Upload
others
View
17
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGESAHAN PELAKSANAAN PENGGABUNGAN, PELEBURAN DAN
PENGAMBILALIHAN (P3) DAN KEDUDUKAN KONSULTASI DALAM HUKUM
PERSAINGAN USAHA*
Yakub Adi Krisante
ABSTRAK
Establishment of the Business Competition Act, particularly those governing the merger, consolidation and acquisition give birth to a legal vacuum. Notification system adopted pursuant to Article 29 paragraph (2) Competition Act, namely post notification. Competition Act further mandates the setting of the merger, con-solidation and acquisition through government regulation. 10 years required for the issuance of the aforementioned, and prior to any government regulation of Article 29 paragraph (2) Competition Act became lex imperfecta. The provisions on merger, consolidation and takeovers can not be applied, so that many of the alleged violation of monopolistic practices and unfair competition can not be assessed under these provisions. This paper is about to review the authorization merger, consolidation and takeover business entity in which the rules and regula-tions perudang be one issue of the notification system adopted in the competition law in Indonesia. Authorization is still a problem despite the normative level rise of government regulation on merger, consolidation and takeovers.
PENDAHULUAN
Istilah Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan (selanjutnya disebut
dengan P3) dikenal dalam khazanah
hukum Indonesia sebagai terjemahan dari
Merger and Acquisition) Hukum
mengenai P3 tumbuh dan berkembang
seiring dengan perkembangan hukum
perusahaan di Indonesia. Hukum
Perusahaan yang semula diatur dalam
KUHPerdata, dan secara khusus KUHD
mengalami pembaharuan (modernisasi)
pada UU No. 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas dan UU No. 8 Tahun
1995 tentang Pasar Modal yang mengatur
kewajiban perusahaan yang melakukan
penawaran umum. 2
• P3 adalah kependekan dari Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan.
•• Penulis adalah dosen Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.
' Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ,TInjouan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, PT. Citra Aditya, Bandung, 1999, hal. 61. Bandingkan dengan Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 27 — 1 — Tahun 2008, hal. 40-49.
2 Lihat Bagian Umum Penjelasan UU No. 8 Tahun 1995.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012 I 61
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
Pengaturan P3 sudah dikenal sebelum
diundanglcan UU No. 1 Tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas (PT). P3 yang terjadi
dalam hukum perbankan lebih maju
dibandingkan dengan pengaturannya untuk
PT non perbankan. Pasal 28 ayat (1) UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang
menyatakan bahwa "merger dan konsoliclasi
antar bank, serta akuisisi bank wajib
terlebih dahulu mendapat izin Menteri
setelah mendengar pertimbangan Bank In-
donesia." Pengaturan P3 untuk Perseroan
Terbatas non perbankan mengalami
akselerasi pada tahun 1998 dengan
dikeluarkannya PP No. 27 Tahun 1998
tentang Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas
sebagai peraturan pelaksana UU No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Peraturan tersebut 1 (satu)tahun lebih dulu
dibandingkan dengan PP No. 28 Tahun
1999 tentang Merger, Konsolidasi dan
Akuisisi Bank.
Dan perkembangan hukum P3 diatas
yang menarik untuk dicermati adalah
pertama, penggunaan istilah yang
`berbeda' yaitu merger, konsolidasi dan
akuisisi untuk PT Perbankan dan P3 untuk
PT non Perbankan. Kedua, bahwa kedua
pengaturan tentang P3 yang dikeluarkan
pada tahun 1998/1999 memiliki latar
belakang yang berbeda yaitu [1] P3 PT non
Perbankan untuk mencegah pemusatan
kekuatan ekonomi dan/atau persaingan
curang [2] P3 PT Perbankan untuk
mendorong terbentuknya system
perbankan yang sehat, efisien dan mampu
bersaing dalam era globalisasi dan
perdagangan bebas.4
Awal kesadaran pembentuk peraturan
perundang-undangan dalam mengatur P3
yang didasarkan untuk mencegah
persaingan curang (unfair competition)
ditemukan pada UU No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas. Pasal 104 UU
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas sudahmengatur mengenai P3 yang
hams memperhatikan persaingan sehat.
Dalam Penjelasan Pasal 104 ayat (1) UU
No. 1 Tahun 1999 dengan tegas
menyatakan bahwa P3 harus dicegah
kemungkinan terjadinya monopoli, atau
monopsoni dalam berbagai bentuk yang
merugikan masyarakat. Kesadaran anti
persaingan curang sudah dengan tegas
diatur namun pengaturannya masih belum
spesifik, dan membutuhkan waktu 3 (tiga)
tahun menunggu terbitnya peraturan
pelaksanan dari Bab VII UU No. 1 Tahun
1995 tentang Perseroang Terbatas.5
PP No. 27 Tahun 1998 tentang
Penggabungan, Peleburan dan Pengam-
bilalihan Perseroan Terbatas yang menjadi
peraturan pelaksana dan Pasal Bab VII UU
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas tidak memberikan pemahaman
Penjelasan PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas. Penjelasan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
Pengaturan dalam UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas masih terbatas pada prosedur atau tata cara P3 yang sifatnya umum.
62 I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultosi Hukum Persaingan Usaha
komprehensifmengenai pengaturan P3.6
Peluang untuk mengajukan perhatian
terhadap dipenuhinya kepentingan
persaingan sehat dalam melakukan usaha
berada pada tahapan pengajuan keberatan
terhadap P3. Keberatan itupun hanya dapat
dilakukan oleh kreditor PT yang melakukan
P3 paling lambat 30 (tiga puluh harp
sebelum pemanggilan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).7 Ketentuan
untuk memperhatikan persaingan sehat
dalam melakukan P3 belum diejawantahkan
sedemikian rupa bagaimana persaingan
sehat dalam konteks P3. Demikian pula
pengaturan P3 Bank, terdapat aturan untuk
memperhatikan persaingan yang sehat
dalam melakukan usaha bank namun tidak
cukup diejawantahkan dalam pasal-
pasalnya.
Yang menarik mengenai P3 pasca UU
No. 1 Tahun 1995 tentang PT dan sebelum
UU Persaingan Usaha adalah lembaga
apakah yang berwenang untuk mengawasi
kepatuhan terhadap persaingan sehat
sebagaimana diatur dalam peraturan
perundang-undangan. Di bidang perbankan
pengawasan atas (kepatuhan) melak-
sanakan P3 mengalami perkembangan yaitu
pertama, pada saat berlakunya UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan bahwa P3
wajib mendapatkan izin Menteri Keuangan
setelah mendengar pertimbangan dari Bank
Indonesia.' Kedua, pasca perubahan UU
No. 7 Tahun 1992 dengan UU No. 10
Tahun 1998 tentang Perubahan atas UU No.
7 Tahun 1992 tentang Perbankan
(selanjutnya disebut dengan UU
Perbankan), P3 wajib mendapat ijin
Pimpinan Bank Indonesia.
Pengesahan atas pelaksanaan P3 patut
dikaj i, khususnya apabila dikaitkan dengan
ketentuan dalam UU Persaingan Usaha.
Untuk meng-kaji permasalahan tersebut
dibagi dalam 3 (tiga) tahap yaitu pertama,
sebelum diundangkannya UU Persaingan
Usaha. Kedua, setelah diundangkannya UU
Per-saingan Usaha dan UU No. 40 Tahun
2007 tentang Perseroan Terbatas. Ketiga,
setelah diundangkannya PP No. 57 Tahun
2010 tentang Penggabungan atau Peleburan
Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan yang dapat mengakibatkan
terjadinya Praktek Monopolli Dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat. Pengesahan
badan usaha pasca UU Persaingan Usaha
mengalami kompleksitas berkaitan dengan
ketentuan yang mengatur tentang kewajiban
pemberitahuan (notification) kepada
KPPU atas pelaksanaan P3.9 Kompleksitas
tersebut berkaitan dengan 2 (dua) hal,
pertama, sejak kapan badan usaha hasil
P3 memperoleh pengesahan? Kedua,
penentuan pengesahan tersebut melibatkan
3 (tiga) peraturan perundang-undangan yaitu
6 PP No. 27 Tahun 1997 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas pengaturannya hanya memilah tata cara P3 secara terpisah.
