Upload
muhammad-nasrullah
View
228
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Buku terjemahan dari karya David Bruce and Rachel Neild yang berjudul The Police That We Want
Citation preview
‐ David Bruce & Rachel Neild ‐
inginkyang kita
POLISI an
Kata Sambutan
Da’i Bachtiar Ketua Presidium
Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia
POLISI YANG KITA INGINKAN Judul Asli : THE POLICE THAT WE WANT
Karya :
David Bruce Centre for the Study of Violence and Reconciliation
Johannesburg, Afrika Selatan www.csvr.org.za
dan
Rachel Neild Open Society Justice Initiative New York – Budapest – Abuja www.justiceinitiative.org
Penerjemah:
Rahayu Surtiati Hidayat dan Aria Perbancana
Copyright © 2005 oleh Centre for the Study of Violence and Reconciliation. Semua hak termasuk.
Kata Sambutan oleh Da’i Bachtiar
Pengantar Terjemahan oleh Ronny Lihawa Desain sampul oleh M. Nasrullah
Gambar sampul dan peletakan teks oleh Teguh Setiyadi
ISBN 978‐602‐95092‐0‐5 Cetakan I, Juni 2009
Diterbitkan dan Alih Bahasa oleh : Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI)
Wisma GKBI, Lt. 17 Room 1702 Jl. Jend. Sudirman Kav. 28 Jakarta 10210
Tel: +62 (21) 5740555 Fax: +62 (21) 5705227 Email : [email protected] Website: www.lcki.org
Hak Cipta Dilindungi Undang‐Undang. Semua bagian terbitan ini tidak boleh direproduksi, disimpan dalam sistem pengambilan kembali, atau ditransmisikan dalam segala
bentuk atau dengan cara apa pun tanpa izin penerbit.
Dicetak oleh Percetakan PT. Lintas Caraka Krida Indonesia, Jakarta. Isi diluar tanggung jawab percetakan.
POLISI yang kita inginkan
KATA SAMBUTAN
Buku yang berjudul “Polisi Yang Kita Inginkan” ini
merupakan terjemahan dari buku “The Police That We
Want” karya David Bruce dan Rachel Neild yang digunakan
sebagai pegangan untuk pengawasan polisi di Afrika
Selatan.
Buku ini memuat uraian tentang model pelaksanaan
pemolisian yang merujuk pada prinsip‐prinsip umum
demokrasi dengan menggunakan indikator pemolisian
demokratis yang dewasa ini disebut sebagai “democratic
policing”.
Istilah “democratic policing” mengedepankan satu kerangka
normatif untuk lembaga kepolisian yang melekat kepada
suatu tatanan kehidupan demokrasi, meskipun setiap
negara mengadopsi struktur, sistem dan strategi
operasional yang berbeda. Selain masalah transformasi
internal kepolisian, istilah ini mengacu pada penempatan
kepolisian di suatu negara demokratis, hubungan polisi
dengan pemerintah dan institusi lain serta hubungan polisi
dengan masyarakat umum dan berhubungan dengan tata
kelola pemolisian dan perilaku pemolisian.
Democratic Policing merupakan suatu perangkat ukuran
dan indikator yang akan menentukan evaluasi mengenai
i
POLISI yang kita inginkan
prioritas serta kemajuan reformasi kepolisian dalam suatu
gaya yang transparan serta obyektif yang menjelaskan
kepada orang awam tentang berbagai pilihan tindakan dan
bagaimana membelanjakan uang rakyat untuk kepentingan
pemolisian.
Jika dikaitkan dengan keberadaan Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri), sejalan dengan reformasi
ketatanegaraan dan pemerintahan, dalam era reformasi
terjadi perubahan paradigma pemolisian kearah pemolisian
demokratis menggantikan gaya pemolisian militeristik. Polri
mulai kembali menekuni filosofi dan jati dirinya sebagai
bagian tak terpisahkan dari masyarakat dan wajib menjaga
ketertiban pribadi rakyat yang dilayaninya.
Demokratisasi merupakan tuntutan universal dari proses
politik yang didasarkan pada prinsip‐prinsip akuntabilitas
publik sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara, transparansi, checks and balances serta
supremasi hukum. Indikator potensial pemolisian
demokratis yang terdapat dalam buku ini telah dijadikan
acuan oleh Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dalam
survey pendapat masyarakat dan anggota POLRI di tiga
POLDA tentang sejauh mana Pemolisian Demokratis telah
diterapkan.
ii
POLISI yang kita inginkan
Diterbitkannya buku ini dalam Bahasa Indonesia, sudah
tentu merupakan suatu kesempatan berharga bagi LCKI
(Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia) untuk dapat
memberikan konstribusi bagi reformasi tentang dunia
Kepolisian dan penghargaan serta ucapan terima kasih
kepada Penulis buku ini, David Bruce dan Rachel Neild,
yang telah memberikan persetujuannya dan juga ucapan
dan terima kasih kepada Irjen Pol (Purn) Drs. Ronny Lihawa
dan tim yang telah dapat menerjemahkan buku ini kedalam
Bahasa Indonesia.
Semoga buku ini dapat memperkaya pemahaman kepada
pembaca terhadap citra dan kinerja Polri, khusus bagi para
anggota Polri diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
pelaksanaan tugasnya selain sebagai penegak hukum,
pemelihara kamtibmas, pelindung, pengayom dan pelayan
masyarakat juga dalam bermitra dengan masyarakat yang
dilayaninya.
Jakarta, Juni 2009
Ketua Presidium Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI)
Tan Sri Prof. Drs. Da’i Bachtiar, SH. AO Jenderal Polisi (Purn)
iii
POLISI yang kita inginkan
iv
POLISI yang kita inginkan
PENGANTAR TERJEMAHAN
Buku “Polisi Yang Kita Inginkan” merupakan terjemahan
buku “The Police That We Want” karangan David Bruce dan
Rachel Neild (2005). Buku ini disusun sebagai handbook
untuk menilai kinerja kepolisian di Negara‐negara yang
mengalami transisi demokratisasi.
Walaupun ditujukan terutama bagi kepolisian Afrika Selatan
namun indikator‐indikator untuk mengukur kinerja
pemolisian demokratis yang ada dalam buku ini bersifat
universal sehingga dapat juga digunakan oleh kepolisian di
negara yang mengalami demokratisasi.
Konsep dalam buku ini pada 2007 telah digunakan untuk
menilai Kepolisian Afrika Selatan. Pada tahun 2008 Komisi
Kepolisian Nasional (Kompolnas) bekerja sama dengan para
peneliti Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) dan
beberapa peneliti lainnya telah menggunakan konsep ini
untuk menilai implementasi Pemolisian Demokratis di Polda
Sumatera Utara, Polda Jawa Tengah dan Polda Kalimantan
Timur.
v
POLISI yang kita inginkan
Ucapan terima kasih disampaikan kepada kedua pengarang
David Bruce dan Rachel Neild yang telah memberikan ijin
kepada saya untuk menterjemahkan buku ini.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada penterjemah
Prof. Dr. Rahayu Surtiati Hidayat dan Aria Perbancana.
Beberapa perbaikan menyangkut terminologi kepolisian
saya lakukan untuk lebih menjelaskan.
Akhirnya ucapan terima kasih kepada Lembaga Cegah
Kejahatan Indonesia (LCKI) yang dipimpin oleh Jenderal
Polisi (Purn) Prof. Drs. Da’i Bachtiar, SH. yang telah
membiayai penerbitan buku ini.
Saya berharap buku ini dapat bermanfaat dan dibaca oleh
kalangan Polri dan pemerhati Polisi lainnya.
Terima kasih.
Jakarta, Juni 2009
Ronny Lihawa
vi
POLISI yang kita inginkan
PENGHARGAAN
Buku pegangan ini diproduksi di bawah panduan proyek
Penguatan Akuntabilitas Polisi di Afrika Selatan yang
diadakan oleh Open Society Foundation for South Africa
(OSF‐SA) dan Open Society Justice Inisiative. Selain
kontribusinya pada buku pegangan ini, Sean Tait dari OSF‐
SA berperan besar dalam mengoordinasikan proyek ini.
Terima kasih pula kepada Stephen Humphreys di Justice
Initiative, dan William Kramer di Open Society Institute,
atas bantuan penyuntingan dan pembacaan ulang.
Para penulis melakukan tinjauan rekan sejawat terhadap
draf buku pegangan ini, menyebarkannya ke banyak pihak
yang terlibat dalam perpolisian, reformasi, dan penelitian
polisi baik di Afrika Selatan maupun di tataran internasional.
Kami ingin mengucapkan terima kasih pada pelbagai pihak
berikut ini atas masukan mereka dan kami berharap telah
memberikan penghargaan yang cukup atas kontribusi
mereka yang sangat berharga: Nicole Ball; David Bayley;
Kay Brown; Henry Carey; Robert Davis; Amanda Dissel;
Simon Kimani; Liz Leeds; Superintendent Michiel Lombard;
Adv. Karen McKenzie; Gareth Newham; Senior
Superintendent Leon Rabie; Mary O’Rawe; Anneke Osse;
vii
POLISI yang kita inginkan
Rob Ruts; Johann Schnetler; Martin Schönteich, dan Phillip
Stenning. Terima kasih pula kepada Paula Schwartzbauer
untuk bantuan awal dengan pelbagai sumber dan
referensinya. Kami juga ingin menyampaikan penghargaan
kepada kontribusi yang bermanfaat dari para peserta, baik
dari kalangan pemerintah maupun masyarakat pada
lokakarya yang diorganisasi oleh OSF‐SA sebagai bagian dari
proyek Penguatan Akuntabilitas Polisi tahun 2003 dan 2004.
Demikian pula kepada para peserta dari Afrika Selatan pada
Lokakarya Kampanye Anti Penyiksaan KwaZulu‐Natal
mengenai Akuntabilitas Polisi dan Pengawasan Polisi di
Afrika Selatan, 21–23 September 2004.
Sebagai tambahan, ucapan terima kasih dan penghargaan
khusus kami sampaikan kepada para manajer dan anggota
staf pendukung Pusat Penelitian Kekejaman dan
Rekonsiliasi di Johannesburg dan Inisiatif Keadilan di New
York, tanpa mereka publikasi ini tidak mungkin terwujud.
viii
POLISI yang kita inginkan
DAFTAR ISI
Kata Sambutan ........................................................................... i
Pengantar Terjemahan ............................................................... v
Penghargaan .............................................................................. vii
Daftar Isi..................................................................................... ix
1. Pendahuluan ............................................................................1
2. Pengawasan Polisi dan Penggunaan Indikator ........................7
3. Perpolisian Demokratis: Area Masalah Kunci ..........................25
Area 1: Melindungi Kehidupan Politik yang Demokratis .........33
Area 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi .........42
Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan,
dan Keadilan................................................................65
Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat ...........................................79
Area 5: Polisi sebagai Warga Negara .......................................89
4. Kesimpulan: Melembagakan Penggunaan Indikator
di Afrika Selatan ..................................................96
Lampiran: Indikator Kepolisian Demokratis....................................113
Area 1: Melindungi Kehidupan Politis yang Demokratis..................114
Area 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi .................118
Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan Keadilan ...130
Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat.....................................................136
Area 5: Polisi sebagai Warga Negara ................................................144
Bibliografi .........................................................................................149
Peraturan Perundang‐Undangan Afrika Selatan.............................155
Centre for the Study of Violence and Reconciliation (CSVR) ............156
Open Society Foundation for South Africa .......................................158
Open Society Justice Initiative ..........................................................160
Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia ...............................................162
Ijin Penulis.........................................................................................164 ix
POLISI yang kita inginkan
1. Pendahuluan Pengawasan dan Reformasi Polisi di Afrika Selatan
Sejak awal transisi pada tahun 1990, dan pemilihan
demokratis pertama pada 1994, wajah Pemolisian di Afrika
Selatan telah berubah drastis. Satu kemajuan besar terjadi
dengan pemberlakuan Konstitusi “interim” (UU 200 tahun
1993) pada 27 April 1994, yang melahirkan South African
Police Service (SAPS). Peristiwa itu meliputi integrasi bekas
South African Police dan sepuluh satuan kepolisian “sipil.”
Walau undang‐undang secara formal telah mendeklarasikan
bahwa kesebelas lembaga ini telah menjadi satu kesatuan,
masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk
mengintegrasikan struktur pangkat dan prosedur
administratif. Langkah lain yang menjadi bagian dari proses
transformasi polisi di Afrika Selatan bertujuan:
Meningkatkan hubungan polisi‐komunitas;
Meningkatkan fasilitas Pemolisian dalam komunitas
yang mengalami diskriminasi pada masa apartheid;
Meningkatkan representasi pelbagai kelompok yang
awalnya dirugikan pada jajaran anggota polisi;
Perubahan simbol Pemolisian seperti seragam dan
logo;
1
POLISI yang kita inginkan
Memperkenalkan pelatihan mengenai hak asasi dan
tata tertib perilaku untuk SAPS;
Meningkatkan sistem Pemolisian keteraturan publik;
Mencegah penyiksaan orang dalam wewenang polisi;
dan
Menyelaraskan kerangka kerja relasi tenaga kerja
polisi dengan standar demokratis.
Sebagai tambahan pada langkah di atas, kegiatan
Pemolisian seperti National Crime Prevention Strategy
(1996) dan National Crime Combating Strategy (2000)
menandai pergeseran penting pada pendekatan Pemolisian
di Afrika Selatan. Inisiatif baru yang lain pada undang‐
undang juga memiliki implikasi penting bagi Pemolisian.
Domestic Violence Act (116 tahun 1998), misalnya,
mengatur kewajiban polisi untuk membantu ketika ada
pengaduan tentang kasus kekerasan rumah tangga dengan
menyediakan tempat ketika korban membutuhkan
perlindungan, demikian pula dengan memberi mereka
informasi mengenai hak mereka untuk meminta
perlindungan. South African Police Service Amendment Act
(83 tahun 1998) mengatur pengadaan pelbagai pelayanan
Pemolisian daerah, yang kini beberapa telah berdiri—
sebagian besar di daerah metropolitan penting. Undang‐
2
POLISI yang kita inginkan
undang baru itu mengatur penggunaan kekuatan
mematikan dalam penangkapan, dan kini terdapat kerangka
kerja hukum baru yang mengatur penerbitan izin senjata
api oleh polisi.1
Di balik reformasi pada satuan kepolisian itu sendiri, seluruh
kerangka kerja akuntabilitas polisi di Afrika Selatan juga
telah diubah, demi meningkatkan pengawasan yang
demokratis sekaligus melembagakan konsultasi polisi‐
masyarakat. Perhatian pada pengawasan polisi oleh
parlemen dan kabinet di tingkat nasional, demikian pula
oleh pihak eksekutif dan legislatif di tingkat daerah,
didukung oleh pembentukan National Secretariat for Safety
and Security, yang mendorong pembentukan sekertariat di
tingkat daerah, yang membutuhkan pembentukan
Community Police Forum (CPF) di tiap lembaga polisi.2
1 Undang‐undang penggunaan kekuatan mematikan dalam penangkapan, Pasal 49 dari Criminal Procedure Act (51 tahun 1977) telah digantikan oleh Pasal 7 Judicial Matters Second Amendment Act (122 tahun 1998). Amandemen tersebut mulai diberlakukan 18 Juli 2003. Kepemilikan senjata api kini diatur oleh Firearms Control Act (60 tahun 2000). 2 Pengawasan parlemen atas polisi diatur antara lain dalam pasal 199(8) Undang‐undang (Act 108 tahun 1996) . Pasal 206(1) menyebutkan bahwa anggota kabinet harus bertanggung jawab atas Pemolisian. Kewenangan pihak eksekutif daerah juga diatur dalam Pasal 206(1) dan Pasal 206(2), (3), (5), dan (6), lalu Pasal 207 (3) dan (6). Pasal 206(7) menyebutkan bahwa pihak legislatif daerah diwajibkan untuk memanggil komisaris daerah untuk menjawab pelbagai pertanyaan. Pasal 208 mengatur pembentukan sekertariat sipil nasional untuk satuan kepolisian. Pasal 2(b) South African Police Service Act (58 tahun 1995) menyebutkan bahwa pemerintah daerah dapat membentuk sekertariat polisi daerah. Forum polisi
3
POLISI yang kita inginkan
Sebagai tambahan, Afrika Selatan kini memiliki Lembaga
pengawasan independen, yaitu Independent Complaints
Directorate (ICD), yang berwenang untuk menyidik pelbagai
insiden yang tercakup dalam kiriminalitas yang mungkin
dilakukan atau dituduhkan pada anggota SAPS atau
lembaga polisi daerah. Lembaga lain, seperti Civilian
Oversight Committees for Municipal Police Services3, juga
diatur dalam undang‐undang. Terakhir, organisasi
kemasyarakatan juga menjalankan peran pengawasan.
Walau dengan terciptanya “arsitektur akuntabilitas polisi”
yang meyakinkan dalam reformasi di atas, akuntabilitas dan
pengawasan telah tergerus dalam agenda publik ketika
kendali demokratis pemerintah terkonsolidasikan ditambah
meningkatnya angka kriminalitas yang mendominasi
kekhawatiran publik dan politis. Pelbagai badan pengawas
juga terhambat, dengan keraguan mengenai bagaimana
cara terbaik berhadapan dengan polisi dan berpartisipasi
dalam peningkatan Pemolisian.
komunitas diatur dalam Bab 7 dari Undang‐undang itu, dan diatur pula dalam Pasal 215 konstitusi “interim” (UU 200 tahun 1993). 3 Pasal 64J South African Police Service Amendment Act (UU 83 tahun 1998).
4
POLISI yang kita inginkan
Buku pegangan ini dimaksudkan sebagai sumber bagi pihak
yang terlibat dalam pengawasan polisi di Afrika Selatan4.
Buku pegangan ini juga dapat diadaptasi untuk digunakan
pada konteks yang berbeda tempat pelaksanaan reformasi
yang bertujuan menyejajarkan polisi dengan prinsip
demokratis. Tujuan buku pegangan ini adalah untuk
merangsang perenungan pada pelbagai masalah kunci
mengenai polisi dan Pemolisian, dan untuk memberi
masukan mengenai jenis informasi yang kiranya paling
membantu dalam menjawab permasalahan itu.
4 Harus dicatat pula bahwa, selain SAPS dan Lembaga polisi daerah, masih terdapat pelbagai lembaga lain di Afrika Selatan yang melakukan kegiatan Pemolisian atau fungsi Pemolisian‐semu. Lembaga itu adalah polisi lalu lintas dan penjaga keamanan daerah, keduanya berada di bawah yurisdiksi pemerintah daerah. Lalu terdapat pula industri sekuritas swasta yang besar—melampaui jumlah SAPS, walaupun anggotanya tidak memiliki kewenangan penuh polisi. Directorate of Special Operations (“the Scorpions”) dibentuk berdasarkan National Prosecuting Authority Amendment Act (61 tahun 2000), sebagai salah satu dari sejumlah unit penyelidikan khusus yang ada di bawah kendali Director of Public Prosecutions. Tidak hanya di daerah perdesaan, tetapi juga di daerah perkotaan, baik kekuatan permanen maupun unit komando dari South African National Defense Force (SANDF), terlibat pula dalam kegiatan Pemolisian dalam pelbagai bentuk. Anggota masyarakat dapat pula berperan serta dalam sistem “Pemolisian” negara, seperti dalam “Polisi Cadangan” SAPS atau melalui sistem komando SANDF (sebuah rencana telah disiapkan untuk mengubah sistem dan menggabungkan sejumlah anggota komando sebagai polisi cadangan). Di luar struktur formal ini, pelbagai bentuk kewaspadaan (vigilantism) yang mendapat banyak perhatian masyarakat beberapa tahun terakhir dapat pula dilihat sebagai perwakilan bentuk Pemolisian (luar hukum) oleh masyarakat. Sementara pemerintahan dan sistem pengawasan yang demokratis mungkin mampu mengendalikan Lembaga pemerintah, dan bahkan mengatur Lembaga pengamanan swasta dengan sejumlah sistem peraturan, aksi kewaspadaan terjadi di luar tolok ukur aturan hukum sehingga memaksa polisi (pemerintah) untuk menegakkan hukum pada mereka.
5
POLISI yang kita inginkan
Pada bagian selanjutnya, buku pegangan ini akan:
Mendiskusikan peran pengawasan dan penggunaan
indikator dalam menilai Pemolisian;
Menjelaskan istilah “Pemolisian Demokratis” dan
menengarai lima masalah kunci yang berhubungan
dengan evaluasi Lembaga polisi;
Menengarai dan mendiskusikan langkah kunci untuk
mengevaluasi kinerja polisi berhubungan dengan tiap
masalah dari lima masalah di atas. Secara
keseluruhan 39 langkah kunci disediakan; dan
Mengajukan sejumlah usulan untuk meningkatkan
indikator Pemolisian Demokratis di Afrika Selatan.
Tambahan di bagian belakang mengemukakan usulan
indikator untuk mengevaluasi SAPS atau satuan
kepolisian lain sesuai dengan tiap masalah kunci.
6
POLISI yang kita inginkan
2. Pengawasan Polisi dan Penggunaan Indikator
Fungsi Pengawasan Polisi Mereka yang terlibat dalam pengawasan polisi sering
memiliki sejumlah pertanyaan, seperti masalah apa yang
harus kita fokuskan ketika meminta pertanggungjawaban
polisi? Pertanyaan apa yang harus kita tanyakan kepada
polisi? Apa cara terbaik untuk menanyai polisi? Sebelum
menjawab pertanyaan itu, penting untuk mengingat bahwa,
pada dasarnya, fungsi pengawasan adalah untuk melayani
masyarakat dengan memastikan bahwa polisi memberikan
pelayanan yang responsif, saling menghargai, dan efektif.
Adalah tugas pelbagai badan pengawasan untuk meminta
pertanggungjawaban polisi dan hal ini menimbulkan
hubungan persaingan diantara keduanya. Namun, mungkin,
dan jauh lebih baik jika para pengawas memiliki hubungan
kerja sama dengan para petugas kepolisian dan atasan
mereka. Hal ini sangat mungkin terjadi jika polisi itu sendiri
sangat berkomitmen pada Pemolisian Demokratis. Ketika
komitmen polisi sudah ada, pengawasan yang ketat dapat
menciptakan dialog yang akan membantu mereka dalam
mengevaluasi pelbagai langkah yang mereka lakukan dan
7
POLISI yang kita inginkan
menjaga mereka agar tetap teguh dan berfokus pada
pencapaian standar yang tinggi. Pengawasan yang efektif
dan kolaboratif dapat jauh lebih menguntungkan polisi
dengan meyakinkan para pembuat kebijakan, yang
menyediakan biaya pendukung standar Pemolisian yang
tinggi, bahwa mereka memperoleh hasil dari uang mereka.
Badan pengawasan yang berkomitmen untuk menjalankan
reformasi polisi dan mewujudkan Pemolisian berkualitas
tinggi dapat mempromosikan dan menjaga komitmen polisi
untuk tetap mencapai standar yang dituntut dari mereka
dalam demokrasi. Dari sudut pandang itu, pengawasan
efektif dan akuntabilitas adalah soal mendukung
kepemimpinan polisi dalam memahami serta
menanggulangi pelbagai tantangan yang mereka hadapi.
Demi melakukan itu, badan pengawasan membutuhkan
pendekatan yang bermakna untuk mengevaluasi kinerja
polisi. Mereka harus memahami masalah kunci yang akan
ditelaah dan mengetahui informasi apa yang dibutuhkan
untuk mengevaluasi polisi dan Pemolisian.
Penggunaan Alat Ukur dan Indikator secara Internasional
Badan pengawasan harus menentukan apa yang hendak
dipantau dan diukur. Maka, mereka perlu bertanya tentang
8
POLISI yang kita inginkan
apa yang diinginkan dan berharga dalam Pemolisian. Untuk
dapat mengajukan pelbagai pertanyaan itu, sejumlah
negara telah mulai mengembangkan indikator untuk
mengevaluasi kinerja polisi dan reformasi polisi. Indikator
itu muncul dalam sederet konteks berikut:
Di negara yang mengalami masa transisi, evaluasi
dilaksanakan dengan mendefinisikan pelbagai aspek
utama reformasi polisi dan memantau
kesesuaiannya dengan reformasi tersebut.
Sejumlah pemerintah telah melakukan evaluasi
dengan mengembangkan alat ukur kinerja
penyampaian layanan yang lebih efektif dalam
pelbagai pelayanan umum, termasuk Pemolisian.
Lembaga internasional telah berusaha
menghasilkan alat ukur dan standar untuk praktik
yang baik.
LSM dan kelompok kemasyarakatan tengah bekerja
sama dengan polisi dalam memantau dan menarik
perhatian pada pelbagai praktik buruk serta
penyimpangan.
Terkadang diasumsikan bahwa istilah “indikator” mengacu
pada indikator kinerja numerik. Akan tetapi, dalam buku
pegangan ini, “indikator Pemolisian Demokratis” mengacu
9
POLISI yang kita inginkan
pada informasi yang berharga bagi upaya evaluasi
Pemolisian Demokratis. Indikator yang disediakan adalah
panduan untuk berpikir mengenai jenis pertanyaan yang
kiranya patut diajukan, dan jenis informasi yang dibutuhkan
untuk menjawab pertanyaan itu.
Reformasi Polisi di Irlandia Utara
Pada tahun 1999 Independent Commission on Policing for
Northern Ireland (sering disebut sebagai Patten
Commission) mengeluarkan sebuah laporan tentang masa
depan Pemolisian di Irlandia Utara. Rekomendasi yang
berjumlah 175 dalam laporan itu menjabarkan sebuah
proses reformasi polisi yang bertujuan untuk menciptakan
sebuah satuan kepolisian dari Royal Ulster Constabulary—
namanya waktu itu—yang dapat diterima secara luas. Royal
Ulster Constabulary adalah sebuah lembaga yang dipandang
sebagai alat penjajahan Inggris, yang mendahulukan
kepentingan para Northern Irish Unionist.
