10
Repository FMIPA 1 POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II) DENGAN AKTIVATOR HCl Suharsimi Absus 1 , Itnawita 2 , Ganis Fia Kartika 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia FMIPA-Universitas Riau 2 Dosen Jurusan Kimia FMIPA-Universitas Riau Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Kampus Binawidya, Pekanbaru, 28293, Indonesia [email protected] ABSTRACT In this study, the activator used to activate the avocado seed powder was HCl with variation concentration of 2.5, 5.0, and 7.5%. The result of characterization indicated that the powder avocado seed which activated by HCl 5.0% has the best result with water content, ash content, adsorption of iodine, and surface area were 12.28%, 0.02%, 823.71 mg/g, and 86.94 m 2 /g, respectively. The result of adsorption cadmium (II) and lead (II) ion on avocado seed powder which has been activated showed that efficiency adsorption were 89.05 and 96.81%, respectively. The result of capacity adsorption were 1.12 and 2.34 mg/g, respectively. The result of efficiency and capacity adsorption were effected by functional group of OH, CH, C=C, CO and CN which analyzed by Spectrofhotometer Fourier Transform Infrared (FTIR). Keywords : adsorbent, adsorption, avocado seed powder, HCl. ABSTRAK Pada penelitian ini, aktivator yang digunakan untuk mengaktivasi bubuk biji alpukat adalah HCl dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5%. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa bubuk biji alpukat terbaik adalah bubuk yang diaktivasi dengan larutan HCl 5,0% dengan kandungan air, kandungan abu, daya adsorpsi terhadap iodium, dan luas permukaan berturut-turut adalah 12,28%; 0,02%; 823,71 mg/g; dan 86,93 m 2 /g. Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat yang diaktivasi terhadap ion kadmium (II) dan timbal (II) berturut-turut adalah 89,05 dan 96,81%. Hasil kapasitas adsorpsi berturut-turut yaitu 1,12 dan 2,34 mg/g. Hasil ini dipengaruhi oleh adanya gugus fungsi OH, CH, C=C, CO dan CN yang dianalisis menggunakan Spektrofotometer Fourier Transform Infrared (FTIR). Kata kunci : adsorben, adsorpsi, bubuk biji alpukat, HCl.

POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 1

POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

ADSORBEN ION KADMIUM (II) DAN TIMBAL (II)

DENGAN AKTIVATOR HCl

Suharsimi Absus1, Itnawita

2, Ganis Fia Kartika

2

1Mahasiswa Program Studi S1 Kimia FMIPA-Universitas Riau

2Dosen Jurusan Kimia FMIPA-Universitas Riau

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Kampus Binawidya, Pekanbaru, 28293, Indonesia

[email protected]

ABSTRACT

In this study, the activator used to activate the avocado seed powder was HCl with

variation concentration of 2.5, 5.0, and 7.5%. The result of characterization indicated

that the powder avocado seed which activated by HCl 5.0% has the best result with

water content, ash content, adsorption of iodine, and surface area were 12.28%, 0.02%,

823.71 mg/g, and 86.94 m2/g, respectively. The result of adsorption cadmium (II) and

lead (II) ion on avocado seed powder which has been activated showed that efficiency

adsorption were 89.05 and 96.81%, respectively. The result of capacity adsorption were

1.12 and 2.34 mg/g, respectively. The result of efficiency and capacity adsorption were

effected by functional group of OH, CH, C=C, C–O and C–N which analyzed by

Spectrofhotometer Fourier Transform Infrared (FTIR).

Keywords : adsorbent, adsorption, avocado seed powder, HCl.

ABSTRAK

Pada penelitian ini, aktivator yang digunakan untuk mengaktivasi bubuk biji alpukat

adalah HCl dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5%. Hasil karakterisasi

menunjukkan bahwa bubuk biji alpukat terbaik adalah bubuk yang diaktivasi dengan

larutan HCl 5,0% dengan kandungan air, kandungan abu, daya adsorpsi terhadap

iodium, dan luas permukaan berturut-turut adalah 12,28%; 0,02%; 823,71 mg/g; dan

86,93 m2/g. Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat yang diaktivasi terhadap ion kadmium

(II) dan timbal (II) berturut-turut adalah 89,05 dan 96,81%. Hasil kapasitas adsorpsi

berturut-turut yaitu 1,12 dan 2,34 mg/g. Hasil ini dipengaruhi oleh adanya gugus fungsi

OH, CH, C=C, C–O dan C–N yang dianalisis menggunakan Spektrofotometer Fourier

Transform Infrared (FTIR).

