21
PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN PENGAMBILALIHAN (P3) DAN KEDUDUKAN KONSULTASI DALAM HUKUM PERSAINGAN USAHA* Yakub Adi Krisante ABSTRAK Establishment of the Business Competition Act, particularly those governing the merger, consolidation and acquisition give birth to a legal vacuum. Notification system adopted pursuant to Article 29 paragraph (2) Competition Act, namely post notification. Competition Act further mandates the setting of the merger, con- solidation and acquisition through government regulation. 10 years required for the issuance of the aforementioned, and prior to any government regulation of Article 29 paragraph (2) Competition Act became lex imperfecta. The provisions on merger, consolidation and takeovers can not be applied, so that many of the alleged violation of monopolistic practices and unfair competition can not be assessed under these provisions. This paper is about to review the authorization merger, consolidation and takeover business entity in which the rules and regula- tions perudang be one issue of the notification system adopted in the competition law in Indonesia. Authorization is still a problem despite the normative level rise of government regulation on merger, consolidation and takeovers. PENDAHULUAN Istilah Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (selanjutnya disebut dengan P3) dikenal dalam khazanah hukum Indonesia sebagai terjemahan dari Merger and Acquisition) Hukum mengenai P3 tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan hukum perusahaan di Indonesia. Hukum Perusahaan yang semula diatur dalam KUHPerdata, dan secara khusus KUHD mengalami pembaharuan (modernisasi) pada UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas dan UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mengatur kewajiban perusahaan yang melakukan penawaran umum. 2 P3 adalah kependekan dari Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan. •• Penulis adalah dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. ' Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,TInjouan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, PT. Citra Aditya, Bandung, 1999, hal. 61. Bandingkan dengan Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27 — 1 — Tahun 2008, hal. 40-49. 2 Lihat Bagian Umum Penjelasan UU No. 8 Tahun 1995. Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012 I 61

PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

  • Upload
    others

  • View
    17

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN

PENGAMBILALIHAN (P3) DAN KEDUDUKAN KONSULTASI DALAM HUKUM

PERSAINGAN USAHA*

Yakub Adi Krisante

ABSTRAK

Establishment of the Business Competition Act, particularly those governing the merger, consolidation and acquisition give birth to a legal vacuum. Notification system adopted pursuant to Article 29 paragraph (2) Competition Act, namely post notification. Competition Act further mandates the setting of the merger, con-solidation and acquisition through government regulation. 10 years required for the issuance of the aforementioned, and prior to any government regulation of Article 29 paragraph (2) Competition Act became lex imperfecta. The provisions on merger, consolidation and takeovers can not be applied, so that many of the alleged violation of monopolistic practices and unfair competition can not be assessed under these provisions. This paper is about to review the authorization merger, consolidation and takeover business entity in which the rules and regula-tions perudang be one issue of the notification system adopted in the competition law in Indonesia. Authorization is still a problem despite the normative level rise of government regulation on merger, consolidation and takeovers.

PENDAHULUAN

Istilah Penggabungan, Peleburan dan

Pengambilalihan (selanjutnya disebut

dengan P3) dikenal dalam khazanah

hukum Indonesia sebagai terjemahan dari

Merger and Acquisition) Hukum

mengenai P3 tumbuh dan berkembang

seiring dengan perkembangan hukum

perusahaan di Indonesia. Hukum

Perusahaan yang semula diatur dalam

KUHPerdata, dan secara khusus KUHD

mengalami pembaharuan (modernisasi)

pada UU No. 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas dan UU No. 8 Tahun

1995 tentang Pasar Modal yang mengatur

kewajiban perusahaan yang melakukan

penawaran umum. 2

• P3 adalah kependekan dari Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.

•• Penulis adalah dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

' Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,TInjouan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, PT. Citra Aditya, Bandung, 1999, hal. 61. Bandingkan dengan Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27 — 1 — Tahun 2008, hal. 40-49.

2 Lihat Bagian Umum Penjelasan UU No. 8 Tahun 1995.

Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012 I 61

Page 2: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

Pengaturan P3 sudah dikenal sebelum

diundanglcan UU No. 1 Tahun 1995 tentang

Perseroan Terbatas (PT). P3 yang terjadi

dalam hukum perbankan lebih maju

dibandingkan dengan pengaturannya untuk

PT non perbankan. Pasal 28 ayat (1) UU

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang

menyatakan bahwa "merger dan konsoliclasi

antar bank, serta akuisisi bank wajib

terlebih dahulu mendapat izin Menteri

setelah mendengar pertimbangan Bank In-

donesia." Pengaturan P3 untuk Perseroan

Terbatas non perbankan mengalami

akselerasi pada tahun 1998 dengan

dikeluarkannya PP No. 27 Tahun 1998

tentang Penggabungan, Peleburan dan

Pengambilalihan Perseroan Terbatas

sebagai peraturan pelaksana UU No. 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Peraturan tersebut 1 (satu)tahun lebih dulu

dibandingkan dengan PP No. 28 Tahun

1999 tentang Merger, Konsolidasi dan

Akuisisi Bank.

Dan perkembangan hukum P3 diatas

yang menarik untuk dicermati adalah

pertama, penggunaan istilah yang

`berbeda' yaitu merger, konsolidasi dan

akuisisi untuk PT Perbankan dan P3 untuk

PT non Perbankan. Kedua, bahwa kedua

pengaturan tentang P3 yang dikeluarkan

pada tahun 1998/1999 memiliki latar

belakang yang berbeda yaitu [1] P3 PT non

Perbankan untuk mencegah pemusatan

kekuatan ekonomi dan/atau persaingan

curang [2] P3 PT Perbankan untuk

mendorong terbentuknya system

perbankan yang sehat, efisien dan mampu

bersaing dalam era globalisasi dan

perdagangan bebas.4

Awal kesadaran pembentuk peraturan

perundang-undangan dalam mengatur P3

yang didasarkan untuk mencegah

persaingan curang (unfair competition)

ditemukan pada UU No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas. Pasal 104 UU

No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas sudahmengatur mengenai P3 yang

hams memperhatikan persaingan sehat.

Dalam Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU

No. 1 Tahun 1999 dengan tegas

menyatakan bahwa P3 harus dicegah

kemungkinan terjadinya monopoli, atau

monopsoni dalam berbagai bentuk yang

merugikan masyarakat. Kesadaran anti

persaingan curang sudah dengan tegas

diatur namun pengaturannya masih belum

spesifik, dan membutuhkan waktu 3 (tiga)

tahun menunggu terbitnya peraturan

pelaksanan dari Bab VII UU No. 1 Tahun

1995 tentang Perseroang Terbatas.5

PP No. 27 Tahun 1998 tentang

Penggabungan, Peleburan dan Pengam-

bilalihan Perseroan Terbatas yang menjadi

peraturan pelaksana dan Pasal Bab VII UU

No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas tidak memberikan pemahaman

Penjelasan PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Penjelasan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

Pengaturan dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas masih terbatas pada prosedur atau tata cara P3 yang sifatnya umum.

62 I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012

Page 3: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultosi Hukum Persaingan Usaha

komprehensifmengenai pengaturan P3.6

Peluang untuk mengajukan perhatian

terhadap dipenuhinya kepentingan

persaingan sehat dalam melakukan usaha

berada pada tahapan pengajuan keberatan

terhadap P3. Keberatan itupun hanya dapat

dilakukan oleh kreditor PT yang melakukan

P3 paling lambat 30 (tiga puluh harp

sebelum pemanggilan Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS).7 Ketentuan

untuk memperhatikan persaingan sehat

dalam melakukan P3 belum diejawantahkan

sedemikian rupa bagaimana persaingan

sehat dalam konteks P3. Demikian pula

pengaturan P3 Bank, terdapat aturan untuk

memperhatikan persaingan yang sehat

dalam melakukan usaha bank namun tidak

cukup diejawantahkan dalam pasal-

pasalnya.

