Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
313
PENGARUH PRAKTIKUM DAN DEMONSTRASI DALAM PEMBELAJARAN
INKUIRI TERBIMBING TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA PADA MATERI
ASAM BASA DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL
The Effect of Hands-on and Demonstration in Guided Inquiry Learning toward
Students’ Achievement in Acid Base Viewed from Prior Knowledge
Fitria Rizkiana1)
, I Wayan Dasna2)
, Siti Marfu’ah3)
Pendidikan Kimia, FMIPA, Universitas Negeri Malang
Sumbersari, HP. 085754962022, email: [email protected].
Abstrak
Asam basa adalah salah satu dari topik pelajaran kimia yang mengandung banyak konsep
dan perhitungan kimia. Dari berbagai studi literatur, diketahui masih banyak kesulitan dan
miskonsepsi yang dimiliki siswa dalam mempelajari materi asam basa. Penggunaan
praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing diduga dapat
membantu siswa mengonstruk pemahaman sendiri untuk meningkatkan hasil belajar.
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan hasil belajar siswa yang dibelajarkan
dengan 2 metode berbeda ditinjau dari kemampuan awal. Penelitian ini menggunakan
rancangan eksperimen semu dengan 72 orang siswa sebagai sampel. Data penelitian
diperoleh dari tes hasil belajar yang terdiri atas 23 soal pilihan ganda. Data dianalisis
menggunakan ANOVA dua jalan. Hasil penelitian menunjukkan: (1) tidak ada perbedaan
hasil belajar siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam
pembelajaran inkuiri terbimbing, (2) siswa dengan kemampuan awal tinggi memperoleh
hasil belajar yang lebih baik dibandingkan siswa dengan kemampuan awal rendah, (3)
tidak ada interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal
terhadap hasil belajar siswa.
Kata kunci: inkuiri terbimbing, praktikum, demonstrasi, kemampuan awal, hasil belajar
Abstract
Acid-base is one of the chemistry topics that contains many of the concepts and chemical
calculations. From a variety of literature, it is known there are still many difficulties and
misconceptions of the students in the study of acid-base. The use of hands-on and
demonstrations in guided inquiry learning can help students construct their own
understanding to improve learning outcomes. This study aimed to compare the results of
student learning that learned by two different methods viewed from prior knowledge. This
study used the quasi-experimental design with 72 students as sample. Data were obtained
from achievement test which consist of 23 multiple choice questions. Data were analyzed
using two ways ANOVA. The results showed: (1) there was no difference in students
learning outcomes that learned with hands-on and demonstrations in guided inquiry
learning, (2) students with high prior knowledge have better outcomes in learning rathet
than students with low prior knowledge (3) there was no interaction between learning
method and prior knowledge on students' learning outcome.
Keywords: guided inquiry, hands-on, demonstration, prior knowledge, learning outcome
PENDAHULUAN
Materi asam basa memiliki karakteristik padat konsep dan memerlukan
pemahaman yang terintegrasi dengan materi-materi kimia lainnya (Sheppard, 2006),
seperti kesetimbangan kimia, stoikiometri, ikatan kimia, termokimia (Muchtar & Harizal,
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
314
2012), larutan dan reaksi kimia (Demircioglu et al., 2005). Materi asam basa yang
dipelajari di SMA secara garis besar meliputi (1) teori asam basa (Arrhenius, Bronsted
Lowry, dan Lewis), (2) pH larutan asam dan basa, (3) kekuatan asam dan basa, (4) trayek
pH indikator asam basa. Pada umumnya, para siswa cenderung memperoleh pengetahuan
mengenai konsep asam basa melalui hafalan tanpa memahami konsep itu sendiri (Lin et
al., 2004). Akibatnya, pengetahuan yang diperoleh siswa melalui hafalan tersebut tidak
bertahan lama dan tidak jarang pula siswa mengalami kesulitan dan miskonsepsi dalam
memahami materi asam basa.
