Upload
trinhtuyen
View
215
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905 [Volume 1, Nomor 1, Juli 2015] | 17
PERBEDAAN PILIHAN SEKOLAH
PARA LULUSAN SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
DI KABUPATEN NGAWI
Achmad Sya’baniPengawas SMP Kabupaten Ngawi, Jawa Timur
Abstract
This research aims to determine whether there is differenceschool choice (general school/SMA or vocational school/SMK)
by junior high school leavers in Ngawi Residence and whereforethey choice its. For this research survey method is used. Total
sample is 80 people. The choice and reasons measured byquestionnaires and Chi-Square (χ2) test was done for dataanalysis. Chi-Square (χ2) test showed that there is difference
school choice by junior high school leavers in Ngawi Residencebased on gender. Female student tends to choice SMA (32,5%)
than SMK (10%). Male student tends to choice SMK (40%)than SMA (17,5%). Main reason junior high school leavers choiceSMA is continue to higher education after graduation (31,3%).
Main reason junior high school leavers choice SMK is work aftergraduation (43,8%).
Keywords: school choice, participation, rational choice theory
Jurnal Analisis Pendidikan Dasar dan Menengah Indonesia (JA-DIKDASMEN)
e-ISSN: 2460-5905
Volume 1, Nomor 1, Juli 2015, 17-27
Perbedaan Pilihan Sekolah para Lulusan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Ngawi
18 JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905
PENDAHULUAN
Kabupaten Ngawi adalah salah
satu kabupaten perbatasan di bagi-
an barat Jawa Timur yang berbatas-
an langsung dengan beberapa kabu-
paten di wilayah Jawa Tengah. Pada
konteks otonomi daerah, sebagai
kabupaten yang jaraknya lebih de-
kat dengan kota penyanggah dan
daerah tujuan pendidikan (DTP)
serta daerah tujuan wisata (DTW)
seperti Solo dibandingkan dengan
DTP dan DTW Malang atau Sura-
baya, maka dipastikan problem
yang dihadapi sangat signifikan.
Terkait pembangunan bidang pen-
didikan, ada beban berat yang be-
lum sepenuhnya bisa diselesaikan.
Salah satu indikator hal itu antara
lain, selama lima tahun terakhir In-
deks Pembangunan Manusia (IPM)
Kabupaten Ngawi belum meng-
gembirakan. Statistik Daerah Ka-
bupaten Ngawi (2013), misalnya,
menunjukkan bahwa Kabupaten
Ngawi masuk dalam 5 Besar Ka-
bupaten terendah di Jawa Timur
dengan Indeks IPM sebesar 69,72
di Tahun 2011.
Wilayah Kabupaten Ngawi
yang terdiri atas 19 Kecamatan se-
jatinya memiliki sumber daya ma-
nusia yang potensial. Selain banyak-
nya para tokoh nasional dan inter-
nasional yang inspiratif, daerah ini
juga didukung oleh pembangunan
ekonomi yang mengalami perkem-
bangan cukup pesat akibat mun-
culnya aktivitas-aktivitas baru di
berbagai sektor terutama sektor in-
dustri. Perkembangan yang dimak-
sud salah satunya ditandai dengan
meningkatnya pertumbuhan per-
ekonomian, jumlah penduduk serta
sektor–sektor lainnya (Ngawi
Dalam Angka, 2012). Peningkatan
jumlah penduduk akibat aktivitas
ekonomi yang terus berkembang
mendorong bertambahnya daerah
permukiman ataupun pola permu-
kiman baru. Berdasarkan konsep
aglomerasi, berkembangnya suatu
daerah secara ekonomi akan men-
dorong berkembangnya permuki-
man di daerah sekitarnya, sehingga
menuntut kesesuaian ketersediaan
jangkauan layanan sarana prasarana
pendukung kehidupan masyarakat-
nya. Salah satu sarana prasarana
tersebut adalah fasilitas pendidikan,
baik pendidikan dasar maupun
pendidikan menengah, dan jika
mungkin adalah juga pendidikan
tinggi, sebab hal itu berhubungan
langsung dengan potensi sumber
daya mnusia.