Yang menarik mengenai P3 pasca UU

No. 1 Tahun 1995 tentang PT dan sebelum

UU Persaingan Usaha adalah lembaga

apakah yang berwenang untuk mengawasi

kepatuhan terhadap persaingan sehat

sebagaimana diatur dalam peraturan

perundang-undangan. Di bidang perbankan

pengawasan atas (kepatuhan) melak-

sanakan P3 mengalami perkembangan yaitu

pertama, pada saat berlakunya UU No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa P3

wajib mendapatkan izin Menteri Keuangan

setelah mendengar pertimbangan dari Bank

Indonesia.' Kedua, pasca perubahan UU

No. 7 Tahun 1992 dengan UU No. 10

Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.

7 Tahun 1992 tentang Perbankan

(selanjutnya disebut dengan UU

Perbankan), P3 wajib mendapat ijin

Pimpinan Bank Indonesia.

Pengesahan atas pelaksanaan P3 patut

dikaj i, khususnya apabila dikaitkan dengan

ketentuan dalam UU Persaingan Usaha.

Untuk meng-kaji permasalahan tersebut

dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu pertama,

sebelum diundangkannya UU Persaingan

Usaha. Kedua, setelah diundangkannya UU

Per-saingan Usaha dan UU No. 40 Tahun

2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketiga,

setelah diundangkannya PP No. 57 Tahun

2010 tentang Penggabungan atau Peleburan

Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham

Perusahaan yang dapat mengakibatkan

terjadinya Praktek Monopolli Dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pengesahan

badan usaha pasca UU Persaingan Usaha

mengalami kompleksitas berkaitan dengan

ketentuan yang mengatur tentang kewajiban

pemberitahuan (notification) kepada

KPPU atas pelaksanaan P3.9 Kompleksitas

tersebut berkaitan dengan 2 (dua) hal,

pertama, sejak kapan badan usaha hasil

P3 memperoleh pengesahan? Kedua,

penentuan pengesahan tersebut melibatkan

3 (tiga) peraturan perundang-undangan yaitu

6 PP No. 27 Tahun 1997 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas pengaturannya hanya memilah tata cara P3 secara terpisah.

Pasal 33 PP No. 27 Tahun 1997 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseoran Terbatas 9 Pasal 28 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1992 tentang Perbankan. 9 Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan Usaha.

Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 63

Page 4: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas, UU PersainganUsahadanPPNo.

57 Tahun 2010.

P3 sebelum diundangkannya UU

Persaingan Usaha.

Pada awal pengaturan P3 dengan UU

No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, istilah

yang digunakan adalah merger, konsolidasi

dan akuisisi. Istilah tersebut belum

didefinisikan oleh pembentuk undang-

undang, dan menyerahkan pengaturannya

dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan

P3 untuk badan usaha bank dilakukan

sebagai upaya penyelamatan bank dan

kesulitan yang membahayakan kelang-

sungan usaha.10 Otoritas yang berwenang

melakukan pengawasan terhadap

pelaksanaan P3 bukan Bank Indonesia

melainkan Menteri Keuangan, meskipun

kewenangan untuk melakukan pembinaan

dan pengawasan Bank dimiliki oleh Bank

Indonesia."

Definisi P3 baru muncul di PP No. 28

Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi

dan Akuisisi Bank. Merger adalah

penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih,

dengan cara tetap mempertahankan

berdirinya salah satu Bank dan

membubarkan Bank-bank lainnya tanpa

melikuidasi terlebih dahulu.12 Konsolidasi

adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank

atau lebih, dengan cara mendirikan Bank

baru dan membubarkan Bank-bank

tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu. '3

Akuisisi adalahpengambilalihankepemilikan

suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya

pengendalian terhadap Bank. '4 Dalam

pengaturannya terdapat hal menaik yang

dapat dikemukakan,pertama, konsistensi

penggunaan istilah merger, konsolidasi dan

akuisisi bank dengan UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan. Padahal antara waktu

pengundangan UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan dengan PP No. 28

Tahun 1999 lahir UU No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan terbatas yang

menggunakan istilah penggabungan,

peleburan dan pengam-bilalihan.

Kedua, terdapat perubahan

mekanisme pihak yang memiliki

kewenangan pemberian ij in dari UU No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan dengan PP

No. 28 Tahun 1999. Pada UU No. 7 Tahun

1992 tentang Perbankan, kewenangan

memberikan ijin melakukan P3 berada

ditangan Menteri Keuangan setelah

mendengar pertimbangan dari Bank Indo-

nesia. Sedangkan dalam PP No. 28 Tahun

1999 lembaga yang mempunyai

kewenangan memberikan ijin P3 yaitu

Pimpinan Bank Indonesia. Perubahan

tersebut menjadi bentuk pelampauan

pengaturan dari sebuah produk peraturan

Pasal 37 ayat (2) huruf a angka 4 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 11 Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Pasal 1 angka 2 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Pasal 1 angka 3 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

14 Pasal 1 angka 4 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

64 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012

Page 5: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

perundang-undangan yang peraturan

utamanya berada di UU No. 7 Tahun 1992

tentang Perbankan. Pelampuan norma

pemberian ijin P3 yang oleh undang-undang

diamanatkan ke Menteri Keuangan (setelah

mendengar pertimbangan BI), namun oleh

peraturan yang lebih rendah diubah menjadi

kewenangan Pimpinan Bank Indonesia.

Telah terjadi perubahan norma tugas

pokok Bank Indonesia yang semula diatur

dalam UU No. 13 Tahun 1968 tentang

Bank Indonesia kemudian pada tahun 1999

diundangkan UU No. 23 Tahun 1999

tentang Bank Indonesia. Pada UU No. 13

Tahun 1968 tentang Bank Indonesia, Bank

Indonesia mempunyai 2 (dua) tugas pokok

yaitu mengatur, mengatur dan memelihara

kestabilan nilai Rupiah dan mendorong

kelancaran produksi dan pembangunan

sena memperluas kesempatan kerj a, guna

meningkatkan taraf hidup rakyat.15 Tugas

pokok tersebut tidak secara tegas

menempatkan tugas untuk mengawasi

perbankan. Namun dalam perincian

tugasnya terdapat ketentuan yang mengatur

tentang pengawasan bank yang berkaitan

dengan urusan kredit.'6 Dalam hal demilcian

pelampuan norma dilakukan untuk menjaga

konsistensi pengaturan tentang pengawasan

bank yang berada dibawah kewenangan

Bank Indonesia.

Mengacu pada waktu pengundangan

tersebut maka PP No. 28 Tahun 1999 yang

mengatur pelampauan norma merupakan

bentuk antisipasi terbitnya UU No. 23

Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. ''

Dalam Pasal 8 huruf c UU No. 23 Tahun

1999 tentang Bank Indonesia menyatakan

bahwa salah satu tugas Bank Indonesia

adalah mengatur dan mengawasi Bank.

Salah satu bentuk pelaksanaan tugas

mengatur dan mengawasi bank adalah

berkaitan dengan perizinan kelembagaan

dan kegiatan usaha tertentu dari bank.'8

Perizinan kelembagaan yang memiliki

keterkaitan dengan pelaksanaan P3 adalah

memberikan persetujuan atas kepemilikan

(dan kepengurusan) bank. Salah satu akibat

P3 adalah perubahan struktur kepemilikan

bank. Struktur kepemilikan inilah yang

menjadi perhatian dalam pengaturan P3 di

Pasal 104 ayat (1) hurufb UU No. 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal

5 PP No. 28 Tahun 1999, khususnya

mengenai persaingan sehat dalam

melakukan usaha.

PP No. 28 Tahun 1999 mengatur

mengenai mekanisme dan pihak yang

mempunyai kewenangan pengesahan hasil

P3. Mekanisme dan pihak yang mempunyai

kewenangan terdapat karakteristik antara

merger (penggabungan), konsolidasi

15 Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. 16 Pasal 29 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. 17 Konsistensi pengawasan bank yang berada dibawah kewenangan Bank Indonesia nampak dari waktu

pengundangan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu bahwa pengundangan UU tersebut selisih 10 hari dari penerbitan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. PP tersebut diterbitkan pada tanggal 7 Mei 1999, sedangkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diundangkan pada tanggal 17 Mei 1999.

