25
(RE-ORGANISATION OF BANYUMAS DIALECT DICTIONARY; LEXICOGRAPHIC CONTRIBUTION TO DIALECT PRESERVATION) Kahar Dwi P. Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah Jalan Elang Raya No. 1, Tembalang, Semarang, Phone 024-70769945. Faximile 024-70799945 E-mail: [email protected] Abstract Dialect dictionary is a record of indigenous cultures and local language variations. The headwords in a dialect dictionary are projecting an record of exclusive regional language variations. The compilation of Kamus Dialek Banyumas- Indonesia (Banyumas Dialect-Indonesian Dictionary) was a real effort of dialect maintenance that displays a collection of dialect words originated from geographic areas covering the ex-residency of Banyumas such as Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, and Purwokerto, some bordering areas such as Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Bumiayu and Pangandaran, as well as some areas in West Java Province and North Banten. The dialect dictionary compiled by M. Koderi and Fajar P. in 1997 was a response to the decline of positive attitudes of Banyumas speakers toward the dialect. This dialect dictionary records Banyumas vocabularies and cultures which are quite different from the language of “bandhekan” (Jojga/Solo dialect) in a way of simple entry structures. Some structural components of dialect dictionary including (1) headwords, (2) syntactic and pragmatic functions (part of speech), (3) usage label, (4) variant region (5) phonetic transcription (6) equivalent, (7) definition, (8) example, and (9) comments (particularly in cross-references) need to be re-organized so that the presentation of the dictionary entries resemble the presentation of modern dictionaries’. Thus the reorganization of the ten structural components will ease users to learn the dialect. The goal of this paper is to 1

Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

(RE-ORGANISATION OF BANYUMAS DIALECT DICTIONARY;

LEXICOGRAPHIC CONTRIBUTION TO DIALECT PRESERVATION)

Kahar Dwi P.Balai Bahasa Provinsi Jawa Tengah

Jalan Elang Raya No. 1, Tembalang, Semarang,Phone 024-70769945. Faximile 024-70799945

E-mail: [email protected]

AbstractDialect dictionary is a record of indigenous cultures and local language

variations. The headwords in a dialect dictionary are projecting an record of exclusive regional language variations. The compilation of Kamus Dialek Banyumas-Indonesia (Banyumas Dialect-Indonesian Dictionary) was a real effort of dialect maintenance that displays a collection of dialect words originated from geographic areas covering the ex-residency of Banyumas such as Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, and Purwokerto, some bordering areas such as Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Bumiayu and Pangandaran, as well as some areas in West Java Province and North Banten. The dialect dictionary compiled by M. Koderi and Fajar P. in 1997 was a response to the decline of positive attitudes of Banyumas speakers toward the dialect. This dialect dictionary records Banyumas vocabularies and cultures which are quite different from the language of “bandhekan” (Jojga/Solo dialect) in a way of simple entry structures. Some structural components of dialect dictionary including (1) headwords, (2) syntactic and pragmatic functions (part of speech), (3) usage label, (4) variant region (5) phonetic transcription (6) equivalent, (7) definition, (8) example, and (9) comments (particularly in cross-references) need to be re-organized so that the presentation of the dictionary entries resemble the presentation of modern dictionaries’. Thus the reorganization of the ten structural components will ease users to learn the dialect. The goal of this paper is to discuss the necessity of re-organizing the entries of Kamus Dialek Banyumas-Indonesia as a real effort of Banyumas dialect maintenance.

Keywords: dialect, structures, dictionary, dialect maintenance.

PENATAAN ULANG KAMUS DIALEK BANYUMASAN;SEBUAH SUMBANGAN LEKSIKOGRAFIS BAGI UPAYA

PEMERTAHANAN DIALEK

Abstrak Kamus dialek merupakan catatan budaya dan kearifan lokal suatu bahasa daerah.

Kata kepala di dalam kamus dialek mencerminkan bentuk rekaman variasi bahasa regional yang bersifat khas. Penyusunan Kamus Dialek Banyumas-Indonesia merupakan salah satu upaya nyata pemertahanan dialek yang menampilkan kumpulan kata wilayah geografis yang meliputi sebagian besar eks-Karesidenan Banyumas seperti Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, dan Purwokerto , beberapa daerah yang berbatasan

