Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun
PEMILIHAN KEPALA DAERAH DI INDONESIA DAN PERBANDINGANNYA DENGAN
AS, BELANDA, DAN INDIA
REGIONAL ELECTION IN INDONESIA AND THE COMPARISON IN UNITED STATES,
NETHERLANDS, AND INDIA
Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala
Jalan Putroe Phang No. 1 Darussalam, Banda Aceh 23111
E-mail: [email protected]; Telp.: (0651) 7552295
Diterima: 08/08/2019; Revisi: 21/11/2019; Disetujui: 22/11/2019
DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v21i3.14280
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan membahas mekanisme pemilihan kepala daerah di Indonesia,
dengan melakukan perbandingan sistem pemilihan kepala daerah di sejumlah negara,
antara lain: Amerika Serikat, Belanda, dan India. Mekanisme ini sebagaimana dalam
Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyebutkan bahwa gubernur, bupati, wali kota
masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten dan kota, dipilih
secara demokratis. Frasa dipilih secara demokratis selalu ditafsirkan bahwa pemilihan
kepala daerah harus dilakukan secara langsung oleh rakyat. Penelitian ini menggunakan
penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan dan
pendekatan perbandingan. Penelitian menemukan bahwa potret pemilihan kepala daerah
saat ini menunjukkan bahwa pemerintah belum mampu menciptakan kesejahteraan
rakyat, bahkan menyebabkan semakin rusaknya moral para pejabat negara dan
rakyatnya.
Kata Kunci: mekanisme pemilihan; kepala daerah; indonesia.
ABSTRACT
This research aims to discuss the mechanism of regional election in Indonesia by
compairing it with others country, which are United State, the Netherland, and India.
This mechanism as in Article 18 paragraph (4) of the Indonesian Constitution 1945
(UUD 1945) which state that the governors, regents and mayors as heads of provincial,
district and city governments, are democratically elected. The phrase democratically is
always interpreted that the regional election must be carried out directly by the people.
This study applies normative juridical research by using a statutory approach and a
comparative approach. The study found that the current portrait of regional elections
shows that the government has not been able to create people's welfare, even causing
moral damage to state officials and people.
Key Words: election mechanism; regional chief; Indonesia.
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
378
PENDAHULUAN
Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang menganut asas desentralisasi dalam
penyelenggaraan pemerintahan (Marsono, 2005). Pasal 18 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 menyatakan bahwa “Pemerintah daerah provinsi,
daerah kabupaten, dan kota berwenang mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahannya
melalui asas otonomi dan tugas pembantuan”. Tujuan utama dari kebijakan desentralisasi adalah
untuk membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban urusan domestik. Pemerintah pusat
diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro nasional yang bersifat
strategis (Rasyid, 2004). Di samping itu, melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu
meningkatkan daya saing dengan memperhatikan asas demokrasi, prinsip keistimewaan, dan
keanekaragaman daerah dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
UUD NRI Tahun 1945 merupakan landasan konstitusional dalam penyelenggaraan sistem
ketatanegaraan. Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang dirumuskan pada amandemen kedua Tahun
2000 yang berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan
Provinsi, Kabupaten dan Kota dipilih secara demokratis”. Menurut Jimly Ashiddiqie ketentuan
pemilihan secara demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UU NRI 1945 ini dapat dilaksanakan baik
melalui cara langsung oleh rakyat atau dengan cara tidak langsung oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah (DPRD). Kedua cara itu sama-sama demokratis dan konstitusional (Ashiddiqie, 2009;
Ashiddiqie, 2002).
Pada kenyataannya pemilihan kepala daerah sejak tahun 2005 sampai sekarang yang
dilaksanakan secara langsung oleh rakyat telah menimbulkan berbagai macam permasalahan,
terutama konflik sosial horizontal antar massa pendukung dan banyak Kepala Daerah terlibat
korupsi disebabkan akibat besarnya biaya politik, hingga alokasi anggaran yang cukup besar untuk
penyelenggaraan pesta demokrasi tersebut (Kumolo, 2015).
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
379
Menurut Guru Besar Institut Ilmu Pemerintahan yang juga mantan Menteri Dalam Negeri dan
Otonomi Daerah Ryaas Rasyid, tiga dampak besar Pemilukada langsung itu secara kumulatif akan
secara otomatis mematikan ekspektasi publik hadirnya pemerintahan yang baik di Indonesia. Selain
itu, Ryaas dengan mendasarkan pada UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
ditegaskan pula bahwa Gubernur selain kepala daerah juga merupakan wakil pemerintah pusat di
daerah (Rasyid, 2017).
