157
PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, DAN BELANJA MODAL TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH PERIODE 2007-2013 SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E) Oleh : Vinnie Aulya NIM: 1112084000048 JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA, DAN BELANJA MODAL

TERHADAP KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTAR KABUPATEN/KOTA PROVINSI JAWA TENGAH

PERIODE 2007-2013

SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Untuk Memenuhi Syarat-syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi (S.E)

Oleh :

Vinnie Aulya

NIM: 1112084000048

JURUSAN ILMU EKONOMI DAN STUDI PEMBANGUNAN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/ 2016 M

Page 2: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …
Page 3: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …
Page 4: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …
Page 5: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …
Page 6: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

iv

ABSTARCT

The aim of this study is to look at the influence of Economic Growth, Unemployment Rate, Capital Expenditure for Income Inequality between Regency/City in Central Java Province 2007-2013. Gini Ratio is used to analyze Income Inequality while panel data is analyzed by using Fixed Effect Model (FEM).

Panel data analysis results showed that the Economic Growth and Capital Expenditure have positive influence and significant related to Income Inequality. While the Unmployment Rate has negative influence and significant related to Income Inequality.

Keywords: Gini Ratio, Economic Growth, Unemployment Rate, Capital Expenditure, Fixed Effet Model

Page 7: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

v

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh dari Petumbuhan Ekonomi, Tingkat Penggangguran Terbuka, Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-2013. Ketimpangan Pendapatan dalam penelitian ini menggunakan rasio gini dan penelitian ini menggunakan analisis data panel dengan model Fixed Effect Model (FEM).

Hasil Penelitian ini menunjukkan bahwa Pertumbuhan Ekonomi dan Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap Ketimpangan Pendapatan. Kemudian Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Ketimpangan Pendapatan.

Kata Kunci : Rasio Gini, Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, Belanja Modal, Model Efek Tetap

Page 8: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

vi

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT, yang telah melimpahkan segala

rahmat, karunia, rezeki, dan hidayahNya kepada penulis sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal Terhadap Ketimpangan Pendapatan

antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah 2007-2013”.

Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh

gelar Sarjana Ekonomi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tentu dengan dukungan, bantuan, bimbingan,

semangat, dan doa dari orang-orang terbaik yang ada di sekeliling penulis selama

proses penyelesaian skripsi ini. Maka dari itu penulis menyampaikan ucapan

terima kasih kepada :

1. Allah SWT, tanpa kehendak dan pertolonganNya penulis tidak mungkin

dapat menyelesaikan skripsi ini .Terimakasih atas segala nikmat yang

telah Engkau berikan, Alhamdulillahirobbil’alamiin.

2. Orang tua, terimakasih untuk Ibu Sri Murni yang sudah membesarkan

anakmu ini dengan kasih sayang yang sangat tulus dan memberikan

doa,nasihat,motivasi untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Ayah Sapiih

yang sudah bekerja keras mencari nafkah untuk membawa anakmu ini ke

jenjang pendidikan yang lebih tinggi tidak lupa dengan doa, nasihat, dan

Page 9: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

vii

motivasi yang selalu diberikan saat anakmu mulai lelah saat proses

pembuatan skripsi.

3. Adikku, Muhammad Ziddan Fahlevi yang menjadi penghibur, pemberi

semangat, pemberi senyuman, teman suka dan duka di saat penulis sedang

mengalami kesulitan selama proses penyelesaiaan skripsi ini.

4. Bapak Dr. M. Arief Mufraini, Lc., Msi selaku dekan Fakultas Ekonomi

dan Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, semoga dapat menjadikan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis menjadi lebih baik lagi.

5. Bapak Arief Fitrijanto S.Si., M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Ekonomi

dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta yang telah

meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik selama penulis

berkonsultasi.

6. Bapak Rizkon Halal Syah Aji, M. Si selaku Sekretaris Jurusan Ilmu

Ekonomi dan Studi Pembangunan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Jakarta

yang telah bersedia meluangkan waktu dan arahan-arahan yang baik

selama penulis berkonsultasi.

7. Bapak Pheni Chalid, SF., MA., Ph.D selaku Dosen Pembimbing I yang

telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu

yang berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi.

Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT

membalas segala kebaikan atas ilmu-ilmu yang telah Bapak berikan.

8. Bapak Zaenal Muttaqin, MPP selaku Dosen Pembimbing II yang telah

bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan pengarahan, ilmu yang

Page 10: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

viii

berharga serta bimbingan yang berarti selama penyelesaian skripsi.

Sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Semoga Allah SWT

membalas segala kebaikan atas ilmu-ilmu yang telah Bapak berikan.

9. Seluruh jajaran dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis yang telah

memberikan ilmu yang sangat berguna dan berharga bagi saya. Semoga

Allah selalu memberikan rahmat dan pahala yang sebesar-besarnya atas

kebaikan para dosen FEB UIN Jakarta.

10. Seluruh jajaran karyawan dan staf UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang

telah melayani dan membantu saya selama proses perkuliahan hingga

selesainya skripsi ini.

11. Dua-dua(22) angkatan paskibra yang sudah penulis anggap sebagai

saudara sendiri, terimakasih sudah menjadi sahabat sekaligus saudara

yang selalu perhatian, jadi apa adanya, dan sahabat yang pernah menjadi

satu kelompok yang bisa melawan semuanya tanpa rasa takut. Makan

bareng, tidur bareng, susah bareng. Sayang kalian Maryadi, Nurul Ulfa,

Alqrom Nifatul Mizania, Dyas Wijayanti.

12. Sahabat-sahabat terbaik yang bersedia menjadi tempat curhat, selalu ada

disaat suka maupun duka, pemberi nasihat, tempat pelampiasan disaat

penulis merasa putus asa dengan skripsi, tempat motivasi, terimakasih

sudah membuat hidup ini penuh dengan warna. Resty, Cees, Hilda, Nita,

Cia, Dwi,Reza,Fitri, Saroh. Sukses untuk kita.

13. Sahabat dari awal kuliah sampe sekarang . Yayang Sarasnailyn dan

Sandra Destiawati, terimakasih sudah menjadi bagian hidup penulis

Page 11: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

ix

selama di bangku kuliah. Semoga persahabatan kita tidak hanya sebatas di

bangku kuliah namun sampai maut memisahkan.

14. Decontion atau teman-teman satu konsentrasi pembangunan. Tempat

ngobrol bareng, belajar bareng, diskusi bareng. Terimakasih Lia, Febri,

Evia, Puty, Wiwi, Farid ,Bimo, Ipil, Erul, Pijar, Fadil.

15. Cherrybelle, Siti alias yuli, Mia, Bibah, Dian, Yayang, Lia, Febri, Nurul,

terimakasih chibi sudah menjadi geng yang luar biasa walaupun hubungan

kita agak renggang semenjak konsentrasi kalian tetap istimewa.

16. Anak-anak kostan Yayang, Sandra, Fahmi, Adul, Waldi, Irfan, Hilda,

Wiwi , Vedra yang bersedia menyediakan kostannya untuk tempat

berteduh penulis dan tempat berbagi cerita, keluh dan kesah tentang

penelitian ini.

17. Teman-teman satu angkatan IESP 2012 yang tidak bisa disebutkan satu-

persatu. Terimakasih atas kebersamaannya, kekompakannya, tawa

candanya. Semoga kita semua menjadi generasi yang berguna untuk

agama dan negara.

18. Terimakasih untuk kakak-kakak senior atas arahan, pengalaman, motivasi,

dan saran yang diberikan selama kuliah sampai penulis menyelesaikan

skripsi ini. Kak Vina, Kak Mirna, Kak Julia, Kak Indri, Kak Riri, Kak Isti,

Kak Oon, Kak Geo, Kak Windi, Kak Adi dll.

19. KKN Cakrawala Respati, Daruni, Rafida, Safira, Aas, Oci, Dayu, Robi,

Mbe, Imam, Mas Jos, Rizki, Rizal, Suhendra, Jipao dan warga Desa

Jambe. Terimakasih atas pengalaman dan suka dukanya selama sebulan.

Page 12: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

x

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan

karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman yang dimiliki oleh penulis.

Oleh sebab itu, penulis mengharapkan segala bentuk saran dan masukan, baik

kritik yang membangun dari berbagai pihak.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tangerang Selatan, Juli 2016

Vinnie Aulya

Page 13: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xi

DAFTAR ISI

Cover

Lembar Pengesahan Pembimbing

Lembar Pengesahan Ujian Komprehensif

Lembar Pengesahan Ujian Skripsi

Lembar Pernyataan Keaslian Karya Ilmiah

Daftar Riwayat Hidup ................................................................................ i

Abstract ....................................................................................................... iv

Abstrak ........................................................................................................ v

Kata Pengantar ........................................................................................... vi

Daftar Isi ..................................................................................................... xi

Daftar Tabel ................................................................................................ xv

Daftar Grafik .............................................................................................. xvi

Daftar Gambar ........................................................................................... xvii

Daftar Lampiran ......................................................................................... xviii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang .................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ............................................................................. 12

C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 16

D. Manfaat Penelitian............................................................................. 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 18

A. Pembangunan Ekonomi ..................................................................... 18

B. Ketimpangan Pendapatan .................................................................. 21

Page 14: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xii

C. Pertumbuhan Ekonomi ...................................................................... 26

D. Produk Domestik Regional Bruto ...................................................... 29

E. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Ketimpangan Pendapatan

.......................................................................................................... 31

F. Pengangguran .................................................................................... 33

G. Hubungan Pengangguran Terbuka terhadap Ketimpangan Pendapatan

.......................................................................................................... 36

H. Belanja Modal ................................................................................... 37

I. Hubungan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan ........... 40

J. Penelitian Terdahulu.......................................................................... 42

K. Kerangka Berpikir ............................................................................. 51

L. Hipotesis Penelitian ........................................................................... 53

BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 56

A. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 56

B. Metode Penentuan Sampel ................................................................ 56

C. Metode Pengumpulan Data ................................................................ 57

D. Metode Analisis ................................................................................ 57

1. Metode Data Panel ...................................................................... 57

2. Permodelan Data Panel ................................................................ 59

a. Pendekatan Pooled Least Square ............................................ 59

b. Pendekatan Fixed Effect Model ............................................. 59

c. Pendekatan Random Effect Model ......................................... 60

3. Pemilihan Model Data Panel ........................................................ 60

Page 15: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xiii

a. PLS vs REM .......................................................................... 61

b. FEM vs REM......................................................................... 61

4. Model Empiris ............................................................................. 62

5. Uji Asumsi Klasik ....................................................................... 63

a. Uji Normalitas ....................................................................... 63

b. Uji Multikolinieritas .............................................................. 64

c. Uji Heteroskedastisits ............................................................ 65

d. Uji Autokorelasi ................................................................... 67

6. Uji Hipotesis................................................................................ 68

a. Uji F ...................................................................................... 68

b. Uji t ....................................................................................... 69

c. Koefisien Determinasi ........................................................... 71

E. Operasional Variabel Penelitian......................................................... 71

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN ............................................... 74

A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................................... 74

B. Analisis dan Pembahasan .................................................................. 76

1. Analisa Deskriptif ........................................................................ 76

a. Ketimpangan Pendapatan ....................................................... 76

b. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................... 80

c. Tingkat Pengangguran Terbuka ............................................. 83

d. Belanja Modal ....................................................................... 87

2. Estimasi Model Data Panel .......................................................... 89

a. PLS vs REM .......................................................................... 89

Page 16: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xiv

b. FEM vs REM......................................................................... 90

3. Uji Asumsi Klasik

4. .................................................................................................... 92

a. Uji Normalitas ....................................................................... 92

b. Uji Multikolinieritas .............................................................. 93

c. Uji Heteroskedastisits ............................................................ 95

d. Uji Autokorelasi ................................................................... 95

5. Model Fixed Effect Model ........................................................... 97

6. Uji Hipotesis................................................................................ 97

a. Uji F ...................................................................................... 97

b. Uji t ....................................................................................... 98

c. Koefisien Determinasi ........................................................... 100

C. Analisis Ekonomi .............................................................................. 100

a. Pertumbuhan Ekonomi ........................................................... 112

b. Tingkat Pengangguran Terbuka ............................................. 114

c. Belanja Modal ....................................................................... 116

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 120

A. Kesimpulan............................................................................ 120

B. Saran ..................................................................................... 121

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 122

Page 17: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xv

DAFTAR TABEL

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah dengan provinsi lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%) ............................................... 2

1.2 Rasio Gini Jawa Tengah dengan provinsi lainnya di

Pulau Jawa 2009-2013 (%) ............................................................... 5

1.3 Perubahan Jumlah Orang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan 2010-2014 ......................................................................... 9

2.1 Penelitian Terdahulu ....................................................................... 48 3.1 Uji Durbin-Watson .......................................................................... 67 3.2 Operasional Variabel Penelitian ....................................................... 73

4.1 Hasil Uji Chow………………………………………………………90

4.2 Hasil Uji Hausman .......................................................................... 91

4.3 Hasil Uji Multikolinieritas ............................................................... 94

4.4 Hasil Uji Park .................................................................................. 95

4.5 Hasil Uji Autokorelasi .................................................................... 96

4.6 Hasil Uji Durbin-Watson ................................................................. 96

4.7 Hasil Uji F-Statistik ......................................................................... 98

4.8 Hasil Uji t-Statistik .......................................................................... 99

4.9 Hasil Uji Koefisien Determinasi ..................................................... 100 4.10 Interpretasi Fixed Effect Model ...................................................... 100

Page 18: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xvi

DAFTAR GRAFIK

Nomor Keterangan Halaman

1.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah dengan Nasional tahun 2007-2013 (%) ........................... 4

1.2 PDRB Per Kapita ADHB Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah tahun 2013 (000/jiwa) .................................................... 6

1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Jawa Tengah

tahun 2009-2013 (%) ........................................................................... 8 1.4 Komposisi Belanja Pemerintah Indonesia tahun 2013 ......................... 10 1.5 Realisasi Belanja Modal Provinsi Jawa Tengah tahun

2010-2013 .......................................................................................... 11 4.1 Rata-rata Ketimpangan Pendapatan antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Dalam Persen) ................. 77 4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah (Dalam Persen) ................ 81 4.3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2007-2014 (Dalam Persen) ................................................................................... 85

4.4 Rata-rata Belanja Modal antar Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Tengah 2007-2014 (Dalam Rupiah) ......................... 88 4.5 Uji Normalitas .................................................................................... 93

Page 19: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xvii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Keterangan Halaman

2.1 Memperkirakan Koefisien Gini .......................................................... 23 2.2 Kurva Kuznet “U-Terbalik”................................................................ 32 2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 52

Page 20: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

xviii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Keterangan Halaman

1. Data Dari Variabel-Variabel Yang Digunakan......................................... 126

2. Hasil Uji Chow ....................................................................................... 133

3. Hasil Uji Hausman .................................................................................. 134

4. Hasil Uji Normalitas ............................................................................... 135

5. Uji Multikolinieritas ................................................................................ 135

6. Hasil Uji Park ......................................................................................... 136

7. Hasil Fixed Effect Model ........................................................................ 137

Page 21: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional meningkatkan

taraf hidup suatu bangsa yang melibatkan perubahan-perubahan besar

dalam struktur sosial, sikap, mental yang sudah terbiasa dan kelembagaan,

termasuk pula percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan

ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro,

2011:18).

Menurut Lincoln Arsyad (dalam Kuncoro, 2004:127) mendefinisikan

pembangunan ekonomi daerah sebagai suatu proses dimana pemerintah

daerah dan masyarakatnya mengelola sumber-sumber daya yang ada dan

membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dan sektor

wisata untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan merangsang

perkembangan kegiatan ekonomi didalam wilayah tersebut.

Pembangunan dalam lingkup negara tidak selalu merata,

kesenjangan antar daerah sering kali menjadi permasalahan serius.

Beberapa daerah mencapai pertumbuhan cepat, sementara beberapa daerah

lain mengalami pertumbuhan yang lambat. Hal ini dikarenakan daerah-

daerah tersebut tidak mengalami kemajuan yang sama karena sumber-

sumber yang dimiliki pun berbeda, adanya peranan investor yang lebih

Page 22: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

2

cenderung memilih daerah perkotaan, dan ketimpangan redistribusi

pendapatan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang tidak

terlepas dari masalah ketimpangan pendapatan, dengan total 35

kabupaten/kota tentunya disetiap kabupaten/kota memiliki potensi dan

permasalahan yang berbeda-beda yang dapat menyebabkan ketimpangan

ekonomi di setiap daerah. Bertolak belakang dengan ketimpangan

ekonomi dengan adanya trade-off pertumbuhan ekonomi di provinsi Jawa

Tengah menunjukkan proporsi pertumbuhan ekonomi yang cukup besar,

hal ini dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Tengah

dengan Provinsi Lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%)

SSumber: Badan Pusat Statistik , (data diolah)

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa laju pertumbuhan

ekonomi provinsi Jawa Tengah pada tahun 2013 mengalami penurunan

sebesar 5,81 % dari tahun 2012 sebesar 6,34.% Meskipun angka tersebut

masih berada di atas pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,78 %.

2009 2010 2011 2012 2013 DKI Jakarta 5,02 6,50 6,73 6,53 6,24 Jawa Barat 4,19 6,20 6,51 6,28 6,05 Jawa Tengah 5,14 5,84 6,03 6,34 5,81 DI. Y 4,43 4,88 5,17 5,32 5,40 Jawa Timur 5,01 6,68 7,22 7,27 6,59 Banten 4,71 6,11 6,38 6,15 5,86

JAWA 4,81 6,33 6,66 6,59 6,19 INDONESIA 4,63 6,22 6,49 6,26 5,78

Page 23: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

3

Penurunan ini dikarenakan melambatnya kinerja faktor eksternal dengan

berkurangnya ekspor sementara impor yang melonjak tinggi. Selain itu

dampak dari kenaikan bbm bersubsidi menyebabkan konsumsi masyarakat

berkurang.

Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan tidak

terlepas dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan sebagai

pondasi dasar. Trade off atau pertukaran antara pertumbuhan ekonomi dan

ketimpangan pendapatan selalu terjadi dalam proses pembangunan.

Tingginya pertumbuhan ekonomi suatu daerah tidak menjamin

kesejahteraan masyarakat secara riil, dimana pertumbuhan ekonomi

menjadi tidak berarti lagi oleh kaum miskin jika tidak diiringi dengan

penurunan dari kesenjangan pendapatan.

Seperti yang dikemukakan oleh Kuznets bahwa pada tahap-tahap

awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung menurun,

dengan kata lain terjadinya ketimpangan yang tinggi. Namun dalam jangka

panjang kondisi tersebut akan membaik. Hipotesis ini dikenal dengan

hipotesis “U-Terbalik” Kuznet. Menurut Kuznet distribusi pendapatan

akan meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2011:277)

Perbedaan tingkat pembangunan akan membawa dampak perbedaan

tingkat kesejahteraan antar daerah yang pada akhirnya menyebabkan

ketimpangan regional antar daerah semakin besar (Kuncoro, 2004: 128).

Page 24: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

4

Grafik 1.1 Perbandingan Laju Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Tengah

dengan Nasional 2007-2013 (%)

Sumber : Badan Pusat Statistik, publikasi tinjauan PDRB Jawa Tengah , 2013

Namun demikian besarnya laju pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

tidak dapat dijadikan tolak ukur kesejahteraan masyakarat secara riil.

Dimana salah satu kriteria utama dari keterbelakangan dan kemiskinan

yang umum digunakan dan diterima secara luas adalah rendahnya

pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita mencerminkan standar

hidup riil masyarakat. Standar hidup riil masyarakat menunjukkan tingkat

kesejahteraan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa pendapatan per

kapita merupakan kriteria tingkat kesejahteraan masyarakat (Kuncoro,

2004: 98).

Pertumbuhan ekonomi dapat dihitung dengan menggunakan PDRB

riil (harga konstan) atau nominal (harga berlaku). Tetapi pertumbuhan

ekonomi yang dihitung berdasarkan PDRB riil akan memberikan

gambaran pertumbuhan output secara nyata, karena PDRB riil tidak

memasukkan inflasi (Kuncoro, 2004:84).

Page 25: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

5

Tabel 1.2 Rasio Gini Jawa Tengah

dengan Provinsi Lainnya di Pulau Jawa 2009-2013 (%)

2009 2010 2011 2012 2013 DKI Jakarta 0.36 0.36 0.44 0.42 0.43

Jawa Barat 0.36 0.36 0.41 0.41 0.41

Jawa Tengah 0.32 0.34 0.38 0.38 0.38

DIY 0.38 0.41 0.40 0.43 0.43

Jawa Timur 0.33 0.34 0.37 0.36 0.36

Banten 0.37 0.42 0.40 0.39 0.39

INDONESIA 0.37 0.38 0.41 0.41 0.41

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013 (di olah)

Keterangan: G < 0,3 = Ketimpangan Rendah

0,3≤ G≤0,5 =Ketimpangan Sedang

G>0,5 =Ketimpangan Tinggi

Sedangkan rasio gini di Provinsi Jawa Tengah mengalami

peningkatan setiap tahunnya, walaupun laju peningkatannya tidak terlalu

besar. Rasio gini provinsi Jawa Tengah memiliki ketimpangan yang lebih

rendah dibandingkan dengan empat provinsi lainnya di Pulau Jawa.

Sedangkan Provinsi DI.Yogyakarta memiliki ketimpangan yang paling

tinggi yaitu sebesar 0,439.

Berdasarkan kriteria indeks gini, Provinsi Jawa Tengah termasuk

dalam kategori ketimpangan sedang. Dengan nilai koefisien gini sebesar

0,39 pada tahun 2013. Namun apakah kategori ketimpangan rendah ini

menunjukkan kesejahteraan masyarakat secara riil. Berdasarkan grafik 1.2

menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi tidak

sebanding dengan tingkat pemerataan pendapatan di Provinsi Jawa

Page 26: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

6

0

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

Cila

cap

Bany

umas

Purb

alin

gga

Banj

arne

gara

Kebu

men

Purw

orej

oW

onos

obo

Mag

elan

gBo

yola

liKl

aten

Suko

harjo

Won

ogiri

Kara

ngan

yar

Srag

enG

robo

gan

Blor

aRe

mba

ng Pati

Kudu

sJe

para

Dem

akSe

mar

ang

Tem

angg

ung

Kend

alBa

tang

Peka

long

anPe

mal

ang

Tega

lBr

ebes

Kota

Mag

elan

gKo

ta S

urak

arta

Kota

Sal

atig

aKo

ta S

emar

ang

Kota

Pek

alon

gan

Kota

Teg

al

2013

Tengah, tingkat ketimpangan pendapatan provinsi Jawa Tengah cukup

tinggi.