Rekomendasi Patten tersebut disusun dalam sejumlah
judul, antara lain Hak Asasi; Akuntabilitas; Pemolisian
Pengendalian Publik; Pelayanan; Komposisi dan Rekrutmen;
Pelatihan; Pendidikan dan Pengembangan; Budaya, Etos
10
POLISI yang kita inginkan
dan Simbol; lalu Struktur dan Ukuran Satuan kepolisian.
Tema lain dalam laporan itu mencakupi “Pemolisian
Bersama Komunitas” dan “Pemolisian dalam Sebuah
Masyarakat yang Damai,” yang berurusan dengan, antara
lain kemunculan pos polisi, jenis kendaraan yang digunakan,
dan keterlibatan angkatan bersenjata dalam Pemolisian
(lihat www.belfast.org.uk).
Posisi Oversight Commissioner kemudian diletakkan untuk
mengawasi implementasi rekomendasi Patten dan sebuah
kelompok ahli menghasilkan satu daftar berisi 772 indikator
kinerja untuk mengukur kemajuan implementasi itu (lihat
www.oversightcommisioner.org).
Pengalaman di Inggris
Di Inggris, pemerintahnya telah mengembangkan indikator
kinerja dan standar kinerja “nilai terbaik” bagi pemerintah
lokal. Maret 2004, Home Office mengumumkan 35 tolok
ukur yang akan digunakan untuk memantau kinerja tiap
lembaga dari 43 lembaga polisi daerah. Tolok ukur tersebut
meliputi: kepuasan pengguna, keyakinan publik (persentase
masyarakat yang menganggap bahwa polisi telah
melakukan tugasnya dengan baik); kejujuran dan
11
POLISI yang kita inginkan
kesetaraan; tingkat kriminalitas; jumlah pelanggaran yang
diadili; dan angka deteksi. Tolok ukur “Kualitas Hidup”
berfokus pada ketakutan akan kejahatan dan rasa aman
publik. “Ukuran Penegakan” berfokus pada penangkapan
dalam insiden kejahatan rumah tangga. “Ukuran Lalu
Lintas” juga digunakan karena lembaga kepolisian di Inggris
dan Wales bertanggung jawab pula atas Pemolisian lalu
lintas (Home Office, 2004).
Home Office telah menyediakan panduan yang terperinci
dan sangat spesifik mengenai cara menghitung setiap tolok
ukur. Tiap lembaga kepolisian dikelompokkan dalam lima
sampai delapan “lembaga yang paling serupa” dengan
tujuan perbandingan.
(lihat www.policereform.gov.uk/psu/ppaf.html).
Tolok Ukur Regional Eropa
Tahun 1997, Council of Europe5 mendirikan sebuah
kelompok kerja yang terdiri dari para polisi, LSM dan
5 Council of Europe didirikan tahun 1949, terdiri dari 49 negara, termasuk 21 negara dari Eropa Tengah dan Timur, dengan kantor pusatnya di Strasbourg, Prancis. Konsul ini didirikan untuk, antara lain, menegakkan hak asasi manusia, demokrasi parlementer, dan kuasa hukum. Sejak 1989, lembaga itu memfokuskan secara khusus pada tindakan sebagai “jangkar politis dan pengawas hak asasi manusia” bagi negara‐negara demokrasi pascakomunis dan membantu negara‐negara Eropa Tengah dan Timur dalam menjalankan dan mengonsolidasikan reformasi dalam politik, hukum, konstitusi, dan ekonomi. Lihat: www.coe.int/T/e/Com/about_coe/.
12
POLISI yang kita inginkan
perwakilan pemerintah, dari seluruh Eropa. Kelompok itu
mengembangkan sebuah panduan untuk membantu polisi
memeriksa apakah praktik mereka “sesuai dengan dan
mempromosikan standar dan nilai demokratis lebih luas
yang mendasari Konvensi Hak Asasi Eropa.” Panduan itu
mencantumkan kurang lebih 330 indikator yang
berhubungan dengan: nilai‐nilai dasar; staf; pelatihan;
praktik manajemen; operasional Pemolisian; struktur; dan
akuntabilitas (lihat www. Epphr.dk/ download/hreng.pdf ).
Inisiatif Council of Europe dalam bidang Pemolisian lain
adalah adopsi European Code of Police Ethics, yang
berfungsi sebagai dasar bagi standar umum polisi di negara‐
negara yang menjadi anggota Dewan itu. Kode etik itu
diadopsi pada 19 September 2001 oleh Committee of
Ministers6 dari Dewan.
Pengalaman di Amerika Serikat
Pemolisian di Amerika Serikat adalah yang paling
terdesentralisasi di dunia. Tidak ada standar untuk praktik
federal mengenai penggunaan indikator. Pemolisian di
Amerika Serikat bercirikan penelitian mendalam dan kerja
6 Lihat kode tersebut di https://wcm.coe.int/ViewDoc.jsp?id=223251&Lang=en juga memorandum penjelasan pada Memo https://wcm.coe.int/ViewDoc.jsp?id=224783&Lang=en.
13
POLISI yang kita inginkan
sama antara lembaga akademik dan LSM dalam
memprakarsai reformasi, dan terdapat banyak pustaka
mengenai penggunaan indikator dan penerapan
pendekatan bisnis modern, seperti “manajemen
berdasarkan hasil,” dalam lingkaran Pemolisian7. Satu
kelemahan yang ditengarai oleh para ahli di AS adalah
tendensi untuk mengukur kinerja polisi dan perilaku polisi
melalui sistem yang terpisah dan tidak memperlakukannya
sebagai nilai‐nilai yang berhubungan satu sama lain dalam
Pemolisian.
Pelbagai LSM di Amerika Serikat, seperti Vera Institute of
Juctice, telah mengeksplorasi pemanfaatan survei di
kalangan masyarakat untuk memantau pendapat dan
perilaku terhadap polisi. Baru‐baru ini Vera Institute telah
bekerja dengan New York City Police Department (NYPD)
dan departemen polisi Seattle, Washington, untuk menilai
pengalaman pertama masyarakat dengan para petugas
polisi dan komandannya. NYPD dan Vera mengembangkan
dua survei: satu untuk penduduk yang telah meminta
bantuan polisi, dan lain untuk para pemuka masyarakat
yang sering bertemu dengan komandan Polsek. Dalam
7 Lihat, misalnya, laporan yang tersedia dari Police Foundation (www.policefoundation.org), dan Police Executive Research Forum (www.policeforum.org).
14
POLISI yang kita inginkan
proyek bersama polisi Seattle, tujuan utamanya adalah
untuk mempelajari lebih banyak apakah anggota
masyarakat minoritas cenderung menganggap bahwa
mereka diperlakukan lebih buruk oleh polisi pada saat
pemeriksaan rutin dibanding orang kulit putih. Proyek lain
adalah mensurvei orang‐orang yang terlibat “kontak tidak
disengaja” dengan polisi, seperti orang yang pernah
ditangkap dan mereka yang pernah disuruh berhenti dan
diperiksa oleh polisi (lihat www.vera.org).
Inisiatif di Tingkat Perserikatan Bangsa‐Bangsa Sejumlah konvensi dan standar Perserikatan Bangsa‐Bangsa
juga mencantumkan standar dasar untuk Pemolisian. Hal itu
meliputi:
Universal Declaration of Human Rights dan
International Covenant on Civil and Political Rights;8
Convention Against Torture or Other Cruel, Inhuman
or Degrading Treatment or Punishment;
Code of Conduct for Law Enforcement Officials;
Basic Principles on the Use of Force or Firearms; dan
Convention on the Rights of the Child.
8 Terdapat pula sejumlah konvensi mengenai detensi narapidana dan tahanan.
15
POLISI yang kita inginkan
Kerangka Kerja Afrika Selatan Sejalan dengan tren yang mendunia, penekanan pada
penggunaan indikator telah menjadi salah satu karakteristik
pemerintah Afrika Selatan sejak 1994. Hasilnya, Afrika
Selatan telah memiliki pelbagai sistem yang mendukung
evaluasi Pemolisian.
Laporan Tahunan dan Rencana Strategis SAPS
Mekanisma utama pelaporan mengenai Pemolisian di Afrika
Selatan adalah laporan tahunan SAPS (www.saps.gov.za).
Laporan ini meliputi satu set indikator yang telah
dikembangkan untuk memenuhi tuntutan Publik Finance
Management Act (1 tahun 1999), dan peraturan
Departemen Keuangan sebagai kerangka kerja pelaporan
oleh departemen lain pemerintah.
Bab 40 dari Public Finance Management Act menyediakan
perincian laporan, yang wajib diserahkan oleh departemen
pemerintah pada Auditor‐General, Departemen Keuangan,
pihak Eksekutif dan Parlemen. Salah satu kewajiban adalah
bahwa laporan tahunan harus menggambarkan kinerja
departemen “menghadapi pelbagai sasaran yang
terencana” (Bab 40(3)(a)).
16
POLISI yang kita inginkan
Peraturan Departemen Keuangan mewajibkan lembaga
pelayanan umum, termasuk SAPS, untuk menyiapkan
rencana strategis setiap tahun. Rencana itulah yang menjadi
dasar laporan tahunan yang dituntut oleh undang‐undang.
Peraturan terbaru (National Treasury, 2002: 17)
mengemukakan, inter alia, bahwa sebuah rencana strategis
wajib:
meliputi periode tiga tahun;
mencakupi mandat konstitusional dan legislatif
“yang mengindikasikan hasil yang mampu dicapai
sebagai tanggung jawab tiap lembaga”;
mencakupi perkembangan kebijakan dan
perubahan legislatif yang mempengaruhi program
rencana pengeluaran dalam periode tiga tahunan;
dan
mencakupi tujuan yang terukur, hasil yang
diharapkan, keluaran program, indikator (ukuran),
dan target program lembaga.
Saat ini alokasi dana SAPS disalurkan ke dalam lima
program: Administrasi; Pemolisian Kasat Mata (termasuk
pencegahan kejahatan, Pemolisian perbatasan, dan
“intervensi khusus”); Pelayanan Detektif; Intelijen Kriminal;
17
POLISI yang kita inginkan
dan Pelayanan Perlindungan dan Keamanan (bertanggung
jawab atas perlindungan orang penting dan tamu negara).9
SAPS juga terlibat dalam pengembangan sebuah indikator
kinerja selama beberapa tahun terakhir. Karena SAPS
memang sedang berusaha memperbaiki indikator tersebut,
serta cara merestrukturisasi pelbagai program, indikator ini
cenderung berubah dari tahun ke tahun. Pemilihan dana
polisi tahun 2004 (National Treasury, 2004: 667–692)
mencatat 33 indikator penyampaian layanan dan target
untuk empat program SAPS (tidak tersedia indikator untuk
program “Administrasi”). Misalnya, indikator untuk
“Pemolisian Kasat Mata” meliputi yang berikut:
Persentase klien yang puas dengan pelayanan yang
diberikan SAPS (target akan ditentukan 2004/2005).
Tingkat proaktif rekanan (antara lembaga negara dan
swasta) (target direkam sebagai “tercapai di 145 pos
prioritas pada 2004/2005”).
Tingkat aksi proaktif (target direkam sebagai
“dilakukan di 145 pos prioritas pada 2004/2005”).
9 Perincian ini mencerminkan garis besar program dalam Rencana Strategis SAPS 2004–2007 (SAPS: 2004a). Laporan Tahunan SAPS 2003/2004 mencatat enam program (2004b: 3). Program “Pencegahan Kejahatan” dan “Pelayanan Respon Operasional” kini telah disatukan dalam “Pemolisian Kasat Mata” (National Treasury: 2004: 667–8).
18
POLISI yang kita inginkan
Indikator lain “Pemolisian Kasat Mata” meliputi
indikator mengenai temuan senjata api, temuan
kendaraan bermotor curian, narkoba sitaan, “tingkat
Pemolisian sektor”, angka kejahatan prioritas, dan
sejumlah indikator mengenai Pemolisian perbatasan
dan unit khusus.
Laporan Provinsi
Pasal 207(5) dari Konstitusi menyatakan bahwa “setiap
tahun komisaris provinsi wajib melapor pada legislatif
provinsi mengenai Pemolisian di wilayahnya, dan wajib
mengirimkan salinan laporan itu ke Komisariat Nasional.”
Berdasarkan peraturan itu, laporan wajib disiapkan di setiap
provinsi. Laporan ini dibuat berdasarkan format baku yang
serupa dengan laporan nasional tahunan. Laporan itu
diserahkan kepada legislatif provinsi setelah pemeriksaan
laporan nasional tahunan di parlemen pada bulan
September setiap tahunnya.
Grafik Kinerja Manajemen untuk Pos
SAPS juga mengembangkan sebuah “grafik kinerja
manajemen” yang berbasis teknologi informasi untuk
memantau dan membandingkan kinerja antarpos polisi.
19
POLISI yang kita inginkan
Grafik kinerja saat ini dibuat berdasarkan informasi yang
direkam pada Crime Administration System (CAS) mengenai
tingkat kejahatan yang terekam (sebagai tolok ukur
pencegahan kejahatan) dan pada angka deteksi dan
persentase kasus yang diajukan ke pengadilan (sebagai
tolok ukur penyelidikan kejahatan). Alih‐alih berfungsi
sebagai alat pembanding kinerja antarpos, sistem ini
ternyata membandingkan kinerja sebuah pos dengan
kinerja terdahulu pos itu sendiri, memeringkat pos
berdasarkan tingkat peningkatan kinerja yang telah dicapai.
Standar kinerja dibuat berdasarkan statistik kinerja pos dari
48 bulan sebelumnya walaupun lebih ditekankan pada
periode terakhir. Data dapat dihasilkan dari sistem di pos
polisi, area, provinsi, atau dari kinerja SAPS di skala
nasional10. Data dari seluruh 1093 pos SAPS direkam dalam
sistem ini. Untuk pos yang tidak terhubung ke dalam
“intranet” SAPS, data dikumpulkan setiap bulan dalam
sebuah form 6 SAPS dan direkam secara manual di kantor
wilayah.
Direncanakan bahwa sistem ini pada akhirnya akan dapat
memanfaatkan ke‐35 indikator. Sebagai indikator tambahan
10 Lihat catatan kaki 27 untuk penjelasan mengenai perbedaan antara unit‐unit komando geografis ini.
20
POLISI yang kita inginkan
mengenai pencegahan dan penyelidikan kejahatan,
“dimensi operasional” sistem ini akan menyertakan
indikator mengenai pusat pelayanan komunitas (kantor
pengaduan) dan intelijen kriminal. Indikator lain akan
meliputi manajemen sumber daya manusia, integritas
informasi, juga peningkatan nilai dan efisiensi keseluruhan.
(Open Society Foundation for South Africa et al., 2004:14).
Laporan Tahunan Direktorat Pengaduan Independen
(Independent Complaints Directorate Annual Report)
Sumber informasi lain yang relevan dengan evaluasi
Pemolisian di Afrika Selatan adalah laporan tahunan ICD
(lihat www.icd.gov.za). Laporan ini menyediakan data
statistik, terutama mengenai angka kematian akibat aksi
polisi dan di dalam tahanan polisi (wajib bagi polisi untuk
melaporkan semua kematian ini pada ICD), demikian pula
dengan pelbagai pengaduan yang disampaikan anggota
masyarakat pada ICD. Pelbagai kasus yang diterima ICD
dikelompokkan ke dalam tiga kelas utama.
Kelas I berurusan dengan kematian dalam tahanan
polisi atau yang diakibatkan oleh aksi polisi.
Kelas III berurusan dengan tuduhan pelanggaran
kriminal (selain kematian).
21
POLISI yang kita inginkan
Kelas IV adalah kasus salah perlakuan.11
Saat ini ICD berada dalam proses penguatan kapasitas
penelitiannya dan tengah membentuk sebuah unit
penelitian yang berdedikasi, yang kemudian dapat
membantu dalam peningkatan kualitas data yang
ditampilkan dalam laporan ICD, dan memungkinkan ICD
mengembangkan pelbagai rekomendasi kebijakan
berdasarkan analisis atas kasus yang ditanganinya.
Informasi yang dihasilkan ICD seharusnya dipadukan ke
dalam penilaian SAPS dan satuan kepolisian daerah12.
Laporan tahunan SAPS terkini tidak menyebutkan statistik
ICD, termasuk statistik kematian dalam tahanan polisi atau
akibat aksi polisi. Memang, laporan tahunan SAPS banyak
diam dalam masalah kritis mengenai perilaku anggotanya
dan perhatian mereka pada standar hak asasi manusia, yang
artinya tidak menghiraukan sejumlah masalah yang
seharusnya dianggap utama dalam evaluasi SAPS.
Laporan tahunan ICD juga menyertakan indikator mengenai
kinerja lembaga mereka sendiri. Indikator utama yang
11 Kelas II adalah untuk kasus‐kasus yang dilimpahkan pada ICD dari MEC provinsi, akhirnya tampak tidak dimanfaatkan. 12 Laporan tahunan ICD 2003–04 menunjukkan bahwa 714 kematian di tahanan polisi disebabkan oleh aksi polisi.
22
POLISI yang kita inginkan
digunakan termasuk “jumlah rata‐rata hari yang dibutuhkan
untuk menyelesaikan penyelidikan”, “persentase laporan
penyelidikan yang diselesaikan”, jumlah kasus yang
“disubstansikan”, jumlah pengadilan yang
direkomendasikan, dan keputusan yang dicapai. Hal itu
pada akhirnya menimbulkan pertanyaan mengenai
bagaimana sebaiknya mengevaluasi kinerja ICD itu sendiri13.
Mekanisme Lain
Mekanisme lain untuk melaporkan dan mengevaluasi polisi
di Afrika Selatan adalah yang berikut.
National Secretariat of Safety and Security telah
mengembangkan Monitoring and Evaluation Tool
for Police Station, yang saat ini tengah diujicobakan
di sejumlah provinsi.
Sejumlah inisiatif juga telah dilakukan untuk
meningkatkan pengawasan pelayanan kepolisian
daerah. Pada Desember 2001, misalnya, Gauteng
Provincial Department of Safety and Liaison
membuat sebuah Framework and Standards for the
13 Para ahli menyadari bahwa ini adalah satu hal yang kompleks. Misalnya, Walker (2001:120) memberi peringatan mengenai kecenderungan “sustain rate” (“persentase pengaduan yang diterima dengan mementingkan pemberi aduan”) dan mengusulkan kriteria alternatif (ibid: 119–142). Lihat juga diskusi di halaman 39 dan catatan kaki 20.
23
POLISI yang kita inginkan
Monitoring and Evaluation of Municipal Police
Services.
Organisasi penelitian, khususnya LSM, seperti Institute for Security Studies, telah bekerja dengan cukup bermakna dalam pelbagai survei yang menyediakan data mengenai viktimisasi dan persepsi terhadap polisi (lihat misalnya Burton et al., 2004).
24
POLISI yang kita inginkan
3. Pemolisian Demokratis: Area Masalah Kunci Mengapa menggunakan istilah “Pemolisian Demokratis”
dan bukan “Pemolisian modern” atau “Pemolisian berbasis
komunitas” atau label reformasi polisi lain yang telah
digunakan? Ide “Pemolisian Demokratis” muncul baru saja,
sebagian besar akibat renungan para praktisi dan sejumlah
tulisan para ahli dalam rangka mereformasi polisi dalam
kondisi transisi atau pasca konflik14. Pada negara seperti ini,
kebutuhan akan reformasi polisi amat jelas, tetapi
konsensus internasional mengenai proses dan nilai‐nilai
yang seharusnya mengenai reformasi ini muncul lebih
lambat.
Istilah “Pemolisian Demokratis” mengedepankan sebuah
kerangka kerja normatif yang dapat diikuti Lembaga polisi
walaupun mereka dapat saja mengadopsi struktur, sistem,
dan strategi operasional yang berbeda. Istilah itu juga
bermanfaat karena, selain mengedepankan pertanyaan
mengenai transformasi internal polisi, juga mengemukakan
kedudukan Pemolisian pada negara demokratis—hubungan
polisi dengan pemerintah dan lembaga lain, juga hubungan
14 Maksudnya, misal, tujuh prinsip Pemolisian dalam demokrasi yang dikeluarkan UN International Police Task Force (1996) dalam misi membantu reformasi polisi di Bosnia‐Herzegovina. Lihat juga Call (2000), Stone dan Ward (2000), Bayley (2001). Penggunaan awal istilah ini ada pada Bayley (1985).
25
POLISI yang kita inginkan
polisi dengan masyarakat luas. Istilah itu mencakup
pengelolaan Pemolisian dan juga pelaksanaan Pemolisian.
Pemolisian Demokratis mengedepankan sebuah kerangka
acuan umum bagi para pembuat kebijakan nasional, donor
internasional, badan sipil, dan berbagai kelompok hak asasi
manusia yang membantu reformasi, selain bagi polisi itu
sendiri. Buku pegangan ini merupakan usaha untuk
membantu badan pengawas dalam menerapkan prinsip
Pemolisian Demokratis di Afrika Selatan. Tujuannya adalah
untuk menciptakan sekumpulan aturan dan indikator
Pemolisian Demokratis yang memungkinkan untuk
melakukan evaluasi terhadap berbagai prioritas dan
perkembangan reformasi polisi secara transparan dan
objektif sehingga jelas bagi orang awam apa saja keputusan
yang dibuat dan bagaimana uang rakyat dimanfaatkan.
Walaupun keselamatan dan keamanan merupakan masalah
mendasar seluruh masyarakat, masalah itu sering “dikuasai”
oleh kelompok kecil polisi dan para politikus, dan tidak
dipandang sebagai masalah umum. Sebagai tambahan dari
menyediakan langkah demi perkembangan reformasi —
yang tidak selalu transparan bagi masyarakat umum —
indikator Pemolisian Demokratis dapat menginformasikan
26
POLISI yang kita inginkan
kepada masyarakat nilai‐nilai dan prioritas dalam kebijakan
keamanan umum.
Berbagai usaha untuk mendefinisikan berbagai unsur
Pemolisian Demokratis telah banyak dilakukan. Ahli AS
David Bayley (2001) mungkin yang paling terkemuka dalam
Pemolisian dunia. Menurut Bayley, tenaga Pemolisian
Demokratis harus bertindak berdasarkan empat norma
berikut ini:
1. Polisi wajib menjadikan pelayanan kebutuhan warga
perorangan dan kelompok massa sebagai prioritas
operasional teratas.
2. Polisi wajib lebih bertanggung jawab pada hukum
dibanding pada pemerintah15.
15 Pernyataan ini ditentang oleh ahli lain yang berpendapat bahwa polisi di negara demokratis harus bertanggung jawab baik pada hukum maupun pemerintah. Kami memahami rumusan itu untuk menekankan pentingnya Pemolisian yang tidak berpihak karena polisi di banyak negara masih atau pernah menjadi alat politis pemerintahan yang menindas. Sampai struktur akuntabilitas diciptakan dan berfungsi, akuntabilitas ketat pada hukum mungkin merupakan standar yang lebih pantas. Pada saat yang bersamaan, berbagai rezim dapat saja “mengatur hukum” sehingga sesuai dengan tujuan represif polisi. Dalam hal ini, polisi dapat bertindak represif di dalam hukum sekaligus tidak menghiraukannya (Goldsmith, 2003: catatan kaki 9). Sementara itu, pernyataan yang dikutip di sini, buku pegangan ini, dan para komentator lain Pemolisian Demokratis, menekankan akuntabilitas polisi pada pemerintahan demokratis, pada hukum, dan juga pada standar hak asasi manusia. Lihat diskusi selanjutnya mengenai “Tranparansi dan pembatasan pada interferensi tak layak” di halaman 24 buku pegangan ini.
27
POLISI yang kita inginkan
3. Polisi wajib melindungi hak asasi manusia, khususnya
yang berhubungan dengan pelaksanaan aktivitas politis
tak terbatas yang menjadi dasar demokrasi.
4. Polisi seharusnya transparan dalam aktivitasnya.
Banyak penulis yang menekankan bahwa Pemolisian
Demokratis mewajibkan polisi untuk menaati standar
perilaku yang tinggi sekaligus menyediakan pelayanan yang
berstandar tinggi pula. Stone (2004:1) mengemukakan hal
itu sebagai “tuntutan ganda” polisi dalam demokrasi,
dengan mengatakan: “masyarakat menuntut agar polisi
melindungi mereka, tetapi dengan menghargai dan sesuai
dengan hukum”.
Pemikiran lain adalah bahwa polisi itu sendiri harus
diperlakukan setara. Jika kita menuntut Pemolisian yang
efektif dan menghargai, kita harus memberikan polisi
kemampuan profesional dan kondisi pelayanan yang
memungkinkan mereka untuk memberikan pelayanan yang
sepadan pada masyarakat.
Berdasarkan berbagai gagasan di atas, buku pegangan ini
menghadirkan lima area masalah mengenai Pemolisian
Demokratis, yaitu :
28
POLISI yang kita inginkan
1. Melindungi kehidupan politik yang demokratis.
Seperti yang dikemukakan pada norma ketiga
Bayley, perlindungan atas kehidupan politik yang
demokratis adalah aspek utama perlindungan hak
asasi manusia dan demokrasi. Praktik kepolisian
yang didiskusikan pada area ini diprioritaskan
karena area ini fundamental bagi demokrasi. Tanpa
perlindungan itu, demokrasi terancam dan
Pemolisian Demokratis kecil kemungkinannya.
2. Pengelolaan, akuntabilitas, dan transparansi. Polisi
tidak cukup hanya menyajikan Pemolisian yang
penuh rasa hormat dan sesuai dengan hukum, juga
melindungi kehidupan politik yang demokratis.
Pemolisian Demokratis menuntut agar layanan
polisi beroperasi di dalam lingkup prinsip
pengelolaan yang demokratis, termasuk
akuntabilitas dan tranparansi. Sebagian besar
masalah yang dikemukakan pada area ini relevan
bagi semua sektor pemerintahan dalam demokrasi.
3. Penyampaian pelayanan keselamatan, keadilan,
dan keamanan. Mengenai asal pelayanan dasar
yang diberikan polisi dalam demokrasi, dan
bagaimana pelayanan ini disampaikan.
