Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
108
PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK
Irma Suryani Siregar
STAIN Mandailing Natal
Abstract
Family education is basic education for the formation of
children's souls. Parents play a role in shaping the direction of
children's beliefs. Because every baby who is born has the
potential to be religious, the form of religious belief that the
child will adopt is entirely dependent on the guidance, care and
influence of their parents. As for the aspects that must be
taught by parents for children, among others: faith education,
worship education, moral education, physical education,
intellectual education and social education.
Keywords: Parents, educating children
109
PENDAHULUAN
Pendidikan keluarga merupakan
pendidikan dasar bagi pembentukan
jiwa anak. Orang tua berperan untuk
membentuk arah keyakinan anak-anak.
Karena setiap bayi yang dilahirkan
sudah memiliki potensi untuk
beragama, namun bentuk keyakinan
agama yang akan dianut anak
sepenuhnya tergantung dari bimbingan,
pemeliharaan, dan pengaruh kedua
orang tua mereka.
Peran orang tua terutama ibu
dalam mendidik anak sangat urgen
dalam membangun sebuah generasi
yang melaksanakan syariat Islam, sebab
wajib kita fahami, masyarakat islami
berawal dari individu yang muslim.
tidak akan terbentuk generasi yang
mengamalkan syariat Islam tanpa
dibangun dari generasi yang memahami
Islam secara benar. Sehingga dalam
pemilihan pasangan, Islam menekankan
atas dasar ketaatan beragama, bukan
atas dasar kecantikan, kekayaan, atau
yang lainnya. Rasulullah dalam hal ini
memberi petunjuk dengan sabdanya:
حد ثنا ابو كريب.حد ثنا عبد الرحمن
المحاربي وجعفر بن عون, عن الافريقى,
عمرو ابن عن عبد الله بن يزيد, عن عبد الله
قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم, لا
تزوجوا النساء لحسنهن, فعسى حسنهن ان
تزوجوهن لاموالهن, فعسى يرديهن. ولا
اموالهن ان تطغيهن.ولكن تزوجوهن على
الدين. ولاءامة خرماء سوداء دين, افضل.
)رواه ابن ماجه(
Menceritakan kepada kami Abu Kuraib,
menceritakan kepada kami ‘Abdur-
Rahman bin al-Muharibiy dan Ja’far bin
‘Aun, dari al-Friqiy, dari ‘Abdullah bin
Yazid, dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dia
berkata: Rasulullah SAW berkata:
Janganlah kalian mengawini wanita
karena alasan kecantikannya, sebab
mungkin saja kecantikannya itu akan
membinasakan mereka. Janganlah
kalian mengawini mereka karena alasan
hartanya, sebab mungkin saja harta
mereka itu menjadikannya berbuat
durhaka. Akan tetapi, kawinilah mereka
itu atas dasar agama. Sungguh seorang
wanita budak, gerowong-cacat-
hidungnya, berkulit hitam, tapi
beragama Islam, adalah lebih
utama/baik. (HR. Ibnu Majah).1
Hikmah yang terkandung dalam
petunjuk hadist ini ialah karena wanita
yang shaleh (menjalankan perintah
Allah dan menjauhi larangan-Nya)
besar harapan akan memberi
ketenangan dan kebahagian dalam
hidup berumah tangga, serta kelak akan
sanggup mendidik anak-anak
keturunannya sebaik mungkin.2
1Abdullah Shonhaji, dkk. Tarjamah
Sunan Ibnu Majah; Jilid II, (Semarang: asy-
Syifa’, 1992), h. 605. 2Asnelly Ilyas. Mendambakan Anak
yang Shaleh, (Bandung: al-Bayan, 1996), h.
49.
110
Lebih kanjut, dalam tulisan ini
akan dipaparkan bagaimana peran orang
tua dalam mendidik anak, serta
pendidikan seperti apa yang harus
ditanamkan bagi anak.
PERAN ORANG TUA DALAM
MENDIDIK ANAK
Dalam menjelaskan peran orang
tua dalam mendidik anak, perlu
diklasifikasi berdasarkan fase-fase
perkembangan anak. Secara umum, fase
perkembangan anak terbagi dua, yaitu :
1. Fase pranatal
Fase pranatal adalah fase
sebelum kelahiran anak. Fase
pranatal terbagi kepada dua masa
pra konsepsi (masa sebelum
terjadinya pertemuan antara sperma
dan sel ovum) dan masa pasca
konsepsi (masa kehamilan).
a. Masa pra konsepsi
Pendidikan pada masa pra
konsepsi berkait erat dengan
tujuan pernikahan. Tujuan
pernikahan di dalam Islam salah
satu untuk memelihara
keturunan. Pernikahan yang baik
adalah pernikahan yang
dilandasi oleh keinginan untuk
memelihara keturunan,
menambah dan memperluas
persaudaraan, membuat hati
menjadi tenteram, damai dan
bahagia, serta menambah amal
ibadah.3 Pemilihan istri dalam
ajaran Islam ada empat
kriterianya. Rasulullah SAW
bersabda:
“Wanita dinikahi karena
empat hal; karena hartanya,
keturunan, kecantikan, dan
agamanya. Pilihlah agamanya
terbebaslah tanganmu”. (H.R.
Bukhari dan Muslim).
Menurut Baihaqi A.K.
sebagaimana yang dikutip oleh
Ramayulis4 dalam memahami
bahwa hadits di atas, bahwa
keinginan manusia dalam
memilih perempuan untuk jadi
istrinya. Di antara mereka ada
yang mendambakan perempuan
kaya, meskipun tidak cantik, ada
yang mendambakan perempuan
cantik, meskipun miskin atau
akhlaknya kurang baik. Ada
yang mendambakan perempuan
kaya, cantik, akhlaknya baik,
keturunannya baik-baik, namun
apa yang didambakan hampir
semua laki-laki tersebut
3Heri Jauhari, Fiqh Pendidikan,
(Bandung: Rosdakarya, 2005), h. 48 4Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta : Kalam Mulia,2002), h. 257
111
merupakan hal mustahil
mendapatkannya. Oleh karena
itu, Islam menekankan untuk
memilih pasangan karena
agamanya, baik bagi laki-laki
maupun perempuan. Karena
faktor agama (kesalihan) adalah
faktor utama untuk
mengantarkan sebuah
pernikahan yang sakinah
mawaddah warohmah.
