Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
305
PROFESIONALISME PRAKTIK KEDOKTERAN SETELAH
BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO 24 TAHUN 2011 TENTANG BADAN
PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL
Ade sulistyawati
Email: [email protected]
Universitas Tadulako
Abstrak
The Formulation of problem in this research was how professionalism in medical practice
after the enactment of law number 24 of 2011 concerning the Social Security Administrator,
and how the effect of the quality of Doctor’s service on satisfaction BPJS Health patient. The
research used empirical juridical research. The result of this research is that the
professionalism of the performance of doctors after the formation of Law Number 24 of 2011
was not optimal because it neglected the medical ethics code. Patients were satisfied with the
doctor’s service, while doctors and patients were disturbed by the existence of BPJS rules
which were considered to interfere with the process medical services. The suggestion in this
research is that the BPJS is expected to carry out periodic evaluations with the Hospital to
discuss problems that arise as well as find solutions to problems so that the objectives of the
BPJS are achieved and medical services can run maximally.
Kata Kunci: BPJS Health; Medical Practice; Patient Satisfaction
PENDAHULUAN
Pemerintahan pada hakekatnya adalah
pelayanan kepada masyarakat. Pemerintahan
tidak diadakan untuk melayani dirinya
sendri, akan tetapi untuk melayani
masyarakat dan menciptakan kondisi yang
memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan
kreativitasnya untuk mencapai tujuan
bersama.1
Pandangan W. Riawan Tjandra dkk
dalam Dadang Juliantara (editor),2 ada tiga
level pembahasan dalam kerangka
1 Sirajuddin, dkk. 2012. Hukum Pelayanan Publik. Setara
Press. Malang. Hlm: 97 2 Dadang Juliantara (Editor). 2005. Peningkatan Kapasitas
Pemerintah Daerah dalam Pelayanan Publik. Pembaruan.
Yogyakarta. Hlm: 86
meningkatkan pelayanan publik; pertama,
kebijakan (peraturan perundang-undangan),
apakah kebijakan dalam pemberian
pelayanan publik sudah benar-benar
ditujukan untuk kepentinganmasyarakat;
kedua, kelembagaan, apakah lembaga-
lembaga yang dibentuk oleh pemerintah
daerah sesuai dengan kebutuhan masyarakat
atau hanya berdasar pada kebutuhan
eksistensi lembaga – lembaga yang dibentuk
pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat atau hanya berdasar pada
kebutuhan eksistensi lembaga-lembaga di
daerah agar tidak dilakukan likuidasi
lembaganya termasuk juga kepentingan-
kepentingan politis yang sangat kental
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
306
terutama ketika masuk dalam pembahasan di
tingkat legislatif; ketiga, sumber daya
manusia, apakah sumber daya manusia yang
memberikan pelayanan juga memerlukan
kecakapan-kecakapan tertentu.
Salah satu bentuk pelayanan publik
yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah
pemenuhan kebutuhan kesehatan
masyarakat. Reformasi dibidang kesehatan
dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan
kesehatan dan menjadikannya lebih efisien,
efektif serta dapat dijangkau oleh seluruh
lapisan masyarakat. Seperti yang tertuang
dalam Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No.
951/Menkes/SK/VI/2000 yaitu bahwa
“tujuan pembangunan kesehatan adalah
untuk meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal”3.
Pembangunan bidang kesehatan pada
dasarnya ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah
satu unsur kesejahteraan sebagaimana
diamanatkan oleh pembukaan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Kesehatan sebagai Hak Asasi Manusia
(HAM) harus diwujudkan dalam bentuk
pemberian berbagai upaya kesehatan kepada
3 Moenir. A.S. 2010. Manajemen Pelayanan Umum Di
Indonesia. Bumi Aksara. Yogyakarta. Hlm:71
seluruh masyarakat melalui penyelenggaraan
pembangunan kesehatan yang berkualitas
dan terjangkau oleh masyarakat4.
Dalam menciptakan pembangunan
kesehatan untuk kesejahteraan masyarakat,
maka diperlukan tenaga kesehatan yaitu
setiap orang yang mengabdikan diri dalam
bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan
dan/atau keterampilan melalui pendidikan di
bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan. Dokter merupakan Tenaga
kesehatan sebagaimana diatur dalam Pasal 2
ayat (2) sampai dengan ayat (8) Peraturan
Pemerintah Nomor 32 Tahun 1996 tentang
tenaga kesehatan5.