Sumber daya manusia (SDM)
menurut teori modal manusia (hu-
Achmad Sya'bani
Volume 1, Nomor 1, Juli 2015 19
man capital) adalah cadangan bakat,
keahlian dan pengetahuan yang
dapat memperkuat tawar-menawar
gaji dan penghasilan seseorang di
pasaran tenaga kerja. Umumnya
dilakukan pembedaan antara sum-
ber daya manusia umum yakni yang
berkaitan dengan hal-hal yang
mempengaruhi potensi gaji atau
penghasilan seseorang dalam pe-
kerjaan dan profesi secara umum
dan modal manusia khusus, yang
mempengaruhi gaji atau peng-
hasilan seseorang dalam perusaha-
an tertentu dimana mereka bekerja
tanpa memperdulikan nilai gaji di
lain perusahaan (Cowell, 2008).
Contoh sumber daya manusia
umum adalah pendidikan formal
dalam keahlian umum seperti mate-
matika dan bahasa; sedangkan con-
toh sumber daya manusia khusus
adalah pengetahuan mengenai apa
yang akan dikerjakan dalam sebuah
perusahaan dan kontak pribadi
dengan orang-orang di perusahaan
itu. Dalam banyak hal, sumber
daya manusia adalah suatu kondisi
pertengahan, apakah itu diperoleh
dari off the job dalam bentuk pelatih-
an atau pendidikan, atau in job se-
perti pengalaman kerja.
Analisis teori modal manusia
pada umumnya berasumsi bahwa
pasar tenaga kerja dimana-mana
cukup kompetitif. Jasa dari ber-
bagai sumber daya manusia bersifat
cukup substitutif dan peluang pen-
didikan cukup terbuka, sedemikian
rupa sehingga perbedaan-perbeda-
an pendapatan tidak akan dikacau-
kan oleh penambahannya (dalam
prakteknya, gaji tidak segera ber-
ubah ketika jumlah pekerja ber-
ubah). Berdasar asumsi itu besar-
nya pendapatan bisa ditaksir (dalam
bentuk kenaikan potensi pendapat-
an) terhadap penanaman modal
manusia (dalam bentuk pendapat-
an yang hilang dan biaya langsung-
nya) dengan menggunakan hasil
observasi pendapatan para pekerja
dalam sampel lintas-sektoral dan
dalam studi panel lintas-waktu.
Tingkat imbalan dari investasi se-
macam ini ditemukan biasanya ber-
kisar antara 10-15 persen. Tetapi,
menurut Cowell (2008), taksiran
semacam ini acapkali tidak mem-
perhatikan dampak ekonomi dan
faktor sosial lain yang mungkin
mempengaruhi distribusi penda-
patan.
Berdasarkan argumentasi teori
modal manusia tersebut, maka se-
betulnya yang diperlukan oleh dae-
rah seperti Kabupaten Ngawi yang
relatif baru menapak ke arah indus-
Perbedaan Pilihan Sekolah para Lulusan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Ngawi
20 JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905
trialisasi adalah ketersediaan SDM
terampil pada tingkat menengah
yang seyog yanya dihasilkan oleh
para lulusan Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK), bukan lulusan
Sekolah Menengah Atas (SMA).
Data menunjukkan bahwa SMA di
Kabupaten Ngawi sebanyak 43
sekolah (24 SMA Negeri dan 19
SMA swasta), lebih besar daripada
SMK yang 24 sekolah (3 SMK
Negeri dan 21 SMK swasta). Lebih
jauh, jika ditilik dari daya tampung
yang setara dimana SMA berdaya
tampung kurang lebih 13.456 siswa
dan SMK berdaya tampung kurang
lebih 12.442 siswa, maka cukup
alasan untuk membangun SMK
Negeri atau menegerikan SMK
Swasta agar lembaga pendidikan
tersebut benar-benar meluluskan
tenaga kerja yang kompeten dan
kompetitif. Sudah menjadi rahasia
umum bahwa fasilitas pendidikan
di SMK Negeri jauh lebih baik.
Pertanyaannya ialah bagaimana
sebenarnya persepsi pilihan sekolah
para lulusan SMP di Kabupaten
Ngawi? Adakah perbedaan pilihan
sekolah, yakni cenderung memilih
masuk SMA ataukah cenderung
memilih masuk SMK setelah lulus
SMP? Pertanyaan tersebut menjadi
menarik dalam jangka panjang
karena sangat mungkin para lulusan
SMP tersebut “hanya” sekadar
bersekolah daripada berhenti atau
tidak melanjutkan sekolah setelah
lulus SMP. Atas dasar rasionalitas
tersebut, sebagai pengawas SMP di
Kabupaten Ngawi, maka penulis
berkepentingan guna mengajukan
penelitian dengan judul Perbedaan
Pilihan Sekolah Para Lulusan Sekolah
Menengah Pertama Di Kabupaten
Ngawi. Penelitian ini dilakukan
dengan biaya mandiri dan dibantu
oleh teman-teman sejawat penulis.