Proses pemilihan jodoh
berorientasi pada kepedulian
utama dalam merancang
pendidikan anak. Mulai dari
proses persiapan diri seorang
mukmin untuk menikah,
memilih jodoh, pernikahan
sampai ketika telah
diporbelehkan melakukan
hubungan suami istri, semua
dilakukan dalam berdasarkan
bingkai syariat Islam yang
terdapat nilai-nilai pendidikan
yang sangat berharga yang akan
berimplikasi pada kualitas
keturunan.
Nilai-nilai pendidikan itu
antara lain pada konsep Islam
dalam menentukan syarat-syarat
memilih jodoh yang
mengutamakan agama sebagai
kriteria yang tidak dapat
ditawar-tawar, ta’aruf dan
peminangan untuk lebih
mengetahui latar belakang calon
pasangan hidup yang akan
dinikahi, resepsi atau walimatul
‘ursy yang dilengkapi dengan
khutbah pernikahan, bahkan
setelah halal melakukan
persetubuhanpun Islam
mengajarkan agar membaca doa
sebelumnya sehingga pasangan
suami isteri dan anak yang
(mungkin) akan dikaruniakan
Allah SWT dijauhkan dari
syaitan.
b. Fase Pasca Konsepsi
Pendidikan pada masa
pasca konsepsi bersifat tidak
langsung (indirect education).
Pada fase pranatal pasca
konsepsi terjadi pertumbuhan
yang penting di dalam rahim
ibu. Suasana kesehatan dan
kejiwaan ibu sangat
mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak dalam
rahimnya. Rangsangan yang
diberikan ibu kepada anaknya
dalam rahim sangat penting bagi
perkembangan selanjutnya. Ibu
sebaiknya mengaktifkan
112
komunikasi pada anak sejak
dalam rahim.
Ibu adalah madrasah
pertama untuk anak-anaknya,
tempat di mana anak mendapat
asuhan dan diberi pendidikan
pertama, bahkan sejak dalam
kandungan. Seorang ibu secara
sadar maupun tidak sadar telah
memberikan pendidikan kepada
janinnya. Menurut penelitian,
anak dalam kandungan sudah
bisa mendengar bahkan ikut
merasakan suasana hati sang
ibunda, maka tidak heran jika
ikatan emosional seorang ibu
dan anak tampak lebih
dibanding dengan seorang ayah.
Memasuki bulan keenam
dan ketujuh pada masa
kehamilan, bayi mulai
mendengar suara-suara seperti
detak jantung ibu, suaru usus
dan paru-paru, dan juga suara
lain di luar rahim. Semua itu
didengarkan melalui getaran
ketuban yang ada dalam rahim.
Suara ibu adalah suara manusia
yang paling jelas di dengar anak,
sehingga suara ibu menjadi
suara manusia yang paling
disukai anak. Anak menjadi
tenang ketika ibunya menepuk-
nepuk perutnya sambil
membisikkan kata-kata manis.
Hal ini akan menggoreskan
memori di otak anak. Semakin
sering hal itu diulang semakin
kuat getaran itu pada otak anak.
Kemampuan mendengar ini
sebaiknya digunakan oleh ibu
untuk membuat anaknya terbiasa
dengan ayat-ayat al-Qur’an.
Karena suara ibulah yang paling
jelas maka yang terbaik bagi
anak dalam rahim adalah bacaan
ayat al_qur’an oleh ibunya
sendiri, bukan dari tape, radio
atau dari yang lain. Semakin
sering ibu membaca al-Qur’an
selama kehamilan, semakin
kuatlah getaran memori al
Qur’an di otak anak.
Selain membaca al-Qur’an
orang tua dapat memberikan
pendidikan pada fase pasca
konsepsi dengan mendoakan
anak di dalam kandungannya,
menjaga kesehatan dan
memakan makanan yang bergizi
(halal dan baik), meluruskan
niatnya dengan ikhlas merawat
kandungannya semata karena
Allah, mendekatkan diri kepada
113
Allah baik dengan ibadah-
ibadah wajib maupun
memperbanyak ibadah sunnah
serta berakhlak mulia sehingga
memberi pengaruh postitif
kepada anak di dalam
kandungannya.5 Selain itu,
seorang suami harus memenuhi
kebutuhan istri yang sedang
mengandung, terutama pada
masa awal-awal umur
kandungan. Menurut Baihaqi
A.K, ada beberapa kebutuhan
yang harus dipenuhi oleh suami
yaitu :6
1) Kebutuhan untuk
diperhatikan.
2) Kebutuhan kasih
sayang.
3) Kebutuhan makanan
ekstra.
4) Kbutuhan mengabulkan
beberapa kemauan yang
aneh.
5) Kebutuhan akan
ketenangan.
6) Kebutuhan pengharapan.
7) Kebutuhan akan
perawatan.
5Ibid
6Baihaqi A.K, Mendidik Anak dalam
Kandungan, Jakarta: Raja Grafindo Persada, h.
81-91
8) Kebutuhan akan
keindahan.
2. Periode Pasca Natal
a. Periode Bayi
Fase ini berlangsung
sejak anak tersebut lahir sampai
berumur dua tahun. Pada fase ini
anak didominasi oleh aktivitas
merekam. Pada umumnya setiap
bayi sangat tergantung pada
bantuan orang lain terutama
ibunya.
Ada beberapa hal yang
dilakukan orang tua terhadap
anaknya setelah ia lahir yaitu :7
1) Mengumandangkan azan
dan iqomah
Ada beberapa
hikmah dibalik azan dan
iqomah yaitu : Azan
merupakan, syiar Islam,
memberi kabar tentang
agama nabi Muhammad
SAW, merupakan upaya
untuk menjaga bayi dari
tipu daya syetan yang
akan memulai godaanya
7Muhammad Nur Abdul Hafizh,
Manhaj At-Tarbiyah al-Nabawiyyah Li al- Thifl,
Terj Kuswandini, dkk, Mendidik Anak Bersama
Rasulullah, (Bandung : Mizan, 1997), h. 78-92
Lihat juga Irwan Prayitno, Anakku Pentejuk
Hatiku, Jakarta : Pustaka Tabiayatun, 2005, h.
