19

Click here to load reader

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

201

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagaiSarana Kebangkitan Damai China

Faisal Ash Shiddiq – 070912060

Program Studi S1 Hubungan Internasional, Universitas Airlangga

ABSTRACT

China has transformed into one of the most important country in internationalrelations. Their identity as Zhungguo is coming back. Their economy, militaryand sport’s strength now is on the world’s top ranks. However, the mostrational way to be used by China’s govenrment to become the greatest powerin the world without caused any political or military tension is with usingsport as their instrument. Some research shows that China had activelyengaging sport to reach their national interest since 1978. China purposefulyuse the prestige of sport in order to seen by international society that they arethe greatest country in the world. It is interesting that when China’s power ineconomy and military has already been on world’s top rank, they choose sportinstead of economy and military as the instrument to develop their nationalimage as the greatest power in the world. There is an indication that China istrying to undertake a peaceful rise strategy to make any condusivecircumstances, so they can make sure that their economy and militarydevelopment is going to be the greatest in the world.Keywords: Zhungguo, Great Power, National Image, Sport, Strategy,Peaceful Rise, Prestige.

China telah menjelma menjadi salah satu aktor penting dalam hubunganinternasional. Identitas Zhungguo kembali mencuat. Kekuatan ekonomi,militer dan olahraganya berhasil menduduki peringkat atas dunia. Walaupunbegitu, cara yang paling memungkinkan digunakan oleh China untuk menjadikekuatan dunia tanpa membuat ketegangan politik maupun militer adalahdengan olahraga. Dari beberapa penelitian yang ada terlihat bahwa Chinasudah aktif menggunakan olahraga untuk menggapai kepentingannyatersebut sejak tahun 1978. China sengaja memanfaatkan prestise olahragaagar dipandang oleh masyarakat internasional sebagai negara yang terkuat.Yang menarik perhatian adalah ketika kekuatan ekonomi dan militer Chinasudah termasuk dalam deretan atas dunia, lantas China justru memilihmenggunakan olahraga sebagai instrumen untuk membangun national imagenegaranya sebagai negara terkuat di dunia. Ada indikasi bahwa Chinasedang menjalankan strategi kebangkitan damai agar tercipta suasana yangkondusif untuk memastikan kekuatan ekonomi dan militernya benar-benarmenjadi yang terkuat di dunia.Kata-Kata Kunci: Zhungguo, Great Power, National Image, Olahraga,Strategi, Kebangkitan Damai, Prestise.

Page 2: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

202 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Aspirasi “Zhungguo” dan Kebangkitan China

China merupakan salah satu negara yang memiliki sejarah panjangdalam pembangunan peradaban manusia. Dilihat dari berbagaidokumen sejarah yang sudah dipublikasikan, peradaban China sudahdimulai sejak 1500 tahun sebelum masehi. Peradaban China jugamenjadi salah satu peradaban maju dari seluruh peradaban tua yangpernah ada di dunia.1

Dalam tulisan Sukarnaprawira dikatakan bahwa sejak jaman Dinasti Qindan Han, dua dinasti awal di periode kedua peradaban China pada abadke-3 Sebelum Masehi hingga akhir Dinasti Qing pada abad 20 Masehi,China menganggap dirinya sebagai pusat dunia, negeri yang palingberbudaya dan pusat peradaban, yang memiliki arti penting bagi seluruhkehidupan manusia.2 Mereka menyebutnya dengan Zhungguo, atausering diterjemahkan sebagai “The Middle Kingdom” yang bermakna“great power” atau kekuatan besar. Dijelaskan oleh Galih Wibisono(2013) bahwa julukan itu memiliki dua makna, yakni makna secarageografis dan secara filosofi peradaban. Secara geografis, masyrakatChina saat itu menganggap bahwa bumi itu berbentuk kotak, denganwilayah China berada di pusatnya. Pada masa dinasti Zhou, pembagianantara wilayah China dan wilayah vasalnya memang dibuat garispembatas yang jelas, dan wilayah China merupakan wilayah yang beradadi tengahnya. Kemudian, secara filosofi peradaban, istilah Zhongguomenggambarkan besarnya peradaban China di bandingkan denganperadaban vasalnya masa itu.3 Ketika peradaban vasal China masihberperilaku barbar, kedinastian China sudah memiliki peradaban yangtinggi, seperti menulis, membuat peralatan rumah tangga dariperunggu, hingga sistem pertanian dan peternakan yang maju.4 Inilahdasar dari makna Zhungguo sebagai kekuatan besar dunia.

Istilah Zhongguo menjadi kental dalam kehidupan masyarakat Chinasetelah ajaran konfusius lahir dan berkembang di masa dinasti Zhoutahun 551-472 SM. Dalam Konfusian, diajarkan sebuah sistem yangberporos pada aturan patrilineal, yakni zhou li. Zhou li diandaikansebagai sosok pria sebagai pemegang kekuasaan. Hal itu berlaku dalamsistem tata negara ataupun di dalam keluarga.5 Disebutkan bahwaseorang raja/kaisar harus menjaga rakyatnya, seorang pemimpin harusmenjaga bawahannya, dan seorang suami harus menjaga keluarganya.6

1 Sukarnaprawira, Aa Kustia. China: Peluang atau Ancaman. Jakarta: Restu Agung, 2009.2 Ibid., 5.3 Ibid.4 Taniputera, Ivan. History of China. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2009.5 Wibisono, Op.Cit.6 Zhao, Dingxin. The Rise of the Early Chinese Empire and Patterns of Chinese History. Chicago:

The University of Chicago.

Page 3: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014203

Pemimpin (pria) adalah penanggung jawab segala hal, termasuk dalampemujaan kepada kakek moyang. Bahkan, para kaisar Zhou menjulukidiri mereka sebagai Putra Surgawi (Tianzi) yang mewakili seluruh umatmanusia sebagai utusan dewa, sehingga berhak menjadi pemimpin danmemerintah seluruh umat manusia yang ada di bumi.7 Dalam penjelasanDingxin Zhao (n.d.), pattern paternalistic yang diajarkan oleh Konfusiusini masih dipegang kuat oleh masyarakat China hingga kini.

Zhongguo yang berarti pusat dunia, baik secara geografis maupunfilosofi peradaban, juga sarat dengan nilai patrilineal. China dipandangsebagai sosok pemimpin (pria) yang berhak mengatur kehidupanmanusia di dunia, karena merekalah yang diberi tanggung jawabtersebut oleh para dewa di langit. Mengingat wilayah vasal mereka saatitu masih barbar, maka alasan ini menjadi masuk akal. Dunia, dalampemikiran mereka saat itu, tidak boleh dan tidak mungkin mungkindipimpin oleh para barbar. Pemikiran King Wen mengenai Zhungguotersebut, yang juga didukung oleh para konfusian, lantas menjadi spiritmasyarakat China sejak saat itu dan hingga kini setelah istilah tersebutdilahirkan sejak lebih dari 3 ribu tahun lalu.

