Upload
ivankopler
View
363
Download
8
Tags:
Embed Size (px)
DESCRIPTION
pengembangan metode analisis alkemi potensiometri
Citation preview
PENGEMBANGAN METODE ANALISIS
POTENTIOMETRIC DETERMINATION OF CAPTOPRIL IN
PHARMACEUTICAL FORMULATIONS
OLEH :
Ida Bagus Putu Natha K. (1008505037)
M. Ifan Iswandi (1008505042)
Putu Hediarta Widiana P. (1008505080)
Priwitri Sanjiwani (1008505091)
Ni Made Ayu Pradnyani D. (1008505092)
Lintang Herlinaningtyas (1008505093)
Heidy Putri Gunarsih (1008505096)
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS UDAYANA
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Captopril merupakan suatu ACE inhibitor yang umumnya digunakan
dalam penanganan kasus hipertensi, gagal jantung, infark myokardial dan
nephropathy diabetic (Sweetman, 2009). Penggunaan captopril yang
semakin luas menyebabkan metode analisis dalam penetapan kadar captopril
semakin berkembang pesat, dimana dibutuhkan suatu metode analisis yang
akurat, efisien, cepat dan mampu memberikan hasil yang reprodusibel.
Penetapan kadar captopril berdasarkan Farmakope Indonesia edisi IV
disebutkan bahwa dengan menggunakan metode titrasi iodimetri. Titrasi
iodimetri merupakan metode titrasi langsung menggunakan larutan iodium
untuk mengoksidasi reduktor – reduktor yang dapat dioksidasi secara
kuantitatif pada titik ekivalennya (Day dan Underwood, 1981). Titik akhir
titrasi dapat diketahui dengan menggunakan indikator amilum atau larutan
kanji, dimana titik akhir titrasi ditunjukkan dengan terjadinya perubahan
warna larutan menjadi biru lemah yang bertahan selama 30 detik (Depkes
RI, 1995).
Durasi perubahan warna yang terjadi sangat singkat sehingga peluang
terjadinya galat misalnya galat personal cukup besar. Selain itu, hal lain
yang umumnya menyebabkan kesalahan dalam titrasi yang melibatkan iod
adalah kehilangan iod yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang
cukup berarti dan larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara
(Day dan Underwood, 1981). Oleh karena itu perlu dilakukan suatu
pengembangan metode analisis yang telah ada untuk memperoleh metode
analisis yang relatif sederhana, akurat, cepat, biaya yang rendah, efisien dan
mampu menghasilkan hasil yang reprodusibel sebagai metode alternatif
yang dapat digunakan untuk penetapan kadar captopril.
Metode elektrometri dapat digunakan sebagai pengembangan metode
analisis sederhana seperti titrasi, hal ini dikarenakan metode semi –
sederhana memiliki akurasi dan spesifitas yang lebih tinggi. Metode
elektrometri memungkinkan untuk menganalisis analit dengan konsentrasi
yang sangat kecil di dalam sampel, yang umumnya tidak dapat dianalisis
dengan metode analsis alkemi secara seksama (Roth dan Balschke, 1994).
Potensiometri merupakan salah satu metode pengembangan yang
dapat digunakan dalam penetapan kadar captopril dengan cara menentukan
aktivitas ion melalui pengukuran bebas arus potensial elektrik antara
elektroda indikator dan elektroda pembanding. Titik ekivalen pada metode
ini ditunjukkan dengan perubahan secara signifikan potensial listrik yang
terjadi antara elektroda pembanding dan elektroda pengukur. Beberapa
keuntungan dari metode potensiometri ini antara lain waktu yang singkat,
sederhana, biaya yang rendah, hasil yang sahih serta mudah dalam
penggunaannya dan perawatannya (Rot dan Balschke, 1994).
1.2 Tujuan
1.2.1 Mengembangkan metode analisis yang sederhana, presisi, cepat, dan
murah dengan metode potensiometri dalam menetapkan kadar captopril
dalam bentuk sediaan farmasi.
1.2.2 Mengembangkan metode analisis penentuan kadar kaptopril yang lebih
efisien dan tervalidasi dengan baik dalam sediaan farmasi dengan metode
potensiometri
1.3 Uraian Masalah
Beberapa prosedur analisis telah banyak digunakan dalam analisis
senyawa captopril dalam sediaan farmasi dengan metode yang berbeda-beda.
Beberapa diantara metode-metode analisis tersebut adalah elektroforesis
kapiler, kromatografi, polarografi, voltametri, coulometri, konduktometri,
kolorimetri, dan beberapa metode analisis lainnya. Beberapa diantara metode-
metode tersebut memiliki prosedur yang tidak mudah dilakukan dan rumit,
termasuk juga instrumen pendukung analisis yang memiliki harga tinggi
(Ribeiro et al., 2003)
Potensiometri merupakan salah satu metode pengembangan yang dapat
digunakan dalam penetapan kadar captopril dengan cara menentukan aktivitas
ion melalui pengukuran bebas arus potensial elektrik antara elektroda
indikator dan elektroda pembanding (Rot dan Balschke, 1994). Dalam
potensiometri telah digunakan Ion-selective membranes (ISE’s) yang dapat
menghasilkan hasil analisis yang baik dan mudah dalam penentuan
konsentrasi captopril dalam sediaan farmasi karena kemampuannya yang
handal dalam mentukan secara langsung jenis ion yang dianalisis dalam
larutannya.
Penentuan kadar captopril dalam sediaan farmasi secara potensiometri
pada dasarnya adalah penentuan aktifitas gugus asam yang terdisosiasi dalam
larutan mengashilkan ion H+, sehingga tujuan dari analisis ini adalah
melakukan uji potensiometri berdasarkan reaksi netralisasi gugus karboksil
dengan titran basa.
Analisis potensiometri yang dilakukan dalam penentuan konsentrasi
captopril memiliki beberapa masalah anlitik yang diantaranya adalah:
1.3.1 Tujuan analisis adalah langkah kontrol kualitas sediaan farmasi,
sehingga diperlukan metode yang lebih efisien dan memenuhi
persyaratan validasi.
1.3.2 Captopril memiliki dua nilai disosiasi yan berbeda pada gugus thiol
(pKa 9,8) dan gugus karboksil (pKa 3,7) sehingga memiliki pH yang
berbeda.
