13
JURNAL INSPIRASI https://doi.org/10.35880/inspirasi.v11i1.172 Dina Indriyanti [email protected] © 2021 Persepsi Petugas Puskesmas terhadap Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 pada Era New Normal Perceptions of Public Health Center Officers on the Implementation of Covid-19 Vaccination in the New Normal Era Dina Indriyanti 1 1 Bapelkes Cikarang Jalan Raya Lemah abang No. 1, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat 17530 ABSTRACT This study aims to determine the perceptions of health center staff on the implementation of Covid-19 vaccination in the new normal era in their willingness to vaccinate Covid-19. The qualitative descriptive method was carried out by distributing questionnaires using google forms to 38 puskesmas officers, who were selected as informants because they were the priority targets for Covid-19 vaccination recipients. The results of this study stated that the perceptions of public health center officers on the implementation of Covid-19 vaccination in the new normal era showed that based on perceptions of successful vaccination, 61.5% agreed that Covid-19 vaccination could reduce mortality and 63.2% strongly agreed that their status as officers puskesmas makes it easy to get vaccinated. The results of this study stated that the perceptions of public health center officers on the implementation of Covid- 19 vaccination in the new normal era showed that based on perceptions of successful vaccination, 61.5% agreed that Covid-19 vaccination could reduce mortality and 63.2% strongly agreed that their status as officers puskesmas makes it easy to get vaccinated. By considering the implementation of vaccination and recording reporting, 100% of officers stated that they were willing to vaccinate Covid-19. A good understanding of AEFI (Post- immunization Incidence) will be able to positively contribute to acceptance of the willingness to vaccinate, so that even though the concern about AEFI reaches 64%, the willingness to vaccinate is 100% willing. Further research is needed to assess the relationship between the criteria for implementing Covid-19 vaccination and the willingness to vaccinate Covid-19. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pada era new normal dalam kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19. Metode deskritif kualitatif dilakukan dengan menyebar kuesioner menggunakan google formulir kepada 38 petugas puskesmas, yang dipilih sebagai informan karena merupakan sasaran prioritas penerima vaksinasi Covid-19. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di era new normal menunjukkan bahwa berdasar persepsi terhadap keberhasilan vaksinasi, 61,5% menyetujui vaksinasi Covid-19 dapat mengurangi kematian dan 63,2% sangat setuju bahwa status sebagai petugas puskesmas memudahkan dalam memperoleh vaksinasi. Terhadap kriteria keberhasilann vaksinasi dan persiapan dan rantai dingin, kesediaan melakukan vaksinasi didapatkan 4 orang (10,3%) tidak bersedia. Sementara terhadap kriteria pelaksanaan vaksinasi, kerja sama dengan seluruh lintas sektor dalam persiapan pelaksanaan vaksinasi Covid-19, 65,8% menyatakan setuju dan pada kriteria pencatatan pelaporan, 52,6% menyatakan sudah mengetahui pencatatan hasil pelayanan vaksinasi melalui aplikasi P-care dimulai dari proses registrasi. Dengan mempertimbangkan pelaksanaan vaksinasi dan pencatatan pelaporan, 100% petugas menyatakan bersedia melakukan vaksinasi Covid-19. Pemahaman yang baik tentang KIPI (Kejadian Ikutan Pasca iminisasi) akan mampu berkontribusi positif terhadap penerimaan terhadap kesediaan melakukan vaksinasi, sehingga meskipun kekhawatiran terhadap KIPI mencapai 64%, namun kesediaan untuk melakukan vaksinasinya 100% bersedia. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai hubungan antara kriteria pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dengan kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19 HISTORI ARTIKEL Diterima, 27 April 2021 Direvisi, 24 Mei 2020 Disetujui, 09 Juni 2021 KATA KUNCI herd imunity, pandemic, prefentif

Perceptions of Public Health Center Officers on the

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

J U R N A L I N S P I R A S I https://doi.org/10.35880/inspirasi.v11i1.172

Dina Indriyanti [email protected]

© 2021

Persepsi Petugas Puskesmas terhadap Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 pada Era New Normal Perceptions of Public Health Center Officers on the Implementation of Covid-19 Vaccination in the New Normal Era Dina Indriyanti1 1Bapelkes Cikarang Jalan Raya Lemah abang No. 1, Cikarang Utara, Bekasi, Jawa Barat 17530

ABSTRACT This study aims to determine the perceptions of health center staff on the implementation of Covid-19 vaccination in the new normal era in their willingness to vaccinate Covid-19. The qualitative descriptive method was carried out by distributing questionnaires using google forms to 38 puskesmas officers, who were selected as informants because they were the priority targets for Covid-19 vaccination recipients. The results of this study stated that the perceptions of public health center officers on the implementation of Covid-19 vaccination in the new normal era showed that based on perceptions of successful vaccination, 61.5% agreed that Covid-19 vaccination could reduce mortality and 63.2% strongly agreed that their status as officers puskesmas makes it easy to get vaccinated. The results of this study stated that the perceptions of public health center officers on the implementation of Covid-19 vaccination in the new normal era showed that based on perceptions of successful vaccination, 61.5% agreed that Covid-19 vaccination could reduce mortality and 63.2% strongly agreed that their status as officers puskesmas makes it easy to get vaccinated. By considering the implementation of vaccination and recording reporting, 100% of officers stated that they were willing to vaccinate Covid-19. A good understanding of AEFI (Post-immunization Incidence) will be able to positively contribute to acceptance of the willingness to vaccinate, so that even though the concern about AEFI reaches 64%, the willingness to vaccinate is 100% willing. Further research is needed to assess the relationship between the criteria for implementing Covid-19 vaccination and the willingness to vaccinate Covid-19. ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 pada era new normal dalam kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19. Metode deskritif kualitatif dilakukan dengan menyebar kuesioner menggunakan google formulir kepada 38 petugas puskesmas, yang dipilih sebagai informan karena merupakan sasaran prioritas penerima vaksinasi Covid-19. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di era new normal menunjukkan bahwa berdasar persepsi terhadap keberhasilan vaksinasi, 61,5% menyetujui vaksinasi Covid-19 dapat mengurangi kematian dan 63,2% sangat setuju bahwa status sebagai petugas puskesmas memudahkan dalam memperoleh vaksinasi. Terhadap kriteria keberhasilann vaksinasi dan persiapan dan rantai dingin, kesediaan melakukan vaksinasi didapatkan 4 orang (10,3%) tidak bersedia. Sementara terhadap kriteria pelaksanaan vaksinasi, kerja sama dengan seluruh lintas sektor dalam persiapan pelaksanaan vaksinasi Covid-19, 65,8% menyatakan setuju dan pada kriteria pencatatan pelaporan, 52,6% menyatakan sudah mengetahui pencatatan hasil pelayanan vaksinasi melalui aplikasi P-care dimulai dari proses registrasi. Dengan mempertimbangkan pelaksanaan vaksinasi dan pencatatan pelaporan, 100% petugas menyatakan bersedia melakukan vaksinasi Covid-19. Pemahaman yang baik tentang KIPI (Kejadian Ikutan Pasca iminisasi) akan mampu berkontribusi positif terhadap penerimaan terhadap kesediaan melakukan vaksinasi, sehingga meskipun kekhawatiran terhadap KIPI mencapai 64%, namun kesediaan untuk melakukan vaksinasinya 100% bersedia. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menilai hubungan antara kriteria pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dengan kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19

