51
PENGEMBANGAN METODE ANALISIS POTENTIOMETRIC DETERMINATION OF CAPTOPRIL IN PHARMACEUTICAL FORMULATIONS OLEH : Ida Bagus Putu Natha K. (1008505037) M. Ifan Iswandi (1008505042) Putu Hediarta Widiana P. (1008505080) Priwitri Sanjiwani (1008505091) Ni Made Ayu Pradnyani D. (1008505092) Lintang Herlinaningtyas (1008505093) Heidy Putri Gunarsih (1008505096)

PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Embed Size (px)

DESCRIPTION

pengembangan metode analisis alkemi potensiometri

Citation preview

Page 1: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

PENGEMBANGAN METODE ANALISIS

POTENTIOMETRIC DETERMINATION OF CAPTOPRIL IN

PHARMACEUTICAL FORMULATIONS

OLEH :

Ida Bagus Putu Natha K. (1008505037)

M. Ifan Iswandi (1008505042)

Putu Hediarta Widiana P. (1008505080)

Priwitri Sanjiwani (1008505091)

Ni Made Ayu Pradnyani D. (1008505092)

Lintang Herlinaningtyas (1008505093)

Heidy Putri Gunarsih (1008505096)

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2013

Page 2: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Captopril merupakan suatu ACE inhibitor yang umumnya digunakan

dalam penanganan kasus hipertensi, gagal jantung, infark myokardial dan

nephropathy diabetic (Sweetman, 2009). Penggunaan captopril yang

semakin luas menyebabkan metode analisis dalam penetapan kadar captopril

semakin berkembang pesat, dimana dibutuhkan suatu metode analisis yang

akurat, efisien, cepat dan mampu memberikan hasil yang reprodusibel.

Penetapan kadar captopril berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV

disebutkan bahwa dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Titrasi

iodimetri merupakan metode titrasi langsung menggunakan larutan iodium

untuk mengoksidasi reduktor – reduktor yang dapat dioksidasi secara

kuantitatif pada titik ekivalennya (Day dan Underwood, 1981). Titik akhir

titrasi dapat diketahui dengan menggunakan indikator amilum atau larutan

kanji, dimana titik akhir titrasi ditunjukkan dengan terjadinya perubahan

warna larutan menjadi biru lemah yang bertahan selama 30 detik (Depkes

RI, 1995).

Durasi perubahan warna yang terjadi sangat singkat sehingga peluang

terjadinya galat misalnya galat personal cukup besar. Selain itu, hal lain

yang umumnya menyebabkan kesalahan dalam titrasi yang melibatkan iod

adalah kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang

cukup berarti dan larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara

(Day dan Underwood, 1981). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu

pengembangan metode analisis yang telah ada untuk memperoleh metode

analisis yang relatif sederhana, akurat, cepat, biaya yang rendah, efisien dan

mampu menghasilkan hasil yang reprodusibel sebagai metode alternatif

yang dapat digunakan untuk penetapan kadar captopril.

Metode elektrometri dapat digunakan sebagai pengembangan metode

analisis sederhana seperti titrasi, hal ini dikarenakan metode semi –

Page 3: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

sederhana memiliki akurasi dan spesifitas yang lebih tinggi. Metode

elektrometri memungkinkan untuk menganalisis analit dengan konsentrasi

yang sangat kecil di dalam sampel, yang umumnya tidak dapat dianalisis

dengan metode analsis alkemi secara seksama (Roth dan Balschke, 1994).

Potensiometri merupakan salah satu metode pengembangan yang

dapat digunakan dalam penetapan kadar captopril dengan cara menentukan

aktivitas ion melalui pengukuran bebas arus potensial elektrik antara

elektroda indikator dan elektroda pembanding. Titik ekivalen pada metode

ini ditunjukkan dengan perubahan secara signifikan potensial listrik yang

terjadi antara elektroda pembanding dan elektroda pengukur. Beberapa

keuntungan dari metode potensiometri ini antara lain waktu yang singkat,

sederhana, biaya yang rendah, hasil yang sahih serta mudah dalam

penggunaannya dan perawatannya (Rot dan Balschke, 1994).

1.2 Tujuan

1.2.1 Mengembangkan metode analisis yang sederhana, presisi, cepat, dan

murah dengan metode potensiometri dalam menetapkan kadar captopril

dalam bentuk sediaan farmasi.

1.2.2 Mengembangkan metode analisis penentuan kadar kaptopril yang lebih

efisien dan tervalidasi dengan baik dalam sediaan farmasi dengan metode

potensiometri

1.3 Uraian Masalah

Beberapa prosedur analisis telah banyak digunakan dalam analisis

senyawa captopril dalam sediaan farmasi dengan metode yang berbeda-beda.

Beberapa diantara metode-metode analisis tersebut adalah elektroforesis

kapiler, kromatografi, polarografi, voltametri, coulometri, konduktometri,

kolorimetri, dan beberapa metode analisis lainnya. Beberapa diantara metode-

metode tersebut memiliki prosedur yang tidak mudah dilakukan dan rumit,

termasuk juga instrumen pendukung analisis yang memiliki harga tinggi

(Ribeiro et al., 2003)

Page 4: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Potensiometri merupakan salah satu metode pengembangan yang dapat

digunakan dalam penetapan kadar captopril dengan cara menentukan aktivitas

ion melalui pengukuran bebas arus potensial elektrik antara elektroda

indikator dan elektroda pembanding (Rot dan Balschke, 1994). Dalam

potensiometri telah digunakan Ion-selective membranes (ISE’s) yang dapat

menghasilkan hasil analisis yang baik dan mudah dalam penentuan

konsentrasi captopril dalam sediaan farmasi karena kemampuannya yang

handal dalam mentukan secara langsung jenis ion yang dianalisis dalam

larutannya.