Penelitian mengenai kesulitan dan miskonsepsi siswa dalam memahami materi
asam basa telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Dari berbagai penelitian
tersebut diketahui ada beberapa jenis kesulitan dan miskonsepsi yang dialami siswa dalam
mempelajari materi asam basa, diantaranya adalah (1) siswa beranggapan bahwa asam kuat
dan asam lemah pada konsentrasi yang sama memiliki pH yang sama pula (Baneerje,
1991); (2) siswa beranggapan bahwa kekuatan asam berhubungan dengan jumlah atom H
yang terdapat dalam molekul asam tersebut (Lin et al., 2004); (3) siswa beranggapan
bahwa ionisasi sama dengan disosiasi, siswa beranggapan bahwa pH larutan HCl 10-8
M
adalah lebih besar dari 7 dan pH larutan NaOH 10-8
M adalah lebih kecil dari 7
(Kousathana et al., 2005); (4) siswa beranggapan bahwa pada suhu berapapun pH air
murni dan pH larutan netral adalah 7 (Pinarbasi, 2007); dan (5) siswa kesulitan dalam
menggunakan simbol kimia dan rumus matematika, siswa kesulitan menghubungkan
materi asam basa dengan materi kimia lainnya seperti kesetimbangan, stoikiometri, ikatan
kimia, dan termokimia (Muchtar & Harizal, 2012).
Kesulitan dalam memahami materi asam basa juga dialami oleh siswa SMA Negeri
8 Malang. Kesulitan siswa dalam memahami materi asam basa menyebabkan hasil belajar
siswa menjadi rendah. Rendahnya hasil belajar siswa pada materi asam basa dibuktikan
dari nilai ulangan harian rata-rata siswa kelas XI IPA pada tahun pelajaran 2014/2015
sebesar 64,88. Salah satu faktor yang mungkin menjadi penyebab rendahnya hasil belajar
siswa adalah kekurangtepatan strategi/metode pembelajaran yang digunakan dalam
mengajarkan materi asam basa.
Karakteristik dari materi asam basa adalah mengandung banyak konsep. Konsep-
konsep asam basa tersebut akan lebih bermakna diingatan jika siswa dilibatkan langsung
dalam penemuan konsep tersebut. Salah satu strategi pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam menemukan konsep adalah inkuiri terbimbing. Fase-fase kegiatan pembelajaran
dalam inkuiri terbimbing adalah (1) perumusan masalah yang akan diselidiki, (2)
perumusan hipotesis, (3) melakukan eksperimen, (4) mengevaluasi/menguji hipotesis, dan
(5) membuat kesimpulan (Iskandar, 2011). Berdasarkan hasil studi literatur, pembelajaran
inkuiri berpotensi dapat meningkatkan pemahaman konsep (Schoffstall & Gaddis, 2007);
motivasi (Bayram et al., 2013; Wulandari, 2012) dan; keterampilan berpikir kritis
(Wulandari, 2012).
Selama ini penemuan konsep menggunakan inkuiri terbimbing cenderung
dilakukan melalui praktikum, sedangkan penemuan konsep menggunakan metode
demonstrasi berbasis inkuiri terbimbing masih jarang dilakukan. Menurut Mckee et al
(2007), pembelajaran inkuiri terbimbing tidak hanya dapat dilakukan melalui praktikum,
tetapi juga dapat dilakukan melalui demonstrasi. Perbedaan penerapan metode praktikum
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
315
dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing terletak pada kegiatan percobaan
yang dilakukan. Pada praktikum berbasis inkuiri terbimbing percobaan dilakukan oleh
siswa, sedangkan pada demonstrasi berbasis inkuiri terbimbing percobaan dilakukan oleh
instruktur. Lebih jauh lagi, Mckee et al (2007) menjelaskan bahwa kegiatan praktikum dan
demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing memberikan kesempatan kepada siswa
untuk mengamati hal yang sama.
Penelitian mengenai praktikum dan demonstrasi telah dilakukan oleh Coulter
(1966). Dalam penelitian tersebut digunakan 3 kelas sebagai sampel penelitian, yaitu kelas
yang dibelajarkan dengan menggunakan praktikum induktif, demonstrasi induktif dan
praktikum deduktif. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan
pada pengetahuan dan prinsip, aplikasi prinsip, kemampuan mental, dan kemampuan
berpikir kritis siswa dalam mempelajari materi biologi pada ketiga kelas eksperimen.
Penelitian serupa mengenai pengaruh praktikum dan demontrasi dilakukan oleh Latifah et
al (2014). Dalam penelitian tersebut digunakan 2 kelas eksperimen dan 1 kelas kontrol.
