78
PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU DALAM KASUS HAK SIAR BARCLAYS PREMIER LEAGUE (LIGA UTAMA INGGRIS) MUSIM 2007-2010 (Analisis Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh: ABDULATIEF ZAINAL NIM: 1112048000023 P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A 1439 H/2018 M

PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

DALAM KASUS HAK SIAR BARCLAYS PREMIER LEAGUE

(LIGA UTAMA INGGRIS) MUSIM 2007-2010

(Analisis Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ABDULATIEF ZAINAL

NIM: 1112048000023

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 2: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

i

PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

DALAM KASUS HAK SIAR BARCLAYS PREMIER LEAGUE

(LIGA UTAMA INGGRIS) MUSIM 2007-2010

(Analisis Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008)

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh:

ABDULATIEF ZAINAL

NIM: 1112048000023

Pembimbing:

Pembimbing I Pembimbing II

Syafrudin Makmur, S.H., M.H. Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.

NUPN. 9920112680

P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

J A K A R T A

1439 H/2018 M

Page 3: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU
Page 4: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU
Page 5: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

iv

ABSTRAK

Abdulatief Zainal. NIM 1112048000023. PENGGUNAAN SINGLE

ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU DALAM KASUS HAK SIAR

BARCLAYS PREMIER LEAGUE (LIGA UTAMA INGGRIS) MUSIM 2007-2010

(Analisis Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008). Program Studi Ilmu Hukum,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 1439 H/2018 M. viii + 69 halaman.

Studi ini bertujuan untuk menjelaskan tentang penggunaan Single

Economic Entity (SEE) Doctrine oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(KPPU) saat menyelesaikan sengketa persaingan usaha yang melibatkan pelaku

usaha baik yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan di wilayah

hukum negara Republik Indonesia. Untuk itu, peneliti akan membahas salah satu

sengketa persaingan usaha yang melibatkan para pelaku usaha tersebut dan dalam

penyelesaiaannya KPPU menggunakan pendekatan SEE Doctrine. Adapun

sengketa yang dimaksud adalah putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008

tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-

2010. Selanjutnya, akan diuraikan analisis peneliti atas pertimbangan KPPU

ketika menggunakan SEE Doctrine terhadap putusan tersebut berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum doktrinal atau

penelitian hukum normatif. Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan

pendekatan perundangan-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus

(case approach). Perundang-undangan yang digunakan berupa Undang-undang

Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang Nomor 5 Tahun

1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, dan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Adapun

kasus yang digunakan adalah putusan Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 tentang

dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek dan putusan Perkara Nomor:

03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama

Inggris) Musim 2007-2010.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan dan penerapaan SEE

Doctrine yang dilakukan oleh KPPU dalam menyelesaikan putusan Perkara

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga

Utama Inggris) Musim 2007-2010 tidak tepat dan berpotensi untuk menimbulkan

ketidakadilan bagi para pihak yang terlibat dalam putusan perkara tersebut.

Kata kunci: Ekstrateritorial, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU),

Perseroan Terbatas, Perusahaan Grup, Perusahaan Anak,

Perusahaan Induk, Single Economic Entity (SEE) Doctrine.

Pembimbing : Syafrudin Makmur, S.H., M.H.

Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H.

Daftar Pustaka : 1968 s.d. 2016

Page 6: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat

dan anugrah dari-Nya sehingga peneliti mampu menyelesaikan skripsi ini.

Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita,

Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan yang

lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugrah terbesar

bagi seluruh alam semesta.

Skripsi yang berjudul “Penggunaan Single Economic Entity Doctrine

oleh KPPU dalam Kasus Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama

Inggris) Musim 2007-2010 (Analisis Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008)”

peneliti susun untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Hukum

(S.H.) pada Konsentrasi Hukum Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas

Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Peneliti menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari

bimbingan, dukungan, nasihat, dan motivasi yang peneliti dapatkan dari berbagai

pihak di sekitar peneliti. Oleh karenanya, peneliti ingin mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

Page 7: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

vi

2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. dan Drs. Abu Tamrin., S.H.,

M.Hum. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah

dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta;

3. Syafrudin Makmur, S.H., M.H. dan Indra Rahmatullah, S.H.I., M.H. Dosen

pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya

dalam memberikan bimbingan kepada peneliti;

4. Pengelola Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan pengelola

Perpustakaan Utama Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta yang telah memberikan berbagai macam fasilitas kepada peneliti

dalam rangka melakukan studi kepustakaannya;

5. Ayahanda Syah Johan Zainal, Ibunda Rita Elana, dan kakak Putri M. Denison

tercinta yang selalu memberikan kasih sayang dan dukungannya kepada

peneliti. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan rahmat dan nikmat-Nya

kepada Ayah, Ibu, dan kakak yang peneliti cintai;

Demikian yang dapat peneliti sampaikan, semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi para pihak yang membacanya dan berkontribusi bagi kemajuan

hukum perusahaan dan hukum persaingan usaha di Indonesia menuju ke arah

yang lebih baik lagi.

Ciputat, 1 Januari 2018

Peneliti

Page 8: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. i

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... ii

HALAMAN PERNYATAAN .............................................................................. iii

ABSTRAK ............................................................................................................ iv

KATA PENGANTAR ........................................................................................... v

DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ........................................................................ 1

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .............................. 6

C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7

D. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu .................................................... 8

F. Kerangka Teori dan Konseptual............................................................ 9

G. Metode Penelitian................................................................................ 10

H. Sistematika Penulisan.......................................................................... 13

BAB II: TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP

A. Pengertian Perusahaan Grup ............................................................... 16

B. Karakteristik Perusahaan Grup ........................................................... 19

C. Jenis-jenis Perusahaan Grup ............................................................... 23

Page 9: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

viii

D. Pembentukan dan Pembubaran Perusahaan Grup ............................... 26

BAB III: SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE: KONSEP DAN

PENGGUNAANNYA DI INDONESIA

A. Konsep Single Economic Entity Doctrine ........................................... 33

B. Pengertian Single Economic Entity Doctrine ...................................... 36

C. Faktor-faktor Single Economic Entity Doctrine .................................. 37

D. Penggunaan Single Economic Entity Doctrine di Indonesia ............... 40

BAB IV: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE

OLEH KPPU DALAM PUTUSAN PERKARA NOMOR:

03/KPPU-L/2008 TENTANG HAK SIAR BARCLAYS PREMIER

LEAGUE (LIGA UTAMA INGGRIS) MUSIM 2007-2010

A. Hubungan Para Terlapor ..................................................................... 50

B. Pertimbangan KPPU ........................................................................... 55

C. Putusan KPPU ..................................................................................... 58

D. Analisis ................................................................................................ 59

BAB V: PENUTUP

A. Kesimpulan ......................................................................................... 65

B. Saran .................................................................................................... 66

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 67

Page 10: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Sejak saat reformasi digulirkan, persaingan usaha menjadi salah satu

instrumen ekonomi dalam perkembangan sistem ekonomi Indonesia. Hal ini

ditunjukkan dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999

tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

(selanjutnya disebut sebagai UU Anti Monopoli).

Memberlakukan UU Anti Monopoli sebagai landasan kebijakan

persaingan (competition policy), merupakan bentuk perhatian negara dalam

menjunjung nilai-nilai persaingan usaha yang sehat sebagai pilar dalam sistem

ekonomi Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut sebagai UUD 1945).1

Melalui UU Anti Monopoli, maka diharapkan terciptanya efisiensi terhadap

ekonomi pasar dengan mencegah monopoli dan mengatur persaingan yang sehat

dan demokrasi.2

Sehubungan dengan diberlakukannya UU Anti Monopoli, negara

membentuk suatu komisi yang berfungsi untuk mengawasi pelaksanaan undang-

undang tersebut. Pembentukan ini didasari pada ketentuan yang tertuang dalam

1 Hermansyah, Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia - Cet. Ke-2 (Jakarta:

Kencana, 2009), h. 73.

2 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia - Cet. Ke-1 (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 105.

Page 11: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

2

UU Anti Monopoli dan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang

Komisi Pengawas Persaingan Usaha.

Komisi yang diberi nama Komisi Pengawas Persaingan Usaha

(selanjutnya disebut sebagai KPPU) merupakan lembaga independen yang

memiliki kewenangan sangat besar. Kewenangan tersebut meliputi kewenangan

dalam wilayah yudikatif, seperti penyidikan, penuntutan, konsultasi, memeriksa,

mengadili, dan memutus perkara persaingan usaha.3 Besarnya kewenangan serta

peran multifungsi dan keahlian yang dimiliki oleh KPPU, menjadikannya sebagai

lembaga yang tepat untuk mempercepat proses penanganan perkara dan

menyelesaikan sengketa persaingan usaha.4

Tidak hanya memiliki kewenangan sebagaimana diuraikan di atas, KPPU

juga berwenang untuk menghukum dan memberikan sanksi pelaku usaha yang

terbukti melanggar ketentuan UU Anti Monopoli. Berdasarkan ketentuan undang-

undang ini, KPPU dapat menerapkan sanksi administratif dan sanksi pidana

terhadap para pelaku usaha yang terbukti telah melanggar ketentuan UU Anti

Monopoli dan menyebabkan persaingan usaha yang tidak sehat. Adapun sanksi

administratif yang dimaksud berupa perintah kepada pelaku usaha untuk

menghentikan kegiatan yang terbukti menimbulkan praktek monopoli dan

menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, sedangkan sanksi pidananya berupa

pidana denda dan pidana kurungan.

3 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks (Indonesia:

KPPU, 2009), h. 311.

4 Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya di Indonesia)

– Cet. Ke-1 (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), h. 264.

Page 12: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

3

Bermodalkan kewenangan yang dimilikinya, KPPU telah berhasil

menghukum sejumlah pelaku usaha yang melanggar ketentuan UU Anti

Monopoli. Dalam perjalanannya menghukum pelaku usaha yang melakukan

tindakan monopoli dan menyebabkan persaingan usaha tidak sehat, KPPU

menggunakan berbagai macam pendekatan, seperti pendekatan yuridis dan

pendekatan ekonomi. Melalui kedua pendekatan tersebut, KPPU melakukan

analisis untuk mengetahui apakah telah terjadi atau tidak indikasi pelanggaran UU

Anti Monopoli oleh pelaku usaha.5

Selain menggunakan pendekatan yuridis dan ekonomi, KPPU juga

menggunakan doktrin-doktrin hukum persaingan usaha yang telah digunakan

secara internasional. Salah satu doktrin yang digunakan oleh KPPU adalah Single

Economic Entity Doctrine (selanjutnya disebut sebagai SEE Doctrine).

SEE Doctrine adalah suatu doktrin yang memandang hubungan

perusahaan induk (holding company) dan perusahaan anak (subsidiary company)

di mana perusahaan anak tidak memiliki independensi untuk menentukan arah

kebijakan perusahaan sebagai satu kesatuan entitas ekonomi.6 Melalui SEE

Doctrine perusahaan induk dapat dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan

yang dilakukan oleh perusahaan anak dalam satu kesatuan ekonomi, meskipun

5 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia – Cet. Ke-1, h. 107.

6 Alison Jones and Brenda Sufrin, EC Competition Law, Text, Cases, and Materials (New

York: Oxford University Press, 2004), h. 123.

Page 13: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

4

perusahaan induk beroperasi tidak dalam yurisdiksi hukum persaingan usaha suatu

negara, sehingga hukum persaingan usaha dapat bersifat ekstrateritorial.7

Penggunaan SEE Doctrine dalam menyelesaikan sengketa persaingan

usaha di Indonesia, dilatarbelakangi oleh keberadaan para pelaku usaha yang

melakukan kegiatannya di Indonesia, namun pelaku usaha ini tidak didirikan dan

tidak berkedudukan di dalam wilayah hukum negara Indonesia itu sendiri.

Adapun pelaku usaha yang dimaksud adalah suatu perusahaan induk dan

perusahaan anak dalam konstruksi perusahaan grup. Dalam hal ini, perusahaan

induk yang tidak didirikan dan berkedudukan di Indonesia memiliki kemampuan

untuk menjalankan kegiatan usaha melewati anak perusahaannya yang didirikan

dan berkedudukan di wilayah Indonesia.

Dengan tidak didirikan dan tidak berkedudukan di dalam wilayah hukum

negara Indonesia, maka para pelaku usaha sebagaimana diuraikan di atas tidak

berada dalam yurisdiksi hukum persaingan usaha Indonesia. Dengan kata lain,

KPPU tidak memiliki kewenangan untuk menjangkau para pelaku usaha tersebut.

Dalam rangka mengantisipasi hal ini, maka KPPU mulai menggunakan SEE

Doctrine untuk memperluas kewenangannya dalam menyelesaikan perkara

persaingan usaha yang melibatkan para pelaku usaha yang memiliki hubungan

induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup.

Sehubungan dengan uraian di atas, penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU

untuk pertama kalinya secara eksplisit diterapkan dalam putusan Perkara Nomor:

7 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, h. 126.

Page 14: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

5

07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek.

Selain dalam putusan tersebut, KPPU juga menggunakan SEE Doctrine dan

menerapkannya dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak

Siar Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010.

Meskipun dalam menyelesaikan kedua sengketa persaingan usaha tersebut

KPPU menggunakan pendekatan SEE Doctrine, namun terdapat perbedaan

kondisi yang melatarbelakangi KPPU untuk menggunakan doktrin tersebut.

Dalam putusan Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran

oleh Kelompok Usaha Temasek, kondisi yang melatarbelakangi penggunaan

pendekatan SEE Doctrine dikarenakan para terlapor merupakan perusahaan induk

bersama-sama dengan perusahaan anak yang memiliki hubungan perusahaan grup.

Hubungan ini dibuktikan dengan adanya kepemilikan saham mayoritas oleh

perusahaan induk terhadap perusahaan anak yang di mana melalui kepemilikan

saham tersebut menjadikan perusahaan induk memiliki kemampuan untuk

mengendalikan anak perusahaannya.

