20
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN AS, BELANDA, DAN INDIA REGIONAL ELECTION IN INDONESIA AND THE COMPARISON IN UNITED STATES, NETHERLANDS, AND INDIA Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala Jalan Putroe Phang No. 1 Darussalam, Banda Aceh 23111 E-mail: [email protected]; Telp.: (0651) 7552295 Diterima: 08/08/2019; Revisi: 21/11/2019; Disetujui: 22/11/2019 DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v21i3.14280 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan membahas mekanisme pemilihan kepala daerah di Indonesia, dengan melakukan perbandingan sistem pemilihan kepala daerah di sejumlah negara, antara lain: Amerika Serikat, Belanda, dan India. Mekanisme ini sebagaimana dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa gubernur, bupati, wali kota masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota, dipilih secara demokratis. Frasa dipilih secara demokratis selalu ditafsirkan bahwa pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara langsung oleh rakyat. Penelitian ini menggunakan penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan perbandingan. Penelitian menemukan bahwa potret pemilihan kepala daerah saat ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu menciptakan kesejahteraan rakyat, bahkan menyebabkan semakin rusaknya moral para pejabat negara dan rakyatnya. Kata Kunci: mekanisme pemilihan; kepala daerah; indonesia. ABSTRACT This research aims to discuss the mechanism of regional election in Indonesia by compairing it with others country, which are United State, the Netherland, and India. This mechanism as in Article 18 paragraph (4) of the Indonesian Constitution 1945 (UUD 1945) which state that the governors, regents and mayors as heads of provincial, district and city governments, are democratically elected. The phrase democratically is always interpreted that the regional election must be carried out directly by the people. This study applies normative juridical research by using a statutory approach and a comparative approach. The study found that the current portrait of regional elections shows that the government has not been able to create people's welfare, even causing moral damage to state officials and people. Key Words: election mechanism; regional chief; Indonesia.

REGIONAL ELECTION IN INDONESIA AND THE COMPARISON IN

  • Upload
    others

  • View
    1

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun

PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN

AS, BELANDA, DAN INDIA

REGIONAL ELECTION IN INDONESIA AND THE COMPARISON IN UNITED STATES,

NETHERLANDS, AND INDIA

Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala

Jalan Putroe Phang No. 1 Darussalam, Banda Aceh 23111

E-mail: [email protected]; Telp.: (0651) 7552295

Diterima: 08/08/2019; Revisi: 21/11/2019; Disetujui: 22/11/2019

DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v21i3.14280

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan membahas mekanisme pemilihan kepala daerah di Indonesia,

dengan melakukan perbandingan sistem pemilihan kepala daerah di sejumlah negara,

antara lain: Amerika Serikat, Belanda, dan India. Mekanisme ini sebagaimana dalam

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa gubernur, bupati, wali kota

masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota, dipilih

secara demokratis. Frasa dipilih secara demokratis selalu ditafsirkan bahwa pemilihan

kepala daerah harus dilakukan secara langsung oleh rakyat. Penelitian ini menggunakan

penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan

pendekatan perbandingan. Penelitian menemukan bahwa potret pemilihan kepala daerah

saat ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu menciptakan kesejahteraan

rakyat, bahkan menyebabkan semakin rusaknya moral para pejabat negara dan

rakyatnya.

Kata Kunci: mekanisme pemilihan; kepala daerah; indonesia.

ABSTRACT

This research aims to discuss the mechanism of regional election in Indonesia by

compairing it with others country, which are United State, the Netherland, and India.

This mechanism as in Article 18 paragraph (4) of the Indonesian Constitution 1945

(UUD 1945) which state that the governors, regents and mayors as heads of provincial,

district and city governments, are democratically elected. The phrase democratically is

always interpreted that the regional election must be carried out directly by the people.

This study applies normative juridical research by using a statutory approach and a

comparative approach. The study found that the current portrait of regional elections

shows that the government has not been able to create people's welfare, even causing

moral damage to state officials and people.

Key Words: election mechanism; regional chief; Indonesia.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

378

PENDAHULUAN

Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam

penyelenggaraan pemerintahan (Marsono, 2005). Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah daerah provinsi,

daerah kabupaten, dan kota berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya

melalui asas otonomi dan tugas pembantuan”. Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah

untuk membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban urusan domestik. Pemerintah pusat

diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat

strategis (Rasyid, 2004). Di samping itu, melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan asas demokrasi, prinsip keistimewaan, dan

keanekaragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

UUD NRI Tahun 1945 merupakan landasan konstitusional dalam penyelenggaraan sistem

ketatanegaraan. Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang dirumuskan pada amandemen kedua Tahun

2000 yang berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan

Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis”. Menurut Jimly Ashiddiqie ketentuan

pemilihan secara demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UU NRI 1945 ini dapat dilaksanakan baik

melalui cara langsung oleh rakyat atau dengan cara tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat

Daerah (DPRD). Kedua cara itu sama-sama demokratis dan konstitusional (Ashiddiqie, 2009;

Ashiddiqie, 2002).

