72
PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED ASPECTS OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) AGREEMENT DI NEGARA ANGGOTA ASEAN SKRIPSI Oleh SARAH RIZKY ARIANI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED ASPECTS

OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) AGREEMENT

DI NEGARA ANGGOTA ASEAN

SKRIPSI

Oleh

SARAH RIZKY ARIANI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 2: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

i

ABSTRAK

PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED ASPECTS

OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) AGREEMENT

DI NEGARA ANGGOTA ASEAN

oleh

Sarah Rizky Ariani

Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) merupakan sistem di bidang ekonomi terutama

industri, dan perdagangan internasional yang saat ini melekat pada tata kehidupan

modern di setiap negara. Amerika Serikat mengusulkan Proposal for Negotiations

on TRIPs Agreement untuk perlindungan HAKI ke dalam sistem perdagangan

dunia yang disebut General Agreement on Tariffs and Trade (GATT). HAKI juga

berpengaruh dalam organisasi regional ASEAN yang dimana tiap negara anggota

ASEAN merupakan anggota dari World Trade Organization (WTO). TRIPs

merupakan bagian dari WTO Agreement yang ditandatangani oleh negara-negara

anggotanya yang mewajibkan seluruh anggotanya untuk membuat aturan-aturan

mengenai HAKI di negara masing-masing. Adanya kesepakatan tentang TRIPs ini

akan menimbulkan beberapa persoalan hukum, yakni pemasalahan yang berkaitan

dengan HAKI yang banyak diatur dalam konvensi-konvensi intemasional yang

diadministrasi World Intelectual Property Organization (WIPO). Oleh karena itu,

tujuan dalam penelitian ini adalah untuk memahami praktik adopsi serta

implementasi TRIPs Agreement yang dilakukan di Negara anggota ASEAN ke

peraturan perundang-undangan nasional masing-masing negara.

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan sumber

data sekunder dan terdiri dari bahan hukum primer, sekunder, tersier serta

menggunakan teknik studi kepustakaaan sebagai metode pengumpulan data.

Pengolahan data dari penelitian ini adalah melalui perbandingan hukum antar

negara-negara untuk mendapatkan proses praktik adopsi serta perbandingan

implementasi TRIPs Agreement pada setiap negara anggota ASEAN.

TRIPs Agreement mengatur tentang perlindungan HAKI sebagai isu-isu yang

terkait di bidang perdagangan. HAKI merujuk pada semua kategori dari kekayaan

intelektual yang diatur dalam isi Pasal TRIPs yaitu: Hak Cipta dan Hak Terkait

(Pasal 9-14), Merek Dagang (Pasal 15-21), Indikasi Geografis (Pasal 22-24),

Desain Industri (Pasal 25-26), Paten (Pasal 27-34), Desain Tata Letak (Topografi)

Sirkuit Terpadu (Pasal 35-38), Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan (Pasal

39), dan Perlindungan Praktik Anti Persaingan dalam Lisensi Kontrak (Pasal 40).

Praktik adopsi TRIPs Agreement pada negara-negara anggota ASEAN secara

otomatis meratifikasi perjanjian tersebut karena semua negara ASEAN merupakan

anggota dari WTO. Sedangkan, implementasi TRIPs Agreement sebagaimana

halnya perjanjian multilateral lainnya didasarkan pada ketentuan dan prinsip-

prinsip umum GATT, yaitu: ketentutan Free in Determine, Ketentuan Intellectual

Property Convention, ketentuan National Treatment, ketentuan Most Favoured

National Treatment, dan ketentuan Exhaution. Dari semua ketentuan tersebut

masing-masing negara mempunyai kebijakan nasional dalam proses implementasi

TRIPs ke dalam peraturan perundang-undangan nasionalnya.

Kata Kunci:HAKI, GATT/WTO, ASEAN, TRIPs Agreement.

Page 3: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

ii

ABSTRACT

THE IMPLEMENTATION OF TRIPS (TRADE RELATED ASPECTS OF

INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) AGREEMENT IN ASEAN

REGIONAL COUNTRIES

by

Sarah Rizky Ariani

Intellectual Property Rights (IPR) is a system in the economic sector particularly

in the international industry and trade which is currently attached towards the

modern lives in each country. The United States proposed the Proposal for

Negotiations on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs) as

an IPR protection into the world trading system or known as the General

Agreement on Tariffs and Trade (GATT). The IPR has also influenced regional

organization of ASEAN where each countries of ASEAN are also state members

of the World Trade Organization (WTO) which is bound by an international

agreement. TRIPs is a part of the WTO Agreement that is signed by its state

members and obligates all of the state members to establish rules regarding to the

IPR in each countries. The existing negotiation on TRIPs will cause law issues,

one of them relates to intellectual property rights that are regulated in numerous

international conventions administrated by the World Intellectual Property

Organization (WIPO). Therefore, the purpose of this research is to understand the

adoption practice and implementation of TRIPs agreement performed in each

ASEAN state countries into their national regulation.

The type of research used is normative-law with secondary data source consisting

of primary, secondary, and tertiary law materials. This research uses literature

study technique to collect data which then proceeds to process the data through

law comparison between countries to achieve a comparison upon TRIPs adoption

and implementation between member states of ASEAN.

TRIPs Agreement regulates on IPR protection as issues relating to the trading

sector. IPR refers to all categories on Intellectual Properties regulated in TRIPS

which are: copyright and related rights (Article 9-14), trademarks (Article 15-21),

geographical indications (Article 22-24), industrial designs (Article 25-26),

patents (Article 27-34), layout-designs (topographies) of integrated circuit (Article

35-38), protection of undisclosed information (Article 39), and control of anti-

competitive practices in contractual licenses (Article 40). The practice of TRIPs

Agreement adoption in the ASEAN state members are automatically ratifications

since all of the member states of ASEAN are also a member states of WTO. In the

other hand, the implementation of TRIPs agreement such as other multilateral

agreements is based on GATT’s general provisions that are: provision free in

determine, provision of intellectual property convention, provision of national

treatment, provision of most favoured national treatment, and provision of

exhaution. Of all these provisions, each country has a national policy in the

process of implementing TRIPs into their national legislation.

Keyword: Intellectual Property Rights, GATT/WTO, ASEAN, TRIPs

Agreement.

Page 4: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED ASPECTS

OF INTELLECTUAL PROPERTY RIGHTS) AGREEMENT

DI NEGARA ANGGOTA ASEAN

Oleh

SARAH RIZKY ARIANI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar

SARJANA HUKUM

Pada

Bagian Hukum Internasional

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2018

Page 5: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision
Page 6: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision
Page 7: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision
Page 8: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

vii

RIWAYAT HIDUP

Sarah Rizky Ariani lahir di Bekasi pada 06 Mei 1996 sebagai

anak pertama dari pasangan Bapak Iskandar dan Ibu Yuni

Aqida. Penulis menyelesaikan pendidikan formal di Taman

Kanak-kanak Islam Terpadu Al-Fajar, Bekasi (1999-2001).

Pada tahun 2002-2004, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Dasar Negeri

Bonipoi 2 Kupang, NTT. Ditahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan di

Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Fajar Bekasi yang diselesaikan pada tahun 2008.

Kemudian, penulis melanjutkan sekolah ke jenjang Sekolah Menengah Pertama,

tepatnya di SMPN 222 Ceger, Jakarta Timur dari 2008-2011. Selanjutnya, penulis

melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 42 Halim, Jakarta

Timur dan dinyatakan lulus pada tahun 2014.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Fakultas Hukum Universitas Lampung

pada tahun 2014. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di UKM-U

AIESEC (Association Internationale des Etudiants en Sciences Economiques et

Commerciales) pada tahun 2015 dengan mengikuti AIESEC Volunteer Program

di Eskisehir, Turki selama 2 (dua) bulan serta menjadi anggota AIESEC di bidang

Talent Management periode kepengurusan 2015-2016. Selain itu, penulis pernah

menjabat sebagai sekretaris umum dalam Himpunan Mahasiswa Hukum

Internasional Fakultas Hukum Universitas Lampung periode kepengurusan 2017-

2018.

Page 9: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

viii

MOTTO

“Fiat justitia ruat caelum.”

(Lucius Calpurnius Piso Caesoninus)

“Success is not final, failure is not fatal: it is the courage to continue that counts.”

(Winston Churchill)

”One Child, one teacher, one book, one pen can change the world.”

(Malala Yousafzai)

“Hidup adalah pelajaran tentang kerendahan hati.”

(penulis)

Page 10: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

ix

PERSEMBAHAN

Bismillahirrahmannirrahim…

Puji syukur kepada Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya, maka

dengan ketulusan dan kerendahan hati serta perjuangan dan jerih payah yang telah

diberikan, penulis mempersembahkan karya ilmiah ini kepada:

Kedua orangtua, Ayah (Iskandar) dan Bunda, (Yuni Aqida) yang senantiasa

memberikan dukungan semangat dan limpahan cinta kasih, nasihat, serta doa yang

selalu dipanjatkan sehingga menjadi kekuatan bagi penulis untuk menyelesaikan

karya ilmiah ini.

Keluarga dan sahabat yang senantiasa memberikan dukungan yang memotivasi

penulisan dan almamaterku tercinta…

Universitas Lampung

Page 11: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

x

SANWACANA

Alhamdullillahirabbil’alamin…. Segenap puji dan syukur penuliskan haturkan

atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya, karya

ilmiah dengan judul, “Perbandingan Implementasi TRIPs Agreement di

Negara Anggota ASEAN” dapat diselesaikan dengan baik. Karya ilmiah ini

adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Hukum

Universitas Lampung.

Penyelesaian karya ilmiah ini tidak lepas dari bantuan, partisipasi, bimbingan,

kerjasama, dan doa dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak

langsung, sehingga pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H., M.H., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Lampung terimakasih telah memberikan arahan yang baik kepada

seluruh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung;

2. Ibu Melly Aida, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum Internasional

dan Miss Rehulina, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum

Internasional yang telah memberikan bimbingan dan arahan yang baik selama

saya menjadi mahasiswa Bagian Hukum Internasional di Fakultas Hukum

Universitas Lampung;

Page 12: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xi

3. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Pembimbing Utama,

terimakasih atas dukungan yang diberikan meliputi waktu, saran, dan kritik

dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan

dengan baik;

4. Ibu Ria Wierma Putri, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing Kedua, terimakasih

atas dukungan yang diberikan meliputi waktu, saran, dan kritik dalam proses

karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;

5. Bapak Abdul Muthalib Tahar, S.H., M.Hum., selaku Penguji Utama,

terimakasih atas keluangan waktu yang diberikan dalam memberikan saran

dan kritik terhadap karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;

6. Ibu Desy Churul Aini, S.H., M.H., selaku Pembahas Kedua, terimakasih atas

keluangan waktu yang diberikan dalam memberikan saran dan kritik terhadap

karya ilmiah ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik;

7. Bapak/Ibu Dosen dan seluruh Staf Administrasi Fakultas Hukum khususnya

Bagian Hukum Internasional, terimakasih atas dukungan, arahan, serta

bimbingannya dalam proses penyelesaian karya ilmiah ini dan memberikan

banyak ilmu pengetahun selama menyelesaikan studi;

8. Bapak/Ibu Guru SDIT Al-Fajar, SMPN 222, SMAN 42, terimakasih telah

membimbing dan mengajarkan saya ilmu pengetahuan yang bermanfaat;

9. Ayah dan Bunda yang sangat saya hormati dan sayangi, juga sebagai panutan

saya sejak kecil yang selalu mengajarkan tentang kedisiplinan, kerja keras,

kerendahan hati, dan kemandirian yang insha Allah akan selalu saya terapkan

di diri saya untuk mencapai cita-cita kelak. Terimakasih atas ketegasan dalam

mendidik saya serta do’a dan dukungan terbesar selama menempuh dunia

Page 13: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xii

pendidikan, terutama dalam memberikan motivasi, pengertian, dan kasih

sayang sehingga tanpa semua itu perjuangan saya tidak akan sampai pada

purnanya karya ilmiah ini. Semoga kelak saya menjadi anak yang

membanggakan keluarga;

10. Kakek dan Nenek sebagai orangtua kedua yang selalu menemani selama

menempuh pendidikan di Universitas Lampung. Terimakasih atas kasih

sayang dan do’a serta selalu mengingatkan saya untuk Sholat dan terus

memohon kepada Allah SWT atas segala urusan yang sedang dihadapi;

11. Adik-adik saya Syahrul Arfah dan Syahran Aqila Amor. Terimakasih selalu

mengingatkan hal-hal baik dan menjadi adik yang membanggakan. Semoga

kalian bisa mencapai cita-cita yang diimpikan;

12. Sahabat saya tercinta di Jakarta, Emil dan Echa. Terimakasih atas motivasi

yang diberikan selama ini kepada saya dan selalu menjadi pendengar yang

baik di kala saya sedang butuh motivasi;

13. Himpunan Mahasiswa Hukum Internasional terutama swagers, terimakasih

telah memberikan warna dalam hari-hari selama menyelesaikan studi di

Bagian Hukum Internasional, terimakasih juga untuk dukungan selama

penyusunan karya ilmiah, seminar proposal, seminar hasil, dan ujian skripsi

komprehensif;

14. Teman seperjuangan rantau Bida dan Cindy yang senantiasa berproses selama

menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Terimakasih untuk saling menguatkan selama di Lampung. Semoga ilmu

yang kita dapatkan disini bisa kita terapkan di tempat asal kita, Jakarta;

Page 14: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xiii

15. Terimakasih juga teman-teman terbaik selama perkuliahan Oci, Khoirunnisa,

Vina, Mira, Fika, Chaca, Annti, Ayi, Zulfa, Dea dan semua teman-teman saya

di Fakultas Hukum Universitas Lampung yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kebaikan dan balasan

atas jasa dan budi yang telah diberikan kepada saya;

16. Teman-teman AIESEC terimakasih telah memberikan kesan baik serta

pengalaman dalam hidup saya yang tidak akan pernah dilupakan;

17. Teman-teman KKN Universitas Lampung Billy, Nining, Yola, Robi,

terimakasih atas dukungan kalian di penghujung semester perkuliahan.

