Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
11
Peningkatan Self Concept Siswa Sekolah Dasar Melalui
Teknik Scaffolding
Johannis Takaria1
Melvie Talakua2
1,2PGSD-FKIP Universitas Pattimura Ambon [email protected]
Abstract
The purpose of the study was to analyze the differences in the increase in self-concept of elementary
school students through scaffolding techniques in Saparua District, Central Maluku Regency,
Maluku Province. The method used was a quasi-experimental design with one group pretest-posttest
and involved 30 elementary school students as research samples. The test uses paired sample t-test
and it is identified that there are differences in students' self concepts before and after scaffolding
techniques are applied. Self-concept enhancement was analyzed using N-gain, where each self-
concept indicator achieved an increase in the medium category. The indicators of attitude and self-
confidence increased by 31%, The indicators of View of ability and disability increased by 43%, and
indicators of self-sensitivity increased by 52%, and the indicators of views of others towards
themselves was 45%. These result are due to the effectiveness of scaffolding, because by scaffolding
students can be helped to solve a problem.
Keywords: Self-Concept, Scaffolding Technique, Students
PENDAHULUAN
Self concept merupakan konstruk penting yang harus dimiliki siswa dalam pembelajaran,
terkait dengan cara pandang siswa terhadap kemampuan dan ketidakmampuan diri. Marsh & Craven
(2006; McInerney, 2012) self concept adalah cara orang memandang kekuatan, kelemahan,
kemampuan, sikap, dan nilai-nilai yang dimiliki. Byrne (1984; Valentine, et al, 2004; Wang, 2007)
self-concept merupakan konstruk penting dalam pendidikan, terkait dengan prestasi akademik setiap
individu.
Menurut Alwisol (2007; Dayakisni & Hudaniah, 2009; Masturah, 2015) self concept
merupakan hubungan antara sikap dan keyakinan serta pandangan yang dimiliki oleh individu
tentang karakteristik dan ciri-ciri sifat yang dimilikinya yang meliputi dimensi fisik, kelemahan
yang dimiliki, kepandaian, kegagalan, motivasi yang dimiliki oleh diri, dan lain sebagainya yang
merujuk pada harapan- harapannya
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
12
Self concept dapat dimaknai sebagai multi dimensi yang mengacu pada diri individu, terkait
dengan sejumlah karakteristik diantaranya; pandangan terhadap kemampuan dan ketidakmampuan
diri, peka terhadap diri, sikap dan keyakinan diri yang ditunjukan, kecemasan, pandangan orang lain
terhadap diri kita, dan karakteristik lainnya yang dimiliki diri.
Self concept positif yang tinggi sangat menentukan prestasi akademik siswa. Artinya bahwa
prestasi akademik yang dicapai adalah konsekuensi dari self concept yang dimiliki. Peningkatan self
concept akademik dapat meningkatkan kinerja akademik siswa (Liu, 2009; Dramanu & Balarabe,
2013). Tun & Yates (2007) persepsi diri yang berhubungan dengan self concept dalam pembelajaran
termanifestasi melalui prestasi akademik.
Siswa dengan self concept positif berdampak pada ketercapaian prestasi di sekolah, karena
mereka dapat terlibat aktif dalam menyelesaikan berbagai permasalahan yang menantang. Marsh &
Martin (2010; Khalaila, 2015; Timmerman, et al, 2017; Takaria, 2018) self-concept individu
memberikan efek langsung dan tidak langsung pada prestasi akademik, peningkatan self-concept
menyebabkan peningkatan prestasi akademik dan sebaliknya, self-concept akademik yang tinggi
secara langsung berpengaruh terhadap prestasi akademik yang lebih baik karena self-concept positif
yang dimiliki siswa dapat memicu mereka untuk terlibat aktif dalam mengkonstruksi ide-ide kreatif
dalam pembelajaran.
Pembelajaran sekolah melibatkan siswa dengan pola pikir dan kemampuan beragam dengan
sejumlah karakteristik yang dimiliki setiap individu. Keberagaman berdampak pada self concept
siswa. Takaria (2015) mengidentifikasi beberapa permasalahan terkait dengan self concept negatif
peserta didik yang perlu diminimalisir, antara lain: 1) pandangan peserta didik terhadap keterbatasan
diri; 2) peserta didik kesulitan menyelesaikan tugas-tugas; 3) adanya kecemasan sebelum mengikuti
pelajaran di kelas.