Pasal 33 PP No. 27 Tahun 1997 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseoran Terbatas 9 Pasal 28 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1992 tentang Perbankan. 9 Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan Usaha.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 63
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas, UU PersainganUsahadanPPNo.
57 Tahun 2010.
P3 sebelum diundangkannya UU
Persaingan Usaha.
Pada awal pengaturan P3 dengan UU
No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, istilah
yang digunakan adalah merger, konsolidasi
dan akuisisi. Istilah tersebut belum
didefinisikan oleh pembentuk undang-
undang, dan menyerahkan pengaturannya
dengan Peraturan Pemerintah. Pengaturan
P3 untuk badan usaha bank dilakukan
sebagai upaya penyelamatan bank dan
kesulitan yang membahayakan kelang-
sungan usaha.10 Otoritas yang berwenang
melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan P3 bukan Bank Indonesia
melainkan Menteri Keuangan, meskipun
kewenangan untuk melakukan pembinaan
dan pengawasan Bank dimiliki oleh Bank
Indonesia."
Definisi P3 baru muncul di PP No. 28
Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi
dan Akuisisi Bank. Merger adalah
penggabungan dari 2 (dua) Bank atau lebih,
dengan cara tetap mempertahankan
berdirinya salah satu Bank dan
membubarkan Bank-bank lainnya tanpa
melikuidasi terlebih dahulu.12 Konsolidasi
adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank
atau lebih, dengan cara mendirikan Bank
baru dan membubarkan Bank-bank
tersebut tanpa melikuidasi terlebih dahulu. '3
Akuisisi adalahpengambilalihankepemilikan
suatu Bank yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap Bank. '4 Dalam
pengaturannya terdapat hal menaik yang
dapat dikemukakan,pertama, konsistensi
penggunaan istilah merger, konsolidasi dan
akuisisi bank dengan UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Padahal antara waktu
pengundangan UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan dengan PP No. 28
Tahun 1999 lahir UU No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan terbatas yang
menggunakan istilah penggabungan,
peleburan dan pengam-bilalihan.
Kedua, terdapat perubahan
mekanisme pihak yang memiliki
kewenangan pemberian ij in dari UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan dengan PP
No. 28 Tahun 1999. Pada UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan, kewenangan
memberikan ijin melakukan P3 berada
ditangan Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan dari Bank Indo-
nesia. Sedangkan dalam PP No. 28 Tahun
1999 lembaga yang mempunyai
kewenangan memberikan ijin P3 yaitu
Pimpinan Bank Indonesia. Perubahan
tersebut menjadi bentuk pelampauan
pengaturan dari sebuah produk peraturan
Pasal 37 ayat (2) huruf a angka 4 UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. 11 Pasal 28 ayat (1) jo Pasal 29 ayat (1) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Pasal 1 angka 2 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. Pasal 1 angka 3 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
14 Pasal 1 angka 4 PP No. 28 Tahun 1998 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
64 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
perundang-undangan yang peraturan
utamanya berada di UU No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Pelampuan norma
pemberian ijin P3 yang oleh undang-undang
diamanatkan ke Menteri Keuangan (setelah
mendengar pertimbangan BI), namun oleh
peraturan yang lebih rendah diubah menjadi
kewenangan Pimpinan Bank Indonesia.
Telah terjadi perubahan norma tugas
pokok Bank Indonesia yang semula diatur
dalam UU No. 13 Tahun 1968 tentang
Bank Indonesia kemudian pada tahun 1999
diundangkan UU No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia. Pada UU No. 13
Tahun 1968 tentang Bank Indonesia, Bank
Indonesia mempunyai 2 (dua) tugas pokok
yaitu mengatur, mengatur dan memelihara
kestabilan nilai Rupiah dan mendorong
kelancaran produksi dan pembangunan
sena memperluas kesempatan kerj a, guna
meningkatkan taraf hidup rakyat.15 Tugas
pokok tersebut tidak secara tegas
menempatkan tugas untuk mengawasi
perbankan. Namun dalam perincian
tugasnya terdapat ketentuan yang mengatur
tentang pengawasan bank yang berkaitan
dengan urusan kredit.'6 Dalam hal demilcian
pelampuan norma dilakukan untuk menjaga
konsistensi pengaturan tentang pengawasan
bank yang berada dibawah kewenangan
Bank Indonesia.
Mengacu pada waktu pengundangan
tersebut maka PP No. 28 Tahun 1999 yang
mengatur pelampauan norma merupakan
bentuk antisipasi terbitnya UU No. 23
Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. ''
Dalam Pasal 8 huruf c UU No. 23 Tahun
1999 tentang Bank Indonesia menyatakan
bahwa salah satu tugas Bank Indonesia
adalah mengatur dan mengawasi Bank.
Salah satu bentuk pelaksanaan tugas
mengatur dan mengawasi bank adalah
berkaitan dengan perizinan kelembagaan
dan kegiatan usaha tertentu dari bank.'8
Perizinan kelembagaan yang memiliki
keterkaitan dengan pelaksanaan P3 adalah
memberikan persetujuan atas kepemilikan
(dan kepengurusan) bank. Salah satu akibat
P3 adalah perubahan struktur kepemilikan
bank. Struktur kepemilikan inilah yang
menjadi perhatian dalam pengaturan P3 di
Pasal 104 ayat (1) hurufb UU No. 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas dan Pasal
5 PP No. 28 Tahun 1999, khususnya
mengenai persaingan sehat dalam
melakukan usaha.
PP No. 28 Tahun 1999 mengatur
mengenai mekanisme dan pihak yang
mempunyai kewenangan pengesahan hasil
P3. Mekanisme dan pihak yang mempunyai
kewenangan terdapat karakteristik antara
merger (penggabungan), konsolidasi
15 Pasal 7 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. 16 Pasal 29 UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia. 17 Konsistensi pengawasan bank yang berada dibawah kewenangan Bank Indonesia nampak dari waktu
pengundangan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, yaitu bahwa pengundangan UU tersebut selisih 10 hari dari penerbitan PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank. PP tersebut diterbitkan pada tanggal 7 Mei 1999, sedangkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia diundangkan pada tanggal 17 Mei 1999.
18 Pasal 24 UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Jurnal Hukum PRIOIUS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012 I 65
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
(peleburan), danpengambilalihan (akuisisi).
Pembahasan mengenai mekanisme dan
pihak yang mempunyai kewenangan
pengesahan dilakukan setelah tahap proses
P3 internal Bank selesai dilakukan yaitu
diperolelmya persetujuan Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Pertama,
untuk penggabungan terdapat perbedaan
mekanisme yang berkaitan apabila
penggabungan tidak mengakibatkan
perubahan Anggaran Dasar dan terjadinya
perubahan Anggaran Dasar hasil
penggabungan.
Penggabungan yang tidak menga-
kibatkan perubahan Anggaran Dasar
mekanismenya adalah direksi masing-
masing Bank yang melakukan
penggabungan bersama-sama mengajukan
permohonan ijin penggabungan kepada
Bank Indonesia dengan tembusan Menteri
Hukum dan HAM (Menkumham). '9
Permohonan ijin penggabungan diajukan
dengan melampirkan Akta Perubahan
Anggaran Dasar danAkta Penggabungan.
Dalam hal penggabungan mengakibatkan
perubahan Anggaran Dasar hasil
penggabungan maka bersamaan dengan
pengajuan permohonan ijin penggabungan
ke Bank Indonesia, Direksi Bank basil
penggabungan mengajukan permohonan
persetujuan perubahan Anggaran Dasar
kepada Menkunham. Persetujuan
Menkumham terhadap perubahanAnggaran
Dasar basil penggabungan dilakukan setelah
memperoleh tembusan ijin penggabungan
dari Bank Indonesia.
