16
Setiawan Putra Syah 2011 | 1 Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TAHU SETIAWAN PUTRA SYAH B251100011 PS Kesehatan Masyarakat Veteriner Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor I. Pendahuluan Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di Indonesia, yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain mengandung gizi yang baik, rasanya enak serta harganya terjangkau, disamping itu pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Hal tersebut menyebabkan banyak dari masyarakat Indonesia memilih untuk menjalankan bisnis industri pembuatan tahu skala rumaha tangga (industri kecil), dengan teknologi yang sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan) dirasakan masih rendah dan dapat dipastikan tingkat produksi limbah yang dihasilkan juga sangat tinggi. Kegiatan industri tahu di Indonesia di dominasi oleh usaha-usaha kecil dengan skala terbatas, Dari segi lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf pendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan limbah (Kaswinarni 2007). Limbah hasil sisa produksi tahu pada umumnya dibuang langsung ke lingkungan sehingga mengakibatkan dampak pencemaran yang cukup besar. Limbah produksi tahu yang berupa limbah cair dan limbah padat bila dibuang langsung ke lingkungan tanpa dilakukan pengolahan terlebih dahulu dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti polusi (air, udara), gangguan estetika, kesehatan masyarakat disekitar indutri, serta dapat mempengaruhi keseimbangan ekosistem dalam batasan ekosistem lokal hingga biosfer. Sebelum limbah di buang ke lingkungan, sangat perlu adanya suatu proses pengolahan pada limbah untuk menghilangkan atau paling tidak meminimalisisr dampak dari limbah sisa industri tahu terhadap ekosistem sekitar, terutama terhadap kesehatan masyarakat sekitar industri.

Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Membahas mengenai pengeloaan limbah dari industri tahu yang sering meresahkan dan mengganggu kesehatan masyarakat

Citation preview

Page 1: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 1

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI TAHU

SETIAWAN PUTRA SYAH B251100011

PS Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor

I. Pendahuluan

Tahu merupakan makanan tradisional sebagian besar masyarakat di

Indonesia, yang digemari hampir seluruh lapisan masyarakat. Selain

mengandung gizi yang baik, rasanya enak serta harganya terjangkau, disamping

itu pembuatan tahu juga relatif murah dan sederhana. Hal tersebut menyebabkan

banyak dari masyarakat Indonesia memilih untuk menjalankan bisnis industri

pembuatan tahu skala rumaha tangga (industri kecil), dengan teknologi yang

sederhana, sehingga tingkat efisiensi penggunaan sumber daya (air dan bahan)

dirasakan masih rendah dan dapat dipastikan tingkat produksi limbah yang

dihasilkan juga sangat tinggi.

Kegiatan industri tahu di Indonesia di dominasi oleh usaha-usaha kecil

dengan skala terbatas, Dari segi lokasi, usaha ini juga sangat tersebar di seluruh

wilayah Indonesia. Sumber daya manusia yang terlibat pada umumnya bertaraf

pendidikan yang relatif rendah, serta belum banyak yang melakukan pengolahan

limbah (Kaswinarni 2007). Limbah hasil sisa produksi tahu pada umumnya

dibuang langsung ke lingkungan sehingga mengakibatkan dampak pencemaran

yang cukup besar. Limbah produksi tahu yang berupa limbah cair dan limbah

padat bila dibuang langsung ke lingkungan tanpa dilakukan pengolahan terlebih

dahulu dapat mengakibatkan berbagai masalah seperti polusi (air, udara),

gangguan estetika, kesehatan masyarakat disekitar indutri, serta dapat

mempengaruhi keseimbangan ekosistem dalam batasan ekosistem lokal hingga

biosfer. Sebelum limbah di buang ke lingkungan, sangat perlu adanya suatu

proses pengolahan pada limbah untuk menghilangkan atau paling tidak

meminimalisisr dampak dari limbah sisa industri tahu terhadap ekosistem sekitar,

terutama terhadap kesehatan masyarakat sekitar industri.

Page 2: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 2

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

II. Proses Produksi Tahu

Pada umumnya tahu dibuat oleh para pengrajin atau industri rumah tangga

dengan peralatan dan teknologi yang sederhana. Urutan proses atau cara

pembuatan tahu pada semua industri kecil tahu pada umumnya hampir sama

dan kalaupun ada perbedaan hanya pada urutan kerja atau jenis zat penggumpal

protein yang digunakan (Kaswinarni 2007).