Indikator-indikator self concept yang dianalisis dalam penelitian ini adalah: 1) Pandangan
terhadap kemampuan dan ketidak-mampuan diri (PKDKD); 2) Sikap dan keyakinan diri (SKD); 3)
Peka terhadap diri (PTD) dan 4) Pandangan orang lain terhadap kemampuan diri (POTKD).
Penilaian self concept siswa SD di Kecamatan Saparua terfokus pada mata pelajaran
matematika, karena kebanyakan siswa berpandangan matematika adalah mata pelajaran sulit dan
kurang menyenangkan. Obilor (2011) Self concept matematis memiliki hubungan positif dengan
prestasi matematika siswa; secara khusus, Self concept matematis seseorang mengacu pada persepsi
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
13
atau keyakinan seseorang pada kemampuannya untuk melakukan sesuatu yang terbaik dalam
matematika atau keyakinan dalam belajar matematika.
Untuk meningkatkan self concept siswa maka dapat digunakan berbagai model, strategi dan
metode pembelajaran. Sumartini (2015) mengembangkan self concept siswa melalui model
pembelajaran concept attainment. Takaria (2018) menganalisis peningkatan self concept dengan
menggunakan model pembelajaran collaborative problem solving. Selain penggunaan model
pembelajaran, maka dapat digunakan teknik pemberian bantuan (scaffolding). Teknik scaffolding
dapat dikembangkan guru secara inovatif tergantung kreaktivitas yang dimiliki.
Scaffolding adalah salah satu dari beberapa aspek pengajaran efektif yang dapat diterapkan
dalam konteks pembelajaran. Meskipun guru antusias dengan gagasan scaffolding, namun perlu
diingat bahwa scaffolding tidak hanya identik dengan dukungan guru, scaffolding adalah dukungan
khusus dan tepat waktu sehingga dapat memberikan dorongan pedagogis bagi siswa yang
memungkinkan mereka untuk bekerja pada tingkat aktivitas yang lebih tinggi (Gonulal & Loewen,
2018).
Scaffolding erat kaitannya dengan teori sosiokultural Vygotsky, dan terkhusus dengan
konsepnya tentang Zona Perkembangan Proksimal (ZPD). Bahkan ZPD adalah jantung dari
scaffolding (Gonulal & Loewen, 2018). Menurut Vygotsky dalam (Gonulal & Loewen, 2018), ada
dua level perkembangan: level aktual dan level potensial. ZPD adalah jarak antara tingkat
pengembangan aktual dalam pemecahan masalah individu dan tingkat potensial adalah
pengembangan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau kolaborasi
dengan teman sejawat yang lebih mampu. (Vygotsky, 1978; Gonulal & Loewen, 2018)
Scaffolding dapat didesain guru dengan mengeksplorasi ide-ide kreatif sehingga teknik
scaffolding yang digunakan tepat sasaran dalam pemecahan masalah. Veeramuthu A/L Veerappan et
al (2011) scaffolding adalah teknik pengajaran dimana guru memodelkan strategi atau tugas
pembelajaran yang diinginkan dan kemudian secara bertahap mengalihkan tanggung jawab kepada
siswa. Ditegaskan bahwa jenis interaksi ini konsisten dengan keyakinan Vygotsky, dimana belajar
adalah proses sosial dan bukan proses individu, dan itu terjadi ketika siswa berinteraksi dengan guru
dan teman sejawat di kelas.
Anghileri (2006; Damayanti, 2016) mengkategorikan scafolding menjadi tiga level, yakni:
level satu, bantuan yang diberikan guru dengan cara menyiapkan lingkungan belajar siswa
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
14
(classroom organization). Kegiatan yang dilakukan guru dalam menyiapkan lingkungan belajar, di
antaranya membentuk kelompok (peer collaboration), mengatur tempat duduk (sequencing and
pacing), dan memberikan tugas terstruktur (structured task). Level dua, antara guru dan siswa
terlibat secara langsung dalam suatu interaksi. Bentuk interaksi yang dimaksud, di antaranya:
explaining (menjelaskan), yaitu menyampaikan konsep yang dipelajari, reviewing (meninjau), yaitu
memfokuskan kembali perhatian siswa, dan restructuring (membangun ulang pemahaman), yaitu
menyederhanakan sesuatu yang abstrak agar dapat dipahami siswa. Pada level tiga, terdapat
interaksi antara guru dan siswa yang ditujukan pada perkembangan pemikiran konseptual dengan
cara menciptakan kesempatan untuk mengungkapkan pemahaman bagi siswa dan guru.
