Upload
putra-syah
View
3.335
Download
11
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Membahas mengenai pengeloaan limbah dari industri tahu yang sering meresahkan dan mengganggu kesehatan masyarakat
Citation preview
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 1
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TAHU
SETIAWAN PUTRA SYAH B251100011
PS Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor
I. Pendahuluan
Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di
Indonesia, yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain
mengandung gizi yang baik, rasanya enak serta harganya terjangkau, disamping
itu pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Hal tersebut menyebabkan
banyak dari masyarakat Indonesia memilih untuk menjalankan bisnis industri
pembuatan tahu skala rumaha tangga (industri kecil), dengan teknologi yang
sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan)
dirasakan masih rendah dan dapat dipastikan tingkat produksi limbah yang
dihasilkan juga sangat tinggi.
Kegiatan industri tahu di Indonesia di dominasi oleh usaha-usaha kecil
dengan skala terbatas, Dari segi lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh
wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf
pendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan
limbah (Kaswinarni 2007). Limbah hasil sisa produksi tahu pada umumnya
dibuang langsung ke lingkungan sehingga mengakibatkan dampak pencemaran
yang cukup besar. Limbah produksi tahu yang berupa limbah cair dan limbah
padat bila dibuang langsung ke lingkungan tanpa dilakukan pengolahan terlebih
dahulu dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti polusi (air, udara),
gangguan estetika, kesehatan masyarakat disekitar indutri, serta dapat
mempengaruhi keseimbangan ekosistem dalam batasan ekosistem lokal hingga
biosfer. Sebelum limbah di buang ke lingkungan, sangat perlu adanya suatu
proses pengolahan pada limbah untuk menghilangkan atau paling tidak
meminimalisisr dampak dari limbah sisa industri tahu terhadap ekosistem sekitar,
terutama terhadap kesehatan masyarakat sekitar industri.
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 2
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
II. Proses Produksi Tahu
Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga
dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara
pembuatan tahu pada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama
dan kalaupun ada perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal
protein yang digunakan (Kaswinarni 2007).
Menurut Santoso (1993), diacu dalam Pohan (2008), proses pembuatan
tahu relatif sederhana , protein-protein dalam bahan baku di ekstraksi secara
fisika, dimasak dan digumpalkan dengan koagulan asam asetat (C3COOH) dan
batu tahu (CaSo4 dan H2O), lalu disaring, kemudian di pres dan dicetak. Diagram
alir proses produksi tahu secara rinci dan limbah yang dihasilkan dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu (BPPT 1997, diacu
dalam Pohan 2008).
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 3
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
III. Jenis, Karakteristik dan Dampak dari Limbah Industri Tahu.
A. Jenis Limbah Tahu
Limbah industri tahu pada umumnya ada dua jenis yaitu limbah padat
dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil
pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang
menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan
ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal
(pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak
begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang
berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai (Kaswinarni
2007).
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu jumlahnya lebih
banyak dibanding limbah padat, karena hampir setiap tahap produksi
menggunakan air dalam prosesnya. Menurut Nuraida (1985), diacu dalam Pohan
(2008) jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan
berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kg bahan baku kacang kedelai.
Perbandingan jumlah air produksi dan jumlah limbah air dapat dilihat pada
Gambar 2. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan
kental yang terpisah dari tahu pada tahap proses penggumpalan dan
penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya
berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian,
penyaringan, pencucian peralatan proses, dan laintai (Husin 2008).
Gambar 2. Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu (BPPT 1997, diacu dalam Pohan 2008).
