Upload
alim-sumarno
View
122
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Jurnal Online Universitas Negeri Surabaya, author : Setyo Yanuartuti Warih Handayaningrum Eko Wahyuni Rahayu, http://ejournal.unesa.ac.id/
Citation preview
PERAN GURU WANITA TAMAN KANAK-KANAK
DALAM PENDIDIKAN ANAK USIA DINI
Setyo Yanuartuti*
Warih Handayaningrum*
Eko Wahyuni Rahayu*
Abstract
This article discusses the role of kindergarten teachers, both males and females in
developing the potentials of young children at kindergarten age. While most
kindergarten teachers are females, male teachers also show similar characteristics
required to become kindergarten teachers. Some contributing factors that
characterize male teachers are nurturing and knowledgable. In addition, the
economic factor also motivated male teachers to choose this profession. The study
reveals that male teachers used more rational approaches in educating their students,
while female teachers rely more on emotional approaches.
Key words: male, female, teacher, rationale, emotion
A. Pendahuluan
Secara umum isu global dan Forum Dunia Pendidikan dan Pengasuh Anak
Usia Dini di Acopuico-Mexico tahun 2003 yang terkait dengan hak anak yang
dibicarakan adalah, (1) anak usia dini akan mengalami pertumbuhan fisik dan
perkembangan mental menuju kedewasaan seiring dengan pengalaman kehidupan
kesehariannya, (2) kepribadian anak merupakan sesuatu yang unik dan holistik
dengan karakter perilaku (spesifik), (3) anak mempunyai rasa ingin tahu yang besar
dan keinginan melakukan hal yang dapat dilakukan orang dewasa, namun dia belum
mampu memahami fenomena alam kompleks, (4) yang juga perlu direnungkan adalah
apakah yang dapat dilakukan untuk membantu perkembangan anak?, program apakah
yang harus disiapkan untuk membantu, (5) guru dan orang tua sebaiknya melindungi,
mengarahkan serta membantu anak menuju kedewasaan, (6) anak berhak mendapat
keamanan dalam hidupnya dan orang dewasa berkewajiban memenuhi kebutuhan
tersebut, (7) banyak permasalahan di dunia tentang peran wanita, dimana banyak
kejadian kekerasan di seluruh dunia yang membekas pada anak usia dini, apa peran
wanita dalam pendidikan anak usia dini? (Gutama, 2003).
Anak memang sangat berbeda dari orang dewasa yang sudah mendapatkan apa
yang dikehendaki, tetapi anak justru datang mencari apa yang tersedia baginya, dan
kelak mau jadi apa nantinya. Orang dewasa sudah selesai, sedangkan anak-anak baru
memulai perjalanan hidupnya, dan dengan demikian anak dapat disebut sebagai
manusia belum jadi, yang sedang dan wajib bertumbuh. Lebih dari itu anak dan
dunianya adalah sesuatu yang lain, dan berbeda. Dunia anak sesungguhnya adalah
dunia yang besar dan memerlukan pemikiran besar sekaligus serius. Berbicara tentang
anak adalah berbicara tentang problematika hidup. Kebingungan hubungan antara
anak dan orang dewasa adalah refleksi situasi umum masyarakat kita.
Guna menghadapi semua hal ikhwal di atas kiranya amat diperlukan perhatian
yang cukup dan solusi yang tepat agar nantinya akan hadir individu-individu yang
2
berkualitas atau sumber daya manusia yang berbobot. Renzuli dalam Mulyadi (1997)
mengemukakan bahwa, individu yang berkualitas tinggi adalah individu yang
mempunyai 3 ciri yakni, kemampuan di atas rata-rata, kreativitas yang tinggi dan
tanggung jawab yang besar terhadap tugas. Dengan demikian individu-individu
semacam inilah yang diharapkan akan mampu tetap tegar dalam menghadapi deraan
era globalisasi yang semakin gegap gempita di masa kini maupun di masa yang akan
datang. Oleh karena itulah, sudah selayaknya tugas bersama antara para orang tua dan
guru untuk menciptakan iklim yang benar-benar kondusif bagi berkembangnya
potensi serta daya kreativitas anak sedini mungkin. Umur 3 sampai 5 tahun adalah
masa keemasan bagi anak, masa sangat peduli akan arti masa prasekolah (3-6 tahun)
yang merupakan pengalaman awal yang nantinya akan memberikan kualitas bangsa di
masa akan datang. Banyak orang tua yang tidak mempunyai waktu dan tidak
mempunyai kepandaian untuk membantu mengembangkan potensi anak sehingga
berlomba-lomba menitipkan anaknya TPA atau kelompok bermain dan Taman
Kanak-Kanak.
Ciri-ciri perilaku anak-anak TK adalah: 1). senang menjajaki lingkungan
(eksplorasi), 2). berminat untuk melakukan bermacam hal, 3). ingin mendapatkan
pengalaman-pengalaman baru, 4). tidak pernah bosan, 5). senang melakukan
eksperimen, 6). senang mengajukan pertanyaan.
Perilaku yang demikian tentunya memerlukan pendamping guru yang telaten,
sabar, dan bisa mengarahkan. Oleh sebab itu, banyak guru wanita menjadi
pendamping anak. Guru wanita merupakan salah satu figur yang diharapkan dapat
dengan sabar dan telaten mampu mengembangkan seluruh potensi anak. Satu hal yang
menarik untuk diteliti, hingga dewasa ini guru Taman Kanak-Kanak hampir
didominasi wanita sementara guru Taman Kanak-kanak laki-laki jarang ditemukan.
Namun pada akhir-akhir ini telah muncul beberapa guru laki-laki di Taman Kanak-
kanak meskipun guru wanita tetap mendominasi. Inilah sebenarnya yang menarik
dalam kajian gender, bahwa di pendidikan anak usia dini sudah hadir guru-guru laki-
laki.
Secara strategis guru Taman Kanak-Kanak diharapkan dapat
menumbuhkembangkan seluruh potensi anak seoptimal mungkin dan melakukan
sejak dini. Masa prasekolah (4-6 tahun) merupakan masa awal yang penting untuk
perkembangan psikososial atau sosio-emosional, mencakup perkembangan konsep
diri, pemahaman sosial tentang apa dan bagaimana harus bertingkah laku menghadapi
lingkungan, pemahaman moral baik dan buruk, boleh dan tidak boleh, tanggap
terhadap segala sesuatu yang terjadi di lingkungannya, sehingga melahirkan bangsa
yang berkepribadian luhur. Jika guru taman kanak-kanak ini laki-laki apakah sama
perlakuan dan penanganannya terhadap anak-anak seperti guru wanita. Hal inilah
yang akan dikaji dalam penelitian ini, yakni bukan hanya melihat peran guru wanita
saja tetapi juga guru laki-laki yang saat ini sedang ikut berprofesi menjadi guru TK.
B. Kajian Pustaka
1. Pendidikan Anak Usia Dini
Proses pendidikan selalu berlangsung dalam suatu lingkungan tertentu, baik
yang berhubungan dengan ruang maupun waktu. Lingkungan adalah segala sesuatu
yang berada di luar dari anak didik dalam alam semesta ini (Depdikbud, 1981: 85).
Lingkungan juga dapat berarti sebagai wadah atau lapangan tempat berlangsungnya
proses pendidikan. Tempat berlangsungnya pendidikan dapat dibedakan menjadi atas:
a. Lingkungan Keluarga.
3
Di lingkungan keluarga anak-anak pertama kali mendapatkan pendidikan.