HISTORI ARTIKEL Diterima, 27 April 2021 Direvisi, 24 Mei 2020 Disetujui, 09 Juni 2021 KATA KUNCI herd imunity, pandemic, prefentif

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 30

PENDAHULUAN

Indonesia sangat antisipatif dan dinamis dalam menerbitkan berbagai kebijakan dalam pengendalian dan pencegahan Corona Virus Disease 2019 selanjutnya disebut Covid-19. Seluruh kebijakan tersebut harus didukung dengan kesadaran masyarakat serta sistem kesehatan yang baik (Putri, 2020). Gerakan mencegah dari pada mengobati sebaiknya tetap diterapkan dan tidak terlambat, mengingat penyebaran virus ini sangat cepat dan telah banyak menelan korban jiwa (Zendrato, 2020). Program diseminasi ditengah masyarakat sudah berdampak terjadinya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pola hidup bersih sehat khususnya menggunakan air bersih, mencuci tangan dengan sabun serta berharap berdampak pada peningkatan ekonomi masyarakat. (Harahap1, 2020). Laporan Gugus Tugas Covid-19 menunjukkan bahwa seluruh kebijakan dan penerapan adaptasi kebiasaan baru dengan protokol kesehatan, belum mampu menekan laju peningkatan Covid-19 (GugusTugas, 2020). Menurut Widjaya (2020), anak-anak usia di bawah 10 tahun yang menerima vaksinasi Campak, Mumps dan Rubella (MMR), menunjukkan perlindungan pencegahan parsial terhadap Covid-19. Sehingga menggunakan alami saja untuk penciptaan Herd Immunity pada penanganan virus Covid-19 sebenarnya tidak disarankan menjadi pilihan utama (Hardy, 2020).

Covid-19 adalah penyakit baru di akhir tahun 2019, bersifat menular, disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2 merupakan coronavirus yang sebelumnya belum pernah diidentifikasi menyerang manusia. Terdapat dua jenis corona virus yang menyebabkan penyakit dan dapat menimbulkan gejala berat, yaitu Middle East Respiratory Syndrome (MERS) dan Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS). Infeksi Covid-19 mempunyai masa inkubasi rata-rata 5-6 hari dengan masa inkubasi terpanjang 14 hari. Tanda dan gejala yang umum ditemui adalah gejala gangguan pernapasan akut seperti demam, batuk dan sesak napas, sampai menyebabkan pneumonia, sindrom pernapasan akut, gagal ginjal, dan bahkan kematian (Amalia, 2020).

Dunia berperang melawan pandemi Covid-19. Penyakit Covid-19 sudah terjadi di hampir seluruh negara di dunia saat ini dan berdampak pada berbagai sektor kehidupan, baik kesehatan maupun di luar sektor kesehatan. Setiap negara menyikapinya dengan mengeluarkan berbagai kebijakan dalam rangka memutus mata rantai penularan untuk mengurangi dampak yang terjadi. Demikian pun dengan Indonesia, kekuatan sistem kesehatan nasional benar-benar bertaruh agar pandemi segera tertangani.

Pemerintah telah menetapkan pandemi Covid-19 sebagai bencana non alam. Dalam rentang waktu satu bulan, sejak diumumkan kasus konfirmasi pertama pada Maret 2020, seluruh provinsi telah melaporkan kasus konfirmasi. Penyebaran Covid-19 tidak hanya terjadi di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan kota padat penduduk lainnya, namun telah menyebar hingga ke pedesaan. Hingga tanggal 26 Januari 2021, sebanyak 1.012.350 kasus konfirmasi Covid-19 telah dilaporkan di Indonesia dan tercatat sejumlah 28.468 orang meninggal, termasuk tenaga kesehatan.

Kematian tenaga medis dan kesehatan di Indonesia tercatat paling tinggi di Asia, dan lima besar di seluruh dunia. Bahkan, sepanjang bulan Desember 2020 tercatat 52 tenaga medis dokter meninggal dunia akibat terinfeksi virus SARS-CoV-2. Berdasarkan data yang dirangkum oleh Tim Mitigasi IDI, Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Ahli Teknologi Laboratorium Medik Indonesia (PATELKI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), dari Maret hingga akhir Desember 2020 terdapat total 504 petugas medis dan kesehatan yang wafat akibat terinfeksi Covid-19. Jumlah tersebut terdiri dari 237 dokter dan 15 dokter gigi, 171 perawat, 64 bidan, 7 apoteker,

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 31

10 tenaga laboratorium medik yang tersebar di beberapa rumah sakit dan puskesmas (Pranita, 2020).

Pandemi Covid-19 memberi tantangan besar dalam upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat Indonesia dan berdampak terhadap sistem kesehatan nasional yang terlihat dari penurunan kinerja beberapa program kesehatan. Hal ini disebabkan semua pihak fokus pada penanggulangan pandemi Covid-19 serta adanya kekhawatiran masyarakat dan petugas terhadap penularan Covid-19. Di beberapa wilayah, situasi pandemi Covid-19 bahkan berdampak pada penutupan sementara dan atau penundaan layanan kesehatan khususnya di posyandu dan puskesmas (Kemenkes, 2020).

Puskesmas harus mampu bertindak cepat dalam menangani, mencegah dan membatasi penularan infeksi. Fungsi Puskesmas dalam melaksanakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) esensial dan pengembangan serta Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, harus berjalan beriringan. Pandemi Covid-19 termasuk dalam UKM esensial, program Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit /P2P yaitu Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Salah satu upaya promotif yang dilakukan oleh puskesmas adalah pemberdayaan masyarakat dan penggerakan peran serta lintas sektor dalam implementasi protokol kesehatan. Namun tingkat kerentanan masyarakat semakin meningkat karena rendahnya kesadaran terhadap penerapan protokol kesehatan seperti memakai masker, mencuci tangan dan menjaga jarak minimal 1–2 meter. Maka kemudian pemerintah menerbitkan Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Covid-19 sebagai upaya prefentif (Kemenkes, 2021).

