17
1 PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MUSIK TALEMPONG DI JURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK FBSS UNIVERSITAS NEGERI PADANG Syeilendra, S.Kar, M.Hum ABSTRACT This article describes about a topic of talempong music instrument learning at Sendratasik Department, Faculty of Languages Letters and Arts, Padang State University. Generally, talempong can be observed about its history, classification, sound apparatus, art genre, form and size, tone system, talempong players, and playing techniques. Keywords: talempong, music instrument, ensamble, signals A. Pendahuluan Kehidupan manusia dalam dimensi waktu dan ruang yang melakukan. setiap konsep, kegiatan, dan wujud menghasilkan sesuatu yang terangkum dalam kebudayaan. Sebagai hasil dari kebudayaan manusia yang bersumber dari belajar salah satunya adalah unsur kesenian. Salah satu unsur kesenian tersebut dapat dilihat dalam budaya masyarakat Minangkabau seperti seni vokal seni instrumental. Kebudayaan terdiri dari unsur-unsur yang universal dan didukung oleh sekelompok masyarakat tertentu mempunyai ciri kebudayaan yang khas, yang membedakannya dari kelompok masyarakat lain. Meski demikian, antara individu, keluarga, masyarakat dan bangsa yang berbeda-beda itu dapat terjadi kontak budaya. Budaya ini dapat pula bermigrasi sesuai dengan perpindahan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam lingkungan barunya kebudayaan manusia ini berkembang pula secara ekologis. Demikian pula yang terjadi pada etnis Minangkabau, termasuk salah satu artifak kebudayaannya, yaitu instrumen musik talempong/calempong. Alat musik talempong yang terbuat dari campuran besi, tembaga, kuningan yang banyak dijumpai dan dipergunakan hampir semua jenis musik tradisional yang

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MUSIK …pustaka.unp.ac.id/file/abstrak_kki/abstrak_KARYA-DOSEN-KARYAWA… · central father in Indo China. ... family have wanderedof ten East Java, Madura

  • Upload
    lethuan

  • View
    220

  • Download
    3

Embed Size (px)

Citation preview

1

PROBLEMATIKA PEMBELAJARAN MUSIK TALEMPONG DI JURUSAN PENDIDIKAN SENDRATASIK

FBSS UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Syeilendra, S.Kar, M.Hum

ABSTRACT

This article describes about a topic of talempong music instrument learning at Sendratasik Department, Faculty of Languages Letters and Arts, Padang State University. Generally, talempong can be observed about its history, classification, sound apparatus, art genre, form and size, tone system, talempong players, and playing techniques. Keywords: talempong, music instrument, ensamble, signals

A. Pendahuluan

Kehidupan manusia dalam dimensi waktu dan ruang yang melakukan. setiap

konsep, kegiatan, dan wujud menghasilkan sesuatu yang terangkum dalam

kebudayaan. Sebagai hasil dari kebudayaan manusia yang bersumber dari belajar

salah satunya adalah unsur kesenian. Salah satu unsur kesenian tersebut dapat dilihat

dalam budaya masyarakat Minangkabau seperti seni vokal seni instrumental.

Kebudayaan terdiri dari unsur-unsur yang universal dan didukung oleh

sekelompok masyarakat tertentu mempunyai ciri kebudayaan yang khas, yang

membedakannya dari kelompok masyarakat lain. Meski demikian, antara individu,

keluarga, masyarakat dan bangsa yang berbeda-beda itu dapat terjadi kontak budaya.

Budaya ini dapat pula bermigrasi sesuai dengan perpindahan manusia dari satu

tempat ke tempat lainnya. Dalam lingkungan barunya kebudayaan manusia ini

berkembang pula secara ekologis. Demikian pula yang terjadi pada etnis

Minangkabau, termasuk salah satu artifak kebudayaannya, yaitu instrumen musik

talempong/calempong.

Alat musik talempong yang terbuat dari campuran besi, tembaga, kuningan

yang banyak dijumpai dan dipergunakan hampir semua jenis musik tradisional yang

2

ada di Indonesia. Apalagi instrumen musik yang termasuk dalam kategori keluarga

gong yang berpencu (knobbed gong) bentuk sama ukuran dan jenis suaranya berbeda.

Seperti yang ditulis oleh Hood (1958:5) sebagai berikut:

“…… traditional music metallophone, gamelan og central of Java has a brother in Sunda a causin in Bali, another causin in Siam, a distant realtif in South Philipines, and perhaps an central father in Indo China. Same other members of the family have wanderedof ten East Java, Madura, Sumatera, and Kalimatan”

Berdasarkan pendapat tersebut bahwa instrumen musik seperti diuraikan di

atas terdapat juga di Minangkabau di mana Hood juga menyebutkan instrumen

tersebut juga ada di Sumatera (Minangkabau) bagi masyarakat diberi nama dengan

‘talempong’ .