Dalam perkembangan peradaban China selanjutnya, berbagai penemuanbesar mereka yang “menerangi” dunia, seperti kertas, bubuk mesiu,hingga kompas menjadi kebanggan lain yang semakin mengukuhkanstatus bangsa mereka sebagai pusat dunia. Kebesaran peradaban merekaitu dianggap sebagai kebanggaan yang tak boleh hilang dari diri merekasampai kapanpun.8 Inilah yang menjadi jawaban atas pertanyaanmengapa masyarakat China kini begitu berhasrat menjadi kekuatanbesar dunia kembali, setelah mereka sempat mengalami century ofhumiliation yang begitu menyakitkan sejak abad ke-19 lalu. Berbagaiperang besar, baik internal maupun eksternal, selalu diakhiri Chinadengan kekalahan. Hal tersebut menjadikan China dijuluki The SickMan of Asia. Julukan itu menjadi cambuk bagi China. Harga diri merekasebagai pusat dunia jatuh ke dalam tingkat yang paling dasar.9

Begitu peradaban kedua China berakhir yang kemudian beralih keperadaban modern, yaitu saat Republik China didirikan di tahun 1912,China melakukan beberapa perubahan mendasar. Salah satunya adalahpenguatan kapasitas militer nasional. Kemenangan China dalam perangSino-Jepang kedua tersebut berhasil memulihkan harga diri danmartabat bangsa China, sehingga mereka tidak lagi dianggap sepi dandihina oleh bangsa-bangsa lain, sebagaimana yang terjadi saat China

7 British Museum. "The Middle Kingdom." www.britishmuseum.org.http://www.britishmuseum.org/pdf/Chinese_identity_1109.pdf (accessed December 10, 2013).

8 Wibisono, Op.Cit.9 Ibid., 34.

Page 4: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

204 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

masih di bawah pemerintahan Dinasti Qing.10 Kemenangan itupunmenjadi tonggak semangat China untuk kembali membuktikan kepadadunia bahwa mereka adalah kekuatan besar dunia.

Pasca jatuhnya Republik China pimpinan Sun Yat Sen yang kemudiandiganti menjadi Republik Rakyat China di bawah kepemimpinan MaoZedong, China melanjutkan kembali pembenahan kekuatan militernya.Hal yang sama juga dilakukan pemimpin kedua Republik Rakyat China,Deng Xiaoping. Bahkan, pada masa kepemimpinan Deng Xiaoping,pemerintah China membenahi berbagai hal sekaligus, mulai dari militer,ekonomi, politik, termasuk juga olahraga. Tanpa perlu disangkal,perkembangan ekonomi China memang mencetak rekor yangmengagumkan. Dalam jangka waktu tiga puluh tahun lebih sejak tahun1978, China berhasil menjaga stabilitas pertumbuhan mereka dengansangat baik. saat ini China berhasil menjadi salah satu negara dengantingkat perekonomian terbesar serta most dynamic economies didunia.11 Tingkat Growth Domestic Product (GDP) China sejak tahun1978 selalu berada jauh di atas rata-rata pertumbuhan GDP dunia.Bahkan, Amerika Serikat Serikat yang notabene sebagai superpowerekonomi nomer satu di dunia, tak mampu menyamai tingkatpertumbuhan GDP China. Tahun 2012 lalu, pertumbuhan GDP Chinaberada di kisaran 7,3 persen, sementara Amerika Serikat hanya 1,7persen.

Bahkan, menurut Arthur Kroeber (dalam Shirk, 2007), China masihmampu melanjutkan pertumbuhan ekonomi mereka hingga dua puluhtahun mendatang.12 Dalam sejarah, belum pernah ada negara yangberhasil mempertahankan perkembangan ekonominya yang pesat dalamjangka waktu lebih dari dua dekade. Baru China yang mampumemecahkan rekor sejarah tersebut.13 Di bidang militer, pemerintahChina melakukan reformasi besar-besaran. Dilansir dari Global FirePower, kekuatan militer China hingga saat ini menduduki posisi elitecountry dengan kekuatan militer nomer tiga terbesar di dunia, duaperingkat di bawah Amerika Serikat.14 Di bidang ekonomi, hingga tahun2012 lalu China telah memastikan diri sebagai kekuatan ekonomiterbesar kedua di dunia, satu tingkat di bawah Amerika Serikat yang

10 Ibid.11 Shirk, Op.Cit., 18-22.12 Kroeber, Arthur. "How Long Can It last?" China Economic Quarterly, 2004.13 Naughton, Barry. The Chinese Economy: Transition and Growth. Cambridge: The MIT Press,

2007.14 Global Fire Power. November 1, 2013. http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-

detail.asp?form=form&country1=United-States-of-America&country2=China&Submit=Compare+Countries (accessed November 5, 2013).

Page 5: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014205

sudah sejak lama memang menjadi negara dengan kekuatan ekonomiterbesar di dunia.15

Namun, ketika China sudah jelas memiliki hard power yangkekuatannya mendekati hard power milik Amerika Serikat, merekajustru lebih memilih menggunakan soft power untuk membangunnational image mereka sebagai kekuatan besar dunia. Lebih spesifik,soft power yang digunakan adalah olahraga.16 Sejak terbentuknyaRepublik Rakyat China (RRC), dalam laporan The Telegraph, parapemimpin China sepakat bahwa untuk membentuk the successfully ofnew China, seluruh rakyatnya harus memiliki kondisi tubuh yang sehatdan prima, bukan memiliki kesejahteraan ekonomi yang tinggi. Hal inisemata demi membangun ulang negaranya yang baru saja terbentuk.17

Dalam tulisan Susan Brownell, digambarkan bahwa pada masa ituterlihat jelas propaganda pemerintah China yang menjadikan olahragasebagai suatu hal penting. Pemerintah membuat suatu jargon yangkerap diteriakkan oleh masyarakatnya, terutama para pelajar: “Train thebody! Study diligently! Train the body! Brave scale the peaks! Train thebody! Carry out the Four Modernizations! Train the body! Defend theNation!”18 Penggunaan olahraga secara intensif sebagai instrument yangdigunakan dalam membangun national image China sebagai kekuatanbesar dunia secara mendasar dapat dilihat dari beberapa hal. Diantaranya adalah garis sejarah perkembangan olahraga di China,pemikiran para pemimpin China tentang pentingnya olahraga, sertamarketing China yang memanfaatkan blow up pemberitaan di mediamassa yang begitu konsisten dalam ajang olahraga.19

Olahraga dalam Strategi Kebangkitan China

Jika faktor ekonomi dan militer baru benar-benar digarap pascapemerintahan Deng Xiaoping, tidak demikian halnya dengan olahraga.Sejak dikalahkan dalam perang candu kedua, China sudahmemperhatikan perkembangan olahraga mereka. Dan di masa DengXiaoping, pemerintah China semakin membenahi olahraga secarasignifikan. Sebagai contoh, pemerintah China mengganti State PhysicalCulture and Sports Commission menjadi State General Administration

15 Morrison, Wayne M. China's Economic Rise: History, Trends, Challanges, and Implication forthe United States. CRS Reports for Congress, Washington: Congressional Research Service, 2013.