Pemilihan Gubernur secara langsung ternyata menimbulkan persoalan, karena dengan dipilih
secara langsung, maka gubernur seringkali lebih menonjolkan sisi sebagai kepala daerah. Hal ini
dilatarbelakangi karena gubernur terpilih merasa memiliki legitimasi rakyat dan juga memiliki
program-program yang pernah dijanjikan saat kampanye. Kepercayaan diri gubernur terpilih
cenderung tinggi dan seringkali melakukan kebijakan di luar wewenangnya, dan peranan posisi
sebagai wakil pemerintah pusat di daerah menjadi terabaikan, minimnya koordinasi di daerah, serta
ketidakselarasan program pusat dan daerah yang berimplikasi terhadap buruknya pembangunan
dan pelayanan publik di daerah.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian ini ingin menjawab permasalahan sebagai
berikut: (1) bagaimana mekanisme pemilihan kepala daerah dalam sistem ketatanegaraan
Indonesia? (2) bagaimana format ideal dalam proses pengisian jabatan kepala daerah di Indonesia?
(3) bagaimana mekanisme pemilihan kepala daerah di Amerika Serikat, Belanda, dan India?
METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif sehingga yang terutama dipergunakan
adalah data sekunder, yaitu data yang berasal dari bahan pustaka (Soekanto, 2008). Adapun metode
pengumpulan datanya adalah melalui studi kepustakaan, yaitu meneliti dan menggali bahan-bahan
hukum atau data-data tertulis berupa peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, majalah,
dan bahan hukum lainnya. Di samping itu, penelitian ini menggunakan pendekatan perbandingan
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
380
(comparison approach) dengan beberapa negara (Amerika Serikat, Belanda). Penelitian yuridis
normatif selalu mencakup perbandingan hukum dan sejarah hukum (Soekanto, 2001). Dengan
menggunakan metode ini, diharapkan masalah yang diajukan dapat diselesaikan.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
1) Sistem Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia
Mekanisme pemilihan kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten dan kota diatur dalam
Perubahan kedua UUD NRI 1945, Pasal 18 ayat (4) menegaskan: “Gubernur, Bupati, Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis”. Jimly Ashiddiqie dan Mahfudh MD berpendapat bahwa ketentuan pemilihan secara
demokratis dalam Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 dapat dilaksanakan melalui pemilihan langsung
oleh rakyat atau cara tidak langsung melalui DPRD. Kedua cara itu sama-sama demokratis dan
konstitusional (Ashiddiqie, 2009).
Dalam rapat pembahasan dalam perumusan Pasal 18 UUD NRI 1945 menghasilakan rumusan
Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 yang menyatakan bahwa “Gubernur, Bupati, dan Walikota
masing-masing sebagai kepala pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara
demokratis. Pada akhirnya frasa “dipilih secara demokratis”, dapat ditafsirkan pemilihan Kepala
Daerah dilakukan oleh DPRD maupun dipilih langsung melalui Pemilu. Dengan demikian,
pembahasan dalam perumusan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 tersebut sebenarnya adalah
pembahasan mengenai pemerintahan daerah dan tidak berkaitan dengan perumusan tentang Pemilu.
Pembahasan mengenai pemilihan Kepala Daerah bukan merupakan pembahasan Pemilu, tetapi
dalam kerangka pembentukan pemerintahan daerah yang berjiwa demokratis, transparan, objektif,
akuntabel, partisipatif, dan jujur.
Sebelum amandemen UUD NRI 1945, pemilihan kepala daerah hanya diatur dalam undang-
undang sektoral. Pembabakan sistem pemilihan kepala daerah di Indonesia yang terdiri atas
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
381
beberapa periode, yaitu: (i) pra kemerdekaan; (ii) kemerdekaan; (iii) orde lama; (iv) orde baru; dan
(iv) era reformasi.
Pertama, pemilihan kepala daerah prakemerdekaan. Dalam masa tersebut, lahir ketentuan
Decentralitasie 1903 dan Koninklijk Desluit. Pemerintah Belanda membagi Hindia Belanda
menjadi dua sistem pemerintahan, yaitu daerah administratif dalam rangka dekonsentrasi yang
dikenal dengan sebutan gewesten, afdelingan, dan onderafdelingan yang dipimpin oleh Gubernur,
Residen, Asisten Residen, Wedana, dan Asisten Wedana yang ditunjuk langsung oleh Gubernur
Jenderal dengan kewajiban bagi pribumi membayar belasting yang menduduki posisi tersebut
(Hutapea, 2015).
Rezim pemerintahan Belanda berganti oleh pemerintahan Jepang. Pada masa tersebut
dikeluarkan tiga undang-undang yang mengatur pemerintahan yang disebut dengan tiga osamu
sirei. Pemerintah Jepang membagi daerah karesidenan yang disebut dengan syuudan residennya
disebut dengan syuutyoo. Di bawah keresidenan terdapat dua wilayah daerah yang disebut dengan
ken dan si yang dikepalai oleh kentyoo dan sityo. Pada tingkat Wedana, Asisten Wedana, dan desa
dipimpin oleh Gunson dan Ko (kepala daerahnya dinamakan Guntyoo, Sotyoo, dan Kutyoo yang
semua jabatan tersebut ditunjuk oleh pemerintah Jepang (Hutapea, 2015).