Dalam ensiklopedi musik dan tari Minangkabau, (1977) dikatakan bahwa

talempong sudah lama dikenal di daerah Minangkabau, bahkan menunjukkan

identitas daerah dan hampir setiap daerah di Minangkabau mempunyai instrumen

musik talempong.

Di dalam kebudayaan Minangkabau, terdapat istilah yang erat kaitannya

dengan musik, tari, dan pamainan (permainan). Musik dalam kebudayaan

masyarakat Minangkabau dikonsepkan sebagai bunyi-bunyian, yang terdiri dari

musik vokal dan musik instrumental. Talempong merupakan salah satu bentuk

kesenian yang termasuk ke dalam musik instrumental, namun dapat juga disertai

dengan vokal. Dengan demikian, istilah talempong memiliki arti sebagai salah satu

genre kesenian (pamainan) Minangkabau, termasuk ke dalam kategori bunyi-

bunyian. Bunyi-bunyian yang dimaksud dalam adat Minangkabau adalah bunyi

musik tradisional yang dihasilkan oleh alat musik karawitan beserta dengan

vokalnya. Vokal yang lazim diistilahkan oleh masyarakat Minangkabau adalah

“dendang”

Konsep permainan talempong dalam konteks kebudayaan Minangkabau

tercermin dalam salah satu peribahasa adatnya yaitu : “Baaguang batalempong,

3

bapupuik batang padi” yang artinya, membunyikan atau memukul gong dan

talempong” meniup puput batang padi yang makna budayanya adalah musik

talempong sudah menjadi bagian dari upacara adat di Minangkabau.

Musik talempong erat kaitannya dengan berbagai macam upacara adat di

Minangkabau yang digunakan untuk upacara pengangkatan penghulu baru (pimpinan

suku), pesta perkawinan, penghormatan tamu-tamu agung, sebagai musik pengiring

tari-tarian tradisional dan tari kreasi, sebagai ansambel musik. dan lain-lainnya. Di

samping itu musik talempong, juga digunakan untuk berbagai kegiatan yang

berkaitan dengan kepercayaan, seperti mencari kayu untuk menjadikan rumah,

meminta hujan menjelang panen padi, dan ada juga digunakan untuk acara menolak

bala ( Adam, 1986/1987:5 )

Talempong adalah salah satu warisan budaya masyarakat Minangkabau yang

diperoleh dari nenek moyangnya secara turun-temurun. Talempong mempunyai

pengertian sebagai jenis ansambel musik dan alat musik. Talempong mempunyai

pengertian sebagai jenis ansambel musik dalam sistem klasifikasi musik tradisional

Minangkabau, termasuk kedalam alat musik pukul, sampai sekarang talempong

terutama diproduksi oleh masyarakat Sungai Puar Bahuhampu dan sekitarnya, yang

berada di Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat.

Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dalam pendidikan musik tradisional

di jurusan Sendratasik, mahasiswa sangat sulit untuk memahaminya terutama yang

berkaitan dengan pembelajaran yang berhubungan langsung dengan proses

pengajaran yang dilakukan oleh pengampu mata kuliah serta untuk pemahaman

konsep-konsep teoretis tentang musik talempong itu sendiri. Dalam proses

pembelajaran musik talempong pada umumnya mahasiswa sangat lemah untuk bisa

mampu terutama untuk bisa membaca tulisan musik (partitur) yang diterapkan

dengan konsep-konsep teori musik barat secara umum. Sedangkan untuk bisa

mempraktikkan dalam bentuk ansambel musik mengalami kesulitan baik secara

individual dan maupun dalam bentuk kelompok. Hal ini dikarenakan oleh beberapa

faktor seperti: (1) jam pertemuan sangat sedikit, (2) alat musik yang tersedia belum

4

memadai, (3) ruang praktikum belum ada, (4) beban kredit sangat kecil ( 2 SKS) (5)

terlalu dini pengeluaran mata kuliah, (6) metoda pembelajaran belum maksimal dan

faktor lain-lainnya.

Kalau dilihat dalam kurikulum Sendratasik pada prodi musik yang

ditawarkan untuk program strata satu 144 sampai 160 sks, mata kuliah musik tradisi

hanya satu buah dengan bobot 2 sks. Hal ini sangat mengkawatirkan untuk

perkembangan musik tradisional dan apalagi bagi mahasiswa prodi musik untuk

mampu memahami serta mempraktikan dalam memainkan alat musik khususnya

musik talempong. Sementara apabila para mahasiswa sudah mulai turun kelapangan

untuk menjadi guru di SD, SMP, SMA semua mereka dituntut oleh kurikulum dalam

mata pelajaran seni budaya untuk lebih banyak mengajarkan musik tradisional

talempong (muatan lokal) dalam proses pembelajaran di sekolah masing-masing baik

secara ilmu pengetahuan maupun dalam bentuk ansambel musik, atau untuk

mengiringi tari-tarian tradisional dan tari-tari kreasi.

