seperti pada

kalimat-kalimat di atas, membuat merinding,

kita seolah-olah menyaksikan kehancuran

bahasa Indonesia perlahan tapi pasti.

Berdasarkan fenomena tersebut, timbul

pertanyaan mengapa code mixing akhir-akhir ini

sering terjadi khususnya di kalangan muda? dan

Page 47: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Vol. 1, No.2, 2018

133

bagaimana mengatasi masalah code mixing agar

tidak terjadi kepunahan bahasa Indonesia?

2. Metode Penelitian

Pembahasan mengenai fenomena

pemakaian bahasa yang campur aduk seperti

contoh-contoh di atas, dan untuk menjawab

pertanyaan-pertanyaan penelitian, akan dibahas

dengan menggunakan metode deskriptif.

Mengacu pada Sugiyono (2005), metode

deskriptif adalah suatu metode yang digunakan

untuk menggambarkan atau menganalisis suatu

hasil penelitian tetapi tidak digunakan untuk

membuat kesimpulan yang lebih luas.

Dalam penelitian ini, akan digambarkan

fenomena pemakaian code mixing khususnya di

kalangan muda, yang dikenal dengan generasi

Millennial, berdasarkan pemakaian bahasa,

terutama struktur dan diksi yang mereka

gunakan. Selanjutnya akan disimpulkan

bagaimana proses code mixing itu terjadi dan

pengaruhnya terhadap ketahanan bahasa

Indonesia.

3. Pembahasan

3.1. Era “Ketahanan” Bahasa Indonesia

Awal tahun 1980-an, ketika stasiun

televisi hanya satu dan media sosial belum

gencar seperti sekarang, bahasa Indonesia masih

dapat dikatakan “tahan”. Sesuai dengan sifatnya

yang dinamis, bahasa Indonesia juga banyak

menyerap kata-kata asing, baik dari bahasa

Inggris, Portugis, Prancis, dan bahasa Belanda.

Kata-kata serapan itu selanjutnya menjadi kosa

kata bahasa Indonesia dan digunakan dalam

kalimat sesuai dengan kaidahkaidah yang

berlaku. Mengacu pada pendapat seorang ahli

filsafat alam semesta dari Prancis, René Thom,

dalam Usman (2018:111) yang menyatakan

bahwa semua benda hidup atau mati mempunyai

7 Lengeh berasal dari bahasa Bali, yaitu sifat/tindakan

seseorang yang tidak mengindahkan aturan yang berlaku,

sifat keteraturan dan stabilitas dalam dirinya,

serta berpotensi untuk terjadi perubahan baik

secara perlahan-lahan (smooth) maupun secara

mendadak berubah. Demikian pula dengan

bahasa. Satu bahasa dikatakan tahan (resilience)

jika ada keteraturan dan stabilitas dalam bahasa

tersebut, walaupun juga mengandung potensi

untuk terjadinya keruntuhan atau bencana

(catastrophe).

Bahasa Indonesia saat ini, tengah

mengalami perubahan tersebut, bila dilihat dari

penggunaannya, seperti contoh-contoh kalimat

di atas, yang tidak lagi tunduk pada

kaidahkaidah bahasa, tidak ada keteraturan,

menyelipkan secara “suka-suka” kosa kata

bahasa Inggris yang juga tidak sesuai dengan

kaidahnya. Bila kesemrawutan ini dibiarkan

terjadi, maka bahasa Indonesia tidak akan

“tahan” (resilience), dan akan mengalami

“keruntuhan” (catastrophe). Pemakaian bahasa

yang campur-campur seperti dalam

contohcontoh di atas, adalah code mixing yang

menjurus pada kehancuran bahasa (language

destruction). Fenomena penggunaan bahasa

Indonesia campur-campur yang menjurus pada

kehancuran bahasa tersebut bisa saya sebut

sebagai Lengeh7: Pengguna bahasa secara sadar

dan sengaja menggunakan kosa kata

campurcampur, melakukan code mixing namun

justru merusak bahasa Indonesia, yang lambat

laun tanpa disadari akan menjurus pada

kepunahan bahasa (the death of a language). Di

sisi lain, pengguna bahasa campur-campur

tersebut, yang saya sebut sebagai kaum “lengeh”,

juga menunjukkan “kelas sosial” tertentu.

Mereka adalah kaum muda, yang biasa disebut

kaum Millenial, yang memiliki “bahasa” sendiri

dan umumnya “hidup di dunia maya”, melalui

media sosial. Kalangan muda atau kaum

Millenial ini merupakan substansi yang cukup

menentukan dalam upaya mempertahankan

bahasa dan juga regenerasi penutur bahasa.

walaupun orang tersebut mengetahui aturan, tetapi tetap

dilanggar.

Page 48: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Vol. 1, No.2, 2018

134

Kaum muda juga merupakan indikator utama

dalam proses transmisi bahasa antar generasi.

Keberlanjutan penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar di kalangan muda/generasi

Millenial akan menentukan pemertahanan

bahasa Indonesia.

3.2.Pemertahanan Bahasa Indonesia

Dalam sosiolinguistik, upaya untuk

mempertahankan penggunaan bahasa adalah

dengan cara pemertahanan bahasa. Konsep

pemertahanan bahasa lebih berkaitan dengan

prestise suatu bahasa di mata masyarakat

pendukungnya. Pemertahanan bahasa ini biasa

dilakukan oleh para imigran atau suatu kaum

yang berpindah dari satu lingkungan sosial dan

yang ingin mempertahankan bahasa asal

mereka, dengan cara menggunakannya di setiap

kesempatan, agar bahasa mereka tetap “ada”.

Contoh pemertahanan bahasa yang berhasil

misalnya imigran Prancis yang berada di

Kanada. Mereka beranak pinak, dari generasi ke

generasi tetap menggunakan bahasa Prancis,

dan menjadikan bahasa Prancis sebagai bahasa

nasional di Quebec, Kanada.

Lain halnya dengan fenomena yang

terjadi saat ini di Indonesia. Berdasarkan

penelusuran dari beberapa akun di media sosial

berupa Instagram, Twitter, WhatsApp, generasi

Millenial, justru tidak berusaha untuk

mempertahankan bahasa Indonesia sesuai

dengan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

Mereka membuat “ragam” baru bahasa

campurcampur yang tidak sesuai dengan kaidah

bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, dan

mereka dengan sengaja melakukannya sebagai

identitas diri mereka, kaum Millenial yang saya

sebut kaum Lengeh. Pemakaian bahasa yanag

campur aduk tersebut justru menjatuhkan

identitas bangsa Indonesia yang menggunakan

bahasa Indonesia. Tidak ada kebanggaan akan

bahasa Indonesia bagi para pemakai bahasa

campur-campur tersebut. Ketahanan bahasa

Indonesia sedikit-demi sedikit hancur.

Sumarsono (1993:3) menjelaskan bahwa

faktorfaktor yang memengaruhi pemertahanan

bahasa Indonesia adalah kedwibahasawan atau

kemultibahasaan. Selain itu, industrialisasi

serta urbanisasi juga dipandang sebagai

penyebab utama bergeser atau punahnya sebuah

bahasa yang dapat berkait dengan keterpakaian

praktis sebuah bahasa, efisiensi bahasa,

mobilitas sosial, kemajuan ekonomi, dan

sebagainya. Faktor lain misalnya adalah jumlah

penutur, konsentrasi pemukiman dan

kepentingan politik. Perlu pula

dipertimbangkan bahwa faktor-faktor yang

turut memengaruhi ketahanan bahasa Indonesia

antara lain adalah usia, jenis kelamin, dan

intensitas/seringtidaknya kontak dengan bahasa

lain.

Pepatah mengatakan “Bahasa

menunjukkan bangsa”, bila penutur bahasa

Indonesia tidak lagi menggunakan bahasa sesuai

dengan kaidah bahasa Indonesia, bagaimana pula

dengan identitas mereka? Bila ingin

mempertahankan identitas bangsa Indonesia,

maka para penutur bahasa harus menentukan

sikap bahasa mereka (language attitude). Sikap

bahasa (Language Attitude) adalah posisi mental

atau perasaan terhadap bahasa sendiri atau

bahasa orang lain (Kridalaksana, 2001:197).

Keadaan dan proses terbentuknya sikap bahasa

tidak jauh dari keadaan dan proses terbentuknya

sikap pada umumnya. Sebagaimana halnya

dengan sikap, maka sikap bahasa juga

merupakan peristiwa kejiwaan sehingga tidak

dapat diamati secara langsung. Sikap bahasa

dapat diamati melalui perilaku berbahasa atau

perilaku tutur. Namun dalam hal ini juga berlaku

ketentuan bahwa tidak setiap perilaku tutur

mencerminkan sikap bahasa. Demikian pula

sebaliknya, sikap bahasa tidak selamanya

tercermin dalam perilaku tutur. Satu hal yang

Page 49: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Vol. 1, No.2, 2018

135

penting adalah, setiap komponen bangsa harus

menunjukkan sikap, apakah akan tetap

menggunakan bahasa Indonesia sebagai identitas

bangsa, ataukah menggunakan bahasa Indonesia

kaum lengeh?

4. Simpulan

Code Mixing atau campur kode

akhirakhir ini sering digunakan oleh kaum

Millenial, karena pemakaian bahasa Indonesia

yang diselipi kata-kata berbahasa Inggris

membuat rasa percaya diri mereka lebih tinggi.

Pemakai code mixing dapat dianggap sebagai

orang berpendidikan tinggi karena “mengerti”

bahasa Inggris. Kaum Millenial sedikit banyak

pasti mengetahui kaidah-kaidah bahasa

Indonesia, namun dengan sengaja dilanggar,

karena itu, kaum Millenial pengguna code

mixing ini saya sebut sebagai kaum lengeh.