1.3.3 Penetapan kadar captopril dalam sediaan farmasi dapat dipengaruhi
oleh pengganggu dari matriks sampel.
1.3.4 Penetapan titik akhir titrasi menggunakan indikator warna bersifat
subyektif, sehingga dapat mempengaruhi validasi hasil analisis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensiometri
2.1.1 Teori Potensiometri
Reaksi yang terjadi dalam potensiometri adalah penambahan atau
pengurangan ion dengan jenis elektrodanya. Potensial reaksi dihitung
dengan menambahkan sedikit demi sedikit volume titran secara berturut
turut (Khopkar, 2003). Ion yang dapat dititrasi dan potensial diukur untuk
mengetahui titik ekivalen titrasi. Hal ini diterapkan terhadap semua jenis
reaksi yang sesuai untuk analisa titrimetri (Day and Underwood, 1998).
Saat logam M dicelupkan ke dalam suatu larutan yang terdiri dari
ion – ion Mn+, maka potensial elektrodanya dapat ditentukan berdasarkan
persamaan Nernst.
E = Eθ+(RT/nF ) ln αMn+
Dimana, EƟ adalah sebuah konstanta potensial elektroda standar
dari logam tersebut. E dapat diukur dengan mengkombinasikan elektroda
dengan elektroda pembanding. Dengan mengetahui nilai potensial dari
elektroda pembanding, maka dapat besarnya potensial elektroda indikator
dapat ditentukan, sehingga dapat diukur aktivitas ion dari logam dalam
larutan tersebut. Dalam larutan yang encer, aktivitas ion yang terukur
sebanding dengan konsentrasi ion dalam larutan tersebut. Pada larutan
yang lebih pekat, aktivitas ion yang terukur sebanding dengan
konsentrasi larutan tersebut (Jeffery et al, 1989).
Elektroda potensial standar merupakan sebuah konstanta fisik
yang penting yang memberikan informasi kualitatif dari jalannya
setengah reaksi. Elektroda potensial standar dapat ditentukan secara
langsung berdasarkan pengukuran voltase dari suatu sel elektrokimia
dimana hidrogen atau acuan elektroda lain tergabung dengan sebagian sel
elektrokimia lainnya (Skoog, 1980).
Dasar potensiometer adalah pengukuran tegangan yang tidak
diketahui dengan cara membandingkannya terhadap tegangan yang
diketahui, dimana tegangan yang diketahui disuplai dari sebuah sel
standar atau sumber tegangan referensi yang diketahui (Skoog, 1980).
Tabel 1. Elektroda potensial standar (Skoog, 1980).
Prosedur yang menggunakan pengukuran tunggal dari potensial
elektroda dalam penetapan konsentrasi ion pada sebuah larutan disebut
dengan potensiometri langsung. Jenis elektroda yang besar potensialnya
tergantung dengan konsentrasi ion yang akan ditetapkan disebut
elektroda indikator, dan apabila ion yang akan ditetapkan secara
langsung termasuk ke dalam reaksi elektroda maka disebut sebagai
elektroda jenis pertama. Sedangkan bila konsentrasi ion tidak secara
langsung terkait dengan reaksi elektroda maka disebut dengan elektroda
jenis kedua (Jeffery et al, 1989).
Titrasi potensiometri merupakan metode analisis secara titrimetri
dengan prinsip pengukuran potensial sel terhadap penambahan sejumlah
tertentu titran yang konsemtrasinya telah diketahui untuk menentukan
titik akhir titrasi secara lebih akurat dibandingkan dengan metode titrasi
konvensional (Kar, 2005). Metode ini sendiri lebih terfokus pada
perbedaan nilai potensial dibandingkan nilai potensial itu sendiri (Jeffery
et al, 1989). Instrumen dalam titrasi potensiometri dapat digambarkan
sebagai berikut :
Gambar 3. Alat Potensiometri (Kar, 2005).
Ket. : A = Elektroda Pembanding
B = Elektroda Indikator
C = Burret
D = pH meter dengan skala mV
E = Magnetic stirrer
Dalam prakteknya, pada tahap awal titrasi titran ditambahkan
perlahan ke dalam larutan uji dalam volume yang cukup besar, kemudian
seiring dengan perubahan nilai potensial yang semakin besar tiap
penambahan titran yang menandai semakin dekatnya titik akhir titrasi,
volume titran yang ditambahkan dikurangi perlahan hingga mencapai 0,1
mL tiap penambahan titran. Pada tiap penambahan titran perlu diberikan
jeda waktu yang cukup sehingga kesetimbangan reaksi dapat tercapai
atau dengan menggunakan magnetic stirrer untuk mempercepat
tercapainya kesetimbangan reaksi (Kar, 2005).
Pada metode titrasi potensiometri, titik akhir titrasi dapat
ditentukan dengan melihat titik dimana terjadi perubahan nilai potensial
yang signifikan (titik infleksi) pada kurva yang menghubungkan antara
potensial dengan volume titran yang ditambahkan. Pada metode ini,
derajat akurasi dan presisi dimana titik infleksi dapat ditentukan
dipengaruhi oleh jumlah data yang dikumpulkan pada daerah disekitar
titik akhir titrasi (Kar, 2005).
Gambar 1. (a) Kurva titrasi eksperimental (Kurva sigmoid); (b) Kurva titrasi
derivat pertama (Kar, 2005).
Gambar 2. Kurva titrasi derivat kedua (Kar, 2005).
Penentuan titik ekivalen titrasi potensiometri dengan cara
diferensial dilakukan dengan membuat kurva turunan pertama dan
turunan kedua atau kurva differensial. Kurva derivat pertama dibuat
dengan menghitung kenaikan potensial per satuan kenaikan volume titran
(Δ mV/Δ V), kemudian perbandingan Δ mV/Δ V disajikan dalam bentuk
grafik sebagai fungsi dari volume titran yang digunakan. Kurva turunan
pertama akan memberikan nilai maksimum, sesuai pada titik infleksi
(titik dimana terjadi lonjakan perubahan potensial) kurva titrasi yang juga
menunjukkan titik akhir titrasi.