Pada kenyataannya pemilihan kepala daerah sejak tahun 2005 sampai sekarang yang

dilaksanakan secara langsung oleh rakyat telah menimbulkan berbagai macam permasalahan,

terutama konflik sosial horizontal antar massa pendukung dan banyak Kepala Daerah terlibat

korupsi disebabkan akibat besarnya biaya politik, hingga alokasi anggaran yang cukup besar untuk

penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut (Kumolo, 2015).

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

379

Menurut Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan yang juga mantan Menteri Dalam Negeri dan

Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, tiga dampak besar Pemilukada langsung itu secara kumulatif akan

secara otomatis mematikan ekspektasi publik hadirnya pemerintahan yang baik di Indonesia. Selain

itu, Ryaas dengan mendasarkan pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

ditegaskan pula bahwa Gubernur selain kepala daerah juga merupakan wakil pemerintah pusat di

daerah (Rasyid, 2017).

Pemilihan Gubernur secara langsung ternyata menimbulkan persoalan, karena dengan dipilih

secara langsung, maka gubernur seringkali lebih menonjolkan sisi sebagai kepala daerah. Hal ini

dilatarbelakangi karena gubernur terpilih merasa memiliki legitimasi rakyat dan juga memiliki

program-program yang pernah dijanjikan saat kampanye. Kepercayaan diri gubernur terpilih

cenderung tinggi dan seringkali melakukan kebijakan di luar wewenangnya, dan peranan posisi

sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menjadi terabaikan, minimnya koordinasi di daerah, serta

ketidakselarasan program pusat dan daerah yang berimplikasi terhadap buruknya pembangunan

dan pelayanan publik di daerah.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini ingin menjawab permasalahan sebagai

berikut: (1) bagaimana mekanisme pemilihan kepala daerah dalam sistem ketatanegaraan

Indonesia? (2) bagaimana format ideal dalam proses pengisian jabatan kepala daerah di Indonesia?

(3) bagaimana mekanisme pemilihan kepala daerah di Amerika Serikat, Belanda, dan India?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif sehingga yang terutama dipergunakan

adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari bahan pustaka (Soekanto, 2008). Adapun metode

pengumpulan datanya adalah melalui studi kepustakaan, yaitu meneliti dan menggali bahan-bahan

hukum atau data-data tertulis berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, majalah,

dan bahan hukum lainnya. Di samping itu, penelitian ini menggunakan pendekatan perbandingan

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

380

(comparison approach) dengan beberapa negara (Amerika Serikat, Belanda). Penelitian yuridis

normatif selalu mencakup perbandingan hukum dan sejarah hukum (Soekanto, 2001). Dengan

menggunakan metode ini, diharapkan masalah yang diajukan dapat diselesaikan.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1) Sistem Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia

Mekanisme pemilihan kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota diatur dalam

Perubahan kedua UUD NRI 1945, Pasal 18 ayat (4) menegaskan: “Gubernur, Bupati, Walikota

masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

demokratis”. Jimly Ashiddiqie dan Mahfudh MD berpendapat bahwa ketentuan pemilihan secara

demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 dapat dilaksanakan melalui pemilihan langsung

oleh rakyat atau cara tidak langsung melalui DPRD. Kedua cara itu sama-sama demokratis dan

konstitusional (Ashiddiqie, 2009).

Dalam rapat pembahasan dalam perumusan Pasal 18 UUD NRI 1945 menghasilakan rumusan

Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota

masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara

demokratis. Pada akhirnya frasa “dipilih secara demokratis”, dapat ditafsirkan pemilihan Kepala

Daerah dilakukan oleh DPRD maupun dipilih langsung melalui Pemilu. Dengan demikian,

pembahasan dalam perumusan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 tersebut sebenarnya adalah

pembahasan mengenai pemerintahan daerah dan tidak berkaitan dengan perumusan tentang Pemilu.

Pembahasan mengenai pemilihan Kepala Daerah bukan merupakan pembahasan Pemilu, tetapi

dalam kerangka pembentukan pemerintahan daerah yang berjiwa demokratis, transparan, objektif,

akuntabel, partisipatif, dan jujur.

Sebelum amandemen UUD NRI 1945, pemilihan kepala daerah hanya diatur dalam undang-

undang sektoral. Pembabakan sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia yang terdiri atas

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

381

beberapa periode, yaitu: (i) pra kemerdekaan; (ii) kemerdekaan; (iii) orde lama; (iv) orde baru; dan

(iv) era reformasi.

