Upload
others
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SELEDRI
(Apium graveolens) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDARLAMPUNG
2020
METHANIL YELLOW
Skripsi
Oleh:
Alandra Rizhaqi Vastra
ABSTRACT
EFFECTS OF CELERY LEAF EXTRACT (Apium graveolens)
ON GASTER HISTOPATHOLOGY OF WHITE RAT
(Rattus norvegicus) INDUCED BY
METHANIL YELLOW
By
ALANDRA RIZHAQI VASTRA
Background. Celery (Apium graveolens) is herb plant that can easily found in
Indonesia. Celery leaf extract has role as antiulcer in gaster damage and contains
D-limonene that has antiinflamatory and antioxidant properties. It could prevent the
damaging of gaster mucose that is caused by methanil yellow-free radical induced.
Objective. To find out the effect of the celery leaf extract on gaster histopathology
of the white mouse-induced methanil yellow.
Methods. This study is an experimental study with a post-test only control group
design, using 20 white rats which were divided into 5 groups: 2 control group
(positive and negative controls) and 3 treatment group. The study was conducted
for 30 days by administering celery leaf extract with multilevel doses and
administering 3000 mg/kgbw of methanil yellow once every day.
Results.The average of gaster histopathology score is K1=0.35; K2=1.45; P1=1.30;
P2=1.35; P3=1.20. Data were tested with Kruskal-Wallis test, followed by Mann-
Whitney test and there is significant mean difference between groups of K1-K2,
K1-P1, K1-P2, K1-P3 but there is no significant mean difference between groups
of K2-P1, K2-P2, K2-P3, P1-P2, P2-P3.
Conclusion. There is no effect of celery leaf extract on gaster histopathology of
white rat-induced by methanil yellow.
Keywords: Celery leaf extract, gaster histopathology, methanil yellow
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SELEDRI
(Apium graveolens) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
METHANIL YELLOW
Oleh
ALANDRA RIZHAQI VASTRA
Latar Belakang. Seledri (Apium graveolens) merupakan tanaman herba yang
mudah ditemukan di Indonesia. Ekstrak daun seledri diketahui memiliki sifat
antiulkus terhadap kerusakan gaster dan mengandung D-limonen yang memiliki
sifat antiinflamasi dan antioksidan. Kandungan tersebut mampu mencegah
kerusakan pada mukosa gaster yang diakibatkan oleh methanil yellow yang memicu
pembetukan radikal bebas dan merusak epitel gaster.
Tujuan. Mengetahui pengaruh pemberian ekstrak daun seledri terhadap gambaran
histopatologi gaster tikus putih yang diinduksi methanil yellow.
Metode Penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan
desain post-test control group design, menggunakan 20 ekor tikus putih yang
terbagi menjadi 5 kelompok yaitu 2 kelompok kontrol (kontrol positif dan negatif)
dengan 3 kelompok perlakuan. Penelitian dilakukan selama 30 hari dengan
pemberian ekstrak daun seledri dengan dosis bertingkat dan pemberian methanil
yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB setiap hari sekali selama 30 hari.
Hasil penelitian. Rerata skor histopatologi gaster yang didapatkan adalah
K1=0,35; K2=1,45; P1=1,30; P2=1,35; P3=1,20. Data diuji dengan uji Kruskal-
Wallis dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney dan didapatkan hasil yang bermakna
antara K1-K2, K1-P1, K1-P2, K1-P3 serta tidak ada perbedaan yang bermakna
antara K2-P1, K2-P2, K2-P3, P1-P2, P2-P3.
Simpulan. Pemberian ekstrak daun seledri tidak memiliki pengaruh yang bermakna
terhadap gambaran histopatologi gaster tikus putih yang diinduksi methanil yellow.
Kata Kunci: ekstrak daun seledri, histopatologi gaster, methanil yellow.
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SELEDRI
(Apium graveolens) TERHADAP GAMBARAN
HISTOPATOLOGI GASTER TIKUS PUTIH
(Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
METHANIL YELLOW
Oleh:
ALANDRA RIZHAQI VASTRA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Pada
Program Studi Kedokteran
Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kota Padang, Sumatera Barat pada tanggal 22 Desember 1998,
merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agung Puasatriyo dan
Ibu Mardalena.
