25
Pielonefritis akut Definisi: reaksi inflamasi akibat infeksi pielum (pelvis) dan parenkim ginjal Etiologi: kuman yang ascenden lewat ureter Escherichia coli, Proteus, Klebsiella sp., kokus gram positif (Streptococcus faecalis dan Enterokokus) Kuman hematogen (Staphylococcus aureus) Refluks vesiko-ureter Cedera Benda asing Instrumentasi Manifestasi klinis: Demam tinggi Menggigil Nyeri pinggang Dan sakit keras sampai mungkin toksik dengan syok Nyeri perut yang tidak khas Disuria Kemih keruh dan berbau Hematuria Takikardi Sept isemia Pemeriksaan: Fisik: ditemukan nyeri pinggang dan perut. Pada auskultasi didapatkan bising usus melemah (ileus paralitik) Penunjang: darah leukositosis, LED ↑ urinalisis bakteriuria dan hematuria Rontgen bayangan otot psoas kabur, bisa ada bayangan radioopak dari batu saluran kemih IVU bayangan ginjal yang membesar dan keterlambatan fase nefogram

pielonefritis akut

Embed Size (px)

DESCRIPTION

infeksi ginjal

Citation preview

Page 1: pielonefritis akut

Pielonefritis akutDefinisi: reaksi inflamasi akibat infeksi pielum (pelvis) dan parenkim ginjal

Etiologi:

kuman yang ascenden lewat ureter Escherichia coli, Proteus, Klebsiella sp., kokus gram positif (Streptococcus faecalis dan Enterokokus)

Kuman hematogen (Staphylococcus aureus) Refluks vesiko-ureter Cedera Benda asing Instrumentasi

Manifestasi klinis:

Demam tinggi Menggigil Nyeri pinggang Dan sakit keras sampai mungkin toksik dengan syok Nyeri perut yang tidak khas Disuria Kemih keruh dan berbau Hematuria Takikardi Sept isemia

Pemeriksaan:

Fisik: ditemukan nyeri pinggang dan perut. Pada auskultasi didapatkan bising usus melemah (ileus paralitik)

Penunjang:

darah leukositosis, LED ↑ urinalisis bakteriuria dan hematuria Rontgen bayangan otot psoas kabur, bisa ada bayangan radioopak dari batu

saluran kemih IVU bayangan ginjal yang membesar dan keterlambatan fase nefogram

Patogenesis:

Infeksi ascenden bakteri melekat dipermukaan mukosa kolonisasi uretra distal pertumbuhan ekspansif koloni dan bergerak cepat melawan arus urin (saat instrumentasi). Normalnya urin kandung kemih steril karena sifat antimikroba mukosa kandung kemih dan karen efek pembilasan yang ditimbulkan oleh proses berkemih periodik. Jika terjadi obstruksi gangguan pertahanan pengosongan inkomplit dan ↑ volume urin sisa.

Page 2: pielonefritis akut

Jika terjadi stasis bakteri masuk berkembang biak tanpa gangguan. Dari urin yang tercemar, bakteri naik sepanjang ureter untuk menginfeksi pelvis dan parenkim ginjal, maka ISK sering terjadi pada pasien obstruksi akibat hipertrofi prostat atau prolaps uterus. Selain karen obstruksi, bisa juga karena orifisium vesiko ureter yang inkompeten (seharusnya berfungsi seperti katup satu arah) sehingga refluks urin kandung kemih ke ureter memiliki efek serupa dengan obstruksi.

Terapi:

Suportif

Antibiotika (efek bakterisidal berspektrum luas) IV

Aminoglikosida kombinasi aminoampisilin Aminoampisilin kombinasi asam klavulanat / sulbaktam Karboksipenisilin, sefalosporin, fluoroquinolon

Apabila ada perbaikan klonis lanjut 1minggu parenteral 2mingguperoral. Bila tidak ada perbaikan klinis tidak sensitif

HIDRONEFROSIS

Definisi

Dilatasi piala dan kalik ginjal baik unilateral maupun bilateral

Etiologi

obstruksi

Patofisilogi

Aliran normal urineobstruksiterjadi aliran balik urinetekanan ginjal naekakumulasi urine di

piala ginjalmenyebabkan distensi piala dan kalik ginjalterjadi atrofi ginjalketika salah satu

ginjal mengalami kerusakan yang bertahap maka ginjal satunya mengalami pembesaran secara

bertahapfungsi renal terganggu

Tanda dan gejala

sakit pinggang, disuria, demam, pruria, hematuria

Page 3: pielonefritis akut

ANTIMIKROBA

Definisi

Antimikroba (AM) adalah obat pembasmi mikroba, khususnya mikroba yang

merugikan manusia. Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu

mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi

mikroba jenis lain.