1

Page 2: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

dengan wilayah Banyumas seperti Kebumen, Wonosobo, Pemalang, Bumiayu, dan Pangandaran, serta beberapa daerah yang berada di Provinsi Jawa Barat dan Banten Utara. Kamus dialek yang disusun oleh M. Koderi dan Fadjar P. pada tahun 1997 ini merupakan jawaban atas semakin menurunnya sikap positif penutur dialek Banyumas dalam menggunakan dialek ini. Kamus dialek ini merekam budaya dan kosakata Banyumas yang berbeda dengan bahasa bandhekan dalam tampilan struktur entri sederhana. Beberapa komponen struktur kamus dialek yang mencakupi (1) kata kepala (headword), (2) fungsi sintaktis dan pragmatis (part of speech), (3) label penggunaan (usage label), (4) wilayah varian (variant region) (5) transkripsi fonetik (phonetic transcription) (6) padanan (equivalent), (7) definisi (definition), (8) contoh (example), dan (9) komentar (pada rujuk silang) perlu ditata ulang agar tampilan entri kamus ini menyerupai tampilan entri kamus modern yang akan memudahkan pengguna memelajari dialek ini. Makalah ini mendiskusikan perlunya kerja penyusunan ulang Kamus Dialek Banyumas-Indonesia sebagai sebuah upaya pemertahanan dialek Banyumas. Kata kunci: dialek, struktur, kamus, pemertahanan dialek.

1. Dialek Banyumas

Dialek Banyumas adalah sebuah varian dialek yang dipergunakan di Jawa

Tengah bagian barat. Beberapa kosakata dialek ini juga dipergunakan di Banten Utara

dan Cirebon-Indramayu. Dialek ini agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya.

Hal ini disebabkan bahasa Banyumas masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna

(Uhlenbeck, E. M., 1964). Hal senada diungkapkan oleh Priyadi (2005), seorang

sejarawan dan peneliti budaya Banyumas yang mengatakan bahwa bahasa Jawa dialek

Banyumas tergolong bahasa yang lebih tua dibandingkan dengan bahasa Jawa baru.

Banyak kosakata dialek Banyumas berasal dari bahasa Jawa Kuna dan Sunda. Banyumas

merupakan daerah Majapahit yang paling barat dan masih melestarikan bahasa Jawa

Pertengahan yang berkembang pada masa akhir kerajaan itu. Secara historis, dialek

Banyumas telah berkembang cukup lama dibandingkan dengan bahasa Jawa baru yang

baru muncul pada masa Mataram Islam (Poedjosoedarmo, 1982:5).

Identifikasi dialek Banyumas sebagai sebagai sebuah bagian dari bahasa Jawa

hanyalah merupakan permasalahan bagaimana kita mendudukkan dialek ini. Di dalam

usaha pemertahanan dialek, para ahli bahasa sepatutnya merelakan varian Banyumas ini

dianggap oleh sebagian penuturnya sebagai sebuah bahasa, bahasa Banyumasan. Hal ini

tentu berkaitan dengan kebanggaan dan sikap positif penutur dalam menggunakan

2

Page 3: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

bahasanya. Hal terpenting yang perlu kita lakukan adalah mencari jalan pemertahanan

dan pelestarian varian ini.

2. Kamus Dialek

Kamus dialek merupakan salah satu upaya pemertahanan dan pelestarian varian

sebuah dialek. Kamus Dialek Banyumas-Indonesia (KDBI) disusun oleh M. Koderi.

diarahkan kepada masyarakat umum dan tujuan secara keseluruhan, selain memberikan

informasi tentang kata-kata dialek, KBDI diharapkan dapat merangsang minat masyarakat

mempelajari dialek Banyumas. Kamus ini dicetak oleh CV. Harta Prima Purwokerto dan

diterbitkan oleh Badan Kesenian Banyumas pada tahun 1996. Kamus ini merupakan satu-

satunya kamus dialek Banyumas yang menerjemahkan kosa-kata khusus dan menjadi ciri

khas dialek Banyumas dan kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Kamus

ini disunting oleh Ahmad Tohari, seorang budayawan dan penulis aktif Banyumas yang

sudah tidak asing lagi kiprahnya di dunia kesusasteraan nasional, terutama bagi

masyarakat Banyumas dan mereka yang mencintai budaya Banyumas.

(http://hanacaraka.fateback.com/kamus_bms.htm).

Hampir semua cabang linguistik memberikan informasi dalam penyusunan

kamus (Hartmann dan James, 1998). Fonetik dan fonologi berguna untuk memberikan

informasi tentang standardisasi pengucapan kata kepala. Tata bahasa (morfologi dan

sintaksis) sangat penting untuk memberikan informasi tata bahasa meliputi berbagai jenis

derivasi, jenis kelamin kata, kata kerja konjugasi, dan lain-lain. Dialektologi,

sosiolinguistik, psikolinguistik, dan ilmu-ilmu yang lain berguna dalam memberikan

berbagai informasi mengenai kata kepala.