Proses code mixing ini terjadi juga

karena dorongan kaum Millenial, kaum lengeh

untuk “diakui” keberadaan mereka dalam

lingkup sosial masyarakat Indonesia. Dengan

mengabaikan latar belakang pendidikan,

siapapun yang ingin dianggap sebagai bagian

dari generasi Millenial ini, mereka akan

berusaha untuk menggunakan code mixing.

Ketahanan Bahasa Indonesia akan tetap

stabil bila seluruh komponen bangsa bersatu

padu, mempertahankan pemakaian bahasa

Indonesia yang baik dan benar. Agar tidak

terjadi “kejatuhan”(catastrophe) berupa

kehancuran bahasa (languge destruction) dan

berujung pada kepunahan bahasa Indonesia (the

death of Indonesian language), alangkah

baiknya apabila penggunaan bahasa Indonesia

yang baik dan benar tetap diterapkan terutama

di sekolah-sekolah, sejak sekolah dasar, hingga

perguruan tinggi serta di kantor-kantor

pemerintah maupun swasta. Bila akan

berkomunikasi dalam bahasa Indonesia,

selesaikan dalam bahasa Indonesia, perhatikan

struktur kalimat, diksi, dan aturan-aturan yang

berlaku dalam bahasa Indonesia. Demikian

pula, bila penutur akan menggunakan bahasa

Inggris, maka gunakan bahasa Inggris dari awal

hingga akhir kalimat, sesuai kaidah yang

berlaku dalam bahasa Inggris, jangan lagi

dicampuradukkan. Pemakaian code mixing

harus dihentikan karena akan menuju pada

kepunahan bahasa Indonesia (the death of

Indonesian language).

Referensi

Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Linguistik Suatu

Pengantar. Bandung: Angkasa.

Chaer, Abdul, dkk. (2004). Sosiolinguistik

Perkenalan Awal. Jakarta: PT Rineka

Cipta.

Fasold, Ralph. 1984. The Sociolinguistics of

Society. Oxford: Basil Blackwell.

Fishman, Joshua A. (1971). The Sociology of

Language. Rowley.

Massachussetts: Newburry.

Holmes, Janet. (1992). An Introduction to

Sociolinguistic. New York. Longman.

Kridalaksana, Harimurti. (1993). Kamus

Linguistik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.House.

Sumarsono dan Paina Partana. (2002).

Sosiolinguistik. Yogyakarta: Sabda.

Sugiyono. (2005). Metode Penelitian

Administrasi. Bandung: Alfabeta.

Usman, Wan. Prof.Dr. (2018). Bunga Rampai

Ketahanan Nasional. Jakarta: Universitas

Indonesia, Sekolah Kajian Stratejik dan

Global

Page 50: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

136

Kajian Strategi dan Global :

Strategi Keamanan Nasional

Koesnadi Kardi8

[email protected]

Abstract

National Security Strategy is a vast subject involving a daunting array of interrelated subelements woven in

intricate, sometimes vague, and ever-changing patterns. Its processes are often irregular and confusing and always

based on difficult decisions laden with serious risks. In short, it is a subject undestood by few and confusing to

most. It is, at the same time, a subject of everwhelming important to the fate of civilization itself. Col. Dennis M.

Drew and Dr. Donald M have done a considerable service by drawing together many of the diverse threads of

national security strategy into a coherent whole. They consider political and military strategy elements as part of

a larger decision making process influenced by economic, technological, cutural, and historical factors. We know

of no other recent volume that addresses the entire nationalm security milieu in such a logical manner and yet also

manages to address current concerns so thoroughly. It is equally remarkable that they have addressed so many

contentious problems in such an evenhanded manner. We are convinced that experienced practitioners in ther field

of national security strategy would benefit greatly from a closed examination of this excellent book. Keywords :

Strategy, National Security

Strategi Keamanan Nasional adalah subjek yang luas yang melibatkan berbagai subelemen yang saling terkait yang

dijalin dalam pola yang rumit, kadang samar, dan selalu berubah. Prosesnya seringkali tidak teratur dan

membingungkan dan selalu didasarkan pada keputusan sulit yang sarat dengan risiko serius. Singkatnya, ini adalah

subjek yang kurang dipahami oleh sedikit orang dan membingungkan bagi kebanyakan orang. Ini, pada saat yang

sama, merupakan subjek yang sangat penting bagi nasib peradaban itu sendiri. Kolonel Dennis M. Drew dan Dr. Donald M telah melakukan pelayanan yang cukup besar dengan menyatukan

banyak rangkaian strategi keamanan nasional yang beragam menjadi satu kesatuan yang koheren. Mereka

menganggap elemen strategi politik dan militer sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan yang lebih besar

dipengaruhi oleh faktor ekonomi, teknologi, cutural, dan historis. Kami tahu tidak ada volume baru-baru ini yang

membahas seluruh lingkungan keamanan nasional dengan cara yang logis dan juga mengelola untuk mengatasi

masalah saat ini dengan sangat teliti. Sungguh luar biasa bahwa mereka telah mengatasi begitu banyak masalah

yang diperdebatkan sedemikian rupa. Kami yakin bahwa praktisi yang berpengalaman dalam bidang strategi

keamanan nasional akan mendapat manfaat besar dari pemeriksaan tertutup terhadap buku yang luar biasa ini

Copyright © 2018 Jurnal Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. All rights reserved

8 Dosen Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, SKSG Universitas Indonesia.

Page 51: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

137

1. Pendahuluan

Keamanan Nasional adalah suatu

keadaan yang amat sangat penting bagi suatu

negara, karena tidak mungkin suatu negara

dapat mencapai tujuannya tanpa mencapai

Keamanan Nasional (KAMNAS) terlebih

dahulu. Sedangkan Strategi KAMNAS adalah

cara untuk mewujudkan KAMNAS itu sendiri.

KAMNAS adalah suatu kondisi dimana

merupakan pre-requisite yang harus dicapai

terlebih dahulu sebelum Tujuan Nasional dapat

diwujudkan. Bagi suatu negara, KAMNAS

merupakan suatu keharusan yang harus

diwujudkan terlebih dahulu. Jadi begitu

pentingnya KAMNAS bagi suatu negara,

KAMNAS merupaka kondisi yang aman dalam

arti terbebas dari segalam macam ancaman,

baik yang datang dari dalam negeri maupun dari

luar negeri. National Security is free from

internal and external threat.

National Security Strategy (Strategi

Keamanan Nasional) adalah strategi yang amat

penting bagi suatu negara, karena akan

menentukan keamanan suatu negara dalam

menghadapi segala macam tantangan dan

ancaman, baik yang datang dari luar negeri

maupun dari dalam negeri. Strategi KAMNAS

ini disarikan dari buku tulisan Colonel Dennis

M.Drew dan Dr. Donald M Snow yang berjudul

“Making Strategy” yang ditulis selama 7

(tujuh) tahun lamanya, termasuh penelitian dan

pembahasan yang tidak mengenal lelah.

Colonel M. Drew awalnya menulis dengan

judul “Pengenalan Strategi” yang diajarkan di

Air Force Academy, Alabama, USA. Jabatan

Colonel M. Drew pada waktu itu sebagai

Direktur Institut Penelitian tentang Air Power

di Air Force Academy, Alabama. Sedangkan

Dr. Donald M Snow adalah seorang Profesor

Ilmu Politik di Departmen Ilmu Politik Air

Force Academy, Alabama. Buku tersebut

kemudian dialihbahasakan olek Dr. Koesnadi

Kardi, M.Sc, RCDS pada waktu menjabat

sebagai KABADIKLAT (Kepala Badan

Pendidikan dan Latihan Kementeria Pertahanan

pada bulan Desember 2004.

Setelah 7 tahun buku tersebut akhirnya

dinyatakan selesai dan diberi judul “MAKING

STRATEGY – An Introduction to National

Security Process and its problems” - 1988.

Buku tersebut tidak hanya diajarkan di Air

Force Academy saja, namun juga diajarkan di

Military Academy, West Point dan di Lembaga

Pendidikan lainnya di USA. Sa’at ini buku

tersebut selain diajarkan di SESKO AU di

Lembang, Bandung, di SESKO TNI di

Bandung, juga diajarkan di Strategi Ketahanan

Nasional (TANNAS) pada proram S-2 di UI

Salemba, Jakarta. Begitu pentingnya

Keamanan Nasional (KAMNAS) bagi bangsa

Indonesia, walaupun Indonesia masih awam

dengan pemahaman tentang KAMNAS, karena

belum diundangkan oleh pemerintahna kita,

padahal hampir semua negara di dunia memiliki

National Security Act (setara dengan UU

KAMNAS), sebagai undang-undangnya untuk

mewujudkan KAMNAS.

Namun dalam dunis akademisi, pelajaran

ini perlu sekali diperkenalkan dan dipelajari

terutama di kalangan akademisi generasi muda

sebagai generasi penerus yang nantinya ikut

bertanggung jawab mewujudkan keamanan

nasional suatu negara dan sebagai calon

pemimpin di masa depan.

2. Proses Strategi

Definisi strategi yang paling sederhana

adalah sebuah rencana kegiatan yang mengatur

segala upaya untuk mencapai suatu tujuan.

Kemudian strategi tersebut berkembang

sehingga definisi strategi menjadi seni militer

yang paling mendasar dan paling sulit dari

kegiatan militer. Pada era Perang Modern, akan

lebih akurat dengan menggambakan secara lebih

Page 52: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

138

jelas, apabila memahami strategi sebagai suatu

proses pembuatan keputusan yang rumit dalam

menghubungkan antara tujuan dan cara-cara,

serta sarana untuk mencapai suatu tujuan. Pada

zaman raja-raja (yang berasal dari prajurit yang

paling pemberani, seperti Frederick Agung dan

Napoleon), keputusan-keputusan yang

diperlukan untuk membuat strategi seringkali

hanya dibuat sendiri, karena masalahnya masih

sangat sederhana.