Aktivitas Antimikroba

Berdasarkan sifat toksisitas selektif :

1. Aktivitas bakteriostatik : bersifat menghambat pertumbuhan mikroba

2. Aktivitas bakterisid : bersifat membunuh mikroba

Kadar Hambat Minimal (KHM) adalah kadar minimal yang diperlukan untuk

menghambat pertumbuhan mikroba atau membunuhnya.

Antimikroba tertentu aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi

bakterisid bila kadar antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM

Spektrum Antimikroba :

1. spektrum sempit

Penisilin G : aktif terutama pada bakteri gram positif

Streptomisin : aktif pada bakteri gram negatif

2. spektrum luas

Tetrasiklin : aktif terhadap bakteri gram positif dan gram negatif

Krloramfenikol

Antimikroba berspektrum luas menimbulkan superinfeksi oleh kuman

atau jamur yang resisten. Pada septikemia yang penyebabnya belum diketahui

diperlukan antimikroba yang berspektrum luas sementara menunggu hasil

pemeriksaan mikrobiologi.

Mekanisme Kerja

Antimikroba dibagi 5 kelompok :

I. Antimikroba yang menghambat metabolisme sel mikroba

Contoh : sulfonamid, trimetoprim, asam p-aminosalisilat (PAS), sulfon.

Efek utamanya bersifat bakteriostatik.

Mekanisme :

Sulfonamid atau sulfon bersaing dengan PABA (asam para amino benzoat)

dalam menghasilkan asam folat yang dibutuhkan bagi kelang-sungan hidup

Page 4: pielonefritis akut

bakteri. Apabila antimikroba ini mampu bersaing dengan PABA untuk

pembentukan asam folat, maka terbentuk analog asam folat yang non-

fungsional. Akibatnya kehidupan mikroba akan terganggu.

Trimetoprim menghambat enzim dehidrofolat reduktase yang mengubah

dihidrofolat menjadi bentuk yang aktif yakni asam tetrahidrofolat

PAS (analog PABA) bekerja dengan menghambat sintesis asam folat pada M.

Tuberculosis

II. Antimikroba yang menghambat sintesis dinding sel mikroba

Sikloserin menghambat reaksi paling dini dalam proses sintesis dinding sel,

diikuti berturut-turut oleh basitrasin, vankomisin, dan diakhiri oleh penisilin

dan seflosporin

Oleh karena tekanan osmotik dalam sel lebih tinggi daripada diluar sel

maka kerusakan dinding sel kuman akan menyebabkan terjadinya lisis.

III. Antimikroba yang mengganggu keutuhan dinding sel

Polimiksin sebagai senyawa amonium kuartener dapat merusak mem-bran sel

setelah bereaksi dengan fosfat pada fosfolipid membran sel mikroba.

Polimiksin tidak efektif pada bakteri gram positif karena jumlah fosfornya

rendah

Gol. Polien bereaksi dengan struktur sterol yang terdapat pada membran sel

fungus sehingga mempengaruhi permeabilitas selektif membran tersebut.

Bakteri tidak sensitif terhadap antibiotik polien, karena tidak memiliki

srtruktur sterol pada membran selnya.

Antiseptik yang mengubah tegangan permukaan (surface active agents), dapat

merusak permeabilitas selektif dari membran sel mikroba. Kerusakan

membran sel menyebabkan keluarnya berbagai komponen penting dari dalam

sel mikroba yaitu protein, asam nukleat, nukleotida.

IV. Antimikroba yang menghambat sintesis protein sel mikroba

Contoh : gol. Aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin, dan

kloramfenikol.

Dalam hidupnya mikroba mensintesi protein. Sintesis protein terjadi dalam

ribosom dengan bantuan mRNA dan tRNA. Pada bakteri ribosom terdiri dari

dua subunit yang berdasarkan konstanta sedimentasi dinyatakan sebagai

ribosom 3OS dan 5OS. Untuk berfungsi pada sintesis protein, kedua

komponen ini akan bersatu pada pangkal rantai mRNA menjadi ribosom 7OS.