Grafik 1.2 PDRB Per Kapita ADHB Kabupaten/kota di Provinsi Jawa Tengah

tahun 2013 (000/jiwa)

Sumber: Badan Pusat Statistik, Publikasi Tinjauan PDRB Kabupaten/Kota Jawa Tengah,2013 (diolah)

Dengan tingkat kesenjangan antara PDRB Per Kapita terendah dan

tertinggi yaitu kabupaten Kudus dengan nilai PDRB Per Kapita sebesar

50.084/jiwa dan daerah terendah kabupaten Grobogan dengan nilai PDRB

sebesar 6.686/jiwa. Ketimpangan ini disebabkan karena daerah Cilacap

dan Kudus merupakan daerah perindustrian sehingga dapat meningkatkan

pendapatan per kapita masyarakat daerah sekitar dan meningkatkan

perekonomian, sedangkan kabupaten demak yang tertinggal jauh

merupakan daerah pedesaan yang mengandalkan perekonomian dari sektor

pertanian atau sektor primer.

Page 27: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

7

Adapun faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan

daerah adalah terkonsentrasinya kegiatan ekonomi wilayah, alokasi

investasi, tingkat mobilitas faktor produksi yang rendah antar daerah,

perbedaan sumber daya alam antar wilayah, perbedaan kondisi demografi

wilayah dan proses distribusi pasar yang kurang lancar (Syafrizal,

2008:117).

Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan

pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap

produktivitas kerja masyarakat. Daerah dengan kondisi demografis yang

baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi

sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya

akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi

daerah yang bersangkutan.

Berdasarkan grafik 1.4 Tingkat Pengangguran terbuka bergerak

fluktuatif dimana pada tahun 2009-2013 tingkat pengangguran mengalami

penurunan sebesar 1,32 % yaitu sebesar 7,03% pada tahun 2009 dan 6,01

% pada tahun 2013. Kriteria utama pembangunan adalah kenaikan

pendapatan per kapita yang sebagian besar disebabkan karena adanya

industrialisasi. Pertumbuhan ekonomi tanpa dibarengi dengan penambahan

kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dari

penambahan pendapatan tersebut.

Page 28: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

8

2009 2010 2011 2012 2013PROVINSI JAWA

TENGAH 7.33 6.21 7.07 5.61 6.01

012345678

PERS

ENTA

SE

Grafik 1.3 Tingkat Pengangguran Terbuka

Provinsi Jawa Tengah tahun 2009-2013 (%)

Sumber: Badan Pusat Statistik, Profil Ketenagakerjaan Jawa Tengah (diolah)

Tabel 1.3 menunjukkan bahwa sektor industry pengolahan menjadi

sektor utama yang menyerap tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah,

dimana pada tahun 2010 sebesar 2.675.679 dan mengalami kenaikan pada

tahun 2014 sebesar 3.313.028 jiwa. Pada sektor pertanian terlihat bahwa

Jawa Tengah masih bertumpu pada sektor pertanian, dengan kata lain

sektor primer masih menjadi tumpuan dalam penyerapan tenaga kerja.

Kemudian diikuti sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan jumlah

orang bekerja sebesar 3.472.748 jiwa. Meskipun sektor pertanian menjadi

sektor utama yang menyerap tenaga kerja sebesar 5.190.613 jiwa pada

tahun 2014.

Page 29: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

9

Tabel 1.3 Perubahan Jumlah Orang Bekerja

Menurut Lapangan Pekerjaan 2010-2014

Lapangan pekerjaan 2010 2014 Perubahan %

Pertanian 6,031,398

5,190,613 840,785 -13.94

Pertambangan

88,982

124,306 35,324 39.70

Industri Pengolahan 2,765,679

3,313,038 547,349 1.99 Listrik, Gas, Air

20,487

39,144 18,657 91.07

Bangunan 768,236

1,310,327 542,091 70.56

Perdagangan, Hotel, Restoran

3,472,748

3,722,886 250,138

7.20 Angkutan & Telekomunikasi

683,765

547,294 (136,471)

-19.96

Keuangan 152,041

357,966 205,925 135.44

Jasa-jasa 1,972,698

2,145,411 172,713 8.76

Total 15,956,034 16,750,975 794,941 4.98 Sumber : Badan Pusat Statistik, Profil Ketenagakerjaan Jawa Tengah

Pengangguran terbuka terjadi dikarenakan laju pertumbuhan

ekonomi lebih lambat dibandingkan laju pertambahan penduduk, sehingga

penawaran tenaga kerja tidak sesuai dengan kesempatan kerja. Kenaikan

industry pengolahan dan penurunan pada sektor pertanian menunjukkan

adanya perubahan structural ekonomi ditandai dengan perubahan sektor

primer ke sektor sekunder.

Pembangunan ekonomi tidak terlepas dari anggaran daerah, semakin

tinggi anggaran daerah yang dikeluarkan maka akan semakin tinggi

pencapaian ekonomi pembangunan. Tentunya anggaran daerah yang besar

harus di imbangi dengan penggunaan anggaran daerah secara efisien dan

Page 30: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

10

efektif. Agar pembangunan ekonomi tepat sasaran dan dapat tercapai

sasaran utaman dalam pembangunan ekonomi yaitu mengurangi angka

pengangguran, kemiskinan, maupun ketimpangan pendapatan. Anggaran

daerah dalam penelitian ini menggunakan belanja modal. Belanja modal

merupakan belanja yang digunakan untuk penambahan asset tetap.

Grafik 1.4 Komposisi Belanja Pemerintah Indonesia tahun 2013

Sumber : Badan Pusat Statistik, Statistik Keuangan Indonesia, 2013

Dalam kasus ketimpangan pendapatan, peran pemerintah sangat

penting khususnya dalam anggaran keuangan daerah. Dimana semakin

besar anggaran daerah yang dikeluarkan maka pemerintah akan semakin

mudah untuk membiayai dan memenuhi kebutuhan publik. Disini peran

pemerintah dalam hal investasi swasta di daerah tertinggal sangat

dibutuhkan. Pada daerah ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan

daya tarik investor untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, tol,

irigasi, dan listrik. Sehingga dengan adanya pembangunan tersebut dapat

mempermudah kegiatan perekonomian dengan pendistribusian yang

Page 31: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

11

lancar. Hal ini dapat menyebabkan daerah-daerah tertinggal dapat lebih

maju lagi dan dapat bersaing dengan daerah lain yang sudah maju dan

tentunya akan berdampak kepada penurunan ketimpangan.

Berdasarkan grafik diatas pemerintah masih banyak melakukan

pengeluaran belanja pegawai dibandingkan belanja modal dengan rasio

belanja modal terhadap belanja daerah sebesar 7,82 % sedangkan belanja

pegawai sebesar 15,19 %. Tentunya hal ini harus di perbaiki mengingat

belanja modal memberikan dampak langsung terhadap perekonomian,

dengan pembangunan infrastruktur seperti listrik maupun jalan raya,

tentunya hal ini menjadi pembuka jalan bagi daerah yang tertinggal untuk

mengejar ketertinggalan dari daerah lainnya.

Grafik 1.5 Realisasi Belanja Modal

Provinsi Jawa Tengah tahun 2010-2013

Sumber :DJPK (Kementerian Keuangan), Realisasi Anggaran (diolah)

Berdasarkan grafik 1.7 menjelaskan bahwa adanya peningkatan

sebesar 58 persen belanja modal setiap tahunnya , pada tahun 2010 sebesar

419.476 miliar rupiah dan pada tahun 2013 sebesar 994.741 miliar rupiah.

-200,000 400,000 600,000 800,000

1,000,000 1,200,000

2010 2011 2012 2013

Prov. Jawa Tengah

Page 32: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

12

Peningkatan ini menjadi prospek yang bagus untuk pembangunan Jawa

Tengah ke depannya. Diharapkan peningkatan belanja modal provinsi

Jawa Tengah di iringi dengan proses pendistribusian merata disetiap

daerah. Dimana belanja modal ini dapat diprioritaskan untuk daerah yang

tertinggal dan pendistribusian dapat dilakukan secara efisien dan efektif

sehingga pencapaian dalam memenuhi pelayanan publik untuk masyarakat

dapat tercapai sesuai dengan sasaran.

B. Rumusan Masalah

Pembangunan merupakan proses yang mencakup aspek secara

multidimensional yang diikuti dengan perubahan struktural untuk

meningkatkan taraf hidup bangsa dan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan berawal dari pertumbuhan

ekonomi yang terus meningkat dan tingkat pemerataan pendapatan yang

baik. Menurut Kuznets bahwa pada tahap-tahap awal pertumbuhan

ekonomi, distribusi pendapatan cenderung menurun, dengan kata lain

terjadinya ketimpangan yang tinggi. Dimana terjadi trade off antara

pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan pendapatan. Semakin tinggi

pertumbuhan ekonomi maka disribusi pendapatan semakin menurun..

Namun dalam jangka panjang kondisi tersebut akan membaik. Hipotesis

ini dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik” Kuznet.

Faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar

wilayah salah satunya karena perbedaan demografis khususnya tingkat

Page 33: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

13

ketenagakerjaan yang dapat diukur melalui tingkat pengangguran terbuka.

Semakin tinggi tingkat pengangguran terbuka maka akan semakin tinggi

tingkat ketimpangan terjadi, hal ini dikarenakan tidak adanya penghasilan

yang dapat memenuhi biaya kehidupan dalam perekonomian.Dalam hal ini

produktivitas tenaga kerja menjadi faktor penting untuk mengurangi

ketimpangan, dimana daerah yang memiliki produktivitas yang tinggi akan

mendorong investor untuk berinvestasi yang menyebabkan terbukanya

lapangan pekerjaan dan dapat mengurang tingkat pengangguran terbuka.

Dalam kasus ketimpangan pendapatan, peran pemerintah sangat

penting khususnya dalam anggaran keuangan daerah. Dimana semakin

besar anggaran daerah yang dikeluarkan maka pemerintah akan semakin

mudah untuk membiayai dan memenuhi kebutuhan publik. Disini peran

pemerintah dalam hal investasi swasta di daerah tertinggal sangat

dibutuhkan. Pada daerah ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan

daya tarik investor untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, tol,

irigasi, dan listrik. Sehingga dengan adanya pembangunan tersebut dapat

mempermudah kegiatan perekonomian dengan pendistribusian yang

lancar.

Ketimpangan pendapatan yang terjadi di Jawa Tengah dikarenakan

terdapat daerah yang mendominasi cukup tinggi dari daerah lainnya yaitu

daerah Cilacap, Semarang, dan Kudus. Dimana nilai Produk Domestik

Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku menunjukkan bahwa terjadinya

ketimpangan pendapatan yang sangat signifikan antara ketiga daerah

Page 34: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

14

tersebut dengan daerah lainnya. Pada tahun 2013 Kota Semarang

menyumbang sebesar 12,89 % terhadap total Produk Domestik Regional

Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Provinsi Jawa Tengah dengan nilai

sebesar 61, 093 triliun rupiah diikuti oleh kabupaten Cilacap sebesar

56,098 triliun rupiah dan posisi ketiga kabupaten Kudus sebesar 41,193

triliun rupiah. Angka ini sangat jauh dibandingkan dengan Produk

Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku kota Magelang

dengan nilai sebesar 2,911 triliun rupiah.

Adanya dominasi sektor sekunder seperti yang terdiri dari industri

pengolahan, listrik dan air bersih serta sektor bangunan membuat kota

Semarang menjadi pusat perekonomian provinsi Jawa Tengah. Selain itu

kabupaten/kota dengan nilai PDRB yang menempati peringkat tertinggi

tidak selalu memiliki PDRB per kapita yang tinggi, begitu pula sebaliknya.

Kota Magelang memiliki PDRB yang rendah sebesar 2,91 memiliki nilai

PDRB per kapita yang tinggi yaitu sebesar 24,27 juta rupiah. Adapun

daerah lainnya yang memiliki PDRB rendah dengan PDRB Per Kapita

tertinggi adalah kota Pekalongan, kota Tegal, kota Salatiga, dan kabupaten

Purworejo.

Kemudian kabupaten Tegal, walau bukan daerah dengan PDRB

terkecil namun memiliki PDRB perkapita yang rendah yaitu sebesar 7,76

juta rupiah. Adapun daerah lainnya yang memiliki PDRB yang cukup

besar namun memiliki PDRB per kapita yang cukup rendah yaitu

kabupaten Pemalang, kabupaten Magelang, dan kabupaten Banyumas.

Page 35: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

15

Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak

dapat mencerminkan kesejahteraan masyarakat secara nyata dan tidak

semua masyarakat provinsi Jawa Tengah dapat menikmati pertumbuhan

ekonomi tersebut, artinya di Provinsi Jawa Tengah masih menunjukkan

ketimpangan pendapatan yang cukup tinggi. Berdasarkan pada rumusan

masalah tersebut, maka dalam penelitian ini dapat ditarik beberapa

pertanyaan penelitian sebagai berikut :

1. Sejauh mana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

tahun 2007-2013?

2. Sejauh mana pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

tahun 2007-2013?

3. Sejauh mana pengaruh Belanja Modal terhadap Ketimpangan

Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-

2013?

4. Sejauh mana pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan

Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-

2013?

Page 36: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

16

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi terhadap

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

tahun 2007-2013.

2. Mengetahui pengaruh Tingkat Pengangguran Terbuka terhadap

Ketimpangan Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

tahun 2007-2013.

3. Mengetahui pengaruh Belanja Modal terhadap Ketimpangan

Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-

2013.

4. Mengetahui pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan

Pendapatan di Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah tahun 2007-

2013.

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai tambahan

informasi dan kontribusi bagi para kalangan investor, praktisi,

akademisi, institusi, dan masyarakat pada umumnya yang ingin

mengetahui lebih lanjut mengenai pengaruh pertumbuhan ekonomi,

pengangguran, partisipasi angkatan kerja dan belanja modal terhadap

ketimpangan pendapatan antar Kabupaten/Kota provinsi Jawa Tengah.

Page 37: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

17

2. Praktis

Penelitian ini diharapkan sebagai kontribusi sederhana terhadap

pemerintah dan kalangan ekonom di Indonesia mengenai besarnya

pengaruh pertumbuhan ekonomi, pengangguran, partisipasi angkatan

kerja, dan belanja modal terhadap ketimpangan pendapatan antar

Kabupaten/Kota provinsi Jawa Tengah.

3. Kebijakan

Menjadi bahan pertimbangan serta masukan bagi pemerintah

daerah atau dinas-dinas yang terkait dalam merumuskan kebijakan

ekonomi yang terkait dengan ketimpangan pendapatan yang bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Page 38: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembangunan Ekonomi

Pembangunan sebagai suatu proses multidimensional meningkatkan

taraf hidup suatu bangsa yang melibatkan perubahan-perubahan besar

dalam struktur sosial, sikap, mental yang sudah terbiasa dan kelembagaan,

termasuk pula percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan

ketimpangan dan pemberantasan kemiskinan yang absolut (Todaro,

2011:18).

Istilah pembangunan ekonomi biasanya dikaitkan dengan

perkembangan ekonomi di negara – negara berkembang. Sebagian ahli

ekonomi mengartikan istilah ini sebagai berikut : economic development is

growth plus change, yaitu pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan

ekonomi yang diikuti oleh perubahan – perubahan dalam struktur dan

corak kegiatan ekonomi. Dengan kata lain, dalam mengartikan istilah

pembangunan ekonomi, ahli ekonomi bukan saja tertarik kepada masalah

perkembangan pendapatan nasional riil, tetapi juga kepada modernisasi

kegiatan ekonomi, misalnya kepada usaha merombak sektor

pertanian yang tradisional, masalah mempercepat pertumbuhan ekonomi

dan masalah pemerataan pendapatan (Sadono Sukirno, 2011 : 423).

Suatu proses pembangunan tidak terlepas dari tujuan yang ingin

dicapai. Menurut Todaro (2011:27) proses pembangunan memiliki tiga

tujuan inti yaitu:

Page 39: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

19

1. Peningkatan ketersediaan serta perluasan distribusi berbagai barang

kebutuhan hidup yang pokok;

2. Peningkatan standar hidup; dan

3. Perluasan pilihan-pilihan ekonomis dan sosial.

Menurut Case dan Fair (2007:434-436) terdapat tiga sumber

pembangunan ekonomi yaitu pembentukan modal, kemampuan

kewirausahaan dan sumber daya manusia serta modal biaya hidup sosial.

Menurut Myrdal (dalam Jhingan , 2014 : 211), penyebab terjadinya

ketimpangan antara pembangunan di negara miskin dan negara maju

dimana jika dilakukan pembangunan ekonomi disuatu negara akan muncul

dua faktor yaitu memperburuk keadaan ekonomi bagi daerah miskin atau

negara miskin yang disebut dengan backwash effect dan yang dapat

mendorong daerah miskin atau negara miskin menjadi lebih maju yang

disebut dengan spread effects. Berikut merupakan faktor-faktor backwash

effect :

1. Terjadinya penarikan tenaga kerja, terutama yang memiliki keahlian

dan produktif dari daerah yang tidak maju ke daerah yang sangat maju.

2. Penarikan atau pemusatan atau faktor produksi modal dari daerah yang

tidak maju ke daerah yang sangat maju.

3. Terjadinya pemusatan pola perdagangan yang lebih lengkap di daerah

yang lebih maju dibandingkan daerah yang tidak maju.

Page 40: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

20

4. Keadaan sarana dan prasarana transportasi lebih lengkap dan lebih

cepat di daerah yang sangat maju dibandingan daerah tidak maju.

Faktor-faktor spread effect terdiri atas adanya :

1. Permintaan barang-barang pertanian dari daerah maju ke daerah tidak

maju

2. Permintaan hasil industry rumah tangga dan barang konsumsi dari

daerah maju ke daerah tidak maju.

Menurut (Kuncoro, 2004:62-63) definisi pembangunan ekonomi

yang lebih menekankan pada peningkatan income per kapita (pendapatan

per kapita). Definsi ini menekankan pada kemampuan suatu negara untuk

meningkatkan output yang dapat melebihi tingkat pertambahan

penduduk. Selain itu, beberapa ekonomi modern mulai mengedepankan

dethroment of GNP(penurunan tahta pertumbuhan ekonomi),pengentasan

kemiskinan, pengurangan ketimpangan distribusi pendapatan, dan

penurunan tingkat pengangguran yang ada.

Dengan kata lain, pembangunan ekonomi tidak lagi memuja GNP

sebagai sasaran pembangunan, namun lebih memusatkan pada kualitas

dari proses pembangunan. Pembangunan ekonomi adalah pertumbuhan

ekonomi ditambah dengan perubahan (Sukirno, 2006:10).

Page 41: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

21

B. Ketimpangan Pendapatan

Ketimpangan pendapatan merupakan distribusi yang tidak

proporsional dari pendapatan nasional total di antara berbagai rumah

tangga dalam suatu negara (Todaro, 2011:254).

Teori disparitas pendapatan wilayah dikemukakan oleh Jeffrey G.

Williamson yang meneliti hubungan antara disparitas regional dan tingkat

pembangunan ekonomi dengan menggunakan data ekonomi negara yang

sudah maju dan yang sedang berkembang. Ditemukan bahwa selama tahap

awal pembangunan, disparitas, regional menjadi lebih besar dan

pembangunan ekonomi terkonsentrasi di daerah-daerah tertentu. Pada

tahap yang lebih “matang”, dilihat dari pertumbuhan ekonomi, tampak

adanya keseimbangan antardaerah dan disparitas berkurang dengan

signifikan (Kuncoro, 2004:133).

Williamson mengemukakan empat faktor yang mendasari disparitas

pendapatan antar wilayah, yaitu (a) sumber daya alam yang di miliki, (b)

perpindahan tenaga kerja, (c) perpindahan modal, dan (d) kebijakan

pemerintah. Kesenjangan pertumbuhan dan disparitas pendapatan antar

wilayah merupakan fenomena yang tidak dapat dihindari, karena potensi,

kondisi, dan karakteristik wilayah itu bervariasi atau berbeda-beda satu

sama lain (Adisasmita,2013:76).

Dalam mengukur distribusi pendapatan di setiap wilayah, kita dapat

menggunakan alat ukur :

1. Indeks williamson

Page 42: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

22

Indeks Williamson adalah suatu indeks yang didasarkan pada

ukuran penyimpangan pendapatan per kapita penduduk tiap wilayah dan

pendapatan per kapita nasional. Jadi, Indeks Williamson ini merupakan

suatu modifikasi dari standard deviasi. Dengan demikian, makin tinggi

Indeks Williamson berarti kesenjangan wilayah semakin besar, dan

sebaliknya. Selanjutnya Williamson menganalisis hubungan antara

kesenjangan wilayah dengan tingkat perkembangan ekonomi.

Rumus Indeks Williamson

Keterangan :

CVw = Indeks Williamson

Yi = PDRB per kapita (dalam kabupaten/kota)

푦 = PDRB per kapita (propinsi)

fi = Jumlah penduduk (dalam kabupaten/kota)

n = Jumlah penduduk (propinsi)

Nilai Indeks Williamson berkisar antara 0 – 1 (positif). Semakin

besar nilai indeksnya, maka semakin besar juga tingkat kesenjangan

pendapatan antar wilayah. Sebaliknya, semakin kecil nilai indeksnya,

maka semakin kecil pula tingkat kesenjangan yang terjadi di wilayah

tersebut. Ketidakmerataan tinggi terjadi pada nilai indeks diatas 0,50.

Sedangkan ketidakmerataan dikatakan rendah apabila nilai indeksnya

dibawah 0,50 (Syafrizal, 2008:108).

Page 43: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

23

2. Koefisien Gini

Koefisien gini merupakan ukuran kuantitatif agregat ketimpangan

pendapatan yang berkisar dari 0 (kemerataan kesempurnaan) sampai

dengan 1 (ketimpangan sempurna). Koefisien gini di ukur secara grafis

dengan membagi bidang yang terletak diantara garis pemerataan

sempurna dan kurva Lorenz dengan bidang yang terletak dibagian kanan

garis pemerataan dalam diagram Lorenz seperti pada gambar 2.1.

Semakin tinggi nilai koefisien, semakin tinggi pula tingkat ketimpangan

distribusi pendapatan. Sebaliknya semakin rendah nilai koefisien,

semakin merata pula distribusi pendapatan (Todaro, 2011: 257).

Gambar 2.1 Memperkirakan Koefisien Gini

Sumber : Todaro, 2007

Rumus statistik menghitung Koefisien Gini Rasio:

GR = 1 –∑푓푖(푌*푖 + 푌*푖 − 1)

Page 44: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

24

Keterangan :

GR : koefisien gini rasio

i : jumlah kelas/golongan/ kelompok pendapatan

Y*i : jumlah relative kumulatif pendapatan pada kelas/ golongan ke

i

Y*i-1 : Y*i kelas/ golongan sebelum ke-i

Fi : jumlah frekuensi relative pendapatan yang digolongkan

Indeks Gini memiliki beberapa kelebihan untuk dijadikan acuan

mengukur tingkat ketimpangan distribusi pendapatan, kelebihan tersebut

antara lain (Bappeda Kota Semarang, 2012: 7-8):

1. Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini

berarti bahwa jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat, ukuran

ketimpangan tidak akan berubah.

2. Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size

independence). Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan

seharusnya tidak berubah, jika kondisi lain tetap (ceteris

paribus).

3. Simetris. Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat

pendapatannya, seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuran

ketimpangan.

4. Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer

pandapatan dari si kaya ke si miskin akan menurunkan ketimpangan.