Menurut Santoso (1993), diacu dalam Pohan (2008), proses pembuatan

tahu relatif sederhana , protein-protein dalam bahan baku di ekstraksi secara

fisika, dimasak dan digumpalkan dengan koagulan asam asetat (C3COOH) dan

batu tahu (CaSo4 dan H2O), lalu disaring, kemudian di pres dan dicetak. Diagram

alir proses produksi tahu secara rinci dan limbah yang dihasilkan dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Diagram Alir Proses Pembuatan Tahu (BPPT 1997, diacu

dalam Pohan 2008).

Page 3: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 3

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

III. Jenis, Karakteristik dan Dampak dari Limbah Industri Tahu.

A. Jenis Limbah Tahu

Limbah industri tahu pada umumnya ada dua jenis yaitu limbah padat

dan limbah cair. Limbah padat pabrik pengolahan tahu berupa kotoran hasil

pembersihan kedelai (batu, tanah, kulit kedelai, dan benda padat lain yang

menempel pada kedelai) dan sisa saringan bubur kedelai yang disebut dengan

ampas tahu. Limbah padat yang berupa kotoran berasal dari proses awal

(pencucian) bahan baku kedelai dan umumnya limbah padat yang terjadi tidak

begitu banyak (0,3% dari bahan baku kedelai). Sedangkan limbah padat yang

berupa ampas tahu terjadi pada proses penyaringan bubur kedelai (Kaswinarni

2007).

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi tahu jumlahnya lebih

banyak dibanding limbah padat, karena hampir setiap tahap produksi

menggunakan air dalam prosesnya. Menurut Nuraida (1985), diacu dalam Pohan

(2008) jumlah kebutuhan air proses dan jumlah limbah cair yang dihasilkan

berturut-turut sebesar 45 dan 43,5 liter untuk tiap kg bahan baku kacang kedelai.

Perbandingan jumlah air produksi dan jumlah limbah air dapat dilihat pada

Gambar 2. Sebagian besar limbah cair yang dihasilkan bersumber dari cairan

kental yang terpisah dari tahu pada tahap proses penggumpalan dan

penyaringan yang disebut air dadih atau whey. Sumber limbah cair lainnya

berasal dari proses sortasi dan pembersihan, pengupasan kulit, pencucian,

penyaringan, pencucian peralatan proses, dan laintai (Husin 2008).

Gambar 2. Diagram Neraca Massa Proses Pembuatan Tahu (BPPT 1997, diacu dalam Pohan 2008).

Ampas Tahu 70 Kg

Whey 2610 Kg

Bahan baku/input

Kedelai 60 Kg Air 2700 Kg

Energi

Limbah

Ternak

Manusia Proses

Tahu 80 Kg

Teknologi

Page 4: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 4

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

B. Karakteristik Limbah

Karakteristik buangan industri tahu terbagi menjadi dua, yaitu karakteristik

fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan tersuspensi,

suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan organik, bahan

anorganik dan gas (Kaswinarni 2007). Menurut Eckenfelder (1989), diacu dalam

Husin (2008) parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakteristik air

buangan industri adalah; parameter fisika (kekeruhan, suhu, zat padat, bau, dll.),

dan parameter kimia, dibedakan atas; kimia organik (kandungan organik; BOD,

COD, Oksigen terlarut (DO), minyak/lemak, Nitrogen-Total (N-Total), dll.), serta

kimia anorganik (pH, Ca, Pb, Fe, Cu, Na, sulfur, H2S, dll.).

Suhu buangan industri tahu berasal dari proses pemasakan kedelai. Suhu

limbah tahu pada umumnya lebih tinggi dari air bakunya, yaitu 80oC – 100oC

(BPPT 1997, diacu dalam Pohan 2008), kekeruhan 535-585 FTU, warna

2.225 – 2.250 Pt.Co, amonia 23,3-23,5 mg/1 (Herlambang 2002, diacu dalam

Kaswinarni 2007). Tingkat pencemaran tersebut melebihi baku mutu air limbah

industri yang telah ditetapkan (Tabel 1). Apabila air limbah tersebut langsung

dibuang keperairan maka dapat mempengaruhi kehidupan biologis, kelarutan

oksigen dan gas lain, kerapatan air, viskositas dan tegangan permukaan.

Bahan-bahan organik yang terkandung dalam buangan industri tahu pada

umumnya sangat tinggi. Kualitas air buangan industri tahu bergantung dari

proses yang digunakan. Apabila prosesnya baik, maka kandungan bahan organik

pada air buangannya biasanya rendah (Kaswinarni 2007). Senyawa organik

dalam air buangan tersebut dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan

minyak. Diantara senyawa-senyawa tersebut, yang paling besar jumlahnya

adalah protein dan lemak (Nurhasan dan Pramudyanto 1991, diacu dalam Pohan

2008). Protein mencapai 40 – 60%, karbohidrat 25 – 50%, dan lemak 10%

(Sugiharto 1994, diacu dalam Pohan 2008). Komponen terbesar dari limbah cair

tahu yaitu protein (N-total) sebesar 226,06 – 434,78 mg/l, sehingga masuknya

limbah cair tahu ke lingkungan perairan akan meningkatkan total nitrogen di

perairan tersebut (Herlambang 2002, diacu dalam Kaswinarni 2007). Untuk

menentukan besarnya kandungan bahan organik digunakan beberapa teknik

pengujian seperti BOD, COD, dan TOM. Uji BOD merupakan parameter yang

sering digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran bahan organik (BPPT

1997, diacu dalam Pohan 2008).