Siswa di kelas eksperimen 1 dibelajarkan dengan menggunakan praktikum berbasis
problem solving, siswa di kelas eksperimen 2 dibelajarkan dengan menggunakan
demonstrasi berbasis problem solving, dan siswa di kelas kontrol dibelajarkan dengan
menggunakan metode ceramah. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa hasil belajar
siswa yang dibelajarkan melalui praktikum dan demonstrasi berbasis problem solving lebih
tinggi dibanding hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui ceramah. Hasil penelitian
tersebut juga menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui
praktikum lebih tinggi dibanding hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui demonstrasi
dalam pembelajaran problem solving. Dalam penelitian tersebut dijelaskan bahwa
praktikum lebih unggul dibanding demonstrasi, karena pada praktikum siswa diberi
kesempatan secara langsung untuk melakukan percobaan sendiri, sehingga siswa lebih
antusias dan aktif selama proses pembelajaran. Keterlibatan siswa secara langsung dalam
kegiatan praktikum diduga menjadi penyebab metode praktikum lebih unggul dibanding
metode demonstrasi.
Selain strategi/metode pembelajaran, pengaruh kemampuan awal terhadap hasil dan
proses belajar juga perlu dipertimbangkan. Kemampuan awal (prior knowledge)
merupakan pengetahuan/kemampuan prasyarat yang harus dimiliki siswa sebelum
memasuki materi pelajaran berikutnya yang lebih tinggi (Marsandi, 1980). Svinicki (1993)
menjelaskan bahwa kemampuan awal mempengaruhi siswa dalam mengartikan,
mengorganisasi, dan membuat koneksi dengan informasi baru. Dalam penelitian ini,
kemampuan awal siswa dijadikan sebagai variabel moderator (variabel bebas kedua) yang
diduga mempengaruhi hasil belajar. Dalam penelitian ini kemampuan awal diklasifikasikan
menjadi kemampuan awal tinggi dan kemampuan awal rendah.
Berdasarkan uraian di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui
perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi
dalam pembelajaran inkuiri terbimbing ditinjau dari kemampuan awal yang dimiliki siswa.
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu:
1. Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum
dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing?
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
316
2. Apakah ada perbedaan hasil belajar antara siswa berkemampuan awal tinggi dan
rendah?
3. Apakah ada interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil
belajar?
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai hasil belajar
siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri
terbimbing, sehingga guru dapat memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan
ketersediaan alat dan bahan kimia di masing-masing sekolah. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan memberikan gambaran mengenai pengaruh kemampuan awal terhadap hasil
belajar siswa, sehingga dapat dijadikan cerminan bagi guru untuk mempertimbangkan
kemampuan awal siswa selama proses pembelajaran.
METODE PENELITIAN
Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan penelitian
eksperimen semu. Dalam penelitian ini digunakan dua kelas eksperimen dan tidak ada
kelas kontrol. Rancangan penelitian diberikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Rancangan Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen 1 O1 X1 O2
Eksperimen 2 O3 X2 O4
(Adaptasi: Sugiyono, 2011)
Keterangan:
X1: pembelajaran menggunakan metode praktikum- inkuiri terbimbing
X2: pembelajaran menggunakan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing
O1: hasil pretest siswa pada kelas eksperimen 1
O2: hasil posttest siswa pada kelas eksperimen 1
O3: hasil pretest siswa pada kelas eksperimen 2
O4: hasil posttest siswa pada kelas eksperimen 2
Penelitian dilakukan di SMA Negeri 8 Malang Tahun Pelajaran 2015/2016. Sampel
dalam penelitian ini adalah kelas XI IPA 3 dan XI IPA 5 yang diperoleh dengan teknik
avaibility sampling. Penentuan kelas eksperimen 1 dan 2 dilakukan secara acak.
Berdasarkan pemilihan secara acak tersebut digunakan XI IPA 3 sebagai kelas eksperimen
1 dan XI IPA 5 sebagai kelas eksperimen 2. Kelas eksperimen 1 dibelajarkan dengan
metode praktikum-inkuiri terbimbing dan kelas eksperimen 2 dibelajarkan dengan metode
demonstrasi-inkuiri terbimbing.
Kesetaraan kemampuan awal siswa dari kedua kelas eksperimen dianalisis
menggunakan uji beda. Jika uji prasyarat (homogenitas dan normalitas) terpenuhi, maka uji
beda yang digunakan adalah uji t. Sebaliknya, jika uji prasyarat tidak terpenuhi, maka uji
beda yang digunakan adalah uji u. Hasil uji homogenitas dan normalitas data kemampuan
awal berturut-turut diberikan pada Tabel 2 dan 3.