Dalam hal ini pendidik dalam lingkungan keluarga adalah orang tua yaitu bapak dan
ibu. Oleh karena itu orang tua memiliki predikat sebagai pendidik pertama dan utama,
karena pertama-tama anak mendapat pendidikan sebelum anak-anak memasuki
lingkungan-lingkungan pendidikan yang lain.
b. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan dalam masyarakat yang
menyelenggarakan kegiatan pendidikan kepada anak-anak yang telah diserahkan
orang tuanya kepada sekolah tertentu. Setelah anak dianggap matang untuk memasuki
sekola, maka pendidikan diteruskan dengan mengikuti pendidikan di sekolah.
Pendidikan di sejkoklah merupakan pendidikan formal yang dilakukan oleh para guru
yang telah dipercaya oleh masyarakat untuk menyelenggarakan pendidikan yang
bersifat formal.
Sekolah merupakan suatu institusi yang didalamnya terdapat komponen guru,
siswa, dan staf administrasi yang mempunyai tugas tertentu dalam melancarkan
program (Koster,2006) Guru, karyawan, dan siswa, ketiganya terikat dalam
hubungan kerja untuk mencapai tujuan. Dalam sekolah terdapat sejumlah aturan untuk
mengatur guru, karyawan dan murid dalam melaksanakan kerjasama. Dalam sekolah
ada tugas secara hirarki, yang memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab
dalam hubungan kepemimpinan, dalam sekolah diharapkan ada tujuan yang hendak
dicapai melalui kerjasama guru, karyawan dan murid, masing-masing komponen
saling berinteraksi dan saling ketergantungan.
c. Lingkungan Masyarakat
Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan ketiga dalam proses
pembentukan kepribadian anak-anak sesuai dengan keberadaannya. Lingkungan
masyarakat merupakan lingkungan pendidikan yang ke tiga bagi anak didik, dimana
anak akan mendapatkan pendidikan yang akan membantu perkembangan anak
terutama dalam segi pengembangan sosial. Pendidik dalam lingkungan masyarakat
adalah para fungsionaris dalam masyarakat.
2. Pendidikan Anak Usia Dini
Anak dapat disebut sebagai manusia yang belum jadi, yang sedang dan wajib
berumbuh. Masa usia dini merupakan usia keemasan yaitu usia 0-6 tahun. Pada masa
inilah pertumbuhan dan perkembangan ranah, baik fisik motorik, sosial, emosional
dan kognisi berkembang pesat, dan saling berhubungan erat satu sama lain.
Perkembangan di satu ranah berpengaruh dan dipengaruhi oleh perkembangan ranah
lainnya (Gettwicki, 2007: 12).
Piaget seorang tokoh kontruktivisme personal membagi perkembangan
kognisi dalam empat fase, yaitu fase sensorimotor yaitu usia 0-2 tahun, fase
praoperasional yaitu usia 2-7 tahun, fase operasional usia 7-12 tahun, dan fase
operasional formal usia 5-6 tahun (dalam Jamaris, 2005: 19-22). Setiap fase
perkembangan memerlukan metode dan pendekatan berbeda dalam pembelajaran ini
dimaksudkan agar anak dapat tumbuh kembang secara optimal dan krestif.
Fase sensorimotorik, pada fase ini anak berinteraksi dengan aktivitas sensoris,
yaitu dengan meraba, melihat, merasa, mencium dan mendengar, maka pada usia ini
pemberian stimulasi dapat dilaksanakan melalui lagu nak-anak, bunyi-bunyian atau
alat musik untuk anak seperti perkusi atau maracas, menampilkan berbagai warna
yang mencolok, serta berbagai tekstur.
4
Fase praoperasional, adalah fase yang memberikan andil yang besar bagi
perkembangan kognisi anak. Anak mulai membangun kemampuannya dalam
menyusun pikirannya. Pada tahap ini, anak dapat melakukan permainan berpura-pura
karena anak telah memiliki fungsi simbolis (sekitar usia 2-4 tahun), yaitu untuk
menggambarkan objek yang secara fisik tidak hadir. Pada tahapan ini anak senang
’menggambar’ awalnya dengan membuat coretan-coretan (misalnya di kertas), yang
lama kelamaan akan berkembang menjadi objek yang dapat dikenali oleh orang
dewasa. Dengan demikian, anak telah berusaha untuk mengahdirkan objek dari
gambaran mentalnya, misalnya menggambar ’orang secara sangat sederhana. Anak
dapat mengungkapkan ekspresinya tentang kapal terbang dengan cara berlari dan dua
tangannya direntangkan seolah-olah menjadi pesawat terbang. Pada masa ini anak
telah dapat bermain berpura-pura melakukan kebiasaan orang tua yang pernah
dilihatnya.
Fase praoperasional konkrit, yaitu fase dimana anak sudah dapat berpikir
secara logis, namun dengan syarat objek sumber berpikir tersebut hadir secara konkrit.
Pada fase ini anak memerlukan berbagai media yang nyata untuk membantunya dalam
pengenalan konsep, dalam hal ini media yang tersedia di lingkungan yang terdekat
dengan anak.
Fase operasional formal, ditandai dari cara berfikir konkrit ke berfikir abstrak.
Pada fase ini anak telah mampu mengemukakan ide-ide serta mempredikisi dan
mengemukakan hipotesis dan menentukan cara untuk membuktikan kebenarannya.
Pendidikan bagi anak usia dini atau anak usia 0-6 tahun telah lama menjadi
perhatian orang tua, para ahli di bidang anak usia dini, pendidik, masyarakat dan
pemerintah. Seiring dengan kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan anak
usia dini, saat ini pelayanan pendidikan anak usia dini untuk usia 4-5 atau 6 tahun dan
kelompok bermain untuk usia 3-4 tahun berkembang pesat hampir di setiap daerah di
Indonesia. Bahkan saat ini di kota-kota besar di Indonesia, tumbuh pesat kelompok
bermain yang memberikan pelayanan pada anak-anak di bawah usia 3 tahun.
Pendidikan anak usia dini adalah proses pembinaan tumbuh kembang anak
sejak lahir hingga enam tahun secara menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non
fisik dengan memberikan rangsangan jasmani, rohani, motorik, akal fikir, emosional
dan sosial yang tepat dan benar agar anak dapat berkembang secara optimal.
a. Arah kegiatan pendidikan anak usia dini:
1) pendidikan sebagai proses belajar dalam diri anak
2) pendidikan sebagai proses sosialisasi
3) pendidikan sebagai pembentukan kerjasama peran
b. Kegiatan pendidikan anak usia dini hendaknya memperhatikan 9 kemampuan:
1) kecerdasan linguistik
2) kecerdasan logika matematik
3) kecerdasan visual-spasial
4) kecerdasan musical
5) kecerdasan kinestetik
6) kecerdasan naturalis
7) kecerdasan interpersonal
3. Pendidikan Taman Kanak-Kanak
Taman Kanak-Kanak (TK) adalah salah satu lembaga pendidikan prasekolah
yang memberikan pendidikan bagi anak usia dini empat tahun sampai masuk
pendidikan dasar. Pendidikan TK bertujuan membantu meletakkan dasar
pengembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan dan cipta, yang diperlukan
oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan pertumbuhan
5
selanjutnya. Sasaran TK adalah anak usia 4-6 tahun yang dikelompokkan berdasarkan
usia yaitu, kelompok A, anak usia 4-5 tahun dan kelompok B, untuk usia 5-6 tahun,
dengan lama belajar masing-masing satu tahun (Jalal, 2004). Berbagai macam arah
pengembangan untuk anak usia dini adalah sebagai berikut.
a. pengembangan moral dan nilai agama
b. pengembangan fisik
c. pengembangan bahasa
d. pengembangan kognitif
e. pengembangan sosial emosional
f. pengembangan seni (Gutama, 2002).