Page 5: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 5

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Menurut Pohan (2008), air limbah tahu cenderung memiliki sifat asam

sehingga pada keadaan asam ini, akan terlepas gas-gas yang mudah menguap,

mengakibatkan limbah cair industri tahu berbau busuk. Gas-gas yang biasa

ditemukan dalam limbah tahu adalah gas nitrogen (N2). Oksigen (O2), hidrogen

sulfida (H2S), amonia (NH3), karbondioksida (CO2) dan metana (CH4). Gas-gas

tersebut berasal dari dekomposisi bahan-bahan organik yang terdapat di dalam

air buangan (Herlambang, 2002; dalam Kaswinarni 2007).

Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain :

a). Padatan tersuspensi (TSS), yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak

larut dalam air. Padatan tersuspensi sangat berkitan erat dengan tingkat

kekeruhan air. Semakin tingggi bahan tersuspensi maka air yang dihasilkan

akan semakin keruh (Metcalf & Eddy, 2003; dalam Husin, 2008).

b). Biochemical Oksigen Deman (BOD), Merupakan parameter untuk menilai

jumlah zat organik yang terlarut serta menunjukkan jumlah oksigen yang

diperlukan oleh aktifitas mikroba dalam mengurai zat organik secara biologis

di dalam limbah cair (Metcalf & Eddy, 2003; dalam Husin, 2008). Limbsh cair

industri tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi.

c). Chemical Oksigen Demand (COD) atau disebut juga kebutuhan oksigen

kimiawi, merupakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh oksidator (missal

kalium dikromat) untuk mengoksidasi seluruh material baik organik maupun

anorganik yang terdapat dalam air (Metcalf & Eddy, 2003; dalam Husin,

2008). Jika kandungan organik dan anorganik cukup besar, maka oksigen

terlarut dalam air dapat mencapai nol, sehingga biota-biota air yang

membutuhkan oksigen tidak memungkinkan untuk hidup.

d). Nitrogen-Total (N-Total) yaitu fraksi bahan-bahan organik campuran senyawa

kompleks antara lain asam-asam amino, gula amino, dan protein (polimer

asam amino). Dalam analisis limbah cair, N-Total terdiri dari campuran antara

N-organik, N-amino, nitrat dan nitrit (Sawyet et al. 1994, diacu dalam Husin

2008). Senyawa-senyawa N-Total adalah senyawa-senyawa yang mudah

terkonversi menjadi amonium (NH4+) melalui aksi mikroorganisme dalam

lingkungan air atau tanah (Metcalf & Eddy 2003, diacu dalam Husin 2008).

Limbah cair industri tahu mengandung N-Total sebesar 434,78 mg/l.

Page 6: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 6

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

e). Drajat Keasaman (pH). Air limbah industri tahu sangat bersifat asam, pada

keadaan asam ini akan melepaskan zat-zat yang mudah menguap yang

mengakibatkan limbah cairan industri tahu mengeluarkan bau busuk.

Penggunaan bahan kimia seperti batu tahu (CaSO4) atau asam asetat

sebagai koagulan tahu juga menyebabkan limbah cair tahu mengandung ion-ion

logam. Kuswardani (1985) melaporkan bahwa limbah cair industri tahu

mengandung Pb (0,24 mg/l); Ca (34,03 mg/l); Fe (0,19 mg/l); Cu (0,12 mg/l) dan

Na (0,59 mg/l) (Pohan, 2008).