Pertama, pemilihan kepala daerah prakemerdekaan. Dalam masa tersebut, lahir ketentuan

Decentralitasie 1903 dan Koninklijk Desluit. Pemerintah Belanda membagi Hindia Belanda

menjadi dua sistem pemerintahan, yaitu daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi yang

dikenal dengan sebutan gewesten, afdelingan, dan onderafdelingan yang dipimpin oleh Gubernur,

Residen, Asisten Residen, Wedana, dan Asisten Wedana yang ditunjuk langsung oleh Gubernur

Jenderal dengan kewajiban bagi pribumi membayar belasting yang menduduki posisi tersebut

(Hutapea, 2015).

Rezim pemerintahan Belanda berganti oleh pemerintahan Jepang. Pada masa tersebut

dikeluarkan tiga undang-undang yang mengatur pemerintahan yang disebut dengan tiga osamu

sirei. Pemerintah Jepang membagi daerah karesidenan yang disebut dengan syuudan residennya

disebut dengan syuutyoo. Di bawah keresidenan terdapat dua wilayah daerah yang disebut dengan

ken dan si yang dikepalai oleh kentyoo dan sityo. Pada tingkat Wedana, Asisten Wedana, dan desa

dipimpin oleh Gunson dan Ko (kepala daerahnya dinamakan Guntyoo, Sotyoo, dan Kutyoo yang

semua jabatan tersebut ditunjuk oleh pemerintah Jepang (Hutapea, 2015).

Kedua, pemilihan kepala daerah pascakemerdekaan. Sejak proklamasi kemerdekaan,

pemilihan kepala daerah diatur kedalam sejumlah perangkat peraturan perundang-undangan yaitu

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah, Undang-

Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok mengenai Pemerintahan

Sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Undang-

Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor

18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974

tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintah Daerah.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

382

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional

Daerah, pemilihan kepala daerah ditentukan langsung oleh pemerintah pusat. Sedangkan menurut

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok mengenai

pemerintahan sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya

sendiri, kepala daerah provinsi diangkat oleh Presiden dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD.

Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 sampai berlakunya Undang-Undang

Nomor 5 Tahun 1974, mekanisme pemilihan kepala daerah tidak mengalami perubahan, yaitu

mengikuti ketentuan kepala daerah dipilih oleh DPRD, dimana kepala daerah tingkat I diangkat dan

diberhentikan oleh Presiden. Sedangkan kepala daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh

Mendagri dari sejumlah kandidat yang diajukan oleh DPRD (Suharizal, 2012).

Ketiga, pemilihan kepala daerah era reformasi. Setelah terjadinya reformasi, mekanisme

pemilihan kepala mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1999 tentang Pemerintahan Daerah. Proses rekrutmen kepala daerah dengan menggunakan pola

pemilihan tidak langsung (indirect democracy) melalui DPRD dengan penekanan asas

desentralisasi.

Setelah hampir lima tahun undang-undang tersebut berjalan, ganti dengan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam

satu pasangan calon yangdilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,

rahasia,jujur, dan adil”. Mulai saat itu, pemilihan kepala daerah dipilih dalam satu paket pasangan

oleh rakyat yang pertama kali diberlakukan sejak Juni 2005.

Dengan berbagai macam permasalahan yang terjadi sejak diberlakukan Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2004, akhirnya pemerintah mengembalikan pola pemilihan kepala daerah melalui

sistem pemilihan perwakilan dengan munculnya Undang-Undamg Nomor 22 Tahun 2004 tentang

Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Terjadinya pro dan kontra terhadap Undang-Undang

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

383

tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti

Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014. Inti dari Perppu tersebut mencabut model

pemilihan perwakilan oleh DPRD ke model sistem pemilihan langsung.

Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Perppu 1 Tahun 2014 yang kemudian dituangkan

kedalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa inkonsistensi dan

menyisakan sejumlah kendala. Pada tanggal 18 Maret 2015 pemerintah mengesahkan dua undang-

undang terkait Pemerintahan Daerah, yaitu Undang-Undang 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang

Pemerintahan Daerah. Selanjutnya, pada tanggal 1 Juli 2016 pemerintah mengesahkan perubahan

kedua atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan

Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Hal-hal penting

yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain, bahwa Partai Politik yang dapat mendaftarkan

pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota

merupakan Partai Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Harun,

2016).

2) Format Ideal Pengisian Jabatan Kepala Daerah di Indonesia

Pasal 18 UUD NRI 1945 menyatakan bahwa pemerintah di daerah dapat dibagi kedalam dua

bentuk, yaitu pemerintahan lokal administrasi atau local state goverment dan pemerintahan lokal

yang mengurus rumah tangga sendiri atau local self goverment (Jalil, 2008). Pengertian pemerintah

daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seperti yang tercantum pada

Pasal (1) yang berbunyi “Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh

pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

384

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam UUD NRI 1945”.

Daerah Provinsi merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur

sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi. Daerah kabupaten/kota merupakan wilayah

administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Bupati/Walikota dalam menyelenggarakan urusan

pemerintahan umum di wilayah daerah kabupaten/kota.