16 Cho, Young Nam, and Jong Ho Jeong. "China's Soft Power: Discussions, Resources, andProspects." Asian Survey, Vol. 48, No. 3, May/June 2008: 453-472.

17 The Telegraph. Sport in China: 60 Years of Change. September 23, 2013.http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/china/6252206/Sport-in-China-60-years-of-change.html (accessed September 28, 2013).

18 Brownell, Susan. Training the Body for China: Sports in the Moral Order of the People'sRepublic. Chicago: University of Chicago Press, 1995.

19 Cho, Op.Cit.

Page 6: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

206 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

of Sports (SGAS) agar sistem pengembangan olahraga China menjadilebih canggih. SGAS menggagas beberapa kewajiban yang harus merekapenuhi, di antaranya membuat framework dari olahraga nasional,mempromosikan aktivitas fisik serta partisipasi olahraga di dalam setiapsekolah maupun komunitas lokal dan regional, mengorganisir ajangolahraga nasional dan internasional di kawasan China, sertamenerapkan standar pelatihan olahraga di China.20

Dalam laporan Asian Times tahun 2008, hingga saat ini China memilikisetidaknya 300 sekolah olahraga yang didanai oleh pemerintah. SishahaiSports School, misalnya. Sekolah tersebut merupakan salah satu sekolaholahraga yang telah menghasilkan banyak atlet berprestasi tingkatdunia. Sishahai Sports School menghabiskan USD 30 juta pertahunnyauntuk pengembangan atlet.21 Laporan dari kantor berita Xinhua,sebagaimana yang dikutip oleh BBC, menyebutkan bahwa pada tahun2000 pemerintah China mengalokasikan dana untuk pembinaanolahraga hingga mencapai angka USD 785 juta.22

Oleh banyak akademisi, dikatakan bahwa soft power memang menjadisalah satu kekuatan utama China untuk menjadi global power. YeZhiceng, professor dari Peking University, serta Zhang Youwen danHuang Huang Renwei, peneliti Shanghai Academy of Social Science,mengatakan bahwa China memang harus memperkuat sumber softpower yang dimilikinya untuk meningkatkan international influencemereka.23 Dan olahraga, berdasarkan catatan yang ada, merupakan softpower yang intensif digunakan China untuk mewujudkan hasrat merekauntuk kembali menjadi kekuatan besar dunia. Pertanyaannya kemudianadalah mengapa China intensif menggunakan olahraga sebagaiinstrumen untuk membangun national image negaranya?

Pembahasan mengenai national image dalam konteks hubunganinternasional sesungguhnya telah dikemukakan hampir lima dekadesilam oleh Hans J. Morgenthau (1967). Semua bermula dari apa yangdisebut Hans J. Morgenthau dengan prestise.24 Sebagaimana diketahuibahwa aliran realisme yang dipopulerkan oleh Morgenthaumengklasifikasikan tugas negara ke dalam tiga tipe, yakni the policy ofthe status quo (keeping power), of imperialism (increasing power) dan

20 Li, Ming, Eric MacIntosh, and Gonzalo Bravo. International Sport Management. Illinois: HumanKinetics, 2012.

21 Aiyar, Pallavi. Inside China's Sport Machine. August 2, 2008.http://www.atimes.com/atimes/China/JH02Ad01.html (accessed September 28, 2013).

22 Wu, Yuwen. Di Balik Keberhasilan Tim Olimpiade Cina. August 8, 2012.http://www.bbc.co.uk/indonesia/olahraga/2012/08/120808_olympics_chinasuccess.shtml(accessed September 28, 2013).

23 Cho, Op.Cit., 470.24 Morgenthau, Hans J., and Kenneth W. Thompson. Politics Among Nations: The Struggle for

Power and Peace (Sixth Edition, Revised). New York: McGraw-Hill, 1985.

Page 7: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014207

of prestige (demonstrating power). Jika ditafsirkan, pandanganMorgenthau mengenai tugas negara tersebut, terutama prestise, padamulanya berkaitan erat dengan kebutuhan negara membangunkekuatannya. Paham realism yang diusung Morgenthau begitumenekankan pursuit of power sebagai karakter dasar negara dalammenjalankan hubungan internasional. Dan dalam keilmuan HubunganInternasional itu sendiri, masih merujuk pada pendapat Morgenthau,power didefinisikan sebagai man’s control over the heart and actions ofother man. Bagi Morgenthau, sejauh mana kemampuan suatu negaramenggunakan power yang dimiliki hingga pengaruhnya di antara negaralain meningkat adalah indikator seberapa kuat negara tersebut di antaranegara yang lain. Sebagai konklusi dari kemampuan negara mengontrolhati dan aksi negara lain tanpa menggunakan coercion, sebagai salahsatu cara dari dua cara yang biasa digunakan oleh negara dalammengejar kekuasaan, Morgenthau menyebutnya dengan prestise.25

Morgenthau banyak menjabarkan arti kekuatan nasional sebagai bagiandari perilaku dasar negara. Karena, pada dasarnya politik selaluberbicara mengenai kekuasaan, yang mana diraihnya kekuasaanbergantung dari kekuatan macam apa saja yang dimiliki. Hal tesebutberlaku baik bagi negara atau pun individu yang menjadi warga negara.Untuk mengejar kekuasaan, kekuatan fisik tidak melulu menjadi tolakukurnya. Morgenthau menjelaskan bahwa kesan juga dapat menjaditolak ukur dari seberapa besar kekuasaan negera tersebut. Denganprestise, negara lain akan memiliki kesan tentang bagaimana besarnyakekuasaan negaranya itu. Morgentahu menyebut keadaan yangdemikian sebagai politik prestise. Tujuan politik prestise menurutMorgentahu adalah menimbulkan kesan kepada negara-negara laindengan kekuasan yang sesungguhnya dimiliki oleh negara itu sendiri,atau dengan kekuasaan yang dirasakan dimilikinya, atau supaya yangdimiliki itu dipercaya oleh negara lain.26

Ketika prestise menjadi indikasi dari kekuatan nasional, maka masih adapertanyaan tersisa mengenai arti national image dan hubungannyadengan kekuatan nasional itu sendiri. Oleh Jonathan Mercer, konsepsimengenai national image diasosiasikan dengan reputasi.27 Baginya,national image tak lain adalah bentuk lain dari reputasi, yaitukepercayaan terhadap kekuatan karakter seseorang (atau negara). Dandalam pemikiran Morgenthau, prestise yang menjadi indikator darikekuatan nasional, tak lain adalah reputasi untuk kekuasaan. Semakintinggi prestise yang dimiliki oleh suatu negara, maka semakin

25 Ibid., 118.26 Ibid.27 Mercer, Jonathan. Reputation and International Politics. New York: Cornell University Press,

1996.