Kurva derivat kedua dibuat dengan menghitung (Δ 2mV/Δ V2),
kemudian perbandingan (Δ 2mV/Δ V2) disajikan dalam bentuk grafik
sebagai fungsi dari volume titran yang ditambahkan. Kurva turunan
kedua memberikan nilai tepat nol pada titik dimana kurva turunan
pertama memberikan nilai maksimum (titik infleksi) sehingga penentuan
titik akhir titrasi yang dihasilkan lebih akurat (Kar, 2005).
2.1.2 Elektroda
Tingkat akurasi, presisi, dan efektivitas suatu pengukuran secara
potensiometri turut dipengaruhi oleh jenis elektroda yang digunakan.
Secara umum, elektroda dapat dibagi menjadi elektroda pembanding dan
elektroda indikator. Elektroda pembanding merupakan elektroda yang
potensialnya tidak tergantung pada konsentrasi ion yang ditetapkan (Kar,
2005).
Beberapa contoh elektroda pembanding antara lain :
a. Elektroda Kalomel
Elektroda kalomel ini terdiri dari kawat platina, merkuri dan
kalomel yang dilapisi dengan larutan kalium klorida dengan
konsentrasi tertentu (0,1 M; 1 M; atau jenuh). Potensial elektroda ini
dipengaruhi oleh ion klorida dalam larutan. Reaksi yang terjadi pada
elektroda kalomel adalah sebagai berikut:
Hg2Cl2 (s) + 2e ⃗ 2Hg(l) + 2Cl-
(Jeffery et al, 1989).
Berdasarkan persamaan Nernst, potensial elektroda
digambarkan sebagai berikut :
E=E0
Hg2Cl2/ Hg−0 , 05922
log(1 )[Cl− ]2
1
(Kar, 2005).
Keuntungan elektrode ini adalah konsentrasi Cl- tidak
mengalami perubahan yang signifikan bahkan ketika sebagian pelarut
menguap (Kar, 2005).
b. Elektroda Perak – Perak Klorida
Elektroda ini terdiri dari kawat perak atau kawat platina yang
dilapisi perak klorida dan dicelup ke dalam larutan kalium klorida
yang konsentrasinya diketahui. Reaksi yang terjadi pada elektroda ini
adalah sebagai berikut:
AgCl (s) + e ⃗ Ag(s) + Cl-
(Jeffery et al, 1989).
Berdasarkan persamaan Nernst, potensial elektroda
digambarkan sebagai berikut :
E=E0
AgCl / Ag+−0 , 0592
1log
[ Cl− ]1
(Kar, 2005).
c. Elektroda Hidrogen Standar
Elektroda hidrogen standar terdiri dari elektroda platina yang
dicelupkan dalam larutan dimana aktivitas ion hidrogennya bernilai 1
dan tekanan gas hydrogen yang digunakan sebesar 1 atm.
Gambar 3. Elektrode Hidrogen Standar (Kar, 2005).
Elektroda hidrogen standar dan indikator setengah sel
dihubungkan oleh jembatan garam.
Pt(s), H2(g) 1 atm | H+(aq) α = 1 ||
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
2H+(aq) + e H2(g)
(Harvey, 2000).
Elektroda indikator merupakan elektroda yang potensialnya
tergantung pada konsentrasi ion yang akan ditetapkan, dan dapat dibagi
menjadi 2 jenis yaitu elektroda logam dan elektroda membran. Salah satu
contoh elektroda membran adalah elektroda ion selektif (Skoog dan
West, 1980).
a. Elektroda Membran/ Elektroda Selektif Ion
Prinsip elektroda ini adalah potensial terjadi karena adalanya
perbedaan muatan dari masing-masing sisi membran khusus.
Perbedaan muatan pada masing-masing sisi membran tersebut
dipantau tepat pada kesetimbangan reaksi yang melibatkan ion analit,
dan dipengaruhi oleh konsentrasi ion-ion yang ada dalam larutan.
Elektroda ini menggunakan suatu membran yang bereaksi secara
selektif dengan ion tunggal.
Ref(samp) || [A]samp | [A]int || Ref(int)
Nilai potensial sel dapat digambarkan sebagai berikut:
Esel = ERef (Int) – ERef (Samp) + Emem + Elj
Emem merupakan potensial yang melewati membran, dan karena
nilai potensial jembatan cair dan elektroda pembanding adalah
konstan, sehingga perubahan nilai potensial sel disebabkan oleh
potensial membran.
Interaksi analit dengan membran menghasilkan suatu potensial
membran ketika terdapat perbedaan konsentrasi analit pada masing –
masing sisi membran yang berbeda. Potensial membran merupakan
hasil interaksi kimia antara analit dengan permukaan membran,
dimana potensial membran ini sebanding dengan konsentrasi ion-ion
dari larutan sampel yang mampu berinteraksi dengan sisi aktif dari
permukaan membran.
Salah satu sisi membran akan kontak dengan larutan internal yang
mengandung analit dalam konsentrasi tertentu, sementara itu sisi membran
lainnya kontak dengan larutan sampel. Arus listrik kemudian dialirkan
melewati membran dengan perpindahan baik analit maupun ion yang
terdapat dalam matriks membran. Potensial membran kemudian ditentukan
melalui persamaan Nernst (Harvey, 2000).
Elektroda Membran dapat dibedakan menjadi elektrode membran
gelas, elektrode membran polimer cair, elektroda membran kristalin, dan
elektroda pendeteksi gas (Kar, 2005).
- Elektroda Gelas Ion Selektif
Elektroda gelas ion selektif mengandung 22% Na2O, 6% CaO,
dan 72% SiO2. Ketika elektroda ini dicelupkan dalam larutan berair,
lapissan luar dari membran mengalami hidrasi, sehingga membentuk
lapisan yang bermuatan ion negatif. Ion natrium yang memiliki
kemampuan melewati lapisan terhidrasi berperan sebagai counter ion.
Ion hidrogen dari larutan kemudian berdifusi melewati membran,
karena ion ini mampu berikatan lebih kuat dengan membran
dibandingkan dengan Na+, maka ion H+ akan menggantikan posisi ion
natrium, sehingga meningkatkan selektivitas membran terhadap ion
H+. Potensial dari elektroda gelas dapat ditentukan pada rentang pH
0,5 – 9 dengan menggunakan persamaan:
Esel = K + 0,05916 log [H+]
Pengukuran dilakukan pada rentang pH tersebut karena apabila
pengukuran dilakukan diluar rentang yang telah ditentukan, elektroda
gelas akan menjadi lebih responsif terhadap kation lain, seperti Na+
dan K+.