Mulai dari arah haluan politik negara

yang paling luas sampai ke taktik tempur di

lapangan yang paling mendetail. Mereka

menguasai sebagian besar garis vertikal struktur

komando negara sejak mereka menjadi seorang

prajurit sampai menjadi pemimpin suatu negara

dan sekaligus Panglima di medan tempur.

Namun kompleksitas-nya dalam konteks

modern benar-benar telah mengeliminasi

kemungkinan seseorang memiliki kemampuan

menguasai seluruh tingkat dan aspek suatu

keadaan. Dengan runtuhnya monarki absolut

(termasuk raja-raja yang pemberani dalam

sistem internasioan telah berdampak tidak

seorangpun yang akan mampu menjalankan

wewenang yang begitu amat rumit dan

menyeluruh, terutama dalam sistem demokrasi.

Akibatnya strategi pada era sekarang, dibuat

oleh orang-orang atau kelompok yang berbeda,

dengan perspektif yang berbeda, dan dengan

level otoritas yang berbeda pula. Sehingga

dalam pembuatan suatu strategi, terdiri dari

banyak orang, dan banyak ahli. Sehingga

hasilnya akan lebih sempurna karena dari

beberapa aspek analisa yang dibuatnya.

3. Strategi Keamanan Nasional (KAMNAS)

Permasahan pokok dari Strategi

KAMNAS adalah adanya rangkaian ancaman

militer yang harus dihadapi oleh suatu bangsa.

Dengan demikian yang akan dihadapi adalah

berkaitan dengan “Manajemen Resiko” dengan

tujuan utama adalah untuk memperkecil resiko

seminimum mungkin, dengan rumusan sebagai

berikut: “Ancaman – Kemampuan = Resiko”

atau “Threat – Capability = Risk” . Artinya

suatu kesenjangan dalam menghadapi suatu

ancaman. Apabila ada kesen- jangan antara

ancaman atau calon ancaman terhadap

keamanan kita. Apabila ancaman tersebut

dapat dihadapi dengan Sumber Daya Manusia,

materail yang ada, dan tekad yang disepakati

bersama, maka resiko akan dapat diperkecil.

Namun apabila yang terjadi kesenjangan antara

besarnya ancaman dengan kemampuan kita

dalam menghadapi ancaman, maka

kesenjangan tersebut merupaka resiko yang

harus kita hadapi. Dalam kondisi yang ideal,

mengukur besar kecilnya resiko dan mengelola

resiko adalah bukan merupakan masalah kecil.

Namun demikian, kita harus membuat daftar

semua jenis ancaman yang kemungkinan ada

dan yang sangat mungkin terjadi terhadap

KAMNAS. Kita tinggal mengalokasikan

Sumber Daya Nasional yang ada untuk

meniadakan ancaman dan dengan demikian kita

akan dapat menekan semua resiko yang

mungkin timbul.

Namun dalam kondisi nyata, meniadakan

seluruh ancaman yang ada merupakan hal yang

tidak mungkin dilaksanakan karena dua alasan,

pertama karena tidak adaya kesepakatan diantara

para pembuat kebijakan, ancaman yang mana

yang perlu diperkecil dan sampai level apa.

Yang kedua, dalam menentukan batasan

ancaman dan menetapkan sarana apa yang tepat

digunakan untuk menghadapi ancaman, selalu

ada masalah (ketidak sepahaman). Negara

Amerika Serikat yang banyak ahli strategi dan

super kuat-pun, dalam hal ini selalu menghapi

masalah. Adapun kendala lain adalah tentang

Sumber Daya Nasional apa yang tersedia untuk

meghadapi ancaman. Belum lagi masalah

hutang negara yang boleh dikatakan tidak kecil,

dan jumlah anggaran untuk

membiayai/memperkuat sektor pertahanan.

Page 53: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

139

4. Proses Strategi Modern

Baik dari segi teori maupun praktek yang

sukses, paling tidak terdiri dari 5 (lima) langkah

dari keputusan fundamental yang saling terkait

dan berurutan yang merumuskan definisi

strategi.dari yang bertujaun nasional sampai

dengan masalah tempur di lapangan. Dari

kesemuanya itu terdapat 3 langkah pengambilan

keputusan lain yang kita kenal dengan istilah :

a. Strategi Raya,

b. Strategi Militer, dan

c. Strategi Operasional.

4.1. Langkah (1)- Menentukan Tujuan

Keamanan Nasional

Sama sulitnya antara menembak tanpa

sasaran dengan menyusun rencana kegiatan

tanpa mengetahui tujuan rencananya. Tugas

pertama seorang pakar strategi adalah

meumuskan tujuan Keamanan Nasional yang

menjadi dasar dari proses strategi. Manakala

tujuan tersebut keliru dirumuskan, atau tidak

konsisten, atau tidak mendapat dukungan dari

penuh dari konsesus nasional, maka peran dari

pakar strategi akan menghadapi kesulitan.

Sebagai ilustrasi yang baik, kita ambil

contoh tujuan AS dalam Perang Dunia yang ke

II, selain konsisten, juga mendapat dukungan

luas dari publik AS. Itulah sebabnya pada sa’at

menyerang Jerman, tidak banyak masalah dan

akhirnya berhasil mengalahkan

Jerman.

Sebaliknya yang terjadi pada sa’at menyerang

Vietnam, yang jaraknya lebih dari 10.000 di

seberang Samudera Pasific (setelah dijajah

Perancis), tujuannya kurang dikomunikasikan

dengan rakyat AS dan akhirnya banyak rakyat

AS yang tidak yakin akan pentingnya AS

menyerang Vietnam. Alhasil tidak mendapat

dukungan luas dari masyarakat AS dan juga

Konggres AS. Akibatnya tidak mendapat

dukungan dana dari Konggres AS dan

merosotnya dukungan publik yang berakibat

kekalahan perang yang memalukan.

Pengalaman yang sangat berharga, baik pada

waktu perang Korea maupun perang Vietnam,

adalah dengan menentukan Tujuan Keamanan

Nasional terlebih dahulu yang pertama, baru

membuat strateginya kemudian. Pada kedua

perang tersebut AS mengalami kekalahan

perang yang memalukan.

4.2. Langkah (2) – Merumuskan Strategi

Raya

Setelah mengidentifikasi dan

merumuskan Tujuan Nasional, para pakar

strategi harus menentukan paralatan Kekuatan

Nasional yang dibutuhkan untuk dapat mencapai

Tujuan Nasional. Selanjutnya menjabarkan

bagaimana peralatan tersebut akan digunakan.

Strategi Raya adalah merupakan seni dan ilmu

untuk mengkoordinir suatu pembinaan dan

penggunaan peralatanperalatan nasional dalam

rangka upaya mencapai tujuan Keamanan

Nasional. Para ilmuan politik sering

menggunakan istilah kebijakan sebagai

pengganti istilah Strategi

Raya. Kita perlu memahami bahwa penggunaan

istilah strategi raya mencakup penggunan

seluruh peralatan Kekuatan Nasional (seperti

kekuatan dalam bidang ekonomi, politik, dan

milter) dan yang paling penting adalah peng-

koordinasian peralatanperalatan tersebut untuk

mencapai Tujuan Nasional. Tanpa koordinasi

yang baik kemungkinan kerjanya akan tidak

produktif dan tidak efisien. .

Strategi Raya merupakan gabungan

antara kekuatan non-militer (bidang ekonomi

dan politik) dan kekuatan militer sementara

kekuatan tersebut saling mempengaruhi satu

sama lain. Strategi Raya menjadi acuan yang

pertama karena penggunaan kekuatan militer

Page 54: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

140

adalah berhubungan erat dengan Hubungan

Internasional. Dalam perang Konvional yang

berskala besar dalam kurun waktu yang cukup

lama, peralatan non-militer (ekonomi dan

politik) harus dimobilisasi terlebih dahulu untuk

mendukung kekuatan militer dalam

menyelenggarakan perang.

4.3. Langkah (3) – Mengembangkan Strategi

Militer

Setelah memilih peralatan Kekuatan

Nasional, sehingga memadai,

kemudian menentukan peran dan misi. para

Pakar Strategi selanjutnya akan

memusatkan perhatian mereka pada strategi

khusus untuk setiap peralatan yang dipilih.

Strategi Militer

adalah sebuah seni dan ilmu

dalam mengkoordinasikan pembinaan,

penggelaran, dan penggunaan kekuatan militer

dalam rangka mencapai tujuan Keamanan

Nasional. Definisi tersebut mencakup empat

istilah yang sangat penting. Kita perlu sepaham

bahwa pembinaan dan penggelaran tidak selalu

berkaitan dengan operasi militer. Namun

koordinasi merupakan istilah terpenting dalam

istilah ini. Pada masa lalu sering terjadi

penyiapan dan penggelaran kekuatan militer

tidak sesuai dengan kebutuhan penggunaan.

Contoh yang jelas, yaitu sebelum perang Dunia

II, dibuatlah parit statis yang membentuk Garis

Maginot sepanjang perbatasan antara Perancis

dan Jerman yang memakan biaya sangat mahal,

yang dimaksudkan untuk pertahanan Perancis.

Namun yang terjadi, biaya yang sangat

tinggi tersebut menjadi sia-sia. Karena pasukan

Jerman yang terkenal sangat mobil, mampu

menghindari parit Maginot dan berhasil masuk

ke Perancis ke daerah/wilayah belakang

sehingga membuat parit Maginot yang sangat

mahal tersebut tidak banyak manfa’atnya dan

pasukan pertahanan Perancis menajdi tidak

berdaya. Akhirnya Perancis terlambat

menyadari adanya revolusi mobilitas biaya

mahal yang seharusnya bisa untuk

memodernisir persenjataan menjadi sia-sia.

Akhirnya Perancis gagal mempersiapkan diri

untuk menghadapi perang dengan Jerman yang

menggunakan manuver-manuver cepat,

sehingga akhirnya Jerman yang menang.

