8
96 Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat - Zubair Mas’ud POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT The Potential of Maritime Culture in Raja Ampat Zubair Mas’ud Balai Arkeologi Papua Jl. Isele Waena Kampung Jayapura [email protected] Naskah diterima: 31/08/2020; direvisi: 03/12/2020; disetujui: 03/12/2020 publikasi ejurnal: 18/12/2020 Abstract Raja Ampat is known as an archipelago located in West Papua and occupies the bird's head region of Papua. This study aims to explore the potential of maritime culture in the Raja Ampat region. The research method used was conducting surveys and extracting information from the local community. The data obtained is then described and interpreted to acquire an overview of various maritime relics based on cultural materials and their environment. The findings obtained are in the form of rock images of boats, traditional boats, docks, and villages. Based on research supporting the culture of living around the coast, the water environment reflects traces of maritime cultural activities. The utilization of the environment supports activities in the community's daily life. Keywords: Culture, maritime, raja ampat Abstrak Raja Ampat dikenal sebagai kawasan kepulauan yang terletak di daerah Papua Barat dan menempati wilayah kepala burung Papua. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi budaya kemaritiman di wilayah Raja Ampat. Metode penelitian yang digunakan yaitu melakukan survei dan menggali informasi dari masyarakat setempat. Data yang diperoleh selanjutnya dideskripsi dan diinterpretasikan untuk memperoleh gambaran tentang berbagai tinggalan kemaritiman berdasarkan materi budaya dan lingkungannya. Temuan yang diperoleh berupa gambar cadas berbentuk perahu, perahu tradisional, dermaga dan perkampungan. Berdasarkan penelitian, pendukung budaya bermukim di sekitar pesisir pantai sehingga lingkungan perairannya mencerminkan adanya jejak aktifitas budaya kemaritiman. Pemanfaatan lingkungan menunjang aktifitas dalam keseharian masyarakat. Kata kunci: Budaya, kemaritiman, raja ampat PENDAHULUAN Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan yang dilingkupi oleh pulau-pulau yang bertebaran, baik yang berpenghuni maupun tidak berpenghuni. Menyebut kepulauan Raja Ampat memberi kesan berupa lingkungan yang tertata dengan keindahan perairan yang mengagumkan. Keanekaragaman kepulauan Raja Ampat memberikan nilai tersendiri sebagai bagian dari jejak peradaban lingkungan dan budaya. Kepulauan Raja Ampat meliputi wilayah darat dan laut dengan luas 4,6 juta hektare. Terletak di pintu masuk arus lintas Indonesia bagian timur laut, yang mengalir dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia (Sinaga, Boyke (ed), 2014). Wilayah ini terdapat empat pulau besar menandakan penyebutan Raja Ampat yang terdiri dari Pulau Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Keberadaan empat pulau besar tersebut berjajar dari utara ke selatan di bagian kepala burung dalam peta pulau Papua. Wilayahnya yang berupa kepulauan setidaknya merupakan kawasan yang sebagian besar masyarakatnya hidup di lingkungan perairan. Semua interaksi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dilakukan melalui laut (Sinaga, Boyke (ed), 2014). Raja Ampat sekurang-kurangnya memiliki 3 nilai penting. Pertama, secara

POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

96

Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat - Zubair Mas’ud

POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT The Potential of Maritime Culture in Raja Ampat

Zubair Mas’ud

Balai Arkeologi Papua Jl. Isele Waena Kampung Jayapura

[email protected]

Naskah diterima: 31/08/2020; direvisi: 03/12/2020; disetujui: 03/12/2020 publikasi ejurnal: 18/12/2020

Abstract

Raja Ampat is known as an archipelago located in West Papua and occupies the bird's head region of Papua. This study aims to explore the potential of maritime culture in the Raja Ampat region. The research method used was conducting surveys and extracting information from the local community. The data obtained is then described and interpreted to acquire an overview of various maritime relics based on cultural materials and their environment. The findings obtained are in the form of rock images of boats, traditional boats, docks, and villages. Based on research supporting the culture of living around the coast, the water environment reflects traces of maritime cultural activities. The utilization of the environment supports activities in the community's daily life. Keywords: Culture, maritime, raja ampat