509-511
114
sejak bayi dilahirkan,
diharapkan yang pertama
kali didengar bayi adalah
kalimat yang
mengagungkan
Allah/kalimat tauhid.
2) Memberi nama
Apabila lahir seorang
anak, hendaklah diberi
nama yang baik dan
memberikan julukan
yang mulia. Rasulullah
menganjurkan memberi
nama anak yang baik-
baik seperti nama nabi-
nabi, juga disunnahkan
untuk menggabungkan
nama anak dengan nama
bapaknya dengan tujuan
agar menumbuhkan rasa
menghormati di dalam
jiwa anak dan
menumbuhkan kecintaan
terhadap ayahnya. Ada
tiga kriteria dalam
memilih nama yang baik
yaitu :
a) Nama hendaknya
diambil dari nama-
nama ahli agama,
nama nabi dan rasul
serta nama orang
yang saleh.
b) Anak dinamai
dengan nama yang
sederhana dan mudah
diingat.
c) Nama yang
digunakan memiliki
makna yang baik.
3) Menyusui
Menyusui
mengandung unsur
pendidikan yang sangat
baik, terutama curahan
kasih sayang kepada
anak yang dapat
mempengaruhi
perkembangan jiwa
anak. Selain itu, ASI
juga bak untuk
kesehatan, pertumbuhan,
perkembangan fisik
bahkan kecerdasan anak.
4) Memberi ucapan selamat
dan rasa gembira ketika
seseorang melahirkan.
Bagi masayarakat
muslim yang memiliki
rasa kebersamaan dan
persaudaraan yang erat,
akan merasakan
kegembiraan dan
115
kesedihan bersama ibarat
bangunan yang saling
menopang satu dengan
yang lainnya. Maka
apabila seorang anak
lahir ke dunia setiap
orang merasa gembira
dan mengabarkannya
kepada masyarakat lain
serta mengucapkan
selamat atas
kelahirannya.
5) Aqiqah
Yaitu menyembelih
kambing pada hari ke
tujuh dari kelahiranya.
Namun jika tidak bisa
boleh dilakukan kapan
saja. Rasulullah SAW
bersabda :
Setiap anak
digadaikan dengan
aqiqahnya, ia disembelih
pada hari ke tujuh dari
kelahirannya, kemudian
diberi nama dan dicukur
rambutnya. (H.R.
Tirmidzi & al-Hakim)
6) Khitan
Unsurpendidikan dari
khitan ini melatih anak
mengikuti ajaran Rasul,
khitan membedakan
pemeluk Islam dan
pemeluk agama lain,
khitan merupakan
pengakuan penghambaan
manusia terhadap Allah
SWT, khitan
membersihkan badan dan
berguna bagi kesehatan.
7) Mengeluarkan zakat
fitrah
Seorang anak yang
lahir pada waktu bulan
ramadhan atau satu hari
menjelang hari raya Idul
Fitri, maka kewajiban
orang tuanya untuk
memberikan atau
mengeluarkan zakat
fitrah bagi anak.
8) Mendapat hak waris
Abu hurairah ra
berkata rasulullah SAW
bersabda : Apabila lahir
seorang anak, maka dia
berhak mendapatkan hak
sebagai ahli waris. (H.R.
Abu Daud)
b. Periode Anak-anak
Periode anak-anak
merupakan masa-masa yang
paling menentukan kualitasnya
116
ke depan. Karena masa masa
ini disebut golden age (masa-
masa emas) yang paling mudah
membentuk mereka.
Membicarakan mengenai
bagaimana mendidik anak, ada
beberapa hal yang harus
dilakukan, yaitu:
1. Pendidikan Keimanan
Pendidikan
keimanan merupakan
pendidikan yang harus
mendapat perhatian
penuh oleh keluarga.
Pendidikan keimanan
berarti membangkitkan
kekuatan dan kesediaan
spiritual yanng bersifat
naluri yang ada pada
anak melalui bimbingan
agama. Di dalam
pendidikan keimanan
ini, ada beberapa hal
yang bisa ibu lakukan,
di antaranya:
a. Menanamkan
keyakinan kepada
Allah SWT, dan
Rasul-Nya.
b. Menanamkan
kepada anak
perasaan selalu ingat
kepada Allah SWT,
dalam setiap
tindakan dan
keadaan mereka.
2. Pendidikan Ibadah
Pendidikan
ibadah merupakan
kegiatan yang bertujuan
mendorong yang diajar
terampil memperbuat
pekerjaan ibadah itu,
baik dari segi kegiatan
anggota badan, ataupun
dari segi bacaan.
Ringkasnya, anak yang
diajar itu dapat
melakukan ibadah
dengan mudah karena
memiliki pengetahuan
tentang itu dan
mendorong agar ia
senang melakukan
ibadah itu dengan baik,
terutama ibadah wajib
sehari-hari seperti salat,
bersuci, puasa dan lain-
lain.8
Dalam
pendidikan ibadah ini,
ibu sebagai orang tua
8Zakiah daradjat, dkk. Metodik Khusus
Pengajaran Agama Islam.Jakarta: Bumi
Akasara, 2001.h. 76.
117
harus mengajari dan
membiasakan anak
untuk taat beribadah.