Praktik kedokteran adalah rangkaian
kegiatan yang dilakukan oleh dokter
terhadap pasien dalam melakukan upaya
kesehatan. Praktik kedokteran dan
perwujudan dalam pertemuan klinis antara
pasien dan dokter, pada dasarnya merupakan
suatu kegiatan moral yang muncul dari
keharusan untuk merawat pasien dan untuk
meringankan penderitaan. Dokter dan masien
mempunyai hak dan kewajiban yang sejajar.
Sebuah hubungan pasien-dokter ada ketika
dokter melayani kebutuhan medis pasien,
4 Hafid Abbas, et.el. 2008. Buku Pedoman Hak Asasi
Manusia bagi Dokter dan Pasien Dalam Mencegah
Malpraktek Kedokteran. Badan Penelitian dan
Pengembangan HAM Departemen Hukum dan HAM RI.
Hlm: 66
5Tutik, Triwulan Titik.,Febriana,Shita. 2010. Perlindungan
Hukum Bagi Pasien. Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.
Hlm: 35
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
307
umumnya dengan persetujuan bersama
antara dokter dan pasien (atau pengganti).
Setelah dokter mendengarkan berbagai
keluhan dari pasien maka dokter
merencanakan dan menganalisis penyakit
serta merencanakan pengobatan, perawatan
dan tindakan medis yang harus diberikan
kepada pasien. Dokter dapat yakin
memberikan sebuah terapi dan obat sebagai
bentuk upaya untuk kesembuhan pasien.6
Pasal 2 Undang-undang No. 29 Tahun
2004 Tentang Praktik Kedokteran mengatur
bahwa praktik kedokteran didasarkan pada
nilai ilmiah, asas manfaat, keadilan,
kemanusiaan, keseimbangan, serta
perlindungan dan keselamatan pasien.
Dokter sebagai salah satu komponen utama
pemberi pelayanan kesehatan kepada
masyarakat mempunyai peranan yang sangat
penting karena terkait langsung pemberian
pelayanan kesehatan dan mutu pelayanan
yang diberikan. Kualitas pelayanan
merupakan suatu kondisi dinamis yang
berhubungan dengan produk, jasa, manusia,
proses dan lingkungan yang memenuhi atau
melebihi harapan.7
Pekerjaan profesi kedokteran
merupakan profesi yang tertua dan dikenal
6 Alfiansyah. 2013. Tanggung Gugat Dokter atas Kesalahan
Diagnosis pada Pelayanan Medis di Rumah Sakit(Studi
Kasus di RSUD Dr Soebandi Jember). Fakultas Hukum
Universitas Brawijaya Malan. diakses tanggal 14 Desember
2018, pukul 14.32. Hlm:28
7 Semiaji Santoso. 2012. Analisis Pengaruh Kualitas
Pelayanan terhadap Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III
pada RS.Roemani Muhammadiyah Semarang. Universitas
Diponegoro. Semarang. Hlm: 54
sebagai profesi yang mulia karena ia
berhadapan dengan hal yang paling berharga
dalam hidup seseorang yaitu masalah
kesehatan dan kehidupan. Menurut Pasal 1
butir 11 Undang Undang Nomor 2009 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran profesi
kedokteran atau kedokteran gigi adalah suatu
pekerjaan yang dilaksanakan berdasarkan
keilmuan, kompetensi yang diperoleh
melalui pendidikan berjenjang dan kode etik
yang bersifat melayani masyarakat. 8
Hakikat profesi kedokteran adalah
bisikan nurani dan panggilan jiwa (calling)
untuk mengabdikan diri pada kemanusiaan
berlandaskan moralitas yang kental. Prinsip-
prinsip kejujuran, keadilan, empati,
keikhlasan, kepedulian kepada sesama,
dalam rasa kemanusiaan, rasa kasih sayang
(compassion), dan ikut merasakan
penderitaan orang lain yang kurang
beruntung. Dengan demikian seorang dokter
tidaklah boleh egois melainkan harus
mengutamakan kepentingan orang lain,
membantu mengobati orang sakit (altruism).
Pekerjaan profesi kedokteran dilandasi
kesungguhan untuk berbuat demi kebaikan
pasien dan tidak ada niat untuk menyakiti,
mencederai, dan merugikan pasien. Dokter
wajib menghargai pasien. Hubungan antara
dokter dan pasien mencakup dokter sebagai
profesional dan pasien sebagai manusia.