Page 8: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

208 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

berkuasalah negara tersebut di atas negara-negara lain. Sehingga,national image adalah sumber penting untuk kekuatan nasional negara.National image yang tak dapat dipisahkan dengan prestise sebagai nilaiyang ada di dalamnya, memiliki kedudukan yang istimewa dalamhubungan internasional. Tak pernah habisnya pengejaran akankekuasaan, menyebabkan national image digunakan sebagai senjatayang sangat penting dalam politik internasional oleh semua negara.28

Boulding (1959) mengemukakan konsepsi national image sebagaiinternal view of itself and its universe.29 Secara alamiah, national imageadalah konsep yang begitu lekat dengan sisi historis. Sebab, menurutBoulding, national image bukan hanya menggambarkan keadaan negarapada saat itu saja, namun juga gambaran terdahulu serta masa yangakan datang dari negara yang bersangkutan (view of itself). China, sejakabad ketiga sebelum masehi, telah membangun national image-nyasebagai pusat dunia, negeri yang paling berbudaya dan pusat peradaban,yang memiliki arti penting bagi seluruh kehidupan manusia. Imageseperti itu terus bertahan hingga China jatuh terpuruk di akhir abad ke-18 dan awal abad ke-19 menjadi The Sick Man of Asia. Melemahnyakekuatan China tersebut turut menjatuhkan prestise mereka sebagai“yang terbaik di dunia”. Sesuai dengan yang dikemukakan Boulding,bahwa national image, sampai kapanpun, memang terbentukberdasarkan sejarah panjang yang telah dilalui oleh negara yangbersangkutan. Termasuk national image China. Nilai kebudayaan Chinayang begitu besar dan panjang pada akhirnya “mengharuskan” warganyauntuk bangkit kembali menjadikan negaranya sebagai kekuatan besardunia.

Membentuk image secara sosiologis merupakan human nature.Tuchidydes, misalnya, menjelaskan bahwa manusia pada dasarnyamelakukan suatu tindakan atas dasar kemanan, kehormatan, serta self-interest. Julukan the sickman of Asia yang tersemat pada negara Chinapada awal abad ke-19 lalu telah meruntuhkan kekuatan serta prestiseChina dalam tatanan dunia global. Oleh karena itu, pasca dimulainyaperadaban modern China di tahun 1912, pemerintah China melakukanpembenahan kapasitas militer nasional agar tak lagi dikalahkan olehnegara lain.30 Jelas sekali terlihat bahwa China ingin mengembalikanprestise mereka sebagai pusat dunia. Mao Zedong, pemimpin pertamaRepublik Rakyat China bahkan membuat doktrinasi untukmeningkatkan kemampuan tubuh setiap warga China untukmembangun negara baru mereka, RRC, sekaligus membangun kejayaan

28 Morgenthau, Op.Cit., 130-131.29 Boulding, Kenneth Edward. "National Images and International Systems." The Journal of

Conflict Resolution, 1959: 120-131.30 Sukarnaprawira, Op.Cit., 34-35.

Page 9: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014209

peradaban mereka kembali yang telah terbentuk 1500 tahun sebelummasehi.31 Secara langsung, hal yang demikian dimaksudkan untukmembentuk national image China sebagai kekuatan besar dunia.

Olahraga kian penting artinya sebagai salah satu kekuatan untukmenggapai kepentingan nasional. Beberapa sumber kekuatan nasionalbahkan telah didefinisikan lebih spesifik oleh sejumlah penstudiHubungan Internasional dewasa ini. Joseph S. Nye, misalnya. Diamenggunakan istilah soft power untuk menjelaskan apa yang disebutMorgenthau dengan intangible power, yaitu kekuatan yang tidak dapatdilihat secara indrawi, seperti karakter nasional, moral nasional, kualitasdiplomasi ataupun kualitas pemerintah. Prestise yang diasosiasikandengan national image, sebagaimana yang sudah dijelaskansebelumnya, merupakan salah satu intangible power sumber kekuatannasional. Dan oleh Joseph Nye, intangible power yang dikemukakanMorgenthau tesebut dirinci kembali dan didefinisikannya sebagai softpower.32 Menurut Nye, istilah soft power bersandar pada kemampuansuatu aktor untuk membangun citranya di mata aktor lain. Konsepsitersebut serupa dengan yang dikemukakan Morgentahu dalam prestise,yaitu kemampuan negara mengontrol hati dan aksi negara lain (untukmengejar kekuasaan) dengan menggunakan reputasi atau kesan.33

Sehingga, prestise yang merupakan indikator kekuatan nasional yangdidapat dari pembangunan national image juga merupakan salah satusoft power.

Bagi China, untuk membangun national image sebagai kekuatan besardunia tentu bukan hal yang mudah. Sebab, sudah lebih dari satu abaddunia modern mengetahui bahwa kekuatan besar dunia bukanlah China,melainkan Amerika Serikat.34 Menurut Nye (2004), national imagememang tidak akan terbangun begitu saja. Dibutuhkan serangkaianproses yang panjang. Oleh karena itu, menurutnya, untuk membangunnational image diperlukan soft power yang memadai. Dalam buku SoftPower: The Means to Success in the World Politics, Nye menjelaskanbahwa soft power merupakan kemampuan untuk mendapatkan apayang diinginkan melalui daya tarik (attraction) daripada melaluikekerasan ataupun payments. Dan itu semua tergantung “theattractiveness of the country’s culture, political ideas, and policies”.Lebih lanjut, Cristopher Hill (2003), juga mengatakan bahwa salah satuusaha untuk meningkatkan soft power adalah dengan mempromosikan

31 Ibid.32 Nye, Joseph S., interview by Peer Schouten. Joseph Nye on Teaching America to be More British

(May 15, 2008).33 Morgenthau, Op.Cit., 203.34 Larmer, Brook. The Center of the World. August 30, 2005.

http://www.foreignpolicy.com/articles/2005/08/30/the_center_of_the_world (accessedNovember 5, 2013).

Page 10: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

210 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

image positif negara yang bersangkutan pada negara lain, atau dalambahasa sederhananya adalah national image building.35 Sehingga,secara umum, terdapat kausalitas antara soft power (dan prestisesebagai salah satu wujudnya) dengan national image. Semakin besardan luas influence dari national image yang dibangun, semakinmeningkat pula soft power dan prestisenya.