Vaksinasi Covid-19 bertujuan untuk mengurangi transmisi penularan Covid-19, menurunkan angka kesakitan dan kematian akibat Covid-19, mencapai kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity) dan melindungi masyarakat agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi. Intervensi vaksinansi dilakukan guna menunjang penerapan protokol kesehatan yang efektif untuk memutus rantai penularan. Kekebalan kelompok hanya dapat terbentuk apabila cakupan vaksinasi tinggi dan merata di seluruh wilayah. Dari sisi ekonomi, upaya pencegahan melalui pemberian vaksinasi, dinilai jauh lebih hemat biaya, dibandingkan dengan upaya pengobatan. Sesuai prioritas kebutuhan, maka vaksinasi ini diutamakan bagi 1,5 juta kelompok beresiko tertular yaitu tenaga kesehatan dan petugas lain yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan sampai dengan akhir Pebruari 2021.

Untuk pelaksanaanya dibutuhkan tenaga kesehatan terlatih sebagai vaksinator. Vaksinator paling berperan dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Pemerintah menargetkan mempersiapkan 90.000 vaksinator di seluruh propinsi. Vaksinator adalah tenaga kesehatan terlatih di fasilitas pelayanan kesehatan (puskesmas, RS, KKP, Klinik), spesifik berjenis tenaga kesehatan dokter, perawat dan bidan yang disiapkan untuk kompeten sebagai petugas yang bertanggungjawab terhadap pelaksanaan vaksinasi Corona di wilayah kerjanya. Vaksinator juga diharapkan mampu mempengaruhi penerimaan vaskinasi di kelompok tenaga kesehatan dan di masyarakat. Untuk itu, para vaksinator harus memiliki kemampuan untuk merencanakan kebutuhan vaksin dan logistik, mengidentifikasi sasaran, merencanakan kebutuhan vaksin dan logistik, melakukan manajemen dan distribusi lainnya, melaksanakan pelayanan, mampu bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor terkait, melakukan pencatatan dan pelaporan, menerapkan strategi komunikasi terkait manfaat dan keunggulan vaksin Covid-19, serta melakukan pemantauan dan penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca Vaksinasi Covid-19 (Kemenkes, 2021).

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 32

Hasil pengamatan awal dan wawancara yang dilakukan kepada petugas Puskesmas di beberapa kesempatan memberikan tanggapan yang beragam terhadap sms blast. Sms blast adalah mekanisme pendataan sasaran prioritas Covid-19 yang dikirimkan dari pusat melalui situs web.pedulilindungi.id. Beberapa petugas menerima untuk melakukan vaksinasi, beberapa yang lain ragu, karena belum menerima sms blast sebagai calon penerima vaksinasi Covid-19, bagi yang sudah menerima sms blast menyatakan ragu untuk menyampaikan balasan, dan beberapa yang lain menyatakan menolak melakukan registrasi untuk menjadi sasaran vaksinasi Covid-19 pada periode pertama. Seluruh sumber daya manusia kesehatan di Kabupaten Kota yang sudah menerima sms blast diharapkan menyampaikan balasan Registrasi melalui web.pedulilindungi.id atau menghubungi nomor *119# guna perencanaan pelaksanaan vaksinasi di masing-masing wilayah. Namun dari sms blast yang terkirim, hanya 34% yang melakukan registrasi balasan. Meskipun puskesmas melakukan pendataan secara manual terhubung dengan aplikasi p-care BPJS, namun hal ini berpengaruh terhadap data calon penerima vaksinasi Covid-19, perencanaan dan distribusi vaksin dan logistik serta menimbulkan kekhawatiran rendahnya penerimaan vaksinansi Covid-19 khususnya di kalangan petugas kesehatan.

Berdasar latar belakang tersebut, maka dipandang perlu untuk menilai persepsi petugas puskesmas pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19, dilihat dari sisi kesiapan puskesmas terhadap kesediaan petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19. Pemerintah sudah menerbitkan kebijakan terkait pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dan melalui BPPSDMK sudah melakukan pelatihan vaksinator puskesmas untuk mempersiapkan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 ini. Jumlah vaksinator terlatih di setiap puskesmas antara 4–5 orang. Belum ada penelitian tentang penerimaan vaksinasi Covid-19 pada petugas puskesmas.

Oleh karena itu tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi petugas puskesmas terhadap vaksinasi Covid-19 di era new normal dan kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19. Era new normal adalah masa dimana kondisi pandemi Covid-19 masih berlangsung, pemberlakuan kebijakan-kebijakan pembatasan masyarakat sudah dilonggarkan, Menurut Ketua Tim Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmita, new normal adalah perubahan perilaku untuk tetap menjalankan aktivitas normal namun ditambah menerapkan protokol kesehatan guna mencegah terjadinya penularan Covid-19. Sehingga masih diperlukan upaya mitigasi dan kesiapan seoptimal mungkin agar dapat beradaptasi melalui perubahan pola hidup (GugusTugas, 2020). Hasil dari penelitian ini hanya dapat mengetahui persepsi petugas di salah satu puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19, yang harus dikembangkan dengan penelitian di lokasi yang berbeda, penelitian terkait penerimaan masyarakat terhadap vaksinasi Copvid-19 dan penelitian terkait dampak vaksinasi Covid-19 dalam memutus rantai penularan Covid-19.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Moleong (2011) menjelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah. Metode ini untuk mengkaji persepsi tenaga puskesmas terhadap penerimaan vaksinasi Covid-19.

Subjek penelitian ini adalah seluruh petugas di Puskesmas Sukamakmur Kabupaten Bogor Provinsi Jawa Barat. Puskesmas Sukamakmur dipilih sebagai sample mengingat

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 33

kepatuhan terhadap protokol kesehatan yang baik, dimana belum ditemukan kasus terkonfirmasi pada petugas puskesmas, sehingga potensial sebagai puskesmas role model untuk puskesmas yang lain. Pengumpulan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik non probability sampling dengan pendekatan convenience sampling. Non-probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan sama bagi setiap anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Sedangkan convenience sampling yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2016).

Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner secara daring menggunakan Google Form dengan jumlah pertanyaan sebanyak 22 poin yang dikirimkan kepada petugas puskesmas melalui pesan WhatsApp. Para petugas puskesmas diminta kesediannya untuk mengisi kuesioner yang telah dibagikan. Kuesioner menggunakan skala Likert lima poin yakni Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Netral (N), Tidak Setuju (TS), dan Sangat Tidak Setuju (STS).

Data yang didapat, kemudian disajikan dalam bentuk tabel untuk mengetahui kecenderungan persepsi petugas Puskesmas terhadap vaksinasi Covid-19. Analisis data menggunakan model interaktif kualitatif yang terdiri dari tiga tahapan, yakni reduksi data, display data, serta penarikan dan verifikasi kesimpulan. Tahap pertama adalah reduksi data dimana ketika mengumpulkan seluruh informasi yang dibutuhkan dari hasil kuesioner kemudian dikelompokkan datanya. Kedua, tahap display data yakni tahap pemaparan data yang diperlukan dalam penelitian. Ketiga, tahap penarikan dan verifikasi kesimpulan adalah tahap interpretasi data penelitian kemudian ditarik kesimpulan berdasarkan fenomena yang telah diperoleh (Sobandi, 2016 ).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebelum melakukan analisis disampaikan profil informan sebagai pertimbangan dalam melakukan analisis tersebut.

Tabel 1. Profil Informan Petugas di Puskesmas Sukamakmur

Profil Frekuensi Prosentase (%)

Umur

≤ 18 tahun 18 – 30 tahun 31 – 40 tahun 41 – 50 tahun 51 – 59 tahun

0 14 16 4 4

0 36,9 42,1 10,5 10,5

Jumlah 38 100

Jenis Kelamin

Laki-laki Perempuan

6 32

15,8 84,2

Jumlah 38 100

Pendidikan Terakhir

Pendidikan rendah SD - SMA Pendidikan tinggi D3 – S2

5

33

12,8

87,2

Jumlah 38 100

Pekerjaan

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 34

Tenaga kesehatan Tenaga non kesehatan

32 6

84,2 15,8

Jumlah 38 100

Komorbid

Dengan komorbid 11 28,9

Tanpa komorbid 27 71,1

Jumlah 38 100

Sumber: Data primer

Sesuai tabel 1, diperoleh gambaran hasil distribusi data dari 38 responden yang diteliti bahwa berdasarkan usia, yang berusia antara 18 - 30 tahun berjumlah 14 responden (36,9%), usia antara 31 – 40 tahun 16 responden (42,1%), usia antara 41 – 50 tahun dan usia antara 51 – 59 tahun masing-masing 4 responden (10,5 %). Artinya semua responden adalah usia beresiko terpapar Covid-19 dalam aktifitas pelayanannya dan semuanya merupakan sasaran vaksinasi Covid-19 tahap satu.

Jenis kelamin informan perempuan 32 orang (84,2%) dan laki-laki 6 orang (15,8%). Hal ini menjadi kewaspadaan dan perhatian untuk puskesmas, mengingat jumlah petugas laki-laki yang terbatas. Sementara berdasar data Kemenkes menyatakan bahwa jenis kelamin terbanyak yang terinfeksi Covid-19 di Indonesia adalah laki-laki dengan prosentase kasus positif di Indonesia, sebesar 51,9 %, sedangkan perempuan sebanyak 48,1%. Data jumlah pasien yang dirawat juga kebanyakan laki-laki yakni sebesar 51,4 %, demikian juga kategori pasien sembuh laki-laki sebesar 51,6 % dan kasus meninggal juga didominasi laki-laki yakni sebesar 58,8 % (GugusTugas, 2020).

Gambaran profil informan berdasarkan pendidikan adalah bahwa yang berpendidikan tinggi (D3 – S2) sebanyak 87,2 % dan yang berpendidikan rendah (s.d. SMA) adalah 12,8%. Sejumlah teori, salah satunya Teori Bloom menyatakan bahwa semakin tinggi pendidikan, berpengaruh terhadap perubahan perilaku. Buana (2020), menyebutkan bahwa pengetahuan yang baik mempengaruhi perilaku yang baik dan positif yang berdampak positif pula terhadap kesehatan. Istiningtyas (2010), juga menjelaskan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan tentang gaya hidup sehat dengan perilaku gaya hidup sehat pada diri seseorang.

Karakteristik berikutnya adalah berdasarkan jenis ketenagaan, dimana tenaga puskesmas yang merupakan tenaga kesehatan 84,2% dan lebihnya adalah tenaga non kesehatan. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa sebagian besar korban akibat pandemi di fasilitas pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan. Hal ini karena sesuai dengan persentase terbanyak tenaga yang ada di fasilitas pelayanan kesehatan adalah tenaga kesehatan, baik medis ataupun non medis.

Syarat seseorang menjadi sasaran penerima vaksinasi salah satunya adalah tidak dengan komorbid. Disini terdeteksi dalam pendataan bahwa 11 tenaga puskesmas ditunda vaksinasi tahap satu karena memiliki komorbid dan 27 lainnya aman untuk mandapatkan vaksinasi. Komorbid adalah penyakit atau kondisi yang muncul bersamaan pada individu yang secara sederhana diartikan sebagai penyakit penyerta. Contoh komorbid adalah diabetes, penyakit jantung, tekanan darah tinggi (hipertensi), gangguan kejiwaan, atau penyalahgunaan zat tertentu. Komorbid cenderung meningkatan risiko kesehatan seseorang ketika terinfeksi penyakit tertentu sehingga menghambat penyembuhan.

Penelitian ini menilai persepsi pada petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Berdasar Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), persepsi diartikan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari serapan. Pelaksanaaan vaksinasi Covid-19 dideskripsikan dalam beberapa kriteria sesuai Petunjuk Teknis penyelenggaraan Vaksinasi Covid-19 (Kemenkes,

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 35

2020). Dengan mempertimbangkan penerimaan terhadap beberapa kriteria tersebut, kemudian informan diberikan pertanyaan tentang kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19. Setelah melalui proses analisis, hasil penelitian dipaparkan dalam tabel dengan melihat presentase tertinggi untuk mengetahui persepsi petugas puskesmas terhadap vaksinasi Covid-19 pada masa pandemi Covid-19 menuju era new normal.

Mengacu pada Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) Kemenkes RI, sebagai mata pelatihan yang disampaikan dalam pelatihan vaksinator Covid-19, dijelaskan secara rinci bahwa untuk dapat berlangsungnya pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Puskesmas sebagai fasilitas pelayanan kesehatan pertama memegang peran dan fungsi yang sangat penting untuk berlangsungnya vaksinasi Covid-19 ini, baik bagi tenaga di Puskesmas maupun kepada masyarakat. Sebagai sasaran prioritas yang ditetapkan oleh pemerintah, berharap bahwa penerimaan petugas Puskesmas terhadap vaksinasi Covid-19 dapat mempercepat penerimaan di masyarakat sehingga tujuan akhir yaitu untuk menciptakan herd imunity segera tercapai.