8 Hanafiah, M.Jusuf.,Amir,Amri. 2009. Etika Kedokteran
dan Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. Hlm:54
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
308
Namun, menurut Konsil Kedokteran
Indonesia, sebanyak 46% dokter di Indonesia
bersalah dalam kasus disiplin kedokteran.
Sebagai pasien, selain memiliki kewajiban,
juga memiliki hak-hak yang dijamin oleh
Undang-Undang. Hal ini sesuai dengan Pasal
5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2009, bahwa setiap orang mempunyai hak
memperoleh pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu dan terjangkau serta Pasal 3
butir b Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 yakni salah satu tujuan pengaturan
praktik kedokteran adalah untuk
mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh
dokter dan dokter gigi. Namun baik Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan maupun Undang- Undang Nomor
29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran
tidak memberikan penjelasan yang lebih
lanjut mengenai definisi pelayanan kesehatan
yang bermutu.9
Di Indonesia, falsafah dan dasar
Negara Pancasila terutama sila ke-5 juga
mengakui Hak Asasi warga atas kesehatan.
Hak ini juga termaksud dalam UUD 1945
pasal 28H dan pasal 34, dan diatur dalam UU
No 23 Tahun 1992 yang diganti dengan UU
No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam UU No. 36 Tahun 2009 ditegaskan
bahwa setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas sumber
9 Hanafiah, M.Jusuf.,Amir,Amri. 2009. Etika Kedokteran
dan Hukum Kesehatan. EGC. Jakarta. Hlm:54
daya di bidang kesehatan dan memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu,
serta terjangkau.10
Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 28H
ayat 1 dinyatakan bahwa setiap orang berhak
hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang
baik dan sehat, serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan. Dari Pasal ini kita tahu
bahwa Negara memiliki tanggung jawab
terhadap kesehatan warga negaranya.
Pemerintah sudah membuat sebuah
kebijakan tentang jaminan kesehatan yang
merupakan komponen dari sub sistem
pendanaan kesehatan, sebagai langkah untuk
menjalankan amanat undang-undang dasar
dalam menjamin ksehatan setiap warga
Negara. Jaminan kesehatan tersebut
dirumuskan dalam undang-undang nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN). Pada Tahun 2011 aturan
lebih lanjut tentang pelaksanaan jaminan
kesehatan dikeluarkan dengan dilahirkannya
Undang-Undang No 24 Tahun 2011 tentang
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Pasal
60 ayat (1) Undang-Undang BPJS ini
mengamanatkan penyelenggara Jaminan
Kesehatan Nasional (JKN) pada tanggal 1
Januari Tahun 2014. BPJS kesehatan sendiri
adalah transformasi dai PT.Askes.11
10 Wahyudi,Eko.,dkk. 2016. Hukum Ketenagakerjaan. SInar
Grafika. Jakarta. Hlm:28 11 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang BPJS
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
309
Keberadaan BPJS kesehatan
diharapkan mampu mencapai target
universal coverage pada tahun 201912
.
Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh
penduduk Indonesia memiliki jaminan
kesehatan nasional untuk memperoleh
jaminan kesehatan bagi seluruh penduduk
(universal coverage) serta terwujudnya
lingkungan dan perilaku sehat, maka
penyelenggaraannya dilakukan dengan
penunjukan fasilitas penyelenggara
pelayanan kesehatan.
Sekitar empat tahun berjalannya
program jaminan kesehatan nasional,
keberlangsungan BPJS kesehatan mengalami
pro-kontra di tengah-tengah masyarakat. Hal
ini berhubungan dengan kepuasan yang
dirasakan langsung oleh masyarakat yang
menggunakan kartu BPJS Kesehatan
terhadap pelayanan yang mereka terima, baik
di kantor BPJS Kesehatan, fasilitas
kesehatan tingkat pertama, ataupun fasilitas
kesehatan tingkat lanjutan. Banyak manfaat,
namun juga ada keluhannya. Direktur
pelayanan BPJS Kesehatan, Fajriadinur
menyebutkan bahwa BPJS mendapatkan
86% kepuasan dari masyarakat13
, hasil ini
melebihi target kepuasan yang hendak
dicapai BPJS Kesehatan, yaitu 75%.