4. Wanita dan Gender
Pengertian gender diartikan sebagai interpretasi mental dan cultural terhadap
perbedaaan kelamin yakni laki-laki/pria dan perempuan/wanita. Gender adalah suatu
konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan dalam hal peran, perilaku,
mentalitas, dan karakteristik emosional antara pria dan wanita yang berkembang
dalam masyarakat. (Women”s Studies Encyclopedia vol 1: 153). Gender biasanya
dipergunakan untuk menunjukkan pembagian kerja yang dianggap tepat bagi pria dan
wanita adalah suatu sifat yang melekat pada kaum pria dan kaum wanita, yang
dikonstruksi secara sosial maupun cultural. Sifat-sifat gender untuk kaum wanita
adalah: cantik, lemah lembut, emosional, dan keibuan, dan tugas utama wanita
sepanjang hidupnya adalah melahirkan menyusui, dan segala aktivitas yang berkaitan
dengan pengasuhan anak, dan pekerjaan-pekerjaan yang dapat diselesaikan di sekitar
rumah., sedangkan sifat gender untuk kaum pria adalah: kuat, rasional, jantan, dan
perkasa dengan tugas utama melindungi keluarga dari bahaya luar dan mencari nafkah
ke luar rumah Sifat-sifat itu dapat saling dipertukarkan sesuai waktunya, tempatnya,
atau kelasnya (Fakih, 1997:7-9)
Dengan semakin majunya tingkat pendidikan wanita dan pergeseran norma-
norma serta nilai-nilai budaya dan dampak semakin tingginya jumlah wanita yang
berperan ganda, yaitu sebagai ibu dan tenaga kerja, maka dalam kehidupan
berkeluarga masa kini wanita memiliki kedudukan yang setara dengan pria. Seorang
isteri tidak hanya tinggal di rumah, tetapi juga sebagai pendamping suami yang
seringkali pula harus bekerja untuk mencukupi kehidupan keluarga yang tuntutan
kehidupan keluarga semakain kompleks. Dengan pergeseran norma tersebut menuntut
konsekuensi terhadap pembagian peran yang telah berjalan dan mengakar selama ini
seperti disebutkan di atas.
Sebagaimana disebutkan dalam Garuis Besar Haluan Negara (GBHN) bahwa
wanita merupakan mitra sejajar pria di segala kehidupan. Melalui GBHN tersebut
secara tersurat wanita Indonesia diharapkan mampu memerankan tugas-tugas berikut
secara simultan dan berkesinambungan. 1) Wanita Indonesia mampu berperan sebagai
isteri yang mendampingi suami dan menopang karir suami, 2) Wanita Indonesia
mampu berperan sebagai pengatur rumah tangga, 3) Wanita Indonesia mampu
berperan sebagai ibu yang mampu mendidik dan membina generasi muda, baik rohani
maupun jasmani, 4) wanita Indonesia mampu berperan sebagai tenaga kerja yang
mampu menambah pendapatan keluarga untuk mencapai keluarga sehat sejahtera, 5)
Wanita Indonesia mampu berperan sebagai anggota masyarakat yang aktif dalam
kegiatan sosial, 6) Wanita Indonesia mampu berperan sebagai manusia pembangunan
yang berkemampuan mengembangkan karir dan profesinya.
5. Wanita Dalam Membina Tumbuh Kembang Anak
6
Di dalam kehidupan berkeluarga masalah pengasuhan dan pendidikan anak
pada umumnya dititik beratkan pada peran seorang ibu yang paling bertanggung
jawab. Pendidikan anak tidak hanya diperlukan agar anak dapat menyesuaikan diri
dengan tuntutan masa kini, melainkan juga terhadap tuntutan masa depan. Dengan
demikian diharapkan orang tua dapat membina anak menjadi cerdas, terampil, dan
kreatif serta mandiri, sehingga kelak menjadi daya manusia yang tangguh.
Posisi kunci dalam pembinaan anak terutama masa balita adalah di tangan
ibunya. Pada usia muda ini hampir seluruh waktu anak berada di dekat ibu dan anak
sangat tergantung kepadanya. Sebagai pengasuh dan pendidik anak dalam keluarga,
ibu mempengaruhi pertumbuhan dan pengembangan anak-anaknya, baik secara potitif
maupun negatif, karena dalam berinteraksi dengan anak seorang ibu dapat memainkan
peran sebagai: a). pengawas dan pengatur rumah tangga, b). pengamat yang baik, c).
sumber pengarah, d) sumber pendorong dan penghibur, e). pembahas, f). teman main
dan teman ceritera.
Ibulah yang mengetahui kebutuhan anak, dengan memperhatikan secara
seksama perubahan yang terjadi pada anak, kebutuhan anak akan sandang, pangan
kesehatan, perhatian dan kasih sayang, rasa aman, serta rangsangan mental,
emosional, dan sosial akan dapat dipengaruhi oleh ibu. Maka anak akan merasa aman,
terlindungi dan percaya pada lingkungan. Hal ini penting untuk kehidupan emosional
anak yang akan menjadi titik tolak dan sekaligus landasan bagi jenjang tumbuh
kembang anak selanjutnya (Jalal, 2004)
Berlandaskan konsep tersebut, maka peran wanita sangat jelas dalam
menumbuhkembangkan anak di awal pertumbuhannya. Mengingat peran strategis
posisi wanita dalam mengembangkan kepribadian anak, maka ia dituntut untuk selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya agar mampu mewujudkan lingkungan
yang kondusif, yang dapat merangsang tumbuh kembang anak secara optimal sesuai
dengan usia anak, baik dalam aspek fisik, mental intelektual, sosial, maupun
emosional.
C. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang berusaha
menjelaskan secara rinci tentang eksploratif. Lokasi penelitian di Surabaya dengan
subjek penelitian guru-guru wanita dan juga guru-guru laki-laki yang saat ini ada di
Surabaya. Fokus penelitian ini peran guru wanita dalam pendidikan anak usia dini
yakni pendidikan TK. Dalam penelitian ini diperlukan data primer yang diperoleh
melalui wawancara mendalam dengan informan dan pengamatan langsung terhadap
guru Taman Kanak-Kanak baik wanita maupun guru laki-laki. Selain data primer juga
digunakan data sekunder.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1).
Wawancara Mendalam, 2) Observasi. Data yang diperoleh di lapangan dianalisis
dengan menggunakan analisis deskriptif yang dikembangkan oleh Mathew B. Miles
dan Hubermas sebagai berikut; 1). Reduksi data, 2). Penyajian data, 3). Penarikan
Kesimpulan. Untuk memeriksa keabsahan data dilakukan langkah-langkah:
a. Kredibilitas, dilakukan melalui triangulasi, pengamatan secara cermat dan
melakukan member check terhadap temuan lapangan
b. Keteralihan, dilakukan dengan memperkaya deskripsi tentang berbagai aspek
yang berkaitan dengan guru Taman Kanak-Kanak
c. Kepastian, dilakukan diskusi dengan pakar kajian wanita, dan teman-teman pakar
Taman Kanak-Kanak.