Kata kunci : adsorben, adsorpsi, bubuk biji alpukat, HCl.

Page 2: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 2

PENDAHULUAN

Produksi buah alpukat di

Indonesia khususnya di Riau pada tahun

2013 mencapai 490 ton. Produksi ini

tidak hanya menghasilkan daging buah

yang bisa dikonsumsi oleh masyarakat

tetapi juga menghasilkan limbah padat

berupa biji alpukat. Bagian buah alpukat

yang dapat dikonsumsi sekitar 79,65%

sedangkan sekitar 20,35% menjadi

limbah padat (Arnold, 2013). Sejauh ini,

masyarakat memanfaatkan biji alpukat

sebagai obat tradisional yaitu untuk obat

sakit gigi (Monica, 2006).

Mengingat biji alpukat memiliki

kandungan senyawa organik yang tinggi

yaitu amilosa 43,3% dan amilopektin

37,7% (Lubis, 2008) maka sangat

memungkinkan untuk dijadikan sebagai

bahan baku pembuatan adsorben,

sehingga dapat meningkatkan nilai guna

biji alpukat. Penelitian tentang

pemanfaatan biji alpukat sebagai

adsorben telah banyak dilakukan baik

dalam bentuk arang maupun bubuk.

Pada penelitian Alejandra dkk. (2007),

adsorben biji alpukat yang dipreparasi

dengan cara karbonisasi pada

temperatur 800℃ dan 1000℃ serta

diaktivasi menggunakan H3PO4

mempunyai luas permukaan 1802 m2/g

dan 452 m2/g. Selain itu, pada penelitian

Bhaumik dkk. (2014) bubuk biji alpukat

yang diaktivasi menggunakan H2SO4

mampu mengadsorpsi 99,95% ion

Cr(VI).

Berdasarkan penelitian Alfiany

dkk. (2013) tentang adsorben dengan

bahan baku tongkol jagung yang

diaktivasi menggunakan beberapa

aktivator asam, HCl dapat digunakan

untuk membuka situs aktif permukaan

adsorben. Oleh karena itu, dalam

penelitian ini bubuk biji alpukat

diaktivasi menggunakan HCl dengan

variasi konsentrasi 2,5; 5,0 dan 7,5%.

Bubuk biji alpukat terbaik digunakan

sebagai adsorben ion kadmium (II) dan

timbal (II).

Ion kadmium (II) dan timbal (II)

berbahaya dan dapat menyebabkan

terjadinya pencemaran terhadap

lingkungan dan kesehatan manusia.

Adanya ion kadmium dalam tubuh akan

menyebabkan terjadinya kanker paru-

paru, jantung dan merusak fungsi ginjal,

sedangkan kelebihan timbal dalam

tubuh akan menyebabkan terjadinya

penurunan kadar retikulosit dalam

tubuh, memperpendek umur eritrosit

dan gangguan pada ginjal.

Demi mengetahui seberapa besar

kemampuan bubuk biji alpukat, maka

dilakukan penelitian tentang pembuatan

bubuk biji alpukat yang diaktivasi

dengan asam klorida sebagai adsorben

ion kadmium (II) dan timbal (II) melalui

metode adsorpsi.

METODE PENELITIAN

a. Preparasi sampel

Biji alpukat (Persea americana

Mill) dipisahkan dari daging buah dan

dibersihkan menggunakan air kran.

Kulit ari biji alpukat dibuang dan dicuci

dengan akuades. Setelah itu, biji alpukat

ditumbuk kasar menjadi beberapa

bagian dan dikeringkan di bawah sinar

matahari selama seminggu. Biji alpukat

yang telah kering, digerus menjadi

bubuk dan diayak menggunakan ayakan

lolos 100 dan tertahan pada 200 mesh.

Bubuk yang tertahan pada ayakan 200

mesh dimasukkan ke dalam beaker dan

dicuci dengan larutan NaHCO3 1%.

Setelah itu, bubuk dikeringkan dalam

oven pada suhu 115℃, setelah kering

digerus kembali menggunakan lumpang

dan alu. Bubuk diayak menggunakan

Page 3: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 3

ayakan 100 dan 200 mesh. Bubuk biji

alpukat yang tertahan pada ayakan 200

mesh disimpan di dalam desikator.

b. Aktivasi Bubuk Biji Alpukat

Bubuk biji alpukat ditimbang

masing-masing sebanyak 10 g dan

dimasukkan ke dalam beaker gelas.