Menurut Nuriswanto (1995), diacu dalam Sudaryati, dkk (2007) dalam

penelitiannya bahwa air limbah industri tahu memiliki angka COD (Chemical

Oxygen Demand) antara 1940-4800 mg/L, BOD (Biological Oxygen Demand)

antara 1070-2600 mg/L, padatan tidak larut antara 2100-3800 mg/L dan pH

antara 4,5 – 5,7. Air limbah tersebut dihasilkan dari ± 875 L per 35 kg bahan

baku kedelai. Sementara menurut kajian analisis resiko dari limbah tahu oleh

Damayanti, dkk (2004) diperoleh rata-rata kandungan pencemaran limbah tahu

yaitu COD 7050 mg/l, BOD 5389,5 mg/l, N-Total 161,5 mg/l, P-Total 81,6 mg/l,

dan pH 4,11. Adapun standar baku mutu limbah air tahu yang dapat dilepas ke

badan sungai menurut perda Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004, dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Tahu

No. Parameter

Industri Tahu

Kadar Maks (Mg/l) Beban Pencemaran

(Kg/ton kedelai)

1. Temperature 38 -

2. BOD 150 3

3. COD 275 5,5

4. TSS 100 22

5. pH 6,0 – 9,0

6. Debit Maks 20 m2/ton kedelai

Sumber: Perda Propinsi Jawa Tengah No. 10 Tahun 2004, diacu dalam Kaswinarni, (2007).

Page 7: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 7

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

C. Dampak Pencemaran Limbah Tahu

Limbah cair industri tahu merupakan salah satu sumber pencemaran

lingkungan. Beban pencemaran yang ditimbulkan menyebabkan gangguan

serius terutama untuk perairan di sekitar industri tahu. Herlambang (2002) dalam

Kaswinarni (2007) menuliskan dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan

organik limbah industri tahu adalah gangguan terhadap kehidupan biotik.

Turunnya kualitas air perairan akibat meningkatnya kandungan bahan organik.

Aktivitas organisme dapat memecah molekul organik yang kompleks menjadi

molekul organik yang sederhana.

Bahan anorganik seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai

makanan oleh tumbuhan yang melakukan fotosintesis. Selama proses

metabolism oksigen banyak dikonsumsi, sehingga apabila bahan organik dalam

air sedikit yang hilang dari air akan segera diganti oleh oksigen hasil proses

fotosintesis dan oleh reaerasi dari udara. Sebaliknya jika konsentrasi beban

organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi anaerobik yang menghasilkan

produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam asetat, hidrogen

sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi sebagian

besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan

(gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau yang

dapat menggangu kenyamanan masyarakat sekitar pabrik industri tahu.

Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun

terlarut, akan mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan

menimbulkan gangguan terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun

atau menciptakan media untuk tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya

yang merugikan baik pada produk tahu sendiri ataupun tubuh manusia. Bila

dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya menjadi cokelat kehitaman dan

berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan gangguan pernapasan. Apabila air

limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur maka dapat

mencemari air sumur (air tanah) sehingga tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila

limbah ini dialirkan ke sungai maka akan mencemari sungai (air permukaan)

sehingga bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan kesehatan yang

berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya,

khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang

tidak baik (Kaswinarni 2007).

Page 8: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 8

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

IV. Pengelolaan dan Pemanfaatan Limbah Industri Tahu

A. Limbah Cair

Berbagai upaya untuk mengolah industri tahu telah dikembangkan.

Namun secara umum berdasarkan sifat limbah cair, proses pengolahan limbah

cair dapat dibedakan menjadi 3 yaitu (Darsono 2007):

1) Proses fisika, proses ini dilakukan secara mekanik tanpa penambahan

bahan-bahan kimia. Proses ini meliputi: penyaringan, pengendapan, dan

pengapungan.

2) Proses kimia, proses ini menggunakan bahan kimia untuk menghilangkan

bahan pencemar.

3) Proses biologi, yaitu dengan menghilangkan polutan menggunakan kerja

mikroorganisme.

Pada kenyataannya proses pengolahan ini tidak berjalan sendiri-sendiri,

tapi sering harus dilaksanakan dengan cara kombinasi. Pemilihan sistem

pengolahan air limbah didasarkan pada sifat dan karakter air limbah tahu itu

sendiri. Sifat dan karakteristik air limbah sangat menentukan didalam pemilihan

sistem pengolahan air limbah, terutama pada kualitas air limbah yang meliputi

parameter-parameter pH, COD (Chemical Oxygen Demand), BOD (Biological

Oxygen Demand), dan TSS (Total Suspended Solid). Dari beberapa macam cara

pengolahan limbah cair yang ada, maka salah satu alternatif yang cukup tepat

untuk pengolahan air buangan limbah tahu adalah dengan proses biologis. Cara

ini relative sederhana dan tidak mempunyai efek samping yang serius. Ada

beberapa proses biologis, diantaranya adalah sebagai berikut :

1. Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Anaerob

Pengolahan limbah cair secara anaerob dilakukan dengan

mempergunakan bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen bebas. Bakteri

ini dapat bekerja dengan baik pada suhu yang semakin tinggi sampai 40 derajat

celcius, pada pH sekitar 7. Bakteri ini juga akan bekerja dengan baik pada

keadaan yang gelap dan tertutup (Darsono 2007). Proses anaerobik pada

dasarnya adalah proses yang terjadi karena aktivitas mikroba yang dilakukan

pada saat tidak terdapat oksigen bebas. Proses anaerobik dapat digunakan

Page 9: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 9

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

untuk mengolah berbagai jenis limbah yang bersifat biodegradable, termasuk

limbah industri makanan salah satunya adalah limbah tahu.