Page 5: pielonefritis akut

Streptomisin berikatan dengn komponen ribosom 3OS dan menyebab-kan

kode pada mRNA salah dibaca oleh tRNA, akibatnya akan terbentuk protein

yang abnormal dan nonfungsional bagi sel mikroba. Antibiotik aminoglikosida

lainnya yaitu gentamisin, kanamisin, neomisin.

Eritromisin berikatan dengn ribosom 5OS dan menghambat translokasi

kompleks tRNA-peptida dari lokasi asam amino ke lokasi peptida. Akibatnya

rantai polipeptida tidak dapat diperpanjang karena lokasi asam amino tidak

dapat menerima kompleks tRNA-asam amino yang baru.

Linkomisin beriktan dengan ribosom 5OS dan menghambat sintesi protein.

Tetrasiklin berikatn dengan ribosom 5OS dan menghalangi masuknya

komplek tRNA-asam amino pada lokasi asam amino

Klormfenikol berikatan dengan ribosom 5OS dan menghambat peng-ikatan

asam amino baru pada rantai polipeptida oleh enzim peptidil transferase.

V. Antimikroba yang menghambat sintesis asam nukleat sel mikroba

Rifampisin berikatan dengan enzim polimerase-RNA sehingga meng-hambat

sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut

Gol. Kuinolon menghambat enzim DNA Girase pada kuman yang fungsinya

menata kromosom yang sangat panjang menjadi bentuk spiral sehingga bisa

muat dalam sel kuman yang kecil.

Resistensi

Kuman dapat menjdi resisten dengan antimikroba melalui 7 mekanisme :

1. Obat tidak dapat mencapai tempat kerjanya di dalam sel mikroba, karena:

Porin menghilang atau mengalami mutasi

Kuman mengurangi mekanisme transpot aktif yang memasukkan anti-mikroba

ke dalam sel

Mikroba mengktifkan pompa refluks untuk membung keluar antimikroba yang

ada dalam sel

2. Inaktivasi obat

Mengakibatkan terjadinya resistensi terhadap golongan aminoglikosida dan

beta-laktam karena mikroba mampu membuat enzim yang merusak kedua

golongan antimikroba tersebut. Stafilokokus yang resisten terhadap penisilin

G menghasilkan beta laktamase, yang merusak obat tersebut. Bakteri gram

negatif yang resisten aminoglikosida (biasanya diperantarai oleh plasmid)

Page 6: pielonefritis akut

menghasilkan enzim adenililasi, fosforilasi, atau asetilasi yang merusak obat

ini. Bakteri gram negatif mungkin resisten terhadap kloramfenikol jika bakteri

tersebut menghasilkan suatu kloramfenikol asetiltransferase.

3. Mikroba mengubah tempat ikatan (binding site) antimikroba

Mekanisme ini terlihat pada S. Aureus yang resisten terhadap metisilin

(MRSA). Kuman ini mengubah Penicilin Binding Protein-nya (PBP) sehingga

afinitasnya menurun terhadap metasilin dan antibiotik beta laktam yang lain.

4. Mikroba mengubah permeabilitasnya terhadap obat

Contoh : tetrasiklin tertimbun dalam bakteri yang rentan tapi tidak pada

bakteri yang resisten. Resisten terhadap polimiksin kemungkinan dihubung-

kan dengan perubahan permeabilitas terhadap obat. Streptokokus mempunyai

sawar permeabilitas alamiah terhadap aminoglikosida. Sebagian hal ini dapat

diatasi dengan adanya obat, yang aktif pada dinding sel, yang bersamaan

misalnya penisilin. Resistensi terhadap amikasin dan beberapa aminoglikosida

yang lain dapat bergantung pada tidak adanya permeabilitas terhadap obat,

terlihat akibat perubahan membran luar yang mengganggu transport aktif ke

dalam sel.

5. Mikroorganisme mengembangkan suatu perubahan struktur sasaran bagi obat.

Contoh : Resistensi kromosom terhadap aminoglikosida berhubungn dengan

hilangnya protein spesifik pada sub unit 30S ribosombakteri yang bertindak

sebagai reseptor pada mikroorganisme yang rentan. Organisme ynag resisten

eritromisin mempunyai tempat reseptor yang telah berubah pada subunit 50S

ribosom bakteri, akibat metilasi RNA ribosom 23S. Resistensi terhadap

beberapa penisilin dan sefalosporin mungkin karena hilangnya fungsi atau

perubahan PBPs.