Kemudian ditambahkan 100 mL larutan

HCl dengan variasi konsentrasi 2,5; 5,0

dan 7,5% (v/v). Selanjutnya, campuran

bubuk biji alpukat dan larutan HCl

diaduk menggunakan magnetik stirer

selama 5 menit dan didiamkan selama

24 jam. Kemudian, disaring dan dicuci

dengan akuades, filtratnya diuji dengan

indikator pH universal. Setelah pH

filtrat netral, bubuk biji alpukat

dikeringkan dalam oven pada suhu

115℃. Bubuk biji alpukat didinginkan

dan disimpan dalam desikator.

c. Karakterisasi Bubuk Biji Alpukat

(SNI-06-4253-1996)

1. Kandungan air

Bubuk biji alpukat ditimbang

sebanyak 0,5 g. Kemudian bubuk biji

alpukat tersebut dipanaskan dalam oven

pada suhu 115oC selama 30 menit.

Setelah itu, didinginkan di dalam

desikator selama 15 menit dan

ditimbang. Kandungan air ditentukan

dengan menggunakan rumus: Kandungan air (%)

=

w2 − w3

w1 x 100%

Keterangan :

W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat wadah dan sampel (g)

W3 = Berat wadah dan sampel

yang telah konstan (g)

2. Kandungan abu

Bubuk biji alpukat ditimbang

sebanyak 0,5 g dan dimasukkan ke

dalam furnace pada suhu 650℃ selama

4 jam. Setelah itu, dimasukkan ke dalam

desikator selama 1 jam dan ditimbang.

Kemudian untuk penentuan kandungan

abu berikutnya, krusibel yang berisi

bubuk biji alpukat ke dalam furnace

kembali selama 1 jam. Setelah itu,

didinginkan di dalam desikator selama

30 menit dan ditimbang hingga konstan.

Kandungan air ditentukan dengan

menggunakan rumus:

Kandungan abu (%) = w3 − w2

w1 x 100%

Keterangan :

W1 = Berat sampel

W2 = Berat krusibel konstan

W3 = Berat krusibel dan sampel

yang telah konstan

3. Adsorpsi terhadap iodium

Bubuk biji alpukat dipanaskan di

dalam oven pada suhu 115oC selama 1

jam dan didinginkan dalam desikator

selama 30 menit. Selanjutnya, bubuk

biji alpukat ditimbang sebanyak 0,5 g

dan ditambahkan 50 mL larutan iodium

0,1 N. Campuran bubuk biji alpukat dan

larutan iodium diaduk selama 15 menit

menggunakan magnetik stirer dan

didiamkan selama 1 jam. Kemudian

bagian larutan yang jernih dipipet

sebanyak 5 mL dan dititrasi dengan

larutan natrium tiosulfat yang telah

distandarisasi sebelumnya. Bila warna

kuning larutan telah samar, larutan

amilum 1% ditambahkan sebanyak 1

mL. Titrasi dilanjutkan dengan teratur

hingga warna biru hilang. Daya adsorpsi

iodium ditentukan dengan

menggunakan rumus:

Page 4: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 4

I2 = V1N1 − V2N2 × 126,9 × fp

w

Keterangan :

V1 = Larutan iodium yang dianalisa

(mL)

V2 = Larutan natrium tiosulftat yang

diperlukan (mL)

N1 = Normalitas larutan iodium

N2 = Normalitas larutan natrium

tiosulfat

W = Berat sampel (g)

4. Adsorpsi terhadap metilen biru

Bubuk biji alpukat dipanaskan

pada suhu 115oC selama 1 jam di dalam

oven dan didinginkan dalam desikator

selama 30 menit. Setelah itu, bubuk biji

alpukat ditimbang sebanyak 0,5 g, dan

ditambahkan larutan metilen biru 250

ppm sebanyak 50 mL. Kemudian

diaduk menggunakan magnetik stirer

selama 15 menit dan didiamkan selama

5 menit. Selanjutnya, larutan dipisahkan

menggunakan sentrifuge selama 10

menit. Bagian larutan yang jernih

dipipet. Absorbansi larutan setelah

pengontakan diukur pada panjang

gelombang 665,0 nm. Metilen biru yang

diadsorpsi ditentukan dengan

menggunakan rumus:

Xm = CO − Ce

W g x V L

Keterangan:

Co = Konsentrasi awal (ppm)

Ce = Konsentrasi akhir (ppm)

W = Berat adsorben (g)

V = Volume (L)