Page 45: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

25

Menurut Todaro (2011:253-259) membedakan dua ukuran

utama dari distribusi pendapatan baik untuk tujuan analisis maupun

kuantitatif, yaitu:

1. Distribusi pendapatan perorangan (personal distribution of income).

Distribusi pendapatan perorangan memberikan gambaran

tentang distribusi pendapatan yang diterima oleh individu

atau perorangan termasuk pula rumah tangga. Dalam konsep ini,

yang diperhatikan adalah seberapa banyak pendapatan yang

diterima oleh seseorang tidak dipersoalkan cara yang

dilakukan oleh individu atau rumah tangga yang mencari

penghasilan tersebut berasal dari bekerja atau sumber lainnya

seperti bunga, hadiah, keuntungan maupun warisan. Demikian

pula tempat dan sektor sumber pendapatan pun turut diabaikan.

2. Distribusi pendapatan fungsional

Distribusi pendapatan fungsional mencoba menerangkan

bagian dari pendapatan yang diterima oleh tiap faktor produksi.

Faktor produksi tersebut terdiri dari tanah atau sumber daya alam,

tenaga kerja, dan modal. Pendapatan didistribusikan sesuai dengan

fungsinya seperti buruh menerima upah, pemilik tanah memerima

sewa dan pemilik modal memerima bunga serta laba. Jadi

setiap faktor produksi memperoleh imbalan sesuai dengan

kontribusinya pada produksi nasional.

Page 46: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

26

C. Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi dapat didefinisikan sebagai: perkembangan

kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang di

produksikan dalam masyarakat bertambah. Kemampuan yang meningkat

ini disebabkan karena faktor-faktor produksi akan selalu mengalami

pertambahan dalam jumlah dan kualitasnya. Investasi akan menambah

jumlah barang modal. Teknologi yang digunakan berkembang. Disamping

itu tenaga kerja bertambah sebagai akibat perkembangan penduduk,

pengalaman kerja, dan pendidikan menambah keterampilan mereka

(Sadono Sukirno, 2011: 9-10).

Pertumbuhan ekonomi menurut Kuznets (dalam Jhingan, 2014:57)

adalah kenaikan jangka panjang dalam kemampuan suatu negara untuk

menyediakan semakin banyak jenis barang-barang ekonomi kepada

penduduknya. Definisi ini mempunyai tiga komponen utama yaitu :

1. Pertumbuhan ekonomi suatu bangsa terlihat dari meningkatnya

persediaan barang secara terus-menerus.

2. Teknologi maju merupakan faktor dalam pertumbuhan ekonomi yang

menentukan derajat.

3. Pertumbuhan kemampuan dalam penyediaan berbagai macam barang

kepada penduduk.

Page 47: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

27

4. Penggunaan teknologi secara luas dan efisien memerlukan adanya

penyesuaian di bidang kelembagaan dan ideology sehingga inovasi

yang dihasilkan dapat dimanfaatkan secara tepat.

Menurut Sadono Sukirno (2007:429-432) terdapat beberapa faktor

yang menentukan pertumbuhan ekonomi diantaranya:

1. Tanah dan kekayaan alam lainnya, kekayaan alam akan dapat

mempermudah usaha untuk mengembangkan perekonomian suatu

negara, terutama pada masa-masa permulaan dari proses pertumbuhan

ekonomi.

2. Jumlah dan mutu dari penduduk dan tenaga kerja, penduduk yang

bertambah akan memperbesar jumlah tenaga kerja, dan penambahan

tersebut memungkinkan negara itu menambah produksi diikuti dengan

pendidikan, latihan, pengalaman kerja, dan keterampilan penduduk

yang semakin tinggi.

3. Barang-barang modal dan tingkat teknologi, barang modal penting

artinya dalam mempertinggi keefisienan pertumbuhan ekonomi,

namun tanpa adanya perkembangan teknologi produktifitas barang

modal tidak akan mengalami perubahan dan tetap berada pada tingkat

yang sangat rendah.

4. Sistem sosial dan sikap masyarakat, adat istiadat yang tradisional dapat

menghambat masyarakat untuk menggunakan cara memproduksi yang

modern dan produktivitas yang tinggi.

Page 48: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

28

Menurut pandangan ekonom klasik, Adam Smith, David Ricardo,

Thomas Robert Malthus dan John Straurt Mill, maupun ekonom neo

klasik seperti Robert Solow dan Trevor Swan, mengemukakan bahwa

pada dasarnya ada empat faktor yang mempengaruhi pertumbuhan

ekonomi yaitu (1) jumlah penduduk, (2) jumlah stok barang modal, (3)

luas tanah dan kekayaan alam, dan (4) tingkat teknologi yang digunakan

(Kuncoro, 2004:129).

Menurut Boediono (dalam Kuncoro, 2004:129) mengartikan

pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan output per kapita dalam

jangka panjang. Di Indonesia, pertumbuhan ekonomi secara nasional

dilihat dari Produk Domestik Bruto (PDB), sedangkan untuk tingkat

provinsi atau daerah maka indikator yang digunakan adalah Produk

Domesti Regional Bruto (PDRB).

PDB atau PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang

dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau

merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh

unit ekonomi.Case dan Fair (2007:21) mengartikan GDP sebagai nilai

pasar dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu periode waktu tertentu

oleh faktor-faktor produksi yang berlokasi dalam suatu Negara. Faktor-

faktor produksi tersebut adalah tanah, tenaga kerja, dan modal.

Page 49: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

29

D. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

PDRB merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh

unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau merupakan jumlah nilai

barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.

PDRB atas harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang

dan jasa yang di hitung menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan

PDRB atas harga konstan menunujukan nilai tambah barang dan jasa

yang di hitung menggunakan harga pada tahun tertentu.

PDRB atas harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran

dan struktur ekonomi, sedang harga konstan digunakan untuk mengetahui

pertumbuhan ekonomi dari tahun ke tahun (BPS, publikasi tinjauan

PDRB, 2013:4). Menurut Sadono Sukirno (2007 : 37-45) untuk

menghitung angka PDRB ada tiga pendekatan yang dapat digunakan,

yaitu:

1. PDRB Pendekatan Produksi

PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh berbagai unit produksi barang dan jasa akhir yang

dihasilkan oleh berbagai unit produksi yang berada di suatu

wilayah /provinsi dalam periode tertentu (biasanya satu tahun).

Unit-unit tersebut dikelompokan menjadi 9 lapangan usaha yaitu:

a. Pertanian, peternakan, kehutanan, dan perikanan,

b. Pertambangan dan penggalian

c. Industry pengelolaan

Page 50: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

30

d. Listrik, gas, dan Air bersih

e. Konstruksi

f. Perdagangan, hotel,dan restoran

g. Pengangkutan dan komunikasi

h. Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan,

i. Jasa-jasa termasuk jasa pelayanan pemerintah.

2. PDRB Pendekatan Pendapatan

PDRB menurut pendapatan merupakan jumlah balas jasa yang

diterima oleh faktor-faktor produksi yang ikut serta dalam prose

produksi di suatu region dalam jangka waktu tertentu yaitu satu tahun.

Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan

gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan semuanya sebelum

dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung dan lainnya.

Dalam definisi ini, PDRB mencakup juga penyusutan dan pajak tak

langsung neto sedangkan jumlah semua komponen pendapatan ini

pers sektor disebut sebagai nilai tambah bruto sektoral. Oleh karena

itu, PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor

(lapangan usaha).

3. PDRB Pendekatan Pengeluaran

Salah satu cara/pendekatan untuk mengetahui nilai PDRB

dengan melihat sisi pengeluaran. Pos pendapatan nasional membagi

GDP menjadi 4 kelompok pengeluaran yaitu : Konsumsi, investasi,

pengeluaran pemerintah , ekspor bersih (NX).

Page 51: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

31

E. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dengan Ketimpangan Pendapatan

Pertumbuhan ekonomi bersumber dari tersedianya modal. Modal

disediakan oleh penduduk berpendapatan tinggi (kapitalis). Kapitalis

menanamkan modalnya di sektor industri, karena sektor industry memiliki

produktivitas yang tinggi. Tingkat produktivitas yang tinggi merupakan

pertimbangan yang penting bagi pemilik modal dalam menanamkan

modalnya, agar diperoleh keuntungan yang tinggi.

Maka dapat disimpulkan bahwa pertumbuhan harus memiliki

produktivitas yang tinggi, produktivitas yang tinggi dapat diwujudkan

karena modal yang besar , modal yang besar diakumulasikan oleh investasi

, investasi yang besar disediakan oleh penduduk yang berpendapatan

tinggi. Distribusi pendapatan dapat dikatakan sebagai kekuatan dan

pertumbuhan ekonomi sebagai produk atau hasilnya (Kuncoro, 2004:76).

Menurut Simon Kuznets (Todaro, 2007:277-278) mengatakan

bahwa pada tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan

cenderung memburuk, namun pada tahap selanjutnya, distribusi

pendapatannya akan membaik. Observasi inilah yang kemudian dikenal

sebagai kurva Kuznets “U-terbalik”, karena perubahan longitudinal (time-

series) dalam distribusi pendapatan. Kurva Kuznets dapat dihasilkan

oleh proses pertumbuhan berkesinambungan yang berasal dari

perluasan sektor modern. Koefisien Gini tampak seperti kurva

berbentuk “U Terbalik”, seiring dengan naiknya PDRB, seperti terlihat

pada gambar 2.2.

Page 52: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

32

Gambar 2.2 Kurva Kuznets “U-Terbalik”

Sumber : Todaro, 2007

Nicholas Kaldor (1960) (dalam Jhingan, 2014:246), menyatakan

bahwa semakin tidak merata pola distribusi pendapatan antara

masyarakat miskin dengan masyarakat kaya atau masyrakat pedesaan

dengan masyarakat perkotaan, semakin tinggi pula laju

pertumbuhan . Hal ini disebabkan karena t ingkat tabungan

masyarakat kaya lebih besar dari tingkat tabungan

masyrakat dapat meningkatkan aggregate saving rate yang

diikuti oleh peningkatan investasi dan pertumbuhan ekonomi. .

Dengan demikian, model Kuznets dan Kaldor menunjukkan adanya

trade off atau pilihan antara pertumbuhan PDRB yang lambat tetapi

dengan distribusi pendapatan yang lebih merata atau pertumbuhan

ekonomi yang cepat dan tinggi dengan distribusi pendapatan yang

tidak merata.

Page 53: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

33

F. Penggangguran

Pengangguran adalah seseorang yang sudah digolongkan dalam

angkatan kerja yang secara aktif sedang mencari pekerjaan pada suatu

tingkat upah tertentu, tetapi tidak dapat memperoleh pekerjaan yang

diinginkannya. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka merupakan

jumlah orang yang menanggur sebagai persentase angkatan kerja

(Todaro, 2007:220).

Sedangkan menurut BPS (publikasi profil ketenagakerjaan, 2013 : 5-

6) pengangguran meliputi penduduk yang sedang mencari pekerjaan, atau

mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak mungkin mendapatkan

pekerjaan, atau sudah punya pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.

Tingkat pengangguran terbuka adalah ukuran yang menunjukkan

besarnya penduduk usia kerja yang termasuk dalam kelompok

penangguran. Di hitung dari perbandingan antara jumlah pencari kerja

dengan jumlah angkatan kerja, dan dinyatakan dalam persen.

Case dan Fair (2007:54-55) membagi pengangguran menjadi tiga

jenis, yaitu:

1. Pengangguran Friksional

Pengangguran ini merupakan pengangguran yang terjadi karena

mekanisme normal pasar tenaga kerja. Tingkat pengangguran ini tidak

pernah sama dengan nol, dan mungkin berubah dari waktu ke waktu.

Pengangguran ini menunjukkan masalah penyesuaian kerja atau

keahlian jangka pendek.

Page 54: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

34

2. Pengangguran Struktrural

Pengangguran struktural terjadi karena perubahan struktur

perekonomian yang disebabkan oleh hilangnya pekerjaan secara

signifikan dalam industri tertentu.

3. Pengangguran Siklis

Pengangguran siklis terjadi selama adanya resesi dan

depresi. Hal ini dikarenakan perusahaan berproduksi lebih

sedikit.

Menurut (Sukirno, 2011:328) pengangguran biasanya

dibedakan atas 4 jenis berdasarkan , antara lain:

1. Pengangguran friksional, yaitu pengangguran yang disebabkan

oleh tindakan seseorang pekerja untuk meninggalkan kerjanya dan

mencari kerja yang lebih baik atau sesuai dengan keinginannya.

2. Pengangguran struktural, yaitu pengangguran yang disebabkan

oleh adanya perubahan struktur dalam perekonomian ditandai dengan

adanya kemerosotan industry.

3. Pengangguran siklikal, yaitu pengangguran yang disebabkan oleh

kelebihan pengangguran alamiah dan berlaku sebagai akibat

pengurangan dalam permintaan agregat.

4. Pengangguran teknologi, yaitu pengangguran yang disebabkan karena

adanya pergantian tenaga manusia oleh mesin-mesin dan bahan kimia.

Menurut (Sukirno, 2011:328) pengangguran biasanya dibedakan

atas 4 jenis berdasarkan cirinya, antara lain:

Page 55: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

35

1. Pengangguran Terbuka (Open Unemployment).

Pengangguran terbuka adalah tenaga kerja yang betul-betul

tidak mempunyai pekerjaan. Pengangguran ini terjadi ada yang

karena belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara

maksimal dan ada juga yang karena malas mencari pekerjaan atau

malas bekerja.

2. Pengangguran Terselubung (Disguessed Unemployment).

Pengangguran terselubung yaitu pengangguran yang terjadi

karena terlalu banyaknya tenaga kerja untuk satu unit pekerjaan padahal

dengan mengurangi tenaga kerja tersebut sampai jumlah tertentu tetap

tidak mengurangi jumlah produksi. Pengangguran terselubung bisa

juga terjadi karena seseorang yang bekerja tidak sesuai dengan bakat

dan kemampuannya, akhirnya bekerja tidak optimal.

3. Setengah Menganggur (Under Unemployment)

Setengah menganggur ialah tenaga kerja yang tidak bekerja

secara optimal karena tidak ada pekerjaan untuk sementara

waktu. Ada yang mengatakan bahwa tenaga kerja setengah

menganggur ini adalah tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam

dalam seminggu atau kurang dari 7 jam sehari. Misalnya seorang

buruh bangunan yang telahmenyelesaikan pekerjaan di suatu proyek,

untuk sementara menganggur sambil menunggu proyek berikutnya.

4. Pengangguran Musiman (Seasonal)

Page 56: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

36

Pengangguran ini terdapat di sektor pertanian dan perikanan,

pada musim hujan penyadap karet dan nelayan tidak dapat melakukan

pekerjaan mereka dan terpaksa mengganggur.

G. Hubungan Pengangguran Terbuka terhadap Ketimpangan

Pendapatan

Menurut Sjafrizal (Syafrizal, 2008:117) faktor-faktor yang

mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah salah satunya

adalah karena perbedaan kondisi demografis. Demografis disini

meliputi perbedaan tingkat pertumbuhan dan struktur kependudukan,

perbedaan tingkat pendidikan dan kesehatan, dan perbedaan kondisi

ketenagakerjaan termasuk didalamnya adalah tingkat pengangguran.

Daerah dengan kondisi demografisnya baik akan mempunyai produktivitas

kerja yang lebih tinggi sehingga akan mendorong peningkatan investasi ke

daerah yang bersangkutan.

Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi ketimpangan

pembangunan antar wilayah karena hal ini akan berpengaruh terhadap

produktivitas kerja masyarakat. Daerah dengan kondisi demografis yang

baik akan cenderung mempunyai produktivitas kerja yang lebih tinggi

sehingga hal ini akan mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya

akan meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi

daerah yang bersangkutan.

Page 57: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

37

Tingkat pengangguran yang tinggi mengindikasikan tingkat

kesejahteraan masyarakatnya masih rendah, demikian pula sebaliknya.

Indikator ini sangat penting bagi Indonesia sebagai negara dengan

penduduk dengan jumlah yang besar sehingga penyediaan lapangan

kerja yang lebih banyak merupakan sasaran utama pembangunan daerah

yang bersifat strategis

H. BELANJA MODAL

Belanja modal merupakan salah satu komponen belanja langsung

yang digunakan untuk membiayai kebutuhan investasi. Belanja modal

yaitu pengeluaran yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan

dapat menambah aset pemerintah yang selanjutnya meningkatkan

biaya pemeliharaan (Mardiasmo, 2009:67).

Menurut Halim (2004:73), “Belanja Modal merupakan belanja

pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi satu tahun anggaran dan

akan menambah aset atau kekayaan daerah dan selanjutnya akan

menambah belanja yang bersifat rutin seperti biaya pemeliharaan pada

Kelompok Belanja Administrasi Umum”.

Berdasarkan Permendagri No 13 Tahun 2006 yang

diubah menjadi Permendagri No 59 Tahun 2007 pasal 53 ayat

(1), Belanja modal digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan

dalam rangka pengadaan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai

manfaat lebih dan 12 (duabelas) bulan untuk digunakan dalam

kegiatan pemerintahan. (2) Nilai aset tetap berwujud yang dianggarkan

Page 58: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

38

dalam belanja modal sebesar harga beli/bangun aset ditambah seluruh

belanja yang terkait dengan pengadaan/pembangunan aset sampai aset

tersebut siap digunakan. (4) Kepala daerah menetapkan batas minimal

kapitalisasi (capitalization threshold) sebagai dasar pembebanan

belanja modal.

Menurut Syaiful (dalam Firstanto, 2015:21), Belanja Modal dapat

dikategorikan dalam 5(lima) kategori utama:

1. Belanja Modal Tanah

Belanja Modal Tanah adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/ pembelian/ pembebasan,

penyelesaian, balik nama dan sewa tanah, pengosongan,

pengurugan, perataan, pematangan tanah, pembuatan sertifikat dan

pengeluaran lainnya sehubungan dengan perolehan hak atas tanah

dimaksud dalam kondisi siap pakai.

2. Belanja Modal Peralatan dan Mesin

Belanja Modal Peralatan dan Mesin adalah

pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/

penggantian, dan peningkatan kapasitas peralatan dan mesin serta

inventaris kantor yang memberikan manfaat lebih dari 12 (dua

belas) bulan dan sampai peralatan dan mesin dimaksud dalam

kondisi siap pakai.

3. Belanja Modal Gedung dan Bangunan

Page 59: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

39

Belanja Modal Gedung dan Bangunan adalah pengeluaran/

biaya yang digunakan untuk pengadaan/ penambahan/

penggantian, termasuk pengeluaran untuk perencanaan,

pengawasan dan pengelolaan pembangunan gedung dan bangunan

yang menambah kapasitas sampai gedung dan bangunan

dimaksud dalam kondisi siap pakai.

4. Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan

Belanja Modal Jalan, Irigasi dan Jaringan adalah

pengeluaran/biaya yang digunakan untuk pengadaan/

penambahan/ penggantian/ peningkatan, pembangunan/

pembuatan serta perawatan dan termasuk pengeluaran

untuk perencanaan, pengawasan dan pengelolaan jalan irigasi dan

jaringan yang menambah kapasitas sampai jalan irigasi dan

jaringan dimaksud dalam kondisi siap pakai.

5. Belanja Modal Fisik Lainnya

Belanja Modal Fisik Lainnya adalah pengeluaran/biaya yang

digunakan untuk pengadaan/ penambahan/ penggantian/ peningkatan

pembangunan/pembuatan serta perawatan terhadap fisik lainya yang

tidak dapat dikategorikan dalam kriteria belanja modal tanah,

peralatan dan mesin, gedung dan bangunan, dan jalan irigasi

dan jaringan termasuk dalam belanja ini adalah belanja kontrak sewa

beli, pembelian barang-barang kesenian, barang purbakala dan barang

Page 60: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

40

untuk museum, hewan ternak dan tanaman, buku-buku dan jurnal

ilmiah.

Menurut Wagner dalam suatu hukum bahwa dalam suatu

perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara

relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat,hal itu disebabkan

karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam

masyarakat, hukum, pendidikan, rekreasi, kebudayaan dan sebagainya.

Pengeluaran pemerintah menurut teori Wagner yaitu meningkatnya

peran pemerintah dalam kegiatan ekonomi sebagai suatu keseluruhan.

Teori Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut

organic theory of state yaitu teori organis yang menganggap pemerintah

sebagai individu yang bertindak bebas. (Mangkoesoebroto, 1993:172).

I. Hubungan Belanja Modal dengan Ketimpangan Pendapatan

Menurut Sjafrizal (2008:121), bahwa dalam mengatasi ketimpangan

wilayah dapat dilakukan dengan pembangunan sarana dan prasarana

perhubungan, mendorong transmigrasi dan migrasi spontan,

pembangunan pusat-pusat pertumbuhan yang baru di daerah berskala

kecil, dan kebijakan fiskal wilayah yang mendukung penyelesaian

masalah ketimpangan. Maka dalam upaya penyelesaian masalah

ketimpangan tersebut, diperlukan pengeluaran pemerintah daerah yang

sudah terkordinir yang dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi di

daerah berskala kecil.

Page 61: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

41

Menurut Wagner dalam suatu hukum bahwa dalam suatu

perekonomian, apabila pendapatan perkapita meningkat maka secara

relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Dimana semakin

besar anggaran daerah yang dikeluarkan maka pemerintah akan semakin

mudah untuk membiayai dan memenuhi kebutuhan publik. Disini peran

pemerintah dalam hal investasi swasta di daerah tertinggal sangat

dibutuhkan.

Investasi dibutuhkan untuk mendorong lebih besar daya produksi di

daerah. Melalui modal yang ditanamkan oleh investor di daerah, akan

mendorong diversifikasi produksi dan bentuk-bentuk kegiatan ekonomi.

Implikasi lanjutan dari hal itu secara teoritis akan membuka banyak

alternatif lapangan pekerjaan dan kesempatan kerja, sehingga akan

meningkatkan kurva pendapatan daerah serta kesejahteraan masyarakat

(Pheni Chalid, 2005;126).

Menurut Majidi (dalam Kuncoro, 2004:133) strategi alokasi

anggaran itu harus mendorong dan mempercepat pertumbuhan ekonomi

nasional sekaligus menjadi alat mengurangi kesenjangan/ketimpangan

regional.

Pada daerah ini diharapkan pemerintah dapat meningkatkan daya

tarik investor untuk membangun infrastruktur seperti jalan raya, tol,

irigasi, dan listrik. Sehingga dengan adanya pembangunan tersebut dapat

mempermudah kegiatan perekonomian dengan pendistribusian yang

lancar. Hal ini dapat menyebabkan daerah-daerah tertinggal dapat lebih

Page 62: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

42

maju lagi dan dapat bersaing dengan daerah lain yang sudah maju dan

tentunya akan berdampak kepada penurunan ketimpangan.