B. Sistim Pembelajaran Musik Tradisi di Sendratasik

Pembelajaran musik tradisi pada jurusan Sendratasik dengan bobot 2 sks

sangat mengkhawatirkan dalam pelaksanaannya seperti yang sudah diuraikan di atas.

Maka perlu disikapi supaya tidak berlarut-larut masalah ini timbul setiap tahunnya.

Pada awal perkuliahan dimulai para mahasiswa akan diperkenalkan dengan silabus

mata kuliah dan keberadaan mata kuliah di dalam kurikulum jurusan Sendratasik,

serta hal-hal yang harus disiapkan oleh seluruh mahasiswa yang akan mengikuti

kuliah tatap muka selama 16 kali dengan dosen pengampu mata kuliah.

Materi perkuliahan berdasarkan silabus, akan memberikan pengetahuan musik

tradisional Minangkabau secara umum dan khususnya lebih ditekankan para materi

musik talempong yang berhubungan dengan sejarah alat musik, sebagai alat bunyi,

klasifikasi alat musik, genre kesenian, sistim nada, bentuk dan ukuran, pemain, dan

teknik memainkan. Kemudian baru proses pembelajaran yang mengacu pada

praktikum.

5

Dalam pelaksanaan perkuliahan dengan jumlah mahasiswa lebih kurang 200

orang yang terdiri dari 4 kelas, sangat terasa sekali para mahasiswa lemah dan sulit

untuk bisa memahami tentang pengetahuan musik tradisional (Minangkabau

khususnya) serta sangat lemah untuk mampu membaca notasi musik dan tidak

mampu memainkan beberapa buah ansambel musik baik secara individu maupun

berkelompok.

Masalah ini dilihat lebih jauh terjadinya kekeliruan dalam proses belajar

mengajar yang dilaksanakan, karena para mahasiswa tidak banyak dibekali dengan

pemahaman konsep-konsep musik tradisional Minangkabau terutama yang

berhubungan dengan ilmu pengetahuan secara teoretis untuk bisa mengerti dan

memahami keberadaan musik tradisonal tersebut. Maka dari itu alangkah baiknya

lebih diutamakan tentang ilmu pengetahuan musik tradisional lebih banyak

ketimbang langsung memainkan alat musik itu sendiri.

C. Sejarah Alat Musik Talempong Minangkabau

Sejarah alat musik talempong Minangkabau berdasarkan sejarahnya

ditemukan dua sumber. Penemuan pertama sumber menurut unsur folklor, keduanya

sumber menurut unsur sejarah.

1. Unsur Folklorik

Unsur folklorik talempong yang dimaksudkan adalah unsur (cerita) mengenai

talempong, yang bersifat folklor. Folklor adalah sebagian kebudayaan suatu kolektif,

yang tersebar dan diwariskan secara turun-temurun. Diantara kolektif macam apa

saja, secara tradisional dalam versi yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun

contoh yang disertai dengan gerak isyarat atau alat pembantu pengingat. Salah satu

ciri folklor adalah sifat yang pralogis, yaitu mempunyai logika sendiri yang (kadang-

kadang) tidak sesuai dengan logika umum. Folklor terbagi kedalam beberapa bentuk,

salah satunya adalah cerita-cerita rakyat antara lain mitos, legenda, dongeng, dan

sebagainya. Suatu folklor tidak berhenti menjadi falklor apabila telah diterbitkan

dalan bentuk cetakan atau rekaman yang tetap memiliki identitas folklornya selama

kita mengetahui bahwa ia berasal dari peredaran lisan.

6

Unsur folklor talempong kebanyakan bersumber dari “tambo’, yaitu kisah

yang disampaikan secara oral, yang berlangsung turun-temurun. Cerita-cerita yang

menceritakan asal-usul talempong dapat dibagi menjadi dua versi. Versi pertama,

menyatakan talempong dibuat dan berkembang di Minangkabau. Versi yang kedua

mengatakan talempong berasal dari Yunani (sebagai asal-usul nenek moyang suku

Minangkabau) berkembang di India Belakang, dan seterusnya dibawa ke

Minangkabau

Versi pertama berasal dari Pariangan Padang Panjang (asal mula nenek

moyang Minangkabau). Dari sini talempong menyebar dan berkembang keseluruh

pelosok Minangkabau yang dibawa oleh nenek moyang suku bangsa Minangkabau

pada waktu memperluas wilayah pemukiman. Menurut versi pertama juga dipercaya

bahwa nenek moyang suku bangsa Minangkabau berasal dari puncak Gunung

Merapi. Menurut versi yang kedua, bahwa talempong berasal dari India Belakang

yang dibawa oleh nenek moyang suku bangsa Minangkabau, yang dipercayai

keturunan Sultan Iskandar Zulkarnain.