Abstrak

Raja Ampat dikenal sebagai kawasan kepulauan yang terletak di daerah Papua Barat dan menempati wilayah kepala burung Papua. Penelitian ini bertujuan untuk menelusuri potensi budaya kemaritiman di wilayah Raja Ampat. Metode penelitian yang digunakan yaitu melakukan survei dan menggali informasi dari masyarakat setempat. Data yang diperoleh selanjutnya dideskripsi dan diinterpretasikan untuk memperoleh gambaran tentang berbagai tinggalan kemaritiman berdasarkan materi budaya dan lingkungannya. Temuan yang diperoleh berupa gambar cadas berbentuk perahu, perahu tradisional, dermaga dan perkampungan. Berdasarkan penelitian, pendukung budaya bermukim di sekitar pesisir pantai sehingga lingkungan perairannya mencerminkan adanya jejak aktifitas budaya kemaritiman. Pemanfaatan lingkungan menunjang aktifitas dalam keseharian masyarakat. Kata kunci: Budaya, kemaritiman, raja ampat

PENDAHULUAN

Raja Ampat merupakan wilayah kepulauan yang dilingkupi oleh pulau-pulau yang bertebaran, baik yang berpenghuni maupun tidak berpenghuni. Menyebut kepulauan Raja Ampat memberi kesan berupa lingkungan yang tertata dengan keindahan perairan yang mengagumkan. Keanekaragaman kepulauan Raja Ampat memberikan nilai tersendiri sebagai bagian dari jejak peradaban lingkungan dan budaya.

Kepulauan Raja Ampat meliputi wilayah darat dan laut dengan luas 4,6 juta hektare. Terletak di pintu masuk arus lintas Indonesia bagian timur laut, yang mengalir dari Samudera

Pasifik menuju Samudera Hindia (Sinaga, Boyke (ed), 2014). Wilayah ini terdapat empat pulau besar menandakan penyebutan Raja Ampat yang terdiri dari Pulau Waigeo, Batanta, Salawati, dan Misool. Keberadaan empat pulau besar tersebut berjajar dari utara ke selatan di bagian kepala burung dalam peta pulau Papua. Wilayahnya yang berupa kepulauan setidaknya merupakan kawasan yang sebagian besar masyarakatnya hidup di lingkungan perairan. Semua interaksi sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat dilakukan melalui laut (Sinaga, Boyke (ed), 2014).

Raja Ampat sekurang-kurangnya memiliki 3 nilai penting. Pertama, secara

Page 2: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

97

Tumotowa Volume 3 No. 2, Desember 2020: 96 - 103

geografis memiliki posisi strategis menjadi salah satu titik persentuhan budaya Melanesia dan Austronesia. Kedua, secara historis Raja Ampat merupakan salah satu kerajaan awal dalam masa sejarah Papua. Ketiga, secara diplomasi, Raja Ampat memiliki nilai global fundamental yang memberi dampak luas dari aspek ideologis, pendidikan, dan pariwisata (Sukandar, et all. 2014).

Berkaitan dengan tinggalan arkeologi di wilayah Raja Ampat, tahun 1995 Balai Arkeologi Jayapura melakukan penelitian di daerah Waigeo bagian selatan dengan temuan monumental berupa jejak masjid tua, makam Islam, makam Cina, dan temuan fragmentaris berupa fragmen keramik Cina dan Eropa, buku-buku agama berkaitan Islam (Tim Penelitian, 1995). Tahun 2011, penelitian Situs Kali Raja yang merupakan simbol keberadaan Raja Ampat yang terletak di bagian hulu Sungai Wawiyai (Sukandar, 2011). Tahun 2012 penelitian dilakukan di Pulau Saonek dengan temuan makam Islam, makam cina, fragmen keramik, fragmen tembikar serta di daerah Teluk Mayalibit di Kampung Lopintol terdapat kompleks makam tua, jejak masjid tua, fragmen keramik dan tempayan (Tim Peneliti, 2012). Tahun 2016 dilakukan penelitian terkait kemaritiman di wilayah pulau Waigeo dengan kajian bentuk perahu di beberapa kampung di kawasan teluk (Mas’ud, et all, 2016).