7
D. Pembahasan
1. Faktor-faktor Penyebab Guru Taman Kanak-Kanak Kebanyakan Wanita Sebagaimana yang telah terungkap di atas bahwa guru Taman Kanak-Kanak
kebanyakan adalah wanita. Ada berbagai faktor pendorong yang menyebabkan guru
Taman Kanak-Kanak kebanyakan wanita. Banyak pendapat yang mengungkapkan
bahwa faktor utama banyaknya para wanita yang memegang profesi sebagai guru atau
pendidik di Taman Kanak-Kanak adalah karena faktor yang melekat pada sifat-sifat
kewanitaan atau keibuannya. Wanita adalah, manusia yang dikonstruksi secara sosial
maupun cultural, memiliki sifat cantik, lemah lembut, emosional, dan keibuan, serta
memiliki tugas utama kewanitaan sepanjang hidupnya adalah melahirkan, menyusui,
dan segala aktivitas yang berkaitan dengan pengasuhan anak, serta pekerjaan-
pekerjaan yang dapat diselesaikan di sekitar rumah. Oleh karena sifat-sifat tersebut
maka sepantasnya bila banyak wanita menjadi guru Taman Kanak-Kanak, di mana
Taman Kanak-Kanak merupakan tempat pendidikan anak usia dini yaitu anak- anak
yang masih memerlukan pengasuhan seorang ibu. Sebagaimana hal tersebut
diungkapkan oleh Dwi Mulyani Rahayu seorang guru Taman Kanak-Kanak Bina Ana
Prasa Desa Sumber Rejo Kecamatan Pakal, bahwa:
„guru Taman Kanak-Kanak seyogyanya adalah wanita, sebab wanita memiliki
sifat lemah lembut, sabar, keibuan, dan dalam membimbing anak dengan
penuh kasih sayang. Dengan demikian maka anak-anak akan merasa nyaman
dalam belajar di sekolah meskipun tanpa didampingi oleh ibunya sendiri’.
Ungkapan-ungkapan senada ternyata banyak dilontarkan pula oleh para guru
maupun Kepala Sekolah Taman Kanak-Kanak yang juga seorang wanita. Pendapat
tersebut tampaknya memang sesuai dan umum, bukan saja karena yang
mengungkapkan adalah seorang wanita yang juga berprofesi sebagai guru Taman
kanak-Kanak, akan tetapi telah banyak pula diungkapkan oleh para pria.
Sebaliknya mengapa banyak wanita yang memilih profesi sebagai guru Taman
Kanak-Kanak. Berbagai alasan dikemukakan oleh para guru-guru wanita mengapa
memilih menjadi guru Taman Kanak-Kanak. Berdasarkan hasil analisis data yang ada
maka secara umum dapat ditarik kesimpulan bahwa ada beberapa faktor atau alasan-
alasan yang melatarbelakanginya. Faktor-faktor atau alasan-alasan tersebut dapat
diungkap secara verbal sebagai berikut.
a. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
Berdasarkan data yang ada dapat diketahui mayoritas para guru wanita tersebut
memang berlatar belakang lulusan pendidikan guru. Mereka kebanyakan adalah
lulusan Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak yang memang sejak awal telah
mempersiapkan diri untuk memilih profesi sebagai guru Taman kanak-Kanak. Tentu
saja mereka telah memiliki alasan yang sangat jelas dan kuat, terbukti sejak dini telah
mempersiapkan diri untuk memilih menjadi guru Taman Kanak-Kanak.
b. Ketersediaan lapangan kerja yang sesuai
Alasan lain yang dapat diungkap adalah faktor ketersediaan lapangan kerja yang
sesuai. Meningkatnya wanita dalam kegiatan ekonomi menuntut ketersediaan bidang
pekerjaan yang dapat dimasuki oleh wanita. Wanita yang ingin bekerja di luar rumah
banyak mengalami hambatan. Pola budaya masyarakat Indonesia yang masih
menganut sistem sosial patriarkhi tercermin pada berbagai sikap, tingkah laku, norma,
dan ideologi gender. Hal ini berakibat pada keterbatasan gerak perempuan, sehingga
hal ini juga berpengaruh pada pilihan hidup bagi para wanita yang masih menganut
budaya tersebut. Ketersediaan bidang pekerjaan yang sesuai dengan sifat-sifat dan
karakter kewanitaan pada kenyataannya masih sangat terbatas. Oleh karena itu pilihan
8
menjadi guru Taman Kanak-Kanak bagi wanita yang ingin bekerja di luar rumah
merupakan alternatif pilihan yang dianggap tepat, karena sesuai dengan sifat dan
kodrat kewanitaan.
c. Dorongan suami
Pilihan untuk memilih profesi menjadi guru Taman Kanak-Kanak karena di dorong
suami. Banyak para suami yang mengijinkan isterinya untuk mengembangkan karier
di luar rumah, namun demikian juga membatasi pilihan bidang pekerjaan yang
dianggap sesui. Menjadi guru Taman Kanak-Kanak merupakan alternatif pilihan
profesi yang dipilihkan oleh suami, meskipun sebenarnya tidak sesuai dengan latar
belakang pendidikan yang dimiliki. Alasan yang mendukung adalah sesuai dengan
kodrat kewanitaannya. Bedasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru dapat
diungkap alasan tersebut salah satunya dikutip dari ungkapan Guru Jani ( usia 30
tahun) yang mengatakan bahwa:
‘’setelah menikah saya diperbolehkan kerja di luar rumah asalkan yang dekat dengan
tempat tinggal dan beban waktu kerja tidak banyak. Saya menuruti anjuran suami,
namun akhirnya ternyata saya menemukan dunia saya dengan menjadi guru TK”.
Oleh karena itu kemudian saya kemudian diijinkan pula untuk mempedalam
pengetahuan saya dengan menempuh studi bidang PGTK. Dengan menjadi guru TK
saya dapat memerankan peran ganda dalam rumah tangga saya dan anak-anak saya
tidak terlantar karena saya masih punya banyak waktu untuk menemani mereka”.
d. Faktor Ekonomi
Berdasarkan pada wawancara mendalam, seiring dengan tuntutan kebutuhan hidup
yang semakin lama semakin kompleks, maka menuntut seorang wanita untuk ikut
serta berperan mencari nafkah, meskipun itu bukan merupakan tugas utama seorang
wanita (isteri). Dalam kehidupan keluarga masa kini wanita seolah dituntut untuk
berperan ganda, selain sebagai ibu rumah tangga, maka ia juga berperan sebagai
pekerja yang harus ikut memikul beban tuntutan ekonomi keluarga. Lebih-lebih
masyarakat di Surabaya modern atau masyarakat kota mempunyai tuntutan hidup
lebih besar, kebutuhan sehari-hari tinggi, maka peluang untuk membantu ekonomi
keluarga juga besar. Alasan ini terlihat sebagai sesuatu alasan yang tidak masuk akal.
Betapa tidak, pada kenyataannya penghasilan atau gaji bagi guru di Indonesia adalah
sangat rendah, lebih-lebih guru Taman Kanak-Kanak. Para guru Taman Kanak-Kanak
yang belum berstatus sebagai pegawai negeri (PNS) rata-rata masih dibawah
Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) masih dibawah upah minimum regional.