2. Catatan Sejarah Kedatangan Talempong

M.D Mansoer (1970:31) dalam bukunya Sedjarah Minangkabau menyatakan

bahwa kedatangan nenek moyang suku bangsa Minangkabau dapat disimpulkan

seperti di bawah ini. Pertama, bangsa yang pertama datang yang mendiami

Minangkabau adalah bangsa Austronesia (Melayu-Polinesia) disebut juga sebagai

Melayu-Tua yang datang secara bergelombang dari daratan Asia Tenggara dalam

ikatan keluarga, yang mempergunakan perahu bercadik. Ini adalah hasil kebudayaan

khas Austronesia. Kedatangan mereka diperkirakan dimulai sejak tahun 2000 SM.

Mereka adalah pendukung kebudayaan neolitikum (zaman batu baru), dengan ciri-ciri

utama ialah pertanian, peternakan, dan menganut adat matrilineal. Kedua, pada tahun

500-300 SM datang bangsa baru ke Minangkabau yang juga datang secara

bergelombang, dari daratan Asia Tenggara. Mereka adalah bangsa yang serumpun

dengan Austronesia. (Proto-Malay) yaitu bangsa Melayu-muda, dan merupakan

pendukung kebudayaan perunggu.

7

Minangkabau telah didiami oleh masyarakat pendukung kebudayaan

perunggu, yaitu bangsa Melayu-muda (Proto-Malay) semenjak tahun 300 SM.

Mereka juga datang secara bergelombang dan membawa keluarga dan kebudayaan

mereka yang dapat dibuktikan dengan ditemukan adanya bejana perunggu berbentuk

periuk besar di daerah Kerinci. Bejana perunggu yang ditemukan di daerah Kerinci

itu mempunyai motif hiasan spiral yang umum dijumpai di Asia Tenggara pada

waktu itu. Di daerah Bangkinang juga ditemukan peninggalan kebudayaan perunggu

berupa bejana-bejana kecil dan beberapa jenis barang-barang lainnya, yang belum

diketahui kegunaanya. Lukisan yang terdapat pada bejana perunggu (nekara) diduga

ada hubungannya dengan kebudayaan Dong-son . Dong-son adalah nama tempat di

sebelah selatan kota Hanoi Vietnam. Nama tempat itu dipakai untuk penamaan atas

ciri kebudayaan zaman perunggu di Asia Tenggara. Karena itu tempat itulah

ditemukan pertamakali benda-benda sejarah dari zaman perunggu di Asia Tenggara

seperti di Yanmar, Thailand, dan Indonesia.

Pencampuran antara Malayu-tua dengan Melayu-muda itu menurunkan

keturunan nenek moyang suku bangsa Minangkabau. Jika menurut catatan sejarah,

nenek moyang suku bangsa Minangkabau datang dari Vietnam. Mereka datang secara

bergerombolan dengan membawa seluruh kebudayaannya yaitu zaman perunggu,

sebelum tahun 300 S.M. Seperti dalam tulisan Margareth J. Kartomi, dalam

artikelnya menyatakan bahwa pengrajin perunggu yang andal dari Tonkin datang ke

Minangkabau beberapa abad sebelum Masehi.

Penulis menduga pada zaman perunggu inilah talempong dibawa oleh nenek

moyang Minangkabau ke daerah Minangkabau. Berdasarkan sumber yang ditemukan

bahwa bentuk talempong yang dibawa nenek moyang suku bangsa Minangkabau

sama seperti talempong yang ada sekarang. Kenyataan yang lain adalah alat musik

yang sama yaitu( gong chimes / set of gongs) juga terdapat; di Asia Tenggara seperti

di Pilipina, Malaysia, Thailand, Jawa, Bali dan Brunei.

Berdasarkan data di atas dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa pada

zaman perunggu inilah talempong dibawa oleh nenek moyang Minangkabau ke

8

Minangkabau. Bentuk talempong yang dibawa oleh nenek moyang suku bangsa

Minangkabau sama seperti yang ada sekarang. Bentuk alat ini dikategorikan ke dalam

jenis gong yang mempunyai nada. tetapi dengan ukurannya yang jauh lebih kecil dari

ukuran gong yang umum dikenal. Bentuk dan ukuran talempong yang terdapat di

seluruh Minangkabau relatif sama ukurannya dengan talempong yang terdapat di

seluruh Indonesia atau pun yang terdapat di luar daerah Indonesia.