4.4. Langkah (4) – Merancang Strategi

Operasi

Strategi Militer adalah menentukan

suatu proses kegiatan-kegiatan yang diperlukan

untuk pembinaan struktur kekuatan militer

(seperti perencanaan, pengadaan sistem

persenjataan dan material, serta pengadaan

personil, pelatihan militer, dan perawatan

personil serta mengerahkan struktur kekuatan

militer. Kegiatan-kegiatan ini harus

diselenggarajkan berdasarkan konsep yang

komprehensif tentang bagaimana kekuatann

militer ini akan digunakan dalam rangka

memenuhi peran dan misi yang telah ditetapkan

dalam Strategi Raya.

Strategi Militer mencakup ruang lingkup

yang luas, sedangkan Strategi Operasi mencakup

ruang lingkup yang lebih sempit dan spesifik.

Strategi Operasi menggunakan kekuatan yang

telah disiapkan oleh Stratregi Militer. Sehingga

difinisi Strategi Operasi menjadi sebagai seni

dan ilmu dalam merencanakan,

mengkoordinasikan, dan mengendalikan

pertempuran militer dalam sebuah mandala

operasi dalam rangka mencapai Tujuan

Nasional.

Contohnya, yang paling terkenal adalah

pertempuran udara pada Perang Vietnam. Yaitu

pada Kampanye Pengeboman yang disebut

Linebacker II, yaitu sebagai Kampanye

Pengeboman 11 hari pada akhir 1972.

Kampanye Militer tersebut memiliki tujuan

politis tertentu. Kampanye tersebut terdiri dari

operasi-operasi harian yang terpisah-pisah,

namun memiliki tujuan masing-masing dan

Page 55: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

141

setiap operasi merupakan kumpulan

pertempuran yang melibatkan rudal darat ke

udara, artileri pesawat udara yang kesemuanya

tergabung dalam gelombang pesawat bomber

USA dan pesawat pendukung. Kejadian tersebut

sama halnya pada sa’at perang Teluk, sa’at

pesawat tempur koalisi menyerang Irak. Jadi

Kampanye Militer boleh dikatakan merupakan

kunci dari Strategi Militer.

Kampanye Militer terdiri atas rangkaian

operasi militer yang saling terkait, yang setiap

operasi melibatkan beberapa pertempuran yang

digabungkan bersama-sama untuk mencapai satu

tujuan tertentu. Di Vietnam, militer Amerika

Serikat memperoleh kemenangan dalam

pertempuran, namun sedikit mudaratnya karena

tidak mendapat dukungan secara nasional

sehingga akhirnya Amerika Serikat kalah dalam

perang dengan Vietnam secara keseluruhan.

4.5. Langkah (5) – Merumuskan strategi

Medan Tempur/ Taktis

Meskipun sudah ada tujuan nasional yang

jelas dan realistis, strategi raya terkoordinasikan

dengan baik, strategi militernya sudah tepat, dan

strategi operasionalnya juga dirancang dengan

baik, namun sebuah negara masih bisa kalah

dalam perang. Dengan demikian langkah

mendasar dari proses strategi yang terakhir, yaitu

merumukan dan melaksanakan strategi di medan

tempur itu sendiri yang dikenal dengan taktik,

yang paling menentukan dalam pertempuran.

Pengertian dari Strategi Medan Tempur adalah

merupakan seni dan ilmu menggunakan

kekuatan di medan tempur untuk mencapai

Tujuan Keamanan Nasional.

Perbedaan mendasar bahwa Taktik

adalah mengendalikan penggunaan kekuatan din

medan tempur, sedangkan strategi raya, strategi

militer, dan strategi operasi membawa kekuatan

ke medan tempur. Contoh yang sangat baik

tentang pentingnya Taktik yang benar adalah

pada sa’at Perang Dunia ke II. Pada sa’at

Amerika Serikat melakukan pengeboman tanpa

pengawalan di Jerman, dengan menggunakan

pesawat pengebom secara akurat pada siang hari.

Sehingga terjadi suatu yang tidak diharapkan,

karena banyak pesawat pembom yang jatuh

karena dihadang pesawat penyergab Jerman di

Schweinfur pada tahun 1943, akhirnya memaksa

para Penerbang Amerika Serikat menunda

operasi jauh ke wilayah Jerman sampai Amerika

Serikat mampu memproduksi pesawat-pesawat

pengawal jarak jauh yang baik. Amerika Serikat

mengevaluasi kembali doktrinnya dan

mempebaiki kesalah taktik yang pernah

dilaksanakan. Hasil akhirnya Amerika Serikat

berhasil memenangkan perang dengan Jerman.

5. Pengaruh-Pengaruh Terhadap Proses

Strategi

kenyataannya tidaklah demikian. Kadang

bercampur menjadi satu, dari tujuan nasional

langsung ke taktik. Penulis menyebutnya sebagai

Taktik Raya, strategi tingkat rendah, dsb-nya.

Kedua, adanya alur yang berlawanan

atau sistem umpan balik di dalam proses strategi,

dimana Strategi Raya, Strategi Militer, Strategi

Operasi, dan Taktik ber-ubah-ubah. Ketiga,

banyak sekali faktor eksternal (jumlahnya tak

tehitung) yang membatasi dan membelokkan

alur lurus dari tujuan nasional ke taktik medan

tempur. Gambar 1 (di bawah ini), memotret

secara grafis proses strategi dan pengaruh dari

luar yang mendorong dan menarik proses

strategi.

Keempat, yang membuat proses strategi

menjadi rumit yaitu tentang-pertanyaan dimana

dan oleh siapa keputusan diambil didalam proses

itu sendiri. Siapa yang menetapkan tujuan-

tujuan nasional dalam ruang lingkup yang sangat

luas dan siapa yang menentukan Strategi Raya?

Siapakah yang memutuskan Dewan Keamanan

Nasional? Dan sebagaunya.

Page 56: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

142

Keterangan Gambar :

Setelah Tujuan Nasional disepakati. Pada

kenyataannya terdapat empat faktor yang

membuat proses strategi menjadi rumit.

Pertama, langkah-langkah proses strategi

yang kelihatannya rapih, pada KAMNAS.

KAMNAS, dengan Strategi Raya, yang

didapatkan dari Kekuatan Nasional, baik dari

kekuatan pertahanan maupun dari kekuatan

lainnya (kekuatan dalam bidang Politik dan

kekuatan dalam bidang ekonomi). Dalam

memberi masukan kepada Strategi Militer,

banyak mendapat pengaruh dari aspek aspek

antara lain:

Pertama : adanya ancaman dan pengaruh

politik dari dalam negeri, ekonomi, kemajuan

dalam bidang teknologi, dan kondisi lingkungan

yang ada, Politik dalam negeri, situasi

Internasional, geografi, dan doktrin yang ada.

Kedua : Kepemimpinan pada sa’at itu,

budaya masyarakat yang ada, politik dalam

negeri, kondisi/situasi Internasional, dan

teknologi yang ada, serta lingkungan yang

mempengaruhi.

Referensi

National Security Policy and Economic

Stability. New Haven. CT: Yale

University Press. Institute of

International Studies, 1950.

Strategy and National Interest: Reflectionfor The

Future, New York National

Strategy Information Centre, 1971.

Bush Doctrine, National Security Strategy of

The United States, Washington DC; The

White House, September 2002:

http://www.whitehouse.gov/nsc/nss/pdf

Collin, Jhon M. Grand Strategy: Principle and

Practices Annpolis, MD:

Naval

InstitutePress, 1973.

Liddell Hart, BH. StrategyNew York. Meridian

Printing, 1991.

National Interest and National Strategy. “

InUnderstanding US Strategy: a

Reader,edited by Terry L. Hens.

Vance, Cyrus, Secretary of State.’ US Foreign

Policy: Our Broader Strategy” 27 March

1980. Departement of State, Current

Policy no. 153 Reprinted in case study:

National Security Policy,Departement of

National Security Affairs. Maxwell AFB.

AL: Air War College, 1980-1981

Page 57: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

143

Pemodelan Sistem Dinamis Economy-Energy Dalam Pengurangan Emisi Co2 Dan Peningkatan Pdrb Untuk

Mkmeningkatkan Ketahanan Daerah Banten

Donny Yoesgiantoro9, Sumiati

Abstract Banten Province is one of the areas in Indonesia that has a similar characteristics. Although Banten has an

important role in regional and national economic growth, but the region is also included as a contributors of CO2

emissions and consume a substantial amounts of fossil energy. Areas like this endure two opposite sides. On one

side, economic growth as an important aspect of regional growth, on the other hand there is an tremendous increase

in CO2 emissions. government policies to reduce CO2 emissions can not be determined equally, although among

the Provinces have similar characteristics and their effects on global CO2 emissions. making a policy concerning

complex issues such as CO2 emission reduction require a dynamic system modeling with the EECP concept. Model

concept is made into Causal Loop Diagram using vensim software, then implemented to equation in Stock Flow

Diagram using Powersim software, then simulated and analyzed. In this study determined two policies as an effort

to reduce CO2 emissions that is the use of renewable energy scenarios and the implementation of the carbon tax.

The results show that the implementation of a carbon tax more than Rp.80.000, - will boost the interest of industry

Stakeholder shifting the use of fossil energy into renewable energy. Both policies can contribute Supressing CO2

emissions in Banten province, thereby providing the effect of CO2 emission reduction on global warming that

threatens the mandkind. Keywords: System Dynamics, policy, economy energy, Gross Domestic Regional Product, energy consumption,

CO2 emissions.