Proses biologi anaerobik merupakan sistem pengolahan air limbah tahu

yang banyak digunakan. Pertimbangan yang dilakukan adalah mudah, murah

dan hasilnya bagus. Proses biologi anaerobik merupakan salah satu sistem

pengolahan air limbah dengan memanfaatkan mikroorganisme yang bekerja

pada kondisi anaerob. Kumpulan mikroorganisme, umumnya bakteri, terlibat

dalam transformasi senyawa komplek organik menjadi metana. Selebihnya

terdapat interaksi sinergis antara bermacammacam kelompok bakteri yang

berperan dalam penguraian limbah. Kelompok bakteri non metanogen yang

bertanggung jawab untuk proses hidrolisis dan fermentasi terdiri dari bakteri

anaerob fakultatif dan obligat. Mikroorganisme yang diisolasi dari digester

anaerobik adalah Clostridium spp., Peptococcus anaerobus, Bifidobacterium

spp., Desulphovibrio spp., Corynebacterium spp., Lactobacillus, Actonomyces,

Staphylococcus, and Eschericia coli (Metcalf and Eddy, 2003; dalam Kaswinarni

2007).

Ada tiga tahapan dasar yang termasuk dalam keseluruhan proses

pengolahan limbah secara oksidasi anaerobik, yaitu : hidrolisis, fermentasi (yang

juga dikenal dengan sebutan asidogenesis), dan metanogenesis (Metcalf and

Eddy 2003, diacu dalam Husin 2008). Selama proses hidrolsis, bakteri fermentasi

mengubah materi organik kompleks yang tidak larut, seperti selulosa menjadi

molekul-molekul yang dapat larut, seperti asam lemak, asam amino dan gula.

Materi polimer komplek dihidrolisa menjadi monomer-monomer, contoh : selulosa

menjadi gula atau alkohol. Molekul-molekul monomer ini dapat langsung

dimanfaatkan oleh kelompok bakteri selanjutnya. Hidrolisis molekul kompleks

dikatalisasi oleh enzim ekstra seluler seperti selulase, protease, dan lipase.

Walaupun demikian proses penguraian anaerobik sangat lambat dan menjadi

terbatas dalam penguraian limbah selulolitik yang mengandung lignin

(Kaswinarni 2007).

Pada proses fermentasi (asidifikasi), bakteri asidogenik (pembentuk

asam) merubah gula, asam amino, dan asam lemak menjadi asam-asam organik

(asam asetat, propionate, butirat, laktat, format) alkohol dan keton (etanol,

methanol, gliserol dan aseton), asetat, CO2 dan H2. Produk utama dari proses

fermentasi ini adalah asetat. Hasil dari fermentasi ini bervariasi tergantung jenis

bakteri dan kondisi kultur seperti pH dan suhu (Husin, 2008).

Page 10: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 10

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Tahap ketiga yaitu tahap metagogenesis (metanasi), merupakan tahap

pembentukan gas metan dari asam asetat dan H2 serta CO2 (Ridlo 1996, diacu

dalam Husin 2008). Proses Metanasi dilakukan oleh dua grup mikroorganisme

yang secara kolektif disebut metanogenik (Balch et al. 1997, diacu dalam Husin

2008). Kelompok pertama, aceticlastic methanogens, membagi asetat ke dalam

metan dan karbondioksida. Kelompok kedua, hydrogen memanfaatkan

metanogen, yaitu menggunakan hidrogen sebagai donor elektron dan CO2

sebagai aseptor elektron untuk memproduksi metan. Bakteri di dalam proses

anaerobik, yaitu bakteri acetogens, juga mampu menggunakan CO2 untuk

mengoksidasi dan bentuk asam asetat. Dimana asam asetat dikonversi menjadi

metan. Sekitar 72% metan yang diproduksi dalam digester anaerobik adalah

formasi dari asetat (Kaswinarni 2007).

Salah satu contoh pengolahan limbah secara anerob adalah system

anaerobik biogas. Penggunaan system anaerobik biogas ini merupakan salah

satu cara untuk mengurangi pencemaran lingkungan, karena dengan fermentasi

bakteri anaerob (bakteri metan) maka tingkat pengurangan pencemaran

lingkungan dengan parameter BOD, COD akan berkurang sampai 90%. Sistem

ini banyak dipakai dengan pertimbangan ada manfaat yang bisa diambil yaitu

pemanfaatan biogas yang sangat memungkinkan digunakan sebagai sumber

energi karena gas metan sama dengan gas elpiji (liquid petroleum gas/LPG).