Beberapa hal yang dijadikan sebagai kriteria pelaksanaan vaksinasi Covid-19 adalah keberhasilan tujuan vaksinasi, perencanaan dan rantai dingin, pelaksanaan vaksinasi, pencatatan pelaporan dan KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi) pada vaksinasi Covid-19 pada masa pandemi. Berdasar kriteria tersebut, berikut adalah persepsi petugas puskesmas.

Tabel 2.

Persepsi Petugas Puskesmas terhadap Keberhasilan Tujuan Vaksinasi

Persepsi Keberhasilan Tujuan Vaksinasi SS(%) S(%) N(%) TS(%) STS(%) %

vaksinasi Covid-19 dapat mengurangi penularan

39,5 44,7 13,2 2,6 - 100

vaksinasi Covid-19 dapat menurunkan angka kesakitan

34,2 50 15,8 - - 100

vaksinasi Covid-19 dapat mengurangi kematian

23,7 60,5 13,2 2,6 - 100

vaksinasi Covid-19 dapat menimbulkan kekebalan kelompok di masyarakat (herd immunity)

50 31,6 18,4 - - 100

vaksinasi Covid-19 dapat melindungi masyarakat agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi

43,2 43,2 13,5 - - 100

Tingkat kesediaan Ya Tidak n %

n % n % 38 100

Kesediaan melakukan vaksinasi 34 89,5 4 10,5 38 100

Sumber: Data primer

Peran FKTP pada pandemi Covid-19 sangat penting khususnya Puskesmas dalam melakukan prevensi, deteksi dan respon di dalam pencegahan dan pengendalian Covid-19 (Kemenkes, 2020). Dengan kondisi pandemi Covid-19 menuju era new normal, kita semua menginginkan bahwa situasi dan kondisi ini segera berakhir. Gambaran persepsi keberhasilan tujuan vaksinasi Covid-19 menurut petugas puskesmas berdasar persentase terbanyak adalah, 44,7% menyatakan setuju bahwa vaksinasi Covid-19 dapat mengurangi transmisi/penularan, 50% menyatakan setuju vaksinasi Covid-19 dapat menurunkan angka kesakitan, 60,5% menyatakan setuju vaksin dapat mengurangi kematian akibat Covid-19, 50% menyatakan sangat setuju vaksinasi Covid-19 dapat menimbulkan kekebalan kelompok di masyarakat (herd

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 36

immunity) dan 43,2% menyatakan sangat setuju bahwa vaksinasi Covid-19 dapat melindungi masyarakat dari Covid-19 agar tetap produktif secara sosial dan ekonomi.

Dari gambaran tersebut dapat dilihat persentase persepsi petugas puskesmas terhadap keberhasilan tujuan vaksinasi Covid-19. Masih ada 2,6% yang menyatakan tidak setuju dan 13,2% hingga 18,4% menyatakan netral untuk persepsi terhadap keberhasilan tujuan vaksinasi. Dengan mempertimbangkan keberhasilan tujuan vaksinasi, sejumlah 89,5% petugas menyatakan bersedia melakukan vaksinasi dan 10,5% tidak bersedia.

Persepsi petugas puskesmas yang mayoritas menerima, selanjutnya dapat berkontribusi sebagai suri tauladan untuk mempercepat penerimaan masyarakat terhadap vaksin ini. Vaksinasi Covid-19 adalah jenis vaksin baru yang dipersiapkan dengan waktu paling cepat disbanding jenis vaksin lain yang sudah ada selama ini. Rata-rata vaksin disiapkan dalam rentang waktu tiga sampai empat tahun, namun vaksin Covid-19 dalam waktu kurang dari satu tahun sudah siap digunakan. Sejalan dengan itu, penelitian sebelumnya mendiskripsikan bahwa sebagian besar responden orang tua memiliki persepsi baik terhadap pemberian imunisasi dasar lengkap pada anak (53.5%) dan sebagian besar responden (56,5%) memiliki sikap baik terhadap pemberian imunisasi tersebut (Imelda Frastika, 2020).

Seiring dengan terus menyebarnya Covid-19, meningkatnya jumlah kasus per hari, dan keputusan pemerintah yang menetapkan rakyat Indonesia harus mampu hidup berdamai dengan virus corona di era new normal, maka harus disertai dengan perilaku hidup sehat semua komponen masyarakat, termasuk juga penerimaan terhadap vaksinasi Covid-19 (Fadhilaturrahmi, 2020). Herd Immunity bisa tercipta dengan menggunakan dua cara, yaitu dengan cara menyuntikkan vaksinasi dan obat untuk penangkalan penyebaran virus tersebut. Kekebalan tersebut muncul dari vaksin yang disuntikkan dan tidak membuat virus dari orang yang terjangkit menular pada orang lain (Hardy, 2020).

Tabel 3.Persepsi petugas puskesmas terhadap persiapan dan rantai dingin Persepsi terhadap persiapan dan rantai dingin SS(%) S(%) N(%) TS(%) STS(%) SS(%)

status sebagai petugas puskesmas memudahkan saya memperoleh vaksinasi

63,2 26,3 10,5 - - 100

vaksin Covid-19 sudah mendapatkan ijin edar darurat dari BPOM

54,4 35,1 10,5 - - 100

vaksin Covid-19 sudah mendapatkan sertifikat halal dari MUI

42,1 44,7 13,1 - - 100

tempat pelayanan vaksinasi sudah dipersiapkan 50 39,5 10,5 - - 100

jadwal pelayanan vaksinasi sudah disusun 55,3 39,5 5,3 - - 100

puskesmas sudah merencanakan kebutuhan sumber daya untuk pelaksanaan vaksinasi

55,3 31,6 13,2 - - 100

puskesmas sudah melakukan kegiatan advokasi, sosialisasi dan pelatihan terhadap pelaksanaan vaksinasi

54,1 35,1 8,1 2,7 - 100

distribusi dan manajemen vaksin, dilakukan sesuai prosedur rantai dingin yang tepat.