Sementara hasil survey kepuasan peserta
12 Machmud, Syahrul. 2008. Penegakan Hukum dan
Perlindungan Hukum Bagi Dokter yang Diduga Melakukan
Medikal Malpraktek. Mandar Maju. Bandung. Hlm:24 13 Srirahayu, Yuli. 2018. Evaluasi Program Jaminan
Kesehatan Nasional. www.kompasiana.com. Hlm:10
BPJS kesehatan yang dilakukan oleh
lembaga riset Myriad research committed
pada penghujung tahun 2014 mendapatkan
hasil kepuasan peserta secara nasional
mencapai 81% dengan tingkat kepuasan
berobat ke Puskesmas 80%, klinik 80%, dan
RS swasta mencapai 83%.14
Pemberian pelayanan kesehatan sangat
berpengaruh terhadap kinerja dokter, apakah
dapat efektif atau sebaliknya. Dengan adanya
aturan BPJS kesehatan ini diharapkan
mampu menunjang pelayanan kesehatan,
namun berdasarkan hasil pemberitaan di
media massa15
mengatakan bahwa aturan
BPJS Kesehatan justru memberikan batasan
ruang gerak dalam memberikan pelayanan.
BPJS dianggap telah memasuki ranah medis
padahal kewenangan BPJS Kesehatan itu
hanya membahas teknik membayar saja.
Dapat dilihat dari disiplin ilmu pendidikan
dan tanggung jawab profesi masing-masing
yang jelas berbeda. Oleh sebab itu Peneliti
sangat tertarik untuk mengkaji lebih dalam
dengan melakukan penelitian mengenai
Profesionalisme Kinerja Profesi Dokter
Setelah Terbentuknya Aturan BPJS
Kesehatan.
14 Nuryanto,M Agus. 2011. Mazhab Pendidikan Kritis:
Menyingkap Relasi Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan.
Resist Book. Yogyakarta. Hlm: 88 15 Saubani, Andri. 2018. IDI: Aturan BPJS Kesehatan
Rugikan Masyarakat. (Online) diakses tanggal 20 Februari
2019. Hlm:48
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
310
RUMUSAN MASALAH
Bagaimana profesionalisme kinerja
profesi Dokter setelah berlakunya Undang-
Undang No 24 Tahun 2011 dan Bagaimana
pengaruh kualitas pelayanan Dokter terhadap
kepuasan pasien BPJS Kesehatan.
METODE
Jenis penelitian dalam penelitian ini
adalah yuridis empiris, yaitu jenis penelitian
hukum sosiologis dan dapat disebut pula
dengan penelitian lapangan, yaitu mengkaji
ketentuan hukum yang berlaku serta apa
yang terjadi dalam kenyataan di
masyarakat. Jenis penelitian ini yaitu
penelitian yang dilakukan terhadap keadaan
sebenarnya atau keadaan nyata yang terjadi
di masyarakat dengan maksud untuk
mengetahui dan menemukan fakta-fakta dan
data yang dibutuhkan, setelah data yang
dibutuhkan terkumpul kemudian menuju
kepada identifikasi masalah yang pada
akhirnya menuju pada penyelesaian
masalah.16
Pada penelitian ini yang dijadikan
lokasi penelitian yaitu RSUD Undata Palu
yang beralamat di Jalan Trans Sulawesi
Kelurahan Tondo Kecamatan Mantikulore
Kota Palu Provinsi Sulawesi Tengah, Kode
Pos 94119. Populasi Pada penelitian ini
adalah Jumlah Dokter, Pegawai BPJS
Kesehatan dan seluruh Pasien pengguna
16 Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum Dalam
Praktik. Sinar Grafika. Jakarta. Hlm: 24
kartu BPJS Kesehatan di RSUD Undata
Palu. Pada saat penelitian sampel yang
digunakan yaitu terdiri dari 2 (dua) Dokter
yang bertugas di Poliklinik Penyakit Dalam
dan Poliklinik Syaraf, 10 (sepuluh) pasien
pengguna kartu BPJS Kesehatan yang
berada di ruang tunggu poliklinik, serta 1
(satu) pegawai BPJS Kesehatan yang
berstatus sebagai penanggungjawab BPJS
Kesehatan RSUD Undata Kota Palu.
Jenis dan sumber data terdiri dari data
primer dan data sekunder. Data primer
didapatkan melalui informasi dan
penjelasan dari pihak Dokter, Petugas BPJS
Kesehatan dan Pasien di RSUD Undata
Palu terkait profesionalisme praktik
Kedokteran setelah berlakunya Undang-
Undang No 24 Tahun 2011 Tentang BPJS
sedangkan data sekunder Melalui studi
kepustakaan untuk memperoleh bahan
hukum primer dan bahan hukum sekunder
yaitu berupa peraturan perundang-undangan
yang mempunyai relefansi dengan
pelayanan kesehatan.