Sebaliknya, dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak

Siar Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010, para

terlapor tidak memiliki hubungan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi

perusahaan grup. Ketiadaan hubungan ini dibuktikan dengan tidak ditemukan

adanya bukti kepemilikan saham mayoritas serta adanya bukti pengendalian yang

dilakukan oleh masing-masing terlapor. Meskipun tidak ditemukan adanya

hubungan tersebut, KPPU tetap menggunakan SEE Doctrine untuk memperluas

yurisdiksinya terhadap para terlapor.

Page 15: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

6

Tidak ditemukannya hubungan induk dan anak perusahaan dalam

konstruksi perusahaan grup dan tetap digunakannya SEE Doctrine oleh KPPU

terhadap para terlapor dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang

Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010,

menjadi alasan yang melatarbelakangi peneliti tertarik untuk melakukan analisis

secara mendalam dalam bentuk sebuah skripsi yang berjudul: PENGGUNAAN

SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU DALAM KASUS

HAK SIAR BARCLAYS PREMIER LEAGUE (LIGA UTAMA INGGRIS)

MUSIM 2007-2010 (Analisis Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008)

B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berbagai masalah yang ditemukan dari judul ini antara lain:

a. Penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU dalam putusan Perkara Nomor:

03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama

Inggris) Musim 2007-2010;

b. Ketiadaan hubungan perusahaan induk dan perusahaan anak dalam

konstruksi perusahaan grup antara para terlapor dalam putusan Perkara

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League

(Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010;

c. Implikasi penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU dalam putusan Perkara

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League

(Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010.

Page 16: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

7

2. Pembatasan Masalah

Pada penelitian ini, peneliti membatasi penelitian yang hanya akan membahas

dan menguraikan pertimbangan dan ketepatan penggunaan SEE Doctrine oleh

KPPU dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar

Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010.

3. Perumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Apa pertimbangan KPPU menggunakan SEE Doctrine dalam putusan

Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier

League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010?

b. Apakah penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU dalam putusan Perkara

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League

(Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010 tepat untuk dilakukan?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan

wawasan kepada masyarakat luas dan pihak terkait mengenai pertimbangan dan

ketepatan penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU dalam menyelesaikan sengketa

persaingan usaha. Secara khusus tujuan penelitian ini adalah untuk:

1. Untuk mengetahui pertimbangan KPPU dalam menggunakan SEE

Doctrine terkait dengan putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008

tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama Inggris)

Musim 2007-2010;

Page 17: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

8

2. Untuk mengetahui ketepatan penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU

dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar

Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan

wawasan dalam segi keilmuan yang berkaitan dengan eksistensi SEE Doctrine

dalam kajian hukum persaingan usaha dan eksistensi perusahaan grup dalam

kajian hukum perusahaan di Indonesia.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menjadi

masukan bagi KPPU dalam hal penggunaan SEE Doctrine untuk

menyelesaikan sengketa-sengketa persaingan usaha yang ada serta menjadi

masukan bagi Pemerintah dalam mereformulasi ketentuan-ketentuan yang

berkaitan dengan hukum persaingan usaha dan hukum perusahaan di

Indonesia.

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam penelitian atau pembuatan skripsi, terkadang ada tema yang

berkaitan dengan penelitian yang kita jalankan sekalipun arah tujuan yang diteliti

berbeda. Peneliti menemukan beberapa sumber kajian lain yang telah lebih dahulu

membahas hal yang berkaitan dengan penelitian ini, di antaranya adalah:

1. Gina Aprilitasari/ Penerapan Doktrin Single Economic Entity dalam

Hukum Persaingan Usaha di Indonesia (Studi Komparasi Antara

Page 18: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

9

Amerika, Eropa, dan Singapura)/ Fakultas Hukum - Ilmu Hukum,

Universitas Indonesia, 2010. Skripsi ini menjelaskan tentang

penerapan doktrin Single Economic Entity dalam hukum persaingan

usaha di Indonesia yang selanjutnya dikomparasikan dengan penerapan

doktrin Single Economic Entity di negara lainnya seperti Amerika,

Eropa, dan Singapura. Metodologi penelitian yang digunakan adalah

metode yuridis normatif dan pendekatan perbandingan atau komparasi.

2. Ainun Ringe Angelina/ Urgensi Pengaturan Single Economic Entity

Doctrine dalam Hukum Persaingan Usaha di Indonesia Sehubungan

dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN/ Fakultas Hukum - Ilmu

Hukum, Universitas Indonesia, 2015. Skripsi ini menjelaskan tentang

urgensi pengaturan Single Economic Entity Doctrine dalam hukum

persaingan usaha di Indonesia dan dampak dari pengaturan Single

Economic Entity Doctrine dalam hukum persaingan usaha di Indonesia

terkait Masyarakat Ekonomi ASEAN. Metodologi penelitian yang

digunakan adalah metode yuridis normatif.

F. Kerangka Teori dan Konseptual

Untuk menganalisis ketepatan penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU

dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays

Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010, maka teori yang akan

peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

Page 19: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

10

1. Legal Entity

Teori ini menjelaskan tentang suatu perkumpulan/organisasi yang oleh

diperlakukan seperti seorang manusia, yaitu sebagai pengemban hak

dan kewajiban, dapat memiliki kekayaan, dan dapat menggugat dan

digugat di muka pengadilan.

2. Separate Legal Entity

Teori ini menjelaskan tentang pemisahan kewenangan dan tanggung

jawab pemegang saham terhadap perusahaannya tempat di mana

sahamnya berada.

3. Single Economic Entity

Teori ini akan dilihat dari penggunaannya di Uni Eropa dan Amerika

Serikat dalam rangka menyelesaikan sengketa persaingan usaha yang

melibatkan pelaku usaha yang didirikan atau melakukan kegiatan

usaha di luar wilayah teritorial masing-masing negara tersebut.

G. Metode Penelitian

1. Tipe Penelitian

Untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini,

maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum doktrinal atau

penelitian hukum normatif. Pada penelitian hukum jenis ini, hukum

dikonsepkan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan

Page 20: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

11

(law in books) atau hukum dikonsepkan sebagai kaidah atau norma yang

merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.8

2. Jenis Penelitian

Jenis penelitian hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian

hukum klinis (clinical legal research). Penelitian hukum jenis ini berusaha

untuk menemukan apakah hukumnya bagi suatu perkara in-concreto.

Penelitian diawali dengan mendeskripsikan legal facts, kemudian mencari

pemecahannya melalui analisis yang kritis terhadap norma-norma hukum

positif yang ada, dan selanjutnya menemukan hukum in-concreto untuk

menyelesaikan suatu perkara hukum tertentu.9

3. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum

doktrinal atau penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang digunakan di

dalam penelitian hukum ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute

approach) dan pendekatan kasus (case approach).

4. Sumber dan Kriteria Data Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini, peneliti akan menggunakan beberapa sumber

dan data penelitian sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,

artinya mempunya otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri dari

8 Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum - Cet. Ke-6

(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2012), h. 118.

9 Ibid., h. 125-126.

Page 21: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

12

peraturan perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.10 Adapun

bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat;

3. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas;

4. Putusan Perkara Nomor: 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan

Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek;

5. Putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays

Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder merupakan bahan hukum berupa semua publikasi

tentang hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi. Adapun

bahan hukum sekunder yang terutama adalah buku-buku hukum termasuk

skripsi, tesis, disertasi hukum, dan jurnal-jurnal hukum. Di samping itu

juga, kamus-kamus hukum dan komentar-komentar atas putusan

pengadilan.11

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum Edisi Revisi - Cet. Ke-9 (Jakarta: Prenada

Media Group, 2014), h. 181.

11 Ibid., h. 195-196.

Page 22: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

13

c. Bahan Non-Hukum

Bahan non-hukum merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk

atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, seperti kamus hukum, ensiklopedia, dan lain-lain.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan studi kepustakaan, di mana studi

kepustakaan merupakan metode tunggal yang dipergunakan dalam penelitian

ini. Melalui studi kepustakaan, baik bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, dan bahan hukum non-hukum akan dikumpulkan serta

diklasifikasikan menurut sumber dan hierarkinya untuk dikaji secara

komprehensif.

6. Teknik Pengolahan Data

Data yang diperoleh dengan studi kepustakaan akan peneliti uraikan dan

hubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penelitian yang lebih

sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan. Bahwa

teknik pengolahan data dilakukan secara deduktif, yakni menarik kesimpulan

dari satu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan konkret

yang dihadapi. Selanjutnya data yang tersedia akan dianalisis secara kritis dan

mendalam untuk menjawab masalah hukum yang telah dirumuskan dalam

perumusan masalah.

H. Sistematika Penulisan

Penelitian dan penyusunan skripsi ini berdasarkan pada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN)

Page 23: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

14

Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012” dengan sistematika penulisan yang

terbagi ke dalam 5 (lima) bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa subbab

sesuai dengan pembahasan dan permasalahan yang diteliti. Adapun urutannya

sebagai berikut:

BAB I Dalam bab pertama, peneliti akan membahas mengenai

Pendahuluan yang memuat: Latar Belakang Masalah,

Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah, Tujuan

Penelitian, Manfaat Penelitian, Tinjauan (Review) Kajian

Terdahulu, Kerangka Teori dan Konseptual, Metode

Penelitian, dan Sistematika Penulisan.

BAB II Dalam bab kedua, peneliti akan membahas mengenai

Tinjauan Umum Perusahaan Grup yang memuat:

Pengertian Perusahaan Grup, Karakteristik Perusahaan

Grup, Jenis-jenis Perusahaan Grup, dan Pembentukan dan

Pembubaran Perusahaan Grup.

BAB III Dalam bab ketiga, peneliti akan membahas mengenai

Konsep dan Penggunaan Single Economic Entity Doctrine

di Indonesia yang memuat: Konsep Single Economic Entity

Doctrine, Pengertian Single Economic Entity Doctrine,

Faktor-faktor Single Economic Entity Doctrine, dan

Penggunaan Single Economic Entity Doctrine di Indonesia.

Page 24: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

15

BAB IV Dalam bab keempat, peneliti akan membahas mengenai

Penggunaan Single Economic Entity Doctrine oleh KPPU

dalam putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang

Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama Inggris)

Musim 2007-2010 yang memuat: Hubungan Para Terlapor,

Pertimbangan KPPU, Putusan KPPU, dan Analisis.

BAB V Dalam bab kelima, peneliti akan membahas mengenai

Kesimpulan dan Saran. Bab ini merupakan bab terakhir dan

bab penutup dari skripsi ini. Oleh karenanya, peneliti

menarik beberapa kesimpulan dari hasil penelitian dan

memberikan beberapa saran yang dianggap perlu.

Page 25: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

16

BAB II

TINJAUAN UMUM PERUSAHAAN GRUP

A. Pengertian Perusahaan Grup

Perusahaan grup adalah bentuk usaha1 selain bentuk-bentuk usaha yang

terdapat di Indonesia, seperti Persekutuan Perdata (Maatschap)2, Firma

(Vennootschap Onder Firma)3, Persekutuan Komanditer (Commanditaire

Vennootschap)4, dan Perseroan Terbatas (Naamloze Vennootschaap) (selanjutnya

disebut sebagai Perseroan)5.

1 Bentuk usaha adalah organisasi usaha atau badan usaha yang menjadi wadah penggerak

setiap jenis usaha. Organisasi atau badan usaha tersebut diatur atau diakui oleh Undang-Undang

baik bersifat perseorangan, persekutuan atau badan hukum. Lihat Kurniawan, Hukum Perusahaan:

Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia

(Yogyakarta: Genta Publishing, 2014), h. 21.

2 Persekutuan Perdata (Maatschap) adalah perjanjian antara dua orang atau lebih yang

saling mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk

membagi keuntungan (manfaat) yang terjadi karenanya. Lihat Agus Sardjono, dkk, Pengantar

Hukum Dagang (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), h. 28.

3 Firma adalah setiap persekutuan perdata yang didirikan untuk menjalankan perusahaan

dengan nama bersama, kongsi, kerja sama. Lihat Abdul R. Saliman, dkk, Hukum Bisnis Untuk

Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus (Jakarta: Kencana, 2005), h. 107.

4 Persekutuan Komanditer adalah persekutuan dengan setoran uang, barang atau tenaga

sebagai pemasukan para sekutu, dibentuk oleh satu orang atau lebih anggota aktif yang

bertanggung jawab secara renteng, di satu pihak dengan satu atau lebih orang lain sebagai pelepas

uang. Lihat Farida Hasyim, Hukum Dagang (Jakarta: Sinar Grafika, 2014), h. 144.

5 Menurut Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas yang dimaksud dengan Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah

badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan

kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi

persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-Undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

Page 26: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

17

Dalam perkembangan terkini, perusahaan grup menjadi salah satu bentuk

usaha yang banyak dipilih oleh para pelaku usaha di Indonesia.6 Hal ini

dibuktikan, dengan ditemukannya keberadaan 300 perusahaan grup sebelum krisis

tahun 1998 terjadi yang di mana perusahaan grup tersebut memiliki 9.766 unit

bisnis.7

Adapun bentuk usaha yang banyak dipilih oleh perusahaan grup di

Indonesia adalah perusahaan grup berbentuk Perseroan. Ini dikarenakan Perseroan

sebagai bentuk usaha memiliki karakteristik yang tidak dimiliki oleh bentuk usaha

lainnya. Karakteristik tersebut dapat dilihat dari statusnya sebagai badan hukum,

merupakan wujud atau entitas yang terpisah dan berbeda dari pemiliknya dalam

hal ini adalah pemegang saham, dan terbatasnya tanggung jawab pemegang saham

terhadap Perseroan itu sendiri. Karakteristik inilah yang menjadikan Perseroan

sebagai bentuk usaha yang paling ideal bagi perusahaan grup.8 Oleh karenanya,

uraian tentang perusahaan grup di Indonesia selanjutnya tidak bisa terlepas dan

difokuskan terhadap perusahaan grup yang terdiri dari berbagai Perseroan.