29
POLISI yang kita inginkan
4. Perilaku polisi yang santun. Prinsip panduan
tentang perilaku polisi demokratis, dan cara satuan
kepolisian mendukung dan memastikan kepatuhan
para petugas polisi pada prinsip itu.
5. Polisi sebagai warga. Hak petugas polisi. Pemolisian
Demokratis tidak hanya merupakan subjek hukum;
seperti warga lain, polisi juga bagian masyarakat
dan harus diperlakukan sesuai dengan harga diri
mereka, dan menikmati kondisi baik sebagai hasil
pelayanan mereka.
Area tersebut tidak terlalu berbeda satu sama lain.
Misalnya, area pertama, “melindungi kehidupan politik yang
demokratis,” sebagian berurusan dengan masalah
penyampaian dan perilaku pelayanan, yang juga merupakan
fokus utama area tiga dan empat. Masalah non diskriminasi,
kesetaraan, dan ketakberpihakan melintasi sejumlah area
dan semua area relevan dengan akuntabilitas. Beberapa
masalah yang dibicarakan pada area tiga, mengenai
“penyampaian layanan polisi,” dapat pula berhubungan
dengan “perilaku polisi,” yang dibicarakan pada area
keempat. Walau demikian, kelima area tersebut merupakan
sarana yang berguna untuk mengelompokkan organisasi
polisi dalam demokrasi.
30
POLISI yang kita inginkan
Lima bagian buku pegangan ini mengungkapkan langkah
kunci untuk setiap area. Buku pegangan ini diakhiri dengan
diskusi umum mengenai bagaimana sebaiknya
menggunakan indikator untuk memperkuat sistem
penilaian polisi di Afrika Selatan. Tambahan di akhir buku
pegangan menyajikan satu set indikator untuk tiap langkah
di kelima area. Indikator itu dimaksudkan sebagai panduan
untuk jenis pertanyaan, dan informasi, yang mungkin
bermanfaat dalam mengevaluasi setiap langkah kunci.16
Langkah yang disajikan di buku ini “berfokus pada hasil”,
artinya, mengusulkan untuk mengukur kualitas dan hasil
Pemolisian Demokratis. Langkah ini bukan ukuran berbasis
“keluaran” (aktivitas) atau proses yang menilai cara atau
proses mencapai hasil tersebut. Tentu saja, setiap area dan
langkah memancing pertanyaan tentang sumber daya,
kepemimpinan, pelatihan, kebijakan, teknologi, dan sistem
yang mungkin dibutuhkan, atau yang mungkin membantu
dalam mencapai hasil akhir. Fokus pada hasil akhir tidak
berarti bahwa buku pegangan ini mengurangi arti penting
indikator kinerja. Justru, dengan mengukur dan mendukung
16 Untuk panduan berguna tentang penggunaan indikator dalam sistem pengadilan kriminal, lihat Vera Institute of Justice (2003), Measuring Progress toward Safety and Justice: A Global Guide to the Design of Kinerjance Indicators Across the Justice Sector, http://www.vera.org/publication_pdf/ 207_404.pdf.
31
POLISI yang kita inginkan
proses yang telah ditingkatkan, taktik yang lebih produktif,
dan alokasi sumber daya yang lebih baik, indikator kinerja
adalah vital bagi cara kerja yang khas polisi. Akan tetapi,
fokus buku pegangan ini adalah masalah ke mana pergi
bukan bagaimana pergi ke sana. Indikator keluaran atau
aktivitas harus didasarkan pada berbagai sasaran yang
diidentifikasi dengan jelas; dan sasaran itu, atau “hasil
akhir”, merupakan fokus utama buku pegangan ini.
32
POLISI yang kita inginkan
AREA 1: Melindungi Kehidupan Politik yang Demokratis
Demokrasi menuntut agar polisi, sebagai bagian dari lengan
eksekutif negara, tidak hanya dibatasi hukum, tetapi juga
agar mereka berusaha khusus untuk melindungi pelbagai
aktivitas yang esensial bagi pelaksanaan demokrasi.
Aktivitas itu meliputi kebebasan berbicara, berkumpul, dan
bergerak; kebebasan dari penangkapan semena‐mena,
pemenjaraan dan pengasingan; juga ketakberpihakan
dalam penegakan hukum (Bayley 2001, hlm. 14).
Langkah Kunci
Pemolisian Demokratis:
Pemolisian himpunan manusia dan demonstrasi
dengan cara yang mendukung kebebasan berkumpul
dan berorganisasi;
Menyediakan perlindungan di bawah hukum yang
setara baik bagi pribadi maupun bagi partai politik
dalam melaksanakan hak politis mereka;
Menyelidiki, menangkap, dan mengajukan ke
pengadilan anggota kelompok yang hendak mencapai
tujuan politis mereka dengan kekerasan;
Tidak memanfaatkan kewenangan untuk membela
atau menjatuhkan pendapat atau latar belakang
politis perorangan.
33
POLISI yang kita inginkan
Diskusi
Area pertama yang dipermasalahkan dalam Pemolisian
Demokratis adalah apakah polisi bertindak dengan cara
yang mendukung kehidupan politik demokrasi itu sendiri.
Pemolisian Demokratis menuntut polisi agar secara
simultan berdiri di luar politik sekaligus melindungi proses
dan aktivitas politik yang demokratis. Masalah itu
berhubungan dengan area praktik kepolisian yang
mendasar bagi demokrasi. Kecuali praktik kepolisian
memenuhi standar minimal dalam melindungi kehidupan
politik yang demokratis, demokrasi itu sendiri akan
terancam. Akan tetapi, itu tidak berarti bahwa reformasi
polisi dapat berujung pada demokrasi politis. Menurut
Bayley:
Pemerintahan demokratis lebih penting artinya bagi
pemolisian dibandingkan reformasi polisi bagi
pemerintahan demokratis. Reformasi polisi itu perlu,
tetapi bukan sebuah kondisi wajib bagi pemerintahan
demokratis. Buntut kepolisian tidak mungkin
menggoyang badan pemerintah. (Bayley, 2001, 13).
Dalam situasi negara yang tanpa legitimasi dan represif
memanfaatkan tenaga polisi demi keuntungan sendiri–
ketika Pemolisian dapat digambarkan sebagai “Pemolisian
34
POLISI yang kita inginkan
rezim” dan bukan Pemolisian Demokratis – indikator ini
dapat membantu pemonitor independen dan/atau
eksternal untuk menggarisbawahi kesenjangan antara
praktik aktual dan praktik yang baik sebagaimana
didefinisikan oleh norma Pemolisian Demokratis. Tanggung
jawab atas penyalahgunaan kekuatan dan kekuasaan
kepolisian dalam kasus seperti itu ada di pundak
pemerintah, dan pada polisi itu sendiri, yang mungkin
melakukan banyak diskresi dalam implementasi Pemolisian
rezim.
Demonstrasi dan Himpunan Manusia
Di Afrika Selatan, Regulation of Gatherings Act (205 of 1993)
[Undang‐undang Tata Tertib Berkumpul] bertujuan untuk
menjamin hak kebebasan berkumpul dan mengeluarkan
pendapat, serta bagaimana menerapkan hak itu “secara
damai dan dengan tetap menghormati hak orang lain.”
Undang‐undang itu menyediakan prosedur otorisasi unjuk
rasa, dan pada kasus itu peran utama polisi adalah
mengawal unjuk rasa sambil meminimalkan gangguan lalu
lintas kendaraan dan pejalan kaki atau gangguan pada akses
properti.
35
POLISI yang kita inginkan
Undang‐undang itu mengedepankan beberapa jenis
pelanggaran. Seseorang dapat diadili, misalnya, karena
mengadakan pertemuan tanpa memberi tahu sebelumnya
(Bagian 12(1)(a)), atau karena menghadiri pertemuan yang
telah dilarang secara resmi (12(1)(e)). Di luar kasus itu,
seseorang tidak melakukan pelanggaran hanya dengan
mendatangi sebuah pertemuan, jika pertemuan itu tidak
dilarang secara resmi, bahkan jika pertemuan itu tidak
diberi kewenangan secara resmi sesuai dengan undang‐
undang17. Jika polisi membela kebebasan berkumpul dan
berpendapat, peran polisi pada dasarnya adalah
mendukung rakyat dalam melakukan hak itu. Polisi tidak
harus membubarkan demonstrasi, jika demonstrasi itu tidak
mempunyai izin, dan bahkan jika demonstrasi itu dilarang,
kecuali ada ancaman nyata terhadap orang atau properti
atau jika ada alasan jelas untuk melakukannya18. Ketika
17 Prosedur jenis pertemuan yang dilarang dikemukakan pada Bagian 5 dan 6 dari Regulation of Gatherings Act. Bagian 108 dari Electoral Act, 73 tahun 1998, juga menyatakan bahwa “pada hari pemilihan umum tidak seorang pun diperkenankan ambil bagian dalam pertemuan politis, unjuk rasa, demonstrasi, atau kegiatan politis lain.” Akan tetapi, seseorang tidak melanggar hanya dengan mendatangi sebuah pertemuan yang tidak diadakan pada hari pemilihan umum, atau tidak dinyatakan terlarang sesuai dengan prosedur yang tertera pada Regulation of Gatherings Act. 18 Perlu dicatat bahwa Bagian 9(2)(a) Regulation of Gatherings Act mengindikasikan bahwa polisi dapat membubarkan demonstrasi yang telah dilarang atau ketika ada “alasan yang cukup kuat untuk meyakini bahwa ancaman pada seseorang dan properti tidak dapat dihindari” dengan tindakan lain. Lihat juga artikel 11 dari European Convention on Human Rights and Fundamental Freedoms yang mengizinkan pembatasan penerapan hak kebebasan berkumpul
36
POLISI yang kita inginkan
demonstrasi dilaksanakan dengan damai, tanggung jawab
utama polisi adalah melindungi hak kebebasan berkumpul,
selama kegiatan itu tidak melibatkan pelanggaran berat
atas hak pihak lain.
Perlindungan atas Penerapan Hak Politis Kelompok dan
Perseorangan
Keterlibatan polisi dalam perlindungan hak politis meliputi
perlindungan pelbagai aspek lain dari demokrasi, seperti
menjaga pos pemilihan, dan perlindungan terhadap pemilih
pada hari pemilihan umum, demi memastikan bahwa
mereka dapat memilih secara bebas dari intimidasi.
Walau polisi mempunyai kewajiban umum untuk
melindungi masyarakat, nilai penting perlindungan
kehidupan politik yang demokratis menuntut pula polisi
untuk memberi prioritas pada penyelidikan atas aksi
kriminal terhadap partai politik, khususnya ketika terdapat
kemungkinan bahwa aksi itu dilatarbelakangi kepentingan
politis. Jika terjadi pembakaran kantor partai politik yang
dilatarbelakangi kepentingan politis, atau jika sebuah
dan berorganisasi karena “dilarang hukum dan perlu dalam masyarakat demokratis demi kepentingan keamanan nasional atau keamanan publik, demi pencegahan pelanggaran atau kejahatan, demi perlindungan kesehatan atau moral atau demi perlindungan hak dan kebebasan orang lain.” (Lihat juga catatan kaki 25).
37
POLISI yang kita inginkan
properti hancur atau dirusak, polisi wajib menanggapi
kejadian itu sebagai kasus prioritas karena itu mengancam
demokrasi itu sendiri.
Pada dasarnya prinsip tersebut berlaku pula bagi kelompok
yang terlibat dalam kegiatan apa pun yang merupakan
“ketidaktertiban sipil” (perlawanan pasif), yang bukan
kekerasan melainkan berada di luar hukum. Polisi dapat
menegakkan hukum pada kelompok itu jika perlu, tetapi
tidak berarti bahwa mereka tidak perlu dilindungi ketika
melaksanakan hak politisnya sesuai dengan hukum.
Kelompok yang Mengancam dengan atau Terlibat
Kekerasan
Lembaga kepolisian juga akan melindungi kehidupan politik
yang demokratis jika mereka terlibat dalam pengawasan
dan penyelidikan kelompok yang menggunakan, atau
berencana menggunakan, kekerasan untuk mencapai
tujuan politis mereka.
Terdapat risiko dalam melaksanakan prinsip ini ketika
kebutuhan untuk menyelidiki ancaman semacam itu dapat
saja dimanfaatkan oleh polisi sebagai alasan untuk
38
POLISI yang kita inginkan
melecehkan kelompok atau perseorangan yang terlibat
dalam aktivitas politis yang resmi. Oleh karena itu, dalam
melaksanakan penyelidikan semacam itu, polisi harus
bertindak hati‐hati, dan dengan memperhatikan hak
kebebasan semua pihak untuk menyatakan pendapat dan
berorganisasi. Akan tetapi, jika polisi gagal menyelidiki
secara benar kelompok yang berencana untuk
menggulingkan pemerintahan yang dipilih secara
demokratis melalui kekerasan, berarti polisi telah gagal
melaksanakan tugasnya.
Tidak Digunakan untuk Pelbagai Tujuan Politis Partai
Polisi wajib melindungi penduduk sipil dan partai politik
dalam melaksanakan haknya, dan menindak kelompok yang
mengancam demokrasi. Di luar tugas itu, polisi harus
bersikap tidak memihak secara politis dan berdiri di luar
politik. Prinsip itu ditekankan dalam Bagian 199 (7) dari
South African Constitution yang berbunyi:
Baik lembaga pelayanan keamanan maupun semua
anggotanya, dalam rangka melaksanakan pelbagai
fungsinya, dapat:
(a) membedakan kepentingan sebuah partai politik
yang resmi di mata Konstitusi; atau
39
POLISI yang kita inginkan
(b) lebih lanjut, bertindak sebagai partisan,
membedakan kepentingan sebuah partai politik.
SAPS Act juga meninjau masalah itu dengan menyatakan
pada Bagian 46(1) bahwa anggota kepolisian dilarang untuk
“menunjukkan atau mengekspresikan secara publik
dukungan untuk atau mengasosiakan diri dengan
kelompok” atau “menjabat dalam” atau “mengenakan
lambang atau sarana identifikasi” yang berhubungan
dengan partai politik, organisasi, gerakan atau lembaga apa
pun; atau “dalam bentuk apa pun mendorong atau
membedakan kepentingan politis partai”. Sebuah
keterangan mengenai hal itu diletakkan pada sub bagian 2
yang menyatakan bahwa sub bagian 1 tidak melarang
anggota kepolisian untuk bergabung dengan sebuah partai
politik, organisasi, gerakan atau lembaga pilihannya,
melaksanakan haknya untuk memilih, atau menghadiri
pertemuan kelompok sejenisnya, selama mereka tidak
melakukannya sambil mengenakan seragam.
Berdasarkan hal itu, SAPS Act berusaha memastikan bahwa
polisi bukanlah partisan politis, sekaligus menyeimbangkan
hal itu dengan kepedulian untuk menegakkan hak politis
polisi sebagai perseorangan dan sebagai warga negara. Itu
40
POLISI yang kita inginkan
adalah tindakan penyeimbangan yang sulit, tetapi amat
penting dalam Pemolisian Demokratis untuk menegakkan
kenetralan politis polisi.
Konstitusi dan SAPS Act mendukung Pemolisian Demokratis
dengan melarang penggunaan kekuatan polisi untuk
mempromosikan tujuan partai politik sehingga mengurangi
pula potensi penyalahgunaan polisi oleh para politikus.
Partai yang berkuasa hampir pasti akan melanggar prinsip
itu karena mereka memiliki otoritas dan pengaruh langsung
atas polisi. Pada dasarnya polisi sebaiknya tidak melakukan,
atau diminta melakukan, untuk satu partai politik, sesuatu
yang tidak akan mereka lakukan untuk partai politik lain.
Pentingnya penerapan otoritas politis atas polisi secara
transparan (lihat Area 2) berhubungan langsung pula
dengan berkurangnya penyalahgunaan polisi.
41
POLISI yang kita inginkan
AREA 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi
(Akuntabilitas itu) kurang lebih adalah apa yang dibutuhkan
untuk memberi pertanggungjawaban. Hal itu mengedepan‐
kan satu set penjelasan normatif mengenai siapa yang
diminta untuk bertanggung jawab, kepada siapa, kapan,
bagaimana, dan mengenai apa (Stenning 1995: 5).
Aktivitas polisi harus terbuka pada pengamatan dan secara
teratur dilaporkan kepada pihak luar. Kebutuhan itu
meliputi informasi mengenai perilaku setiap petugas
demikian pula operasi lembaga secara keseluruhan,
khususnya apakah polisi telah mencapai hasil yang
diharapkan dengan biaya efisien (Bayley, 2001: 14–15).
Langkah Kunci
Pemolisian Demokratis membutuhkan kerangka kerja
institusional dan kebijakan berikut ini:
Pemerintah mendukung Pemolisian Demokratis
melalui fiskal, legislatif, dan langkah lain.
Kepolisian berada di bawah otoritas kementerian
atau otoritas sipil, dan diadakan penilaian dan
pengawasan mendalam terhadap Pemolisian yang
42
POLISI yang kita inginkan
teratur oleh parlemen, anggota legislatif, dan
otoritas lokal.
Pemerintah menentukan kebijakan dan menuntut
pertanggungjawaban polisi dengan cara yang jelas
dan transparan, sementara tetap menahan diri dari
gangguan yang tidak pada tempatnya dalam
masalah Pemolisian.
Mandat, kekuasaan, dan komando polisi dan
angkatan bersenjata secara jelas ditentukan dan
dipisahkan.
Ada sebuah mekanisme pengawasan yang mandiri
dan efektif untuk memastikan bahwa keluhan
tentang polisi diselidiki.
Pemolisian Demokratis melayani dengan cara yang berikut:
Bertanggung jawab pada anggota legislatif, kongres
atau parlemen, sistem peradilan pidana dan badan
pengawas sipil, seperti komisi hak asasi manusia
atau badan penilaian sipil ketika diperlukan.
Menunjukkan pengelolaan dana yang transparan
dan berusaha mengendalikan laporan yang
terpadu tentang pengeluaran dan pembelian.
Mendukung di luar pemeriksaan dan bekerja sama
dengan pelbagai badan yang bertanggung jawab
43
POLISI yang kita inginkan
mengawasi polisi, seperti warga sipil, pada
masyarakat sipil, dan pusat penelitian, dan di
dalam pelbagai komunitas yang mereka layani.
Memanfaatkan mekanisme dialog, temu‐wicara,
dan kerja sama polisi‐masyarakat yang efektif;
Bekerja sama secara kooperatif dengan Lembaga
kepolisian publik dan swasta lain, dan mendukung
kepatuhan mereka pada standar integritas dan hak
asasi manusia;
Memiliki sistem yang dapat diandalkan untuk
merekam informasi yang relevan dengan penilaian
kinerja mereka, perilaku para anggotanya, dan
menyediakan hasilnya untuk umum;
Memastikan bahwa anggota perseorangan
bertanggung jawab atas kinerja dan perilakunya;
Menerapkan kendali efektif atas kegiatan rahasia
atau “menyamar.”
Berusaha mencapai efisiensi dalam penggunaan
sumber daya.
Diskusi
Dukungan Pemerintah atas Pemolisian Demokratis
Sebagaimana dikemukakan pada bagian terdahulu,
Pemolisian Demokratis sendiri tidak dapat mendatangkan
44
POLISI yang kita inginkan
demokrasi politis walaupun reformasi Pemolisian yang
demokratis merupakan kontribusi sangat penting pada
reformasi politis demokratis yang lebih luas. Pemolisian
Demokratis mungkin hanya dapat dinikmati ketika politik
demokratis telah dilaksanakan di dalam penerapan
kekuasaan negara. Tanpa demokrasi, polisi dapat saja
berusaha menjalankan prinsip Pemolisian Demokratis,
tetapi akan sulit bagi mereka dan mungkin membawa
mereka pada konflik dengan pemerintah atau atasan
mereka.
Oleh karena itu, agar Pemolisian Demokratis dapat berjalan
sepenuhnya, penting bagi pemerintah, yang menaungi
kewenangan polisi, terlebih dahulu taat pada demokrasi
dan memandang polisi sebagai instrumen pelindung
keamanan dan hak demokrasi masyarakat. Keinginan akan
politik yang demokratis adalah kondisi utama bagi
penerapan dan praktik Pemolisian Demokratis. Akan tetapi,
keinginan politis itu sendiri tidak cukup jika tidak tercermin
pada struktur dan prosedur yang mendukung praktik
Pemolisian Demokratis.
45
POLISI yang kita inginkan
Kewenangan Lembaga Eksekutif dan Parlementer
Kendali pemerintah atas polisi sebagian diterapkan melalui
legislasi, persetujuan atas kebijakan, rencana, dan
pendanaan polisi. Konstitusi Afrika Selatan, misalnya,
menyebutkan bahwa anggota kabinet “wajib menentukan
kebijakan kepolisian nasional” setelah mempertimbangkan
pemerintahan provinsi, juga kebutuhan dan prioritas
provinsi itu sebagaimana ditentukan oleh lembaga eksekutif
provinsi (Bagian 206(1)).
Oleh karena itu, pemerintahan demokratis berhak untuk
mengatur kebijakan polisi, tetapi lebih baik jika hal ini
dilakukan melalui konsultasi dengan polisi, atau jika mereka
menyetujui kerangka kerja kebijakan yang dikembangkan
oleh polisi itu sendiri. Diharapkan pula ada mekanisme
untuk masukan dari komunitas dan masyarakat sipil dalam
diskusi tentang Pemolisian.
Dalam demokrasi, otoritas pemerintah atas polisi dapat
pula diterapkan melalui penunjukan pejabat senior
kepolisian. Di Afrika Selatan, Konstitusi juga menyebutkan
agar Komisaris Nasional untuk SAPS ditunjuk oleh Presiden
(Bagian 207(1)), sedangkan para Komisaris Provinsi ditunjuk
46
POLISI yang kita inginkan
oleh Komisaris Nasional dengan persetujuan lembaga
eksekutif provinsi (Bagian 207(2)).
Transparansi dan Pembatasan Campur Tangan yang Tidak
pada Tempatnya
Sementara prinsip pemerintahan demokratis mensyaratkan
bahwa pemerintah mempunyai otoritas terhadap polisi,
Pemolisian Demokratis juga mensyaratkan bahwa polisi
dilindungi dari campur tangan politis yang tidak pada
tempatnya. Salah satu aspek masalah itu berkaitan dengan
potensi campur tangan politis di dalam kasus individual,
seperti usaha coba‐coba untuk memengaruhi keputusan
polisi tentang penyelidikan atau penangkapan, dan apakah
menekankan tuduhan terhadap individu tertentu.
Kekuasaan politis tidak boleh digunakan untuk menjamin
impunitas para sekutu politis dengan jalan menghambat
penyelidikan polisi terhadap mereka. Itu tidak berarti
bahwa otoritas politis tidak boleh menelisik operasi polisi,
namun secara umum mereka harus melakukannya sesudah
terungkap fakta di dalam pemeriksaan terhadap penerapan
kebijakan dan kesesuaian dengan prosedur, bukan untuk
mencoba memengaruhi hasil tertentu dari penyelidikan
ataupun operasi yang lain.
47
POLISI yang kita inginkan
Campur tangan politis yang tidak pada tempatnya juga
dapat mencakupi campur tangan di dalam keputusan yang
berkaitan dengan pengangkatan, promosi, dan disiplin.
Politikus mungkin berharap untuk mempunyai beberapa
individu yang diangkat yang akan membela mereka dengan
cara apa pun, jadi akan berdampak pada kemampuan polisi
menerapkan undang‐undang secara tidak memihak.
Memang dapat diterima bahwa pemerintahan yang
demokratis mempunyai peran di dalam pengangkatan
sebagian besar kepala polisi senior, tetapi pengangkatan
dan promosi lain harus dipandang sebagai urusan internal
polisi.
Memang cukup jelas prinsip untuk melakukan campur
tangan politis di dalam penyelidikan, promosi,
pengangkatan, dan disiplin, namun kurang jelas di mana
meletakkan garis batas di antara keterlibatan pemerintah
yang pada tempatnya di dalam penyusunan kebijakan dan
campur tangan yang tidak pada tempatnya di dalam
keputusan operasional polisi.19 Bahkan di negara
19 Peredebatan ini tercermin di dalam argument mengenai konsep “independensi operasional” polisi dalam arti yang telah ditetapkan oleh Pattern Commission di Irlandia Utara untuk mengutamakan ”tanggung jawab operasional” polisi. Di dalam pandangan Pattern Commission, pengertian independensi operasioan diartikan sebagai memberikan polisi lingkup yang terlalu luas untuk berpendapat bahwa secara virtual peran serta apa pun dari otoritas pemerintahan sipil
48
POLISI yang kita inginkan
demoktratis, misalnya, polisi mungkin saja terbiasa untuk
berkonsultasi dengan para pemimpin pemerintahan
mengenai cara menangani situasi di dalam masyarakat,
terutama ketika itu berisiko mengacaukan ekonomi.
Meskipun ada tantangan untuk meletakkan perbedaan yang
tegas antara pengarahan polisi yang pada tempatnya dan
campur tangan yang tidak pada tempatnya, upaya untuk
mencegah campur tangan politis yang tidak pada
tempatnya dan bagi polisi untuk bergiat secara independen
di dalam hubungan dengan urusan operasional jangan
dipahami sebagai mencegah polisi untuk bertanggung
jawab sepenuhnya kepada pemerintah. Oleh karena itu,
pemerintahan demokratis mempunyai hak untuk
mengarahkan apa yang dilakukan oleh polisi dalam hal
tertentu, tetapi tidak dalam hal yang lain. Polisi perlu
responsif untuk melegitimasi urusan pemerintah sehingga
tidak mungkin menghindari konsultasi dengan pemerintah.
Kenyataannya—terutama di negeri yang sedang mengalami
transisi menuju demokrasi — pemerintah sedikit sekali
dilibatkan di dalam pengarahan polisi dengan cara yang
merupakan campur tangan tidak pada tempatnya yang tidak pada tempatnya. Ada tantangan yang signifikan untuk memutus keseimbangan yang bagus, yang diteliti oleh Philip Stenning di dalam “The Idea of Political ‘Independence’ of the Police: International Interpretations and Experiences,” draf makalan konferensi, 29 Juni 2004 (lihat www.ipperwashinquiry.ca/policy_part/pdf/Stenning.pdf).