18 Pasal 24 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

Jurnal Hukum PRIOIUS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012 I 65

Page 6: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

(peleburan), danpengambilalihan (akuisisi).

Pembahasan mengenai mekanisme dan

pihak yang mempunyai kewenangan

pengesahan dilakukan setelah tahap proses

P3 internal Bank selesai dilakukan yaitu

diperolelmya persetujuan Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS). Pertama,

untuk penggabungan terdapat perbedaan

mekanisme yang berkaitan apabila

penggabungan tidak mengakibatkan

perubahan Anggaran Dasar dan terjadinya

perubahan Anggaran Dasar hasil

penggabungan.

Penggabungan yang tidak menga-

kibatkan perubahan Anggaran Dasar

mekanismenya adalah direksi masing-

masing Bank yang melakukan

penggabungan bersama-sama mengajukan

permohonan ijin penggabungan kepada

Bank Indonesia dengan tembusan Menteri

Hukum dan HAM (Menkumham). '9

Permohonan ijin penggabungan diajukan

dengan melampirkan Akta Perubahan

Anggaran Dasar danAkta Penggabungan.

Dalam hal penggabungan mengakibatkan

perubahan Anggaran Dasar hasil

penggabungan maka bersamaan dengan

pengajuan permohonan ijin penggabungan

ke Bank Indonesia, Direksi Bank basil

penggabungan mengajukan permohonan

persetujuan perubahan Anggaran Dasar

kepada Menkunham. Persetujuan

Menkumham terhadap perubahanAnggaran

Dasar basil penggabungan dilakukan setelah

memperoleh tembusan ijin penggabungan

dari Bank Indonesia.

Kedua, Direksi basil peleburan

(konsolidasi) mengajukan permohonan

persetujuanAkta Pendirian hasil peleburan

(konsolidasi) kepada Menkumham dengan

tembusan kepada Bank Indonesia. Terdapat

perbedaan mekanisme pengesahan antara

peleburan konsolidasi dengan

penggabungan (merger), khususnya

penggabungan yang tidak mengakibatkan

perubahan Anggaran Dasar yaitu

pengesahan dilakukan dengan mengajukan

permohonan ijin penggabungan kepada

Bank Indonesia pada penggabungan

pengajuan Anggaran Dasar dengan

tembusan Menkumham. Namun terjadi

kesamaan apabila dibandingkan dengan

penggabungan yang mengakibatkan

perubahan Anggaran Dasar yaitu

permohonan persetujuan perubahan

Anggaran Dasar kepada Menkumham, dan

persetujuan Menkumham dilakukan setelah

memperoleh tembusan ijin penggabungan

dari Bank Indonesia.

Perbedaan mekanisme pengesahan

antara peleburan (konsolidasi) dengan

penggabungan (merger) yang tidak

mengakibatkan perubahanAnggaran Dasar

dan terjadi kesamaan mekanisme

pengesahan antara peleburan (konsolidasi)

dengan penggabungan (merger) yang

mengakibatkan perubahanAnggaran Dasar

disebabkan oleh konsekuensi yuridis dari

Dalam PP tersebut masih menggunakan istilah Menteri Kehakiman

66 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012

Page 7: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

hasil peleburan atau penggabungannya.

Bank hasil peleburan dan penggabungan

adalah badan usaha baru dengan

perbedaan kriteria baru. Pada

penggabungan yang mengakibatkan

perubahaan Anggaran Dasar meskipun

Bank yang bertahan adalah badan usaha

yang lama, namun dengan adanya

perubahan Anggaran Dasar maka Bank

tersebut memiliki struktur kepemilikan yang

baru dalam hal pemegang saham yang

mengambil bagian saham. Berdasarkan

Pasal 15 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1994

tentang Perseroan Terbatas menyatakan

bahwa perubahan Anggaran Dasar hares

mendapatkan persetujuan Menkumham

dan didaflarkan dalam Daflar Perusahaan.

Ketiga, ketentuan mengenai meka-

nisme pengesahan pada pengambilalihan

(akuisisi) mengacu pada ketentuan yang

mengatur tentang merger. Akuisisi adalah

pengambilalihan kepemilikan suatu Bank

yang mengakibatkan beralihnya

pengendalian terhadap Bank, maka yang

terjadi adalah perubahan struktur

kepemilikan dalam hal pemegang saham

yang berbeda dan hasil pengambilalihan

(akuisisi). Ketika terjadi perubahan struktur

kepemilikan maka terjadi perubahan

Anggaran Dasar dan Bank yang diambil

alih. Sehingga bersamaan dengan

pengajuan permohonan izin

pengambilalihan kepada Bank Indonesia,

Direksi Bank basil pengambilan

mengajukan permohonan persetujuan

perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri

Kehakiman.

Terdapat dualisme berjenjang

pengesahan dalam hal P3 yaitu Bank Indo-

nesia dan pengesahan perubahan Anggaran

Dasar dilakukan oleh Menkumham.

Dualisme berjenjang dimaksud bahwa

pengesahan akan dilakukan dengan

mengajukan permohonan ijin kepada Bank

Indonesia, dan apabila terdapat perubahan

Anggaran Dasar maka wajib mengajukan

permohonan persetujuan perubahan

Anggaran Dasar kepada Menkumham.

Permohonan ijin kepada Bank Indonesia

berkaitan dengan ketentuan yang berlaku

dalam UU Perbankan. Terdapat 2 (dua)

jenis permohonan ijin usaha bank yaitu

pertama, permohonan pasca berlakunya

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Kedua, permohonan pasca berlakukanya

UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan

UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Perbedaan dan dua jenis permohonan ijin

adalah pada pasca berlakunya UU No. 7

Tahun 1992 tentang Perbankan, ijin usaha

diberikan oleh Menteri Keuangan setelah

mendengar pertimbangan Bank Indone- s.a.20 i Sedangkan pasca berlakukan UU No.

10 Tahun 1998, ijin usaha berada dibawah

kewenangan Bank Indonesia.

Berbeda halnya dengan pengaturan P3

bagi Bank yang diatur dalam PP No. 28

Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi

2° Pasal 16 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

Jurnal Hukum PRIORI'S, Vol . 3 No. 1, Tabun 2012 I 67

Page 8: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yokub Adi Kristonto - Pengesohon Pelaksonoon Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho

danAkuisisi Bank yang menggunakan istilah

Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank,

pada PP No. 27 Tahun 1998 tentang

Pengga-bungan, Peleburan dan

Pengambilalihan Perseroan Terbatas

digunakan istilah Penggabungan, Peleburan

dan Pengam-bilalihan.

Tabel 1

Perbandingan Definisi P3 antara PP No. 28 Tahun 1999 dengan PP No. 27 Tahun 1998

PP No. 28 Tahun 1999 PP No. 27 Tahun 1998 Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank Penggabungan adalah perbuatan hukum yang atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk berdirinya salah satu Bank dan membubarkan menggabungkan diri dengan perseroan lain yang Bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih telah ada dan selanjutnya perseroan yang dahulu. menggabungkan diri menjadi bubar.

Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan atau lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri membubarkan Bank-bank tersebut tanpa dengan cara membentuk suatu perseroan baru dan melikuidasi terlebih dahulu. masing-masing perseroan meleburkan diri menjadi

bubar.

Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang Bank yang mengakibatkan beralihnya dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan pengendalian terhadap Bank. untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian

besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

Perbandingan istilah P3 dari dua

Peraturan Pemerintah tidak menunjukkan

perbedaan yang substansial dalam

memberikantaktifterhadap P3. Penegasan

dilakukan dalam PP No. 27 Tahun 1998

dengan menyatakan bahwa P3 merupakan

perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah

setiap tindakan yang menimbulkan akibat

hukum, yaitu hak dankewajiban bagi pihak

yang melakukan perbuatan tersebut. P3

sebagai perbuatan hukum menicsyakan

lahirnya akibat hukum. Salah satu akibat

hukumnya adalah minimal terjadi perubahan

struktur kepemilikan (pemegang) saham,

dan maksimal yaitu terdapat kewajiban

untuk melakukan pengesahan badan hukum

baru kepada pihak yang mempunyai

kewenangan untuk mengesahkan.

Penegasan lain yang terdapat pada PP

No. 27 Tahun 1998 adalah waktu

keberlakuan badan hukum pasca dilakukan

P3. Pada PP No. 28 Tahun 1999 tentang

Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank

tidak dengan tegas menyatakan kapan

keberlakuan badan hukum pasca P3. Pada

pengaturan P3 untuk Perseroan Terbatas,

Misalnya dalam hal dilakukanpenggabungan

ataupengarnbilalihanapabilapenggabungan

mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar

maka penggabungan mulai berlaku sejak

68 Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012

Page 9: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho

tanggal persetujuan perubahan Anggaran

Dasar oleh Menteri Hukum dan HAM.21

Persetujuan Menkumham yang

mengakibatkan keberlakuan penggabungan

dilakukan apabila direksi perseroan yang

akan menerima penggabungan waj ib

mengajukan permohonan akta perubahan

Anggaran Dasar kepada Menkumham.

Akibat hukum penggabungan tidak hanya

selesai pada saat terbitnya persetujuan

Menkumham, melainkan terdapat

kewajiban untuk mendaftarkan dalam

Daftar Perusahaan serta mengumumkan

dalam Tambahan BeritaNegara Republik

Indonesia.22

Terdapat istilah yang berbeda dengan

penggabungan atau pengambilalihan, untuk

peleburandigunakanistilahpengesahan bagi

perseroan terbatas dari hasil peleburan

mempunyai daya keberlakuan.23

Persetujuan (penggabungan/pengam-

bilalihan) dan pengesahan (peleburan

Menkumham merupakan bagian dari

pengesahanhasil P3 yang harus dilalui oleh

badan usaha dari hasil P3. Pada peleburan,

Direksi perseroan yang meleburkan diri

wajib mengajukanpetmohonan pengesahan

Akta Pendirian perseroan hasil peleburan

kepada Menkumham setelah Rapat Umum

Pemegang Saham (RUPS) dilakukan dan

mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan

serta mengumumkan dalam Tambahan

Berita Negara Republik Indonesia, setelah

mendapat pengesahan Menkumham.

Pengesahan untuk (dimulainya) keberlakuan

perseroan hasil peleburan terjadi pada saat

Menkumham memberikan pengesahan atas

permohonan Akta Pendirian.

Pengesahan P3 bagi PT pasca

berlakunya UU No. 1 Tahun 1995 jo PP

No. 27 Tahun 1998 dilakukan oleh

Menkumham. Kewenangan ini dimiliki

sebagai bagian dari amanat UU No. 1 Tahun

1995 tentang Perseroan Terbatas yang

menempatkan Menkumham sebagai

lembaga yang berwenang melakukan

pengesahan sebagaimana diatur dalam

Pasal 7 ayat (6) jo Pasal 9 ayat (1) UU

No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan

Terbatas. Perusahaan memperoleh

pengesahan dan Menkumham dan berstatus

sebagai Badan Hukum setelah mengajukan

permohonan tertulis dengan melampirkan

Akta Pendirian Perseroan yang memuat

Anggaran Dasar. Perbedaan dengan Bank

dalam hal pengesahan P3 adalah terkait

dengan ketentuan mengenai kewenangan

mengeluarkan ij in usaha Bank yang berada

di Bank Indonesia. Sehingga pengesahan

P3 tidak hanya terletak pada Menkumham,

melainkan terdapat afirmasi dari Bank In-

donesia sebelum Menkumham memberikan

persetujuan bagi pengesahan P3.

21 Pasal 14 ayat (1) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan

Terbatas

n Pasal 15 ayat (1) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan

Terbatas. Pasat 22 ayat (2) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan

Terbatas

Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 69

Page 10: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungon, Peleburan don Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

P3 setelah diundangkannya UU

Persaingan Usaha dan UU No. 40

Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

Bahwa salah satu perbedaan dalam

pengaturan P3 sebelum dan sesudah

diundangkannya UU Persaingan Usaha

bukan terletak pada ada atau tidaknya

pengaturan mengenai persaingan usaha (fair

competition). Meski sangat minimal

pengaturan P3 sebelum berlakunya UU

Persaingan Usaha, tetapi ketentuan untuk

memperhatikan persaingan sehat sudah ada

UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan

belum mencantum ketentuan untuk

memperhatikan persaingan usaha.

Ketentuan tersebut baru muncul di Pasal 104

ayat (1) huruf b UU No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas, "perbuatan

hukum penggabungan, peleburan, dan

pengam-bilalihan perseroan harus

memperhatikan kepentingan masyarakat

dan persaingan sehat dalam melakukan

usaha." Norma memperhatikan kepentingan

persaingan sehat diejawantahkan dalam PP

No. 27 Tahun 1998 dan PP No. 28 Tahun

1999 yang keduanya mengatur teknis

pelaksanaan P3, namun belum menyentuh

aspek persaingan usaha.24

Pengaturan P3 yang mengarah aspek

persaingan usahaterjadi terdapat pada Pasal

28 dan Pasal 29 UU Persaingan Usaha.

Meski demikian, pengaturan tersebut masih

merupakan lex imperfecta, karena

penerapan pasal-pasal tersebut dapat

dilakukan setelah adanya peraturan

pelaksana dari pasal-pasal tersebut yaitu

peraturan pemerintah.25 Pasal yang

mengatur tentang P3 dalam aspek

persaingan usahahanya sebatas pengaturan

mati' yang tidak dapat ditegakkan karena

penegakan hukum dari pasal-pasal tersebut

menunggu peraturan pemerintah mengenai

ketentuan lebih lanjut tentang P326 dan

penetapan nilai asset, nilai penjualan dan

cara pemberitahuan.27 Artinya bahwa

pengaturan P3 dalam UU Persaingan Usaha

merupakan langkah maju untuk memayungi

pelaksanaan P3 yang berorientasi pada

persaingan usaha sehat. Namun pengaturan

tersebut masih belum dapat digunakan untuk

diterapkan apabila terdapat pelaksanaan P3

yang melanggar ketentuan yang terdapat

dalam UU Persaingan Usaha.

Aspek persaingan usaha yang diatur

dalam UU Persaingan Usaha meliputi

pertama, larangan untuk melakukan P3

yang dapat mengakibatan praktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat. Kedua,

kewajiban pemberitahuan (notifikasi)

terhadap P3 yang mengakibatkan nilai as-

set dan atau nilai penjualan melebihi jumlah

24 Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia 2009, hal. 192; Knud dkk, Undang-undang Larangan Proktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidok Sehot, GTZ & Katalis, Jakarta, 2002, hal. 358.

25 Ibid. hal. 195. Bandingkan dengan KPPU, Laporan Tahunan 2010, KPPU, 2010, hal. 1. 26 Pasal 28 ayat (3) UU Persaingan Usaha. 27 Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha.

70 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 1, Tahun 2012

Page 11: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, dan Kedudukan

tertentu. Pengaturanmengenai larangan yaitu

bahwa P3 tidak boleh dilaksanakan ketika

perbuatan hukum tersebut mengakibatkan

praktek monopoli dan persaingan usaha

tidak sehat. Pelanggaran terhadap larangan

ini terdapat sanksi yang diatur pada Pasal

48 ayat (2) UU Persaingan Usaha.