Berdasarkan keterangan di atas, maka dapat dikatakan bahwa keberadaan

perusahaan grup di Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Walaupun

demikian, keberadaannya sampai saat ini masih belum mendapatkan pengakuan

6 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia (Jakarta:

Erlangga, 2010), h. 1.

7 Hugh Patrick, “Corporate Governance and the Indonesian Financial System: A

Comparative Perspective”, artikel diakses pada 1 September 2017 dari

https://www8.gsb.columbia.edu/apec/sites/apec/files/files/discussion/hpatrick3.PDF

8 Titi Maria, Liability Aspects of Corporate Group Structures: A Primer for Indonesian

Legal Practitioners (Jakarta: PT. Tatanusa, 2004), h. 98.

Page 27: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

18

secara yuridis, seperti halnya Persekutuan Perdata yang diatur dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetboek voor Indonesie)

(selanjutnya disebut sebagai KUH Perdata), Firma dan Persekutuan Komanditer

yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Wetboek van

Koophandel voor Indonesie) (selanjutnya disebut sebagai KUHD) serta Perseroan

Terbatas yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang

Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut sebagai UU Perseroan Terbatas).

Ketiadaan pengakuan secara hukum terhadap eksistensi perusahaan grup,

menjadikan perusahaan grup sebagai bentuk usaha yang tidak memiliki pengertian

resmi yang diberikan oleh negara. Oleh karenanya, pengertian perusahaan grup

yang akan diuraikan selanjutnya merupakan pengertian yang bersumber pada

pendapat beberapa ahli hukum, yaitu:

“Perusahaan grup adalah suatu tatanan yang timbul dari pembentukan

sejumlah perusahaan yang secara yuridis merupakan beberapa subjek

hukum yang mandiri, sedangkan secara ekonomis merupakan suatu

kesatuan ekonomis. Tatanan yang sedemikian itulah yang di Indonesia

dikenal sebagai perusahaan grup”.9

Selain pengertian di atas, perusahaan grup selanjutnya diartikan secara

lebih komprehensif oleh Sulistiowati sebagai berikut:

“Perusahaan grup merupakan susunan induk dan anak perusahaan yang

berbadan hukum mandiri yang saling terkait erat sehingga induk

perusahaan memiliki kewenangan untuk menjadi pimpinan sentral yang

mengendalikan dan mengkoordinasikan anak-anak perusahaan bagi

9 Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan Ulasan

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang Perseroan Terbatas (Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti, 1995), h. 64.

Page 28: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

19

tercapainya tujuan kolektif perusahaan grup sebagai kesatuan

ekonomi”.10

B. Karakteristik Perusahaan Grup

Berdasarkan kedua uraian sebelumnya, terlihat adanya beberapa

karakteristik yang dimiliki oleh perusahaan grup. Karakteristik tersebut adalah

adanya susunan induk dan anak perusahaan, adanya pengendalian induk terhadap

anak perusahaan, dan perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi. Berikut ini

akan diuraikan masing-masing karakteristik tersebut:

1. Perusahaan Induk (Holding Company) dan Perusahaan Anak

(Subsidiary Company)

Perusahaan induk atau holding company adalah perusahaan yang

memiliki atau mengendalikan satu atau lebih perusahaan lain sehingga

memungkinkan untuk mengatur kebijakan perusahaan tersebut melalui

hak suara yang dimilikinya11, sedangkan perusahaan anak atau

subsidiary company adalah perusahaan yang sebagian atau seluruh

sahamnya dimiliki oleh perusahaan lain.12

Selain melalui kepemilikan saham, suatu perusahaan juga dikatakan

sebagai perusahaan anak apabila terdapat perusahaan lain yang

memiliki kemampuan untuk mengontrol susunan direksi perusahaan

10 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 23.

11 Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary – Revised Fourth Edition (ST. Paul,

Minn.: West Publishing Co., 1968), h. 865.

12 Lawrence S. Clark, dkk, Law and Business: The Regulatory Environment - Fourth

Edition (United States of America: McGraw-Hill, 1994), h. 471.

Page 29: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

20

tersebut.13 Dengan demikian, perusahaan induk merupakan perusahaan

yang memiliki sebagian atau seluruh saham perusahaan anak dan

memiliki kemampuan untuk mengendalikan serta mempengaruhi

kebijakan anak perusahaannya.

Hubungan kepemilikan disertai pengendalian antara perusahaan induk

dengan perusahaan anak inilah yang pada akhirnya membentuk

perusahaan grup. Sebagaimana dijelaskan oleh M C Oliver dan Enid A

Marshall bahwa perusahaan grup hadir ketika terdapat 2 (dua) atau

lebih perusahaan yang memiliki hubungan sebagai induk dan anak

perusahaan satu sama lainnya.14

2. Pengendalian Perusahaan Induk terhadap Perusahaan Anak

Pengendalian yang dilakukan oleh perusahaan induk terhadap

perusahaan anak disebabkan oleh beberapa hal seperti adanya

kepemilikan saham di anak perusahaan, Rapat Umum Pemegang

Saham (selanjutnya disebut sebagai RUPS), dan penempatan anggota

direksi dan/atau dewan komisaris di anak perusahaan.

Melalui kepemilikan sahamnya perusahaan induk memiliki hak suara

untuk mengendalikan anak perusahaannya melalui berbagai

mekanisme pengendalian seperti melalui RUPS. Dalam RUPS induk

13 E.R. Hardy Ivamy, Topham and Ivamy’s Company Law - Sixteenth Edition (London:

Butterworth & Co., 1978), h. 272.

14 M C Oliver and Enid A Marshall, Company Law – Twelfth Edition (London: Pitman

Publishing, 1994), h. 166.

Page 30: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

21

perusahaan dapat mengatur dan menetapkan kebijakan-kebijakan

bisnis anak perusahaannya yang dapat mendukung pencapaian tujuan

perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi.

Selain melalui RUPS, kepemilikan atas saham anak perusahaan juga

menjadikan induk perusahaan memiliki kewenangan untuk

menempatkan anggota direksi dan/atau komisaris anak perusahaan.

Penempatan ini merupakan bentuk pengendalian secara tidak langsung

yang dilakukan oleh induk perusahaan terhadap kegiatan operasional

anak perusahaannya.15

3. Perusahaan Grup sebagai Kesatuan Ekonomi

Sesungguhnya, konsep perusahaan grup sebagai kesatuan ekonomi

adalah konsep perusahaan grup yang dilihat dari sisi ekonomi bukan

dari sisi hukum. Secara ekonomi konsep ini bermakna bahwa

perusahaan grup secara keseluruhan di mana di dalamnya terdapat

perusahaan induk dan perusahaan anak dianggap merupakan suatu

kesatuan.

Karena merupakan suatu kesatuan ekonomi, maka perusahaan grup

dipimpin oleh induk perusahaan yang berfungsi sebagai pimpinan

15 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 96-

97.

Page 31: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

22

sentral untuk mengarahkan setiap kegiatan usaha anggota perusahaan

grupnya demi mendukung kepentingan ekonomi perusahaan grup.16

Berbeda dengan sisi ekonomi yang memandang perusahaan grup

sebagai satu kesatuan, secara hukum induk perusahaan dan anak

perusahaan yang tergabung dalam perusahaan grup diakui sebagai

subjek hukum17 yang mandiri.

Pengakuan tersebut menjadikan induk dan anak perusahaan sebagai

subjek hukum mandiri berhak melakukan perbuatan hukum sendiri,

sedangkan fakta pengendalian induk terhadap anak perusahaan melalui

kepemilikan saham, RUPS, dan penempatan direksi dan/atau dewan

komisaris pada anak perusahaan menjadi bukti bahwa perusahaan grup

dikelola sebagai kesatuan ekonomi.

Pada akhirnya, pengendalian induk terhadap anak perusahaan dalam

perusahaan grup telah menimbulkan dualitas pada anak perusahaan,

yaitu sebagai badan hukum yang mandiri dan badan usaha yang tunduk

di bawah kendali induk perusahaan.18

16 Munir Fuady, Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis) (Bandung: PT.

Citra Aditya Bakti, 2002), h. 134.

17 Subjek Hukum adalah sesuatu yang bertindak sebagai pendukung hak dan kewajiban

(memiliki hak dan kewajiban). Lihat Arus Akbar Silondae dan Andi Fariana Fathoeddin, Aspek

Hukum dalam Ekonomi dan Bisnis (Jakarta: Mitra Wacana Media, 2010), h. 4.

18 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 21.

Page 32: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

23

C. Jenis-jenis Perusahaan Grup

Terdapat 2 (dua) cara untuk mengetahui jenis-jenis perusahaan grup yang

ada di Indonesia saat ini. Kedua cara tersebut adalah dengan melihat variasi usaha

dan penggolongan perusahaan induk dalam perusahaan grup. Selanjutnya, akan

dijelaskan terlebih dahulu jenis-jenis perusahaan grup dilihat dari variasi

usahanya. Adapun penjelasan tersebut akan diuraikan sebagai berikut:19

1. Grup Usaha Vertikal

Dalam grup usaha vertikal, jenis usaha dari masing-masing perusahaan

masih tergolong serupa. Misalnya ada anak perusahaan yang

menyediakan bahan baku, ada yang memproduksi bahan setengah jadi,

bahan jadi, dan ada pula yang bergerak di bidang ekspor-impor.

Dengan demikian, suatu kelompok usaha menguasai suatu jenis

produksi dari hulu ke hilir. Contoh perusahaan grup yang termasuk ke

dalam grup usaha jenis ini adalah Grup Astra.

2. Grup Usaha Horizontal

Dalam grup usaha horizontal, jenis usaha dari masing-masing anak

perusahaan tidak ada kaitan satu sama lainnya. Dengan kata lain,

terjadi penganekaragaman jenis usaha yang dilakukan oleh masing-

masing anak perusahaan. Adapun contoh perusahaan grup yang

termasuk ke dalam jenis grup usaha ini adalah Grup Summa.

19 Munir Fuady, Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 2002), h. 18-19.

Page 33: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

24

3. Grup Usaha Kombinasi

Dalam grup usaha kombinasi, jenis usaha dari masing-masing anak

perusahaan ada yang memiliki keterkaitan dalam suatu mata rantai

produksi dari hulu ke hilir dan ada yang tidak memiliki kaitan satu

sama lainnya. Sehingga dalam grup tersebut terdapat kombinasi antara

grup vertikal dengan grup horizontal. Contoh perusahaan grup yang

termasuk ke dalam jenis grup usaha ini adalah Grup Salim.

Berdasarkan keterangan sebelumnya, selain dilihat dari variasi usahanya,

jenis-jenis perusahaan grup juga dapat dilihat dari penggolongan perusahaan

induk dalam perusahaan grup. Penggolongan tersebut dilakukan dengan

menggunakan berbagai kriteria berupa keterlibatannya dalam berbisnis,

keterlibatannya dalam pengambilan keputusan, dan keterlibatannya dalam

kepemilikan saham. Berikut ini akan diuraikan masing-masing kriteria tersebut:20

1. Keterlibatan Perusahaan Induk dalam Berbisnis

Dintinjau dari keterlibatannya dalam berbinis, maka perusahaan induk

dapat digolongkan menjadi perusahaan induk semata-mata dan

perusahaan induk beroperasi. Perusahaan induk semata-mata adalah

jenis perusahaan induk yang kehadirannya dimaksudkan hanya untuk

memegang saham dan mengontrol anak perusahaannya. Dengan

demikian, perusahaan jenis ini secara de facto tidak melakukan bisnis

dalam praktik.

20 Munir Fuady, Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis), h. 95-103.

Page 34: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

25

Berbeda dengan perusahaan induk semata-mata, perusahaan induk

beroperasi di samping bertugas memegang saham dan mengontrol

anak perusahaannya, perusahaan ini juga melakukan aktifitas bisnisnya

sendiri.

2. Keterlibatan Perusahaan Induk dalam Pengambilan Keputusan

Ditinjau dari keterlibatannya dalam pengambilan keputusan

perusahaan anak, maka perusahaan induk dapat digolongkan menjadi

perusahaan induk investasi dan perusahaan induk manajemen.

Perusahaan induk investasi merupakan perusahaan induk yang

memiliki saham pada anak perusahaan, tanpa turut terlibat mencampuri

masalah manajemen dari anak perusahaan itu sendiri. Oleh karena itu,

kewenangan mengelola bisnis dan pengambilan keputusan sepenuhnya

atau sebagian besar berada pada anak perusahaan.

Berbeda dengan perusahaan induk investasi, pada perusahaan induk

manajemen, keterlibatan perusahaan induk terhadap perusahaan anak

tidak hanya sebagai pemegang saham pasif semata-mata, tetapi

perusahaan induk juga turut terlibat mencampuri masalah manajemen

perusahaan anak dan memonitor pengambilan keputusan bisnis yang

dilakukan oleh perusahaan anak.

Page 35: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

26

3. Keterlibatan Perusahaan Induk dalam Kepemilikan Saham

Ditinjau dari keterlibatannya atas kepemilikan saham di perusahaan

anak, maka perusahaan induk digolongkan menjadi perusahaan induk

afiliasi, perusahaan induk subsidiari, dan perusahaan induk kombinasi.

Besarnya kepemilikan saham perusahaan induk atas perusahaan anak,

menjadi faktor yang membedakan antara perusahaan induk afiliasi

dengan perusahaan induk subsidiari. Dalam perusahaan induk afiliasi,

besarnya saham yang dimiliki oleh perusahaan induk tidak sampai

51%, sedangkan dalam perusahaan induk subsidiari, besarnya saham

yang dimiliki perusahaan induk adalah 51% atau lebih.

Perusahaan induk selanjutnya adalah perusahaan induk kombinasi,

yakni kombinasi antara perusahaan induk afiliasi dan perusahaan induk

subsidiari. Dalam hal ini, perusahaan induk memiliki saham pada

beberapa anak perusahaan sekaligus, di mana besarnya kepemilikan

saham tersebut ada yang tidak sampai 51% dan ada yang 51% atau

lebih.