Provinsi Banten adalah salah satu daerah di Indonesia yang memiliki karakteristik serupa. Meskipun Banten

memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi regional dan nasional, tetapi wilayah ini juga dimasukkan

sebagai kontributor emisi CO2 dan mengkonsumsi sejumlah besar energi fosil. Daerah seperti ini memiliki dua

sisi yang berlawanan. Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi sebagai aspek penting dari pertumbuhan regional, di sisi

lain ada peningkatan emisi CO2 yang luar biasa. kebijakan pemerintah untuk mengurangi emisi CO2 tidak dapat

ditentukan secara merata, walaupun di antara provinsi-provinsi tersebut memiliki karakteristik yang serupa dan

pengaruhnya terhadap emisi CO2 global. membuat kebijakan tentang masalah kompleks seperti pengurangan

emisi CO2 memerlukan pemodelan sistem yang dinamis dengan konsep EECP. Konsep model dibuat menjadi

Causal Loop Diagram menggunakan perangkat lunak vensim, kemudian diimplementasikan ke persamaan dalam

Stock Flow Diagram menggunakan perangkat lunak Powersim, kemudian disimulasikan dan dianalisis. Dalam

penelitian ini ditentukan dua kebijakan sebagai upaya untuk mengurangi emisi CO2 yaitu penggunaan skenario

energi terbarukan dan penerapan pajak karbon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan pajak karbon lebih

dari Rp.80.000, - akan mendorong minat industri Pemangku kepentingan menggeser penggunaan energi fosil

menjadi energi terbarukan. Kedua kebijakan dapat berkontribusi untuk menekan emisi CO2 di provinsi Banten,

sehingga memberikan efek pengurangan emisi CO2 pada pemanasan global yang mengancam manusia. Kata kunci: Dinamika Sistem, kebijakan, energi ekonomi, Produk Domestik Regional Bruto, konsumsi energi,

emisi CO2.

Copyright © 2018 Jurnal Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia. All rights reserved

9 Dosen Kebijakan Publik PKN Universitas Indonesia

Page 58: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

144

1. Pendahuluan

Perubahan iklim global telah menjadi

topik perbincangan hangat negara- negara di

berbagai belahan dunia, tidak terkecuali

Indonesia. Perubahan iklim disebabkan adanya

perubahan pola hidup dan tuntutan kebutuhan

hidup manusia, terutama dalam penggunaan

energi. Penggunaan energi terutama pembakaran

bahan bakar fosil dalam jumlah besar, baik

secara langsung maupun tidak langsung telah

meningkatkan jumlah emisi CO2 dalam jumlah

besar. Kondisi ini berkontribusi terhadap

kenaikan emisi CO2 ke atmosfer dan memicu

terjadinya percepatan pemanasan global. Para

peneliti yang tergabung dalam Intergovermental

Panel on Climate Changes (IPCC), yaitu sebuah

organisasi dunia yang mengawasi tentang adanya

perubahan iklim secara global, mengemukakan

bahwa telah terjadi peningkatan perubahan iklim

sejak 150 tahun yang lalu.

Keselamatan bangsa menjadi salah satu

tujuan nasional bangsa Indonesia yang tertera

dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 di

Alinea ke IV yang menyatakan bahwa, negara

melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia

yang berdasarkan kepada perdamaian abadi dan

keadilan sosial.

Dalam upaya menanggulangi pemanasan

global akibat emisi Gas Rumah Kaca (GRK),

pemerintah Indonesia pada COP ke 21 di Prancis

menyatakan akan mengupaya penurunan emisi

dengan usaha sendiri hinggga 29% atau dengan

bantuan internasional hingga 41% di tahun 2030.

Indonesia menyatakan komitmennya dalam

penanggulangan masalah perubahan iklim

melalui pembangunan nasional yang bersih dan

rendah karbon.

Indonesia merupakan negara yang rentan

akan dampak perubahan iklim, oleh karena itu

pemerintah sangat fokus terhadap komitmennya

untuk berkontribusi dalam mengurangi

pemanasan global. Melalui kebijakan teknis

yang disebut

Rencana Aksi Nasional (RAN) Gas

Rumah Kaca (GRK) yang tertuang, dalam

Peraturan Presiden No. 61 Tahun 2011, dengan

prinsip dasar bahwa RAN tidak boleh

menghambat pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan rakyat. Kebijakan RAN tersebut

selanjutnya dijadikan dasar bagi pemerintah

daerah untuk menyusun Rencana Aksi Daerah

(RAD) Gas Rumah Kaca, yang merupakan

wujud konkret dalam mencapai target penurunan

tingkat pemanansan global.

Pemanasan global terjadi akibat

tingginya gas rumah kaca. Berdasarkan data

publikasi Kementerian ESDM (2005), sebesar

99% emisi CO2 mendominasi emisi gas rumah

kaca yang dihasilkan oleh penggunaan energi,

sedangkan 1% sisanya dihasilkan oleh metana

(CH4), dan dinitro-oksida (N2O). Emisi CO2

tersebut 80% berasal dari 3 sektor utama, yaitu

pembangkit listrik, industri dan transportasi

sedangkan sisanya berasal dari rumah tangga dan

sektor lainnya. Ketiga sektor ini merupakan

pengguna energi yang terbesar dengan

kecenderungan peningkatan mengikuti

pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan

ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi secara umum

dapat diartikan sebagai kemampuan suatu negara

untuk meproduksi lebih banyak barang dan jasa

dari satu tahun ke tahun berikutnya. Konsep

pertumbuhan ekonomi diperoleh dari

perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB)

suatu negara. Nilai Produk Domestik Bruto

(PDB) merupakan salah satu penggerak

kebutuhan energi. Antara PDB, kebutuhan energi

dan tingkat emisi CO2 terdapat hubungan yang

saling mempengaruhi. Adanya aktivitas ekonomi

akan tercipta permintaan energi dan konsumsi

energi, baik di sisi (end use) maupun sebagai

distributor, sehingga munculnya emisi CO2

sebagai output ke lingkungan. Sebaliknya

permintaan energi menyebabkan terjadinya

Page 59: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

145

aktivitas ekonomi yang berdampak pada

ekonomi.

2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan ialah

pendekatan sistem dinamis. Data diperoleh dari

studi pustaka, pengambilan data di instansi

terkait, wawancara secara mendalam dengan

narasumber untuk verifikasi data dan kebijakan

yang diterapkan dalam upaya berkontribusi

mengurangi emisi CO2 pada sektor industri di

Banten.

Data yang digunakan ialah data time

series dari tahun 2010 hingga 2015 yang

diperoleh dari hasil studi kepustakaan dan

informasi yang diperoleh dari Badan Pusat

Statitstik Banten (BPS Banten), Dinas Energi

dan Sumber Daya Mineral Provinsi Banten

(ESDM), Badan Perencanaan Pembangunan

Daerah Banten (Bappeda Banten), Dinas

Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi

Banten (Dinas LHK).

Teknik analisis data dalam penelitian ini

terdiri atas dua macam yaitu analisis deskriptif

dan pemodelan sistem dinamis. Analisis

deskriptif digunakan sebagai analisis sederhana

yang bertujuan untuk menafsirkan informasi

yang didapatkan dalam bentuk tabel, grafik, dan

diagram.

Kemudian masalah utama penelitian

dibuat menjadi sebuah sistem kausal loop

diagram menggunakan sofware VENSIM,

kemudian dimodelkan menggunakan sofware

Powersim dengan menggunakan data dalam

pentuk persamaan matematika, lalu dilakukan

simulasi model dan divalidasi. Selanjutnya

dilakukan proyeksi dan dianalisis. Selanjutnya

baru dapat ditentukan kebijakan yang

dirumuskan kesesuaiannya terhadap dampak

yang dapat ditimbulkan terhadap model ekonomi

energi dalam kebijakan pengurangan emisi CO2.

Gambar 2.1. Siklus Pemodelan

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Kondisi Umum Sektor Industri di

Banten

Provinsi Banten memiliki jumlah industri yang

cukup besar, jumlah industri besar dan sedang di

Provinsi Banten mengalami pertumbuhan rata-

rata sekitar 1,5% per tahun sejak 2010. Pada

tahun 2015 jumlah industri di Banten telah

mencapai 1747 unit industri. Hal tersebut

mendorong terjadinya peningkatan dari sisi

ekonomi (PDRB sektor industri), konsumsi

energi, serta jumlah emisi gas rumah kaca (GRK)

yang ditimbulkan.

Sektor industri pengolahan

(manufacturing industry) mempunyai peranan

yang sangat penting dalam proses pembangunan

ekonomi di Povinsi Banten. Nilai tambah dari

sektor industri pengolahan mempunyai

kontribusi terbesar dibandingkan dangan sektor

lainnya. Sektor industri merupakan penyumbang

terbesar bagi Produk Domestik Regional Bruto

(PDRB) atas dasar harga berlaku yaitu sekitar

32,61 persen pada tahun 2010 PDRB sektor

industri di Banten ialah 107,8 triliun rupiah,

hingga tahun 2015 PDRB sektor industri di

Banten mencapai 134,79 triliun rupiah.

Sektor industri di Banten merupakan

sektor yang mengkonsumsi energi dalam jumlah

besar dibandingkan dengan sektor lainnya,

terutama industri pengolahan. Tabel 3.1

merupakan Konsumsi energi di Tahun 2010,

konsumsi energi sektor industri didominasi oleh

penggunaan batubara.

Page 60: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

146

Tabel 3.1. Konsumsi Energi Sektor

Industri di Banten Tahun 2010

Tingginya kebutuhan energi untuk proses

produksi sektor industri di Provinsi Banten

sejalan dengan tingkat pertumbuhan industri.

Sebagian besar industri tersebut menggunakan

bahan bakar batu bara, sehingga pada tahun 2010

menghasilkan emisi 26,75 juta ton.

Industri penghasil emisi GRK yang ada

di Provinsi Banten, menurut sumber Banten

Dalam Angka Tahun 2012, meliputi industri

mineral, industri kimia , industri logam, industri

elektronik, dan lain-lain. Emisi GRK terbesar

dari bidang Industri yang dihasilkan dari

Penggunaan Energi.

3.2. Pemodelan Sistem Dinamis

Gambar 3.1 Causal Loop Diagram

Berdasarkan metode sistem dinamis,

Beberapa loop utama yang terbentuk

diantaranya ialah sebagai berikut:

Loop 1: PDRB Sektor Industri

→Kebutuhan energi sektor industri →Konsumsi

energi →Emisi CO2 sektor industri →Pajak

Karbon.