60,5 28,9 10,5 - - 100

Tingkat kesediaan Ya Tidak n %

n % n % 38 100

Kesediaan melakukan vaksinasi 34 89,7 4 10,3 38 100

Sumber: Data Primer

Tabel 3 menyatakan hasil kuesioner dengan kriteria persepsi petugas puskesmas terhadap persiapan dan rantai dingin. Presentase tertinggi sebanyak 63,2% informan menyatakan sangat setuju bahwa status sebagai petugas puskesmas memudahkan dalam memperoleh vaksinasi, 54,4% menyatakan sangat setuju bahwa vaksin Covid-19 sudah mendapatkan ijin edar darurat dari BPOM dan 44,7% menyatakan setuju vaksin Covid-19

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 37

sudah mendapatkan sertifikat halal dari MUI. Sementara 50% petugas sangat setuju bahwa tempat pelayanan vaksinasi Covid-19 sudah siap. 55,3% menyatakan sangat setuju jadwal pelayanan vaksinasi sudah disusun dan bahwa puskesmas sudah merencanakan kebutuhan sumber daya untuk pelaksanaan vaksinasi. Distribusi dan manajemen vaksin, yang dilakukan sesuai prosedur rantai dingin yang tepat, dinyatakan oleh 60,5% sangat setuju, sementara terkait advokasi, sosialisasi dan pelatihan terhadap pelaksanaan vaksinasi 54,1% menyatakan sangat setuju. Hal ini menunjukkan kesiapan puskesmas dalam pelaksanaan vaksinasi covid-19. Masih terdapat 12,8% memilih netral dan 2,6% menyatakan tidak setuju terhadap persiapan dan rantai dingin. Selain itu sebanyak 10,3% petugas juga memilih netral terhadap persiapan tempat, kegiatan advokasi dan sosialisasi serta distribusi dan manajemen vaksin. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada kriteria persepsi petugas puskesmas terhadap persiapan dan rantai dingin masih terdapat respon kurang positif karena petugas lebih memilih untuk netral dengan presentase yang cukup tinggi. Dari sisi efektifitas vaksin, manajemen persiapan dan rantai dingin vaksin memang sangat menentukan kemanfaatan vaksin. Hal ini menandakan beberapa informan kurang menerima atau kurang percaya terhadap persiapan dan rantai dingin. Dengan pertimbangan persiapan dan rantai dingin ini tingkat kesediaan melakukan vaksin 10,3% menyatakan tidak bersedia. Diperlukan kajian lebih mendalam terkait pemahaman dan informasi terkait rantai dingin.

Tabel 4. Persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi

Persepsi terhadap Pelaksanaan Vaksinasi SS(%) S(%) N(%) TS(%) STS(%) %

sudah mengetahui Prinsip prokes dalam Pelaksanaan Vaksinasi Covid-19

63,2 34,2 2,6 - - 100

Standar Pelayanan Vaksinasi Covid-19 sudah disusun

50 39,5 10,5 - - 100

Kerja Sama dengan seluruh lintas sektor dalam Persiapan pelaksanaan Vaksinasi Covid-19 sudah dilakukan

65,8 23,7 10,5 - - 100

puskesmas sudah mempersiapkan manajemen Limbah dalam pelaksanaan vaksinasi COVID-19

57,9 31,6 10,5 - - 100

Tingkat kesediaan Ya Tidak n %

n % n % 39 100

Kesediaan melakukan vaksinasi 38 100 - 0 39 100

Sumber: Data Primer

Gambaran pelaksanaan vaksinasi Covid-19 menurut petugas puskesmas berdasar persentase terbanyak adalah, 63,2% menyatakan sangat setuju bahwa sudah diketahui prinsip pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di puskesmas, 50% menyatakan sangat setuju puskesmas sudah menyusun Standar Pelayanan Vaksinasi Covid-19, 65,8% menyatakan sangat setuju puskesmas sudah melakukan kerja sama dengan seluruh lintas sektor dalam persiapan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 dan 57,9% menyatakan sangat setuju puskesmas sudah mempersiapkan manajemen limbah dalam pelaksanaan vaksinasi Covid-19.

Petunjuk Teknis Pelayanan Puskesmas Pada Masa Pandemi COVID-19 menjadi dasar pelayanan di puskesmas dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat. Protokol kesehatan meliputi menjaga kebersihan tangan dengan sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir ar=tau hand sanitizer, memakai masker, menghindari menyentuh wajah, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, Isolasi mandiri Bagi Anda yang merasa tidak

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 38

sehat, seperti mengalami demam, batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak napas, diminta untuk secara sadar dan sukarela melakukan isolasi mandiri di dalam rumah dan tidak mendatangi tempat kerja, sekolah, atau tempat umum lainnya karena memiliki risiko infeksi Covid-19 dan menularkannya ke orang lain serta meningkatkan upaya menjaga kesehatan.

Dengan melihat persepsi terhadap pelaksanaan vaksinasi, 100% petugas bersedia melakukan vaksinasi. Dari gambaran tersebut dapat dilihat persentase persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19. Masih ada 10,5% yang menyatakan netral terhadap kerjasama dengan lintas sektor. Hal ini menjadi perhatian untuk lebih meningkatkan pelaksanaan sosialisasi, advokasi dan koordinasi dengan seluruh lintas sektor sebagai upaya pemberdayaan masyarakat khususnya tokoh masyarakat dan tokoh agama dalam memasyarakatkan pentingnya vaksinasi Covid-19. Dikuatkan oleh penelitian sebelumnya bahwa sosialisasi dengan melakukan komunikasi, informasi dan edukasi dapat menjadi satu penggerak seseorang untuk melakukan atau mencapai suatu tujuan perubahan yang lebih baik (Sari, 2020).

Tabel 5. Persepsi petugas puskesmas terhadap pencatatan dan pelaporan vaksinasi

Persepsi terhadap Pencatatan dan Pelaporan SS(%) S(%) N(%) TS(%) STS(%) %

sudah mengetahui Sistem pencatatan dan pelaporan elektronik melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi

50 34,2 15,8 - - 100

sudah mengetahui pencatatan hasil pelayanan vaksinasi melalui aplikasi Pcare

52,6 34,2 13,2 - - 100

sudah mengetahui pencatatan pelaporan vaksin dan logistik vaksinasi Covid-19 dengan sistem monitoring logistik elektronik Bio Tracking dan SMILE (Sistem Monitoring Imunisasi dan Logistik Elektronik)

44,7 42,1 13,2 - - 100

sudah mempersiapkan pencatatan dan pelaporan manual, bila tidak memungkinkan secara online