D. Pembentukan dan Pembubaran Perusahaan Grup

Pada dasarnya, setiap perusahaan dapat membentuk perusahaan grup

dengan melakukan perbuatan hukum21 tertentu. Perbuatan hukum yang dimaksud

terdiri atas tindakan berupa menjalin kerja sama dengan perusahaan lain dan

dengan mengalokasikan sebagian kegiatan usaha kepada anak perusahaan.

21 Perbuatan hukum adalah setiap perbuatan subjek hukum (manusia atau badan hukum)

yang akibatnya diatur oleh hukum, karena akibat itu bisa dianggap sebagai kehendak dari yang

melakukan hukum. Lihat R. Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2011), h.

291.

Page 36: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

27

Dalam hal ini, tindakan menjalin kerja sama dengan perusahaan lain dapat

dilakukan melalui mekanisme pengambilalihan dan kerja sama usaha patungan,

sedangkan untuk tindakan mengalokasikan sebagian kegiatan usaha kepada anak

perusahaan dapat dilakukan dengan mendirikan anak perusahaan serta melakukan

pemisahan usaha.22 Adapun perbuatan hukum tersebut selanjutnya akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Pengambilalihan (Akuisisi)

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan

hukum23 atau perorangan untuk mengambil alih baik seluruh ataupun

sebagian besar saham Perseroan yang mengakibatkan beralihnya

pengendalian terhadap Perseroan tersebut.24

Dengan mengambilalih seluruh atau sebagian besar saham Perseroan,

tidak serta-merta mengakibatkan Perseroan yang diambil alih

sahamnya menjadi bubar ataupun berakhir, namun Perseroan tersebut

tetap eksis dan valid seperti sediakala.25

Maka dari itu, konsekuensi yuridis perbuatan hukum pengambilalihan

hanya sampai pada beralihnya pengendalian atas Perseroan yang

22 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 72.

23 Badan Hukum adalah setiap pendukung hak yang tidak berjiwa (yang bukan manusia)

yang dapat melakukan perbuatan hukum seperti manusia. Lihat Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar

Ilmu Hukum (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 124.

24 Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

25 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 509.

Page 37: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

28

diambil alih sahamnya kepada pihak yang mengambil alihnya.

Beralihnya kepemilikan hak atas pengendalian suatu Perseroan inilah

yang mendasari lahirnya keterkaitan induk dan anak perusahaan dalam

perusahaan grup.26

2. Kerja Sama Usaha Patungan (Joint Venture)

Istilah kerja sama usaha patungan merupakan terjemahan dari kata

joint venture contract atau joint venture agreement. Menurut Peter

Mahmud, joint venture adalah suatu kontrak antara dua perusahaan

untuk membentuk suatu perusahaan baru. Perusahaan baru inilah yang

kemudian disebut perusahaan joint venture.27

Pada perjanjian ini, kedua belah pihak yang bekerja sama akan menjadi

pemegang saham dan induk perusahaan atas perusahaan joint venture.

Oleh sebab itu, setiap anak perusahaan yang terbentuk dari kerja sama

tersebut menjadi jointly controlled entitites atau entitas di bawah

pengendalian bersama para pihak yang membentuknya.28

3. Pendirian Perseroan

Pada hakikatnya, suatu perusahaan berbadan hukum dapat

mengalokasikan sebagian kegiatan usahanya dengan mendirikan anak

26 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 74.

27 Salim HS dan Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia (Jakarta: Rajawali Pers,

2008), h. 206.

28 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 75.

Page 38: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

29

perusahaan berbentuk Perseroan. Ketentuan mengenai pendirian suatu

Perseroan oleh badan hukum lainnya telah diatur dalam UU Perseroan

Terbatas yang menyatakan bahwa Perseroan didirikan oleh 2 (dua)

orang atau lebih dengan akta notaris yang dibuat dalam bahasa

Indonesia.29

Dalam ketentuan tersebut, kata “orang” dipandang sebagai subjek

hukum dalam arti luas, sehingga orang adalah orang perorangan

ataupun badan hukum.30 Dengan demikian, UU Perseroan Terbatas

telah memberikan legitimasi bagi badan hukum untuk mendirikan

badan hukum lainnya seperti Perseroan.

Konsekuensi dari diizinkannya pembentukan Perseroan oleh badan

hukum lainnya adalah timbulnya hubungan induk dan anak perusahaan

dalam perusahaan grup antara badan hukum yang mendirikan terhadap

Perseroan yang didirikan melalui kepemilikan saham.31

4. Pemisahan

Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan

untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan

pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada dua Perseroan atau

29 Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

30 Kurniawan, Hukum Perusahaan: Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan

Tidak Berbadan Hukum di Indonesia, h. 60.

31 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 76.

Page 39: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

30

lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum

kepada satu Perseroan atau lebih.32

Pemisahan dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu pemisahan murni

dan pemisahan tidak murni. Pemisahan murni adalah pemisahan yang

mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena

hukum kepada dua Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan

dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut berakhir karena

hukum, sedangkan pemisahan tidak murni adalah pemisahan yang

mengakibatkan sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena

hukum kepada satu Perseroan lain atau lebih yang menerima peralihan,

dan Perseroan yang melakukan Pemisahan tersebut tetap ada.33

Dalam hal ini, hubungan induk dan anak perusahaan dalam perusahaan

grup terjadi ketika terdapat satu Perseroan yang bertindak sebagai

induk perusahaan yang mengendalikan satu atau lebih Perseroan lain

yang merupakan hasil dari pemisahan itu sendiri.34

Pembubaran perusahaan grup terjadi ketika hilangnya hubungan

pengendalian yang dilakukan oleh induk perusahaan terhadap anak perusahaan.

Hubungan pengendalian tersebut berakhir saat induk perusahaan maupun anak

perusahaan dibubarkan karena alasan tertentu. Adapun alasan dibubarkannya

32 Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

33 Pasal 135 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

34 Sulistiowati, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, h. 78.

Page 40: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

31

suatu induk dan anak perusahaan berbentuk Perseroan menurut UU Perseroan

Terbatas disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:35

1. Berdasarkan keputusan RUPS;

2. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam anggaran dasar

telah berakhir;

3. Berdasarkan penetapan pengadilan;

4. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga

yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit Perseroan

tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan;

5. Karena harta pailit Perseroan yang telah dinyatakan pailit berada dalam

keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang tentang

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang; atau

6. Karena dicabutnya izin usaha Perseroan sehingga mewajibkan

Perseroan melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Upaya pembubaran seperti yang diuraikan di atas, tidak dengan sendirinya

menghilangkan status badan hukum yang dimiliki oleh induk atau anak

perusahaan. Dalam hal ini, pemegang saham, direksi, dan dewan komisaris yang

dimiliki oleh induk atau anak perusahaan masih tetap ada. Bahkan, RUPS masih

tetap berfungsi mengambil keputusan sepanjang hal itu berkenaan dengan proses

pembubaran atau likuidasi.36

Sehubungan dengan masalah itu, ketika suatu pembubaran terjadi, hal

tersebut wajib diikuti dengan adanya likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau

kurator serta adanya perbuatan hukum yang diperlukan untuk membereskan

35 Pasal 142 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

36 M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, h. 544.

Page 41: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

32

seluruh urusan Perseroan dalam rangka likuidasi.37 Dengan kata lain, suatu

perusahaan induk atau perusahaan anak terlebih dahulu harus menjalani proses

likuidasi yang dilakukan oleh likuidator atau kurator hingga proses likuidasi

tersebut selesai dilakukan. Setelah proses likuidasi selesai dilakukan, maka

perusahaan induk atau perusahaan anak definitif bubar sejak tanggal likuidator

atau kurator memberitahukan kepada Menteri dan mengumumkan hasil akhir

proses likuidasi dalam Surat Kabar.38

37 Pasal 142 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.

38 Pasal 152 ayat (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

Page 42: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

33

BAB III

SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE:

KONSEP DAN PENGGUNAANNYA DI INDONESIA

A. Konsep Single Economic Entity Doctrine

SEE Doctrine merupakan doktrin yang lahir sebagai akibat dari globalisasi

dan semakin berkembangnya konstruksi perusahaan grup yang berpotensi

menciptakan kondisi persaingan usaha tidak sehat di suatu negara. Karena dengan

konstruksi perusahaan grup, perusahaan yang didirikan di luar wilayah yurisdiksi

hukum persaingan usaha suatu negara dapat melakukan kegiatan usaha melalui

anak perusahaannya yang didirikan serta berkedudukan di negara lain dan

memonopoli pasar tempat di mana anak perusahaan tersebut melakukan kegiatan

usahanya.

Dengan kata lain, perusahaan yang didirikan di negara yang berbeda

dengan anak perusahaannya, tidak terjangkau oleh hukum persaingan usaha

negara tempat di mana perusahaan anak menjalankan kegiatan usaha apabila

terbukti perusahaan tersebut telah menyebabkan kondisi persaingan usaha tidak

sehat. Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka lahirlah doktrin yang menjadikan

hukum persaingan usaha bersifat ekstrateritorial, yaitu Intracorporate Conspiracy

Doctrine di Amerika Serikat dan SEE Doctrine di Uni Eropa.

Amerika Serikat merupakan negara pertama yang menjadikan hukum

persaingan usahanya bersifat ekstrateritorial. Pendekatan yang digunakan dan

dikenal di Amerika Serikat adalah Intracorporate Conspiracy Doctrine atau

sering disebut Intraenterprise Conspiracy Doctrine. Doktrin ini melihat pada

Page 43: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

34

tindakan konspirasi yang dilakukan antara perusahaan induk dan perusahaan anak.

Konspirasi tersebut dapat diartikan sebagai konspirasi dalam satu perusahaan

yang dilakukan oleh divisi, pegawai, atau direktur perusahaan itu sendiri.1

Meskipun istilah yang digunakan berbeda, namun pada dasarnya prinsip

Intracorporate Conspiracy Doctrine dan SEE Doctrine tidaklah berbeda. Hal ini

dikarenakan, keduanya sama-sama melihat hubungan antara induk dan anak

perusahaan sebagai suatu entitas ekonomi tunggal dan menjadikan hukum

persaingan usaha bersifat ekstrateritorial. Dalam hal ini, sengketa-sengketa

persaingan usaha di negara Amerika Serikat yang penyelesaiannya menerapkan

doktrin tersebut terdapat pada kasus American Banana Co. v United Fruit Co. in

1909, US v Alumunium Co. of America in 1945, dan American Needle, Inc v

National Football League in 2009.

Berbeda halnya dengan Amerika Serikat yang tidak mengenal istilah SEE

Doctrine, di Uni Eropa SEE Doctrine merupakan doktrin yang dikenal dan

digunakan serta diterapkan dalam menyelesaikan berbagai sengketa persaingan

usahanya, seperti kasus Imperial Checimal Industries Ltd v Commission

(Dyestuffs Case Law) dan A. Ahlstrom OSAKEYHTIO and others v Commission in

1988 (Woodpulp Case Law).2

Sebagai suatu doktrin, SEE Doctrine tidak hanya digunakan dan

diterapkan oleh negara-negara tersebut. Akan tetapi, SEE Doctrine juga digunakan

1 Dhifla Wahyuni, “Single Economic Entity Menurut Hukum Persaingan Usaha di

Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat”, (Tesis S2 Fakultas Hukum, Universitas Indonesia,

2009), h. 41.

2 Kurnia Toha, “Extraterritorial Applicability of Indonesia Business Competition Law as

an Efforts Dealing Asean Single Market”, Jurnal Dinamika Hukum Vol. 15, No. 1 (Januari 2015):

h. 22.

Page 44: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

35

dan diterapkan dalam hukum persaingan usaha di negara lainnya seperti negara

Afrika Selatan dan negara Singapura.

Di negara Afrika Selatan, penggunaan dan penerapan SEE Doctrine

didasari atas The Competition Act No. 89 of 1998 (Chapter 2) Section 4 (5). Sama

halnya dengan negara Amerika Serikat dan Uni Eropa, doktrin ini sudah

digunakan dan diterapkan oleh negara Afrika Selatan dalam menyelesaikan

beberapa kasus persaingan usaha di antaranya, Bulmer (SA) (Pty) Ltd v Distillers

Corporation (SA) Ltd, Patensie Sitrus Beherend vs The Competition Commission,

dan Loungefoam (Pty) Ltd and Others v Competition Commission South Africa

and Others.3

Sehubungan dengan uraian di atas, di negara Singapura, penggunaan dan

penerapan SEE Doctrine didasari atas The Competition Act (Chapter 50B) Section

34. Dalam hal ini, ketentuan yang dimuat dalam Section 34 merupakan ketentuan

yang mengikuti pengaturan dalam United Kingdom Competition Act 1998

(Chapter 1) dan Treaty of Functioning of the European Union (Article 101).

Selain mengikuti ketentuan yang dimuat dalam peraturan tersebut, The

Competition Appeal Board di negara Singapura dalam mengambil keputusannya

juga mempertimbangkan keputusan-keputusan pengadilan negara Inggris dan Uni

Eropa yang menangani sengketa hukum persaingan usaha.4

3 Neil Mackenzie, dkk, “The Single Economic Entity Doctrine in South Africa and its

Implications for Competition Policy”, artikel diakses pada 1 Oktober 2017 dari

http://www.compcom.co.za/wp-content/uploads/2014/09/The-Single-Economic-Entity-Doctrine-

in-SA.PDF

4 Ethel Lin and Joanne Yong, “The Single Economic Entity Doctrine in Competition

Law”, The Singapore Law Gazette (Juni 2016): h. 25.

Page 45: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

36

B. Pengertian Single Economic Entity Doctrine

SEE Doctrine menurut David J. Feeney dalam artikelnya yang berjudul,

“The European Commission's Extraterritorial Jurisdiction Over Corporate

Mergers” adalah “Where a parent company exerts influence on the actions of its

subsidiary, the two entitites considered as one”.5 Terjemahan bahasa Indonesia

atas pengertian ini adalah ketika suatu induk perusahaan menggunakan

pengaruhnya untuk mempengaruhi tindakan anak perusahaan, maka keduanya

dianggap sebagai entitas ekonomi tunggal.