Rasulullah SAW beliau
bersabda:
عن عبد الملك بن الربيع بن
سبرة عن ابيه عن جده,
وجده هو سبرة بن معبد
الجهنى قا ل: قا ل النبى
صلى الله عليه وسلم: مرواا
لصبي با لصلا ة اذا بلغ
سبع سنين, واذا بلغ عثر
سنين فاضر بوه عليها)رواه
ابي داود(
Dari Abdul Malik bin
Rabi’ bin Sabrah dari
ayahnya dari kakeknya,
kakeknya yaitu Sabrah
bin Ma’bad Al-Juhni
R.A. Dia berkata: Nabi
SAW
bersabda:”Suruhlah
anak-anak mengerjakan
salat, apabila telah
berumur tujuh tahun,
dan pukullah dia karena
meninggalkannya
apabila telah berumur
sepuluh tahun.9
3. Pendidikan Akhlak
Pendidikan
akhlak berkaitan erat
dengan pendidikan
9Bey Arifin, dkk. Tarjamah Abi Daud;
Jilid I,(Semarang: asy-Syifa, 1993), h. 325.
agama. Tidak berlebihan
kalau dikatakan bahwa
pendidikan akhlak
dalam pengertian Islam
adalah bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari
pendidikan agama, yang
baik menurut akhlak
adalah apa yang baik
menurut ajaran agama,
dan yang buruk menurut
akhlak adalah apa yang
dianggap buruk oleh
ajaran agama.10
Untuk itu para
orang tua khususnya ibu
memiliki kewajiban atas
pendidikan anak-anak
mereka yang tidak kalah
pentingnya dengan
berbagai kewajiban
yang lainnya, yaitu
mentarbiyah anak-
anaknya agar berakhlak
Islami sehingga
disenangi banyak orang,
dan orang tua harus
sudah mulai mengajari
dan membiasakan anak-
anak mereka untuk
10
Asnelly Ilyas. Mendambakan Anak
yang Shaleh, (Bandung: al-Bayan, 1996), h.
72-73.
118
berakhlak Islami sejak
mereka masih kecil.
Sebagai orang
tua yang baik ada
beberapa hal praktis
yang perlu kita
sampaikan kepada anak-
anak kita agar mereka
berakhlak Islami, antara
lain:
a. Mengucapkan salam
ketika masuk rumah
b. Pamit dan minta izin
kepada orangtua bila
hendak bepergian
c. Ketika masuk rumah
membaca basmalah
dan mendahulukan
kaki kanan
d. Membaca doa
sebelum dan
sesudah buang
buang hajat
e. Berdoa sebelum dan
sesudah tidur
f. Membersihkan diri
atau mencuci kaki
atau badan setelah
kencing atau buang
air besar
g. Menjauhkan diri
dari kata-kata kotor.
Selain hal-hal di
atas, seorang ibu yang
baik dan sadar akan
kewajibannya akan
senantiasa menanamkan
akhlakul karimah ke
dalam diri anak-
anaknya, berupa cinta
kasih kepada orang lain,
menyambung
silaturrahim, membantu
orang-orang lemah,
menghormati orang tua,
menepati janji, adil
dalam mengambil
kesimpulan, dan lain
sebagainya yang
termasuk akhlak terpuji.
Seorang ibu
adalah “madrasah
pertama dalam
pendidikan bangsa, dan
dia adalah guru pertama
bagi generasi-generasi
cerdas, pencipta
peradaban”.11
4. Pendidikan Fisik
Islam telah
menggariskan suatu
metode yang bisa
11
Muhammad Ali al-Hasyimi. Jati Diri
Wanita Muslimah, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar,
1999), h. 213-214.
119
dilakukan oleh orang tua
dalam melaksanakan
tanggung jawab fisik ini,
antara lain:
a. Mengikuti aturan
yang sehat dalam
makan, minum, dan
tidur.12
Allah
berfirman dalam
surah al-A’raaf ayat
31 yang berbunyi:
.13
Artinya: ...Makan
dan
minumlah
kamu
tetapi
janganlah
berlebih-
lebihan.
Sesungguh
nya Allah
tidak
menyukai
orang-
12
Siti Rofidah. Membentuk Anak yang
Shaleh; Panduan Praktis Pendidikan Anak Usia
Dini-Remaja Agar Menjadi anak Shaleh,
Ciputat: Wadi Press, 2007., h. 68. 13
QS. Al-A’raaf (7): 31.
orang yang
berlebih-
lebihan.
b. Mencegah diri dari
penyakit menular,
dan mengobati
penyakit.
c. Membiasakan anak
untuk berolah raga.14
Dalam
sebuah hadist, Nabi
mengatakan ada tiga
bentuk olah raga
yang dianjurkan
oleh Islam, yaitu;
permainan
ketangkasan,
minimal berenang
dan memanah. Maka
dari itu, orang tua
dituntut untuk
mengenalkan kepada
anak permainan
ketangkasan,
minimal berenang
dan memanah. Bila
orang tua sendiri
tidak bisa, maka
hendaklah ia
menyerahkan putra-
putrinya kepada
14
Siti Rofidah. Op. cit., h. 70.
120
orang yang ahli
berenang dan
memanah atau
kemampuan fisik
lainnya yang ada
hubungannya
dengan
pembangunan
pertahanan umat.15
Pada
dasarnya latihan-
latihan fisik sangat
penting dalam
mengembangkan
kecerdasan anak.16
Latihan fisik
merupakan langkah
awal dalam
menghilangkan
kemalasan dan
ketololan anak dan
tubuh, dan
selanjutnya dapat
mengaktifkan
kecerdasan. Untuk
itu, memberikan
perhatian kepada
tubuh yang sehat
15
Muhammad Thalib. Ensiklopedi
Keluarga Sakinah; Kiat dan Seni Mendidik
Anak, (Yogyakarta: Pro-U Media, 2008), h. 97. 16
Muhammad Rasyid Dimas. 25 Cara
Mempengaruhi Jiwa & Akal Anak, (Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 127.
adalah merupakan
hal yang sangat
penting, dengan cara
makan makanan
yang sehat, dan
berolah raga,
sehingga akal
menjadi sehat dan
terdapat hubungan
yang kokoh antara
akal dan jiwa,
sehingga peran
pendidikan akan
tampak menonjol
dalam
mempersiapkan akal
dan jiwa sekaligus.
Di sinilah
terlihat tugas
seorang ibu, ia
bertanggung jawab
atas rumahnya dan
memberi makanan
semua orang yang
ada di dalam rumah.
Oleh karena itu, ibu
yang bijak akan
selalu berusaha
untuk menyiapkan
menu makanan bagi
keluarganya sebaik
mungkin, dan selalu
121
berusaha untuk
memasak makanan
yang disukai anak-
anak dan suaminya.