Secara naluriah manusia memanfaatkan lingkungan alam untuk dieksploitasi. Bentuk kehidupan masyarakat di pesisir mengandalkan kemampuan dan sumberdaya laut untuk menunjang kebutuhannya. Dengan kata lain aspek kemaritiman setidaknya merupakan pengetahuan yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berkaitan dengan itu, dalam konteks kemaritiman, terdapat kelompok masyarakat yang mendiami wilayah pesisir pantai.

Berbicara tentang kemaritiman pada wilayah Raja Ampat dapat ditelusuri dengan adanya jejak-jejak arkeologi pada lingkungan kepulauan tersebut. Aspek kemaritiman belum sepenuhnya dilakukan penelitian pada kegiatan sebelumnya. Hal ini karena pemahaman tentang arkeologi yang berkaitan dengan kemaritiman sering kali diidentikkan dengan arkeologi bawah air khususnya objek kapal karam dan muatannya yang biasa berupa komoditi perdagangan. Aspek kemaritiman terkait dengan aktifitas budaya maritim, dapat ditemukan di daratan, laut,

sungai, pantai, maupun danau, seperti; alat angkut berupa perahu, dermaga, mercusuar, pemukiman di atas air, peralatan hidup.

Sejarah Nusantara adalah sejarah maritim atau sejarah bahari, maka untuk merekonstruksi sejarah tersebut, perlu dilakukan penelitian arkeologi maritim. Arkeologi maritim adalah studi tentang interaksi manusia dengan laut, danau, dan sungai melalui kajian arkeologis atas manifestasi material dari budaya maritim, termasuk diantaranya angkutan air, fasilitas-fasilitas di tepian laut, kargo, bahkan sisa-sisa manusia. Pengertian arkeologi maritim jangan dikecohkan dengan arkeologi bawah air, yaitu upaya memahami masa lalu melalui tinggalan-tinggalan bawah air (Delgado, 1997).

Sebagaimana berkaitan dengan definisi arkeologi maritim, maka obyek-obyek tinggalan budaya maritim adalah pelabuhan dengan segala fasilitasnya (gudang dan kantor), dok dan galangan kapal, perahu, dan kapal, Menara api, pelampung suar, benteng-benteng laut, bahkan manusianya. Melakukan kajian arkeologi maritim kadang ditemukan artefak yang kita tidak tahu atau belum diketahui fungsinya. Fungsi suatu benda pada masyarakat pantai/pesisir, dapat dijawab melalui pendekatan etnoarkeologi (Utomo, 2013).

Kerajaan-kerajaan kecil yang terpencar letaknya di pulau-pulau dalam wilayah Indonesia secara ekonomis, kultural dan juga secara politis telah digabungkan dalam satuan yang lebih besar. Adanya komunikasi dan lalu lintas antar kepulauan Indonesia memungkinkan penduduknya mengembangkan suatu jaringan hubungan maritim yang lebih baik, didukung oleh kemajuan teknologi kapal, keahlian navigasi, dan suatu enterprising spirit yang besar. Kegiatan di laut yang dominan tercermin dalam sebutan ‘zaman bahari’ (Lapian, 2008). Perjalanan mengarungi lautan tidak dilakukan satu kali pelayaran secara kebetulan. Pelayaran tersebut dikelola dan dikoordinasikan oleh orang-orang yang saling berhubungan satu sama lain yang dipisahkan oleh lautan yang luas (Read, 2008).

Memasuki zaman sejarah interkoneksi antarpulau, antarbenua, dan antarbangsa semakin intensif seiring dengan kemajuan teknologi transportasi dan mencapai puncaknya di era globalisasi. Kondisi ini mendekatkan jarak dan interaksi serta memudahkan mobilitas di seluruh wilayah dunia (Simanjuntak, 2020).