D. Talempong Sebagai Alat Bunyi

Secara umum masyarakat Minangkabau mengkonsepkan musik sebagai

bunyi-bunyian asli. Orang Minangkabau pada zaman dahulu sudah mempunyai istilah

yang sama. Ahmad Nadjir Yunus (1986:131) memperjelaskan tentang bunyi-bunyian

di Minangkabau berasal dari kata : “Aluang bunian” yang artinya adalah “a” berarti

tidak ( bukan ), “luang” ialah bunyi (udara) yang keluar dari lobang, sedangkan

“bunian” ialah gaib atau halus. Misalnya orang “bunia” ialah bunyi yang dihasilkan

oleh manusia. Bunyian berarti alat musik, sedangkan bunyi/buni berarti suara (musik)

yang dihasilkan oleh alat bunyian.

Pengertian talempong sebagai buni (bunyi) adalah pada musik (alat saat

talempong dimainkan. Bunyi yang dimaksud adalah komposisi musik atau lagu-lagu

yang dihasilkan, sebagai produk bunyi alat musik talempong yang dimainkan oleh

pemain talempong. Wawancara dengan Yusaf Rahman (1996), terpenting dalam

bermain talempong adalah bunyi yang atau suaranya yang dihasilkan, yang bisa

dinikmati oleh masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa talempong

dalam pengertian sebagai musik merupakan produksi bunyi, dari alat musik

talempong yang dimainkan oleh pemain talempong. Berdasarkan aturan-aturan

tertentu, misalnya cara memainkan dalam teknik interlocking yang terdapat dalam

permainan talempong pacik.

Dalam konteks musikal istilah talempong mengandung pengertian sebagai

genre kesenian, sebagai alat musik (nama kelompok alat musik), dan sebagai musik.

Pada sebagian masyarakat; Minangkabau ada juga yang menyebutkan calempong

(nama seperangkat alat musik), dan sebagai musik.

9

D. Klasifikasi Instrumen Musik Talempong

Berdasarkan sistem klasifikasi musik tradisional Minangkabau talempong

termasuk kepada alat musik pukul. Dalam sistem klasifikasi yang dikemukakan oleh

Curt Sachs dan Eric M. Von Horn Bostel, dalam karyanya yang berjudul Systematik

der Music Instrumente Ein Versuch, alat musik talempong dapat diklasifikasikan dari

tingkat yang paling umum ke tingkat yang paling khusus sebagai berikut.

Dalam numerik I idiofon, yaitu bahan alat musik itu sendiri, terdiri dari benda

padat dan atau lentur, menghasilkan bunyi, tanpa membutuhkan membran atau senar

yang diregangkan. Selanjutnya ke dalam numerik II yaitu alat musik idiofon yang

dipukul. Alat musik ini getaran suaranya terjadi dengan memukul ke atas

permukaannya. Selanjutnya ke dalam numerik III yaitu alat musik idiofon yang

dipukul secara langsung. Pemainnya sendiri melakukan gerakan memukul apakah

dengan perantaraan mekanis yang telah dirancang, pukulan (beater), keyboard, atau

dengan menarik tali gantungan, dan sejenisnya yang bukan sebagai materi alat

musiknya. Alat musik ini secara definitif adalah pemainnya dapat mengaplikasikan

pukulan secara pribadi, dan alat musik ini dilengkapi dengan keperluan perkusi.

Alat musik talempong ini selanjutnya dapat diklasifikasikan ke dalam

numerik III.2 yaitu alat musik idiofon perkusi. Alat musik ini masing-masing dipukul

dengan objek yang bukan penghasil bunyi (non-sonorous), seperti tangan, stik,

pemukul, atau juga badan manusia dan tanah.

Selanjutnya dapat diklasifikasikan ke dalam numerik III.24 yaitu alat musik

vesel perkusi. Lebih jauh termasuk ke dalam numerik III.241 yaitu alat musik gong.

Getarannya yang terkuat berada di pencu dan sekitarnya. Alat musik ini misalnya

terdapat di Asia Selatan, Asia Timur dan Asia Tenggara.

Dalam akhir rangkaian klasifikasi ini alat musik talempong termasuk ke

dalam numerik III.241.2 yaitu seperangkat gong (gong chimes).

E. Talempong Sebagai Genre Kesenian

Kesenian dalam kebudayaan Minangkabau disebut sebagai pamainan

(permainan), termasuk didalamnya bunyi-bunyian yang maknanya hampir sama

10

dengan musik. Musik terdiri dari musik vokal dan musik instrumental. Talempong

merupakan salah satu bentuk kesenian yang termasuk ke dalam musik instrumental.