Penentuan kadar captopril dalam sediaan farmasi secara potensiometri

pada dasarnya adalah penentuan aktifitas gugus asam yang terdisosiasi dalam

larutan mengashilkan ion H+, sehingga tujuan dari analisis ini adalah

melakukan uji potensiometri berdasarkan reaksi netralisasi gugus karboksil

dengan titran basa.

Analisis potensiometri yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi

captopril memiliki beberapa masalah anlitik yang diantaranya adalah:

1.3.1 Tujuan analisis adalah langkah kontrol kualitas sediaan farmasi,

sehingga diperlukan metode yang lebih efisien dan memenuhi

persyaratan validasi.

1.3.2 Captopril memiliki dua nilai disosiasi yan berbeda pada gugus thiol

(pKa 9,8) dan gugus karboksil (pKa 3,7) sehingga memiliki pH yang

berbeda.

1.3.3 Penetapan kadar captopril dalam sediaan farmasi dapat dipengaruhi

oleh pengganggu dari matriks sampel.

1.3.4 Penetapan titik akhir titrasi menggunakan indikator warna bersifat

subyektif, sehingga dapat mempengaruhi validasi hasil analisis.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Page 5: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

2.1 Potensiometri

2.1.1 Teori Potensiometri

Reaksi yang terjadi dalam potensiometri adalah penambahan atau

pengurangan ion dengan jenis elektrodanya. Potensial reaksi dihitung

dengan menambahkan sedikit demi sedikit volume titran secara berturut

turut (Khopkar, 2003). Ion yang dapat dititrasi dan potensial diukur untuk

mengetahui titik ekivalen titrasi. Hal ini diterapkan terhadap semua jenis

reaksi yang sesuai untuk analisa titrimetri (Day and Underwood, 1998).

Saat logam M dicelupkan ke dalam suatu larutan yang terdiri dari

ion – ion Mn+, maka potensial elektrodanya dapat ditentukan berdasarkan

persamaan Nernst.

E = Eθ+(RT/nF ) ln αMn+

Dimana, EƟ adalah sebuah konstanta potensial elektroda standar

dari logam tersebut. E dapat diukur dengan mengkombinasikan elektroda

dengan elektroda pembanding. Dengan mengetahui nilai potensial dari

elektroda pembanding, maka dapat besarnya potensial elektroda indikator

dapat ditentukan, sehingga dapat diukur aktivitas ion dari logam dalam

larutan tersebut. Dalam larutan yang encer, aktivitas ion yang terukur

sebanding dengan konsentrasi ion dalam larutan tersebut. Pada larutan

yang lebih pekat, aktivitas ion yang terukur sebanding dengan

konsentrasi larutan tersebut (Jeffery et al, 1989).

Elektroda potensial standar merupakan sebuah konstanta fisik

yang penting yang memberikan informasi kualitatif dari jalannya

setengah reaksi. Elektroda potensial standar dapat ditentukan secara

langsung berdasarkan pengukuran voltase dari suatu sel elektrokimia

dimana hidrogen atau acuan elektroda lain tergabung dengan sebagian sel

elektrokimia lainnya (Skoog, 1980).

Dasar potensiometer adalah pengukuran tegangan yang tidak

diketahui dengan cara membandingkannya terhadap tegangan yang

Page 6: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

diketahui, dimana tegangan yang diketahui disuplai dari sebuah sel

standar atau sumber tegangan referensi yang diketahui (Skoog, 1980).

Tabel 1. Elektroda potensial standar (Skoog, 1980).

Prosedur yang menggunakan pengukuran tunggal dari potensial

elektroda dalam penetapan konsentrasi ion pada sebuah larutan disebut

dengan potensiometri langsung. Jenis elektroda yang besar potensialnya

tergantung dengan konsentrasi ion yang akan ditetapkan disebut

elektroda indikator, dan apabila ion yang akan ditetapkan secara

langsung termasuk ke dalam reaksi elektroda maka disebut sebagai

elektroda jenis pertama. Sedangkan bila konsentrasi ion tidak secara

langsung terkait dengan reaksi elektroda maka disebut dengan elektroda

jenis kedua (Jeffery et al, 1989).

Titrasi potensiometri merupakan metode analisis secara titrimetri

dengan prinsip pengukuran potensial sel terhadap penambahan sejumlah

tertentu titran yang konsemtrasinya telah diketahui untuk menentukan

titik akhir titrasi secara lebih akurat dibandingkan dengan metode titrasi

konvensional (Kar, 2005). Metode ini sendiri lebih terfokus pada

perbedaan nilai potensial dibandingkan nilai potensial itu sendiri (Jeffery

et al, 1989). Instrumen dalam titrasi potensiometri dapat digambarkan

sebagai berikut :

Page 7: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Gambar 3. Alat Potensiometri (Kar, 2005).

Ket. : A = Elektroda Pembanding

B = Elektroda Indikator

C = Burret

D = pH meter dengan skala mV

E = Magnetic stirrer

Dalam prakteknya, pada tahap awal titrasi titran ditambahkan

perlahan ke dalam larutan uji dalam volume yang cukup besar, kemudian

seiring dengan perubahan nilai potensial yang semakin besar tiap

penambahan titran yang menandai semakin dekatnya titik akhir titrasi,

volume titran yang ditambahkan dikurangi perlahan hingga mencapai 0,1

mL tiap penambahan titran. Pada tiap penambahan titran perlu diberikan

jeda waktu yang cukup sehingga kesetimbangan reaksi dapat tercapai

atau dengan menggunakan magnetic stirrer untuk mempercepat

tercapainya kesetimbangan reaksi (Kar, 2005).