Kedua, Direksi basil peleburan
(konsolidasi) mengajukan permohonan
persetujuanAkta Pendirian hasil peleburan
(konsolidasi) kepada Menkumham dengan
tembusan kepada Bank Indonesia. Terdapat
perbedaan mekanisme pengesahan antara
peleburan konsolidasi dengan
penggabungan (merger), khususnya
penggabungan yang tidak mengakibatkan
perubahan Anggaran Dasar yaitu
pengesahan dilakukan dengan mengajukan
permohonan ijin penggabungan kepada
Bank Indonesia pada penggabungan
pengajuan Anggaran Dasar dengan
tembusan Menkumham. Namun terjadi
kesamaan apabila dibandingkan dengan
penggabungan yang mengakibatkan
perubahan Anggaran Dasar yaitu
permohonan persetujuan perubahan
Anggaran Dasar kepada Menkumham, dan
persetujuan Menkumham dilakukan setelah
memperoleh tembusan ijin penggabungan
dari Bank Indonesia.
Perbedaan mekanisme pengesahan
antara peleburan (konsolidasi) dengan
penggabungan (merger) yang tidak
mengakibatkan perubahanAnggaran Dasar
dan terjadi kesamaan mekanisme
pengesahan antara peleburan (konsolidasi)
dengan penggabungan (merger) yang
mengakibatkan perubahanAnggaran Dasar
disebabkan oleh konsekuensi yuridis dari
Dalam PP tersebut masih menggunakan istilah Menteri Kehakiman
66 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
hasil peleburan atau penggabungannya.
Bank hasil peleburan dan penggabungan
adalah badan usaha baru dengan
perbedaan kriteria baru. Pada
penggabungan yang mengakibatkan
perubahaan Anggaran Dasar meskipun
Bank yang bertahan adalah badan usaha
yang lama, namun dengan adanya
perubahan Anggaran Dasar maka Bank
tersebut memiliki struktur kepemilikan yang
baru dalam hal pemegang saham yang
mengambil bagian saham. Berdasarkan
Pasal 15 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1994
tentang Perseroan Terbatas menyatakan
bahwa perubahan Anggaran Dasar hares
mendapatkan persetujuan Menkumham
dan didaflarkan dalam Daflar Perusahaan.
Ketiga, ketentuan mengenai meka-
nisme pengesahan pada pengambilalihan
(akuisisi) mengacu pada ketentuan yang
mengatur tentang merger. Akuisisi adalah
pengambilalihan kepemilikan suatu Bank
yang mengakibatkan beralihnya
pengendalian terhadap Bank, maka yang
terjadi adalah perubahan struktur
kepemilikan dalam hal pemegang saham
yang berbeda dan hasil pengambilalihan
(akuisisi). Ketika terjadi perubahan struktur
kepemilikan maka terjadi perubahan
Anggaran Dasar dan Bank yang diambil
alih. Sehingga bersamaan dengan
pengajuan permohonan izin
pengambilalihan kepada Bank Indonesia,
Direksi Bank basil pengambilan
mengajukan permohonan persetujuan
perubahan Anggaran Dasar kepada Menteri
Kehakiman.
Terdapat dualisme berjenjang
pengesahan dalam hal P3 yaitu Bank Indo-
nesia dan pengesahan perubahan Anggaran
Dasar dilakukan oleh Menkumham.
Dualisme berjenjang dimaksud bahwa
pengesahan akan dilakukan dengan
mengajukan permohonan ijin kepada Bank
Indonesia, dan apabila terdapat perubahan
Anggaran Dasar maka wajib mengajukan
permohonan persetujuan perubahan
Anggaran Dasar kepada Menkumham.
Permohonan ijin kepada Bank Indonesia
berkaitan dengan ketentuan yang berlaku
dalam UU Perbankan. Terdapat 2 (dua)
jenis permohonan ijin usaha bank yaitu
pertama, permohonan pasca berlakunya
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Kedua, permohonan pasca berlakukanya
UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan
UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Perbedaan dan dua jenis permohonan ijin
adalah pada pasca berlakunya UU No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan, ijin usaha
diberikan oleh Menteri Keuangan setelah
mendengar pertimbangan Bank Indone- s.a.20 i Sedangkan pasca berlakukan UU No.
10 Tahun 1998, ijin usaha berada dibawah
kewenangan Bank Indonesia.
Berbeda halnya dengan pengaturan P3
bagi Bank yang diatur dalam PP No. 28
Tahun 1999 tentang Merger, Konsolidasi
2° Pasal 16 ayat (2) UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
Jurnal Hukum PRIORI'S, Vol . 3 No. 1, Tabun 2012 I 67
Yokub Adi Kristonto - Pengesohon Pelaksonoon Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
danAkuisisi Bank yang menggunakan istilah
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank,
pada PP No. 27 Tahun 1998 tentang
Pengga-bungan, Peleburan dan
Pengambilalihan Perseroan Terbatas
digunakan istilah Penggabungan, Peleburan
dan Pengam-bilalihan.
Tabel 1
Perbandingan Definisi P3 antara PP No. 28 Tahun 1999 dengan PP No. 27 Tahun 1998
PP No. 28 Tahun 1999 PP No. 27 Tahun 1998 Merger adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank Penggabungan adalah perbuatan hukum yang atau lebih, dengan cara tetap mempertahankan dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk berdirinya salah satu Bank dan membubarkan menggabungkan diri dengan perseroan lain yang Bank-bank lainnya tanpa melikuidasi terlebih telah ada dan selanjutnya perseroan yang dahulu. menggabungkan diri menjadi bubar.
Konsolidasi adalah penggabungan dari 2 (dua) Bank Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan atau lebih, dengan cara mendirikan Bank baru dan oleh dua perseroan atau lebih untuk meleburkan diri membubarkan Bank-bank tersebut tanpa dengan cara membentuk suatu perseroan baru dan melikuidasi terlebih dahulu. masing-masing perseroan meleburkan diri menjadi
bubar.
Akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan suatu Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang Bank yang mengakibatkan beralihnya dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan pengendalian terhadap Bank. untuk mengambil alih baik seluruh ataupun sebagian
besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
Perbandingan istilah P3 dari dua
Peraturan Pemerintah tidak menunjukkan
perbedaan yang substansial dalam
memberikantaktifterhadap P3. Penegasan
dilakukan dalam PP No. 27 Tahun 1998
dengan menyatakan bahwa P3 merupakan
perbuatan hukum. Perbuatan hukum adalah
setiap tindakan yang menimbulkan akibat
hukum, yaitu hak dankewajiban bagi pihak
yang melakukan perbuatan tersebut. P3
sebagai perbuatan hukum menicsyakan
lahirnya akibat hukum. Salah satu akibat
hukumnya adalah minimal terjadi perubahan
struktur kepemilikan (pemegang) saham,
dan maksimal yaitu terdapat kewajiban
untuk melakukan pengesahan badan hukum
baru kepada pihak yang mempunyai
kewenangan untuk mengesahkan.
Penegasan lain yang terdapat pada PP
No. 27 Tahun 1998 adalah waktu
keberlakuan badan hukum pasca dilakukan
P3. Pada PP No. 28 Tahun 1999 tentang
Merger, Konsolidasi dan Akuisisi Bank
tidak dengan tegas menyatakan kapan
keberlakuan badan hukum pasca P3. Pada
pengaturan P3 untuk Perseroan Terbatas,
Misalnya dalam hal dilakukanpenggabungan
ataupengarnbilalihanapabilapenggabungan
mengakibatkan perubahan Anggaran Dasar
maka penggabungan mulai berlaku sejak
68 Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
tanggal persetujuan perubahan Anggaran
Dasar oleh Menteri Hukum dan HAM.21
Persetujuan Menkumham yang
mengakibatkan keberlakuan penggabungan
dilakukan apabila direksi perseroan yang
akan menerima penggabungan waj ib
mengajukan permohonan akta perubahan
Anggaran Dasar kepada Menkumham.