6. Mikroorganisme mengembangkan perubahan jalur metbolik yang langsung

dihambat oleh obat ini.

Contoh : Beberapa bakteri yang resisten terhadap sulfonamid tidak mem-

butuhkan PAB ekstraseluler, tetapi seperti sel mamalia dapat menggunakan

asam folat yang telah dibentuk sebelumnya.

7. Mikroorganisme mengembangkan perubahan enzim yang tetap dapat me-

lakukan fungsi metabolismenya tetapi lebih sedikit dipengaruhi oleh obat dari

pada enzim pada kuman yang rentan.

Page 7: pielonefritis akut

Contoh : Pada beberapa bakteri yang retan terhadp sulfonamid, dihidropteroat

sintetase mempunyai afinitas yang jauh lebih tinggi terhadap sulfonamid

daripada PABA. Pada mutan yang resisten sulfonamid, terjadi hal yang

sebaliknya.

Faktor -faktor yang Mempernudah Resistensi di Klinik :

1. Penggunaan antimikroba yang sering

2. Penggunaan antimikroba yang irasional

3. Penggunaan antimikroba baru yang berlebihan

4. Penggunban antimikroba untuk jangka waktu yang lama

5. Penggunaan antimikroba untuk ternak

6. Lain-lain : Kemudahan transportasi modern, perilaku seksual, sanitasi buruk,

dan kondisi perumahan yang tidak memenuhi syarat

Efek Samping

I. Reaksi alergi

Reaksi alergi dapat ditimbulkan oleh semua antibiotik denagan melibatkan

sistem imun tubuh hospes, terjadinya tak bergantung pada besarnya dosis.

Orang yang pernah mengalami reaksi alergi misalnya penisilin tidak selalu

mengalami reaksi itu kembali ketika diberikan obat yang sama. Sebaliknya

orang tanpa riwayat alergi dapat mengalami reaksi alergi pada penggunaan

ulang penisilin. Reksi alergi oleh penisilin dapat menghilang dengan sendiri,

walaupun terpinya diteruskan. Makin berat sifat reaksi pertama makin besar

kemungkinan timbulnya reaksi yang lebih berat pada pemberian ulangan

berupa anafilaksis, dermatitis eksfoliata,angioderma.

II. Reaksi Idiosinkrasi

Merupakan reaksi abnormal yang diturunkan secara genetik terhadap pem-

berian antimikroba tertentu. Contoh : 10% pria berkulit hitam akan mengalami

anemia hemolitik berat bila mendapat primakuin. Ini disebabkan mereka ke-

kurangan enzim G6PD.

III.Reaksi Toksik

Efek toksik pada hospes ditimbulkan oleh semua jenis antimikroba. Yang

mungkin dapat di anggap relatif tidak toksik sampai saat ini adalah golongan

penisilin. Dalam menimbulkan efek toksik masing-masing antimikroba dapat

Page 8: pielonefritis akut

memiliki predileksi terhadap organ atau sistem tertentu pada tubuh hospes.

Golongan aminoglikosida pada umumnya bersifat toksik terutama terhadap

N.VIII. Golongan tetrasiklin mengganggu pertumbuhan jaringan tulang

termasuk gigi akibat deposisi kompleks tetrasiklin kalsium-ortofosfat. Dalam

dosis besar obat ini bersifat hepatotoksik, terutama pada pasien pielonefritis

dan pada wanita hamil.

IV. Perubahan biologik dan metabolik

Pada tubuh hospes baik yang sehat maupun yang menderita infeksi, terdapat

populasi mikroflora normal. Dengan keseimbangan ekologik, populasi mikro-

flora tersebut biasanya tidak menunjukan sifat patogen. Penggunaan anti

mikroba terutama yang berpektrum luas, dapat mengganggu keseimbangan

ekologi mikroflora sehingga jenis mikroba yang meningkat jumlah populasi-

nya bisa menjadi patogen. Pada beberapa keadan perubahan ini dapat terjadi

superinfeksi yaitu suatu infeksi baru yang terjadi akibat terapi infeksi primer

dengan suatu antimikroba. Mikroba penyebab superinfeksi biasanya ialah jenis

mikroba yang bisanya menjadi dominan pertumbuhannya akibat pem-berian

antimikroba, mislnya kandidiasis sering timbul sebagai akibat peng-gunan

antibiotik berspektrum luas seperti tetrasiklin.