Pada metode titrasi potensiometri, titik akhir titrasi dapat

ditentukan dengan melihat titik dimana terjadi perubahan nilai potensial

yang signifikan (titik infleksi) pada kurva yang menghubungkan antara

potensial dengan volume titran yang ditambahkan. Pada metode ini,

derajat akurasi dan presisi dimana titik infleksi dapat ditentukan

dipengaruhi oleh jumlah data yang dikumpulkan pada daerah disekitar

titik akhir titrasi (Kar, 2005).

Page 8: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Gambar 1. (a) Kurva titrasi eksperimental (Kurva sigmoid); (b) Kurva titrasi

derivat pertama (Kar, 2005).

Gambar 2. Kurva titrasi derivat kedua (Kar, 2005).

Penentuan titik ekivalen titrasi potensiometri dengan cara

diferensial dilakukan dengan membuat kurva turunan pertama dan

Page 9: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

turunan kedua atau kurva differensial. Kurva derivat pertama dibuat

dengan menghitung kenaikan potensial per satuan kenaikan volume titran

(Δ mV/Δ V), kemudian perbandingan Δ mV/Δ V disajikan dalam bentuk

grafik sebagai fungsi dari volume titran yang digunakan. Kurva turunan

pertama akan memberikan nilai maksimum, sesuai pada titik infleksi

(titik dimana terjadi lonjakan perubahan potensial) kurva titrasi yang juga

menunjukkan titik akhir titrasi.

Kurva derivat kedua dibuat dengan menghitung (Δ 2mV/Δ V2),

kemudian perbandingan (Δ 2mV/Δ V2) disajikan dalam bentuk grafik

sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan. Kurva turunan

kedua memberikan nilai tepat nol pada titik dimana kurva turunan

pertama memberikan nilai maksimum (titik infleksi) sehingga penentuan

titik akhir titrasi yang dihasilkan lebih akurat (Kar, 2005).

2.1.2 Elektroda

Tingkat akurasi, presisi, dan efektivitas suatu pengukuran secara

potensiometri turut dipengaruhi oleh jenis elektroda yang digunakan.

Secara umum, elektroda dapat dibagi menjadi elektroda pembanding dan

elektroda indikator. Elektroda pembanding merupakan elektroda yang

potensialnya tidak tergantung pada konsentrasi ion yang ditetapkan (Kar,

2005).

Beberapa contoh elektroda pembanding antara lain :

a. Elektroda Kalomel

Elektroda kalomel ini terdiri dari kawat platina, merkuri dan

kalomel yang dilapisi dengan larutan kalium klorida dengan

konsentrasi tertentu (0,1 M; 1 M; atau jenuh). Potensial elektroda ini

dipengaruhi oleh ion klorida dalam larutan. Reaksi yang terjadi pada

elektroda kalomel adalah sebagai berikut:

Hg2Cl2 (s) + 2e ⃗ 2Hg(l) + 2Cl-

(Jeffery et al, 1989).

Page 10: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Berdasarkan persamaan Nernst, potensial elektroda

digambarkan sebagai berikut :

E=E0

Hg2Cl2/ Hg−0 , 05922

log(1 )[Cl− ]2

1

(Kar, 2005).

Keuntungan elektrode ini adalah konsentrasi Cl- tidak

mengalami perubahan yang signifikan bahkan ketika sebagian pelarut

menguap (Kar, 2005).

b. Elektroda Perak – Perak Klorida

Elektroda ini terdiri dari kawat perak atau kawat platina yang

dilapisi perak klorida dan dicelup ke dalam larutan kalium klorida

yang konsentrasinya diketahui. Reaksi yang terjadi pada elektroda ini

adalah sebagai berikut:

AgCl (s) + e ⃗ Ag(s) + Cl-

(Jeffery et al, 1989).

Berdasarkan persamaan Nernst, potensial elektroda

digambarkan sebagai berikut :

E=E0

AgCl / Ag+−0 , 0592

1log

[ Cl− ]1

(Kar, 2005).

c. Elektroda Hidrogen Standar

Elektroda hidrogen standar terdiri dari elektroda platina yang

dicelupkan dalam larutan dimana aktivitas ion hidrogennya bernilai 1

dan tekanan gas hydrogen yang digunakan sebesar 1 atm.

Gambar 3. Elektrode Hidrogen Standar (Kar, 2005).

Page 11: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Elektroda hidrogen standar dan indikator setengah sel

dihubungkan oleh jembatan garam.

Pt(s), H2(g) 1 atm | H+(aq) α = 1 ||

Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

2H+(aq) + e H2(g)

(Harvey, 2000).

Elektroda indikator merupakan elektroda yang potensialnya

tergantung pada konsentrasi ion yang akan ditetapkan, dan dapat dibagi

menjadi 2 jenis yaitu elektroda logam dan elektroda membran. Salah satu

contoh elektroda membran adalah elektroda ion selektif (Skoog dan

West, 1980).

a. Elektroda Membran/ Elektroda Selektif Ion

Prinsip elektroda ini adalah potensial terjadi karena adalanya

perbedaan muatan dari masing-masing sisi membran khusus.

Perbedaan muatan pada masing-masing sisi membran tersebut

dipantau tepat pada kesetimbangan reaksi yang melibatkan ion analit,

dan dipengaruhi oleh konsentrasi ion-ion yang ada dalam larutan.

Elektroda ini menggunakan suatu membran yang bereaksi secara

selektif dengan ion tunggal.

Ref(samp) || [A]samp | [A]int || Ref(int)

Nilai potensial sel dapat digambarkan sebagai berikut:

Esel = ERef (Int) – ERef (Samp) + Emem + Elj

Emem merupakan potensial yang melewati membran, dan karena

nilai potensial jembatan cair dan elektroda pembanding adalah

konstan, sehingga perubahan nilai potensial sel disebabkan oleh

potensial membran.