Akibat hukum penggabungan tidak hanya
selesai pada saat terbitnya persetujuan
Menkumham, melainkan terdapat
kewajiban untuk mendaftarkan dalam
Daftar Perusahaan serta mengumumkan
dalam Tambahan BeritaNegara Republik
Indonesia.22
Terdapat istilah yang berbeda dengan
penggabungan atau pengambilalihan, untuk
peleburandigunakanistilahpengesahan bagi
perseroan terbatas dari hasil peleburan
mempunyai daya keberlakuan.23
Persetujuan (penggabungan/pengam-
bilalihan) dan pengesahan (peleburan
Menkumham merupakan bagian dari
pengesahanhasil P3 yang harus dilalui oleh
badan usaha dari hasil P3. Pada peleburan,
Direksi perseroan yang meleburkan diri
wajib mengajukanpetmohonan pengesahan
Akta Pendirian perseroan hasil peleburan
kepada Menkumham setelah Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) dilakukan dan
mendaftarkan dalam Daftar Perusahaan
serta mengumumkan dalam Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia, setelah
mendapat pengesahan Menkumham.
Pengesahan untuk (dimulainya) keberlakuan
perseroan hasil peleburan terjadi pada saat
Menkumham memberikan pengesahan atas
permohonan Akta Pendirian.
Pengesahan P3 bagi PT pasca
berlakunya UU No. 1 Tahun 1995 jo PP
No. 27 Tahun 1998 dilakukan oleh
Menkumham. Kewenangan ini dimiliki
sebagai bagian dari amanat UU No. 1 Tahun
1995 tentang Perseroan Terbatas yang
menempatkan Menkumham sebagai
lembaga yang berwenang melakukan
pengesahan sebagaimana diatur dalam
Pasal 7 ayat (6) jo Pasal 9 ayat (1) UU
No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan
Terbatas. Perusahaan memperoleh
pengesahan dan Menkumham dan berstatus
sebagai Badan Hukum setelah mengajukan
permohonan tertulis dengan melampirkan
Akta Pendirian Perseroan yang memuat
Anggaran Dasar. Perbedaan dengan Bank
dalam hal pengesahan P3 adalah terkait
dengan ketentuan mengenai kewenangan
mengeluarkan ij in usaha Bank yang berada
di Bank Indonesia. Sehingga pengesahan
P3 tidak hanya terletak pada Menkumham,
melainkan terdapat afirmasi dari Bank In-
donesia sebelum Menkumham memberikan
persetujuan bagi pengesahan P3.
21 Pasal 14 ayat (1) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas
n Pasal 15 ayat (1) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas. Pasat 22 ayat (2) PP No.27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 69
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungon, Peleburan don Pengambilalihan (P3) don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
P3 setelah diundangkannya UU
Persaingan Usaha dan UU No. 40
Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
Bahwa salah satu perbedaan dalam
pengaturan P3 sebelum dan sesudah
diundangkannya UU Persaingan Usaha
bukan terletak pada ada atau tidaknya
pengaturan mengenai persaingan usaha (fair
competition). Meski sangat minimal
pengaturan P3 sebelum berlakunya UU
Persaingan Usaha, tetapi ketentuan untuk
memperhatikan persaingan sehat sudah ada
UU No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan
belum mencantum ketentuan untuk
memperhatikan persaingan usaha.
Ketentuan tersebut baru muncul di Pasal 104
ayat (1) huruf b UU No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas, "perbuatan
hukum penggabungan, peleburan, dan
pengam-bilalihan perseroan harus
memperhatikan kepentingan masyarakat
dan persaingan sehat dalam melakukan
usaha." Norma memperhatikan kepentingan
persaingan sehat diejawantahkan dalam PP
No. 27 Tahun 1998 dan PP No. 28 Tahun
1999 yang keduanya mengatur teknis
pelaksanaan P3, namun belum menyentuh
aspek persaingan usaha.24
Pengaturan P3 yang mengarah aspek
persaingan usahaterjadi terdapat pada Pasal
28 dan Pasal 29 UU Persaingan Usaha.
Meski demikian, pengaturan tersebut masih
merupakan lex imperfecta, karena
penerapan pasal-pasal tersebut dapat
dilakukan setelah adanya peraturan
pelaksana dari pasal-pasal tersebut yaitu
peraturan pemerintah.25 Pasal yang
mengatur tentang P3 dalam aspek
persaingan usahahanya sebatas pengaturan
mati' yang tidak dapat ditegakkan karena
penegakan hukum dari pasal-pasal tersebut
menunggu peraturan pemerintah mengenai
ketentuan lebih lanjut tentang P326 dan
penetapan nilai asset, nilai penjualan dan
cara pemberitahuan.27 Artinya bahwa
pengaturan P3 dalam UU Persaingan Usaha
merupakan langkah maju untuk memayungi
pelaksanaan P3 yang berorientasi pada
persaingan usaha sehat. Namun pengaturan
tersebut masih belum dapat digunakan untuk
diterapkan apabila terdapat pelaksanaan P3
yang melanggar ketentuan yang terdapat
dalam UU Persaingan Usaha.
Aspek persaingan usaha yang diatur
dalam UU Persaingan Usaha meliputi
pertama, larangan untuk melakukan P3
yang dapat mengakibatan praktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat. Kedua,
kewajiban pemberitahuan (notifikasi)
terhadap P3 yang mengakibatkan nilai as-
set dan atau nilai penjualan melebihi jumlah
24 Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia 2009, hal. 192; Knud dkk, Undang-undang Larangan Proktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidok Sehot, GTZ & Katalis, Jakarta, 2002, hal. 358.
25 Ibid. hal. 195. Bandingkan dengan KPPU, Laporan Tahunan 2010, KPPU, 2010, hal. 1. 26 Pasal 28 ayat (3) UU Persaingan Usaha. 27 Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha.
70 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol. 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, dan Kedudukan
tertentu. Pengaturanmengenai larangan yaitu
bahwa P3 tidak boleh dilaksanakan ketika
perbuatan hukum tersebut mengakibatkan
praktek monopoli dan persaingan usaha
tidak sehat. Pelanggaran terhadap larangan
ini terdapat sanksi yang diatur pada Pasal
48 ayat (2) UU Persaingan Usaha.
Permasalahan muncul ketika larangan Pasal
28 UU Persaingan Usaha tersebut hams
diberitahukan ke Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) terhadap P3
yang mengalami perubahan nilai asset dan
nilai penjualan melebih jumlah tertentu.
Syarat jumlah tertentu' untuk diberitahukan
ke KPPU menjadi pengaturan P3 dalam
UU Persaingan Usaha `mati sampai
dengan diterbitkannya Peraturan
Pemerintah tentang hal tersebut.
Ketidakmampuan pengaturan P3
dalam UU Persaingan Usaha untuk
menjangkau pelanggaran Pasal 28 ayat (2)
UU Persaingan Usaha sungguh terjadi,
ketika KPPU menyatakan terdapat
pelanggaran Pasal 28 ayat (2) namun
karena belum ada Peraturan Pemerintah
sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 28
ayat (3) UU Persaingan pelanggaran pasal
mengalami pembiaran. Fakta ini terjadi
ketika KPPU menilai adanya pelanggaran
Pasal 28 ayat (2) UU Persaingan Usaha
pada akuisisi 75% saham Alfa (PT. Alfa
Retailindo) oleh Carrefour pada Januari
2008.28 Meskipun penilaian KPPU
28 Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009. Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009.
Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
menyatakan bahwa akuisisi tersebut
merupakan pelanggaran Pasal 28 ayat (2)
UU Persaingan Usaha, pasal tersebut belum
dapat diterapkan karena belum memenuhi
syarat formil." Syarat formil dimaksud
adalah ketentuan mengenai P3 dalam
Peraturan Pemerintah. Dalam putusan
KPPU menyatakan,
"Mengingat belum dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah sebagaimana
diamanatkan Pasal 28 ayat (3) UU No. 5
Tahun 1999 sampai dengan saat ini,
meskipun keseluruhan unsur Pasal 28 ayat
(2) UU No. 5 Tahun 1999 telah terpenuhi,
namun demi hukum, Majelis Komisi tidak
dapat menyatakan adanya pelanggaran
terhadap Pasal 28 ayat (2) UU No. 5 Tahun
1999 yang dilakukan oleh Terlapor."