Permasalahan muncul ketika larangan Pasal

28 UU Persaingan Usaha tersebut hams

diberitahukan ke Komisi Pengawas

Persaingan Usaha (KPPU) terhadap P3

yang mengalami perubahan nilai asset dan

nilai penjualan melebih jumlah tertentu.

Syarat jumlah tertentu' untuk diberitahukan

ke KPPU menjadi pengaturan P3 dalam

UU Persaingan Usaha `mati sampai

dengan diterbitkannya Peraturan

Pemerintah tentang hal tersebut.

Ketidakmampuan pengaturan P3

dalam UU Persaingan Usaha untuk

menjangkau pelanggaran Pasal 28 ayat (2)

UU Persaingan Usaha sungguh terjadi,

ketika KPPU menyatakan terdapat

pelanggaran Pasal 28 ayat (2) namun

karena belum ada Peraturan Pemerintah

sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28

ayat (3) UU Persaingan pelanggaran pasal

mengalami pembiaran. Fakta ini terjadi

ketika KPPU menilai adanya pelanggaran

Pasal 28 ayat (2) UU Persaingan Usaha

pada akuisisi 75% saham Alfa (PT. Alfa

Retailindo) oleh Carrefour pada Januari

2008.28 Meskipun penilaian KPPU

28 Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009. Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009.

Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

menyatakan bahwa akuisisi tersebut

merupakan pelanggaran Pasal 28 ayat (2)

UU Persaingan Usaha, pasal tersebut belum

dapat diterapkan karena belum memenuhi

syarat formil." Syarat formil dimaksud

adalah ketentuan mengenai P3 dalam

Peraturan Pemerintah. Dalam putusan

KPPU menyatakan,

"Mengingat belum dikeluarkannya

Peraturan Pemerintah sebagaimana

diamanatkan Pasal 28 ayat (3) UU No. 5

Tahun 1999 sampai dengan saat ini,

meskipun keseluruhan unsur Pasal 28 ayat

(2) UU No. 5 Tahun 1999 telah terpenuhi,

namun demi hukum, Majelis Komisi tidak

dapat menyatakan adanya pelanggaran

terhadap Pasal 28 ayat (2) UU No. 5 Tahun

1999 yang dilakukan oleh Terlapor."

Selama belum ada Peraturan

Pemerintah yang diamanatkan oleh Pasal 28

ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) UU

Persaingan Usaha maka pasal-pasal

mengenai P3 belum dapat dilakukan

penegakan hukum.

Aspek lain dari pengaturan P3 yang

berorientasi persaingan usaha dalam UU

Persaingan Usaha adalah adanya kewajiban

pemberitahuan (notifikasi). Kewajiban

pemberitahuan didasarkan pada ketentuan

Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha

sudah jelas, namun tidak lengkap. Kejelasan

tersebut berkaitan dengan ketentuan bahwa

P3 yang berakibat nilai asset dan atau nilai

Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 71

Page 12: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Peloksonaan Penggabungan, Peleburan don Pengambiialihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho

penjualan melebihi jumlah tertentu wajib

diberitahukan kepada KPPU. Sedangkan

ketidaklengkapan berkaitan dengan

pertama, kriteria jumlah tertentu dari nilai

asset dan atau nilai penjualan. Jumlah

tertentu yang menjadi prasyarat kewajiban

notifikasi tentunya dikaitkan ketentuan Pasal

28 ayat (1) dan (2) yaitujumlahtertentu dari

hasil P3 yang mengakibatkan praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Ketidaklengkapan pengaturan inilah yang

kemudian diamanatkan kepada Peraturan

Pemerintah untuk melengkapi dengan

menjelaskan jumlah tertentu yang dapat

mengakibatkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat. Kedua,

waktu pemberitahuan. Pembacaan terhadap

bunyi Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan

Usaha dapat diketahui dengan jelas bahwa

pemberitahuan pelaksanaan P3 yang

melebihi jumlah tertentu wajib dilakukan

selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari

sejak tanggal P3, namun menimbulkan

pertanyaan apakah UU Persaingan Usaha

menganut post-merger notification atau

pre merger notification dan sejak kapan

pengesahan atas pelaksanaan P3.

Selama belum diterbitkanya Peraturan

Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh

Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 (ayat) UU

Persaingan Usaha maka ketidakpastian

akibat ketidaklengkapan pengaturan akan

berlangsung. Ketidakpastian melahirkan

ketiadaan penegakan hukum bagi

30 Syamsul Maarif, toc.cit. 31 Ibid.

pelaksanaan P3 yang melanggar Pasal 28

dan Pasal 29 UU Persaingan. Selain itu

perdebatan sebagai bagian dari diskursus

intelektual tidak memiliki kepastian pijakan

dasar hukum. Sehingga terjadi adalah

diskursus intelektual yang kemudian akan

memperkaya wawasan pengetahuan untuk

pembentukan Peraturan Pemerintah.

Diskursus intelektual yang terjadi akibat dari

ketidaklengkapan pengaturan P3 bertolak

dari dua hal jumlah tertentu (threshold) dan

pilihan model notifikasi. Keduanya memiliki

keterkaitan dimana nilai asset dan atau nilai

penjualan yang melebihi jumlah tertentu

wajib diberitahukan kepada KPPU.

Syamsul Maarif menggunakan istilah

threshold notifikasi untuk ketentuan Pasal

29 ayat (2) UU Persaingan Usaha tersebut,

yang usulan penentuannya didasarkan pada

pangsa pasar sebagai alternative thresh-

old.' Pangsa pasar sebagai alternative

threshold karena undang-undang sudah

menentukan syarat untuk threshold yaitu nilai

asset dan nilai penjualan. Pangsa pasar

sebagai alternatif dikaitkan dengan isu

pengendalian P3 adalah penguasaan

pasar.3'

Diskursus intelektual yang tidak kalah

menarik terkait dengan ketidakleng-

kapan pengaturan adalah kewajiban

pemberitahuan. Bunyi Pasal 29 ayat (2) UU

Persaingan Usaha apabila dibaca secara

letterlijk maka dapat dipahami bahwa

kewajiban notifikasi dilakukan setelah

72 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012

Page 13: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilahhan (P3) - Yakub Adi Kristanto don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

terjadi P3 atau post notification.32

"Penggabungan ataupeleburanbadan usaha,

atau pengambilalihan saham

.waj ib diberitahukan kepada

Komisi, selambat-lambatnya30 (tigapuluh)

hari sejak tanggal penggabungan, peleburan

atau pengambilalihan tersebut", menentukan

pemberitahuan (notifikasi) dilakukan setelah

P3. Frasa "selambat-lambatnya 30 (tiga

puluh) hari sejak tanggal" adalahpenunjuk

mengenai kewajiban notifikasi dilakukan

setelah pelaksanaan P3. Namun terdapat

pemahaman yang berbeda atas waktu

kewajiban notifikasi dilakukan yaitu

pertama, meski Pasal 29 ayat (1) UU

Persaingan Usahamensyaratkan kewajiban

melaporkan suatu penggabungan yang

sudah terlaksana, tidak menutup pintu bagi

pemeriksaan preventif oleh lembaga

pengawas (pre merger control)."

Pemahaman tersebut berasal dari

mengkaitkan Pasal 28 ayat (1) dan (2)

dengan Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan

Usaha. Bahwa larangan P3 tidak dapat

dilaksanakan tanpa adanya pengawasan,

sehingga harus dilaporkan (notifikasi).34

Ketentuan kewaj iban notifikasi

sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29

ayat (1) UU Persaingan Usaha tidak

dimaksudkan semata-mata sebagai post

merger control. Dengan pemeriksaan

preventif rencana penggabungan hams

dilaporkan kepada KPPU.35

Kedua, bahwa pemaknaan terhadap

kewajiban notifikasi dapat dilihat dari

bagaimana menafsirkan frasa "sejak tanggal

penggabungan, peleburan atau

pengambilalihan" yaitu sejak aktaperubahan

disetujui oleh Menkumham atau yang

dimaksudkan adalah rencana P3 yang

terjadi sebelum akta perubahan disetujui

oleh Menkumham.36 Pemaknaan atas

kewajiban notifikasi yang dilakukan sejak

aktaperubahan yang disetujui Menkumham

bertolak dari aspek pengesahan perseroan

yang diatur dalam Pasal 106 UU No. 1

Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.