Gambar 3. Bak Sistem Anaerob Biogas (Kaswinarni 2007)

2. Pengolahan Limbah Cair Secara Aerob

Page 11: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 11

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Pengolahan limbah secara aerob yaitu dengan mempergunakan bakteri

aerob yang memerlukan oksigen bebas. Bakteri ini akan bekerja dengan baik

pada pH sekitar 7 dengan suhu yang semakin tinggi sampai pada 40oC

(Darsono, 2007). Oleh karena itu dalam pengolahan limbah secara aerob harus

dimasukkan oksigen dari udara secara kontinyu (Sugiarto 1987, diacu dalam

Darsono 2007). Pada umumnya sistem aerob merupakan proses lanjutan dari

proses anaerob untuk mendegradasi kandungan senyawa organik air limbah

yang masih tersisa setelah proses anaerobik. Sistem penanganan aerobik

digunakan sebagai pencegah timbulnya masalah bau selama penanganan

limbah, agar memenuhi persyaratan effluent dan untuk stabilisasi limbah

sebelum dialirkan ke badan penerima (Jenie dan Rahayu 1993, diacu dalam

Kaswinarni 2007).

Dalam proses sistem aerobik digunakan aerator untuk memenuhi

melarutkan oksigen dalam air limbah sebagai kebutuhan oksigen dari mikroba.

Penyediaan oksigen bertujuan untuk meningkatkan kenyamanan lingkungan dan

kondisi sehingga bakteri pengurai bahan organik dapat tumbuh dan berkembang

dengan baik. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan molekul oksigen

sebagai aseptor elektron akhir adalah proses utama yang menghasilkan energi

kimia untuk mikroorganisme dalam proses ini. Secara umum penggunaan

oksigen dalam proses aerobik mikroorganisme memerlukan udara 10 mg/l/jam

(Hammer 2004, diacu dalam Pohan 2008). Mikroba yang menggunakan oksigen

sebagai aseptor elektron akhir adalah mikroorganisme aerobik (Jenie dan

Rahayu 1993, diacu dalam Kaswinarni 2007). Bahan organik akan disintesa oleh

mikroorganisme aerobik menjadi sel-sel baru dan sebagian lagi akan dikonversi

menjadi produk akhir (CO2, H2O, NO3) yang stabil. Reaksi kimia dalam suasana

aerob akan berlangsung lebih cepat dibandingkan suasana anaerobik (Suriawiria

1996, diacu dalam Pohan 2008).

Pengolahan limbah dengan sistem aerobik yang biasa dipakai adalah

pengolahan dengan sistem biofilter aerobik. Biofilter aerobik merupakan salah

satu cara pengolahan limbah dengan memanfaatkan kehadiran secara buatan

dari kelompok mikroba yang melekat pada media yang dipakai. Limbah cair akan

dilewatkan melalui media secara kontinu. Adanya bahan isian padat (kerikil,

plastik atau bahan padat lainnya) menyebabkan mikroorganisme yang terlibat

tumbuh dan melekat atau membentuk lapisan tipis (biofilm) pada permukaan

media tersebut. Biofilter tersebut akan dapat melakukan proses pengolahan atau

Page 12: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 12

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

penyisihan bahan organik terlarut dan tersuspensi dalam limbah cair (Husin

2008).

3. Pengolahan Limbah Cair Sistem Kombinasi (Anaerob-aerob).

Sistem kombinasi (Anerob-aerob) memadukan sistem anaerob dan

aerob, sehingga hasil output air yang dihasilkan lebih stabil. Pada dasarnya

proses pengolahan kombinasi ini dibagi menjadi dua tahap yakni; pertama

proses penguraian anaerobik dan yang kedua proses pengolahan lanjut dengan

sistem biofilter anaerobik-aerobik.

Penguraian anaerobik. Limbah yang dihasilkan dari proses pembuatan

tahu dikumpulkan melalui saluran limbah, kemudian dialirkan ke bak untuk

memisahkan buangan padat. Selanjutnya limbah dialirkan ke bak pengurai

anaerobik. Di dalam bak pengurai anaerobik tersebut pencemar organik yang

ada dalam limbah akan diuraikan oleh mikroorganisme secara anaerobik,

menghasilkan gas hydrogen dan metana yang dapat digunakan sebagai bahan

bakar. Pada proses tahap pertama efisiensi penurunan nilai COD dalam limbah

dapat mencapai 80-90%. Air olahan tahap awal ini selanjutnya diolah dengan

proses pengolahan lanjut dengan sistem kombinasi anaerobik-aerobik dengan

menggunakan biofilter (Herlambang 2002, diacu dalam Kaswinarni 2007).