Struktur makro dan mikro sebuah kamus dialek tidak dapat dipisahkan satu

dengan yang lain. Struktur mikro merupakan penjelas struktur makro dan struktur makro

merupakan bagian yang dijelaskan oleh struktur mikro. Baik struktur mikro maupun

makro adalah dua unsur pembangun entri kamus. Landau (2001) menyebut entri sebagai

organisasi informasi di dalam setiap artikel kamus, entri merupakan kata atau frasa dalam

kamus beserta penjelasan maknanya dengan tambahan penjelasan berupa kelas kata, lafal,

etimologi, dan contoh pemakaian. Jackson menyebut makna dan penjelasan lainnya

3

Page 4: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

disebut komponen mikrostruktur. Atkins dan Rundell (2008) yang menyatakan bahwa

seleksi dan organisasi informasi termasuk dalam satu entri kamus disebut mikrostruktur

yang dibangun berdasarkan komponen entri dan struktur entri. Sekaninova (1993)

menekankan tujuh parameter untuk pembangunan sebuah entri dalam kamus yakni,

fonetik informasi, gramatikal komponen, gaya parameter, leksikal kesetaraan, leksikal

stabilitas, leksikal-semantik, dan konteks penerapan. Hartman (dalam Prihantono, 2011)

menyatakan bhawa kamus ideal benar-benar akan mengantisipasi segala kebutuhan calon

pengguna. Kamus ideal seharusnya a. menyediakan setiap kata atau ungkapan dalam

bahasa sumber, b. mengandung semua kata, lokusi, dan idiom yang berpotensi dicari oleh

pengguna kamus, c. berisi semua informasi infleksi, derivasi, sintaksis, dan semantik

yang diperlukan pengguna, d. berisi informasi tentang semua tingkat penggunaan, e.

mengandung semua nama yang tepat dan nama lain yang mungkin setiap pengguna ingin

mencari, f. berisi item kosa kata khusus dari semua register, g. berisi semua informasi

tentang ejaan, h. mencakup semua informasi pelafalan, i. beradaptasi dengan baik untuk

keperluan mesin terjemahan, j. kompak, dan k. memuat ilustrasi.

Paparan di atas merupakan struktur kamus umum. Kamus dialek memiliki

struktur yang berbeda. Artinya, selain deskripsi leksikografis, variasi yang ditemukan di

daerah yang berbeda juga harus disajikan. Semua bentuk varian juga harus ditampilkan.

Jika tidak ada variasi glos di sejumlah wilayah, maka diyakini bahwa penutur sebuah

wilayah tertentu menggunakan bentuk yang sama (Bergenholtz, 2009; 316).

Kamus dialek menghadirkan semua karakteristik kamus umum dalam deskripsi

unit leksikalnya, namun kamus dialek berurusan dengan kumpulan kata suatu wilayah

geografis tertentu. Kamus dialek biasanya memuat kata-kata tidak ditemukan dalam

bahasa standar yang memuat variasi bahasa bentuk standar pula. Kata-kata di dalam

kamus dialek memiliki arti yang terbatas pada wilayah tertentu. Penyusunan kamus ini

umumnya terkait dengan survei dialek. Kata kepala biasanya merupakan bentuk terpilih

yang dihasilkan dari kerja pengumpulan data yang merupakan kerja lapangan dengan

melibatkan peta dialek dan rekaman variasi bahasa regional yang diwujudkan dalam

variasi bunyi dalam suatu dialek.

4

Page 5: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

3. Penataan Ulang KDBI

Komponen struktur makro kamus dialek meliputi (1) kata kepala yang disusun

secara alfabetis berurutan (alphabetically ordered). Sedangkan komponen struktur mikro

mencakupi bagian sebelah kanan atau biasa disebut kolom kanan. Struktur mikro meliputi

(2) transkripsi fonetik (phonetic transcription), (3) fungsi sintaktis dan pragmatis (part of

speech), (4) label penggunaan (usage label), (5) wilayah dialek (dialect region), (6)

padanan (equivalent), (7) definisi (definition), (8) contoh (example), dan (9) komentar,

khususnya dalam rujuk silang. Beberapa komponen KDBI telah tertata dengan cukup

baik, tetapi beberapa perlu ditata ulang agar tampilannya menyerupai kamus modern

sebagai hasil kerja leksikografi modern pula.

3.1 Kata kepala (headword)

KDBI memuat kata kepala dalam huruf kecil (lowercase), bercetak tebal, dan

bertepi kiri. Derivasi kata kepala dalam dialek Banyumas merupakan sebuah fakta yang

tidak dapat dipisahkan dari kata kepala KDBI, karena dialek Banyumas termasuk ke

dalam bahasa aglutinatif yang ditandai dengan adanya proses afiksasi pada bentuk dasar

untuk membentuk bentuk turunan atau derivasi. Di dalam sebuah bahasa aglutinatif,

informasi yang lengkap mengenai jenis-jenis imbuhan yang meliputi awalan (ater-ater),

sisipan (seselan), dan akhiran (panambang) mutlak dibutuhkan. Demikian juga di dalam

sebuah kamus dialek ini, informasi mengenai imbuhan diperlukan agar pembelajar dialek

mengetahui proses pembentukan kata sehingga dapat memudahkan mereka untuk

membentuk kata-kata lain.