Sedangkan yang dimaksudkan bahwa

kewajiban notifikasi adalah rencana P3

bertolak dari pemikiran ketidakmungkinan

P3 yang sudah dilakukan apabila setelah

dilakukan notifikasi kemudian dinyatakan

mengakibatkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat dikembalikan

ke keadaan semula sebelum P3.37

KPPU melakukan penafsiran

mengenai kewajiban notifikasi dengan

membagi menjadi 2 (dua) bentulc yaitu pra

notifikasi dan post notifikasi. Berdasarkan

kewenangan yang dimiliki KPPU

menerbitkan Peraturan KPPU No. 1 Tahun

2009 tentang Pra-Notifikasi

32 Bandingkan dengan Cholilah, Penggabungan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidal( Sehat, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, hal. 97.

" Knud dkk, /oc.cit. hal. 365. 3° Ibid. " ibid. Hal. 366.

Syamsul Maarif, /oc.cit. hal. 45. 37

Ibid.

Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 73

Page 14: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persoingan Usaha

Penggabungan, Peleburan dan

Pengambilalihan (selanjutnya disebut

dengan Perkom No. 1). Istilah pra

notifikasi, terdapat juga dalam bagian

menimbang yang menyatakan bahwa dalam

rangka meningkatkan pengendalian

terhadap penggabungan, peleburan, dan

pengambilalihan yang dapat mengakibatkan

praktek monopoli dan atau persaingan

usaha tidak sehat, dipandang perlu adanya

kejelasan tata cara dan penilaian pra-

notifikasi terkait dengan hal tersebut. Namun

pada bagian Lampiran, KPPU menjelaskan

bahwa Perkom No. 1 menjelaskan

mengenai pra notifikasi berdasarkan

kewenangan yang dimiliki KPPU. Dimana

berkaitan dengan post notifikasi

sebagaimana diamanatkan pada Pasal 28

ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) harus diatur

dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal

terdapat pengakuan bahwa kewaj iban

notifikasi yang diatur dalam Pasal 29 ayat

(2) UU Persaingan Usaha adalah post

notifikasi yaitupemberitahuan dilakukan pal-

ing lambat 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal

pelaksanaan P3.

Pra notifikasi menurut Perkom No. 1

adalahpemberitahuan yang bersifat sukarela

oleh pelaku usahayandarg akan melakukan

penggabungan atau peleburan badan usaha

atau pengambilalihan saham untuk

mendapatkan pendapat Komisi mengenai

dampak yang ditimbulkan dari rencana

penggabungan atau peleburan badan usaha

38 'bid

atau pengambilalihan. Mengacu pada

definisi tersebut bahwa pra-notifikasi

berbeda dengan kewajiban notifikasi

sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat

(2) UU Persaingan Usaha. Karena pra

notifikasi bersifat sukarela dan berkaitan

dengan dampak, sedangkan kewajiban

notifikasi bersifat wajib dan pelaksanaannya

didasarkan threshold atas nilai asset dan

atau nilai penjualan. Selain itu pra notifikasi

yang merupakanpemberitahuan dilakukan

sebelum melaksanakan kewajiban notifikasi

yang diamanatkan oleh Pasal 29 ayat (2)

UU Persaingan Usaha setelah P3

dilaksanakan oleh Pelaku Usaha.

Penafsiran KPPU dengan

menggunakan istilah pra notifikasi

manifestasi daya kreatif untuk mensiasati

ketentuan kewajiban notifikasi yang pasca

notifikasi. Pra notifikasi sebagai upaya

preventif terkait dengan kemungkinan

dampak yang teijadi pasca dilakukannya P3

setelah kewajiban notifikasi yang pasca

notifikasi. Dampak dimaksud adalah apabila

setelah dilakukan notifikasi ternyata P3

melanggar UU Persaingan Usaha karena

mengakibatkan praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat. Sehingga

perusahaan atau pelaku usaha yang sudah

melaksanakan P3 harus kembali ke

keadaan semula sebelum dilakukannya

P3." P3 yang dilakukan dengan biaya

tertentu akan menjadi tidak berguna ketika

setelah diberitahukan ke KPPU dinilai

74 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012

Page 15: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

melanggar UU Persaingan Usaha. Selain

ketakbergunaan biaya harus ditanggung

oleh pelaku usaha yang melakukan P3,

waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk

mem-persiapkan dan melaksanakan P3

menjadi tidak bermanfaat sama sekali.

Menimbang dampak pasca notifikasi

tersebut maka dibutuhkan mekanisme yang

menghindari terjadinya dampak tersebut,

dan ituadnlahpra notifikasi. Pertanyaannya

adalah apakah pm notifikasi tersebut apabila

dilaksanakan tidak bertentangan dengan

kewajiban notifikasi sebagaimana diatur

dalam Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan

Usaha?

Sebelum terbitnya Perkom No. 1,

diundangkan UU No. 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya

disebut dengan UU No. 40 Tahun 2007)

yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas. Undang-

undang ini mempertahankan norma

memperhatikan kepentingan persaingan

sehat dalam melakukan usaha sebagaimana

sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun

1995.39 Salah satu perkembangan signifikan

UU No. 40 Tahun 2007 sejak terbitnya UU

Persaingan Usaha adalah adanya definisi P3

(lihat Tabel 2), artinya bahwa selama ini

sebelumnya definisi P3 hanya diatur dalam

peraturan perundang-undangan dibawah

undang-undang.

Tabel 2 Perbandingan Definisi antara PP No. 27 Tahun 1998 dengan UU No. 40 Tahun 2007

PP No. 27 Tahun 1998 UU No. 40 Tahun 2007

Penggabungan adalah perbuatan hukum yang Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang menggabungkan diri dengan perseroan lain telah ada dan selanjutnya perseroan yang yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan menggabungkan did menjadi bubar. pasiva dari perseroan yang menggabungkan did

beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hokum

Peleburan adalah perbuatan hukum yang Peleburan adalah perbuatan hukum oleh dua dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk perseroan atau lebih untuk meleburkan diri meleburkan did dengan cara membentuk suatu dengan cara mendirikan satu perseroan baru perseroan baru dan masing-masing perseroan yang karena hukum memperoleh aktiva dan meleburkan diri menjadi bubar. pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan

status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh perseorangan untuk mengambil alih saham ataupun sebagian besar saham perseroan yang perseroan yang mengakibatkan beralihnya dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.

pengendalian atas perseroan tersebut.

" Pasal 126 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.

Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 1 75

Page 16: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

UU No. 40 Tahun 2007 sepertinya

mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh

PP No. 27 Tahun 1998 yang menyatakan

bahwa P3 merupakanperbuatan hukum. P3

sebagai perbuatan hukum menempatkan

sebuah tindakan yang dilakukan oleh badan

usaha mempunyai akibat hukum, termasuk

didalamnya melahirkan hak dan kewajiban.