Scaffolding dapat dilakukan dengan berbagai teknik yang fleksibel tergantung kreativitas guru
dan tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran. Bransford et al (2000; Van Der Stuyf, 2000)
scaffolding adalah kegiatan dan tugas meliputi beberapa aspek: 1) memotivasi atau mengetahui
minat anak terkait dengan tugas yang dilakukan; 2) sederhanakan tugas untuk membuat seorang
anak lebih mudah mengerjakannya; 3) berikan beberapa arahan untuk membantu anak fokus pada
pencapaian tujuan; 4) menunjukkan dengan jelas perbedaan antara pekerjaan anak dan standar atau
solusi yang diinginkan; 5) mengurangi frustrasi dan risiko; dan 6) modelkan dan jelaskan ekspektasi
kegiatan yang akan dilakukan.
Scaffolding yang diberikan guru dapat meminimalisir pandangan siswa Sekolah Dasar
terhadap keterbatasan diri yang dimiliki, menumbuhkan sikap dan keyakinan diri positif,
mengurangi kecemasan dan kepekaan diri, serta merubah pandangan orang lain terhadap
kemampuan diri. Terkait dengan gambaran self concept maka tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui peningkatan self concept siswa Sekolah Dasar melalui teknik scaffolding.
METODE
Metode yang digunakan adalah quasi eksperimen dengan desain one groups pretest-posttest.
Penelitian melibatkan 30 siswa SD Negeri 1 Saparua Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku.
Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui purposive sampling, dengan pertimbangan latar
belakang kemampuan siswa yang beragam dan bertujuan menganalisis perbedaan peningkatan Self
concept siswa melalui teknik scaffolding.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
15
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang baik, maka instrumen perlu didesain sebaik
mungkin. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah, 1) pedoman skala pretest self
concept dan skala posttest self concept. Kedua skala ini digunakan untuk mengukur self concept
siswa sebelum dan sesudah diterapkan teknik scaffolding; 2) pedoman wawancara, untuk
mengeksplorasi lebih dalam self concept matematika yang dimiliki siswa.
Skala self concept sebelum disebarkan pada responden terlebih dahulu divalidasi oleh expert
dan dilakukan uji statistik dalam melihat validitas dan reliabilitas. Analisis inferensial untuk data
self concept digunakan paired sample test, namun data skala self concept bertipe ordinal perlu
dikonversikan ke skala interval dengan menggunakan Method Successive Interval (MSI). Untuk
menganalisis peningkatan self concept dalam pembelajaran matematika digunakan N-gain
ternomalisasi (Hake, 1998).
Hasil perhitungan dengan menggunakan N-gain ternomalisasi dalam melihat peningkatan self
concept siswa Sekolah Dasar perlu dikonfirmasikan dengan kriteria N-gain pada Tabel 1.
Tabel 1. Kriteria N-gain
N-gain (<g>) Klasifikasi
g ≥ 0,70 Tinggi
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
g < 0,30 Rendah
HASIL
Scaffolding merupakan salah satu dari beberapa indikator dari pengajaran efektif yang dapat
diterapkan dalam konteks pembelajaran di kelas. Oleh karenanya sebelum dilakukan pendekatan
dengan teknik scaffolding terlebih dahulu diidentifikasi self concept dan kemampuan awal siswa.
Self concept diukur menggunakan skala pretest self concep dan kemampuan awal diukur melalui tes.
Tujuannya untuk mengetahui self concept dan kemampuan awal siswa sebelum dilakukan teknik
scaffolding. Gambar 1 menyajikan teknik scaffolding yang digunakan.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
16
Sumber: Hasil Penelitian
Gambar 1. Teknik Scaffolding
Teknik scaffolding pada Gambar 1 dimulai dengan identifikasi self concept siswa berbantuan
skala pretest self concept dan dilakukan tes awal untuk mengidentifikasi kemampuan awal
matematika siswa. Selanjutnya dilakukan proses brainstorming untuk mengeksplorasi lebih
mendalam terhadap permasalahan self concept siswa. Hasil identifikasi dijadikan acuan untuk
melakukan pemetaan dalam mempartisi permasalahan siswa berdasarkan indikator-indikator self
concept dan mengkategorikan siswa berdasarkan level kemampuan. Sebelum implementasi
pembelajaran siswa diberikan penguatan oleh guru yang mengacu pada hasil identifikasi awal yang
telah dilakukan. Langkah selanjutnya implementasi pembelajaran menggunakan Realistic
Mathematics Education (RME) dan selanjutnya diberikan soal-soal pada siswa sebagai bahan
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
17
latihan. Siswa yang kesulitan menyelesaikan soal di bimbing oleh guru dan teman sejawat yang
berkemampuan tinggi dengan menggunakan metode Drill & Practice.