Ilustrasi 1a

Kata kepala Kamus Dialek Banyumas-Indonesia

manak beranak; Esih enom wis – lima. Masih muda sudah beranak lima (KDBI: 177)

pisuh marah; de-, de-i, dimarahi, m-isuh-m-isuh marah-marah (KDBI: 235)

5

Page 6: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

pingul de- diraut sudutnya agar terbentuk sisi yang tumpul (KDBI: 234)

Ilustrasi 1 menunjukkan bahwa penataan makro struktur kata kepala masih menuntut

perbaikan. Kata kepala dalam kamus modern ditampilkan dalam bentuk kata dasar. Kata

kepala ‘manak’ akan lebih baik jika diperlakukan sebagai subkata kepala yang

merupakan derivasi atau turunan kata dasar anak. Derivasi manak selayaknya

dimasukkan ke dalam entri anak. Kata kepala pisuh ditampilkan dengan baik sebagai kata

dasar namun kata dasar ini tidak memiliki padanan bahasa Indonesia. Kata kepala ini

sebaiknya ditampilkan beserta turunan pertama berawalan m’, yakni misuh. Kata kepala

pisuh, misuh selanjutnya diikuti oleh kata kepala turunan berawalan pronomina de- dan

berakhiran -i (depisuhi). Derivasi depisuhi ini sebaiknya ditampilkan sebagai subkata

kepala. Hal berbeda berlaku pada kata kepala pingul, kata dasar ini memiliki padanan

bahasa Indonesia yang juga berupa kata dasar raut sehingga cara menampilkan kata

kepala ini sedikit berbeda. Kata kepala ‘raut’ diikuti mikrostruktur lengkap. Sedangkan

subkata kepala mingul dan depingul ditampilkan dibawah katakepala pingul menjorok ke

kanan. Berikut gambaran penyusunan ulang ketiga kata kepala diatas.

Ilustrasi 1bPengaturan kata kepala dan subkata kepala

anak anak manak beranak. Esih enom wis – lima. Masih muda sudah beranak lima

pisuh, misuh marahmisuh-misuh marah-marah depisuhi dimarahi

pingul rautmingul merautdepingul diraut (sudutnya agar terbentuk sisi yang tumpul)

Kerja penataan ulang seperti tampilan di atas selayaknya disertai informasi mengenai

awalan, sisipan, akhiran, dan gabungan awalan akhiran dalam dialek Banyumas yang

ditampilkan pada bagian depan kamus ini. Kerja ini bukan merupakan hal yang sederhana

karena kerja ini harus didukung pengetahuan mengenai asal usul kata dan jenis-jenis

6

Page 7: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

imbuhan dalam dialek Banyumas. Awalan dalam dialek Banyumas terdiri atas awalan

nasalisasi (m-, n-, ny-, dan ng-), awalan pronomina de-, dan awalan lain se-, ke-, dan di-.

Sisipan dalam dialek Banyumas terdiri atas –em-, -in-, dan -um-. Akhiran dalam dialek

Banyumas terdiri atas –i, -é, -né, -no, -en, -an, -é, dan –én. Sedangkan gabungan awalan

dan akhiran dalam dialek Banyumas terdiri atas m-i, n-i, n-no, ny-i, ng-i, de-na, de-i, ka-

an, ke-an, di-i, ke-en, dan se-é.

Selain penataan tampilan kata kepala dan subkata kepala KDBI, hal yang perlu

dicermati dalam makro struktur kamus ini adalah permasalahan homonim. KDBI tidak

memberikan penomoran pada kata kepala berhomonim, seperti dalam entri jog pada

ilustrasi di bawah ini.

Ilustrasi 2aHomonim KDBI

jog sampai tujuan, menuju; Dalan kiye –maring pasar. Jalan ini sampai ke pasar. (KDBI; 120)

jog tuang, tambah minuman (KDBI; 120)

Kata kepala berhomonim dalam kamus modern dapat ditampilkan dalam berbagai cara,

diantaranya dengan penomoran arab atau romawi di depan kata kepala atau di belakang

kata kepala. Dengan penomoran tersebut, kata kepala yang lafal dan ejaannya sama,

dapat dibedakan maknanya dengan lebih baik, dan dapat menunjukkan akar (asal) yang

berlainan. Homonim di atas dapat ditata sebagai berikut:

Ilustrasi 2bPengaturan Homonim

jog I 1jog 1jog jog1jog II 2jog 2jog jog2

Penataan kata kepala selanjutnya adalah pengaturan polisemi yang patut

mendapat perhatian. Kata kepala yg mempunyai makna lebih dari satu perlu

disusun dalam satu entri dengan pengaturan mikrostruktur (informasi sebelah

kanan).