Dengan demikian,
ibu akan mengecap
pahala yang Allah
berikan kepadanya
jika ia melakukan
perihal memasaknya
dengan niat ibadah.
5. Pendidikan Intelektual
Pendidikan akal
adalah “pendidikan yang
bertujuan untuk
membentuk (pola) pikir
anak dengan segala
sesuatu yang
bermanfaat, seperti;
ilmu-ilmu agama,
kebudayaan, dan
peradaban. Dengan
demikian, pikiran anak
menjadi matang,
bermuatan ilmu,
kebudayaan, dan
sebagainya”.17
Ibu yang telah
mengajari anaknya baca
tulis sejak usia dini (3-5
17
Abdullah Nashih Ulwan. Pendidikan
Anak Dalam Islam; Vol I, (Jakarta: Pustaka
Amani, 2002), h. 301.
tahun) sampai dia
mampu, maka akan
tumbuh minat dan
kebiasaan membaca dan
menulis pada anak
tersebut. Ini akan
mendorong semangat
belajar pada diri anak
dan menumbuhkan
sikap untuk
mengembangkan ilmu.
Dengan begitu akan
muncul dorongan untuk
memusatkan seluruh
perhatiannya guna
mencapai pemahaman
secara mendalam dan
pengetahuan yang
mendasar, sehingga
intelektualitas mereka
akan matang dan
kecerdasan mereka pun
akan tampak.18
Banyak ayat al-
Qur’an dan hadist Nabi
yang mendorong agar
menuntut ilmu, dan
memberikan
penghargaan kepada
mereka dengan
kedudukan yang mulia,
18
Siti Rofidah. Op. cit., h. 71-72.
122
di antaranya firman
Allah dalam surah ayat
az-Zumar ayat 9:
. .19
Artinya: Katakanlah:
"Adakah sama
orang-orang
yang
mengetahui
dengan orang-
orang yang
tidak
mengetahui?"
Sesungguhnya
orang yang
berakallah
yang dapat
menerima
pelajaran.
Dari ayat di atas
kita dapat mengamati,
betapa Islam sangat
menekankan pentingnya
ilmu pengetahuan, dan
mencarinya pun
19
QS. Az-Zumar (39): 9.
hukumnya fardu bagi
setiap muslim. Meski
ada yang fardu ‘ain, dan
ada juga fardu kifayah.
Banyak kita lihat
di lapangan, ibu rumah
tangga yang tidak
mampu untuk menuntut
ilmu atau kehidupannya,
lingkungannya, serta
kemampuannya tidak
memungkinkan. Namun
sebagai ibu yang bijak
dan mengetahui ajaran
agama, ia harus mampu
untuk
mempersembahkan
kepada umat ini melalui
motivasi kepada
anaknya untuk terus
menuntut ilmu dan
menyemangatinya
dalam hal itu,
membantunya dengan
apa yang ia mampu
mulai dari materi,
naungan, nasehat, dan
pengarahan.
Inilah yang
dilakukan oleh para
wanita salaf yang
shaleh, mereka telah
123
memberikan teladan
yang paling luhur dalam
mencetak para ulama
serta merawat anak-anak
nantinya akan
menempati posisi luhur
di tengah-tengah umat,
sampai-sampai
keutamaan yang
terdapat pada diri
mereka pada dasarnya
kembali pada ibu-ibu
mereka.20
Selanjutnya
menurut Muhammad
Rasyid Dimas ada 25
cara yang bisa dilakukan
ibu dalam
mempengaruhi jiwa dan
akal anak, yaitu:
a. Temanilah anak
anda dan jadilah
teladan baginya
b. Penuhi hak-hak anak
c. Tanamkan
kebahagiaan dan
kesenangan dalam
jiwanya
20
Muhammad Ramadhan Abu Bakar
Mahmud. La Tahzan For Smart Sholehah;
Cerdas Spiritual Menjadi Manita Sukses,
Bahagia, dan Dicintai Allah, (Jakarta: Grafindo
Khazanah Ilmu, 2009), h. 152.
d. Coba praktikkan
cara “Barangsiapa
yang dahulu
melakukan ini, maka
baginya ini”
e. Bermainlah dengan
anak anda, dan
belilah mainan
untuknya
f. Gunakan cara
“Tidak ada yang
menghalangimu
untuk
mengatakannya”
terhadapnya
g. Kembangkan
kepercayaan diri
h. Gunakan cara
“Dialah sebaik-baik
anak” dalam
menyikapinya
i. Jadikanlah ia
menyukai kebaikan
dalam menghindari
keburukan
j. Biasakan anak anda
dengan kebaikan
k. Responlah
kecendrungannya
l. Tentukan waktu
yang tepat untuk
memberikan
124
pengarahan
kepadanya
m. Lakukan tahapan
dalam memberikan
pengarahan,
pembebanan, dan
perintah kepadanya
n. Berkatalah terus
terang kepadanya,
tanpa ditutup-tutupi
atau berputar-putar
o. Berbicaralah sesuai
dengan kemampuan
akalnya
p. Gunakan kepadanya
cara “Tidak ada
yang
menghalangimu
wahai anakku”
q. Latihlah inderanya
dengan eksprimen-
eksprimen praktis
r. Doronglah Rasul
sebagai teladan
s. Peraktekkanlah
kepadanya sikap
mendengr reflektif
t. Berdoalah yang baik
untuk nya, dan
jangan panjatkan
untuknya doa-doa
yang buruk
u. Latihlah mendidik
dengan berbagai
kejadian
v. Sibukkan waktu
luangnya dengan
segala hal yang
bermanfaat
w. Penuhi untuknya
aktifitas-aktifitas
untuk
mengembangkan
kecerdasannya
x. Gunakan pola
pendidikan denga
mau’izhah
y. Gunakan cerita
dalam menanamkan
nilai-nilai dan
berbagai
keutamaan.21
6. Pendidikan Sosial
Pendidikan
sosial adalah pendidikan
yang diberikan kepada
anak kecil dengan tujuan
agar anak terbiasa
bersikap santun, dan
berakhlak mulia kepada
komunitas di mana dia
tinggal dan
21
Muhammad Rasyid Dimas. Op. cit.,
h. 7-8.