Sebuah pertanyaan mendasar mungkin saja muncul. Apakah olahragatermasuk di dalam soft power? Jika mengacu pada pendapat Joseph S.Nye, maka jawabannya adalah iya. Joseph S. Nye membagi soft powerberdasarkan sumber-sumbernya, yaitu:

“….its culture (in place where it is attractive to others), itspolitical value (when it lives up to them at home and abroad),and its foreign policies (when they are seen as legitimate andhaving moral authority).”

Secara mendasar, dalam penjelasan Chenxi Pan (2011), olahragadiciptakan secara tidak sadar oleh manusia sejak zaman dahulu.Awalnya, satu-satunya tujuan olahraga adalah untuk kebugaran tubuhdemi mendapatkan bahan makanan di hutan, pertahanan diri dariserangan hewan buas dan cuaca buruk. Kemudian, dari proses interaksiantar individu dalam masyarakat akhirnya tercipta permainan-permainan yang membutuhkan kelihaian dalam menggerakkan anggotatubuh. Dalam perkembangan selanjutnya, olahraga menjadi simbol darikelas di dalam masyarat. Mereka yang mampu memenangkanpertandingan olahraga akan memiliki derajat yang tinggi di dalammasyarakat. Dan pada akhirnya, olahraga menjadi suatu hal yangmemiliki nilai sosio-kultur yang selalu diturunkan ke setiap generasimanusia. Olahraga pun secara alamiah mengakar pada manusia, sertamember efek psikologis pada manusia itu sendiri bahwa olahraga adalahbagian dari hidup mereka.36 Maka, Nye pun mengatakan jika olahragajuga merupakan salah satu instrument soft power, karena olahragatermasuk dalam budaya (culture) yang mampu menarik perhatian(attractive) orang lain.37

Institute for Government-Monocle pada tahun 2010 mengeluarkan softpower index yang memeringkat kekuatan soft power negara-negara didunia. Mereka membagi sumber-sumber soft power ke dalam lima jenis,yaitu Business Innovation, Culture, Government, Diplomacy dan

35 Hill, Christopher R. "Keeping Politics in Sport." The World Today, Vol. 52, No. 7, 1996: 192-194.36 Hill, Op.Cit., 192-194.37 Nye, Joseph S. "The Olympics and Chinese Soft Power." The Huffington Post. August 24, 2008.

http://www.huffingtonpost.com/joseph-nye/the-olympics-and-chinese_b_120909.html(accessed November 28, 2013).

Page 11: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014 211

Education. Dan olahraga, sebagaimana Nye, juga mereka masukkansebagai sub-index dari culture sebagai instrument soft power.38

Susan Shirk (2007) menjelaskan bahwa olahraga memang sudahdianggap sebagai suatu hal yang genting oleh para pemimpin Chinasejak China memasuki peradaban modern. Olahraga memiliki banyakkeunggulan yang tak dimiliki oleh instrument hard power. Selain karenamemiliki nilai sosio-kultur yang secara alamiah mengakar padamanusia, olahraga juga memiliki sifat alamiah lain yang khas, yaituarbitrariness. Sifat inilah yang menjadikan olahraga mudah diterimadan dipahami oleh lintas budaya, bangsa, komunitas, dan kelas sosial.Oleh karena itu, dijelaskan oleh Kristen Livingston dalam The Power ofSport, olahraga menjadi instrument paling mudah dalam membukajalan buntu untuk berbagai keperluan, termasuk membangun nationalimage. Nilai dari olahraga sangat netral.39 Karena itu pula olahragamenjadi salah satu instrument soft power popular, karena bila suatunegara berhasil memenangkan pertandingan olahraga di levelinternasional, maka negara itu akan mendapat prestise yang besar dimata negara lain.40

Dalam tulisan Brook Larmer, dijelaskan bahwa para pemimpin generasibaru China masih mewariskan pemikiran para pemimpin terdahulumereka, bahwa olahraga bukanlah tentang bisnis, rekreasi, atau hiburanlainnya. Bagi mereka, olahraga adalah proyeksi dari ambisi nasionalnegeri mereka yang merindukan kejayaan dan kekuatan sebagaimanayang terjadi pada masa lalu.41 Oleh karena itu, menciptakan sistem yangcanggih dalam hal olahraga diyakini mereka akan mampu mengangkatposisi China setinggi-tingginya di antara negara lain di dunia.

Sejak Deng Xiaoping memimpin Republik Rakyat China, dia sudahmenyorot ajang olahraga internasional untuk mewujudkan image Chinasebagai kekuatan besar dunia.42 Sebab, ajang olahraga dunia, semisalOlympic Games, pasti dilihat oleh puluhan juta orang. Mereka bukanhanya melihat pertandingan olahraga, namun juga melihat bagaimanastabilitas politik, ekonomi, dan sosio-kultur di negara itu berjalan. Halini memberikan dampak langsung pada national pride negara tersebutsekaligus membangun national image.

38 McClory, Jonathan. The New Persuaders: An International Ranking of Soft Power. London:Institute for Government-Monocle, 2010.

39 Livingston, Kristen. The Power of Sport. February 14, 2011.http://www.exchangediplomacy.com/the-power-of-sport-should-sport-and-diplomacy-mix(accessed December 12, 2012).

40 Masters, Lesley. The Olympics, International Geo-politics and Soft Power. August 6, 2012.http://www.igd.org.za/home/216-the-olympics-international-geo-politics-and-soft-power(accessed November 28, 2013).

41 Larmer, Op.Cit.42 Ibid.

Page 12: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

212 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Kebangkitan Damai China

Ketika China sudah berhasil menjadi salah satu superpower duniadalam bidang ekonomi (peringkat dua dunia) dan militer (peringkat tigadunia), maka menjadi pertanyaan yang menarik manakala China justrumenggunakan olaharaga sebagai instrument digunakan mereka untukmembangun national image sebagai kekuatan besar dunia. Mari sejenakmelihat kekurangan dua hard power besar China, yakni militer danekonomi, sehingga bisa diketahui alasan China menggunakan lebihbanyak soft power, yakni olahraga, untuk membangun national image-nya.