Banyak guru yang hanya menerima gaji Rp. 150.000,00 sebulan, namun itu jumlah
yang dianggap dapat membantu perekonomian keluarga. Setidaknya dapat membantu
untuk mendukung uang jajan bagi anak-anaknya. Memang ironis, namun kenyataan
itu juga terungkap sebagai salah satu faktor alasan yang masuk akal.
e. Status Sosial
Profesi menjadi guru di Indonesia memang masih terkesan prestise. Meskipun gaji
guru pada kenyataannya masih rendah dan belum mencukupi kebutuhan hidup
keluarga, namun karena citra guru adalah mulia maka banyak yang berebut ingin
menjadi guru. Sebagaimana pameo ‘guru adalah pahlawan tanpa tanda jasa’,
tampaknya hal merupakan moto yang menjadi slogan sehingga dapat memotivasi bagi
sebagaian para wanita untuk menentukan pilihan menjadi guru Taman Kanak-Kanak.
Bagi sebagian orang menjadi guru Taman Kanak-Kanak adalah merupakan profesi
yang membanggakan. Dengan berstatus sebagai guru Taman Kanak-Kanak maka
status sosial menjadi terangkat. Bagi sebagian masyarakat status guru memang
memiliki tempat terhormat, karena guru merupakan sosok yang dianggap panutan,
9
baik bagi murid-muridnya di sekolah maupun di masyarakat. Ciri-ciri kepribadian
seorang guru yang bijak mempengaruhi perilaku dan citra baik di masyarakat,
sehingga mendorong masyarakat cenderung menghagainya. Oleh karena penghargaan
tersebut maka status sosialnya menjadi baik.
2. Faktor-faktor Munculnya Guru Laki-laki dalam pendidikan TK
Jika guru TK telah lazim dilakukan oleh kaum wanita karena wanita telah
memiliki sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yakni nalurinya sebagai wanita atau ibu
yang sabar, lembut, telaten dan sebagainya, bagaimana jika guru Tk dilakukan oleh
laki-laki.
Secara kodrati memang laki-laki tidak akan hamil, dan menyusui. Namun
apakah kaum laki-laki tidak akan bisa dan sabar dalam mendidik anak. Kenyataan
yang ada saat ini tampaknya berkembang bahwa kaum laki-laki tidak hanya identik
dengan kekasaran, kekuatan, tetapi juga kedisiplinan, kerasionalan yang dapat
mengikuti setiap sikap dan profesi.
Berbicara masalah profesi, memang jaman globalisasi tidak akan padang bulu
dan membedakan jenis kelamin. Jenis kelamin apapun dapat bekerja sebagai apapun
juga. Sebagai misal kalau dulu profesi tukang becak adalah profesi kaum laki-laki,
profesi kuli bangunan juga profesi kaum laki-laki, profesi pimpinan adalah profesi
kaum laki-laki, namun saat ini profesi-profesi tersebut telah dapat dilakukan pula oleh
kaum perempuan. Demikian pula dengan profesi guru Taman Kanak-kanak yang
sejak dulu profesi ini identik dengan peran seorang ibu dalam menumbuh-
kembangkan anaknya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan guru laki-laki Taman
Kanak-kanak ini, yakni:
a. Sifat keibuan yang dimiliki
Sifat keibuan yang dimiliki oleh kaum laki-laki ini sudah barang tentu bukan
sifat naluri yakni hamil, manyusui, namun sifat kelembutan yang memang bisa saja
dimiliki oleh kaum laki-laki. Ada beberapa guru yang mengatakan bahwa faktor ini
yang mendorong kaum laki-laki memilih profesi guru TK. Seperti yang diungkapkan
oleh Nur Sancoko bahwa “Sifat lembut dan telaten tidak hanya dimiliki oleh kaum
wanita saja tetapi laki-laki juga ada yang memiliki sifat itu. Dan biasanya jika laki-
laki itu memiliki sifat kelembutan dan telaten itu akan melebihi kaum wanita”.
Berkait dengan sifat ini yang sering mendorong kaum laki-laki memilih
profesi ini karena sifat menyenangi anak-anak. Hal ini seperti yang diungkap oleh
Lailatul Zakiyah (kepala TK Al Iman) bahwa
“ Sifat menyenangi anak tidak hanya dimiliki oleh kaum wanita saja tetapi
juga banyak laki-laki. Sifat ini menjadi kriteria dalam penerimaan guru Tk
baru di Al Iman. Dan ternyata ada beberapa calon guru yang memiliki sifat ini,
bahkan setelah diterima di sini mereka kelihatan dekat sekali dengan anak-
anak”.
b. Sifat Kebapakan
Sifat kebapakan yang menjadi pendorong kuat kaum laki-laki ini memilih
profesi guru TK adalah sifat selalu melindungi. Sifat melindungi yang dimiliki oleh
guru-guru TK laki-laki ini tampak pada sikap di saat anak-anak dalam bahaya. Sifat
melindungi ini akan menumbuhkan rasa aman pada anak-anak dan juga guru-guru
wanita. Biasanya rasa aman pada anak-anak lebih didapatkan dari seorang bapak dari
pada ibu.
c. Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah dimiliki.
10
Saat ini telah banyak lembaga pendidikan Keguruan yang membuka Program
studi atau Jurusan Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak. Sehubungan dengan
sulitnya mencari pekerjaan tampaknya program ini menjadi alternatif pilihan para
remaja agar semakin mudah mencari pekerjaan. Tidak menutup kemungkinan ternyata
para remaja laki-laki juga memanfaatkan peluang untuk dapat bersaing dalam
menempuh ilmu ini. Sebagai imbasnya bahwa dengan banyaknya kaum laki-laki yang
menempuh pendidikan ini akan menerapkan ilmu yang telah dimiliki tersebut. Hal ini
sebagaimana diakui oleh Majid seorang lulusan PGTK yang saat ini memilih profesi
sebagai guru TK, bahwa
„ Saya memilih profesi guru TK ini selain menyenangi anak-anak juga untuk
menerapkan ilmu saya yang telah saya tempuh di PGTK. Yang akhirnya
menyenangkan sekali ketika harus berurusan dengan anak-anak seperti teman
bermain yang menyenangkan”.
d. Faktor ekonomi
Berkait dengan faktor ekonomi ini, bahwa guru laki-laki TK ini ternyata
memilih profesi ini juga didorong untuk memenuhi kebutuhan hidup, meskipun
memang sebenarnya bukan pendoronmg utama. Meskipun pada kenyataannya
penghasilan atau gaji bagi guru di Indonesia adalah sangat rendah, lebih-lebih guru
Taman Kanak-Kanak. Para guru Taman Kanak-Kanak yang belum berstatus sebagai
pegawai negeri (PNS) rata-rata masih dibawah Rp.500.000,00 (lima ratus ribu rupiah)
masih dibawah upah minimum regional. Namun ada yang berharap dengan masuk
sebagai tenaga pengajar TK ini dapat pula nantinya manjadi guru PNS yang saat ini
mulai dilirik banyak masyarakat di Indonesia.
3. Peran Guru Taman Kanak-Kanak Dalam Mengembangkan Potensi Anak
Posisi kunci pembina anak terutama masa balita adalah di tangan seorang ibu.
Pada usia muda ini hampir seluruh waktu anak berada di dekat ibu dan anak sangat
tergantung kepadanya. Sebagai pengasuh dan pendidik anak dalam keluarga, seorang
ibu mempengaruhi pertumbuhan dan pengembangan anak-anaknya, baik secara positif
maupun negatif, karena dalam berinteraksi dengan anak seorang ibu dapat memainkan
peran sebagai: 1). Pengawas dan pengatur rumah tangga, 2). Pengamat yang baik 3).