Tujuan utama penelitian ini
ialah untuk mengungkap perbeda-
an persepsi pilihan sekolah para
lulusan SMP dan alasan-alasannya.
Hasilnya dapat digunakan oleh para
guru dan pimpinan SMP sebagai
basis sosialisasi pilihan sekolah agar
setelah lulus SMP mereka benar-
benar rasional memilih sekolah se-
hingga bermanfaat bagi pembangu-
nan daerah.
Pemilihan sekolah, dalam sosio-
logi pendidikan bisa dijelaskan me-
lalui beberapa teori. Salah satunya
melalui teori pilihan rasional (ratio-
nal choice theory —RCT) — atau se-
ring disebut teori tindakan rasional
(rational action theory — RAT) yang
menganut pandangan bahwa
satuan-satuan perilaku (biasanya
Achmad Sya'bani
Volume 1, Nomor 1, Juli 2015 21
dari setiap orang) mengoptimasikan
pilihan-pilihan (tindakan-tindakan)
mereka dalam kondisikondisi
tertentu. Dalam bahasa sehari-hari,
individu-individu (satuan-satuan)
itu melakukan sesuatu yang dapat
mereka lakukan dengan sebaik-
baiknya. RCT sama sekali tidak
terkait dengan pandangan populer
tentang apa yang “terbaik”, tetapi
karena tidak ada bukti yang berten-
tangan maka biasanya menimbul-
kan asumsi bahwa individu-indi-
vidu mencari sendiri untuk mereka
sendiri (self-regard). Namun ada
model-model RCT altruisme (ke-
bersamaan) dan kedengkian (Abell,
2008).
Alur pemilihan sekolah secara
permodelan dijelaskan dengan baik
oleh Anderson (1988), ketika
mengkaji alur pemilihan sekolah
anak-anak Australia yang memilih
sekolah swasta dan sekolah-seko-
lah agama (Katolik). Secara lang-
sung, anak memilih sekolah swasta
dipengaruhi oleh minat intelek-
tualnya. Secara tidak langsung di-
pengaruhi oleh pekerjaan ayahnya
yang sebelumnya bersekolah di
sekolah swasta. Sedangkan anak
memilih sekolah agama secara tidak
langsung dipengaruhi oleh agama
Ibu yang bersekolah di sekolah
agama. Nampak jelas bahwa alur
pemilihan sekolah mengikuti tren
pemilihan orangtuanya, baik ayah
maupun ibu.
Teori lain dikemukakan oleh
Fraser, et.al. (1987), yang disebut
disposisi belajar. Disposisi belajar
bertitik tolak dari teori faset-faset
belajar sebagai suatu sintesis dari
model-model belajar di sekolah
sebagaimana dikemukakan Carrol
(1963), Bloom (1976) dan Glasser
(1980). Melalui sintesis model be-
lajar itu, Fraser, et al. (1987), me-
nempatkan disposisi belajar sebagai
tujuan kritis dari model. Semua
konstruk maupun variabel yang
berkaitan dengan belajar di sekolah
bersumbu pada disposisi belajar.
Artinya, sejumlah variabel akan
kurang bermakna jika mengabaikan
fungsi elementer disposisi belajar
siswa. Disposisi belajar bersama-
sama variabel lain membentuk kon-
figurasi model yang mempengaruhi
kesempatan untuk diterima dan
memperoleh hasil.
Berdasarkan model Fraser, ter-
dapat kelompok variabel faktor
sosial. Meliputi variabel keadaan
rumah yang didefinisikan sebagai
status sosial ekonomi seperti pe-
kerjaan orangtua, profesi orangtua,
pendidikan orangtua dan penghasil-
Perbedaan Pilihan Sekolah para Lulusan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Ngawi
22 JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905
an orangtua; kepemimpinan dalam
keluarga; struktur keluarga seperti
jumlah anggota keluarga, bentuk
dan susunan keluarga (brayat atau
somah) serta karakteristik psikologis
keluarga seperti keluarga harmonis
ataukah keluarga retak, dan seba-
gainya. Variabel lain yang termasuk
dalam kelompok variabel faktor
sosial ialah media massa dan fungsi
elementer kelompok teman sebaya.