Ampas Tahu 70 Kg
Whey 2610 Kg
Bahan baku/input
Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg
Energi
Limbah
Ternak
Manusia Proses
Tahu 80 Kg
Teknologi
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 4
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
B. Karakteristik Limbah
Karakteristik buangan industri tahu terbagi menjadi dua, yaitu karakteristik
fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi,
suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan
anorganik dan gas (Kaswinarni 2007). Menurut Eckenfelder (1989), diacu dalam
Husin (2008) parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakteristik air
buangan industri adalah; parameter fisika (kekeruhan, suhu, zat padat, bau, dll.),
dan parameter kimia, dibedakan atas; kimia organik (kandungan organik; BOD,
COD, Oksigen terlarut (DO), minyak/lemak, Nitrogen-Total (N-Total), dll.), serta
kimia anorganik (pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S, dll.).
Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu
limbah tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 80oC – 100oC
(BPPT 1997, diacu dalam Pohan 2008), kekeruhan 535-585 FTU, warna
2.225 – 2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1 (Herlambang 2002, diacu dalam
Kaswinarni 2007). Tingkat pencemaran tersebut melebihi baku mutu air limbah
industri yang telah ditetapkan (Tabel 1). Apabila air limbah tersebut langsung
dibuang keperairan maka dapat mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan
oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas dan tegangan permukaan.
Bahan-bahan organik yang terkandung dalam buangan industri tahu pada
umumnya sangat tinggi. Kualitas air buangan industri tahu bergantung dari
proses yang digunakan. Apabila prosesnya baik, maka kandungan bahan organik
pada air buangannya biasanya rendah (Kaswinarni 2007). Senyawa organik
dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan
minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, yang paling besar jumlahnya
adalah protein dan lemak (Nurhasan dan Pramudyanto 1991, diacu dalam Pohan
2008). Protein mencapai 40 – 60%, karbohidrat 25 – 50%, dan lemak 10%
(Sugiharto 1994, diacu dalam Pohan 2008). Komponen terbesar dari limbah cair
tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 – 434,78 mg/l, sehingga masuknya
limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di
perairan tersebut (Herlambang 2002, diacu dalam Kaswinarni 2007). Untuk
menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik
pengujian seperti BOD, COD, dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang
sering digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik (BPPT
1997, diacu dalam Pohan 2008).
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 5
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
Menurut Pohan (2008), air limbah tahu cenderung memiliki sifat asam
sehingga pada keadaan asam ini, akan terlepas gas-gas yang mudah menguap,
mengakibatkan limbah cair industri tahu berbau busuk. Gas-gas yang biasa
ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2), hidrogen
sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas
tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam
air buangan (Herlambang, 2002; dalam Kaswinarni 2007).
Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain :
a). Padatan tersuspensi (TSS), yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak
larut dalam air. Padatan tersuspensi sangat berkitan erat dengan tingkat
kekeruhan air. Semakin tingggi bahan tersuspensi maka air yang dihasilkan
akan semakin keruh (Metcalf & Eddy, 2003; dalam Husin, 2008).
b). Biochemical Oksigen Deman (BOD), Merupakan parameter untuk menilai
jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang
diperlukan oleh aktifitas mikroba dalam mengurai zat organik secara biologis
di dalam limbah cair (Metcalf & Eddy, 2003; dalam Husin, 2008). Limbsh cair
industri tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi.
c). Chemical Oksigen Demand (COD) atau disebut juga kebutuhan oksigen
kimiawi, merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (missal
kalium dikromat) untuk mengoksidasi seluruh material baik organik maupun
anorganik yang terdapat dalam air (Metcalf & Eddy, 2003; dalam Husin,
2008). Jika kandungan organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen
terlarut dalam air dapat mencapai nol, sehingga biota-biota air yang
membutuhkan oksigen tidak memungkinkan untuk hidup.
d). Nitrogen-Total (N-Total) yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran senyawa
kompleks antara lain asam-asam amino, gula amino, dan protein (polimer
asam amino). Dalam analisis limbah cair, N-Total terdiri dari campuran antara
N-organik, N-amino, nitrat dan nitrit (Sawyet et al. 1994, diacu dalam Husin
2008). Senyawa-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa yang mudah
terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui aksi mikroorganisme dalam
lingkungan air atau tanah (Metcalf & Eddy 2003, diacu dalam Husin 2008).