Luas permukaan adsorben ditentukan

dengan menggunakan rumus:

S = Xm x N x A

BM

Keterangan:

S

Xm

N

A

BM

=

=

=

=

=

Luas permukaan adsorben

(m2/g)

Jumlah metilen biru yang

terserap setiap gram

Bilangan avogadro (6,02 x 1023

molekul/mol)

Luas permukaan metilen biru

(197,197 x 10-20

m2/mol)

Berat molekul metilen biru

(319,86 g/mol)

d. Penentuan Daya Adsorpsi Bubuk

Biji Alpukat

1. Kadmium

Bubuk biji alpukat ditimbang

sebanyak 0,1 g dan dimasukkan beaker

gelas 100 mL yang berbeda. Larutan

CdCl2.H2O ditambahkan sebanyak 50

mL ke masing-masing beaker gelas

dengan variasi konsentrasi 1, 3 dan 5

ppm dan diaduk menggunakan

magnetik stirer selama 15 menit dan

didiamkan selama 24 jam. Kemudian

bagian larutan yang jernih dipipet dan

dianalisis menggunakan alat

spektrofotometer serapan atom.

2. Timbal

Bubuk biji alpukat ditimbang

sebanyak 0,1 g dan dimasukkan ke

dalam beaker gelas 100 mL yang

berbeda. Larutan Pb(NO3)2

ditambahkan sebanyak 50 mL ke

masing-masing beaker gelas dengan

variasi konsentrasi 1, 3, 5 dan 20 ppm

dan diaduk menggunakan magnetik

stirer selama 15 menit dan didiamkan

selama 24 jam. Kemudian bagian

larutan yang jernih dipipet dan

dianalisis menggunakan alat

spektrofotometer serapan atom.

Page 5: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 5

Tabel 1: Karakterisasi bubuk biji alpukat

No Parameter Konsentrasi Aktivator (HCl)

2,5% 5,0% 7,5%

1 Kadar air (%) 12,34 12,28 19,20

2 Kadar abu (%) 0,06 0,02 0,04

3 Daya adsorpsi iodium (mg/g) 771,59 841,08 823,06

4 Luas permukaan (m2/g) 84,57 86,94 86,61

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Karakterisasi bubuk biji alpukat

Hasil karakterisasi bubuk biji

alpukat yang telah diaktivasi dengan

variasi konsentrasi larutan HCl 2,5 ; 5,0

dan 7,5% dapat dilihat pada Tabel 1.

Konsentrasi optimum diperoleh pada

konsentrasi larutan HCl 5,0%,

berdasarkan hasil dari karakterisasi

diperoleh kandungan air 12,28%;

kandungan abu 0,02%; daya adsorpsi

terhadap iodium 823,71 mg/g dan luas

permukaan 86,94 m2/g.

Hasil karakterisasi bubuk biji

alpukat memperlihatkan bahwa

konsentrasi aktivator mempengaruhi

kualitas dari adsorben yang dihasilkan.

Karakterisasi bubuk biji alpukat yaitu

penentuan kandungan air, kandungan

abu, daya adsorpsi terhadap iodium dan

luas permukaan. Kandungan air dan

kandungan abu terbaik dapat dilihat dari

hasil yang terkecil pada variasi

konsentrasi larutan HCl 2,5; 5,0 dan

7,5%, karena jika kandungan air dan

kandungan abu besar menunjukkan

bahwa kemampuan bubuk biji alpukat

untuk mengadsorpsi uap air di udara

sangat besar, pori-pori yang terdapat

pada permukaan bubuk biji alpukat

masih tertutup oleh mineral-mineral dan

luas permukaan kecil sehingga

mengakibatkan daya adsorpsinya

menurun (Azmi, 2015). Pada penelitian

ini, bubuk biji alpukat yang mempunyai

hasil kandungan air dan kandungan abu

terbaik adalah bubuk biji alpukat yang

diaktivasi menggunakan larutan HCl

5,0% dengan kandungan air 12,28% dan

kandungan abu 0,02%. Kandungan air

pada penelitian ini tidak berbeda jauh

dengan kandungan air yang diperoleh

oleh Liberty dkk. (2012) yaitu 12,86%,

sedangkan untuk kandungan abu

mempunyai hasil yang berbeda dengan

yang dilakukan oleh Bhaumik, dkk.

yaitu 0,22%.