Kelompok variabel latar belakang
kognitif mencakup variabel IQ;
kreativitas dan prestasi. Kelompok
variabel atribut fisik berisikan
variabel jenis kelamin dan kondisi
jasmaniah. Kelompok variabel
sekolah terdiri atas variabel tujuan
dan kebijakan sekolah; atribut fisik
sekolah dan karakteristik lingku-
ngan sekolah. Sedangkan kelompok
variabel afektif mencakup sikap;
kebutuhan berprestasi; motivasi
berprestasi; minat; perhatian dan
kepribadian.
Disposisi belajar dengan demi-
kian mencakup beberapa dimensi.
Dimensi pertama menunjuk pada
modal kelanjutan belajar misalnya
naik atau tidak naik kelas dan lulus
atau tidak lulus untuk program be-
lajar berikutnya. Sedangkan di-
mensi lain menunjuk pada kondisi
psikologis yang memberi keputusan
pada diri anak untuk melanjutkan
belajar ataukah tidak. Sintesis ter-
hadap teori-teori tersebut dijadikan
dasar untuk menentukan alasan
atau rasional pemilihan sekolah
dalam penelitian ini.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini meng gunakan
metode survei. Alat pengumpul
data yang digunakan adalah kuesio-
ner yang berisi pertanyaan tentang
rencana memilih sekolah setelah
lulus SMP, berikut alasan-alasan-
nya. Sampel diambil secara random
dari 2 SMP Negeri dan 2 SMP
Swasta yang ada di Kabupaten Nga-
wi. Sampel representatif penelitian
ini sebanyak 80 orang siswa yang
masing-masing 20 orang siswa
berasal dari SMP Negeri A dan B,
serta masing-masing 20 orang siswa
dari SMP Swasta C dan D. Jenis ke-
lamin sampel adalah 34 orang siswa
perempuan (42,5%) dan 46 orang
siswa laki-laki (57,5%). Nama SMP
sengaja disamarkan sesuai dengan
kaidah atau etika penelitian dan
untuk menghindari dampak sosial
maupun politik di kemudian hari.
Pengumpulan data dilakukan 15
hari menjelang ujian akhir nasional
SMP, pada semester genap tahun
pelajaran 2014-2015.
Achmad Sya'bani
Volume 1, Nomor 1, Juli 2015 23
Mengingat data yang diraih
berskala kuantitatif, maka analisis
data dilakukan dengan mengguna-
kan statistik. Oleh karena yang di-
analisis adalah perbedaan frekuensi
pilihan sekolah, maka teknik ana-
lisis data yang digunakan adalah
teknik analisis uji Chi-Square (χ2).
Analisis data dilakukan dengan
bantuan Software SPSS versi 16.
Ada tiga variabel yang hendak
diteliti, yakni pilihan sekolah,
alasan pilihan dan jenis kelamin.
Berdasarkan variabel yang diteliti,
maka dirumuskan hipotesis
penelitian ini sebagai berikut:
1. H0 : Tidak ada perbedaan pili-
han sekolah para lulusan SMP
di Kabupaten Ngawi.
2. H0 : Tidak ada perbedaan pili-
han sekolah para lulusan SMP
di Kabupaten Ngawi berdasar-
kan jenis kelaminnya.
Opsi alasan memilih SMA atau
SMK yang disediakan adalah:
1. Murni pilihan sendiri
2. Lebih mudah melanjutkan studi
3. Kehendak orangtua
4. Mengikuti teman
5. Agar bisa bekerja setelah lulus
6. Tidak tahu
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Penelitian
Hasil penelitian setelah dita-
bulasi dapat dilihat pada Tabel 1,
sedangkan hasil tabulasi silang
dapat dilihat pada Tabel 2 berikut.
Sementara hasil uji Chi-Square (÷2),
dengan tingkat kekeliruan alpha (á)
= 0,05 ditampilkan pada Tabel 3.
Tabel 1. Perbedaan Pilihan Sekolah dan Jenis Kelamin
JENIS
KELAMIN PILIHAN SEKOLAH
JUMLAH SMA SMK
Perempuan 26 8 34 Laki-laki 14 32 46
Jumlah 40 40 80
Sumber: Hasil Penelitian Diolah.
Perbedaan Pilihan Sekolah para Lulusan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Ngawi
24 JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905
Tabel 2. Hasil Statistik Tabulasi Silang
Gender * Pilihan Crosstabulation
Pilihan Total
SMA SMK
Gender
Perempuan
Count 26 8 34
% within Gender 76,5% 23,5% 100 ,0%
% within Pilihan 65,0% 20,0% 42,5%
% of Total 32,5% 10,0% 42,5%
Laki-laki
Count 14 32 46
% within Gender 30,4% 69,6% 100 ,0%
% within Pilihan 35,0% 80,0% 57,5%
% of Total 17,5% 40,0% 57,5%
Total
Count 40 40 80
% within Gender 50,0% 50,0% 100 ,0%
% within Pilihan 100,0% 100,0% 100 ,0%
% of Total 50,0% 50,0% 100 ,0%
Tabel 3. Hasil Uji Chi-Square (÷2)
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact S ig. (2-
sided)
Exact Sig . (1-
sided)
Pearson Chi-Square 16 ,573a 1 ,000
Continuity Correctionb 14 ,783 1 ,000
Likelihood Ratio 17 ,269 1 ,000
Fisher 's Exact Test ,000 ,000
Linear-by-Linear Association 16 ,366 1 ,000
N of Valid Cases 80
a. 0 cells (0,0%) have expected count less than 5 . The minimum expected count is 17,00.
b. Computed only for a 2x2 table
Sedangkan alasan-alasan pilihan sekolah dapat dilihat pada Tabel 4
dan Tabel 5 berikut ini.
Achmad Sya'bani
Volume 1, Nomor 1, Juli 2015 25
Tabel 4. Alasan Memilih SMA
SMA
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Pilihandiri 19 23,8 23,8 23,8
Studilanjut 25 31,3 31,3 55,0
Ortu 8 10,0 10,0 65,0
Ikutteman 15 18,8 18,8 83,8
Cepatkerja 5 6,3 6,3 90,0
Tidaktahu 8 10,0 10,0 100,0
Total 80 100,0 100,0
Tabel 5. Alasan Memilih SMK
SMK
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid
Pilihandiri 13 16,3 16,3 16,3
Studilanjut 7 8,8 8,8 25,0
Ortu 11 13,8 13,8 38,8
Ikutteman 10 12,5 12,5 51,3
Cepatkerja 35 43,8 43,8 95,0
Tidaktahu 4 5,0 5,0 100,0
Total 80 100,0 100,0
Pembahasan
Sebagaimana ditunjukkan oleh
Tabel 3, uji Chi-Square (χ2) yang
menghasilkan koefisien χ2 = 16,57
dengan derajat kebebasan 1 signifi-
kan pada tingkat kekeliruan alpha
(p) < 0,05; hipotesis nihil (H0) 1 dan
2 ditolak. Hal itu berarti ada per-
bedaan yang signifikan dalam pili-
han sekolah para lulusan SMP di
Kabupaten Ngawi, dan pilihan ter-
sebut berbeda sesuai dengan jenis
kelaminnya. Hasil analisis tersebut
juga bermakna bahwa para lulusan
SMP yang berjenis kelamin pe-
rempuan cenderung memilih SMA
(32,5%) daripada SMK (10%);
Perbedaan Pilihan Sekolah para Lulusan Sekolah Menengah Pertama di Kabupaten Ngawi
26 JA-DIKDASMEN, e-ISSN: 2460-5905
sedangkan para lulusan SMP yang
berjenis kelamin laki-laki cende-
rung memilih SMK (40%) daripada
SMA (17,5%).
Alasan paling menonjol para
lulusan SMP memilih SMA sebagai-
mana nampak dalam Tabel 4 adalah
karena mereka memandang “lebih
mudah melanjutkan studi” (31,3%)
setelah lulus SMA. Jika hal ini be-
nar, maka sangat disayangkan sebab
seperti diketahui kebijakan nasio-
nal untuk kelanjutan studi sangat
terbuka baik untuk lulusan SMA
maupun lulusan SMK. Barangkali
hal itu disebabkan oleh kurangnya
sosialisasi di tingkat sekolah mene-
ngah tentang peluang kelanjutan
studi.
Teori pilihan rasional ternyata
mampu menjelaskan model pilihan
sekolah para lulusan SMP memilih
SMA. Terbukti, ada 23,8% menja-
tuhkan pilihan SMA berdasarkan
inisiatif atau “murni pilihan sen-
diri.” Bukti lain, kondisi-kondisi se-
perti karena “kehendak orangtua”
dan “mengikuti teman”, jika diga-
bung mencapai 28,8%. Artinya, le-
bih dari separuh pilihan para lulus-
an SMP terhadap SMA bisa dijelas-
kan melalui teori pilihan rasional.
Alasan paling menonjol para
lulusan SMP memilih SMK seba-
gaimana nampak dalam Tabel 5
adalah karena “agar bisa bekerja se-
telah lulus” (43,8%). Fakta ini, se-
lain menggembirakan, juga mem-
prihatinkan. Menggembirakan ka-
rena dengan demikian potensi te-
naga kerja terampil tingkat mene-
ngah, jika dididik secara benar,
akan menjadi modal manusia yang
bisa diserap oleh kalangan industri
dan dunia usaha sesuai dengan
kompetensinya. Memprihatinkan
karena hal itu jelas menunjukkan
pragmatisme para lulusan SMP se-
hingga teori bahwa “terjadi perge-
seran sudut pandang tentang pen-
didikan dimana pendidikan yang
semula merupakan konsep sosial
telah bergeser menjadi konsep eko-
nomi” (Mutrofin, 2015), menemu-
kan relevansinya. Idealnya pen-
didikan tetap harus dipandang
sebagai konsep sosial, artinya orang
bersekolah itu seharusnya dipan-
dang sebagai bagian dari usaha
mencerdaskan dan mengembang-
kan diri, bukan semata-mata agar
kelak mendapatkan pekerjaan.
Berdasarkan hasil analisis mem-
buktikan bahwa pilihan sekolah
lebih dipengaruhi oleh faktor
orangtua sebagaimana dikemuka-
kan Anderson (1988), tidak
signifikan. Pada pilihan SMA hanya
Achmad Sya'bani
Volume 1, Nomor 1, Juli 2015 27
ada 10%, sementara pada pilihan
SMK ada 13,8%. Teori Anderson
agaknya hanya berlaku untuk
pilihan sekolah swasta dan agama.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang bisa ditarik dari
hasil penelitian ini ialah ada per-
bedaan yang signifikan dalam pilih-
an sekolah para lulusan SMP di Ka-
bupaten Ngawi, dan pilihan ter-
sebut berbeda sesuai dengan jenis
kelaminnya. Berdasarkan simpulan
tersebut disarankan agar dilakukan
sosialisasi yang benar di tingkat
SMP tentang kelanjutan studi se-
hingga para lulusan SMP memper-
oleh informasi yang lengkap dan
komprehensif tentang kelebihan
dan kekurangan memilih SMA atau
SMK. Selain itu, agar lulusan SMP
memiliki alasan yang benar dan
rasional ketika menjatuhkan pilihan
kelanjutan studi, ke SMA ataukah
ke SMK. Penelitian ini juga mere-
komendasikan agar bisa dilanjut-
kan dengan menguji apakah tingkat
kepuasan bisa didapat ketika para
lulusan telah menjatuhkan pilihan
sekolah.
DAFTAR RUJUKAN
Abell, P. 2008. Rational Choice.Dalam Kuper, A. & Kuper, J.
(eds.). The Social Science Ency-
clopedia (hlm. 895-896). Lon-don: Roudledge and Kegan
Paul.
Anderson, D.S. (1988). Values,Religion, Social Class and the
Choice of Private School inAustralia. Dalam M.J. Dunkin
(Guest Editor). Inter national
Journal of Educational Research.
Educational Research in Aus-
tralia. Oxford: Pergamon Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik Ka-
bupaten Ngawi. 2013. Ngawi
Dalam Angka 2012.
[BPS] Badan Pusat Statistik Ka-
bupaten Ngawi. 2013. Statistik
Daerah Kabupaten Ngawi 2011.
Cowell, F.A. 2008. Human Capital.
Dalam Kuper, A. & Kuper, J.(eds.). The Social Science Encyclo-
pedia (hlm. 452-453). London:
Roudledge and Kegan Paul.
Fraser, B. J. et al. (1987). Syntheses
of Educational ProductivityResearch. International Journal of
Educational Research, 2(11): 145-
252. Oxford: Pergamon Press.
Mutrofin. 2015. Mengapa Mereka tak
bersekolah? Evaluasi Program
Kewajiban Belajar. Yogyakarta:LaksBang PRESSindo.