7

Page 8: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

Ilustrasi 3aPolisemi

jijih jijik, kotor; n-i menjijikkan (KDBI; 119)jijih kata seru untuk sikap tidak suka atau tidak sudi (KDBI; 119)

Di dalam KDBI, banyak sekali kata kepala polisemi ditampilkan dalam dua entri terpisah.

Hal ini dapat mengundang pemahaman para pembelajar dialek Banyumas bahwa kedua

entri merupakan homonim. Pengaturan polisemi dapat dilakukan dengan hanya

menampilkan satu kata kepala dan memanfaatkan kolom kanan dengan bantuan

penomoran.

Ilustrasi 3bPengaturan Polisemi

jijih adj 1. jijik, kotor; 2. kata seru untuk sikap tidak suka atau tidak sudi njijihi v menjijikkan

Penataan selanjutnya adalah kemungkinan munculnya variasi dialek, mengingat

dialek ini memiliki daerah persebaran yang sangat luas. Variasi dialek ini erat kaitannya

dengan realisasi bunyi di suatu wilayah dialek. KDBI hanya menampilkan kata kepala

varian baku Banyumas Purwokerto, penambahan tampilan varian lain non-baku akan

sangat membantu pembelajar memahami makna sekaligus akar kata. Apabila variasi kata

kepala hanya pada perubahan bunyi yang tidak memerlukan perubahan transkripsi

fonemis, kata kepala cukup ditulis satu kali. Penataan ini selanjutnya disertai pelafalan

ganda dan wilayah dialek yang berbeda.

Ilustrasi 4Pengaturan Variasi Tanpa Perubahan Transkripsi Fonemis

alis /alis/ Bny /alIs/ KrPc

Variasi bunyi /alis/ merupakan varian baku dialek Banyumas (Bny), sedangkan

variasi /alIs/ ditemukan di wilayah Karang Pucung (KrPc), Cilacap. Hal berbeda terjadi

pada kasus kata kepala yang memiliki variasi bunyi yang menuntut perubahan fonemis.

Hal ini menuntut penulisan kata kepala dua kali yang disertai rujuk silang pada bentuk

baku. Tampilan kata kepala jenis ini telah tersusun baik dalam KDBI. Dalam metode

penyusunan kamus dialek, kadang kala salah satu varian dipilih sebagai kata kepala atas

8

Page 9: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

dasar kestandaran, frekuensi, dan universalitas varian. Selanjutnya, varian lainnya tetap

dimasukkan juga di dalam entri. Perbedaan daerah sebaran atau perbedaan sosial diberi

label sesuai. Informasi lain yang diberikan adalah mengenai kategori, makna, dan contoh

tata bahasa yang menggambarkan penggunaan unit leksikal (Manfred, 2006).

Ilustrasi 5Pengaturan Variasi dengan Perubahan Transkripsi Fonemis

lérén istirahat; berhenti; Pak Rois wis- goli dadi lurah. Pak Rois sudah

berhenti menjadi lurah (KDBI; 166)

lirén (lihat lérén) istirahat (KDBI; 166)

Penataan selanjutnya adalah tampilan tingkat tutur kata kepala. Seperti halnya

bahasa Jawa, Sunda, dan Bali, dialek Banyumas juga mengenal tingkat tutur halus

(krama). Untuk keperluan pemertahanan dan pelestarian, akan lebih baik jika kata kepala

tingkat tutur krama disusun secara terpisah dalam kamus tersendiri. Langkah ini

diperlukan agar pembelajar dialek Banyumas tidak mengalami kesulitan dini. Langkah

lain yang dapat ditempuh adalah penyertaan kosakata krama dalam bentuk daftar

kosakata yang disertakan dalam belakang KDBI sebagai suplemen kamus.