J. Penelitian Terdahulu

Penelitian yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi, tingkat

pengangguran terbuka, dan belanja modal terhadap ketimpangan

pendapatan telah banyak dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

Diantaranya sebagai berikut:

1. Tesis yang berjudul “Pembangunan Ekonomi dan Ketimpangan

Pendapatan Antar Provinsi di Koridor Ekonomi Indonesia” oleh

Susianti. Data yang digunakan dalam analisis ini adalah data

sekunder runtut waktu dari tahun 2005 – 2013. Analisis ini

menggunakan analisis data panel pada 33 provinsi dengan

menganalisis koridor ekonomi di Indonesia meliputi, Koridor

Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan

Papua-Kep.Maluku. Berdasarkan Uji-Lagrange memilih Random

Effect Model untuk menentukan model estimasi yang tepat dan

terbaik digunakan untuk mengetahui PDRB Per Kapita, Keterbukaan

ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, dan Tingkat Pengangguran

Terbuka terhadap Ketimpangan Pendapatan di Indonesia periode

2005-2013. Hasil analisis regresi data panel menunjukkan

keterbukaan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

ketimpangan pendapatan , Indeks Pembangunan Manusia dan

Page 63: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

43

Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh negatif dan

signifikan terhadap Ketimpangan.

2. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kesenjangan Pendapatan di Jawa Tengah” oleh Annis Ganis

Darmajati selama lima tahun (2004-2008). Model yang digunakan

dalam penelitian ini didasarkan pada Hipotesis Kuznets. Variabelnya

adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat Pengangguran, angka

partisipasi kasar , aglomerasi dan kesenjangan. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah panel data dengan pendekatan

PLS (Panel Least Squares).

Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh variabel independen

berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan pendapatan di Jawa

Tengah. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis Kuznets berlaku dalam

penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari hubungan positif antara

pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan pendapatan.

3. Skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Pulau Jawa “ oleh Ani

Nurlaili. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data

yang digunakan berupa cross section 6 provinsi se Jawa dan time

series selama 2007-2013. Data diolah dengan analisis data panel

dengan regresi fixed effect model.

Seluruh variabel penelitian berpengaruh secara simultan terhadap

ketimpangan distribusi pendapatan. Secara parsial variabel PDRB per

Page 64: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

44

kapita, populasi penduduk, dan tingkat pengangguran terbuka (TPT)

berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan distribusi

pendapatan, sementara derajat desentralisasi fiskal tidak

berpengaruh terhadap ketimpangan distribusi pendapatan.

4. Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Laju GDP Per Kapita,Tingkat

Pengangguran dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita

terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa Timur”

oleh Bayu Permana Putra. Penelitian ini dilakukan pada semester

genap tahun pelajaran 2009/2010 dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat

provinsi Jawa Timur. Analisis data yang digunakan dengan model

analisis regresi linier berganda dan di olah dengan menggunakan

SPSS. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa

tingkat pengangguran, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita dan

laju GDP per kapita berpengaruh terhadap distribusi pendapatan di

provinsi Jawa Timur.

5. Jurnal yang berjudul “Analisis Ketimpangan Pembangunan Provinsi

Banten Pasca Pemekaran” oleh Ketut Wahyu Dhyatmika, Penelitian

ini dilakukan dengan menggunakan 1) Indeks Williamson untuk

mengukur ketimpangan pembangunan antar daerah, 2) Tipologi

Klassen untuk mengkelompokan tiap-tiap daerah berdasarkan

pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita, 3) Analisis panel

data dengan metode Fixed Effect Model (FEM) dengan waktu

Page 65: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

45

penelitian tahun 2001-2011. Penelitian ini menggunakan software

Eviews 6.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat ketimpangan

pembangunan di Provinsi Banten cenderung meningkat.

Berdasarkan tipologi klassen, Kota Tangerang dan Cilegon berada

pada kelompok daerah maju dan cepat berkembang, Kabupaten

Tangerang pada kelompok daerah berkembang cepat dan daerah

lainnya berada pada kategori daerah tertinggal. Hasil analisis data

panel dengan metode FEM, penanaman modal asing (PMA)

berpengaruh positif dan pengeluaran pemerintah (GE) berpengaruh

negatif terhadap ketimpangan, sedangkan variabel tingkat

pengangguran (UE) tidak berpengaruh terhadap ketimpangan

pembangunan di Provinsi Banten pasca pemekaran wilayah.

6. Skripsi yang berjudul “ Dana Perimbangan dan Alokasi Belanja

Modal serta Implikasinya terhadap Ketimpangan Daerah di Provinsi

Sulawesi Selatan tahun 2009-2013” oleh Mirah Midadan. Metode

penelitian yang digunakan adalah analisis panel data dengan

menggunakan program eviews 8. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa variabel dana perimbangan tidak berpengaruh terhadap

ketimpangan daerah secara langsung dan variabel belanja modal

berpengaruh negatif terhadap ketimpangan daerah secara langsung.

Pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap ketimpangan

Page 66: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

46

daerah secara langsung. Di lain sisi, variabel dana perimbangan dan

belanja modal berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

7. Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal

Asing, Penanaman Modal Dalam Negeri, dan Tingkat Pendapatan

terhadap Kesenjangan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinisi

Istimewa Yogyakarta tahun 2003-2013” oleh Vina Refriana.

Penelitian ini menggunakan rasio gini dan menggunakan analisis data

panel dengan Fixed Effect Model (FEM).

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pendidikan dan penanaman

modal asing berhubungan negatif dan signifikan terhadap kesenjangan

pendapatan.Namun, penanaman modal dalam negeri dan PDRB per

Kapita memiliki pengaruh yang negatif dan tidak signifikan.

8. Jurnal yang berjudul “ Income Inequility and Economic Growth:

Enhancing or Retarding Impact?” oleh Kamila Mekenbayeva dan

Semih Baris Karakus. Variable yang digunakan adalah koefisien gini

dan pertumbuhan ekonomi 9 negara tahun1980-2009. Metode yang

digunakan adalah analisis data panel unit root test dan panel

cointegration test serta menggunakan alat analisis random effect

model. Hasil penelitian tersebut dalam panel cointegration test

hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan gini.

9. Jurnal yang berjudul “Fiscal Decentralization, Commitment, and

Regional Inequality”. Evience from State-level Cross-sectional Data

for the United States oleh Akai dan Sakata. Variabel yang digunakan

Page 67: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

47

dalam penelitian ini adalah Koefisien Gini Desentralisasi, GDP per

kapita, panjang jalan, tingkat metropolitan, tingkat pendidikan,

manufaktur, efek politik, investasi, tingkat pengangguran, dan

populasi. Dengan hasil analisis variabel desentralisasi, GDP

perkapita, tingkat pengangguran signifikan dan berhubungan negatif

dengan ketimpangan, sedangkan variabel panjang jalan,

tingkat metropolitan,pendidikan,manufaktur, dan investasi signifikan

dan berhubungan negatif terhadap ketimpangan.

10. Disertasi yang berjudul “Pengaruh Alokasi Belanja Modal terhadap

Pertumbuhan Ekonomi , Ketimpangan Pendapatan, Penyerapan

Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota di

Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2008-2013” oleh Sabir.

Penelitian ini menggunakan data panel. Variabel yang digunakan

adalah Belanja Modal, Pertumbuhan Ekonomi, Indeks Entropi Theil,

Penyerapan Tenaga Kerja dan Kesejahteraan Mayarakat (Indeks

Pembangunan Manusia) Hasil penelitian ini adalah Alokasi Belanja

Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi daerah , ketimpangan pendapatan. Alokasi Belanja Modal

dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap daerah penyerapan tenaga kerja. Alokasi Belanja Modal

dan pertumbuhan ekonomi berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat.

Page 68: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

48

Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu

Judul dan

Nama

Peneliti

Variable

Penelitian

Alat

Analisis

Hasil

Penelitian

Susianti Variable Y : Ketimpangan Pendapatan Variable X : PDRB per Kapita, Keterbukaan Ekonomi, Indeks Pembangunan Manusia, Tingkat Pengangguran Terbuka

Regresi Panel

Keterbukaan ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan pendapatan, IPM dan pengangguran terbuka berpengaruh negatif dan signifikan terhadap ketimpangan.

Annisa Ganis Darmajati

Variable Y : Ketimpangan Pendapatan Variable X: Tingkat pengangguran, Angka Partisipasi Kasar, Aglomerasi

Data Panel

Seluruh variabel independen berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Ani Nurlaili

Variable Y : Ketimpangan Pendapatan Variable X: PDRB Per Kapita, Populasi Penduduk, Tingkat Pengangguran Terbuka, Derajat Desentralisasi Fiskal

Data Panel, Fixed Effect Model

PDRB Per Kapita, Populasi Penduduk, Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh positif signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Page 69: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

49

Derajat Desentralisasi Fiskal tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Bayu Permana Putra

Variable Y : Ketimpangan Pendapatan Variable X: GDP Per Kapita, , Tingkat Pengangguran, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita

Analisis Regresi Linier

Berganda

GDP Per Kapita, , Tingkat Pengangguran, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja Wanita berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Ketut Wahyu Dhyatmika

Variable Y : Ketimpangan Pembangunan Variable X: Penanaman Modal Asing. Pengeluaran Pemerintah, Tingkat Pengangguran

Data Panel, Fixed Effect Model

Penanaman Modal Asing berpengaruh positif dan Pengeluaran Pemerintah berpengaruh negatif terhadap ketimpangan pendapatan dan Tingkat Pengangguran tidak berpengaruh signifikan terhadap ketimpangan pendapatan.

Mirah Midadan

Variable Y : Ketimpangan Daerah Variable X: Dana perimbangan,

Data Panel

Dana perimbangan tidak berpengaruh secara langsung dan belanja modal berpengaruh

Page 70: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

50

belanja modal negative terhadap ketimpangan daerah.

Vina Refrina

Variable Y : Kesenjangan Ekonomi Variable X: Pendidikan, PMA(Penanaman Modal Asing, Penanman Modal dalam Negeri, Pendapatan( PDB per kapita)

Koefisien Gini,Data

Panel, Fixed Effect Model

Pendidikan dan PMA(Penanaman Modal Asing berpengaruh negatif signifikan terhadap ksenjangan pendapatan Penanman Modal dalam Negeri dan PDRB per Kapita memiliki pengaruh yang negatife dan tidak signifikan.

Kamila Mekenbayeva dan Semih Baris Karakus

Variable Y : Koefisien Gini Variable X: Pertumbuhan Ekonomi

Data Panel, Random Effect Model

Terdapat hubungan jangka panjang antara pertumbuhan ekonomi dan koefisien gini.

Nobuo Akai dan Masayo

Sakata

Variable Y : Koefisien Gini Variable X: Desentralisasi, GDP per kapita, panjang jalan, tingkat metropolitan, tingkat pendidikan, manufaktur, efek politik, investasi, tingkat pengangguran, populasi

Regresi Data Panel

Variabel desentralisasi, GDP per kapita, tingkat pengangguran signifikan dan berhubungan negatif dengan ketimpangan, sedangkan variabel panjang jalan, tingkat metropolitan, pendidikan, manufaktur, dan investasi signifikan dan berhubungan negatif terhadap ketimpangan

Sabir Variabel Y: Model Alokasi Belanja

Page 71: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

51

Indeks Entropi Theil Variable X: Pertumbuhan Ekonomi , Ketimpangan Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Masyarakat

Panel. Pooled data

Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi daerah , ketimpangan pendapatan.

K. Kerangka Berpikir

Ketimpangan Pendapatan merupakan permasalahan ekonomi yang

kompleks dan harus segera di selesaikan.Penelitian ini menggunakan rasio

gini sebagai alat ukur dari ketimpangan pendapatan.

Dalam penelitian ini terdapat beberapa variabel independent yaitu (X1)

pertumbuhan ekonomi yang menggambarkan tingkat kesejahteraan

masyarakat , (X2)tingkat pengangguran terbuka yang menggambarkan

seberapa besar tenaga kerja yang terserap , dan (X3) belanja modal yang

dapat mempengaruhi tersedianya lapangan pekerjaan dengan

pembangunan infrastruktur yang produktif yang dapat menyerap tenaga

kerja.

Page 72: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

52

Berikut adalah kerangka pemikiran dari penelitian ini :

Gambar 2.3 Kerangka Pemikiran

Hipotesis :

1. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

ketimpangan pendapatan. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka

ketimpangan pendapatan akan berkurang.

2. Pengangguran terbuka berpengaruh positif dan signifikan terhadap

ketimpangan pendapatan. Semakin tinggi pengangguran terbuka maka

akan semakin tinggi ketimpangan pendapatan.

3. Belanja Modal berpengaruh negatif dan signifikan terhadap

ketimpangan pendapatan. Semakin besar belanja modal yang

dikeluarkan maka ketimpangan pendapatan akan semakin berkurang.

Pertumbuhan Ekonomi

(X1)

Rasio Gini

(Y)

Tingkat Pengangguran Terbuka

(X2)

Belanja Modal

(X3)

Page 73: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

53

L. Hipotesis Penelitian

Penelitian ini menganalisis ketimpangan pendapatan antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah. Dengan menggunakan variabel

Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), dan

Belanja Modal dan juga Ketimpangan Pendapatan yang digambarkan

dengan rasio gini.

Dalam Skripsi yang berjudul “ Pengaruh Laju GDP Per

Kapita,Tingkat Pengangguran dan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

Wanita terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan di Provinsi Jawa

Timur” oleh Bayu Permana Putra. Penelitian ini dilakukan pada semester

genap tahun pelajaran 2009/2010 dengan menggunakan pendekatan

kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat

provinsi Jawa Timur. Analisis data yang digunakan dengan model analisis

regresi linier berganda dan di olah dengan menggunakan SPSS.

Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat

pengangguran, tingkat partisipasi angkatan kerja wanita dan laju GDP per

kapita berpengaruh terhadap distribusi pendapatan di provinsi Jawa Timur.

Dalam Skripsi yang berjudul “ Dana Perimbangan dan Alokasi

Belanja Modal serta Implikasinya terhadap Ketimpangan Daerah di

Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2009-2013” oleh Mirah Midadan.

Metode penelitian yang digunakan adalah analisis panel data dengan

menggunakan program eviews 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

variabel dana perimbangan tidak berpengaruh terhadap ketimpangan

Page 74: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

54

daerah secara langsung dan variabel belanja modal berpengaruh negatif

terhadap ketimpangan daerah secara langsung. Pertumbuhan ekonomi

berpengaruh positif terhadap ketimpangan daerah secara langsung. Di lain

sisi, variabel dana perimbangan dan belanja modal berpengaruh positif

terhadap pertumbuhan ekonomi.

Berdasarkan penelitian terdahulu di atas dan rumusan masalah pada

bab sebelumnya , maka peneliti akan menjelaskan hubungan antara

variabel-variabel terkait untuk dilakukan pengujian ada atau tidaknya

pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil dari

hipotesis sementara dalam penelitian ini meliputi :

1. H1 : Terdapat pengaruh secara bersama-sama antara variabel

independen Pertumbuhan Ekonomi (X1), Tingkat Pengangguran

Terbuka (TPT) (X2), dan Belanja Modal (X3), terhadap variabel

dependen Rasio Gini (Y).

H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh secara bersama- antara

variabel independen Pertumbuhan Ekonomi (X1), Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) (X2), dan Belanja Modal (X3), terhadap

variabel dependen Rasio Gini (Y).

2. H1 : Terdapat pengaruh antara variabel independen Pertumbuhan

Ekonomi (X1) terhadap variabel dependen Rasio Gini (Y).

H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen

Pertumbuhan Ekonomi (X1) terhadap variabel dependen Rasio Gini

(Y).

Page 75: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

55

3. H1 : Terdapat pengaruh antara variabel independen Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) (X2) terhadap variabel dependen Rasio

Gini (Y).

H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen ,

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) (X2) terhadap variabel

dependen Rasio Gini (Y).

4. H1 : Terdapat pengaruh antara variabel independen Belanja Modal

(X3) terhadap variabel dependen Rasio Gini (Y).

H0 : Diduga tidak terdapat pengaruh antara variabel independen

Belanja Modal (X3) terhadap variabel dependen Rasio Gini (Y).

Page 76: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

56

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini menggunakan satu variabel dependen yaitu

ketimpangan pendapatan dan dan tiga variabel independen yaitu

independen Pertumbuhan Ekonomi (X1), Tingkat Pengangguran Terbuka

(TPT) (X2), dan Belanja Modal (X3). Data yang digunakan adalah data

sekunder, yaitu data yang diperoleh berdasarkan informasi yang telah

disusun dan dipublikasikan oleh instansi tertentu. Dalam penelitian ini

menggunakan Analisis Regresi Data Panel, yaitu analisis yang

menggabungkan data time series dan cross section. Adapun data time

series yang digunakan adalah tahun 2007-2013, selain itu data cross

section yaitu 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah.

B. Metode Penentuan Sampel

Sampel adalah kelompok kecil yang diamati dan merupakan bagian

dari populasi sehingga sifat dan karakteristik poupulasi juga dimiliki

sampel (Syarifudin, 2011:124). Sampel merupakan hal yang penting

dalam penelitian kuantitatif dan harus sesuai dengan variabel yang diteliti

agar mendapatkan hasil yang diharapkan atau tidak mengalami kekeliruan.

Dalam menentukan jumlah sampel yang akan di ambil , penelitian ini

menggunakan purposive sampling yaitu penarikan sampel yang dilakukan

karena tujuan penelitian dan hanya dimaksudkan untuk mengungkap

variabel sebatas itu saja. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

Page 77: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

57

adalah 35 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah yang meliputi 29

daerah Kabupaten dan 6 daerah Kota.

C. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari

BPS Jawa Tengah , data yang diperoleh meliputi : Rasio Gini, PDRB Atas

Dasar Harga Konstan, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Direktorat

Jendral Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, data yang

diperoleh meliputi : Belanja Modal. Secara keseluruhan data menurut

Kabupaten/Kota tahun 2007-2013.

D. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

pendekatan kuantitatif, yaitu pendekatan yang menekankan pada angka-

angka dalam penelitiannya dengan model ekonometrik untuk

mendapatkan gambaran hubungan antara variabel-variabel yang

digunakan dalam penelitian ini. Dan alat pengolah data dalam penelitian

ini menggunakan Software Microsoft Excel dan Eviews 8.

a. Metode Data Panel

Menurut (Kusrini,2010:180) bahwa data panel merupakan

gabungan antara data berkala (time series) dan data individual (cross

section). Data time series adalah data yang dikumpulkan dari waktu

ke waktu terhadap suatu individu. Sedangkan data cross section

merupakan data yang dikumpulkan dalam satu waktu terhadap

banyak individu.

Page 78: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

58

Model dengan data cross section :

Yi = α + βXi + ei ; i = 1,2,…,N

N = Banyaknya data cross section

Model dengan data time series :

Yt = α + βXt + et ; t = 1,2,….,T

T = Banyaknya data time series

Model dengan data panel :

Yit = α + βXit + eit ; i = 1,2,…,N; t= 1,2,….,T

N = Banyaknya data cross section

T = Banyaknya data time series

N*T = Banyaknya data panel

Menurut (Kusrini,2010:181), menjelaskan bahwa estimasi data

panel memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:

a. Apabila data panel berhubungan dengan data berbagai individu,

negara bagian (propinsi), negara dan lainnya antar waktu,

maka heterogenitas antar unit dapat dikendalikan.

b. Dengan mengkombinasikan observasi berdasarkan deret

waktu dan kerat lintang, maka data panel memberikan

informasi yang relatif lebih lengkap, bervariasi, kolineritas antar

variabel menjadi berkurang, serta meningkatkan derajat

kebebasan.

c. Dengan meneliti data kerat lintang antar waktu, data panel

dapat digunakan untuk meneliti dinamika perubahan data kerat

Page 79: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

59

lintang, seperti mendeteksi tingkat pengangguran, dan mobilitas

pekerja.

d. Data panel dapat digunakan dalam membangun dan menguji

model perilaku yang lebih kompleks.

e. Data panel dapat digunakan untuk mempelajari model-model

perilaku misalnya fenomena perubahan skala ekonomi.

b. Pemodelan Data Panel

Metode estimasi dengan menggunakan data panel dapat

dikelompokkan menjadi sebagai berikut:

a. Pooled Least Square

Metode ini dilakukan dengan menggabungkan/mengkombinasikan

data time series dan cross section dengan metode OLS. Metode ini

tidak memperhatikan adanya perbedaan individu maupun waktu,

dimana intersep dan slope dianggap sama untuk setiap individu.

Menurut Winarno (2007:9.14), metode Pooled Least Square

merupakan teknik yang paling sederhana mengasumsikan bahwa

data gabungan yang ada, menunjukkan kondisi yang

sesungguhnya. Hasil analisis regresi dianggap berlaku pada semua

obyek pada semua waktu.

b. Metode Efek Tetap (Fixed Effect)

Metode efek tetap mengasumsikan adanya perbedaan intersep,

dimana intersep hanya bervariasi terhadap individu sedangkan

terhadap waktu adalah konstan. Disamping itu, metode ini

mengasumsikan bahwa slope antar individu dan waktu adalah

Page 80: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

60

konstan. Adapun yang dimaksud dengan efek tetap adalah setiap

individu memiliki konstanta yang tetap untuk berbagai

periode/waktu, demikian juga slope yang tetap untuk setiap

waktu. Dengan metode ini, perbedaan antar individu dapat

diketahui melalui perbedaan nilai intersep.

c. Metode Efek Acak (Random Effect)

Metode efek acak memperhitungkan residual yang diduga

memiliki hubungan antar individu dan antar waktu. Model panel

data yang di dalamnya melibatkan korelasi antar error term karena

berubahnya waktu dan berbeda observasi dapat diatasi dengan

pendekatan model komponen error atau disebut juga model

random effect.

Metode ini digunakan untuk mengatasi kelemahan metode efek

tetap yang menggunakan variabel semu, sehingga model

mengalami ketidakpastian. Syarat untuk menganalisis efek

random yaitu objek data silang harus lebih besar daripada

banyaknya koefisien

3. Pemilihan Model Data Panel

Untuk menguji permodelan regresi data panel ketiga estimasi

model regresi dengan melakukan Uji Chow dan Uji Hausman yang

ditujukan untuk menentukan apakah model data panel dapat

diregresi dengan metode Pooled Least Square, metode Fixed

Effect, atau metode Random Effect. (Widarjono,2007:258).

Page 81: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

61

a. PLS vs FEM ( Uji Chow)

Uji Chow digunakan untuk menentukan apakah model

data panel diregresi dengan metode Pooled Least Square atau

dengan metode Fixed Effect, apabila dari hasil uji tersebut

ditentukan bahwa metode Pooled Least Square yang digunakan,

maka tidak perlu diuji kembali dengan Uji Hausman, namun

apabila dari hasil Uji Chow tersebut ditentukan bahwa metode

Fixed Effect yang digunakan, maka harus ada uji lanjutan dengan

uji Hausman. Pengujian yang dilakukan menggunakan Chow-test

atau Likelihood ratio test, dengan asumsi yaitu:

H0: model mengikuti Pool,

H1: model mengikuti Fixed effect dan lanjut tes Hausman

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji

Chow adalah sebagai berikut :

1) Jika nilai p-value F > 0,05 artinya Ho terima : maka model

Pooled Least Square

2) Jika nilai p-value F < 0,05 artinya Ho ditolak: maka model

fixed effect dan dilanjutkan uji Hausman untuk memilih

apakah menggunakan model fixed effect atau random effect.

b. FEM vs REM (Uji Hausman)

Uji Hausman untuk memilih antara metode Fixed Effect atau

metode Random Effect yang akan digunakan untuk mengestimasi

Page 82: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

62

regresi data panel. Pengujian yang dilakukan menggunakan

Hausman test dengan asumsi, yaitu:

H0: model mengikuti Random Effect.