Page 3: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

98

Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat - Zubair Mas’ud

Dengan asumsi tersebut wilayah Raja Ampat memiliki potensi dalam hal kemaritiman dengan ditunjang sebagian wilayahnya merupakan gugusan kepulauan. Wilayah Raja Ampat berada di bagian barat pulau Papua, menempati kawasan kepala burung. Dengan letak yang strategis memungkinkan merupakan jalur pelayaran dan perdagangan.

Melihat posisi dan keletakan Raja Ampat serta tinggalan arkeologinya aspek kemaritiman sangat mendukung untuk dikemukakan. Wilayah ini berperan penting dalam sejarah perjalanan hidup manusia dari masa prasejarah hingga masa kolonial. Untuk mengetahui lebih jauh potensi kemaritiman dan peran wilayah ini sejak masa lampau, diharapkan menjadi bahan informasi dan pengetahuan dalam perkembangan sejarah budaya di wilayah Papua. Papua dengan keragaman budaya mulai dari kelompok suku, adat, seni, tradisi, wilayah ekologis dan kontak sejarah.

Gambar 1. Peta Kabupaten Raja Ampat

(Sumber: wikipedia.org) METODE

Pengumpulan data dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan. Melakukan survei dan perekaman data dari setiap objek yang berkaitan dengan kemaritiman. Pada umumnya temuan data kemaritiman berada pada pesisir pantai. Budaya kemaritiman yang ditelusuri yaitu gambar cadas dengan bentuk perahu yang berada di tebing. Terdapat dua lokasi yang memperlihatkan bentuk perahu, tepatnya di

kawasan teluk Kabui Pulau Waigeo dan di kawasan Pulau Misool di situs gua Tomolol dan situs Lenmakana 2. Bentuk perahu tradisional pada Pulau Waigeo ditemukan di Kampung Arborek dan Lopintol sedangkan di pulau Misool penelusuran perahu tradisional berada di Kampung Tomolol, Fafanlap dan Magey. Dermaga tua berada di muara sungai Waisai serta perkampungan pesisir yang masih tertata berada di pulau Yellu, Misool.

Kajian ini berkaitan dengan tinggalan arkeologi maritim dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan bentuk penalaran induktif. Data dideskripsi, dianalisis, dan diinterpretasikan sesuai dengan konteksnya. Hal ini dilakukan untuk mengetahui sejarah budaya di wilayah Raja Ampat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini berada di wilayah Raja

Ampat yaitu di Pulau Waigeo yang letaknya berada di bagian utara sedangkan Pulau Misool berada di bagian selatan kepala burung pulau Papua. Topografi yang didominasi oleh pulau besar-pulau kecil tersebar membentuk gugusan kepulauan. Data penelitian terkait kemaritiman yaitu gambar cadas perahu, perahu tradisional, dermaga dan perkampungan pesisir.

Gambar Cadas Perahu

Salah satu aspek yang termasuk kemaritiman dalam penelitian ini adalah gambar cadas. Temuan gambar cadas berbentuk perahu terdapat pada dinding tebing Situs Fafag di kawasan teluk Kabui, pulau Waigeo. Secara astronomis terletak pada koordinat 0° 19' 50.9" LS dan 130° 35' 24.0" BT.

Gambar 2. Gambar Perahu Situs Fafag (Sumber: Balai Arkeologi Papua, 2012).

Page 4: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

99

Tumotowa Volume 3 No. 2, Desember 2020: 96 - 103

Gambar perahu berwarna putih dan letaknya pada bagian bawah tebing berjarak 75 cm dari permukaan air laut dengan arah hadap barat laut. Penggambaran perahu memanjang menyerupai lesung, bagian belakang memiliki penopang dengan posisi miring dan bagian depan terlihat runcing. Sekitar gambar perahu terdapat figur manusia, buaya, kadal, geometris, lingkaran dan motif suluran.