Efek peningkatan jumlah industri akan

mempengaruhi penambahan nilai tambah bruto

yang akan menjadikan nilai PDRB sektor

industri meningkat. Peningkatan PDRB akan

berakibat naiknya permintaan kebutuhan energi

dan konsumsi energi. Jika konsumsi energi

meningkat maka jumlah emisi CO2 akan

semakin meningkat.

Loop 2: Kebutuhan energi sektor

industry →Suplai energi terbarukan ke industri/

Suplai energi fosil ke Industri →Suplai energi ke

industri →Ketersediaan energi →Efek terhadap

ketersediaan energi terhadap konsumsi

→Konsumsi energi.

Kebutuhan energi sektor industri akan

menentukan jumlah suplai energi ke industri.

Suplai energi baik berupa energi terbarukan atau

energi fosil, akan mempengaruhi ketersediaan

energi untuk konsumsi industri. Efek

ketersediaan energi terhadap konsumsi akan

mempengaruhi kemauan industri di suatu daerah

untuk tumbuh atau cenderung menurun.

a. Stock Flow Diagram (SFD)

Data hasil penelitian ini berupa data

sekunder selanjutnya dikategorikan menjadi

variabel-variabel stock dan flow. Setelah

dikategorikan kemudian dimasukan ke dalam

persamaan yang sesuai dan dilihat bagaimana

variabel tersebut saling mempengaruhi satu sama

lainnya. Dalam penelitian ini SFD diperlihatkan

dengan Gambar 3.2 Gambar tersebut

menunjukkan transformasi bentuk CLD menjadi

SFD dengan menggunakan perangkat lunak

Powersim Studio10.

Page 61: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

147

Gambar 3.2 Stok Flow Diagram

Untuk mendefinisikan setiap data dalam

SFD maka proses input data menyesuaikan

model lapangan. Sehingga simulasi yang

diharapkan menyerupai data aktual yang akan

dijadikan perbandingan.

b. Hasil Simulasi Model

Hasil simulasi dalam jumlah industri

yang ada di Provinsi Banten mencapai 1746 unit

pada tahun 2015. Jumlah ini merupakan jumlah

yang signifikan meningkat dalam tiap tahunnya,

dengan rata-rata pertumbuhan jumlah industri di

Banten adalah sebesar 1,5 persen per tahun.

Dalam simulasi kondisi industri tidak

dipengaruhi oleh faktor luar lainnya (diabaikan)

hanya peningkatan rata-rata pertahun sebesar 1,5

persen. Peningkatan rata-rata industri tiap tahun

memberikan dampak pertumbuhan ekonomi

yang ditandai naiknya nilai tambah bruto dan

penambahan PRDB sektor industri.

PDRB yang dihasilkan untuk Provinsi

Banten semakin meningkat dengan tahun dasar

yang dipakai dalam simulasi ialah tahun 2010,

dengan peningkatan PDRB rata- rata sebesar 5,1

persen pertahun, hingga tahun 2015 PDRB

sektor industri manufaktur mengalami

peningkatan hingga 135,75 triliun rupiah. Hal ini

sebanding dengan nilai tambah yang semakin

meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah

industri setiap tahunnya.

Selain meningkatkan pertumbuhan

ekonomi, peningkatan jumlah industri juga

memberikan efek terhadap kebutuhan energi

sektor tersebut, sehingga menyebabkan

konsumsi energi semakin tinggi pula. Tentu saja

tingginya konsumsi energi di industri

memberikan efek terhadap peningkatan jumlah

emisi CO2 yang dihasilkan dari sektor industri

tersebut.

c. Validasi Data Hasil Simulasi

Tahap terakhir dalam pengembangan

model dalm sebuah sistem dinamis ialah

melakukan validasi data hasil simulasi. Validasi

yang dilakukan dalam penelitan ini yaitu dengan

mengoperasikan model dan membandingkannya

dengan sistem nyata

(quantitative behaviour pattern comperasion).

Salah satu uji validasi yang dilakukan dengan

membandingkan prilaku model dengan sistem

nyata ialah uji MAPE (mean Absolute

Percentage Error). MAPE merupakan salah satu

ukuran relative yang menyangkut kesalahan

persentase. Uji ini dapat digunakan untuk

mengukur kesesuaian data hasil perkiraan

dengan data aktual

Dengan ketentuan jika:

MAPE <5% : Sangat tepat

MAPE 5-10% : Tepat

MAPE >10% : Tidak tepat

Page 62: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

148

Gambar 3.3 Perbandingan PDRB Sektor Industri di

Banten dengan Hasil Simulasi (Triliun Rupiah)

Berdasarkan uji MAPE terhadap hasil

simulasi PDRB ditunjukan oleh Gambar 3.3

Hasil perhitungan dengan MAPE ialah 0,7

persen (Lampiran 2), menunjukkan bahwa hasil

model semulasi sangat tepat. Dapat dikatakan

bahwa model yang dibuat sangat mendekati

sistem nyata yang ditiru. Secara visual PDRB

hasil simulasi (biru) sama dengan data

lapangan/refrensi (merah). Sehingga uji validasi

terhadap model menunjukkan bahwa model

berada dalam kriteria sangat tepat.

3.3. Tanpa Skenario (Skenario Dasar)

Sektor industri pengolahan (manufaktur)

merupakan sektor yang penting dalam

perekonomian Indonesia. Sektor industri

pengolahan yang dicakup dalam penelitian ini

adalah industri pengolahan (bukan migas) yang

terdiri dari sembilan subsektor. Dalam dua

dekade terakhir, kontribusi sektor industri

Banten terhadap PDRB semakin meningkat.

Bahkan pada tahun 2017 kontribusinya sebesar

32,6 persen. Peran sektor industri pengolahan

Banten yang begitu besar terhadap penciptaan

PDRB diiringi dengan tingginya konsumsi

energi di sektor ini yang jumlahnya juga semakin

meningkat dari tahun ke tahun.

Gambar 3.4 Proyeksi Jumlah Industri Manufaktur di Banten

Berdasarkan Gambar 3.4 dapat dilihat

bahwa jumlah industri manufaktur besar dan

sedang di Provinsi Banten mengalami

peningkatan dengan pertumbuhan rata-rata per

tahun sebesar 1,5 persen. menunjukkan tren

pertumbuhan industri yang meningkat setiap

tahunnya. Diperkiran hingga tahun 2030 jumlah

industri di Banten akan mencapai2.187 unit

industri. Selain akan mempengaruhi total nilai

tambah dalam PDRB sektor industri,

peningkatan jumlah industri ini juga akan

mempengaruhi jumlah konsumsi energi pada

sektor tersebut.

Gambar 3.5 Proyeksi Jumlah PDRB sektor Industri

di Banten

Gambar 3.5 menunjukkan tingkat

pertumbuhan PDRB Banten sangat dipengaruhi

oleh jumlah industrinya. Pada tahun dasar 2010

PDRB sektor industri manufaktur di Banten ialah

sebesar 107,81 triliun rupiah. Hingga tahun 2030

diproyeksi jumlah PDRB sektor industri

manufaktur di Banten akan meningkat hingga

233,31 triliun rupiah.

industri

2.100

2.000

1.900

1.800

1.700

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

Jumlah

Industri di

Banten

TriliunRupiah

200

150

100

10 11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

PDRB

Sektor

Industri

Banten

Page 63: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

149

Peningkatan PDRB seiring penigktan

jumlah industri akan mempengaruhi kebutuhan

energi sektor industri. Sementara kebutuhan

energi langsung berpengaruh terhadap jumlah

energi yang dikonsumsi. Besarnya konsumsi

energi di industri juga akan dipengaruhi oleh

tingkat ketersediaan energi dan suplai yang akan

menjadi stok utama dalam pemenuhan

kebutuhan energi industri.

Gambar 3.6 Proyeksi Kebutuhan dan Konsumsi Energi Sektor Industri di Banten

Gambar 3.6 menunjukkan adanya

perbedaan jumlah kebutuhan energi sektor

industri dengan jumlah energi yang dikonsumsi

setiap tahunnya. Jumlah konsumsi energi di

industri setiap tahunnya disimulasikan akan

mengalami kekurangan bila dibandingkan

dengan kebutuhannya. Kebutuhan energi yang

cenderung mengingkat disebabkan

perkembangan industri yang pesat sehingga nilai

tambah bruto meningkat dan menyebabkan

bertambahnya PDRB. Hal ini menuntut

kebutuhan energi yang semakin tinggi namun

ketiadaan stok awal energi yang melebihi

kebutuhan energi menyebabkan kebutuhan

energi lebih besar daripada jumlah energi yang

dikonsumsi.

Ketersediaan energi akan memberikan

efek terhadap energi, sehingga menyebabkan

ketidakseimbangan antara ketersediaan energi

yang disuplai berdasarkan kebutuhan dengan

jumlah konsumsi energi. Turunnya ketersediaan

energi akibat konsumsi yang lebih besar

dibandingkan dengan stok energi menyebabkan

pada tahun 2013 konsumsi energi mengalami

penurunan dari kebutuhan yang seharusnya. Efek

ketersediaan energi terhadap konsumsi akan

mengalami penurunan hingga 0,02 persen hingga

tahun 2020 bila dibandingkan stok energi yang

tersedia. Kondisi di industri saat ini ialah tidak

adanya ketersediaan stok energi menjadikan

asumsi dasar ketersediaan energi sama dengan

jumlah kebutuhan energi pada tahun dasar

tersebut.

Terkait dengan penggunaan energi, untuk

mengukur tingkat efisiensi penggunaan energi

digunakan indikator intensitas energi. Intensitas

energi merupakan suatu indikator yang

menunjukkan rasio konsumsi energi terhadap

PDB, dengan kata lain intensitas energi

menggambarkan jumlah energi yang dibutuhkan

untuk menghasilkan PDB. Tabel 3.2 merupakan

hasil simulasi intensitas energi industri

pengolaan di Provinsi Banten.