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
317
Tabel 2 Hasil Uji Homogenitas Data Kemampuan Awal
α Sig Kriteria Kesimpulan
0,05 0,062 α < sig Homogen
Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal
Kelas α Sig Kriteria Kesimpulan
Eksperimen 1 0,05 0,2 α < sig Normal
Eksperimen 2 0,05 0,2 α < sig Normal
Berdasarkan hasil uji prasyarat pada Tabel 2 dan 3, diketahui bahwa data
kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2 adalah homogen dan terdistribusi
normal. Oleh karena uji prasyarat terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji t.
Hasil uji t data kemampuan awal siswa diberikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Uji T Data Kemampuan Awal
Kelas Mean Α Sig (2-tailed) Kriteria Kesimpulan
Eksperimen 1 70,08 0,05 0,304 α < sig
Tidak ada
perbedaan Eksperimen 2 67,03
Hasil uji t pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa
pada kelas eksperimen 1 dan 2 dengan nilai signifikansi 0,304 > 0,05. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kedua kelas yang digunakan sebagai sampel penelitian memiliki
kemampuan awal yang sama, sehingga dapat diberikan perlakuan berbeda.
Rancangan eksperimen semu pada penelitian ini menggunakan desain faktorial 2 x
2, yang berarti variabel bebas pertama dan variabel bebas kedua masing-masing memiliki
dua tingkatan/kategori. Variabel bebas pertama adalah metode pembelajaran yang
digunakan yaitu praktikum dan demonstrasi, sedangkan variabel bebas kedua adalah
kemampuan awal yang dibedakan menjadi kemampuan awal tinggi dan rendah. Rancangan
faktorial 2 x 2 diberikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Desain Faktorial 2 x 2
Kemampuan Awal
Siswa
Metode-Strategi Pembelajaran
Praktikum-Inkuiri
Terbimbing
(P-IT)
Demontrasi-Inkuiri
Terbimbing
(D-IT)
Tinggi (T) P-IT-T D-IT-T
Rendah (R) P-IT-R D-IT-R
Keterangan:
P-IT-T: hasil belajar menggunakan metode praktikum-inkuiri terbimbing dengan
kemampuan awal tinggi
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
318
P-IT-R: hasil belajar menggunakan metode praktikum-inkuiri terbimbing dengan
kemampuan awal rendah
D-IT-T: hasil belajar menggunakan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing dengan
kemampuan awal tinggi
D-IT-R: hasil belajar menggunakan metode demonstrasi-inkuiri terbimbing dengan
kemampuan awal rendah
Instrumen yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah soal pretest dan
posttest. Sebelum digunakan sebagai instrumen penelitian, soal pretest dan posttest
ditelaah oleh 3 ahli, kemudian soal posttest diujicoba untuk mengetahui validitas dan
reliabilitasnya. Berdasarkan hasil uji validitas, diketahui ada 23 soal yang valid dan 2 soal
yang tidak valid. Butir-butir soal yang valid tersebut kemudian diuji reliabilitasnya dan
diperoleh nilai Cronbach‘s Alpha sebesar 0,863.
Data hasil belajar berupa posttest dianalisis menggunakan ANOVA dua jalan.
Pengujian hipotesis dilakukan pada taraf signifikansi 5% atau α = 0,05. Pengambilan
keputusan dilakukan dengan membandingkan nilai signifikansi yang diperoleh dengan
nilai α (0,05). Jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih besar dari 0,05, maka H0 diterima
dan H1 ditolak. Sebaliknya, jika nilai signifikansi yang diperoleh lebih kecil dari 0,05,
maka H0 ditolak dan H1 diterima.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data Kemampuan Awal
Data kemampuan awal pada kedua kelas eksperimen diperoleh dari nilai ulangan
harian siswa pada materi kesetimbangan kimia. Data ini selain berfungsi untuk mengetahui
kesetaraan dua sampel, data kemampuan awal juga berfungsi untuk mengklasifikasikan
siswa berdasarkan kemampuan awal yang mereka miliki.
Kemampuan awal siswa dalam penelitian ini diklasifikasikan menjadi dua kategori,
yaitu kemampuan awal tinggi dan rendah. Pengelompokkan siswa berdasarkan
kemampuan awal dilakukan dengan cara meranking hasil ulangan harian siswa pada materi
kesetimbangan kimia, kemudian menentukan 50% siswa sebagai kelompok dengan
kemampuan awal tinggi dan 50% siswa sebagai kelompok dengan kemampuan awal
rendah. Ringkasan data kemampuan awal siswa dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 menunjukkan bahwa rerata nilai kemampuan awal siswa pada kelas
eksperimen 1 lebih tinggi dibanding kelas eksperimen 2. Keduanya terpaut selisih angka
sebesar 3,05. Kesetaraan kemampuan awal siswa dari kedua kelas eksperimen telah
dianalisis menggunakan uji t, dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2, sehingga
kedua kelas tersebut dapat diberikan perlakuan berbeda.
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
319
Tabel 6 Data Kemampuan Awal
Kelas Kemampuan
Awal
N
Rata-rata
Kemampuan
Awal
Rerata
Kemampuan
Awal
SD
Skor
Mak Min
Eksperimen
1
Tinggi 18 79,11 70,08
10,7
1 88 47
Rendah 18 61,05
Eksperimen
2
Tinggi 18 78,94 67,03
14,0
9 92 42
Rendah 18 55,11
Deskripsi Data Pretest
Data pretest diperoleh dari hasil ulangan siswa pada materi asam basa dan
digunakan untuk mengetahui pemahaman awal siswa terhadap materi tersebut. Ringkasan
pretest siswa pada materi asam basa diberikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Data Pretest
Kelas
Kemampua
n
Awal
N
Skor
Rata-
rata
Pretest
Rerat
a
Pretes
t
SD
Skor
Maksimu
m Minimum
Eksperimen
1
Tinggi 18 37,78 35,94
8,01
4 52 22
Rendah 18 34,11
Eksperimen
2
Tinggi 18 37,33 35,25
8,95
2 52 22
Rendah 18 33,17
Tabel 7 menunjukkan bahwa rerata pretest siswa di kelas eksperimen 1 (35,94)
tidak jauh berbeda dengan rerata pretest siswa di kelas eksperimen 2 (35,25). Keduanya
terpaut selisih angka sebesar 0,69. Kesetaraan data pretest siswa dari kedua kelas
eksperimen dianalisis menggunakan uji beda. Jika uji prasyarat (homogenitas dan
normalitas) terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji t. Sebaliknya, jika uji
prasyarat tidak terpenuhi, maka uji beda yang digunakan adalah uji u. Hasil uji
homogenitas dan normalitas berturut-turut diberikan pada Tabel 8 dan 9.
Tabel 8 Hasil Uji Homogenitas Data Pretest
Α Sig Kriteria Kesimpulan
0,05 0,422 α < sig Homogen
Tabel 9 Hasil Uji Normalitas Data Pretest
Kelas Α Sig Kriteria Kesimpulan
Eksperimen 1 0,05 0,079 α < sig Normal
Eksperimen 2 0,05 0,098 α < sig Normal
Berdasarkan hasil uji prasyarat pada Tabel 8 dan 9 diketahui bahwa data pretest
siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2 adalah homogen dan terdistribusi normal. Dengan
terpenuhinya prasyarat tersebut, maka uji beda yang digunakan adalah uji t. Hasil uji t data
pretest diberikan pada Tabel 10
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
320
Tabel 10 Uji T Data Pretest
Kelas Mean Α Sig (2-tailed) Kriteria Kesimpulan
Eksperimen
1 35,94
0,05 0,730 α < sig Tidak ada
perbedaan Eksperimen
2 35,25
Hasil uji t pada Tabel 10 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan data pretest siswa
pada kedua kelas eksperimen. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pemahaman
awal siswa pada materi asam basa baik di kelas eksperimen 1 ataupun 2 adalah sama pada
saat sebelum diberikan perlakuan.
Deskripsi Data Posttest dan Hasil Uji ANOVA Dua Jalan
Data posttest diperoleh dari hasil ulangan harian siswa pada materi asam basa
setelah dibelajarkan dengan menggunakan praktikum-inkuiri terbimbing pada kelas
eksperimen 1 dan demonstrasi-inkuiri terbimbing pada kelas eksperimen 2. Data ini
digunakan untuk mengetahui perbedaan hasil belajar siswa setelah dibelajarkan dengan dua
metode berbeda (praktikum dan demonstrasi) ditinjau dari kemampuan awal. Ringkasan
data posttest siswa berdasarkan variasi metode pembelajaran diberikan pada Tabel 11,
sedangkan ringkasan data posttest siswa berdasarkan kemampuan awal diberikan pada
Tabel 12.
Tabel 11 Data Posttest Siswa Berdasarkan Variasi Metode Pembelajaran
Kelas
Kemampua
n
Awal
N
Skor
Rata-
rata
Posttest
Rerat
a
Postte
st
SD
Skor
Maksimu
m
Minimu
m
Eksperimen
1
Tinggi 1
8 86,33
77,86 15,34
6 100 48
Rendah 1
8 69,39
Eksperimen
2
Tinggi 1
8 83,17
72,67 16,17
4 100 30
Rendah 1
8
62,17
Tabel 12 Data Posttest Siswa Berdasarkan Kemampuan Awal
Kemampua
n awal Kelas N
Skor
Rata-
rata
Posttest
Rerat
a
Postte
st
SD
Skor
Maksimu
m
Minimu
m
Tinggi
Eksperimen
1
1
8 86,33
84,75 11,6
8 100 61
Eksperimen 1 83,17
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
321
2 8
Rendah
Eksperimen
1
1
8 69,39
65,78 13,7
7 96 30
Eksperimen
2
1
8
62,17
Tabel 11 dan 12 menunjukkan bahwa ada perbedaan pada rerata posttest siswa baik
ditinjau dari variasi metode pembelajaran maupun kemampuan awal. Dari Tabel 11
diketahui bahwa siswa yang dibelajarkan melalui praktikum memiliki rerata posttest yang
lebih tinggi daripada siswa yang dibelajarkan melalui demonstrasi. Dari Tabel 12 diketahui
bahwa kelompok siswa dengan kemampuan awal tinggi memiliki rerata posttest yang lebih
tinggi daripada kelompok siswa dengan kemampuan awal rendah. Namun, untuk
mengetahui ada perbedaan atau tidak pada hasil belajar siswa baik berdasarkan variasi
metode pembelajaran ataupun kemampuan awal, maka dilakukan uji ANOVA dua jalan.
Hasil uji ANOVA dua jalan diberikan pada Tabel 13 berikut.
Tabel 13 Hasil Uji ANOVA Dua Jalan
Source Dependent
Variable
Sig. Kesimpulan
Metode pembelajaran Hasil
belajar
.085 H0 diterima
Kemampuan awal Hasil
belajar
.000 H0 ditolak
Metode pembelajaran*kemampuan
awal
Hasil
belajar
.498 H0 diterima
Berdasarkan hasil uji ANOVA dua jalan pada Tabel 13 pengaruh metode
pembelajaran terhadap hasil belajar menunjukkan bahwa H0 diterima, karena nilai
signifikansi 0,085 > 0,05. Jika H0 diterima, maka H1 ditolak, yang berarti tidak ada
perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi
dalam pembelajaran inkuiri terbimbing. Faktor yang mungkin menjadi penyebab hasil
belajar siswa pada kedua kelas eksperimen tidak berbeda adalah kesamaan pengamatan
yang dilakukan siswa pada kelas eksperimen 1 dan 2. Menurut Orlich et al (dalam Yuliana,
2015), observasi spesifik dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dapat mengembangkan
kemampuan berpikir siswa, hingga siswa mampu membuat inferensi atau generalisasi. Di
sisi lain, melalui pengamatan siswa juga dapat membangun pola bermakna. Dengan
memaknai pernyataan yang diungkapkan oleh Orlich et al tersebut, maka dapat diketahui
bahwa inkuiri memiliki karakteristik yang khas sebagai strategi pembelajaran, dimana
siswa dapat melakukan generalisasi dan membangun pola bermakna berdasarkan
pengamatannya, baik itu dilakukan melalui praktikum ataupun demonstrasi. Hal inilah
yang menyebabkan hasil belajar siswa yang dibelajarkan melalui praktikum dan
demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing tidak berbeda. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Mckee et al (2007) yang
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
322
menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan pemahaman konseptual antara siswa yang
dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing.
Penelitian serupa yang dilakukan oleh Coulter (1966) juga menyimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan pemahaman antara siswa yang dibelajarkan dengan praktikum dan demonstrasi
dalam pembelajaran induktif. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah dilakukan, maka
kiranya penggunaan praktikum dalam pembelajaran inkuiri terbimbing dapat disubstitusi
dengan demontrasi tanpa mengurangi atau menurunkan hasil belajar siswa. Lebih lanjut
lagi, bagi sekolah-sekolah yang memiliki keterbatasan dana dalam membeli alat dan bahan
kimia yang relatif mahal, dapat mengaplikasikan penggunaan demonstrasi dalam
pembelajaran inkuiri terbimbing sebagai sarana untuk mengoptimalkan pemahaman siswa
terhadap materi-materi kimia.
Berdasarkan hasil uji ANOVA dua jalan pada Tabel 13 pengaruh kemampuan awal
terhadap hasil belajar menunjukkan bahwa H0 ditolak, karena nilai signifikansi 0,000 <
0,05. Jika H0 ditolak, maka H1 diterima, yang berarti ada perbedaan hasil belajar antara
siswa berkemampuan awal tinggi dan rendah. Siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih
mudah dalam mehamami konsep baru dibanding siswa dengan kemampuan awal rendah,
karena siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan menggunakan
struktur/kemampuan yang sudah ada untuk diasimilasikan dengan konsep baru. Hal inilah
yang menyebabkan hasil belajar kelompok siswa dengan kemampuan awal tinggi lebih
baik dibanding kelompok siswa dengan kemampuan awal rendah. Hasil penelitian ini
sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Hailikari (2008) dan Astuti
(2015) yang secara garis besar menjelaskan bahwa kemampuan awal merupakan variabel
yang sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Jika kemampuan awal seorang siswa baik,
maka hasil belajarnya juga akan baik. Berdasarkan hasil dari penelitian yang telah
dilakukan, maka kiranya penting bagi para guru untuk memulai setiap pelajaran dari hal
yang diketahui siswa dan memantapkan konsep-konsep dasar yang menjadi prasyarat agar
suatu konsep baru lebih mudah dipahami. Dengan cara demikian, siswa akan lebih mudah
dalam mengolah konsep baru dan menghubungkannya dengan konsep yang sudah ada.
Berdasarkan hasil uji ANOVA dua jalan pada Tabel 13 pengaruh metode
pembelajaran-kemampuan awal terhadap hasil belajar siswa menunjukkan bahwa H0
diterima, karena nilai signifikansi 0,498 > 0,05. Jika H0 diterima, maka H1 ditolak, yang
berarti tidak ada interaksi antara metode pembelajaran dan kemampuan awal terhadap hasil
belajar siswa. Gambar 1 berikut menunjukkan tidak ada interaksi metode pembelajaran dan
kemampuan awal terhadap hasil belajar.
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
323
Metode Pembelajaran
Gambar 1 Uji Interaksi Metode Pembelajaran dan Kemampuan Awal terhadap Hasil
Belajar
Dari Gambar 1 dapat dijelaskan bahwa kelompok siswa dengan kemampuan awal
tinggi memiliki hasil belajar yang lebih baik dibanding kelompok siswa dengan
kemampuan awal rendah baik dibelajarkan dengan menggunakan praktikum ataupun
demonstrasi. Selain itu, dari Gambar 1 juga dapat diketahui bahwa hasil belajar siswa
dengan kemampuan awal sama akan lebih baik jika dibelajarkan dengan praktikum
dibanding demonstrasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Yuliana (2015)
yang menyimpulkan bahwa tidak ada pengaruh strategi pembelajaran dan kemampuan
awal secara bersama-sama terhadap hasil belajar siswa.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Tidak terdapat perbedaan hasil belajar antara siswa yang dibelajarkan dengan
praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri terbimbing.
2. Siswa dengan kemampuan awal tinggi memperoleh hasil belajar yang lebih baik
dibanding siswa dengan kemampuan awal rendah.
3. Tidak ada interaksi antara metode pembelajaran yang digunakan dan kemampuan awal
terhadap hasil belajar siswa.
Saran
1. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan hasil belajar
menggunakan metode praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran inkuiri
terbimbing pada materi kimia lainnya.
2. Hendaknya dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai retensi siswa setelah
dibelajarkan menggunakan metode praktikum dan demonstrasi dalam pembelajaran
inkuiri terbimbing.
Kemampuan Awal
Tinggi
Rendah
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
324
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, S.P. 2015. Pengaruh Kemampuan Awal dan Minat Belajar terhadap Prestasi Belajar
Fisika. Journal Formatif, 5(1): 68-75.
Banerjee, A.C. 1991. Misconception of Student and Teacher in Chemical Equilibrium.
International Journal of Science Education, 13: 487-494.
Bayram, Z., Oskay, O.O., Erdem, E., Ozgur, S.D. & Sen, S. 2013. Effect of Inquiry Based
Learning Method on Student Motivation. Social and Behavioral Sciences, 106
:988–996.
Coulter, J.C. 1966. The Effectiveness of Inductive Laboratory, Inductive Demonstration,
and Deductive Laboratory in Biology. Journal of Research in Science Teaching, 4:
185-186.
Demircioglu, G., Ayas, A. & Demircioglu, H. 2005. Conceptual Change Achieved through
A New Teaching Program on Acids and Bases. Chemistry Education Research and
Practice, 6(1): 36-51.
Hailikari, T., Nevgi, A. & Komulainen, E. 2008. Academic Self Beliefs and Prior
Knowledge as Predictors of Student Achievement in Mathematics: A Structural
Model. Educational Psychology, 28(1): 59-71.
Iskandar, S.M. 2011. Pendekatan Pembelajaran Sains Berbasis Konstruktivis. Malang:
Bayumedia.
Kousathana, M., Demerouti, M. & Tsaparlis, G. 2005. Instructional Misconception in
Acid-Base Equilibria: An Analysis from a History and Philosophy of Science
Perspective. Science & Education, 14(2): 173-193.
Latifah, S., Sugiharto. & Nugroho, A.CS. 2014. Studi Komparasi Penggunaan Praktikum
dan Demonstrasi pada Metode Problem Solving terhadap Prestasi Belajar Siswa
Materi Hidrolisis Garam Kelas XI Ilmu Alam SMA Al Islam 1 Surakarta Tahun
Pelajaran 2010/2011. Journal Pendidikan Kimia, 3(3): 111-120.
Lin, J.W., Chiu, M.H. & Liang, J.C. 2004. Exploring Mental Models and Causes of
Students‘ Misconceptions in Acids and Bases. Makalah dipresentasikan di NARST,
Vancouver, Kanada, April.
Marsandi. 1980. Sistem Belajar Tuntas (Mastery Learning). Jakarta: Puskur.
Mckee, E., Williamson, V.M. & Ruebush, L.E. 2007. Effects of a Demonstration
Laboratory on Student Learning. Journal Science Educational Technology, 16(5):
395-400.
Muchtar, Z. & Harizal. 2012. Analyzing of Student‘ Misconceptions on Acid-Base
Chemistry at Senior High School in Medan. Journal of education and practice,
3(15): 65-74.
Pinarbasi, T. 2007. Turkish Undergraduate Students‘ Misconceptions on Acids and Bases.
Journal of Baltic Science Education, 6 (1): 23-34.
Schoffstall, A. M. & Gaddis, B. A. 2007. Incorporating Guided Inquiry Learning into the
Organic Chemistry Laboratory. Journal of Chemical Education, 84(5): 848-851.
Sheppard, K. 2006. High School Students‘ Understanding of Titrations and Related Acid-
Base Phenomena. Chemistry Education Research and Practice, 7(1): 32-45.
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta.
Prosiding Seminar Nasional II Tahun 2016,
Kerjasama Prodi Pendidikan Biologi FKIP dengan Pusat Studi Lingkungan dan
Kependudukan (PSLK) Universitas Muhammadiyah Malang
Malang, 26 Maret 2016
325
Svinicki, M. 1993. What They Don‘t Know Can Hurt Them: The Role of Prior Knowledge
in Learning. The Professional & Organizational Development Network in Higher
Education, 5(4): 1-5.
Wulandari, R. 2012. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Inkuiri dalam Kegiatan
Laboratorium terhadap Motivasi Belajar dan Keterampilan Berpikir Peserta Didik
SMP. Tesis tidak diterbitkan. Yogyakarta: PPs Universitas Negeri Yogyakarta.
Yuliana, I. F. 2015. Perbedaan Hasil Belajar dan Literasi Kimia Siswa Kelas XI SMAN
4 Malang yang Dibelajarkan dengan Model Inkuiri Terbimbing Pendekatan
Intertekstual dengan Inkuiri Terbimbing pada Materi Kesetimbangan Kimia
ditinjau dari Kemampuan Awal. Tesis tidak diterbitkan. Malang: PPs Universitas
Negeri Malang.