Kedua, pemilihan kepala daerah pascakemerdekaan. Sejak proklamasi kemerdekaan,
pemilihan kepala daerah diatur kedalam sejumlah perangkat peraturan perundang-undangan yaitu
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional Daerah, Undang-
Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok mengenai Pemerintahan
Sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor
18 Tahun 1965 tentang Pokok-pokok Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974
tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah.
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
382
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang Kedudukan Komite Nasional
Daerah, pemilihan kepala daerah ditentukan langsung oleh pemerintah pusat. Sedangkan menurut
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang Penetapan Aturan-aturan Pokok mengenai
pemerintahan sendiri di daerah-daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri, kepala daerah provinsi diangkat oleh Presiden dari calon-calon yang diajukan oleh DPRD.
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 sampai berlakunya Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1974, mekanisme pemilihan kepala daerah tidak mengalami perubahan, yaitu
mengikuti ketentuan kepala daerah dipilih oleh DPRD, dimana kepala daerah tingkat I diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden. Sedangkan kepala daerah tingkat II diangkat dan diberhentikan oleh
Mendagri dari sejumlah kandidat yang diajukan oleh DPRD (Suharizal, 2012).
Ketiga, pemilihan kepala daerah era reformasi. Setelah terjadinya reformasi, mekanisme
pemilihan kepala mengalami perubahan dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1999 tentang Pemerintahan Daerah. Proses rekrutmen kepala daerah dengan menggunakan pola
pemilihan tidak langsung (indirect democracy) melalui DPRD dengan penekanan asas
desentralisasi.
Setelah hampir lima tahun undang-undang tersebut berjalan, ganti dengan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Dalam Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, menyatakan bahwa “Kepala daerah dan wakil kepala daerah dipilih dalam
satu pasangan calon yangdilaksanakan secara demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas,
rahasia,jujur, dan adil”. Mulai saat itu, pemilihan kepala daerah dipilih dalam satu paket pasangan
oleh rakyat yang pertama kali diberlakukan sejak Juni 2005.
Dengan berbagai macam permasalahan yang terjadi sejak diberlakukan Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004, akhirnya pemerintah mengembalikan pola pemilihan kepala daerah melalui
sistem pemilihan perwakilan dengan munculnya Undang-Undamg Nomor 22 Tahun 2004 tentang
Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota. Terjadinya pro dan kontra terhadap Undang-Undang
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
383
tersebut, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014. Inti dari Perppu tersebut mencabut model
pemilihan perwakilan oleh DPRD ke model sistem pemilihan langsung.
Ketentuan-ketentuan yang ditetapkan dalam Perppu 1 Tahun 2014 yang kemudian dituangkan
kedalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 dirasakan masih terdapat beberapa inkonsistensi dan
menyisakan sejumlah kendala. Pada tanggal 18 Maret 2015 pemerintah mengesahkan dua undang-
undang terkait Pemerintahan Daerah, yaitu Undang-Undang 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang No. 1 Tahun 2015 tentang Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,
Bupati dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan Undang-Undang No. 9 Tahun 2015 tentang
Pemerintahan Daerah. Selanjutnya, pada tanggal 1 Juli 2016 pemerintah mengesahkan perubahan
kedua atas Undang-Undang No.1 Tahun 2015 tentang Perppu No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016. Hal-hal penting
yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain, bahwa Partai Politik yang dapat mendaftarkan
pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota
merupakan Partai Politik yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (Harun,
2016).
2) Format Ideal Pengisian Jabatan Kepala Daerah di Indonesia
Pasal 18 UUD NRI 1945 menyatakan bahwa pemerintah di daerah dapat dibagi kedalam dua
bentuk, yaitu pemerintahan lokal administrasi atau local state goverment dan pemerintahan lokal
yang mengurus rumah tangga sendiri atau local self goverment (Jalil, 2008). Pengertian pemerintah
daerah menurut UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, seperti yang tercantum pada
Pasal (1) yang berbunyi “Pemerintah daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh
pemerintah daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
384
seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana
dimaksud dalam UUD NRI 1945”.
Daerah Provinsi merupakan wilayah administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Gubernur
sebagai wakil Pemerintah Pusat dan wilayah kerja bagi Gubernur dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan umum di wilayah daerah provinsi. Daerah kabupaten/kota merupakan wilayah
administratif yang menjadi wilayah kerja bagi Bupati/Walikota dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan umum di wilayah daerah kabupaten/kota.
Kewenangan yang dimiliki oleh Gubernur seperti diatur dalam UU Pemerintahan Daerah dan
Peraturan Pelaksana terkait, menunjukkan bahwa peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat
yang perlu diperkuat agar pemerintahan dan penyelenggaraan negara dapat berjalan dengan baik
dan konstitusional. Norma-norma hukum yang tercantum dalam UU Pemerintahan Daerah seperti
pembinaan, koordinasi, pengawasan ataupun supervisi, fasilitasi, monitoring, evaluasi, secara esensi
menunjukkan peran Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat. Arah optimalisasi yang dapat
dikembangkan dari fungsi Gubernur adalah dengan berfokus kepada pelaksanaan fungsi pembinaan,
pengawasan, dan koordinasi.