Dengan demikian, istilah talempong memiliki arti sebagai salah satu genre kesenian

pamainan (permainan) Minangkabau yang termasuk ke dalam kategori bunyi-

bunyian. Bunyi-bunyian mengandung dua arti yaitu buni atau bunyian, atau alat

bunyian. Bunyian berarti alat musik sedangkan buni atau bunyi berarti suara (musik)

yang dihasilkan oleh alat musik.

Talempong merupakan salah satu bentuk kesenian yang termasuk ke dalam

musik instrumental, namun dapat juga disertai dengan vokal. Dengan demikian,

istilah talempong memiliki arti sebagai salah satu genre kesenian (pamainan)

Minangkabau yang termasuk ke dalam kategori bunyi-bunyian.

Konsep bunyi-bunyian di Minangkabau dapat dibagi dua pengertian yaitu (1)

bunyi suara manusia atau vokal yang disebut dengan dendang dan (2) bunyi dari alat

musik itu sendiri disebut dengan instrumental. Maka talempong termasuk ke dalam

musik instrumental.

F. Sistim Nada Talempong

Sistim nada talempong ditemukan di dalam masyarakat Minangkabau sangat

sulit ditelusuri, ada yang menamakan talempong “limo atau anam”, yang ditemukan

diberbagai daerah di Minangkabau. Setelah dimainkan ternyata ditemukan lima buah

nada yaitu dengan nama pentatonik tradisional yang dimainkan dalam teknik

interlocking ( dengan cara dijinjing/dipacik dengan nama talempong pacik ).

Semenjak berdirinya ASKI Padang Panjang pada tanggal 14 April 1966, salah

satu jurusannya adalah musik yang lebih banyak menggunakan konsep-konsep musik

Barat, yang sekali gus terkontaminasinya oleh jurusan karawitan dengan kehadiran

jurusan musik barat.tersebut.

Perkembangan talempong semenjak adanya jurusan musik barat tersebut

sangat pesat karena keberadaan musik talempong yang bersistim nada pentatonik

(lima nada) dicoba oleh salah seorang Dosen yang bernama Murad St. Saidi untuk

melarasnya menjadikan lima nada diatonis dengan nada dasar c, d, e, f, g (do, re, mi,

11

fa, sol), pelarasan nada ini dilakukan pada bulan Agustus 1968 dalam rangka

memperingati HUT. RI ke 23 di kota Padang.

Tujuan pelarasan ini dilakukan adalah mencoba mengembangkan musik

talempong yang berkolaborasi dengan alat musik barat, yang memainkan lagu Andam

Oi dalam bentuk melodi yang memakai lima nada diatonis yang berasal dari

seperangkat talempong pacik.

Semenjak tahun itulah lembaga tinggi seni yang membawa perubahan dalam

bentuk inovasi dari perkembangan sistim nada talempong. Kemudian dengan

munculnya talempong dengan sistim nada diatonisasi lima nada tersebut, maka

dikembangkan oleh Yusyaf Rahman dalam lima nada menjadi tujuh nada dengan

nada dasar c, d, e, f, g, a, b, c. (do, re, mi, fa, sol, la, si, do) yang diletakkan di atas rea

atau standar kayu yang siap memainkan beberapa lagu-lagu Minangkabau dalam

bentuk komposisi musik yang ditata dengan baik yang sesuai dengan aturan yang

berlaku di dalam teori musik Barat.

Perangkat talempong ini disebut dengan nama Talempong Kreasi Baru yang

sekarang banyak ditemukan diberbagai sekolah menengah dan di perguruan tinggi di

Sumatera Barat dan bahkan di Indonesia.

G. Bentuk dan Ukuran

Talempong adalah musik pukul yang terdapat di Minangkabau. Dalam

pengertian ini talempong adalah seperangkat alat musik pukul yang terbuat dari

campuran logam perunggu, tembaga / kuningan, dan seng / besi. Bentuk alat ini

dikategorikan ke dalam jenis gong. Tetapi dengan ukuran yang jauh lebih kecil dari

ukuran gong yang umum dikenal.

Pengukuran talempong ini telah dilakukan oleh Boestaoel Arifin Adam

dibeberapa kenagarian di Minangkabau, termasuk daerah-daerah yang mempunyai

perangkat talempong di seluruh Indonesia. Bahwa ukuran talempong di Minangkabau

relatif sama dengan talempong yang terdapat di luar daerah Minangkabau seperti

bentuk dan ukuran di bawah ini:

12

1. Tinggi seluruhnya 8,5 sampai 9 cm

2. Tinggi dinding 5 sampai 6 cm

3. Garis tengah bawah 12,5 sampai dengan 16cm

4. Garis tengah atas 16,5 sampai 17 cm

5. Garis tengah pencu atau tombol 2,5 sampai 4 cm

6. Tebal alat 2 sampai 3 mm

Bentuk dan Ukuran Talempong Minangkabau

H. Pemain Talempong

13

Mengenai pemain talempong, tidak ada ketentuan khusus baik itu mengenai

jenis kelamin, usia ataupun status sosial. Akan tetapi pada umumnya talempong lebih

banyak dimainkan oleh kaum pria dari pada kaum wanita.

Merriam (1964:123) menjelaskan bahwa seorang pemusik tidak lebih dari

orang lain mana saja; mereka adalah juga sebagai anggota masyarakat. Begitu juga

halnya pada pemain musik talempong di Minangkabau. Dalam kehidupan sehari-hari

kedudukan pemain talempong adalah sama dengan anggota masyarakat lainnya.

Sebagai anggota masyarakat mereka mempunyai hak dan kewajiban yang sama

dengan anggota masyarakat lain. Pemain tidak harus berasal dari suku tertentu. Setiap

warga masyarakat boleh saja menjadi pemusik talempong. Untuk memperoleh status

menjadi pemusik, sepenuhnya berdasarkan kemampuan yang didapat dengan cara

berjuang dalam waktu latihan yang berdasarkan kemampuan yang didapat dengan

cara berjuang dalam waktu latihan yang berdasarkan prestasi. Secara pribadi,

mereka berusaha atau melalui persaingan untuk mendapatkan status sebagai pemain

talempong, dan antara sesama pemain mereka saling menghormati. Status pemain

musik talempong tidak berhubungan langsung dengan adat. Akan tetapi pada waktu

akan bertugas untuk memainkan talempong. Di dalam adat pada waku memainkan,

kedudukan mereka menjadi penting, sebab mereka dipandang sebagai ahli dan

dihormati. Pada saat itu mereka dihargai secara moril maupun materil.

I. Teknik Memainkan Talempong

Teknik memainkan alat musik talempong Minangkabau yang ditemui dalam

masyarakat ada dua cara: (1) teknik tradisional (interlocking); dan (2) teknik melodis

1. Teknik Tradisional (interlocking)

Secara tradisional dalam memainkan talempong dalam masyarakat

Minangkabau dengan cara dijinjing yang dimainkan oleh tiga orang, setiap pemain

memegang dua buah talempong dengan cara dijinjing dengan tangan kiri dan dipukul

dengan tangan kanan yang memakai kayu pemukul (stik). Talempong yang dijinjing

dengan tangan kiri (atau kanan) tersebut berada dalam posisi vertikal. Talempong

yang sebelah atas dijepit dengan ibu jari dan telunjuk, sedangkan talempong yang

14

sebelah bawah digantung pada jari tengah, jari manis, dan jari kelingking. Sedangkan

jari telunjuk berfungsi sebagai pemisah antara talempong yang keduanya agar tidak

bersentuhan. Dengan demikian, nada yang dihasilkan akan menjadi nyaring

kedengaran.

Setiap pemain talempong pacik memainkan pola ritemnya masing-masing

yang sesuai jenis lagu yang akan dimainkan. Ada pemain yang berperan sebagai

talempong anak, talempong dasar atau pambaok dan talempong paningkah atau

panyaua.

Teknik memainkan talempong seperti ini di Minangkabau disebut permainan

talempong pacik. Cara memainkan seperti ini dalam pengertian etnomusikologi

dengan nama teknik interlocking yaitu cara yang dipakai dalam membentuk suatu

komposisi melodis gabungan (resultant melodis) maupun ritme dengan cara membagi

tugas antara dua atau lebih pemain. Masing-masing pemain memainkan pola ritme

berbeda dan saling isi mengisi, yang akhirnya menjadi satu kesatuan komposisi

musik.

Proses pembelajaran pada teknik memainkan untuk lagu-lagu yang

dibelajarkan banyak menemukan masalah dan menyita waktu yang memerlukan jam

pertemuan yang panjang sementara waktu yang tersedia 2 kali 50 menit untuk 16 kali

tatap muka dalam satu semester. Masalah lain ditambah dengan jumlah mahasiswa

yang banyak. Proses pembelajaran yang dijalankan sangat tidak memadai. Apalagi

tujuan dari pratikum alat musik talempong mampu mencapai kompetensi dasar yang

sudah digariskan dalam silabus mata kuliah yaitu mampu memain dan menguasai

teknik permainan dari lagu-lagu yang dipraktikkan.