Hasil karakterisasi kandungan

air dan kandungan abu didukung oleh

besarnya daya adsorpsi bubuk biji

alpukat yang diaktivasi dengan larutan

HCl 5,0% terhadap iodium yaitu 823,71

mg/g dan luas permukaan yaitu 86,94

m2/g. Daya adsorpsi bubuk biji alpukat

terhadap iodium menunjukkan

kemampuan bubuk biji alpukat untuk

mengadsorpsi larutan berwarna dengan

ukuran molekul lebih kecil dari 10 Å

(Rumidatul, 2006). Hasil daya adsorpsi

bubuk biji alpukat ini juga dapat

digunakan untuk mengetahui adanya

struktur mikropori yang terdapat pada

bubuk biji alpukat. Semakin besar daya

adsorpsi bubuk biji alpukat terhadap

iodium maka semakin banyak pula

struktur mikropori yang terdapat pada

bubuk biji alpukat tersebut, sedangkan

daya adsorpsi terhadap metilen biru

digunakan untuk menentukan luas

permukaan dan menentukan

kemampuan dari bubuk biji alpukat

Page 6: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 6

dalam mengadsorpsi larutan berwarna

dengan ukuran molekul kurang dari 15

Å. Semakin besar daya adsorpsi bubuk

biji alpukat terhadap metilen biru maka

luas permukaan akan semakin besar dan

menunjukkan banyaknya jumlah ukuran

partikel 15 Å. Luas permukaan bubuk

biji alpukat yang diperoleh dalam

penelitian ini lebih besar dibandingkan

dengan luas permukaan biji pepaya

yang diaktivasi dengan H2SO4 yaitu

38,64 m2/g (Singh dkk., 2014). Hasil

karakterisasi bubuk biji alpukat dapat

dilihat pada Gambar 1.

2. Penentuan gugus fungsi bubuk

biji alpukat

Gugus fungsi bubuk biji alpukat

ditentukan menggunakan FTIR.

Analisis gugus fungsi dilakukan pada

bilangan gelombang 450 – 4500 cm-1

.

Spektrum bubuk biji alpukat sebelum

dan setelah aktivasi tidak menunjukkan

adanya perubahan, melainkan hanya

terjadi pergeseran bilangan gelombang

dan perbedaan transmitansi.

Berdasarkan spektrum FTIR dapat

dilihat bahwa gugus fungsi yang

terdapat pada bubuk biji alpukat yaitu

C=O; C=C; C–H dan OH. Spektrum

FTIR bubuk biji alpukat tanpa aktivasi

dan yang diaktivasi dapat dilihat pada

Gambar 2.

Pada bubuk biji alpukat tanpa

aktivasi dan yang diaktivasi masing-

masing gugus diidentifikasi pada

bilangan gelombang yang tidak berbeda

jauh. Pada bilangan gelombang

3045,73; 2926,14; 1593,27; 1149,62

dan 1054,14 cm-1

dapat diidentifikasi

adanya OH, CH, C=C, C–O, dan C–N

dalam bubuk biji alpukat tanpa aktivasi.

Gugus hidroksil yang diidentifikasi

pada bilangan gelombang 3045,73 cm-1

dapat berasal dari alkohol atau asam

karboksilat.

Gambar 1. Hasil karakterisasi bubuk

biji alpukat

Gambar 2. Spektrum FTIR bubuk biji

alpukat

Hasil ini didukung oleh penelitian yang

dilakukan oleh Lubis (2008) yang

menyatakan bahwa biji alpukat

mengandung lemak sebesar 22%,

dimana pada struktur lemak itu sendiri

terdapat gugus karboksilat. Selain itu,

menurut Zuhrotun dalam Liberty dkk.

(2012) biji alpukat mengandung etanol

12

.34

0.0

6

75

5.6

6

84

.57

12

.28

0.0

2

82

3.7

1

86

.94

19

.2

0.0

4

80

6.0

7

86

.61

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

Kandungan

air (%)

Kandungan

abu (%)

Daya

adsorpsi

terhadap iodium

(mg/g)

Luas

permukaan

(m2/g)

HCl 2,5%

HCl 5,0%

HCl 7,5%

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

15

30

45

60

75

90

105

120

%T

Tanpa Aktivasi2,5%

5%7,5%

mimi 7,5%

Page 7: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 7

sehingga pada spektrum FTIR dapat

diidentifikasi gugus hidroksil.