Selama belum ada Peraturan
Pemerintah yang diamanatkan oleh Pasal 28
ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) UU
Persaingan Usaha maka pasal-pasal
mengenai P3 belum dapat dilakukan
penegakan hukum.
Aspek lain dari pengaturan P3 yang
berorientasi persaingan usaha dalam UU
Persaingan Usaha adalah adanya kewajiban
pemberitahuan (notifikasi). Kewajiban
pemberitahuan didasarkan pada ketentuan
Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha
sudah jelas, namun tidak lengkap. Kejelasan
tersebut berkaitan dengan ketentuan bahwa
P3 yang berakibat nilai asset dan atau nilai
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 71
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Peloksonaan Penggabungan, Peleburan don Pengambiialihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaho
penjualan melebihi jumlah tertentu wajib
diberitahukan kepada KPPU. Sedangkan
ketidaklengkapan berkaitan dengan
pertama, kriteria jumlah tertentu dari nilai
asset dan atau nilai penjualan. Jumlah
tertentu yang menjadi prasyarat kewajiban
notifikasi tentunya dikaitkan ketentuan Pasal
28 ayat (1) dan (2) yaitujumlahtertentu dari
hasil P3 yang mengakibatkan praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Ketidaklengkapan pengaturan inilah yang
kemudian diamanatkan kepada Peraturan
Pemerintah untuk melengkapi dengan
menjelaskan jumlah tertentu yang dapat
mengakibatkan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Kedua,
waktu pemberitahuan. Pembacaan terhadap
bunyi Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan
Usaha dapat diketahui dengan jelas bahwa
pemberitahuan pelaksanaan P3 yang
melebihi jumlah tertentu wajib dilakukan
selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari
sejak tanggal P3, namun menimbulkan
pertanyaan apakah UU Persaingan Usaha
menganut post-merger notification atau
pre merger notification dan sejak kapan
pengesahan atas pelaksanaan P3.
Selama belum diterbitkanya Peraturan
Pemerintah sebagaimana diamanatkan oleh
Pasal 28 ayat (3) dan Pasal 29 (ayat) UU
Persaingan Usaha maka ketidakpastian
akibat ketidaklengkapan pengaturan akan
berlangsung. Ketidakpastian melahirkan
ketiadaan penegakan hukum bagi
30 Syamsul Maarif, toc.cit. 31 Ibid.
pelaksanaan P3 yang melanggar Pasal 28
dan Pasal 29 UU Persaingan. Selain itu
perdebatan sebagai bagian dari diskursus
intelektual tidak memiliki kepastian pijakan
dasar hukum. Sehingga terjadi adalah
diskursus intelektual yang kemudian akan
memperkaya wawasan pengetahuan untuk
pembentukan Peraturan Pemerintah.
Diskursus intelektual yang terjadi akibat dari
ketidaklengkapan pengaturan P3 bertolak
dari dua hal jumlah tertentu (threshold) dan
pilihan model notifikasi. Keduanya memiliki
keterkaitan dimana nilai asset dan atau nilai
penjualan yang melebihi jumlah tertentu
wajib diberitahukan kepada KPPU.
Syamsul Maarif menggunakan istilah
threshold notifikasi untuk ketentuan Pasal
29 ayat (2) UU Persaingan Usaha tersebut,
yang usulan penentuannya didasarkan pada
pangsa pasar sebagai alternative thresh-
old.' Pangsa pasar sebagai alternative
threshold karena undang-undang sudah
menentukan syarat untuk threshold yaitu nilai
asset dan nilai penjualan. Pangsa pasar
sebagai alternatif dikaitkan dengan isu
pengendalian P3 adalah penguasaan
pasar.3'
Diskursus intelektual yang tidak kalah
menarik terkait dengan ketidakleng-
kapan pengaturan adalah kewajiban
pemberitahuan. Bunyi Pasal 29 ayat (2) UU
Persaingan Usaha apabila dibaca secara
letterlijk maka dapat dipahami bahwa
kewajiban notifikasi dilakukan setelah
72 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilahhan (P3) - Yakub Adi Kristanto don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
terjadi P3 atau post notification.32
"Penggabungan ataupeleburanbadan usaha,
atau pengambilalihan saham
.waj ib diberitahukan kepada
Komisi, selambat-lambatnya30 (tigapuluh)
hari sejak tanggal penggabungan, peleburan
atau pengambilalihan tersebut", menentukan
pemberitahuan (notifikasi) dilakukan setelah
P3. Frasa "selambat-lambatnya 30 (tiga
puluh) hari sejak tanggal" adalahpenunjuk
mengenai kewajiban notifikasi dilakukan
setelah pelaksanaan P3. Namun terdapat
pemahaman yang berbeda atas waktu
kewajiban notifikasi dilakukan yaitu
pertama, meski Pasal 29 ayat (1) UU
Persaingan Usahamensyaratkan kewajiban
melaporkan suatu penggabungan yang
sudah terlaksana, tidak menutup pintu bagi
pemeriksaan preventif oleh lembaga
pengawas (pre merger control)."
Pemahaman tersebut berasal dari
mengkaitkan Pasal 28 ayat (1) dan (2)
dengan Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan
Usaha. Bahwa larangan P3 tidak dapat
dilaksanakan tanpa adanya pengawasan,
sehingga harus dilaporkan (notifikasi).34
Ketentuan kewaj iban notifikasi
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 29
ayat (1) UU Persaingan Usaha tidak
dimaksudkan semata-mata sebagai post
merger control. Dengan pemeriksaan
preventif rencana penggabungan hams
dilaporkan kepada KPPU.35
Kedua, bahwa pemaknaan terhadap
kewajiban notifikasi dapat dilihat dari
bagaimana menafsirkan frasa "sejak tanggal
penggabungan, peleburan atau
pengambilalihan" yaitu sejak aktaperubahan
disetujui oleh Menkumham atau yang
dimaksudkan adalah rencana P3 yang
terjadi sebelum akta perubahan disetujui
oleh Menkumham.36 Pemaknaan atas
kewajiban notifikasi yang dilakukan sejak
aktaperubahan yang disetujui Menkumham
bertolak dari aspek pengesahan perseroan
yang diatur dalam Pasal 106 UU No. 1
Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Sedangkan yang dimaksudkan bahwa
kewajiban notifikasi adalah rencana P3
bertolak dari pemikiran ketidakmungkinan
P3 yang sudah dilakukan apabila setelah
dilakukan notifikasi kemudian dinyatakan
mengakibatkan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat dikembalikan
ke keadaan semula sebelum P3.37
KPPU melakukan penafsiran
mengenai kewajiban notifikasi dengan
membagi menjadi 2 (dua) bentulc yaitu pra
notifikasi dan post notifikasi. Berdasarkan
kewenangan yang dimiliki KPPU
menerbitkan Peraturan KPPU No. 1 Tahun
2009 tentang Pra-Notifikasi
32 Bandingkan dengan Cholilah, Penggabungan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidal( Sehat, Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2003, hal. 97.
" Knud dkk, /oc.cit. hal. 365. 3° Ibid. " ibid. Hal. 366.
Syamsul Maarif, /oc.cit. hal. 45. 37
Ibid.
Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 73
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persoingan Usaha
Penggabungan, Peleburan dan
Pengambilalihan (selanjutnya disebut
dengan Perkom No. 1). Istilah pra
notifikasi, terdapat juga dalam bagian
menimbang yang menyatakan bahwa dalam
rangka meningkatkan pengendalian
terhadap penggabungan, peleburan, dan
pengambilalihan yang dapat mengakibatkan
praktek monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat, dipandang perlu adanya
kejelasan tata cara dan penilaian pra-
notifikasi terkait dengan hal tersebut. Namun
pada bagian Lampiran, KPPU menjelaskan
bahwa Perkom No. 1 menjelaskan
mengenai pra notifikasi berdasarkan
kewenangan yang dimiliki KPPU. Dimana
berkaitan dengan post notifikasi
sebagaimana diamanatkan pada Pasal 28
ayat (3) dan Pasal 29 ayat (2) harus diatur
dengan Peraturan Pemerintah. Dalam hal
terdapat pengakuan bahwa kewaj iban
notifikasi yang diatur dalam Pasal 29 ayat
(2) UU Persaingan Usaha adalah post
notifikasi yaitupemberitahuan dilakukan pal-
ing lambat 30 (tiga puluh hari) sejak tanggal
pelaksanaan P3.
Pra notifikasi menurut Perkom No. 1
adalahpemberitahuan yang bersifat sukarela
oleh pelaku usahayandarg akan melakukan
penggabungan atau peleburan badan usaha
atau pengambilalihan saham untuk
mendapatkan pendapat Komisi mengenai
dampak yang ditimbulkan dari rencana
penggabungan atau peleburan badan usaha
38 'bid
atau pengambilalihan. Mengacu pada
definisi tersebut bahwa pra-notifikasi
berbeda dengan kewajiban notifikasi
sebagaimana dimaksud pada Pasal 29 ayat
(2) UU Persaingan Usaha. Karena pra
notifikasi bersifat sukarela dan berkaitan
dengan dampak, sedangkan kewajiban
notifikasi bersifat wajib dan pelaksanaannya
didasarkan threshold atas nilai asset dan
atau nilai penjualan. Selain itu pra notifikasi
yang merupakanpemberitahuan dilakukan
sebelum melaksanakan kewajiban notifikasi
yang diamanatkan oleh Pasal 29 ayat (2)
UU Persaingan Usaha setelah P3
dilaksanakan oleh Pelaku Usaha.
Penafsiran KPPU dengan
menggunakan istilah pra notifikasi
manifestasi daya kreatif untuk mensiasati
ketentuan kewajiban notifikasi yang pasca
notifikasi. Pra notifikasi sebagai upaya
preventif terkait dengan kemungkinan
dampak yang teijadi pasca dilakukannya P3
setelah kewajiban notifikasi yang pasca
notifikasi. Dampak dimaksud adalah apabila
setelah dilakukan notifikasi ternyata P3
melanggar UU Persaingan Usaha karena
mengakibatkan praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Sehingga
perusahaan atau pelaku usaha yang sudah
melaksanakan P3 harus kembali ke
keadaan semula sebelum dilakukannya
P3." P3 yang dilakukan dengan biaya
tertentu akan menjadi tidak berguna ketika
setelah diberitahukan ke KPPU dinilai
74 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
melanggar UU Persaingan Usaha. Selain
ketakbergunaan biaya harus ditanggung
oleh pelaku usaha yang melakukan P3,
waktu dan tenaga yang dibutuhkan untuk
mem-persiapkan dan melaksanakan P3
menjadi tidak bermanfaat sama sekali.
Menimbang dampak pasca notifikasi
tersebut maka dibutuhkan mekanisme yang
menghindari terjadinya dampak tersebut,
dan ituadnlahpra notifikasi. Pertanyaannya
adalah apakah pm notifikasi tersebut apabila
dilaksanakan tidak bertentangan dengan
kewajiban notifikasi sebagaimana diatur
dalam Pasal 29 ayat (1) UU Persaingan
Usaha?
Sebelum terbitnya Perkom No. 1,
diundangkan UU No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya
disebut dengan UU No. 40 Tahun 2007)
yang menggantikan UU No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas. Undang-
undang ini mempertahankan norma
memperhatikan kepentingan persaingan
sehat dalam melakukan usaha sebagaimana
sudah diatur dalam UU No. 1 Tahun
1995.39 Salah satu perkembangan signifikan
UU No. 40 Tahun 2007 sejak terbitnya UU
Persaingan Usaha adalah adanya definisi P3
(lihat Tabel 2), artinya bahwa selama ini
sebelumnya definisi P3 hanya diatur dalam
peraturan perundang-undangan dibawah
undang-undang.
Tabel 2 Perbandingan Definisi antara PP No. 27 Tahun 1998 dengan UU No. 40 Tahun 2007
PP No. 27 Tahun 1998 UU No. 40 Tahun 2007
Penggabungan adalah perbuatan hukum yang Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh suatu perseroan atau lebih untuk dilakukan oleh satu perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan lain yang menggabungkan diri dengan perseroan lain telah ada dan selanjutnya perseroan yang yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan menggabungkan did menjadi bubar. pasiva dari perseroan yang menggabungkan did
beralih karena hukum kepada perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hokum
Peleburan adalah perbuatan hukum yang Peleburan adalah perbuatan hukum oleh dua dilakukan oleh dua perseroan atau lebih untuk perseroan atau lebih untuk meleburkan diri meleburkan did dengan cara membentuk suatu dengan cara mendirikan satu perseroan baru perseroan baru dan masing-masing perseroan yang karena hukum memperoleh aktiva dan meleburkan diri menjadi bubar. pasiva dari perseroan yang meleburkan diri dan
status badan hukum perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.
Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang Pengambilalihan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan hukum atau orang dilakukan oleh badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambil alih baik seluruh perseorangan untuk mengambil alih saham ataupun sebagian besar saham perseroan yang perseroan yang mengakibatkan beralihnya dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perseroan tersebut.
pengendalian atas perseroan tersebut.
" Pasal 126 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.
Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 1 75
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
UU No. 40 Tahun 2007 sepertinya
mengadopsi definisi yang dikemukakan oleh
PP No. 27 Tahun 1998 yang menyatakan
bahwa P3 merupakanperbuatan hukum. P3
sebagai perbuatan hukum menempatkan
sebuah tindakan yang dilakukan oleh badan
usaha mempunyai akibat hukum, termasuk
didalamnya melahirkan hak dan kewajiban.
Perbedaan yang signifikan mengenai definisi
dan kedua peraturan perundangan adalah
elaborasi mengenai akibat hukum yang
meliputipertama, adanya peralihan aktiva
dan pasifa (penggabungan dan peleburan),
atau peralihan pengendalian perusahaan
(pengambilalihan). Kedua, status badan
hukum berakhir karena hukum bagi
perseroan yang menggabungkan din atau
meleburkan diri.40 Selain itu perbedaan
lainnya adalah adanya rancangan P341 dan
kewajiban mengumumkan ringkasan
rancangan P3 kepada masyarakat melalui
surat kabar dan karyawan secara tertulis.42
Pengaturan mengenai pengesahan P3
diajukan kepada Menkumham dengan
mekanisme sebagai berikut, pertama,
untuk penggabungan mengajukan
permohonan dengan melampirkan akta
penggabungan perseroan untuk
mendapatkan persetujuan Menkumham atau
pemberitahuan kepada Menkumham
tentang perubahan anggaran dasar.43
Kedua, untuk peleburan salinan akta
peleburan dilampirkan pada pengajuan
permohonan untuk mendapatkan keputusan
Menkumham mengenai pengesahan badan
hukum perseroan hasil peleburan.44 Ketiga,
melampirkan akta pengambilalihan
perseroan pada penyampaian
pemberitahuan kepada Menkumham
mengenai perubahan anggaran dasar.45
Dalam pengesahan P3 terdapat 3 (tiga)
istilah yang berbeda yaitu persetujuan atas
akta penggabungan perseroang,
pengesahan badan hukum perseroan hasil
peleburan dan pemberitahuan mengenai
perubahan anggaran dasar.
P3 Setelah diundangkannya PP No. 57
Tahun 2010 tentang Penggabungan atau
Peleburan Badan Usaha dan Pengam-
bilalihan Saham Perusahaan yang dapat
mengakibatkan terjadinya Praktek
Monopolli Dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat.