Pengertian tersebut selanjutnya diperkaya oleh Alison Jones dan Brenda

Sufrin yang mengartikan SEE Doctrine sebagai berikut:

“Companies belonging to the same group and having the status of parent

and subsidiary may have distinct legal personalities. If a subsidiary enjoys

no economic independece or have the status of parent company and

subsidiary and form an economic unit within which the subsidiary has no

real freedom to determine its course of action on the market they are

treated, as a single economic entity”.6

Terjemahan bahasa Indonesia atas pengertian sebagaimana diuraikan di

atas, yaitu perusahaan yang termasuk ke dalam suatu kelompok usaha dan

memiliki status induk dan anak perusahaan dimungkinkan untuk memiliki

kepribadian hukum yang berbeda. Jika anak perusahaan tidak menikmati

kemandirian status ekonomi atau memiliki status perusahaan induk dan anak

perusahaan dan membentuk unit ekonomi di mana anak perusahaan tidak

5 David J. Feeney, “The European Commission's Extraterritorial Jurisdiction Over

Corporate Mergers”, artikel diakses pada 1 Oktober 2017 dari

http://readingroom.law.gsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1972&context=gsulr

6 Alison Jones and Brenda Sufrin, EC Competition Law: Text, Cases, and Materials

(United States: Oxford University Press, Inc, 2008), h. 141.

Page 46: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

37

memiliki kebebasan untuk menentukan tindakannya di pasar, maka mereka

diperlakukan sebagai suatu entitas ekonomi tunggal.

Alison Jones dan Brenda Sufrin selanjutnya menjelaskan bahwa terdapat 2

(dua) akibat hukum dari diterapkannya SEE Doctrine. Pertama, perusahaan dapat

bertanggung jawab atas tindakan entitas lain dalam unit ekonomi (seperti anak

perusahaan ditemukan melanggar ketentuan perjanjian) meskipun perusahaan

tersebut tidak berpartisipasi dalam pelanggaran. Kedua, doktrin ini

memungkinkan aturan hukum persaingan usaha untuk diterapkan terhadap

perusahaan yang berada di luar wilayah yurisdiksi aturan tersebut.7

C. Faktor-faktor Single Economic Entity Doctrine

Berikut ini adalah faktor-faktor yang dijadikan pertimbangan untuk

mengetahui apakah antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya

menjadi bagian dari suatu entitas ekonomi tunggal:8

1. Kepemilikan (Ownership)

Ketika suatu perusahaan memiliki sebagian atau seluruh saham

perusahaan lainnya, maka kedua perusahaan tersebut dianggap menjadi

bagian dari entitas ekonomi yang sama. Anggapan ini didasarkan atas

pemikiran bahwa perusahaan anak akan dikendalikan oleh perusahaan

induk yang memilikinya untuk diarahkan ke arah yang paling

menguntungkan kedua perusahaan tersebut. Dengan kata lain, kedua

7 Alison Jones and Brenda Sufrin, EU Competition Law: Text, Cases, and Materials

(United States: Oxford University Press, Inc, 2011), h. 137-139.

8 Universitas Osloensis, “EU Antitrust Fines and the Single Economic Entity”, artikel

diakses pada 1 Oktober 2017 dari

https://www.duo.uio.no/bitstream/handle/10852/34033/156015.pdf?sequence=4

Page 47: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

38

perusahaan akan melakukan kegiatan usaha untuk kepentingan

individu yang sama, sehingga keduanya bertindak di pasar sebagai

entitas tunggal yang lebih besar.

Dalam hal ini, faktor kepemilikan dijadikan sebagai pertimbangan

apabila kepemilikannya diikuti dengan kemampuan untuk

menginstruksikan anak perusahaan. Oleh karenanya, semakin sedikit

kepemilikan disertai pengendalian yang dimiliki oleh perusahaan

induk terhadap perusahaan anak, maka akan semakin mudah untuk

membuktikan bahwa keduanya bukan bagian dari entitas ekonomi

yang sama.

2. Kemandirian Ekonomi (Economic Independence)

Tingkat kemandirian ekonomi antara kedua perusahaan akan menjadi

kunci saat mengevaluasi apakah kedua perusahaan tersebut menjadi

bagian dari entitas ekonomi yang sama. Sebuah perusahaan yang

finansialnya bergantung kepada perusahaan lain, maka kemungkinan

besar perusahaan tersebut harus mengikuti instruksi dari perusahaan

lain ketika membuat suatu keputusan.

Meskipun demikian, bukan berarti perusahaan yang tidak mendukung

kemampuan finansial perusahaan lain tidak memiliki kemampuan

untuk mengendalikan suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan,

mengendalikan suatu perusahaan dapat dilakukan dengan berbagai cara

dan tidak terbatas pada mendukung kemampuan finansial suatu

perusahaan lainnya. Dengan kata lain, sebuah perusahaan yang

Page 48: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

39

mendukung perusahaan lain secara finansial akan selalu menjadi

bagian dari entitas ekonomi yang sama, sedangkan perusahaan tanpa

ikatan finansial dimungkinkan menjadi bagian dari entitas ekonomi

yang sama.

3. Tingkat Instruksi yang Diberikan (The Degree of Instructions Given)

Ini akan menarik untuk dicatat apakah induk perusahaan telah

memberikan instruksi kepada anak perusahaan, terlepas apakah anak

perusahaan mematuhi atau tidak mematuhi instruksi tersebut. Karena

sesungguhnya instruksi menunjukkan sejauh mana perusahaan induk

menganggap dirinya berhak untuk menginstruksikan anak

perusahaannya.

Ketika perusahaan induk tidak memberikan instruksi kepada

perusahaan anak, maka perusahaan induk menganggap dirinya tidak

memiliki hak untuk memberikan instruksinya. Tidak adanya

pemberian instruksi dari induk perusahaan kepada anak perusahaan

dapat menjadi bukti bahwa kedua perusahaan tersebut tidak menjadi

bagian dari entitas ekonomi yang sama.

4. Kepatuhan kepada Instruksi (Obedience to Instructions)

Tingkat kepatuhan perusahaan anak terhadap instruksi yang diberikan

oleh perusahaan induk merupakan salah satu faktor penting untuk

mengevaluasi apakah kedua perusahaan tersebut menjadi bagian dari

entitas ekonomi yang sama.

Page 49: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

40

Sama halnya dengan faktor sebelumnya, faktor ini memberikan

gambaran bagaimana anak perusahaan memandang hubungan antara

dirinya dengan perusahaan induk. Ketika anak perusahaan

menjalankan instruksi yang diberikan oleh induk perusahaan, maka

anak perusahaan telah memandang bahwa dirinya terikat untuk

mematuhi instruksi tersebut.

D. Penggunaan Single Economic Entity Doctrine di Indonesia

Pada dasarnya, SEE Doctrine tidak hanya digunakan dan diterapkan oleh

negara-negara yang telah diuraikan sebelumnya. Dalam hal ini, negara Indonesia

merupakan salah satu negara yang turut menggunakan dan menerapkan SEE

Doctrine dalam menyelesaikan sengketa persaingan usaha yang terjadi di dalam

negaranya. Penggunaan dan penerapan doktrin ini dilakukan oleh komisi bernama

KPPU yang bertugas dan bertanggung jawab untuk mengawasi pelaku usaha

dalam menjalankan kegiatan usahanya agar tidak melakukan praktek monopoli

dan menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU sendiri adalah komisi negara dan lembaga penegak hukum

independen terhadap praktik persaingan usaha dan pemberi saran kebijakan

persaingan usaha di Indonesia. Keberadaan KPPU diamanatkan oleh Pasal 30 ayat

(1) jo. Pasal 34 ayat (1) UU Anti Monopoli. Selanjutnya, KPPU dibentuk dengan

Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan

Usaha yang ditetapkan pada tanggal 8 Juli 1999.9

9 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia - Cet. Ke-1 (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 149.

Page 50: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

41

Sebagaimana diuraikan di atas, KPPU merupakan lembaga independen

yang di mana independensi KPPU tidak hanya terlepas dari pengaruh dan

kekuasaan pemerintah, melainkan juga dari pengaruh pihak lain, seperti lembaga

kemasyarakatan atau kelompok masyarakat yang memegang kekuasaan keuangan

atau ekonomi. Kemandirian KPPU yang termuat dalam UU Anti Monopoli adalah

hak istimewa yang diperlukan agar KPPU dapat melaksanakan amanat UU Anti

Monopoli secara efisien.10

Tanpa diiringi dengan kemandirian tersebut, KPPU tidak dapat

memainkan perannya sebagai lembaga yang menjamin adanya kepastian hukum

dalam menjalankan usaha yang berpedoman kepada ketentuan UU Anti

Monopoli. Selain itu, KPPU juga tidak dapat menjalankan perannya untuk

memberikan kepastian hukum bahwa setiap pelaku usaha memiliki kesempatan

yang sama dalam melakukan kegiatan usaha di Indonesia.11 Oleh karenanya,

KPPU berkewajiban untuk memelihara independensinya dan tidak membuka

dirinya terhadap pengaruh dari luar.

Seperti yang diketahui, bahwa dalam menjalankan tugas dan fungsinya,

KPPU menggunakan berbagai macam pendekatan, seperti pendekatan yuridis dan

pendekatan ekonomi. Dengan menggunakan kedua pendekatan tersebut, maka

KPPU memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah para pelaku usaha dalam

menjalankan kegiatan usahanya telah melanggar ketentuan yang tertuang dalam

UU Anti Monopoli.

10 Suyud Margono, Hukum Anti Monopoli (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h. 140.

11 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia - Cet. Ke-1, h. 150-151.

Page 51: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

42

Sehubungan dengan uraian tersebut, adapun yang dimaksud dengan

pendekatan yuridis terdiri dari pendekatan per se illegal dan pendekatan rule of

reason. Pendekatan per se illegal adalah pendekatan yang menyatakan setiap

perjanjian atau kegiatan usaha tertentu sebagai ilegal, tanpa pembuktian lebih

lanjut atas dampak yang ditimbulkan dari perjanjian atau kegiatan usaha tersebut.

Dijelaskan lebih lanjut oleh Yahya Harahap, bahwa per se illegal artinya

“sejak semula tidak sah”, oleh karenanya perbuatan tersebut merupakan suatu

perbuatan yang “melanggar hukum”. Selanjutnya dikatakan, bahwa suatu

perbuatan itu dengan sendirinya telah melanggar ketentuan yang sudah diatur, jika

perbuatan tersebut telah memenuhi rumusan dalam UU Anti Monopoli tanpa ada

suatu pembuktian.12 Kegiatan yang dianggap sebagai per se illegal biasanya

meliputi penetapan harga secara kolusif atas produk tertentu serta pengaturan

harga penjualan kembali.13

Berbeda halnya dengan pendekatan per se illegal, pendekatan rule of

reason adalah pendekatan yang diterapkan terhadap tindakan-tindakan yang tidak

bisa secara mudah dilihat ilegalitasnya tanpa menganalisis akibat tindakan itu

terhadap kondisi persaingan. Dengan demikian, dalam pendekatan ini diperlukan

adanya upaya untuk mempertimbangkan faktor-faktor seperti latar belakang

12 M. Yahya Harahap, Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum (II) (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 1997), h. 28.

13 Andi Fahmi Lubis, dkk, Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks (Indonesia:

KPPU, 2009), h. 55.

Page 52: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

43

dilakukannya tindakan, alasan bisnis dibalik tindakan itu, dan lain sebagainya.14

Selain perbedaan tersebut, pendekatan rule of reason juga memungkinkan pihak

pengadilan untuk melakukan interpretasi terhadap UU Anti Monopoli.15

Pendekatan selanjutnya yang digunakan oleh KPPU selain pendekatan

yuridis adalah pendekatan ekonomi. Pendekatan ini terdiri dari beberapa metode,

seperti relevant market (pasar terkait), market power (kekuatan pasar), barrier to

entry (hambatan masuk pasar) dan pricing strategy (strategi harga) yang

diberlakukan oleh pelaku usaha.16 Melalui pendekatan ekonomi, maka KPPU

dapat menentukan masalah kegiatan ekonomi pelaku usaha, seperti apakah

kegiatan ekonomi pelaku usaha itu berpengaruh kepada tingkat persaingan dan

apakah kegiatan ekonomi pelaku usaha itu akan mengakibatkan kondisi

perekonomian semakin memburuk.17

Pada dasarnya, pendekatan-pendekatan sebagaimana telah diuraikan di

atas baik pendekatan yuridis maupun pendekatan ekonomi, merupakan

pendekatan yang digunakan oleh KPPU untuk melakukan analisis dan mengetahui

apakah telah terjadi atau tidak indikasi pelanggaran ketentuan UU Anti Monopoli

yang dilakukan oleh para pelaku usaha. Dengan kata lain, kedua pendekatan

14 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia - Cet. Ke-1, h. 110.

15 Alum Simbolon, “Pendekatan yang Dilakukan Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Menentukan Pelanggaran dalam Hukum Persaingan Usaha”, Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM

No. 2, Vol. 20 (April 2013): h. 195.

16 L. Budi Kagramanto, Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum Persaingan

Usaha) (Surabaya: Srikandi, 2008), h. 219.

17 Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao, Hukum Larangan Praktik Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia - Cet. Ke-1, h. 107.

Page 53: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

44

tersebut adalah pendekatan yang digunakan untuk menilai dan menyimpulkan

suatu pokok perkara persaingan usaha (aspek materiil).

Penggunaan kedua pendekatan di atas tentunya berbeda dengan

penggunaan pendekatan doktrin seperti SEE Doctrine yang di mana

penggunaannya oleh KPPU bertujuan untuk mengetahui serta memperluas

yurisdiksi KPPU dalam rangka menjangkau serta meminta pertanggungjawaban

para pelaku usaha yang berada di luar wilayah yurisdiksi KPPU itu sendiri (aspek

formil).