3.2 Transkripsi Fonetis (Phonetic Transcription)

Dialek Banyumas ditengarai sebagai dialek bahasa Jawa yang tertua. Hal ini

ditandai dengan beberapa kata dalam bahasa Kawi atau Sanksekerta yang merupakan

nenek moyang dari bahasa Jawa yang masih dipakai dalam dialek Banyumas seperti kata

rika yang dalam bahasa Jawa bermakna kowé dan dalam bahasa Indonesia bermakna

“kamu”. Kata inyong yang berasal dari kata ingong bermakna aku. Pengucapan vokal a

yang utuh (ᴧ) yang menjadi ciri khas pengucapan dialek Banyumas seperti halnya bahasa

Sanksekerta. Dialek ini mempunyai penekanan huruf-huruf dengan lebih jelas atau lebih

tebal, seperti huruf k diakhir kata dibaca mendekati bunyi g, huruf p mendekati b, dan

huruf l yang pengucapannya tebal. Hal ini mensuratkan perlunya tampilan transkripsi

fonetis yang dapat membantu pembelajar dialek Banyumas mengucapkan kata-kata

dengan benar.

9

Page 10: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

Dibandingkan dengan bahasa Jawa dialek Yogyakarta dan Surakarta, dialek

Banyumas memiliki ciri khas pelafalan yang utama, yakni akhiran 'a' tetap diucapkan 'a'

bukan 'O'. Kata ‘sega’ yang bermakna nasi selalu dilafalkan /segO/ oleh penutur dialek

Surakarta, namun kata ini akan dilafalkan /sega?/ dalam dialek Banyumas. Selain itu,

kata-kata yang berakhiran konsonan ‘k’ akan mendapat perlakuan berbeda. Sebagai

contoh, kata enak yang akan dilafalkan /enak/ oleh penutur dialek Surakarta, akan

dilafalkan /ena?/. Konsonan ‘k’ di akhir kata akan terdengar lebih jelas, dan itulah

alasan perlunya transkripsi fonetis dalam KDBI. Hal-hal ini perlu diperhatikan di dalam

penyusunan sebuah kamus dialek.

Ilustrasi 6Transkripsi fonetis

waca /waca?/ baca

maca /maca?/. membaca

dewaca /dewaca?/ dibaca

3.3 Fungsi sintaktis dan pragmatis (part of speech)

Part of speech dibagi dalam tiga kategori besar informasi, yakni informasi kelas

kata, morfologi, dan siktaksis. Karena keterbatasan ruang, kategori kelas kata biasa

ditampilkan dalam bentuk singkatan dicetak miring, seperti ks. atau adj (kata sifat atau

adjektiva), kb. atau n. (kata benda atau nomina), kk. atau v.(kata kerja atau verba), kg.

(kata ganti), adv. (adverbia), dan lain-lain. Informasi morfologi dapat ditampilkan

Ilustrasi 7Informasi Kelas Kata

kedhèp v. (KDBI; 133)

pitu num. (KDBI; 133)

reyang 1.adj. 2. v. (KDBI; 256)

rimong n. (KDBI; 257)

Label sintaksis sedikit sekali tercantum di dalam KDB. Salah satu contoh label

imp. (imperative) diejawantahkan dalam sebagai satu bentuk definisi, bukan

sebagai label seperti dalam kamus pada umumnya, seperti dalam kata kepala los:

10

Page 11: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

Ilustrasi 8 Informasi Sintaksis

los /lOs/ (kata seru yang digunakan dalam menyuruh sesorang untuk pergi)’

(KDBI; 177)

Selain label imperative diatas, label frasa preposisi, kalimat aktif, pasif, kalimat

perintah, dan lain-lain juga perlu ditampilkan.

Label pragmatik juga belum ditampilkan secara lengkap di dalam KDBI. Label

pragmatik dalam kamus ini perlu ditata ulang agar membantu belajar lebih cepat

memahami aspek-aspek pragmatik dalam dialek Banyumas. Label pragmatik

yang ditampilkan kebanyakan merupakan label tingkat tutur krama (krm).

Ilustrasi 9 Tingkat Tutur KDBI

lembu (krm) sapi; -peteng anak haram’ (KDBI; 164)

lenggah (krm) duduk, tempat tinggal (KDBI; 165)

Label tingkat tutur dalam kamus ini perlu dihilangkan sebagai konsekuensi dari

pembagian kamus dialek menjadi dua bagian, kamus ngoko dan kamus krama.

Pembagian ini merupakan terobosan yang berani, namun manfaat yang dihasilkan jauh

lebih banyak bagi pembelajar dialek.

Label halus, kasar, konteks pengggunaan perlu ditambahkan agar informasi ini

dapat dipahami pengguna kamus dengan cepat sehingga mereka dengan cepat pula

mampu mempraktikkan kosakata dialek Banyumas. Selayaknya label kasar (ksr)

dicantumkan pada kata kepala koplo.