Teknik pengumpulan data pada
penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan teknik wawancara dan studi
kepustakaan. Wawancara dilakukan secara
mendalam dengan menggunakan pedoman
wawancara yaitu dengan menyiapkan butir-
butir pertanyaan pada kertas dan Peneliti
menulis hasil wawancara yang didapatkan
kepada para responden. Sedangkan Studi
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
311
kepustakaan terdiri dari peraturan
perundang-undangan yaitu:
a. Konsil kedokteran Indonesia
b. Kode Etik Kedokteran
c. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
59 Tahun 2014 tentang Standar Tarif
Pelayanan Kesehatan Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan
Sosial.
d. Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2011 Tentang BPJS
e. Undang-Undang Nomor 40 Tahun
2004 Tentang SJSN
f. Undang-Undang Nomor 44 Tahun
2009 Tentang Rumah Sakit.
Pengolahan data adalah kegiatan
merapikan data hasil pengumpulan data di
lapangan sehingga siap di pakai untuk di
analisis. Dalam penelitian ini, setelah
berhasil memperoleh data yang
diperlukan, selanjutnya peneliti
melakukan pengolahan terhadap data
tersebut, yaitu meneliti kembali terhadap
catatan-catatan, berkas-berkas dan
informasi yang dikumpulkan, yang mana
diharapkan agar dapat meningkatkan mutu
reliabilitas data yang akan di analisa.
Analisa data sebagai tindak lanjut
dari proses pengolahan data, untuk dapat
memecahkan dan menguraikan masalah
yang akan diteliti berdasarkan bahan
hukum yang diperoleh, maka diperlukan
adanya teknik analisa bahan hukum.
Setelah mendapatkan data-data yang
diperlukan, maka peneliti melakukan
analisis kualitatif, yakni dengan melakukan
penilaian terhadap data-data yang
didapatkan di lapangan dengan
bantuan literatur-literatur atau bahan-
bahan terkait dengan penelitian,
kemudian ditarik kesimpulan yang
dijabarkan dalam bentuk penulisan
deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Kepastian Hukum Tentang
Profesionalisme Praktik Kedokteran
Setelah Berlakunya Undang-Undang No
24 Tahun 2011 Tentang BPJS
Berdasarkan asas kepastian
hukum, tidak boleh ada hukum yang
bertentangan, hukum harus dibuat
dengan rumusan yang bisa dimengerti
oleh masyarakat umum. Dengan
demikian, pengertian asas kepastian
hukum dan keadilan yaitu hukum
berlaku tidak surut sehingga tidak
merusak integritas sistem yang ada.
Pengertian asas kepastian hukum juga
terkait dengan adanya peraturan dan
pelaksanaannya. Kepastian hukum akan
mengarahkan masyarakat untuk bersikap
positif pada hukum Negara yang telah
ditentukan. Dengan adanya asas
kepastian hukum maka masyarakat bisa
lebih tenang dan tidak akan mengalami
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
312
kerugian akibat pelanggaran hukum dari
orang lain.17
Berdasarkan hasil wawancara
bersama Ira Pasien yang berada di
Poliklinik Penyakit Dalam18
mengatakan
bahwa tidak puas dengan pelayanan
BPJS disebabkan BPJS tidak sepenuhnya
membayar biaya pengobatan dan
perawatan pasien tersebut, dapat dilihat
dari pengalaman pasien tersebut yang
pernah di rawat dengan diagnosa medis
Anemia, karena menjalani beberapa
pemeriksaan mengakibatkan biaya
pengobatan dan perawatan pasien tidak
sepenuhnya ditanggung oleh BPJS dan
biaya yang ditanggung menurut pasien
bukan nominal sedikit. Pasien tersebut
mengatakan sia–sia saja membayar tiap
bulan jika saat sakit mengharuskan
membayar biaya yang tidak ditanggung
BPJS.