125
berinteraksi.22
Dengan
kebiasaan dan interaksi
sosial seperti itu, anak
akan tumbuh menjadi
anggota masyarakat
yang dicintai oleh
komunitasnya, karena
ketinggian akhlaknya.
Setelah anak
ditanamkan dengan
ketaqwaan, selanjutnya
ibu juga harus
menanamkan kepada
anak-anak tersebut
konsep bahwa sesama
mukmin adalah
bersaudara sehingga
wajib menjaga
hubungan baik di antara
sesama mereka dan
menjalin silaturrahim.
Seperti firman Allah
dalam surah al-Hujarat
ayat 10.
.23
Artinya: Orang-orang
beriman itu
22
Siti Rofidah. Op., cit, h.92. 23
QS. Al-Hujarat (49): 10.
Sesungguhnya
bersaudara.
sebab itu
damaikanlah
(perbaikilah
hubungan)
antara kedua
saudaramu itu
dan takutlah
terhadap
Allah, supaya
kamu
mendapat
rahmat.
Untuk itu,
dianjurkan kepada ibu
agar mengajak anak
untuk bersilaturrahmi,
karena dengan mengajak
mereka banyak sekali
manfaatnya. Di samping
dapat menumbuhkan tali
kasih sayang dalam
kekeluargaan, juga
menjadi sebab
dilapangkannya rezeki,
dan menjadi sebab
dipanjangkannya usia.
Lebih jauh lagi,
silaturrahmi juga dapat
melatih anak
berintekrasi dengan
126
orang lain dan melatih
kepekaan sosialnya.24
Adapun
pendidikan sosial
lainnya adalah
memuliakan tamu dan
menjaga hubungan baik
dengan tetangga. Selaku
orang tua, sudah
menjadi kewajiban ibu
untuk mengajari anak-
anak mereka agar
senantiasa memuliakan
tamu. Adapun cara yang
paling efektif dilakukan
ibu adalah dengan
memberikan teladan
langsung, yaitu
memuliakan setiap
orang yang bertamu.
Bila kedatangan tamu,
ibu harus menerimanya
dengan sikap ramah dan
wajah yang ceria;
temanilah mereka
mengobrol dengan
penuh persahabatan.
Imam al-Auza’I
sebagaimana dikutip
Mas Udik Abdullah,
24
Mas Udik Abdullah. Children To
Heaven; Menjadikan Anak Rindu Surga,
(Yogyakarta: Pro-U Media, 2008), h. 260.
mengatakan bahwa
“memuliakan tamu itu
adalah (sekurang-
kurangnya)
menunjukkan wajah
ceria dan baik tutur
kata”.25
Anak yang
melihat sikap demikian
akan menjadi mudah
mengerti bagaimana
seharusnya memuliakan
tamu.
Dengan
menghormati tamu
sebagai langkah
mendidik anak
bermasyarakat semacam
ini, anak-anak kita latih
berhubungan dengan
tamu sehingga kelak
setelah dewasa mereka
dapat memenuhi
kewajiban tersebut
secara islami.
Selanjutnya ibu dapat
mengajari anak agar dapat
memelihara hak-hak orang
lain. Hak kedua orang tua,
hak saudara, hak tetangga,
hak teman, dan hak orang
yang lebih tua. Begitu juga
25
Ibid., h. 247.
127
dengan amar ma’ruf nahi
munkar, ibu harus senantiasa
menanamkan ini kepada diri
anak agar jiwa sosial anak
semakin tinggi.
c. Periode Remaja
Masa remaja adalah
masa peralihan, yang
ditempuh oleh seorang dari
kanak-kanak menuju dewasa
atau dapat dikatakan bahwa
masa remaja adalah masa
perpanjangan masa kanak-
kanak sebelum mencapai
masa dewasa.26
Menurut
Elizabeth B. Harlock masa
remaja adalah periode
peralihan sebagai usia
bermasalah, masa mencari
identitas, masa yang tidak
realistik serta sebagai
ambang masa depan.27
Masa
ini berlangsung dari umur 12
sampai 21 tahun.
Para ahli ilmu jiwa
belum sepakat mengenai
rentang usia remaja. Kapan
masa itu dimulai dan kapan
26
Zakiyah Darajat, Ilmu Jiwa Agama,
Jakarta: Bulan Bintang, 1970., h. 69 27
Hurlock, Elizabeth, H, Developtment
Psychology, alih bahasa Istiwidayanti, Psikologi
Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, (Jakarta : Erlangga, 1990),
h. 206
pula berakhir. Namun
demikian mereka setuju,
bahwa bahwa masa remaja
adalah masa transisi antara
masa kanak-kanak yang
akan ditinggalkannya
menjelang masa dewasa
yang penuh dengan
tanggung jawab.28
Secara umum masa
remaja adalah masa
pancaroba, penuh
kegelisahan dan
kebimbangan. Keadaan
tersebut lebih disebabkan
oleh perkembangan dan
pertumbuhan yang sangat
pesat berlangsungnya,
terutama dalam hal fisik,
perubahan dalam pergaulan
sosial, perkembangan
intelektual, adanya perhatian
dan dorongan pada lawan
jenis. Pada masa ini remaja
juga mengalami
permasalahan yang khas
seperti dorongan seksual,
pekerjaan, hubungan dengan
orang tua, pergaulan sosial
problema sosial penggunaan
waktu luang, keuangan,
28
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada, 2004), h. 64
128
kesehatan dan agama.29
Pada
fase ini si anak perlu
mendapat bimbingan dan
arahan dari orang tua secara
arif dan bijaksana, sebab
pada fase remaja ini anak
akan mengalami perubahan-
perubahan, baik jasmani
maupun rohani. Fase ini
sangat membutuhkan
keteladanan dari orang tua,
sebab orang tua adalah figur
sentral yang menjadi
pedoman bagi anak.