Penulis menempuh pendidikan Taman Kanak-kanak (TK) di TK Al-Irsyad Kota
Sawahlunto Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2004. Pendidikan Sekolah Dasar (SD)
ditempuh di SDN 10 Tanah Lapang Kota Sawahlunto pada tahun 2004-2007, kemudian
menyelesaikan pendidikan SD di SDN 08 Lawang Kidul pada tahun 2010. Pendidikan
Sekolah Menengah Pertama (SMP) ditempuh di SMPN 1 Lawang Kidul pada tahun
2013 dan Sekolah Menengah Atas (SMA) ditempuh di SMA Plus Negeri 17 Kota
Palembang Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2016.
Pada tahun 2016, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung melalui jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa, Penulis terdaftar sebagai Asisten Dosen Anatomi tahun
2018-2019, berkontribusi dalam Pemilihan Umum Raya Fakultas Kedokteran 2017
sebagai Ketua Pelaksana. Selain itu, Penulis juga aktif dalam organisasi Forum Studi
Islam Ibnu Sina (FSI Ibnu Sina) sebagai Kepala Bidang Kesekretariatan dan
Kesejahteraan Masjid.
Alhamdulillahi Rabbil ‘alamin
Allahumma sholli ‘ala Muhammad wa ’ala aali Muhammad
Kupersembahkan karyaku ini kepada Papa dan Mamaku
Tercinta Serta Abangku, Alchika Primavansa.
SANWACANA
Segala puji kepada Allah SWT penulis ucapkan atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
serta mencurahkan segala kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN SELEDRI
(Apium graveolens) TERHADAP GAMBARAN HISTOPATOLOGI GASTER
TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) YANG DIINDUKSI METHANIL YELLOW”
dan disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kedokteran di
Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Karomani, M.Si selaku rektor Universitas Lampung.
2. Dr. Dyah Wulan Sumekar RW, SKM., M.Kes selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung.
3. dr. Rizki Hanriko., S.Ked., Sp.PA selaku Pembimbing Utama yang telah
membimbing saya dengan sebaik-baiknya, menuntun dan mengajari saya
dalam banyak hal yang saya belum mengerti, terima kasih banyak atas waktu
yang diberikan serta kesabaran dan banyak sekali ilmu yang diberikan
sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.
4. dr. Dwita Oktaria, S.Ked., M.Pd.Ked., selaku Pembimbing kedua yang telah
membimbing, mengajari dan memberikan dukungan dengan sebaik-baiknya
dalam menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih atas nasihat serta kesabaran
yang diberikan dalam membimbing skripsi ini sehingga dapat terselesaikan
dengan baik.
5. dr. Waluyo Rudiyanto, S.Ked., M.Kes., selaku Pembahas Utama dalam skripsi
ini. Terima kasih sudah menjadi pembahas yang selalu memberikan
bimbingan, memberikan ilmu dan arahan pada setiap hal yang belum saya
ketahui, terima kasih atas dukungan sehingga saya dapat menjalani skripsi ini
dengan lancar.
6. dr. Anggraeni Janar Wulan, S.Ked., M.Sc., selaku Pembimbing Akademik
selama di FK Unila, terima kasih saya ucapkan atas bimbingan, perhatian,
saran, dan nasihat yang selalu diberikan.
7. Mas Bayu Putra DJ, S.Si., dan Ibu Nuriah A.Md., yang telah banyak membantu
selama proses penelitian. Terima kasih atas bimbingan, nasihat dan dukungan
yang telah diberikan serta kesediaannya dalam membantu saya dan teman-
teman selama penelitian.
8. Seluruh dosen FK Unila yang telah memberikan ilmu pengetahuan, dukungan
serta nasihat selama penulis menempuh pendidikan dokter.