Temuan gambar cadas bentuk perahu di pulau Misool terletak pada Kampung Tomolol ada dua situs gambar cadas, pertama pada situs Lenmakana 2 dengan letak astronomis pada posisi 01° 58' 51.7" LS dan 130° 30' 35.7" BT. Gambar perahu berwarna merah dengan bentuk segitiga terlihat seperti layar. Pola tiang terlihat tebal dengan bagian layar terdapat garis-garis dan bagian badan perahu tidak begitu panjang. Penempatan gambar ini pada bagian dalam lekukan dinding tebing. Posisi gambar perahu pada jarak 250 cm dari permukaan laut.

Gambar 3. Gambar Perahu Situs Lenmakana 2

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018).

Kedua, Situs gua Tomolol yang terletak pada koordinat 01° 58' 15.4" LS dan 130° 25' 45.6" BT. Penggambaran perahu berwarna hitam dan berada di dalam dinding gua. Letak gambar ini berada pada ketinggian 180 cm dari lantai gua.

Gambar perahu terlihat dengan pola dasar lengkung. Terdapat layar dan penopang di bagian belakang dengan bentuk garis-garis sejajar dan memiliki penyangga pada bagian tengahnya. Bagian tengah terlihat pola persegi empat dan terdapat figur manusia seolah-olah berdiri. Bagian depan perahu terlihat runcing.

Gambar 4. Gambar Perahu Situs Gua Tomolol

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018).

Perahu Tradisional Kawasan Pulau Waigeo terdapat dua jenis

perahu yang digunakan oleh masyarakat. Pada masyarakat pesisir menggunakan tipe perahu dengan memakai penutup menyerupai atap rumah yang terbuat dari anyaman daun sagu. Bentuk dasar perahu berupa lesung yang dibuat dari sebatang pohon. Masyararakat lokal mengenal jenis pohon seperti pohon kayu sirih, pala hutan, salawaku, nani, gupasa dan pohon bawang.

Perahu ini memakai penyeimbang di kedua sisinya yang disebut semang. Masing-masing bagian diikat dengan menggunakan tali yang terbuat dari rotan. Jenis perahu ini dijumpai pada Kampung Arborek.

Gambar 5. Gambar Perahu di Kampung Arborek

(Sumber: Balai Arkeologi Papua, 2016).

Masyarakat yang bermukim di daerah teluk menggunakan perahu berbentuk lesung tidak menggunakan penyeimbang. Hanya mengandalkan penggunaan dayung. Umumnya masyarakat di wilayah Teluk Mayalibit menggunakan jenis perahu ini.

Page 5: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

100

Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat - Zubair Mas’ud

Gambar 6. Gambar Perahu di Kampung Lopintol

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018).

Bentuk perahu di wilayah Misool hampir sama dengan bentuk perahu yang terdapat di Kampung Arborek. Jenis perahu lesung dengan menggunakan penutup pada bagian atasnya serta memiliki penyeimbang. Kontruksi bagian dalam perahu terdapat bilah bambu yang dianyam dan digunakan sebagai alas duduk serta terdapat tungku dapur yang ditempatkan pada bagian belakang perahu.

Gambar 7. Gambar Perahu di kampung Tomolol

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018). Dermaga Rakyat

Dermaga rakyat berada pada titik koordinat 00° 25' 33.4" LS dan 130° 49' 26.5" BT. Letaknya berada pada muara Sungai Waisai, Pulau Waigeo. Dermaga ini dijadikan sarana pelabuhan sandaran perahu-perahu masyarakat. Sarana bongkar muat barang dari kampung ataupun sebaliknya. Lingkungan dermaga ini dekat dengan pasar rakyat sehingga merupakan akses yang tepat berlabuhnya perahu ataupun kapal yang masuk ke Kota Waisai. Lebar sungai ini 25 meter, namun kondisi airnya tergantung dengan pasang surut air laut.

Gambar 8. Gambar Dermaga di Waisai (Sumber: Balai Arkeologi Papua, 2016).

Perkampungan Pesisir

Perkampungan ini berada di pulau Misool di kampung Yellu. Permukiman masyarakat berada di pesisir pulau yang kecil. Bentuk rumah panggung berdiri di atas air laut dan berderet di sisi kanan kiri mengikuti sarana jalan yang terbuat dari papan kayu.