Anak-anak pada
masa ini semakin mampu
dan memahami nilai-nilai/
norma-norma yang berlaku
dalam kehidupan. Untuk
itulah periode ini terjadi
sangat baik untuk membantu
anak-anak guna
menumbuhkan sikap
bertanggung jawab dan
memahami nilai-nilai
terutama yang bersumber
dari agama Islam. Setiap
anak secara bertahap harus
dibantu menyadari tanggung
jawabnya. Sebagai makhluk
ciptaan Allah SWT, yang
29
Ibid., h. 65
menjadi khalifah di muka
bumi. Dalam konsep-konsep
sederhana anak-anak perlu
diperkenalkan agama tentang
sikap yang baik, rasa
bertanggung jawab di dalam
kehidupan untuk mencapai
keselamatan di duania dana
akhirat.
Perkembangan
agama pada umur ini sangat
penting. Apabila mereka
telah memahami ajaran
agamanya dan telah terbiasa
berdoa dan melakukan
ibadah, serta menerapkan
ketentuan agama dalam
kehidupan sehari-hari,
sebelum memasuki umur
remaja, maka masalah
pembinaan akhlak lebih
mudah, karena mereka telah
terlatih memahami perintah
agama dan menghentikan
larangannya. Menurut Najib
Khalil al-Amin sebagaimana
yang dikutip oleh
Ramayulis30
menyebutkan
bahwa dalam mendidik anak
harus mengambil sikap
sebagai berikut:
30
Ramayulis, op,cit., h. 272
129
1) Mengetahui perubahan-
perubahan yang terjadi
pada anak-anak mereka
yang sedang puber
dengan melakukan
pengamatan.
2) Mengarahkan mereka
untuk selalu pergi ke
Masjid sejak kecil
sehingga memiliki
disiplin naluriah dan
andil yang potensia oleh
lingkungan rabbaniah.
3) Menanamkan rasa
percaya diri pada mereka
dan siap mendengarkan
pendapat-pendapat
mereka.
4) Menyarankan agar
menjalani persahabatan
dengan teman-teman
yang baik.
5) Mengembangkan potensi
mereka di semua bidang
yan bermanfaat.
6) Menganjurkan mereak
untuk berpuasa sunat
karena hal itu dapat
menjadi perisai dari
kebobrokan moral.
7) Membuka dialog dan
menyadarkan mereka
akan status soial mereka.
d. Periode Dewasa
Usia dewasa ditandai
dengan berakhirnya
kegoncangan-kegoncangan
jiwa yang terjadi pada masa
remaja. Artinya orang
dewasa adalah orang yang
telah melewati usia remaja,
mempunyai ketenteraman
jiwa, ketetapan hati dan
kepercayaan yang tegas baik
dalam bentuk positif maupun
negatif. Akan tetapi, masih
ada orang dewasa yang
merasakan kegoncangan
jiwa. Tentu hal ini tidak
sehebat yang terjadi pada
masa remaja. Hal ini wajar,
mengingat persoalan hidup
selalu timbul sekalipun
mereka telah mencapai masa
dewasa. Maka di sinilah
letaknya pendidikan dan
bimbingan bagi orang
dewasa.
Sejalan dengan tingkat
perkembangan usianya,
Jalaluddin mengatakan bahwa
sikap keberagamaan pada orang
130
dewasa memiliki ciri-ciri
sebagai berikut:31
1) Menerima kebenaran agama
berdasarkan pertimbangan
pemikiran yang matang,
bukan sekedar ikut-ikutan.
2) Cenderung bersifat realis
sehingga norma-norma
agama lebih banyak
diaplikasikan dalam sikap
dan tingkah laku.
3) Bersikap positif terhadap
ajaran dan norma-norma
agama dan berusaha untuk
mempelajari dan
memperdalam pemahaman
keagamaan.
4) Tingkat ketaatan beragama
didasarkan atas
pertimbangan dan tanggung
jawab diri hingga sikap
keberagamaan merupakan
realisasi dari sikap hidup.
5) Bersikap lebih terbuka dan
wawasana yang lebih luas.
6) Bersikap lebih kritis
terhadap materi ajaran
agama sehingga kemantapan
beragama selain didasrkan
atas pertimbangan pikiran
31
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta
: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 103-104
juga didasarkan atas
pertimbangan hati nurani.
7) Sikap keberagamaan
cenderung mengarah kepada
tipe-tipe kepribadian
masing-masingsehingga
terlihat adanya pengaruh
kepribadian dalam
menerima, memahami, dan
melaksanakan ajaran agama
yang diyakininya.
8) Terlihat adanya hubungan
antara sikap keberagamaan
dengan kehidupan sosial
sehingga perhatian terhadap
kepentingan organisasi sosial
keagamaan sudah
berkembang.
Pendidikan bagi orang
dewasa dapat dilakukan melalui
majelis ilmu, karena majelis
ilmu sarat dengan dzikrullah
sehingga memperoleh
ketenangan jiwa dan jauh dari
hinar binger dunia. Pada fase ini
sebenarnya manusia sudah
cukup matang, apalagi biasanya
fase ini minimal menjalani
setelah memasuki perguruan
tinggi, dan dia telah mendapat
bimbingan akhlak, moral dan
agama sejak dini dari orang
131
tuanya. Namun, pada fase
dewasa manusia tetap
membutuhkan pendidikan dan
nasehat dari orang tua atau
keluarganya terutama apabila ia
melakukan kesalahan karena
lupa atau lalai. Memasuki usia
dewasa bukan berarti
mengakhiri kewajiban menjalani
proses pendidikan. Islam
mengajarkan bahwa pendidikan
berlangsung seumur hidup dan
tidak akan berhenti sebelum
nyawa berpisah dari badan.
KESIMPULAN.
Pendidikan keluarga merupakan
pendidikan dasar bagi pembentukan
jiwa anak. Orang tua berperan untuk
membentuk arah keyakinan anak-anak.
Karena setiap bayi yang dilahirkan
sudah memiliki potensi untuk
beragama, namun bentuk keyakinan
agama yang akan dianut anak
sepenuhnya tergantung dari bimbingan,
pemeliharaan, dan pengaruh kedua
orang tua mereka.