Definisi P3 yang terdapat dalam PP
No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan
atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaan yang
dapat mengakibatkan terjadinya Praktek
Monopolli Dan Persaingan Usaha Tidak
4° Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), ioc.cit. hal 193. Bandingkan dengan Pasal 122 UU No. 40 Tahun 2007. 41 Pasal 123 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007. 42 Pasal 127 ayat (1) UU No. 40 Tahun 2007.Bandingkan dengan Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.),
op.cit. hal. 194. 43 Pasal 129 UU No. 40 Tahun 2007. Perbedaan disini terletak pada perubahan anggaran dasar sebagaimana
diatur pada Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 untuk persetujuan Menkumham, atau perubahan anggaran dasar yang tidak termasuk dalam Pasal 21 ayat (2) UU No. 40 Tahun 2007 hanya pemberitahuan
kepada Menkumham. 44 Pasal 130 UU UN. 40 Tahun 2007. " Pasal 131 UU No. 40 Tahun 2007.
76 I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. I, Tahun 2012
Pengesohon Pelaksanaan Penggobungan, Peleburan don Pengambilalihon (P3) - Yakub Adi Kristanto clan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
Sehat (selanjutnya disebut dengan PP
No. 57 Tahun 2010) sama dengan yang di
UU No. 40 Tahun 2007. Kesamaan definisi
yang digunakan menunjukkan konsistensi
dalam mempertahankan pengertian P3,
selain semalcinmapannya konsep P3 dalam
hukum persaingan usaha Indonesia. PP No.
57 Tahun 2010 merupakan peraturan yang
ditunggu selama kurun waktu 10 tahun dan
mengisi kekosongan hukum yang mengatur
P3. KPPU mempunyai landasan kuat untuk
menjalankan Pasal 28 dan Pasal 29 UU
Persaingan Usaha.46 Dan menjamin
kepastian hukum bagi KPPU dalarnmenilai
pelaksanaan P3 sehingga mampu
melaksanakan tugas dan kewenangannya
dengan baik dan benar.
PP No. 57 Tahun 2010 mengatur
tentang cara penilaian P3, batas nilai
notifikasi (threshold), tata cara pem-
beritahuan dan konsultasi sebagaimana
diamanatkan oleh Pasal 28 ayat (3) dan
Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha."
Yang menjadi perhatian dari tulisan ini
adalah pengesahan badan usaha yang
melakukan P3, dalam hal sejak kapan
pengesahan terjadi yaitu apakah setelah
penilaian yang dilakukan KPPU ataukah
pengajuan permohonan akta P3 tidak harus
menunggu penilaian KPPU? PP No. 57
Tahun 2010 tidak mengatur mengenai
pengesahan badan usaha yang melakukan
P3, artinya harus merujuk pada UU No.
40 Tahun 2007. Dalam hal ini terjadi
pertautan antara UU Persaingan Usaha
dengan UU No. 40 Tahun 2007 untuk
melihat mekanisme pengesahan badan
usaha yang melakukan P3. Kajian terhadap
permasalahan ini bertolak dan kewajiban
notifikasi yang hams dilakukan paling lambat
30 (tiga puluh hari) sejak tanggal
dilakukannya P3.
Kewajiban notifikasi yang dianut
dalam UU Persaingan Usaha adalah post
notification (pascanotifikasi), sehingga
pengesahan badan usaha dilakukan setelah
adanya penilaian terhadap notifikasi yang
dilakukan. Kemudian berlanjut pada
mekanisme pengesahan yang berlaku
sebagaimana diatur dalam UU No. 40
Tahun 2001. PP No. 57 Tahun 2010
memodifikasi konsep pascanotifikasi dalam
UU Persaingan Usaha menjadi notifikasi
post merger sebagai mandatory dan konsep notifikasi pre merger sebagai vol-untaiy." Modifikasi ini tidak melanggar
ketentuan kewajiban notifikasi sebagaimana
diatur dalam Pasal 29 ayat (2) UU
Persaingan Usaha, namun mengajukan
mekanisme untuk mencegah kemungkinan
kerugian dari penilaian KPPU terhadap P3
yang melanggar Pasal 28 ayat (1) dan (2)
UU Persaingan Usaha.
Pasca notifikasi yang dianut dalam UU
Persaingan Usaha tidak menentukan kapan
46 PP Merger dan Akuisisi Disambut Positif, Majalah Kompetisi Edisi 24 Tahun 2010, hal. 4. 47 Ibid. 48 Anna Maria Tri Anggraini, PP No. 57 Tahun 2010 dari Sudut Pandang Konseptor, Majalah Kompetisi Edisi 24
Tahun 2010, hal. 14. Bandingkan dengan Novi Nurviani, Konsultasi Merger: Insentif dan Kemudahan dalam Ahmad Kaylani, Negara don Pasar dalam Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU, Jakarta, 2011, hal. 87-90.
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 77
Yakub Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan (P3)
don Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
keberlakuan pengesahan badan usaha yang
melakukan P3. KPPU melakukan penilaian
ada atau tidaknyadugaanpraktek monopoli
dan persaingan usaha tidak sehat setelah
menerima pemberitahuan (notifikasi) secara
tertulis dari pelakuusaha.49Notifilcasi harus
dilakukan apabila P3 berakibat nilai
assetnya melebihi Rp.
2.500.000.000.000,00 (duatriliun lima ratus
miliar rupiah) dan nilai penjualannya melebihi
Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima triliun ru-
piah)." PP No. 57 Tahun 2010 tidak
memberikan pemahaman terkait pasca
penilaian KPPU yang menyatakan tidak
adanya pelanggaran praktek monopoli dan
persaingan usaha tidak sehat. Apabila
pengesahan perseroan dilakukan setelah
pengajuan permohonan akta penggabungan,
peleburan dan pengambilalihan diajukan ke
Menkumham maka (sejak) kapan notifikasi
dilakukan sesuai amanat Pasal 29 ayat (2)
UU Persaingan Usaha.
Dalam Pasal 128 UU No. 40 Tahun
2007 mengatur rancangan P3 yang telah
disetujui RUPS dituangkan dalam akta P3
yang dibuat didepan notaris. Apabila
dikaitkan dengankewajiban notifikasi pada
Pasal 29 ayat (2) UU Persaingan Usaha
maka yang hams dinotifikasi rancangan P3
ataukah akta P3. Inilah problematika yang
ditimbulkan dari pengesahan P3 terkait
dengan frasa " ...... ...sejak tanggal
penggabungan, peleburan atau
pengambilalihan", yaitu apakah yang
" Pasal 9 ayat (1) PP No. 57 Tahun 2010. so Pasal 5 ayat (1) dan (2) PP No. 57 Tahun 2010.
dimaksud tanggal P3 tersebut adalah
rancangan P3, akta P3 atau persetujuan
Menkumham? Problematika tersebut
mempunyai dua hal penting yaitu kepastian
mengenai waktuuntuk memenuhi kewajiban
notifikasi dan pengajuan permohonan
persetujuan P3 oleh Menkumham.
Idealnya bahwayang dimaksud dengan
tanggal P3 untuk memenuhi kewajiban
notifikasi adalah rancangan P3 yang sudah
disetujui RUPS. Pertama, P3 sudah
disepakati oleh badan usaha yang akan
melaksanakan P3 dan kesepakatan tersebut
sudah disetujui oleh organ perseroan
tertinggi yaitu RUPS. Sebagaimana diatur
dalam Pasal 8 PP No. 57 Tahun 2010
bahwa pemberitahun (notifikasi) dilakukan
dengan mengisi formulir yang salah satunya
memuat ringkasan rencana P3. Formulir
notifikasi tersebutharus dilampiri dokumen
pendukung yang berkaitan dengan
pelaksanaan P3. Artinya dokumen
pendukung 'minimal' yang memiliki
kekuatan hukum yang berkaitan dengan P3
adalah rancangan P3 yang sudah
mendapatkan persetujuan RUPS. Meski
tidak menutup kemungkinan bahwa
dokumen pendukung dimaksud adalah akta
P3.