Tugas guru meninjau hasil kerja siswa dan terfokus pada siswa yang kesulitan mengerjakan
soal, sehingga guru dapat membangun ulang pemahaman siswa terhadap materi yang tidak
dipahami. Feedback dilakukan sebagai suatu interaksi dan dibangun secara kolaboratif antara siswa
yang mampu dan guru dalam memberikan pemahaman bagi siswa lain yang kesulitan
menyelesaikan soal yang diujikan.
Untuk membangun pemahaman konsep siswa Sekolah Dasar maka guru memberikan praktek
melalui penggunaan media pembelajaran kontekstual, menggunakan Bagea (Kue khas masyarakat
Saparua). Praktek dalam pembelajaran matematika merupakan upaya guru membantu siswa
memahami beberapa konsep ukuran statistika diantaranya, rata-rata (mean), median, dan modus.
Salah satu bantuan guru melalui metode praktek dalam mencari rata-rata (mean) disajikan pada
Gambar 2.
Sumber: Hasil Penelitian
Gambar 2. Praktek Scaffolding
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
18
Gambar 2 menunjukan bagaimana guru dan teman sejawat yang memiliki kemampuan
membantu siswa dalam menjelaskan konsep hitung rata-rata melalui penggunaan media
pembelajaran budaya lokal. Praktek dilakukan dengan melibatkan siswa yang kesulitan
menyelesaikan soal yang diujikan, dimana guru membimbing siswa secara bertahap sehingga
mereka dapat memahami konsep yang dipraktekan. Proses ini dapat memicu peningkatan self
concept siswa, karena siswa secara kolaboratif berani memperagakan proses menghitung rata-rata di
depan kelas dan mereka dapat berkomunikasi secara efektif. Hal ini dapat meminimalisir kecemasan
siswa, meningkatkan kepercayaan diri, dan membangun pandangan positif orang lain terhadap
kemampuan diri.
Penguatan lain terhadap self concept siswa juga diberikan guru melalui proses bimbingan baik
secara kelompok maupun individu terhadap siswa yang memiliki self concept matematika rendah
serta siswa diberikan motivasi untuk percaya terhadap kemampuan dari diri dan dapat berinteraksi
dengan teman sejawat dalam proses pembelajaran, sehingga siswa dengan self concept rendah tidak
peka terhadap kelemahan yang ada pada diri mereka.
Untuk melihat perbedaan self concept siswa sebelum dan sesudah diterrapkan teknik scaffolding
maka dilakukan pengujian dengan menggunakan paired sample t test, namun terlebih dahulu
diformulasikan hipotesis penelitian sebagai berikut:
Ho: Tidak ada perbedaan self concept siswa sebelum dan sesudah diterapkan teknik scaffolding
H1: Ada perbedaan self concept siswa sebelum dan sesudah diterapkan teknik scaffolding
Data pretest dan posttest self concept terlebih dahulu dilakukan uji asumsi normalitas dan
homogenitas. Tabel 2 menampilkan hasil uji normalitas dan homogenitas data pretest dan posttest self
concept.
Tabel 2 Uji Normalitas dan Homogenitas
Test Nilai Uji Kolmogorov Smirnov
(Sig.)
Keterangan
Pretest-self cocept Sig. 0,200 Normal
Posttest-self concept Sig. 0,200 Normal
Levene Uji
PrePost_Self concept Sig. 0,82 Homogen
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
19
Tabel 2 menunjukan data Pretest-self cocept dan Posttest-self concept berdistribusi normal
karena signifikansi kedua data sebesar 0,200 lebih besar dari 0,05 (Tingkat pengujian dengan α = 5%).
Untuk pengujian homogenitas data digunakan Levene uji, hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi
sebesar 0,082 lebih besar 0,05 artinya data homogen.