Peran orang tua terutama ibu
dalam mendidik anak sangat urgen
dalam membangun sebuah generasi
yang melaksanakan syariat Islam, sebab
wajib kita fahami, masyarakat islami
berawal dari individu yang muslim.
tidak akan terbentuk generasi yang
mengamalkan syariat Islam tanpa
dibangun dari generasi yang memahami
Islam secara benar. Sehingga dalam
pemilihan pasangan, Islam menekankan
atas dasar ketaatan beragama, bukan
atas dasar kecantikan, kekayaan, atau
yang lainnya. Karena wanita yang
shaleh (menjalankan perintah Allah dan
menjauhi larangan-Nya) besar harapan
akan memberi ketenangan dan
kebahagian dalam hidup berumah
tangga, serta kelak akan sanggup
mendidik anak-anak keturunannya
sebaik mungkin.
Dalam menjelaskan peran orang
tua dalam mendidik anak, perlu
diklasifikasi berdasarkan fase-fase
perkembangan anak.
Peran orang tua dalam mendidik
anak dapat diklasifikasi berdasarkan
fase perkembangan anak. Fase pranatal,
fase ini merupakan fase sebelum lahir.
Fase ini terdiri dari masa pra konsepsi
dan pasca konsepsi. Masa konsepsi ini
sangat erat kaitannya dengan tujuan
pernikahan. Salah satu tujuan
pernikahan adalah menjaga keturunan.
Karena itu, mulai proses memilih jodoh
telah berorientasi pada kepedulian
utama dalam merancang pendidikan
132
anak. Mulai proses persiapan diri seorng
mukmin untuk menikah, memilih jodoh,
pernikahan sampai ketika telah
diporbelehkan melakukan hubungan
suami istri dalam konsep Islam terdapat
nilai-nilai pendidikan yang sangat
berharga yang berimplikasi pada
kualitas keturunan. Adapun masa pasca
konsepsi, pendidikan di sini terjadi
secara tidak langsung seperti seorang
ibu mendoakan anaknya, ikhlas
mendidik anak, berkhlak mulia dan
sebagainya.
Pendidikan pasca natal adalah
pendidikan setelah melahirkan. Pada
fase ini terdiri dari :
1) Pendidikan bayi, fase ini
berlangsung sejak anak tersebut
lahir sampai berumur dua tahun. Di
antara beberapa hal yang dilakukan
orang tua setelah anak lahir adalah
azan dan iqomah, memberi nama
yang baik, aqiqah, khitan, dan
sebagainya.
2) Pendidikan anak-anak, Fase ini anak
diajarkan tentang keimananan,
ibadah, berakhlak mulia dan sopan
santun. Adapun metode pendidikan
yang dapat diterapkan pada fase ini
yaitu keteladanan, pembiasaan dan
latihan.
3) Pendidikan remaja, pada fase ini
anak dididik untuk bertanggung
jawab dan memahami nilai-nilai
ajaran Islam. Apabila ini dibiasakan,
maka pembinaan akhlak lebih
mudah dilakukan
4) Pendidikan dewasa, pada fase ini
manusia sudah cukup matang.
Namun, pada fase dewasa manusia
tetap membutuhkan pendidikan dan
nasehat dari orang tua atau
keluarganya terutama apabila ia
melakukan kesalahan karena lupa
atau lalai.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah,Mas Udik. Children To
Heaven; Menjadikan Anak
Rindu Surga,Yogyakarta:
Pro-U Media, 2008.
Al-Hasyimi, Muhammad Ali. Jati Diri
Wanita Muslimah, Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 1999.
Arifin,Bey, dkk. Tarjamah Abi Daud;
Jilid I,Semarang: asy-Syifa,
1993.
Baihaqi A.K, Mendidik Anak dalam
Kandungan, Jakarta: Raja
Grafindo Persada, Tt.
Daradjat, Zakiah, dkk. Metodik Khusus
Pengajaran Agama
Islam.Jakarta: Bumi Akasara,
2001.
Darajat,Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama,
Jakarta: Bulan Bintang, 1970.
133
Dimas,Muhammad Rasyid. 25 Cara
Mempengaruhi Jiwa & Akal
Anak,Jakarta: Pustaka al-
Kautsar, 2006.
Elizabeth, Hurlock, , H, Developtment
Psychology, alih bahasa
Istiwidayanti, Psikologi
Perkembangan : Suatu
Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan, Jakarta :
Erlangga, 1990.
Hafizh, Muhammad Nur Abdul, Manhaj
At-Tarbiyah al-Nabawiyyah
Li al- Thifl, Terj Kuswandini,
dkk, Mendidik Anak Bersama
Rasulullah, Bandung : Mizan,
1997.
Ilyas, Asnelly. Mendambakan Anak
yang Shaleh, Bandung: al-
Bayan, 1996.
Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta :
PT Raja Grafindo Persada,
2005.
Jauhari, Heri, Fiqh Pendidikan,
Bandung: Rosdakarya, 2005.
Mahmud,Muhammad Ramadhan Abu
Bakar. La Tahzan For Smart
Sholehah; Cerdas Spiritual
Menjadi Manita Sukses,
Bahagia, dan Dicintai
Allah,Jakarta: Grafindo
Khazanah Ilmu, 2009.
Prayitno, Irwan, Anakku Penyejuk
Hatiku, Jakarta : Pustaka
Tabiayatun, 2005.
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam,
Jakarta : Kalam Mulia,2002.
Rofidah, Siti. Membentuk Anak yang
Shaleh; Panduan Praktis
Pendidikan Anak Usia Dini-
Remaja Agar Menjadi anak
Shaleh, Ciputat: Wadi Press,
2007.
Shonhaji,Abdullah, dkk. Tarjamah
Sunan Ibnu Majah; Jilid II,
Semarang: asy-Syifa’, 1992.
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta :
Raja Grafindo Persada, 2004.
Thalib, Muhammad. Ensiklopedi
Keluarga Sakinah; Kiat dan
Seni Mendidik Anak,
Yogyakarta: Pro-U Media,
2008.
Ulwan,Abdullah Nashih. Pendidikan
Anak Dalam Islam; Vol I,
Jakarta: Pustaka Amani,
2002.