H1: model mengikuti Fixed Effect.

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan

kesimpulan uji Hausman adalah sebagai berikut :

1) Jika nilai p-value F > 0,05 artinya Ho terima : maka model

Random Effect

2) Jika nilai p-value F < 0,05 artinya Ho ditolak: maka model

Fixed Effect .

4. Model Empiris

Model persamaan dasar data panel yaitu :

Yit = β0 + β1 X1it + β2 X2it + β3 X3it + β4 X4it + 휇it ……….

Model persamaan yang akan diestimasi pada penelitian ini adalah

sebagai berikut:

RGit = β0 + β1 PEit + β2 TPTit + β3 BMit + 휇it ………….

Adanya perbedaan satuan dan besaran variabel bebas dalam

persamaan menyebabkan persamaan regresi harus dibuat dengan

model logaritma natural. Sehingga persamaan menjadi sebagai

berikut :

RGit = β0 + β1 LNPEit + β2 TPTit + β3 LNBMit +

휇it…………………………………………...

Page 83: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

63

Dimana :

RGit : Rasio Gini

PEit : Pertumbuhan Ekonomi di daerah i pada

periode t

TPTit : Tingkat Pengangguran Terbuka di daerah i

pada periode t

BMit : Belanja Modal di daerah i pada periode t

β0…. βn : Koefisien Regresi atau Konstan

휇it : Error Term

LN : Logaritma Linier

5. Uji Asumsi klasik

Suatu model dikatakan baik untuk alat prediksi apabila

mempunyai sifat- sifat tidak bias linier terbaik suatu penaksir.

Disamping itu suatu model dikatakan cukup apabila sudah lolos dari

serangkaian uji asumsi klasik yang melandasinya. Uji asumssi klasik

terdiri dari :

a. Uji Normalitas

Uji asumsi Klasik yang pertama adalah uji normalitas,

dilakukan untuk melihat bahwa suatu data terdistribusi dengan

normal atau tidak. Uji normalitas residual metode OLS secara

formal dapat dideteksi dari metode yang dikembangkan oleh

Jarque-Bera (J-B). Deteksi dengan melihat Jarque-Bera test yang

Page 84: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

64

merupakan asimtotis (sampel besar dan didasarkan atas residual

OLS).

Hipotesis :

H0 : Data terdistribusi normal

H1 : Data tidak terdistribusi normal

1) Jika probability JBtest lebih besar α 5% = data

berdistribusi normal (tolak H1, terima Ho)

2) Jika probability JBtest lebih kecil α 5% = data tidak

berdistribusi normal (terima H1, tolak Ho)

b. Multikolinearitas

Multikolinearitas artinya terdapat korelasi yang signifikan di

antara dua atau lebih variabel bebas dalam suatu model

regresi.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas

dalam model persamaan penelitian ini, penulis menggunakan

matriks korelasi (Correlation Matriks).

Indikasi awal adanya masalah multikolinearitas dalam model

adalah mempuyai standard error besar dan nilai statistik t

yang rendah. (Widarjono, 2007:113).

Cara menghilangkan multikolinearitas yaitu dengan cara

menghilangkan salah satu variabel independen yang mempunyai

hubungan linear kuat, mentransformasi variabel dan

menambahkan jumlah data. (Widarjono, 2007:120)

Page 85: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

65

Apabila pengujian multikolinearitas dilakukan dengan

menggunakan correlation matrix, jika hasilnya ada yang melebihi

dari 0,8, itu menandakan bahwa terjadi multikolinearitas yang

serius. Jika terjadi multikolinearitas yang serius, maka akan

berakibat buruk, karena hal tersebut akan mengakibatkan pada

kesalahan standar estimator yang besar. (Gujarati, 2006:68&71)

Hipotesis :

H0 : tidak ada multikolinieritas

H1 : ada multikolinieritas

1) Pada Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang dihasilkan <

0,8 = Tidak terdapat multikolineritas (tolak H1 terima Ho)

2) Pada Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang dihasilkan

sangat tinggi (umumnya > 0,8) = Terdapat multikolineritas.(

tolak Ho,terima H1)

c. Uji Heterokedastisitas

Salah satu asumsi yang penting dari model regresi linier

klasik adalah varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat

konstan. -Pada umumnya heteroskedastisitias sering terjadi pada

model-model yng menggunakan data silang cross section daripada

data runtut waktu time series. Adapun penyebab dari

heteroskedastisitas sebagai berikut :

Page 86: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

66

1) Database dari satu atau lebih varian mengandung nilai-nilai

dengan suatu jarak (range) yang lebar, yaitu jarak antara nilai

yang paling kecil dengan nilai paling besar adalah lebar.

2) Perbedaan laju pertumbuhan antara variabel-variabel

dependen dan independen adalah signifikan dalam periode

pengamatan untuk data runtut waktu.

3) Di dalam data itu sendiri memang terdapat heteroskedastisitas,

terutama pada data silang.

Apabila kondisi-kondisi tersebut di atas dipenuhi, maka

varian pada nilai rresidu akan berkorelasi dengan suatu varian

independen berubah naik atau turun, varian nilai residu itu akan

berubah naik atau turun. Inilah yang disebut persoalan

heteroskedastisitas (Yahya, 2004:74-76.)

Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya

heteroskedastisitas, diantaranya dapat menggunakan uji Park,

dimana jika nilai probabilitas seluruh variabel independen lebih

besar dari α= 5% maka dapat disimpulkan data terbebas dari

heteroskedastisitas.

Persoalan heteroskedastisitas seringkali ditangani dengan

dua cara pertama mentransformasi data dengan suatu faktor yang

tepat, kemudian baru menggunakan prosedur OLS terhadap data

yang telah ditransformasikan itu. Prosedur yang meliputi dua

Page 87: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

67

langkah ini sering di kenal dengan nama General Least Square

(GLS) (Yahya, 2004: 82)

d. Uji Autokorelasi

Autokorelasi merupakan pelonggaran asumsi klasik yang

menyatakan bahwa dalam pengamatan- pengamatan yang berbeda

tidak terdapat korelasi error term. Intisari autokorelasi adalah

bahwa error term pada satu periode waktu secara sistematik

tergantung kepada satu error term pada periode-periode waktu

yang lain (Yahya, 2004;58)

Pada umumnya ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya

autokorelasi, namun seringkali mendeteksi autokorelasi dengan

menggunakan Uji Durbin-Watson.

Tabel 3.1 Uji Durbin-Watson

Ada autokorelasi positif

Tidak dapat diputuskan

Tidak ada autokorelasi

Tidak dapat diputuskan

Ada autokorelasi negative

Apabila D-W berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model

tersebut tidak terdapat autokorelasi. Sebaliknya, jika DW tidak

berada diantara 1,54 hingga 2,46 maka model tersebut terdapat

autokorelasi. (Wing Wahyu, 2007:5.26).

0 dL du 4-du 4-dL

1,10 1,54 2,46 2,90

Page 88: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

68

Cara lain adalah Data terbebas autokorelasi jika nilai Durbin-

Watson berada di antara du dan 4-du atau du < DW < 4-du.

6. Uji Hipotesis

Pengujian ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel-

variabel independen secara individu dan bersama-sama

mempengaruhi signifikan terhadap variabel dependen.Uji statistik

meliputi Uji F, Uji t, dan Koefesien Determinasi.

a. Uji Signifikansi Simultan ( uji-F)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh semua

variabel independen terhadap variabel dependen secara

bersamaan. Pengujian ini bertujuan mendeteksi apakah semua

variabel independen secara serentak berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen. Untuk uji signifikansi F

dapat dilakukan dua cara, sebagai berikut:

1) Cara pertama dilakukan dengan membandingkan nilai F

hitung dengan F tabel dengan ketentuan sebagai berikut:

H1 ; β = berarti ada pengaruh yang signifikan dari

variabel independen terhadap variabel dependen secara

simultan.

Ho ; β = berarti tidak ada pengaruh yang signifikan dari

variabel independen terhadap variabel dependen secara

simultan.

Page 89: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

69

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % atau taraf

signifikan 5% (α=0,05) dengan kriteria penilaian sebagai

berikut:

(a) Jika F hitung > F tabel maka H1 diterima dan Ho

ditolak berarti terdapat pengaruh yang signifikan dari

variabel independen terhadap variabel dependen secara

simultan.

(b) Jika F hitung < F tabel maka Ho diterima dan H1

ditolak berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan

dari variabel independen terhadap variabel dependen

secara simultan

2) Cara kedua dilakukan dengan pengujian hipotesis yang

dilakukan dengan melihat p-value atau nilai probabilitas dari

F-Statistik. Konsep ini membandingkan α=5% dengan nilai

probabilitas. Jika p-value lebih kecil dari α=5% .

Maka dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang

signifikan dari variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan. Namun jika p-value lebih besar

dari α=5% maka tidak terdapat pengaruh yang signifikan

dari variabel independen terhadap variabel dependen secara

simultan.

b. Uji Parsial (uji-t)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh semua

variabel independen terhadap variabel dependen secara

Page 90: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

70

parsial atau individu. Pengujian ini bertujuan mendeteksi

apakah semua variabel independen secara parsial berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependen. Untuk uji

signifikansi t dapat dilakukan dua cara, sebagai berikut:

1) Cara pertama dilakukan dengan membandingkan nilai t hitung

dengan t tabel dengan ketentuan sebagai berikut :

(a) H1 ; β = berarti terdapat pengaruh yang signifikan dari

variabel independen terhadap variabel dependen secara

parsial.

(b) Ho ; β = berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan

dari variabel independen terhadap variabel dependen

secara parsial.

Tingkat kepercayaan yang digunakan adalah 95 % atau

taraf signifikan 5% (α=0,05) dengan kriteria penilaian sebagai

berikut :

(a) Jika t hitung > t tabel maka H1 diterima dan Ho ditolak

berarti terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial.

(b) Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima dan H1 ditolak

berarti tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel

independen terhadap variabel dependen secara parsial.

2) Cara kedua dilakukan dengan pengujian hipotesis yang

dilakukan dengan melihat p-value atau nilai probabilitas dari t-

Statistik. Konsep ini membandingkan α=5% dengan nilai

Page 91: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

71

probabilitas. Jika p-value lebih kecil dari α=5% maka dapat

disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari

variabel independen terhadap variabel dependen secara parsial.

Namun jika p-value lebih besar dari α=5% maka tidak terdapat

pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap

variabel dependen secara parsial (Nachrowi dan Usman,

2008:24-25).

c. Koefisien Determinasi (R2)

Koefesien determinasi mengukur seberapa jauh kemampuan

model dalam menerangkan variasi variabel depedennya. Nilai

koefesien determinasi adalah antara nol dan satu nilai R2yang

kecil berati kemampuan variabel-variabel indenpenden dalam

menjelaskan variasi variabel dependen sangat terbatas dan nilai

yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen

memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependennya (Supranto, 2005:75).

E. Operasional Variabel Penelitian

1. Variabel Dependen

Variabel dependen merupakan variabel yang nilainya

dipengaruhi oleh variabel independen. Variabel dependen ditulis dalam

Y. Berdasarkan uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian

terdahulu yang berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi

ketimpangan pendapatan antar wilayah, maka penelitian ini

Page 92: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

72

menspesifikasikan variabel dependen dan definisi operasional sebagai

“Y” (RG) sebagai berikut :

Koefisien Gini adalah : Ukuran kuantitatif agregat ketimpangan

pendapatan yang berkisar dari 0 (kemerataan kesempurnaan) sampai

dengan 1 (ketimpangan sempurna).

2. Variabel Independen

Variabel independen merupakan variabel yang mempengaruhi

variabel dependen. Variabel independen ditulis dalam X. Berdasarkan

uraian pada tinjauan pustaka dan hasil penelitian terdahulu yang

berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan

pendapatan antar wilayah, maka penelitian ini menspesifikasikan

variabel dependen dan definisi operasional sebagai berikut.

a. Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang dalam

kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin banyak jenis

barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Pada penelitian ini

pertumbuhan ekonomi menggunakan laju pertumbuhan PDRB Atas

Dasar Harga Konstan 2000.

b. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan persentase

jumlah pengangguran terhadap jumlah angkatan kerja. Angka Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) mengindikasikan besarnya persentase

angkatan kerja yang termasuk dalam pengangguran. Tingkat

Pengangguran Terbuka (TPT) diperoleh dari jumlah pengangguran

dibagi jumlah angkatan kerja dikalikan seratus persen.

Page 93: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

73

c. Belanja Modal yaitu pengeluaran yang manfaatnya melebihi

satu tahun anggaran dan dapat menambah aset pemerintah yang

selanjutnya meningkatkan biaya pemeliharaan.

Tabel 3.2 Operasional Variabel Penelitian

Jenis

Variabel

Variabel Definisi

variabel

Ukuran

Dependen Ketimpangan Pendapatan

Rasio Gini menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

Rasio

Independen Pertumbuhan Ekonomi

Laju PDRB Atas Dasar Harga Konstan menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

Rasio

Independen Tingkat Pengangguran Terbuka

Tingkat Pengangguran Terbuka menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

Rasio

Independen Belanja Modal

Belanja Modal menurut Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah

Rasio

Page 94: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

74

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Objek Penelitian

Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi di Jawa yang letaknya

berada di antara dua provinsi yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur.

Letaknya antara 5o40’ dan 8o30’ Lintang Selatan dan antara antara 5o40’

dan 108o30’ dan 111o30’ Bujur Timur (termasuk Pulau Karimunjawa).

Secara Administratif, letak wilayah Provinisi Jawa Tengah berbatasan

dengan Samudera Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah

Selatan; Provinsi Jawa Barat di sebelah Barat; Provinsi Jawa Timur di

sebelah Timur, dan Laut Jawa di sebelah Utara. Provinsi Jawa Tengah

terbagi menjadi 29 Kabupaten dan 6 Kota. Dimana luas wilayah Jawa

Tengah sebesar 3,25 juta hektar atau sekitar 25,04 % dari pulau Jawa dan

1,70 persen dari luas Indonesia. Berdasarkan Angka Sementara Proyeksi

Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Jawa Tengah pada tahun

2014 tercatat sebesar 33,52 juta jiwa atau sekitar 13,29 persen dari

jumlah penduduk di Indonesia. Hal ini menempatkan sebagai provinsi

yang memiliki jumlah penduduk terbanyak ketiga setelah Jawa Barat dan

Jawa Timur.

Kondisi fisiografis Jawa Tengah terbagi menjadi 7 (tujuh)

klasifikasi fisiografis yaiu Perbukitan Rembang, Zone Randublatung,

Pegunungan Kendeng, Pegunungan Selatan Jawa Tengah bagian Timur,

Page 95: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

75

Pegunungan Serayu Utara, Pegunungan Serayu Selatan, dan Pegunungan

Progo Barat.

Selain fisiografis, Jawa Tengah juga memiliki kondisi topografi

yang beraneka ragam, meliputi daerah pegunungan dan dataran tinggi

yang membujur sejajar dengan panjang pulau Jawa di bagian Tengah;

dataran rendah yang yang hampir tersebar di seluruh Jawa Tengah; dan

pantai yaitu pantai Utara dan Selatan. Kondisi fisiografis dan topografi

yang beraneka ragam menyebabkan ketimpangan di Jawa Tengah cukup

tinggi dikarenakan setiap daerah memiliki sumber daya alam, persebaran

penduduk, ketersediaan sarana dan prasarana, dan kegiatan sosial

ekonomi yang berbeda. Selain ketimpangan, hal ini menyebabkan

provinsi Jawa Tengah memiliki kawasan rawan bencana yang dapat

menganggu perekonomian Jawa Tengah. Kejadian bencana yang paling

menonjol diantaranya adalah kejadian bencana erupsi Gunung Merapi

pada tanggal 26 Oktober 2010 dan diikuti dengan aliran lahar hujan yang

merusakkan areal persawahan dan permukmiman dikawasan puncak dan

sekitar sungai yang berada di Kabupaten Magelang, Klaten, dan

Boyolali.

Selama periode 2007-2013 kinerja perekonomian di Provinsi Jawa

Tengah cukup baik, terlihat dari pertumbuhan Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) Atas Dasar Harga Konstan tahun 2000 yang tumbuh

dengan laju rata-rata 5,71 % per tahun. Namun demikian laju

pertumbuhan tersebut belum cukup untuk mengurangi kesenjangan

Page 96: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

76

pendapatan per kapita Provinsi Jawa Tengah dari angka rata-rata

nasional. Rasio PDRB per kapita antara Provinsi Jawa Tengah dan

nasional menurun dari 56,4 persen menjadi 49,3 persen. Dengan

kenyataan bahwa laju pertumbuhan penduduk Jawa Tengah selama 2000-

2010 relatif rendah, yaitu sebesar 0,37 persen per tahun.

B. Analisis dan Pembahasan

1. Analisa Deskriptif

a. Ketimpangan Pendapatan (Rasio Gini)

Ketimpangan merupakan masalah yang seringkali terjadi

dalam proses pembangungan ekonomi. Dimana ketimpangan ini

telah menimbulkan ketidakpuasan terhadap usaha-usaha

pembangunan di beberapa negara berkembang, karena dianggap

usaha tersebut hanya menguntungkan sebagian kecil

masyarakatnya. Pembangunan ekonomi bukanlah bertujuan untuk

menciptakan modernisasi dalam suatu masyarakat, tetapi yang

lebih penting adalah menciptakan kehidupan yang lebih baik

kepada seluruh masyarakat.

Dimana tujuan utama dari usaha-usaha pembangunan

ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang setinggi-tingginya,

harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,

ketimpangan pendapatan, dan tingkat pengangguran. Kesempatan

kerja bagi penduduk atau masyarakat akan memberikan pendapatan

Page 97: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

77

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

Jawa Tengah

untuk memenuhi kebutuhan hidupnya . Todaro,2002 (dalam

Kuncoro, 2004:127).

Untuk mengetahui seberapa besar ketimpangan di Provinsi

Jawa Tengah, maka penelitian ini menggunakan koefisien gini atau

rasio gini. Koefisien gini merupakan ukuran kuantitatif agregat

ketimpangan pendapatan yang berkisar dari 0 (kemerataan

kesempurnaan) sampai dengan 1 (ketimpangan sempurna).

Semakin tinggi nilai koefisien gini yang mendekati 1 maka

semakin timpang distribusi pendapatannya dan sebaliknya, jika

semakin rendah nilai koefisien gini maka semakin merata distribusi

pendapatannya. Berikut merupakan gambaran dari ketimpangan

pendapatan antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah.

Grafik 4.1 Rata-rata Ketimpangan Pendapatan antar Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah (Dalam Persen)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, (data diolah)lampiran 1

Berdasarkan grafik 4.1 ketimpangan pendapatan dari tahun

2007-2014 mengalami tren yang meningkat dan berfluktuatif. Hal

ini menunjukkan bahwa pendistribusian pendapatan dari tahun ke

Page 98: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

78

tahun semakin memburuk atau timpang. Berdasarkan hasil Susenas

pada tahun 2013, Kabupaten Pemalang memiliki nilai Koefisien

Gini terendah sebesar 0,24 dan tertinggi sebesar 0,41 yaitu

Kabupaten Blora. Angka koefisien gini tertinggi setelah

Kabupaten Blora secara berturut-turut meliputi wilayah Kabupaten

Boyolali (0,40), Kabupaten Banjarnegara (0,39), Kabupaten

Cilacap (0,37), Kota Salatiga (0,37) dan Kabupaten Banyumas

(0,36). Angka ini menunjukkan bahwa ketimpangan pendapatan di

Provinsi Jawa Tengah termasuk ketimpangan sedang. Adapun

penyebab ketimpangan yang terjadi di Provinsi Jawa Tengah yaitu

struktur perekonomian di Kabupaten/Kota yang berbeda dimana

beberapa daerah merupakan industri dan perkotaan yang cukup

maju sedangkan daerah lain merupakan perdesaan yang masih di

dominasi oleh sektor pertanian atau sektor primer.

Dapat dilihat bahwa pada tahun 2008 mengalami kenaikan

dengan nilai koefisien gini sebesar 0.27 dari tahun sebelumnya

sebesar 0,23. Hal ini disebabkan karena terjadinya krisis keuangan

global dan bencana gunung merapi . Krisis keuangan global

menyebabkan daerah- daerah yang memiliki banyak kelompok

pekerja yang masuk ke dalam kategori tidak berpendidikan seperti

pekerja kontrak atau borongan industri yang berorientasi ekspor

dan padat karya seperti tekstil, pakaian jadi, makanan dan

minuman, barang-barang kulit dan barang kayu rentan akan

Page 99: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

79

kemiskinan yang menyebabkan tingkat pendapatan akan menurun

sehingga ketimpangan semakin tinggi. Biasanya kebanyakan

pekerja seperti ini berada di daerah perindustrian dan perkotaan.

Hal ini dapat dibuktikan dengan nilai koefisien gini tertinggi di

daerah Kabupaten Banyumas yang di dominasi oleh industry

pengolahan dan perdagangan sebesar 0,3450 dan daerah perkotaan

seperti kota Salatiga sebesar 0,3220.

Kemudian pada tahun 2010-2012 nilai koefisien gini juga

mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan

karena terjadi bencana yaitu gunung Merapi yang meletus pada 26

Oktober 2010. Dimana lereng sisi selatan berada dalam

administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan

sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu

Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara

dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara.

Gunung Merapi terletak di tengah provinsi Jawa Tengah

menyebabkan ketimpangan yang cukup signifikan akibat bencana

tersebut, karena berhentinya aktivitas mata pencaharian ,

berhentinya pembangunan infrastruktur, dan gagal panen. Dimana

pada tahun 2012 menjadi tahun yang memiliki nilai koefisien gini

paling tinggi yaitu sebesar 3,4. Dimana nilai koefisien gini

tertinggi yaitu Kabupaten Karanganyar (0,39) dan terendah yaitu

Kabupaten Pemalang (0,24).

Page 100: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

80

b. Pertumbuhan Ekonomi

Untuk mencapai pembangunan ekonomi yang berkelanjutan

tidak terlepas dari pertumbuhan ekonomi dan pemerataan

pendapatan sebagai pondasi dasar. Trade off atau pertukaran antara

pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan selalu terjadi

dalam proses pembangunan. Tingginya pertumbuhan ekonomi

suatu daerah tidak menjamin kesejahteraan masyarakat secara riil,

dimana pertumbuhan ekonomi menjadi tidak berarti lagi oleh kaum

miskin jika tidak diiringi dengan penurunan dari kesenjangan

pendapatan.

Seperti yang dikemukakan oleh Kuznets bahwa pada tahap-

tahap awal pertumbuhan ekonomi, distribusi pendapatan cenderung

menurun, dengan kata lain terjadinya ketimpangan yang tinggi.

Namun dalam jangka panjang kondisi tersebut akan membaik.

Hipotesis ini dikenal dengan hipotesis “U-Terbalik” Kuznet.