Semoga kalian senantiasa dalam lindungan Allah SWT dan dipermudah

segala urusannya dalam menyelesaikan pendidikan di Universitas Lampung;

18. Untuk segenap pembaca, terimakasih atas keluangan waktu untuk membaca

karya ilmiah penulis.

19. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu dan telah membantu

dalam penyelesaian karya ilmiah ini, terimakasih untuk segalanya;

Karya ilmiah ini masih jauh dari kata sempurna, namun penulis mengharapkan

kritik dan saran dari pembaca dan semoga karya ilmiah ini dapat berguna serta

bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Bandar Lampung, Oktober 2018

Penulis

Sarah Rizky Ariani

Page 15: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xiv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ...................................................................................... i

ABSTRACT .................................................................................... ii

HALAMAN JUDUL ...................................................................... iii

HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................... iv

HALAMAN PENGESAHAN ........................................................ v

PERNYATAAN .............................................................................. vi

RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vii

MOTTO .......................................................................................... viii

PERSEMBAHAN ........................................................................... ix

SAN WACANA .............................................................................. x

DAFTAR ISI ................................................................................... xiv DAFTAR TABEL .......................................................................... xvi

DAFTAR SINGKATAN ................................................................ xvii

I. Pendahuluan A. Latar Belakang...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah................................................................. 8

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian.......................................... 8

D. Ruang Lingkup Penelitian.................................................... 9

E. Sistematika Penulisan........................................................... 9

II. Tinjauan Pustaka

A. Sistem Hukum Negara Anggota ASEAN............................. 12

B. Perjanjian Internasional........................................................ 13

1. Pengertian Perjanjian Internasional................................. 13

2. Asas-Asas Perjanjian Internasional................................. 15

3. Jenis-Jenis Perjanjian Internasional................................. 21

4. Validitas Perjanjian Internasional................................... 24

5. Pengesahan Perjanjian Internasional............................... 25

C. WTO.................................................................................... 25

D. TRIPs Agreement................................................................. 32

1. Latar Belakang dan Tujuan dibentuknya TRIPs............. 32

2. Isi Pasal TRIPs................................................................ 34

3. Ketentuan Prinsip-Prinsip Dasar dalam TRIPs............... 35

4. HAKI............................................................................... 37

5. Kedudukan Protokol Tambahan...................................... 39

III. Metode Penelitian

A. Jenis Penelitian.................................................................... 42

B. Pendekatan Masalah............................................................ 43

Page 16: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xv

C. Sumber Data, Pengumpulan Data, Pengolahan Data.......... 43

1. Sumber Data.................................................................... 43

2. Pengumpulan Data........................................................... 44

3. Pengolahan Data.............................................................. 45

D. Analisis Data....................................................................... 45

IV. Pembahasan

A. Pengaturan HAKI dalam TRIPs Agreement...................... 46

1. Hak Cipta dan Hak Terkait............................................. 47

2. Merek Dagang................................................................ 48

3. Indikasi Geografis.......................................................... 51

4. Desain Industri............................................................... 55

5. Paten............................................................................... 57

6. Desain Tata Letak (Topografi) Sirkuit Terpadu............. 60

7. Perlindungan Informasi yang dirahasiakan.................... 60

8. Perlindungan Praktik Anti Persaingan dalam Lisensi

Kontrak........................................................................... 60

B. Praktik Adopsi dan Perbandingan Implementasi TRIPs

Agreement di Negara Anggota ASEAN............................ 61

1. Praktik Adopsi TRIPs Agreement.................................. 61

2. Perbandingan Implementasi TRIPs Agreement di

Negara Anggota ASEAN............................................... 66

a. Brunei Darussalam.................................................... 74

b. Filipina...................................................................... 75

c. Indonesia................................................................... 76

d. Malaysia.................................................................... 76

e. Singapura................................................................... 77

f. Thailand..................................................................... 78

g. Vietnam..................................................................... 78

h. Laos........................................................................... 79

i. Myanmar................................................................... 79

j. Kamboja.................................................................... 79

V. Penutup A. Kesimpulan......................................................................... 83

B. Saran................................................................................... 84

DAFTAR PUSTAKA

Page 17: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1

Sistem Hukum Negara ASEAN........................................................ 13

Tabel 4.1

Susunan HAKI dalam TRIPs Agreement......................................... 46

Tabel 4.2

Table examples of variation in timing of TRIPS legislative reforms......... 65

Tabel 4.3

The Hanoi Plan of Action on The Implementation of The TRIPs

Agreement.......................................................................................... 73

Tabel 4.4

Perbandingan Susunan HAKI pada Implementasi TRIPs Agreement..... 80

Page 18: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

xvii

DAFTAR SINGKATAN

HAKI = Hak Kekayaan Intelektual

WTO = World Trade Organization

GATT = General Agreement on Tariffs and Trade

WIPO = World Intellectual Property Organization

ITO = International Trade Organization

TRIPs = Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights

Page 19: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak era-tahun delapan puluhan, Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) semakin

berkembang menjadi bahan percaturan yang menarik. Di bidang ekonomi,

terutama industri dan perdagangan internasional, HAKI menjadi sangat

penting.1 HAKI

adalah sistem yang saat ini melekat pada tata kehidupan

modern di setiap negara. Upaya yang dilakukan seseorang untuk

mengkreasikan dan mencurahkan hasil karya pikirannya, tenaga dan dana

serta memiliki manfaat untuk kehidupan manusia mengakibatkan timbulnya

suatu kompensasi berupa hak yang dapat dikomersialkan oleh pemilik

kekayaan intelektual tersebut dan dapat memberinya suatu keuntungan

finansial.2 HAKI biasanya merupakan hak individual dalam jangka waktu

tertentu.

Pemasukan perlindungan HAKI ke dalam sistem perdagangan dunia yang

pada waktu itu disebut General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) tak

lepas dari peran Amerika Serikat yang mengusulkan Proposal for

1 Suyud Margono dan Amir angkasa, 2002, Komersialisasi Aset Intelektual Aspek Hukum Bisnis,

Jakarta: PT Gramedia Widya Sarana Indonesia, hlm. 6. 2 H. S. Kartadjoemana, 1997, GATT-WTO dan Hasil Uruguay Round, Jakarta: UI Press, hlm. 254.

Page 20: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

2

Negotiations on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights.3

Selain itu, European Community juga mengusulkan Proposal of Guidelines

and Objectives. Terhadap usulan dari negara-negara tersebut, India adalah

salah satu negara yang paling keras menentang gagasan untuk memasukkan

perlindungan HAKI,4 tetapi, setelah terjadi perdebatan antara negara-negara

berkembang dengan negara-negara maju, maka pemenangnya adalah yang

paling berkepentingan untuk melindungi karya-karya mereka yaitu negara-

negara maju.

HAKI juga berpengaruh dalam organisasi regional ASEAN sedang

mengalami perubahan ke arah yang lebih terbuka. Deklarasi Bangkok 1967

menyatakan bahwa ASEAN memiliki tujuan untuk mempromosikan

perdamaian dan stabilitas antar hubungan negara dengan menghormati hukum

masing-masing negara. Hal ini diterapkan ke dalam banyak kerjasama yang

dilakukan oleh ASEAN dalam memperluas keanekaragaman jenis produk.

Bentuk kerjasama tersebut adalah dengan memberikan rasa penghargaan

terhadap HAKI tiap-tiap negara ASEAN yaitu Brunei, Myanmar, Kamboja,

Laos, Malaysia, Philippines, Singapore, Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

Kesepuluh negara ini merupakan anggota dalam World Trade Organization

(WTO) yang terikat dalam sebuah perjanjian internasional.

Perjanjian Internasional berperan sebagai sarana untuk meningkatkan

kerjasama internasional, peran perjanjian internasional dapat dikatakan

3 Triyana Yohanes, 2015, Hukum Ekonomi Internasional, Yogyakarta: Penerbit Cahaya Atma

Pustaka, hlm 45. 4Ibid.

Page 21: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

3

menggantikan hukum kebiasaan internasional.5 Menurut Boer Mauna, dalam

dunia yang ditandai saling ketergantungan pada era global ini, tidak ada satu

negarapun yang tidak mempunyai perjanjian dengan negara lain dan tidak

diatur dalam perjanjian internasional. Hal ini didorong oleh karena semakin

meningkatnya teknologi komunikasi dan informasi yang berdampak pada

percepatan arus globalisasi masyarakat dunia.6

Perjanjian internasional yang mengatur berbagai aspek kehidupan manusia

baik secara khusus maupun umum (universal) merupakan salah satu sarana

yang efektif dan efisien dalam mengatasi persoalan yang timbul sekaligus

guna menjamin kesejahteraan dan kedamaian untuk manusia. Sampai tahun

1969, pembuatan perjanjian-perjanjian internasional hanya diatur dalam

hukum kebiasaan.7

Draft yang disiapkan oleh Komisi Hukum Internasional diselenggarakan

suatu Konferensi Internasional di Wina dari tanggal 26 Maret s/d 24 Mei

1968 dan dari tanggal 9 April s/d 22 Mei 1969 untuk mengkodifikasikan

hukum kebiasaan tersebut, sehingga pada akhirnya Konferensi menghasilkan

Vienna Convention on the Law of Treaties yang ditandatangani pada 23 Mei

1969 yang terdiri dari 85 pasal dan mulai berlaku sejak tanggal 27 Januari

1980. Konvensi ini telah menjadi hukum internasional positif karena menjadi

sumber hukum bagi negara-negara yang mengadakan perjanjian internasional

5 Sefriani, 2010, Hukum Internasional Suatu Pengantar, Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, hlm.

28. 6 Boer Mauna, 2000, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era

Dinamika Global, Bandung: Alumni, hlm. 82. 7 Gerald E. Songko, 2016, “KekuatanMengikat Perjanjian Internasional Menurut Konvensi Wina

Tahun 1969”, Lex Privatum, vol. IV, no. 4, hlm. 46.

Page 22: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

4

dan bahkan juga dapat menjadi acuan bagi negara dalam menyusun peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian internasional.8

Berdasarkan Pasal 38 Statuta Mahkamah Internasional diatur mengenai

perjanjian internasional sebagai salah satu sumber hukum internasional, baik

yang bersifat umum maupun khusus yang mengandung ketentuan hukum

yang diakui secara tegas oleh negara-negara yang bersengketa. Hukum

nasional Indonesia, perjanjian internasional telah memiliki dasar

konstitusional yang kuat dalam Pasal 11 UUD 1945.9 Hal ini sesuai dengan

paham monisme terhadap primat hukum internasional yang menyatakan

bahwa hukum internasional kedudukannya lebih tinggi dibandingkan hukum

nasional. Menurut paham monisme, hukum internasional dan hukum nasional

merupakan dua aspek yang sama dari suatu sistem hukum umumnya.10

HAKI secara luas diatur oleh WTO yang menggantikan GATT pada tanggal

1 Januari 1995 sebagai organisasi perdagangan dunia. Sekretariat GATT

dijadikan sebagai sekretariat WTO, dan WTO sebagai organisasi

internasional lebih memenuhi syarat sebagai organisasi internasional dan

lebih luas dari pada GATT. WTO merupakan organisasi internasional dalam

urusan perdagangan bersifat global yang beranggotakan 153 negara pada

tahun 2008.11

Indonesia meratifikasi WTO Agreement dengan pembentukan

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement

8 Ibid, hlm. 47.

9 Jimly Asshiddiqie, 2010, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Rajawali Pers, hlm. 185-

190. 10

Suyud Margono, 2015, Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI), Bandung: Pustaka Reka Cipta,

hlm. 53. 11

Revy S. M. Korah, 2016, “Prinsip-Prinsip Eksistensi General Agreement On Tariffs And Trade

(GATT) dan World Trade Organization (WTO) dalam Era Pasar Bebas”, Jurnal Hukum Unsrat,

vol. 22, no. 7, hlm. 44.

Page 23: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

5

Establishing the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan

Organisasi Perdagangan Dunia).

Perkembangan era-global dalam perdagangan dunia telah melahirkan kaedah

dan aturan main (rule of the game) baru yang cenderung dijadikan sarana bagi

negara-negara berkembang termasuk Indonesia yang menjadi pengikut dari

negara maju dalam berbagai bidang. Begitupun aturan main dalam

perdagangan bebas dunia saat ini yang terwadahi melalui yang juga

melibatkan aktivitas perdagangan dengan perlindungan terhadap aspek

perlindungan HAKI dalam payung TRIPs (Trade Related of Intellectual

Property Rights) Agreement yang lebih sebagai instrumen bagi negara-negara

maju dalam mendominasi dan mendudukan posisi tawar yang lebih tinggi

dari negara-negara berkembang.12

Secara umum TRIPs Agreement berisikan norma-norma yuridis yang harus

dipatuhi dan dilaksanakan di bidang HAKI, di samping pengaturan nengenai

larangan melakukan perdagangan atas barang hasil pelanggaran HAKI

tersebut.13

Hukum nasional tentang HAKI dibuat sesuai dengan standar pada

TRIPs Agreement. Indonesia merupakan salah satu negara yang turut serta

menandatangani Dokumen Akhir Putaran Uruguay (GATT)14

, dimana TRIPs

Agreement termasuk salah satu di dalam kesepakatan tersebut. Sebagai

konsekuensinya, Indonesia harus menyesuaikan peraturan perundang-

undangan dengan ketentuan TRIPs. Penyesuaian-penyesuaian tersebut tidak

12

Suyud Margono, op. cit., hlm. 44. 13

Sunarmi, “Peranan TRIPS (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights) terhadap Hak

Atas Kekayaan Intelektual di Indonesia”, USU digital library, diakses dari

http://library.usu.ac.id/download/fh/fh-sunarmi.pdf pada 20 Februari 2018 pukul 05.19 WIB. 14

Ibid.