(Harvey, 2000).
- Elektroda Membran Kristalin
Elektroda ini menggunakan membran yang terbuat dari
polikristalin atau garam kristal anorganik. Elektroda ini merupakan
elektroda ion selektif yang berdasarkan pada materi kristal anorganik
yang agak sukar larut. Pada elektroda ini muatan dibawa melewati
membran oleh ion Ag+. Reaksi yang terjadi pada elektroda ini di kedua
sisi membran adalah
Ag2S (s) 2Ag+(aq) + S2-
(aq)
(Harvey, 2000).
- Elektroda Membran Polimer Cair
Salah satu contoh elektroda ini adalah elektroda membran polimer
ion kalsium. Pada elektroda ini, kalsium di (n-decyl) fosfat akan
mencapai kesetimbangan dengan ion-ionnya pada setiap permukaan
membran dengan reaksi :
[(RO)2PO2]2Ca 2(RO)2PO2- + Ca2+
(Kar, 2005).
Potensial elektroda dapat digambarkan sebagai berikut :
E=K+ 0 ,05922
log [ Ca2+ ]
(Kar, 2005).
Potensial membran akan dihasilkan ketika terdapat perbedaan
konsentrasi analit di kedua membran, dimana arus listrik dibawa
melewati membran oleh analit (Harvey, 2000).
2.2 Captopril
Gambar 1. Struktur Kimia Captopril (Moffat et al, 2005)
Captopril mengandung tidak kurang dari 97,5% dan tidak lebih dari 102,0%
C9H15NO3S, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Sinonim : 1-[(2S)-3-Merkapto-2-metilpropionil]-L-prolina
(Depkes RI, 1995)
SQ-14225; Captoprilum
(Moffat et al, 2005).
Pemerian : Serbuk hablur putih atau hampir putih, bau khas seperti
sulfida. Melebur pada suhu 1040C – 1100C.
Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam metanol, dalam etanol, dan
dalam kloroform.
(Depkes RI, 1995).
Konstanta disosiasi : pKa 3,7 (karboksil) ; 9,8 (thiol)
Koefisien partisi : log P (oktanol/air) 0,34
(Moffat et al., 2005).
Penetapan Kadar
Titran Kalium Iodat 0.1 N : Larutkan 3.567 g Kalium Iodat yang telah
dikeringkan pada suhu 1100C hingga bobot tetap, dalam air hingga 1000,0
mL.
Prosedur : Timbang seksama lebih kurang 300 mg captopril, masukkan ke
dalam labu erlenmeyer bertutup kaca berisi 100 mL air, larutkan, tambahkan
10 mL asam sulfat 3.6 N, 1 g kalium iodida P, dan 2 mL kanji LP. Titrasi
dengan kalium iodat 0.1 N sampai warna biru lemah yang bertahan selama
tidak kurang dari 30 detik. Lakukan penetapan blangko.
1 mL kalium iodat 0.1 N setara dengan 21.73 mg C9H15NO3S
(Depkes RI, 1995).
Molekul captopril adalah derivat mercapto-proline yang mengandung
dua gugus asam yang dapat terionisasi : gugus karboksil (pKa = 3,7) dari
residu prolin dan gugus thiol (pKa = 9,8) dari reaksi propionil sebagian.
Penetapan kadar captopril menggunakan potensiometri dapat dilakukan
karena gugus karboksil dan gugus thiolnya dapat terionisasi (Sexto and
Iglesias, 2011 ; Ribeiro et al., 2003).
Gambar 2. Disosiasi Captopril ; (1) Disosiasi Gugus Karboksil, (2)
Disosiasi Gugus Thiol (Moustafa, 2005).
Reaksi antara thiol dengan NaOH akan menghasilkan anion thiolate
(dan ion hidroksida dalam air).
H3C – SH + -OH H3C – S- + H2O
Thiol Thiolate anion
(pKa = 10)
(Fox and Whitesell, 2004).
Struktur kimia captopril mengandung gugus karboksil dengan nilai
pKa 3,7 digunakan sebagai dasar analisis titrasi potensiometri dalam larutan
berair yang dititrasi dengan basa kuat seperti NaOH, sehingga reaksi yang
terjadi merupakan reaksi asam lemah – basa kuat (Nielsen, 2010). Gugus
karboksil dari captopril akan beraksi dengan NaOH menghasilkan anion
karboksilat :
Gambar 3. Reaksi antara Gugus Karboksil dengan NaOH (Nielsen,
2010).
Reaksi gugus karboksil dari captopril (HA) dan basa kuat (OH-) dalam
larutan dengan jumlah perbandingan mol yang sama pada keadaan
setimbang akan membentuk buffer, yang mana pH buffer dapat diketahui
menggunakan persamaan Henderson – Hasselbalch (Nielsen, 2010).
pH=pKa+log[ A− ][ HA ]
Dimana:
A- : Konsentrasi basa konjugasi captopril sebelum bereaksi
HA : Konsentrasi captopril sebelum bereaksi
Sebelum titik ekivalen tercapai, konsentrasi dari asam lemah (HA) yang
tidak bereaksi adalah:
HA=mol [ HA ]awal−molNaOH ditambahkan
volume total
Dan konsentrasi dari basa konjugasi (A-):
A−=molNaOHditambahkan
volume total
(Nielsen, 2010).
2.3 Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis merupakan suatu tindakan penilaian terhadap
parameter tertentu, berdasarkan percobaan laboratorium untuk membuktikan
bahwa parameter tersebut memenuhi persyaratan untuk penggunaannya.
Dalam suatu metode analisis, beberapa parameter yang harus
dipertimbangkan antara lain:
2.3.1 Kecermatan (accuracy)
Kecermatan merupakan ukuran yang menunjukkan derajat kedekatan
hasil analisis dengan kadar analit yang sebenarnya. Kecermatan hasil
analisis dipengaruhi oleh sebaran galat sistematik dalam keseluruhan tahap
analisis. Untuk memperoleh kecermatan yang tinggi, dapat dilakukan
dengan cara mengurangi galat sistematik seperti dengan menggunakan
peralatan yang telah dikalibrasi, menggunakan pereaksi dan pelarut yang
baik, pengontrolan suhu, serta pelaksanaannya yang cermat, taat asas sesuai
prosedur (Harmita, 2004).