9. Kepada Papa, Mama serta Abang yang selalu memberikan dukungan baik
moral maupun materi pada setiap langkah saya. Terima kasih Mama atas setiap
doa, perhatian dan kasih yang tulus serta saran yang berharga dalam
menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih Papa atas nasihat dan dukungan serta
telah bekerja keras untuk memenuhi segala kebutuhan dalam perkuliahan ini.
Terimakasih Abang atas semangat dan motivasi yang diberikan.
10. Kepada keluarga besar, terima kasih banyak atas segala doa, dukungan, rasa
percaya dan harapan yang begitu tinggi yang telah diberikan.
11. Kepada sahabat saya, Mira Yustika Susilo yang selalu membantu dan
mendukung dalam segala hal selama perkuliahan dan khususnya dalam
penelitian ini. Terima kasih atas waktu dan bantuan yang begitu besar untuk
membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi.
12. Kepada sahabat saya, Alif Fernanda Putra yang selalu setia menemani sejak
awal perkuliahan dan membantu dalam segala hal. Terima kasih telah menjadi
sahabat yang baik dan memberikan dukungan, motivasi, dan kebersamaan
selama perkuliahan dan penelitian.
13. Kepada sahabat saya, Neema Putri Prameswari yang selalu menemani dan
memberikan nasihat dan motivasi selama perkuliahan. Terima kasih untuk
selalu menjadi teman dan menjadi pendengar yang baik serta mendukung
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
14. Kepada sahabat saya, Bagus Pratama yang selalu setia menemani serta
membantu dalam segala hal. Terima kasih atas kehadiran, motivasi, dan
bantuan selama perkuliahan ini.
15. Kepada teman-teman satu tim penelitian yaitu Alif, Reza dan Ayu. Terima
kasih karena telah menjadi tim terbaik dengan saling membantu dan bekerja
sama untuk menyelesaikan penelitian ini.
16. Kepada rekan dalam perkuliahan, Bagas Mukti, Ian Ivantirta, Jeffrey Surya
dan Arif Naufal yang telah hadir dan selalu memotivasi selama berjuang di
fakultas kedokteran, terimakasih untuk selalu ada menemani kehidupan
penulis sehari-hari.
17. Seluruh rekan animal house yang telah berjuang bersama merawat tikus-tikus,
berbagi suka dan duka selama penelitian.
18. Seluruh rekan FK Unila angkatan 2016 Trigeminus atas kebersamaan,
dukungan, semangat dan kerja samanya selama ini.
Akhir kata, Penulis menyadari bahwa skripsi ini memiliki banyak keterbatasan dan
masih jauh dari kesempurnaan. Namun, Penulis berharap semoga skripsi ini dapat
berguna dan bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya.
Bandar Lampung, Februari 2020
Penulis,
Alandra Rizhaqi Vastra
.
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ........................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ vi
1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 5
1.4. Manfaat Penelitian ..................................................................................... 5
1.4.1. Manfaat Bagi Peneliti .......................................................................... 5
1.4.2. Manfaat Bagi Pembaca ....................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
......................................................................................................... 6
2.1.1. Anatomi Gaster ................................................................................... 6
2.1.2. Fisiologi Gaster ................................................................................... 8
2.1.3. Histologi Gaster ................................................................................ 10
2.1.4. Gastritis ............................................................................................. 14
2.2. Methanil Yellow ....................................................................................... 16
2.2.1. Definisi Methanil Yellow .................................................................. 16
2.2.2. Efek Methanil Yellow Terhadap Gaster ............................................ 18
2.3. Seledri (Apium graveolens) ..................................................................... 20
2.3.1. Karakteristik Seledri (Apium graveolens) ........................................ 20
2.3.2. Efek Seledri (Apium graveolens) Terhadap Gaster .......................... 22
2.4. Tikus (Rattus norvegicus)........................................................................ 24
2.5. Kerangka Teori ........................................................................................
2.1. Gaster
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ..........................................................................................
25
ii
2.6. Kerangka Konsep ....................................................................................
28
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 28
3.3. Penetuan Populasi dan Sampel ................................................................
..............................................................................
.........................................................................
.........................................................................
..................................................................................
................................................
.........................................................................