Perbedaan yang signifikan mengenai definisi

dan kedua peraturan perundangan adalah

elaborasi mengenai akibat hukum yang

meliputipertama, adanya peralihan aktiva

dan pasifa (penggabungan dan peleburan),

atau peralihan pengendalian perusahaan

(pengambilalihan). Kedua, status badan

hukum berakhir karena hukum bagi

perseroan yang menggabungkan din atau

meleburkan diri.40 Selain itu perbedaan

lainnya adalah adanya rancangan P341 dan

kewajiban mengumumkan ringkasan

rancangan P3 kepada masyarakat melalui

surat kabar dan karyawan secara tertulis.42

Pengaturan mengenai pengesahan P3

diajukan kepada Menkumham dengan

mekanisme sebagai berikut, pertama,

untuk penggabungan mengajukan

permohonan dengan melampirkan akta

penggabungan perseroan untuk

mendapatkan persetujuan Menkumham atau

pemberitahuan kepada Menkumham

tentang perubahan anggaran dasar.43

Kedua, untuk peleburan salinan akta

peleburan dilampirkan pada pengajuan

permohonan untuk mendapatkan keputusan

Menkumham mengenai pengesahan badan

hukum perseroan hasil peleburan.44 Ketiga,

melampirkan akta pengambilalihan

perseroan pada penyampaian

pemberitahuan kepada Menkumham

mengenai perubahan anggaran dasar.45

Dalam pengesahan P3 terdapat 3 (tiga)

istilah yang berbeda yaitu persetujuan atas

akta penggabungan perseroang,

pengesahan badan hukum perseroan hasil

peleburan dan pemberitahuan mengenai

perubahan anggaran dasar.

P3 Setelah diundangkannya PP No. 57

Tahun 2010 tentang Penggabungan atau

Peleburan Badan Usaha dan Pengam-

bilalihan Saham Perusahaan yang dapat

mengakibatkan terjadinya Praktek

Monopolli Dan Persaingan Usaha

Tidak Sehat.

Definisi P3 yang terdapat dalam PP

No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan

atau Peleburan Badan Usaha dan

Pengambilalihan Saham Perusahaan yang

dapat mengakibatkan terjadinya Praktek

Monopolli Dan Persaingan Usaha Tidak

4° Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), ioc.cit. hal 193. Bandingkan dengan Pasal 122 UU No. 40 Tahun 2007. 41 Pasal 123 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. 42 Pasal 127 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.Bandingkan dengan Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.),

op.cit. hal. 194. 43 Pasal 129 UU No. 40 Tahun 2007. Perbedaan disini terletak pada perubahan anggaran dasar sebagaimana

diatur pada Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 untuk persetujuan Menkumham, atau perubahan anggaran dasar yang tidak termasuk dalam Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 hanya pemberitahuan

kepada Menkumham. 44 Pasal 130 UU UN. 40 Tahun 2007. " Pasal 131 UU No. 40 Tahun 2007.

76 I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. I, Tahun 2012

Page 17: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesohon Pelaksanaan Penggobungan, Peleburan don Pengambilalihon (P3) - Yakub Adi Kristanto clan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

Sehat (selanjutnya disebut dengan PP

No. 57 Tahun 2010) sama dengan yang di

UU No. 40 Tahun 2007. Kesamaan definisi

yang digunakan menunjukkan konsistensi

dalam mempertahankan pengertian P3,

selain semalcinmapannya konsep P3 dalam

hukum persaingan usaha Indonesia. PP No.

57 Tahun 2010 merupakan peraturan yang

ditunggu selama kurun waktu 10 tahun dan

mengisi kekosongan hukum yang mengatur

P3. KPPU mempunyai landasan kuat untuk

menjalankan Pasal 28 dan Pasal 29 UU

Persaingan Usaha.46 Dan menjamin

kepastian hukum bagi KPPU dalarnmenilai

pelaksanaan P3 sehingga mampu

melaksanakan tugas dan kewenangannya

dengan baik dan benar.

PP No. 57 Tahun 2010 mengatur

tentang cara penilaian P3, batas nilai

notifikasi (threshold), tata cara pem-

beritahuan dan konsultasi sebagaimana

diamanatkan oleh Pasal 28 ayat (3) dan

Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha."

Yang menjadi perhatian dari tulisan ini

adalah pengesahan badan usaha yang

melakukan P3, dalam hal sejak kapan

pengesahan terjadi yaitu apakah setelah

penilaian yang dilakukan KPPU ataukah

pengajuan permohonan akta P3 tidak harus

menunggu penilaian KPPU? PP No. 57

Tahun 2010 tidak mengatur mengenai

pengesahan badan usaha yang melakukan

P3, artinya harus merujuk pada UU No.

40 Tahun 2007. Dalam hal ini terjadi

pertautan antara UU Persaingan Usaha

dengan UU No. 40 Tahun 2007 untuk

melihat mekanisme pengesahan badan

usaha yang melakukan P3. Kajian terhadap

permasalahan ini bertolak dan kewajiban

notifikasi yang hams dilakukan paling lambat

30 (tiga puluh hari) sejak tanggal

dilakukannya P3.

Kewajiban notifikasi yang dianut

dalam UU Persaingan Usaha adalah post

notification (pascanotifikasi), sehingga

pengesahan badan usaha dilakukan setelah

adanya penilaian terhadap notifikasi yang

dilakukan. Kemudian berlanjut pada

mekanisme pengesahan yang berlaku

sebagaimana diatur dalam UU No. 40

Tahun 2001. PP No. 57 Tahun 2010

memodifikasi konsep pascanotifikasi dalam

UU Persaingan Usaha menjadi notifikasi

post merger sebagai mandatory dan konsep notifikasi pre merger sebagai vol-untaiy." Modifikasi ini tidak melanggar

ketentuan kewajiban notifikasi sebagaimana

diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU

Persaingan Usaha, namun mengajukan

mekanisme untuk mencegah kemungkinan

kerugian dari penilaian KPPU terhadap P3

yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2)

UU Persaingan Usaha.

Pasca notifikasi yang dianut dalam UU

Persaingan Usaha tidak menentukan kapan

46 PP Merger dan Akuisisi Disambut Positif, Majalah Kompetisi Edisi 24 Tahun 2010, hal. 4. 47 Ibid. 48 Anna Maria Tri Anggraini, PP No. 57 Tahun 2010 dari Sudut Pandang Konseptor, Majalah Kompetisi Edisi 24

Tahun 2010, hal. 14. Bandingkan dengan Novi Nurviani, Konsultasi Merger: Insentif dan Kemudahan dalam Ahmad Kaylani, Negara don Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU, Jakarta, 2011, hal. 87-90.

Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 77

Page 18: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3)

don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

keberlakuan pengesahan badan usaha yang

melakukan P3. KPPU melakukan penilaian

ada atau tidaknyadugaanpraktek monopoli

dan persaingan usaha tidak sehat setelah

menerima pemberitahuan (notifikasi) secara

tertulis dari pelakuusaha.49Notifilcasi harus

dilakukan apabila P3 berakibat nilai

assetnya melebihi Rp.

2.500.000.000.000,00 (duatriliun lima ratus

miliar rupiah) dan nilai penjualannya melebihi

Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima triliun ru-

piah)." PP No. 57 Tahun 2010 tidak

memberikan pemahaman terkait pasca

penilaian KPPU yang menyatakan tidak

adanya pelanggaran praktek monopoli dan

persaingan usaha tidak sehat. Apabila

pengesahan perseroan dilakukan setelah

pengajuan permohonan akta penggabungan,

peleburan dan pengambilalihan diajukan ke

Menkumham maka (sejak) kapan notifikasi

dilakukan sesuai amanat Pasal 29 ayat (2)

UU Persaingan Usaha.

Dalam Pasal 128 UU No. 40 Tahun

2007 mengatur rancangan P3 yang telah

disetujui RUPS dituangkan dalam akta P3

yang dibuat didepan notaris. Apabila

dikaitkan dengankewajiban notifikasi pada

Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha

maka yang hams dinotifikasi rancangan P3

ataukah akta P3. Inilah problematika yang

ditimbulkan dari pengesahan P3 terkait

dengan frasa " ...... ...sejak tanggal

penggabungan, peleburan atau

pengambilalihan", yaitu apakah yang

" Pasal 9 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010. so Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No. 57 Tahun 2010.

dimaksud tanggal P3 tersebut adalah

rancangan P3, akta P3 atau persetujuan

Menkumham? Problematika tersebut

mempunyai dua hal penting yaitu kepastian

mengenai waktuuntuk memenuhi kewajiban

notifikasi dan pengajuan permohonan

persetujuan P3 oleh Menkumham.