Kecermatan dapat ditentukan dengan dua cara yaitu metode simulasi
(spiked – placebo recovery) dan metode penambahan baku (standard
addition method). Dalam metode simulasi (spiked – placebo recovery),
sejumlah analit bahan murni ditambahkan ke dalam campuran bahan
pembawa sediaan farmasi (plasebo) kemudian campuran tersebut dianalisis
dan hasilnya dibandingkan dengan kadar analit yang ditambahkan (kadar
sebenarnya). Sedangkan dalam metode penambahan baku, sampel dianalisis
kemudian sejumlah tertentu analit uji ditambahkan ke dalam sampel lalu
dianalisis kembali. Selisih kedua hasil kemudian dibandingkan dengan
kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004).
Kecermatan dalam analisis dinyatakan sebagai persen perolehan
kembali (recovery) analit yang ditambahkan. Perolehan kembali dapat
ditentukan dengan cara membuat dengan cara membuat sampel plasebo
yang mengandung eksipien obat atau matriks biologi yang digunakan,
kemudian ditambah analit dengan konsentrasi tertentu (umumnya 80% -
120% dari kadar analit yang diperkirakan), kemudian dianalisis dengan
metode yang akan divalidasi (Harmita, 2004).
Tetapi bila tidak memungkinkan membuat sampel plasebo karena
matriksnya tidak diketahui maka dapat dipakai metode adisi (standard
addition method). Perhitungan perolehan kebali dapat ditetapkan dengan
rumus :
% Perolehan Kembali =
CF−C A
C¿
A
Keterangan :
CF = Konsentrasi total sampel yang diperoleh dari pengukuran
CA = Konsentrasi sampel sebenarnya
C*A = Konsentrasi analit yang ditambahkan
(Harmita, 2004).
Rentang kesalahan yang diinjinkan dalam analisis untuk setiap
konsentrasi analit pada matriks dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 2. Rentang Kesalahan Perolehan Kembali yang Diinjinkan
(Harmita, 2004).
2.3.2 Keseksamaan (precision)
Keseksamaan adalah ukuran yang menunjukkan derajat kesesuaian
antara hasil uji individual yang diukur melalui penyebaran hasil uji
individual dari rata-rata jika prosedur dilakukan secara berulang pada
sampel-sampel yang akan dianalisis (Harmita, 2004).
Keseksamaan dapat dinyatakan sebagai keterulangan (repeatability)
atau ketertiruan (reproducibility). Keterulangan adalah keseksamaan metode
jika dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dan
dalam interval waktu yang pendek, sedangkan ketertiruan adalah
keseksamaan metode jika dikerjakan pada kondisi yang berbeda misalnya
analisis yang dilakukan pada laboratorium yang berbeda serta menggunakan
peralatan, pereaksi, pelarut, dan dikerjakan oleh analis yang berbeda pula
(Harmita, 2004).
Percobaan keseksamaan dilakukan terhadap minimal enam replika
sampel yang diambil dari campuran sampel dengan matriks yang homogen.
Sebaiknya keseksamaan ditentukan terhadap sampel sebenarnya yaitu
berupa campuran dengan bahan pembawa sediaan farmasi (plasebo) untuk
melihat pengaruh matriks pembawa terhadap keseksamaan hasil analisis.
Keseksamaan diukur sebagai simpangan baku atau simpangan baku relatif
(koefisien variasi) dan kriteria seksama diberikan jika metode memberikan
simpangan baku relatif atau koefisien variasi 2% atau kurang (Harmita,
2004).
KV =
SDx
x 100%
(Harmita, 2004).
Akan tetapi kriteria ini tidak mutlak, melainkan tergantung pada
konsentrasi analit yang dianalisis, jumlah sampel, dan kondisi laboratorium
(Harmita, 2004).
Tabel 3. Rentang kepercayaan yang diberikan dari penetapan RSD (Harmita,
2004).
2.3.3 Selektivitas (Spesifisitas)
Selektivitas atau spesifisitas merupakan kemampuan suatu metode
dalam mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya
komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel. Selektivitas dapat
dinyatakan sebagai derajat penyimpangan (degree of bias) metode yang
dilakukan terhadap sampel yang mengandung bahan yang ditambahkan
berupa cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa asing lainnya, dan
dibandingkan terhadap hasil analisis sampel yang tidak mengandung bahan
lain yang ditambahkan (Harmita, 2004).
Selektivitas metode ditentukan dengan membandingkan hasil analisis
sampel yang mengandung cemaran, hasil urai, senyawa sejenis, senyawa
asing lainnya atau pembawa plasebo dengan hasil analisis sampel tanpa
penambahan bahan-bahan tersebut. Penyimpangan hasil jika ada merupakan
selisih dari hasil uji keduanya. Jika cemaran dan hasil urai tidak dapat
diidentifikasi atau tidak dapat diperoleh, maka selektivitas dapat
ditunjukkan dengan cara menganalisis sampel yang mengandung cemaran
atau hasil uji urai dengan metode yang hendak diuji lalu dibandingkan
dengan metode lain untuk pengujian kemurnian seperti kromatografi,
analisis kelarutan fase, dan Differential Scanning Calorimetry. Derajat
kesesuaian kedua hasil analisis tersebut merupakan ukuran selektivitas. Pada
metode analisis yang melibatkan kromatografi, selektivitas ditentukan
melalui perhitungan daya resolusinya (Rs) (Harmita, 2004).
2.3.4 LOD (Limit of Detection) dan LOQ (Limit of Quantification)
Batas deteksi (LOD) merupakan jumlah terkecil analit dalam sampel
yang dapat dideteksi yang masih memberikan respon signifikan
dibandingkan dengan blangko. Batas kuantitasi (LOQ) merupakan kuantitas
terkecil analit dalam sampel yang masih dapat memenuhi kriteria cermat
dan seksama. Dalam analisis, batas deteksi dan batas kuantitasi dapat
dihitung dengan mengukur respon blanko beberapa kali kemudian dihitung
simpangan baku respon blanko. Batas deteksi dan kuantitasi juga dapat
dihitung dengan menggunakan garis regresi linier dari kurva kalibrasi. Nilai
pengukuran akan sama dengan nilai b pada persamaan garis linier y = a +
bx, sedangkan simpangan baku blanko sama dengan simpangan baku
residual (Sy/x) (Harmita, 2004).