Gambar 9. Gambar Perkampungan di Yellu

(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2018).

Berdasarkan penelitian ini masyarakat di wilayah Raja Ampat sejak dahulu mengenal sarana transportasi berupa perahu. Hal ini diketahui dengan adanya gambar cadas bentuk perahu yang ditorehkan pada dinding tebing. Kondisi ini sesuai dengan lingkungan perairan yang memungkinkan sebagai akses pelayaran bahkan pula digunakan sebagai bagian dari arus migrasi.

Perahu tradisional yang berada di Pulau Waigeo dan Misool memiliki bentuk dasar berupa lesung. Pembuatan perahu ini dilakukan dengan melubangi bagian tengah batang pohon membentuk lunas (menyerupai lesung). Ukuran kedalaman disesuaikan dengan kapasitas pohon yang digunakan sebagai bahan perahu. Jenis kayu yang digunakan sebagai perahu berupa

Page 6: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

101

Tumotowa Volume 3 No. 2, Desember 2020: 96 - 103

kayu Nani (bahasa lokal) dan kayu Gupasa (bahasa lokal).

Perahu yang ada di Kampung Arborek dinamakan perahu Konde sedangkan di kampung Lopintol disebut Wang. Bentuk perahu dengan lunas yang ramping serta memiliki penyeimbang yang disebut semang pada kedua bagian pinggirnya. Terdapat atap pada bagian atas perahu yang digunakan sebagai sarana berlindung dari panas matahari dan hujan yang terbuat dari daun sagu. Penggunaan bambu untuk lantainya. Perahu ini dilengkapi tungku untuk memasak. Pada bagian tengah sisi semang terdapat bentukan digunakan untuk meletakkan dayung. Salah satu sisi badan perahu terdapat tiang untuk mengaitkan layar yang terbuat dari anyaman daun pandan. Bentuk layar ini dapat digulung ketika tidak digunakan. Pada badan perahu ditambahkan pula papan-papan mengikuti rangka dasarnya untuk membentuk perahu yang ramping dan membuat perahu agak tinggi.

Perahu yang terdapat di Kampung Lopintol dengan bentuk lunas menyerupai lesung yang dibentuk dari sebatang pohon. Penggunaan perahu ini dengan mengandalkan dayung karena wilayahnya merupakan lingkungan yang berarus kuat. Jenis perahu ini sangat baik digunakan di kawasan teluk. Kemudi hanya mengandalkan dayung menyesuaikan kecepatan arus dan gelombang. Hanya saja penggunaan perahu ini terbatas untuk dua orang. Ketika mengarungi arus perahu ini mengikuti gelombang air.

Jenis perahu yang berada di pulau-pulau wilayah Raja Ampat dan daerah teluk pada dasarnya sama dalam hal bentuk lunas atau badan perahu yang berbentuk lesung. Begitupula dengan penggunaan penyeimbang/semang. Perahu ini digunakan pula sebagai sarana berpindah tempat. Jenis perahu ini digunakan untuk mengarungi lautan dengan jarak tempuh yang jauh. Hal ini ditunjang dengan keberadaan penutup yang melindungi dari panas dan hujan serta angin. Terdapat pula tungku di dalam perahu ini sebagai sarana untuk mengolah makanan. Penggunaan layar untuk mempercepat kecepatan perahu di waktu musim teduh. Selain itu masyarakat pulau-pulau mengetahui tentang navigasi; kecepatan angin dan arus serta perbintangan dalam kerangka mengetahui arah tujuan.

Dermaga rakyat merupakan sarana bertemunya masyarakat dari berbagai kampung yang ada di wilayah Raja Ampat. Dermaga ini digunakan sebagai sentral pertukaran barang dan jual beli hasil kebun dan laut.