Menurut Kuznet distribusi pendapatan akan meningkat sejalan

dengan pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2011:277).

Pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan jangka panjang

dalam kemampuan suatu negara untuk menyediakan semakin

banyak jenis barang-barang ekonomi kepada penduduknya. Tolak

ukur keberhasilan pembangunan dapat dilihat dari pertumbuhan

ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan

pendapatan antarpenduduk, antar daerah, dan antar sektor

Page 101: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

81

(Kuncoro, 2004: 127). Berikut merupakan laju pertumbuhan

ekonomi antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah :

Grafik 4.2 Rata-rata Laju Pertumbuhan Ekonomi antar Kabupaten/Kota di

Provinsi Jawa Tengah (Dalam Persen)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, (data diolah) Lampiran 1

Berdasarkan grafik 4.2 laju pertumbuhan ekonomi antar

Kabupaten/Kota provinsi jawa tengah memiliki tren yang

meningkat dan berfluktuatif. Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah

tahun 2013 yang ditunjukkan laju pertumbuhan Produk Domestik

Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 mengalami

penurunan dari tahun sebelumnya, yaitu 4,79 % pada tahun 2008

dan 4,71 % pada tahun 2009, penurunan ini disebabkan karena

krisis keuangan global yang berpengaruh terhadap perekonomian

daerah akibat kinerja ekspor yang berdampak langsung pada

penurunan output nasional dan daerah.

Penurunan juga terjadi pada tahun 2013 dengan laju

pertumbuhan ekonomi sebesar 5,81 % dimana pada tahun 2012

sebesar 6,34 % . Rendahnya peningkatan investasi menjadi salah

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

Jawa Tengah

Page 102: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

82

satu penyebab rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2013

dibanding tahun 2012. Dimana nilai investasi menurut lapangan

usaha terjadi penurunan yang cukup besar pada sektor sekunder

yaitu industri mineral non logam dengan total penurunan hampir

42 %.

Pertumbuhan riil sektoral tertinggi pada tahun 2013

dicapai oleh sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan

sebesar 10,56 % dan sektor pertumbuhan yang paling rendah pada

tahun 2013 yaitu sektor pertanian yaitu sebesar 2,18 %. Jika dilihat

dari besaran Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga

Berlaku tanpa migas tahun 2013 dari masing-masing

Kabupaten/Kota di Jawa Tengah nilainya sangat beragam.

Kabupaten/Kota dengan Produk Domestik Regional Bruto

Terendah adalah Kota Salatiga dan yang tertinggi adalah Kota

Semarang.

Dari sebaran data Produk Domestik Regional Bruto Atas

Dasar Harga Berlaku, tiga Kabupaten/Kota yaitu Kota Semarang,

Cilacap dan Kudus nilainya sangat mencolok jauh di atas

Kabupaten/Kota lainnya. Kabupaten Kudus dengan potensi

industry rokok menghasilkan Produk Domestik Bruto Regional

sebesar 41,193 triliun rupiah, menempati posisi ketiga terbesar

setelah Kota Semarang dan Kabupaten Cilacap dengan nilai

Produk Domestik Regional Bruto masing-masing sebesar 61,093

Page 103: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

83

triliun rupiah dan 56,098 triliun rupiah. Sedangkan Kota Salatiga

menempati posisi terendah dengan nilai Produk Domestik Regional

Bruto sebesar 2,282 triliun rupiah.

Kenaikan Produk Domestik Bruto Regional atas dasar harga

konstan juga mengalami kenaikan pada tahun 2010 mencapai Rp.

444,4 triliun. Angka ini meningkat dibandingkan tahun 2009

sebesar Rp. 397,9 triliun. (Publikasi BPS, 2010-2011)

Laju pertumbuhan ekonomi meningkat secara signifikan pada

tahun 2011 sebesar 4,99 % ke 5,51% pada tahun 2012 dikarenakan

adanya kenaikan investasi baik dari dalam negeri maupun asing

dari sektor pengolahan dimana sektor industri pengolahan masih

memberikan sumbangan sektor tertinggi terhadap perekonomian

Jawa Tengah yaitu sebesar 32,73 %. Dimana pada tahun 2012

kenaikan tertinggi terjadi pada industri tekstil yaitu pada sebesar

498 juta rupiah dari 251 juta rupiah pada tahun 2011 dengan laju

kenaikan sekitar 50 %. Sektor industri lain yang mengalami

kenaikan adalah sektor industri karet dimana pada tahun 2012

sebesar 159 juta rupiah dan mengalami kenaikan sekitar 60 % dari

65 juta rupiah (Publikasi BPS, 2012-2013).

c. Tingkat Pengangguran Terbuka

Menurut Sjafrizal (Syafrizal, 2008:117) faktor-faktor

yang mempengaruhi ketimpangan pembangunan antar wilayah

salah satunya adalah karena perbedaan kondisi demografis.

Page 104: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

84

Kondisi demografis ini akan dapat mempengaruhi

ketimpangan pembangunan antar wilayah karena hal ini akan

berpengaruh terhadap produktivitas kerja masyarakat. Daerah

dengan kondisi demografis yang baik akan cenderung mempunyai

produktivitas kerja yang lebih tinggi sehingga hal ini akan

mendorong peningkatan investasi yang selanjutnya akan

meningkatkan penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan

ekonomi daerah yang bersangkutan.

Pengangguran meliputi penduduk yang sedang mencari

pekerjaan, atau mempersiapkan suatu usaha, atau merasa tidak

mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah punya pekerjaan

tetapi belum mulai bekerja. Tingkat pengangguran terbuka adalah

ukuran yang menunjukkan besarnya penduduk usia kerja yang

termasuk dalam kelompok penangguran. Di hitung dari

perbandingan antara jumlah pencari kerja dengan jumlah angkatan

kerja, dan dinyatakan dalam persen.

Page 105: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

85

0.002.004.006.008.00

10.00

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

2014

Jawa Tengah

Grafik 4.3 Rata-rata Tingkat Pengangguran Terbuka antar

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah 2007-2014 (Dalam Persen)

Sumber: BPS Provinsi Jawa Tengah, (data diolah) Lampiran 1

Berdasarkan grafik 4.3 tingkat pengangguran terbuka

menunjukkan bahwa tingkat penangguran terbuka antar

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah memiliki tren yang

menurun dengan angka tingkat penangguran yang cukup rendah

yaitu dari 2007-2014 rata-rata tingkat penangguran terbuka

sebesar 6,92 % yang berarti bahwa dari 100 orang angkatan kerja

terdapat sekitar 6 orang yang menganggur. Hal ini menunjukkan

bahwa penyerapan tenaga kerja di Provinsi Jawa Tengah cukup

baik.

Berdasarkan tipe daerah terlihat bahwa tingkat pengangguran

terbuka untuk daerah perkotaan sekitar 6,54 % lebih besar

dibandingkan dengan daerah pedesaan yang tercatat sebesar 5,60

persen. Hal ini terjadi karena pasar tenaga kerja tidak mampu

dalam menyerap tenaga kerja yang ada yang biasanya terjadi di

daerah perkotaan dimana antara permintaan dan penawaran tenaga

kerja tidak seimbang.

Page 106: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

86

Dimana tingkat pengangguran terbuka tertinggi berada di

daerah Kabupaten Brebes sebesar 9,54 % dan terendah berada di

Kabupaten Kebumen. Namun rendahnya tingkat penangguran di

provinsi Jawa Tengah diikuti dengan rendahnya relative PDRB

per Kapita dibandingkan nasional dimana nilai PDRB per Kapita

provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar 17.140 rupiah

sedangkan nasional sebesar 33.748 rupiah. Hal ini menunjukkan

bahwa rendahnya tingkat pengangguran di tengah rendahnya

pendapatan per kapita mengindikasikan bahwa tingkat

produktivitas pekerja rendah di tingkat daerah.

Kemudian peningkatan penganggguran terbuka hanya

terjadi pada tahun 2008 dan 2010 dimana pada tahun 2008 adanya

krisis keuangan global yang menyebabkan gejolak perekonomian

dan beberapa perusahaan mengalami kebangkrutan akibat

menurunnya ekspor Indonesia yang mencapai 20-30% dan

terpaksa melakukan PHK terhadap pegawainya. Dimana di

provinsi Jawa Tengah terdapat banyak daerah yang merupakan

daerah industrialisasi yang menyerap banyak tenaga kerja.

Begitu juga halnya dengan bencana gunung Merapi yang

menyebabkan banyak industri mengalami kerugian dan berhenti

melakukan kegiatan produksi. Kedua hal ini dapat dijadikan

alasan mengapa tingkat penangguran terbuka mengalami kenaikan

pada tahun 2008 dan 2010.

Page 107: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

87

d. Belanja Modal

Proses mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat

dan mengurangi ketimpangan pendapatan antar daerah merupakan

salah satu bagian penting dari tanggung jawab pemerintah daerah,

salah satunya diwujudkan melalui peningkatan belanja modal

setiap tahunnya. Pemerintah daerah berusaha secara langsung

menciptakan lapangan pekerjaan untuk masyarakat melalui

implementasi kegiatan pembangunan seperti pembangunan

infrastruktur yang bersifat padat karya.

Selain itu dengan pembangunan infrastruktur ekonomi, akan

mendorong aktivitas ekonomi secara luas yang diharapkan dapat

mendatangkan investasi swasta, sehingga dapat mendorong

pertumbuhan ekonomi serta terbukanya kesempatan kerja dan

pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat

(Sabir, 2015:94).

Dengan kata lain pertumbuhan ekonomi berawal dari

investasi, investasi meningkatkan kapasitas produksi, kapasitas

produksi mendorong terbukanya kesempatan lapangan kerja dan

berdampak pada peningkatan pendapatan dan kesejahteraan

masyarakat.

Page 108: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

88

0.00

50,000,000,000.00

100,000,000,000.00

150,000,000,000.00

200,000,000,000.00

250,000,000,000.00

2007

2008

2009

2010

2011

2012

2013

Jawa Tengah

Grafik 4.4 Rata-rata Belanja Modal antar Kabupaten/Kota di Provinsi

Jawa Tengah 2007-2014 (Dalam Rupiah)

Sumber :DJPK (Kementerian Keuangan), (diolah) Lampiran 1

Berdasarkan grafik 4.4 dari tahun 2007-2013 tingkat belanja

modal antar Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah sangat

berfluktuatif dimana pada tahun 2008-2010 mengalami penurunan

yang signifikan, hal ini mungkin disebabkan karena krisis global

yang berdampak pada APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja

Negara) dan APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah).

Namun pada tahun 2010-2013 belanja modal mengalami

kenaikan yang signifikan, hal ini menandakan bahwa pemerintah

daerah mampu bangkit dari keadaan yang buruk akibat krisis

global. Dengan melakukan kebijakan fiscal yaitu meningkatkan

belanja daerah khususnya belanja modal , untuk memperbaiki

perekonomian dengan belanja yang berkaitan dengan infrastruktur

untuk mendorong investasi daerah.

Kenaikan belanja modal ini akibat dari usaha meningkatkan

pertumbuhan ekonomi provinsi yang menunjukan kenaikan yang

Page 109: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

89

signifikan pada tahun 2009-2012. Hasil ini sesuai teori wagner

yang mengemukakan bahwa apabila pertumbuhan ekonomi

semakin maju akan semakin besar pula pengeluaran pemerintah

(dalam Ketut Wahyu, 2013:47).

Pada tahun 2013 belanja modal tertinggi berada di kota

Semarang dengan nilai belanja modal sebesar 591.011 miliar

rupiah. Dan terendah berada di Kota Salatiga dengan nilai belanja

modal sebesar 69.203 miliar rupiah. Kota Semarang memiliki

nilai belanja modal yang tinggi karena merupakan pusat

pertumbuhan ekonomi dan dijadikan daerah tujuan untuk

berwisata. Sehingga pembangunan di Kota Semarang sangat

dibutuhkan untuk menunjang perekonomian yang semakin maju

yang akan berkontribusi kepada pertumbuhan ekonomi provinsi

Jawa Tengah.

2. Estimasi Model Data Panel

a. PLS vs FEM (Uji Chow)

Untuk mengetahui model panel yang digunakan maka

pengujian yang dilakukan menggunakan Chow-test atau Likelihood

ratio test, dengan asumsi yaitu:

H0: model mengikuti Pool,

H1: model mengikuti Fixed effect dan lanjut tes Hausman

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan kesimpulan uji

Chow adalah sebagai berikut :

Page 110: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

90

1) Jika nilai p-value F > 0,05 artinya Ho: maka model Pooled

Least Square.

2) Jika nilai p-value F < 0,05 artinya H1: maka model fixed

effect dan dilanjutkan uji Hausman untuk memilih apakah

menggunakan model fixed effect atau random effect.

Dari hasil berdasarkan metode Fixed Effect Model (FEM) vs

Pool Least Square (PLS) diperoleh nilai probabilitas F-statistik

sebagai berikut:

Tabel 4.1 Hasil Uji Chow

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.910645 (34,207) 0.0032

Cross-section Chi-square 66.871117 34 0.0006 Sumber : data diolah. Lampiran 2

Dari tabel 4.1 diatas diperoleh F-Statistik 1.910645

dengan d.f (34,207) dan nilai p-value F-Statistik sebesar 0,0032

yang berarti nilai p-value F-Statistik lebih kecil dari tingkat

signifikansi α=5% (0,0032 < 0,05). Maka Ho ditolak, sehingga

model panel yang digunakan fixed effect dan dilanjutkan uji

Hausman untuk memilih apakah menggunakan model fixed

effect atau random effect.

b. FEM vs REM (Uji Hausman)

Uji Hausman untuk memilih antara metode Fixed Effect

atau metode Random Effect yang akan digunakan untuk

Page 111: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

91

mengestimasi regresi data panel. Pengujian yang dilakukan

menggunakan Hausman test dengan asumsi, yaitu:

H0: model mengikuti Random Effect.

H1: model mengikuti Fixed Effect.

Pedoman yang akan digunakan dalam pengambilan

kesimpulan uji Hausman adalah sebagai berikut :

1) Jika nilai p-value F > 0,05 artinya Ho : maka model Random

Effect

2) Jika nilai p-value F < 0,05 artinya H1: maka model Fixed

Effect .

Dari pengolahan uji Hausman diperoleh hasil sebagai berikut:

Tabel 4.2 Hasil Uji Hausman

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 10.158372 3 0.0173 Sumber : data diolah. Lampiran 3

Dari tabel 4.1 diatas diperoleh nilai p-value F-Statistik

sebesar 0,0173, yang berarti nilai p-value F-Statistik lebih kecil

dari tingkat signifikansi α=5% (0,0173 < 0,05). Maka Ho

ditolak, sehingga model panel yang digunakan fixed effect.

Jadi berdasarkan uji Chow dan uji Hausman, dapat disimpulkan

bahwa model terbaik yang dapat digunakan dalam penelitian

ini adalah Fixed Effect Model.

Page 112: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

92

3. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas

uji normalitas, dilakukan untuk melihat bahwa suatu data

terdistribusi dengan normal atau tidak. Uji normalitas residual

metode OLS secara formal dapat dideteksi dari metode yang

dikembangkan oleh Jarque-Bera (J-B). Deteksi dengan melihat

Jarque-Bera test yang merupakan asimtotis (sampel besar dan

didasarkan atas residual OLS).

Hipotesis :

H0 : Data terdistribusi normal

H1 : Data tidak terdistribusi normal

1) Jika probability JBtest lebih besar α 5% = data

berdistribusi normal probability JBtest lebih besar α 5% =

data berdistribusi normal (tolak H1, terima Ho)

2) Jika probability JBtest lebih kecil α 5% = data tidak

berdistribusi normal (terima H1, tolak Ho)

Hasil pengolahan uji Normalitas dapat di lihat pada grafik

4.6 berikut

Page 113: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

93

Grafik 4.5 Uji Normalitas

Sumber : data diolah. Lampiran 4

Dari grafik diatas diperoleh nilai Jarque-Bera sebesar

3.807834 dan nilai probabilitasnya sebesar 0,148984 yang berarti

nilai probability JBtest lebih besar dari α=5%, m a k a t o l a k

H 1 , t e r i m a H o y a n g b e r a r t i data berdistribusi

normal .

b. Multikolinearitas

Multikolinearitas artinya terdapat korelasi yang signifikan di

antara dua atau lebih variabel bebas dalam suatu model

regresi.Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas

dalam model persamaan penelitian ini, penulis menggunakan

matriks korelasi (Correlation Matriks).

Apabila pengujian multikolinearitas dilakukan dengan

menggunakan correlation matrix, jika hasilnya ada yang melebihi

dari 0,8, itu menandakan bahwa terjadi multikolinearitas yang

serius. Jika terjadi multikolinearitas yang serius, maka akan

0

4

8

12

16

20

24

-0.10 -0.05 0.00 0.05

Series: Standardized ResidualsSample 2007 2013Observations 245

Mean 2.27e-19Median 0.000636Maximum 0.083893Minimum -0.139541Std. Dev. 0.040192Skewness -0.304199Kurtosis 3.053517

Jarque-Bera 3.807834Probability 0.148984

Page 114: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

94

berakibat buruk, karena hal tersebut akan mengakibatkan pada

kesalahan standar estimator yang besar. (Gujarati, 2006:68&71)

Hipotesis :

H0 : tidak ada multikolinieritas

H1 : ada multikolinieritas

1) Pada Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang

dihasilkan < 0,8) = Tidak terdapat multikolineritas

(tolak H1,terima Ho)

2) Pada Correlation Matrix, jika nilai korelasi yang dihasilkan

sangat tinggi (umumnya > 0,8) = Terdapat multikolineritas.(

tolak Ho, terima H1)

Hasil dari uji Multikolinieritas dengan menggunakan

correlation matrix adalah sebagai berikut :

Tabel 4.3 Hasil Uji Multikolinieritas

Sumber : data diolah. Lampiran 5

Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa tidak terdapat

multikolinieritas dimana nilai korelasi setiap variabel

independen yang dihasilkan kurang dari 0,8 (<0,8) yang

berarti tidak terdapat multikolineritas (tolak H1,terima Ho).

PE TPT BM PE 1.000000 0.031865 0.128333 TPT 0.031865 1.000000 -0.088236 BM 0.128333 -0.088236 1.000000

Page 115: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

95

c. Uji Heterokedastisitas

Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya

heteroskedastisitas, diantaranya dapat menggunakan uji Park,

dimana jika nilai probabilitas seluruh variabel independen lebih

besar dari α= 5% maka dapat disimpulkan data terbebas dari

heteroskedastisitas. Berikut ini uji heterokedastisitas dengan uji

Park :

Tabel 4.4 Hasil Uji Park

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.

C -13.29445 8.721665 -1.524302 0.1287 PE -0.080706 0.187293 -0.430909 0.6669

TPT -0.103934 0.064710 -1.606157 0.1095 BM 0.262190 0.341468 0.767831 0.4433

Sumber : data diolah. Lampiran 6

Dari tabel diatas diketahui bahwa nilai probabilitas seluruh

variabel independen Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat

Pengangguran Terbuka dan Belanja Modal lebih besar dari α= 5%

maka dapat disimpulkan data terbebas dari heteroskedastisitas.

d. Uji Autokorelasi

Pada umumnya ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya

autokorelasi, namun seringkali mendeteksi autokorelasi dengan

menggunakan Uji Durbin-Watson.

Berikut adalah nilai durbin Watson pada model penelitian:

Page 116: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

96

Tabel 4.5 Uji Autokorelasi

R-squared 0.400636 Mean dependent var 0.289469 Adjusted R-squared 0.293503 S.D. dependent var 0.051915 S.E. of regression 0.043637 Akaike info criterion -3.284174 Sum squared resid 0.394161 Schwarz criterion -2.741122 Log likelihood 440.3113 Hannan-Quinn criter. -3.065487 F-statistic 3.739618 Durbin-Watson stat 1.821805 Prob(F-statistic) 0.000000

Sumber : data diolah. Lampiran 7

Tabel 4.6 Uji Durbin-Watson

Ada autokorelasi positif

Tidak dapat diputuskan

Tidak ada autokorelasi

Tidak dapat diputuskan

Ada autokorelasi negative

Data terbebas autokorelasi jika nilai Durbin-Watson

berada di antara du dan 4-du atau du < DW < 4-du.

Berdasarkan tabel diatas dapat di lihat bahwa nilai durbin

Watson statistic sebesar 1.821805. Dengan n (jumlah

observasi)=245 dan k (jumlah variabel independen)=3 di peroleh

nilai dL= 1,775, nilai dU= 1,807 dan nilai 4-du(1,807)=2,193.

Maka 1,807 < 1.821< 2.193. Berarti pada model ini data terbebas

dari autokorelasi.

0 dL du 4-du 4-dL

Page 117: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

97

4. Model Fixed Effect Model (FEM)

Model data panel dengan menggunakan Fixed Effect Model dapat

dijelaskan melalui persamaan sebagai berikut :

RG = -0.76321 + 0.019678*PE - 0.00599*TPT + 0.038884*BM + 휇

RG : Rasio Gini

PE : Pertumbuhan Ekonomi

TPT : Tingkat Pengangguran Terbuka

BM : Belanja Modal

휇 : Error Term

5. Pengujian Hipotesis a. Uji F dan Interpretasi Hasil Analisis

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh semua

variabel independen terhadap variabel dependen secara

bersamaan. Pengujian ini bertujuan mendeteksi apakah semua

variabel independen secara serentak berpengaruh secara

signifikan terhadap variabel dependen. Untuk uji signifikansi F

dapat dilakukan dengan pengujian hipotesis yang dilakukan

dengan melihat p-value atau nilai probabilitas dari F-Statistik.

Konsep ini membandingkan α=5% dengan nilai probabilitas.

Jika p-value lebih kecil dari α=5% .

Page 118: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

98

Tabel 4.7 Uji F

Sumber : data diolah. Lampiran 7

Berdasarkan tabel diatas nilai F-Statistik sebesar 3.739618

dengan nilai probabilitas sebesar 0,0000, dapat disimpulkan

bahwa p-value F-statistik < α= 5% yang berarti terdapat

pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap

variabel rasio gini secara simultan.

b. Uji Parsial (uji-t)

Pengujian ini dilakukan untuk menguji pengaruh semua

variabel independen terhadap variabel dependen secara

parsial atau individu. Pengujian ini bertujuan mendeteksi

apakah semua variabel independen secara parsial berpengaruh

secara signifikan terhadap variabel dependen. Untuk uji

signifikansi t dapat dilakukan dengan pengujian hipotesis yang

dilakukan dengan melihat p-value atau nilai probabilitas dari t-

Statistik.

R-squared 0.400636 Mean dependent var 0.289469

Adjusted R-squared 0.293503 S.D. dependent var 0.051915 S.E. of regression 0.043637 Akaike info criterion -3.284174 Sum squared resid 0.394161 Schwarz criterion -2.741122 Log likelihood 440.3113 Hannan-Quinn criter. -3.065487 F-statistic 3.739618 Durbin-Watson stat 1.821805 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 119: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

99

Tabel 4.8 Uji t

S Sumber : data diolah. Lampiran 7

Berdasarkan hasil regresi yang diperoleh pada tabel 4.8

maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

1) Variabel PE memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0000

dimana p-value < dari α= 0,05. Maka variabel PE

berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan

Pendapatan (Rasio Gini).