Vibrasi ikatan C–H, C=C, C–O

dan C–N bubuk biji alpukat yang

diaktivasi dapat diidentifikasi pada

bilangan gelombang 2911,67 – 2927,10;

1588,45 – 1604,84; 1116,83 – 1147,69

dan 1054,14 – 1074,40 cm-1

. Pada

bilangan gelombang 1588,45 – 1604,84

cm-1

menunjukkan adanya ikatan C=C

yang kemungkinan berasal dari lignin

(Al-Prol dkk., 2014). Gugus C–O yang

yang diidentifikasi pada bilangan

gelombang 1116,83 – 1147,69 cm-1

kemungkinan berasal dari akohol atau

asam karboksilat. Pada bilangan

gelombang 450 – 1030 cm-1

merupakan

daerah sidik jari (finger prints) dari

ikatan simetri yang ada di dalam bubuk

biji alpukat.

3. Efisiensi dan kapasitas adsorpsi

bubuk biji alpukat terhadap ion

kadmium (II) dan timbal (II)

Efisiensi adsorpsi bubuk biji

alpukat tanpa aktivasi terhadap

kadmium (II) optimum pada konsentrasi

2,4793 ppm dengan kapasitas adsorpsi

sebesar 1,09 mg/g, sedangkan untuk

bubuk biji alpukat yang diaktivasi

optimum pada konsentrasi 2,5164 ppm

dengan kapasitas adsorpsi sebesar 1,12

mg/g.

Efisiensi adsorpsi bubuk biji

alpukat tanpa aktivasi terhadap variasi

konsentrasi larutan timbal (II) optimum

pada konsentrasi 6,9467 ppm adalah

dengan kapasitas adsorpsi sebesar 2,85

mg/g, sedangkan untuk bubuk biji

alpukat yang diaktivasi optimum pada

konsentrasi 4,8343 ppm dengan

kapasitas adsorpsi sebesar 2,34 mg/g.

Efisiensi adsorpsi bubuk biji

alpukat terhadap ion kadmium (II)

berdasarkan variasi konsentrasi dapat

dilihat pada Gambar 3. Peningkatan

efisiensi adsorpsi ini disebabkan oleh

bubuk biji alpukat yang diaktivasi

mempunyai pori-pori yang terbuka dan

luas permukaan yang besar sehingga ion

kadmium (II) dalam larutan berinteraksi

dengan situs aktif permukaan yang

terdapat pada bubuk bubuk biji alpukat

(Al-Prol dkk., 2014). Selain itu,

disebabkan oleh semakin banyaknya

tumbukan yang terjadi antara bubuk biji

alpukat dengan ion logam. Pada

penelitian ini, kapasitas adsorpsi

meningkat seiring dengan

meningkatnya konsentrasi larutan

kadmium (II) yang digunakan. Hal ini

menunjukkan bahwa kemampuan

adsorben untuk mengadsorpsi ion

kadmium (II) semakin besar dengan

meningkatnya konsentrasi.

.

Gambar 3. Efisiensi adsorpsi bubuk biji

alpukat terhadap ion

kadmium (II) berdasarkan

variasi konsentrasi

Hal yang sama juga terjadi pada

adsorpsi ion timbal (II) menggunakan

bubuk biji alpukat tanpa aktivasi

maupun yang diaktivasi. Efisiensi

adsorpsi optimum bubuk biji alpukat

tanpa aktivasi adalah 82,11% pada

konsentrasi 6,9467 ppm dengan

kapasitas adsorpsi yaitu 2,85 mg/g;

sedangkan pada bubuk biji alpukat yang

diaktivasi adalah 96,81% pada

0

20

40

60

80

100

0 5Efi

sien

si a

dso

rpsi

(%

)

Konsentrasi larutan kadmium (ppm)

Bubuk

tanpa

aktivasi

Bubuk

aktivasi

Page 8: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 8

konsentrasi 4,8343 ppm, dengan

kapasitas adsorpsi sebesar 2,34 mg/g.

Efisiensi adsorpsi bubuk biji alpukat

tanpa aktivasi dan yang diaktivasi

terhadap ion timbal (II) dapat dilihat

pada Gambar 4.