Page 24: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

6

hanya menyangkut penyempurnaan, tetapi juga pembuatan produk hukum

baru di bidang HAKI, dengan disertai infrastruktur pendukung lainnya.

Adanya kesepakatan tentang TRIPs Agreement ini akan menimbulkan

beberapa persoalan hukum, yakni pemasalahan yang berkaitan dengan hak

milik intelektual yang banyak diatur dalam konvensi-konvensi internasional

yang diadministrasi World Intelectual Property Organization (WIPO). Bagi

negara anggota yang telah menanda-tangani dan meratifikasi konvensi di atas

harus melakukan harmonisasi atau penyesuaian hukum nasionalnya dengan

ketentuan TRIPs yang telah disepakati.

TRIPS Agreement mengadopsi dua konvensi internasional utama di bidang

industrial property dan copyright yaitu Paris Convention for the Protection

of Industrial Property dan Berne Convention for the Protection of Literary

and Artistic Works.15

Konsekuensi dari kemenangan negara-negara maju

dalam perundingan GATT Uruguay Round yang terkait dengan HAKI inilah

yang membawa masuknya konsep negara-negara barat mengenai property

dan ownership ke dalam hukum di negara-negara berkembang termasuk

Indonesia.16

TRIPS Agreement bukanlah aturan mengenai perlindungan HAKI secara

khusus. TRIPS Agreement lebih kepada perjanjian yang merupakan bagian

dari WTO Agreement yang ditandatangani oleh negara-negara anggotanya

yang mewajibkan seluruh anggotanya untuk membuat aturan-aturan

15

Hukum Online, Peran TRIPs Agreement dalam perlindungan hak kekayaan intelektual, diakses

dari https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt592407520f6f7/peran-trips-iagreement-i-dalam-

perlindungan-hak-kekayaan-intelektual pada 5 Maret 2018 pukul 21:05. 16

Siti Munawaroh, “Peranan TRIPs terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual di Bidang Teknologi

Informasi di Indonesia”, Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK, vol 11, no. 1, hlm.25.

Page 25: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

7

mengenai HAKI di negara masing-masing, serta TRIPS Agreement tidak

melindungi HAKI secara internasional.

Bidang HAKI dalam lingkup internasional, memiliki konvensi internasional

sendiri seperti yang berkembang dari waktu ke waktu. Selain itu, annex di

dalam Marrakesh Agreement yang memaparkan mengenai TRIPs Agreement

yang merupakan salah satu issue dari 15 issues dalam persetujuan GATT

yang mengatur masalah hak milik intelektual secara global.17

Dokumen akhir

Putaran Uruguay (GATT) disetujui pada 15 Desember 1993 dan diratifikasi

pada 15 April 1998 di Marrakesh, Afrika Utara.18

Konsekuensi negara

anggota ASEAN sebagai anggota dari WTO maka setiap negara anggota

harus mengadopsi TRIPs Agreement tersebut dengan proses ratifikasi. Oleh

karena itu, untuk memahami praktik adopsi dan implementasi TRIPs

Agreement yang dilakukan di negara anggota ASEAN ke peraturan

perundang-undangan nasional masing-masing negara. Peneliti akan

melakukan penelitian skripsi dengan judul perbandingan implementasi TRIPs

Agreement di negara anggota ASEAN.

17

Prabodh Malhotra, 2011, Impact of TRIPs in India: an Access to Medicines Perspective, Delhi:

Palgrave Press, hlm. 187. 18

Bambang Kesewo, 1994, “Beberapa Ketentuan dalam Persetujuan TRIPs”, dalam Seminar

sehari: Dampak GATT/Putaran Uruguay Bagi Dunia Usaha, Departemen Perdagangan RI,

Jakarta, hlm. 1.

Page 26: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

8

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, pokok-pokok permasalahan yang

dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaturan HAKI dalam TRIPs Agreement?

2. Bagaimana praktik adopsi serta perbandingan implementasi TRIPs

Agreement di negara anggota ASEAN?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disusun, penulisan ini

dilakukan dengan tujuan utama yaitu:

a. Untuk memahami dan mengkaji pengaturan mengenai HAKI dalam

TRIPs Agreement.

b. Untuk memahami dan mengkaji praktik adopsi serta perbandingan

implementasi TRIPs Agreement di Negara Anggota ASEAN.

2. Kegunaan Penelitian

Manfaat dari penelitian ini terdiri dari dua aspek yaitu:

a. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi perkembangan

ilmu hukum, khususnya dalam lingkup hukum internasional tentang

penyelesaian perbedaan pandangan terkait praktik adopsi perjanjian

internasional dengan menganalisis perbandingan implementasiTRIPs

Agreement di negara anggota ASEAN. Manfaat teoritis dari penelitian

Page 27: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

9

ini adalah sebagai sumber atau bahan referensi tentang pengaturan

hukum perjanjian internasional dalam TRIPs Agreement.

b. Manfaat Praktis

Penulisan ini diharapkan memberi manfaat kepada pembaca

khususnya, para akademisi sebagai pengembangan dari hukum

internasional dan dasar penelitian lanjutan sehingga masyarakat dapat

memahami praktik hukum internasional khususnya perjanjian

internasional yang berkaitan dengan praktik adopsi serta implementasi

TRIPs Agreement.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dalam skripsi difokuskan pada perbandingan praktik adopsi serta

implementasi TRIPs Agreement di negara anggota ASEAN, yang dibatasi

pada ketentuan-ketentuan hukum terkait dan praktik negara Brunei

Darussalam, Myanmar, Kamboja, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura,

Thailand, Vietnam, dan Indonesia.

E. Sistematika Penulisan

Bentuk penyusunan isi skripsi ini, diperlukan adanya kerangka penulisan

yang sistematis. Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab:

I. Pendahuluan

Bab ini merupakan bagian awal dari skripsi untuk mengantarkan pembaca

kepada gambaran umum pokok permasalahan skripsi yang uraiannya

terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan

Page 28: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

10

penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. Bab ini

adalah bab tentang gambaran isi tulisan secara keseluruhan.

II. Tinjauan Pustaka

Bab ini terdiri dari pengertian yang berlaku sebagai pembahasan pokok

dalam skripsi. Selain itu, bab ini berperan sebagai landasan teori agar

dapat memudahkan pembaca memahami hasil penelitian dan analisis data

skripsi di bab IV. Adapun isi bab ini adalah pengertian dari Sistem Hukum

Negara Anggota ASEAN, Perjanjian Internasional, WTO, dan TRIPs

Agreement.

III. Metode Penelitian

Bab ini akan menjalasan pendekatan yang digunakan dalam penyusunan

skripsi seiring dengan penelitian yang dilakukan. Oleh karena itu, metode

penelitian yang digunakan dikelompokkan menjadi beberapa bagian

yaitu berdasarkan jenis penelitian, pendekatan masalah, sumber data,

metode pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis data.

IV. Pembahasan

Bab ini merupakan pemaparan dari pemecahan permasalahan skripsi

sebagaimana terdapat dalam rumusan masalah di dalam bab I.

Penyelesaian masalah skripsi dilakukan dengan membahas hasil

penelitian serta analisis data sesuai dengan penulisan. Dalam skripsi ini,

jawaban permasalahan, terdiri dari pengaturan HAKI dalam TRIPs

Agreement serta praktik adopsi dan perbandingan implementasi TRIPs

Agreement di negara anggota ASEAN.

Page 29: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

11

V. Penutup

Bab ini merupakan bab penutup dari skripsi ini, isinya terdiri dari adanya

kesimpulan dan saran-saran. Kesimpulan dalam bab ini adalah inti

ataupun pernyataan umum dari keseluruhan pembahasan dan

permasalahan penelitian skripsi. Berdasarkan kesimpulan tersebut,

diajukan saran-saran yang konstruktif untuk diberikan di masa yang akan

datang.

Page 30: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sistem Hukum Negara Anggota ASEAN

Menurut Lawrence M. Friedman, sistem hukum ada di setiap kehidupan

manusia. Tidak sehari pun tanpa berhubungan dengan hukum. Secara arti yang

luas, hukum mempengaruhi atau mengubah perilaku orang. Ketika norma-

norma (kaidah-kaidah) melarang sesuatu (atau menuntut sesuatu dari

seseorang), biasanya larangan itu ditujukan demi kepentingan orang lain.

Hukum memberikan cara-cara yang mudah untuk mencapai tujuan yang

diharapkan.19

Eric L. Richard, salah seorang pakar hukum dari Indiana University,

mengemukakan bahwa sistem hukum yang berlaku dalam masyarakat bangsa-

bangsa yang memiliki keragaman akar dan sistem hukum antara satu sama

lain, namun ditemukan adanya sistem hukum utama yang berlaku (The

World’s Major Legal system), sebagai berikut:20

a) Civil Law System;

b) Common Law System;

c) Islamic Law System;

d) Socialist Law System;

e) Sub-Saharan African System;

f) Far East System.

19

Satjipto Rahardjo, 2014, Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya, hlm. 73. 20

A.M. Suherman, 2004, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Jakarta: Raja Grafindo

Persada, hlm. 19

Page 31: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

13

Negara-negara anggota ASEAN mayoritas menganut sistem hukum civil law

system, common law system, dan mixed law system penjelasannya sebagai

berikut yaitu :

Tabel 2.1

Sistem Hukum Negara ASEAN

Civil Law Common Law Mixed Law

Lazimnya juga disebut

sistem Eropa

Kontinental, berakar

dari sistem hukum

Romawi (the Roman

law system) yang

umumnya dianut oleh

negara-negara Eropa

Kontinental, Jerman,

Perancis, Belanda dan

bekas wilayah

jajahannya. Sistem

hukum ini didasarkan

atas code civil yang

terkodifikasi.

Disebut sistem Anglo

Saxon, adalah

berdasarkan atas

custom (kebiasaan),

preseden dan judge

made law. Ini

dipraktekkan pada

negara-negara Anglo

Saxon, utamanya

Inggris dan Amerika,

serta negara-negara

bekas jajahan Inggris.

Dikatakan menganut

sistem hukum campuran

(mixed law system) oleh

karena dalam praktik

sistem hukum negara

dimaksud memadukan

unsur-unsur dari

Common Law System

dan Civil Law System.

Baik semula hanya

menganut Civil Law

kemudian

perkembangannya

terinfiltrasi dengan

Common Law, dan

ataupun sebaliknya yang

terjadi. Sumber: Buku Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan (Civil Law System dan Common

Law System), 2010

B. Perjanjian Internasional

1. Pengertian Perjanjian Internasional

Berdasarkan Hukum Internasional secara umum, suatu perjanjian

merupakan consensual bond, express, or tacit, diantara dua atau lebih

subjek Hukum Internasional. Kata “treaty” bersifat tertulis, sedangkan kata

“agreement” bersifat lebih luas, yang mencakup obligasi tidak tertulis.21

21

Robert Kolb, 2016, The Law of Treaties: An Introduction, UK: Edward Elgar Publishing

Limited, hlm. 16.

Page 32: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

14

Menurut Konvensi Wina pengertian Perjanjian Internasional adalah Pasal 2

ayat (1a) Konvensi Wina 1969, Perjanjian Internasional adalah perjanjian

yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang bertujuan untuk mengadakan

akibat-akibat hukum tertentu. Pasal 2 ayat (1a) Konvensi Wina 1986,

Perjanjian Internasional sebagai persetujuan internasional yang diatur

menurut hukum internasional dan ditanda tangani dalam bentuk tertulis

antara satu negara atau lebih dan antara satu atau lebih organisasi

internasional, antar organisasi internasional.

Pasal 2 konvensi Wina 1969 mengatakan bahwa treaty merupakan

persetujuan internasional yang diadakan oleh negara-negara dalam bentuk

tertulis dan seterusnya, sehingga perjanjian internasional dalam bentuk lisan

tidak dapat dimasukkan ke dalam jenis treaty, walaupun perjanjian secara

lisan itu melahirkan kewajiban internasional.

Pengertian perjanjian internasional di Indonesia diatur juga dalam Pasal 1

(3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 1999 tentang perjanjian internasional

diatur22

oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh pemerintah

Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, Organisasi Internasional

atau Subjek Hukum Internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan

kewajiban pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum politik.

Selanjutnya Pasal 1 (1) Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang

perjanjian internasional adalah23

perjanjian dalam bentuk dan nama tertentu

yang dibuat secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang

22

UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. 23

UU Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional.

Page 33: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

15

hukum publik. Pasal 1 (10) Undang-Undang Nomor 43 tahun 2008 tentang

Wilayah Negara, perjanjian internasional adalah24

perjanjian dalam bentuk

dan nama tertentu yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat

secara tertulis serta menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum

publik. Dengan demikian, perjanjian internasional merupakan semua

perjanjian yang dibuat oleh negara sebagai salah satu subyek hukum

internasional yang berisi ketentuan-ketentuan yang menimbulkan akibat

hukum.

2. Asas-asas Perjanjian Internasional

Berdasarkan berbagai pengertian perjanjian internasional baik

berlandaskan pada pengertian teoritis maupun yuridis, dapat dikatakan

bahwa suatu perjanjian merupakan perjanjian internasional apabila dibuat

oleh subjek hukum internasional. Hukum perjanjian internasional

merupkan speckles dan genus yaitu perjanjian pada umumnya. Sehingga

atas isi dan beroperasinya suatu perjanjian internasional juga tunduk pada

asas-asas umum perjanjian internasional, seperti:

a. Asas Pacta Sunt Servanda

Sebelum menguraikan makna yang terkandung pada asas pacta sunt

servanda ada baiknya diuraikan terlebih dahulu pengertian asas dan

arti pentingnya asas dalam hukum. Oleh beberapa sarjana penggunaan

kata asas disamakan artinya dengan prinsip (principle). Arti dari asas

itu sendiri menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia mempunyai tiga

pengertian, yaitu berarti dasar, alas, pedoman; suatu kebenaran yang

24

UU Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara.

Page 34: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

16

menjadi pokok atau tumpuhan berpikir; dan cita-cita yang menjadi

dasar.25

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa asas

merupakan dasar atau tempat berpikir dalam memperoleh kebenaran.