49
POLISI yang kita inginkan
melampaui kebijakan, rencana, dan anggaran nasional. Itu
menimbulkan risiko bahwa pemerintah akan
menyalahgunakan kemampuan mengarahkan polisi untuk
tujuan politis. Jalan paling baik untuk mencegah
kemungkinan semacam itu adalah adanya prosedur yang
jelas dan transparan untuk kegiatan pengendalian oleh
pemerintah terhadap lembaga kepolisian. Itu mencakupi
prosedur nominasi dan pengangkatan petugas senior
kepolisian.
Pemisahan Mandat Kepolisian dan Angkatan Bersenjata
Prinsip dasar Pemolisian Demokratis adalah angkatan
bersenjata tidak berperan di dalam penegakan hukum di
dalam negeri. Pembatasan terhadap penggunaan
kekuasaan polisi akan langsung menurun jika angkatan
bersenjata juga mempunyai kekuasaan di dalam penegakan
hukum. Memang akan tetap ada lingkup untuk menggiatkan
seksi yang perlu bantuan angkatan bersenjata asalkan
situasinya ditetapkan secara jelas, tetapi cara itu
mensyaratkan bahwa angkatan bersenjata bergerak di
bawah komando polisi. Ketika terjadi keadaan darurat,
personel angkatan bersenjata harus bergerak dengan
persetujuan legislatif dan diawasi terus‐menerus.
50
POLISI yang kita inginkan
Lebih jauh lagi, harus ada panduan hukum yang jelas untuk
penggunaan kekuasaan angkatan bersenjata di dalam
kerangka keamanan dalam negeri dan personel angkatan
bersenjata harus mendapat pelatihan mengenai standar
penegakan hukum, terutama jika mereka terpaksa
menggunakan kekerasan. Meskipun demikian, pada
dasarnya demokrasi mensyaratkan bahwa angkatan
bersenjata tidak digunakan di dalam penegakan hukum
atau untuk tujuan pencegahan kejahatan karena angkatan
bersenjata tidak dilatih atau diperlengkapi untuk bekerja
dengan warga sipil atas dasar satu lawan satu seperti halnya
polisi. Angkatan bersenjata bertugas berjuang dan
mengalahkan kekuatan musuh.
Kewenangan dan Kapasitas Badan Pengawas
Di negara demokratis terdapat seperangkat badan khusus
yang melaksanakan pengawasan terhadap polisi. Di Afrika
Selatan badan pengawas yang paling penting mencakupi:
• Parlemen dan Dewan Perwakilan Daerah,
khususnya melalui berbagai panitianya yang
ditugasi mengawasi keselamatan dan keamanan;
• Lembaga cabang eksekutif, termasuk sekretariat
nasional dan daerah;
51
POLISI yang kita inginkan
• Panitia keamanan di dalam pemerintah daerah
(misalnya polisi kota).
Pada beberapa dasawarsa terakhir, semakin diakui bahwa
lengan eksekutif dan legislatif pemerintahan yang
memainkan peran umum di dalam menjaga akuntabilitas
polisi kurang lengkap. Oleh karena itu, penting untuk
membentuk Lembaga khusus yang bertanggung jawab
untuk memastikan bahwa dilakukan penyelidikan yang
tepat ketika ada keluhan terhadap polisi atau insiden lain
yang berpotensi kriminal atau perilaku menyimpang
anggota kepolisian. Pelbagai Lembaga itu lazim diacu
sebagai badan peninjau sipil.
Independent Complaints Directorate (ICD) [Badan
Independen untuk Pengaduan] di Afrika Selatan dianggap
secara luas sebagai salah satu Lembaga semacam itu yang
menjadi percontoh. ICD sangat menekankan pada
kemampuannya menyelidiki dan memikul tanggung jawab
untuk menyelidiki secara independen banyak kasus yang
diterimanya. Di negeri lain, beberapa Lembaga semacam itu
lebih menekankan pada pengawasan atas penyelidikan
internal polisi agar dilaksanakan secara benar.
52
POLISI yang kita inginkan
Sementara peninjauan sipil memiliki sederet strategi,
penting untuk Pemolisian Demokratis bahwa Lembaga
tersebut memiliki personel, sumber daya, dan kekuasaan
hukum yang memadai untuk memungkinkan mereka
meminta kerja sama dari lembaga kepolisian. Mengingat
peninjauan sipil merupakan perkembangan yang relatif
baru di dalam akuntabilitas polisi, para pakar mengamati
bahwa tidak ada standar yang dibakukan di banyak bidang,
seperti jumlah seluruh personel dibandingkan jumlah
petugas kepolisian, tetapi pakar Amerika Serikat
menyanggah bahwa peninjauan sipil harus dievaluasi
berdasarkan tiga kriteria: integritas, legitimasi, dan
pembelajaran.20
Pertanggungjawaban yang Benar
Di tingkat resmi, tuntutan akan akuntabilitas dan
transparansi adalah bahwa lembaga kepolisian
mempertanggungjawabkan secara benar kepada pejabat
dan badan lain, dan bekerja sama dengan mereka jika
undang‐undang mewajibkan hal itu.
20 “Integrity terutama mengacu pada kelengkapan dan keadilan prosedur pengaduan. Legitimacy adalah bagaimana proses penyelidikan untuk aduan itu dipahami oleh para klien, pemilik kepentingan, dan pemerhati. [...] Learning adalah sejauh mana proses itu memberikan umpan balik yang bermakna kepada pejabat yang bertanggung jawab sedemikian rupa sehingga memungkinkan mereka untuk melakukan peningkatan baik di dalam proses pengaduan maupun di dalam lembaga kepolisian.” (Walker, 2001: 60).
53
POLISI yang kita inginkan
Itu berlaku pula untuk cara polisi mengelola dan
mepertanggungjawabkan dana masyarakat dan sumber
daya lain yang mereka terima. Pengawasan finansial yang
benar merupakan satu jalan untuk berlindung terhadap
penyelewengan dana masyarakat. Kecuali ada
pertanggungjawaban yang benar atas pengeluaran,
pengawasan yang dilakukan parlemen terhadap polisi
menjadi tidak efektif.
Mendukung Pemeriksa Eksternal
Lembaga kepolisian, di dalam mendukung akuntabilitas dan
transparansi, harus tidak sekadar menyesuaikan diri dengan
tuntutan untuk melaporkan, tetapi juga harus secara aktif
bekerja sama dengan pelbagai badan yang bertanggung
jawab untuk mengawasi polisi, demikian juga dalam
kegiatan lain yang berkontribusi pada transparansi.
Sebagaimana dinyatakan oleh rekomendasi 37 dalam
Pattern Commission:
Lembaga kepolisian harus mengambil langkah untuk
meningkatkan transparansinya. Asumsi awalnya
seharusnya adalah bahwa segala sesuatu harus terbuka
untuk pemeriksaan publik kecuali apabila kepentingan
54
POLISI yang kita inginkan
umum—bukan kepentingan polisi—mengharuskan
kerahasiaan.21
Pelbagai lembaga kepolisian yang mendukung pemeriksaan
eksternal melihatnya sebagai sarana untuk membangun
kepercayaan masyarakat kepada, dan pemahaman
terhadap, Pemolisian. Selain itu, untuk meningkatkan
efektivitas pemberian layanan dan menjamin perilaku baik
polisi. Mendukung pemeriksaan eksternal menentukan
sikap polisi ketika meminta informasi, kesediaan mereka
untuk menjalin dialog, keterbukaan mereka terhadap
peneliti, dan tanggapan mereka pada metode pemeriksaan
lain, seperti skema kunjungan awam.
Selain itu, Pattern Commission merekomendasikan
misalnya:
• “pengunjung awam harus diberdayakan tidak hanya
untuk menginspeksi kondisi tahanan ... tetapi juga
untuk mengamati wawancara melalui kamera yang
disepakati oleh tahanan (sama dengan kunjungan
ke sel)” (Rekomendasi 64);
21 Infromasi lenih terperinci mengenai Pattern Commission, lihat diskusi Irlandia Utara (h. …)
55
POLISI yang kita inginkan
• “kurikulum pelatihan untuk satuan kepolisian harus
terbuka untuk umum, dan mudah diakses, misalnya
melalui internet” (Rekomendasi 147);
• “sesi tertentu dalam pelatihan harus terbuka
sehingga anggota masyarakat dapat turut serta,
dengan mendaftarkan diri, namun prioritas tetap
diberikan kepada anggota dewan kepolisian, ...
Pengunjung awam, atau badan lain, berstruktur
atau non pemerintah, dilibatkan di dalam kerja
dengan polisi” (Rekomendasi 148).
Oleh karena itu, lembaga kepolisian yang mendukung
akuntabilitas dan transparansi harus melangkah lebih jauh
daripada persyaratan resmi dan mendukung pelbagai
bentuk tambahan untuk pemeriksaan eksternal.
Dialog Polisi‐Komunitas
Peran polisi yang mendasar adalah melayani publik dan itu
mensyaratkan tingkat tertentu konsultasi dengan pelbagai
komunitas di tataran lokal. Tidak ada rumus tertentu untuk
melakukannya, tetapi, tanpa konsultasi semacam itu, polisi
mau tidak mau dan dalam cara tertentu akan memaksakan
56
POLISI yang kita inginkan
layanan mereka pada komunitas alih‐alih melayani
komunitas dengan cara menanggapi kebutuhannya.
Meskipun dialog dengan pelbagai komunitas pada dasarnya
merupakan konsultasi, polisi perlu melihat hubungan itu
sebagai melibatkan suatu unsur pertanggungjawaban
kepada anggota komunitas. Struktur komunitas tidak akan
mempunyai otoritas langsung atas polisi, tetapi polisi tetap
perlu bersedia untuk menjelaskan pelbagai tindakan
mereka kepada komunitas.
Di Afrika Selatan, Community Police Forums (CPFs) terbukti
merupakan alat yang berharga bagi polisi di dalam
membangun jembatan dengan komunitas sejak awal dan
pertengahan tahun 1990‐an. Walaupun CPFs, ketika baru
dibangun, dipandang sebagai sebuah mekanisme untuk
menjaga akuntabiltas polisi, forum itu cenderung lebih
berhasil ketika memfokuskan perhatian pada dukungan dan
bantuan yang diberikan keada polisi. Baru‐baru ini, SAPS
juga telah mengadopsi pemolisian sektor, yang variannya di
Afrika Selatan, melibatkan para anggota kepolisian yang
berdedikasi di dalam sub komponen geografis di dalam pos
area, dan bekerja secara kolaboratif dengan para anggota
masyarakat di dalam area itu melalui “forum sektor”.
57
POLISI yang kita inginkan
Meskipun CPFs dan form sektor mungkin berguna untuk
membangun hubungan dengan komunitas, polisi tidak
boleh mempercayakan sepenuhnya pada mereka sebagai
sarana melibatkan diri di dalam dialog dengan para anggota
masyarakat karena keduanya bukan perwakilan komunitas.
Oleh karena itu, polisi perlu melangkah lebih jauh dari
kedua struktur itu dan secara aktif menjalin hubungan
dengan bermacam‐macam kelompok dan individu di dalam
komunitas. CPFs dan forum sektor, yang memandang peran
dirinya sebagai pendukung polisi, mungkin dapat
membantu mereka di dalam tugas itu.
Dengan atau tanpa CPFs atau forum sektor, polisi harus
menjajagi pelbagai kemungkinan untuk bekerja dengan
para anggota komunitas di dalam membangun kepaduan
komunitas dan memperkokoh kemahiran pelbagai
komunitas untuk mencegah kejahatan. Dalam pada itu,
polisi harus tetap tidak berpihak di dalam huhubungannya
dengan bermacam kelompok di dalam komunitas, tanpa
mengendurkan hubungan yang mereka bangun dengan
mereka melalui dialog.
58
POLISI yang kita inginkan
Lembaga Kepolisian Lain
Salah satu realitas pemolisian di Afrika Selatan masa kini
adalah keragaman Lembaga yang terlibat di dalam
melaksanakan pelbagai fungsi kepolisian. Sebagai tambahan
pada South African Police Service dan enam lembaga
kepolisian kota, ada juga sejumlah besar Lembaga yang
lain.22 Walaupun pelbagai Lembaga itu cenderung saling
melengkapi satu sama lain, tetap penting bahwa pelbagai
Lembaga kepolisian itu membangun aturan kerja sama
untuk saling mendukung pekerjaan masing‐masing di dalam
membina keselamatan. Hal itu juga relevan di luar lingkup
dalam negeri, dengan kerja sama antar bangsa di antara
pelbagai lembaga kepolisian yang merupakan komponen
pemolisian yang penting di dalam dunia modern.
Meskipun demikian, Pemolisian Demokratis tidak hanya
mengimplikasikan bahwa pelbagai Lembaga kepolisian itu
sendiri memenuhi standar tinggi, tetapi juga mengharapkan
standar tinggi dari Lembaga kepolisian lain. Oleh karena itu,
kerja sama bukan mencakupi pembiaran penyelewengan
yang dilakukan oleh para anggota Lembaga kepolisian lain,
22 Lihat catatan kaki 1.
59
POLISI yang kita inginkan
melainkan justru membuat mereka bertanggung jawab
untuk memenuhi standar hak asasi manusia dan integritas.
Keandalan Informasi
Di bagian‐bagian berikutnya, buku pegangan ini membahas
tipe informasi yang berguna untuk mengevaluasi kinerja
dan perilaku polisi. Meskipun Lembaga kepolisian
memberikan informasi mengenai masalah itu, informasinya
tidak dapat diterima hanya berdasarkan tampilannya. Oleh
karena itu, Lembaga kepolisian perlu mengambil langkah
untuk menjamin bahwa informasi yang diberikan andal.
Mereka harus transparan mengenai langkah yang diambil
untuk menjamin keandalan dan bersedia mengakui ketika
ada alasan untuk meragukan keandalan informasi.
Akuntabilitas Individual
Akuntabilitas tidak hanya mengikutkan pemberian
informasi, tetapi para individu akan bertanggung jawab atas
kinerja dan perilakunya. Di samping sistem pengawasan apa
pun yang ada, Lembaga polisi itu sendiri akan merupakan
posisi paling baik untuk menjaga tanggung jawab para
anggotanya jika memang berkomitmen untuk memainkan
peran itu.
60
POLISI yang kita inginkan
Supaya dapat mempertanggungjawabkan anggotanya
secara individual, polisi harus mempunyai sistem
pengawasan yang efektif untuk mengelola kinerja mereka
dan sistem internal lain untuk mencegah dan
mengendalikan perilaku menyimpang (Lihat Seksi 4 untuk
pembahasan terperinci mengenai pelbagai sistem yang
disebutkan terakhir). Mengelola kinerja dan perilaku polisi
juga mensyaratkan bahwa mereka yang memainkan peran
pengawas harus dapat mempertanggungjawabkan
kinerjanya dalam mengawasi mereka yang berada di bawah
supervisinya.
Kemahiran mempertanggungjawabkan anggotanya secara
individual juga akan meningkat apabila secara individual
mereka dapat ditengarai sehingga anggota masyarakat
dapat secara positif mengidentifikasi anggota kepolisian
yang berinteraksi dengan mereka. Masalah itu ditegaskan
oleh Pattern Commission yang menyarankan agar polisi pun
yang dilibatkan di dalam pengawasan ketertiban umum
mempunyai nomor identitas “yang tampak jelas di atas
pakaian pelindung mereka, sebagaimana halnya di baju
seragam” (Rekomendasi 72). Oleh karena itu, langkah
mendasar untuk memastikan bahwa semua polisi dapat
61
POLISI yang kita inginkan
dikenali oleh para anggota masyarakat penting untuk
menjamin akuntabilitas.
Kegiatan Terselubung
Salah satu kerumitan di dalam menjaga akuntabilitas polisi
(lazim di pelbagai Lembaga lain yang terlibat di dalam
kegiatan terselubung, seperti Lembaga intelijen) adalah ada
beberapa kegiatan yang tidak dapat dibuka kepada
pengawasan dengan cara yang biasa.
Meskipun demikian, Lembaga kepolisian harus dapat
mengunjukkan pendekatannya pada pengendalian kegiatan
terselubung atau “menyamar”. Selain itu, mengunjukkan
langkah‐langkah yang diambil untuk menjamin bahwa
kegiatan semacam itu dilaksanakan secara efektif tanpa
menyalahgunakan hak atau sumber daya. Langkah‐langkah
itu harus sejalan dengan undang‐undang yang menciptakan
peninjauan yudisial dan legislatif yang jelas dan independen
untuk penggunaan kegiatan menyusup dan menyamar.
Penciptaan mekanisme independen untuk memberikan
wewenang melakukan kegiatan tertentu, dan meninjaunya
setelah dilaksanakan, mengharuskan penjagaan
keselamatan tambahan.
62
POLISI yang kita inginkan
Meskipun kerahasiaan mungkin diminta selama operasi
yang peka, peninjauan setelah pelaksanaan harus
merupakan kegiatan rutin dan, sedapat mungkin, membuka
prosedur untuk memeriksa aspek operasional yang mungkin
tidak termasuk di dalam pemeriksaan, melalui jalur legal
apa pun yang mungkin dihasilkan oleh operasi itu. Jika
memang perlu, rapat tertutup panitia di parlemen dapat
digunakan untuk meninjau pelbagai operasi di dalam kasus
yang kerahasiaannya harus dijaga untuk melindungi sumber
atau masalah yang lebih sensitif. Kebebasan memperoleh
informasi harus menentukan jangka waktu yang masuk akal
untuk dapat membuka semua informasi untuk umum.
Penggunaan Sumber Daya
Masalah pengguaan sumber daya masyarakat secara
bertanggung jawab dan akuntabel merupakan inti
pemerintah yang akuntabel dan berlaku untuk semua
lembaga pemerintahan. Sumber daya yang dialokasikan
pada pelbagai Lembaga kepolisian dipindahsalur –kan
secara efektif dari lembaga pemerintahan yang lain ketika
dapat berpotensi untuk digunakan di dalam menanggulangi
beberapa di antara masalah yang mendasari pelbagai tindak
kejahatan. Oleh karena itu, polisi mempunyai tanggung
63
POLISI yang kita inginkan
jawab khusus untuk menggunakan sumber daya yang
dialokasikan pada mereka secara bertanggung jawab dan
efisien. Pelbagai badan legislatif dengan “kekuasaan
meminta keterangan” mempunyai tanggung jawab untuk
mempertanyakan argumen polisi yang lazim bahwa hasil
yang sedikit merupakan konsekuensi dari sumber daya yang
rendah. Meskipun pemolisian bersumber daya sangat
rendah di banyak negara sedang berkembang, tidak ada
jaminan bahwa sumber daya tambahan akan meningkatkan
produktivitas di dalam penegakan hukum dan pencegahan
kejahatan, kecuali polisi mengunjukkan pelbagai sistem dan
strategi yang efektif di dalam penggunaan sumber daya itu.
64
POLISI yang kita inginkan
Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan Keadilan
Sumbangan paling dramatis yang dapat diberikan oleh
polisi kepada demokrasi adalah menjadi tanggap terhadap
kebutuhan individual warga. ...Angkatan kepolisian yang
usaha utamanya adalah melayani publik yang setara …
[mengunjukkan] setiap hari dan dalam praktik bahwa
kewenangan Negara akan digunakan untuk kepentingan
rakyat (Bayley 2001:13─14).
Di sana seharusnya tidak ada perselisihan antara hak asasi
manusia dan Pemolisian. Pemolisian berarti melindungi hak
asasi manusia (Patten Commission, 1999:18).
Langkah Penting
Satuan kepolisian Demokratis:
• Rumuskan misi mereka sebagai pelayanan kepada
publik dan pelindungan hak asasi manusia bagi
semua, dan melaksanakan operasi kepolisian sesuai
dengan misi itu;
• Distribusikan sumber daya kepolisian secara adil;
• Kurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut;
• Bawa pelanggar ke pengadilan;
• Tanggapi segera panggilan darurat;
65
POLISI yang kita inginkan
• Berkomunikasi dan melayani anggota masyarakat
dengan tata cara yang profesional;
• Tanggap terhadap kelompok rentan;
• Bekerja dalam kemitraan dengan Lembaga dan
kelompok lain dan mendukung secara aktif
pencegahan kejahatan yang dilakukan oleh
Lembaga lain;
• Ikuti standar profesional dalam merekam dan
melaporkan informasi mengenai kejahatan.
Diskusi
Misi Polisi
Demokrasi bukan hanya pemerintahan “oleh rakyat”,
melainkan juga untuk rakyat. Pemolisian Demokratis, di atas
apa pun, merupakan Pemolisian yang melayani rakyat.
Dalam melaksanakan tugasnya, sering polisi cenderung
memahami hak asasi manusia sebagai sesuatu yang harus
mereka patuhi, satu perangkat peraturan dan norma yang
membatasi mereka di dalam tugas. Padahal, Pemolisian
Demokratis dapat dilihat secara lebih jelas sebagai tugas
melindungi dan menegakkan hak asasi manusia. Itu tidak
berarti bahwa dalam tugas sehari‐harinya, polisi akan
dilibatkan dalam penegakan dan penguatan semua hak.
66
POLISI yang kita inginkan
Tugas polisi lebih barkaitan langsung dengan penegakan
dan perlindungan jenis hak tertentu. Dalam hubungan
dengan pelbagai hak yang digarisbawahi dalam Konstitusi
Afrika Selatan, tugas polisi di Afrika Selatan dapat dilihat
sebagai sangat erat kaitannya dengan hak atas
perlindungan dan manfaat undang‐undang yang setara
(Pasal 9(1)), atas martabat (Pasal 10), atas hidup (Pasal 11),
atas kebebasan dan keamanan orang (Pasal 12(1)), atau
privasi (Pasal 14), atas kebebasan berkumpul dan berunjuk
rasa (Pasal 17), atas milik (Pasal 25), demikian juga dengan
hak untuk menangkap, menahan, dan menuduh orang
(Pasal 35). Tugas polisi dapat juga berimplikasi pada
pengurangan urusan langsung dengan hak yang lain, seperti
hak atas tempat tinggal, perawatan kesehatan atau
pendidikan, dalam hal tertentu.
Dalam kenyataan dapat terjadi bahwa dalam melindungi
hak asasi manusia beberapa orang, polisi akan mengganggu
hak asasi orang lain. Undang‐undang tentang hak asasi
manusia menerima bahwa beberapa hak boleh dibatasi
dalam hal tertentu untuk tujuan melindungi hak asasi orang
lain.
67
POLISI yang kita inginkan
Oleh karena itu, tugas Pemolisian Demokratislah untuk
melakukan tugas yang sulit yaitu memutuskan kapan
gangguan pada hak asasi beberapa orang memang
diperlukan dan dibenarkan, demi melindungi hak asasi
orang lain. Kualitas keputusan dan tindakan polisi atas
masalah seperti itu dengan banyak cara akan menentukan
kualitas hak asasi manusia dalam masyarakat mana pun.
Mendistribusikan Satuan kepolisian Secara Adil
Di banyak negara, satuan kepolisian dipusatkan di wilayah
orang berada sehingga membiarkan orang papa tanpa
perlindungan. Jelas ini tidak adil. Namun, memang
pertimbangan kebutuhan harus menentukan bagaimana
personel dan sumber dana kepolisian didistribusikan, itu
tidak boleh menghasilkan ketimpangan dalam satuan
kepolisian di area yang tingkat kejahatannya tinggi. Polisi
adalah pelayanan umum dan semua orang harus dapat
mencapai pos polisi tanpa menempuh jarak sangat jauh dan
tanpa menggunakan angkutan umum, sementara polisi
harus mampu bereaksi dalam situasi mendesak dalam
waktu sesingkat‐singkatnya. Memang tidak dapat dihindari
bahwa ada wilayah yang begitu jarang penduduknya dan
begitu jauh jaraknya sehingga pertimbangan ini tidak dapat
dipertahankan.
68
POLISI yang kita inginkan
Meskipun demikian, Lembaga kepolisian harus mampu
mengunjukkan bahwa surber daya dan personel mereka
didistribusikan sedemikian rupa sehingga menjawab secara
paling efektif kebutuhan akan satuan kepolisian dan
memudahkan akses publik. Mungkin untuk itu juga perlu
merinci pelbagai tugas yang wajib dilakukan oleh polisi,
yang sering mencakupi juga kegiatan non kepolisian, dan
menjamin pelbagai tugas itu diatur secara seimbang.
Cara tersebut lebih penting lagi di negara seperti Afrika
Selatan yang layanan kepolisiannya dulu lebih
mengutamakan kebutuhan kelompok minoritas yang
mempunyai hak istimewa.
Mengurangi Kejahatan, Ketaktertiban, dan Ketakutan
Lembaga polisi yang demokratis mempunyai misi yang
intinya mengurusi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut.
Ketiga dimensi utama kinerja polisi itu, menurut Moore dan
Braga (2003) mencakupi:
• Mengurangi kejahatan dan viktimisasi; (Dalam
melakukan itu, polisi “mengurangi risiko riil dan
objektif dari viktimisasi”) (hlm. 17);
• Mengurangi rasa takut dan meningkatkan
keamanan pribadi. (Polisi telah belajar bahwa
69
POLISI yang kita inginkan
“mengurangi kejahatan tidak selalu ataupun tidak
mencukupi untuk mengurangi rasa takut”) (hlm.
19);
• Menjamin keselamatan dan kesantunan di ruang
umum. (Ini mencakupi keselamatan lalu lintas dan
keselamatan serta kesantunan di dalam taman,
sekolah, dan angkutan umum. Polisi harus
“melindungi keselamatan dan kesantunan pelbagai
ruang ini, dan dengan melakukannya, melindungi
kualitas hidup publik dan kolektif kita, demikian
juga kualitas hidup privat dan individual”) (hlm.
21).