Setelah uji asumsi terpenuhi maka dilakukan pengujian untuk melihat perbedaan peningkatan self
concept siswa. Hasil pengujian menujukan nilai signifikansi sebesar 0,00 < 0,05, sehingga dibuat
keputusan terima H1 yang berarti Ada perbedaan self concept matematis siswa sebelum dan sesudah
diterapkan teknik scaffolding.
Untuk menganalisis peningkatan self concept siswa digunakan N-gain. Tabel 3 menyajikan
peningkatan self concept berbagai indikator yaitu, 1) Sikap dan keyakinan diri (SKD); 2) Pandangan
terhadap kemampuan dan ketidak-mampuan diri (PKDKD); 3) Peka terhadap diri (PTD); dan 4)
Pandangan orang lain terhadap kemampuan diri (POTKD).
Tabel 3. Peningkatan Indikator-Indikator Self Concept
Indikator Nilai N-gain Persentase Kategori
SKD 0,31 31% sedang
PKDKD 0,43 43% sedang
PTD 0,52 52% sedang
POTKD 0,45 45% sedang
Tabel 3 memperlihatkan bahwa indikator-indikator self concept siswa dalam pembelajaran matematika
mencapai peningkatan dalam kategori sedang. Self concept dengan indikator SKD meningkat dengan
persentase 31%, Indikator PKDKD mencapai peningkatan sebesar 43%, dan Indikator SKD meningkat
sebesar 52%, serta indikator POTKD mencapai peningkatan sebesar 45%.
PEMBAHASAN
Self concept penting untuk dimiliki siswa Sekolah Dasar dalam pembelajaran, khusunya
pembelajaran matematika yang bagi banyak siswa dipandang sulit dan kurang menyenangkan.
Siswa dengan self concept positif dapat memicu mereka untuk terlibat aktif dalam menyelesaikan
permasalahan matematika yang menantang.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
20
Identifikasi permasalahan self concept dan kemampuan awal siswa diukur menggunakan skala
pretest self concept dan tes merupakan langkah awal yang dilakukan. Hasil identifikasi dijadikan
acuan untuk klasifikasi permasalahan siswa berdasarkan indikator self concept diantaranya: sikap
dan keyakinan diri, Pandangan terhadap kemampuan dan ketidakmampuan, peka terhadap diri, dan
pandangan oarang lain terhadap diri.
Pembelajaran matematika di kelas menggunakan pendekatan Realistic Mathematics
Education, dimana dalam pembelajaran siswa dibantu oleh guru dengan proses scaffolding.
Tujuannya membimbing siswa menyelesaikan soal-soal secara berjenjang yang dianggap sulit
dengan metode Drill & Practice. Praktek dilakukan berbantuan media pembelajaran lokal sehingga
materi yang dipelajari dapat dipahami dengan baik. Praktek juga memicu keberanian siswa untuk
terlibat aktif dalam mengemukakan pendapat dan melatih siswa secara bersama mengeksplorasi ide-
ide matematis. Proses ini dapat meningkatkan kepercayaan diri siswa dalam pembelajaran di kelas.
Feedback dilakukan untuk merespons permasalahan siswa terhadap permasalahan yang
mungkin terjadi, dimana umpan balik dilakukan secara individu maupun kelompok dan dilakukan
secara kolaborasi sehingga para siswa efektif dalam berinteraksi. Tahapan lain yang dilakukan
adalah melaksanakan proses bimbingan sebagai penguatan self concept siswa.
Untuk proses bimbingan terhadap siswa yang mengalami permasalahan, maka dilakukan
bimbingan secara personal, karena dengan cara ini guru dapat mengerti persoalan siswa secara
mendalam. Siswa tidak merasa malu untuk mengungkapkan permasalahannya, terutama bagi siswa
yang memiliki kepekaan diri yang tinggi. Pengelompokan siswa dalam kelompok-kelompok kecil
juga dilakukan untuk membahas soal yang tidak dipahami. Interaksi terjadi secara efektif dimana
siswa dengan self concept rendah merasa dihargai. Hal ini tentunya meminimalisir pandangan siswa
terhadap keterbatasan diri yang dimiliki. Proses bimbingan secara individu dan kelompok dapat
mengembangkan self concept positif siswa dengan terus memberikan motivasi sebagai penguatan.