Limbah cair industri tahu mengandung N-Total sebesar 434,78 mg/l.
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 6
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
e). Drajat Keasaman (pH). Air limbah industri tahu sangat bersifat asam, pada
keadaan asam ini akan melepaskan zat-zat yang mudah menguap yang
mengakibatkan limbah cairan industri tahu mengeluarkan bau busuk.
Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4) atau asam asetat
sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion
logam. Kuswardani (1985) melaporkan bahwa limbah cair industri tahu
mengandung Pb (0,24 mg/l); Ca (34,03 mg/l); Fe (0,19 mg/l); Cu (0,12 mg/l) dan
Na (0,59 mg/l) (Pohan, 2008).
Menurut Nuriswanto (1995), diacu dalam Sudaryati, dkk (2007) dalam
penelitiannya bahwa air limbah industri tahu memiliki angka COD (Chemical
Oxygen Demand) antara 1940-4800 mg/L, BOD (Biological Oxygen Demand)
antara 1070-2600 mg/L, padatan tidak larut antara 2100-3800 mg/L dan pH
antara 4,5 – 5,7. Air limbah tersebut dihasilkan dari ± 875 L per 35 kg bahan
baku kedelai. Sementara menurut kajian analisis resiko dari limbah tahu oleh
Damayanti, dkk (2004) diperoleh rata-rata kandungan pencemaran limbah tahu
yaitu COD 7050 mg/l, BOD 5389,5 mg/l, N-Total 161,5 mg/l, P-Total 81,6 mg/l,
dan pH 4,11. Adapun standar baku mutu limbah air tahu yang dapat dilepas ke
badan sungai menurut perda Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004, dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Tahu
No. Parameter
Industri Tahu
Kadar Maks (Mg/l) Beban Pencemaran
(Kg/ton kedelai)
1. Temperature 38 -
2. BOD 150 3
3. COD 275 5,5
4. TSS 100 22
5. pH 6,0 – 9,0
6. Debit Maks 20 m2/ton kedelai
Sumber: Perda Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004, diacu dalam Kaswinarni, (2007).
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 7
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
C. Dampak Pencemaran Limbah Tahu
Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran
lingkungan. Beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan
serius terutama untuk perairan di sekitar industri tahu. Herlambang (2002) dalam
Kaswinarni (2007) menuliskan dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan
organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik.
Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik.
Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi
molekul organik yang sederhana.
Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai
makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses
metabolism oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam
air sedikit yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses
fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban
organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan
produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hidrogen
sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian
besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan
(gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau yang
dapat menggangu kenyamanan masyarakat sekitar pabrik industri tahu.
Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun
terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan
menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun
atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya
yang merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila
dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan
berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan gangguan pernapasan. Apabila air
limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka dapat
mencemari air sumur (air tanah) sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila
limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai (air permukaan)
sehingga bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang
berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya,
khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang
tidak baik (Kaswinarni 2007).
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 8
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
IV. Pengelolaan dan Pemanfaatan Limbah Industri Tahu
A. Limbah Cair
Berbagai upaya untuk mengolah industri tahu telah dikembangkan.
Namun secara umum berdasarkan sifat limbah cair, proses pengolahan limbah
cair dapat dibedakan menjadi 3 yaitu (Darsono 2007):
1) Proses fisika, proses ini dilakukan secara mekanik tanpa penambahan
bahan-bahan kimia. Proses ini meliputi: penyaringan, pengendapan, dan
pengapungan.
2) Proses kimia, proses ini menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan
bahan pencemar.
3) Proses biologi, yaitu dengan menghilangkan polutan menggunakan kerja
mikroorganisme.
Pada kenyataannya proses pengolahan ini tidak berjalan sendiri-sendiri,
tapi sering harus dilaksanakan dengan cara kombinasi. Pemilihan sistem
pengolahan air limbah didasarkan pada sifat dan karakter air limbah tahu itu
sendiri. Sifat dan karakteristik air limbah sangat menentukan didalam pemilihan
sistem pengolahan air limbah, terutama pada kualitas air limbah yang meliputi
parameter-parameter pH, COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological
Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Solid). Dari beberapa macam cara
pengolahan limbah cair yang ada, maka salah satu alternatif yang cukup tepat
untuk pengolahan air buangan limbah tahu adalah dengan proses biologis. Cara
ini relative sederhana dan tidak mempunyai efek samping yang serius. Ada
beberapa proses biologis, diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob
Pengolahan limbah cair secara anaerob dilakukan dengan
mempergunakan bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen bebas. Bakteri
ini dapat bekerja dengan baik pada suhu yang semakin tinggi sampai 40 derajat
celcius, pada pH sekitar 7. Bakteri ini juga akan bekerja dengan baik pada
keadaan yang gelap dan tertutup (Darsono 2007). Proses anaerobik pada
dasarnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba yang dilakukan
pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Proses anaerobik dapat digunakan
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 9
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
untuk mengolah berbagai jenis limbah yang bersifat biodegradable, termasuk
limbah industri makanan salah satunya adalah limbah tahu.
Proses biologi anaerobik merupakan sistem pengolahan air limbah tahu
yang banyak digunakan. Pertimbangan yang dilakukan adalah mudah, murah
dan hasilnya bagus. Proses biologi anaerobik merupakan salah satu sistem
pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bekerja
pada kondisi anaerob. Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat
dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metana. Selebihnya
terdapat interaksi sinergis antara bermacammacam kelompok bakteri yang
berperan dalam penguraian limbah. Kelompok bakteri non metanogen yang
bertanggung jawab untuk proses hidrolisis dan fermentasi terdiri dari bakteri
anaerob fakultatif dan obligat. Mikroorganisme yang diisolasi dari digester
anaerobik adalah Clostridium spp., Peptococcus anaerobus, Bifidobacterium
spp., Desulphovibrio spp., Corynebacterium spp., Lactobacillus, Actonomyces,
Staphylococcus, and Eschericia coli (Metcalf and Eddy, 2003; dalam Kaswinarni
2007).
Ada tiga tahapan dasar yang termasuk dalam keseluruhan proses
pengolahan limbah secara oksidasi anaerobik, yaitu : hidrolisis, fermentasi (yang
juga dikenal dengan sebutan asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf and
Eddy 2003, diacu dalam Husin 2008). Selama proses hidrolsis, bakteri fermentasi
mengubah materi organik kompleks yang tidak larut, seperti selulosa menjadi
molekul-molekul yang dapat larut, seperti asam lemak, asam amino dan gula.
Materi polimer komplek dihidrolisa menjadi monomer-monomer, contoh : selulosa
menjadi gula atau alkohol. Molekul-molekul monomer ini dapat langsung
dimanfaatkan oleh kelompok bakteri selanjutnya. Hidrolisis molekul kompleks
dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti selulase, protease, dan lipase.
Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi
terbatas dalam penguraian limbah selulolitik yang mengandung lignin
(Kaswinarni 2007).
Pada proses fermentasi (asidifikasi), bakteri asidogenik (pembentuk
asam) merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik
(asam asetat, propionate, butirat, laktat, format) alkohol dan keton (etanol,
methanol, gliserol dan aseton), asetat, CO2 dan H2. Produk utama dari proses
fermentasi ini adalah asetat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis
bakteri dan kondisi kultur seperti pH dan suhu (Husin, 2008).
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 10
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
Tahap ketiga yaitu tahap metagogenesis (metanasi), merupakan tahap
pembentukan gas metan dari asam asetat dan H2 serta CO2 (Ridlo 1996, diacu
dalam Husin 2008). Proses Metanasi dilakukan oleh dua grup mikroorganisme
yang secara kolektif disebut metanogenik (Balch et al. 1997, diacu dalam Husin
2008). Kelompok pertama, aceticlastic methanogens, membagi asetat ke dalam
metan dan karbondioksida. Kelompok kedua, hydrogen memanfaatkan
metanogen, yaitu menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2
sebagai aseptor elektron untuk memproduksi metan. Bakteri di dalam proses
anaerobik, yaitu bakteri acetogens, juga mampu menggunakan CO2 untuk
mengoksidasi dan bentuk asam asetat. Dimana asam asetat dikonversi menjadi
metan. Sekitar 72% metan yang diproduksi dalam digester anaerobik adalah
formasi dari asetat (Kaswinarni 2007).
Salah satu contoh pengolahan limbah secara anerob adalah system
anaerobik biogas. Penggunaan system anaerobik biogas ini merupakan salah
satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan, karena dengan fermentasi
bakteri anaerob (bakteri metan) maka tingkat pengurangan pencemaran
lingkungan dengan parameter BOD, COD akan berkurang sampai 90%. Sistem
ini banyak dipakai dengan pertimbangan ada manfaat yang bisa diambil yaitu
pemanfaatan biogas yang sangat memungkinkan digunakan sebagai sumber
energi karena gas metan sama dengan gas elpiji (liquid petroleum gas/LPG).
Gambar 3. Bak Sistem Anaerob Biogas (Kaswinarni 2007)
2. Pengolahan Limbah Cair Secara Aerob
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 11
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
Pengolahan limbah secara aerob yaitu dengan mempergunakan bakteri
aerob yang memerlukan oksigen bebas. Bakteri ini akan bekerja dengan baik
pada pH sekitar 7 dengan suhu yang semakin tinggi sampai pada 40oC
(Darsono, 2007). Oleh karena itu dalam pengolahan limbah secara aerob harus
dimasukkan oksigen dari udara secara kontinyu (Sugiarto 1987, diacu dalam
Darsono 2007). Pada umumnya sistem aerob merupakan proses lanjutan dari
proses anaerob untuk mendegradasi kandungan senyawa organik air limbah
yang masih tersisa setelah proses anaerobik. Sistem penanganan aerobik
digunakan sebagai pencegah timbulnya masalah bau selama penanganan
limbah, agar memenuhi persyaratan effluent dan untuk stabilisasi limbah
sebelum dialirkan ke badan penerima (Jenie dan Rahayu 1993, diacu dalam
Kaswinarni 2007).
Dalam proses sistem aerobik digunakan aerator untuk memenuhi
melarutkan oksigen dalam air limbah sebagai kebutuhan oksigen dari mikroba.
Penyediaan oksigen bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan lingkungan dan
kondisi sehingga bakteri pengurai bahan organik dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan molekul oksigen
sebagai aseptor elektron akhir adalah proses utama yang menghasilkan energi
kimia untuk mikroorganisme dalam proses ini. Secara umum penggunaan
oksigen dalam proses aerobik mikroorganisme memerlukan udara 10 mg/l/jam
(Hammer 2004, diacu dalam Pohan 2008). Mikroba yang menggunakan oksigen
sebagai aseptor elektron akhir adalah mikroorganisme aerobik (Jenie dan
Rahayu 1993, diacu dalam Kaswinarni 2007). Bahan organik akan disintesa oleh
mikroorganisme aerobik menjadi sel-sel baru dan sebagian lagi akan dikonversi
menjadi produk akhir (CO2, H2O, NO3) yang stabil. Reaksi kimia dalam suasana
aerob akan berlangsung lebih cepat dibandingkan suasana anaerobik (Suriawiria
1996, diacu dalam Pohan 2008).