Sumber pengarah, 4). Sumber pendorong dan penghibur, 5). Pembahas, 6). Teman
main dan teman ceritera
Oleh karena posisi dan peran tersebut maka ibu lah yang mengetahui
kebutuhan anak, dengan memperhatikan secara seksama perubahan yang terjadi pada
anak, kebutuhan anak akan sandang, pangan, kesehatan, perhatian dan kasih sayang,
rasa aman serta rangsangan mental, emosional, dan sosial akan dapat dipengaruhi
pada lingkungan. Hal ini penting untuk kehidupan emosional anak yang akan menjadi
titik tolak dan sekaligus landasan bagi jenjang tumbuh kembang anak selanjutnya
(Jalal, 2004). Dengan demikian peran dan posisi seorang ibu adalah sangat
menentukan, dan dengan demikian pula maka sudahlah sangat tepat bila para guru
Taman Kanak-Kanak adalah seorang wanita atau seorang ibu.
Berkait dengan peran guru laki-laki dalam pendidikan anak usia dini ini,
ternyata guru laki-laki juga dapat memainkan peran sebagai guru TK dapat pula
dilihat dari peran-peran guru wanita seperti tersebut di atas.
Guru laki-laki dalam menjalankan perannya sebagai pengawas dan pengatur
rumah tangga dapat dilakukan seperti hal nya dilakukan oleh guru wanita yakni dalam
pandangannya guru-guru ini selalu mengawasi anak-anak dalam setiap tingkahnya
dan sebagai pengatur rumah tangga, guru laki-laki ini berlaku dengan selalu
11
bertanggung jawab atas kelasnya dan menata sebagai layaknya seorang ibu dalam
menata rumah tangganya.
Sebagaimana telah disebutkan pula di muka bahwa pendidikan anak usia dini
adalah proses pembinaan tumbuh kembang anak sejak lahir hingga enam tahun secara
menyeluruh, yang mencakup aspek fisik dan non fisik dengan memberikan
rangsangan jasmani, rohani, motorik, akal fikir, emosional dan sosial. Untuk
membantu agar anak-anak dapat berkembang secara optimal maka salah satu lembaga
pendidikan prasekolah yang sesuai adalah Taman Kanak-Kanak (TK). Pendidikan
Taman Kanak-Kanak dengan guru-guru wanitanya bertujuan membantu meletakkan
dasar pengembangan sikap, perilaku, pengetahuan, keterampilan dan cipta, yang
diperlukan oleh anak didik dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
pertumbuhan selanjutnya.
Sifat anak-anak dalam masa usia dini pada dasarnya memiliki pikiran yang
spontas terbuka dan bebas, rasa ingin tahu besar, rasa takjub, daya imajinasi dan
kesenangannya bertanya. Ia lebih banyak diharapkan menerima informasi dari orang
tua, mengingatnya baik-baik, dan memproduksinya dengan tepat. Pada setiap anak
ada dorongan alamiah dari dalam (instriksik) untuk mengungkapkan diri secara
kreatif. Oleh karena itu dorongan tersebut hendaknya dibantu pengembangannya
melalui penciptaan lingkungan yang kondusif bagi munculnya (kompetensi) daya
kreativitas.
Semua anak didik di sekolah memerlukan seorang pembina (guru) yang baik.
Seorang guru menentukan tujuan dan sasaran belajar, membantu pembentukan nilai-
nilai pada anak, memilih pengalaman belajar, menentukan strategi belajar, yang
paling penting menjadi model perilaku bagi siswa. Namun, bagaimana pun tidak
semua guru dapat mengajar agar anak dapat menjadi kreatif. Ciri-ciri guru kreatif
adalah: sikap demokratis, ramah dan memberi perhatian perorangan, sabar, minat
luas, penampilan menyenangkan, adil dan tidak memihak, memiliki rasa humor,
perilaku konsisten, memberi perhatian terhadap masalah anak, sikap luwes (fleksibel),
menggunakan penghargaan dan pujian, dan mempunyai kemahiran yang luar biasa
dalam mengajar subjek tertentu.
Semua guru memiliki dampak yang besar terhadap pendidikan anak. Guru
dapat melumpuhkan rasa ingin tahu anak, merusak motivasi, harga diri dan kreativitas
anak. Bahkan guru yang sangat baik (atau yang sangat buruk) dapat mempengaruhi
anak lebih kuat dari pada orang tua, karena guru punya lebih banyak kesempatan
untuk merangsang atau menghambat kreativitas anak dari pada orang tua. Seorang
guru dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan potensi anak muncul,
memupuknya dan merangsang pertumbuhan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Munandar (1999) bahwa paradigma mengajar yang dapat mendorong kreativitas anak
dapat dikemukanan sebagai berikut.
a. Belajar sangat penting dan sangat menyenangkan
b. Anak patut dihargai dan disayang sebagai pribadi yang unik
c. Anak hendaknya menjadi pelajar yang aktif, mereka perlu didorong untuk
membawa pengalaman, gagasan, minat dan bahan mereka di kelas. Mereka
dimunginkan untuk membicarakan bersama dengan guru mengenai tujuan
belajar setiap hari, dan perlu diberi otonomi dalam menentuakan bagaimana
mencapainya
d. Anak perlu merasa nyaman dan memiliki kebanggaan di kelas adalah milik
mereka juga dan mereka bertanggung jawab untuk mengaturnya.
e. Guru merupakan nara sumber, bukan polisis, atau dewa. Anak harus
menghormati guru, tetapi merasa aman dan nyaman dengan guru
12
-f. Anak perlu merasa bebas untuk mendiskusinkan masalah secara terbuka
baik dengan guru maupun dengan teman sebaya
g. Kerjasama selalu lebih baik dari pada kompetisi
h. Pengalaman belajar hendaknya dekat dengan pengalaman dari dunia nyata.
Mereka perlu dilibatkan dalam merancang kegiatan belajar dan boleh
membawa bahan-bahan dari rumah.
Di antara guru laki-laki dan wanita ternyata memiliki peran yang sama dalam
menumbuhkembangkan anak-anak melalui proses interaksi setiap hari baik dalam
kelas maupun di luar kelas. Yang membedakan bahwa guru laki-laki tidak akan
memanjakan anak-anak didiknya dalam berusaha untuk mencapai tujuan belajarnya.
Peran yang menonjol dalam peran yang dilakukan oleh guru laki-laki yakni sebagai
pendorong untuk maju, atau motivasi dengan semangat yang tinggi, agar anak-ank
memiliki sifat lemah atau mudah putus asa.
Berlandaskan konsep tersebut, peran guru wanita dan laki-laki sangat jelas
dalam menumbuhkembangkan anak di awal pertumbuhannya. Mengingat peran guru
dalam mengembangkan kepribadian anak, maka ia dituntut untuk selalu
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilannya agar mampu mewujudkan lingkungan
yang kondusif, yang dapat merangsang tumbuh kembang anak secara optimal sesuai
dengan usia anak, baik dalam aspek fisik, mental, intelektual, social maupun
emosional.
4. Efektifitas Guru Taman Kanak-Kanak Dalam Meningkatkan Pendidikan
Anak Usia Dini Di dalam layanan pendidikan terdapat interaksi antara pendidik dan peserta
didik. Interaksi tersebut berlangsung untuk mendapatkan sesuatu ialah tercapainya
tujuan pendidikan (Wingkel, 1987). Tujuan dimaksud dalam Pendidikan Taman
Kanak-Kanak adalah tujuan instruksional, yang akan dicapai oleh suatu kegiatan
tentang kompentensi dasar tertentu. Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang
diharapkan salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah berlangsungnya interaksi
guru dengan peserta didik dengan baik.