Faktor Pasien yang Mempengaruhi Farmakodinamik dan Farmakokinetik

1. UMUR.

Neonatus umumnya memiliki organ atau sistem tubuh yang belum

berkembang sepenuhnya. Misalnya fungsi glukoronidasi oleh hepar belum

cukup lancar, sehingga memudahkan terjadinya efek toksik oleh kloram-

fenikol. Fungsi ginjal sebagai alat ekskresi juga belum lancar sehingga

memudahkan terjadinya efek toksik oleh obat yang eliminasinya terutama

melalui ginjal.

Orang yang berusia lanjut sering mengalami kemunduran fungsi organ atau

sistem tertentu sehingga reaksi tubuh terhadap pemberian obat berubah .

2. KEHAMILAN

Ibu hamil pada umumnya lebih peka terhadap pengaruh obat tertentu termasuk

antibiotik.

Kemungkinan efek pada fetus tergantung pada daya obat menembus sawar uri

serta usia janin.

Page 9: pielonefritis akut

Pemberian streptomisin pada ibu hamil tua dapat menimbulkan ketulian pada

bayi.

Pemberian antimikroba pada klehamilan trimester pertama harus diingat

bahaya teratogenesisnya.

3. GENETIK

Perbedaan antar ras dapat menimbulkan perbedaan reaksi terhadap obat.

Misalnya defisiensi enzim G6PD dapat menimbulakn hemolisis akibat

pemberian sulfonamid, kloramfenikol, dapson, atau nitrofurantoin.

4. KEADAAN PATOLOGI TUBUH HOSPES

Keadaan fungsi hati dan ginjal perlu diketahui dalam pemberian obat. Sirosis

hati dapat meningkatkan toksisitas tetrasiklin, memperpanjang waktu paruh

eliminasi linkomisin, menungkatkan kadar kloramfenikol dalam darah se-

hingga menimbulkan bahaya toksik. Antimikroba yang terutama diekskresi

melalui ginjal akan mengalami akumulasi dalam tubuh yang menderita gang-

guan fungsi ginjal. Streptomisin, kanamisin, penisilin dieliminasi dari tubuh

terutama melalui ginjal.

Konsep Farmakokinetik/ Farmakodinamik

I. Concentration-dependent killing

Pada pola ini antimikroba akan menghsilkan daya bunuh maksimal terhadap

kuman apabila kadarnya diusahakan relatif tinggi, tapi tidak perlu memper-

tahankan kadar tinggi ini selma mungkin. Antimikroba golingan ini adalah

aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid. Untuk mendapatkan efektivitas

klinis yang maksimal, obat-obat ini diberikan dengan dosis besar dan biasanya

diberikan dalam bentuk bolus yang diinfus.

II. Time-dependent killing

Pada pola ini antimikroba akan menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap

kuman bila kadarnya dipertahankan cukup lama di atas kadar hambat minimal

kuman. Kadar yang sangat tinggi tidak meningkatkan efektivitas obat untuk

mematikan kuman. Antimikroba yang termasuk golongan ini adalah penisilin,

sefalosporin, linezolid, dan eritromisin. Untuk mendapatkan efektivitas klinis

yang maksimal, obat-obat ini diberikan dengan infus kontinu atau dengan

infus berkala tetapi dibagi dalam beberapa kali pemberian dalam sehari.

Page 10: pielonefritis akut

SULFONAMID

Istilah sulfonamida digunakan di sini sebagai nama generik bagi turunan para-

aminobenzensulfonamida (sulfanilamida); rumus bangun beberapa senyawa golongan ini

ditunjukkan pada gambar.

Sebagian besar senyawa tersebut relatif tidak larut air, namun garam natriumnya

mudah larut. Persyaratan struktur minimal bagi kerja antibakteri secara keseluruhan

terletak pada sulfanilamida itu sendiri.

Efek terhadap Mikroba

Sulfonamida memiliki aktivitas antimikroba yang luas baik terhadap bakteri gram-

positif maupun gram negatif. Namun, galur yang resisten menjadi semakin lazim beberapa

tahun terakhir ini, sehingga kegunaan senyawa ini juga turut berkurang. Secara umum,

sulfnamida hanya menghasilkan satu efek bakteriostatik, serta mekanisme pertahanan

selular dan humoral inang penting dalam pemberantasan akhir infeksi.