LOD=3 x Sy/xb
LOQ=10 x Sy/xb
Ket : Sy/x = Simpangan baku
b = Slope
(Harmita, 2004).
2.3.5 Ketangguhan Metode (ruggedness)
Ketangguhan metode merupakan derajat ketertiruan hasil uji yang
diperoleh dari analisis sampel yang sama dalam berbagai kondisi uji normal,
seperti laboratorium, analis, instrumen, bahan pereaksi, suhu, hari yang
berbeda, dan sebagainya. Ketangguhan biasanya dinyatakan sebagai tidak
adanya pengaruh perbedaan operasi atau lingkungan kerja pada hasil uji.
Ketangguhan metode ditentukan dengan menganalisis suatu sampel yang
homogen dalam lab yang berbeda oleh analis yang berbeda menggunakan
kondisi operasi yang berbeda, dan lingkungan yang berbeda tetapi
menggunakan prosedur dan parameter uji yang sama. Derajat ketertiruan
hasil uji kemudian ditentukan sebagai fungsi dari variabel penentuan
(Harmita, 2004).
2.3.6 Kekuatan (robustness)
Validasi kekuatan suatu metode dapat dilakukan dengan cara
membuat perubahan terus menerus serta mengevaluasi respon analitik dan
efek presisi dan akurasi (Harmita, 2004).
2.4 Uraian Solusi Masalah
Berdasarkan uraian masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka
pengembangan metode analisis diperlukan dalah analisis penentuan penentuan
kadar kaptopril yang lebih efisien dan tervalidasi dengan baik dalam sediaan
farmasi dengan metode potensiometri.
Solusi masalah analisis diuraikan sebagai berikut:
1. Tujuan analisis yang dilakukan adalah sebagai kontrol kualitas sediaan
captopril, dimana dalam pengerjaan analisisnya dituntut dikerjakan dalam
waktu yang relatif cepat untuk ukuran sampel tertentu. Metode titrimetri
secara iodimetri dalam pengerjaannya memerlukan waktu yang relatif
lebih lama dibandingkan metode elektrokimia seperti potensiometri, hal ini
dapat mengakibatkan metode analisis iodimetri menjadi tidak efisien
dilakukan untuk kontrol sediaan farmasi. Suatu hasil analisis
pengembangan metode harus memenuhi persyaratan validasi sehingga
pengembangan tersebut dapat diaplikasikan dalam penentuan konsentrasi
captopril.
2. Titrasi potensiometri yang dilakukan berdasarkan reaksi penetralan asam-
basa pada gugus karboksilat (pKa = 3,7) dan gugus thiol (pKa2 = 10),
dimana reaksi didasarkan atas penetralan gugus karboksilat oleh basa dan
memberikan infleksi kurva yang lebih jelas dibandingkan pada gugus thiol
yang tidak memberukan infleksi kurva yang jelas pada titik akhir titrasi
(Ribeiro et al., 2003).
3. Dalam analisis captopril dalam sediaan farmasi seperti tablet, akan
memiliki banyak senyawa interferen yang mempengaruhi hasil analisis,
dimana hasil analisis yang dihasilkan memiliki konsentrasi yang lebih
tinggi dari konsentrasi captopril yang seharusnya, namun dalam titrasi
potensiometri ini tidak ditemukan gangguan dalam analisisnya.
4. Metode titrimetri secara iodimetri sulit ditentukan obyektifitasnya
dikarenakan titik akhir titrasi ditetapkan secara visual. Pada metode
potensiometri, titik akhir titrasi didasarkan pada infleksi kurva titrasi
maupun kurva differensialnya, sehingga validasi dalam hal akurasi dan
presisi dapat ditentukan secara obyektif (Ribeiro et al., 2003).
BAB III
METODE ANALISIS
3.1 Metode Standar
Berdasarkan Farmakope Indonesia Edisi IV, penetapan kadar captopril
dilakukan dengan metode titrasi iodimetri.
Titran Kalium Iodat 0.1 N : Larutkan 3.567 g Kalium Iodat yang telah
dikeringkan pada suhu 1100C hingga bobot tetap, dalam air hingga 1000,0
mL.
Prosedur : Timbang seksama lebih kurang 300 mg captopril, masukkan ke
dalam labu erlenmeyer bertutup kaca berisi 100 mL air, larutkan, tambahkan
10 mL asam sulfat 3.6 N, 1 g kalium iodida P, dan 2 mL kanji LP. Titrasi
dengan kalium iodat 0.1 N sampai warna biru lemah yang bertahan selama
tidak kurang dari 30 detik. Lakukan penetapan blangko.
1 mL kalium iodat 0.1 N setara dengan 21.73 mg C9H15NO3S
(Depkes RI, 1995).
3.2 Rancangan Metode
Metode yang digunakan dalam analisis ini bertujuan sebagai uji
kuantitatif untuk menetapkan kadar captopril dalam bentuk sediaan tablet.
Metode yang digunakan yaitu titrasi asam basa dengan metode
potensiometri sebagai bentuk pengembangan metode baku penetapan kadar
captopril dengan titrasi iodimetri. Prinsip titrasi potensiometri adalah
pengukuran perbedaan potensial antara elektroda indikator dan elektroda
pembanding selama titrasi.
Dalam analisis ini digunakan sampel sediaan farmasi berupa tablet
captopril, yang mengandung zat aktif captopril dan bebagai zat tambahan
(eksipien) dalam formulasinya. Adanya kandungan berbagai eksipien dalam
sampel tersebut diduga dapat mempengaruhi proses analisis sehingga turut
dapat mempengaruhi kesahihan hasil analisis yang diperoleh. Untuk
menentukan adanya pengaruh eksipien terhadap hasil analisis kadar
captopril dapat dilakukan dengan cara menambahkan bahan-bahan eksipien
berupa laktosa, mikrokristalin selulosa, crosscarmellose sodium, pati dan
magnesium stearat ke dalam captopril murni dengan konsentrasi eksipien
minimal 20 kali lebih besar dari konsentrasi captopril yang digunakan
kemudian dianalisis untuk ditentukan kadarnya.