Dengan digunakannya pendekatan SEE Doctrine, maka KPPU dapat

menentukan hubungan antara induk perusahaan dengan anak perusahaan di mana

anak perusahaan tidak mempunyai independensi untuk menentukan arah

kebijakan perusahaannya. Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwa

implikasi dari digunakannya doktrin ini adalah pelaku usaha tersebut dapat

dimintakan pertanggungjawaban atas tindakan yang dilakukan oleh pelaku usaha

lain dalam satu kesatuan ekonomi, meskipun pelaku usaha yang pertama

beroperasi di luar yurisdiksi hukum persaingan usaha Indonesia, sehingga hukum

persaingan usaha Indonesia dapat bersifat ekstrateritorial.18

Penggunaan SEE Doctrine di Indonesia oleh KPPU untuk pertama kalinya

secara eksplisit digunakan untuk menyelesaikan putusan Perkara Nomor:

07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek.

Selain putusan perkara tersebut, sengketa persaingan usaha yang dalam

penyelesaiannya menggunakan pendekatan SEE Doctrine adalah putusan Perkara

18 Verry Iskandar, “Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam Perspektif Hukum

Persaingan Usaha”, Jurnal Persaingan Usaha Komisi Pengawas Persaingan Usaha Edisi 5 (Juni

2011): h. 22-23.

Page 54: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

45

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga

Utama Inggris) Musim 2007-2010.

Mengingat putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar

Barclays Premier League (Liga Utama Inggris) Musim 2007-2010 merupakan

objek penelitian yang akan dibahas di bab selanjutnya, maka putusan perkara yang

akan diuraikan secara singkat saat ini adalah putusan Perkara Nomor: 07/KPPU-

L/2007 tentang dugaan Pelanggaran oleh Kelompok Usaha Temasek.

Pada akhir tahun 2002 divestasi Indosat yang dimenangkan oleh STT,

anak perusahaan yang sahamnya 100% dikuasai oleh Temasek, menyebabkan

industri telekomunikasi seluler di Indonesia mengalami struktur kepemilikan

silang. Hal ini disebabkan karena sebelum divestasi tersebut, saham Telkomsel

yang merupakan operator seluler terbesar di Indonesia telah dimiliki oleh

Temasek melalui anak perusahaannya yaitu Singtel dan SingTel Mobile, sehingga

secara tidak langsung Kelompok Usaha Temasek telah menguasai pasar seluler

Indonesia dengan menguasai Telkomsel dan Indosat secara tidak langsung.

Adanya kemampuan pengendalian yang dilakukan oleh Kelompok Usaha

Temasek terhadap Telkomsel dan Indosat menyebabkan melambatnya

perkembangan Indosat sehingga tidak efektif dalam bersaing dengan Telkomsel

yang berakibat tidak kompetitifnya pasar industri seluler di Indonesia.

Perlambatan perkembangan Indosat ditandai dengan pertumbuhan BTS

yang secara relatif menurun dibanding dengan Telkomsel dan XL yang

merupakan dua operator besar lainnya di Indonesia. Struktur kepemilikan silang

Kelompok Usaha Temasek menyebabkan adanya price-leadership dalam industri

Page 55: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

46

telekomunikasi di Indonesia. Telkomsel sebagai pemimpin pasar kemudian telah

menetapkan harga jasa telekomunikasi seluler secara eksesif.

Konsekuensi dari eksesif profit adalah operator menikmati eksesif profit

dan konsumen mengalami kerugian (consumer loss). Perhitungan yang dilakukan

Majelis Komisi menunjukkan kerugian yang dialami oleh konsumen layanan

telekomunikasi seluler di Indonesia sejak tahun 2003 sampai dengan 2006

berkisar dari Rp. 14,76498 Triliun sampai dengan Rp. 30,80872 Triliun. Namun,

sesuai dengan ketentuan UU Anti Monopoli, Majelis Komisi dalam perkara ini

tidak berada pada posisi yang berwenang menjatuhkan sanksi ganti rugi untuk

konsumen.

Selanjutnya, selama sidang berlangsung, Majelis Komisi tidak

menemukan adanya bukti-bukti bahwa Telkomsel telah membatasi perkembangan

teknologi dalam industri seluler di Indonesia sehingga tidak melanggar Pasal 25

ayat (1) huruf b UU Anti Monopoli. Berdasarkan fakta dan bukti yang diperoleh

selama Sidang Majelis, pada 19 November 2007 Majelis Komisi memutuskan:

1. Menyatakan bahwa Temasek Holdings, Pte. Ltd. bersama-sama

dengan Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT

Communications Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia

Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited,

Indonesia Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications

Ltd., dan Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 27 huruf a UU Anti Monopoli;

Page 56: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

47

2. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular terbukti secara sah

dan meyakinkan melanggar Pasal 17 ayat (1) UU Anti Monopoli;

3. Menyatakan bahwa PT. Telekomunikasi Selular tidak terbukti

melanggar Pasal 25 ayat (1) huruf b UU Anti Monopoli;

4. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama

Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications

Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings

Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia

Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan

Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk menghentikan tindakan

kepemilikan saham di PT. Telekomunikasi Selular dan PT.Indosat,

Tbk. dengan cara melepas seluruh kepemilikan sahamnya di salah satu

perusahaan yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau PT.Indosat, Tbk.

dalam waktu paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak putusan ini

memiliki kekuatan hukum tetap;

5. Memerintahkan kepada Temasek Holdings, Pte. Ltd., bersama-sama

Singapore Technologies Telemedia Pte. Ltd., STT Communications

Ltd., Asia Mobile Holding Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings

Pte. Ltd., Indonesia Communication Limited, Indonesia

Communication Pte. Ltd., Singapore Telecommunications Ltd., dan

Singapore Telecom Mobile Pte. Ltd untuk memutuskan perusahaan

yang akan dilepas kepemilikan sahamnya serta melepaskan hak suara

dan hak untuk mengangkat direksi dan komisaris pada salah satu

Page 57: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

48

perusahaan yang akan dilepas yaitu PT. Telekomunikasi Selular atau

PT.Indosat, Tbk. sampai dengan dilepasnya saham secara keseluruhan

sebagaimana diperintahkan pada diktum di atas;

6. Pelepasan kepemilikan saham sebagaimana dimaksud pada diktum di

atas dilakukan dengan syarat, seperti untuk masing-masing pembeli

dibatasi maksimal 5% dari total saham yang dilepas dan pembeli tidak

boleh terasosiasi dengan Temasek Holdings, Pte. Ltd. maupun pembeli

lain dalam bentuk apa pun;

7. Menghukum Temasek Holdings, Pte. Ltd., Singapore Technologies

Telemedia Pte. Ltd., STT Communications Ltd., Asia Mobile Holding

Company Pte. Ltd, Asia Mobile Holdings Pte. Ltd., Indonesia

Communication Limited, Indonesia Communication Pte. Ltd.,

Singapore Telecommunications Ltd., dan Singapore Telecom Mobile

Pte. Ltd masing-masing membayar denda sebesar Rp.

25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor

ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di

bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal

Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank

Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda

Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha);

8. Memerintahkan PT. Telekomunikasi Selular untuk menghentikan

praktek pengenaan tarif tinggi dan menurunkan tarif layanan selular

Page 58: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

49

sekurang-kurangnya sebesar 15% (lima belas persen) dari tarif yang

berlaku pada tanggal dibacakannya putusan ini;

9. Menghukum PT. Telekomunikasi Selular membayar denda sebesar Rp.

25.000.000.000,00 (dua puluh lima miliar rupiah) yang harus disetor

ke Kas Negara sebagai setoran pendapatan denda pelanggaran di

bidang persaingan usaha Departemen Perdagangan Sekretariat Jenderal

Satuan Kerja Komisi Pengawas Persaingan Usaha melalui bank

Pemerintah dengan kode penerimaan 423491 (Pendapatan Denda

Pelanggaran di Bidang Persaingan Usaha). 19

19 Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia, Buku Penjelasan Katalog

Putusan KPPU Periode 2000 – September 2009 (Indonesia: Komisi Pengawas Persaingan Usaha

Republik Indonesia, 2009), h. 58-60.

Page 59: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

50

BAB IV

PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

DALAM PUTUSAN PERKARA NOMOR: 03/KPPU-L/2008

TENTANG HAK SIAR BARCLAYS PREMIER LEAGUE

(LIGA UTAMA INGGRIS) MUSIM 2007-2010

A. Hubungan Para Terlapor

Pada dasarnya, putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 berawal dari

laporan yang diterima oleh KPPU mengenai adanya dugaan pelanggaran Pasal 16

dan Pasal 19 huruf a UU Anti Monopoli yang dilakukan oleh PT Direct Vision

(selanjutnya disebut sebagai PTDV), Astro All Asia Networks, Plc (selanjutnya

disebut sebagai AAAN), ESPN STAR Sports (selanjutnya disebut sebagai ESS),

dan All Asia Multimedia Networks, FZ-LLC (selanjutnya disebut sebagai

AAMN) berkaitan dengan Hak Siar Barclays Premier League (Liga Utama

Inggris) Musim 2007-2010.

Bahwasanya peneliti tidak akan membahas ataupun menguraikan

mengenai duduk perkara maupun dugaan pelanggaran terhadap UU Anti

Monopoli yang dilakukan oleh para terlapor. Namun, peneliti akan memfokuskan

pembahasannya dalam menguraikan hubungan yang dimiliki oleh para terlapor,

yaitu AAAN, AAMN, dan PTDV dalam perkara ini. Hal ini disebabkan,

hubungan ketiganya berkaitan langsung dengan objek penelitian yang peneliti

lakukan, yakni penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU dalam putusan Perkara

Page 60: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

51

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga

Utama Inggris) Musim 2007-2010.

Dalam perkara ini, SEE Doctrine digunakan oleh KPPU untuk menilai

serta mengetahui hubungan antara para terlapor tersebut yang mana

penggunaannya berimplikasi terhadap status ketiganya yang dianggap telah

membentuk satu kesatuan entitas ekonomi. Sebelum peneliti menjelaskan lebih

jauh mengenai hubungan antara para terlapor, maka peneliti akan menjelaskan

terlebih dahulu mengenai identitas masing-masing terlapor. Adapun identitas para

terlapor akan diuraikan sebagai berikut:

1. AAAN merupakan badan usaha yang berbentuk badan hukum berupa

perseroan terbuka, yang terdaftar di Inggris dan Wales dan melakukan

kegiatan usaha di Malaysia berdasarkan The Company Act 1985,

Memorandum and Article of Association of Astro All Asia Networks,

Plc tanggal 22 Juli 2003, yang sahamnya dimiliki oleh Grup Usaha

Tegas sebesar 42%, Khazanah sebesar 20%, government trust

Pemerintah Malaysia sebesar 10%, dan publik sebesar 28%, saat ini

berkedudukan di All Asia Broadcast Centre, Technology Park

Malaysia, Lebuhraya Puchong Sungai Besi, 57000 Kuala Lumpur,

Malaysia, merupakan induk perusahaan yang memiliki berbagai anak

perusahaan yang melakukan kegiatan usaha dalam bidang usaha

televisi berbayar, penyiaran radio, produksi dan distribusi content TV,

serta sejumlah bisnis lainnya di bidang media;

Page 61: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

52

2. AAMN merupakan badan usaha yang berbentuk badan hukum berupa

perseroan, yang didirikan pada bulan April 2006 di Dubai, Uni Emirat

Arab, yang sahamnya dimiliki 100% oleh AAAN, saat ini

berkedudukan di Dubai World Center Lantai 6, Dubai, Uni Emirat

Arab, dan memiliki kantor Cabang di All Asia Broadcast Centre,

Technology Park Malaysia, Lebuhraya Puchong Sungai Besi, 57000

Kuala Lumpur, Malaysia, melakukan kegiatan usaha utama untuk

memperoleh content, membuat channel televisi berbahasa Indonesia

dan berbahasa Malaysia untuk disuplai kepada operator televisi

berbayar yang dioperasikan oleh Astro baik di PTDV di Indonesia,

MBNS di Malaysia maupun “Kristal Astro” di Brunei Darussalam dan

melakukan kegiatan usaha sekunder berupa pengadaan dekorder untuk

disuplai ke PTDV di Indonesia;

3. PTDV merupakan badan usaha yang berbentuk badan hukum berupa

Perseroan Terbatas yang didirikan berdasarkan peraturan perundang-

undangan Negara Republik Indonesia, dengan Anggaran Dasar yang

perubahan terakhirnya dibuat berdasarkan Akta Nomor 119 oleh

Notaris Sutjipto, S.H., yang sahamnya dimiliki oleh PT Ayunda Prima

Mitra sebesar 49% dan Silver Concord Holdings Limited sebesar 51%

dimana PT Ayunda Prima Mitra dimiliki oleh PT Broadband

Multimedia, Tbk (sekarang PT First Media, Tbk) yang merupakan

salah satu anak perusahaan Lippo Group, saat ini berkedudukan di

Gedung Citra Graha Lantai 9, Jalan Jenderal Gatot Subroto Kavling

Page 62: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

53

35-36 Jakarta 12950, Indonesia, melakukan kegiatan usaha dalam

bidang penyelenggaraan televisi berbayar berdasarkan Surat Dirjen

Postel Nomor 14 Februari 2005 mengenai izin penyelenggaraan jasa

telekomunikasi multimedia televisi berbayar, dan melakukan kegiatan

usaha sejak 28 Februari 2006 di wilayah Indonesia dengan

menggunakan merek dagang “ASTRO”.