Page 11: pielonefritis akut

Mekanisme Kerja

Sulfonamida merupakan analog struktur dan antagonis kompetitif asam para-

aminobenzoat (PABA) sehingga mencegah penggunaan PABA secara normal oleh bakteri

untuk sintesis asam folat (asam pteroilglutamat).

Jadi mekanismenya secara singkat adalah :

Menjadi impermeabel terhadap asam folat, banyak bakteri harus tergantung pada

kemampuannya untuk mensintesis asam folat dari PABA, pteridin dan glutamat.

Karena asam folat dibutuhkan oleh bakteri untuk membentuk DNA dan RNA bakteri

Sebaliknya, manusia tidak dapat mensintesis asam folat dan folat didapat dari

vitamin dan makanannya.

Karena strukturnya mirip PABA, sulfonamida berkompetisi dengan substrat ini untuk

sintetase enzim dihidropteroat.

Hal ini menghilangkan kofaktor esensial sel terhadap purin, pirimidin dan sintesis

asam amino.

Kombinasi sulfonamida : trisulfa (sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan

perbandingan sama), Kotrimoksazol (sulfametoksazol + trimetoprim dengan perbandingan

5:1), Sulfadoksin + pirimetamin.

Spektrum Bakteri

• Golongan sulfa termasuk kotrimoksasol (sulfametoksasol plus trimetoprim) bersifat

bakteriostatik.

• Obat-obat ini aktif terhadap enterobakteria, klamidia, pneumocytis dan nokardia.

Resistensi

Resistensi secara umum bersifat irreversibel dan mungkin disebabkan oleh tiga

kemungkinan.

1. Perubahan enzim : Dihidropteroat sintetasi bakteri dapat mengalami mutasi atau

ditransfer melalui plasmid yang menimbulkan penurunan afinitas sulfa.

Page 12: pielonefritis akut

2. Penurunan masukan : Permeabilitas terhadap sulfa mungkin menurun pada

beberapa starin yang resisten.

3. Meningkatnya sintesis PABA

Farmakokinetik

1. Pemberian: Kebanyakan obat sulfa diabsorpsi secara baik setelah pemberian oral.

Karena resiko sensitasi sulfa biasanya tidak diberikan secara topikal.

2. Distribusi: Golongan Sulfa didistribusikan ke seluruh cairan tubuh dan penetrasinya

baik ke dalam cairan serebrospinal. Obat ini juga dapat melewati sawar plasenta dan

masuk ke dalam ASI. Sulfa berikatan dengan albumin serum dalam sirkulasi.

3. Metabolisme: Sulfa diasetilasi pada N4, terutama di hati. Produknya tanpa aktivitas

antimikroba, tetapi masih bersifat potensial toksik pada pH netral atau asam yang

menyebabkan kristaluria dan karena itu, dapat menimbulkan kerusakan ginjal.

4. Ekskresi: Eliminasi sulfa yaitu melalui filtrasi glomerulus.

Efek Samping

Kristaluria: Nefrotoksisitas berkembang karena adanya kristaluria. Hidrasi dan

alkalinasi urin yang adekuat mencegah masalah tersebut dengan menurunkan

konsentrasi obat dan menimbulkan ionisasinya.

Sulfisoksazol dan sulfametoksazol larut pada pH urin dibandingkan sulfa yang

lama (mis:sulfadiazin) sehingga menyebabkan kristaluria.

Hipersensitifitas: Reaksi hipersensitifitas seperti kulit kemerahan, angioedema, dan

Sindrom Steven-Johnson sering terjadi. Sindrom Steven-Johnson terjadi lebih sering

pada penggunaan obat yang masa kerjanya lama.

Sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan teruama trimeseter akhir karena dapat

menyebabkan icterus, hiperbilirubinemia.