Untuk itu, di masa yang akan datang perlu dilakukan kebijakan terkait pembatasan otonomi
provinsi atau bahkan penghapusan. Bagir Manan mengatakan bahwa semakin optimal tugas
Gubernur sebagai wakil pemerintah otonomi di provinsi akan semakin terbatas (Kristianto, 2012).
Dalam konteks yang sama, Ateng Syafrudin mengatakan bahwa semakin luas otonomi daerah
dalam rangka desentralisasi, semakin sedikit fungsi-fungsi dekonsentrasi. Sehingga untuk
mengoptimalkan fungsi Gubernur dalam kaitannya sebagai wakil pemerintah yang melaksanakan
dekonsentrasi, tidak perlu diadakan pemilihan langsung untuk memilih Gubernur di tingkat provinsi
(Prihatiningtyas, 2019; Husni, 2008).
Lain halnya tentang pemilihan kepala daerah di tingkat kabupaten dan kota. Mekanisme
kampanye dan proses lain akan mampu membuat para calon pemimpin daerah dikenal lebih baik
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
385
oleh rakyatnya. Hal ini sangat penting karena berkaitan erat dengan salah satu tujuan dan
desentralisasi dan otonomi daerah. Diberikannya otonomi kepada daerah melalui proses
desentralisasi tidak terlepas dari tujuan negara. Dalam hal ini, otonomi memiliki sejumlah fungsi
terkait dengan tujuan pemberikan otonomi. Bagir Manan mengidentifikasi lima fungsi dari otonomi.
Salah satunya adalah fungsi pelayanan public yaitu agar lebih dekat dengan rakyat yang wajib
dilayani. Adanya desentralisasi diharapkan pelayanan kepada masyarakat akan berjalan dengan
lebih baik dan optimal dengan peningkatan efisiensi dan efektifitas. Dalam konteks ini, pemilihan
kepala daerah secara langsung dapat dianggap sebagai sesuatu yang ideal, karena pemilihan
langsung lebih tepat jika dilaksanakan di daerah otonom yang melakukan desentralisasi secara
penuh, dalam hal ini daerah kabupaten/kota (Munir, 2002).
3) Perbandingan Pemilihan Kepala Daerah di Amerika Serikat, Belanda, dan India
a. Pemilihan Kepala Daerah di Amerika Serikat
Struktur tatanan pemerintahan AS terdiri dari tiga tingkatan, yaitu: Pemerintahan Federal,
Pemerintahan Negara Bagian, dan Pemerintahan Daerah. Ada beberapa varian terhadap
penyebutan nama-nama pemerintah ditingkat daerah. Di negara bagian Lousiana, pemerintahan
daerah adalah Parish, di Alaska dijalankan oleh Borough. Sementara di 48 negara bagian lain
disebut dengan County. Masing-masing County memiliki kewenangan dan tanggung jawab
berbeda sesuai dengan konstitusi negara bagiannya masing-masing (Libonati, 2005).
Setiap negara bagian di AS memiliki konstitusi sendiri yang rumusannya spesifik dan
terperinci (Malamud, 2004). Oleh karena itu, negara bagian memiliki tingkat otonomi tinggi,
termasuk dalam pelaksanaan pemilihan Gubernur negara bagian. Masa jabatan gubernur negara
bagian hanya empat tahun (di beberapa negara bagian tertentu periode jabatan gubernur hanya
dua tahun) (Targonski, 2000).
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
386
Lebih dari 70 persen kepala daerah di AS dipilih langsung melalui Pemilu. Dalam
pemilihan kepala daerah masing-masing calon terdaftar dapat memenangkan apabila memiliki
jumlah suara terbesar. Dalam mekanisme ini, pada umumnya calon independen memiliki
kesempatan yang lebih kecil untuk mengungguli para calon dari partai politik (Hardjaloka,
2015).
Selain di negara bagian, pemilihan kepala daerah di AS juga diadakan pada tingkat county.
Pemilihan ditingkat county tidak hanya untuk memilih Bupati atau Walikota saja, tapi juga para
pejabat yang akan mengisi pos-pos pemerintahan, seperti Sherif atau Pejabat Dewan Sekolah.
Seperti di Indonesia, tidak semua kota memiliki Walikota. Namun kota besar seperti New York
dan Los Angeles memiliki jabatan Walikota yang dipilih setiap empat tahun secara langsung
oleh rakyat dengan batasan jabatan selama dua periode (Sonenshien, 2006).