Ilustrasi 10 Label Pragmatik

koplo (ksr) (lihat goblog, koplok) dungu, bodoh (KDBI; 150)

3.4 Label penggunaan (usage label)

11

Page 12: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

Label penggunaan seperti kosakata usang, modern, dan lain-lain juga perlu ditampilkan

dalam mikrostruktur KDBI. Hal ini tentu akan berpengaruh pada penambahan kata kepala

tertentu, namun langkah ini akan lebih bermanfaat bagi pembelajar dialek.

3.5 Wilayah varian (variant region)

Wilayah pemakai dialek Banyumas meliputi sebagian besar eks-Karisidenan Banyumas

(Banyumas, Purbalingga, Cilacap, Banjarnegara, Purwokerto) dan beberapa daerah yang

berbatasan dengan wilayah Banyumas seperti Kebumen, Wonosobo, Pemalang,

Bumiayu, dan Pangandaran. Seorang ahli bahasa Belanda, E.M. Uhlenbeck,

mengelompokan dialek Banyumas yang dipergunakan di wilayah barat dari Jawa Tengah

sebagai kelompok (rumpun) bahasa Jawa bagian barat (Banyumas, Tegalan, Cirebonan

dan Banten Utara). Karena wilayah sebaran dialek Banyumas ini luas, maka diperlukan

informasi wilayah dialek yang dicantumkan dalam bentuk singkatan yang diletakkan

setelah label part of speech dan label penggunaan, seperti Kbm (Kebumen), Tgl (Tegal),

Crb (Cirebon), Btn (Banten), Bmy (Bumiayu), dan label wilayah lain yang masih

merupakan sub dialek Banyumas. Informasi wilayah varian subdialek dapat membantu

pengguna kamus memahami kosakata yang bukan merupakan kosakata standar dialek

Banyumas.

Ilustrasi 11

Wilayah Varian

sira /sira?/ kg. Bym Tgl Crb (varian utama Banyumas, varian Tegal,

dan Cirebon)

----

siré /sire?/ Btn → sira (varian Banten)

3.6 Padanan (equivalent)

Di dalam KDBI, kata kepala dialek Banyumasan dipadankan dengan bahasa

Indonesia. Sedikit keunikan yang muncul adalah jarang diketemukannya padanan bahasa

Indonesia bentuk dasar (lingga). Hal ini dikarenakan kata kepala (khususnya kata kerja)

12

Page 13: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

selalu berbentuk derivasi seperti dalam contoh meres memeras; dep_eres diperas

(hlm.189). Kata kepala bentuk dasar peras (seperti halnya anak, pisuh, dan pingul pada

ilustrasi 1b) selayaknya dimunculkan dalam kamus ini, untuk membantu paralelisasi

padanan dan contoh yang akan berguna bagi pembelajar dialek.

3.7 Definisi (definition)

Definisi dapat berupa klausa, kalimat, kata, maupun frasa. Beberapa

definisi dalam KDBI ditampilkan dengan cukup bagus, seperti dalam entri

mentiyung. Definisi ditampilkan dengan diapit tanda kurung, sama seperti definisi

di dalam kamus modern lainnya.

Ilustrasi 12

Definisi

mentiyung melengkung ke bawah (pohon, bambu, dsb) (KDBI; 188)

3.8 Contoh (example)

KDBI mencantumkan contoh disertai dengan terjemahan bahasa Indonesia,

seperti dalam Ilustrasi 8 (kata kepala los); - é maring ngendi? Perginya ke arah mana?

Tanda – digunakan dalam contoh KDBI sebagai pengganti unsur kata kepala. KDBI tidak

membedakan pengganti kata kepala yang umumnya berupa kata dasar dengan pengganti

derivasi yang biasanya (dalam kamus moderen lain) dilambangkan dengan lambang tilde

(~). Tentu hal ini patut ditata ulang agar pembelajar mengetahui beda suatu kata dasar

dan kata turunan.

3.9 Komentar dalam rujuk silang

Yong dan Peng (2007:100) menyoroti pentinghnya referensi silang dengan mengatakan

bahwa rujuk silang memiliki fungsi menghemat ruang, menghindari pengulangan yang

tidak perlu, menghindari informasi sama di tempat yang berbeda, dan membimbing

pengguna untuk menemukan informasi mana yang relevan, sehingga meningkatkan daya

jelajah pembaca dan pemanfaatan ruang dan informasi secara maksimal. Komentar

13

Page 14: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

sebagai informasi penggunaan suatu kata kepala dapat ditambahkan dalam rujuksilang.

Hal ini dapat kita lihat pada Ilustrasi 5. Kata kepala lirén dirujuk silang kepada kata

kepala lérén dengan dibubuhi komentar. Hal ini dapat membantu pembelajar dialek untuk

memahami bahwa kata lérén merupakan bentuk baku dan liren merupakan bentuk

takbaku. Ilustrasi berikut dapat memperjelas kegunaan komentar dalam rujuk silang.