Perkampungan masyarakat di daerah pesisir bentuk rumah panggung didirikan dengan tiang-tiang yang ditancapkan di atas air. Kontruksi panggung dengan bahan dinding dari pelepah daun sagu/nipah. Bahan lantai digunakan papan kayu serta atap dari pelepah daun sagu yang dianyam. Atap bangunan dibuat dari daun sagu. Kehidupan masyarakat pesisir tidak terlepas dari pengaruh lingkungan. Hal ini ditandai dengan sarana bermukim yang menempati pesisir pantai. Bentuk rumah dibangun di atas air dengan menggunakan tiang-tiang kayu bulat. Bagian bawah rumah “kolong” biasanya digunakan sebagai tempat untuk menambatkan perahu.

KESIMPULAN Hal menarik yang diperoleh dari

penelitian tersebut, memperlihatkan secara umum bahwa perahu telah dikenal sejak dahulu dan digunakan hingga sekarang. Masyarakat di Raja Ampat memanfaatkan kemampuan dalam berinteraksi dengan lingkungan. Fenomena ini pula terjadinya interaksi dengan masyarakat luar dengan masyarakat di wilayah Raja Ampat. Setidaknya dibarengi dengan pertukaran ataupun dengan perdagangan komoditas. Begitu pula dengan kehidupan dalam membentuk kelompok dalam bentuk perkampungan. Hal ini mencerminkan bahwa budaya kemaritiman menandakan terjadinya akulturasi bahkan dapat dikatakan sebagai bagian dari proses sejarah budaya yang telah terjadi di wilayah Raja Ampat.

***

Page 7: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

102

Potensi Budaya Kemaritiman di Wilayah Raja Ampat - Zubair Mas’ud

DAFTAR PUSTAKA Delgado, James P. (1997). Encyclopedia of

Underwater and Maritime Archaeology, London: British Museum Press.

Lapian, Adrian B. 2008. Pelayaran dan Perniagaan Nusantara. Depok: Komunitas Bambu.

Mas’ud, Zubair, et all. (2016). Survei Potensi Arkeologi Maritim di Pulau Waigeo Kabupaten Raja Ampat. Laporan Penelitian Arkeologi. Jayapura: Balai Arkeologi Papua.

Read, Robert Dick. (2008). Penjelajah Bahari: Pengaruh Peradaban Nusantara di Afrika. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Simanjuntak, Truman. (2020). Manusia – Manusia Dan Peradaban Indonesia. D.I. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sinaga, Boyke Simon (ed). (2014). Papua Barat Tanah Para Raja di Kepala Burung Papua. Ensiklopedia Populer Pulau-Pulau Kecil Nusantara. Jakarta: Kompas.

Sukandar, Chiirullia. (2011). Identifikasi Aspek-Aspek Revitalisasi Kawasan Situs Untuk Kepentingan Publik. Laporan Penelitian Arkeologi. Badan Pengembangan Sumberdaya. Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Jayapura: Balai Arkeologi Jayapura.

Sukandar, Chiirullia, et all. (2014). Penelitian Peradaban Awal Sejarah di Kabupaten Raja Ampat. Laporan Penelitian Arkeologi. Jayapura: Balai Arkeologi Jayapura.

Tim Penelitian. (1995). Penelitian Arkeologi di Kabupaten Raja Ampat. Laporan Penelitian Arkeologi. Jayapura: Balai Arkeologi Jayapura.

Tim Peneliti. (2012). Penelitian Pusat Peradaban Pantai Barat Papua: Asal-Usul, Perkembangan Interaksi Percampuran Penutur Austronesia dan Austromelanesid. Laporan Penelitian Arkeologi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Pusat Arkeologi Nasional. Jayapura: Balai Arkeologi Jayapura.

Utomo, Bambang Budi, (2013). Pulau Rumahku, Laut Halamanku Itulah Bangsa Bahari. Makalah dalam kegiatan Semarak Arkeologi 11-17 Juni 2013 di Yogyakarta, Pusat Arkeologi Nasional.

Page 8: POTENSI BUDAYA KEMARITIMAN DI WILAYAH RAJA AMPAT …

103

Tumotowa Volume 3 No. 2, Desember 2020: 96 - 103