Sistem Pemilihan Walikota di AS sangat tergantung pada jenis pemerintahnya. Ada dua
model pemilihan Walikota di AS. Pertama, Pemilihan langsung oleh rakyat. Pemilihan
langsung dijalankan pada pemerintahan daerah yang menggunakan bentuk pemerintahan Mayor
Council Government Form. Ada dua jenis Mayor Council Government Form, yakni Weak Mayor
Councilyang umumnya berjalan pada kota-kota kecil dan Strong Mayor Council yang berjalan di
kota-kota besar. Walikota yang dipilih langsung model Weak Mayor Council tidak memiliki hak
mengangkat dan memberhentikan pejabat, dan tidak memiliki hak veto atas suara dewan. Bentuk
ini dijalankan pada kota dengan jumlah pegawai kecil. Pada Strong Mayor Council, Walikota
memiliki otoritas yang kuat sebagai eksekutif, menunjuk dan memberhentikan pejabat tanpa
persetujuan dewan atau pun warga, mempersiapkan dan menjalankan anggaran. Untuk
mempermudah tugasnya, Walikota biasanya mengangkat kepala pegawai administrasi /manajer
kota yang mengawasi kepala departemen, menyiapkan anggaran dan mengkoordinasikan
departemen (Hudson, 1984).
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
387
Kedua, Pemilihan Melalui Badan Perwakilan. Bentuk Pemilihan ini diterapkan pada
pemerintahan daerah yang menggunakan bentuk pemerintahan Council Manager Government
Form. Dewan kota yang dapat disebut dengan Council, Commission, Freeholders, Alderman
menunjuk seorang manajer profesional yang menjalankan kebijakan dewan. Walikota hanyalah
jabatan seremonial bagi salah satu anggota dewan yang terpilih dan tidak memiliki kekuasaan
eksekutif.
Mekanisme perwakilan ini merupakan sebuah tren baru yang berkembang di AS. Melalui
mekanisme ini, dewan lokal mengangkat kepala daerah yang mempunyai pengalaman di bidang
pemerintahan. Terdapat perbedaan antara pemilihan dan pengangkatan oleh dewan lokal, yakni
dalam pemilihan oleh dewan pada umumnya akan dipengaruhi unsur politik, sehingga kepala
daerah yang dipilih pada umumnya adalah politisi. Sedangkan dalam sistem pengangkatan oleh
dewan, calon umumnya diisi oleh pihak yang memiliki kemampuan di bidang pemerintahan
(Hardjaloka, 2015).
Di beberapa kota di AS, dewan lokal mengangkat seorang manajer kota sebagai Kepala
Daerah. Manajer kota tidak hanya bertanggungjawab kepada dewan lokal, tapi juga bertanggung
jawab kepada masyarakat. Apabila pertanggungjawaban manajer kota ditolak maka tidak
tertutup kemungkinan manajer kota tersebut dipecat oleh dewan local (Besette & Pitney, 2014).
b. Pemilihan Kepala Daerah di Belanda
Belanda merupakan negara yang berbentuk kerajaan dengan sistem pemerintahannya
monarki konstitusional yang dipraktekkan sejak tahun 1815 (Prodemos, 2013). Dalam Konstitusi
Belanda menyatakan bahwa “Pemerintah terdiri dari Raja dan Perdana Menteri” (Pasal 42
Konstitusi Belanda). Perdana Menteri bertindak sebagai kepala pemerintahan dan Raja adalah
kepala negara yang melambangkan persatuan Belanda (Kansil & Kansil, 2011). Raja terikat pada
konstitusi dan fungsinya lebih banyak bersifat seremonial, namun juga memiliki beberapa
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
388
kewenangan yang merupakan kelanjutan dari tradisi the House of Orange. Raja dalam hal ini
menunjuk formatur yang akan membentuk Dewan Menteri (Council of Ministers) setelah
dilakukan pemilihan umum.
Kerajaan Belanda memiliki sebelas Provinsi, yaitu Noord-Brabant, Limburg, Gelderland,
Zuich-Holland, Noord-Holland, Zeeland, Utrech, Friesland, Overijssel, Groningen, Drenthe, dan
Flevoland. Pemerintah lokal di Belanda, baik propinsi maupun municipal, bersifat monistik,
yaitu pemerintahan tunggal eksekutif yang merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah pusat
(Kansil & Kansil, 2011).
Administrasi tingkat propinsi di Belanda terdiri dari provinciale staten, gedeputeerde state,
dan commissaris van de Koning. Provinciale staten menurut konstitusi Belanda merupakan
perwakilan rakyat propinsi, tetapi sekaligus juga merupakan Kepala Propinsi. Eksekutif
dipegang oleh gedeputeerde staten (provincial executive). Tugas utama Provinciale staten adalah
mengawasi dan mengesahkan peraturan yang rancangannya biasanya selalu dibuat
oleh Gedeputeerde Staten. Provinciale Staten memiliki kedudukan yang lebih tinggi.
Commissaris van de Koning bertindak selaku pimpinan dari Provinciale
Staten dan Gedeputeerde Staten. Commissaris van de Koning tidak bisa digantikan kecuali oleh
pemerintah pusat. Commissaris van de Koning bertindak dengan kekuasaan khusus berdasarkan
petunjuk dari Menteri Dalam Negeri. Commissaris van de Koning juga memberikan pendapat
kepada menteri tentang penunjukkan burgomaster.
Pasal 7 Konstitusi Belanda menyebutkan provinsi dipimpin oleh Commissaris van de
Koning (Komisaris Raja). Sebagai pengecualian, pemimpin provinsi Limburg, Belanda Selatan,
secara tidak resmi masih sering disebut Gouverneur. Jabatan Commissaris van de Koning tidak
dipilih langsung oleh rakyat, melainkan ditunjuk langsung oleh pemerintah pusat.
“The provincial governor (Commissaris van de Koning) is not elected but appointed by the
goverment. The Provincial council presents a ‘list’ with two candidates to the Minister of
the Interior and Kingdom Relationship. The minister usually appoints the first person on
the list. Provincial governors are among the best paid officials. Many provincial governors
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
389
have the jobs on the side for which they are often paid. The provincial governor chairs the
provincial executive and the provincial council. He is legally responsible for maintaining
public order in the province, reporting directly to the minister of the interior. He also
represents in province in certain contexts and plays the role in the appoinmemt the mayor
in province”. (Peter & Parren, 2008).
Begitu juga dengan jabatan Walikota melalui penunjukan yang didahului dengan prosedur
yang ekstensif yang dipimpin oleh Commissaris van de Koning. Dalam hal ini, Dewan Kota
memainkan peran penting antara lain ketika menyusun profil walikota. Penunjukan dilakukan
oleh Mahkota raja dan menteri yang bertanggung jawab (Menteri Dalam Negeri). Setelah proses
selama 6 bulan, Walikota baru dilantik oleh Commissaris van de Koning. Walikota diangkat
dengan Keputusan Kerajaan untuk jangka waktu enam tahun.
Seorang Walikota dapat diangkat kembali setelah masa jabatan periode enam
tahun. Prosedur pengangkatan kembali dimulai delapan sampai sembilan bulan sebelumnya.Jika
sebuah kotamadya tiba-tiba tidak lagi memiliki walikota, misalnya karena sakit atau meninggal
dunia, komisaris raja menunjuk seorang walikota akting. Dia mengambil alih semua pekerjaan
sampai ada walikota baru.
Sebelum Kommissaris van de Koning menunjuk seorang Walikota bertindak, pada
prinsipnya dewan kota ditanya apa yang mereka harapkan dari seorang kandidat. Kedua ketua
dewan kota dan aldermen bertemu dengan kandidat yang telah didekati oleh komisaris. Jika
komisaris tahu apa yang dipikirkan oleh calon anggota dewan, dia akan menunjuknya. Pengang-
katan seorang pengamat diatur secara resmi dalam Undang-undang Kota.
c. Pemilihan Kepala Daerah di India
Sistem pemerintahan India terdiri dari tiga cabang kekuasaan yaitu; eksekutif, legislatif dan
yudikatif. Cabang eksekutif dipimpin oleh seorang Presiden, yang merupakan kepala negara dan
menjalankan kekuasaannya secara langsung atau melalui petugas bawahannya. Kekuasaan
eksekutif pemerintahan pusat dijalankan terdiri dari menteri-menteri yang dipimpin oleh Perdana
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
390
Menteri (Kansil & Kansil, 2011). Sedangkan pemerintahan uni atau federal dikepalai oleh
Presiden dan wakilnya yang dipilih oleh dewan pemilih yang terdiri atas para anggota badan
legislatif pusat atau negara bagian. Kekuasaan badan eksekutif terbatas, diatur oleh UU dan
dipilih serta diawasi oleh badan legislatif (Kansil & Kansil, 2011).
Pemerintahan Daerah di India diformalkan ke dalam sebuah sistem Panchayati Raj sejak
amandemen konstitusi ke-73 dan ke-74 tahun 1992 (CLGF, 2016). Panchayati Raj adalah sistem
tiga tingkatan dengan badan terpilih di tingkat desa, kecamatan, dan kabupaten. Sistem
pemerintahan modern sekarang sebagian masih didasarkan pada tatanan pemerintahan
Panchayat tradisional, sebagian pada visi Mahatma Gandhi untuk menyelaraskan pemerintahan
pemerintah India yang sangat terpusat (Wheeler, 2017). Sistem pemerintahan daerah di India
dibagi antara rural authorities(panchayats) dan urban authorities(municipalities). Panchayat
terdiri tiga tingkatan yaitu: Zila Parishad, Panchayat Samaiti, dan Gram Panchayat (Muttalib &
Khan, 1982).
Pada tahun 1989 pemerintah India mengambil langkah untuk meningkatkan peran
pemerintah daerah pedesaan melalui suntikan dana langsung. Tujuannya adalah untuk
menciptakan unit yang bertanggung jawab atas pembangunan ekonomi di tingkat lokal dan juga
untuk menciptakan lapangan kerja.Pemerintah daerah terbagi antara pedesaan
otoritas(Panchayats) dan otoritas perkotaan(kotamadya) dengan jumlah 258.888 badan
pemerintah daerah. Dewan perkotaan berjumlah 4.583 yang meliputi pemerintahan kota, kota
Panchayats dan dewan pedesaan yang jumlahnya 254.305 yang meliputi 609 zila paroki (distrik
dewan), 6.615 panchayat samaiti (blok), dan247.081 gram panchayats (dewan desa) (CLGF,
2016).
Gubernur di India adalah kepala negara bagian seperti halnya di AS. Semua tindakan
eksekutif negara bagian diambil atas nama Gubernur. Namun, kenyataannya Gubernur hanya
memberikan persetujuan terhadap berbagai tindakan eksekutif, Gubernur tidak mengambil
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
391
keputusan mutlak. Wewenang sesungguhnya dalam urusan eksekutif sebuah negara bagian
dikendalikan oleh Menteri Utama dan Dewan Menteri.
Menurut amandemen konstitusi tahun 1956, orang yang sama bisa menjadi Gubernur dua
atau lebih negara bagian. Selain gubernur di negara bagian, Gubernur Letnan ditunjuk di wilayah
kesatuan New Delhi, kepulauan Andaman Nikobar, dan Pudducherry. Semua wilayah serikat
pekerja lainnya dipimpin oleh Kepala Administrasi. Satu-satunya pengecualian adalah
Chandigarh, diamana Gubernur Punjab juga adalah Gubernur Letnan Chandigarh.
Jabatan Gubernur di India diangkat langsung oleh pemerintah pusat “ The Governor is not
elected by the process of direct or indirect voting (like the Chief Minister, the Prime Minister or
the President). The Governor of a particular state is appointed directly by the President of India,
for a period of five years. The Governor must meet all the eligibility criteria to be appointed by
the President” (Election India, 2018).
Dari kutipan di atas dapat diketahui sistem pengisian jabatan Gubernur di India tidak
menggunakan mekanisme pemilihan baik langsung maupun tidak langsung. Pada tingkat
pemerintahan kota, Walikota dipilih langsung oleh rakyat dengan sistem e-voting yang juga
diikuti oleh calon independen. Di kota Raigarh negara bagian Chhattisgarh, Seorang Transgender
dari calon independen berhasil memenangkan perhelatan demokrasi dengan menyingkirkan
rivalnya dari Bharatiya Janata Party (Independent, 2018).
Komisi Pemilu India (Election Comission India, 2018), dalam website-nya menulis bahwa
pada Pemilu legislatif November 1989 mesin e-voting buatan India itu untuk pertama kalinya
digunakan untuk memilih anggota DPR. Namun hanya di terapkan di tiga negara bagian yaitu
Madhya Pradesh, Rajasthan, dan di ibu kota New Delhi. Ada 16 anggota DPR yang dipilih
dalam perhelatan ini, 5 anggota di Madhya Pradesh, 5 anggota di Rajasthan, dan 6 anggota di
New Delhi. Setelah terbukti berhasil dan di minati secara luas, DPR pun kemudian mengesahkan
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
392
UU penggunaannya dalam Pemilu dalam skala negara. Dan pada Pemilu 2004 dan 2009 sampai
sekarang, e-voting pun resmi digunakan di India.
SIMPULAN
Perkembangan mekanisme pemilihan kepala daerah mengalami perubahan dari masa ke masa.
Perubahan tersebut dipengaruhi oleh corak peraturan perundang-undangan yang ditetapkan oleh
rezim berkuasa. Mengingat dalam konsitusi yang berlaku sebelum amandemen, tidak ketentuan
mengenai pemilihan kepala daerah. Sejak zaman penjajahan, zaman kemerdekaan, orde lama, dan
orde baru pernah diterapkan sistem pemilihan kepala daerah baik melalui pengangkatan, sistem
pemilhan tidak langsung dan pemilihan langsung. Pasca reformasi pemilihan kepala daerah melalui
pemilihan yang demokratis. Pemilihan tersebut dapat dimaknai dengan pemilihan langsung maupun
tidak langsung dengan ketentuan berpegang pada prinsip demokrasi.
Dengan memahami jiwa yang terkandung dalam ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 945
dan dihubungkan dengan pembahasan sebagaimana diuraikan di atas, sesungguhnya dapat diketahui
bahwa ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI 1945 sepanjang berkaitan dengan pemilihan kepala
daerah tidaklah menekankan pada “cara” pemilihan itu dilakukan, yaitu dengan sistem langsung
atau sistem perwakilan, namun yang menjadi penegasan dari ketentuan Pasal 18 ayat (4) UUD NRI
1945 adalah “proses” pemilihan, yaitu bahwa pemilihan kepala daerah harus dilakukan secara
demokratis.
Mekanisme pemilihan kepala daerah di Amerika Serikat ada dua varian: sistem pemilihan
langsung (direct election)dan sistem pemilihan tidak langsung (indirect election). Umumnya
pemilihan kepala daerah di Amerika Serikat dilaksanakan secara langsung, hanya sebagian kecil
negara yang menggunakan sistem pemilihan melalui badan perwakilan. Sementara Belanda
menggunakan mekanisme penunjukan langsung oleh pihak kerajaan, baik kepala daerah provinsi
maupun pemerintah kota. Berbeda halnya dengan India yang menerapkan sistem asimetris dalam
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
393
pengisian jabatan kepala daerah negara bagian dan kepala daerah kota. Gubernur sebagai kepala
negara bagian diangkat langsung oleh pemerintah pusat dan kepala pemerintahan kota (walikota)
dipilih langsung oleh rakyat.
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
394
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Asshiddiqie, J. (2002). Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat. Jakarta: Pusat
Studi Hukum Tata Negara UI.
Ashiddiqie, J. (2009). Komentar atas Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945. Jakarta: Sinar Grafika.
Besette, J. & Pitney, J. (2014). American Goverment and Politics: Deliberation, Democracy, and
Citizenship. Boston: Cengage Learning.
Jalil, H. (2008). Hukum Pemerintahan Daerah. Banda Aceh: Syiah Kuala University Press.
Kansil, C.S.T. & Kansil, C.S.T. (2011). Sistem Pemerintahan Indonesia. (Edisi Revisi). Jakarta:
Bumi Aksara.
Kumolo, T. (2015). Politik Hukum Pilkada Serentak. Jakarta: PT Mizan Republika.
Libonati, M. E. “States Constitutions and Local Goverment in The United States” dalam Steytler,
N. (2005). The Place and Role of Local Goverment in Federal Systems. Johannesburg:
Konrad-Adenauer-Stiftung.
Marsono. (2005). Sejarah Pemerintahan Dalam Negeri. Jakarta: Eka Jaya.
Munir, B. (2002). Perencanaan Daerah dalam Perspektif Otonomi Daerah. Mataram: Bappeda.
Muttalib, M.A. & Khan, A. A. (1982). The Theory of Local Government. New Delhi: Sterling
Publisher.
Peter, K. & Parren, S. (2008). The Dutch Political system in a Nutshell. Amsterdam: Netherlands
Institute for Multiparty Democracy.
Prodemos. (2013). Politics in the Netherlands. Amsterdam: Prodemos.
Rasyid, R., et.al. (2004). Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Soekanto, S. (2001). Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat. Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada.
Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Kanun Jurnal Ilmu Hukum Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396.
395
Soekanto, S. (2008). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press.
Sonenshien, R. J. (2006). Los Angeles: Structure of a City Goverment. USA: The League of Women
Voters of Los Angeles.
Suharizal. (2012). Pilkada, Regulasi, Dinamika dan Konsep Mendatang. Jakarta: Rajawali Press.
Targonski, R. (2000). Garis Besar Pemerintahan Amerika Serikat, (Terjemahan Sumantri Ar).
Jakarta: Departemen Luar Negeri Amerika Serikat.
Jurnal
Hardjaloka, L. (2015). Studi Dinamika Mekanisme Pilkada di Indonesia dan Perbandingan
Mekanisme Pilkada di Negara Lainnya. Jurnal Rechtvinding, 4 (1).
Harun, R. (2016). Rekontruksi Kewenangan Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum,
Jurnal Konstitusi, 13 (1).
Hutapea, B. (2015). Dinamika Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Jurnal Rechtvinding,
1 (4).
Kristianto, E. N. (2012). Pemilihan Gubernur Tak Langsung sebagai Penegasan Eksistensi
Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah. Jurnal RechtsVinding, 1 (3).
Prihatiningtyas, W. (2019). Fungsi Gubernur dalam Penyelenggaraan Pemerintahan di Daerah.
Airlangga Development Journal. https://e-journal.unair.ac.id › ADJ › article › download.
Wheeler, H. (2017). Local Self-Government in India. Journal of the Society of Comparative
Legislation, 17 (2).
Internet
India, E. (2018). Role of Governor of India. http://www.elections.india/government/state-
governor.html.
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia dan Perbandingannya dengan AS, Belanda, dan India Vol. 21, No. 3, (Desember, 2019), pp. 377-396. Zulfajri, H. Jalil, Iskandar A. Gani
396
Hudson, B. J. (1984). The Handbook for Georgia Mayors and Councilmembers.
https://cviog.uga.edu/publications/handbook-for-georgia-mayors-and-councilmembers.html.
Independen. (2018). India's First Transgender Mayor Wins Election by Over 4000 Votes,
http://www.independent.co.uk/news/world/asia/indias-first-transgender-mayor-wins-election-
by-over-4000-votes-9957166.html.
Malamud, P. (2004). About America, How the United States Is Governed.
https://ar.usembassy.gov/wp-content/uploads/sites/26/2016/02/us_governed.pdf
Rasyid, R. (2019). “Partisipasi Perempuan dalam Mendukung Agenda Demokrasi Pemilu Serentak
Tahun 2019”, dikutip dari http://nasional.kompas.com/read/2017/10/16/11330161/ryaas-
rasyid-jangan-harap-dapat pemimpin-cerdas-kalau-yang-memilih-bodoh. Diakses 23/07/2018.