Kesepakatan atas apa yang harus dilakukan polisi untuk
mengurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut, dan
bagaimana mengevaluasi kinerja mereka dalam menjamin
keamanan itu, merupakan tugas yang rumit. Selama
beberapa tahun, para ahli kriminologi memperdebatkan
apakah Lembaga polisi benar‐benar dapat mengurangi
kejahatan atau apakah tingkat kejahatan sebenarnya
merupakan hasil pelbagai faktor relasi sosial yang di luar
kendali polisi. Meskipun demikian, pemikiran mutakhir
mencerminkan suatu kesepakatan bahwa polisi dapat
menimbulkan dampak pada tingkat kejahatan. Mereka juga
70
POLISI yang kita inginkan
dapat menimbulkan dampak pada pelbagai segi lain dari
kualitas hidup di dalam komunitas, dengan memfokuskan
pada ketaktertiban dan rasa takut akan kejahatan.
Penting sekali untuk menanamkan dalam pikiran bahwa
masalah kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut tidak
netral gender. Pada batas yang signifikan, perempuan
mengalami ketiga masalah itu dengan cara yang berbeda
dari laki‐laki. Lembaga polisi demokratis harus mengadakan
secara struktural dan menyesuaikan pelayanan yang
mereka berikan untuk menanggulangi secara berhasil guna
pelbagai aspek kejahatan yang secara khusus menimpa
perempuan.
Membawa Pelanggar ke Pengadilan
Dengan menanggulangi kejahatan dan menangkap
pelanggar, polisi tidak hanya berkontribusi dalam mencegah
kejahatan tetapi juga membina “keadilan”, yang
“mencakupi gagasan bahwa orang seharusnya bertanggung
jawab atas kejahatan mereka” (Moore dan Braga: 17). Oleh
karena itu, Lembaga polisi harus mempunyai kewenangan
untuk menyelidiki laporan kejahatan secara efektif dan
berhasil mengidentifikasi, menelusuri, dan menangkap
penjahat. Dalam pada itu, mereka seharusnya hanya
71
POLISI yang kita inginkan
menangkap orang ketika ada dasar yang memadai untuk
mencurigai dalam kaitan dengan pelanggaran. Hal itu
penting agar penyelidikan berhasil guna, untuk menjamin
bahwa tersangka dibawa ke pengadilan, dan untuk
melindungi keselamatan umum.
Menanggapi Panggilan Darurat
Tanggap polisi terhadap keadaan darurat begitu penting
sehingga perlu dibahas sebagai masalah khusus. Anggota
masyarakat seharusnya meyakini bahwa polisi akan segera
menanggapi ketika ada panggilan darurat dan akan
menanggulangi situasi dengan cara yang profesional.
Tanggapan segera dan profesional pada panggilan darurat
berpotensi menjadi faktor utama dalam membina
kepercayaan pada polisi dan dalam mengurangi rasa takut
akan kejahatan. Jika polisi mempunyai reputasi selalu
menanggapi dengan segera, mereka yang berpotensi
melakukan pelanggaran juga akan berpikir dua kali.
Komunikasi dan Pelayanan
Lembaga polisi berinteraksi dengan anggota masyarakat di
dalam situasi yang bermacam‐macam, dan pelayanan yang
mereka berikan bervariasi dari situasi yang satu ke situasi
yang lain. Itu mencakupi panggilan darurat, panggilan lain
72
POLISI yang kita inginkan
untuk pelayanan, orang melaporkan kejahatan, pelayanan
umum yang diminta di pos polisi, dan permintaan dari
anggota masyarakat. Ada juga “hubungan tidak sengaja”
ketika polisi menghentikan dan menggeledah orang atau
kendaraan mereka, atau menangkap orang. Di dalam segala
situasi itu, polisi perlu memberikan pelayanan yang
profesional, dan berusaha untuk menjamin bahwa anggota
masyarakat puas dengan cara polisi mengurus mereka.
Itu berarti bahwa dipersyaratkan bahwa anggota Lembaga
polisi berkomunikasi dengan orang dengan cara yang
menghormati dan profesional. Di dalam konteks Afrika
Selatan, itu berkaitan dengan masalah bahasa yang banyak.
Lembaga polisi yang berorientasi pada pelayanan efektif
terhadap masyarakat akan memberikan tekanan besar pada
kemampuan berkomunikasi dengan anggota masyarakat
dalam bahasa yang mereka pahami.
Kelompok Rentan
Salah satu bagian dari hakikat kerja kepolisian adalah polisi
kerap berinteraksi dengan orang yang memiliki
“kerentanan” jenis apa pun. Kelompok itu mencakupi:
• Anak‐anak, baik sebagai korban, saksi, maupun
sebagai tersangka penjahat;
73
POLISI yang kita inginkan
• Korban pelanggaran dengan kekerasan dan
pelanggaran yang bersifat seksual;
• Korban atau saksi yang ketakutan atau menghadapi
bahaya fisik;
• Orang cacat dan orang lanjut usia;
• Orang yang kekurangan atau termarginalkan secara
edukatif, ekonomis, atau sosial baik sebagai korban,
saksi, maupun tersangka;
• Pribumi atau etnik minoritas mungkin juga
dimasukkan dalam kategori rentan di negara
tertentu;
• Imigran.
Dalam bekerja dengan anak muda, kepolisian yang
demokratis mensyaratkan bahwa polisi bekerja dengan cara
yang mengakui dan menjawab kebutuhan pertumbuhan
mereka. Secara lebih umum, ketika bekerja dengan orang,
yang karena suatu alasan, berada pada posisi rentan, polisi
harus mengambil cara yang peka dan berhubungan dengan
mereka dengan cara yang sesuai dengan kebutuhan khusus
mereka.
Kerja Sama dan Kemitraan
Dahulu, bahkan di masyarakat demokratis, polisi cenderung
berpikir mengenai dirinya sebagai “barisan penyelamat”
74
POLISI yang kita inginkan
yang tugasnya membela sendirian komunitas terhadap
kejahatan dan ketaktertiban. Di dalam demokrasi
kontemporer, polisi tidak dapat lagi mempertahankan
gagasan tentang dirinya seperti itu.
Mandat yang diberikan kepada mereka menuntut agar
mereka memainkan peran pemimpin di dalam menghadapi
kejahatan. Apalagi, ketika dalam menanggulangi kejahatan
dan ketaktertiban, diperlukan kekuasaan polisi (termasuk
kewenangan dan kemampuan untuk menggunakan
kekuatan dan melakukan penahanan) dan ada kemungkinan
memaparkan pihak‐pihak yang terlibat pada risiko bahaya
fisik, penting bagi polisi untuk bertanggung jawab atas
kegiatan itu. Lebih jauh lagi, polisi mungkin harus
menganggap diri mereka sebagai sumber yang kerjanya
mendukung kelompok dan organisasi lain di dalam
meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mencegah
dan menanggulangi kejahatan.
Banyak masalah kejahatan dapat ditanggulangi secara lebih
baik jika digunakan kemahiran dan sumber daya yang hanya
tersedia di luar organisasi kepolisian. Polisi dapat lebih
berhasil guna jika mereka belajar bekerja dalam kemitraan
dengan pihak lain. Kemitraan dan hubungan yang lebih baik
75
POLISI yang kita inginkan
dengan komunitas saja dapat menurunkan tingkat
ketakutan di dalam komunitas. Secara lebih umum,
kejahatan adalah perwujudan dari masalah yang selalu
hadir tetapi tidak kasat mata di dalam pembentukan
masyarakat. Polisi tidak mempunyai kemampuan, atau
tanggung jawab, untuk menyelesaikan masalah itu. Oleh
karena itu, pertanyaan pokok di dalam mengevaluasi
layanan yang diberikan oleh Lembaga polisi adalah apakah
mereka bekerja dengan cara yang membina komunikasi dan
kemitraan dengan komunitas, aparat lain yang bertugas
sebagai penegak hukum, dan Lembaga atau kelompok lain.
Belum tentu semua inisiatif kemitraan produktif, jadi
pertanyaannya bukan sekadar apakah polisi terlibat di
dalam kemitraan, melainkan juga sejauh mana kemitraan
itu produktif. Jika polisi berhasil berkerja secara efektif
dengan Lembaga lain, mungkin mereka berkontribusi di
dalam mengokohkan pembentukan masyarakat secara
menyeluruh dan rasa nyaman mereka dalam menghadapi
kejahatan, daripada hanya menanggapi sendirian pelbagai
kriminalitas dan ketaktertiban yang terjadi.
76
POLISI yang kita inginkan
Perekaman dan Pelaporan Informasi Mengenai Kejahatan
Semua orang tahu bahwa banyak kejahatan tidak
dilaporkan dan di tempat yang orang tidak percaya dan
malah takut pada polisi, kekurangan laporan dapat
mencapai tingkat kronis. Meskipun demikian, kecuali
mereka terintimidasi dan ketakutan ketika berhadapan
dengan polisi, atau menganggap mereka tidak mampu
berbuat apa pun, banyak anggota masyarakat tidak
melaporkan kejahatan kepada polisi dengan pelbagai
alasan. Hasilnya, polisi merupakan sumber penting
informasi tentang kejahatan di dalam masyarakat mana
pun. Informasi itu dapat digunakan oleh polisi untuk
keperluan mereka di dalam mencegah dan menumpas
kejahatan. Namun, sebenarnya informasi juga merupakan
sumber pengetahuan dan penggunaan bagi kelompok yang
lebih luas dan masyarakat umum.
Oleh karena itu, Lembaga polisi demokratis harus
mempunyai tanggung jawab untuk memandang informasi
mengenai kejahatan sebagai aset masyarakat. Dengan
memberikan layanan profesional kepada publik, polisi perlu
mengikuti standar dasar tertentu di dalam menerima
laporan tentang kejahatan dari publik. Namun, kewajiban
mereka adalah juga menjamin bahwa kejahatan direkam,
77
POLISI yang kita inginkan
dianalisis, dan dilaporkan dengan cara yang tidak sekadar
memenuhi kebutuhan mereka sendiri, tetapi juga
kebutuhan masyarakat yang lebih luas.
78
POLISI yang kita inginkan
Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat
Tindakan polisi di suatu demokrasi harus ... diperintah oleh
peraturan perundang‐undangan, bukan oleh petunjuk yang
diberikan secara semena‐mena oleh rezim tertentu dan
para anggotanya. Polisi demokratis tidak membuat undang‐
undang; mereka menerapkannya, namun dengan catatan
bahwa penilaian yang mereka lakukan harus divalidasi oleh
pengadilan (Bayley 2001: hlm. 14).
Langkah Penting
Satuan kepolisian Demokratis:
• Menghormati dan menegakkan peraturan
peundang‐undangan;
• Mendukung prinsip integritas, menghormati
martabat dan hak asasi manusia, tidak diskriminatif,
adil, melakukan operasi secara profesional,
memaknai prinsip itu secara jelas pada para
anggotanya; dan secara aktif membina keterikatan
pada prinsip itu;
• Mempunyai sistem yang efektif untuk menerima
pengaduan tentang petugas kepolisian, penyidikan
internal, dan disiplin;
• Bekerja sama dengan pelbagai badan yang
bertanggung jawab atas pemantauan atau
79
POLISI yang kita inginkan
penyidikan yang berkaitan dengan penyelewengan
polisi;
• Menggunakan kekuatan dengan menaati prinsip
kekuatan minimal dan menghormati nyawa
manusia, dan mempunyai kebijakan yang jelas serta
pengawasan yang mendukung kebijakan itu;
• Berlatih menangani secara tepat orang yang
ditahan.
Diskusi
Peraturan Perundang‐Undangan
Pemolisian Demokratis menuntut bahwa Lembaga polisi
memberikan layanan kepada publik sekaligus menjaga agar
layanannya memenuhi standar yang tinggi. Mau tidak mau
itu menuntut bahwa satuan kepolisian dan para anggotanya
menghormati dan menegakkan Undang‐undang Dasar dan
aturan perundang‐undangan.
Polisi mempunyai semacam diskresi untuk memutuskan
kapan menegakkan hukum, khususnya dalam kaitan
dengan keputusan untuk menahan atau tidak menahan
orang yang melanggar. Oleh karena itu, penghormatan
pada hukum tidak berarti bahwa polisi diharapkan untuk
80
POLISI yang kita inginkan
selalu menegakkan hukum dan menahan orang di dalam
setiap kasus. Itu jelas berarti bahwa ketika harus
menegakkan hukum, mereka melakukannya terlepas dari
pertimbangan tentang status sosial atau afiliasi tersangka
pada organisasi, atau politik tertentu. Selain polisi sendiri
tidak melanggar hukum, juga menghormati aturan
perundang‐undangan sehingga dituntut untuk tidak
memberi toleransi kepada orang yang main hakim sendiri.
Nilai‐Nilai dan Perilaku
Pemolisian Demokratis menuntut lebih banyak daripada
sekadar kepatuhan pada aturan perundang‐undangan
karena hukum itu sendiri tidak selamanya merupakan
perwujudan dari nilai‐nilai demokrasi dan hak asasi
manusia. Pemolisian Demokratis mengikutkan bahwa polisi
melangkah lebih jauh daripada kepatuhan buta pada hukum
dan menegakkan serta mengunggulkan prinsip utama.
Prinsip itu mencakupi:
• Integritas—kehendak moral adalah menahan diri
terhadap godaan untuk menyelewengkan
kekuasaan polisi;
• Penghormatan pada martabat dan hak asasi
manusia—misi polisi demokratis adalah melindungi
hak asasi semua manusia. (Prinsip inti dari hak asasi
81
POLISI yang kita inginkan
manusia adalah mengakui martabat semua orang
dan memperlakukan mereka dengan rasa hormat);
• Non diskriminasi—Lembaga polisi mematuhi
standar non diskriminasi dan menghormati
keragaman di dalam hubungan dengan semua
kelompok;
• Rasa adil—polisi harus bertindak tanpa memihak,
yaitu mempertimbangkan pelbagai kemungkinan di
dalam setiap situasi yang mereka hadapi;
• Profesionalisme—polisi harus selalu mawas diri
bahwa mereka melaksanakan tugas dengan
terampil dan secara efisien.
Agar satuan kepolisian menegakkan nilai‐nilai tersebut,
mereka harus mewujudkannya dalam perilaku mereka
selama melakukan pelbagai operasi. Untuk itu, nilai‐nilai
harus diujarkan secara teratur dan konsisten untuk
menjamin bahwa itu dipahami secara jelas di seluruh
organisasi. Kebijakan harus mendukung polisi dengan
mempelajari pelbagai keterampilan yang perlu untuk
melaksanakan prinsip itu dan siap untuk melakukan
tindakan disipliner terhadap mereka yang secara sengaja
melanggar.
82
POLISI yang kita inginkan
Kontrol Internal
Satuan kepolisian membutuhkan tanggung jawab penuh
untuk menjamin bahwa laporan tanpa bukti tentang
tindakan polisi menyimpang diselidiki secara benar dan
bahwa langkah yang tepat diambil terhadap mereka yang
gagal memenuhi standar di dalam berperilaku. Untuk
melakukan kontrol internal:
• Lembaga polisi harus mempunyai sistem yang
efektif dan dapat diakses untuk menerima
pengaduan terhadap anggotanya;
• Lembaga polisi harus mempunyai sistem internal
yang efektif untuk melaksanakan penyelidikan atas
para anggotanya, baik penyelidikan kriminal
maupun untuk tujuan disiplin internal;
• Sistem disiplin internal harus berfungsi secara
efektif, memenuhi standar efisiensi dan
menghormati proses yang memadai.
Mempunyai sistem yang efektif untuk menerima
pengaduan bukan sekadar sarana untuk meminta
pertanggungjawaban kepada petugas yang melakukan
tindakan menyimpang. Mengurusi secara efektif pelbagai
pengaduan membangun kepercayaan publik pada polisi.
83
POLISI yang kita inginkan
Data aduan dapat juga digunakan untuk mengidentifikasi
petugas kepolisian yang berkali‐kali diadukan. Data juga
membantu di dalam mengidentifikasi petugas yang gaya
kepolisiannya terlalu agresif agar dapat diperbaiki melalui
konsultasi, pelatihan, dan pengubahan tugas. Terakhir, data
aduan dapat juga mengidentifikasi pelbagai taktik
operasional yang mungkin memancing banyak aduan
sehingga mendukung upaya polisi untuk mengubah
pendekatan taktis.
Sistem penyelidikan dan disiplin internal kepolisian harus
juga mampu memenuhi keperluan untuk mengoreksi
perilaku mereka yang telah menyimpang, tetapi masih
mempunyai potensi untuk melaksanakan tugas mereka
secara memadai. Selain itu, sistemnya harus menjamin
bahwa individu yang secara moral tidak cocok untuk
menjadi petugas kepolisian tidak dilibatkan di dalam
kegiatan kepolisian dan tidak diizinkan untuk menggunakan
kekuasaan kepolisian. Dalam hal polisi berperilaku kriminal,
penyelidikan disipliner internal juga harus berbagi informasi
dengan tindakan penyelidikan dan mendukungnya.23
23 Lihat diskusi tentang proses terkait di hlm … (42), yang berkaitan dengan pernyataan ini.
84
POLISI yang kita inginkan
Keefektifan sistem internal itu merupakan ukuran tingkat
komitmen Lembaga polisi di dalam menjamin bahwa para
anggotanya memenuhi standar polisi demokratis. Sistem
dasar itu harus ditambah dengan pelbagai langkah yang
mungkin perlu, seperti pemeriksaan integritas,
perlindungan khusus bagi peniup peluit, jika polisi
menghendaki kontrol yang meyakinkan terhadap korupsi
dan kebrutalan.
Badan Pengawas
Di banyak negara, pelbagai badan pengawas, seperti dewan
peninjau milik warga telah dibentuk untuk menjamin bahwa
pelbagai kasus tindakan polisi diselidiki secara benar.
Beberapa di antara badan itu bertujuan untuk memantau,
sedangkan yang lain bertanggung jawab untuk menyelidiki
secara langsung. Badan tertentu, seperti South African
Independent Complaints Directorate, memadukan peran
pemantauan dan penyelidikan.
Apa pun peran pelbagai struktur pengawasan tersebut,
tetap ada kebutuhan polisi untuk mempunyai sistem
penerimaan pengaduan dan sistem penyelidikan perilaku
internal. Meskipun demikian, ada juga kebutuhan untuk
85
POLISI yang kita inginkan
mengklarifikasi hubungan antara pengawasan eksternal dan
kontrol internal. Polisi harus menjamin bahwa kedua sistem
itu dapat bekerja sama demikian rupa sehingga saling
menguatkan dan bahwa mekanisme disipliner internal
bekerja sama dengan pelbagai badan pengawas.
Penggunaan Kekuatan
Penggunaan kekuatan, khususnya kekuatan pembunuh,
adalah dimensi kepolisian yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan kehancuran atau kerusakan. Itu tidak hanya
berkaitan dengan orang yang terluka atau terbunuh, tetapi
juga, bersamaan dengan korupsi, berkaitan dengan reputasi
polisi dan hubungan polisi‐komunitas.
Namun, penggunaan kekuatan diperlukan di dalam
Pemolisian yang benar. Oleh karena itu, pelayanan
kepolisian tidak mungkin hanya mempercayakan pada
sistem disipliner atau badan pengawas milik warga untuk
mengendalikan penggunaan kekuatan oleh para
anggotanya, tetapi perlu mengkombinasikan pelatihan
(termasuk pemeriksaan ulang kualitas senjata secara
berkala) dan dukungan lain bagi petugas kepolisian, dengan
86
POLISI yang kita inginkan
hukuman yang setimpal bagi mereka yang telah melampaui
batas.
Satuan kepolisian juga harus sistem yang efektif untuk
mengendalikan dan memantau alokasi dan penggunaan
senjata api untuk menjamin bahwa petugas kepolisian yang
tidak cocok untuk membawa senjata itu tidak diizinkan
untuk melakukannya.
Sebagai tambahan, satuan kepolisian harus meletakkan
standar yang sejalan dengan prinsip penggunaan minimal
kekuatan, termasuk yang membunuh dan tidak membunuh,
dan secara aktif mendukung anggota kepolisian untuk
memenuhi standar itu melalui pelbagai pelatihan dan
langkah lain. Kebijakan tentang penggunaan kekuatan
pembunuh harus sangat menegaskan penghormatan pada
hidup manusia.
Tahanan
Sebagaimana telah disebutkan24, polisi tidak boleh
menyalahgunakan kewenangan mereka untuk menangkap.
Lebih jauh daripada menjamin bahwa kewenangan
24 Lihat diskusi tentang “Membawa pelanggar ke pengadilan” di hlm. (33) ...
87
POLISI yang kita inginkan
menangkap itu digunakan secara tetap, satuan kepolisian
demokratis perlu menjamin bahwa tahanan diperlakukan
secara benar.
Semua itu mensyaratkan bahwa satuan kepolisian secara
eksplisit menghambat kekerasan verbal atau fisik terhadap
tersangka atau siapa pun yang ditahan, terutama selama
interogasi. Selain itu, satuan kepolisian harus mempunyai
sistem untuk menjamin perlakuan terhadap tahanan,
termasuk akses pada penasihat hukum. South African
Constitution menetapkan bahwa tahanan harus “setidaknya
mendapat dan mempunyai cadangan, atas biaya negara,
akomodasi yang memadai, makanan, bacaan, dan
perawatan kesehatan” (Pasal 35(2)f)).
88
POLISI yang kita inginkan
Area 5: Polisi sebagai Warga Negara
Langkah Kunci
Satuan kepolisian yang demokratis:
• Tidak bersikap diskriminatif terhadap kelompok
mana pun di dalam masyarakat di dalam proses
mendata kualifikasi mereka yang tujuannya tidak
lain dan tidak bukan untuk menjamin bahwa satuan
kepolisian merupakan perwakilan dari pelbagai
kelompok di dalam populasi;
• Jelas dan eksplisit di dalam kebijakannya yang
menyangkut promosi dan remunerasi, melandasi
pengembangan karier dengan jasa dan penggunaan
prosedur yang adil dan transparan;
• Menyediakan kondisi pelayanan yang masuk akal
dan sumber daya termasuk upah dan fasilitas, serta
memperlakukan petugas kepolisian dengan cara
yang taat asas dengan martabat mereka;
• Memberikan hak penuh kepada petugas kepolisian
atas proses yang memadai dalam kaitan dengan
tuduhan kejahatan terhadap mereka dan
menerapkan, setidaknya, standar dasar keadilan di
dalam hubungan dengan kasus disipliner;
• Merupakan subjek pembatasan sebagaimana
ditetapkan oleh peraturan perundang – undangan
89
POLISI yang kita inginkan
nasional, mengizinkan petugas kepolisian untuk
membentuk organisasi untuk melindungi hak asasi
mereka sebagai kelompok;
• Mengambil langkah untuk menjamin keselamatan
dan perlindungan petugas di dalam pelatihan dan
kegiatan operasional.
Diskusi
Keadilan dan Perlakuan Sama di dalam Rekrutmen dan
Remunerasi
Mengingat bahwa polisi adalah warga negara, maka mereka
mempunyai hak, privilese, dan manfaat kewarganegaraan.
Itu terutama berarti bahwa mereka tidak boleh
didiskriminasi terhadap proses rekrutmen untuk menjadi
polisi—kriteria seleksi harus seragam untuk semua calon.
Meskipun demikian, pelayanan kepolisian merupakan wajah
pemerintah yang paling terbuka. Pekerjaan polisi juga
bersifat sangat peka dan menuntut interaksi dengan
anggota komunitas yang diatur oleh undang‐undang.
Meskipun pelayanan kepolisian disusun secara serupa bagi
penduduk sebagai suatu kesatuan, anggota komunitas jauh
lebih sulit untuk menerima dan menghayatinya, dan
90
POLISI yang kita inginkan
bersedia untuk memberikan kepercayaan pada pelayanan
itu. Ketimpangan di dalam perwakilan kelompok yang
berbeda juga dapat dikaitkan dengan kecenderungan untuk
mendiskriminasi sehingga adil serta perlu mengambil
langkah untuk menemukan keseimbangan.
Pertimbangan yang sama berlaku pula pada kebijakan
promosi di dalam organisasi kepolisian. Pengembangan
karier harus berdasarkan jasa. Meskipun demikian, harus
ada upaya untuk menjamin bahwa konsep jasa yang
diterapkan adalah yang mendukung pelbagai tujuan dan
sasaran kepolisian demokratis dan tidak bias budaya.
Bahkan dapat dibenarkan untuk memberikan dukungan
khusus kepada petugas kepolisian yang berasal dari
kelompok terdiskriminasi untuk melancarkan promosi
mereka.
Kebijakan promosi dan remunerasi juga harus transparan.
Itu akan memberi kontribusi kepada moral positif serta
tingkat peran serta di lapangan karena kerahasiaan pasti
menyebabkan hilangnya rasa saling percaya dan
memperkokoh persepsi tentang perlakuan tidak adil.
91
POLISI yang kita inginkan
Kondisi Pelayanan
Yang terpenting di dalam mengakui hak polisi sebagai warga
yang demokratis adalah hak mereka atas kondisi pelayanan
dasar yang layak. Makna adil dan layak dapat bervariasi dari
masyarakat yang satu ke yang lain. Namun, polisi harus
setidaknya menerima upah dan fasilitas lain yang setara
dengan pegawai lain di bidang pelayanan umum. Selain itu,
jam kerja mereka tidak boleh melampaui batas kewajaran
dan mereka harus diperlakukan dengan rasa hormat oleh
atasan dan rekan sekerja mereka.
Proses yang Memadai
Polisi harus mempunyai hak sama atas proses yang
memadai dengan warga yang lain di dalam perkara
kejahatan. Salah satu masalah yang rumit berkaitan dengan
hak untuk bungkam.
Polisi adalah pelayan publik yang kekuasaannya tidak
dimiliki oleh anggota biasa dalam masyarakat, termasuk
kekuasaan untuk menggunakan kekuatan dan menangkap.