Tabel 3.2 Intensitas Energi Sektor Industri di Banten Tahun Intensitas Energi Banten

2010 514,14637

2015 503,78374

2020 499,68045

2025 501,28992

2030 502,56294

Berdasarkan Tabel 3.2 intensitas energi

rata-rata industri di Banten adalah sebesar 504,29

BOE per miliar rupiah. Bila dibandingkan

dengan intensitas energi di Indonesia yaitu 482,2

BOE per miliar rupiah, maka industri di Banten

tergolong dalam kategori boros energi. Dari

Gambar 3.7 dapat dilihat bahwa indonesia

merupakan negara dengan konsumsi energi yang

tinggi bila dibandingkan dengan negara-negara

lainnya.

10

11

1

2 1

3 1

4 1

5 1

6 1

7 1

8 1

9 2

0 21

2

2 2

3 2

4 2

5 2

6 2

7 2

8 29

Kebutuh

an Ener

gi Konsum

si Ener

gi

BOE/

yr 120.000.

000 110.

0 00.00

0 100.000.0

00 90.000.0

00 80.000.0

00 70.000.0

00 60.000.0

00

Page 64: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

150

Gambar 3.7 Perbandingan Intensitas Energi Negara

di Dunia (BOE/Miliar Rupiah)

Emisi CO2 dihasilkan dari konsumsi

energi yang dikalikan faktor emisi rata-rata

berdasarkan refrensi IPCC 2006. Faktor emisi

diambil dengan merata-ratakan faktor emisi

energi fosil baik berupa gas, BBM maupun

Batubara.

Gambar 3.8 Proyeksi Emisi CO2 Sektor Industri di

Banten

Berdasarkan Gambar 3.8 emisi CO2

sektor industri pada tahun 2010 berada pada

angka 26.753.000 ton CO2 per tahun,

diperkirakan akan meningkat hingga mencapai

56.386.387 tonCO2 pada tahun 2030, dengan

intensitas emisi CO2 sebesar 0,48 tonCO2 per

BOE.

Akumulasi emisi CO2 yang semakin

tahun semakin meningkat tanpa melakukan aksi

apaun (Skenario BAU) akan memberikan

dampak buruk bagi lingkungan, terutama

pemanasan global dan keselamatan umat

manusia. Oleh karena itu perlu aksi mitigasi

dalam mengurangi emisi CO2 yang ditimbulkan

dari sektor industri, yang akan semakin parah

bila perkembangan industri semakin pesat.

Meskipun berkembangnya kondisi industri di

Provinsi Banten akan memberikan nilai tambah

bruto dan memberikan kemajuan signifikan

dalam pengembangan ekonomi, akan tetapi

kondisi ini juga akan memberikan dampak buruk

bagi lingkungan jika tidak melakukan aksi yang

seimbang dalam hal pengurangan emisi CO2.

3.3.1. Skenario Penggunaan Energi

Terbarukan di Industri

Dalam skenario ini penggunaan energi

terbarukan untuk suplai energi di variasikan yaitu

dimulai dengan 10 persen, 15 persen, 20 persen

dan 25 persen. Masing-masing

kemudian disimulasikan dengan model

sehingga mendapatkan hasil seperti Gambar

3.8.

Pada tahun 2010 emisi CO2 mencapai 26

juta ton, tanpa mitigasi hingga tahun 2030 emisi

CO2 yang dihasilkan sektor industri di Banten

mencapai 56 juta ton. Sementara jika kita

mengasumsikan energi terbarukan mulai di

konsumsi di industri sebesar 10 persen maka,

jumlah emisi hingga tahun 2030 di proyeksi akan

mengalami penurunan hingga ke

50 juta ton CO2. Pemakaian energi

terbarukan sebagai suplai energi juga akan

mempengaruhi signifikan pengurangan emisi

sektor industri, 15 persen akan mengurangi

jumlah emisi hingga menjadi 47 juta ton dan 20

persen akan membawa emisi CO2 sektor industri

di Banten menempati angka 44 juta ton,

sementara jika suplai energi terbarukan

meningkat hingga 25% maka pada tahun 2030

jumlah emisi CO2 akan mencapai 41 juta ton

CO2.

to nC

O 2 /yr

50.000.000

40.000.000

30.000.000

10

11

12

13

14

15

16

17

18

19

20

21

22

23

24

25

26

27

28

29

Emisi

CO2

Page 65: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

151

Gambar 3.9. Proyeksi Emisi CO2 dengan Skenario Energi Terbarukan (ton CO2)

Energi terbarukan berupa energi

biomassa di Provinsi Banten yang dapat terukur

yaitu sebesar 1.771.255,6 BOE per tahun, maka

diasumsikan dapat menggunakan energi

terbarukan sebagai suplai energi ke industri

sebesar 3 persen per tahun. Dengan demikian bila

diasumsikan energi tersebut dipakai seluruhnya

untuk disuplai ke industri, maka suplai energi

terbarukan hanya dapat memenuhi jumlah 3

persen setiap tahun sebagai bahan bakar. Potensi

itu di luar potensi energi terbarukan lainnya yang

dapat disuplai dari sektor pembangkit listrik

energi terbarukan ke industri.

3.3.2. Skenario dengan Pajak Karbon

Implementasi kebijakan berbasis

lingkungan dan pertumbuhan ekonomi akan

saling melengkapi, bila konsekuensi sosial dan

lingkungan sudah diperhitungkan. Carbon

pricing (penetapan harga karbon)

merupakan instrumen yang penting untuk

mencapai tujuan pengurangan emisi gas rumah

kaca. Dengan membayar emisi karbon, sistem

insentif dirubah menjadi sistem pajak sehingga

produsen atau industri harus ikut menanggung

resiko kerusakan lingkungan karena aktivitas

ekonomi mereka.

Jika sistem pajak karbon diterapkan,

maka pemasukan dari pajak karbon akan dapat

digunakan untuk mengganti biaya yang harus

dikeluarkan untuk program mitigasi.

Kementerian Keuangan melalui Green Paper

(2009) mensimulasi efek penerapan pajak karbon

bagi perekonomian Indonesia. Dalam penelitian

ini bila simulasi diberlakukan pajak karbon

dengan beberapa skenario sesuai kebijakan

Kementerian Keuangan akan menghasilkan

Gambar 3.10.

Gambar 3.10. Proyeksi PDRB Sektor Industri di

Banten dengan Skenario Pajak Karbon (Triliun Rupiah)

Berdasarkan Gambar 3.10 ada empat

skenario yang disimulasikan dalam model.

Dalam skenario yang dilakukan standar pajak

karbon yang diterapkan ialah sebesar

Rp.80.000,- per ton emisi CO2 berdasarkan buku

Pedoman Kementerian Keuangan 2009

(Kementerian Keuangan , 2009). Garis biru

merupakan PDRB industri manufaktur di Banten

skenario dasar atau tanpa menerapkan sistem

pajak karbon. Skenario pertama ialah menerapan

pajak karbon sebesar Rp.40.000,- per ton emisi

CO2 atau lebih kecil dibandingkan dengan pajak

standar. Dengan skenario tersebut PDRB sektor

industri di Banten akan meningkat sebesar 2,9%.

Namun dengan skema ini, efek kemauan atau

minat pelaku industri untuk melakukan peralihan

energi fosil ke energi terbarukan masih sangat

kecil atau sekitar 21 persen saja, sehingga

kondisi ini tidak diharapkan karena upaya

mitigasi dengan peralihan bahan bakar fosil ke

energi terbarukan tidak tercapai.

Dengan skenario kedua jika pemerintah

menerapkan pajak karbon sebesar Rp.80.000,-

per ton CO2 maka sumbangan pajak karbon

terhadap PDRB akan meningkat sebesar 5,7%,

Page 66: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

152

kondisi ini meningkatkan kemauan pelaku

industri untuk melakukan peralihan energi fosil

ke konsumsi energi terbarukan sebesar 43

persen. Skenario ini tidak akan memberikan efek

yang berarti karena industri cederung lebih

memilih membayar pajak dari pada beralih ke

pengunaan energi terbarukan. Sedangkan

skenario ketiga, jika nominal pajak karbon lebih

tinggi dari Rp.80.000,- per ton CO2 akan

meningkatkan kemauan industri beralih ke

penggunaan energi terbarukan sebesar 87 persen.

Penerapan pajak karbon lebih dari Rp.80.000,-

per ton CO2 akan memberikan sumbangan ke

PDRB sebesar 11,8%. Dengan penerapan pajak

karbon lebih besar dari Rp.80.000,- akan

memaksa pelaku industri melakukan peralihan

ke penggunaan energi terbarukan sebesar 3

persen per tahun.

Gambar 3.11. Efek Pajak Karbon Terhadap Peralihan Energi Fosil ke Energi terbarukan

(BOE/yr)

Gambar 3.11 menggambarkan pengaruh

pajak terhadap perubahan energi fosil ke energi

terbarukan. Dalam skenario ini pengingkatan

penggunaan energi terbarukan meningkat lebih

signifikan dengan skenario pajak karbon lebih

besar dari Rp.80.000,-, seperti yang tergambar

dalam grafik dengan garis berwarna ungu. Hal ini

menunjukkan adanya keinginan pelaku industri

untuk mengganti energi fosil ke energi

terbarukan yang lebih besar.

3.3.3. Usulan Kebijakan Pengurangan Emisi

CO2

Seiring meningkatnya konsumsi energi

sebagai akibat meningkatnya jumlah industri dan

nilai tambah bruto yang dihasilkan,

mengakibatkan kebutuhan energi untuk sektor

ini akan semakin meningkat. Hal ini akan

memberikan efek pada peningkatan jumlah emisi

CO2 yang dihasilkan dari sektor ini. Kondisi ini

akan diperparah dengan semakin besarnya

ketergantungan kebutuhan energi industri

terhadap energi fosil.