Peningkatan self concept siswa dapat ditingkatkan dengan menggunakan berbagai model,
strategi, dan teknik dalam pembelajaran. Penelitian ini menggunakan teknik scaffolding yang
didesain untuk pengembangan self concept siswa dalam pembelajaran matematika. Hasil penelitian
menunjukan terjadi peningkatan indikator-indikator self concept, dimana Indikator SKD meningkat
sebesar 31%, indikator PKDKD mencapai peningkatan 43%, PTD mencapai peningkatan 52% dan
indikator POTDK meningkat sebesar 45%. Indikator-indikator self concept mencapai peningkatan
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
21
dalam kategori sedang. Peningkatan self concept dikarenakan efektifnya proses scaffolding yang
diterapkan dalam pembelajaran.
Self-concept siswa dapat ditingkatkan melalui scaffolding, karena terjadi interaksi sosial antara
guru dan siswa serta siswa dengan teman sejawat. Shavelson, et al (1976; Takaria, 2018) self-
concept bukan merupakan bawaan sejak lahir, namun dapat dikembangkan atau dibangun setiap
individu melalui interaksi dengan lingkungan sosial budaya. Self-concept siswa dapat berkembang
seiring dengan kematangan siswa dalam setiap jenjang pendidikan, dimana kemampuan berpikir
siswa semakin bertambah dan tingkat emosional dapat terkontrol dengan baik.
Scaffolding penting untuk dilakukan namum bantuan yang diberikan jangan sampai berlebihan
sehingga membuat siswa selalu bergantung pada guru. Seharusnya siswa dibimbing bagaimana cara
mereka dapat mengeksplorasi ide-ide kreatif. Hal ini membuat siswa dapat belajar secara mandiri
dan dapat membangun interaksi sosial, serta mampu berpikir untuk pemecahan suatu permasalahan.
PENUTUP
Berdasarkan hasil-hasil penelitian yang diperoleh, dapat tarik beberapa kesimpulan: 1) terdapat
perbedaan self concept siswa Sekolah Dasar sebelum dan sesudah diterapkan teknik scaffolding; 2)
terdapat peningkatan self concept, dimana indikator-indiktor self concept siswa Sekolah Dasar
mencapai peningkatan dalam kategori sedang. Self concept dengan Indikator SKD meningkat
sebesar 31%, indikator PKDKD mencapai peningkatan sebesar 43%, PTD mencapai peningkatan
52% dan indikator POTDK meningkat sebesar 45%. Peningkatan dikarenakan efektifitas teknik
scaffolding yang diterapkan.
Sebagai suatu penulisan ilmiah dan mengacu pada kesimpulan terhadap hasil-hasil penelitian,
maka disarankan untuk melakukan penelitian lainnya dalam pengembangan teknik scaffolding yang
bervariasi sebagai upaya peningkatan self concept atau aspek sikap lainnya. Disarankan pada guru
untuk melakukan Scaffolding pada siswa secara terstruktur sehingga siswa dapat mengeksplorasi ide
kreatif terhadap pemecahan suatu masalah. Scaffolding yang diberikan guru jangan sampai membuat
siswa merasa ketergantungan pada guru karena dapat menghambat kemampuan berpikir siswa.
DAFTAR RUJUKAN
Alwisol. (2007). Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
22
Anghileri, J. (2006). Scaffolding Practices that Enhance Mathematics Learning. Journal of
Mathematics Teacher Education. Vol. 9: 33–52
Bransford, J., Brown, A., & Cocking, R. (2000). How People Learn: Brain, Mind, and Experience
& School. Washington, DC: National Academy Press
Byrne, B. (1984). The General/Academic Self-concept Nomological Network: A Review of
Construct Validation Research. Review of Educational Research, 54(3), 427-456
Damayanti, N. W. (2016). Praktik Pemberian Scaffolding Oleh Mahasiswa Pendidikan Matematika
Pada Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar (SBM) Matematika. Likhitaprajna Jurnal
Ilmiah.Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. 18(1), 85-95
Dayakisni, T., & Hudaniah. (2009). Psikologi sosial. Malang: UMM Press.