Jadi, masuk akal untuk menuntut bahwa polisi bertanggung
jawab sepenuhnya atas tindakan mereka, terutama
tindakan yang dilakukan selama mereka bertugas.
92
POLISI yang kita inginkan
Tampaknya itu berimplikasi bahwa polisi harus dianggap
sebagai mempunyai kewajiban untuk menjawab pertanyaan
selama penyelidikan kejahatan atau penegakan disiplin
internal.
Argumen bagi polisi untuk bertanggung jawab sepenuhnya
atas tindakan mereka benar‐benar memojokkan ketika
seseorang terbunuh oleh seorang petugas kepolisian yang
menggunakan kewenangan legal. Sering di dalam insiden
seperti itu, satu‐satunya saksi, jika ada, adalah para petugas
polisi yang mungkin bahkan terlibat di dalam penggunaan
kekuatan pembunuh itu. Mengingat konsekuensi besar dari
tindakan polisi yang seperti itu, kiranya masuk akal untuk
mengajukan argumen bahwa anggota kepolisian harus
sepenuhnya dapat dipertanggungjawaban dalam kaitan
dengan tindakan mereka.
Meskipun demikian, prinsip yang menyatakan bahwa polisi
harus mempunyai hak sebagai warga biasa berarti bahwa
setidaknya mereka mempunyai hak untuk bungkam di
dalam proses penyidikan kejahatan terhadap mereka.
Meskipun mereka dapat diposisikan pada kewajiban untuk
menjawab pertanyaan dalam rangka manajemen atau
disiplin, “pernyataan wajib” seperti itu tidak boleh
93
POLISI yang kita inginkan
digunakan terhadap mereka di dalam proses penyelidikan
kejahatan tanpa kesepakatan mereka.
Organisasi
Hak polisi untuk membentuk serikat kerja merupakan
masalah yang rumit. Sementara South African Constituion
mengakui hak semua orang untuk menjadi anggota serikat
kerja, bagi polisi hak itu tidak selamanya diterima. European
Convention of Human Rights [Konvensi Eropa tentang Hak
Asasi Manusia], misalnya, menerima bahwa pembatasan
diberlakukan terhadap hak polisi, angkatan bersenjata, dan
pegawai negeri.25 Itu dapat merupakan pembatasan
terhadap hak polisi untuk bergabung dengan serikat kerja
atau pembatasan terhadap kegiatan organisasi serikat
kepolisian (European Platform for Policing and Human
Rights, tanpa tanggal: 13).
Di Afrika Selatan, ketetapan terakhir yang diterapkan. Polisi
dikategorikan sebagai pelayanan dasar dan polisi dilarang
mogok. Larangan terhadap aksi mogok oleh anggota SAPS
25 Pasal 11 dalam Convention yang menyangkut kebebasan untuk berhimpun (lihat catatan kaki 18) dan berorganisasi mengizinkan ”pembatasan legal terhadap penggunaan hak itu oleh anggota angkatan bersenjata, kepolisian, atau pemerintah negara”.
94
POLISI yang kita inginkan
diterapkan baik di dalam SAPS Act (68, tahun 1995) dan The
Labor Relations Act (66, tahun 1995).
Meskipun diterima bahwa hak polisi sebagai pekerja dengan
demikian dikurangi, tidak berarti bahwa hak lain sebagai
pekerja disangkal. Oleh karena itu, hak asasi untuk
membentuk organisasi yang membela kepentingan mereka
dan berhimpun di dalam negosiasi kolektif harus juga
diberikan kepada polisi.
Keselamatan
Kesediaan untuk memanjakan diri pada bahaya merupakan
persayaratan eksplisit di dalam kerja kepolisian. Namun, itu
tidak berarti bahwa risiko yang dihadapi polisi dapat
dianggap sebagai keadaan dengan sendirinya. Langkah
tepat harus diberikan bagi keselamatan polisi.
Perlengkapan, pelatihan, dan prosedur operasional harus
mendukung dan meningkatkan keselamatan petugas,
sebagaimana keselamatan masyarakat.
95
POLISI yang kita inginkan
4. Kesimpulan: Melembagakan Penggunaan Indikator di Afrika Selatan
Dengan mencermati pelbagai sistem pemantauan kinerja
kepolisian di tataran internasional, kita melihat bahwa tidak
ada model tunggal untuk melakukan pemantauan itu. Di
Inggris dan Wales, pernah digunakan seperangkat indikator
yang seragam dan berbentuk ketetapan. Sebaliknya, di
Dewan Eropa pelbagai indikator dimaksudkan untuk
digunakan di negara anggota Uni Eropa yang berbeda satu
sama lain, sambil disarankan untuk menggunakan indikator
yang paling sesuai dengan konteks masing‐masing.
Meskipun demikian, jelas ada kecenderungan pada
pengukuran dan evaluasi atas Pemolisian dan keluaran dari
Pemolisian.
Penggunaan indikator menjawab sederet tuntutan. Ada
keinginan untuk lebih menjelaskan dampak Pemolisian—
strategi apa yang berhasil, dan mana yang tidak berhasil.
Kebutuhan untuk menggunakan sumber daya manusia,
keuangan, dan yang lain secara tepat dan efisien juga
memerlukan data objektif. Banyak negara mengeluarkan
sejumlah besar dana untuk polisi mereka dan perlu
mengetahui hasilnya yang paling bernilai. Organisasi
96
POLISI yang kita inginkan
kepolisian melaksanakan kewenangan negara sehingga
caranya menggunakan kekuasaan dapat meningkatkan atau
merusak reputasi negara dalam hal keadilan dan
ketakberpihakan yang penting bagi keabsahan negara
(Moore, Thacher, et al. 2002). Ada juga pertimbangan
manajerial — bagaimana para manajer mengetahui dan
memandu tindakan para petugasnya sepanjang hari, ketika
mereka sering berada di jalan, jauh dari pengawas?
Bagaimana para manajer menanamkan dan memantapkan
keterampilan Pemolisian yang baik? Bagi pembuat
kebijakan, manajer dan petugas kepolisian, daya
pengukuran juga terletak pada kenyataan bahwa “apa
diukur adalah apa yang telah dilakukan”, indikator
menciptakan penghargaan.
Pelbagai alasan yang sama tersebut menunjukkan
kebutuhan akan evaluasi di tataran yang berbeda di dalam
kegiatan kepolisian. Pemolisian dapat diukur secara
nasional, di tingkat yang lebih lokal, dan pada pribadi
karena ketiganya saling terkait meskipun tantangannya
berbeda. Beberapa ukuran lebih penting bagi akuntabilitas
eksternal polisi, entah bagi pemerintah atau komunitas
lokal, sementara yang lain terutama relevan untuk
keperluan pengawasan manajemen internal. Di semua
97
POLISI yang kita inginkan
tataran, ukuran harus diseleksi sejalan dengan seperangkat
nilai‐nilai dan sasaran bersama.
Ada juga pendapat kuat tentang kebutuhan untuk
memanfaatkan pelbagai indikator bagi satuan kepolisian di
negara yang sedang mengalami masa transisi, yang
polisinya sedang mengalami reformasi demokratis.
Mengembangkan indikator seperti itu dapat berguna untuk
membina saling pengertian tentang sasaran proses
reformasi, demkian juga untuk mengevaluasi proses itu
sendiri, dan apakah itu dan upaya para donatur memang
membina nilai‐nilai kepolisian demokratis. Namun,
sementara program reformasi mensyaratkan pemantauan
“evaluasi yang membenani dapat menghamba reformasi”
(Bayley, 2001, hlm. 24) sehingga pelbagai sistem evaluasi
harus sesuai dengan konteks implementasinya.
Sebagai negara yang bangkit dari transisi demokratis, Afrika
Selatan telah mengalami kemajuan yang konkret di
sepanjang transformasi demokratis polisinya, demikian juga
di dalam pengembangan pelbagai ukuran dan indikator
untuk Pemolisian. Dalam pada itu, peningkatan di dalam
penggunaan indikator dapat membantu pelbagai badan
pengawas di dalam menjamin bahwa reformasi itu
98
POLISI yang kita inginkan
berkelanjutan, dan di dalam mendorong pertumbuhan dan
pembangunan Pemolisian Afrika Selatan.
Meningkatkan Indikator untuk Pengawasan yang Lebih
Baik terhadap Polisi di Afrika Selatan
Sebagaimana diperlihatkan di atas26, SAPS memiliki sistem
ekstensif untuk melaporkan yang dibangun sejalan dengan
undang‐undang dasar dan ketetapan legislatif serta dalam
kaitan dengan kehendak untuk meningkatkan kinerja
manajemen di pos polisi.
Untuk mencerminkan tuntutan legislatif itu, fokus laporan
tahunan SAPS adalah mengenai kinerja keseluruhan SAPS
sebagai satu‐satunya organisasi nasional, sementara
provinsi terutama melaporkan kinerja di tingkat daerah.
Sejalan dengan itu, indikator kepolisian selalu disusun
sesuai dengan anggaran publik sehingga terfokus pada
pelbagai area yang diacarakan di dalam anggaran
kepolisian. Sebagai hasilnya, setiap program kepolisian—
deteksi, administrasi, Pemolisian kasat mata, intelijen atau
perlindungan dan keamanan pelayanan—dilaporkan di
dalam angka nasional.
26 Lihat halaman … (11‐13).
99
POLISI yang kita inginkan
SAPS telah bekerja keras di dalam menyusun indikator
untuk mengevaluasi kinerja pelbagai programnya, dengan
mencerminkan suatu komitmen pada pendekatan yang
lebih koheren dan transparan. Dalam hal ini, SAPS telah
melangkah lebih jauh daripada lembaga pemerintahan yang
lain, dan telah membangun pengawasan yang bermanfaat
di dalam menyusun pelbagai indikator.
Perlu dicatat bahwa walaupun dapat berguna untuk
keperluan manajerial dan alokasi sumber daya, informasi
yang diperoleh memiliki keterbatasan di dalam
mengevaluasi polisi. Itu sebagian disebabkan oleh sarana
nasional yang semakin memburamkan perincian tentang
apa yang terjadi “di lapangan” dan lingkupnya terlalu
sempit untuk menelisik secara mendalam apa yang telah
dicapai SAPS di area yang berbeda. Sebuah pendekatan
alternatif yang memungkinkan pandangan lebih dalam ke
apa yang terjadi di area geografis yang berbeda mungkin
merupakan bukti yang lebih bermanfaat bagi pelbagai
badan, seperti sekretariat nasional dan daerah, demikian
juga bagi Parlemen dan perwakilan rakyat daerah.
SAPS mempunyai pilihan untuk melaporkan dalam bentuk
seperangkat indikator statistik dan yang lain di tingkat area
100
POLISI yang kita inginkan
geografis sebagai tambahan pada laporan kegiatan yang
biasa. Statistik kejahatan, misalnya, tidak hanya disediakan
secara nasional dan oleh daerah, tetapi juga tersedia bagi
ke‐42 area geografis kepolisian. SAPS diharapkan dapat
menambah informasi dengan menyediakan data dari
perangkat indikator yang lebih luas dalam kaitan dengan
setiap area.27 (Data indikator terpilih telah tersedia, dengan
adanya diagram kinerja manajemen, di tingkat area).
Salah satu argumen mengenai hal itu adalah banyak di
antara indikator yang digunakan oleh SAPS dapat dilihat
sebagai cerminan dari upaya gabungan bermacam bagian di
dalam SAPS, bukan hanya produk bagian reskrim atau unit
Pemolisian kasat mata. Tingkat deteksi, misalnya,
merupakan hasil program kerja detektif dan juga anggota
Pemolisian kasat mata, intelijen, dan bahkan administrasi.28
27 South African Police Service merupakan lembaga kepolisian nasional tetapi diorganisasi secara hierarkhis di tingkat daerah dan pos. Istilah “area” digunakan di sini untuk mengacu pada tingkat komando yang lebih rendah daripada provinsi tetapi juga di atas tingkat pos. Setiap Area Commissioner bertanggung jawab kepada Provincial Commissioner, tetapi juga memiliki kewenangan atas setiap Station Commissioner di dalam wilayah yuridiksinya. 28 Argumen yang sama dapat dterapkan di sejumlah indicator lain yang disediakan oleh SAPS, termasuk indikator untuk senjata api dan kendaraan yang ditemukan dan narkoba yang dirampas, indikator tentang tingkat kejahatan secara keseluruhan, dan indikator tentang deteksi dan tingkat ”sampah”, atau Pemolisian untuk pelbagai situasi yang menuntut ”intervensi khusus”.
101
POLISI yang kita inginkan
Informasi yang mencerminkan pelbagai hasil yang dicapai di
suatu area geografis akan memperlihatkan hasil upaya
gabungan yang dicapai oleh SAPS di area itu. Informasi
berdasar geografis tidak hanya menyediakan landasan lebih
kokoh untuk mengukur keberhasilan atau, dengan kata lain,
layanan polisi yang sesuai dengan tuntutan Pemolisian
Demokratis di lapangan. Informasi yang sama dapat juga
mendukung identifikasi pelbagai strategi yang berhasil yang
mungkin dapat diterapkan lagi; menandai dan menarik
perhatian pada area yang gagal; dan mendukung
penyusunan pelbagai standar dan sasaran berdasarkan
pembandingan objektif di antara area yang berbeda.
Informasi itu mungkin juga mendorong kepaduan yang lebih
erat di antara pelbagai unit di setiap area karena semua unit
mulai dilihat sebagai bertanggung jawab secara kolektif atas
hasil yang dicapai, dengan kata lain menyumbang esprit de
corps yang lebih mantap.
Sebagai kerangka kasar, suatu laporan tentang kinerja polisi
yang diperinci berdasarkan area kepolisian dapat berisi
informasi statistis yang berikut:
1. Data tentang jumlah polisi, pos polisi dan kendaraan,
sesuai dengan penduduk dan luas area di setiap area,
102
POLISI yang kita inginkan
dan persentase penduduk yang tinggal di area
perkotaan.
2. Data tentang tingkat kejahatan dalam kaitan dengan
kategori utama kejahatan yang dipilih (lebih baik jika
dilampiri dengan data dari survei korban).
3. Data tentang tingkat deteksi (menggunakan ukuran
yang andal, seperti kasus yang dibongkar) dan tingkat
pembuktian bersalah.
4. Data, jika ada, tentang jumlah insiden kekerasan dalam
rumah tangga yang ditangani, dan yang berujung
penahanan.
5. Data tentang kematian di dalam himpunan manusia
atau unjuk rasa, jumlah peristiwa seperti itu yang
melibatkan polisi dan mereka itu berhadapan dengan
kekerasan, dan jumlah keseluruhan peristiwa semacam
itu.
6. Data tentang jumlah kematian sebagai hasil tindakan
polisi dan kematian di dalam tahanan.
7. Data tentang jumlah polisi yang terbunuh, baik di dalam
maupun di luar tugas, yang dikaitkan dengan jumlah
polisi keseluruhan.
8. Data tentang keterwakilan etnis di dalam polisi sesuai
dengan populasi di suatu area.
9. Data tentang persentase petugas polisi wanita.
103
POLISI yang kita inginkan
10. Data tentang jam kerja yang hilang karena cuti sakit
atau alpa.
Laporan semacam itu dapat menjadi penilaian pembanding
tentang kinerja polisi yang lebih nyata dan bermakna di
dalam hubungan dengan sederet masalah, termasuk tetapi
tidak terbatas pada, pemberian layanan. Laporan itu
merupakan peningkatan jelas di dalam cara pelaporan yang
berlaku, terutama mengingat kegagalan faktual dalam
mengajukan pertanyaan secara jelas tentang perilaku polisi.
Laporan juga akan meningkatkan kemungkinan untuk
mengevaluasi efisiensi polisi di dalam penggunaan sumber
daya karena perbandingan dapat dilakukan mulai dari
keluaran yang berkaitan hingga masukan sumber daya di
antara pelbagai area.
Pelaporan seperti itu akan memberikan gambaran yang
lebih terperinci mengenai apa yang terjadi di lapangan di
dalam Pemolisian. Oleh karena itu, datanya akan lebih
bermanfaat bagi pelbagai badan pengawas. Dalam pada itu,
perbandingan di antara area yang berbeda akan perlu
dilaksanakan dengan cara yang peka terhadap perbedaan
yang bersifat lokal. Area kepolisian berbeda ketika dikaitkan
dengan rentang faktor yang luas termasuk tingkat dan profil
104
POLISI yang kita inginkan
populasi, sumber daya kepolisian, ciri geografis dan
ekonomis, demikian juga dengan faktor sosial yang
menyumbang pada kejahatan.29
Informasi yang disarankan di sini sepenuhnya bersifat
kuantitatif dan akan menimbulkan banyak pertanyaan
tentang polisi yang tidak dapat dijawab. Supaya informasi
itu bermanfaat, sangat dianjurkan untuk melengkapinya
dengan informasi yang berkaitan dengan pelbagai masalah
lain dan pertanyaan yang menonjol di kelima area yang
telah dibahas dalam buku ini.
Meskipun demikian, tipe informasi itu sangat mungkin tidak
berguna untuk mengawasi pelbagai badan pengawas
karena tidak memungkinkan mereka untuk menjelajahi
perbedaan dan kesamaan di antara pelbagai area
Pemolisian. Selain itu, informasi itu juga tidak dapat
dipertimbangkan di dalam pemeriksaan kerja polisi karena
hanya merupakan landasan untuk memeriksa pelbagai
masalah lain.
29 Di sejumlah area kepolisian terdapat juga yuridiksi yang bertumpang tindih antara SAPS dan polisi kota. Di area seperti itu, faktor ini harus menjadi bahan pertimbangan di dalam menyusun dan menggunakan indikator yang berbentuk angka. Jika polisi kota juga harus dinilai, data tentang kematian di dalam tabrakan di jalan mungkin juga dijadikan faktor karena polisi kota juga bertanggung jawab atas pemantapan lalu lintas.
105
POLISI yang kita inginkan
Kebutuhan akan Survei Publik
Selain membandingkan satu area kepolisian dengan yang
lain, juga bermanfaat untuk membandingkan data yang
dihimpun oleh polisi dengan yang dihimpun secara
eksternal oleh pihak lain. Oleh sebab itu, di tingkat
internasional makin terasa kebutuhan akan survei publik
sebagai sarana untuk mengevaluasi polisi.
Semula motivasi berbagai survei itu dipandang sebagai
kebutuhan untuk memperoleh estimasi yang lebih akurat
tentang tingkat kejahatan, mengingat beberapa kejahatan,
apalagi kategori kejahatan tertentu yang proporsinya tinggi,
tidak dilaporkan kepada polisi. Juga dikhawatirkan bahwa
tekanan pada polisi, dari politikus dan publik, dapat
mendorong polisi untuk memanipulasi data angka yang
berkaitan dengan tingkat kejahatan yang terekam.
Penurunan jumlah laporan kejahatan mungkin saja
mencerminkan bahwa lebih sedikit korban yang pergi ke
polisi. Mungkin keadaan itu merupakan hasil dari
penurunan kepercayaan masyarakat pada polisi. Sebaliknya,
peningkatan laporan kejahatan mungkin saja
mencerminkan bahwa lebih banyak korban yang
106
POLISI yang kita inginkan
melaporkan kejahatan, bahkan ketika secara menyeluruh
tingkat kejahatan sebenarnya menurun, karena sikap
masyarakat terhadap polisi lebih positif.
Jika memanipulasi informasi tentang kejahatan, polisi
berpotensi untuk dapat mengklaim bahwa kejahatan telah
menurun bahkan ketika mereka menerima laporan lebih
banyak, karena gagal atau menolak untuk merekam laporan
kejahatan.30 Polisi juga mengendalikan informasi tentang
faktor lain, seperti waktu menanggapi laporan dan aduan,
dan hasil penyidikan kejahatan.
Oleh karena itu, menekan polisi untuk menurunkan tingkat
kejahatan mengandung risiko menciptakan “imbalan
menyimpang” bagi polisi. Hasilnya polisi mungkin tidak
berani melaporkan atau memanipulasi statistik kejahatan
sehingga mengorbankan tujuan penting, seperti
mempunyai informasi yang berkualitas baik tentang
kejahatan, kepercayaan publik pada polisi, dan pemberian
layanan yang efektif.
30 Menurut laporan yang anekdotik tentang Uni Soviet, misalnya, yang mengandalkan tingkat keamanan sebagai indikator utama produktivitas polisi, polisi menolak untuk merekam kasus apa pun jika mereka berpikir tidak dapat menyelesaikannya. Sebagai hasil, mereka memperoleh tingkat keamanan di atas 80 persen dan merekam sedikit sekali kejahatan, bahkan ketika angka kejahatan meningkat.
107
POLISI yang kita inginkan
Statistik kejahatan dapat menjadi sumber yang berharga
ketika direkam dengan menggunakan standar profesional.
Meskipun demikian, sangat sulit untuk memantau kualitas
kinerja polisi kecuali jika keakuratan dan kualitas statistik
dapat diperiksa. Oleh karena itu, survei ilmiah dan teratur
yang dilakukan masyarakat merupakan landasan untuk
menyusun secara akurat tren perubahan menyeluruh dan
aktual dari tingkat kejahatan yang tercermin dari statistik
kejahatan.
Pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaan survei
semacam itu juga telah diperluas untuk menyelesaikan
berbagai masalah lain. Mereka juga dapat memberikan
data, misalnya, tentang persepsi tentang polisi, kepuasan
akan layanan yang diterima, tingkat rasa takut, dan
pandangan tentang kebijakan resmi. Survei dapat
dilaksanakan di kalangan masyarakat umum atau
dikhususkan pada individu yang pernah berhubungan
dengan polisi.
Ketika menulis mengenai Amerika Serikat, Moore dan Braga
mempertahankan dengan kuat bahwa, walaupun
memerlukan biaya, pemerintah harus mendanai survei
berkala yang dilakukan oleh masyarakat untuk mengukur
108
POLISI yang kita inginkan
kepuasan publik akan kinerja polisi. Untuk menjawab
pertanyaan ini, “Mengapa mengeluarkan uang hanya untuk
mengumpulkan informasi, padahal jumlah dana yang sama
dapat digunakan untuk memberikan layanan yang lebih
baik?” mereka mengatakan:
Tentu saja ada jawaban atas pertanyaan itu.
Persoalannya, kami tidak dapat memastikan bahwa
departemen kepolisian memang memberikan layanan
yang berguna dan terukur jika tidak mengumpulkan
data tentang dampaknya yang dimiliki organisasi itu.
Walaupun memerlukan biaya, terdapat contoh di luar
“negara maju” mengenai pemerintah yang memilih untuk
berinvestasi di dalam survei sebagai sarana mengukut
kejahatan. Argentina, misalnya, memilih untuk
mengandalkan pada survei berkala tentang viktimisasi
ketimbang pada statistik polisi karena menganggap data
polisi dapat dipastikan tidak andal.
Bahkan, ketika statistik polisi berkualitas baik, survei
tentang viktimisasi merupakan pelengkap yang vital,
terutama jika ada keinginan untuk meletakkan pembanding
(benchmark) yang objektif. South African Police Service
109
POLISI yang kita inginkan
telah mulai memanfaatkan survei, tetapi belum menjadi
kegiatan yang melembaga. Survei sebaiknya dikelola oleh
berbagai komponen pemerintahan di luar SAPS, namun
diperlukan komponen yang memiliki kapasitas memadai
untuk mengelola proses penelitian.
Bersepakat tentang Satu Perangkat Indikator Utama yang
Sama
Faktor yang jelas menentukan keputusan mengenai jenis
indikator yang paling cocok untuk negeri tertentu adalah
sistem himpunan data yang tersedia baik di polisi maupun
di sumber eksternal.
Negara yang lebih kaya memamerkan prasarana untuk
menghimpun dan menganalisis data yang menyediakan
informasi terperinci, yang kemudian dapat dianalisis untuk
keperluan statistik kinerja polisi. Ukuran yang digunakan di
Inggris dan Wales, misalnya, sebagian berbasis data yang
dikumpulkan melalui survei tahunan di Britania, yang
didanai pemerintah, tentang kejahatan. Indikator untuk
pemantapan lalu lintas mengandalkan pada data yang
diturunkan oleh “seratus juta kilometer yang ditempuh
kendaraan” untuk semua kendaraan bermotor di jalan
110
POLISI yang kita inginkan
umum di dalam setiap area kepolisian (Home Office,
2004:40). Data semacam itu tidak terdapat di kebanyakan
negeri.
Negara yang mempunyai sistem pengumpulan data yang
begitu canggih mempunyai potensi lebih besar untuk
mengandalkan pada ukuran atau indikator yang
mensyaratkan data statistik ekstensif. Meskipun demikian,
ketersediaan informasi yang bermutu tinggi tidak dapat
menjawab pertanyaan paling penting yang berkaitan
dengan polisi dan perlu dilengkapi dengan informasi yang
lebih kualitatif (non angka).
Afrika Selatan tidak mungkin hanya meniru negara yang
lebih kaya karena tidak memiliki prasarana informasi
ataupun pangkalan sumber untuk melakukannya. Artinya,
SAPS memang menghimpun data ekstensif dan sedang
bekerja untuk mengembangkan dan menerapkan perangkat
ukuran kinerja yang lebih canggih. Himpunan informasi
yang memadai bagi satu perangkat indikator baku untuk
setiap area kepolisian akan menambah nilai dan kedalaman
yang dapat dimanfaatkan datanya oleh berbagai badan
pengawas.
111
POLISI yang kita inginkan
Sebagai tambahan pada pelaporan di dalam format yang
lebih bermanfaat untuk tujuan pembandingan, peningkatan
substansial dapat dilakukan dengan menaikkan mutu
himpunan data, memeriksa bahwa data dilaporkan secara
akurat, dan menjamin bahwa pelaporan data menjawab
pertanyaan kunci dengan jelas. Terakhir, sejalan dengan
peningkatan informasi yang tersedia, ada kebutuhan untuk
berkomitmen terus pada transparansi dan menjamin bahwa
informasi dapat diakses oleh publik.