Proses pengolahan lanjut. Proses pengolahan limbah dengan proses

biofilter anaerobik-aerobik terdiri dari beberapa bagian yakni bak pengendap

awal, biofilter anaerobik, biofilter aerobik, bak pengendap akhir, dan jika perlu

dilengkapi dengan bak klorinasi. Limbah yang berasal dari proses penguraian

anaerobik (pengolahan tahap pertama) dialirkan ke bak pengendap awal, untuk

mengendapkan partikel lumpur, pasir dan kotoran lainnva. Selain sebagai bak

pengendapan, juga berfungsi sebagai bak pengontrol aliran, serta bak pengurai

senyawa organik yang berbentuk padatan, pengurai lumpur dan penampung

lumpur (Said dan Wahjono 1999).

Air limpasan dari bak pengendap awal selanjutnya dialirkan ke bak

anaerobik dengan arah aliran dari atas ke bawah (down flow) dan dari bawah ke

atas (up flow). Di dalam bak anaerobik tersebut diisi dengan media dari bahan

plastik atau kerikil dan batu pecah. Jumlah bak anaerobik ini bisa dibuat lebih

dari satu sesuai dengan kualitas dan jumlah air baku yang akan diolah.

Penguraian zat-zat organik yang ada dalam limbah dilakukan oleh bakteri

anaerobik. Setelah beberapa hari, pada permukaan media filter akan tumbuh

lapisan film mikroorganisme. Mikroorganisme inilah yang akan menguraikan zat

Page 13: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 13

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

organik yang belum sempat terurai pada bak pengendap awal. Air limpasan dari

bak anaerobik dialirkan ke bak aerobik. Di dalam bak aerobik ini dapat diisi

dengan media dari bahan kerikil atau plastik atau batu apung atau bahan serat

sesuai dengan kebutuhan atau dana yang tersedia, sambil diaerasi atau

dihembus dengan udara, sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan

zat organik yang ada dalam air limbah serta tumbuh dan menempel pada

permukaan media. Dengan demikian limbah akan kontak dengan

mikroorganisme yang, tersuspensi dalam air maupun yang menempel pada

permukaan media (Said dan Wahjono 1999).

Dari proses tersebut efisiensi penguraian zat organik dan deterjen dapat

ditingkatkan serta mempercepat proses nitrifikasi, sehingga efisiensi

penghilangan relatif menjadi lebih besar. Proses ini sering dinamakan aerasi

kontak (contact aeration). Dari bak aerasi, limbah dialirkan ke bak pengendap

akhir. Di dalam bak ini kembali ke bagian awal bak aerasi dengan pompa

sirkulasi lumpur. Sedangkan air limpasan dialirkan ke bak klorinasi. Di dalam bak

klorinasi ini limbah direaksikan dengan klor untuk membunuh mikroorganisme.

Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses klorinasi dapat langsung dibuang

ke sungai atau saluran umum. Dengan kombinasi proses anaerobik-aerobik

tersebut selain dapat menurunkan zat organik (BOD, COD) juga menurunkan

amonia, deterjen, muatan padat tersuspensi (MPT) fosfat dan lainnva. Dengan

adanya proses pengolahan lanjut tersebut, nilai COD dalam air olahan yang

dihasilkan akan relative rendah (Said dan Wahjono 1999).

Gambar 4. Diagram Proses Pengolahan Limbah Industri Tahu dengan Sistem Kombinasi Biofilter Anaerob-aerob (Said dan Wahjono 1999).

B. Limbah Padat

Page 14: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 14

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Limbah padat industri tahu meliputi ampas tahu yang diperoleh dari hasil

pemisahan bubur kedelai. Ampas tahu masih mengandung protein yang cukup

tinggi sehingga masih dapat dimanfaatkan kembali. Ampas tahu masih

mengandung protein 27 gr, karbohidrat 41,3 gr, maka dimungkinkan untuk

dimanfaatkan kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan

dalam pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk, dll).

Pada pembuatan kue dan aneka makanan, pemakaian tepung tahu tersebut

dapat disubstitusikan ke dalam gandum. Pemakaian tepung ampas tahu sebagai

bahan substitusi gandum mempunyai manfaat antara lain dihasilkannya suatu

produk yang masih mempunyai nilai gizi dan nilai ekonomi serta lingkungan

menjadi bersih. Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan

penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie,

cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu (Kaswinarni 2007).