Dramanu, B. Y., & Balarabe, M. (2013). Relationship Between Academic Selfconcept And
Academic Performance Of Junior High School Students In Ghana. European Scientific
Journal, 9(34), 93-104
Gonulal, T., & Loewen, S. (2018). Scaffolding Technique. The TESOL Encyclopedia of English
Language Teaching, First Edition. Edited by John I. Liontas (Project Editor: Margo
DelliCarpini) (Online) Tersedia: https:// www.researchgate.net/publication/
322751945_Scaffolding_Technique
Hake, R, R. (1998). Interactive-Engagement Versus Traditional Methods: A Six- Thousand-Student
Survey of Mechanics Tes Data For Introductory Physics Course. Am. J. Phys. 66 (1), 64-74
Liu, Hui-Ju (2009). Exploring changes in academic self-concept in abilitygrouped english classes.
chang gung. Journal of Humanities and Social Sciences, 2(2) 411-432
Khalaila, R. (2015). The relationship between academic self-concept, intrinsic motivation, test
anxiety, and academic achievement among nursing students: Mediating and moderating
effects. Nurse Education Today, 35, 432-438. doi:10.1016/j.nedt.2014.11.001
Marsh, H. W., & Craven, R. G. (2006). Reciprocal effects of self-concept and performance from a
multidimensional perspective: Beyond seductive pleasure and unidimensional perspectives.
Perspectives on Psychological Science, 1, 133-16.
Marsh, H. W., & Martin, A. J. (2010). Academic self-concept and academic achievement: Relations
and causal ordering. British Journal of Educational Psychology, 81, 59-77.
doi:10.1348/000709910X503501
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
23
McInerney, D. M., Wing-yi Cheng, R., Mo Ching Mok, M., & Kwok Hap Lam, A. (2012).
Academic Self-Concept and Learning Strategies: Direction of Effect on Student Academic
Achievement. Journal of Advanced Academics 23(3), 249–269
Masturah, A. N. (2017). Gambaran Konsep Diri Mahasiswa Ditinjau Dari Perspektif Budaya.
Indigenous: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(2), 128-136
Obilor, I. E. (2011). Relationship Between Self-Concept and Mathematics Achievement of Senior
Secondary Students in Port Harcourt Metropolis. Journal of Educational and Social
Research. 1(4), 39-46
Shavelson, R.J., Hubner, J. J., & Stanton, G. C. (1976). Self-Concept: Validation of Construct
Interpretations. Review of Educational Research 46(3), 407–41
Sumartini, T. S. (2015). self concept siswa melalui model pembelajaran concept attainment.
Mosharafa Jurnal Pendidikan Matematika. 4(2), 48-57
Takaria, J. (2015). Peningkatan Literasi Statistis, Representasi Matematis, dan Self Concept
Mahasiswa Calon Guru Sekolah Dasar Melalui Model Collaborative Problem Solving.
Disertasi UPI Bandung
Takaria, J. (2018). Penerapan Pembelajaran Collaborative Problem Solving Untuk Meningkatkan
Self Concept Mahasiswa. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan. 2(1), 83-93. http://dx.
doi.org/ 10.30598/jbkt.v2i1.239
Timmerman, H. L., Toll, S. W. M., & Van Luit, J. E.H. (2017). The Relation Between Math Self-
Concept, Test and Math Anxiety, Achievement Motivation and Math Achievement In 12 To
14-Year- Old Typically Developing Adolescents. Psychology, Society, & Education, 9(1),
89-103. DOI: 10.25115/psye.v9i1.465
Tun, Y, B, U., & Yates, S, M. (2007) A Rasch analysis of the Academic Self-Concept
Questionnaire. International Education Journal, 2007, 8(2), 470-484
Valentine, J. C., Dubois, D. L., & Cooper, H. (2004). The Relations Between Self-Beliefs and
Academic Achievement: A systematic Review. Educational Psychologist, 39(2), 111-133
Van Der Stuyf, R. R. (2002). Scaffolding as a Teaching Strategy. Adolescent Learning and
Development Section 0500A, (Online): Tersedia https://
pdfs.semanticscholar.org/4cca/0aa813c2b329e309721bffe4c30613416bb5.pdf
Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan Volume 03 Number 01 2019 ISSN: Print 2549-4511 – Online 2549-9092
http://ojs.unpatti.ac.id/index.php/bkt
24
Veeramuthu A/L Veerappan., Hui Suan, W., & Sulaiman, T. (2011). The Effect of Scaffolding
Technique in Journal Writing among the Second Language Learners. Journal of Language
Teaching and Research, 2(4), 934-940
Wang, J. (2007). A Trend Study of Self-Concept and Mathematics Achievement in a Cross-Cultural
Context. Mathematics Education Research Journal, Springer, 19(3), 33-47.
https://doi.org/10.1007/BF03217461