Pengolahan limbah dengan sistem aerobik yang biasa dipakai adalah
pengolahan dengan sistem biofilter aerobik. Biofilter aerobik merupakan salah
satu cara pengolahan limbah dengan memanfaatkan kehadiran secara buatan
dari kelompok mikroba yang melekat pada media yang dipakai. Limbah cair akan
dilewatkan melalui media secara kontinu. Adanya bahan isian padat (kerikil,
plastik atau bahan padat lainnya) menyebabkan mikroorganisme yang terlibat
tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan
media tersebut. Biofilter tersebut akan dapat melakukan proses pengolahan atau
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 12
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
penyisihan bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam limbah cair (Husin
2008).
3. Pengolahan Limbah Cair Sistem Kombinasi (Anaerob-aerob).
Sistem kombinasi (Anerob-aerob) memadukan sistem anaerob dan
aerob, sehingga hasil output air yang dihasilkan lebih stabil. Pada dasarnya
proses pengolahan kombinasi ini dibagi menjadi dua tahap yakni; pertama
proses penguraian anaerobik dan yang kedua proses pengolahan lanjut dengan
sistem biofilter anaerobik-aerobik.
Penguraian anaerobik. Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan
tahu dikumpulkan melalui saluran limbah, kemudian dialirkan ke bak untuk
memisahkan buangan padat. Selanjutnya limbah dialirkan ke bak pengurai
anaerobik. Di dalam bak pengurai anaerobik tersebut pencemar organik yang
ada dalam limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerobik,
menghasilkan gas hydrogen dan metana yang dapat digunakan sebagai bahan
bakar. Pada proses tahap pertama efisiensi penurunan nilai COD dalam limbah
dapat mencapai 80-90%. Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan
proses pengolahan lanjut dengan sistem kombinasi anaerobik-aerobik dengan
menggunakan biofilter (Herlambang 2002, diacu dalam Kaswinarni 2007).
Proses pengolahan lanjut. Proses pengolahan limbah dengan proses
biofilter anaerobik-aerobik terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap
awal, biofilter anaerobik, biofilter aerobik, bak pengendap akhir, dan jika perlu
dilengkapi dengan bak klorinasi. Limbah yang berasal dari proses penguraian
anaerobik (pengolahan tahap pertama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk
mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnva. Selain sebagai bak
pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai
senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur dan penampung
lumpur (Said dan Wahjono 1999).
Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak
anaerobik dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow) dan dari bawah ke
atas (up flow). Di dalam bak anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan
plastik atau kerikil dan batu pecah. Jumlah bak anaerobik ini bisa dibuat lebih
dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah.
Penguraian zat-zat organik yang ada dalam limbah dilakukan oleh bakteri
anaerobik. Setelah beberapa hari, pada permukaan media filter akan tumbuh
lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 13
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap awal. Air limpasan dari
bak anaerobik dialirkan ke bak aerobik. Di dalam bak aerobik ini dapat diisi
dengan media dari bahan kerikil atau plastik atau batu apung atau bahan serat
sesuai dengan kebutuhan atau dana yang tersedia, sambil diaerasi atau
dihembus dengan udara, sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan
zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada
permukaan media. Dengan demikian limbah akan kontak dengan
mikroorganisme yang, tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada
permukaan media (Said dan Wahjono 1999).
Dari proses tersebut efisiensi penguraian zat organik dan deterjen dapat
ditingkatkan serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi
penghilangan relatif menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan aerasi
kontak (contact aeration). Dari bak aerasi, limbah dialirkan ke bak pengendap
akhir. Di dalam bak ini kembali ke bagian awal bak aerasi dengan pompa
sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan dialirkan ke bak klorinasi. Di dalam bak
klorinasi ini limbah direaksikan dengan klor untuk membunuh mikroorganisme.
Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat langsung dibuang
ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerobik-aerobik
tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD) juga menurunkan
amonia, deterjen, muatan padat tersuspensi (MPT) fosfat dan lainnva. Dengan
adanya proses pengolahan lanjut tersebut, nilai COD dalam air olahan yang
dihasilkan akan relative rendah (Said dan Wahjono 1999).
