PUASA; MENAJAMKAN NURANI, MENGEMBANGKAN EMPATI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Dimuat di Jawa Pos

Citation preview

PUASA; MENAJAMKAN NURANI, MENGEMBANGKAN EMPATIOleh Abd AlaBulan Ramadhan datang kembali. Umat Islam pada umumnya menyambut bulan penuh rahmah ini dengan beragam kegiatan-kegiatan ibadah ritual yang lebih intens. Mulai dari solat sunnah dengan peningkatan frekwensi yang sangat signifikan hingga tadarus (membaca) al-Quran dengan khatam berkali-kali.Kegiatan semacam itu tentu dilandasi niat umat Islam untuk taqarrub kepada Allah. Hal itu dilakukan untuk mendekatkan diri kezpada Allah dalam rangka menggapai taqwAllah; suatu perbuatan baik yang perlu diapresiasi dan didukung.

Dialog dengan TuhanNamun perlu digarisbawahi, pola ritualitas ini tidak boleh sebatas itu. Umat Islam jangan hanya sampai pada pengembangan frekwensi dan memperbanyak beragam ibadah ritual semata. Hakihat ibadah, khususnya ibadah puasa bukan sekadar ritual. Solat misalnya, bukan sekadar kita rajin solat, sujud, rukuk, bacaannya benar. Tapi bagaimana mengimplementasikan nilai-nilai di balik solat. Demikian pula dengan puasa. Setiap muslim yang berpuasa dituntut bukan sekadar melakukan ritual dengan menahan diri untuk tidak makan minum dan melakukan hubungan intim dengn istri atau suami di siang hari. Juga bukan sekadar memperbanyak solat sunnah, membaca al-Quran, dan sejenisnya.Inti puasa adalah melaksanakan, memaknai ibadah itu dan melabuhkannya dalam kehidupan nyata dalam berbagai aspeknya; individual sosial, politik, ekonomi, dan sebagainya. Pada sisi ini, manakala setiap muslim yang berpuasa sudah tidak makan minum dan sejenisnya di siang hari, padahal tidak ada seorang pun yang tahu seandainya ia mencuri-curi makan atau minum, maka ia sejatinya telah mengikrarkan diri untuk mengembangkan kejujuran dan ketulusan dalam kehidupannya.Pemaknaan itu juga mengharuskan mereka yang berpuasa untuk menjadikannya setiap ibadah yang dijalani sebagai sarana berdialog dengan Allah, dan menghadirkan sifat-sifatNya ke dalam kehidupan ini. Sejalan dengan itu, menahan diri dari makan minum, dan tidak berhubungan intim di siang hari merepresentasikan upaya seorang muslim untuk melakukan manajemen diri. Kemampuan melakukan hal itu meniscayakan kemampuannya untuk mengatur sikap, pandangan, dan perilakunya untuk selalu diarahkan kepada kebaikan, kearifan dan sejenisnya, dan pada saat yang sama dihindarkan dari segala hal tercela, keburukan, kejahatan dan seumpamanya sebagaimana diajarkan dalam agama. Menajamkan NuraniLebih dari itu, lapar yang dirasakan, haus yang mengeringkan tenggorakan, dan mungkin juga kepenatan lebih yang dialami setiap muslim yang berpuasa menuntut mereka untuk menajamkan nurani dan memberikan ruang besar pada diri mereka untuk mengembangkan kepekaan sosial, tanggung jawab, dan mengedepankan kepentingan orang lain dan masyarakat tinimbang kepentingsn diri sendiri dan sempit. Mereka, misalnya, masing-masing niscaya menyadari, masih banyak di sekitar mereka, dan tidak sedikit dari penduduk dunia yang kehidupan mereka dari hari ke hari dari bulan ke bulan dan selalu didera kelaparan. Data yang ada menunjukkan bahwa pada tahun 2015 masih ada 815 juta orang terancam kelaparan hebat, dan 777 juta menderita kelangkaan pangan. Di Indonesia, menurut Kompas berdasarkan siaran Pers Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) masih ada 19,4 juta penduduk Indonesia yang masih menderita kelaparan setiap hari. Jumlah ini adalah sepertiga dari 60 juta orang yang tercatat masih menderita kelaparan di Asia Tenggara.Dengan demikian, muslim yang benar-benar niat dan melaksanakan puasa, ia akan selalu berusaha untuk mengembangkan bukan hanya simpati, tapi juga empati kepada sesama. Ia juga akan selalu menyebarkan kedamaian, dan etika-moral luhur yang lain. Jika ia bukan bagian dari mereka yang kelaparan, maka ia akan ikut ambil bagian untuk mencari jalan mengentaskan mereka yang kelaparan. Namun jika di antara umat Islam kebetulan bagian dari mereka yang sedang kekurangan, ia tidak akan pernah berputus asa. Namun ia selalu yakin, pertolongan Allah pasti akan datang. 2