2) Variabel TPT memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0033

dimana p-value < dari α= 0,05. Maka variabel TPT

berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan

Pendapatan (Rasio Gini).

3) Variabel BM memiliki nilai probabilitas sebesar 0,0000

dimana p-value < dari α= 0,05. Maka variabel BM

berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan

Pendapatan (Rasio Gini).

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.763216 0.202391 -3.770991 0.0002

PE 0.019678 0.004570 4.305643 0.0000 TPT -0.005991 0.002014 -2.974555 0.0033 BM 0.038885 0.007864 4.944606 0.0000

Page 120: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

100

d. Koefisien Determinasi (R2)

Tabel 4.9 Uji Koefisien Detrminasi

Sumber : data diolah. Lampiran 7

Berdasarkan tabel 4.9 didapatkan nilai koefisien

determinasi sebesar 0,400636 atau sebesar 40,06. Berarti 40,06

% ketimpangan pendapatan di 35 Kabupaten/Kota dapat

dijelaskan oleh variabel Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal. Sedangkan sisanya

59.94 % dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam

penelitian ini.

C. Analisis Ekonomi

Tabel 4.10 Interpretasi Fixed Effect Model

1 -0.75164 2 -0.77882 3 -0.73801 4 -0.76562 5 -0.74225 6 -0.76016 7 -0.77291 8 -0.76812 9 -0.7683

10 -0.78168

R-squared 0.400636 Mean dependent var 0.289469

Adjusted R-squared 0.293503 S.D. dependent var 0.051915 S.E. of regression 0.043637 Akaike info criterion -3.284174 Sum squared resid 0.394161 Schwarz criterion -2.741122 Log likelihood 440.3113 Hannan-Quinn criter. -3.065487 F-statistic 3.739618 Durbin-Watson stat 1.821805 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 121: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

101

11 -0.76845 12 -0.7703 13 -0.77507 14 -0.75323 15 -0.74558 16 -0.79536 17 -0.7396 18 -0.74701 19 -0.76864 20 -0.72777 21 -0.74435 22 -0.75169 23 -0.78462 24 -0.75146 25 -0.76394 26 -0.72705 27 -0.71313 28 -0.74176 29 -0.74546 30 -0.81654 31 -0.77008 32 -0.82731 33 -0.76902 34 -0.78541 35 -0.80226

Sumber : data diolah. Lampiran 7

Dapat kita lihat pada tabel 4.10 bahwa 35

Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Tengah memiliki pengaruh

individu yang berbeda-beda untuk setiap perubahan pada

Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan

Belanja Modal.

Kabupaten Cilacap

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Page 122: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

102

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

kabupaten Cilacap akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar – 0.75164.

Kabupaten Banyumas

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Banyumas akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.77882.

Kabupaten Purbalingga

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Purbalingga akan mendapatkan pengaruh

individu terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -

0.73801.

Kabupaten Banjarnegara

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Banjarnegara akan mendapatkan pengaruh

individu terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -

0.76562.

Page 123: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

103

Kabupaten Kebumen

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Kebumen akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,74225.

Kabupaten Purworejo

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Purworejo akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,76016.

Kabupaten Wonosobo

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Wonosobo akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,77291.

Kabupaten Magelang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Page 124: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

104

Kabupaten Magelang akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,76812.

Kabupaten Boyolali

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Boyolali akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.7683.

Kabupaten Klaten

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Klaten akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.78168.

Kabupaten Sukoharjo

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Sukoharjo akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,76845.

Kabupaten Wonogiri

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Page 125: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

105

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Wonogiri akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,7703.

Kabupaten Karanganyar

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Karanganyar akan mendapatkan pengaruh

individu terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -

0,77507.

Kabupaten Sragen

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Sragen akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.75323.

Kabupaten Grobogan

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Grobogan akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.74558.

Kabupaten Blora

Page 126: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

106

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Blora akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.79536.

Kabupaten Rembang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Rembang akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.7396.

Kabupaten Pati

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Pati akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.74701.

Kabupaten Kudus

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Kudus akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar – 0,76864.

Page 127: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

107

Kabupaten Jepara

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Jepara akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.72777.

Kabupaten Demak

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Demak akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.74435.

Kabupaten Semarang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Semarang akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,75169.

Kabupaten Temanggung

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Temanggung akan mendapatkan pengaruh

Page 128: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

108

individu terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -

0,78642.

Kabupaten Kendal

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Kendal akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.75146.

Kabupaten Batang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Batang akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,76394.

Kabupaten Pekalongan

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Pekalongan akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.72705

Kabupaten Pemalang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Page 129: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

109

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Pemalang akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.71313.

Kabupaten Tegal

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Tegal akan mendapatkan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.74176.

Kabupaten Brebes

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

Kabupaten Brebes akan mendapaakan pengaruh individu

terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.74546.

Kota Magelang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka

kabupaten Kota Magelang akan mendapatkan pengaruh

individu terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar -

0.81654.

Kota Surakarta

Page 130: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

110

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota

Surakarta akan mendapatkan pengaruh individu terhadap

Ketimpangan Pendapatan sebesar -0.7708.

Kota Salatiga

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota

Salatiga akan mendapatkan pengaruh individu terhadap

Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,82731.

Kota Semarang

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota

Semarang akan mendapatkan pengaruh individu terhadap

Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,76902.

Kota Pekalongan

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada Pertumbuhan

Ekonomi, Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal baik antar daerah maupun antar waktu, maka Kota

Pekalongan akan mendapatkan pengaruh individu terhadap

Ketimpangan Pendapatan sebesar -0,78541.

Page 131: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

111

Kota Tegal

Apabila terjadi perubahan sebesar 1 % pada PDRB, Tingkat

Pengangguran Terbuka, dan Belanja Modal baik antar daerah

maupun antar waktu, maka Kota Tegal akan mendapatkan

pengaruh individu terhadap Ketimpangan Pendapatan sebesar

-0,80226.

Adapun yang menyebabkan ketimpangan pendapatan meningkat

dari tahun 2010 ke 2011 dari 0,27 ke 0,33 adalah adanya kenaikan

pengeluaran per kapita dari 394,50 ribu rupiah ke 452,84 ribu rupiah.

Kenaikan ini dimungkinkan karena naiknya harga berbagai kebutuhan

pokok dan kenaikan pendapatan penduduk secara signifikan. Kota

Salatiga memiliki pengeluaran per kapita tertinggi sebesar 799, 42 ribu

rupiah dan terendah adalah kabupaten Pemalang sebesar 304,99

(Publikasi BPS, 2011:13) .

Kemudian dari persentase pendapatan yang relative baik adalah

kabupaten Pemalang dengan nilai 23 persen ke atas sedangkan kurang

dari 19 persen yaitu kota Salatiga. .(Publikasi BPS, 2011:15) . Dimana

dalam penelitian ini kota Salatiga memiliki pengaruh terbesar terhadap

ketimpangan pendapatan yaitu sebesar -0,82 %.

Pada tahun 2010 pengeluaran perkapita kota Salatiga sekitar 661

ribu rupiah dan pada tahun 2011 sekitar 799 ribu rupiah mengalami

kenaikan sebesar 15 %. Melihat fenomena dengan tingkat pengeluaran

per kapita yang tinggi namun tingkat pemerataan pendapatan yang

Page 132: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

112

rendah dimana 40 persen penduduk berpendapatan rendah hanya

menerima 17 persen dri total pendapatan dapat menyebabkan kota

Salatiga menjadi kota yang memiliki ketimpangan yang tinggi selama

periode penelitian, selain itu data juga menunjukkan bahwa tingkat

ketimpangan tertinggi selama tahun penelitian terjadi di daerah kota

Salatiga sebesar 0,33375 dan terendah kabupaten Pemalang sebesar

0,235.

Selain itu ketimpangan tinggi di kota Salatiga dikarenakan

perkotaan lebih heterogen dari pekerjaan formal dengan pendapatan

tetap hingga mencapai puluhan juta rupiah sampai pekerjaan non formal

dengan pendapatan kurang dari lima ratus ribu rupiah per bulan dengan

tiga sector dominan adalah jasa-jasa, perdagangan hotel dan restoran,

dan industry pengolahan. Dibandingkan dengan kabupaten Pemalang

yang umumnya pekerjaan bersifat homogen dengan sektor dominan

yaitu pertanian sehingga kesenjangan tidak terlalu lebar.

Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa kabupaten/kota yang

paling timpang adalah kota Salatiga dengan nilai koefisien sebesar -

0,82 % dan terendah adalah kabupaten Pemalang sebesar - 0,71 %.

a. Pertumbuhan Ekonomi

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi

berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan

pendapatan yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi

5%. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,019678 yang

Page 133: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

113

berarti bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 1

% maka akan meningkatkan kesenjangan ekonomi sebesar

0,019678 %. Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal

bahwa hubungan pertumbuhan ekonomi dengan ketimpangan

pendapatan berpengaruh negatif.

Hal ini dikarenakan laju pertumbuhan ekonomi yang

digambarkan pada grafik 4.2 dan rasio gini pada grafik 4.1 yang

masing-masing menggambarkan tren yang cenderung meningkat.

Sehingga hipotesis kuznet pada penelitian ini berlaku. Dimana

adanya trade off antara pertumbuhan ekonomi dengan

ketimpangan pendapatan yaitu ketika pertumbuhan ekonomi

tinggi maka ketimpangan juga akan meningkat. Selain itu

kenaikan laju pertumbuhan ekonomi juga tidak menggambarkan

kesejahteraan masyarakat secara riil dimana jika dilihat dari

Grafik 1.3 menggambarkan pdrb per kapita dengan ketimpangan

yang mencolok antar Kabupaten/Kota.

Penelitian ini juga sejalan dengan yang dilakukan oleh

Annis Ganis Darmajati selama lima tahun (2004-2008). Model

yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada Hipotesis

Kuznets. Variabelnya adalah pertumbuhan ekonomi, tingkat

Pengangguran, angka partisipasi kasar , aglomerasi dan

kesenjangan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

panel data dengan pendekatan PLS (Panel Least Squares).

Page 134: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

114

Hasil analisis menunjukkan bahwa seluruh variabel

independen berpengaruh signifikan terhadap kesenjangan

pendapatan di Jawa Tengah. Dapat disimpulkan bahwa Hipotesis

Kuznets berlaku dalam penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari

hubungan positif antara pertumbuhan ekonomi dan kesenjangan

pendapatan.

b. Tingkat Pengangguran Terbuka

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

pengangguran terbuka negatif dan signifikan terhadap

ketimpangan pendapatan dengan tingkat signifikansi 5%. Nilai

koefisien yang diperoleh sebesar –0,005991 . Hal tersebut tidak

sesuai dengan hipotesis awal bahwa hubungan tingkat

pengangguran terbuka dengan ketimpangan pendapatan

berpengaruh positif .

Selain itu hal ini dikarenakan nilai tingkat pengangguran

terbuka yang di gambarkan pada grafik 4.3 menunjukkan tren

yang relatif menurun setiap tahunnya dan proporsi nilai yang

cukup rendah dengan nilai rata-rata tingkat pengangguran selama

periode penelitian sebesar 6, 92 %. Yang artinya berarti bahwa

dari 100 orang angkatan kerja terdapat sekitar 6 orang yang

menganggur.

Berdasarkan tipe daerah terlihat bahwa pada tahun 2013 tingkat

pengangguran terbuka untuk daerah perkotaan sekitar 6,54 persen

Page 135: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

115

lebih besar dibandingkan dengan daerah pedesaan yang tercatat

sebesar 5,60 persen (profil ketenagakerjaan, 2013:22). Dimana

tingkat pengangguran terbuka tertinggi berada di daerah

Kabupaten Brebes sebesar 9,54 % dan terendah berada di

Kabupaten Kebumen 3,25 persen. Namun rendahnya tingkat

penangguran di provinsi Jawa Tengah diikuti dengan rendahnya

relative PDRB per Kapita dibandingkan nasional dimana nilai

PDRB per Kapita provinsi Jawa Tengah pada tahun 2012 sebesar

17.140 rupiah sedangkan nasional sebesar 33.748 rupiah.

Hal ini menunjukkan bahwa rendahnya tingkat pengangguran

di tengah rendahnya pendapatan per kapita mengindikasikan

bahwa tingkat produktivitas pekerja rendah di tingkat daerah.

Teori Lewis menjelaskan bahwa adanya surplus tenaga kerja di

daerah perdesaan dan ditransfer ke perkotaan yang memiliki

lapangan banyak lapangan kerja sehingga terjadinya pertumbuhan

berkesinambungan yang diasumsikan akan terus berlanjut sampai

semua surplus tenaga kerja terserap ke dalam sektor industri baru.

Namun terdapat kritik terhadap model Lewis dimana menurut

(Todaro, 2011:144) bahwa model Lewis mengandung cacat serius

jika kita memperhitungkan bias penghematan tenaga kerja,adanya

pelarian modal yang cukup besar, meluasnya ketiadaan surplus

tenaga kerja pedesaan, meluasnya surplus tenaga kerja di

perkotaan. sehingga pasar tenaga kerja tidak mampu dalam

Page 136: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

116

menyerap tenaga kerja yang ada yang biasanya terjadi di daerah

perkotaan dimana antara permintaan dan penawaran tenaga kerja

tidak seimbang.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Susiant i

dan Akoi & Sukata bahwa pengangguran berpengaruh

negat if dan signifikan terhadap ket impangan pendapatan.

c. Belanja Modal

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa belanja modal

berpengaruh positif dan signifikan terhadap ketimpangan

pendapatan yang dilihat dari rasio gini dengan tingkat signifikansi

5%. Nilai koefisien yang diperoleh sebesar 0,038885 yang berarti

bahwa apabila pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 1 %

maka akan meningkatkan kesenjangan ekonomi sebesar 0,038885

%. Hal tersebut tidak sesuai dengan hipotesis awal bahwa

hubungan belanja modal dengan ketimpangan pendapatan

berpengaruh negatif.

Menurut Musgrave dan Wagner (dalam Ketut Wahyu,

2013:47) perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-

tahap pembangunan ekonomi yaitu tahap awal, tahap menengah,

dan tahap lanjut. Dimana pada tahap awal perkembangan ekonomi

persentese pengeluaran pemerintah dalam bentuk investasi sangat

besar, kemudian pada tahap menengah persentase investasi

pemerintah sangat besar namun diikuti dengan persentase

Page 137: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

117

investasi swasta yang besar pula. Dan pada tahap lanjut persentase

pengeluaran pemerintah lebih kecil dibandingkan investasi swasta

karena pemerintah hanya melakukan pengeluaran yang bersifat

aktivitas sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan

pelayanan kesehatan masyarakat.

Kemudian berdasarkan hukum Wagner yang

mengemukakan teori mengenai perkembangan persentase

pengeluaran pemerintah terhadap PDB yang semakin membesar,

yaitu dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita

meningkat maka secara relative pengeluaran pemerintah pun

meningkat.

Berdasarkan teori diatas dapat disimpulkan bahwa semakin

maju perkembangan suatu daerah maka pengeluaran yang

dikeluarkan akan semakin besar. Ketimpangan yang terjadi

diakibatkan karena jumlah realisasi belanja modal lebih besar di

daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang maju sedangkan

daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang rendah memiliki

jumlah realisasi belanja modal yang rendah. Sehingga daerah

yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi semakin

membaik sedangkan daerah yang memiliki pertumbuhan ekonomi

yang rendah semakin tertinggal. Hal ini yang menyebabkan

ketimpangan semakin tinggi walaupun pengeluaran pemerintah

meningkat.

Page 138: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

118

Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan

oleh Sabir. Dimana Hasil penelitian ini adalah Alokasi Belanja

Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan

ekonomi daerah dan ketimpangan pendapatan.

Selain itu hal ini mungkin dikarenakan peningkatan belanja

modal tidak di ikuti dengan belanja modal yang bersifat padat

karya yang bisa mendorong produktivitas dan terbukanya

lapangan pekerjaan dan berorientasi kepada pembangunan

infrastruktur yang bertujuan untuk mendorong investasi.

Adanya perubahan struktur belanja APBD provinsi Jawa

Tengah terdiri dari Belanja Aparatur dan Belanja Pelayanan

Publik pada struktur anggaran 2003-2006 ( Kepmendagri 29 tahun

2002), sedangkan pada tahun anggaran 2007-2008 struktur

belanja berubah menjadi Belanja Tidak Langsung dan Belanja

Langsung (Permendagri 13 tahun 2006) .

Dimana proporsi Belanja Aparatur lebih sedikit dari Belanja

Pelayanan publik, sedangkan pada tahun anggaran 2007-2008

proporsi Belanja Tidak Langsung lebih besar daripada Belanja

Langsung. Hal ini bisa menjadi alasan mengapa belanja modal

berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan karena

walaupun mengalami kenaikan proporsi kenaikan belanja modal

masih lebih sedikit dibandingkan belanja tidak langsung. Dapat

dibuktikan pada grafik 1.7 dimana Berdasarkan grafik diatas

Page 139: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

119

pemerintah masih banyak melakukan pengeluaran belanja

pegawai dibandingkan belanja modal dengan rasio belanja modal

terhadap belanja daerah sebesar 7,82 % sedangkan belanja

pegawai sebesar 15,19 %. Tentunya proporsi seperti ini dapat

menyebabkan efisiensi terhadap penggunaan belanja modal

menjadi tidak maksimal.

Page 140: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

120

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah di paparkan

sebelumnya, penulis memperoleh kesimpulan yang dapat diambil dari

penelitian pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran

Terbuka, dan Belanja Modal terhadap Ketimpangan Pendapatan di

Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah periode 2007-2013 adalah

sebagai berikut :

1. Berdasarkan Fixed Effect Model terdapat hasil bahwa secara simultan

Pertumbuhan Ekonomi,Tingkat Pengangguran Terbuka, dan Belanja

Modal berpengaruh signifikan terhadap Ketimpangan Pendapatan.

2. Pertumbuhan Ekonomi berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Ketimpangan Pendapatan.

3. Tingkat Pengangguran Terbuka berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap Ketimpangan Pendapatan.

4. Belanja Modal berpengaruh positif dan signifikan terhadap

Ketimpangan Pendapatan.

Page 141: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

121

B. Saran

1. Dalam upaya pengurangan ketimpangan pendapatan akibat

pembangunan ekonomi, pemerintah daerah harus bisa mengurangi

tingkat ketimpangan paling minimum atau batas yang dapat

ditoleransi dengan cara fokus dalam pemungutan pajak progresif dan

subsidi bbm yang tepat sasaran. Adanya ketegasan dalam

perencanaan pembangunan daerah terkait dengan struktur alokasi

belanja modal sesuai dengan tujuan dan program yang sudah

ditetapkan agar tepat sasaran.

2. Belanja modal dialokasikan dalam bentuk investasi yang bersifat

padat karya seperti pembangunan kawasan industri dan pembangunan

infrastruktur sehingga mendorong para investor untuk berinvestasi

dan membuka lapangan pekerjaan.

3. Perencanaan pembangunan di fokuskan kepada daerah-daerah yang

relatif tertinggal agar ketimpangan tidak semakin tinggi .

4. Pemerintah harus mengetahui potensi sumber daya alam yang tersedia

di setiap daerah, sehingga adanya komoditas unggulan yang dapat

dijadikan tumpuan perekonomian daerah dan kemandirian fiskal yang

berdampak kepada peningkatan pendapatan masyarakat dan

kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentunya harus diikuti dengan

peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan

keterampilan, pendidikan, kesehatan dan gizi masyarakat.

Page 142: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

122

DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Halim. “Akuntansi Keuangan Daerah”, Salemba Empat: Jakarta, 2004

Adisasmita, Rahardjo. “Pertumbuhan Wilayah dan Wilayah Pertumbuhan”, Graha

Ilmu: Yogyakarta,2013

Adisasmita, Rahardjo. “Teori-teori Pembangunan Ekonomi ”, Graha Ilmu:

Yogyakarta,2013

Akai dan Masayo. “Fiscal Decentralization, Commitment and Regional

Disparity: Evidence from State Level Cross-Sectional Data for the

United States”,University of Hyogo dan Osaka International University:

2005

Badan Pusat Statistik. “Publikasi Tinjauan PDRB antar Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Tengah 2007-2014”. BPS: 2014

Badan Pusat Statistik. “Statistik Keuangan Indonesia”. BPS: 2013

Badan Pusat Statistik.“Profil Ketenagakerjaan Jawa Tengah 2007-2014”. BPS:

2014

Case, Karl E. dan Ray C. Fair. “Prinsip-prinsip Ekonomi”, Erlangga:Jakarta, 2007

Chalid, Pheni. “Keuangan Daerah, Investasi, dan Desentralisasi”. Kemitraan

untuk Tata Pemerintahan yang Baik: Jakarta, 2005

Page 143: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

123

Darmajati, Annis Ganis. “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi

Kesenjangan Pendapatan di Jawa Tengah”. FE:Universitas

Diponegoro, 2010

Direktorat Jendral Perimbangan Keuangan, Kementerian Keuangan, “Realisasi

Anggaran APBD 2007-2013”. DJPK: 2013

Djalal, Nachrowi.. “Penggunaan Teknik Ekonometri”, PT. Raja Grafindo Persada:

Jakarta,2008

Firstanto. “Analisis Pengaruh Pertumbuhan PAD, PDRB, dan Belanja Modal

Terhadap Fiscal Stress Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa

Tengah”.FE:Universitas Diponegoro, 2015

Gujarati, Damodar. “Dasar-dasar Ekonometrika” ”, Edisi Ketiga, Jilid Satu,

Erlangga: Jakarta, 2007

Hamid, Abdul. “ Pedoman Penulisan Skripsi FEB”, UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2009

Hamja, Yahya. “Ekonometri”, Global Future Institute: Jakarta,2014

Jhingan, M.L. “Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan ”, Rajawali Pers:

Jakarta,2014

Kuncoro, Mudrajad. “ Otonomi dan Pembangunan Daerah”, Erlangga:

Jakarta,2004

Mangkoesoebroto.M. “Ekonomi Pembangunan”, STIE-YKPN: Yogyakarta, 1993

Page 144: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

124

Mardiasmo. “Akuntansi Sektor Publik”, ANDI: Yogyakarta, 2009

Refrina, Vina.“Pengaruh Pendidikan, Penanaman Modal Asing, Penanaman

Modal Dalam Negeri, dan Tingkat Pendapatan terhadap Kesenjangan

Ekonomi antar Kabupaten/Kota di Provinisi Istimewa Yogyakarta tahun

2003-2013”. FEB: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015

Sabir. “Pengaruh Alokasi Belanja Modal terhadap Pertumbuhan Ekonomi ,

Ketimpangan Pendapatan, Penyerapan Tenaga Kerja, dan

Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi

Selatan tahun 2008-2013”.FEB: Universitas Brawijaya , 2015.