Berdasarkan Laporan Tim Pemeriksa, AAAN berencana untuk melakukan

investasi di PTDV melalui anak-anak perusahaannya berdasarkan suatu Joint

Venture Agreement yang sampai saat ini belum disepakati. Anak-anak perusahaan

AAAN yang terkait dengan rencana investasi di PTDV antara lain adalah

MEASAT Broadcast Network Systems Sdn. Bhd. (selanjutnya disebut sebagai

MBNS), AAMN, Astro Nusantara International B.V. (selanjutnya disebut sebagai

ANI), dan Astro Nusantara Holdings B.V. (selanjutnya disebut sebagai ANV).

Joint Venture Agreement berupa Subscription and Shareholders

Agreement tahun 2005 antara PTDV dan AAAN didukung oleh Channel Supply

Agreement antara AAMN dan PTDV, Technical Agreement antara MBNS dan

PTDV, Set Up Box Supply antara AAMN dan PTDV, dan IT Service and

Broadcast Service Control antara MBNS dan PTDV yang dimana sampai

dibuatnya Laporan Tim Pemeriksa ini seluruh perjanjian tersebut belum disepakati

oleh para pihak.

Pada awalnya, AAAN berencana melakukan investasi saham berupa equity

di PTDV sebesar 51% melalui Astro Overseas Limited yang terdiri dari ANI dan

Page 63: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

54

ANV, namun berdasarkan ketentuan dalam Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang

Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran dan Pasal 28 ayat (2) Peraturan

Pemerintah Nomor 52 Tahun 2005 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Lembaga

Penyiaran Berlangganan, modal yang berasal dari badan hukum asing dibatasi

maksimal hanya sebesar 20%, sehingga sampai saat Laporan Tim Pemeriksa ini

dibuat, belum tercapai kesepakatan mengenai Subscription and Shareholders

Agreement di antara para pemegang saham dengan calon investor.

Untuk mematuhi ketentuan mengenai pemilikan saham asing maksimal

sebesar 20% tersebut, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) telah

memberi persetujuan penanaman modal di PTDV sebesar 20% melalui Astro

Overseas Limited, yaitu ANH sebesar 10% dan ANI sebesar 10%, namun rencana

tersebut belum disetujui di antara para pemegang saham dengan calon investor.

Atas dasar uraian tersebut, maka dapat dikatakan bahwa sesungguhnya

sampai saat Laporan Tim Pemeriksa ini dibuat tidak ada hubungan induk dan anak

perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup antara AAAN dan AAMN dengan

PTDV. Ini dibuktikan dengan belum disetujuinya seluruh perjanjian sebagaimana

telah diuraikan di atas. Implikasi dari tidak adanya persetujuan terhadap seluruh

perjanjian tersebut adalah tidak adanya kepemilikan saham baik langsung maupun

tidak langsung oleh AAAN ataupun AAMN di PTDV. Dalam hal ini, hubungan

induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup adalah hubungan

yang hanya dimiliki oleh AAAN dengan AAMN yang dimana AAMN merupakan

salah satu anak perusahaan dari AAAN.

Page 64: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

55

B. Pertimbangan KPPU

Digunakannya pendekatan SEE Doctrine terhadap para terlapor, yaitu

AAAN, AAMN, dan PTDV merupakan hasil penilaian dan kesimpulan yang

dicapai oleh Majelis Komisi yang pertimbangannya didasarkan pada beberapa

aspek.

Adapun aspek yang dimaksud terdiri dari aspek yuridis dan aspek

sosiologis. Setelah mempertimbangkan kedua aspek ini, Majelis Komisi

memutuskan untuk menggunakan pendekatan SEE Doctrine dan menyimpulkan

bahwa ketiga terlapor tersebut telah membentuk satu kesatuan entitas ekonomi

atau entitas ekonomi tunggal.

Secara yuridis, Majelis Komisi melihat apakah AAAN dan AAMN yang

merupakan badan usaha berbentuk badan hukum yang tidak didirikan dan

berkedudukan di Indonesia, dapat dikualifikasikan sebagai pelaku usaha sebagai

mana diatur dalam UU Anti Monopoli.

Pasal 1 butir 5 dan Konsideran huruf c UU Anti Monopoli menjadi

ketentuan hukum yang dijadikan tumpuan oleh Majelis Komisi untuk menentukan

hal tersebut. Dalam hal ini, definisi pelaku usaha menurut Pasal 1 butir 5 UU Anti

Monopoli adalah sebagai berikut:

“Setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan

hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau

melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia,

baik sendiri maupun bersamasama melalui perjanjian, menyelenggarakan

berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi”.

Page 65: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

56

Selain ketentuan Pasal 1 Butir 5 UU Anti Monopoli sebagaimana

diuraikan di atas, ketentuan hukum yang selanjutnya dijadikan tumpuan oleh

Majelis Komisi adalah Konsideran huruf c UU Anti Monopoli yang menyatakan

bahwa setiap orang yang berusaha di Indonesia harus berada dalam situasi

persaingan yang sehat dan wajar.

Oleh karena itu, sebagai suatu prinsip umum dalam hukum persaingan,

UU Anti Monopoli memiliki yurisdiksi atas kondisi persaingan di dalam wilayah

hukum Negara Republik Indonesia, tanpa memandang siapa pun dan di mana pun

pelaku usaha yang menyebabkan dampak terhadap kondisi persaingan tersebut.

Terminologi “yang melakukan kegiatan” ataupun “yang berusaha di

Indonesia” tidak serta menunjukkan bahwa pelaku usaha tersebut harus berada

dalam pasar bersangkutan. Suatu perusahaan dapat melakukan kegiatan usaha di

negara lain melalui pendirian atau akuisisi terhadap perusahaan yang telah ada di

suatu negara tanpa secara langsung melakukan kegiatan di dalam pasar

bersangkutan negara tersebut. Dengan kata lain, suatu pelaku usaha dapat

mempengaruhi kondisi persaingan di dalam suatu pasar bersangkutan tanpa

melakukan sendiri kegiatan usaha di pasar bersangkutan.

Secara sosiologis, hasil penemuan Tim Pemeriksa dijadikan dasar oleh

Majelis Komisi untuk menentukan hubungan induk dan anak perusahaan antara

AAAN dan AAMN dengan PTDV. Berdasarkan hasil penemuan ini, Majelis

Komisi berpendapat bahwa meskipun belum ada hubungan induk dan anak

perusahaan secara tegas antara AAAN dan AAMN dengan PTDV melalui

Page 66: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

57

kepemilikan saham, namun AAAN dan AAMN telah menunjukkan penguasaan

dan kendali secara nyata terhadap PTDV. Adapun hasil penemuan Tim Pemeriksa

akan diuraikan lebih lanjut sebagai berikut:

1. AAAN berencana melakukan investasi di PTDV melalui anak

perusahaannya yaitu ANH BV dan ANI BV;

2. Bahwa dalam rangka investasi di PTDV tersebut, AAAN telah

mendirikan AAMN untuk menjadi channel and content supplier bagi

PTDV;

3. Dalam rangka investasi tersebut, AAAN melalui anak perusahaannya,

yaitu MBNS memberikan dukungan dalam hal pemberian lisensi

penggunaan merek ASTRO, dukungan secara teknis serta IT Service

and Broadcast Service Control kepada PTDV;

4. Mengacu pada ketentuan mengenai penanaman modal asing, rencana

penanaman modal yang dilakukan oleh AAAN dan AAMN adalah

bertujuan untuk melakukan kegiatan usaha di wilayah Republik

Indonesia;

5. Dalam BAP PL AAMN dinyatakan bahwa PTDV beroperasi seolah-

olah Joint Venture Agreement telah dilaksanakan. Joint Venture

Agreement tersebut memungkinkan AAAN untuk merekomendasikan

satu orang untuk duduk di jajaran direksi di PTDV;

6. Direktur Keuangan (Finance) PTDV, yaitu Sean Dent,

direkomendasikan oleh AAAN.

Page 67: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

58

C. Putusan KPPU

Berdasarkan fakta dan bukti yang diperoleh selama Sidang Majelis,

Majelis Komisi memutuskan:

1. Menyatakan bahwa ESS dan AAMN terbukti secara sah dan

meyakinkan melanggar Pasal 16 UU Anti Monopoli;

2. Menyatakan bahwa PTDV dan AAAN tidak terbukti melanggar Pasal

16 UU Anti Monopoli;

3. Menyatakan bahwa PTDV, AAAN, dan AAMN tidak terbukti

melanggar Pasal 19 huruf a dan c UU Anti Monopoli;

4. Menetapkan pembatalan perjanjian antara ESS dengan AAMN terkait

dengan pengendalian dan penempatan hak siar Barclays Premiere

League musim 2007-2010 atau AAMN memperbaiki perjanjian

dengan ESS terkait dengan pengendalian dan penempatan hak siar

Barclays Premiere League musim 2007-2010 agar dilakukan melalui

proses yang kompetitif di antara operator TV di Indonesia;

5. Memerintahkan AAMN untuk menjaga dan melindungi kepentingan

konsumen TV berbayar di Indonesia dengan tetap mempertahankan

kelangsungan hubungan usaha dengan PTDV dan tidak menghentikan

seluruh pelayanan kepada pelanggan sampai adanya penyelesaian

hukum mengenai status kepemilikan PTDV.

Page 68: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

59

D. Analisis

Berdasarkan uraian di atas serta pembahasan yang telah dijelaskan di bab-

bab sebelumnya, peneliti berpendapat bahwasanya penggunaan SEE Doctrine oleh

KPPU terhadap para terlapor, yakni AAAN, AAMN, dan PTDV tidaklah tepat.

Untuk mempertanggungjawabkan pendapat tersebut, maka selanjutnya akan

dijelaskan beberapa alasan yang melatarbelakangi peneliti sampai pada

kesimpulan bahwa penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU dalam putusan ini

merupakan suatu kekeliruan.

Adapun alasan-alasan yang dimaksud oleh peniliti, yaitu tidak ditemukan

adanya hubungan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan grup

antara ketiga terlapor tersebut dan tidak terpenuhinya faktor-faktor yang menjadi

pertimbangan untuk mengetahui apakah antara terlapor yang satu dengan terlapor

lainnya telah membentuk satu kesatuan entitas ekonomi atau entitas ekonomi

tunggal.

Seperti yang telah diuraikan oleh peneliti di bab-bab sebelumnya, bahwa

terdapat beberapa karakteristik dan faktor-faktor yang harus dipenuhi untuk

dijadikan pertimbangan dalam rangka mengetahui hubungan antara perusahaan

yang satu dengan perusahaan lainnya. Berikut ini adalah karakteristik dan faktor

yang dimaksud oleh peneliti:

1. Kepemilikan dan Hubungan Induk dan Anak Perusahaan

Tanpa adanya suatu kepemilikan secara nyata, maka antara perusahaan

yang satu dengan perusahaan lainnya bukanlah satu kesatuan entitas

Page 69: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

60

ekonomi yang sama. Dalam hal ini, AAAN dan AAMN merupakan

badan usaha berbentuk badan hukum yang tidak memiliki kepemilikan

saham atas PTDV. Tidak adanya kepemilikan berupa saham terhadap

PTDV dibuktikan dengan dimilikinya saham PTDV oleh PT Ayunda

Prima Mitra sebesar 49% serta Silver Concord Holdings Limited

sebesar 51%. Selain itu, sampai saat Laporan Tim Pemeriksa dibuat,

seluruh perjanjian antara AAMN yang merupakan anak perusahaan

AAAN dengan PTDV tidak ada yang disepakati.

Dengan dimilikinya seluruh saham PTDV oleh perusahaan lain dan

dengan tidak disepakatinya seluruh perjanjian antara AAAN dan

AAMN dengan PTDV, maka secara hukum PTDV bukanlah anak

perusahaan AAAN dan AAMN, melainkan anak perusahaan PT

Ayunda Prima Mitra dan Silver Concord Holdings Limited.

Ketiadaan faktor kepemilikan berupa saham oleh AAAN dan AAMN

dan dimilikinya saham PTDV oleh perusahaan lain, pada akhirnya

membuktikan bahwasanya AAAN dan AAMN tidak memiliki

hubungan induk dan anak perusahaan dalam konstruksi perusahaan

grup dengan PTDV.

2. Kemandirian Ekonomi

Sebagai badan usaha berbentuk badan hukum, PTDV dalam

menjalankan kegiatan usahanya memiliki kemandirian ekonomi sesuai

dengan Anggaran Dasar Perusahaan PTDV dimana pengurus PTDV

Page 70: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

61

bertanggung jawab sepenuhnya kepada pemegang sahamnya, yakni PT

Ayunda Prima Mitra dan Silver Concord Holdings Limited.

Perlu dinyatakan kembali, bahwa faktor kemandirian ekonomi suatu

perusahaan dalam menjalankan kegiatan usahanya merupakan kunci

untuk mengevaluasi apakah perusahaan yang bersangkutan telah

membentuk satu kesatuan entitas ekonomi yang sama dengan

perusahaan lainnya.

Dalam hal ini, PTDV memiliki kebebasan dan kemandirian ekonomi

dalam menjalankan kegiatan usahanya, tanpa harus bergantung

terhadap AAAN dan AAMN. Ketiadaan ketergantungan finansial

antara PTDV dengan AAAN dan AAMN menunjukkan bahwa PTDV

dengan AAAN dan AAMN bukan merupakan bagian dari entitas

ekonomi yang sama.

3. Tingkat Instruksi yang Diberikan

Berdasarkan analisis yang peneliti lakukan, peneliti tidak menemukan

adanya instruksi yang diberikan oleh AAAN dan AAMN kepada

PTDV dalam menjalankan kegiatan usahanya selama ini. Ketiadaan

instruksi ini menunjukkan bahwa AAAN dan AAMN pada dasarnya

tidak memiliki hak untuk memberikan instruksi terhadap PTDV itu

sendiri.

Page 71: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

62

4. Kepatuhan kepada Instruksi

Dengan tidak adanya instruksi yang diberikan kepada PTDV

sebagaimana diuraikan di atas, maka tidak terpenuhinya pula faktor

tingkat kepatuhan PTDV terhadap instruksi yang diberikan baik oleh

AAAN maupun AAMN. Ketiadaan kepatuhan kepada instruksi

menunjukkan bahwa PTDV memandang dirinya tidak terikat baik

terhadap AAAN maupun AAMN.