Interaksi analit dengan membran menghasilkan suatu potensial

membran ketika terdapat perbedaan konsentrasi analit pada masing –

masing sisi membran yang berbeda. Potensial membran merupakan

Page 12: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

hasil interaksi kimia antara analit dengan permukaan membran,

dimana potensial membran ini sebanding dengan konsentrasi ion-ion

dari larutan sampel yang mampu berinteraksi dengan sisi aktif dari

permukaan membran.

Salah satu sisi membran akan kontak dengan larutan internal yang

mengandung analit dalam konsentrasi tertentu, sementara itu sisi membran

lainnya kontak dengan larutan sampel. Arus listrik kemudian dialirkan

melewati membran dengan perpindahan baik analit maupun ion yang

terdapat dalam matriks membran. Potensial membran kemudian ditentukan

melalui persamaan Nernst (Harvey, 2000).

Elektroda Membran dapat dibedakan menjadi elektrode membran

gelas, elektrode membran polimer cair, elektroda membran kristalin, dan

elektroda pendeteksi gas (Kar, 2005).

- Elektroda Gelas Ion Selektif

Elektroda gelas ion selektif mengandung 22% Na2O, 6% CaO,

dan 72% SiO2. Ketika elektroda ini dicelupkan dalam larutan berair,

lapissan luar dari membran mengalami hidrasi, sehingga membentuk

lapisan yang bermuatan ion negatif. Ion natrium yang memiliki

kemampuan melewati lapisan terhidrasi berperan sebagai counter ion.

Ion hidrogen dari larutan kemudian berdifusi melewati membran,

karena ion ini mampu berikatan lebih kuat dengan membran

dibandingkan dengan Na+, maka ion H+ akan menggantikan posisi ion

natrium, sehingga meningkatkan selektivitas membran terhadap ion

H+. Potensial dari elektroda gelas dapat ditentukan pada rentang pH

0,5 – 9 dengan menggunakan persamaan:

Esel = K + 0,05916 log [H+]

Pengukuran dilakukan pada rentang pH tersebut karena apabila

pengukuran dilakukan diluar rentang yang telah ditentukan, elektroda

gelas akan menjadi lebih responsif terhadap kation lain, seperti Na+

dan K+.

Page 13: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

(Harvey, 2000).

- Elektroda Membran Kristalin

Elektroda ini menggunakan membran yang terbuat dari

polikristalin atau garam kristal anorganik. Elektroda ini merupakan

elektroda ion selektif yang berdasarkan pada materi kristal anorganik

yang agak sukar larut. Pada elektroda ini muatan dibawa melewati

membran oleh ion Ag+. Reaksi yang terjadi pada elektroda ini di kedua

sisi membran adalah

Ag2S (s) 2Ag+(aq) + S2-

(aq)

(Harvey, 2000).

- Elektroda Membran Polimer Cair

Salah satu contoh elektroda ini adalah elektroda membran polimer

ion kalsium. Pada elektroda ini, kalsium di (n-decyl) fosfat akan

mencapai kesetimbangan dengan ion-ionnya pada setiap permukaan

membran dengan reaksi :

[(RO)2PO2]2Ca 2(RO)2PO2- + Ca2+

(Kar, 2005).

Potensial elektroda dapat digambarkan sebagai berikut :

E=K+ 0 ,05922

log [ Ca2+ ]

(Kar, 2005).

Potensial membran akan dihasilkan ketika terdapat perbedaan

konsentrasi analit di kedua membran, dimana arus listrik dibawa

melewati membran oleh analit (Harvey, 2000).

Page 14: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

2.2 Captopril

Gambar 1. Struktur Kimia Captopril (Moffat et al, 2005)

Captopril mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,0%

C9H15NO3S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.

Sinonim : 1-[(2S)-3-Merkapto-2-metilpropionil]-L-prolina

(Depkes RI, 1995)

SQ-14225; Captoprilum

(Moffat et al, 2005).

Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih, bau khas seperti

sulfida. Melebur pada suhu 1040C – 1100C.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam metanol, dalam etanol, dan

dalam kloroform.

(Depkes RI, 1995).

Konstanta disosiasi : pKa 3,7 (karboksil) ; 9,8 (thiol)

Koefisien partisi : log P (oktanol/air) 0,34

(Moffat et al., 2005).

Penetapan Kadar

Titran Kalium Iodat 0.1 N : Larutkan 3.567 g Kalium Iodat yang telah

dikeringkan pada suhu 1100C hingga bobot tetap, dalam air hingga 1000,0

mL.

Prosedur : Timbang seksama lebih kurang 300 mg captopril, masukkan ke

dalam labu erlenmeyer bertutup kaca berisi 100 mL air, larutkan, tambahkan

10 mL asam sulfat 3.6 N, 1 g kalium iodida P, dan 2 mL kanji LP. Titrasi

Page 15: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

dengan kalium iodat 0.1 N sampai warna biru lemah yang bertahan selama

tidak kurang dari 30 detik. Lakukan penetapan blangko.

1 mL kalium iodat 0.1 N setara dengan 21.73 mg C9H15NO3S

(Depkes RI, 1995).

Molekul captopril adalah derivat mercapto-proline yang mengandung

dua gugus asam yang dapat terionisasi : gugus karboksil (pKa = 3,7) dari

residu prolin dan gugus thiol (pKa = 9,8) dari reaksi propionil sebagian.

Penetapan kadar captopril menggunakan potensiometri dapat dilakukan

karena gugus karboksil dan gugus thiolnya dapat terionisasi (Sexto and

Iglesias, 2011 ; Ribeiro et al., 2003).

Gambar 2. Disosiasi Captopril ; (1) Disosiasi Gugus Karboksil, (2)

Disosiasi Gugus Thiol (Moustafa, 2005).

Reaksi antara thiol dengan NaOH akan menghasilkan anion thiolate

(dan ion hidroksida dalam air).

H3C – SH + -OH H3C – S- + H2O

Thiol Thiolate anion

(pKa = 10)

(Fox and Whitesell, 2004).

Page 16: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Struktur kimia captopril mengandung gugus karboksil dengan nilai

pKa 3,7 digunakan sebagai dasar analisis titrasi potensiometri dalam larutan

berair yang dititrasi dengan basa kuat seperti NaOH, sehingga reaksi yang

terjadi merupakan reaksi asam lemah – basa kuat (Nielsen, 2010). Gugus

karboksil dari captopril akan beraksi dengan NaOH menghasilkan anion

karboksilat :

Gambar 3. Reaksi antara Gugus Karboksil dengan NaOH (Nielsen,

2010).

Reaksi gugus karboksil dari captopril (HA) dan basa kuat (OH-) dalam

larutan dengan jumlah perbandingan mol yang sama pada keadaan

setimbang akan membentuk buffer, yang mana pH buffer dapat diketahui

menggunakan persamaan Henderson – Hasselbalch (Nielsen, 2010).

pH=pKa+log[ A− ][ HA ]

Dimana:

A- : Konsentrasi basa konjugasi captopril sebelum bereaksi

HA : Konsentrasi captopril sebelum bereaksi

Sebelum titik ekivalen tercapai, konsentrasi dari asam lemah (HA) yang

tidak bereaksi adalah:

HA=mol [ HA ]awal−molNaOH ditambahkan

volume total

Page 17: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Dan konsentrasi dari basa konjugasi (A-):

A−=molNaOHditambahkan

volume total

(Nielsen, 2010).

2.3 Validasi Metode Analisis

Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap

parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan

bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.

Dalam suatu metode analisis, beberapa parameter yang harus

dipertimbangkan antara lain:

2.3.1 Kecermatan (accuracy)

Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan

hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan hasil

analisis dipengaruhi oleh sebaran galat sistematik dalam keseluruhan tahap

analisis. Untuk memperoleh kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan

dengan cara mengurangi galat sistematik seperti dengan menggunakan

peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang

baik, pengontrolan suhu, serta pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai

prosedur (Harmita, 2004).

Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi

(spiked – placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard

addition method). Dalam metode simulasi (spiked – placebo recovery),

sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan

pembawa sediaan farmasi (plasebo) kemudian campuran tersebut dianalisis

dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar

sebenarnya). Sedangkan dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis

kemudian sejumlah tertentu analit uji ditambahkan ke dalam sampel lalu

Page 18: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

dianalisis kembali. Selisih kedua hasil kemudian dibandingkan dengan

kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004).

Kecermatan dalam analisis dinyatakan sebagai persen perolehan

kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Perolehan kembali dapat

ditentukan dengan cara membuat dengan cara membuat sampel plasebo

yang mengandung eksipien obat atau matriks biologi yang digunakan,

kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (umumnya 80% -

120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan

metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).

Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena

matriksnya tidak diketahui maka dapat dipakai metode adisi (standard

addition method). Perhitungan perolehan kebali dapat ditetapkan dengan

rumus :

% Perolehan Kembali =

CF−C A

C¿

A

Keterangan :

CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran

CA = Konsentrasi sampel sebenarnya

C*A = Konsentrasi analit yang ditambahkan

(Harmita, 2004).

Rentang kesalahan yang diinjinkan dalam analisis untuk setiap

konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat sebagai berikut:

Page 19: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Tabel 2. Rentang Kesalahan Perolehan Kembali yang Diinjinkan

(Harmita, 2004).

2.3.2 Keseksamaan (precision)

Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian

antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil uji

individual dari rata-rata jika prosedur dilakukan secara berulang pada

sampel-sampel yang akan dianalisis (Harmita, 2004).

Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability)

atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode

jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan

dalam interval waktu yang pendek, sedangkan ketertiruan adalah

keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda misalnya

analisis yang dilakukan pada laboratorium yang berbeda serta menggunakan

peralatan, pereaksi, pelarut, dan dikerjakan oleh analis yang berbeda pula

(Harmita, 2004).

Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap minimal enam replika

sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen.

Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu

berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk

Page 20: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan hasil analisis.

Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif

(koefisien variasi) dan kriteria seksama diberikan jika metode memberikan

simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita,

2004).

KV =

SDx

x 100%

(Harmita, 2004).

Akan tetapi kriteria ini tidak mutlak, melainkan tergantung pada

konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium

(Harmita, 2004).

Tabel 3. Rentang kepercayaan yang diberikan dari penetapan RSD (Harmita,

2004).

2.3.3 Selektivitas (Spesifisitas)

Selektivitas atau spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode

dalam mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya

komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas dapat

dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang

dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan

Page 21: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan

dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan

lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).

Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis

sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa

asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa

penambahan bahan-bahan tersebut. Penyimpangan hasil jika ada merupakan

selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat

diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat

ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran

atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan

dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi,

analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat

kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada

metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan

melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004).

2.3.4 LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantification)

Batas deteksi (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel

yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan

dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan kuantitas

terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat

dan seksama. Dalam analisis, batas deteksi dan batas kuantitasi dapat

dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali kemudian dihitung

simpangan baku respon blanko. Batas deteksi dan kuantitasi juga dapat

dihitung dengan menggunakan garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai

pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a +

bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku

residual (Sy/x) (Harmita, 2004).

LOD=3 x Sy/xb

LOQ=10 x Sy/xb

Page 22: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Ket : Sy/x = Simpangan baku

b = Slope

(Harmita, 2004).

2.3.5 Ketangguhan Metode (ruggedness)

Ketangguhan metode merupakan derajat ketertiruan hasil uji yang

diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal,

seperti laboratorium, analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang

berbeda, dan sebagainya. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak

adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.

Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis suatu sampel yang

homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan

kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi

menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan

hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan

(Harmita, 2004).

2.3.6 Kekuatan (robustness)

Validasi kekuatan suatu metode dapat dilakukan dengan cara

membuat perubahan terus menerus serta mengevaluasi respon analitik dan

efek presisi dan akurasi (Harmita, 2004).

2.4 Uraian Solusi Masalah

Berdasarkan uraian masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka

pengembangan metode analisis diperlukan dalah analisis penentuan penentuan

kadar kaptopril yang lebih efisien dan tervalidasi dengan baik dalam sediaan

farmasi dengan metode potensiometri.

Solusi masalah analisis diuraikan sebagai berikut:

1. Tujuan analisis yang dilakukan adalah sebagai kontrol kualitas sediaan

captopril, dimana dalam pengerjaan analisisnya dituntut dikerjakan dalam

Page 23: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

waktu yang relatif cepat untuk ukuran sampel tertentu. Metode titrimetri

secara iodimetri dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif

lebih lama dibandingkan metode elektrokimia seperti potensiometri, hal ini

dapat mengakibatkan metode analisis iodimetri menjadi tidak efisien

dilakukan untuk kontrol sediaan farmasi. Suatu hasil analisis

pengembangan metode harus memenuhi persyaratan validasi sehingga

pengembangan tersebut dapat diaplikasikan dalam penentuan konsentrasi

captopril.

2. Titrasi potensiometri yang dilakukan berdasarkan reaksi penetralan asam-

basa pada gugus karboksilat (pKa = 3,7) dan gugus thiol (pKa2 = 10),

dimana reaksi didasarkan atas penetralan gugus karboksilat oleh basa dan

memberikan infleksi kurva yang lebih jelas dibandingkan pada gugus thiol

yang tidak memberukan infleksi kurva yang jelas pada titik akhir titrasi

(Ribeiro et al., 2003).

3. Dalam analisis captopril dalam sediaan farmasi seperti tablet, akan

memiliki banyak senyawa interferen yang mempengaruhi hasil analisis,

dimana hasil analisis yang dihasilkan memiliki konsentrasi yang lebih

tinggi dari konsentrasi captopril yang seharusnya, namun dalam titrasi

potensiometri ini tidak ditemukan gangguan dalam analisisnya.

4. Metode titrimetri secara iodimetri sulit ditentukan obyektifitasnya

dikarenakan titik akhir titrasi ditetapkan secara visual. Pada metode

potensiometri, titik akhir titrasi didasarkan pada infleksi kurva titrasi

maupun kurva differensialnya, sehingga validasi dalam hal akurasi dan

presisi dapat ditentukan secara obyektif (Ribeiro et al., 2003).

Page 24: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

BAB III

METODE ANALISIS

3.1 Metode Standar

Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, penetapan kadar captopril

dilakukan dengan metode titrasi iodimetri.

Titran Kalium Iodat 0.1 N : Larutkan 3.567 g Kalium Iodat yang telah

dikeringkan pada suhu 1100C hingga bobot tetap, dalam air hingga 1000,0

mL.

Prosedur : Timbang seksama lebih kurang 300 mg captopril, masukkan ke

dalam labu erlenmeyer bertutup kaca berisi 100 mL air, larutkan, tambahkan

10 mL asam sulfat 3.6 N, 1 g kalium iodida P, dan 2 mL kanji LP. Titrasi

dengan kalium iodat 0.1 N sampai warna biru lemah yang bertahan selama

tidak kurang dari 30 detik. Lakukan penetapan blangko.

1 mL kalium iodat 0.1 N setara dengan 21.73 mg C9H15NO3S

(Depkes RI, 1995).

3.2 Rancangan Metode

Metode yang digunakan dalam analisis ini bertujuan sebagai uji

kuantitatif untuk menetapkan kadar captopril dalam bentuk sediaan tablet.

Metode yang digunakan yaitu titrasi asam basa dengan metode

potensiometri sebagai bentuk pengembangan metode baku penetapan kadar

captopril dengan titrasi iodimetri. Prinsip titrasi potensiometri adalah

pengukuran perbedaan potensial antara elektroda indikator dan elektroda

pembanding selama titrasi.

Dalam analisis ini digunakan sampel sediaan farmasi berupa tablet

captopril, yang mengandung zat aktif captopril dan bebagai zat tambahan

(eksipien) dalam formulasinya. Adanya kandungan berbagai eksipien dalam

sampel tersebut diduga dapat mempengaruhi proses analisis sehingga turut

dapat mempengaruhi kesahihan hasil analisis yang diperoleh. Untuk

Page 25: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

menentukan adanya pengaruh eksipien terhadap hasil analisis kadar

captopril dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan-bahan eksipien

berupa laktosa, mikrokristalin selulosa, crosscarmellose sodium, pati dan

magnesium stearat ke dalam captopril murni dengan konsentrasi eksipien

minimal 20 kali lebih besar dari konsentrasi captopril yang digunakan

kemudian dianalisis untuk ditentukan kadarnya.

Hasil analisis yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan analisis

captopril murni untuk melihat apakah terdapat perbedaan hasil yang

diperoleh antara placebo dengan captopril murni dalam medium yang sama.

Apabila terdapat perubahan hasil yang signifikan (>2%), maka dapat

dikatakan bahwa eksipien yang terkandung dalam sediaan farmasi dapat

mengganggu analisis, sehingga perlu dilakukan pemisahan (USP, 2008).

Jika hasil yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan,

maka analit dapat dianalisis tanpa melalui proses pemisahan eksipiennya.

Pada metode ini, tidak terdapat interferensi dari eksipien pada sampel

terhadap hasil pendeteksian oleh detektor, sehingga tidak diperlukan proses

pemisahan.

3.3 Pelaksanaan Pengembangan Metode

3.3.1 Alat dan Bahan

Alat :

- Labu ukur

- Pipet volume

- Erlenmeyer

- Pipet tetes

- Ball filler

- Beaker glass

- Buret

- Elektrode Indikator

Selektif Ion

Page 26: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Bahan :

- NaOH 0,02 M

- NaNO3

- Serbuk captopril baku

- Tablet sampel captopril

3.3.2 Preparasi Larutan Stok Captopril 0,1 M

Diketahui : BM captopril = 217,28 g/mol

Volume yang dibuat = 25 mL

M =

gMr

x1000V (mL)

0,1 M =

g217 ,28 g/mol

x100025 mL

g = 0,54 gram

Ditimbang 0,54 gram serbuk captopril kemudian dimasukkan ke

dalam beaker glass. Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk hingga

larut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan

aquadest hingga tanda batas dan digojog hingga homogeny (Ribeiro et al.,

2003).

3.3.3 Preparasi Larutan NaOH 0,02 M

Diketahui : BM NaOH = 40 g/mol

Volume yang dibuat = 100 mL

M =

gMr

x1000V (mL)

0,02 M =

g40 g /mol

x1000100 mL

g = 0,08 gram

Page 27: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Ditimbang NaOH sebanyak 0,08 g dalam beaker glass dan

ditambahkan aquadest secukupnya. Diaduk hingga NaOH terlarut sempurna

kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest

ad 100 mL dan digojog hingga homogen. Larutan baku NaOH 0,02 M harus

distandardisasi terlebih dahulu sebelum digunakan (Ribeiro et al., 2003).

3.3.4 Prosedur Analisis Sampel Tablet Captopril

Ditimbang sebanyak 15 tablet sampel captopril dan dihitung bobot

rata – rata tablet. Tablet sampel kemudian digerus dan ditimbang sejumlah

serbuk yang setara dengan 217,3 mg captopril. Selanjutnya serbuk sampel

dilarutkan dalam 40 mL air dan disonifikasi selama 20 menit dengan alat

ultrasonic. Larutan sampel kemudian disaring dan diatur kekuatan ionik

larutan hingga 0,5 M dengan penambahan NaNO3. Larutan sampel

selanjutnya disaring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.

Ditambahkan aquadest ad 100 mL dan digojog hingga homogeny (Ribeiro

et al., 2003).

Larutan sampel kemudian dipipet sebanyak 15 mL dan dan

dimasukkan ke dalam wadah gelas bersuhu (25±0,1)0C kemudian dititrasi

secara potensiometri dengan larutan standar NaOH 0,02 M (Kekuatan ionik

larutan diatur hingga 0,5 M dengan penambahan NaNO3). Dicatat nilai

potensial yang muncul pada alat setiap penambahan volume tertentu pentiter

(Ribeiro et al., 2003).

Page 28: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

BAB IV

PEMBAHASAN HASIL DAN VALIDASI

Captopril merupakan asam dibasic yang memiliki konstanta disosiasi pK1 =

3,7 (gugus karboksil) dan pK2 = 9,8 (gugus thiol). Secara umum, kurva titrasi

suatu asam poliprotik akan dipengaruhi oleh konstanta disosiasinya, dimana

secara teoritis masing-masing atom hidrogen yang mampu bereaksi dengan titran

dan membentuk ion akan menghasilkan suatu titik infleksi. Dalam titrasi asam

poliprotik, untuk memperoleh titik infleksi yang terpisah dengan jelas maka

perbandingan nilai konstanta disosiasi antar atom hidrogen harus lebih besar

minimal sebesar 104 (K1/K2>104) atau selisih nilai pKa harus berbeda minimal 4

satuan (pKa2-pKa1>4) (Day dan Underwood, 1998).

Berdasarkan nilai pK1 dan pK2 captopril, dapat disimpulkan bahwa pada

kurva titrasi akan terjadi lonjakan potensial yang jelas untuk titik ekivalen pertama

(k1 = 2 x 10-4) yaitu dari gugus karboksil dan hubungan antara k1/k2 = 106 (pK2 -

pK1 = 6). Namun, captopril merupakan asam yang sangat lemah dalam kaitannya

dengan gugus thiolnya (k2 = 10-10) sehingga titik infleksi dari gugus thiol tidak

akan menunjukkan lonjakan potensial yang jelas (Ribeiro et al., 2003).

Kurva titrasi akan dipengaruhi oleh nilai pKa dari masing-masing gugus

yang mampu menghasilkan ion dan kemudian bereaksi dengan titran. Ketajaman

titik infleksi yang dihasilkan oleh masing-masing gugus tersebut akan dipengaruhi

oleh nilai pKa gugus itu sendiri. Ketajaman titik infleksi akan semakin menurun

seiring dengan semakin meningktnya nilai pKa atau semakin lemahnya kekuatan

suatu asam, oleh karena itu ketika nilai pKa suatu gugus semakin besar maka titik

ekivalennya semakin sulit untuk dideteksi.

Page 29: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Gambar 4. Kurva Titrasi umum berdasarkan nilai pKa

Gambar 4. (a) Kurva Titrasi Potensiometri dari Captopril pada Sampel dengan

Larutan NaOH, (b) Plot Derivat Pertama oleh Autotitrator (Ribeiro et al., 2003).

Gambar (a) menunjukkan kurva titrasi potensiometri dengan hanya satu titik

infleksi (perubahan atau lonjakan). Titik infleksi yang tajam tersebut merupakan

titik infleksi dari gugus karboksil yang memiliki nilai pKa 3,7 sedangkan gugus

thiol dengan nilai pKa 9,8 tifak memberikan titik infleksi yang terlihat jelas

karena kekuatan keasamannya yang sangat lemah. Pada metode potensiometri

yang digunakan, titik akhir titrasi cukup jelas untuk memberikan kurva titrasi

Page 30: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

potensiometri dalam bentuk yang memuaskan untuk deteksi titik akhir yang

akurat dan reprodusibel. Waktu yang dibutuhkan untuk analisis captopril (setelah

penyiapan sampel) dalam analisis formulasi sediaan tablet dengan metode

potensiometri adalah 8 menit per sampel (Ribeiro et al., 2003).

Gambar (b) menunjukkan turunan pertama dari kurva titrasi potensiometri

yang dihasilkan oleh algoritma internal dari autotitrator. Evaluasi kurva titrasi

potensiometri oleh autotitrator yang berjalan secara otomatis menghasilkan suatu

titik akhir yang akurat.

Tabel 4. Perbedaan Nilai Perolehan Kembali dan RSD antara Metode

Potensiometri dan Metode Standar (Titrasi Iodimetri) dari Captopril Baku dan

Sediaan Farmasi (Tablet) (Ribeiro et al., 2003).

Dari nilai perolehan kembali dan simpangan baku relatif hasil analisis

penetapan kadar captopril dengan metode potensiometri diperoleh data bahwa

tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis kadar captopril

dengan metode baku titrasi iodimetri dengan hasil analisis dengan menggunakan

metode potensiometri. Oleh karena itu metode potensiometri ini dapat dikatakan

sesuai sebagai suatu bentuk pengembangan metode dalam analisis penetapan

kadar captopril pada sediaan farmasi.

Page 31: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Pada tahap validasi metode analisis, akurasi dan presisi metode

potensiometri ini ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi, dimana

pada metode ini sampel dianalisis kemudian sejumlah tertentu analit murni

ditambahkan ke dalam sampel lalu dianalisis kembali. Selisih kedua hasil

kemudian dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004). Data

hasil analisis menunjukkan bahwa % perolehan kembali yang diperoleh mendekati

100% dengan standar deviasi sebesar 0,48-0,85. Hal tersebut menunjukkan bahwa

metode potensiometri ini telah memenuhi persyaratan akurasi dan presisi yang

diinginkan. Sedangakn batas deteksi dari metode yang dilakukan adalah 180

mg.mL-1 (Ribeiro et al., 2003).

Tabel 5. Nilai Perolehan Kembali Captopril dalam Sediaan Farmasi (Tablet)

(Ribeiro et al., 2003).

Page 32: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Dibandingkan dengan metode penetapan kadar captopril lainnya yang

membutuhkan instrumentasi, reagen, tindakan pencegahan dan pengalaman

yang khusus, metode usulan titrasi potensiometri menggunakan elektroda

pH kaca mempunyai keuntungan, yaitu operasi instrumen yang sederhana,

respon yang selektif, cepat, murah, dan cukup akurat untuk melakukan

penetapan kadar captopril dalam sediaan farmasi.

5.2 Metode titrasi potensiometri ini dapat digunakan sebagai bentuk

pengembangan metode analisis penetapan kadar captopril dalam sediaan

farmasi dimana metode ini tidak memberikan perbedaan hasil yang

signifikan dengan metode standar titrasi iodimetri serta memenuhi

persyaratan validasinya.

Page 33: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

DAFTAR PUSTAKA

Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta :

Erlangga.

Day, R.A dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6.

Jakarta : Erlangga.

Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Fox, M. A. and J. K. Whitesell. 2004. Organic Chemistry. Third Edition. London :

Jones and Bartlett Publishers, Inc.

Grzybkowski, W. 2002. Conductometric and Potensiometric Titration. Available

at http://www.pg.gda.pl/chem/Dydaktyka/Fizyczna/chf_epm_adm_06.pdf

Diunduh pada tanggal 1 Maret 2013.

Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.

Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No. 3 : 117 – 135.

Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. USA : The McGraw Hill

Company.

Jeffery, G. H., J. Basset., J. Mendham. and R. C. Denney. 1989. Vogel’s Textbook

of Quantitative Chemical Analysis. London : Longman Group UK.

Kar, A. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis. New Delhi : New Age International

Publishers.

Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.

Nielsen, S. S. 2010. Food Analysis. 4th Edition. New York : Springer

Moffat, A. C., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs

and Poisons. London : Pharmaceutical Press.

Moustafa, M. H. 2005. Equilibrium Studies of Captopril and Its Biological Iron

(II) and Zinc (II) Binary Complexes. Ass. Univ. Bull. Environ. Res. Vol. 8,

No. 103 – 114.

Ribeiro, P. R. da S., A. O. Santini, H. R. Pezza and L. Pezza. 2003. Potentiometric

Determination of Captopril in Pharmaceutical Formulations. Ecl. Quim.,

Vol. 28 (1) : 39 – 44.

Page 34: PMA_Potentiometric Determination Captopril Pharm Form

Roth, H. J. dan G. Balschke. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Sexto, A. and E. Iglesias. 2011. S-Nitrosocaptopril Formation in Aqueous Acid

and Basic Medium : Vasodilator and Angiotensin Converting Enzyme

Inhibitor . Org Biomol Chem. Vol. 9 (20) : 7207 – 7216.

Skoog, D. A. and D. M. West. 1980.Principles of Instrumental Analysis. Second

Edition. Philadelphia : Saunders College.

Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. London :

Pharmaceutical Press.

United State of Pharmacopeia. 2008. 32th Editions. Rockville: United States

Pharmacopeial Convention, Inc.

Watson, D. G. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.