50 39,5 10,5 - - 100

Tingkat kesediaan Ya Tidak n %

n % n % 38 100

Kesediaan melakukan vaksinasi 37 100 - 0 38 100

Sumber: Data Primer

Tabel 6 menunjukkan persepsi petugas terhadap pencatatan pelaporan pada pelaksanaan vaksinasi Covid-19 meliputi Sistem elektronik yang digunakan, aplikasi p-care dan pelaporan manual yang harus tetap disiapkan. Dapat diketahui bahwa 50% menyatakan sangat setuju bahwa puskesmas sudah mengetahui Sistem pencatatan dan pelaporan elektronik melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi, dari sisi penggunaan p-care 52,6% menyatakan sangat setuju, terkait pencatatan pelaporan vaksin dan logistik dengan SMILE, 44,7% menyatakan sangat setuju dan bahwa puskesmas sudah mempersiapkan pelaporan manual sebagai back up data 50% menyatakan sangat setuju. Hal ini menjelaskan bahwa informasi ini sudah diketahui oleh hampir seluruh petugas puskesmas. Mengingat seluruh sasaran harus dilakukan verifikasi data ke aplikasi p care sebelum melakukan vaksinasi. Sistem pencatatan pelaporan sangat erat kaitannya dengan pengakuan dan akuntabilitas kegiatan. Baik buruknya sistem pencatatan pelaporan juga menunjukkan kinerja puskesmas. Hasil pada kriteria persepsi petugas puskesmas terhadap pencatatan dan pelaporan vaksinasi Covid-19 menunjukkan respon positif, sehingga penerimaan kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19 terkait pertimbangan terhadap pencatatan pelaporan mencapai 100% bersedia .

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 39

Tabel 6. Persepsi petugas puskesmas terhadap Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)

Persepsi terhadap KIPI SS(%) S(%) N(%) TS(%) STS(%) %

saya mengkhawatirkan adanya KIPI 64 28 2,6 5,4 - 100

puskesmas sudah menyiapkan syok anafilaktif kit 51 38 11 - - 100

mengetahui mekanisme penanganan KIPI 43,6 37,2 12,8 5,4 - 100

Tingkat kesediaan Ya Tidak n %

n % n % 38 100

Kesediaan melakukan vaksinasi 38 100 - 0 38 100

Sumber: Data Primer

Kejadian ikutan pasca imunisasi adalah hal yang paling dikhawatirkan pada semua pelaksanaan imunisasi. Vaksin Covid-19 sebagai vaksin baru yang belum diketahui efek simpangnya. Gambaran tabel 6 menunjukkan bahwa 64% petugas mengkahwatirkan adanya KIPI, 51% mengetahui bahwa puskesmas sudah menyiapkan kit anafilaktif syok sebagai standart fasilitas penanganan terhadap efek simpamg pemberian obat, dan 43,6% menyatakan sudah mengetahui mekanisme penanganan KIPI.

Meskipun dengan kekhawatiran yang cukup besar pada petugas puskesmas, namun penerimaan mereka terhadap vaksinasi mencapai 100% bersedia melakukan vaksinasi. Puskesmas sudah melaksanakan beberapa jenis imunisasi selama ini, namun angka kejadian KIPI selama ini memang sangat kecil. Data KIPI tahun 2020 tidak ditemukan laporan KIPI terhadap semua jenis imunisasi di Puskesmas Sukamakmur. Hal ini dapat menjelaskan bahwa dengan pengetahuan petugas terhadap efek simpang vaksin termasuk Covid-19, dibanding dengan manfaat yang diperoleh, menyebabkan tingkat penerimaan petugas terhadap vaksinasi Covid-19 sangat baik.

Triangulasi

Widoyoko (2017), menjelaskan dalam penelitiannya, bahwa melalui berbagai perspektif atau pandangan didapatkan hasil analisis yang mendekati kebenaran. Pada penelitian ini dilakukan triangulasi metode, dengan membandingkan informasi atau data dengan beberapa cara. Sebagaimana dikenal dalam penelitian kualitatif, peneliti menggunakan metode wawancara, obervasi dan survei, untuk mengecek kebenaran informasi yang disampaikan.

Berdasarkan informasi yang berhasil dikumpulkan dari informan petugas kesehatan medis, non medis dan petugas lainnya didapatkan gambaran yang selaras. Bahwa persepsi petugas terhadap beberapa kriteria terkait vaksinasi Covid-19 menjadi pertimbangan dalam keputusan kesediaan melakukan vaksinasi Covid-19.

Hasil wawancara kepada beberapa tenaga kesehatan dan non tenaga kesehatan di puskesmas menyatakan bahwa para petugas sudah sangat lelah dengan situasi pandemi yang belum menampakkan tanda-tanda akan berakhir. T (perawat), menyatakan bahwa “Pandemi Covid-19 sudah menyita fisik dan mental seluruh petugas puskesmas dalam penatalaksanaannya selama ini, sehingga melaksanakan vaksinasi adalah salah bentuk ikhtiar yang sangat penting untuk segera dilakukan.”

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 40

T (Kepala Puskesmas) menjelaskan “Pentingnya keberhasilan tujuan vaksinasi Covid-19 disampaikan kepada petugas berulang-ulang untuk menyamakan persepsi petugas dan penerimaan terhadap vaksinasi, mengingat kesehatan keselamatan petugas diutamakan dan mereka yang akan berperan sebagai teladan dan sumber informasi di masyarakat”. Dengan melihat keberhasilan tujuan vaksinasi, sejumlah 89,7% petugas menyatakan bersedia melakukan vaksinasi dan 10,3% tidak bersedia. A (Petugas administrasi), “Saya ragu-ragu dengan manfaat vaksinasi karena dari berita yang saya baca, bahwa tidak menjadi jaminan setelah divaksin kita akan bebas dari Covid-19”. Bidan puskesmas (L) menyebutkan bahwa “Dengan makin seringnya mendapatkan informasi resmi dari petugas yang mengikuti pelatihan tentang vaksinasi Covid-19, saya semakin yakin dan mantap untuk melakukan vaksinasi Covid-19”. M (Perawat) juga menyampaikan bahwa “Setelah vaksinator puskesmas menyampaikan informasi tentang pelaksanaan vaksinasi Covid-19, meski awalnya saya ragu, sekarang menjadi mantap untuk melakukan vaksinasi Covid-19”. Hasil yang menunjukkan bahwa pada kriteria persepsi petugas puskesmas terhadap persiapan dan rantai dingin, dapat dilihat respon kurang positif karena petugas lebih memilih untuk netral dengan presentase yang cukup tinggi. Hal ini menandakan mereka kurang menerima terhadap persiapan dan rantai dingin vaksinasi Covid-19, sehingga tingkat kesediaan melakukan vaksin menyatakan 10,3% tidak bersedia. K (Perawat) “Kalau memperhatikan jarak puskesmas dari Dinkes, saya ragu bahwa kondisi vaksinnya masih aman dan tersimpan dalam suhu yang sesuai, apalagi disini sering mati lampu.” Namun K (Sanitarian) menyatakan bahwa “Genset puskesmas sudah disiapkan bila mendadak terjadi mati lampu, sehingga InsyaAllah kondisi vaksin tetap aman.” Hasil wawancara kepada beberapa informan tersebut memastikan bahwa keputusan kesediaan melakukan vaksinasi pada petugas puskesmas mungkin ditentukan oleh adanya informasi berulang dari leader yaitu kepala puskesmas dan dari orang yang sudah dilatih tentang pelaksanaan vaksinasi Covid-19, yaitu vaksinator puskesmas.