Penggunaan intensif energi konvensional

berbasis fosil, mempunyai implikasi penting

terhadap kelestarian lingkungan hidup. Polusi

dan perubahan iklim merupakan dua contoh dari

dampak negatif penggunaan energi berbasis

fosil. Sektor energi memegang peranan dominan

dalam masalah pemanasan global, karena 56,6

persen emisi karbondioksida (CO2) dunia

dihasilkan dari sektor energi (Intergovernmental

Panel on Climate Change (IPCC), 2007).

Melalui penerapan penggunaan energi

terbarukan sebagai energi bersih dalam dunia

industri dinilai akan membantu mengurangi

tingkat emisi yang dihasilkan industri di Banten.

Dalam penelitian ini rencana mitigasi yang

dilakukan ialah dengan memasukan energi

terbarukan sebagai suplai energi ke industri.

Dalam model yang disimulasikan intensitas

emisi yang dihasilkan ialah sebesar 0,48 tonCO2

per BOE. Untuk mendapatkan jumlah mitigsi

yang dilakukan intensitas emisi yang dihasilkan

akan dikalikan dengan jumlah energi terbarukan

yang disuplai ke industri. Sehingga besarnya

mitigasi yang dilakukan ke industri akan

bergantung pada jumlah suplai energi

terbarukan.

Penggunaan energi terbarukan sebagai

suplai energi ke industri akan membutuhkan

investasi yang besar. Keterbatasan investasi

teknologi tersebut dapat menghambat usaha

pelaku industri dalam upaya beralih ke energi

terbarukan karena terkendala dengan besarnya

biaya diversifikasi yang harus dikeluarkan.

Page 67: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

153

Sebagai dispensasi skenario yang

dikembangkan dalam membuat sebuah

kebijakan penurunan emisi CO2 sektor industri

di Banten ialah dengan menerapkan skema pajak

karbon. Dalam skenario penelitian ini skema

pajak karbon yang sesuai diterapkan di industri

ialah lebih besar dari Rp.80.000,- per ton CO2.

Nominal pajak karbon ini akan memberikan

kontribusi bagi PDRB sebesar

11,8 persen. Dalam skema pajak karbon ini,

jumlah emisi yang harus dikurangi oleh industri

ialah sebesar 3% per tahun sesuai dengan

Rencana Aksi Nasional Gas Rumah Kaca (RAN-

GRK). Melalui skema pajak karbon ini selain

memaksa pelaku industri untuk beralih ke

penggunaan energi terbarukan secara bertahap,

juga pemasukan hasil pajak karbon yang

dihasilkan harus dipakai sebagai insentif kepada

industri yang taat untuk investasi pengembangan

teknologi energi terbarukan sebagai suplai energi

primernya. Dengan demikian diharapkan dapat

mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan oleh

sektor industri di Provinsi Banten.

3.3.4. Kebijakan Pengurangan Emisi CO2

dalam meningkatkan

Ketahanan

Daerah Banten

Dalam aspek ekonomi, kegiatan

ekonomi merupakan kegiatan pemerintah dan

masyarakat dalam mengelola produksi (SDA,

tenaga kerja, modal, teknologi, dan

manajemen) sampai distribusi barang dan jasa

yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan

rakyat. Kegiatan ekonomi mendorong

peningkatan penggunaan energi dari penggunaan

energi tersebut memberikan kontribusi terhadap

perubahan iklim dimana adanya peningkatan

emisi CO2 yang didominasi bersumber pada

pembangkit listrik, industri dan transporasi.

Berdasarkan penelitian yang dikaji Nilai

Produk Domestik Bruto (PDB), yang merupakan

hasil dari kegiatan ekonomi, memiliki hubungan

yang saling mempengaruhi dengan kebutuhan

energi dan peningkatan emisi CO2.

Ketahanan energi merupakan bagian dari

ketahanan ekonomi dan ketahanan ekonomi

merupakan bagian dari ketahanan nasional.

Kondisi ketahanan nasional yang perlu

meningkat dari waktu ke waktu termasuk

ketahanan energi disebut geostrategi Indonesia

(Yusgiantoro, P). Skenario pengurangan emisi

yang diusulkan dalam penelitian ini mampu

meningkatkan ketahanan energi yang berdampak

pada peningkatan ketahanan daerah Banten

dengan meningkatkan PDRB Provinsi Banten.

Dalam Skenario tersebut, tidak hanya

mengurangi emisi CO2 tetapi juga mendorong

industri secara perlahan untuk meningkatkan

penggunaan energi terbarukan.

4. Simpulan

Dari data hasil penelitian dan uraian

pembahasan dapat disimpulkan beberapa hal

berikut:

1. Berdasarkan pemodelan sistem dinamis maka

dapat disimpulkan beberapa hal berikut:

a. Seiring meningkatnya jumlah industri di

Provinsi Banten maka nilai tambah bruto yang

di hasilkan juga semakin meningkat. Hal ini

menyebabkan naiknya Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) sektor industri.

b. Naiknya PDRB sektor industri akan diiringin

dengan peningkatan jumlah konsumsi energi

di sektor industri dan semakin meningkatkan

jumlah emisi CO2 yang dihasilkan akibat

ketergantungan kebutuhan energi sektor

industri terhadap energi fosil.

c. Perlu adanya upaya diversifikasi energi yang

dikonsumsi industri ke sumber energi

terbarukan untuk mengurangi emisi CO2

yang dihasilkan.

2. Berdasarkan hasil simulasi didapatkan

beberapa hal berikut:

a. Pertumbuhan rata-rata industri sebesar 1,5

persen per tahun. Hingga tahun 2030 jumlah

industri di Banten akan mencapai 2.187 unit

Page 68: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

154

industri, dengan pertumbuhan PDRB ratarata

sebesar 4,38 persen per tahun. Hingga tahun

2030 PDRB industri di Banten akan mencapai

233,31 triliun rupiah.

b. Emisi CO2 sektor industri pada tahun 2010

berada pada angka 26.753.000 ton CO2 per

tahun, diperkirakan akan meningkat hingga

mencapai 56.386.387 ton CO2 pada tahun

2030. Kondisi tersebut merupakan kondisi

tanpa skenario mitigasi (BAU). Dengan

intensitas emisi CO2 sebesar 0,48 ton CO2

per BOE.

c. Intensitas energi rata-rata industri di Banten

adalah sebesar 504,29 BOE per miliar rupiah.

Bila dibandingkan dengan intensitas energi di

Indonesia yaitu 482,2 BOE per miliar rupiah,

maka industri di Banten tergolong dalam

kategori boros energi.

3. Beberapa kebijakan yang perlu diambil

pemerintah dalam mengurangi emisi CO2

sektor industry di Banten, yaitu

a. Kebergantungan kebutuhan energi sektor

industri terhadap energi fosil yang bersifat

terbatas, sehingga hendaknya Pemerintah

menyiapkan langkah khusus (kebijakan)

dalam pengelolaan energi terbarukan untuk

sektor industry agar sektor industri ini tetap

berjalan kondusif tanpa bergantung terhadap

ketersediaan energi fosil.

b. Penerapan pajak karbon di sektor industry

dapat membantu mengurangi tingginya emisi

CO2 sektor industri di Banten. Pajak karbon

akan mendorong pelaku industri untuk

mengupayakan peralihan penggunaan energi

fosil ke energi terbarukan.

Tingginya investasi peralihan energi fosil

ke energi terbarukan pada sektor industri akan

menghambat upaya peralihan tersebut, maka

pemerintah harus memberikan insentif sebagai

investasi teknologi energi terbarukan. Insentif

yang diberikan dapat diambil dari hasil pajak

karbon sektor industri, lalu digunakan untuk

memberikan insentif kepada pelaku industri yang

taat sebagai dispensasi pengembangan teknologi

untuk menggunakan

energi terbarukan

Referensi

BPS Provinsi Banten. (2017). Buku Saku PDRB

Provinsi Banten. Serang: BPS.

Chontanawat J, H. L. (2006). Causality between

Energy Consumption and GDP: Evidence

from 30 OECD and 78 nonOECD

Countries. Surrey Energy

Economics Discussion Paper Series 113.

Fujia Li, S. D. (2012). The Improvement of

CO2 Emission Reduction Policies Based

on System Dynamics

Method in

Tradisional Industrial Region with Large

CO2 Emission. Elsevier; Energy Policy

51, 683-695.

Hills, C. C. (2007). Intensity of Energy Use in

the USA: 1949-2003. Journal of Business

& Economic Research, Vol. 5 (11): 17-

30.

Intergovernmental Panel on Climate Change

(IPCC). (2007). The Physical Science

Basis. Contribution of Working Group I to

the Fourth Assessment Report of the

Intergovernmental Panel on Climate

Change. Paris: http://www.

ipcc.ch/publications_and_

data/ar4/wg1/en/contents.html.

Kementerian Keuangan . (2009). Green Paper on

Economic and Fiscal Policy Options for

Climate Change Mitigation. Jakarta:

Kementerian Keuangan.

Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

(2015). Buku Putih Pertahanan Indonesia.

Jakarta: Kementerian Pertahanan RI.

Muhammadi, E. A. (2001). Analisis Sistem

Dinamis: Lingkungan Hidup, Sosial,

Ekonomi, Manajemen. Jakarta: UMJ

Press.

Yusgiantoro, D. (2017). Kebijkan Energi

Page 69: Representasi Kapal Selam Indonesia dalam Perspektif

ISSN: 22620-7419 Jurnal Kajian Stratejik Ketahanan Nasional, Vol. 1, No.2, 2018

155

Lingkungan. Depok: LP3ES. Yusgiantoro,

P. (2000). Ekonomi Energi Teori dan

Praktik. Jakarta: Pustaka LP3E.

Yusgiantoro, P. (2013). Modifikasi

Modul Geopolitik & Geostrategi,

Lemhanas). Jakarta