Kewenangan yang dimiliki oleh Gubernur seperti diatur dalam UU Pemerintahan Daerah dan

Peraturan Pelaksana terkait, menunjukkan bahwa peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat

yang perlu diperkuat agar pemerintahan dan penyelenggaraan negara dapat berjalan dengan baik

dan konstitusional. Norma-norma hukum yang tercantum dalam UU Pemerintahan Daerah seperti

pembinaan, koordinasi, pengawasan ataupun supervisi, fasilitasi, monitoring, evaluasi, secara esensi

menunjukkan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Arah optimalisasi yang dapat

dikembangkan dari fungsi Gubernur adalah dengan berfokus kepada pelaksanaan fungsi pembinaan,

pengawasan, dan koordinasi.

Untuk itu, di masa yang akan datang perlu dilakukan kebijakan terkait pembatasan otonomi

provinsi atau bahkan penghapusan. Bagir Manan mengatakan bahwa semakin optimal tugas

Gubernur sebagai wakil pemerintah otonomi di provinsi akan semakin terbatas (Kristianto, 2012).

Dalam konteks yang sama, Ateng Syafrudin mengatakan bahwa semakin luas otonomi daerah

dalam rangka desentralisasi, semakin sedikit fungsi-fungsi dekonsentrasi. Sehingga untuk

mengoptimalkan fungsi Gubernur dalam kaitannya sebagai wakil pemerintah yang melaksanakan

dekonsentrasi, tidak perlu diadakan pemilihan langsung untuk memilih Gubernur di tingkat provinsi

(Prihatiningtyas, 2019; Husni, 2008).

Lain halnya tentang pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten dan kota. Mekanisme

kampanye dan proses lain akan mampu membuat para calon pemimpin daerah dikenal lebih baik

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

385

oleh rakyatnya. Hal ini sangat penting karena berkaitan erat dengan salah satu tujuan dan

desentralisasi dan otonomi daerah. Diberikannya otonomi kepada daerah melalui proses

desentralisasi tidak terlepas dari tujuan negara. Dalam hal ini, otonomi memiliki sejumlah fungsi

terkait dengan tujuan pemberikan otonomi. Bagir Manan mengidentifikasi lima fungsi dari otonomi.

Salah satunya adalah fungsi pelayanan public yaitu agar lebih dekat dengan rakyat yang wajib

dilayani. Adanya desentralisasi diharapkan pelayanan kepada masyarakat akan berjalan dengan

lebih baik dan optimal dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas. Dalam konteks ini, pemilihan

kepala daerah secara langsung dapat dianggap sebagai sesuatu yang ideal, karena pemilihan

langsung lebih tepat jika dilaksanakan di daerah otonom yang melakukan desentralisasi secara

penuh, dalam hal ini daerah kabupaten/kota (Munir, 2002).

3) Perbandingan Pemilihan Kepala Daerah di Amerika Serikat, Belanda, dan India

a. Pemilihan Kepala Daerah di Amerika Serikat

Struktur tatanan pemerintahan AS terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: Pemerintahan Federal,

Pemerintahan Negara Bagian, dan Pemerintahan Daerah. Ada beberapa varian terhadap

penyebutan nama-nama pemerintah ditingkat daerah. Di negara bagian Lousiana, pemerintahan

daerah adalah Parish, di Alaska dijalankan oleh Borough. Sementara di 48 negara bagian lain

disebut dengan County. Masing-masing County memiliki kewenangan dan tanggung jawab

berbeda sesuai dengan konstitusi negara bagiannya masing-masing (Libonati, 2005).

Setiap negara bagian di AS memiliki konstitusi sendiri yang rumusannya spesifik dan

terperinci (Malamud, 2004). Oleh karena itu, negara bagian memiliki tingkat otonomi tinggi,

termasuk dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur negara bagian. Masa jabatan gubernur negara

bagian hanya empat tahun (di beberapa negara bagian tertentu periode jabatan gubernur hanya

dua tahun) (Targonski, 2000).

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

386

Lebih dari 70 persen kepala daerah di AS dipilih langsung melalui Pemilu. Dalam

pemilihan kepala daerah masing-masing calon terdaftar dapat memenangkan apabila memiliki

jumlah suara terbesar. Dalam mekanisme ini, pada umumnya calon independen memiliki

kesempatan yang lebih kecil untuk mengungguli para calon dari partai politik (Hardjaloka,

2015).

Selain di negara bagian, pemilihan kepala daerah di AS juga diadakan pada tingkat county.

Pemilihan ditingkat county tidak hanya untuk memilih Bupati atau Walikota saja, tapi juga para

pejabat yang akan mengisi pos-pos pemerintahan, seperti Sherif atau Pejabat Dewan Sekolah.