Hasil analisis yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan analisis
captopril murni untuk melihat apakah terdapat perbedaan hasil yang
diperoleh antara placebo dengan captopril murni dalam medium yang sama.
Apabila terdapat perubahan hasil yang signifikan (>2%), maka dapat
dikatakan bahwa eksipien yang terkandung dalam sediaan farmasi dapat
mengganggu analisis, sehingga perlu dilakukan pemisahan (USP, 2008).
Jika hasil yang diperoleh tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan,
maka analit dapat dianalisis tanpa melalui proses pemisahan eksipiennya.
Pada metode ini, tidak terdapat interferensi dari eksipien pada sampel
terhadap hasil pendeteksian oleh detektor, sehingga tidak diperlukan proses
pemisahan.
3.3 Pelaksanaan Pengembangan Metode
3.3.1 Alat dan Bahan
Alat :
- Labu ukur
- Pipet volume
- Erlenmeyer
- Pipet tetes
- Ball filler
- Beaker glass
- Buret
- Elektrode Indikator
Selektif Ion
Bahan :
- NaOH 0,02 M
- NaNO3
- Serbuk captopril baku
- Tablet sampel captopril
3.3.2 Preparasi Larutan Stok Captopril 0,1 M
Diketahui : BM captopril = 217,28 g/mol
Volume yang dibuat = 25 mL
M =
gMr
x1000V (mL)
0,1 M =
g217 ,28 g/mol
x100025 mL
g = 0,54 gram
Ditimbang 0,54 gram serbuk captopril kemudian dimasukkan ke
dalam beaker glass. Ditambahkan aquadest secukupnya dan diaduk hingga
larut kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL. Ditambahkan
aquadest hingga tanda batas dan digojog hingga homogeny (Ribeiro et al.,
2003).
3.3.3 Preparasi Larutan NaOH 0,02 M
Diketahui : BM NaOH = 40 g/mol
Volume yang dibuat = 100 mL
M =
gMr
x1000V (mL)
0,02 M =
g40 g /mol
x1000100 mL
g = 0,08 gram
Ditimbang NaOH sebanyak 0,08 g dalam beaker glass dan
ditambahkan aquadest secukupnya. Diaduk hingga NaOH terlarut sempurna
kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest
ad 100 mL dan digojog hingga homogen. Larutan baku NaOH 0,02 M harus
distandardisasi terlebih dahulu sebelum digunakan (Ribeiro et al., 2003).
3.3.4 Prosedur Analisis Sampel Tablet Captopril
Ditimbang sebanyak 15 tablet sampel captopril dan dihitung bobot
rata – rata tablet. Tablet sampel kemudian digerus dan ditimbang sejumlah
serbuk yang setara dengan 217,3 mg captopril. Selanjutnya serbuk sampel
dilarutkan dalam 40 mL air dan disonifikasi selama 20 menit dengan alat
ultrasonic. Larutan sampel kemudian disaring dan diatur kekuatan ionik
larutan hingga 0,5 M dengan penambahan NaNO3. Larutan sampel
selanjutnya disaring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL.
Ditambahkan aquadest ad 100 mL dan digojog hingga homogeny (Ribeiro
et al., 2003).
Larutan sampel kemudian dipipet sebanyak 15 mL dan dan
dimasukkan ke dalam wadah gelas bersuhu (25±0,1)0C kemudian dititrasi
secara potensiometri dengan larutan standar NaOH 0,02 M (Kekuatan ionik
larutan diatur hingga 0,5 M dengan penambahan NaNO3). Dicatat nilai
potensial yang muncul pada alat setiap penambahan volume tertentu pentiter
(Ribeiro et al., 2003).
BAB IV
PEMBAHASAN HASIL DAN VALIDASI
Captopril merupakan asam dibasic yang memiliki konstanta disosiasi pK1 =
3,7 (gugus karboksil) dan pK2 = 9,8 (gugus thiol). Secara umum, kurva titrasi
suatu asam poliprotik akan dipengaruhi oleh konstanta disosiasinya, dimana
secara teoritis masing-masing atom hidrogen yang mampu bereaksi dengan titran
dan membentuk ion akan menghasilkan suatu titik infleksi. Dalam titrasi asam
poliprotik, untuk memperoleh titik infleksi yang terpisah dengan jelas maka
perbandingan nilai konstanta disosiasi antar atom hidrogen harus lebih besar
minimal sebesar 104 (K1/K2>104) atau selisih nilai pKa harus berbeda minimal 4
satuan (pKa2-pKa1>4) (Day dan Underwood, 1998).
Berdasarkan nilai pK1 dan pK2 captopril, dapat disimpulkan bahwa pada
kurva titrasi akan terjadi lonjakan potensial yang jelas untuk titik ekivalen pertama
(k1 = 2 x 10-4) yaitu dari gugus karboksil dan hubungan antara k1/k2 = 106 (pK2 -
pK1 = 6). Namun, captopril merupakan asam yang sangat lemah dalam kaitannya
dengan gugus thiolnya (k2 = 10-10) sehingga titik infleksi dari gugus thiol tidak
akan menunjukkan lonjakan potensial yang jelas (Ribeiro et al., 2003).
Kurva titrasi akan dipengaruhi oleh nilai pKa dari masing-masing gugus
yang mampu menghasilkan ion dan kemudian bereaksi dengan titran. Ketajaman
titik infleksi yang dihasilkan oleh masing-masing gugus tersebut akan dipengaruhi
oleh nilai pKa gugus itu sendiri. Ketajaman titik infleksi akan semakin menurun
seiring dengan semakin meningktnya nilai pKa atau semakin lemahnya kekuatan
suatu asam, oleh karena itu ketika nilai pKa suatu gugus semakin besar maka titik
ekivalennya semakin sulit untuk dideteksi.
Gambar 4. Kurva Titrasi umum berdasarkan nilai pKa
Gambar 4. (a) Kurva Titrasi Potensiometri dari Captopril pada Sampel dengan
Larutan NaOH, (b) Plot Derivat Pertama oleh Autotitrator (Ribeiro et al., 2003).