Sedarmayanti dan Hidayat, Syarifudin. “ Metodologi Penelitian”, CV. Mandar

Maju:Bandung, 2011

Setiawan dan Endah Kusrini. “Ekonometrika”, ANDI:Yogyakarta,2010

Sukirno, Sadono. “Ekonomi Pembangunan”, KENCANA: Jakarta,2006

Sukirno, Sadono. “Makro Ekonomi Teori Pengantar”, PT. Raja Grafindo Persada:

Jakarta,2011

Supranto. “Ekonometri”, Ghalia Indonesia: Bogor, 2005

Susianti.” Pembangunan Ekonomi dan Ketimpangan Pendapatan AntarProvinsi

di Koridor Ekonomi Indonesia 2005-2013”. Fakultas Ekonomika dan

Bisnis :Universitas Gajah Mada, 2015

Syafrizal. “ Ekonomi Regional”, BADUOSE MEDIA: Padang,2008

Page 145: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

125

Tambunan, Tulus. “Perekonomian Indonesia”, Ghalia Indonesia: Bogor,2009

Todaro, Michael P. dan Stephen C. Smith. “Pembangunan Ekonomi”, Edisi

Kesebelas, Jilid Satu, Erlangga: Jakarta, 2011

Widarjono, Agus. “Ekonometrik Teori dan Aplikasi”, Ekonosia FE

UII:Yogyakarta, 2007

Winaryo, Wing Wahyu. “Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews”,

Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN: Yogyakarta, 2007

Page 146: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

126

Lampiran

Lampiran 1

TAHUN KABKOT RG PE TPT BM

2007 Kab. Cilacap 0.27 2.64 11.48 26.50 2008 Kab. Cilacap 0.24 4.92 10.16 26.35 2009 Kab. Cilacap 0.27 5.25 11.45 25.90 2010 Kab. Cilacap 0.25 5.65 9.75 25.82 2011 Kab. Cilacap 0.30 5.78 10.82 26.04 2012 Kab. Cilacap 0.32 5.59 7.29 26.46 2013 Kab. Cilacap 0.37 5.75 6.68 26.77

2007 Kab. Banyumas 0.25 5.30 8.07 25.68 2008 Kab. Banyumas 0.35 5.38 8.05 25.76 2009 Kab. Banyumas 0.32 5.49 8.05 25.70 2010 Kab. Banyumas 0.34 5.77 7.37 25.36 2011 Kab. Banyumas 0.35 5.86 6.61 25.86 2012 Kab. Banyumas 0.34 5.97 5.11 26.18 2013 Kab. Banyumas 0.36 6.71 5.45 26.47

2007 Kab. Purbalingga 0.27 6.19 7.56 25.51 2008 Kab. Purbalingga 0.24 5.30 7.08 25.92 2009 Kab. Purbalingga 0.27 5.61 4.66 25.47

2010 Kab. Purbalingga 0.24 5.95 3.82 24.49 2011 Kab. Purbalingga 0.28 6.07 5.10 24.92 2012 Kab. Purbalingga 0.33 6.22 5.02 25.56 2013 Kab. Purbalingga 0.32 5.66 5.63 25.45

2007 Kab. Banjarnegara 0.27 5.01 6.39 25.58

2008 Kab. Banjarnegara 0.29 4.98 4.91 25.65

2009 Kab. Banjarnegara 0.26 5.11 5.07 25.07

2010 Kab. Banjarnegara 0.26 4.89 3.10 25.77

2011 Kab. Banjarnegara 0.36 4.92 4.97 25.80

2012 Kab. Banjarnegara 0.33 5.25 3.69 25.79

2013 Kab. Banjarnegara 0.39 5.28 4.16 25.89

2007 Kab. Kebumen 0.24 4.52 7.18 26.20

2008 Kab. Kebumen 0.27 5.80 6.12 25.80 2009 Kab. Kebumen 0.24 3.94 8.12 25.79 2010 Kab. Kebumen 0.23 4.15 8.02 25.50

Page 147: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

127

2011 Kab. Kebumen 0.34 4.88 4.73 25.96

2012 Kab. Kebumen 0.35 4.81 3.58 26.41 2013 Kab. Kebumen 0.31 4.32 3.52 26.38 2007 Kab. Purworejo 0.23 6.08 5.43 25.49

2008 Kab. Purworejo 0.27 5.62 4.32 25.39 2009 Kab. Purworejo 0.29 4.96 4.94 25.42 2010 Kab. Purworejo 0.29 5.01 3.40 24.85 2011 Kab. Purworejo 0.36 5.02 5.30 25.20

2012 Kab. Purworejo 0.31 5.04 3.20 25.73 2013 Kab. Purworejo 0.34 4.99 5.15 25.92 2007 Kab. Wonosobo 0.22 3.58 5.68 25.65

2008 Kab. Wonosobo 0.29 3.69 5.50 25.80 2009 Kab. Wonosobo 0.24 3.85 3.62 26.00 2010 Kab. Wonosobo 0.25 4.46 4.04 24.39 2011 Kab. Wonosobo 0.35 4.52 4.92 25.51

2012 Kab. Wonosobo 0.38 5.14 5.21 25.95 2013 Kab. Wonosobo 0.34 4.98 5.82 25.65 2007 Kab. Magelang 0.27 5.21 6.26 25.58

2008 Kab. Magelang 0.30 4.99 5.60 25.53 2009 Kab. Magelang 0.26 4.72 4.95 25.41 2010 Kab. Magelang 0.25 4.51 2.97 25.31 2011 Kab. Magelang 0.32 4.27 6.83 25.16 2012 Kab. Magelang 0.33 5.84 4.38 25.28 2013 Kab. Magelang 0.34 5.60 6.13 25.41 2007 Kab. Boyolali 0.16 4.08 7.25 25.79

2008 Kab. Boyolali 0.28 4.05 5.90 25.55 2009 Kab. Boyolali 0.26 5.16 5.51 25.18 2010 Kab. Boyolali 0.27 3.60 3.90 25.33

2011 Kab. Boyolali 0.36 5.28 5.81 25.65 2012 Kab. Boyolali 0.38 5.66 4.43 26.06 2013 Kab. Boyolali 0.40 5.43 5.44 26.24 2007 Kab. Klaten 0.20 3.31 8.19 25.66

2008 Kab. Klaten 0.31 3.93 7.26 25.70 2009 Kab. Klaten 0.23 4.24 6.36 24.95 2010 Kab. Klaten 0.25 1.73 4.50 24.42

2011 Kab. Klaten 0.32 1.96 7.63 25.59 2012 Kab. Klaten 0.33 5.54 3.70 25.93 2013 Kab. Klaten 0.34 5.79 5.34 25.95 2007 Kab. Sukoharjo 0.17 5.11 9.45 25.54

Page 148: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

128

2008 Kab. Sukoharjo 0.24 4.84 8.12 25.45

2009 Kab. Sukoharjo 0.25 4.76 8.28 24.73 2010 Kab. Sukoharjo 0.30 4.65 7.40 24.85 2011 Kab. Sukoharjo 0.33 4.59 6.27 25.30

2012 Kab. Sukoharjo 0.35 5.03 6.10 26.18 2013 Kab. Sukoharjo 0.34 5.01 5.98 26.07 2007 Kab. Wonogiri 0.25 5.07 5.20 25.25 2008 Kab. Wonogiri 0.27 4.27 5.73 25.70

2009 Kab. Wonogiri 0.29 4.73 5.03 25.17 2010 Kab. Wonogiri 0.29 3.14 4.70 25.36 2011 Kab. Wonogiri 0.35 4.72 3.82 25.44

2012 Kab. Wonogiri 0.32 6.12 3.46 25.95 2013 Kab. Wonogiri 0.34 4.34 3.61 25.98

2007 Kab. Karanganyar 0.17 5.74 6.63 25.40

2008 Kab. Karanganyar 0.29 5.30 5.70 25.73

2009 Kab. Karanganyar 0.31 3.59 8.26 24.84

2010 Kab. Karanganyar 0.29 7.40 6.62 25.38

2011 Kab. Karanganyar 0.37 5.50 5.78 25.18

2012 Kab. Karanganyar 0.40 5.82 5.82 25.53

2013 Kab. Karanganyar 0.33 5.38 3.84 25.72

2007 Kab. Sragen 0.27 5.73 6.21 25.88 2008 Kab. Sragen 0.27 5.69 5.64 25.86 2009 Kab. Sragen 0.24 6.01 5.78 25.35

2010 Kab. Sragen 0.28 6.06 4.09 25.18 2011 Kab. Sragen 0.35 6.56 8.43 24.98 2012 Kab. Sragen 0.37 6.60 5.88 25.56

2013 Kab. Sragen 0.35 6.64 5.63 25.67 2007 Kab. Grobogan 0.22 4.37 5.83 25.80 2008 Kab. Grobogan 0.26 5.33 6.19 25.93 2009 Kab. Grobogan 0.23 5.03 6.07 25.30

2010 Kab. Grobogan 0.28 5.05 4.60 25.24 2011 Kab. Grobogan 0.32 3.59 5.33 25.81 2012 Kab. Grobogan 0.35 6.16 4.20 25.97

2013 Kab. Grobogan 0.34 4.59 6.10 26.59 2007 Kab. Blora 0.27 3.77 3.92 25.44 2008 Kab. Blora 0.32 5.62 5.71 25.68

Page 149: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

129

2009 Kab. Blora 0.25 5.08 6.99 24.97

2010 Kab. Blora 0.26 5.19 5.49 24.70 2011 Kab. Blora 0.33 2.59 6.90 25.39 2012 Kab. Blora 0.38 4.99 4.75 26.11

2013 Kab. Blora 0.41 4.93 6.23 26.29 2007 Kab. Rembang 0.20 3.81 5.70 25.83 2008 Kab. Rembang 0.31 4.67 5.89 25.54 2009 Kab. Rembang 0.21 4.46 5.64 24.76

2010 Kab. Rembang 0.19 4.45 4.89 25.25 2011 Kab. Rembang 0.27 4.40 7.22 25.96 2012 Kab. Rembang 0.33 4.88 5.75 26.02

2013 Kab. Rembang 0.32 5.03 5.97 25.63 2007 Kab. Pati 0.21 5.19 8.38 25.79 2008 Kab. Pati 0.29 4.94 9.36 25.81 2009 Kab. Pati 0.26 4.69 7.68 25.81

2010 Kab. Pati 0.24 5.11 6.22 24.95 2011 Kab. Pati 0.29 5.43 11.17 25.22 2012 Kab. Pati 0.29 5.92 11.98 25.88

2013 Kab. Pati 0.30 5.72 7.29 26.04 2007 Kab. Kudus 0.24 3.33 7.03 25.53 2008 Kab. Kudus 0.22 3.73 6.15 25.83 2009 Kab. Kudus 0.25 3.78 7.36 26.25 2010 Kab. Kudus 0.24 4.33 6.22 25.83 2011 Kab. Kudus 0.35 4.22 8.32 25.56 2012 Kab. Kudus 0.34 4.33 5.89 25.91

2013 Kab. Kudus 0.34 4.68 8.07 25.61 2007 Kab. Jepara 0.23 4.74 5.78 25.88 2008 Kab. Jepara 0.27 4.49 5.76 25.78

2009 Kab. Jepara 0.22 5.02 4.40 25.23 2010 Kab. Jepara 0.20 4.52 4.56 25.51 2011 Kab. Jepara 0.32 5.49 5.48 26.08 2012 Kab. Jepara 0.35 5.74 4.29 26.42

2013 Kab. Jepara 0.33 5.77 6.34 25.79 2007 Kab. Demak 0.24 4.15 7.04 25.82 2008 Kab. Demak 0.24 4.11 6.64 25.45

2009 Kab. Demak 0.22 4.08 5.72 25.75 2010 Kab. Demak 0.24 4.12 5.69 25.57 2011 Kab. Demak 0.31 4.48 5.03 26.18 2012 Kab. Demak 0.34 4.64 8.40 26.55

Page 150: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

130

2013 Kab. Demak 0.33 4.62 7.08 26.59

2007 Kab. Semarang 0.19 4.72 9.36 25.66 2008 Kab. Semarang 0.27 4.26 7.39 25.82 2009 Kab. Semarang 0.26 4.37 7.88 25.24

2010 Kab. Semarang 0.28 4.90 6.25 25.05 2011 Kab. Semarang 0.33 5.69 6.16 25.80 2012 Kab. Semarang 0.36 5.89 4.87 26.30 2013 Kab. Semarang 0.31 5.62 3.90 26.15

2007 Kab. Temanggung 0.24 4.03 6.77 25.35

2008 Kab. Temanggung 0.25 3.54 4.90 25.50

2009 Kab. Temanggung 0.27 4.09 4.24 25.28

2010 Kab. Temanggung 0.28 4.31 3.60 24.53

2011 Kab. Temanggung 0.38 4.65 3.54 25.26

2012 Kab. Temanggung 0.35 5.04 3.39 25.81

2013 Kab. Temanggung 0.34 5.02 4.87 25.37

2007 Kab. Kendal 0.19 4.31 5.42 25.50

2008 Kab. Kendal 0.25 4.30 6.39 25.48 2009 Kab. Kendal 0.28 4.10 5.64 25.43 2010 Kab. Kendal 0.27 7.43 5.57 25.62 2011 Kab. Kendal 0.37 6.02 6.54 26.02 2012 Kab. Kendal 0.36 5.53 6.31 25.98 2013 Kab. Kendal 0.32 5.24 6.43 25.77 2007 Kab. Batang 0.16 3.49 8.13 25.41

2008 Kab. Batang 0.25 3.67 8.77 25.50 2009 Kab. Batang 0.27 3.72 7.11 25.30 2010 Kab. Batang 0.28 4.97 6.48 23.96

2011 Kab. Batang 0.28 5.26 6.66 25.20 2012 Kab. Batang 0.31 5.02 5.88 25.62 2013 Kab. Batang 0.30 5.17 7.02 25.72 2007 Kab. Pekalongan 0.22 4.59 7.93 25.21

2008 Kab. Pekalongan 0.25 4.78 7.38 25.29 2009 Kab. Pekalongan 0.20 4.30 4.18 25.35 2010 Kab. Pekalongan 0.23 4.27 4.04 25.02

2011 Kab. Pekalongan 0.28 4.77 6.91 25.30 2012 Kab. Pekalongan 0.28 5.32 5.08 25.55 2013 Kab. Pekalongan 0.27 5.45 4.78 25.94

Page 151: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

131

2007 Kab. Pemalang 0.22 4.47 8.53 25.72

2008 Kab. Pemalang 0.21 4.99 9.97 25.63 2009 Kab. Pemalang 0.22 4.78 12.26 25.56 2010 Kab. Pemalang 0.20 4.94 11.45 25.07

2011 Kab. Pemalang 0.26 4.83 7.37 25.58 2012 Kab. Pemalang 0.25 5.28 4.85 25.58 2013 Kab. Pemalang 0.24 5.41 6.48 26.24 2007 Kab. Tegal 0.19 5.59 9.38 25.80

2008 Kab. Tegal 0.25 5.39 9.56 25.98 2009 Kab. Tegal 0.27 5.49 9.24 25.68 2010 Kab. Tegal 0.30 4.63 7.48 25.60

2011 Kab. Tegal 0.28 4.81 10.59 25.71 2012 Kab. Tegal 0.32 5.25 6.12 26.44 2013 Kab. Tegal 0.32 5.81 6.89 26.10 2007 Kab. Brebes 0.21 4.79 9.01 26.00

2008 Kab. Brebes 0.26 4.81 7.92 26.00 2009 Kab. Brebes 0.23 4.99 9.42 25.60 2010 Kab. Brebes 0.23 4.94 8.21 25.60

2011 Kab. Brebes 0.33 4.97 11.08 25.68 2012 Kab. Brebes 0.32 5.21 8.22 25.99 2013 Kab. Brebes 0.31 5.06 9.61 26.51 2007 Kota Magelang 0.27 5.17 12.37 25.04 2008 Kota Magelang 0.26 5.05 12.28 25.01 2009 Kota Magelang 0.28 5.11 14.95 25.26 2010 Kota Magelang 0.31 6.12 13.28 24.59

2011 Kota Magelang 0.34 5.48 11.51 25.12 2012 Kota Magelang 0.37 6.48 8.99 25.09 2013 Kota Magelang 0.33 5.91 6.75 25.68

2007 Kota Surakarta 0.21 5.82 9.31 25.57 2008 Kota Surakarta 0.27 5.69 9.57 25.82 2009 Kota Surakarta 0.27 5.90 10.44 25.13 2010 Kota Surakarta 0.34 5.94 8.73 25.10

2011 Kota Surakarta 0.33 6.04 7.70 25.58 2012 Kota Surakarta 0.37 6.12 6.29 25.95 2013 Kota Surakarta 0.35 5.89 7.22 26.22

2007 Kota Salatiga 0.30 5.39 11.35 24.74 2008 Kota Salatiga 0.32 4.98 11.27 25.56 2009 Kota Salatiga 0.29 4.48 10.95 25.74 2010 Kota Salatiga 0.35 5.01 10.22 25.22

Page 152: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

132

2011 Kota Salatiga 0.34 5.52 9.02 25.07

2012 Kota Salatiga 0.35 5.46 6.84 25.55 2013 Kota Salatiga 0.37 6.36 6.21 24.96 2007 Kota Semarang 0.30 5.98 11.39 25.80

2008 Kota Semarang 0.26 5.59 11.51 25.77 2009 Kota Semarang 0.37 4.70 10.66 26.10 2010 Kota Semarang 0.32 6.52 8.98 26.10 2011 Kota Semarang 0.35 6.41 7.65 26.45

2012 Kota Semarang 0.35 6.42 6.01 26.59 2013 Kota Semarang 0.35 6.20 6.02 27.11 2007 Kota Pekalongan 0.28 3.80 9.64 25.08

2008 Kota Pekalongan 0.25 3.73 9.75 25.37 2009 Kota Pekalongan 0.25 4.18 8.61 25.08 2010 Kota Pekalongan 0.28 6.12 7.00 24.76 2011 Kota Pekalongan 0.31 5.45 8.06 25.13

2012 Kota Pekalongan 0.33 5.60 7.67 25.36 2013 Kota Pekalongan 0.32 5.89 5.28 25.60 2007 Kota Tegal 0.23 5.21 14.75 25.17

2008 Kota Tegal 0.28 5.15 13.32 25.27 2009 Kota Tegal 0.24 5.04 15.74 25.53 2010 Kota Tegal 0.24 4.58 14.22 24.91 2011 Kota Tegal 0.32 4.58 9.77 25.27 2012 Kota Tegal 0.33 5.07 8.75 25.02 2013 Kota Tegal 0.32 4.93 9.32 25.34

Page 153: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

133

Lampiran 2

Uji Chow

Redundant Fixed Effects Tests Equation: FIXED Test cross-section fixed effects

Effects Test Statistic d.f. Prob. Cross-section F 1.910645 (34,207) 0.0032

Cross-section Chi-square 66.871117 34 0.0006

Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: RG Method: Panel Least Squares Date: 06/27/16 Time: 21:59 Sample: 2007 2013 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.416120 0.166016 -2.506501 0.0129

PE 0.020734 0.003565 5.815774 0.0000 TPT -0.003745 0.001232 -3.040119 0.0026 BM 0.024514 0.006500 3.771416 0.0002

R-squared 0.212540 Mean dependent var 0.289469

Adjusted R-squared 0.202737 S.D. dependent var 0.051915 S.E. of regression 0.046355 Akaike info criterion -3.288782 Sum squared resid 0.517858 Schwarz criterion -3.231618 Log likelihood 406.8757 Hannan-Quinn criter. -3.265762 F-statistic 21.68239 Durbin-Watson stat 1.453380 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 154: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

134

Lamipran 3

Uji Hausman

Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: FIXED Test cross-section random effects

Test Summary Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. Prob.

Cross-section random 10.158372 3 0.0173

Cross-section random effects test comparisons:

Variable Fixed Random Var(Diff.) Prob. PE 0.019678 0.020827 0.000007 0.6721

TPT -0.005991 -0.004173 0.000002 0.2264 BM 0.038885 0.028743 0.000018 0.0158

Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: RG Method: Panel Least Squares Date: 06/27/16 Time: 22:00 Sample: 2007 2013 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.763216 0.202391 -3.770991 0.0002

PE 0.019678 0.004570 4.305643 0.0000 TPT -0.005991 0.002014 -2.974555 0.0033 BM 0.038885 0.007864 4.944606 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.400636 Mean dependent var 0.289469

Adjusted R-squared 0.293503 S.D. dependent var 0.051915 S.E. of regression 0.043637 Akaike info criterion -3.284174 Sum squared resid 0.394161 Schwarz criterion -2.741122 Log likelihood 440.3113 Hannan-Quinn criter. -3.065487 F-statistic 3.739618 Durbin-Watson stat 1.821805 Prob(F-statistic) 0.000000

Page 155: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

135

Lampiran 4

Uji Normalitas

0

4

8

12

16

20

24

-0.10 -0.05 0.00 0.05

Series: Standardized ResidualsSample 2007 2013Observations 245

Mean 2.27e-19Median 0.000636Maximum 0.083893Minimum -0.139541Std. Dev. 0.040192Skewness -0.304199Kurtosis 3.053517

Jarque-Bera 3.807834Probability 0.148984

Lampiran 5

Uji Multikolinieritas

PE TPT BM

PE 1.000000 0.031865 0.128333

TPT 0.031865 1.000000 -0.088236

BM 0.128333 -0.088236 1.000000

Page 156: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

136

Lampiran 6

Uji Park

Dependent Variable: LOG(RES2) Method: Panel Least Squares Date: 06/27/16 Time: 20:53 Sample: 2007 2013 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -13.29445 8.721665 -1.524302 0.1287

PE -0.080706 0.187293 -0.430909 0.6669 TPT -0.103934 0.064710 -1.606157 0.1095 BM 0.262190 0.341468 0.767831 0.4433

R-squared 0.014630 Mean dependent var -7.705920

Adjusted R-squared 0.002364 S.D. dependent var 2.438145 S.E. of regression 2.435261 Akaike info criterion 4.634177 Sum squared resid 1429.250 Schwarz criterion 4.691341 Log likelihood -563.6867 Hannan-Quinn criter. 4.657197 F-statistic 1.192737 Durbin-Watson stat 2.212526 Prob(F-statistic) 0.313158

Page 157: PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI, TINGKAT …

137

Lampiran 7

Fixed Effect Model

Dependent Variable: RG Method: Panel Least Squares Date: 06/27/16 Time: 22:05 Sample: 2007 2013 Periods included: 7 Cross-sections included: 35 Total panel (balanced) observations: 245

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.763216 0.202391 -3.770991 0.0002

PE 0.019678 0.004570 4.305643 0.0000 TPT -0.005991 0.002014 -2.974555 0.0033 BM 0.038885 0.007864 4.944606 0.0000

Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared 0.400636 Mean dependent var 0.289469

Adjusted R-squared 0.293503 S.D. dependent var 0.051915 S.E. of regression 0.043637 Akaike info criterion -3.284174 Sum squared resid 0.394161 Schwarz criterion -2.741122 Log likelihood 440.3113 Hannan-Quinn criter. -3.065487 F-statistic 3.739618 Durbin-Watson stat 1.821805 Prob(F-statistic) 0.000000