112
POLISI yang kita inginkan
Lampiran:
Indikator Kepolisian Demokratis
113
POLISI yang kita inginkan
Lampiran I
Indikator Potensial
Area 1: Melindungi Kehidupan Politis yang Demokratis
1. Melaksanakan pengawasan terhadap penghimpunan
dan unjuk rasa publik dengan cara yang mendukung
kebebasan berorganisasi dan berhimpun.
Jumlah demonstrasi atau penghimpunan politis, dan
jumlah yang diawasi polisi.
Jumlah insiden keluar jalur (disrupsi) pada himpunan
manusia/demonstrasi, dan tanggapan polisi.
Jumlah himpunan manusia yang memaksa polisi untuk
menggunakan kekuatan fisik, jenis kekuatan yang
digunakan, dan alasan penggunaan kekuatan.
Indikasi tentang polisi menggunakan atau tidak
kekuatan seminimal mungkin (rekaman keputusan dan
prosedur).
Kematian dan cedera pada himpunan manusia/
demonstrasi yang (i) disebabkan oleh tindakan polisi,
atau (ii) disebabkan oleh pihak lain (termasuk kematian
atau cedera polisi).
114
POLISI yang kita inginkan
Jumlah himpunan manusia yang menimbulkan
penangkapan, jumlah orang yang ditangkap dan
tuduhan yang dikenakan.
Keluhan yang diterima, atau tuduhan yang berkaitan
dengan tindakan polisi, dan hasil penyelidikan atau
prosedur disiplin yang terkait dengan itu.
Bukti tentang proses belajar polisi dengan mengevaluasi
alasan keluar jalur, alasan penggunaan kekuatan, dan
alasan kematian dan cedera, dan menyusun langkah
untuk meminimalkan semua itu sambil menghormati
hak atas kebebasan berhimpun.
2. Dengan cara yang tidak berpihak, melindungi individu
dan partai politik yang menggunakan hak politis mereka.
Keterlibatan polisi di dalam melindungi pos pemberian
suara dan pemberi suara, dan proses pemilihan—
masalah apa pun yang ditemukan dan pengaduan
terkait yang diterima, dan hasil penyelidikan atau
ukuran lain sebagai tanggapannya.
Pelindungan yang diberikan polisi (atau kegagalan
melindungi) kepada partai politik, atau individu, yang
menghadapi risiko karena kegiatan politis mereka yang
absah.
115
POLISI yang kita inginkan
3. Menyelidiki, menangkap, dan membawa ke pengadilan
para anggota kelompok yang memperjuangkan tujuan
politis mereka dengan menggunakan kekerasan
Jumlah insiden kekerasan yang diorganisasi dan
bermotif politis.
Penyajian bukti yang dapat dipercaya mengenai
kelompok yang memperjuangkan tujuan politisnya
dengan menggunakan kekerasan, dan langkah yang
diambil oleh polisi untuk membawa mereka ke
pengadilan.
4. Selain tindakan yang berkaitan dengan butir 1 sampai
3, tidak menerapkan kekuasaan mereka untuk membela,
atau berburuk sangka pada kepentingan atau perjuangan
politis individual.
Tuduhan pelecehan, intimidasi, atau penyiksaan oleh
polisi terhadap penentang pemerintah atau kelompok
politis tertentu.
Pengaduan yang diterima mengenai pengawasan polisi
terhadap kelompok politis atau yang lain dan tanggapan
atas aduan itu.
116
POLISI yang kita inginkan
Bukti tentang setiap petugas kepolisian yang
menggunakan status atau kekuasaannya untuk
membela, atau berburuk sangka pada kepentingan
politis tertentu, dan tanggapan tentang layanan polisi.
Bukti tentang pemaksaan oleh petugas senior atau
anggota kepolisian yang lain untuk mendukung
kelompok politis tertentu, atau pilih kasih terhadap
petugas atas dasar loyalitas politis.
117
POLISI yang kita inginkan
Lampiran II
Indikator Potensial
Area 2: Pemerintahan, Akuntabilitas, dan Transparansi
5. Dukungan pemerintah pada Pemolisian Demokratis
melalui kebijakan fiskal, perundang‐undangan, dan yang
lain.
Alokasi dalam anggaran memungkinkan polisi untuk
melaksanakan deretan fungsi dan tanggung jawab yang
berkaitan dengan Pemolisian Demokratis.
Konstitusi, aturan kerangka hukum, serta ketetapan
dalam pelbagai kebijakan mencerminkan dan
mewujudkan nilai‐nilai Pemolisian Demokratis.
Undang‐undang, peraturan, atau undang‐undang
pidana merumuskan ruang lingkup kebijakan
pengarahan yang sesuai oleh pemerintah dan bidang
tanggung jawab dewan kepolisian.
6. Polisi berada di bawah otoritas kementerian sipil dan
ada peninjauan berkala serta pengawasan yang berarti
terhadap polisi oleh parlemen, lembaga perundang‐
undangan, dan pemerintah lokal.
118
POLISI yang kita inginkan
Informasi menunjukkan:
Kerangka hukum yang mengatur pengendalian eksekutif
terhadap polisi, termasuk kekuasaan otoritas sipil untuk
memberikan arahan kepada polisi, dan kepatuhan polisi
pada ketetapan itu.
Anggaran, termasuk perincian pelbagai butir
pendanaan, terbuka untuk umum.
Anggaran disahkan oleh lembaga perundang‐undangan
di tingkat nasional dan daerah, yang mengawasi
pengeluaran polisi berdasarkan anggaran.
Pengesahan oleh lembaga perundang‐undangan
dipersyarat ‐kan untuk realokasi dan pengalihan
anggaran.
7. Pemerintah menetapkan kebijakan dan memastikan
akuntabilitas polisi dengan cara yang jelas dan transparan
tetapi membatasi diri untuk tidak mencampuri urusan
kepolisian.
Pemerintah mengikuti kerangka hukum dan Konstitusi
di dalam mengendalikan polisi.
Informasi tentang arahan polisi dan arahan lain yang
diberikan oleh Kementerian Keselamatan, atau pejabat
pemerintah yang lain, terbuka untuk publik. 119
POLISI yang kita inginkan
Prosedur nominasi dan penunjukan dalam kenaikan
pangkat petugas polisi bersifat adil dan transparan.
8. Ada perbedaan yang jelas antara polisi dan angkatan
bersenjata dalam hal mandat, kekuasaan, dan komando.
Mandat dan kekuasaan polisi serta angkatan bersenjata
dirumuskan secara jelas dan terbedakan satu sama lain;
dan mandat itu dipatuhi.
Polisi dan angkatan bersenjata mempunyai sistem
komando dan kendali yang terpisah dan independen.
Kriteria yang jelas dan sempit, dan pembatasan, untuk
operasi gabungan polisi dan angkatan bersenjata
ditetapkan dengan undang‐undang.
Parlemen meninjau dan mengesahkan kesepakatannya
dengan status itu.
Jika melakukan kejahatan apa pun, petugas kepolisian
dibawa ke pengadilan sipil bukan pengadilan militer.
9. Ada badan pengawas untuk menyelidiki pelbagai aduan
terhadap polisi, dengan kekuasaan hukum, sumber daya
anggaran dan staf yang mencukupi untuk melaksanakan
tugasnya secara efektif.
120
POLISI yang kita inginkan
Badan pengawas memiliki independensi yang
mencukupi untuk menghadapi campur tangan politis
dan polisi.
Badan pengawas mempunyai tanggung jawab dan
kekuasaan untuk memastikan bahwa tuduhan terhadap
polisi diselidiki dengan cermat.
Personel badan pengawas dilindungi dari intimidasi
polisi ataupun pihak lain.
Badan pengawas mempunyai wewenang untuk
meminta kerja sama dari pihak polisi, termasuk
wewenang untuk meminta petugas yang “bukan
subjek” untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan
dengan penyelidikan tentang petugas lain.
Badan pengawas mempunyai wewenang untuk
melakukan inspeksi mendadak di pos polisi,
menggeledah fasilitas polisi, dan melakukan
penangkapan.
Polisi berkewajiban untuk memenuhi permintaan
informasi kecuali ada alasan kuat untuk tidak
memenuhinya.
Polisi mempunyai kewajiban eksplisit untuk
menanggapi rekomendasi yang dibuat oleh badan
pengawas.
121
POLISI yang kita inginkan
Badan pengawas mempunyai hak untuk mengeluarkan
laporan yang independen.
Badan pengawas memiliki anggaran yang memadai
untuk mempekerjakan personel yang cukup terlatih
dalam jumlah yang mencukupi (rasio penyelidikan
terhadap petugas kepolisian, dan jumlah menyeluruh
personel badan pengawas).
Badan pengawas memiliki personel dengan profil
keahlian yang diperlukan dalam peran yang harus
mereka mainkan.
Kondisi pelayanan oleh personel badan pengawas harus
setara dengan kondisi di kepolisian.
Satuan kepolisian Demokratis
10. Pertanggungjawaban kepada lembaga perundang‐
undangan, kongres atau parlemen, dari sistem peradilan
pidana dan badan pengawas sipil seperti komisi hak asasi
manusia atau dewan peninjau sipil, jika diminta.
Lembaga perundang‐undangan mempunyai panitia
khusus untuk memeriksa polisi.
122
POLISI yang kita inginkan
Keteraturan laporan polisi kepada panitia khusus dan
bukti kecepatan dan kemaknawian jawaban atas
permintaan informasi dari panitia khusus.
Bukti rasa hormat polisi kepada wewenang
pengadilan—termasuk kehadiran untuk bersaksi jika
diminta; kualitas kesaksian; kualitas kasus yang diajukan
ke pengadilan; kepatuhan pada petunjuk yudisial.
Polisi bekerja sama dengan jaksa dan pengadilan di
dalam penyelidikan dan pengadilan tindak pidana,
dengan tetap mempertahankan bukti yang berstandar
tinggi dan perlindungan penuh terhadap hak untuk
melaksanakan proses pengadilan.
11. Mengunjukkan pengelolaan anggaran yang
transparan dan memiliki kendali integritas yang
transparan atas pengeluaran dan pengadaan logistik.
Ada kriteria anggaran yang jelas, dan rasional polisi
tentang bagaimana anggaran itu mendukung polisi dan
menciptakan efisiensi.
Polisi mematuhi kendali integritas termasuk tender
umum untuk pengadaan logistik utama, dan audit yang
efektif, dan sebagainya.
123
POLISI yang kita inginkan
12. Dukungan di luar pengecekan dan kerja sama dengan
badan pengawas, dengan masyarakat sipil dan pusat
penelitian, dan dengan komunitas yang mereka layani.
Laporan tahunan dan laporan lain mengenai kinerja dan
perilaku polisi terbuka bagi umum.
Hubungan antara polisi dan badan pengawas
mengunjukkan kerja sama, hubungan manajemen yang
efektif dan kerja sama di antara para petugas dengan
kegiatan penyelidikan dan pemantauan yang dilakukan
oleh badan pengawas.
Jawaban positif atas permintaan informasi dari forum
Pemolisian komunitas, media massa, atau pihak yang
lain.
Petugas senior selalu siap menemui publik dan bersedia
untuk berdialog dengan mereka.
Ada prosedur yang jepas mengenai persetujuan
penelitian, dan kemudahan akses bagi para peneliti
pada polisi.
Lembaga resmi yang terkait dan Lembaga lain, seperti
kelompok tamu awam, diizinkan untuk melakukan
kunjungan mendadak pada fasilitas tahanan.
124
POLISI yang kita inginkan
Transparansi dibina dengan sarana lain, seperti situs
web polisi yang informasinya berkualitas; akses pada
sekolah polisi bagi para anggota badan pengawas atau
publik, dan sebagainya.
13. Memanfaatkan mekanisme efektif bagi dialog polisi—
komunitas, kunjungan, dan kerja sama.
Polisi pada tingkat lokal dan tingkat yang lebih tinggi
berusaha mengidentifikasi tokoh masyarakat dan
konstituen lain di dalam komunitas dan berdialog
dengan mereka (tercermin di dalam pertemuan
konsultatif dan keluasan kelompok yang dilibatkan).
Polisi berusaha mengidentifikasi dan menjalin
kemitraan kerja dengan tokoh masyarakat atau
kelompok yang berpotensi membantu dalam kegiatan
mencegah kejahatan (tercermin di dalam kemajuan
dalam menaggulangi masalah kejahatan melalui jalinan
kemitraan).
Polisi mendukung efektivitas tokoh masyarakat atau
kelompok tersebut dengan menyediakan bagi mereka
informasi, memudahkan akses mereka pada pelatihan
dan pembentukan kemahiran mencegah kejahatan,
125
POLISI yang kita inginkan
pemecahan masalah, dan sebagainya jika pelatihan
semacam itu memang ada.
Menggunakan Pemolisian komunitas atau strategi
pemolisian sektor, seperti sektor pertemuan atau
patroli jalan kaki.
Petugas polisi berperan serta di dalam kegiatan
komunitas.
Menerima sebanyak‐banyaknya informasi yang
bermutu dari publik.
14. Bekerja di dalam kerja sama dengan Lembaga
kepolisian lain baik yang publik maupun swasta, sambil
mendukung upaya mereka untuk memenuhi standar
integritas dan menghormati hak asasi manusia.
Perjanjian kerja sama meletakkan secara jelas
hubungan dan tanggung jawab pelbagai layanan polisi.
Ada pengaturan untuk berbagai informasi mengenai
kejahatan.
Lembaga kepolisian menegakkan hukum terhadap
anggota Lembaga lain yang melanggarnya.
Lembaga kepolisian tidak menerima informasi dari
Lembaga kepolisian lain, baik dari dalam maupun luar
126
POLISI yang kita inginkan
negeri, yang terbukti bahwa informasi itu diperoleh
melalui penyiksaan.
15. Memiliki sistem yang andal untuk merekam informasi
mengenai evaluasi kinerja dan perilaku individual, dan
membuat hasilnya terbuka untuk umum.
Polisi memiliki sistem untuk merekam informasi
mengenai kinerja dan perilaku para anggotanya dan
menyediakan informasi mengenai langkah yang diambil
untuk memastikan atau meningkatkan keandalan
sistem itu.
Informasi yang diturunkan dari sistem tersebut tersedia
bagi badan pengawas dan umum, terlepas dari
kemungkinan informasi itu menimbulkan pandangan
positif tentang layanannya.
Informasi itu merupakan landasan kokoh bagi evaluasi
kinerja polisi.
16. Terus mengefisienkan penggunaan sumber daya
kepolisian.
Data mengenai proporsi waktu yang tersedia bagi
petugas kepolisian di garis depan pemolisian.
127
POLISI yang kita inginkan
Data mengenai jumlah jam kerja yang hilang pada
petugas kepolisian atau anggota staf lain karena sakit
dan tinjauan atau alasan ketidakhadiran semacam itu.
Evaluasi atas kinerja dan efektivitas.
Ukuran kinerja yang jelas merupakan landasan untuk
membadingkan kinerja di area kepolisian, pos atau
kesatuan, dan individu yang berbeda.
Mengembangkan pelbagai langkah untuk meningkatkan
kinerja melalui inovasi, eksperimen, atau pemecahan
masalah.
Penggunaan sumber daya, seperti kendaraan, teknologi
informasi dan komunikasi, termasuk telepon.
17. Memastikan bahwa setiap anggota dapat
mempertanggung ‐jawabkan kinerja dan perilakunya.
Memiliki rantai komando yang jelas dan efektif,
terutama untuk pengawasan langsung terhadap
petugas kepolisian.
Mewajibkan polisi untuk menunjukkan identitasnya dan
mengenakan label atau tag identitas, atau
menunjukkan kartu identitas, kepada publik.
Lihat juga ukuran dan indikator di Area 4.
128
POLISI yang kita inginkan
18. Melakukan pengendalian efektif terhadap kegiatan
yang terselubung atau “menyamar”.
Ada kebijakan yang jelas mengenai pengelolaan dan
tanggung jawab untuk kegiatan terselubung.
Kegiatan terselubung harus menjadi subjek bagi
peninjauan yudisial.
Ada pengawasan legislatif dan peninjauan berkala
terhadap kegiatan terselubung, anggaran untuk
tindakan itu, dan kebijakan yang mengarahkan kegiatan
terselubung.
Kebijakan tentang keharusan mengaudit jejak operasi
yang peka dan menggunakan evaluasi pasca tindakan.
Status kebebasan informasi diletakkan secara jelas dan
pembatasan waktu untuk menyebarluaskan informasi
yang dihimpun melalui kegiatan terselubung.
129
POLISI yang kita inginkan
Lampiran III
Indikator Potensial
Area 3: Pelayanan untuk Keselamatan, Keamanan, dan
Keadilan
19. Merumuskan misi kepolisian sebagai pelayanan pada
publik dan perlindungan hak asasi manusia bagi semua,
dan melaksanakan operasi kepolisian sesuai dengan itu.
Lembaga kepolisian mempunyai pernyataan minat
untuk melayani dan melindungi hak semua orang.
Kegiatan operasional mendukung misi itu.
20. Mendistribusikan sumber daya kepolisian secara adil.
Personel dan sumber daya lain dialokasikan secara adil,
sesuai dengan pelbagai faktor seperti ukuran fisik area,
ukuran populasi, dan pelbagai tingkat kejahatan.
Kualitas pos polisi sesuai dengan ciri‐ciri demografis
(terutama profil etnis) pelbagai komunitas yang mereka
layani.
Standar minimal pelayanan untuk setiap pos atau area
kepolisian (misalnya untuk menentukan rentang waktu
tanggapan).
130
POLISI yang kita inginkan
21. Mengurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut
serta mewujudkan keselamatan umum.
Polisi mempunyai sejumlah strategi yang jelas untuk
mengurangi kejahatan, ketaktertiban, dan rasa takut.
Polisi meletakkan target kinerja untuk setiap strategi
mereka.
Data mengenai tingkat kejahatan sebagaimana diukur
oleh statistik resmi dan survei viktimisasi yang
menggunakan sejumlah kategori kejahatan khas yang
dipilih.
Data mengenai tingkat rasa takut akan kejahatan,
sebagaimana diukur oleh survei tentang persepsi
publik.
Sejumlah strategi polisi untuk menanggulangi bentuk
khusus kejahatan, seperti kejahatan bersenjata,
kekerasan terhadap perempuan, perampokan atau
“masalah kejahatan prioritas”, dan bukti tentang
dampaknya di tataran tiap‐tiap kejahatan itu.
Kualitas keselamatan di ruang umum sebagaimana
diukur oleh penggunaan oleh masyarakat, laporan
tentang kejahatan yang terjadi, dan persepsi tentang
keselamatan di fasilitas umum, seperti taman, angkutan
umum, dan sekolah. 131
POLISI yang kita inginkan
Bagi polisi yang menangani yuridiksi lalu lintas dan
perparkiran, data tentang kecelakaan di jalan yang
berakibat kematian atau cedera berat, penegakan
hukum terhadap pengemudi mabuk, dan pelanggaran
lain yang berkaitan dengan lalu lintas dan perparkiran.
Penangkapan dan cadangan informasi tentang tata cara
perlindungan di dalam kekerasan dalam rumah tangga.
22. Membawa pelanggar ke pengadilan.
Proporsi kejahatan di dalam kategori terpilih yang
menghasilkan penangkapan, penuntutan, dan
pembuktian (yang terakhir ini juga merupakan
cerminan dari kinerja penuntutan).
Sejumlah indikator kualitas penyelidikan.
Penangkapan orang berdasarkan jaminan prestise
dalam daftar “paling dicari”.
23. Menanggapi segera panggilan darurat.
Rentang waktu tanggapan pada panggilan darurat.
Tingkat kepuasan publik akan tanggapan polisi atas
keadaan darurat.
132
POLISI yang kita inginkan
24. Berkomunikasi dengan dan melayani anggota
masyarakat dengan cara profesional.
Kepuasan publik akan layanan polisi termasuk tingkat
menyeluruh kepercayaan pada polisi, jumlah laporan,
kepuasan korban kejahatan ketika (i) menghubungi
polisi, (ii) tindakan yang dilakukan oleh polisi, (iii)
informasi yang diterima dari polisi, (iv) perlakuan yang
diterima, dan (vi) seluruh pelayanan yang diberikan.
Kepuasan orang yang terlibat di dalam hubungan
sukarela dengan polisi, termasuk orang yang ditangkap
dan orang yang dihentikan serta digeledah, dengan
memperhatikan keadilan perlakuan.
Jumlah orang yang meminta layanan atau bantuan
polisi untuk pelbagai masalah yang tidak berkaitan
dengan kejahatan.
Keluhan dari publik mengenai layanan yang diberikan.
Upaya polisi untuk memenuhi kebutuhan bahasa dari
pelbagai komunitas.
133
POLISI yang kita inginkan
25. Mengunjukkan sikap tanggap terhadap kelompok
rentan.
Sejumlah kebijakan polisi yang menyangkut standar
pelayanan pada pelbagai kelompok rentan tertentu dan
evaluasi atas layanan yang diberikan dalam hubungan
dengan standar itu.
Kepuasan para anggota kelompok semacam itu akan
layanan polisi yang mereka terima.
26. Bekerja di dalam kerja sama dengan pelbagai
Lembaga dan kelompok lain, termasuk dukungan nyata
pada kegiatan pencegahan kejahatan.
Polisi bekerja dalam kerja sama dengan komponen lain
di dalam sistem peradilan kejahatan, termasuk polisi
lain atau Lembaga penyelidikan, jaksa penuntut,
pejabat lembaga pemasyarakatan, juru bicara, dan
Lembaga pemerintah yang lain.
Tersedia operasi dan protokol antar Lembaga.
Polisi mempunyai kebijakan yang jelas mengenai
kemitraan yang mendukung.
134
POLISI yang kita inginkan
Terdapat kemitraan antara polisi dan pemain peran
yang lain, baik di tingkat negara maupun di tingkat
komunitas, di dalam upaya pelbagai proyek pencegahan
kejahatan.
Polisi dan para mitranya mengevaluasi keberhasilan
kemitraan tersebut dan sumbangannya kepada
pencegahan kejahatan.
27. Memenuhi standar profesional di dalam merekam
kejahatan dan melaporkan informasi tentang kejahatan.
Kebijakan polisi yang berkaitan dengan perekaman dan
tandon informasi tentang kejahatan dan cara polisi
melaksanakan kebijakan itu.
Perekaman informasi tentang kejahatan dan analisis
oleh perangkat informasi pendukung polisi, pendekatan
untuk pemecahan masalah pemolisian dan target jelas
mengenai pelbagai sasaran.
Informasi tentang kejahatan disediakan oleh polisi
untuk pelbagai kelompok yang terlibat di dalam
pencegahan kejahatan dan pengawasan terhadap polisi,
demikian juga untuk media dan masyarakat umum.
135
POLISI yang kita inginkan
Lampiran IV
Indikator Potensial
Area 4: Perilaku Polisi yang Tepat
Pelayanan Kepolisian yang Demokratis
28. Menghormati dan menegakkan aturan perundang‐
undangan.
Polisi memiliki kejelasan tentang tolok ukur legal untuk
pelbagai kegiatan operasional, seperti (i) penghentian
dan penggeledahan, (ii) penangkapan, (iii) penahanan,
(iv) interogasi, (v) pengawasan menyusup, dan mereka
mematuhi tolok ukur itu.
Polisi menegakkan hukum terlepas dari status sosial
atau pengaruh politis tersangka.
Polisi menegakkan hukum terhadap para pelanggar.
29. Mendukung pelbagai prinsip integritas, menghormati
martabat dan hak manusia, tidak diskriminatif, keadilan
dan profesionalisme di dalam pelbagai kebijakan dan
operasinya; membuat para anggota menghayati prinsip
itu; membina kepatuhan pada prinsip itu melalui langkah
yang bervariasi.
136
POLISI yang kita inginkan
Nilai‐nilai melekat di dalam dokumen inti mengenai
pelayanan kepolisian, seperti pernyataan misi atau
pernyataan nilai‐nilai, tata tertib dan aturan tentang
disiplin.
Kebijakan dan informasi mengenai cara mengajukan
aduan ditayangkan secara gamblang di pos polisi.
Petugas kepolisian dan karyawan yang lain dibuat sadar
akan nilai‐nilai selama pelatihan.
Petugas kepolisian bersumpah untuk melaksanakan dan
menegakkan nilai‐nilai itu.
Pelbagai langkah diambil untuk menegakkan nilai‐nilai
itu dengan cara mengomunikasikan secara teratur nilai‐
nilai itu di dalam pidato yang disampaikan oleh para
pemimpin organisasi, di dalam brifing kerja oleh
komandan kelompok.
Dukungan pada manajemen dan kegiatan operasional
dan ceminan kepatuhan pada nilai‐ilai tersebut melalui
pelbagai langkah positif yang ditujukan untuk
membantu kekompakan polisi, seperti di dalam
penilaian kinerja dan untuk promosi, melalui evaluasi
lain, dan melalui peringatan dan sanksi di dalam kasus
penyimpangan dari nilai‐nilai tadi.
137
POLISI yang kita inginkan
Pelatihan memadukan pemikiran tentang nilai‐nilai di
dalam pelbagai komponen yang berkaitan dengan
kegiatan operasional.
Catatan tentang kepentingan finansial polisi dirawat.
Data tentang persentase kasus kekerasan terhadap
orang untuk menghasilkan tuntutan, dipilah
berdasarkan etnisitas korban.
Data tentang persentase penghentian dan
penggeledahan yang mengarah ke penangkapan,
dipilah berdasarkan etnisitas orang yang dihentikan.
Pembandingan kepuasan akan layanan kepolisian oleh
para pengguna dari kelompok rasial dan etnis yang
berbeda.
30. Mempunyai sistem yang efektif untuk menerima
aduan terhadap petugas kepolisian, penyelidikan dan
disiplin internal, dan pengendalian korupsi.
Lembaga kepolisian mempunyai sistem yang dapat
diakses untuk menerima aduan terhadap polisi dan
aduan diterima secara efisien dan penuh hormat.
Terdapat standar yang jelas untuk asupan dan klasifikasi
aduan dan semua itu dipenuhi.