Kedua, ketika pelaksanaan kewajiban
notifikasi masih sebatas rancangan namun
sudah mendapatkan persetujuan di RUPS
maka sudah memiliki kekuatan hukum untuk
terjadinya P3, dimana pengesahan di
78 I Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengarnbilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanto dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
hadapan notaris hanya legalisasi dari
kesepakatan yang sudah diambil di RUPS.
Sedangkan apabila kewajiban notifikasi
sejak mendapatkan persetujuan
Menkumham maka akan terjadi
pengesahan ganda setelah adanya penilaian
KPPU terhadap pelaksanaan P3.
Kewajiban notifikasi yang berasal dari
rancangan P3 yang sudah disetujui oleh
RUPS akan berkesinambungan dengan
mekanisme pengesahan P3 sebagaiaman
diatur dalam Pasal 129 sampai dengan
Pasal 131 UU No. 40 Tahun 2007.
Kesinambungannnya terletak pada
pengesahan terhadap P3 akan menunggu
hasil penilaian atas pelaksanaan P3 dari
aspek persaingan oleh KPPU. Artinya hasil
penilaian KPPU tersebut akan menjadi
bagian dari lampiran dokumen yang
mendampingi akta P3 pada pengajuan
permohonan untuk mendapatkan
pengesahan Menkumham.
Kedudukan Konsultasi dalam Hukum
Persaingan Usaha
PP No. 57 Tahun 2007 melakukan
modifikasi kewajiban notifikasi dengan
menambahkan konsep notifikasi pre merger
sebagai voluntary. Konsep notifikasi pre
merger dalam Peraturan KPPU No. 10
Tahun 2011 tentang Perubahan atas
Peraturan KPPU No. 13 Tahun 2010
tentang Pedoman Pelaksanaan tentang
Penggabungan atau Peleburan Badan
" Novi Nurviani, /oc.cit. Cetak tebal oleh penulis.
Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan yang dapat mengakibatkan
terjadinya Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
(selanjutnya disebut Perkom No, 13
Tahun 2010) disebut sebagai pre evaluasi
atau konsultasi. Penambahan konsep
notifikasi pre merger tidak melanggar Pasal
29 ayat (2) UU Persaingan Usaha, namun
sebagai mekanisme preventif atas dampak
yang mungkin ditimbulkan dari kewajiban
pasca notifikasi. Konsultasi merupakan
notifikasi pra merger yang lebih bersifat
ekonomis karena memberikan kesempatan
bagi pelaku usaha untuk menyampaikan
rancangan P3 sebelum P3 dilaksanakan.
Tingginya tingkat resiko yang harus
ditanggung oleh pelaku usaha terkait dengan
kewajiban pasca notifikasi yaitu apabila
penilaian KPPU adalah adanya praktek
monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Penilaian KPPU yang demikian akan
mengakibatkan pembatalan P3 yang sudah
dilakukan, dan hal tersebut sangat
merugikan pelaku usaha yang sudah
mengeluarlcanbiaya yang tidak sedikit untuk
melaksanakan P3.51
Konsultasi bersifat sukarela dan tidak
mengikat bagi pelaku usaha. Artinya pelaku
usaha dapat melakukan konsultasi atau
tidak ketika sedang atau akan
melaksanakan P3. Sifat kesukarelaan dari
konsultasi ini berasal dari kata `dapat'
dalam Pasal 10 ayat (1) PP No. 57 Tahun
2010,
Jurnal Hukum PRIORIS, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 79
Yakut, Adi Kristanto - Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, Peleburan don Pengambilalihan (P3) dan Kedudukan Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
"Pelaku Usaha yang akan melakukan
Penggabungan Badan Usaha, Peleburan
Badan Usaha, atau Pengambilalihan saham
perusahaan lain yang berakibat nilai aset
dan/atau nilai penjualannya melebihi jumlah
tertentu sebagaimanadimalcsud dalam Pasal
5 ayat (2) dan ayat (3) dapat melakukan
konsultasi secara lisan atau tertulis kepada
Komisi."52
Dimana penilaian yang dilakukakan
terhadap konsultasi bukan merupakan
persetujuan atau penolakan terhadap
rencana Penggabungan Badan Usaha,
Peleburan Badan Usaha, atau
Pengambilalihan saham perusahaan lain
yang akan dilakukan oleh Pelaku Usaha."
Namun meski penilaiannya demikian,
penilaian terhadap konsultasi tidal( akan
mengubah penilaian ketika Pelaku Usaha
melakukan pasca notifikasi sebagaimana
diamanatkan dalam Pasal 29 ayat (2) UU
Persaingan Usaha.
Dengan demikian kedudukan
konsultasi yang didesain dalam PP No. 57
Tahun 2010 adalah pertama, mencegah
terjadi kerugian apabila pasca notifikasi
ternyata P3 yang dilakukan ada praktek
monopoli dan persainganusahatidak sehat.
Kedua, konsultasi menjadi elementary post
notification bagi pelaksanaan P3.
Sebagaimana diatur dalam Perkom No. 13
Tahun 2011 bahwa "jika pelaku usaha
secara sukarelatelah melakukan konsultasi
maka komisi tidak akan mengubah penilaian
53 Pasal 11 ayat (4) PP No. 57 Tahun 2010. " Pasal 11 ayat (2) PP No. 57 Tahun 2010.
terhadap pemberitahuan", maka konsultasi
menjadi penilaian awal sebelum dilakukan
kewajiban notifikasi. Dalam penilaian awal
tersebut, KPPU tidak memberikan
persetujuan atau penolakan berkaitan
terhadap rencana P3. KPPU hanya
memberikan saran, bimbingan dan atau
pendapat tertulis mengenai rencana P3.54
(M-NA)
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Kaylani (Ed.), Negara dan Pasar dalam
Bingkai Kebijakan Persaingan, KPPU,
Jakarta, 2011.
Andi Fahmi & Ningrum Natasya Sirait (Ed.), Hukum Persaingan Usaha Antara Teks & Konteks, GTZ, Indonesia 2009.
Asril Sitompul, Praktek Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat (Tlnjauan Terhadap Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999), PT.
CitraAditya, Bandung, 1999.
Cholilah, Penggabungan Usaha Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat, Program
Magister Ilmu Hukum Universitas
Diponegoro, Semarang, 2003.
Knud dick, Undang-undang Larangan Praktek
Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat, GTZ & Katalis, Jakarta, 2002.
KPPU, Laporan Tahunan 2010, KPPU, 2010.
Syamsul Maarif, Merger, Konsolidasi, Akuisisi dan Pemisahan PT menurut UU No. 40/2007 dan Hubungannya dengan Hukum Persaingan, Jurnal Hukum Bisnis, Jurnal
Hukum Bisnis, Volume 27 — I —Tahun 2008.
Peraturan Perundang-undangan
UU No. 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas
80 I Jurnal Hukum PRIOR'S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012
Pengesahan Pelaksanaan Penggabungan, dan Kedudukan
UU No. 1 Tahun 1992 tentang Perbankan.
UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak
Sehat.
UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Indonesia.
UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia.
UU No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas.
PP No. 27 Tahun 1998 tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan
Terbatas.
PP No. 28 Tahun 1999 tentang Merger,
Konsolidasi dan Akuisisi Bank.
PP No. 57 Tahun 2010 tentang Penggabungan
Peleburan clan Pengambilalihan (P3) - Yakub Adi Kristanta Konsultasi Hukum Persaingan Usaha
atau Peleburan Badan Usaha dan
Pengambilalihan Saham Perusahaam yang dapat mengakibakan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Peraturan KPPU No. 10 Tahun 2011 tentang
Perubahan atas Peraturan KPPU No. 13
Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan tentang Penggabungan atau Peleburan Badan Usaha dan Pengambilalihan Saham
Perusahaan yang dapat mengakibatkan
terjadinya Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat
Putusan KPPU
Putusan KPPU No. 09/KPPU-L/2009.
Jurnal Hukum PRIOR1S, Vol . 3 No. 1, Tahun 2012 I 81