Penggunaan Sulfonamida pada Infeksi Saluran Urin (ISK)

Karena presentase signifikan infeksi saluran urin di berbagai belahan dunia

disebabkan oleh mikroorganisme yang resisten terhadap sulfonamida, obat ini kini tidak lagi

Page 13: pielonefritis akut

menjadi pilihan utama dalam terapi. Trimetoprim-sulfametoksazol, suatu kuinolon, atau

ampisilin merupakan senyawa yang lebih terpilih. Namun sulfisoksazol dapat digunakan

secara efektif pada daerah yang prevalensi resistennya tidak tinggi atau jika organisme

tersebut diketahui peka. Dosis lazim oral mula-mula adalah 2 sampai 4 g diikuti dengan 1

sampai 2 g empat kali sehari selama 5 sampai 10 hari. Pasien pielonefritis akut yang disertai

demam tinggi dan manifestasi parah lainnya memiliki risiko bakterimia dan syok dan

sebaiknya tidak diobati dengan sulfonamida.

KLOTRIMOKSAZOL (TRIMETOPRIM-SULFAMETOKSAZOL)

Klotrimoksazol merupakan kombinasi dari trimetoprim dan sulfa metoksazol.

Kombinasi yang dihasilkan menunjukkan aktivitas antimikroba yang lebih besar

dibandingkan bila obat ini diberikan secara tunggal. Kombinasi ini dipilih karena kemiripan

farmakokinetik dari kedua obat.

Mekanisme Kerja

Aktivitas kotrimoksazol sinergistik disebabkan oleh inhibisi dua angkah berurutan

pada sintesis asam tetrahidrofolat; sulfametoksazol menghambat penggabungan PABA ke

dalam asam folat; dan trimetoprim mencegah reduksi dehidrofolat menjadi tetrahidrofolat.

Kotrimoksazol menunjukkan aktivitas yang lebih poten dibandingkan sulfametoksazol atau

trimetoprim tunggal.

Spektrum antibakterial

Kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol mempunyai spektrum kerja yang lebih luas

dibandingkan sulfa.

Page 14: pielonefritis akut

Resistensi

Resistensi terhadap kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol lebih jarang

dibandingkan terhadap obat secara tunggal karena memerlukan resistensi simultan

terhadap kedua obat.

Farmakokinetik

Pemberian dan metabolisme: trimetoprim bersifat lebih larut dalam lemak

dibandingkan sulfametoksazol dan mempunyai volume distribusi yang lebih besar.

Kotrimoksazol biasanya diberikan peroral. Pengecualian pemberian intravena pada

pasien pneumonia berat yang disebabkan Pneumocystis carinii atau pada pasien

yang tidak dapat menelan obat.

Nasib Obat: Kedua obat didistribusikan ke seluruh tubuh. Trimetoprim relatif

terpusat dalam prostat suasana asam dan cairan vagina dan memberikan hasil

kombinasi trimetoprim-sulfametoksazol yang memuaskan terhadap infeksi di daerah

tersebut. Kedua obat ini dan metabolit-metabolitnya dieksresikan dalam urin.

Efek samping

Kulit: reaksi pada kulit paling sering dijumpai dan mungkin parah pada orang tua.

Saluran cerna: Mual, muntah serta glositis dan stomatitis jarang terjadi.

Darah: Anemia megaloblastik, leukopenia,. Dan trombositopenia dapat terjadi;

semua efek ini dapat segera diperbaiki dengan pemberian aam folinat bersamaan,

yang melindungi pasien dan tidak menembus mikroorganisme. Anemia hemolitik

dapat terjadi pada pasien G6PD yang disebabkan sufametoksazol.

Pasien HIV: Pasien dengan tanggap imun yang lemah dengan pneumonia.

Pneumocytis lebih sering mengalami demam karena induksi obat, kulit kemerahan,

diare dan atau pansitopenia.

Interaksi obat: waktu protrombin memanjang pada pasien yang menerima warfarin

pernah dilaporkan. Waktu paruh plasma fenitoin dapat meningkat akibat hambatan

Page 15: pielonefritis akut

terhadap metabolismenya. Kadar metotreksat mungkin meningkat karena

pemindahan dari tempat ikatan albumin dari sulfametoksazol.

Penggunaan Terapi pada Infeksi Saluran Urin (ISK)

Pengobatan infeksi saluran urin bagian bawah tanpa komplikasi dengan

menggunakan trimetropim-sulfametoksazol seringkali sangat efektif untuk bakteri yang

peka. Sediaan ini terbukti menghasilkan efek terapi yang lebih baik daripada pemberian

masing-masing komponennya secara terpisah jika mikroorganisme penginfeksinya

merupakan famili Enterobacteriaceae. Terapi dosis tunggal (320 mg trimetroprim ditambah

1600 mg sulfametoksazol pada orang dewasa) efektif pada beberapa kasus pengobatan

infeksi saluran urin akut tanpa komplikasi, namun terapi minimal 3 hari kemungkinan akan

lebih efektif.