Gambar 4. Efisiensi adsorpsi bubuk biji

alpukat terhadap ion timbal

(II) berdasarkan variasi

konsentrasi

Secara umum efisiensi adsorpsi

bubuk biji alpukat tanpa aktivasi lebih

rendah dibandingkan dengan bubuk biji

alpukat yang diaktivasi. Hal ini

menunjukkan bahwa aktivator dapat

bekerja secara optimum untuk

membuka situs aktif permukaan dan

memperluas permukaan bubuk biji

alpukat sehingga kapasitas adsorpsinya

meningkat. Namun, pada konsentrasi

larutan kadmium (II) 4,1568 pmm dan

timbal (II) 16,2485 ppm efisiensi

adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa

aktivasi lebih tinggi dibandingkan

dengan bubuk biji alpukat yang

diaktivasi. Hal ini disebabkan oleh

bubuk biji alpukat tanpa aktivasi masih

banyak mengandung senyawa organik

yang dapat membentuk senyawa

kompleks dengan ion kadmium (II),

sehingga efisiensi adsorpsi bubuk biji

alpukat tanpa aktivasi tersebut lebih

besar. Berdasarkan hasil Skrining

fitokimia yang dilakukan oleh Zuhrotun

dalam Liberty dkk. (2012) terhadap

ekstrak etanol biji alpukat menunjukkan

bahwa biji alpukat mengandung tanin.

Tanin merupakan senyawa organik yang

sangat kompleks, terdiri dari senyawa

fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar

mengkristal dan mengendapkan protein

(Agustin dkk., 2008) serta pengkhelatan

logam (Hegerman, 2002). Selain itu,

semakin tinggi konsentrasi larutan ion

kadmium (II) dan ion timbal (II) maka

ion kadmium (II) dan ion timbal (II)

yang ada di dalam larutan akan semakin

banyak pula sehingga situs aktif

permukaan aktif bubuk biji alpukat

jenuh sehingga menyebabkan efisiensi

adsorpsi pada bubuk yang diaktivasi

menjadi rendah (Al-Prol dkk., 2014).

Berbeda dengan efisiensi adsorpsi yang

dihasilkan oleh adsorben yang dibuat

dengan bahan baku biji pepaya, semakin

tinggi konsentrasi larutan timbal (II)

yang digunakan efisiensi adsorpsi

semakin besar. Hal ini dapat dilihat

pada rentang konsentrasi 25 – 200 ppm

dengan efisiensi adsorpsi 10 – 93%

(Singh dkk., 2014).

Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa tingginya efisiensi

adsorpsi bubuk biji alpukat tanpa

aktivasi dibandingkan dengan yang

diaktivasi, kemungkinan disebabkan

karena adanya tanin dalam bubuk biji

alpukat tanpa aktivasi yang berinteraksi

dengan ion kadmium (II) dan timbal (II)

membentuk khelat. Mekanisme adsorpsi

yang mungkin terjadi dalam penelitin

ini tidak hanya secara fisika yaitu

penempelan ion kadmium (II) dan ion

timbal (II) pada permukaan bubuk

alpukat tetapi juga terjadi secara kimia

yaitu dengan terbentuknya khelat antara

ion logam dengan gugus fungsi yang

ada pada bubuk biji alpukat seperti OH,

CH, C=C, C–O, dan C–N.

0

20

40

60

80

100

120

0 10 20Efi

sien

si a

dso

rpsi

(%

)

Konsentrasi larutan timbal (ppm)

Bubuk

tanpa

aktivasi

Bubuk

aktivasi

Page 9: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 9

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dapat

disimpulkan bahwa biji alpukat yang

digunakan sebagai adsorben dalam

bentuk bubuk berasal dari tanaman

alpukat jenis Persea americana Mill.

Hasil karakterisasi terbaik ditunjukkan

oleh bubuk biji alpukat yang diaktivasi

menggunakan larutan HCl 5,0% dengan

kandungan air, kandungan abu, adsorpsi

iodium dan luas permukaan masing-

masing sebesar 12,28%, 0,02%, 823,71

mg/g, 86,93 m2/g. Efisiensi adsorpsi

optimum bubuk biji alpukat terhadap

ion kadmium (II) dan timbal (II) sebesar

89,05% dan 96,81%, sedangkan

kapasitas adsorpsi yang dihasilkan

adalah 1,12 dan 2,34 mg/g. Hasil

efisiensi dan kapasitas bubuk biji

alpukat dipengaruhi oleh gugus fungsi

OH, CH, C=C, C–O, dan C–N pada

bubuk biji alpukat.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih

kepada Ibu Dra. Hj. Itnawita, M.Si dan

Ibu Ganis Fia Kartika, M.Si yang telah

sabar membimbing dan memberikan

saran demi kesempurnaan penulisan

karya ilmiah ini. Selain itu, penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada staf

Laboratorium Jurusan Kimia dan

Biologi FMIPA Universitas Riau serta

Laboratorium Pengujian Air Unit

Pelaksanaan Teknis Pengujian Dinas

Pekerjaan Umum Provinsi Riau.