Meski banyak pemberitaan yang menyorot aktivitas militer China sejakbeberapa dekade terakhir ini, hal itu tidak serta merta membuktikankedigdayaan militer China yang memadai. Dibandingkan dengankekuatan militer Amerika Serikat, dalam tulisan Drew Thompson(2010), kekuatan militer China sesungguhnya masih jauh tertinggal,bahkan untuk sekedar mendekati kekuatan militer Amerika Serikat yangsaat ini merupakan pemegang kekuatan militer terbesar di dunia.43

Melalui anlisisnya, Thompson mengemukakan beberapa perbandingan.Salah satunya adalah jumlah personel militer. China memiliki 3.085.000personel, sementara Amerika Serikat memiliki 2.936.390 personel.Namun, meski jumlah personel militer aktif China jauh lebih banyakdaripada Amerika Serikat, jumlah itu tidak sepadan dengan jumlahpersenjataan yang dimiliki. Dengan jumlah personel yang demikianbanyak, armada tempur udara China hanya sejumlah 5.949 unit.Bandingkan dengan armada tempur udara Amerika Serikat yangberjumlah 21.958 unit. Terlebih, teknologi militer Amerika Serikat jauhmengungguli teknologi militer China. Selain itu, China hanya memiliki497 serviceable airports, sementara Amerika Serikat memiliki 15.079serviceable airports. Untuk aircraft carriers, China hanya punya 1 unitsaja, sementara Amerika Serikat punya 10 unit. Dan jika dilihat darianggaran pertahanan yang dikeluarkan, China hanya mengeluarkanUSD 129,2 miliar, sementara Amerika Serikat mengeluarkan USD 689,5miliar. Ada gap kekuatan militer yang terlalu jauh untukdiperbandingkan antara China dan Amerika Serikat. Dituliskan olehSusan Shirk, bahwa meski para ahli militer China berhasrat untukmengalahkan Amerika Serikat, namun mereka sadar bahwa hal itu barubisa mereka lakukan pada paruh kedua dekade ini.44

43 Thompson, Drew. Think Again: China's Military. April 2010.http://www.foreignpolicy.com/articles/2010/02/22/think_again_chinas_military?page=0,0(accessed November 22, 2013).

44 Shirk, Susan. China: Fragile Superpower. New York: Oxford University Press, 2007.

Page 13: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014 213

China kini memang tampil sebagai pemain besar dalam ekonomi global,serta menjadi negara dengan trade power terbesar di dunia. Dalamrentang waktu 32 tahun, terjadi peningkatan nilai perdagangan yangsignifikan antara Amerika Serikat dengan China, yakni dari USD 5 miliardi tahun 1980 menjadi USD 536 miliar di tahun 2012.45 Namun, sekalilagi China masih belum menjadi kekuatan besar dunia. Lagi-lagi, masihada Amerika Serikat yang memegang status tersebut di bidang ekonomi.Menurut beberapa analis ekonomi, China akan berhasil menjadi negaradengan kekuatan ekonomi terbesar dunia paling cepat dalam jangkawaktu tiga sampai lima tahun mendatang. Itupun hanya jika Chinamampu mempertahankan berbagai pencapaian yang diraihnya hinggakini.46

China sadar bahwa mereka masih butuh waktu yang cukup lama untukmengejar kapasitas militer mereka untuk menjadi kekuatan besar dunia(Thompson, 2010). Oleh karena itu, masih dalam analisis Thompson,mereka mengupayakan untuk tetap menjaga hubungan baik merekadengan Washington (beserta aliansinya) agar keadaan damai dapattercipta dalam jangka waktu yang panjang. Keadan damai tersebutdibutuhkan China untuk terus meningkatkan kekuatan militer damekonomi mereka agar benar-benar menjadi kekuatan besar dunia.Penjelasan yang sama juga dikemukakan Shirk, bahwa pemerintahChina sampai saat ini terus berusaha keras menghindari konfikinternasional apapun yang dapat menghempaskan kekuatan mereka.

Ketika bidang militer dan ekonomi masih butuh waktu yang cukup lamauntuk dapat mengungguli sang pemegang status kekuatan besar dunia,yakni Amerika Serikat, maka China memakai instrument lain yang lebihefektif untuk “mengambil alih” status tersebut. Instrumen itu tak lainadalah olahraga (Larmer, 2005). China sadar betul bahwa celahterbesar mereka untuk mengungguli Amerika Serikat, dalam artian yangsebenarnya, serta untuk menyebarkan image sebagai kekuatan besardunia kepada masyarakat internasional, hanyalah melalui olahraga.47

Sebab, olahraga sudah melekat dalam kehidupan masyarakat China,sehingga mereka bisa lebih mudah menggunakan hal tersebut. Hasilsejumlah survey menunjukkan bahwa masyarakat lebih seringmenjadikan atlet olahraga negara mereka sebagai representasi darisistem sosial dan politik negara mereka sendiri. Dan oleh karena itu,kesuksesan dalam olahraga sama dengan kesuksesan negara tersebutmendapat prestise (Riggs, Eastman, & Golobic, 1993).

45 Morrison, Op.Cit.46 Ibid.47 Larmer, Op.Cit.

Page 14: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

214 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Olahraga dapat dilihat sebagai arena pertandingan politik untukmemperebutkan prestise.48 Pierre de Coubertin, pencetus modernOlympic Games, pernah mengungkapkan, “Oh sports! You’re peace,progress, happiness, justice, challenge, honor, pleasure, architect andfruitfulness,” yang mengandung pesan bahwa olahraga memang takdapat dipisahkan dari politik, meski idealnya mereka harusdipisahkan.49 Dengan melihat sejumlah kejadian dalam arenapertandingan, memang tak dapat ditepis bahwa olahraga seringkalidigunakan oleh banyak negara sebagai alat untuk mendapatkan tujuan-tujuan politik. Trevor Talyor menyebut hal yang demikian sebagai politikolahraga.50

Secara harfiah, merujuk pada tulisan Trevor Taylor, politik olahragaadalah pelaksanaan politik melalui olahraga, atau juga olahraga yangdigunakan untuk mencapai tujuan-tujuan politik tertentu.51 Chinabukanlah negara pertama yang menggunakan olahraga untuk tujuanpolitiknya. Tahun 1870 Pierre de Coubertin sengaja menjalankanOlympic Games modern untuk tujuan peace promotion. Pada masa itu,disebutkan dalam berbagai sumber, keadaan di Eropa masih gentingakibat perang Franco-Prussian. Olympic Games sengaja diciptakanuntuk menghilangkan suasan genting tersebut. Lalu, pada 1936 AdolfHitler memanfaatkan ajang Olympic Games untuk menunjukkankepada dunia bahwa ras Arya memang ras terbaik dari seluruh ras yangada.52

Contoh lainnya adalah Uni Soviet. Mereka sengaja memberikan bantuanperalatan olahraga kepada banyak negara, termasuk Indonesia, sejak1969-1982 supaya dapat memenangkan hati negara-negara tersebutberpaling ke kubu komunis. Dia juga melakukan boikot dalampelaksanaan Los Angeles Olympic Games tahun 1984 dengan mengajak13 negara blok Timur lainnya sebagai bentuk penentangan terhadapAmerika Serikat yang menjadi pemimpin blok Barat.53 Nelson Mandelajuga pernah menggunakan momentung ajang olahraga, yakni RugbyWorld Cup yang diselenggarakan di Afrika Selatan tahun 1995, untukdapat menyatukan dua ras berbeda di Afrika Selatan sekaligusmomentum diakhirinya politik apherteid di sana. Usahanya tersebutberhasil dan banyak ditiru di masa setelahnya oleh banyak pihak.54

48 Volovoj, Vadim. Sport and Politics. August 20, 2012. http://www.geopolitika.lt/?artc=5552(accessed January 5, 2014).

49 Ibid.50 Taylor, Trevor. "Sport and World Politics: Functionalism and the State System." International

Journal, Vol. 43, No. 4, 1988: 531-553.51 Ibid.52 Ibid.53 Riordan, Jim. "The Role of Sport in Soviet Foreign Policy." International Journal, Vol. 43, No. 4,

1988: 569-595.54 Ibid.