Metoda pembelajaran dilakukan menggunakan metoda ceramah, demontrasi,

drill atau kerja kelompok. Proses awal para mahasiswa harus mampu membaca notasi

musik dan menghafalkan pola ritem dari setiap bagian alat musik talempong yang

akan dimainkan. Setelah menguasai semua pola ritem dari lagu yang akan dimainkan

barulah diperkenankan untuk mempraktekkan kealat musik yang dipilih. Pada tahap

menggabungkan pola ritem dari setiap bagian talempong, muncullah masalah baru

15

dimana hampir semua mahasiswa tidak mampu menyatukan bunyi yang akan

membentuk interlocking.

Persoalan ini selalu muncul pada tahap awal dalam memainkan talempong

pacik. Sebagai solusi awal diharapkan ketabahan dan keseriusan untuk bisa

merasakan musikalitas yang menyangkut pada kemampuan seseorang dalam

menyerap nilai-nilai harmonisasi dalam musik talempong.

2. Teknik Melodis

Teknik memainkan talempong yang kedua ini adalah talempong yang

diletakkan di atas real atau rancakan. Dalam teknik memainkan tidak jauh berbeda

dengan teknik yang pertama yaitu dipukul dengan stik atau kayu pemukul yang sudah

mempunyai ukuran tertentu, tetapi setiap pemain memegang dua buah stik dengan

teknik melodis yang menggunakan kedua tangan untuk memegang stik. Di samping

itu mahasiswa sudah menguasai melodi lagu dan tanpa melihat partitur musik atau

lagu yang akan dimainkan, serta menguasai pola ritme untuk talempong pengiring.

Dalam memainkan sebuah lagu harus memakai tempo yang teratur dan ritmis.

Talempong yang sudah memakai real atau rancakan ini biasanya sudah distem

nadanya atau dilaras menurut ukuran nada musik Barat. Adapun nada dasar sebagai

acuan adalah memakai tangga nada diatonis dengan nada dasar C = Do atau D = Do.

Setiap real talempong ini mempunyai nada satu oktaf seperti c, d, e, f, g, a, b, c’ yang

dilengkapi dengan nada-nada kromatik khusus untuk talempong melodi.

Perangkat talempong yang seperti ini disebut dengan nama “Talempong

Kreasi Baru”, dimana semua aturan yang dipakai dalam permainan sudah mengacu

pada teori musik Barat. Dalam teknik memainkan adanya perangkat talempong yang

berperan sebagai melodi dan ada perangkat talempong berperan sebagai ritme atau

pengiring. Sedangkan peranan talempong sebagai ritme hanya untuk mengiringi

talempong melodi pada waktu melodi sedang jalan dengan pola ritme tertentu yang

berdasarkan progresi akord.

K. Kesimpulan

16

1. Talempong adalah alat musik tradisional Minangkabau yang ditemui diberbagai

daerah di Minangkabau yang digunakan untuk berbagai upacara adat dan sebagai

alat musik pengiring tari-tarian tradisional dan tari-tari kreasi di Minangkabau.

2. Alat musik talempong mengandung beberapa permasalahan terutama dari kajian

sejarah alat musik, klasifikasi alat musik, sebagai alat bunyian, bentuk dan

ukuran, sistem nada, dan teknik memainkan.

J. Saran

1. Mata kuliah musik tradisi sebaiknya dilaksanakan pada semester lanjut minimal

pada semester 4 dimana mahasiswa prodi musik sudah banyak lulus beberapa

mata kuliah penunjang seperti menguasai teori musik dasar dan lanjut, dikte dan

solfegio, apresiasi seni dan lain-lainnya.

2. Mata kuliah musik tradisi sebaiknya dilaksanakan selama 2 semester dengan

bobot 3 sks minimal.

3. Silabus mata kuliah perlu direvisi dan dikembangkan dalam bentuk SAP, Hend

Out, dan Buku Ajar.

4. Jurusan Sendratasik perlu merevisi kurikulum yang harus disesuaikan dengan

kebutuhan di lapangan atau di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Boestanoel Arifin. 1986/1987. Talempong Musik Tradisi Minangkabau. Padang Panjang. Akademi Seni Kerawitan Indonesia

Backus, John. 1977. The Acoustical Foundations of Music. New York. W.W Norton

& Company Hood, Mantle. 1958. Javanes Gamelan in The World of Music. Yogyakarta:

Kedaulatan Rakyat ..........1982. The Ethnomusicologist. Kent : The Kent Univesity Press. Kartomi, Margaret J. 1980. Artikelnya “Musical Strata in Sumatera.java and Bali Mansoer, M. D. 1970. Sedjarah Minangkabau. Jakarta. Bhatara

17

Merriam, Alan P. 1964. The Anthropology of Music. Chicago. Northwestern

University Press Muhammad Takari. 1993. Klasifikasi Alat-Alat Musik. Medan. USU Sadie, Stanley (ed). 1984. The New Grove Dictionary of Muical Instrumentals. ( Vol

I ). London. Macmillan Press Ltd