Beberapa produk makanan dan aneka kue yang dibuat dengan

penambahan tepung serat ampas tahu adalah lidah kucing, chocolate cookie,

cake (roti bolu), dan kerupuk ampas tahu dapat dilihat pada gambar dibawah ini:

Gambar 5. Aneka kue kering dan coklat cake dari tepung serat ampas tahu.

Ampas tahu kebanyakan oleh masyarakat digunakan sebagai bahan

pembuat tempe gembus. Hal ini dilakukan karena proses pembuatan tempe

gembus yang mudah (tidak perlu keterampilan khusus) dan biayanya cukup

murah. Selain tempe gembus, ampas tahu juga diolah untuk dijadikan pakan

ternak. Proses pembuatannya yaitu campuran ampas tahu dan kulit kedelai yang

sudah tidak digunakan dicampur dengan air, bekatul, tepung ikan dan hijauan,

lalu diaduk hingga tercampur rata, kemudian siap diberikan ke hewan ternak

(Kaswinarni 2007).

V. Kesimpulan

Page 15: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 15

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

Dari pemaparan yang telah dibahas di atas maka dapat disimbulkan

sebagai berikut :

1. Tahu yang merupakan makanan tradisional dan digemari masyarakat

Indonesia, selain memiliki nilai gizi yang tinggi juga mudah dan relatif

murah dalam proses pembuatannya sehingga tidak sedikit dari

masyarakat Indonesia memilih untuk menjalankan bisnis industri tahu.

2. Industri tahu merupakan salah satu industri dengan produksi limbah yang

besar baik berupa limbah cair maupun limbah padat, yang apabila

dibuang langsung ke lingkungan akan mengakibatkan dampak

pencemaran lingkungan yang sangat besar.

3. Karakteristik buangan industri tahu meliputi dua hal, yaitu karakteristik

fisika dan kimia. Karakteristik Fisika meliputi padatan total, padatan

tersuspensi, suhu, warna, dan bau. Karakteristik kimia meliputi bahan

organik, bahan anorganik dan gas.

4. Dampak pencemaran limbah tahu dapat berupa gangguan terhadap

kehidupan biotik, turunnya kualitas air perairan, menggangu kenyamanan,

estetika, serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat sekitar

indutri.

5. Pengolahan limbah cair industri tahu dapat berupa pengolahan limbah

cair secara anaerob, aerob, dan kombinasi anaerob-aerob. Sedangkan

pengolahan limbah padat yang berupa ampas tahu dapat dimanfaatkan

kembali menjadi kecap, taoco, tepung yang dapat digunakan dalam

pembuatan berbagai makanan (kue kering, cake, lauk pauk, kerupuk,

dll.), digunakan sebagai bahan pembuat tempe gembus, serta juga diolah

untuk dijadikan pakan ternak.

Page 16: Pengolahan Limbah Industri Tahu (Waste management of tofu Industry)

S e t i a w a n P u t r a S y a h 2 0 1 1 | 16

Ilmu Kesehatan Masyarakat Kesehatan Masyarakat Veteriner

Sekolah Pascasarjana Institute Pertanian Bogor

DAFTAR PUSTAKA

Damayanti A, J Hermana, A Masduqi. 2004. Analisis Resiko Lingkungan dari Pengolahan Limbah Pabrik Tahu dengan Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.). Jurnal Purifikasi, (4)5:151-156.

Husin A. 2008. Pengolahan Limbah Cair Indutri Tahu dengan Biofiltrasi Anaerob

dalam Reaktor Fixed-bed [tesis]. Medan: Sekolah Pasca Sarjana,

Universitas Sumatera Utara.

Kaswinarni F. 2007. Kajian Teknis Pengolahan Limbah Padat Dan Cair Industri

Tahu [tesis]. Semarang: Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro.

Pohan N. 2008. Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu dengan Proses Biofilter

Aerobik [tesis]. Medan: Sekolah Pasca Sarjana, Universitas Sumatera

Utara.

Sudaryati NLG, IW Kasa, IWB Suyasa. 2007. Pemanfaatan Sedimen Perairan Tercemar sebagai Bahan Lumpur Aktif dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Tahu. Ecotrophic 3(1):21-29.

Darsono V. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob Dan Aerob.

Jurnal Teknologi Industri 11(1):9-20. Said NI, HD Wahjono. 1999. Teknologi Pengolahan Air Limbah Tahu – Tempe

dengan Proses Biofilter Anaerob dan Aerob. Jakarta: Kelompok Teknologi Pengolahan air Bersih dan Limbah Cair, Direktorat Teknologi Lingkungan, Deputi Bidang Teknologi, Informasi, Energi, Material, dan Lingkungan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi.