Upload
others
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH TEMPERATUR DAN WAKTU ANIL TERHADAP STRUKTUR DAN SIFAT OPTIS LAPISAN TIPIS Cu2ZnSnS4 (CZTS)
MENGGUNAKAN METODE SUCCESSIVE IONIC LAYER ADSORPTION AND REACTION (SILAR) DENGAN JUMLAH 40 SIKLUS
Eva Ulisiana, Badrul Munir
1. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
2. Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI Depok, Depok, 16424, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Pengembangan pembuatan lapisan tipis Cu2ZnSnS4 dengan metode SILAR menjadi perhatian penelitian kini untuk menciptakan sel surya berbasis lapisan tipis yang terjangkau dan efisien. Proses anil dengan sulfur yang dilakukan pada lapisan tipis CZTS dapat memperbaiki sifat-sifat pada lapisannya. Temperatur dan waktu anil merupakan parameter utama dalam proses anil pada lapisan tipis CZTS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur dan waktu anil terhadap sifat optis berupa nilai energi celah pada lapisan tipis CZTS dengan jumlah siklus pencelupan yang sudah ditentukan yaitu sebanyak 40 siklus. Variabel temperatur anil adalah 250oC, 300oC, 350oC dan 400oC. Sedangkan variabel waktu anil adalah ½ jam dan 1 jam. proses anil yang dilakukan menggunakan sulfur padatan. Pengaruh temperatur dan waktu anil pada sifat morfologi, optikal dan struktural telah diuji. Nilai energi celah yang dihasilkan bervariasi bergantung pada temperatur dan waktu anil. Hasil pengujian XRD pada semua sampel, ditemukan fasa CZTS dengan puncak difraksi yang memiliki intensitas yang rendah. Topografi permukaan yang dihasilkan menunjukkan penampakan retakan dan juga kemungkinan fasa kedua CuxS.
The Effect of Annealing Temperature and Time on Cu2ZnSnS4 (CZTS) Thin Film’s
Structural and Optical Properties Using Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction
(SILAR) Method By The Number of 40 Cycles
Abstract
Development of Cu2ZnSnS4 thin films fabrication with Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction (SILAR) method has become a concern to produce low cost and efficient based thin film solar cells. Anneling process in sulfur condition was done on CZTS thin films to improve its properties. Annealing temperature and time are the main parameter for anneling process on CZTS thin films. This study aims to know the effect of annealing temperature and time on CZTS optical property with 40 immersion cycles. Annealing temperature variables are 250oC, 300oC, 350oC, and 400oC. While the annealing time variables are ½ hour and 1 hour. Annealing process is performed using solid sulfur. The effect of annealing temperature and time on morphology, optical and structural properties were examined. The resulting band gap energy varies which depends on annealing temperature and time.
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
The XRD results on every samples was found CZTS phase with diffraction peak which has low intensity. Surface topography shows the presence of cracks and possibility of CuxS second phases. Keywords: Semiconductor, CZTS, thin films, SILAR, band gap, annealing temperature, annealing time
1. Pendahuluan Isu pemenuhan energi pada berbagai sektor kehidupan menjadi isu yang di sorot di
berbagai negara. Saat ini, laju pemakaian energi di dunia bernilai 4.7 x 1020 J/tahun[1]. Di
Indonesia, penyediaan bahan baku sumber daya yang terbarukan maupun yang tidak terbarukan
melimpah di berbagai daerah. Akan tetapi, eksplorasi akan sumber daya yang tidak terbarukan
lebih banyak dibandingkan lainnya. Menurut Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral pada
tahun 2009, menyatakan bahwa cadangan energi minyak mentah akan habis dalam waktu 22.99
tahun, untuk gas selama 58.95 tahun, dan untuk batubara selama 82.01 tahun[2]. Dasar dari
prediksi waktu ini didasarkan apabila tidak ditemukannya ladang-ladang yang baru. Salah satu
pengembangan teknologi yang digalakkan yaitu, teknologi sel surya atau solar cell.
Sel surya merupakan dioda semikonduktor yang dapat mengubah energi yang berasal dari
cahaya matahari menjadi energi listrik. Perkembangan akan teknologi sel surya telah berjalan
lebih dari 50 tahun lamanya. Perkembangan sel surya sepanjang 50 tahun, teknologi dan efisiensi
pada sel surya selalu di kembangkan. Dalam perkembangannya, sel surya mempunyai tiga
generasi[3]. Generasi pertama, sel surya terbuat dari silikon kristalin. Generasi kedua, sel surya
terbuat dari lapisan tipis (thin film) yang digolongkan menjadi silikon film tipis, Cadmium
tellurium (CdTe), Copper Indium, Galium Dislenide (CIGS), dan Penyerap Tipis Ekstrem (ETA).
Generasi terakhir, sel surya molekular, salah satu contohnya adalah Dye Sensitized Solar Cell.
Penelitian mengenai lapisan tipis CZTS sebagai salah satu komponen sel surya dimana
bertindak sebagai absorber telah banyak dilakukan. CZTS atau Cu2ZnSnS4 merupakan salah satu
jenis lapisan tipis quaternary (quaternary thin film) yang pembuatannya murah karena logam nya
bukan termasuk yang sulit di dapatkan. Ketersediaan Cu, Zn, Sn dan S di kerak bumi adalah 50
ppm, 75 ppm, 2.2 ppm dan 260 ppm[4]. Hal ini berbeda dengan lapisan tipis CIGS yang
sebelumnya banyak mendapat perhatian hampir lebih dari 25 tahun pengembangannya, dimana
efisiensi nya mencapai 20.3%[4]. Akan tetapi, ketersediaan salah satu elemennya, yaitu Indium,
hanya berjumlah 0.049 ppm[4]. Oleh karena itu, pengembangan mengenai lapisan tipis CZTS
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
mulai dilakukan, karena dari sisi ketersediaan logamnya yang melimpah. Selain itu pula, lapisan
ini bersifat non toxic dan murah.
Berbagai metode pembuatan lapisan tipis CZTS baik dengan metode fisis maupun
kimiawi telah di lakukan. Salah satu metode deposisi nya adalah metode SILAR. SILAR atau
Succesive Ionic Layer Absorption and Reaction merupakan salah saltu metode dari CBD
(Chemical Bath Deposition). SILAR merupakan metode terbaru dari metode CBD. Metode ini
mudah dilakukan dan memerlukan biaya yang tidak terlalu banyak. Perbedaan SILAR dengan
metode CBD lainnya adalah mode pertumbuhan lapisan yang terjadi. Pada semua CBD, semua
prekursor terdapat pada satu beaker reaksi, sedangkan pada SILAR, substrat yang ada dicuci
secara terpisah pada setiap prekursor dan ini termasuk pula mencelupkan substrat di antara
prekursor. Maka, poin-poin yang menentukan deposisi lapisan tipis pada metode ini adalah
konsentrasi molar, waktu deposisi dan banyaknya jumlah siklus deposisi. Selain itu, perlakuan
panas hasil deposisi lapisan tipis CZTS perlu dilakukan. Hal ini bertujuan untuk memperbaiki
sifat CZTS. Hasil deposisi CZTS dengan metode SILAR dapat mengandung cacat seperti void.
Untuk mengurangi hal tersebut, maka dibutuhkan perlakuan panas. Perlakuan panas pada lapisan
tipis CZTS juga dapat memperbaiki sifat kristalinitas yang nantinya memperbaiki sifat lapisan
CZTS yaitu salah satu nya nilai celah pita optis lapisan tipis CZTS[5]. Oleh karena itu, penulis
melakukan penelitian terhadap pengaruh perlakuan panas terhadap sifat optis lapisan tipis CZTS
dimana variabel penelitiannya adalah nilai temperatur dan waktu anil.
2. Tinjauan Teoritis 2.1 Semikonduktor CZTS Sebagai Aplikasi Sel Surya Berbasis Lapisan Tipis
Cu2ZnSnS4 atau CZTS merupakan senyawa lapisan tipis yang dalam perkembangan
penggunaannya digunakan sebagai material absorban pada sel surya. Perkembangan lapisan tipis
CZTS ini baru mendapat perhatian ketika lapisan tipis CIS (CuInSe2), CIGS (CuIn1-xGaxSe2) dan
CIGSS (Cu(In,Ga)(S,Se)) telah digunakan. Lapisan CZTS pada sel surya menyerap cahaya dan
mengkonversikan energi elektromagnetik cahaya menjadi energi dari pasangan elektron-hole.
CZTS dipercaya memiliki sifat optikal yang menjanjikan. Ini terbukti karena sebagai
semikonduktor dengan celah pita yang langsung, maka CZTS memiliki koefisien absorbsi yang
tinggi dimana lebih dari 104 cm-1. Sehingga dengan tebal lapisan yang tipis sekitar 1-2µm, dapat
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
menyerap lebih dari 90% foton pada spektrum dengan energi foton yang lebih tinggi
dibandingkan dengan celah pita[4].
2.2 Metode SILAR
Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction (SILAR) merupakan metode paling
terbaru dari metode CBD (Chemical Bath Deposition). Perbedaan SILAR dengan metode CBD
lainnya adalah mode pertumbuhan lapisan yang terjadi. Pada semua CBD, semua prekursor
terdapat pada satu beaker reaksi, sedangkan pada SILAR, substrat yang ada dicuci secara terpisah
pada setiap prekursornya dan ini termasuk pula mencelupkan substrat di antara prekursor.
Pembentukan lapisan tipis pada metode SILAR secara umum adalah terjadi absorbsi,
reaksi ion pada larutan dan rinsing antara tiap pencelupan substrat ke dalam aquabides. Pada
tahap absorbsi, terjadi kation pada permukaan substrat di prekursor kationik. Absorbsi terjadi
karena adanya gaya tarik menarik antara ion pada larutan dengan permukaan substrat.Tahap
reaksi terjadi reaksi antara ion kation dengan ion anion. Tujuan dilakukannya rinsing antara
pencelupa substrat adalah untuk untuk menghindari adanya presipitat yang homogen pada
larutan. Berikut ini merupakan gambar skema tahapan reaksi yang terjadi selama pencelupan:
Gambar 2. 1. Ilustrasi pembentukan lapisan tipis CZTS dengan metode SILAR : (1) Absorbsi; (2) Rinsing I; (3) Reaksi;
(4) Rinsing II[19]
2.3. Pengaruh Perlakuan Anil pada Lapisan Tipis CZTS
Deposisi lapisan tipis CZTS yang terbentuk melalui metode SILAR, dimungkinkan
terdapatnya cacat seperti void dan pinholes. Selain itu, kristalinitas dari lapisan tipis CZTS yang
baru terdeposisi dimungkinkan juga tidak begitu baik. Oleh karena itu, dibutuhkannya perlakuan
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
panas pada lapisan tipis CZTS, yaitu dilakukannya proses anil. Penelitian yang di lakukan oleh
Scragg dkk[13] terbukti menghasilkan efisiensi sebesar 3.2% ketika dilakukan proses anil pada
lapisan tipis CZTS dengan atmosfer sulfur. Menurut penelitian Shinde dkk[5], anil udara yang
dilakukan pada lapisan tipis CZTS dengan metode SILAR terbukti bahwa pada lapisan tipisnya,
berkurang cacat yang ada dan meningkatkan ukuran kristal yang berpengaruh pada perbaikan
efisiensi dari sel surya. Efisiensi dari lapisan tipis yang polikristalin akan meningkat apabila
terjadi peningkatan pada ukuran butir pada lapisan absorber, sehingga morfologi dari lapisan
absorber bergantung pada metode preparasi dan perlakuan postannealing.
3. Metodologi Penelitian Substrat yang digunakan sebagai tempat deposisi lapisan tipis CZTS dalam penelitian ini
adalah stainless steel tipe 304 yang berbentuk plat yang dipotong dengan 4x7 cm. Pada salah satu
sisi nya, ditempeli penuh oleh isolasi dengan tujuan untuk meneliti pada salah satu sisi yang
lainnya saja. Pencelupan dengan metode SILAR yang dilakukan bersifat manual menggunakan
beaker glass dengan susunan sebagai berikut: Tabel 3.1. Tahapan proses pencelupan metode SILAR
Beaker glass Larutan Waktu Pencelupan
1 CuSO4 30mL
40 detik ZnSO4 30mL SnSO4 30 mL
2 Aquabides 90 mL 30 detik 3 Na2S 90 mL 40 detik 4 Aquabides 90 mL 30 detik
Satu siklus dilakukan apabila telah melalui keempat tahapan sesuai dengan Tabel 3.1 yang
diperjelas dengan skema pada Gambar 3.1. Siklus pencelupan yang ditetapkan pada penelitian ini
adalah sebanyak 40 siklus. Lalu, komposisi prekursor kationik dan anionik yang digunakan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Tabel 3.2. Komposisi prekursor kationik dan anionik
Jenis Prekursor Jenis Larutan Konsentrasi Larutan
Prekursor kationik CuSO4 0,02 ZnSO4 0,01 SnSO4 0,02
Prekursor anionik Na2S 0,16
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
Kemudian, proses anil dilakukan dengan suasana sulfur dimana variasi temperatur dan waktu anil
menjadi variabel bebas dalam penelitian in. Untuk memudahkan penanganan sampel, maka setiap
sampel diberikan kode penamaan sebagai berikut: Tabel 3. 1. Daftar kode penamaan sampel
Waktu Anil (jam)
Temperatur Anil (oC) Kode Sampel
½ jam
250 25.1/2 300 30.1/2 350 35.1/2 400 40.1/2
1 jam
250 25.1 300 30.1 350 35.1 400 40.1
Gambar 3. 1. Skema pencelupan substrat ke prekursor
Sampel yang telah mendapatkan perlakuan anil kemudian dilakukan uji karakterisasi yaitu
instrumen XRD, SEM, dan UV-vis. Instrumen XRD digunakan untuk mengetahui nilai
kristanilitas sampel. Nilai kristalinitas didapatkan melalui persamaan Scherrer yang
memanfaatkan pengukuran lebar puncak difraksi melalui ukuran lebar setengah puncak atau
FWHM (full width at half maximum) sehingga didapatkan nilai diameter kristalit dengan
persamaan sebagai berikut:
! = ! �! !"#!
(3.1)
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
Instrumen SEM digunakan untuk mengetahui topografi dari permukaan sampel. Prinsip kerja
pada EDX sama halnya dengan SEM, dimana terjadi penembakan sinar X pada titik tertentu yang
ingin diamati. Hasil yang didapatkan berupa hasil komposisi dimana menunjukkan unsur yang
terkandung dan persen komposisi yang ada. Nilai absorbansi didapatkan melalui pengujian
dengan instrument UV-vis. Pengujian nilai absorbansi ini dilakukan pengaturan panjang
gelombang 350-800 nm, dimana nilai absorbansi didapatkan melalui persamaan berikut ini:
! = !!(!!!!!)!
!! (3.2)
4. Hasil Penelitian 4.1 Hasil Pengamatan Visual
Gambar 4. 1. Kondisi lapisan tipis pada sampel yang terbentuk hasil anil selama ½ jam
Gambar 4. 2. Kondisi lapisan tipis pada sampel yang terbentuk hasil anil selama 1 jam
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
4.2 Hasil Pengujian XRD
Gambar 4. 3. Grafik Intensitas Versus 2θ Hasil Pengujian XRD dengan Waktu Anil ½ Jam dan Temperatur Anil 250oC,
300oC, 350oC dan 400oC Tabel 4. 1. Perbandingan Nilai Diameter Kristalit pada Variasi Temperatur Anil dengan Waktu Anil Selama
½ Jam
Temperatur Anil [oC)] Kristalinitas (D) [nm]
250 11.67 300 18.32 350 17.31 400 11.83
Gambar 4. 4. Grafik Intensitas Versus 2θ Hasil Pengujian XRD dengan Waktu Anil 1 Jam dan Temperatur Anil 250oC, 300oC, dan 350oC
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
Tabel 4. 2. Perbandingan Nilai Diameter Kristalit pada Variasi Temperatur Anil dengan Waktu Anil Selama 1 Jam
Temperatur Anil [oC] Kristalinitas (D) [nm]
200 16.15 300 18.18 350 14.46
4.3 Hasil Pengujian SEM
Gambar 4. 5. Topografi Permukaan Hasil Pengamatan SEM (a) Temperatur Anil 300oC (b) Temperatur Anil 350oC (c)
Temperatur Anil 400oC
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
Gambar 4. 6. Topografi Permukaan Hasil Pengamatan SEM pada Temperatur Anil 300oC (a) Waktu Anil ½ Jam (b)
Waktu Anil 1 Jam 4.4 Hasil Pengujian EDX
Gambar 4. 7. Grafik Hasil Pengujian EDX, a) Sampel 300oC, ½ Jam b) Sampel 350oC, ½ Jam c) Sampel 400oC, ½ Jam
d) Sampel 350oC, 1 Jam
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
4.5 Hasil Pengujian UV-Vis
Gambar 4. 8. Grafik (αhv)2 Versus (hv) pada Sampel CZTS Hasil Anil Selama ½ Jam
Tabel 4. 3. Energi Celah Sampel Hasil Anil Selama ½ Jam
Sampel Temperatur Anil [oC] Energi Celah [eV]
25.1/2 250 2.25
30.1/2 300 0.4
35.1/2 350 -0.5
40.1/2 400 0.3
Gambar 4. 9. Grafik (αhv)2 Versus (hv) pada Sampel CZTS Hasil Anil Selama 1 Jam
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
Tabel 4. 4. Energi Celah Sampel Hasil Anil Selama 1 Jam
Sampel Temperatur Anil [oC] Energi Celah [eV]
25.1 250 0.05
30.1 300 -0.2
35.1 350 -2.5
40.1 400 1.5
Gambar 4. 10. Grafik Perbandingan Nilai Celah yang Terbentuk terhadap Waktu Anil ½ Jam dan 1 Jam
5. Pembahasan
5.1 Hasil Pengamatan Visual
Pengamatan visual lapisan tipis CZTS hasil anil ditunjukkan pada Gambar 4.1 dan
Gambar 4.2. Gambar 4.1 merupakan lapisan tipis CZTS hasil anil dengan variasi temperatur yang
meningkat dari 250oC sampai 400oC dengan waktu anil selama ½ jam. Terlihat bahwa dengan
meningkatnya temperatur sampai 350oC, lapisan yang terbentuk semakin menghitam, akan tetapi
setelah mencapai temperatur 400oC, lapisan yang dihasilkan memudar. Hal ini terjadi juga pada
Gambar 4.2 dimana perbedaanya terletak pada waktu anil, yaitu selama 1 jam. Pengamatan
visual lapisan tipis CZTS hasil anil, banyak penelitian yang tidak membahas ini, dikarenakan dari
penampakan secara visual yang ada tidak dapat menunjukkan sifat-sifat CZTS yang sebenarnya.
2.25
0.4
-‐0.5
0.3 0.05
-‐0.2
-‐2.5
1.5
-‐3
-‐2
-‐1
0
1
2
3
Energi Celah
(eV)
1/2 jam
1 jam
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
5.2 Hasil Pengujian XRD Berdasarkan Tabel 4.1 dan Tabel 4.2, dapat terlihat bahwa terjadi penurunan nilai
kristalinitas yang sejalan dengan meningkatnya temperatur anil. Nilai kristalinitas ditentukan oleh
ukuran kristalitnya. Semakin besar ukuran diameter kristalit, menunjukkan nilai kristalinitas yang
baik dan begitu juga dengan sebaliknya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Shinde,
dkk[5] dan Zhang, dkk[15], dimana semakin tinggi temperatur anil, maka menghasilkan nilai
kristalinitas yang baik. Akan tetapi, bertolak belakang dengan hasil yang didapatkan. Perbedaan
ini terjadi akibat suasana perlakuan anil yang diberikan, dimana pada penelitian ini menggunakan
sulfur padatan. Selain itu, dapat terlihat pada kedua tabel dimana, nilai ukuran kristalit terbesar
terjadi pada temperatur anil 300oC. Ini dapat dimungkinkan bahwa pada temperatur anil sebesar
itu, merupakan kondisi anil terbaik karena memiliki nilai ukuran kristalit yang besar.
5.3 Hasil Pengujian SEM
Dari hasil pengamatan, Gambar 4.5a yang merupakan sampel dengan 35 siklus
pencelupan dan mengalami proses anil tanpa sulfur menunjukkan adanya gumpalan partikel
berwarna putih dan putih keabuan diatas permukaan dasar berwarna hitam gelap yang memiliki
tekstur guratan vertikal berdiagonal. Gumpalan partikel berwarna putih yang sebelumnya
mendominasi, seiring dengan kenaikan jumlah siklus pencelupan menjadi 40 siklus mulai
tergantikan oleh gumpalan partikel berwarna putih keabuan seperti yang terlihat pada Gambar
4.5b. Tekstur permukaan dasar berwarna hitam pun berubah menjadi tidak beraturan yang
menyerupai susunan butir-butir kecil mikrostruktur. Topografi permuakaan serupa juga terlihat
pada sampel yang mengalami 35 siklus pencelupan namun hasil proses anil dalam suasana sulfur,
Gambar 4.5c namun dengan gumpalan partikel berwarna putih dan putih keabuan yang lebih
kecil.
Kemungkinan retakan yang terlihat seperti batas butir pada Gambar 4.5a dan 4.5b,
merupakan cacat yang sering dijumpai pada metode pencelupan, yang mana disebutkan oleh
Shinde dkk[5] pada penelitiannya. Retakkan yang ada terjadi karena metode deposisi yang
dilakukan pada pembuatan lapisan tipis CZTS merupakan mekanisme deposisi pertumbuhan
elemen per elemen pada permukaan substrat.
Sedangkan pada Gambar 4.6 menunjukkan topografi permukaan pada temperatur anil
yang sama yaitu 300oC, dengan 2 variasi waktu anil, Gambar 4.6a memiliki waktu anil ½ jam dan
Gambar 4.6b memiliki waktu anil 1 jam. Semakin lamanya waktu anil yang dilakukan, maka
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
terlihat banyak kristalit-kristalit CuxS yang muncul. Selain itu, dengan waktu anil selama 1 jam,
dapat terlihat gumpalan-gumpalan yang berwarna keabu-abuan yang dapat diduga sebagai sulfur
sisa atau sulfur yang tidak bereaksi. Hal ini didasarkan pada hasil pengujian EDX, di mana
komposisi yang ada menunjukkan kandungan S yang sangat tinggi, sedangkan kandungan Cu, Zn
dan Sn tidak begitu banyak, sehingga dimungkinkan terdapatnya sulfur yang tidak bereaksi
membentuk CZTS maupun fasa kedua. Pembahasan mengenai pengujian EDX akan
diperlihatkan setelah ini.
5.4 Hasil Pengujian EDX Berdasarkan Gambar 4.7, dapat kita simpulkan bahwa terjadi kehilangan melalui
evaporasi, evaporasi terbesar terjadi pada unsur Zn dan Sn. Menurut penelitian yang dilakukan
oleh Scragg[13], bahwa unsur Zn akan terevaporasi dalam bentuk elementalnya, yang dimana
berarti bahwa terjadi kemungkinan kehilangan unsur Zn pada prekursor sebelum diubah menjadi
senyawa sulfida selama proses sulfurisasi. Sedangkan unsur Sn, menurut penelitian yang
dilakukan oleh Piacente dkk[13], kehilangan unsur Sn terjadi akibat dekomposisi dari senyawa
sulfida SnS dengan persamaan kimia sebagai berikut,
2SnS2(s) → Sn2S3(s) + 1/2S2(g) → 2SnS(g) + 1/2S2(g) (4.1)
Kehilangan unsur Sn terjadi akibat tekanan sulfurisasi yang rendah atau tekanan sulfurisasi yang
sama dengan tekanan atmosfer sekitar dan ketidaksediaan unsur S. Pada penelitian ini dapat di
mungkinkan bahwa kehilangan unsur Sn terjadi karena tekanan sulfurisasi yang rendah atau sama
dengan atmosfer sekitar. 5.5 Hasil Pengujian UV-Vis
Berdasarkan pada Tabel 4.3 dan 4.4, hasil penelitian ini ditemukan energi celah yang
nilainya jauh di bawah rentang 1.4 – 1.5 eV untuk aplikasi sel surya. Ini mengindikasikan bahwa
terdapatnya fasa kedua dengan energi celah yang sangat rendah, yaitu seperti yang sudah
dijelaskan pada subbab sebelumnya dimana terdapat hasil pengujian komposisi dengan EDX dan
juga topografi permukaan dengan SEM yang menunjukkan terdapatnya fasa kedua CuxS.
Bahkan, terdapat beberapa sampel dengan energi celah yang sangat rendah hingga mencapai nilai
minus, ini berarti lapisan yang terbentuk bukan bersifat semikonduktor lagi, melainkan bersifat
konduktor.
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
Penentuan konsentrasi prekursor kationik dan anionik dalam penelitian ini, mengacu pada
stoikiometri yang ada sehingga berada pada daerah terbentuknya lapisan tipis CZTS pada
diagram fasa terner Cu2S-ZnS-SnS2. Dari nilai energi celah yang terbentuk, dimana sangat rendah,
memungkinkan bahwa hampir semua sampel berada pada daerah Zn poor, dimana dimungkinkan
terdapatnya fasa kedua CuxS, dimana diketahui memiliki energi celah yang sangat rendah. Akan
tetapi, pada sampel yang disulfurisasi pada temperatur 400oC selama 1 jam, memiliki energi
celah yang diharapkan untuk aplikasi sel surya, yaitu bernilai 1.5 eV. Hal ini tentunya bergantung
kembali pada kondisi sulfurisasi. Menurut Scragg[13], temperatur sulfurisasi yang tepat adalah
ketika berada pada rentang 400-500oC. Akan tetapi, pada sampel yang mengalami sulfurisasi
pada temperatur 400oC selama ½ jam hanya bernilai 0.3 eV. Hal ini tentunya, bergantung pada
kondisi operasi yang nyata sewaktu proses sulfurisasi. Dimungkinkan sampel dengan sulfurisasi
selama 1 jam itu memiliki kondisi operasi yang tepat dibandingkan dengan selama ½ jam. 6. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan, kesimpulan dari penelitian
ini antara lain:
1. Peningkatan temperatur anil meningkatkan nilai kristalinitas lapisan tipis CZTS.
Sedangkan peningkatan waktu anil menurunkan nilai kristalinitas lapisan tipis CZTS.
2. Hasil pengujian SEM dan uji komposisi EDX menunjukkan bahwa lapisan tipis CZTS
yang dihasilkan sangat kecil dan juga terdapat kemungkinan fasa kedua CuxS.
3. Peningkatan temperatur anil dari 250oC-400oC selama ½ jam dalam suasana sulfur
terhadap sampel lapisan tipis CZTS, memiliki nilai energi celah dengan kisaran nilai 2.25-
0.3 eV.
4. Peningkatan temperatur anil dari 250oC-400oC selama 1 jam dalam suasana sulfur
terhadap sampel lapisan tipis CZTS, memiliki nilai energi celah dengan kisaran nilai 0.05-
1.5 eV. 7. Saran
Penulis memberikan beberapa saran dan rekomendasi yang dapat dilakukan untuk
penelitian lanjutan berkaitan dengan pembuatan semikonduktor lapisan tipis CZTS untuk aplikasi
sel surya menggunakan metoda SILAR, yakni sebagai berikut.
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
1. Perlu di lakukannya etsa dengan menggunakan larutan KCN setelah proses anil lapisan
CZTS untuk menghilangkan fasa kedua CuxS sehingga didapatkan nilai energi celah yang
diinginkan.
2. Perlu di lakukannya pengujian karakterisasi elektrik pada lapisan tipis CZTS hasil anil
agar dapat mengetahui variabel-variabel elektrik dan juga efisiensi yang dihasilkan pada
aplikasi sel surya. Kepustakaan
[1] : Suryawanshi, M.P., Agawane, G.L., Bhosale, S.M., Shin, S.W., Patil, P.S., Kim, J.H.,
Moholkar, A.V. (2012). CZTS Based Thin Film Solar Cells : A Status Review, Materials
Technology Vol. 28. W.S. Maney & Son Ltd
[2] : Elinur, Priyarsono, D.S., Tambunan, Mangara., Firdaus, Muhammad. (2010). Perkembangan
Konsumsi dan Penyediaan Energi dalam Perekonomian Indonesia, Indonesian Journal of
Agricultural Economics (IJAE) Vol. 2, No. 1, Edisi Desember 2010
[3] : Rahman., Abdul, Thalito. (2010). http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-8828-
1404100053-Chapter1.pdf diakses pada tanggal 5 Desember 2013 15.47 WIB
[4] : Hossain, Mohammad Istiaque. (2012). Prospect of CZTS Solar Cells from The Perspective
of Material Properties, Fabrication Methods and Current Research Challenges. Chalcogenide
Letters Vol. 9, No.6, June 2012, p. 231- 242
[5] : Shinde, N.M., Deshmukh, P.R., Patil, S.V., Lokhande, C.D. (2012). Aqueous Chemical
Growth of Cu2ZnSnS4 (CZTS) Thin Films : Air Annealing and Photoelectrochemical Properties,
Materials Research Bulletin. Elsevier
[6] : Mali, S.S., Patil, B.M., Betty, C.A., Bhosale, P.N., Oh Young W., Jadkar, S.R., Devan, R.S.,
Ma Yuan-Ron, Patil, P.S. (2012). Novel Synthesis of Kesterite Cu2ZnSnS4 Nanoflakes by
Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction Thecnique : Characterization and Application,
Electrochimica Acta. Elsevier
[7] : Kittel, C. (1976). Introduction to Solid State Physics, USA. John Wiley & Sons
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
[8] : National Qualifications Curriculum Support. (2011). Physics, Semiconductor and Band
Theory, Scotland. Learning and Teaching Scotland 2011
[9] : Flammersberger, Hendrik. (2010). Experimental Study of Cu2ZnSnS4 Thin Films for Solar
Cells. Uppsala Univesitet, Netherland
[10] : Chowdhury, Sumit. Synthesis and Characterization of SnS Thin Films Using Successive
Ionic Layer Adsorption and Reactiom (SILAR) Method and Fabrication of CdS/SnS
Heterostructured Devices. Jadavpur University, India
[11] : Pawar, B.S., Pawar, S.M., Gurav, K.V., Shin, S.W., Lee, J.Y., Kolekar, S.S., Kim, J.H.
(2011). Effect of Annealing Atmosphere On The Properties of Electrochemically Deposited
Cu2ZnSnS4 (CZTS) Thin Films, ISRN Renewable Energy Vol. 2011, Article ID 934575. Creative
Commons Attribution License
[12] : Shinde, N.M., Dubal, D.P., Dhawale, D.S., Lokhande, C.D., Kim, J.H., Monn, J.H. (2012).
Room Temperature Novel Chemical Synthesis of Cu2ZnSnS4 (CZTS) Absorbing Layer for
Photovoltaic Application, Material Research Buletin 302-307. SciVerse Science Direct
[13] : Scragg, J.J. Studies of Cu2ZnSnS4 Films Prepared by Sulfurisation of Electrodeposited
Precusors.(2010). Departement of Chemistry, University of Bath, United Kingdom
[14] : Khalkar, Arun., Lim, K.S., Yu, S.M., Patole, S.P., Yoo, J.B. (2013). Effect of Growth
Parameters and Annealing Atmosphere on The Properties of Cu2ZnSnS4 Thin Films Deposited by
Cosputtering, International Journal of Photoenergy Volume 2013. Hindawi Publishing
Corporation
[15] : Zhang, Jie., Long, Bo., Cheng, Shuying., Zhang, Weibo. (2013). Effect of Sulfurization
Temperature on Properties of CZTS Films by Vacuum Evaporation and Sulfurization,
International Journal of Photoenergy Volume 2013. Hindawi Publishing Corporation
[16] : Fernandes, P.A., Salomé, P.M.P., Sartori, A.F., Malaquias, J., Cunha da A.F., Schubert,
Björn-Arvid., Gonzales, J.C., Ribeiro, G.M. (2013). Effect of Sulphurization Time on Cu2ZnSnS4
Absorbers and Thin Films Solar Cells Obtained from Metallic Precursors, Solar Energy
Materials & Solar Cells 155. Elsevier
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014
[17] : Scragg, J.J., Dale, P.J., Peter. Synthesis and Characterization of Cu2ZnSnS4 Absorber
Layers by an Electrodeposition-Annealing Route. (2009), Thin Solid Films 517. Elsevier
[18] : Jiang, Minlin., Yan, Xingzhong. (2013). Cu2ZnSnS4 Thin Film Solar Cells : Present Status
and Future Prospects, Departement of Electrical Engineering and Computer Science, Sout
Dakota University, USA
[19] : Su, Zhenghua., Yan, Chang., Sun, Kaiwen., an, Zili., Liu, Fangyang., Liu, Ji., Lai,
Yangqing., Li, ie., Liu, Yexiang. Preparation of Cu2ZnSnS4 Thin Films by Sulfurizing Stacked
Precursor Thin Films via Successive Ionic Layer Adsorption and Reaction Method. (2012),
Applied Surface Science 258 (2012). SciVerse Science Direct
[20] : M. Ristova, M. Ristov. Sliver-Doped SnS Films for PV Applications. Sol. Energy Mater.
Sol Cells 53 (1998) 95
[21] : K. Ito and T. Nakazawa : Jpn J. Appl. Phys., 1988, 27, 2094-2097
[22] : H. Katagiri, N. Sasaguchi, S. Hando, S. Hoshino, J. Ohashi and T. Yokota : Sol. Energy
Mater. Sol. Cells, 1997, 49, 407-414
[23] : Chrisey, D.B., Hubler, G.K. Pulsed Laswer Deposition of Thin Films. (1994). USA. John
Wiley and Sons
[24] : K. Tanaka, N. Moritake and H. Uchiki : Sol. Energy Matter. Sol. Cells, 2007, 91, 1199-
1201
Pengaruh temperatur…, Eva Ulisiana, FT UI, 2014