Gambar 4. Diagram Proses Pengolahan Limbah Industri Tahu dengan Sistem Kombinasi Biofilter Anaerob-aerob (Said dan Wahjono 1999).
B. Limbah Padat
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 14
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil
pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup
tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. Ampas tahu masih
mengandung protein 27 gr, karbohidrat 41,3 gr, maka dimungkinkan untuk
dimanfaatkan kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan
dalam pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk, dll).
Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut
dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai
bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain dihasilkannya suatu
produk yang masih mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi serta lingkungan
menjadi bersih. Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan
penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie,
cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu (Kaswinarni 2007).
Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan
penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie,
cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar 5. Aneka kue kering dan coklat cake dari tepung serat ampas tahu.
Ampas tahu kebanyakan oleh masyarakat digunakan sebagai bahan
pembuat tempe gembus. Hal ini dilakukan karena proses pembuatan tempe
gembus yang mudah (tidak perlu keterampilan khusus) dan biayanya cukup
murah. Selain tempe gembus, ampas tahu juga diolah untuk dijadikan pakan
ternak. Proses pembuatannya yaitu campuran ampas tahu dan kulit kedelai yang
sudah tidak digunakan dicampur dengan air, bekatul, tepung ikan dan hijauan,
lalu diaduk hingga tercampur rata, kemudian siap diberikan ke hewan ternak
(Kaswinarni 2007).
V. Kesimpulan
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 15
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
Dari pemaparan yang telah dibahas di atas maka dapat disimbulkan
sebagai berikut :
1. Tahu yang merupakan makanan tradisional dan digemari masyarakat
Indonesia, selain memiliki nilai gizi yang tinggi juga mudah dan relatif
murah dalam proses pembuatannya sehingga tidak sedikit dari
masyarakat Indonesia memilih untuk menjalankan bisnis industri tahu.
2. Industri tahu merupakan salah satu industri dengan produksi limbah yang
besar baik berupa limbah cair maupun limbah padat, yang apabila
dibuang langsung ke lingkungan akan mengakibatkan dampak
pencemaran lingkungan yang sangat besar.
3. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik
fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan
tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan
organik, bahan anorganik dan gas.
4. Dampak pencemaran limbah tahu dapat berupa gangguan terhadap
kehidupan biotik, turunnya kualitas air perairan, menggangu kenyamanan,
estetika, serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat sekitar
indutri.
5. Pengolahan limbah cair industri tahu dapat berupa pengolahan limbah
cair secara anaerob, aerob, dan kombinasi anaerob-aerob. Sedangkan
pengolahan limbah padat yang berupa ampas tahu dapat dimanfaatkan
kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan dalam
pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk,
dll.), digunakan sebagai bahan pembuat tempe gembus, serta juga diolah
untuk dijadikan pakan ternak.
S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 16
Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner
Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor
DAFTAR PUSTAKA
Damayanti A, J Hermana, A Masduqi. 2004. Analisis Resiko Lingkungan dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu dengan Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.). Jurnal Purifikasi, (4)5:151-156.
Husin A. 2008. Pengolahan Limbah Cair Indutri Tahu dengan Biofiltrasi Anaerob
dalam Reaktor Fixed-bed [tesis]. Medan: Sekolah Pasca Sarjana,
Universitas Sumatera Utara.
Kaswinarni F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri
Tahu [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.
Pohan N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter
Aerobik [tesis]. Medan: Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera
Utara.
Sudaryati NLG, IW Kasa, IWB Suyasa. 2007. Pemanfaatan Sedimen Perairan Tercemar sebagai Bahan Lumpur Aktif dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Ecotrophic 3(1):21-29.
Darsono V. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob Dan Aerob.
Jurnal Teknologi Industri 11(1):9-20. Said NI, HD Wahjono. 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu – Tempe
dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Jakarta: Kelompok Teknologi Pengolahan air Bersih dan Limbah Cair, Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi, Informasi, Energi, Material, dan Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.