Gambar (a) menunjukkan kurva titrasi potensiometri dengan hanya satu titik
infleksi (perubahan atau lonjakan). Titik infleksi yang tajam tersebut merupakan
titik infleksi dari gugus karboksil yang memiliki nilai pKa 3,7 sedangkan gugus
thiol dengan nilai pKa 9,8 tifak memberikan titik infleksi yang terlihat jelas
karena kekuatan keasamannya yang sangat lemah. Pada metode potensiometri
yang digunakan, titik akhir titrasi cukup jelas untuk memberikan kurva titrasi
potensiometri dalam bentuk yang memuaskan untuk deteksi titik akhir yang
akurat dan reprodusibel. Waktu yang dibutuhkan untuk analisis captopril (setelah
penyiapan sampel) dalam analisis formulasi sediaan tablet dengan metode
potensiometri adalah 8 menit per sampel (Ribeiro et al., 2003).
Gambar (b) menunjukkan turunan pertama dari kurva titrasi potensiometri
yang dihasilkan oleh algoritma internal dari autotitrator. Evaluasi kurva titrasi
potensiometri oleh autotitrator yang berjalan secara otomatis menghasilkan suatu
titik akhir yang akurat.
Tabel 4. Perbedaan Nilai Perolehan Kembali dan RSD antara Metode
Potensiometri dan Metode Standar (Titrasi Iodimetri) dari Captopril Baku dan
Sediaan Farmasi (Tablet) (Ribeiro et al., 2003).
Dari nilai perolehan kembali dan simpangan baku relatif hasil analisis
penetapan kadar captopril dengan metode potensiometri diperoleh data bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil analisis kadar captopril
dengan metode baku titrasi iodimetri dengan hasil analisis dengan menggunakan
metode potensiometri. Oleh karena itu metode potensiometri ini dapat dikatakan
sesuai sebagai suatu bentuk pengembangan metode dalam analisis penetapan
kadar captopril pada sediaan farmasi.
Pada tahap validasi metode analisis, akurasi dan presisi metode
potensiometri ini ditentukan dengan menggunakan metode standar adisi, dimana
pada metode ini sampel dianalisis kemudian sejumlah tertentu analit murni
ditambahkan ke dalam sampel lalu dianalisis kembali. Selisih kedua hasil
kemudian dibandingkan dengan kadar yang sebenarnya (Harmita, 2004). Data
hasil analisis menunjukkan bahwa % perolehan kembali yang diperoleh mendekati
100% dengan standar deviasi sebesar 0,48-0,85. Hal tersebut menunjukkan bahwa
metode potensiometri ini telah memenuhi persyaratan akurasi dan presisi yang
diinginkan. Sedangakn batas deteksi dari metode yang dilakukan adalah 180
mg.mL-1 (Ribeiro et al., 2003).
Tabel 5. Nilai Perolehan Kembali Captopril dalam Sediaan Farmasi (Tablet)
(Ribeiro et al., 2003).
BAB V
KESIMPULAN
5.1 Dibandingkan dengan metode penetapan kadar captopril lainnya yang
membutuhkan instrumentasi, reagen, tindakan pencegahan dan pengalaman
yang khusus, metode usulan titrasi potensiometri menggunakan elektroda
pH kaca mempunyai keuntungan, yaitu operasi instrumen yang sederhana,
respon yang selektif, cepat, murah, dan cukup akurat untuk melakukan
penetapan kadar captopril dalam sediaan farmasi.
5.2 Metode titrasi potensiometri ini dapat digunakan sebagai bentuk
pengembangan metode analisis penetapan kadar captopril dalam sediaan
farmasi dimana metode ini tidak memberikan perbedaan hasil yang
signifikan dengan metode standar titrasi iodimetri serta memenuhi
persyaratan validasinya.
DAFTAR PUSTAKA
Day, R. A. dan A. L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif. Jakarta :
Erlangga.
Day, R.A dan A.L. Underwood. 1998. Analisis Kimia Kuantitatif. Edisi ke-6.
Jakarta : Erlangga.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Fox, M. A. and J. K. Whitesell. 2004. Organic Chemistry. Third Edition. London :
Jones and Bartlett Publishers, Inc.
Grzybkowski, W. 2002. Conductometric and Potensiometric Titration. Available
at http://www.pg.gda.pl/chem/Dydaktyka/Fizyczna/chf_epm_adm_06.pdf
Diunduh pada tanggal 1 Maret 2013.
Harmita, 2004. Petunjuk Pelaksanaan Validasi Metode dan Cara Perhitungannya.
Majalah Ilmu Kefarmasian. Vol. 1, No. 3 : 117 – 135.
Harvey, D. 2000. Modern Analytical Chemistry. USA : The McGraw Hill
Company.
Jeffery, G. H., J. Basset., J. Mendham. and R. C. Denney. 1989. Vogel’s Textbook
of Quantitative Chemical Analysis. London : Longman Group UK.
Kar, A. 2005. Pharmaceutical Drug Analysis. New Delhi : New Age International
Publishers.
Khopkar, S.M. 2003. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI Press.
Nielsen, S. S. 2010. Food Analysis. 4th Edition. New York : Springer
Moffat, A. C., M. D. Osselton, and B. Widdop. 2005. Clarke’s Analysis of Drugs
and Poisons. London : Pharmaceutical Press.
Moustafa, M. H. 2005. Equilibrium Studies of Captopril and Its Biological Iron
(II) and Zinc (II) Binary Complexes. Ass. Univ. Bull. Environ. Res. Vol. 8,
No. 103 – 114.
Ribeiro, P. R. da S., A. O. Santini, H. R. Pezza and L. Pezza. 2003. Potentiometric
Determination of Captopril in Pharmaceutical Formulations. Ecl. Quim.,
Vol. 28 (1) : 39 – 44.
Roth, H. J. dan G. Balschke. 1994. Analisis Farmasi. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Sexto, A. and E. Iglesias. 2011. S-Nitrosocaptopril Formation in Aqueous Acid
and Basic Medium : Vasodilator and Angiotensin Converting Enzyme
Inhibitor . Org Biomol Chem. Vol. 9 (20) : 7207 – 7216.
Skoog, D. A. and D. M. West. 1980.Principles of Instrumental Analysis. Second
Edition. Philadelphia : Saunders College.
Sweetman, S. C. 2009. Martindale The Complete Drug Reference. London :
Pharmaceutical Press.
United State of Pharmacopeia. 2008. 32th Editions. Rockville: United States
Pharmacopeial Convention, Inc.
Watson, D. G. 2005. Analisis Farmasi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.