Seperti di Indonesia, tidak semua kota memiliki Walikota. Namun kota besar seperti New York

dan Los Angeles memiliki jabatan Walikota yang dipilih setiap empat tahun secara langsung

oleh rakyat dengan batasan jabatan selama dua periode (Sonenshien, 2006).

Sistem Pemilihan Walikota di AS sangat tergantung pada jenis pemerintahnya. Ada dua

model pemilihan Walikota di AS. Pertama, Pemilihan langsung oleh rakyat. Pemilihan

langsung dijalankan pada pemerintahan daerah yang menggunakan bentuk pemerintahan Mayor

Council Government Form. Ada dua jenis Mayor Council Government Form, yakni Weak Mayor

Councilyang umumnya berjalan pada kota-kota kecil dan Strong Mayor Council yang berjalan di

kota-kota besar. Walikota yang dipilih langsung model Weak Mayor Council tidak memiliki hak

mengangkat dan memberhentikan pejabat, dan tidak memiliki hak veto atas suara dewan. Bentuk

ini dijalankan pada kota dengan jumlah pegawai kecil. Pada Strong Mayor Council, Walikota

memiliki otoritas yang kuat sebagai eksekutif, menunjuk dan memberhentikan pejabat tanpa

persetujuan dewan atau pun warga, mempersiapkan dan menjalankan anggaran. Untuk

mempermudah tugasnya, Walikota biasanya mengangkat kepala pegawai administrasi /manajer

kota yang mengawasi kepala departemen, menyiapkan anggaran dan mengkoordinasikan

departemen (Hudson, 1984).

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

387

Kedua, Pemilihan Melalui Badan Perwakilan. Bentuk Pemilihan ini diterapkan pada

pemerintahan daerah yang menggunakan bentuk pemerintahan Council Manager Government

Form. Dewan kota yang dapat disebut dengan Council, Commission, Freeholders, Alderman

menunjuk seorang manajer profesional yang menjalankan kebijakan dewan. Walikota hanyalah

jabatan seremonial bagi salah satu anggota dewan yang terpilih dan tidak memiliki kekuasaan

eksekutif.

Mekanisme perwakilan ini merupakan sebuah tren baru yang berkembang di AS. Melalui

mekanisme ini, dewan lokal mengangkat kepala daerah yang mempunyai pengalaman di bidang

pemerintahan. Terdapat perbedaan antara pemilihan dan pengangkatan oleh dewan lokal, yakni

dalam pemilihan oleh dewan pada umumnya akan dipengaruhi unsur politik, sehingga kepala

daerah yang dipilih pada umumnya adalah politisi. Sedangkan dalam sistem pengangkatan oleh

dewan, calon umumnya diisi oleh pihak yang memiliki kemampuan di bidang pemerintahan

(Hardjaloka, 2015).

Di beberapa kota di AS, dewan lokal mengangkat seorang manajer kota sebagai Kepala

Daerah. Manajer kota tidak hanya bertanggungjawab kepada dewan lokal, tapi juga bertanggung

jawab kepada masyarakat. Apabila pertanggungjawaban manajer kota ditolak maka tidak

tertutup kemungkinan manajer kota tersebut dipecat oleh dewan local (Besette & Pitney, 2014).

b. Pemilihan Kepala Daerah di Belanda

Belanda merupakan negara yang berbentuk kerajaan dengan sistem pemerintahannya

monarki konstitusional yang dipraktekkan sejak tahun 1815 (Prodemos, 2013). Dalam Konstitusi

Belanda menyatakan bahwa “Pemerintah terdiri dari Raja dan Perdana Menteri” (Pasal 42

Konstitusi Belanda). Perdana Menteri bertindak sebagai kepala pemerintahan dan Raja adalah

kepala negara yang melambangkan persatuan Belanda (Kansil & Kansil, 2011). Raja terikat pada

konstitusi dan fungsinya lebih banyak bersifat seremonial, namun juga memiliki beberapa

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

388

kewenangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi the House of Orange. Raja dalam hal ini

menunjuk formatur yang akan membentuk Dewan Menteri (Council of Ministers) setelah

dilakukan pemilihan umum.

Kerajaan Belanda memiliki sebelas Provinsi, yaitu Noord-Brabant, Limburg, Gelderland,

Zuich-Holland, Noord-Holland, Zeeland, Utrech, Friesland, Overijssel, Groningen, Drenthe, dan

Flevoland. Pemerintah lokal di Belanda, baik propinsi maupun municipal, bersifat monistik,

yaitu pemerintahan tunggal eksekutif yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat

(Kansil & Kansil, 2011).

Administrasi tingkat propinsi di Belanda terdiri dari provinciale staten, gedeputeerde state,

dan commissaris van de Koning. Provinciale staten menurut konstitusi Belanda merupakan

perwakilan rakyat propinsi, tetapi sekaligus juga merupakan Kepala Propinsi. Eksekutif

dipegang oleh gedeputeerde staten (provincial executive). Tugas utama Provinciale staten adalah

mengawasi dan mengesahkan peraturan yang rancangannya biasanya selalu dibuat

oleh Gedeputeerde Staten. Provinciale Staten memiliki kedudukan yang lebih tinggi.