Idealnya bahwayang dimaksud dengan

tanggal P3 untuk memenuhi kewajiban

notifikasi adalah rancangan P3 yang sudah

disetujui RUPS. Pertama, P3 sudah

disepakati oleh badan usaha yang akan

melaksanakan P3 dan kesepakatan tersebut

sudah disetujui oleh organ perseroan

tertinggi yaitu RUPS. Sebagaimana diatur

dalam Pasal 8 PP No. 57 Tahun 2010

bahwa pemberitahun (notifikasi) dilakukan

dengan mengisi formulir yang salah satunya

memuat ringkasan rencana P3. Formulir

notifikasi tersebutharus dilampiri dokumen

pendukung yang berkaitan dengan

pelaksanaan P3. Artinya dokumen

pendukung 'minimal' yang memiliki

kekuatan hukum yang berkaitan dengan P3

adalah rancangan P3 yang sudah

mendapatkan persetujuan RUPS. Meski

tidak menutup kemungkinan bahwa

dokumen pendukung dimaksud adalah akta

P3.

Kedua, ketika pelaksanaan kewajiban

notifikasi masih sebatas rancangan namun

sudah mendapatkan persetujuan di RUPS

maka sudah memiliki kekuatan hukum untuk

terjadinya P3, dimana pengesahan di

78 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012

Page 19: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengarnbilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

hadapan notaris hanya legalisasi dari

kesepakatan yang sudah diambil di RUPS.

Sedangkan apabila kewajiban notifikasi

sejak mendapatkan persetujuan

Menkumham maka akan terjadi

pengesahan ganda setelah adanya penilaian

KPPU terhadap pelaksanaan P3.

Kewajiban notifikasi yang berasal dari

rancangan P3 yang sudah disetujui oleh

RUPS akan berkesinambungan dengan

mekanisme pengesahan P3 sebagaiaman

diatur dalam Pasal 129 sampai dengan

Pasal 131 UU No. 40 Tahun 2007.

Kesinambungannnya terletak pada

pengesahan terhadap P3 akan menunggu

hasil penilaian atas pelaksanaan P3 dari

aspek persaingan oleh KPPU. Artinya hasil

penilaian KPPU tersebut akan menjadi

bagian dari lampiran dokumen yang

mendampingi akta P3 pada pengajuan

permohonan untuk mendapatkan

pengesahan Menkumham.

Kedudukan Konsultasi dalam Hukum

Persaingan Usaha

PP No. 57 Tahun 2007 melakukan

modifikasi kewajiban notifikasi dengan

menambahkan konsep notifikasi pre merger

sebagai voluntary. Konsep notifikasi pre

merger dalam Peraturan KPPU No. 10

Tahun 2011 tentang Perubahan atas

Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010

tentang Pedoman Pelaksanaan tentang

Penggabungan atau Peleburan Badan

" Novi Nurviani, /oc.cit. Cetak tebal oleh penulis.

Usaha dan Pengambilalihan Saham

Perusahaan yang dapat mengakibatkan

terjadinya Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

(selanjutnya disebut Perkom No, 13

Tahun 2010) disebut sebagai pre evaluasi

atau konsultasi. Penambahan konsep

notifikasi pre merger tidak melanggar Pasal

29 ayat (2) UU Persaingan Usaha, namun

sebagai mekanisme preventif atas dampak

yang mungkin ditimbulkan dari kewajiban

pasca notifikasi. Konsultasi merupakan

notifikasi pra merger yang lebih bersifat

ekonomis karena memberikan kesempatan

bagi pelaku usaha untuk menyampaikan

rancangan P3 sebelum P3 dilaksanakan.

Tingginya tingkat resiko yang harus

ditanggung oleh pelaku usaha terkait dengan

kewajiban pasca notifikasi yaitu apabila

penilaian KPPU adalah adanya praktek

monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

Penilaian KPPU yang demikian akan

mengakibatkan pembatalan P3 yang sudah

dilakukan, dan hal tersebut sangat

merugikan pelaku usaha yang sudah

mengeluarlcanbiaya yang tidak sedikit untuk

melaksanakan P3.51

Konsultasi bersifat sukarela dan tidak

mengikat bagi pelaku usaha. Artinya pelaku

usaha dapat melakukan konsultasi atau

tidak ketika sedang atau akan

melaksanakan P3. Sifat kesukarelaan dari

konsultasi ini berasal dari kata `dapat'

dalam Pasal 10 ayat (1) PP No. 57 Tahun

2010,

Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 79

Page 20: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Yakut, Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

"Pelaku Usaha yang akan melakukan

Penggabungan Badan Usaha, Peleburan

Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham

perusahaan lain yang berakibat nilai aset

dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah

tertentu sebagaimanadimalcsud dalam Pasal

5 ayat (2) dan ayat (3) dapat melakukan

konsultasi secara lisan atau tertulis kepada

Komisi."52

Dimana penilaian yang dilakukakan

terhadap konsultasi bukan merupakan

persetujuan atau penolakan terhadap

rencana Penggabungan Badan Usaha,

Peleburan Badan Usaha, atau

Pengambilalihan saham perusahaan lain

yang akan dilakukan oleh Pelaku Usaha."

Namun meski penilaiannya demikian,

penilaian terhadap konsultasi tidal( akan

mengubah penilaian ketika Pelaku Usaha

melakukan pasca notifikasi sebagaimana

diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) UU

Persaingan Usaha.

Dengan demikian kedudukan

konsultasi yang didesain dalam PP No. 57

Tahun 2010 adalah pertama, mencegah

terjadi kerugian apabila pasca notifikasi

ternyata P3 yang dilakukan ada praktek

monopoli dan persainganusahatidak sehat.

Kedua, konsultasi menjadi elementary post

notification bagi pelaksanaan P3.

Sebagaimana diatur dalam Perkom No. 13

Tahun 2011 bahwa "jika pelaku usaha

secara sukarelatelah melakukan konsultasi

maka komisi tidak akan mengubah penilaian

53 Pasal 11 ayat (4) PP No. 57 Tahun 2010. " Pasal 11 ayat (2) PP No. 57 Tahun 2010.

terhadap pemberitahuan", maka konsultasi

menjadi penilaian awal sebelum dilakukan

kewajiban notifikasi. Dalam penilaian awal

tersebut, KPPU tidak memberikan

persetujuan atau penolakan berkaitan

terhadap rencana P3. KPPU hanya

memberikan saran, bimbingan dan atau

pendapat tertulis mengenai rencana P3.54

(M-NA)

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Kaylani (Ed.), Negara dan Pasar dalam

Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU,

Jakarta, 2011.

Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia 2009.

Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan

Usaha Tidak Sehat (Tlnjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), PT.

CitraAditya, Bandung, 1999.

Cholilah, Penggabungan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat, Program

Magister Ilmu Hukum Universitas

Diponegoro, Semarang, 2003.

Knud dick, Undang-undang Larangan Praktek

Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat, GTZ & Katalis, Jakarta, 2002.

KPPU, Laporan Tahunan 2010, KPPU, 2010.

Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal

Hukum Bisnis, Volume 27 — I —Tahun 2008.

Peraturan Perundang-undangan

UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas

80 I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012

Page 21: PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN …

Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, dan Kedudukan

UU No. 1 Tahun 1992 tentang Perbankan.

UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak

Sehat.

UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.

UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.

UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan

Terbatas.

PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan

Terbatas.

PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger,

Konsolidasi dan Akuisisi Bank.

PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan

Peleburan clan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanta Konsultasi Hukum Persaingan Usaha

atau Peleburan Badan Usaha dan

Pengambilalihan Saham Perusahaam yang dapat mengakibakan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Peraturan KPPU No. 10 Tahun 2011 tentang

Perubahan atas Peraturan KPPU No. 13

Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham

Perusahaan yang dapat mengakibatkan

terjadinya Praktek Monopoli dan

Persaingan Usaha Tidak Sehat

Putusan KPPU

Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009.

Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 81