Page 15: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014 215

Nelson Mandela mengungkapkan, berdasarkan pada pengalamannyamemerangi politik apertheid, bahwa olahraga memiliki kekuatan untukmengubah dunia.55 Sebab, olahraga mampu menginspirasi masyarakatdari berbagai lapisan manapun. Bahkan, olahraga dapat membangkitkanharapan dari sebuah keputusasaan. Dan yang paling utama, olahragaadalah sebuah bahasa yang sudah pasti dimengerti oleh semua orang.Ban Ki-moon, sekjen Perserikatan Bangsa-Bangsa, juga mengatakan halyang serupa bahwa olahraga adalah “bahasa” yang dapat dapatdilafalkan oleh semua orang. Oleh karena itu, olahraga banyak dipakaioleh pemerintah untuk menciptakan berbagai objektif dari kebijakanluar negeri. Dan itulah nilai politik yang sulit ditemukan pada hal lainselain olahraga. 56

Keterpurukan China selama satu abad lamanya adalah catatan burukdalam kebesaran sejarah bangsa China. Maka, bangsa China, baik itupemerintah maupun masyarakatnya, sepakat bahwa mereka harusbangkit menjadi kekuatan besar dunia sebagaimana sejarah bangsamereka dahulu. Mereka mencoba bangkit dalam bidang ekonomi danmiliter. Namun, nampaknya melalui olahraga-lah mereka mewujudkanhasrat mereka tersebut tanpa menimbulkan efek mengancam padanegara lain. Dan nampaknya pula melalui olahraga merekamenyebarkan image bahwa China sudah bangkit dari keterpurukannyadan sudah menjadi kekuatan besar dunia. Hal itu didapatkan dari faktabahwa ajang olahraga internasional selalu diliput oleh ribuan mediamassa dari seluruh dunia.

Pada ajang Olympic Games, misalnya. Pada tahun 1988, Seoul OlympicGames di-cover oleh 11.331 media dari seluruh dunia (4.978 mediacetak, dan 6.353 broadcasters). Dan pada penyelenggaraan BeijingOlympic Games 2008, jumlah media yang meliput secara langsung diChina membludak, yakni sebanyak 24.562 media terakreditasi.57 Dalamsitus resmi National Olympic Committee China, dikatakan bahwabeberapa saluran TV bahkan sampai menyediakan layanan streamingselama ribuan jam dalam kualitas High Definition. Ini merupakan kalipertama ada stasiun TV yang menayangkan seluruh event dalamOlympic Games setiap harinya dalam tayangan High Definition. Dan halini sekaligus menggambarkan betapa pemerintah China sangat berharapOlympic Games dapat membentuk national image negara merekasebagai kekuatan besar dunia di mata masyarakat internasional. Mediayang datang meliput ajang olahraga internasional seperti OlympicGames juga tidak hanya memberitakan tentang hasil dari setiap

55 Ibid.56 Ibid.57 Olympic Movement. Seoul 1988. 1988. http://www.olympic.org/seoul-1988-summer-olympics

(accessed September 15, 2013).

Page 16: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

216 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

pertandingan, namun juga tentang city image, cultural concept, danquality of national citizens.58

Dalam pendapat d’Hooge (2005) dikatakan bahwa China memang fokuspada peningkatan visibility masyarakat internasional mengenainegaranya melalui event berskala besar.59 Dalam penyelenggaraanBeijing Olympic Games 2008, misalnya, China mengusung motto ‘OneWorld, One Dream’. Motto tersebut, menurut Jianping Ni (2008), untukmenunjukkan bahwa peradaban China saat ini merupakan negara yangsudah bangkit selayaknya negara-negara besar lainnya, serta negarayang penuh harmoni.60 Nampaknya, memang tak ada jalan lain bagiChina selain bermanuver menggunakan olahraga sebagai alat untukmencapai kepentingan nasional mereka itu. Sebab, fakta yang adamenunjukkan bahwa interkonesi antara kebangkitan ekonomi danmiliter China pada akhirnya membuat masyarakat internasionalmeragukan apakah kebangkitan China tersebut merupakan kebangkitandamai atau justru sebaliknya. Dengan memanfaatkan olahraga,termasuk di dalamnya menyelenggarakan ajang olahraga internasional,China berhasil meyakinkan masyarakat dunia bahwa kebangkitanmereka adalah kebangkitan damai yang tak perlu ditakuti. Puluhan ribumedia massa dari seluruh dunia sukses menunjukkan keadaan domestikChina yang seakan memang sama sekali tak menakutkan, sebagaimanayang selama ini didesas-desuskan. Selain itu, dengan memanfaatkanolahraga pula China berhasil membuka ruang yang cukup luas untukmereka bergerak mengejar kekuatan ekonomi dan militer AmerikaSerikat. Tapi, kembali pada ambisi awal China untuk menggapai kembalistatus Zhungguo, setidaknya status itu sudah berhasil mereka raih.Melalui Beijing Olympic Games 2008, secara de facto sampai denganperiode tersebut dunia mengetahui dan mengakui bahwa China adalahnegara dengan kekuatan olahraga terbesar di dunia.

Daftar Pustaka

Aiyar, P. (2008, August 2). Asia Times. Retrieved September 28, 2013,from Asia Times Online:http://www.atimes.com/atimes/China/JH02Ad01.html

58 Ibid.59 d'Hooghe, Ingrid. "Public Diplomacy in the People's Republic of China." In The New Public

Diplomacy: Soft Power in Interanational Relations, by Jan Melissen, 88-93. New York: PalgraveMacmillan, 2005.

60 Ni, Jianping. The Beijing Olympics and China's National Image Building. Draft Paper for theWorkshop on "China, the Olympics and the World", Hong Kong: Shanghai Institute of AmericanStudies, 2008.

Page 17: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014 217

Antara News. (2009). Retrieved November 5, 2013, from AntaraNews.Com: http://www.antaranews.com/print/134361/

Beck, D., & Bosshart, L. (2003). Sports and Media. Center for the Studyof Communication and Culture, Volume 22, No. 4 , 25.

Boulding, K. E. (1959). National Images and International Systems. TheJournal of Conflict Resolution , 120-131.

Boyle, R., & Haynes, R. (2000). Power Play: Sport, The Media andPopular Culture. London: Longman Publishing Group.

Brownell, S. (1995). Training the Body for China: Sports in the MoralOrder of the People's Republic. Chicago: University of Chicago Press.

Bu, T. (2009). Beijing Olympics: a New Brand of China. CCSE AsianSocial Science , 84-89.