Menurut Paton, asas adalah suatu alam pikiran yang dirumuskan secara

luas dan mendasari adanya seseuatu norma hukum.26

Berdasarkan

pendapat Paton demikian dapat dikatakan bahwa adanya norma hukum

itu berlandaskan pada suatu asas. Sehingga setiap norma hukum harus

dapat dikembalikan pada asas.

Pendapat lain tentang asas hukum sebagaimana dikemukakan oleh Ron

Jue bahwa asas hukum merupakan nilai-nilai yang melandasi kaidah-

kaidah hukum.27

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dikatakan bahwa asas hukum

merupakan suatu alam pikiran atau cita-cita ideal yang

melatarbelakangi pembentukan kaidah hukum, bersifat umum maupun

universal28

dan abstrak, tidak bersifat konkrit. Bahkan oleh Scholten

dikatakan bahwa asas hukum itu berada baik dalam sistem hukum

maupun dibelakang atau di luar sistem hukum. Sejauh nilai asas

hukum itu diwujudkan dalam kaidah hukum dari sistem hukum positif,

maka asas hukum itu berada di dalam sistem. Demikian sebaliknya,

sejauh nilai asas hukum itu tidak diwujudkan dalam kaidah hukum dari

25

Sam Suhaedi At-mawiria, 1968, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Alumni, hlm. 58. 26

Chainur Arrasjid, 2000, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, hlm. 36. 27

J.J. H. Bruggink, ahli bahasa Arief Sidharta, 1999, Refleksi tentang Hukum, Bandung: Citra

Aditya, hlm. 121. 28

Sudikno Mertokusumo, 2001, Penemuan Hukum, Yogyakarta: Liberty, hlm. 6.

Page 35: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

17

sistem hukum positif, maka asas hukum itu berada di belakang sistem

hukum.29

Pacta sunt servanda berasal dari bahasa latin yang berarti “janji harus

ditepati”. Pacta sunt servanda merupakan asas atau prinsip dasar

dalam sistem hukum civil law, yang dalam perkembangannya

diadopsi ke dalam hukum internasional. Pada dasarnya asas ini

berkaitan dengan kontrak atau perjanjian yang dilakukan diantara para

individu, yang mengandung makna bahwa:

1) perjanjian merupakan undang-undang bagi para pihak yang

membuatnya;

2) mengisaratkan bahwa pengingkaran terhadap kewajiban yang ada

pada perjanjian merupakan tindakan melanggar janji atau

wanprestasi.30

Aziz T. Saliba menyatakan bahwa asas Pacta Sunt Servanda

merupakan sakralisasi atas suatu perjanjian (sanctity of contracts).

Titik fokus dari hukum perjanjian adalah kebebasan berkontrak atau

yang dikenal dengan prinsip otonomi, yang berarti bahwa dengan

memperhatikan batas hukum yang tepat orang dapat mengadakan

perjanjian apa saja sesuai dengan kehendaknya, dan apabila mereka

29

Ibid., hlm. 122. 30

Harry Purwanto, “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam Perjanjian Internasional”,

Mimbar Hukum, vol. 21 no. 1, hlm. 162.

Page 36: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

18

telah memutuskan untuk membuat perjanjian, mereka terikat dengan

perjanjian tersebut.31

Asas pacta sunt servanda merupakan salah satu norma dasar

(grundnorm; basic norm) dalam hukum, dan erat kaitannya dengan

asas itikad baik untuk menghormati atau mentaati perjanjian.32

Sejauh mana para pihak akan mentaati isi perjanjian akan terlihat

dalam praktik pelaksanaannya yang tentu saja harus didasarkan atas

itikad baik dari para pihak. Kedua asas ini nampak sebagai asas yang

tidak terpisahkan satu sama lain dalam pelaksanaan perjanjian. Suatu

perjanjian yang lahir sebagai hasil kesepakatan dan merupakan suatu

pertemuan antara kemauan para pihak, tidak akan dapat tercapai

kemauan para pihak apabila di dalam pelaksanannya tidak di landasi

oleh adanya itikad baik dari para pihak untuk melaksanakan perjanjian

sebagaimana yang dituju. Aktualisasi pelaksanaan asas itikad baik dari

suatu janji antara lain dapat diilustrasikan sebagai berikut:

1) para pihak harus melaksanakan ketentuan perjanjian sesuai dengan

isi, jiwa, maksud, dam tujuan perjanjian itu sendiri;

2) menghormati hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari masing-

masing pihak maupun pihak ketiga yang mungkin diberikan hak

dan/atau dibebani kewajiban (kalau ada);

31

Aziz T Saliba, 2001, “Universidade de Itauna dan Faculdades de Direito do Oeste de Minas,

Brazil menulis komentarnya berjudul Comparative Law Europe”, Contracts Law and Legislation,

vol. 8 no. 3, dalam http://pihilawyers.com/blog/?p=16 32 Sam Suhaedi At-mawiria, loc. cit.

Page 37: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

19

3) tidak melakukan tindakan-tindakan yang dapat menghambat

usaha-usaha mencapai maksud dan tujuan perjanjian itu sendiri,

baik sebelum perjanjian itu mulai berlaku maupun setelah

perjanjian itu mulai berlaku.33

Sebagaimana di singgung di atas, bahwa asas pacta sunt servanda

merupakan asas yang sudah tua yang berasal dari ajaran hukum alam

atau hukum kodrat Beberapa sarjana yang kemudian mengembangkan

asas tersebut seperti Cicero.

Seorang sarjana terkemuka dari Mazab Vienna bernama Vadross

mengatakan bahwa asas pacta sunt servanda sebagai asas itikad baik

atau taat kepada perjanjian yaitu suatu prinsip penting dalam asas

hukum yang mengatur hukum perjanjian. Bagi Vadross keberadaan

asas pacta sunt servanda merupakan suatu asas hukum umum

(general principle of law). Dalam memberi makna asas pacta sunt

servanda. Vedross khusus mengkaitkan pada hukum perjanjian

internasional (hukum internasional konvensional), dan tidak

mengkaitkannya dengan hukum internasional kebiasaan.34

b. Asas Rebuc Sis Stantibus

Keberadaan asas rebus sic stantibus telah lama dikenal dalam

masyarakat, baik oleh para ahli hukum maupun oleh lembaga

33

Wayan Partiana, 2005, Hukum Perjanjian Internasional Bagian 2, Bandung: Mandar Maju, hlm.

263. 34 Sam Suhaedi At-mawiria, loc. cit.

Page 38: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

20

pengadilan35

, dan bahkan dewasa ini telah menjadi bagian dari hukum

positif baik dalam sistem hukum nasional maupun dalam sistem

hukum internasional. Diterimanya asas rebus sic stantibus tersebut

pada awalnya untuk melunakan sifat ketat hukum privat Roma.36

Melalui ungkapan dari para ahli hukum kaum kanonik dapat dipahami

bahwa perjanjian akan dilaksanakan oleh para pihak sesuai dengan

janjinya, sepanjang lingkungan dan keadaan pada saat dibuatnya

perjanjian tidak berubah untuk masa yang akan datang. Sehingga

dengan adanya perubahan keadaan dan ternyata perubahan tersebut

mempengaruhi kemampuan para pihak untuk melaksanakan

perjanjian, maka pihak yang tidak mampu lagi melaksanakan

perjanjian dapat menyatakan untuk tidak terikat lagi pada atau keluar

dari perjanjian tersebut. Sehingga perjanjian tidak lagi mengikat

baginya.

Asas rebus sic stantibus pertama kali diterapkan oleh peradilan

kegamaan. Diterpakannya asas rebus sic stantibus oleh peradilan

keagamaan karena situasi yang terjadi pada waktu itu adanya

pemisahan antara urusan gereja dengan urusan negara, dan ini

merupakan salah satu karakteristik penting dari Kode Napoleon.

Untuk selanjutnya asas rebus sic stantibus diadopsi oleh pengadilan

lain dan para ahli hukum. Asas ini kemudian telah diterima secara luas

35

R.C. Hengorani, 1982, Modern International Law, Second Edition, Oxford: IBH Publishing Co,

hlm. 232. 36

Arthur Nussbaum dan Sam Suhaedi Admawiria, 1969, Sejarah Hukum Internasional I,

Bandung: Binacipta, hlm. 90 dan 123.

Page 39: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

21

pada akhir abad XIII. Dalam perkembangannya keberadaan asas rebus

sic stantibus mendapat dukungan dari beberapa ahli dan pendapat para

ahli telah membantu eksistensi asas rebus sic stantibus dalam

masyarakat.37

3. Jenis-Jenis Perjanjian Internasional

Ditinjau dari berbagai segi, Perjanjian Internasional dapat digolongkan ke

dalam 4 (empat) segi, yaitu:

a. Perjanjian Internasional ditinjau dari jumlah pesertanya

1) Perjanjian Internasional Bilateral, yaitu Perjanjian Internasional

yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya

terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan/atau

organisasi internasional, dan sebagainya).38

2) Perjanjian Internasional Multilateral, yaitu Perjanjian

Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam

perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat

kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat

khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada

karakter perjanjian multilateral itu sendiri. 39

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian bilateral dan

multilateral dibedakan pada jumlah pihak (subjek hukum internasional)

yang terikat dalam suatu perjanjian tersebut. Maka dari itu, apabila

37

Ibid. 38

Pristika Handayani, 2014, “Perjanjian Bilateral Indonesia dengan Malaysia tehadap Tenaga

Kerja Indonesia (TKI)”, Lex Jurnalica, vol. 11 no. 1, hlm. 1. 39

I Wayan Partiana, 2002, Hukum Perjanjian Internasional – Bagian I, Bandung: Mandar Maju,

hlm. 35.

Page 40: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

22

dikatikan dengan uraian di atas, TRIPs Agreement merupakan perjanjian

multilateral.

b. Perjanjian Internasional ditinjau dari kaidah hukum yang

dilahirkannya

1) Treaty Contract. Traktat adalah bentuk perjanjian internasional

yang mengatur hal-hal yang sangat penting yang mengikat negara

secara menyeluruh yang pada umumnya bersifat multilateral.

Meskipun demikian, kebiasaan negara- negara di masa lampau

cenderung menggunakan istilah ini untuk perjanjian bilateral.40

2) Law Making Treaty. Sebagai perjanjian umum atau perjanjian

terbuka, merupakan perjanjian- perjanjian yang ditinjau dari isi

atau kaidah hukum yang dilahirkannya dapat diikuti oleh subjek

hukum internasional lain yang semula tidak ikut serta dalam

proses pembuatan perjanjian tersebut. 41

Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa perbedaannya adalah

Treaty Contract hanya mengikat pihak-pihak yang mengadakan

perjanjian, sedangkan Law Making Treaty merupakan perjanjian yang

membentuk hukum dengan meletakan ketentuan atau kaidah-kaidah

hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan.

c. Perjanjian Internasional ditinjau dari prosedur atau tahap

pembentukannya

1) Perjanjian Internasional yang melalui dua tahap. Perjanjian

40

Eddy Pratomo, op. cit., hlm. 58. 41

Sefriani, op.cit., hlm. 29.

Page 41: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

23

melalui dua tahap ini hanyalah sesuai untuk masalah-masalah

yang menuntut pelaksanaannya sesegera mungkin diselesaikan.

Kedua tahap tersebut meliputi tahap perundingan (negotiation)

dan tahap penandatanganan (signature). 42

2) Perjanjian Internasional yang melalui tiga tahap. Pada Perjanjian

Internasional yang melalui tiga tahap, sama dengan proses

Perjanjian Internasionl yang melalui dua tahap, namun pada tahap

ketiga ada proses pengesahan (ratification). Pada perjanjian ini

penandatangan itu bukanlah merupakan pengikatan diri negara

penandatangan pada perjanjian, melainkan hanya berarti bahwa

wakil-wakil para pihak yang bersangkutan telah berhasil

mencapai kata sepakat mengenai masalah yang dibahas dalam

perundingan yang telah dituangkan dalam bentuk naskah

perjanjian.

Dapat disimpulkan bahwa perjanjian internasional yang melalui dua tahap

merupakan perjanjian yang menangani masalah ringan dan cepat

diselesaikan karena hanya melalui proses negosiasi dan penandatanganan,

sedangkan perjanjian internasional yang melalui tiga tahap menanganani

masalah yang nantinya perjanjian tersebut akan sangat berpengaruh pada

pihak-pihak nya, maka dari itu perlu adanya proses ratifikasi (pengesahan).

42

I Wayan Partiana, op. cit., hlm. 38.

Page 42: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

24

4. Validitas Perjanjian Internasional

Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional

mengadopsi model yang terdapat pada Konvensi Wina 1969 tentang

Perjanjian Internasional perihal pemberlakuan perjanjian. Pasal 3

menyebutkan bahwa berlakunya perjanjian terhadap Indonesia dapat

dilakukan melalui:43

1) Penandatanganan;

2) Pengesahan;

3) Pertukaran dokumen perjanjian/nota diplomatik;

4) Cara-cara lain sebagaimana disepakati para pihak dalam perjanjian

internasional.

Dinamika praktik diplomasi telah memperkaya modal pemberlakuan

perjanjian khususnya tentang cara-cara lain yang disepakati oleh para

pihak. Praktik Indonesia dewasa ini menunjukkan bahwa cara lain

dimaksud dapat berupa:44

1) Pada tanggal yang disepakati melalui Pertukaran Nota (Exchange of

Notes). Beberapa perjanjian misalnya memuat klausul sebagai berikut:

“This MoU shall enter into force on a date to be mutually agreed

upon by the parties, which shall be notified through the exchange

of diplomatic notes.”

2) Penyampaian notifikasi bahwa prosedur internal telah dipenuhi.

Beberapa perjanjian misalnya memuat klausul sebagai berikut:

“This Agreement shall enter into force on the latter of the date on

which the respective Governments may notify each other in writing

that formalities constitutionally required in their respective State

have been complied with.”

3) Pada tanggal di mana perjanjian lainnya (induknya) mulai sudah

berlaku. Beberapa perjanjian misalnya memuat klausul sebagai berikut:

“This Agreement shall shall enter into force on the date of which

the Umbrella Agreement enters into force…………….”

43

Damos Dumoli Agusman, op. cit., hlm. 57. 44

Ibid., hlm. 58.

Page 43: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

25

5. Pengesahan Perjanjian Internasional

Istilah “pengesahan” yang dipergunakan dalam praktik hukum

perjanjian internasional di Indonesia khususnya Undang-Undang No.

24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional diadopsi dan

diterjemahkan dari istilah “ratifikasi”. Menurut Pasal 2 ayat (1b)

Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian Internasional, ratifikasi

adalah:45

“Ratification”, “acceptance”, “approval” and “accession” mean in

each case the international act so named whereby a State establishes

on the international plane its consent to be bound by a treaty;”

Selanjutnya menurut Pasal 14 Konvensi Wina 1969 tentang Perjanjian

Internasional, ratifikasi adalah salah satu cara untuk mengikatkan diri

pada suatu perjanjian dan lazimnya selalu didahului dengan adanya

penandatanganan.

C. WTO

Pada tanggal 15 April 1994 lebih dari 100 Menteri Perdagangan dunia bertemu

di Maroko untuk menandatangani Putaran Uruguay sebagai kesepakatan

perdagangan multilateral. Pada saat yang sama mereka juga mengesahkan

suatu rencana masa depan untuk mengusulkan suatu Organisasi Perdagangan

Dunia yang didalamnya meliputi suatu kerangka kerja (framework) umum

untuk melakukan pendekatan terhadap isu-isu perdagangan dan lingkungan.46

45

Ibid, hlm 69. 46

Nevin Shaw and Aaron Cosbey, 2000, GATT, the WTO and Sustainable Development, USA:

International Institute for Sustainable Development, hlm. 2.

Page 44: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

26

Setelah melalu proses serangkaian perundingan yang panjang dan berbagai

konsultasi serta lobi-lobi pendekatan yang dilakukan atas sejumlah draft-draft

usulan, akhirnya pada Pertemuan Tingkat Menteri Contracting Parties GATT

di Marrakesh, Maroko 12-15 April 1994 disahkan Final Act 15 April 1994

tentang pembentukan dan tanggal berlakunya World Trade Organization

(Agreement Establishing the World Trade Organization) dan terbuka bagi

ratifikasi oleh negara-negara dan direncanakan mulai berlaku efektif 1 Januari

1995. WTO pada kenyataannya merupakan kelanjutan dan pengembangan dari

GATT.

WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang berfungsi untuk mengatur dan

memfasilitasi perdagangan internasional. Tujuan utama WTO adalah untuk

menciptakan persaingan sehat di bidang perdagangan internasional bagi para

anggotanya. Sedangkan secara filosofis, tujuan WTO adalah untuk

meningkatkan taraf hidup dan pendapatan, menjamin terciptanya lapangan

pekerjaan, meningkatkan produksi dan perdagangan, serta mengoptimalkan

pemanfaatan sumber daya dunia.47

Tujuan penting lainnya adalah untuk

penyelesaian sengketa.

Mekanisme penyelesaian sengketa WTO dipicu dengan adanya keberatan

negara anggota yang mana manfaat yang diharapkan dalam persetujuan GATT

terhapus atau terganggu karena: 48

1. Kegagalan negara anggota lainnya melaksanakan kewajiban sejalan

dengan GATT;

47

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, WTO dan Sistem Perdagangan Dunia,

http://www.dprin.go.id/Ind/publikasi/djkipi/wto.htm 48

C. O’Neal Taylor, 1997, “The Limits of Economic Power: Section 301and The World Trade

Organization Dispute Settlement System”, Vanderbilt Journal of Transnational Law, hlm. 45.

Page 45: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

27

2. Penerapan oleh negara anggota lainnya terhadap segala tindakan yang

bertentangan dengan GATT; atau

3. Timbulnya situasi lain.

Pasca perang dunia kedua negara-negara mencoba membangun suatu sistem

perdagangan internasional melalui sekumpulan peraturan internasional yang

cukup rumit yang ketentuan-ketentuan pokoknya diatur dalam GATT yang

ditandatangani pada tahun 1947. Namun, dengan tidak mengecilkan arti yang

telah dicapai GATT, masih terdapat suatu masalah besar yang senantiasa

mengancam kelancaran dan ketertiban perdagangan internasional yang tidak

hanya efisiensi dan efektif, tetapi juga adil, yaitu karena masih terjadi

ketidakpatuhan negara-negara terutama negara ekonomi kuat (negara

superpower) terhadap ketentuan-ketentuan GATT. Salah satu alasan yang

menimbulkan ketidakpatuhan ini adalah kurang berfungsinya mekanisme

penyelesaian sengketa.49

GATT semula merupakan kodifikasi sementara mengenai peraturan hubungan

perdagangan antar Negara penandantangan 23 negara sambil menunggu

berlakunya Piagam Havana dan ketentuan-ketentuan GATT tersebut akan

dimasukkan ke dalam Piagam Havana sebagai bagian dari peraturan

perdagangan berdasar Piagam Havana, karena Piagam Havana gagal untuk

diberlakukan disebabkan karena Amerika Serikat, pelaku utama dalam

perdagangan dunia, pada tahun 1958, menyatakan bahwa negaranya tidak akan

meratifikasi piagam tersebut. Sejak itu pulalah International Trade

49

Christhophorus Barutu, 2015, Seni bersengketa di WTO, Bandung: PT. Citra Adiya Bakti, hlm.

1.

Page 46: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

28

Organization (ITO) secara efektif menjadi tidak berfungsi sama sekali, maka

GATT akhirnya menjadi instrument hukum yang berdiri sendiri.50

Piagam Havana gagal berlaku, maka dari itu untuk mengisi kekosongan hukum

di bidang perdagangan internasional, melalui sebuah Protocol of Provisional

Application GATT diberlakukan mulai 1948. Semula GATT dimaksudkan

berlaku sementara waktu sambil menunggu dibentuknya perjanjian

internasional yang permanen yang mengatur perdagangan internasional.

Namun dalam praktik, hingga terbentuknya persetujuan WTO, GATT berlaku

sebagai peraturan perdagangan internasional yang terpenting dan juga berperan

sebagai organisasi perdagangan internasional.51

Rencana pembentukan ITO, yang merupakan satu dari 3 (tiga) kerangka

Bretton Woods Institution. Kedua organisasi lainnya adalah International

Monetary Fund (IMF) dan International Bank for Reconstruction and

Development (IBRD) yang sering dikenal dengan World Bank. GATT

sebenarnya hanya salah satu dari IX Chapters yang direncanakan menjadi isi

dari Havana Charter mengenai pembentukan ITO pada tahun 1947, yaitu

Chapter IV: Commercial Policy. NamunInternational Trade Organization

(ITO) tidak berhasil didirikan, walaupun Havana Charter sudah disepakati dan

ditandatangani oleh 53 negara pada Maret 1948.Hal tersebut dikarenakan

Amerika Serikat menolak untuk meratifikasinya di mana Kongres Amerika

50

Huala Adolf, Hukum Perdagangan Internasional, Bandung: PT Rajawali Press, hlm. 8. 51

Triyana Yohanes, 2015, Hukum Ekonomi Internasional, Yogyakarta: Cahaya Atma Pustaka,

hlm 45.

Page 47: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

29

Serikat khawatir wewenangnya dalam menentukan kebijakan Amerika Serikat

semakin berkurang.52

Konferensi internasional yang diselenggarakan setelah peran dunia II,

perdagangan internasional semula akan diatur berdasar perjanjian internasional

multilateral di bawah ITO yang akan dijadikan sebagai salah satu organ khusus

dari PBB. Melalui konferensi internasional yang diselenggarakan dari tahun

1946 hingga 1948 dihasilkan Piagam Havana yang merupakan peraturan dasar

dari ITO, tetapi, Piagam Havana tersebut ternyata gagal untuk diberlakukan

karena tidak diratifikasi mayoritas negara-negara peserta perundingan,

termasuk Amerika Serikat. Oleh karena itu, Piagam Havana tidak dapat

diberlakukan dan ITO juga gagal terbentuknya sebagai organisasi perdagangan

internasional di bawah PBB.53

WTO merupakan suatu fenomena menarik dalam hukum internasional. Ada

sementara pengamat yang menyatakan bahwa WTO merupakan satu bentuk

hukum internasional yang memiliki daya paksa sangat kuat yang antara lain

ditunjukkan oleh jauh lebih efektifnya mekanisme penyelesaian perselisihan di

antara sesama Negara anggotanya dibandingkan yang pernah dimiliki GATT

1947. Sebagai pengganti dari GATT 1947 dalam kurun waktu 10 (sepuluh

tahun) WTO telah memperhatikan efektivitas dan effisiensi lebih besar

52

Orinton Purba, Fungsi Dan Peranan WTO dalam Era Perdagangan Bebas, diakses dari

https://hukuminvestasi.wordpress.com/2010/09/16/fungsi-dan-peranan-wto.html pada 13

september 2018 pukul 05:30. 53

Triyana Yohanes, Op.Cit, hlm 44.

Page 48: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

30

dibandingkan dengan GATT 1947 selama hampir setengah abad

keberadaannya.54

WTO merupakan salah satu organisasi internasional publik terbesar di bidang

perdagangan pada saat ini. Sebagai sebuah organisasi negara di seluruh

wilayah dunia, organisasi internasional dan kesatuan ekonomi yang memiliki

otonomi penuh dalam melakukan perdagangan internasionalnya Pasal XXI

ayat (1) dan Pasal XXII ayat (1) WTO Agreement. WTO dibentuk melalui

persetujuan tentang pembentukan WTO, yang mulai berlaku secara efektif di

bidang perdagangan, dapat dikatakan WTO merupakan penerus dan perluasan

dari organisasi perdagangan dunia sebelumnya yakni GATT.55

Perundingan Uruguay dianggap salah satu perundingan yang paling

menentukan perkembangan GATT di masa yang akan datang. Putaran Uruguay

merupakan putaran perundingan yang berlangsung lama dan mencangkup segi-

segi pengaturan yang lebih luas. Di sana tidak hanya dibicarakan mengenai

masalah tarif dan non tarif saja tetapi juga masalah-masalah lain yang di

golongkan sebagai aspek non trade seperti, hak atas kekayaan intelektual, dan

kepentingan negara-negara miskin yang harus diperhatikan. Kemudian pada

putaran terakhir ini pula disahkan persetujuan untuk membentuk sebuah

organisasi perdagangan yang di sebut WTO.56

54

Hata, 2012, Hukum Internasional: Sejarah dan Perkembangan Hingga pasca Peran Dingin,

Malang: Setara Press, hlm. 143. 55

Triyana Yohanes, op.cit, hlm. 70. 56

Anthony Alfonso, 1989, Japanese Language Patterns, Tokyo : Shopia University Centre of

Aplied Linguistics, hlm. 18-28.

Page 49: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

31

Pada tahun 1954-1955, teks GATT mengalami perubahan. Ada dua perubahan

penting yang terjadi. Pertama, dikeluarkannya protokol yang merubah bagian I

dan Pasal XXIX dan Pasal XXX dan protokol yang merubah preambule dan

bagian 2 dan 3. Protokol pertama mensyaratkan penerimaan oleh semua negara

peserta. Namun karena Uruguay Round tidak meratifikasinya, protocol ini

menjadi tidak berlaku sejak tanggal 1 Januari 1968. Sedangkan protokol kedua

mulai berlaku sejak tanggal 28 November 1957. Pada tahun 1965, GATT

mendapat tambahan bagian baru, yaitu bagian keempat. Bagian ini berlaku

secara de facto tanggal 8 Februari 1965 dan mulai berlaku efektif tanggal 27

Juni 1965. Bagian ini khusus mengatur kepentingan perluasan ekspor bagi

negara-negara berkembangan (Pasal XXXVI – Pasal XXXVIII).57

Pembentukan GATT dinyatakan bahwa perdagangan dan hubungan ekonomi

internasional harus bertujuan untuk meningkatkan standar-standar kehidupan

global, yang mengusahakan tercapainya suatu tingkat penyerapan tenaga kerja

sepenuhnya (full employment) menjamin pertumbuhan pendapatan riil yang

tinggi dan terusmenerus, mengamankan permintaan efektif, mengeksploitasi

sepenuhnya sumbersumber daya dunia, dan barnag-barang dan berhasrat untuk

mendukung pelaksanaan tujuan-tujuan ini sebagai akibat dari penandatanganan

persetujuan untuk menghilangkan tarif dan hambatan-hambatan perdagangan

lainnya di dalam perdagangan internasional.58

Perjanjian pembentukan WTO merupakan perjanjian terpenting yang

dihasilkan Putaran Uruguay. Dengan terbentuknya WTO, maka mulai 1 Januari

57

Hata, op.cit, hlm. 145. 58

Apridar, 2009, Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep dan Permasalahan dalam

Aplikasinya, Yogyakarta: Graha Ilmu, hlm. 123.

Page 50: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

32

1995 persoalan tentang apakah GATT sebuah organisasi internasional atau

bukan sudah terjawab. GATT 1947 kini diintegrasikan ke dalam salah satu

perjanjian yang merupakan annex dari WTO Agreement yakni Multilateral

Agreement on GATT 1994.59

D. TRIPs Agreement

1. Latar Belakang dan Tujuan dibentuknya TRIPs

Lahirnya TRIPs Agreementdalam Putaran Uruguay (GATT) pada dasarnya

merupakan dampak dari kondisi perdagangan dan ekonomi intemasional

yang dirasa semakin meluas yang tidak lagi mengenal batas-batas negara.

Negara yang pertama sekali mengemukakan lahimya TRIPs adalah

Amerika, sebagai antisipasi yang menilai bahwa WIPO yang bernaung di

bawah PBB, tidak mampu melindungai HAKI mereka di pasar intemasional

yang mengakibatkan neraca perdagangan mereka menjadi negatif.60

Argumentasi mereka mengenai kelemahan-kelemahan WIPO adalah61

:

a. WIPO merupakan suatu organisasi dimana anggotanya terbatas (tidak

banyak), sehingga ketentuan-ketetuannya tidak dapat diberlakukan

terhadap non anggota.

b. WIPO tidak memiliki mekanisme untuk menyelesaikan dan menghukum

setiap pelanggaran HAKI.

59

Hatta, op.cit, hlm. 164. 60

Sunarmi, op. cit., hlm. 2 61

Siti Munawaroh, 2006, “Peranan Trips (Trade Related Aspects of Intelectual Property Rights)

terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual di Bidang Teknologi Informasi di Indonesia”, Jurnal

Teknologi Informasi DINAMIK, vol. XI, no. 1, hlm. 24.

Page 51: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

33

Di samping itu WIPO dianggap juga tidak mampu mengadaptasi perubahan

struktur perdagangan intemasional dan perubahan tingkat invasi teknologi.

Sejak tahun 1982, Amerika berusaha memasukkan permasalahan HAKI ke

forum perdangan GATT. Dimasukannya HAKI ini pada mulanya ditentang

oleh negara-negara berkembang dengan alasan bahwa pembicaraan HAKI

dalam GATT tidaklah tepat (kompeten). GATT merupakan forum

perdagangan multilateral, sedangkan HAKI tidak ada kaitannya dengan

perdagangan.Namun akhirnya mereka bisa menerimanya setelah negara

argumentasi bahwa kemajuan perdagangan (intemasional) suatu negara

bergantung pada kemajuan/keunggulan teknologinya termasuk perlindungan

HAKI.62

Ada beberapa hal khusus yang terdapat dalam TRIPsAgreement, yaitu63

:

a. memperkenalkan prinsip the most favoured nation treatment sebagai

tambahan dari prinsip national treatment;

b. mengatur tentang perlindungan paten dan hak cipta secara menyeluruh,

dan mengatur jangka waktu perlindungan minimum yang harus

diterapkan oleh negaraanggota;

c. mengatur tentang ketentuan upaya hukum administratif dan hukum

acara bagi penegakan hukum;

d. mengatur penyelesaian sengketa di antara para anggotanyadengan cara

konsultasi atau rekomendasi tentang perkembangan pelanggaran dari

konvensi tersebut;

TRIPs Agreement diharapkan memainkan peranan yang efektif dalam

mencegah sanksi sepihak seperti Pasal 301 Hukum Dagang Amerika

Serikat.

62

Ibid, hlm 25. 63

Bambang Kesowo, 1997, “Implementasi Persetujuan TRIP’s dalam Hukum Hak Atas Kekayaan

Intelektual Nasional”, Makalah Disampaikan dalam Seminar Nasional Perlindungan Konsumen

dalam Era Pasar Bebas, Surakarta: Fakultas Hukum UNS, hlm. 12.

Page 52: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

34

TRIPs bertujuan64 untuk melindungi dan menegakkan hukum hak milik

intelektual guna mendorong timbulnya inovasi, pengalihan, serta

penyebaran teknologi, diperolehnya manfaat bersama pembuat dan pemakai

pengetahuan teknologi, dengan cara yang menciptakan kesejahteraan sosial

dan ekonomi serta berkeseimbangan antara hak dan kewajiban (Pasal 7

TRIPs). Untuk itu perlu dikurangi gangguan dan hambatan dalam

perdagangan internasional dengan mengingat kebutuhan untuk

meningkatkan perlindungan yang efektif dan memadai terhadap hak milik

intelektual, serta untuk menjamin agar tindakan dan prosedur untuk

menegakkan hak milik intelektual tidak menjadi penghalang bagi

perdagangan yang sah.

2. Isi Pasal TRIPs

TRIPs berisi65

:

Bagian I : Ketentuan Umum dan Prinsip Dasar;

Bagian II : Standar Ketersediaan, Lingkup dan Penggunaan Hak Milik

Intelektual;

a. Hak Cipta dan Hak-hak yang Terkait;

b. Merek Dagang;

c. Indikasi Geografis;

d. Desain Industri;

e. Paten;

f. Desain Tata Letak (Topografi) Sirkit Terpadu;

64

Sunarmi, op. cit., hlm. 3 65

Siti Munawaroh, op. cit., hlm 25.

Page 53: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

35

g. Perlindungan Informasi yang Dirahasiakan;

h. Perlindungan Praktek Anti Persaingan dalam Lisensi Kontrak.

Bagian III : Penegakan Hak Milik Intelektual;

a. Kewajiban Umum;

b. Prosedur dan Penyelesaian Perdata Serta Administratif;

c. Tindakan Sementara;

d. Persyaratan khusus yang Berkaitan Dengan Tindakan yang Sifatnya

Tumpang Tindih;

e. Prosedur Pidana

Bagian IV :Pemerolehan dan Pemeliharaan Hak Milik Intelektual dan

Prosedur Antar Para Pihak;

Bagian V: Pencegahan dan Penyelesaian Perselisihan;

Bagian VI : Pengaturan Peralihan;

Dari ketentuan yang termasuk dalam lingkup hak milik intelektual pada

bagian II di dalam persetujuan TRIPs ternyata lebih luas pengaturannya

dibanding peraturan perundang-undangan nasional maupun konvensi-

konvensi internasional sebelumnya.

3. Ketentuan Prinsip-Prinsip Dasar dalam TRIPs

Sejak tahun 1982 Amerika berusaha memasukkan permasalahan HAKI ini ke

forum perdagangan GATT. Dengan masuknya masalah HAKI ini (juga

beberapa masalah lainnya). GATT yang semula hanya mengatur 12

permasalahan, kini telah ada 15 permasalahan, tiga diantaranya merupakan

kelompok news issue, yaitu: TRIPs (masalah HAKI), TRIMs (masalah

Page 54: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

36

investasi), dan Trade in Service (masalah perdagangan yang berkaitan dengan

sektor jasa). Sebagaimana halnya perjanjian multilateral lainnya, TRIPs

memiliki ketentuan dan prinsip-prinsip dasar bagi para anggotanya yang

tertuang dalam Bab I (Pasal 1-8). Ketentuan dan prinsip-prinsip dasar

tersebut, antara lain yang terpenting yaitu66

:

a. Ketentuan Free in Determine

Ketentuan yang memberikan kebebasan kepada para anggotanya untuk

menentukan cara-cara yang dianggap sesuai untuk menerapkan

ketentuanketentuan dalam TRIPs ke dalam sistem dan praktik hukum

mereka.Mereka dapat menerapkan sistem perlindungan yang lebih luas

dari yang diwajibkan oleh TRIPs, sepanjang tidak bertentangan dengan

ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam persetujuan tersebut (Pasal 1

TRIPs).

b. Ketentuan Intellectual Property Convention

Berkenaan dengan ketentuan yang mengharuskan para anggotanya

menyesuiakan peraturan perundang-undangan dengan berbagai konvensi

internasional di bidang HAKI, khususnya Konvensi Paris, Konvensi Bern,

Konvensi Roma dan Treaty on Intellectual Property in Respect of

Integrated Circuit (Pasal 2 ayat (2). Ketentuan ini berkaitan erat dengan

ketentuan yang terdapat dalam butir 1 di atas, di mana pengaturan

selanjutnya yang telah disebutkan, disesuaikan dengan konvensi-konvensi

internasional yang telah ada diakui.

c. Ketentuan National Treatment

Merupakan sisi dan ketentuan yang mengharuskan para anggotanya

memberikan perlindungan HAKI yang sama antara negaranya sendiri

dengan warga negara anggota lainnya (Pasal 3 ayat 1). Prinsip perlakuan

sama ini tidak hanya berlaku untuk warga negara perseorangan, tetapi

juga untuk badan-badan hukum. Ketentuan ini merupakan kelanjutan dari

apa yang tercantum dalam Pasal 2 Konvensi Paris mengenai hal yang

sama.

d. Ketentuan Most Favoured National Treatment

Sesungguhnya merupakan ketentuan yang mengharuskan para anggotanya

memberikan perlindungan HAKI yang sama terhadap seluruh anggotanya

(Pasal 4). Ketentuan ini bertujuan untuk menghindarkan terjadinya

perlakuan istimewa yang berbeda (diskriminasi) suatu negara terhadap

negara lain dalam memberikan perlindungan HAKI.

66

H. OK. Saidin, 2003,Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta : RajaGrafindo Persada,

hlm. 209.

Page 55: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

37

e. Ketentuan Exhaution

Merupakan suatu ketentuan yang mengharuskan para anggotanya, dalam

menyelesaikan sengketa, untuk tidak menggunakan suatu ketentuan

apapun di dalam persetujuan TRIPs sebagai alasan tidak optimalnya

pengaturan HAKI di dalam negeri mereka.Ketentuan ini berkaitan dengan

masalah sengketa yang mungkin timbul di antara para anggotanya. Dalam

hal menyangkut masalah prosedur penyesuaian sengketa, maka hal

tersebut akan diselesaikan melalui mekanisme penyelesaian sengketa

yang berada di bawah Multilateral Trade Organization (MTO), organisasi

yang persetujuan pembentukan disepakati dalam paket persetujuan GATT

dengan tugas sebagai pengelola TRIPs sedangkan untuk mengawasi

pelaksanaan Persetujuan TRIPs dibentuk dewan yang secara struktural

merupakan bagian dari MTO.

4. HAKI

a. Pengertian HAKI

HAKI adalah hak yang timbul atas hasil olah pikir otak manusia yang

menghasilkan suatu produk atau proses yang berguna untuk manusia.

HAKI dapat diartikan sebagai seperangkat hukum yang digunakan untuk

melindungi serta mengapresiasi penemu atau pencipta dari sebuah ilmu

pengetahuan baru. Berbeda dengan barang, ilmu pengetahuan dapat

digunakan oleh sejumlah pihak tanpa dibatasi. Oleh karena itu, penemu

sangat bergantung pada perlindungan hukum untuk mencegah

plagiarisme atau penggunaan produk yang diciptakan tanpa kompensasi

atau pembayaran.67

b. Pengaruh Civil Law System dan Common Law System terhadap HAKI

Pada dasarnya negara-negara penganut common law system dan civil law

system menggunakan prinsip-prinsip dasar sama dalam pemberian

perlindungan hukum hak cipta. Hanya saja, perbedaannya bahwa negara-

67

Kauser Abdulla Malik, 2005, “Intellectual Property Rights in Plant Biotechnology : A

Contribution to Crop Biosecurity”, Asian Biotechnology and Development Review, vol. 8, no. 1,

hlm. 8.

Page 56: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

38

negara penganut common law system menggunakan akal melalui

emperisme, sedangkan negara-negara penganut civil law system

menggunakan akal melalui perundang-undangan. Ini berarti ciri common

law system, terletak pada kaidah-kaidahnya yang bersifat konkret, yang

sudah mengarah penyelesaiannya suatu kasus tertentu, dimana

pengadilan memegang peranan yang utama (judge made law). Lain

halnya, dengan negara-negara civil law system yang membentuk kaidah-

kaidah hukumnya secara sistematis doktrinal dan berdasarkan

perundang-undangan yang merupakan produk badan legislatif negara.68

Budaya hak kekayaan intelektual Eropa69

yang condong menganut civil

law system, “Pencipta” menjadi titik pusat perhatian agar mendapat hak

penuh untuk mengontrol setiap penggunaan karya cipta atau invensi yang

mungkin dapat merugikan kepentingan pencipta atau inventor. Para

Pemikir bidang hak kekayaan intelektual selalu menunjuk pada doktrin

“hak moral” pencipta, yang ditolak oleh Amerika Serikat, perbedaan

yang dalam dan tajam antara kedua budaya hak kekayaan intelektual itu.

Peraturan yang melindungi di berbagai negara Eropa, karya sastra dan

seni tidak dinamakan undang-undang “hak cipta”, tetapi undang-undang

“hak pencipta”70

, sebaliknya, di Amerika Serikat undang-undang hak

cipta terpusat pada pertimbangan kegunaan yang mencoba

68

W Friedman, 1953, Legal Theory, London: Stevans&Sons, hlm. 368. 69

Budaya hak cipta Perancis, dapat dijumpai pula di negara-negara lain yang menganut tradisi

hukum sipil benua Eropa, dan budaya hak cipta Amerika, yang dijumpai di negara-negara yang

mengikuti tradisi hukum kebiasaan Inggris. 70

Droit d’auteur di Perancis, Urheberrecht di Jerman, diritto d’autore di Italia. Dengan melihat

pada Paul Goldstein., terjemahan Masri Maris, Hak Cipta: Dahulu, Kini dan Esok, 1996, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia, hlm. 184, dengan judul asli: Copyright’s Highway, From Gutenberg to

Celestial Jukebox, (Hill and Wang, 1994).

Page 57: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

39

menyeimbangkan kepentingan produsen yang berhak atas ciptaan dengan

alasan memproteksi kepentingan konsumen, tanpa memperhitungkan

kepentingan pencipta.

5. Kedudukan Protokol Tambahan (Madrid Protocol)

Madrid Protocol adalah bagian dari Madrid Agreement tentang pendaftaran

merek secara internasional yang diadministrasi oleh WIPO. Upaya ini

dilakukan oleh masyarakat merek Eropa European Community Trademark

yang mengusulkan untuk lebih mengembangkan Madrid Agreement supaya

dapat diikuti oleh negara negara yang belum menjadi anggota tersebut. Oleh

karena itu, kemudian WIPO membuat usulan draf protokol sebagai bentuk

pepgembangan dari Madrid Agreement yang secara tidak langsung

melahirkan Madrid Protocol pada 27 Juni 1989 di kota Madrid Spanyol.