DAFTAR PUSTAKA

Agustin, R., Desmiaty, Y., Dewi, M. A.

dan Ratih, H. 2008. Penentuan

Jumlah Tanin Total pada Daun

Jati Belanda (Guazuma ulmifolia

Lamk) dan Daun Sambang Darah

(Excoecaria bicolor Hassk) Secara

Kalorimeter dengan Pereaksi Biru

Prusia. Ortocarpus. 8: 106 – 109.

Alejandra, A. P. E. C., Elizalde, G. M.

P., Mattusch, J., and Wennrich, R.

2007. Characterization of

Adsorbent Materials Prepared

from Avocado Kernel Seeds:

Natural, Activated and

Carbonized Forms. Journal

Analitical Aplication Pyrolysis.

Alfiany, H., Bahri, S. dan

Nurakhirawati. 2013. Kajian

Penggunaan Arang Aktif Tongkol

Jagung Sebagai Adsorben Logam

Pb dengan Beberapa Aktivator

Asam. Jurnal Natural Science. 2

(3): 75-86

Alonso, C. R., Gonzales, Y. Q.,

Martinez, B. D., Pena, D. A. F.,

Santos, L. M. dan Vanconcellos,

V. R. 2011. Activated Carbon

from Avocado Stone to Eliminate

Cadmium and Mercury from

Contaminated Water. Proceedings

of ICERI.

Al-Prol, A. E., Amer, A., El-Desoky, H.

S., El-Naga, E. H. A., El-

Moselhy, K. M., Ghoneim, M. M.

and Mohamedein, L. I. 2014.

Removal of Cadmium from

Aqueous Solution Using Marine

Green Algae, Ulva lactuca.

Egyptian Journal of Aquatic

Research. 40: 235–242.

Arnold, S., Hotman, S., Rumontam, dan

Sangkot, S. 2013. Deskripsi

Alpukat Varietas Idola. UPT.

PSBTPH, Dinas Pertanian

Provinsi Sumatera Utara.

Page 10: POTENSI BUBUK BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill) SEBAGAI

Repository FMIPA 10

Azmi, U. 2015. Potensi Arang Aktif

Dari Tulang Kambing Sebagai

Adsorben Ion Tembaga, Timbal,

Nitrat dan Sianida dalam Larutan.

Skripsi, Universitas Riau.

Bhaumik, M., Choi, H. J., McCrindle,

R. I., Seopela. M. P. 2014. Highly

Effective Removal of Toxic

Cr(VI) from Wastemater Using

Sulfuric Acid-Modified Avocado

Seed. I & EC Research Industrial

and Engineering Chemistry

Research.

Droste, R.L. 1974. Theory and Practice

of Water and Wastewater

Treatment. John Wiley & Sons,

Inc, United State of America.

Hagerman, A. E. 2002. Tannin

Handbook. Department of

Chemistry and Bio chemistry,

Miami University.

Liberty, P. M., Paendong, J. J. E. dan

Sangi, M. S. 2012. Penentuan

Kandungan Tanin dan Uji

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Biji

Buah Alpukat (Persea America

Mill). Jurnal MIPA UNSRAT

ONLINE. 1(1): 5 – 10.

Lubis, L. M. 2008. Ekstrasi Pati dari

Biji Buah Alpukat: Karya Ilmiah.

Departemen Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Monica, F. 2006. Pengaruh Pemberian

Air Seduhan Serbuk Biji Alpukat

(Persea americana Mill) Terhadap

Kadar Glukosa Darah Tikus

Wistar yang Diberi Beban

Glukosa. Skripsi. Universitas

Diponegoro, Semarang.

Rumidatul, A. 2006. Effectivity of

Activated Charcoal As Adsorbent

for Wastewater Treatment. Thesis,

Institut Pertanian Bogor.

Singh, D. K., Shishir, S. dan Sunil, K.

Y. 2014. Chemical Carbonization

of Papaya Seed Originated

Charcoals for Sorption of Pb(II)

from Aqueous Solution. Journal

of Environmental Chemical

Engineering. 2: 9 – 19.

Zuhrotun dalam Liberty, P. M., Jessy, J.

E., Meiske, S. S. dan Paendong.

2012. Penentuan Kandungan

Tanin dan Uji Aktivitas

Antioksidan Ekstraks Biji Buah

Alpukat (Persea Americana Mill).

Jurnal MIPA UNSRAT. 1(5): 5 –

10.