China Olympic Committee. (2004, March 27). Retrieved September 28,2013, from Official Website of the Chinese Olympic Committee:http://en.olympic.cn/china_oly/history/2004-03-27/121807.html

Cho, Y. N., & Jeong, J. H. (May/June 2008). China's Soft Power:Discussions, Resources, and Prospects. Asian Survey, Vol. 48, No. 3 ,453-472.

d'Hooghe, I. (2005). Public Diplomacy in the People's Republic of China.In J. Melissen, The New Public Diplomacy: Soft Power inInteranational Relations (pp. 88-93). New York: PalgraveMacmillan.

Global Fire Power. (2013, November 1). Retrieved November 5, 2013,from Global Fire Power Website:http://www.globalfirepower.com/countries-comparison-detail.asp?form=form&country1=United-States-of-America&country2=China&Submit=Compare+Countries

Gordon, M. (1991). China Figthing to Change Image as Crucila TradeVote Nears. Associated Press.

Hetherington, A. (1985). News, Newspapers and Television. London:Macmillan.

Hill, C. R. (1996). Keeping Politics in Sport. The World Today, Vol. 52,No. 7, , 192-194.

Kurtzleben, D. (2012, August 24). U.S. News. Retrieved September 16,2013, fromhttp://www.usnews.com/news/articles/2012/08/24/report-america-lost-27-million-jobs-to-china-in-10-years

Lardy, N. R. (2003). The. Cleveland: Research Department of theFederal Reserve Bank of Cleveland.

Larmer, B. (2005, August 30). Foreign Policy Magazine. RetrievedNovember 5, 2013, from Foreign Policy Magazine Website:http://www.foreignpolicy.com/articles/2005/08/30/the_center_of_the_world

Li, M., MacIntosh, E., & Bravo, G. (2012). International SportManagement. Illinois: Human Kinetics.

Page 18: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Faisal Ash Shiddiq

218 Jurnal Analisis Hubungan Internasional, Vol. 3, No. 1

Livingston, K. (2011, February 14). The Power of Sport. RetrievedDecember 12, 2012, from Exchangediplomacy:http://www.exchangediplomacy.com/the-power-of-sport-should-sport-and-diplomacy-mix

Masters, L. (2012, August 6). The Olympics, International Geo-politicsand Soft Power. Retrieved November 28, 2013, from Institue forGlobal Dialogue: http://www.igd.org.za/home/216-the-olympics-international-geo-politics-and-soft-power

May, M. (2007). Sensation and Perception. New York: Chelsea HousePublisher.

McClory, J. (2010). The New Persuaders: An International Ranking ofSoft Power. London: Institute for Government-Monocle.

Mercer, J. (1996). Reputation and International Politics. New York:Cornell University Press.

Morgenthau, H. J., & Thompson, K. W. (1985). Politics Among Nations:The Struggle for Power and Peace (Sixth Edition, Revised). NewYork: McGraw-Hill.

Morrison, W. M. (2013). China's Economic Rise: History, Trends,Challanges, and Implication for the United States. Washington:Congressional Research Service.

Ni, J. (2008). The Beijing Olympics and China's National ImageBuilding. Hong Kong: Shanghai Institute of American Studies.

Nye, J. S. (2008, May 15). Joseph Nye on Teaching America to be MoreBritish. (P. Schouten, Interviewer)

Nye, J. S. (2008). Public Diplomacy and Soft Power. Annals of theAmerican Academy of Political and Social Science, Vol. 616 , 94-109.

Nye, J. S. (2008, August 24). The Olympics and Chinese Soft Power.Retrieved November 28, 2013, from The Huffington Post:http://www.huffingtonpost.com/joseph-nye/the-olympics-and-chinese_b_120909.html

Olympic Official Website. (1988). Retrieved September 15, 2013, fromhttp://www.olympic.org/seoul-1988-summer-olympics

Pan, C. (2011). Paradox of Sport and Politics in China - Applied to C.L.R.James' Theory. Asian Social Science, Vol. 7, No. 12 , 222-224.

Perlez, J. (2013, September 24). The New York Times. RetrievedNovember 23, 2013, from The New York Times Website:http://www.nytimes.com/2013/09/25/world/asia/china-bans-certain-north-korean-exports-for-fear-of-weapons-use.html?_r=0

Rakhmat, J. (2003). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. RemajaRosdakarya.

Riggs, K. E., Tyler Eastman, S., & Golobic, T. S. (1993). ManufacturedConflict in the 1992 Olympics: The Discourse of Television andPolitics. Critical Studies in Mass Communication , 253-272.

Salamah, L. (1991). Runtuhnya Nation-State Sebagai Aktor TunggalHubungan Internasional. Masyarakat Kebudayaan & Politik No. 6,Th. V .

Page 19: Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan ...journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jahibc144cd737full.pdf201 Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan

Prestise Kebangkitan Olahraga sebagai Sarana Kebangkitan Damai China

Jurnal Analisis HI, Maret 2014 219

Shirk, S. (2007). China: Fragile Superpower. New York: OxfordUniversity Press.

Stephen W. Littlejohn, & Foss, K. A. (2005). Theories of HumanCommunication. Wadsworth Publishing.

Sukarnaprawira, A. K. (2009). China: Peluang atau Ancaman. Jakarta:Restu Agung.

Taylor, T. (1988). Sport and World Politics: Functionalism and the StateSystem. International Journal, Vol. 43, No. 4 , 531-553.

The Telegraph. (2013, September 23). Retrieved September 28, 2013,from The Telegraph Website:http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/asia/china/6252206/Sport-in-China-60-years-of-change.html

Thompson, D. (2010, April). Think Again: China's Military. RetrievedNovember 22, 2013, from Foreign Policy Website:http://www.foreignpolicy.com/articles/2010/02/22/think_again_chinas_military?page=0,0

Von Krockow, C. G. (1996). “Sieg oder Tod.” Über Sport und Politik. InH. Sarkowicz (Ed.). In Schneller, höher, weiter.Eine Geschichte desSports (pp. 356-368). Frankfurt: Insel.

Wang, H. (2003). National Image Building and Chinese Foreign Policy.China: An International Journal 1 , 46-72.

Wu, Q. (2008). China's Economic Miracle in 30 Years. Asian SocialScience Journal, Vol. 4, No. 8 .

Wu, Y. (2012, August 8). BBC Indonesia. Retrieved September 28, 2013,from BBC Indonesia Website:http://www.bbc.co.uk/indonesia/olahraga/2012/08/120808_olympics_chinasuccess.shtml

Xue, H. (2005). China Open Public Diolomacy and International Law.Chinese Journal of International Law, Vol. 4, issue 1 , 133-139.

Zebrowitz-Zebrowitz-McArthur, L. (1988). The Cross-CultiralUnderstanding to Social Psycology. London: Sage Publications.