Commissaris van de Koning bertindak selaku pimpinan dari Provinciale

Staten dan Gedeputeerde Staten. Commissaris van de Koning tidak bisa digantikan kecuali oleh

pemerintah pusat. Commissaris van de Koning bertindak dengan kekuasaan khusus berdasarkan

petunjuk dari Menteri Dalam Negeri. Commissaris van de Koning juga memberikan pendapat

kepada menteri tentang penunjukkan burgomaster.

Pasal 7 Konstitusi Belanda menyebutkan provinsi dipimpin oleh Commissaris van de

Koning (Komisaris Raja). Sebagai pengecualian, pemimpin provinsi Limburg, Belanda Selatan,

secara tidak resmi masih sering disebut Gouverneur. Jabatan Commissaris van de Koning tidak

dipilih langsung oleh rakyat, melainkan ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.

“The provincial governor (Commissaris van de Koning) is not elected but appointed by the

goverment. The Provincial council presents a ‘list’ with two candidates to the Minister of

the Interior and Kingdom Relationship. The minister usually appoints the first person on

the list. Provincial governors are among the best paid officials. Many provincial governors

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

389

have the jobs on the side for which they are often paid. The provincial governor chairs the

provincial executive and the provincial council. He is legally responsible for maintaining

public order in the province, reporting directly to the minister of the interior. He also

represents in province in certain contexts and plays the role in the appoinmemt the mayor

in province”. (Peter & Parren, 2008).

Begitu juga dengan jabatan Walikota melalui penunjukan yang didahului dengan prosedur

yang ekstensif yang dipimpin oleh Commissaris van de Koning. Dalam hal ini, Dewan Kota

memainkan peran penting antara lain ketika menyusun profil walikota. Penunjukan dilakukan

oleh Mahkota raja dan menteri yang bertanggung jawab (Menteri Dalam Negeri). Setelah proses

selama 6 bulan, Walikota baru dilantik oleh Commissaris van de Koning. Walikota diangkat

dengan Keputusan Kerajaan untuk jangka waktu enam tahun.

Seorang Walikota dapat diangkat kembali setelah masa jabatan periode enam

tahun. Prosedur pengangkatan kembali dimulai delapan sampai sembilan bulan sebelumnya.Jika

sebuah kotamadya tiba-tiba tidak lagi memiliki walikota, misalnya karena sakit atau meninggal

dunia, komisaris raja menunjuk seorang walikota akting. Dia mengambil alih semua pekerjaan

sampai ada walikota baru.

Sebelum Kommissaris van de Koning menunjuk seorang Walikota bertindak, pada

prinsipnya dewan kota ditanya apa yang mereka harapkan dari seorang kandidat. Kedua ketua

dewan kota dan aldermen bertemu dengan kandidat yang telah didekati oleh komisaris. Jika

komisaris tahu apa yang dipikirkan oleh calon anggota dewan, dia akan menunjuknya. Pengang-

katan seorang pengamat diatur secara resmi dalam Undang-undang Kota.

c. Pemilihan Kepala Daerah di India

Sistem pemerintahan India terdiri dari tiga cabang kekuasaan yaitu; eksekutif, legislatif dan

yudikatif. Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden, yang merupakan kepala negara dan

menjalankan kekuasaannya secara langsung atau melalui petugas bawahannya. Kekuasaan

eksekutif pemerintahan pusat dijalankan terdiri dari menteri-menteri yang dipimpin oleh Perdana

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

390

Menteri (Kansil & Kansil, 2011). Sedangkan pemerintahan uni atau federal dikepalai oleh

Presiden dan wakilnya yang dipilih oleh dewan pemilih yang terdiri atas para anggota badan

legislatif pusat atau negara bagian. Kekuasaan badan eksekutif terbatas, diatur oleh UU dan

dipilih serta diawasi oleh badan legislatif (Kansil & Kansil, 2011).

Pemerintahan Daerah di India diformalkan ke dalam sebuah sistem Panchayati Raj sejak

amandemen konstitusi ke-73 dan ke-74 tahun 1992 (CLGF, 2016). Panchayati Raj adalah sistem

tiga tingkatan dengan badan terpilih di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Sistem

pemerintahan modern sekarang sebagian masih didasarkan pada tatanan pemerintahan

Panchayat tradisional, sebagian pada visi Mahatma Gandhi untuk menyelaraskan pemerintahan

pemerintah India yang sangat terpusat (Wheeler, 2017). Sistem pemerintahan daerah di India

dibagi antara rural authorities(panchayats) dan urban authorities(municipalities). Panchayat

terdiri tiga tingkatan yaitu: Zila Parishad, Panchayat Samaiti, dan Gram Panchayat (Muttalib &

Khan, 1982).