Tidak terpenuhinya berbagai kriteria dan beberapa faktor sebagaimana

peneliti uraikan di atas merupakan hal yang menentukan apakah telah terjadi

pengendalian secara nyata yang dilakukan oleh AAAN dan AAMN terhadap

PTDV dalam menjalankan kegiatan usahanya.

Berdasarkan hasil analisis peneliti, unsur pengendalian tersebut nyatanya

tidak dapat ditemukan dikarenakan tidak terpenuhi keempat faktor yang menjadi

pertimbangan apakah suatu perusahaan dengan perusahaan lainnya telah

membentuk satu kesatuan entitas ekonomi yang sama.

Bahkan, sejak tidak terpenuhinya faktor kepemilikan dan tidak adanya

hubungan induk dan anak perusahaan, maka secara tidak langsung tidak

terpenuhinya pula faktor-faktor lainnya, seperti kemandirian ekonomi, tingkat

instruksi yang diberikan, dan tingkat kepatuhan kepada instruksi yang diberikan.

Ini disebabkan, melalui kepemilikanlah suatu perusahaan dapat melakukan

pengendalian secara nyata terhadap perusahaan yang dimilikinya secara

seluruhnya ataupun sebagian. Pengendalian tersebut dapat dilakukan melalui

Page 72: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

63

mekanisme RUPS dan penempatan anggota direksi dan/atau dewan komisaris.

Dalam hal ini, mekanisme RUPS tidak dapat dilakukan oleh AAAN dan AAMN

dikarenakan AAAN dan AAMN bukanlah pemegang saham dalam PTDV,

sehingga AAAN dan AAMN tidak dapat mempengaruhi serta memberikan

instruksi terhadap PTDV dalam menjalan kegiatan usahanya.

Selanjutnya, penempatan anggota direksi yang direkomendasikan oleh

AAAN terhadap PTDV tidak dapat disimpulkan secara sempit bahwa telah terjadi

suatu pengendalian yang dilakukan oleh AAAN terhadap PTDV. Hal ini

mengingat bahwa dua direktur PTDV lainnya merupakan direktur yang ditunjuk

langsung oleh Lippo Group.

Sebagai suatu organ perseroan yang menjalankan pengurusan perseroan

seorang direksi dalam menjalankan tugasnya harus bertanggungjawab kepada

pemegang saham yang mana dalam hal ini pemegang saham tersebut bukanlah

AAAN dan AAMN. Sehingga, dengan ditempatkannya satu direksi yang

direkomendasikan oleh AAAN kepada PTDV tidak serta merta dapat dijadikan

argumentasi utama bahwa telah terjadi pengendalian terhadap PTDV yang

dilakukan oleh AAAN.

Berdasarkan hasil analisis tersebut, maka peneliti berpendapat bahwa

penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU terhadap para terlapor, yakni AAAN,

AAMN, dan PTDV tidaklah tepat. Meskipun pada akhirnya, AAAN, AAMN, dan

PTDV yang dianggap sebagai entitas ekonomi tunggal dinyatakan tidak

melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU Anti Monopoli, namun

Page 73: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

64

tetap digunakannya doktrin tersebut oleh KPPU dapat menyebabkan terjadinya

ketidakadilan dalam hukum yang dapat merugikan salah satu pihak diantara ketiga

terlapor tersebut.

Adanya potensi menimbulkan ketidakadilan dalam menerapkan suatu

hukum tentunya merupakan hal yang seharusnya dihindari dan tidak dilakukan.

Karena pada dasarnya mengutamakan keadilan dalam hukum merupakan bentuk

menjalankan perintah Allah SWT sebagaimana dituangkan dalam Surat An-Nisa’

ayat 58 dan Surat Al-Ma’idah ayat 8:

يأمركم أن تؤدوا المانات إل ا يع إن الل نعم ى أهلها وإذا حكمتم بين الناس أن تحكموا بالعدل إن الل ظكم ب

كان سميعا بصيرا إن الل

Artinya: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat

kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan

hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya

Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah

adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.

شهداء بالقسط ول يجرمنكم شنآن قوم على امين لل ا هو أقرب أل تعدلوا اعدلويا أيها الذين آمنوا كونوا قو

خبير بما تعملون إن الل للتقوى واتقوا الل

Artinya: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang

yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil.

Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu

untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.

Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang

kamu kerjakan.

Page 74: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

65

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan peneliti dalam penelitian ini,

maka dapat ditarik kesimpulan bahwa penggunaan SEE Doctrine oleh KPPU

terhadap para terlapor, yakni AAAN, AAMN, dan PTDV dalam putusan Perkara

Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier League (Liga

Utama Inggris) Musim 2007-2010 tidaklah tepat.

Hasil analisis peneliti menunjukkan bahwasanya AAAN, AAMN, dan

PTDV tidak membentuk satu kesatuan entitas ekonomi. Sehingga, antara AAAN

dan AAMN dengan PTDV merupakan badan usaha berbentuk badan hukum yang

sama-sama bersifat mandiri dan tidak memiliki hubungan induk dan anak

perusahaan di dalamnya.

Tidak terpenuhinya berbagai faktor dan kriteria yang menjadi

pertimbangan dalam menentukan apakah AAAN dan AAMN dengan PTDV telah

membentuk entitas ekonomi tunggal yang dikaitkan dengan berbagai hasil temuan

serta Laporan Tim Pemeriksa menjadi alasan utama mengapa peneliti merasa

telah terjadi kesalahan penggunaan dan penerapan pendekatan SEE Doctrine oleh

KPPU.

Meskipun pada akhirnya Majelis Komisi memutuskan bahwa AAAN,

AAMN, dan PTDV yang dianggap sebagai satu kesatuan entitas ekonomi tidak

terbukti melakukan pelanggaran terhadap ketentuan dalam UU Anti Monopoli,

Page 75: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

66

namun tetap dinyatakannya ketiga terlapor tersebut sebagai entitas ekonomi

tunggal merupakan salah satu bentuk kesalahan pengimplementasian suatu teori

yang berpotensi untuk mencederai keadilan salah satu atau seluruh pihak yang

bersangkutan.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan sebagaimana telah diuraikan di atas, maka

peneliti memberikan beberapa saran sebagai berikut:

1. KPPU melakukan kajian secara lebih mendalam terhadap eksistensi

SEE Doctrine yang digunakan dan mereformulasikan teori tersebut

sesuai dengan hukum di Indonesia dan merekomendasikan hasil

reformulasi teori ini untuk dituangkan secara eksplisit di dalam UU

Anti Monopoli;

2. Pemerintah melakukan revisi terhadap UU Anti Monopoli dan

merekonstruksikan kembali definisi dari pelaku usaha yang di

dalamnya secara eksplisit mengatur mengenai eksistensi pelaku usaha

yang tidak didirikan di wilayah dan berdasarkan hukum negara

Republik Indonesia serta melakukan revisi terhadap UU Perseroan

Terbatas dan memberikan pengakuan yuridis terhadap keberadaan atau

eksistensi dari perusahaan grup, perusahaan holding, dan perusahaan

subsidiary di Indonesia dengan menambahkan ketentuan yang

mengatur masing-masing keberadaan atau eksistensi perusahaan

tersebut secara komprehensif.

Page 76: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

67

DAFTAR PUSTAKA

LITERATUR

Amiruddin dan Zainal Asikin. 2012. Pengantar Metode Penelitian Hukum.

Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Arrasjid, Chainur. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Black, Henry Campbell. 1968. Black’s Law Dictionary - Fourth Edition. ST. Paul,

Minn: West Publishing Co.

Clark, Lawrence S., Robert J. Aalberts and Peter D. Kinder. 1994. Law and

Business The Regulatory Environment - Fourth Edition. United States of

America: McGraw-Hill.

Fuady, Munir. 2002. Hukum Bisnis Dalam Teori dan Praktek. Bandung: PT. Citra

Aditya Bakti.

___________. 2002. Hukum Perusahaan (Dalam Paradigma Hukum Bisnis).

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Harahap, M. Yahya. 1997. Beberapa Tinjauan Tentang Permasalahan Hukum

(II). Bandung: Citra Aditya Bakti.

___________. 2013. Hukum Perseroan Terbatas. Jakarta: Sinar Grafika.

Hasyim, Farida. 2014. Hukum Dagang. Jakarta: Sinar Grafika.

Hermansyah. 2009. Pokok-Pokok Hukum Persaingan Usaha di Indonesia - Cet.

Ke-2. Jakarta: Kencana.

HS, Salim dan Budi Sutrisno. 2008. Hukum Investasi di Indonesia. Jakarta:

Rajawali Pers.

Iskandar, Verry. 2011. Akuisisi Saham oleh Perusahaan Terafiliasi dalam

Perspektif Hukum Persaingan Usaha. Jurnal Persaingan Usaha Komisi

Pengawas Persaingan Usaha Edisi 5.

Ivamy, E.R. Hardy. 1978. Topham and Ivamy’s Company Law - Sixteenth Edition.

London: Butterworth & Co.

Jones, Alison and Brenda Sufrin. 2004. EC Competition Law, Text, Cases, and

Materials. New York: Oxford University Press.

___________. 2008. EC Competition Law: Text, Cases, and Materials. United

States: Oxford University Press, Inc.

___________. 2011. EU Competition Law: Text, Cases, and Materials. United

States: Oxford University Press, Inc.

Kagramanto, L. Budi. 2008. Larangan Persekongkolan Tender (Perspektif Hukum

Persaingan Usaha). Surabaya: Srikandi.

Page 77: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

68

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia. 2009. Buku Penjelasan

Katalog Putusan KPPU Periode 2000 – September 2009. Indonesia:

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia.

Kurniawan. 2014. Hukum Perusahaan: Karakteristik Badan Usaha Berbadan

Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia. Yogyakarta: Genta

Publishing.

Lin, Ethel and Joanne Yong. 2016. The Single Economic Entity Doctrine in

Competition Law. The Singapore Law Gazette.

Lubis, Andi Fahmi dkk. 2009. Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks.

Indonesia: KPPU.

Margono, Suyud. 2013. Hukum Anti Monopoli. Jakarta: Sinar Grafika.

Maria, Titi. 2004. Liability Aspects of Corporate Group Structures: A Primer for

Indonesian Legal Practitioners. Jakarta: PT. Tatanusa.

Marzuki, Peter Mahmud. 2014. Penelitian Hukum Edisi Revisi. Jakarta: Prenada

Media Group.

Oliver, M C and Enid A Marshall. 1994. Company Law. London: Pitman

Publishing.

Prasetya, Rudhi. 1995. Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas Disertai Dengan

Ulasan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 Tentang

Perseroan Terbatas. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Rokan, Mustafa Kamal. 2010. Hukum Persaingan Usaha (Teori dan Praktiknya

di Indonesia) - Cet. Ke-1. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Saliman, Abdul R., Hermansyah dan Ahmad Jalis. 2005. Hukum Bisnis Untuk

Perusahaan: Teori dan Contoh Kasus. Jakarta: Kencana.

Sardjono, Agus dkk. 2014. Pengantar Hukum Dagang. Jakarta: Rajawali Pers.

Silondae, Arus Akbar dan Andi Fariana Fathoeddin. 2010. Aspek Hukum dalam

Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Mitra Wacana Media.

Simbolon, Alum. 2013. Pendekatan yang Dilakukan Komisi Pengawas

Persaingan Usaha Menentukan Pelanggaran dalam Hukum Persaingan

Usaha. Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM No. 2, Vol. 20.

Soeroso, R. 2011. Pengantar Ilmu Hukum. Jakarta: Sinar Grafika.

Suhasril dan Mohammad Taufik Makarao. 2010. Hukum Larangan Praktik

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat di Indonesia - Cet. Ke-1.

Bogor: Ghalia Indonesia.

Sulistiowati. 2010. Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di

Indonesia. Jakarta: Erlangga.

Page 78: PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43004... · 2019. 1. 3. · PENGGUNAAN SINGLE ECONOMIC ENTITY DOCTRINE OLEH KPPU

69

Toha, Kurnia. 2015. Extraterritorial Applicability of Indonesia Business

Competition Law as an Efforts Dealing Asean Single Market. Jurnal

Dinamika Hukum Vol. 15, No. 1.

Wahyuni, Dhifla. 2009. Single Economic Entity Menurut Hukum Persaingan

Usaha di Indonesia, Uni Eropa, dan Amerika Serikat. Universitas

Indonesia.

DOKUMEN ELEKTRONIK

Feeney, David J. “The European Commission's Extraterritorial Jurisdiction Over

Corporate Mergers”. Artikel diakses pada 1 Oktober 2017 dari

http://readingroom.law.gsu.edu/cgi/viewcontent.cgi?article=1972&context

=gsulr.

Mackenzie, Neil, Ingrid Rogers and Stephen Langbridge. “The Single Economic

Entity Doctrine in South Africa and its Implications for Competition

Policy”. Artikel diakses pada 1 Oktober 2017 dari

http://www.compcom.co.za/wp-content/uploads/2014/09/The-Single-

Economic-Entity-Doctrine-in-SA.PDF.

Patrick, Hugh. “Corporate Governance and the Indonesian Financial System: A

Comparative Perspective”. Artikel diakses pada 1 September 2017 dari

https://www8.gsb.columbia.edu/apec/sites/apec/files/files/discussion/hpatr

ick3.PDF.

Universitas Osloensis. “EU Antitrust Fines and the Single Economic Entity”.

Artikel diakses pada 1 Oktober 2017 dari

https://www.duo.uio.no/bitstream/handle/10852/34033/156015.pdf?sequen

ce=4.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Putusan Perkara Nomor. 07/KPPU-L/2007 tentang dugaan Pelanggaran oleh

Kelompok Usaha Temasek.

Putusan Perkara Nomor: 03/KPPU-L/2008 tentang Hak Siar Barclays Premier

League (Liga Utama Inggris) musim 2007-2010