Referat Creeping Eruption Aiman

Embed Size (px)

DESCRIPTION

my son wanna be refrat

Citation preview

KATA PENGANTAR

CUTANEOUS LARVA MIGRANMohd Quarratul Aiman Bin Ishak, S.Ked

Pembimbing Prof. Dr. Suroso Adi Nugroho, Sp.KK (K), FINSDV

Bagian / Departemen Dermatologi dan VenereologiFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/ RS Mohammad Hoesin Palembang 2015PENDAHULUANCutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan kelainan kulit berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok, meninggi, disebabkan penetrasi dan migrasi larva nematoda dari hewan melalui epidermis. Penyebab CLM paling sering adalah invasi larva cacing tambang yang berasal dari kucing dan anjing, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.1,2

Cutaneous larva migrans terdistribusi secara luas di dunia. Kisaran 5-25% penyakit cacing yang bermanifestasi di kulit merupakan CLM. Penyakit ini timbul pada suhu hangat dan lingkungan lembap, seperti Afrika, Amerika Selatan, dan Amerika Barat,serta area tropis lain.1,3Invasi CLM sering terjadi pada turis, petani, tentara, dan anak, timbul terutama pada pejalan kaki kebetulan tidak memakai alas kaki, dan orang yang sering kontak dengan tanah atau pasir terkontaminasi. Lokasi yang sering terkena adalah kaki, tangan, bokong, dan kelamin.3-6Cutaneus Larva Migran dapat diterapi dengan beberapa cara yang berbeda, yaitu: terapi sistemik (oral) atau terapi topikal. Berdasarkan beberapa penelitian yang ada terapi sistemik merupakan terapi yang terbaik karena tingkat keberhasilannya lebih baik daripada terapi topikal3.Indonesia adalah negara tropis sehingga CLM banyak ditemukan di negara ini. Kompetensi dokter umum di Indonesia untuk menangani kasus ini adalah 4, dokter umum harus mampu mendiagnosis dan menatalaksana secara mandiri sampai tuntas kasus ini. Referat ini membahas mengenai epidemiologi, definisi, etiologi, manifestasi klinis, diagnosis, diagnosis banding, prognosis, mortalitas, morbiditas, komplikasi, pencegahan dan tatalaksana dari CLM.EPIDEMIOLOGI

Cutaneous larva migrans endemik pada komunitas dengan tingkat ekonomi rendah, biasa terjadi di negara berkembang seperti Brazil, India, dan suku Indi Barat. Cutaneous larva migrans terkadang terjadi di negara dengan tingkat ekonomi tinggi pada turis yang baru berkunjung ke daerah tropis. Lebih dari 2-3% dari 17.000 turis dilaporkan terkena CLM, dengan prevalensi tertinggi terdapat pada turis dari Karibia, Asia Tenggara, dan Amerika Tengah. Prevalensi Ancylostoma seperti pada anjing terjadi kisaran 66-96% di Afrika Selatan, Cina, Argentina, Uruguay, dan Belanda. Kisaran 33% telur Ancylostoma braziliense ditemukan pada feses kucing pada penelitian di Florida.7

Cutaneous larva migrans dapat terjadi pada berbagai musim dengan insiden puncak selama musim hujan. Telur dan larva cacing bertahan lebih lama pada tanah basah dan menyebar ke area lebih luas karena hujan lebat. Musim hujan juga menyebabkan peningkatan penyakit cacing pada anjing dan kucing, feses hewan terkontaminasi telur cacing lebih banyak, sehingga manusia lebih berisiko terinfeksi.7DEFINISI DAN ETIOLOGICutaneus larva migrans (CLM) adalah kelainan kulit khas berupa garis lurus atau berkelok, progresif, akibat larva yang menginvasi di bawah permukaan kulit. Larva cacing yang sering menginvasi biasanya berupa larva cacing tambang yang berasal dari anjing dan kucing1. Cutaneous larva migrans dapat juga disebut creeping eruption, dermatosis linearis migrans4, sandworm disease (di Amerika Selatan larva sering ditemukan di tanah pasir atau di pantai), atau strongyloidiasis (creeping eruption pada punggung).1

Penyebab umum (CLM) berupa parasit Ancylostoma braziliense(cacing tambang, anjing liar dan kucing domestik) yang dapat ditemukan di Amerika Serikat tengah dan selatan, Amerika Tengah, Amerika Selatan, dan Karibia. Ancylostoma caninum(cacing tambang dari anjing) ditemukan di Australia, Uncinaria stenocephala(cacing tambang dari anjing) ditemukan di Eropa dan Bunostomum phlebotomum.1

Ancylostoma ceylonicum, Ancylostoma tubaeforme(cacing tambang dari kucing), Necator americanus(cacing tambang dari manusia), Strongyloides papillosus(parasit dari domba, kambing, dan sapi), Strongyloides westeri(parasite dari kuda), Ancylostoma duodenale, Pelodera (Rhabditis) strongyloides merupakan penyebab CLM yang jarang ditemukan.1PATOGENESISInfestasi cacing terhadap manusia dapat terjadi karena ketidakseimbangan dari faktor pejamu, agen, dan lingkungan. Kebiasaan penduduk tidak memakai alas kaki serta memelihara anjing dan kucing tanpa pemberian antihelmintes secara rutin membuat orang berisiko tinggi terkena CLM. Agen tersering pada CLM adalah Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum yang berkembang dalam tubuh anjing dan kucing. Daerah tropis memiliki suasana panas dan lembap sehingga menjadi tempat yang endemik untuk penyakit CLM.5,6Penularan CLM berkaitan dengan siklus hidup cacing. Feses anjing dan kucing yang mengandung telur cacing sering ditemukan di tanah atau pasir. Pada kondisi lembap, hangat, dan teduh, telur akan menetas dalam satu sampai dua hari. Larva rhabditiform berkembang di tinja dan/atau tanah, menjadi larva filariform (larva stadium tiga) infektif setelah lima sampai sepuluh hari. Larva infektif dapat bertahan sampai beberapa bulan pada tempat yang terlindung dari cahaya matahari langsung dan kondisi lingkungan yang hangat dan lembap. Larva Ancylostoma caninum bereaksi terhadap getaran tanah dan peningkatan temperatur sehingga membantu untuk menemukan pejamu baru. Pergerakan larva ini juga distimulasi oleh karbon dioksida pada udara.Larva infektif masuk ke dalam tubuh pejamu dengan cara menembus kulit langsung. Larva kontak dengan pejamu hewan (anjing atau kucing), menembus kulit, dibawa melalui pembuluh darah menuju jantung dan paru. Larva kemudian menembus alveoli, naik ke bronkiolus menuju faring dan tertelan. Larva mencapai usus kecil, kemudian tinggal dan menjadi dewasa. Cacing dewasa hidup dalam lumen usus kecil dan menempel di dinding usus. Sebagian larva ditemukan di jaringan menjadi sumber infeksi bagi anak anjing melalui transmammary atau transplasenta. Manusia terinfeksi dengan cara larva filariform menembus kulit. Larva tidak dapat berkembang lebih lanjut di tubuh manusia. Larva kemudian bermigrasi tanpa tujuan di epidermis. Sebagian larva dapat bertahan pada jaringan lebih dalam setelah migrasi di kulit.13,14

Gatal ringan lokal dan papul pada tempat infeksi menandakan awitan penyakit. Sakit menyengat terjadi secara intermiten serta garis berkelok dan merah terbentuk di kulit. Pada infeksi berat dapat ditemukan ratusan lesi. Migrasi larva cacing di kulit mulai terjadi empat hari setelah penetrasi dan kemajuan lesi kisaran satu sampai dua sentimeter per hari. Lesi tidak berpindah untuk beberapa hari atau bahkan beberapa bulan sebelum mulai bermigrasi. Lesi linear sering disertai papul yang menandai tempat larva istirahat. Semakin lama erupsilesi awal mulai memudar, tetapi terkadang terdapat manifestasi purulen disebabkan infeksi sekunder. Erosi dan ekskoriasi timbul akibat garukan berulang. Larva mati dalam dua sampai delapan pekan dan terjadi resolusi erupsi, tetapi ada yang melaporkan lesi tetap ada sampai satu tahun. Larva hilang dari kulit oleh garukan kuku jari setelah erupsi resolusi.3,13,14

GEJALA KLINIS

Proses masuknya larva ke kulit biasanya disertai rasa gatal dan panas. Pada awal akan timbul papul diikuti bentuk yang khas, yakni lesi linear atau berkelok (snake-like appearance), menimbul dengan diameter 2-3 mm, berwarna merah segar, atau merah muda, dan terasa gatal. Adanya lesi papul yang eritematosa ini menunjukkan bahwa larva tersebut telah berada di kulit selama beberapa jam atau hari. Waktu dari terekspos hingga adanya onset dari gejala dapat memakan waktu 1-6 hari.1,2

Selanjutnya, papul merah menjalar seperti benang berkelok, polisiklik, serpiginosa, menimbul dan membentuk terowongan (burrow), mencapai panjang beberapa milimeter sampai sentimeter setiap harinya. Lesi dapat menjadi tunggal atau multipel. Gatal lebih hebat pada malam hari. Terowongan yang sudah lama akan mengering dan menjadi krusta dan bila pasien sering menggaruk akan menimbulkan iritasi yang rentan terhadap infeksi sekunder.2,4

Tempat predileksi adalah tungkai, telapak kaki, tangan (unilateral/ bilateral), pinggang, bahu, anus, bokong dan paha, juga di bagian tubuh di mana saja yang sering berkontak dengan tempat larva berada.1,6(Gambar 2-4).

.

DIAGNOSISDiagnosis CLM dibangun berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan riwayat kulit kontak dengan tanah atau pasir yang terinfeksi larva cacing. Gejala awal berupa rasa tersengat atau tertusuk di tempat terpajan dalam tiga puluh menit setelah larva penetrasi (walaupun Archer menjelaskan terdapat awitan lambat CLM). Karakter lesi awal berupa bintik merah, meninggi, dan gatal terus-menerus. Kemudian lesi menjadi memanjang dan berkelok membentuk alur di bawah kulit. 1,4,5Pada pemeriksaan fisik terlihat lesi edem, eritem, dan serpiginosa. Lesi terdistribusi secara khas pada ekstremitas distal, termasuk punggung kaki, sela jari, dan ibu jari kaki. Lesi juga dapat terjadi pada daerah kelamin, bokong, tangan, dan lutut. Lesi dapat disertai vesikel dan bula pada tempat penetrasi larva. Kisaran lebar lesi adalah tiga milimeter dengan panjang lesi dapat mencapai lima belas sampai dua puluh sentimeter.1,3,5

Gejala khas pada CLM adalah gatal, eritem, edem papul dan/atau vesikel; serpiginosa, meninggi, terowongan yang eritem dengan lebar dua sampai tiga milimeter dan jalur tiga sampai empat sentimeter dari tempat penetrasi; dermatitis nonspesifik; vesikel dengan cairan serosa; impetigenisata sekunder; lesi yang makin panjang satu sampai dua sentimeter per hari. Tanda sistemik termasuk eosinofil perifer (Sindrom Loeffler), infiltrat pulmoner migratori, dan peningkatan level imunoglobulin E (IgE), tapi jarang terlihat.7

Pemeriksaan biopsi dan mikroskop epiluminens dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang. Biopsi dilakukan dengan cara mengambil jaringan dari batas tepi lesi. Hasil biopsi dapat menunjukkan larva pada terowongan suprabasal, lapisan lesi basal, spongiosis dengan vesikel intraepidermal, keratinosit nekrotik, serta infiltrat peradangan kronis epidermis dan dermis bagian atas dengan banyak eosinofil. Pemeriksaan biopsi terbukti tidak begitu berguna untuk menunjang diagnosis CLM. Mikroskop epiluminens adalah teknik non invasif. Larva dapat terlihat berpindah di kulittetapi jarang terjadi karena sensitivitas pemeriksaan mikroskop epiluminensrendah.8,14

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding CLM adalah larva curren, gnatostomiasis, fasioliasis, infeksi spesies spirurina, myiasis, loiasis, creeping hair, skabies, dermatitis sersarial (skistosomiasis), infeksi herpes zooster, sengatan ubur-ubur, fitofotodermatitis, dan tromboflebitis superfisial. Perbedaan tanda dan gejala serta pemeriksaan penunjang dapat dilihat pada Tabel 1.13PROGNOSISCutaneous larva migrans memiliki prognosis yang baik. Cutaneous larva migrans dapat sembuh sendiri. Larva akan mati dengan sendirinya karena manusia adalah pejamu terakhir, lesi membaik dalam dua sampai delapan pekan, paling lama satu tahun (jarang). Lesi akan membaik dalam satu minggu dengan penatalaksanaan adekuat.1,2,6

Gejala dan temuan kulit dapat berulang setelah respon positif penanganan inisial, mungkin karena larva cacing rusak tapi tidak sepenuhnya terbunuh. Relaps terjadi dalam hitungan pekan dari respon dan presentasi inisial pada kebanyakan kasus berulang.10MORTALITASMortalitas karena penyakit ini belum pernah dilaporkan. Kebanyakan kasus larva migran sembuh sendiri dengan atau tanpa pengobatan, dan tanpa diikuti efek samping jangka panjang apapun3.

MORBIDITASMorbiditas dikaitkan dengan pruritus hebat dan kemungkinan infeksi bakterial sekunder. Migrasi ke jaringan dalam, seperti ke paru dan usus sangat jarang sekali terjadi, yang dapat menyebabkan pneumonitis (Loefflers Syndrome), enteritis, myositis (nyeri otot).3Tabel 1. Diagnosis Banding CLM14

KondisiKeteranganTes Diferensiasi

Larva currensLesi khusus ditemukan pada area perianal, abdomen, dan paha atas.Lesi bertahan hanya beberapa jam. Karakteristik oleh lesi tunggal yang secara cepat timbul beberapa sentimeter per jam.Larva Strongyloidesterlihat pada pemeriksaan mikroskopik feses ; serologi IgG Strongyloidespositif.

GnatostomiasisRiwayat memakan ikan mentah atau setengah matang. Ditandai dengan edem atau nodul subkutan yang migrasi. Tes serologi positif.

Eksisi lesi bisa terlihat larva nematoda.

Fasioliasis Riwayat memakan sayuran mentah di Asia atau Afrika. Lesi kutan terdapat eritem yang dalam dan seperti terowongan. Lesi menyebabkan nyeri terbakar dan memanjang 4-5 cm per hari. Tes serologi positif.

Ekstraksi cacing dari ujung lesi

Infeksi spesies spirurinaKasus dilaporkan hanya di Jepang. Riwayat memakan seafood mentah. Creeping erruption mirip dengan CLM tapi biasanya lesi tunggal pada abdomen.Tes serologi positif.

MyiasisTerdapat nodul kutan sering dengan puncak di tengah. Pasien menyadari penyakit dengan nodul yang bergerak. Dapat bermigrasi tapi biasanya tidak ada lesi serpiginosa tipis.Lesi tidak biasanya berlokasi di kaki.Ekstaksi belatung dari lesi kulit.

LoiasisRiwayat terpapar nyamuk di Afrika Tengah dan Barat. Edem subkutan. Ulat dewasa dapat bermigrasi ke konjungtiva.Identifikasi mikrofilaria pada pemeriksaan mikroskop sampel darah; tes serologi positif.

Creeping hairTidak ada hubungan dengan travel. Biasanya melibatkan fragmen kulit bermigrasi secara lambat pada dermis atas. Tidak ada gatal.Ekstraksi rambut dari ujung lesi kulit.

SkabiesGatalnokturnal. Terdapat papul dan vesikel, terowongan bisa terbukri dan akan membantu menegakkan diagnosis. Pergelangan tangan dan kaki, telapak tangan dan kaki, sela jari, aksila, pinggul, dan selangkangan adalah predileksi. Gejala yang sama akan banyak terdapatdi orang sekitar pasien.Mikroskopi kerokan kulit dapat menungjukkan tungau, telur, atau skibala.

Dermatitis sersarial(skistosomiasis)Biasanya terdapat ruam makulopapular difus. Lesi kulit tak bermigrasi. Rash khususnya terlihat dalam 24 jam setelah kontak dengan air segar dari area endemik. (Afrika, Cina, Filipina, Brazil, dan negara tropis lainnya).Diagnosis berdasarkan klinis karena penyebaran telur belum dimulai; kemudian, mikroskopi feses dan urin menunjukkan kuantifikasi beban telur dan identifikasi schistoma, dan serologi skistomiasis akan menampakkan antibodi terhadap antigen parasit.

Infeksi herpes zoster Distribusi dermatom tipikal. Lesi kulit tak bermigrasi dan dikarakteristikan oleh vesikel yang bergabung dan mengering. Biasanya lebih sakit dari gatal.Usapan pada garukan vesikel positig pada virus varisela.

KOMPLIKASILesi kulit yang terinfeksi oleh bakteri kulit patogen karena luka pada garukan disebut superinfeksi bakteri. Streptococcus beta-hemoliticus dan Staphylococcus aureus adalah bakteri penyebab yang paling umum. Superinfeksi bakteri terjadi pada 8-24% pasien di Brazil. Gejala meliputi peningkatan rasa nyeri dan hangat pada tempat creeping eruption, dengan perkembangan eritem meluas dari lesi kulit, terdapat pustul dan/atau abses. Antibiotik topikal dan oral harus diberikan.8,15Larva cacing sangat jarang berpenetrasi ke kulit lebih dalam dan menginvasi organ visera, seperti paru, menyebabkan pneumonitis eosinofilik (sindrom loeffler). Sindrom loeffler berhubungan dengan infestasi cacing yang masif. Anak-anak lebih sering terkena penyakit ini. Sindrom loeffler ringan dan sembuh sendiri. Kortikosteroid sistemik dapat diberikan pada Sindrom Loeffler.4,7Satu kasus komplikasi eritema multiformis telah dilaporkan sebagai komplikasi dari CLM. Eritema multiformis adalah suatu kondisi kulit akut, dapat sembuh sendiri, terkadang rekuren karena reaksi hipersensitivitas tipe IV, dan berhubungan dengan infeksi, medikasi, serta berbagai pemicu lain. Sensitisasi diduga berkaitan dengan timbulnya eritema multiformis.7,15PENCEGAHANDi Amerika Serikat, telah dilakukande-wormingatau pemberantasan cacing pada anjing dan kucing, dan terbukti mengurangi secara signifikan insiden penyakit ini5. Larva cacing umumnya menginfeksi tubuh melalui kulit kaki yang tidak terlindungi, karena itu penting sekali memakai alas kaki, dan menghindari kontak langsung bagian tubuh manapun dengan tanah.5,6PENATALAKSANAAN

Cutaneous larva migrans adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri, tetapi tetap dibutuhkan tata laksana untuk mengurangi gejala dan mencegah komplikasi yang timbul.1,2,5,6 Tata laksana dengan edukasi kesehatan dan partisipasi komunitas terbukti efektif dan efesien di daerah endemik Afrika Selatan. Pemberian obat topikal maupun sistemik telah menjadi pilihan untuk mengobati CLM.14

Tatalaksana umum berupa komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada penderita mengenai CLM terbukti mengurangi angka kejadian penyakit. Ibu dan remaja perempuan menjadi fokus target KIE di Afrika Selatan, terbukti angka kejadian turun dari lima belas penderita terkena CLM menjadi tidak ada orang yang terkena dalam satu bulan. Pembatasan hewan peliharaan di pantai dan tempat bermain, serta feses hewan langsung dibersihkan setelah defekasi dapat mengurangi angka kejadian di negara maju. Isi dari KIE adalah pemberitahuan mengenai penyebab penyakit dan cara penularan penyakit. Penularan CLM melalui kontak kulit langsung dengan tanah atau pasir yang terinfeksi oleh larva cacing. Pencegahan primer secara perorangan adalah menghindari kulit kontak langsung dengan tanah terinfeksi. Turis diberikan edukasi untuk mengenakan alas kaki ketika berjalan di pantai ataualas ketika berbaring di pantai. Area pasir yang basah memiliki risiko lebih rendah dari yang kering. Angka kejadian CLM juga dapat dikontrol dengan memberi antihelmintik pada anjing dan kucing.1,6,14

Pemberian krim tiabendazol 10-15% merupakan tatalaksana khusus topikal pada CLM. Krim dioleskan terbatas pada lesi multipel dan harus dioleskan tiga kali sehari selama lima belas hari. Pemberian topikal krim tiabendazol terbukti sama efektif dengan oral ivermectin. Krim tiabendazol kurang efektif pada lesi yang multipel atau menyebar, serta tidak efektif pada folikulitis cacing tambang.12,14Tata laksana khusus sistemik pada CLM adalah pemberian tablet ivermectin atau albandazol. Ivermectin dosis tunggal 200 g/kgBB (pada anak-anak, dosis tunggal 150 g per kgBB) adalah terapi utama dengan tingkat kesembuhan 80-100%. Pemberian Albendazol 400-800 mg/hari (pada anak 10-15 mg/kgBB/hari, maksimum 800 mg/hari) dapat diberikan selamatiga sampai lima hari memiliki tingkat kesembuhan lebih tinggi yaitu 80-100%. Tiabendazol oral kurang efektif dan lebih toksik. Antihistamin tidak dapat mengobati gatal karena gatal pada CLM tidakdisebabkan histamin1,7,8,14Banyak dokter memaksakan semprotan etil klorida, karbon dioksida salju, atau nitrogen cair sebagai tata laksana CLM. Tata laksana berupa tindakan pada CLM terbukti tidak efektif dan dapat menyiksa pasien. Pembekukan lesi tidak akan efektif karena larva biasanya berlokasi empat sampai lima sentimeter dari ujung creeping eruption. Larva juga telah terbukti bertahan jika dibekukan. Selain itu, bedah beku terasa sakit dan dapat menyebabkan terbentuknya bula yang dapat menjadi ulkus.13,14KESIMPULANCutaneous larva migrans (CLM) atau creeping eruption merupakan kelainan kulit berupa peradangan berbentuk linear atau berkelok dan meninggi karena penetrasi dan migrasi larva cacing melalui epidermis. Penyebab tersering CLM adalah invasi larva cacing tambang, yaitu Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum.Cutaneous larva migrans paling sering terdapat pada area tropis.1,2 Gejala paling umum adalah gatal terus-menerus.Lesi terdistribusi secara khas pada ekstremitas distal, termasuk punggung kaki, sela jari, ibu jari kaki.4 Diagnosis CLM ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis didapatkan riwayat kulit kontak dengan tanah atau pasir yang terinfeksi larva cacing. Gejala awal berupa rasa tersengat atau tertusuk di tempat terpajan dalam tiga puluh menit setelah larva penetrasi. Pada pemeriksaan fisik terlihat lesi edem, eritem, dan serpiginosa.2,5 Pemeriksaan biopsi dan mikroskop epiluminens dapat dilakukan sebagai pemeriksaan penunjang tetapi terbukti kurang efektif.10Cutaneous larva migrans adalah penyakit yang dapat sembuh sendiri. Pencegahan primer CLM adalah menghindari kulit kontak langsung dengan tanah yang terinfeksi larva.Obat oral yang biasa digunakan adalah ivermectinatau albendazol. Komplikasi CLM adalah superinfeksi bakteri, pneumonitis eosinofilik, dan eritema multiformis.8Cutaneous larva migrans memiliki prognosis baik.1,5,8,15DAFTAR PUSTAKA1. Suh KN, Keystone JS. Helminthic Infections. In: Goldsmith LA, Katzs SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ, Wolf K, editors. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 8th ed. New York: McGraw-Hill Companies Inc, 2012. p 2544-602. The Lancet. From creeping eruption to hookworm-related cutaneous larva migrans. 2004. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15522674 [Accesed27 May 2015]3. Omar L. Protozoa and Worms. In: Bolognia JL, Jorizzo JL, Rapini RP, et al, editors. Dermatology. 2nd ed. New York: Elsevier Saunders, 2008. p 1263-814. Brooker S, Albonico M et al. Soil-transmitted helminth infections: ascariasis, trichuriasis, and hookworm. 2006. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16679166 [Accesed 31 July 2015]

5. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of the Skin Clinical Dermatology. 11th edition.New York: Elsevier Inc, 2011. P. 4276. Burns T, Breathnatch S, Cox N et al.Parasitic Worms and Protozoa.In: Rooks Textbook of Dermatology, 8th ed. UK: Blackwell Publishing, 2010. P 37.16-37.187. Heukelbach J, Feldmeier H. Epidemilogical and clinial characteristics of hookworm-related cutaneous larva migrans. 2008. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/18471775 [Accesed 31 July 2015]8. Juzych LA. Cutaneous Larva Migrans. 2014. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1108784 [Accesed 31 July 2015]9. Chapman S. Ancylostoma Braziiense. 2012. Available from: http://animaldiversity.org/accounts/Ancylostoma_braziliense/ [Accesed 31 July 2015]10. Saeed S. Ancylostoma Caninum. 2003. Available from: http://animaldiversity.org/accounts/Ancylostoma_caninum/ [Accesed 31 July 2015]11. Dipartimento di Biologia Animale e dell'Uomo. Available from: http://www.atlantezoolinv.unito.it/page.asp?xsl=tavole&xml=aschelminti.nematodi&tavola=Ancylostoma%20m [Accesed 30 May 2015]12. Centers of Disease Control and Pervention. Zoonotic Hookworm. 2012. Available from: http://www.cdc.gov/parasites/zoonotichookworm. html [Accesed 1 August 2015]13. Bowman DD, Montgomery SP, Zajac AM et al. Hookworms of Dogs and Cats As Agents of Cutaneous Larva Migrans. 2010. Available from: www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20189454 [Accesed 1 August 2015]14. BMJ Best Practice. Cutaneous Larva Migrans. 2014. Available from: http://bestpractice.bmj.com/best-practice/monograph/909/treatment/step-by-step.html [Accesed 1 August 2015]15. Plaza JA. Erythema Multiforme. 2014. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/1122915-overview [Accessed 4 August 2015]

Gambar 2. Ancylostoma caninum

Gambar 1. Ancylostoma braziliense

Fase infektif

Fase diagnostik

Larva rhabditiform menetas

Larva penetrasi ke kulit

Gambar 3. Siklus cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum12

Telur pada feses

Larva rhabditiform berkembang menjadi larva filariform pada lingkungan

Cacing dewasa pada usus hewan

Gambar 4. Siklus cacing Ancylostoma braziliense, Ancylostoma caninum di dalam tubuh manusia

HYPERLINK "javascript:showcontent('active','hiddenlayerd26e887');" INCLUDEPICTURE "http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/dermatology/1048885-1108784-30tn.jpg" \* MERGEFORMATINET

HYPERLINK "javascript:showcontent('active','hiddenlayerd26e902');" INCLUDEPICTURE "http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/dermatology/1048885-1108784-211tn.jpg" \* MERGEFORMATINET

Akhir

Mula

Gambar 6. Larva migrans kulit di jempol kanan.

Gambar 5. Pasien yang berjemur telanjang di sebuah pantai di Martinique disajikan dengan klasik, erythematous, saluran serpiginosa di tumit kiri.

Akhir

HYPERLINK "javascript:showcontent('active','hiddenlayerd26e917');" INCLUDEPICTURE "http://img.medscape.com/pi/emed/ckb/dermatology/1048885-1108784-357tn.jpg" \* MERGEFORMATINET

Mula

Gambar 7. Larva migrans kulit di paha kiri.

PAGE 1