138
POLISI yang kita inginkan
Pelbagai sistem penyelidikan internal efektif dan
beroperasi secara independen di luar unit penyelidikan
lain.
Pangkat atau tugas personel pengawasan independen
dan rasio personel pengawasan terhadap jumlah
personel secara menyeluruh.
Proses penyelidikan dan disiplin efisien dan secara
prosedur menyeluruh dan adil.
Informasi disediakan bagi pengadu, termasuk perincian
langkah prosedural yang harus diambil dan hasil dari
aduan itu.
Langkah perbaikan dan/atau sanksi diimplementasikan
pada pelanggar yang terbukti dan sesuai dengan sifat
dan beratnya pelanggaran.
Penggunaan mediasi disesuaikan dengan situasi dan
kondisi, serta diimplementasikan demi kepuasan kedua
belah pihak.
Informasi jelas disediakan berdasarkan aduan yang
diterima, yang mencakupi informasi tentang area, jenis
aduan, tindakan menanggapi dan mengoreksi, dan para
manajer dimungkinkan untuk menginterpretasikan
informasi itu serta menggunakannya secara efektif.
139
POLISI yang kita inginkan
Terdapat kebijakan yang jelas mengenai
pembebastugasan dan informasi, termasuk statistik dan
deskripsi kasus, tentang cara kebijakan itu dilaksanakan.
Pengecekan secara random dilakukan untuk
mendeteksi dan mencegah korupsi di kalangan
kepolisian.
31. Bekerja sama dengan pelbagai badan pengawas yang
bertanggung jawab untuk memantau atau menyelidiki
perilaku menyimpang polisi yang melanggar.
Terdapat protokol tentang kerja sama antar Lembaga
dan untuk melancarkan pemantauan dan penyelidikan
oleh pelbagai badan pengawas.
Lembaga kepolisian memberi tahu badan pengawas
langkah‐langkah yang harus diambil dengan mengikuti
rekomendasi pengawasan.
Dukungan nyata dari polisi untuk badan pengawas di
dalam memainkan peran pengawasan mereka.
32. Menggunakan kekuatan dengan cara yang taat asas
pada prinsip kekuatan minimal dan penghormatan pada
hidup manusia, dan mempunyai sejumlah kebijakan yang
jelas serta kendali yang mendukungnya.
140
POLISI yang kita inginkan
Data tentang jumlah orang yang terbunuh dan cedera
sebagai akibat penggunaan kekuatan (rasio terhadap:
jumlah keseluruhan pembunuhan; jumlah petugas
kepolisian; jumlah petugas yang cedera dan terbunuh
dalam tugas—lihat Seksi 5. Juga rasio personel yang
terbunuh oleh polisi terhadap orang cedera di dalam
insiden tembak‐menembak).
Kebijakan dan pelaksanaannya di dalam hubungan
dengan penggunaan kekuatan, termasuk perlengkapan
yang tersedia bagi polisi, dukungan pada penggunaan
minimal kekuatan dan tekanan pada pelindungan hidup
manusia di dalam hubungan dengan penggunaan
kekuatan pembunuh, dan perhatian yang luar biasa
besar pada kehidupan dan keselamatan warga yang
bukan tersangka.
Terdapat penyelidikan otomatis dan peninjauan atas
kecelakaan di dalam penggunaan kekuatan yang
menghasilkan cedera berat atau kematian.
Terdapat pelaporan wajib mengenai semua
penembakan dengan senjata api dan penggunaan
kekuatan lain yang berpotensi membunuh oleh petugas
kepolisian.
Data tentang penggunaan senjata api dianalisis untuk
memantau dan mengukur penggunaannya.
141
POLISI yang kita inginkan
Kendali ketat dilakukan terhadap distribusi senjata api,
termasuk sejumlah langkah yang menjamin bahwa
senjata api hanya dialokasikan pada personel yang
secara mental, fisik, dan moral memadai untuk
menggunakannya.
Kewajiban untuk mengkualifikasi pelbagai senjata
secara berkala ada dan dilaksanakan.
Kebijakan mengenai dan kendali terhadap penggunaan
kekuatan dan senjata api oleh polisi menekankan pada
keselamatan dan perlindungan petugas.
Kebijakan mengenai kendaraan polisi, dan mengenai
pengejaran dengan kendaraan, juga melindungi
kehidupan.
33. Melaksanakan perlakuan layak bagi tahanan.
Pengawasan untuk mencegah penyiksaan terhadap
tahanan diimplementasikan dan pelaksanaannya
dipantau.
Tahanan mempunyai akses segera pada kuasa hukum/
penasihat hukum.
Memenuhi standar perawatan, termasuk makanan yang
mencukupi, olahraga, bantuan media, dan akomodasi.
142
POLISI yang kita inginkan
Kematian tahanan direkam dan diselidiki.
Langkah khusus diterapkan untuk meminimalkan risiko
kematian tahanan.
Pengunjung awam atau yang lain mempunyai akses
pada tahanan yang terbebas dari campur tangan polisi.
143
POLISI yang kita inginkan
Lampiran V
Indikator Potensial
Area 5: Polisi sebagai Warga Negara 34. Jangan mendiskriminasi kelompok apapun di dalam
kualifikasi dan proses perekrutan, kecuali untuk tujuan
menjamin bahwa lembaga kepolisian merupakan
perwakilan dari pelbagai kelompok di dalam populasi.
Kualifikasi minimal untuk calon dirumuskan secara jelas
dan tidak diskriminatif—baik secara langsung maupun
tak langsung, serta dilaksanakan dengan
penghayatan.31
Ada kebijakan untuk mendorong rekrutmen yang
ditargetkan untuk mencakupi semua kelompok rasial
dan etnis, terutama mereka yang kecil perwakilannya di
dalam kepolisian, dan mencakupi sejumlah sektor
“imigran” di dalam populasi.
Data tentang proporsi rekrutan yang perempuan atau
berasal dari kelompok rasial dan etnis yang berbeda
(termasuk “imigran”) di dalam kepolisian dan di
pelbagai tingkat anggotadibandingkan dengan proporsi
penduduk dewasa.
31 Syarat tinggi badan yang mendiskriminasikan calon yang berasal dari suku Maya di Guatemala merupakan sebuah contoh diskriminasi taklangsung.
144
POLISI yang kita inginkan
35. Kebijakan mengenai promosi, alokasi tugas, dan
remunerasi jelas dan eksplisit, pemajuan karier
berdasarkan prestasi dan jasa, dan prosedurnya adil serta
transparan.
Kebijakan mengenai promosi dan remunerasi terbuka
untuk umum.
Peluang untuk meningkatkan karier terbuka untuk
semua dan diumumkan di kalangan petugas kepolisian.
Pelbagai proses adil diterapkan dalam hubungan
dengan alokasi tugas dan promosi.
Panel promosi berisi perwakilan selengkap mungkin.
36. Menyediakan kondisi pelayanan dan sumber daya
yang memadai, termasuk upah dan fasilitas, dan
memperlakukan petugas kepolisian dengan cara yang
konsisten dengan martabat mereka.
Upah polisi sebanding dengan upah petugas pelayanan
umum di sektor lain.
Perbedaan upah di antara pangkat masuk akal.
Polisi menerima fasilitas yang mencerminkan risiko
kerja mereka, termasuk hari libur dan sakit, asuransi
145
POLISI yang kita inginkan
jiwa dan cacat, pelayanan kesehatan, dan sistem
pensiun.
Ada batas jam kerja lembur dan kerja non sosial yang
dituntut dari polisi.
Tersedia dukungan psikologis bagi polisi untuk
membantu mereka menanggulangi dampak pajanan
pada insiden yang traumatis.
Tidak ada diskriminasi di dalam lembaga kepolisian
terhadap anggota kelompok rasial dan etnis ataupun
kelompok lain.
Para manajer mengakui kinerja luar biasa dan imbalan
dialokasikan berdasarkan kriteria yang adil.
37. Memungkinkan petugas kepolisian untuk diproses
secara hukum dalam hubungan dengan tuduhan kriminal
terhadap mereka dan menerapkan sesuai dengan standar
keadilan minimal, langkah yang berhubungan dengan
masalah disiplin.
Polisi tidak dilindungi dari proses hukum apa pun di
dalam perkara kriminal.
Standar keadilan minimal diterapkan di dalam prosedur
disiplin.
146
POLISI yang kita inginkan
Polisi mempunyai hak yang memadai untuk naik banding ketika ditemukan indikasi pelanggaran disiplin.
38. Memungkinkan petugas kepolisian untuk membentuk
organisasi yang melindungi hak kolektif mereka.
Petugas kepolisian menikmati hak untuk berhimpun,
termasuk hak untuk mendirikan organisasi.
Ada tawar‐menawar dan konsultasi kolektif yang sejati
dengan pelbagai organisasi yang mewakili polisi,
terutama di dalam hubungan dengan langkah‐langkah
reformasi.
39. Mengambil langkah untuk menjamin keselamatan dan
pelindungan petugas di dalam pelatihan dan kegiatan
operasional.
Data dihimpun mengenai kematian dan cedera yang
dialami polisi, yang menunjukkan tingkat dan jenis
bahaya yang harus dihadapi polisi di dalam tugasnya.
Pelbagai langkah diterapkan untuk meningkatkan
keselamatan polisi di dalam pelatihan dan kegiatan
operasional, termasuk cadangan pakaian dan
perlengkapan pelindung yang sesuai dengan tingkat
risiko.
147
POLISI yang kita inginkan
Evaluasi atas implementasi dan dampak dari pelbagai
langkah tersebut menunjukkan apakah kebijakan telah
diterapkan secara benar dan telah menyumbang di
dalam peningkatan keselamatan.
Perhatian khusus diberikan di dalam operasi untuk
menjamin bahwa polisi tidak terpajan pada risiko yang
tidak perlu.
148
POLISI yang kita inginkan
Bibliografi
Auerbach, J. (2003) “Police Accountability in Kenya. Seize
the Moment” dalam Commonwealth Rights
Initiative, “Police as a Service Organisation. An
Agenda of Change,” Report on the Conference on
Police Reform in South Afrika, Panafric Hotel,
Nairobi, 24–25 April 2003.
(www.humanrightsinitiative.org/publications/poli
ce/ea_police‐rtc_nairobi_2003.pdf)
Bayley, D. (1985) Patterns of Policing: A Comparative
International Analysis. New Brunswick: Rutgers
University Press.
______ (2001) Democratising the Police Abroad: What to
Do and How to Do it. National Institute of Justice,
Office of Justice Programmes. U.S. Department of
Justice: Washington D.C.
(www.ncjrs.org/pdffiles1/nij/188742.pdf).
Burton, P., du Plessis, A., Leggett, T., Louw, A., Mistry, D.,
dan van Vuuren, H. (2004) National Vinctims of
Crime Survey South Africa 2003. Institute for
Security Studies. Monograf 101. (www.iss.co.za)
Call, Charles C. (2000) “Pinball and Punctuated Equilibrium:
the Birth of a ‘Democratic Policing’ Norm?”
Makalah yang disajikan untuk Annual Conference
149
POLISI yang kita inginkan
of International Studies Associations, Los Angeles,
California, Maret 16.
Committee on the Administration of Justice (2001)
“Benchmarks for Oversight Commissioners—
Commentary on the Northern Ireland Office
Implementation Plan Relating to the Pattern
Commission Report (Juni 2000)”. Submission 109
April 2001.
Davis, R. (2000) The Use of Citizen Surveys as a Tool for
Police Reform, Vera Institute of Justice.
(www.vera.og)
Dixon, B. (2000) “Accountable Policing: A four dimensional
analysis,” dalam South African Journal of Criminal
Justice. No 13: 69–82.
The European Convention on Human Rights.
(www.echr.coe.int/Eng/Basic Texts.htm)
European Platform for Policing and Human Rights, Police
Offcers Have Rights Too!
(www.epphr.dk/downloads.htm)
Goldsmith, A (2003) “Policing Weak States: Citizen Safety
and State Responsibility”. Policing and Society,
Vol 13, No 1: 3–21
Hame Office, Police Standard Unit (undated) “Police
Performance Monitoring 2001/02”.
150
POLISI yang kita inginkan
(www.policereform.gov.uk/psu/ppaf.html)
______ (2004) “Guidance on Statutory Performance
Indicators for Policing 2004/2005,” Version 1.2.,
Maret.
(www.policereform.gov.uk/psu/ppaf.html)
Independent Commission on Policing for Northtern Ireland,
”A New Beginning: Policing in Northtern Ireland,”
September 1999. (www.Belfast.org.uk)
Independent Complaints Directorate (2004) Annual Report
2003–4, Pretoria: Independent Complaints
Directorate. (www.icd.gov.za)
Joint Informal Working Group on Policing and Human
Rights, “Policing in a Democratic Society—Is your
Police Service a Human Rights Champion,” Under
the auspices of the Council of Europe programme
“Police and Human Rights 1997–2000”.
(www.epphr.dk/download/hreng.pdf)
Leggett, Ted (2003) “What do the Police Do? Performance
measurement and the SAPS,” Institute of Security
Studies, Makalah 66. (www.iss.co.za)
Leggett, T., Louw, A., Schönteich, M., dan Sekhonyane, M.
(2003) Criminal Justice in Review 2001/2002,
Monograf No 88, 2003. (www.iss.co.za)
151
POLISI yang kita inginkan
Moore, M. Dan Braga, A. (2003) The “Bottom Line” of
Policing—What Citizens Should Value (and
Measure) in Police Performance, Police Executive
Research Forum. (policeforum.mn‐8.net)
Moore, M., Thacher, D., Dodge, D., dan Moore, T. (2002)
Recognizing Value in Policing: The Challenge of
Measuring Police Performance, Police Executive
Research Forum. (policeforum.mn‐8.net)
National Treasury, Republic of South Africa (2002) Treasury
Regulation for Departments, trading entities,
constitutional institutions and public enteties.
Mei.
(www.treasury.gov.za/legislation/acts/pfma/gaze
tte_23463.pdf)
______ (2004) Estimates of National Expenditure 2004,
Februari 2004. (www.finance.gov.za)
Office of the Oversight Commissioner, Laporan 2,
September 2001.
(www. oversightcommissioner.org)
Open Society Foundation for South Africa and Open Society
Justice Initiative (2004) Strengthening Oversight
of Police in South Africa (Report on Workshop on
Police Accountability, 10 Mei 2004)
152
POLISI yang kita inginkan
Secretariat for Safety and Security (2003) Monitoring and
Evaluation Tool (Police Stations) First Draft, 17
September, 2003.
South African Police Service, (2004a) Strategic Plan 2004–
2007.
(www.saps.gov.za/saps_profile/strategic_framew
or/strategic_plan/2004_2007/
strategic_plan.htm)
______ (2004b), Annual Report 2003/2004
Stenning, P. (ed.) (1995) Accountability for Crime Justice
Selected Essays, University of Toronto Press Inc.
______ (2004) “The Idea of the political independence of
the police: international interpretations and
experiences,” Draf Konferensi, 29 Juni 2004.
(www.ipperwashinquiry.ca/policy_part/pdf/Stenn
ing.pdf)
Stone, C.S. (2004) “The Double Demand on Police and the
Role of Police Oversight in Democratic Societies:
An International Perspective,” Pidato di
Conference for Policing Oversight in South Africa:
Accountability and Transformation,
Johannesburg, South Africa, 26–29 Januari 2004.
153
POLISI yang kita inginkan
Stone, C. Dan Ward, H. (2000) “Democratic Policing: A
Framework for Action,” Policing and Society, Vol
10, No 1 at 11.
United Nations (1992) Compendium of United Nations
Standards and Norms in Crime Prevention and
Crime Justice, New York.
United Nations International Police Task Force (1996)
“Commissioner’s Guidance for Democratic
Policing in teh Federation of Bosnia‐Herzegovine,”
Sarajevo: United Nations, Mei.
Vera Institute of Justice (2003) Measuring Progress toward
Safety and Justice: A Global Guide to the Design
of Performance Indicators Across the Justice
Sector.
(www.vera.org/publication_pdf/207_404.pdf)
Walker, S. (2001) Police Accauntability: The Role of Citizen
Oversight. Belmont: Wadsworth.
154
POLISI yang kita inginkan
Peraturan Perundang‐Undangan Afrika Selatan
Constituion of the Republic of South Africa, Act 200, tahun
1993 (“interim constitution”).
Constituion of the Republic of South Africa, Act 108,
tahun 1996.
The Domestic Violence Act, 116, tahun 1998.
The Electoral Act, 73 tahun 1998.
The Labour Relations Act, 66, tahun 1995.
The Public Finance Management Act, 1, tahun 1999.
The Regulation of Gathering Act, 205, tahun 1993.
The South African Police Service Act, 68, tahun 1995.
155
POLISI yang kita inginkan
Centre for the Study of Violence and Reconciliation (CSVR)
Centre for the Study of Violence and Reconciliation adalah
LSM multidisiplin yang didirikan pada tahun 1988. CSVR
bergiat di bidang penelitian dan penyusunan kebijakan,
implementasi serta pelayanan, pendidikan dan pelatihan,
dan juga memberikan layanan konsultan. CSVR bergiat
dengan sudut pandang multidisiplin, mempekerjakan
psikolog, sosiolog, pakar politik, sejarawan, pengacara,
kriminolog, praktisi pembangunan masyarakat, dan lain‐lain
yang membentuk keenam puluh anggota staf purna waktu.
CSVR telah menangani kekerasan dalam pelbagai bentuk,
termasuk kekerasan politis, kriminal, rumah tangga,
berbasis gender, dan lain‐lain. Sejak pendiriannya, CSVR
mengkhususkan diri dalam pengadaan sumbangan yang
bermakna bagi transformasi damai dan mendasar di Afrika
Selatan, dan di daerah Afrika bagian selatan. Dalam rangka
itu, CSVR mewakili suara yang kuat dan independen yang
berkomitmen untuk membangun dan memperdalam
demokrasi di Afrika Selatan dan melembagakan hak asasi
manusia di daerah itu. Karya pionir yang dilakukan oleh
CSVR di bidang rekonsiliasi dan peradilan transisi,
transformasi peradilan pidana, pemberdayaan korban,
156
POLISI yang kita inginkan
kekerasan terhadap anak‐anak dan berbasis gender, dan
pembangunan kedamaian tidak hanya relevan bagi Afrika
Selatan, tetapi juga bagi komunitas internasional.
Pengurus CSVR: Graeme Simpson: Direktur Eksekutif –
CSVR; Steve Mokwena: Urusan Modjadji; Jody Kollapan:
Ketua – Komisi Hak Asasi Manusia; Prof. Jacklyn Elizabeth
Cock: Sosiolog dan dosen – Wits Sociology Department; Dr.
Gillian Teresa Eagle: Psikolog dan dosen – Wits Psychology
Department; Prof. Leila Patel: Ketua – Department of Social
Work Rand Afrikaans University; Frank Meintjies: Konsultas
SDM dan Pengembangan.
23 Jorissen st, Braamfontein, Johannesburg, 2001 South Africa
PO Box 30778, Braamfontein, 2017, South Africa
Tel: +27 11 403‐5650. Faks: +27 11 339‐6785.
Email: [email protected]
www.csvr.org.za
157
POLISI yang kita inginkan
Open Society Foundation for South Africa (OSF‐SA)
Open Society Foundation for South Africa adalah organisasi
pembuat hibah dan melakukan juga intervensi operasional
di pelbagai bidang kegiatannya. OSF‐SA adalah anggota
International Soros Foundation Network, dan didirikan oleh
George Soros pada April 1993 untuk mewujudkan cita‐cita
masyarakat terbuka di Afrika Selatan: cita‐cita yang
mencakupi demokrasi, ekonomi berbasis pasar, masyarakat
madani yang kokoh, penghormatan pada minoritas dan
toleransi terhadap pendapat yang berbeda.
OSF‐SA berkomitmen untuk membina nilai‐nilai, pelbagai
institusi dan kegiatan suatu masyarakat madani yang
terbuka, non rasialis dan non seksis, demokratis. Lembaga
ini akan bekerja bagi masyarakat madani yang kokoh dan
mandiri, yang menghormati aturan perundang‐undangan
dan pendapat yang berbeda. Di dalam kegiatannya, yayasan
ini akan menggalakkan pelbagai pendekatan dan gagasan
yang akan berkontribusi di dalam pembentukan masyarakat
terbuka di Afrika Selatan. Yayasan ini mempunyai tiga
program: Criminal Justice Initiative; Media Programme; dan
Human Rights Programme.
158
POLISI yang kita inginkan
Pengurus OSF‐SA: Azhar Cachalia; GT Ferreira, Murphy
Morobe, Michael Savage, Nhlanhla Mjoli‐Ncube, Fikile Bam,
Zyda Rylands.
1st Floor, Colinton House, Fedsure Oval, 1 Oakdale Road,
Newlands, Cape Town
PO Box 23161, Claremont, 7735, South Africa
Tel: +27 21 683 3489. Faks: +27 21 683 3550.
Email: www.osf.org.za
159
POLISI yang kita inginkan
Open Society Justice Initiative
Open Society Justice Initiative, sebuah program operasional
dari Open Society Institute, memperjuangkan reformasi
hukum dengan kegiatan yang memfokuskan pada
perlindungan hak asasi manusia, dan berkontribusi di dalam
pembangunan kapasitas hukum bagi masyarakat terbuka di
seluruh dunia. Litigasi gabungan Justice Initiative, advokasi
hukum, bantuan teknis, dan penyebarluasan pengetahuan
untuk mengamankan kemajuan di lima bidang prioritas:
peradilan pidana nasional, peradilan internasional,
kebebasan memperoleh informasi dan berekspresi,
kesetaraan dan kewargaan, dan antikorupsi. Kantornya
berada di Abuja, Budapest, dan New York.
Justice Initiative dikelola oleh sebuah Dewan yang terdiri
dari anggota berikut ini. Aryeh Neier (Ketua), Chaloka
Beyani, Maja Daruwala, J. ‘Kayode Fayemi, Anthony Lester
QC, Juan E. Méndez, Diane Orentlicher, Wiktor Osiatyñski,
Andreás Sajó, Herman Schwartz dan Christopher E. Stone.
Stafnya beranggotakan James A. Goldston, direktur
eksekutif; Zaza Namoradze, direktur Kanor Budapest; Kelly
Askin, senior legal officer, peradilan internasional; Helen
160
POLISI yang kita inginkan
Darbishire, manajer senior urusan program, kebebasan
memperoleh informasi dan berekspresi; Julia Harrington,
senior legal officer, kesetaraan dan kewargaan; Stephen
Humphreys, senior officer, penerbitan dan komunikasi; Katy
Mainelli, manajer administrasi; Chili Odinkalu, senior legal
officer, Africa; Darian Pavli, legal officer, kebebasan
memperoleh informasi dan berekspresi; dan Martin
Schönteich, senior legal officer, peradilan pidana nasional.
www.justiceinitiative.org
E‐Mail: info@ justiceinitiative.org
New York Budapest Abuja
400 West 59th Street Oktober 6. u. 12 Plot
1266/No. 11, Amazon
New York, NY 10019 USA H‐1051 Budapest, Street
Tel: +1 212‐548‐0157 Hungaria Maitama,
Abuja, Nigeria
Faks: +1 212‐548‐4662 Tel: +36 1 327‐3100 Tel: +234 9 413‐3771
Faks: +36 1 327‐3103 Faks: +234 9 413‐3772
161
POLISI yang kita inginkan
Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia (LCKI) Lembaga Cegah Kejahatan Indonesia didirikan pada tahun 2005, dilatarbelakangi atas pemikiran pemrakarsa akan kecintaan tulus ikhlas terhadap profesi polisi yang tidak akan lekang selama hayat di kandung badan serta kesadaran akan kebutuhan masyarakat terhadap rasa aman, tentram dan damai yang merupakan kebutuhan hakiki yang tidak bisa dihilangkan, diabaikan bahkan diganti sekalipun. LCKI merupakan lembaga swadaya masyarakat sebagai wadah untuk menuangkan berbagai gagasan dan pemikiran guna menunjang tugas‐tugas Criminal Justice System (CJS) khususnya Kepolisian sehingga harapan‐harapan masyarakat terhadap peningkatan KAMTIBMAS secara bertahap dapat di wujudkan. Tujuan didirikan LCKI adalah :
1. Agar terwujud partisipasi aktif yang dinamis dari masyarakat terhadap upaya pencegahan kejahatan dan pelanggaran terhadap dirinya dan orang lain.
2. Terwujudnya aparat penegak hukum yang solid dan komunikatif serta memandang masyarakat sebagai mitra dalam pencegahan kejahatan dan bukan sebagai obyek.
3. Memberikan masukan bagi pemerintah dan masyarakat agar pencegahan kejahatan menjadi kebijakan nasional yang komprehensif dan simultan.
LCKI didirikan oleh Da’i Bachtiar (Ketua Presidium), Awaloedin Djamin (Dewan Pakar), Mardjono Reksodiputro (Dewan Pakar), Momo Kelana (Kabid. Community Policing), Ronny Lihawa (Kabid. Hub. Dalam/Luar Negeri), dan Bachtiar Aly (Kabid. Informasi dan Komunikasi).
162
POLISI yang kita inginkan
Badan Pengurus LCKI : Dai Bachtiar, Luthfi Dahlan (Ketua Harian), Pepe Tjahyana (Sekjen), Saputro Satrio (Bendahara), Momo Kelana, Ronny Lihawa, Bachtiar Aly, S.A. Supardi (Kabid. Litbang), Ketut Astawa (Desk Kriminal Umum), Wiji Suratno (Desk Kejahatan Ekonomi), Warsito Sanyoto (Desk Kejahatan Trans Nasional), Parman S. dan Salikin Moenits (Desk Kejahatan Keamanan Negara/Kontijensi). LEMBAGA CEGAH KEJAHATAN INDONESIA Wisma GKBI Lt. 17 Suite 1702 Jl. Jend. Sudirman Kav. 28 Jakarta 10210 ‐ INDONESIA T. +62 21 5740555 F. +62 21 5705227 Email: [email protected]: www.lcki.org
163
POLISI yang kita inginkan POLISI yang kita inginkan
164
164