Guru memiliki peran yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan
kualitas pembelajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan
dan membuat perencanaan secara seksama serta pengorganisasian kelas, penggunaan
metode mengajar, strategi belajar mengajar. Guru sebagai pengelola proses belajar
mengajar, bertindak selaku fasilitator yang selalu berusaha menciptakan kondisi
belajar mengajar efektif, mengembangkan bahan ajar dengan baik dan meningkatkan
kemampuan siswa dalam mencapai tujuan pendidikan yang ingin dicapai (Usman,
2000).
Sampai seberapa jauh tujuan pembelajaran yang ditetapkan dapat tercapai
adalah masalah efektifitas pembelajaran. Jadi pembelajaran dikatakan efektif apabila
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan dapat tercapai. Ada beberapa istilah serupa
yang perlu dipahami dalam membahas keefektifan yaitu keefektifan sekolah, dan
keefektifan pembelajaran. Keefektifan adalah ketepatan sasaran dari suatu proses
yang berlangsung untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Berdasarkan pengertian di atas maka keefektifan sekolah/pendidikan ialah ketepatan
sasaran dari proses pendidikan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan pendidikan.
Sedangkan keefektifan pembelajaran ialah ketepatan sasaran dalam proses
pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Perbedaan dari keduanya ialah
jika keefektifan pendidikan maka tujuan yang menjadi ukuran adalah lembaga
pendidikan (level sekolah) sedangkan dalam pembelajaran yang menjadi tujuan
adalah instruksional umum dan khusus level kelas (Naf’an ,2002).
13
Untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai oleh Guru Taman
Kanak-Kanak diharapkan senantiasa memilih strategi pembelajaran yang akan
mengembangkan kreativitas anak, menyenangkan siswa dan guru serta efektif.
Pembelajaran yang demikian sering disebut dengan istilah PAKEM (Pembelajaran
Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan).
Untuk mengetahui efektifitas para guru wanita Taman Kanak-Kanak dalam
meningkatkan Pendidikan Anak Usia Dini maka dapat diungkapkan berdasarkan
hasil analisis data yang ada. Efektifitas/efisiensi yang dimaksud adalah sebagai salah
satu usaha tertentu dengan kegiatan tertentu dapat memberikan hasil yang terbesar
baik mengenai kualitas maupun kuantitas. Berdasarkan hasil data yang didapat
melalui instrumen yang dibuat untuk mengetahui efektifitas pembelajaran guru wanita
Taman Kanak-Kanak, dengan mengembangkan variable efektifitas pembelajaran
dapat dipaparkan hal-hal sebagai berikut.
a. Perencanaan, guru Taman Kanak-Kanak wanita dalam melaksanakan
pembelajaran di Taman Kanak-Kanak membuat program pembelajaran mulai dari
program semester, satuan kegiatan mingguan maupun satuan kegiatan harian.
Dengan demikian apa yang akan dicapai dalam semester telah direncanakan. Cara
perencanaannya untuk program semester melalui pengembang kurikulum di
tingkat kecamatan. Kemudian satuan kegiatan mingguan dan kegiatan harian
dikembangkan oleh guru kelas disesuaikan dengan visi, kondisi sarana, prasarana
sekolah.
b. Pelaksanaan program semester yang dijabarkan dalam satuan kegiatan mingguan
dan diaplikasikan dalam satuan kegiatan harian. Berdasarkan pada observasi di
sekolah bahwa guru-guru TK baik wanita maupun laki-laki semua diwajibkan
membuat program semester yang dilanjutkan kepada Satuan Kegiatan mIngguan
dan Satuan Kegiatan Harian yang disesuaikan dengan kondisi sekolahnya masing-
masing. SKM dan SKH yang telah disusun oleh guru-guru TK tersebut ada yang
telah terlaksana sesuai rencana namun juga ada yang belum terlaksana dengan
baik. Hal ini disebabkan karena faktor antara lain kondisi sarana-prasarana
masing-masing sekolah bervariasi atau faktor lain.
c. Berkenaan dengan strategi pembelajaran dan pemilihan metode pembelajaran
dalam melaksanakan pembelajaran semua guru telah berusaha dan telah terlaksana
menggunakan model pembelajaran yang menarik dengan metode-metode yang
variatif misalnya sosio drama, metode bermain, metode bernyanyi, berceritera dan
sebagainya. Guru juga menggunakan pendekatan kontekstual yaitu konsep
pembelajarn yang mengkaitkan apa yang dipelajari siswa dengan kehidupan
sehari-hari di sekitar siswa yang bersangkutan. Pembelajaran dilakukan dengan
cara memberi kesempatan untuk mengalami sendiri dan berlangsung pada kondisi
alami. Hal demikian dilakukan supaya peserta didik bisa membangun pikirannya
sendiri, memecahkan masalah kehidupan yang dialami dengan segala
permasalahannya. Seperti yang diungkap oleh Kepala Sekolah Aisyyah
Wonokromo bahwa semua guru TK telah berusaha untuk melaksanakan
pembelajaran dengan strategi yang menarik karena anak-anak harus dididik
dengan suasana yang menarik sehingga tidak mudah bosan.
d. Berkenaan dengan pelaksanaan pembelajaran, seluruh responden mengatakan
selalu mengarahkan peserta didik untuk memecahkan masalah dengan cara
memberi tugas yang dapat memotivasi peserta didik kreatif. Memberi umpan balik
dan tanya jawab untuk mengetahui pemahaman dan kompetensi yang dicapai
siswa. Guru juga memberikan reward dan membuat simpulan atau penguat di
akhir pembelajaran.
14
e. Berkenaan dengan kompetensi guru, memang tidak semua guru Tk di Surabaya
berlatar pendidikan guru Taman Kanak-Kanak atau pendidikan guru, namun
diantara guru-guru TK yang ada hanya sekitar 1 atau 2 di sekolah yang bukan
berasal dari pendidikan guru, diantaranya berlatar belakang SMA, MAN atau
Sarjana Agama dan juga ada yang Sarjana Psikologi. Alasan Lulusan SMA atau
MAN ini diterima dalam pendidikan TK karena ada kemampuan lain selain
kompetensi guru yakni kemampuan Agama tertentu yang saat ini telah menjadi
faktor pendorong orang tua untuk menitipkan anaknya di TK-TK terutama TK
Islam.
f. Pencapaian kompetensi dasar yang dilaksanakan dalam pembelajaran secara
umum guru-guru telah dapat mencapainya di ataas rata-rata yakni sekitar 80%.
Sementara masih ada guru-guru yang baru mencapai kompetensi dasar dalam
pembelajarannya 70%, namun tidak ada guru yang yang pencapaiannya hanya
50% bahkan di bawahnya. Artinya, sebagaian besar kompetensi yang
direncanakan telah dicapai oleh para guru wanita di Taman Kanak-Kanak.
g. Berkait dengan hasil belajar siswa, semua TK menyatakan selalu
mengkomunikasikan kepada orang tua siswa mulai dari hasil harian, mingguan
hingga semesteran. Hal ini sesuai dengan pendapat Creremers dan Reezigt dalam
(Jamaludin, 2000) bahwa ada tujuh factor sekolah efektif antara lain:
1) Pemantauan terhadap kemajuan siswa
2) Kebijakan dan pelaporan hasil belajar yang melibatkan orang tua
3) Penekanan pada pencapaian tujuan
4) Harapan tinggi
h. Berkenaan dengan harapan tinggi (ekspektasi) pendapat tersebut, mempunyai
harapan yang tinggi untuk mencerdaskan anak didiknya, hal ini tampak dari
keinginan besar untuk maju dan mengikuti pelatihan-pelatihan untuk
pembelajaran, misalnya seminar tentang bermain edukatif, pelatihan senam ceria
untuk anak, permainan kreativitas untuk anak yang menyenangkan, pelatihan
tentang calistung, tentang aritmatika sempoa.