Pada tahun 1989 pemerintah India mengambil langkah untuk meningkatkan peran

pemerintah daerah pedesaan melalui suntikan dana langsung. Tujuannya adalah untuk

menciptakan unit yang bertanggung jawab atas pembangunan ekonomi di tingkat lokal dan juga

untuk menciptakan lapangan kerja.Pemerintah daerah terbagi antara pedesaan

otoritas(Panchayats) dan otoritas perkotaan(kotamadya) dengan jumlah 258.888 badan

pemerintah daerah. Dewan perkotaan berjumlah 4.583 yang meliputi pemerintahan kota, kota

Panchayats dan dewan pedesaan yang jumlahnya 254.305 yang meliputi 609 zila paroki (distrik

dewan), 6.615 panchayat samaiti (blok), dan247.081 gram panchayats (dewan desa) (CLGF,

2016).

Gubernur di India adalah kepala negara bagian seperti halnya di AS. Semua tindakan

eksekutif negara bagian diambil atas nama Gubernur. Namun, kenyataannya Gubernur hanya

memberikan persetujuan terhadap berbagai tindakan eksekutif, Gubernur tidak mengambil

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

391

keputusan mutlak. Wewenang sesungguhnya dalam urusan eksekutif sebuah negara bagian

dikendalikan oleh Menteri Utama dan Dewan Menteri.

Menurut amandemen konstitusi tahun 1956, orang yang sama bisa menjadi Gubernur dua

atau lebih negara bagian. Selain gubernur di negara bagian, Gubernur Letnan ditunjuk di wilayah

kesatuan New Delhi, kepulauan Andaman Nikobar, dan Pudducherry. Semua wilayah serikat

pekerja lainnya dipimpin oleh Kepala Administrasi. Satu-satunya pengecualian adalah

Chandigarh, diamana Gubernur Punjab juga adalah Gubernur Letnan Chandigarh.

Jabatan Gubernur di India diangkat langsung oleh pemerintah pusat “ The Governor is not

elected by the process of direct or indirect voting (like the Chief Minister, the Prime Minister or

the President). The Governor of a particular state is appointed directly by the President of India,

for a period of five years. The Governor must meet all the eligibility criteria to be appointed by

the President” (Election India, 2018).

Dari kutipan di atas dapat diketahui sistem pengisian jabatan Gubernur di India tidak

menggunakan mekanisme pemilihan baik langsung maupun tidak langsung. Pada tingkat

pemerintahan kota, Walikota dipilih langsung oleh rakyat dengan sistem e-voting yang juga

diikuti oleh calon independen. Di kota Raigarh negara bagian Chhattisgarh, Seorang Transgender

dari calon independen berhasil memenangkan perhelatan demokrasi dengan menyingkirkan

rivalnya dari Bharatiya Janata Party (Independent, 2018).

Komisi Pemilu India (Election Comission India, 2018), dalam website-nya menulis bahwa

pada Pemilu legislatif November 1989 mesin e-voting buatan India itu untuk pertama kalinya

digunakan untuk memilih anggota DPR. Namun hanya di terapkan di tiga negara bagian yaitu

Madhya Pradesh, Rajasthan, dan di ibu kota New Delhi. Ada 16 anggota DPR yang dipilih

dalam perhelatan ini, 5 anggota di Madhya Pradesh, 5 anggota di Rajasthan, dan 6 anggota di

New Delhi. Setelah terbukti berhasil dan di minati secara luas, DPR pun kemudian mengesahkan

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

392

UU penggunaannya dalam Pemilu dalam skala negara. Dan pada Pemilu 2004 dan 2009 sampai

sekarang, e-voting pun resmi digunakan di India.

SIMPULAN

Perkembangan mekanisme pemilihan kepala daerah mengalami perubahan dari masa ke masa.

Perubahan tersebut dipengaruhi oleh corak peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh

rezim berkuasa. Mengingat dalam konsitusi yang berlaku sebelum amandemen, tidak ketentuan

mengenai pemilihan kepala daerah. Sejak zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, orde lama, dan

orde baru pernah diterapkan sistem pemilihan kepala daerah baik melalui pengangkatan, sistem

pemilhan tidak langsung dan pemilihan langsung. Pasca reformasi pemilihan kepala daerah melalui

pemilihan yang demokratis. Pemilihan tersebut dapat dimaknai dengan pemilihan langsung maupun

tidak langsung dengan ketentuan berpegang pada prinsip demokrasi.

Dengan memahami jiwa yang terkandung dalam ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 945

dan dihubungkan dengan pembahasan sebagaimana diuraikan di atas, sesungguhnya dapat diketahui

bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 sepanjang berkaitan dengan pemilihan kepala

daerah tidaklah menekankan pada “cara” pemilihan itu dilakukan, yaitu dengan sistem langsung

atau sistem perwakilan, namun yang menjadi penegasan dari ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI

1945 adalah “proses” pemilihan, yaitu bahwa pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara

demokratis.