Konsep dasar Madrid Protocol adalah satu aplikasi merek untuk

mendapatkan perlindungan hukum di banyak negara sehingga secara tidak

langsung Madrid Protocol menawarkan pemilik merek untuk memperoleh

perlindungan merek dagangnya di beberapa negara sekaligus melalui

pendaftaran permohonan langsung di kantor pendaftaran merek dagang di

Negaranya atau pada tingkat regional.71

Secara tidak langsung baik barang maupun jasa yang merupakan produk

intelektual manusia telah memainkan peran yang sangat menentukan dalam

perdagangan internasional dewasa ini dan akan terus meningkat pada masa

mendatang.Seiring dengan itu, nilai ekonomi yang terdapat pada karya

71

Syafrinaldi, 2009,“Urgensi dan Permasalahan Harmonisasi Un dang Undang Merek Terhadap

Protokol Madrid”, Jurnal Hukum Bisnis, vol. 28, no. 2, hlm 5.

Page 58: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

40

karya intelektual manusia, khususnya dalam bidang HKI telah menjadi

faktor penentu dalam pembangunan dan pertumbuhan ekonomi lokal,

nasional, dan juga global. Oleh karenanya, hal ini telah menimbulkan

kebutuhan yang sama pada tataran masyarakat internasional untuk

memberikan perlindungan hukum yang sama di setiap negara dengan

mengacu pada ketentuan TRIPS Agreement.

Berbagai ketentuan hukum internasional di dalam bidang hukum merek,

telah dibentuk oleh masyarakat internasional dengan tujuan untuk

memberikan perlindungan hukum yang lebih efektifnamun dengan cara

yang lebih sederhana, seperti yang ditawarkan oleh Madrid Protocol.

Madrid Protocol merupakan suatu perangkat hukum internasional dalam

bidang merek yang memberikan kemudahan bagi pemilik merek dalam

upaya pendaftaran mereknya secara internasional untuk mendapatkan

perlindungan secara internasional pula. Lebih lanjut pendaftaran merek

dengan cara ini dirasakan dapat memangkas biaya mahal. Selain itu,

prosedur yang dilakukan tidak lagi merepotkan karena pengusaha hanya

cukup mengajukan aplikasi dan menunjuk negara mana saja (yang

merupakan anggota Madrid Protocol) di kantor merek setempat.

Proses tersebut dirasakan dapat mempermudah pendaftaran merek di

sejumlah negara anggota karena hanya melalui satu aplikasi, satu bahasa,

satu pemeriksaan formal, dan juga satu kali pengumuman yang pastinya

akan menghemat biaya pendaftaran merek. Sejauh ini Madrid Protocol telah

Page 59: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

41

diterapkan di negara maju seperti Jerman, Swiss, dan Jepang.72

Sementara

itu, Negara ASEAN yang telah memulai sistem ini seperti Singapura dan

Vietnam, dapat dijadikan acuan untuk pendaftaran e-register bagi negara

ASEAN yang pada dasarnya sudah mengetahui konsep Madrid Protocol.

Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa eksistensi Madrid

Protocol mulai mendapatkan pengakuan dari Negara-negara di dunia.

Pendaftaran Madrid Protocol menjadi lebih efisien untuk membantu para

pelaku usaha dalam negeri mendaftarkan merek mereka secara internasional

dengan biaya yang murah dan lebih terjangkau sehingga Madrid Protocol

dirasakan sangat penting untuk diratifikasi oleh Indonesia. Bila dilihat dari

sisi pengusaha, jelas Madrid Protocolakan menguntungkan mereka karena

memberikan kemudahan bagi mereka untuk pendaftaran merek secara

internasional.Sementara dari sisi pemilik merek, konvensi tersebut secara

tidak langsung dapat memberikan perlindungan hukum.

Selain itu, jika dipandang dari sudut pemerintah bergabung dalam Madrid

Protocol bersifat menguntungkan, mengingat dapat memasukkan devisa kas

Negara, dan dari segi peningkatan aplikasi merek asing akan memacu

pertumbuhan aplikasi merek dari dalam negeri, sekaligus sebagai suatu

tindakan preventif untuk melindungi HAKI.

72

The Madrid Protocol, 2010, diakses dari http://laizgkahkecilkaki.blogspot.com/2010/02 madrid-

protocol.html pada 27 September 2018.

Page 60: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

42

III. METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penyusunan skripsi yang berjudul “Perbandingan Implementasi TRIPs

Agreement di Negara Anggota ASEAN” dilakukan dengan menggunakan

metode ataupun pendekatan tertentu sehingga hasil penelitian menjadi terarah,

terstruktur, dan sistematis.

Penelitian dapat ditinjau dari berbagai macam sudut. Jenis penelitian dalam

skripsi ini akan dikategorikan dalam beberapa aspek:73

1. Sifat, skripsi ini menggunakan penelitian deskriptif yang berarti bahwa data

yang ada dijelaskan secara detail atau seteliti mungkin yang diharapkan

memperkuat teori lama ataupun mendukung sebuah teori baru yang sedang

disusun.

2. Bentuk, skripsi ini menggunakan penelitian preskriptif. Hal ini

menunjukkan bahwa penelitian diharapkan membawa sebuah saran yang

dapat mengatasi suatu permasalahan.

3. Tujuannya, skripsi ini menggunakan penelitian fact finding (menemukan

fakta belaka), dilanjutkan dengan problem identification (identifikasi

masalah), dan yang terakhir yaitu problem solution, secara jelas skripsi ini

memiliki tujuan untuk mengatasi masalah yang telah diidentifikasi.

4. Penerapannya, skripsi ini menggunakan penelitian yang berfokuskan

masalah (problem focused research).

Keempat jenis penelitian yang digunakan untuk menganalisis masalah-masalah

yang telah diidentifikasi, perlu diperhatikan bahwa jenis penelitian hukum

yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yang mencakup penelitian

73

Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia,

hlm. 50.

Page 61: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

43

terhadap asas-asas hukum, sistematika hukum, taraf sinkronisasi hukum,

sejarah hukum, dan perbandingan hukum.

B. Pendekatan Masalah

Pengertian sebuah masalah adalah kesenjangan antara fakta yang ada dengan

yang seharusnya terjadi. Adapun pendekatan masalah adalah proses

penyelesaian masalah melalui tahap yang telah ditentukan. Skripsi ini

menggunakan penelitian hukum secara normatif. Tahap-tahap pendekatan

masalah yang ditentukan adalah:74

1. Penentuan pendekatan yang sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian;

2. Identifikasi pokok pembahasan (topical subject) melalui rumusan masalah;

3. Adanya rincian subpokok bahasan (subtopical subject) berdasarkan setiap

pokok bahasan hasil identifikasi;

4. Pengumpulan, pengolahan, penganalisisan data, dan kesimpulan;

5. Hasil penelitian.

C. Sumber Data, Pengumpulan Data, Pengolahan Data

1. Sumber Data

Pada umumnya dalam melaksanakan sebuah penelitian, sumber data

dibedakan antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat

(mengenai perilakunya; data empiris) dan dari kepustakaan.Mengingat jenis

penelitian dan pendekatan masalah skripsi dilakukan secara normatif, maka

sumber data yang digunakan adalah data sekunder.75

Di dalam penelitian

hukum, data sekunder yang dikategorikan dari kekuatan mengikatnya terdiri

74

Abdulkadir Muhamad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT Citra Aditya Bakti,

hlm. 112. 75

Soerjono Soekanto, 2012, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, hlm.

37.

Page 62: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

44

dari bahan primer, bahan sekunder, dan bahan tersier. Adapapun bahan-

bahan data sekunder yang digunakan dalam skripsi adalah sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang

merupakan Hukum Nasional Indonesia yang terdiri dari UU, PP,

Hukum nasional Negara ASEAN, dan Hukum Internasional yang terdiri

dari .76

b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan

hukum primer seperti misalnya buku, jurnal, skripsi makalah, artikel,

surat kabar, internet, pendapat para ahli, hasil karya dari kalangan

umum, dan sebagainya.77

c. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus,

ensiklopedia, indeks kumulatif, dan seterusnya.78

2. Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penulisan ini menggunakan studi

kepustakaan. Fungsi dari studi kepustakaan adalah sebagai acuan umum,

yang berisi informasi umum seperti buku, indeks, dan ensiklopedi serta

acuan khusus yang berisi hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian seperti jurnal, laporan, tesis, disertasi, dan

76

Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, loc.cit. 77

Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, op. cit, hlm. 52 78

Ibid.

Page 63: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

45

sebagainya.79

Kegiatan studi pustaka dalam skripsi ini mengikuti tahap-

tahap berikut:80

1. Penentuan sumber data sekunder berupa perundang-undangan, putusan

pengadilan, dokumen hukum, catatan hukum, dan literatur bidang ilmu

pengetahuan hukum.

2. Identifikasi data sekunder yang diperlukan, yaitu proses mencari dan

mengenal bahan hukum.

3. Inventarisasi data yang relevan dengan rumumsan masalah. Pengkajian

data yang sudah terkumpul untuk menentukan relevansinya dengan

kebutuhan dan rumusan masalah. Dikumpulkan dengan cara membaca,

mencatat, dan menghubungkan data satu dengan yang lain.

3. Pengolahan Data

Setelah semua data berhasil dikumpulkan, selanjutnya pengolahan data

skripsi dilakukan melalui perbandingan hukum. Pengolahan data bertujuan

agar saat analisis dilakukan, penelitian dapat menemukan tema dan

merumuskan hipotesa.81

D. Analisis Data

Pengolahan data dilanjutkan dengan analisis data yang diakukan dengan cara

kulaitatif deskripsitf, menganalisis sejauh mana suatu peraturan peraturan

perundang-undangan yang mengatur berbagai bidang yang mempunyai

hubungan fungsionil tetap konsisten.82

79

Bambang Sunggono, 2012, Metodologi Penelitian Hukum, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 80

Abdulkadir Muhamad, op.cit, hlm. 124. 81

Burhan Ashshofa, 2010, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT Rineka Cipta, hlm. 66. 82

Soerjono Soekanto, 2012, Pengantar Penelitian Hukum, op. cit, hlm. 256.

Page 64: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

83

V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada bagian akhir skripsi ini, penulis akan memaparkan beberapa

kesimpulan yang dapat diambil yang didasarkan pada temuan hasil

penelitian. Secara umum penulis menyimpulkan bahwa:

1. Konsekuensi negara anggota ASEAN sebagai anggota dari WTO maka

setiap negara anggota harus mengadopsi TRIPs Agreement tersebut

dengan proses ratifikasi. Pada dasarnya kata ratifikasi tidak

sesederhana sebagai sekedar pengesahan atau penandatanganan oleh

kepala negara setelah persetujuan parlemen, yang paling penting

adalah pengaruh dari perjanjian (dalam hal ini TRIPs) tersebut;

2. TRIPs Agreement mengatur mengenai HAKI, dan semua negara

anggota ASEAN mengimplementasi peraturan tentang HAKI ke dalam

undang-undang nasionalnya kecuali Myanmar. Brunei, Filipina, dan

Thailand mengamandemenkan peraturan HAKI yang dimana ketiga

negara tersebut sudah membuat peraturan terkait HAKI sebelum

mengadopsi TRIPs Agreement, sedangkan Indonesia, Malaysia,

Page 65: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

84

Singapura, Vietnam, Laos, dan Kamboja baru membuat peraturan

HAKI setelah mengadopsi TRIPs Agreement.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan yang didasarkan pada temuan hasil penelitian

di atas, yaitu :

1. WTO diharapkan menerbitkan panduan atau prinsip-prinsip mengenai

implementasi TRIPs Agreement kepada negara-negara agar terbentuk

suatu standar minimal dalam proses penerapannya.

2. Pemerintah Indonesia diharapkan menanamkan kesadaran (sosialisasi)

bahwa peraturan perundang-undangan mengenai HAKI merupakan

hasil adopsi dari TRIPs Agreement.

Page 66: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adolf, Huala. 2006. Hukum Perdagangan Internasional, Bandung: PT

Rajawali Press.

Agusman, Damos Dumoli. 2010. Hukum Perjanjian Internasional:

Kajian Teori dan Praktik Indonesia, Bandung: Refika

Aditama.

Alfonso, Anthony. 1989. Japanese Language Patterns, Tokyo: Shopia

University Centre of Aplied Linguistics.

Apidar. 2009. Ekonomi Internasional: Sejarah, Teori, Konsep dan

Permasalahan dalam Aplikasinya, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Arrasjid, Chainur. 2000. Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta: Sinar

Grafika.

Ashshofa, Burhan. 2010. Metode Penelitian Hukum, Jakarta: PT

RINEKA CIPTA.

Asshiddiqie, Jimly. 2010. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara,

Jakarta: Rajawali Pers.

At-mawiria, Sam Suhaedi. Pengantar Hukum Internasional, Bandung:

Alumni.

Ayu, Miranda Risang. 2006. Memperbincangkan Hak Kekayaan

Intelektual, Bandung: Alumni.

Barutu, Christhoporus. 2015. Seni bersengketa di WTO, Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti.

Bernas, Joaquin G.. 2009. The 1987 Constitution of the Republic of

the Philippines: A Commentary. Quezon City: Rex Printing

Company Inc.

Blakeslee, Merritt R. Hollis, Duncan B. 2005. National Treaty Law

and Practices: Dedicated to the Memory of Monroe Leigh.

Belanda: Brill Nijhoff.

Brownlie, 1979. Principle of Public International Law, London:

Oxford Univeristy.

Bruggink, J.J. H. 1999. Refleksi tentang Hukum, Bandung: Citra

Aditya.

Eddy Damian, 1999. Hukum Hak Cipta, Bandung: PT Alumni.

Deere, Carolyn. 2008. The Implementation Game of the TRIPs: The

TRIPS Agreement and the Global Politics of Intellectual

Property Reform in Developing Countries, Oxford: University

Press.

Friedman, W. 1953. Legal Theory, London: Stevans&Sons.

Page 67: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

Giao, Vu Cong., Jayangakula, Kitti., Ling Cheah Wui., Ng, Joel.

Reyes-Kong, Faith Suzzette Delos., Sharom, Azmi., Susanti,

Bivitri. Vidjia, Phun. 2010. Rule of Law untuk Hak Asasi

Manusia di Kawasan ASEAN: Studi Data Awal, Depok:

Human Rights Resource Centre-Universitas Indonesia.