Berdasar pada paparan tersebut, banyak variable yang terkait dengan
efektifitas pembelajaran, antara lain faktor guru, pendekatan, metode, sarana-prasana,
siswa, lingkungan. Dengan demikian pencapaian tujuan pembelajaran sangat relatif
tergantung dari beberapa faktor, namun melihat jawaban dari responden dapat
disimpulkan bahwa guru wanita Taman Kanak-Kanak dapat melaksanakan
pembelajaran dengan efektif.
E. Penutup
Sebuah citra yang telah terbangun dan melekat dalam pandangan masyarakat
bahwa guru Taman Kanak-Kanak lazimnya adalah wanita. Faktor utama yang
mendorong para wanita untuk memilih profesi sebagai guru atau pendidik di Taman
Kanak-Kanak adalah karena sifat-sifat kewanitaan atau keibuannya. Wanita memiliki
sifat lemah lembut, sabar, keibuan, dan dalam membimbing anak dengan penuh kasih
sayang. Dengan demikian maka anak-anak Tanam-Kanak-Kanak akan merasa
nyaman dalam belajar di sekolah meskipun tanpa didampingi oleh ibunya sendiri’.
Faktor-faktor atau alasan-alasan lain para wanita untuk memilih profesi sebagai guru
atau pendidik di Taman Kanak-Kanak adalah: Menerapkan ilmu pengetahuan yang
telah didapat, ketersediaan lapangan kerja, dorongan suami, faktor ekonomi, status
sosial. Sedangkan faktor-faktor yang menyebabkan laki-laki saat ini mau memilih
profesi guru TK adalah: faktor : dimilikinya sifat keibuan oleh laki-laki seperti sabar
15
dan menyenangi anak, sifat kebapakan, faktor ingin menerapkan ilmunya, faktor
ekonomi.
Guru wanita maupun laki-laki Taman Kanak-Kanak dalam mengembangkan
potensi anak dengan memainkan peranya sebagai guru Taman Kanak-Kanak yang
selalu berinteraksi dengan anak. Guru wanita adn laki-laki memiliki peran yang sama
dalam menghantarkan tumbuh kembang anak-anak yakni dapat memainkan peran
sebagai: 1). Pengawas dan pengatur rumah tangga, 2). Pengamat yang baik, 3).
Sumber pengarah, 4). Sumber pendorong dan penghibur, 5). Pembahas persoalan
anak, 6). Teman main dan teman ceritera
Bedanya bahwa guru laki-laki menngunakan daya rasional dalam memainkan
perannya, sedangkan guru wanita lebih menggunakan pendekatan perasaan dan
emosinya.
Efektifitas Guru Wanita Taman Kanak-Kanak dalam meningkatkan
Pendidikan Anak Usia Dini dapat dicapai dengan memenuhi tugas-tugas sebagai guru
yakni, selalu memikirkan dan membuat perencanaan secara seksama serta
pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi belajar mengajar
dengan menggunakan PAKEM (Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan
Menyenangkan).
Perencanaan program pembelajaran mulai dari program semester, satuan
kegiatan mingguan maupun satuan kegiatan harian. Pelaksanaan program semester
yang dijabarkan dalam satuan kegiatan mingguan dan diaplikasikan dalam satuan
kegiatan harian, sehingga pembelajaran selalu terlaksana dengan baik dan
pelaksanaan pembelajaran, selalu mengarahkan peserta didik untuk memecahkan
masalah dengan cara memberi tugas yang dapat memotivasi peserta didik kreatif.
Banyak variable yang terkait dengan efektifitas pembelajaran, antara lain
faktor guru, pendekatan, metode, sarana-prasana, siswa, lingkungan. Pencapaian
tujuan pembelajaran sangat relatif tergantung dari beberapa faktor, namun dapat
disimpulkan bahwa guru wanita Taman Kanak-Kanak dapat melaksanakan
pembelajaran dengan efektif.
Daftar Pustaka
Abdulhak, Ishak. 2003. “Konseptualisasi Pemetaan Tatanan Kebijakan Serta Sistem
Program Pendidikan Anak Dini Usia”. Dalam bulletin Padu, edisi khusus.
Darminto, Eko. 1995. “Kreativitas Anak TK (Pengembangan dan Implekasinya dalam
Pendidikan”. Makalah disampaikan dalam rangka Hari Anak tanggal 2 Mei
1995.
Dennison,Gail E.,dkk. 2004. Brain Gym (Senam Otak), Penambahan Kekuatan Otak
Instan Untuk Sukses di tempat kerja, Batam: Interaksara.
Einon, Doroty. 2002. Anak Kreatif (Creative Child). Alih Bahasa Alexander Sidoro.
Baton Centre: Karisma Publising Group.
Eisner, C. dkk. 1999. Educating Artistic Vision. New York: The Macmillan Company.
Gettwicki, Carol. 2007. Developmentally Appropriate Practice: Curriculum and
Development in Early Aducation, Kanada: Thomson Demar Learning.
16
Goleman, Daniel. 2000. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gutama. 2002. Pentingnya Pendidikan Anak Usia Dini. Depdiknas: Direktorial
Pendidikan Luar Sekolah.
_________. 2003. “The World Forum on Early Child Care and Education”. 2003,
Bulletin Padu,Vol 2 No: 02 Agustus 2003.
Jalal, Fasli. 2004. Potret Pengasuhan, Pendidikan dan Pengembangan Anak Usia
Dini. Jakarta: Forum Padu.
Jamaris, Martini. 2005. Perkembangan dan Pengembangan Anak Usia TK. Jakarta:
Grasindo.
Mulyadi, Kresno.1997. “Mengembangkan Kreativitas Anak” Makalah disampaikan
dalam Seminar dan Dialog Sehari yang dilaksanakan tanggal 16 Desember
1997 dalam rangka hari Ibu dan Dies Natalis XXXIII IKIP Surabaya.
Munandar. Utami. 1993. “ Peranan Orang tua dan Guru dalam Mengembangkan
Kreativitas Anak Pra-Sekolah” Makalah disampaikan dalam rangka 25 tahun
Universitas Surabaya tanggal 19 April 1993.
_________. 1995. Dasar-dasar Pengembangan Kreativitas Anak Berbakat. Jakarta:
Dep Pend dan Kebudayaan DIKTI. Proyek Pendidikan Tenaga Guru.
_________. 1999. Kreativitas & Keberbakatan Strategi Mewujudkan Potensi Kreatif
& Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Ollenburger, Jne C. 2002. Sosiologi Wanita. Jakarta: Rineka Cipta.
Padmonodewo, Soemiarti. 2003. Pendidikan Anak Prasekolah, Jakarta: Rineka Cipta.
Sumiarni, Endang. 2004. Gender dan Feminisme. Yogyakarta: Wonderfull
Publishing Compeny.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogyakarta:
Kanisius.