dr. Isnaniah, Sp.S19
mengatakan
bahwa ada beberapa kasus yang tidak
ditanggung oleh BPJS, menyebabkan
sering terjadi selisih paham antara pasien
dan dokter tersebut. Contohnya pasien
masuk dengan Vertigo20
, vertigo tidak
17 Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Lain Dari Hukum Di
Indonesia. Kompas. Jakarta. Hlm 37 18 Hasil wawancara dengan pasien yang berada di Poloklink
penyakit dalam tanggal 17 Mei 2019 Pukul 12.13 19 Hasil wawancara dengan dr. Isnaniah, Sp.S tanggal 17
Mei 2019 pada pukul 13.00 20 Vertigo adalah sebuah keadaan dimana penderitanya
merasa seolah-olah lingkungan disekitarnya berputar atau
melayang.
ditanggung BPJS sehingga
mengharuskan pasien membayar biaya
pengobatan tersebut, dengan adanya
kondisi demikian pasien mengeluh
dengan merasa dirugikan dan
mengatakan bahwa kartu BPJS hanya
sia-sia belaka. Dokter mengatakan
terganggu dalam melakukan pemeriksaan
dimana seharusnya dokter harus fokus
dengan pemeriksaan namun dengan hal
tersebut menyebabkan dokter terbagi
antara mencoba meyakinkan pasien
dengan menjelaskan aturan BPJS dan
juga harus melakukan pemeriksaan juga
pemberian resep kepada pasien tersebut
sehingga dokter menyarankan agar
petugas BPJS seharusnya ada disetiap
IGD (Instalasi Gawat Darurat) tiap
Rumah Sakit untuk menjelaskan kepada
pasien yang membutuhkan informasi
terkait mekanisme dan aturan-aturan
BPJS sehingga dokter dalam
menjalankan tugasnya dapat efektif .
Hasil wawancara tersebut tidak
sejalan dengan Undang-Undang Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal
20: “Pemerintah bertanggung jawab atas
pelaksanaan jaminan kesehatan
masyarakat melalui sistem jaminan sosial
nasional bagi upaya kesehatan
perorangan; Pelaksanaan sistem jaminan
sosial sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dilaksanakan sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan”.
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
313
Selanjutnya Pasal 34 ayat (2)
UUD 1945 yaitu “Negara
mengembangkan sistem jaminan sosial
bagi seluruh rakyat dan memberdayakan
masyarakat yang lemah dan tidak mampu
sesuai dengan martabat kemanusiaan”.
Berdasarkan analisis Peneliti aturan-
aturan BPJS belum terimplementasi di
lapangan dengan baik, sosialisasi terkait
aturan-aturan tersebut belum merata
sehingga para pasien belum sepenuhnya
memahami secara jelas mengenai aturan
tersebut. Contohnya pada sistem paket
pembayaran dimana pasien menganggap
BPJS menanggung secara penuh
pembayaran selama pengobatan.
Walaupun hal tersebut tentunya tidak
sejalan dengan Undang Nomor 36 Tahun
2009 tentang Kesehatan Pasal 20 dan
Selanjutnya Pasal 34 ayat (2) UUD 1945.
Perlu dievaluasi kembali dengan pihak –
pihak terkait agar kedepan aturan-aturan
tersebut dapat terlaksana dan tujuan dari
BPJS dapat terwujud.
Berdasarkan penyelenggaraannya
BPJS Kesehatan masih terdapat
kekacauan di sana sini seperti pemilahan
RS dimana pasien dengan kartu BPJS
khususnya yang bukan pasien emergency
tidak memiliki hak dalam menentukan
RS yang diinginkan sebagai tempat
berobat, sebagai pasien pengguna kartu
BPJS diharuskan memilih RS yang ber
tipe C atau D. Selain itu pendaftaran
pasien peserta dan pendaftaran pasien
BPJS yang dibatasi oleh waktu, tawar
menawar kelas bangsal rawat inap,
pemberian dosis yang tidak sesuai
dengan standar aturan medis,
pembayaran premi yang bertingkat/kelas
yang semua hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap pelayanan medis
yang berdampak buruk pada pasien juga
tenaga medis, semua ini sangat
dimungkinkan disebabkan dari norma
hukum yang ada.21
Permasalahan tersebut
bertentangan dengan Pasal 5 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang
Kesehatan yaitu:
1. Setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan.
2. Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
3. Setiap orang berhak secara mandiri
dan bertanggung jawab menentukan
sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.
b. Tingkat Kepuasan Pasien Pengguna
Kartu BPJS terhadap Pelayanan Dokter
Berdasarkan penyelenggaraannya
BPJS Kesehatan masih terdapat
21 Hasil wawancara dengan Bapak Joko Naslam selaku
ketua JKN RSUD Undata Palu tanggal 17 Mei 2019 pukul
12.40
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
314
kekacauan di sana sini seperti pemilahan
RS dimana pasien dengan kartu BPJS
khususnya yang bukan pasien emergency
tidak memiliki hak dalam menentukan
RS yang diinginkan sebagai tempat
berobat, sebagai pasien pengguna kartu
BPJS diharuskan memilih RS yang ber
tipe C atau D. Selain itu pendaftaran
pasien peserta dan pendaftaran pasien
BPJS yang dibatasi oleh waktu, tawar
menawar kelas bangsal rawat inap,
pemberian dosis yang tidak sesuai
dengan standar aturan medis,
pembayaran premi yang bertingkat/kelas
yang semua hal tersebut sangat
berpengaruh terhadap pelayanan medis
yang berdampak buruk pada pasien juga
tenaga medis, semua ini sangat
dimungkinkan disebabkan dari norma
hukum yang ada.22
Permasalahan
tersebut bertentangan dengan Pasal 5
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan yaitu:
1. Setiap orang mempunyai hak yang
sama dalam memperoleh akses atas
sumber daya di bidang kesehatan.
2. Setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan
yang aman, bermutu, dan terjangkau.
3. Setiap orang berhak secara mandiri
dan bertanggung jawab menentukan
22 Hasil wawancara dengan Bapak Joko Naslam selaku
ketua JKN RSUD Undata Palu tanggal 17 Mei 2019 pukul
12.40
sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.
c. Persepsi Dokter dalam Melakukan Praktik
Kedokteran Pada Pasien Pengguna BPJS
Kesehatan
Berdasarkan hasil wawancara
Peneliti dengan dr. Isnaniah,Sp.S23
mengatakan tidak puas dengan
kebijakan BPJS, menurut Dokter
sebaiknya pada pembuatan aturan –
aturan BPJS melibatkan Dokter-Dokter
yang terlibat langsung pada pelayanan
di lapangan sehingga aturan – aturan
dapat disesuaikan dengan keadaan yang
sering terjadi di lapangan. Adapun
masalah yang sering terjadi selama ini
belum ada ditemukan penyelesaian
sehingga lebih baik diadakan evaluasi
antara BPJS dengan pihak tenaga medis
untuk menyelesaikan masalah yang
terjadi secara rutin. Sebagai contoh ada
kasus yang tidak di bayar oleh BPJS,
Dokter sebagai Spesialis Syaraf dalam
menangani pasien dengan keluhan sakit
kepala atau pusing tidak dibayar oleh
BPJS padahal setiap pelayanan tak
lepas dari pemeriksaan juga terapi obat-
obatan yang semua itu membutuhkan
biaya, dalam hal ini pasien dirugikan
karena harus membayar tunai sehingga
tak heran jika sering terjadi selisih
23 Hasil wawancara dengan dr. Isnaniah,Sp.S pada tanggal
17 Mei 2019 Pukul 13.30
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
315
paham antara dokter dengan pasien
karena dokter dinilai diskriminatif.
Dokter juga menambahkan para peserta
BPJS mandiri yang tidak patuh dalam
membayar iuran membuat dampak
negatif bagi para dokter, pasien juga
RS. Banyaknya pasien yang tidak patuh
dalam membayar menyebabkan
kerugian RS yang besar dikarenakan
untuk menanggulangi biaya pengobatan
pasien yang semakin banyak. klem
BPJS sering terlambat dibayar akibat
besarnya defisit menyebabkan RS
menyebabkan kerugian.
Permasalahan tersebut
bertentangan dengan Pasal 20 Undang-
Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan yaitu:
“Pemerintah bertanggung
jawab atas pelaksanaan
jaminan kesehatan masyarakat
melalui sistem jaminan sosial
nasional bagi upaya kesehatan
perorangan; Pelaksanaan
sistem jaminan sosial
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilaksanakan sesuai
ketentuan peraturan
perundang-undangan”.
Dilanjutkan dengan Pasal 4
huruf I Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial
menyatakan:
“BPJS menyelenggarakan
sistem jaminan sosial nasional
berdasarkan prinsip “hasil
pengelolaan Dana Jaminan
Sosial dipergunakan
seluruhnya untuk
pengembangan program dan
untuk sebesar-besar
kepentingan Peserta”.
Berdasarkan analisis peneliti
penerapan undang-undang yang belum
maksimal sehingga permasalahan
timbul disana sini. Terutama pada
ketidakpatuhan dalam membayar iuran.
Berdasarkan Praktik Kedokteran yang
tertuang pada Kode Etik kedokteran
Pasal 3 bahwa:
“Dalam melakukan pekerjaan
kedokterannya seorang dokter
tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan
hilangnya kebebasan dan
kemandirian profesi”.
Seluruh Kode Etik Kedokteran
Indonesia mengemukakan betapa luhur
pekerjaan profesi dokter. Meskipun
dalam melaksanakan pekerjaan profesi
dokter memperoleh imbalan, namun hal
ini tidak boleh disamakan dengan usaha
penjualan jasa lainnya. Pelaksanaan
profesi kedokteran tidak ditujukan
untuk memperoleh keuntungan pribadi
tetapi lebih didasari sikap
perikemanusiaan dan mengutamakan
kepentingan pasien.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Profesionalisme kinerja Dokter setelah
terbentuknya Undang-Undang BPJS No
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
316
24 tahun 2011 tidak maksimal dan
dianggap menyalahi Kode Etik
Kedokteran yang datur pada Pasal 3.
2. Pasien merasa puas dengan pelayanan
dokter, sedangkan dokter dan pasien
merasa terganggu dengan adanya
aturan-aturan BPJS yang dinilai
mengganggu proses pelayanan medis.
Rekomendasi
1. Pembuatan aturan-aturan BPJS
sebaiknya melibatkan pihak-pihak yang
terlibat langsung di lapangan/fasilitas
Kesehatan sehingga aturan-aturan yang
dibuat tidak berbenturan dengan
kondisi yang terjadi di lapangan, tidak
bertentangan dengan aturan-aturan
profesi lain khususnya profesi
Kedokteran.
Pihak BPJS Kesehatan diharapkan
melakukan evaluasi berkala dengan pihak
Rumah Sakit untuk membahas masalah yang
timbul serta mencari solusi dari permasalahan
agar tujuan dari BPJS tercapai dan pelayanan
medis dapat berjalan dengan maksimal.
REFERENSI
Alfiansyah. 2013. Tanggung Gugat Dokter
atas Kesalahan Diagnosis pada
Pelayanan Medis di Rumah Sakit(Studi
Kasus di RSUD Dr Soebandi Jember).
Fakultas Hukum Universitas Brawijaya
Malang
Hafid Abbas, et.el. 2008. Buku Pedoman
Hak Asasi Manusia bagi Dokter dan
Pasien Dalam Mencegah Malpraktek
Kedokteran. Badan Penelitian dan
Pengembangan HAM Departemen
Hukum dan HAM RI
Hanafiah, M.Jusuf.,Amir,Amri. 2009. Etika
Kedokteran dan Hukum Kesehatan.
EGC. Jakarta
Machmud, Syahrul. 2008. Penegakan
Hukum dan Perlindungan Hukum Bagi
Dokter yang Diduga Melakukan
Medikal Malpraktek. Mandar Maju.
Bandung
Moenir. A.S. 2010. Manajemen Pelayanan
Umum Di Indonesia. Bumi Aksara.
Yogyakarta.
Nuryanto,M Agus. 2011. Mazhab
Pendidikan Kritis: Menyingkap Relasi
Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan.
Resist Book. Yogyakarta
Rahardjo, Satjipto. 2003. Sisi Lain Dari
Hukum Di Indonesia. Kompas. Jakarta
Saubani, Andri. 2018. IDI: Aturan BPJS
Kesehatan Rugikan Masyarakat.
(Online)
Semiaji Santoso. 2012. Analisis Pengaruh
Kualitas Pelayanan terhadap
Kepuasan Pasien Rawat Inap Kelas III
pada RS.Roemani Muhammadiyah
Semarang. Universitas Diponegoro.
Semarang
Srirahayu, Yuli. 2018. Evaluasi Program
Jaminan
Tadulako Master Law Journal, Vol 4 Issue 3, Oktober 2020
317
KesehatanNasional.www.kompasiana.
com.
Tutik, Triwulan Titik.,Febriana,Shita. 2010.
Perlindungan Hukum Bagi Pasien.
Prestasi Pustaka Publisher. Jakarta.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
Tentang BPJS
Wahyudi, Eko.,dkk. 2016. Hukum
Ketenagakerjaan. Sinar grafika.
Jakarta
Waluyo, Bambang. 2002. Penelitian Hukum
Dalam Praktik. Sinar Grafika. Jakarta.