Kombinasi ini tampak memiliki efikasi khusus pada infeksi saluran urin kronis dan

kambuhan. Dosis kecil (200 mg sulfametoksazol ditambah 40 mg trimetoprim setiap hari,

atau dua hingga empat kali jumlah tersebut, satu atau dua kali perminggu) tampaknya

efektif dalam menurunkan jumlah kekambuhan infeksi saluran urin pada wanita dewasa.

Efek ini kemungkinan berkaitan dengan tercapainya konsentrasi terapeutik trimetoprim

dalam sekreta vagina. Enterobactericeae yang berada di sekeliling lubang uretra akan

tereliminasi atau banyak berkurang jumlahnya, sehingga akan mengurangi kesempatan

terjadinya reinfeksi ke bagian atas. Trimetoprim juga ditemukan dalam konsentrasi

terapeutik pada sekresi prostat, dan trimetoprim-sulfametoksazol sering kali efektif untuk

pengobatan prostatitis akibat bakteri.

EPIDIDIMITIS

Epididimitis adalah peradangan pada epididimis

Epididimis adalah sebuah struktur yang terletak di atas dan di sekeliling testis (buah zakar).

Fungsinya adalah sebagai pengangkut, tempat penyimpanan dan tempat pematangan sel sperma

yang berasal dari testis

Epididimis akut bisanya lebih berat daripada epididimis kronis. Epididimis kronis berlangsung selama

lebih dari 6 minggu.

Penyebab

Epididimitis biasanya disebabkan oleh bakteri yang berhubungan dengan:

Page 16: pielonefritis akut

Infeksi saluran kemih

Penyakit menular seksual (misalnya klamidia dan gonore)

Prostatitis (infeksi prostat).

Epididimitis juga bisa merupakan komplikasi dari:

Pemasangan kateter

Prostatektomi (pengangkatan prostat).

Resiko yang lebih besar ditemukan pada pria yang berganti-ganti pasangan

seksual dan tidak menggunakan kondom.

Gejala

Gejalanya berupa nyeri dan pembengkakan skrotum (kantung zakar), yang sifatnya bisa ringan

atau berat. Peradangan yang sangat hebat bisa menyebabkan penderita tidak dapat berjalan karena

sangat nyeri.

Infeksi juga bisa menjadi sangat berat dan menyebar ke testis yang berdekatan. Infeksi hebat bisa

menyebabkan demam dan kadang pembentukan abses (pernanahan).

Gejala lainnya yang mungkin ditemukan adalah:

Benjolan di testis

Pembengkakan testis pada sisi epididimis yang terkena

Pembengkakan selangkangan pada sisi yang terkena

Nyeri testis ketika buang air besar

Demam

Keluar nanah dari uretra (lubang di ujung penis)

Nyeri ketika berkemih

Nyeri ketika berhubungan seksual atau ejakulasi

Darah di dalam semen

Nyeri selangkangan.

Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Testis pada sisi yang terkena

kadang membengkak. Nyeri tekan biasanya terbatas pada daerah tertentu (tempat melekatnya

epididimis). Bisa ditemukan adanya pembesaran kelenjar getah bening di selangkangan.

Page 17: pielonefritis akut

Pemeriksaan lainnya yang biasa dilakukan:

Analisa dan pembiakan air kemih

Tes penyaringan untuk klamidia dan gonore

Pemeriksaan darah lengkap

Pemeriksaan kimia darah.

Pengobatan

Untuk mengatasi infeksi, diberikan antibiotik. Selain itu juga diberikan obat pereda nyeri dan anti

peradangan. Penderita sebaiknya menjalani tirah baring dengan skrotum diangkat dan dikormpres

dingin.

Pencegahan

Pada saat menjalani pembedahan, seringkali diberikan antibiotik profilaktik (sebagai tindakan

pencegahan) kepada orang-orang yang memiliki resiko menderita epididimitis.

Epididimitis akibat penyakit menular seksual bisa dicegah dengan cara melakukan hubungan

seksual yang aman dan terlindungi (misalnya tidak berganti-ganti pasangan dan menggunakan

kondom).