Hasan, Ir. Madjed. MPE, M.H. 2005. Pacta Sunt Servanda,

Penerapan Asas “Janji Itu Mengikat” dalam Kontrak Bagi

Hasil di Bidang Minyak dan Gas Bumi. Jakarta: PT Fikahati

Aneska.

Hatta. 2012. Hukum Internasional: Sejarah dan Perkembangan

Hingga Pasca Peran Dingin, Malang: Setara Press.

Hengorani, R. C. 1982, Modern International Law, Second Edition,

Oxford: IBH Publishing Co.

Kartadjoemana, H. S. 1997. GATT/WTO dan Hasil Uruguay Round,

Jakarta: UI Press.

Kolb, Robert. 2016. The Law of Treaties: An Introduction, UK:

Edward Elgar Publishing Limited.

Malhotra, Parbodh. 2011. Impact of TRIPs in India: An Access to

Medicines Perspective, Delhi: Palgrave Press.

Margono, Suyud., Angkasa, amir. 2002. Komersialisasi Aset

Intelektual Aspek Hukum Bisnis, Jakarta: PT Gramedia Widya

Sarana Indonesia.

Margono, Suyud. 2015. Hukum Hak Kekayaan Intelektual (HKI),

Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Maris, Masri. 1996. Hak Cipta: Dahulu, Kini, dan Esok, Jakarta:

Yayasan Obor Indonesia.

Mauna, Boer. 2000. Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan

Fungsi dalam Era Dinamika Global, Bandung: Alumni.

Mckeough, Jill., Stewart, Andrew. 2004. Intellectual Property in

Australia-Edisi ke 3, Sydney: Butterworths.

Mertokusumo, Sudikno. 2001, Penemuan Hukum, Yogyakarta:

Liberty.

Muhammad, Abdul Kadir. 2004. Hukum dan Penelitian Hukum,

Bandung: PT Citra Aditya Bakti.

Munzir, Ibnu., Kadarudin. 2014. Perlindungan Hak Kekayaan

Intelektual Terhadap Produk Indikasi Asal. Makassar: Pustaka

Pena Press.

Nusbaum, Arthur., Admawiria, Sam Suhaedi. 1969. Sejarah Hukum

Internasional I, Bandung: Binacipta.

Partiana, I Wayan. 2001. Hukum Perjanjian Internasional: Bagian I,

Bandung: Mandar Maju.

Pramoto, Eddy. 2016. Hukum Perjanjian Internasional, Jakarta: PT

Gramedia.

Pratap, Dharma. 1972. Interpretation of Treaties, yang dikutip oleh

S.K., Agrawalla. Essays on the Law of Treaties, Orient

Longman, New Delhi.

Page 68: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

Priapantja, Citra Citrawinda. 2003. Hak Kekayaan Intelektual

Tantangan Masa Depan, Jakarta: Gitama Jaya.

Qamar, Nurul. 2010, Perbandingan Sistem Hukum dan Peradilan:

Civil Law System dan Common Law System, Makassar:

Refleksi Arts.

Rahardjo, Satjipto. 2014. Ilmu Hukum, Bandung: Citra Aditya.

Rudy, T. May. 2002. Hukum Internasional 2, Bandung: Refika

Aditama.

Saidin, H. OK. 2003. Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual,

Jakarta : RajaGrafindo Persada.

Sasongko, Wahyu. 2012. Indikasi Geografis: Studi tentang Kesiapan

Indonesia Memberikan Perlindungan Hukum terhadap Produk

Nasional, Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sefriani. 2010. Hukum Internasional: Suatu Pengantar, Jakarta:

Rajawali Pers.

Shaw, Nevin., Cosbey, Aaron. 2000. GATT, the WTO and Sustainable

Development, USA: International Institute for Sustainable

Development.

Suherman, A. M.. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum,

Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2012. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta:

Penerbit Universitas Indonesia.

Soekanto, Soerjono. 2012. Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: PT

Raja Grafindo Persada.

Soemantri, Sri. 1976. Sistem-Sistem Pemerintahan Negara ASEAN,

Bandung: Tarsito.

Utomo, Tomi Suryo. 2010. Hak Kekayaan Intelektual (HKI) di Era

Global Sebuah Kajian Kontemporer, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Yohanes, Triyana. 2015. Hukum Ekonomi Internasional, Yogyakarta:

Cahaya Atma Pustaka.

B. Jurnal, Skripsi, Makalah, Artikel

Aling, Daniel F. 2009. Sistem Perlindungan Indikasi Geografis

Sebagai Bagian dari Hak Kekayaan Intelektual di

Indonesia, Manado: Universitas Sam Ratulangi.

Aruan, Thommy. 2016. “Perlindungan Hukum Paten”, Makalah pada

program pascasarjana di Universitas Samratulangi.

Bahriansyah, Juldin. 2007. “Informasi Paten Sebagai Perangkat

Bisnis”, Media HKI Jakarta, vol. IV, no. 2.

Budi, Henry Soelistyo. 2002. “Hak Atas Kekayaan Intelektual, Materi

Pelatihan HAKI.

Darong, Tep. 2009. Cambodia and The Rule of Law dalam Konrad

Adenauer Stiftung, 5 Democratic Development: Occasional

Paper 21.

Dharmawan, Ni Ketut Supasti., Aryani, Nyoman Mas. 2003.

“Keberadaan Regulasi Desain Industri Berkaitan dengan

Page 69: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

Perlindungan Hukum Atas Karya Desain di Bali”, Makalah

Seminar HAKI Udayana.

Djulaeka. 2012. “Negative Protection System dalam Perlindungan

Indikasi Geografis”, Makalah Seminar HKI Unpad.

Drahos, Peter. 2001, “Developing countries and international

intellectual property standard setting”, Study paper 8 of

commission on intellectual property rights.

Gaffar, Janedjri M. 2013. “Sikap kritis Negara berkembang terhadap

hukum internasional”, Jurnal konstitusi,vol 10, no. 2

Handayani, Pristika. 2014. “Perjanjian Bilateral Indonesia dengan

Malaysia tehadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI)”, Lex

Jurnalica, vol. 11 no. 1.

Keo, Puth. 2009. The Rule of Law in Cambodia in The 21st Century

dalam Konrad Adenauer Stiftung, 5 Democratic Development:

Occasional Paper 13.

Kesewo, Bambang. 1994. Beberapa Ketentuan dalam Persetujuan

TRIPs. Departemen Perdagangan RI.

Korah, Revy S. M. 2016. Prinsip-prinsip Eksistensi General

Agreement on Tariffs and Trade (GATT) dan World Trade

Organization (WTO) dalam Era Pasar Bebas, Jurnal Hukum

Unsrat, vol. 22, no. 7.

Malik, Kauser Abdulla. 2005. Intellectual Property Rights in Plant

Biotechnology: A Contribution to Crop Biosecurity, Asian

biotechnology and Development Review, vol. 8, no. 1.

Maulana, Insan Budi. 2000. “Merek Terkenal Menurut TRIPs

Agreement dan Penerapan dalam Sistem Merek Indonesia”,

Jurnal Hukum, vol. 7, no. 13.

Munawaroh, Siti. 2006. Peranan TRIPs (Trade Related Aspects of

Intellectual Property Rights) terhadap Hak Atas Kekayaan

Intelektual di bidang Teknologi Informasi di Indonesia. Jurnal

Teknologi Informasi DINAMIK. vol. XI, no. 1.

Muhammad, A. Aziz. 2017. Konvensi Internasional tentang Hak Cipta

dan Pengaturan Hak Cipta di Indonesia, Social Justitia, Vol. 1

No. 1.

Prasetyo Hadi Purwandoko. 2006. Implementasi Agreement on Trade

Related Aspects of Intellectual Property Rights oleh

Pemerintah Indonesia, Yustisia, 68.

Purwandoko, Prasetyo Hadi. 2006. “Implementasi Agreement on

Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights oleh

Pemerintah Indonesia”, Yustisia, 68.

Purwanto, Harry. “Keberadaan Asas Pacta Sunt Servanda dalam

Perjanjian Internasional”, Mimbar Hukum, vol. 21 no. 1.

Saliba, Aziz T. “Universidade de Itauna dan Faculdades de Direito do

Oeste de Minas, Brazil menulis komentarnya berjudul

Comparative Law Europe”, Contracts Law and Legislation,

vol. 8 no. 3

Sen, Hun. 2009. Rule of Law in Cambodia dalam Konrad Adenauer

Stiftung, 5 Democratic Development: Occasional Paper 9.

Page 70: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

Songko, Gerald E.. 2016. Kekuatan Mengikat Perjanjian Internasional

Menurut Konvensi Wina Tahun 1969. Lex Privatum. vol, IV

no. 4.

Sourbert, Son. The Rule of Law in Cambodia in The 21st Century

dalam Konrad Adenauer Stiftung, 5 Democratic Development:

Occasional Paper 15.

Sunarmi. 2003. Peranan TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights) terhadap Hak Atas Kekayaan Intelektual di

Indonesia. USU Digital Library.

Syafrinaldi. 2009. Urgensi dan Permasalahan Harmonisasi Undang

Undang Merek Terhadap Protokol Madrid, Jurnal Hukum

Bisnis, vol. 28, no. 2.

Taylor, C. O’Neal. 1997. “The Limits of Economic Power: Section

301and The World Trade Organization Dispute Settlement

System”, Vanderbilt Journal of Transnational Law

C. Surat Kabar, Majalah, Internet

Cordillera Autonomy: Looking Around and Farther Back, Regional

Development Council Cordillera,

http://www.cordillera.gov.ph/index.php/option=com_content&

view=article&id=349&Itemid=78&limitstart=2

Departemen Perindustrian dan Perdagangan, WTO dan Sistem

Perdagangan Dunia, http://www.dprin.go.id/Ind/publikasi/djkipi/wto.htm

GATT, 1979. The Tokyo Round of Multilateral Trade Negotiations:

Report by the Director-General of GATT, Geneva.

Hukum Online, Peran TRIPs Agreement dalam perlindungan hak

kekayaan intelektual, diakses dari

https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt592407520f6f7/p

eran-trips-iagreement-i-dalam-perlindungan-hak-kekayaan-

intelektual

Indeks Transformasi Berterlsmann - Laporan Negara Laos

http://www.bertelsmann-transformation-

index.de/fileadmin/pdf/Gutachten_BTI2010/ASO/Laos.pdf

Judiciary of Brunei Darussalam, http://www.judicial.gov.bn

Orinton Purba, Fungsi Dan Peranan WTO dalam Era Perdagangan

Bebas,

https://hukuminvestasi.wordpress.com/2010/09/16/fungsi-dan-

peranan-wto.html

Page 71: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

The Madrid Protocol, http://laizgkahkecilkaki.blogspot.com/2010/02

madrid-protocol.html

WIPO (World Intellectual Property Organization), diakses dari

http://www.wipo.int/portal/en/index.html

D. Dokumen

1. Instrumen Hukum Nasional a. Undang-Undang No. 37 Tahun 1999 Tentang Hubungan

Luar Negeri.

b. Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian

Internasional.

c. Undang-Undang No. 29 Tahun 2000 tentang Perlindungan

Varietas Tanaman.

d. Undang-undang No. 30 Tahun 2000 tentang Rahasia

Dagang.

e. Undang-undang No. 31 Tahun 2000 tentang Desain

Industri.

f. Undang-undang No. 32 Tahun 2000 tentang Desain Tata

Letak Sirkuit Terpadu.

g. Undang-Undang No. 43 Tahun 2008 tentang Wilayah

Negara.

h. Undang-undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan

Indikasi Geografis.

2. Instrumen Hukum Nasional Negara-Negara ASEAN

a. Brunei Darussalam

1) Chapter 98 – Trademarks (Revised edition 2000)

2) Chapter 92 – Business Names (1984)

3) Chapter 94 – Emblems and Names (Prevention of

Improper Use) (1968)

4) Chapter 96 – Merchandise Marks (1953)

5) Industrial Designs (international Registration) Rules,

2014

6) Patents Rules, 2012

7) Trademark (Importation of Infringing Goods)

Regulations, 2000

8) Trademarks Rules, 2000

b. Filipina

1) Republict Act 10372-An Act Amending Certain

Provisions of Republic Art No. 8293

2) Philipine Technology Transfer Act of 2009 (Republic

Act No. 10055) (2010)

3) Philipine Plant Variety Protection Act 2002 (Republic

Act No. 9168) (2002)

Page 72: PERBANDINGAN IMPLEMENTASI TRIPS (TRADE RELATED …digilib.unila.ac.id/54559/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfagreements is based on GATT’s general provisions that are: provision

4) An Act of The Protection of Layout Designs

(Topographies) of Integrated Circuits Amending for the

Purpose Certain Sections od Republic Art No. 8293)

(2001)

5) Intellectual Property Code of the Philippines (Republic

Act No. 8293) (1997)

c. Malaysia

1) Layout-Designs of Integrated Circuits Act 2000 (Act

601)

2) Geographical Indications Act 2000 (UU 602)

3) Intellectual Property Corporation of Malaysia Act 2002

(Act 617)

d. Thailand

1) Patent Act B.E. 2522 diamandemen oleh Patent Act

(No. 2) B.E. 2535

2) Trademark Act B.E. 2534 (1991)

3) Copyright Act B.E. 2537 (1994)

4) Trade Secret Act B.E.2545 (2002)

5) Geographical Indications Protection Act B.E. 2546

(2003)

6) Layout Designs of Integrated Circuits Act B.E. 2543

(2000)

7) ) Optical Disk Production (OD Product) Act B.E. 2548

(2005)

e. Laos

1) Intellectual Property Laws (2007)

2) Law No. 08/NA on National Heritage

3. Instrumen Hukum Internasional

a. Agreement Establishing the World Trade Organization

1994.

b. Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual

Property Rights.

c. Vienna Convention on The Law of Treaties 1969.

d. Vienna Convention on The Law of Treaties 1986.