Mekanisme pemilihan kepala daerah di Amerika Serikat ada dua varian: sistem pemilihan

langsung (direct election)dan sistem pemilihan tidak langsung (indirect election). Umumnya

pemilihan kepala daerah di Amerika Serikat dilaksanakan secara langsung, hanya sebagian kecil

negara yang menggunakan sistem pemilihan melalui badan perwakilan. Sementara Belanda

menggunakan mekanisme penunjukan langsung oleh pihak kerajaan, baik kepala daerah provinsi

maupun pemerintah kota. Berbeda halnya dengan India yang menerapkan sistem asimetris dalam

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

393

pengisian jabatan kepala daerah negara bagian dan kepala daerah kota. Gubernur sebagai kepala

negara bagian diangkat langsung oleh pemerintah pusat dan kepala pemerintahan kota (walikota)

dipilih langsung oleh rakyat.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

394

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Asshiddiqie, J. (2002). Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat. Jakarta: Pusat

Studi Hukum Tata Negara UI.

Ashiddiqie, J. (2009). Komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945. Jakarta: Sinar Grafika.

Besette, J. & Pitney, J. (2014). American Goverment and Politics: Deliberation, Democracy, and

Citizenship. Boston: Cengage Learning.

Jalil, H. (2008). Hukum Pemerintahan Daerah. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.

Kansil, C.S.T. & Kansil, C.S.T. (2011). Sistem Pemerintahan Indonesia. (Edisi Revisi). Jakarta:

Bumi Aksara.

Kumolo, T. (2015). Politik Hukum Pilkada Serentak. Jakarta: PT Mizan Republika.

Libonati, M. E. “States Constitutions and Local Goverment in The United States” dalam Steytler,

N. (2005). The Place and Role of Local Goverment in Federal Systems. Johannesburg:

Konrad-Adenauer-Stiftung.

Marsono. (2005). Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri. Jakarta: Eka Jaya.

Munir, B. (2002). Perencanaan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah. Mataram: Bappeda.

Muttalib, M.A. & Khan, A. A. (1982). The Theory of Local Government. New Delhi: Sterling

Publisher.

Peter, K. & Parren, S. (2008). The Dutch Political system in a Nutshell. Amsterdam: Netherlands

Institute for Multiparty Democracy.

Prodemos. (2013). Politics in the Netherlands. Amsterdam: Prodemos.

Rasyid, R., et.al. (2004). Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Soekanto, S. (2001). Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada.

Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.

395

Soekanto, S. (2008). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.

Sonenshien, R. J. (2006). Los Angeles: Structure of a City Goverment. USA: The League of Women

Voters of Los Angeles.

Suharizal. (2012). Pilkada, Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang. Jakarta: Rajawali Press.

Targonski, R. (2000). Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Terjemahan Sumantri Ar).

Jakarta: Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.

Jurnal

Hardjaloka, L. (2015). Studi Dinamika Mekanisme Pilkada di Indonesia dan Perbandingan

Mekanisme Pilkada di Negara Lainnya. Jurnal Rechtvinding, 4 (1).

Harun, R. (2016). Rekontruksi Kewenangan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum,

Jurnal Konstitusi, 13 (1).

Hutapea, B. (2015). Dinamika Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Jurnal Rechtvinding,

1 (4).

Kristianto, E. N. (2012). Pemilihan Gubernur Tak Langsung sebagai Penegasan Eksistensi

Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Jurnal RechtsVinding, 1 (3).

Prihatiningtyas, W. (2019). Fungsi Gubernur dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah.

Airlangga Development Journal. https://e-journal.unair.ac.id › ADJ › article › download.

Wheeler, H. (2017). Local Self-Government in India. Journal of the Society of Comparative

Legislation, 17 (2).

Internet

India, E. (2018). Role of Governor of India. http://www.elections.india/government/state-

governor.html.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani

396

Hudson, B. J. (1984). The Handbook for Georgia Mayors and Councilmembers.

https://cviog.uga.edu/publications/handbook-for-georgia-mayors-and-councilmembers.html.

Independen. (2018). India's First Transgender Mayor Wins Election by Over 4000 Votes,

http://www.independent.co.uk/news/world/asia/indias-first-transgender-mayor-wins-election-

by-over-4000-votes-9957166.html.

Malamud, P. (2004). About America, How the United States Is Governed.

https://ar.usembassy.gov/wp-content/uploads/sites/26/2016/02/us_governed.pdf

Rasyid, R. (2019). “Partisipasi Perempuan dalam Mendukung Agenda Demokrasi Pemilu Serentak

Tahun 2019”, dikutip dari http://nasional.kompas.com/read/2017/10/16/11330161/ryaas-

rasyid-jangan-harap-dapat pemimpin-cerdas-kalau-yang-memilih-bodoh. Diakses 23/07/2018.