Varian bunyi dalam satu dialek dan beda dialek, berasal dari satu atau beda etimon tidak

disertai komentar atau penjelasan lanjut, padahal komentar pada rujuk silang ini akan

membantu pembaca dalam memahami sebuah kata kepala yang merupakan varian kata

kepala lain dalam satu dialek. Penyusunan ulang hanya terletak pada penggunaan

lambang → atau► sebagai lambang rujuk silang.

4. Simpulan

4.1. Simpulan

Kerja penyusunan (ulang) kamus dialek merupakan kerja pemertahanan dan

pelestarian dialek yang paling nyata. Hal ini tentu tidak terlepas dari kerja pemertahanan

dialek lain seperti usaha memasukkan pelajaran bahasa Banyumasan dalam kurikulum

sekolah. Penyusunan ulang KDBI mencakupi struktur makro dan mikro yang mencakupi

(1) kata kepala (baik kata dasar dan derivasi sama-sama kata kepala utama), (2) fungsi

sintaktis dan pragmatis (part of speech) yang lengkap, (3) label penggunaan (usage

label), (4) wilayah dialek, (5) transkripsi fonetik (hanya ditampilkan pada varian) (6)

padanan, (7) definisi, (8) contoh, dan (9) komentar dalam rujuk silang dapat memberikan

manfaat yang lebih kepada pembelajar dialek Banyumas.

4.2. Saran

Dengan melihat berbagai peluang penyempurnaan kamus dialek di atas, penulis

menyarankan semua pihak bekerja sama dalam penambahan komponen struktur KDBI.

Kerja sama ini dapat memperbaiki tingkat keterbacaan KDBI dan membantu pembelajar

dialek Banyumas dalam kerangka kerja pemertahanan dan pelestarian dialek Banyumas.

14

Page 15: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

DAFTAR PUSTAKA

Atkins, B. T. S. and M. Rundell. 2008. The Oxford Guide to Practical

Lexicography.. New York: Oxford University Press.

Bergenholtz, Henning dkk. 2009. Lexicography at a Crossroads: Dictionaries

and Encyclopedias Today, Lexicographical Tools Today. Bern: Peter Lang

AG, International Academic Publishers.

Hartmann, R.R.K. and G. James. 1998. Dictionary of Lexicography. London/New York:

Routledge.

Jackson, H. 2002. Lexicography: An Introduction. London: Routledge.

Koderi, M. dan Fadjar P. 1996. Kamus Dialek Banyumas-Indonesia. Purwokerto: CV.

Harta Prima..

Landau, S.A. 2001. Dictionaries: The Art and Craft of Lexicography 2nd ed. London:

Cambridge University Press.

Markus, Manfred, 2006. “Joseph Wright’s English Dialect Dictionary (1898-1905)

Computerised: architecture and retrieval routine, Digital Historical Corpora”,

Dagstuhl; University of Innsbruck.

Nothofer, Bernd , 1987. “Cita-cita Penelitian Dialek”. Dalam Dewan Bahasa, Jurnal

Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Februari, Jilid 31. Bilangan 2 : 128-149.

Prihantono, Kahar. 2011. “Studi Komparatif Mikrostruktur Kamus Ekabahasa: Merriam-

Webster Online Dictionary dan Kamus Besar Bahasa Indonesia dalam

Jaringan”. Dalam Jala Bahasa. Vol. 6, No. 2, hlm.: 105—120

Priyadi, Sugeng. 2005. ’Dialek Banyumas Bukan Bahasa Dagelan’ dalam Jurnal

Cablaka. Vol I, Nomor 1, Agustus 2005. Halaman 11-13 

Poedjosoedarmo, Supomo. 1982. Kedudukan dan Fungsi Bahasa Jawa.

 Yogyakata: Proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Indonesia dan daerah.

15

Page 16: Re-Organisation of Banyumas Dialect Dictionary

Sekaninová, Ella. 1993. Dvojjazyčná lexikografia v teórii a praxi. Bratislava :

Veda, VydavatelVstvo Slovenskej Akadémie

Uhlenbeck, E. M., 1964). A Critical Survey of Studies on the Languages of Java

and Madura, The Hague: Martinus Nijhoff.

Yong, Heming and Jing Peng. 2007. Bilingual Lexicography from a

Communicative Perspective. Amsterdam/Philadelphia: John Benjamins.

DAFTAR NON PUSTAKA

http://hanacaraka.fateback.com/kamus_bms.htm

 

Catatan: Beberapa bagian dari makalah ini mengaplikasikan font fonetis. Berikut saya

sertakan salinan jenis font fonetis yang dapat diaplikasikan ulang dalam proses

pencetakan makalah ini.

16