PENUTUP

Hasil dan pembahasan menunjukkan persepsi petugas puskesmas terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 di era new normal terhadap pelaksanaan vaksinasi Covid-19 memberikan hasil bahwa berdasar persepsi terhadap keberhasilan vaksinasi, 61,5% menyetujui vaksinasi Covid-19 dapat mengurangi kematian. Petugas puskesmas sangat setuju status sebagai petugas puskesmas memudahkan dalam memperoleh vaksinasi (63,2%). Terhadap kriteria keberhasilann vaksinasi dan persiapan dan rantai dingin, kesediaan melakukan vaksinasi didapatkan 80,7% menyatakan bersedia dan 4 orang (10,3%) tidak bersedia.

Kriteria selanjutnya, 65,8% menyatakan setuju bahwa kerja sama dengan seluruh lintas sektor dalam persiapan pelaksanaan vaksinasi Covid-19 sudah dilakukan. Sementara pada kriteria pencatatan pelaporan, 52,6% menyatakan sudah mengetahui pencatatan hasil pelayanan vaksinasi melalui aplikasi P-care dimulai dari proses registrasi. Dengan mempertimbangkan pelaksanaan vaksinasi dan pencatatan pelaporan, 100% petugas menyatakan bersedia melakukan vaksinasi Covid-19. Selama pandemi Covid-19 belum berakhir, puskesmas sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat harus mampu berkompromi dengan seluruh lapisan masyarakat terutama tentang Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI). Pemahaman yang baik tentang KIPI akan mampu berkontribusi positif terhadap penerimaan terhadap kesediaan melakukan vaksinasi. Ditunjukkan dengan hasil penelitian ini, bahwa meskipun kekhawatiran terhadap KIPI mencapai 64%, namun kesediaan untuk melakukan vaksinasinya 100% bersedia.

J U R N A L I N S P I R A S I V o l . 1 2 N o . 1 , J u n i 2 0 2 1 41

Untuk penelitian lebih lanjut, dapat dilakukan tentang hubungan antara persepsi pelaksanaan vaksinasi dengan kesediaan melakukan vaksinasi, persepsi pelaksanaan vaksinasi Covid-19 terhadap kesediaan melakukan vaksinasi di masyarakat. Sehingga akan diketahui persepsi petugas kesehatan dan juga masyarakat.

Ucapan Terimakasih

Diucapkan terimakasih kepada seluruh pihak yang sudah berkenan menjadi informan dan pihak -pihak lain yang mendukung penelitian ini serta mendukung dalam pengembangan hasil penelitian terhadap penerimaan vaksinasi Covid-19 yang lebih masif.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, L. (2020). Analisis Gejala Klinis Dan Peningkatan Kekebalan Tubuh Untuk Mencegah Penyakit Covid-19. Jambura Journal of Health Sciences and Research.

Ayu Kurniawati, K. R. (2020). Sosialisasi Hidup Sehat di Tengah Wabah Virus Corona. . Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Berkarakter.

Buana, (2020), Analisis Perilaku Masyarakat dalam menghadapi pandemivirus Corona Covid-19 dan Kiat Menjaga Kesehatan Jiwa,

Harahap1, M. H. (2020). UPAYA PENINGKATAN POLA HIDUP BERSIH SEHAT DI DESA IBUS. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, vol 26 nomor 4.

Hardy, F. R. (2020). Herd Immunity Tantangan New Normal Era Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Kesehatan Masyarakat.

Imelda Frastika, S. N. (2020). Persepsi dan Sikap Orang Tua tentang Pemberian Imunisasi Anak . Jurnal Ilmu Keperawatan Indonesia.

Kemenkes. (2021). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19). Kemenkes RI.

Ketua Gugus Tugas PKMPCEN tentang Laporan efikasi vaksin Sinovac untuk Covid-19, Tugas, G. (2020).

Khasanah, S. U. (2021). Persepsi Mahasiswa Pendidikan Bahasa Inggris UIN Sunan Ampel Surabaya Terhadap Pembelajaran Daring Via Zoom Pada Masa Pandemi Covid-19. Edunesia : jurnal Ilmiah Pendidikan Vol. 2 No. 1 .

Nurfajriani, R. (2020). Update Virus Corona di Dunia Selasa, 5 Mei 2020: Total Lebih dari 3,6 Juta Kasus Positif. Pikiran Rakyat.com.

Peraturan Menteri kesehatan nomor 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, Permenkes. (2019) Putri, R. N. (2020). Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Universitas

Batanghari Jambi, 20(2), Juli 2020, 705-709 Kemenkes RI. (2020). Juknis Pelayanan Puskesmas pada Masa Pandemi Covid-19. Kemeneks RI. (2020). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disesase. Jakarta. Sari, M. (2020). Sosialisasi Tentang Pencegahan Covid-19 di Kalangan Siswa Sekolah Dasar di

SD Minggiran 2 Kecamatan Papar Kabupaten Kediri. . Jurnal Karya Abadi. Sobandi, B. (2016 ). Metode Penelitian 2. LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA RI. Widjaja, S. (2020). Vaksinasi Measles, Mumps, dan Rubella (MMR) Sebagai Prophylaxis

Terhadap COVID-19. KELUWIH: Jurnal Kesehatan dan Kedokteran. Zendrato, W. (2020). Gerakan Mencegah Daripada Mengobati Terhadap Pandemi Covid-19.

Jurnal Education And Development, Vol. 8 No. 2 . Ellyvon Pranita, "Kematian Tenaga Medis Indonesia Akibat Covid-19 Tertinggi di Asia,

Kenapa?",https://www.kompas.com/sains/read/2021/01/04/193000323/ kematian-

tenaga-medis-indonesia-akibat-Covid-19-tertinggi-di-asia.