45
4.1.1. Gambaran Histopatologi Gaster ........................................................
53
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian ........................................................................................
27
2.7. Hipotesis ..................................................................................................
29
3.3.1. Populasi ............................................................................................. 29
3.3.2. Sampel Penelitian 29
3.3.3. Kelompok Perlakuan 30
3.3.4. Kriteria Inklusi .................................................................................. 31
3.3.5. Kriteria Eksklusi................................................................................ 32
3.4. Bahan dan Alat Penelitian ....................................................................... 32
3.4.1. Bahan Penelitian............................................................................... 32
3.4.2. Bahan Kimia..................................................................................... 32
3.4.3. Perangkat Penelitian 32
3.5. Prosedur Penelitian 34
3.5.1. Adaptasi Tikus ................................................................................. 34
3.5.2. Prosedur Pemberian Akuades .......................................................... 34
3.5.3. Prosedur Pemberian Methanil Yellow .............................................. 34
3.5.4. Prosedur Pemberian Ekstrak Seledri 35
3.5.5. Prosedur Penelitian........................................................................... 36
3.5.6. Alur Penelitian ................................................................................. 41
3.6. Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel ........................ 42
3.6.1. Identifikasi Variabel 42
3.6.2. Definisi Operasional......................................................................... 43
3.7. Analisis Data ........................................................................................... 43
3.8. Ethical Clearence .................................................................................... 44
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian .......................................................................................
49
4.2. Pembahasan .............................................................................................
45
4.1.2. Analisis Histopatologi Epitel Gaster ................................................
iii
.............................................................................................. 61
5.2. Saran ........................................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
61
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
1. Data Molekul Methanil Yellow ............................................................... 17
2. Taksonomi Seledri (Apium graveolens) .................................................. 20
3. Kandungan Ekstrak Seledri ..................................................................... 23
4. Taksonomi Tikus (Rattus norvegicus) .................................................... 24
5. Sifat Biologis Tikus (Rattus norvegicus) ................................................ 25
6. Definisi Operasional Variabel ................................................................. 42
7. Persentase Penurunan Rerata Skor Histopatologi Gaster ........................ 49
8. Uji Normalitas Saphiro-Wilk ................................................................... 51
9. Hasil Analisa Kruskal-Wallis .................................................................. 52
10. Hasil Uji Mann-Whitney .......................................................................... 53
DAFTAR GAMBAR
1. Anatomi Gaster .......................................................................................... 7
2. Histologi Gaster ....................................................................................... 13
3. Struktur Kimia Methanil Yellow .............................................................. 17
4. Kerangka Teori ........................................................................................ 26
5. Kerangka Konsep .................................................................................... 26
6. Diagram Alur Penelitian .......................................................................... 40
7. Gambaran Histopatologi Gaster Kelompok K1 Perbesaran 400x ........... 46
8. Gambaran Histopatologi Gaster Kelompok K2 Perbesaran 400x ........... 46
9. Gambaran Histopatologi Gaster Kelompok P1 Perbesaran 400x............ 47
10. Gambaran Histopatologi Gaster Kelompok P2 Perbesaran 400x............ 48
11. Gambaran Histopatologi Gaster Kelompok P3 Perbesaran 400x............ 49
12. Grafik Skor Gambaran Histopatologi Gaster .......................................... 50
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Etika Penelitian
Lampiran 2. Hasil Pemeriksaan Histopatologi Gaster Tikus
Lampiran 3. Dokumentasi Kegiatan Penelitian
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Makanan adalah salah satu kebutuhan primer manusia. Berbagai jenis
makanan dijual bebas di pasaran dengan berbagai rasa, bentuk maupun rupa.
Untuk meningkatkan mutu produk makanan, diperlukan penambahan bahan
tambahan atau zat aditif ke dalam makanan. Zat aditif makanan merupakan
senyawa atau campuran yang ditambahkan ke dalam makanan dan terlibat
dalam proses pengolahan, pengemasan, atau penyimpanan dan bukan
merupakan bahan utama. Zat aditif makanan dapat berupa pewarna, penyedap
rasa dan aroma, pengawet, pemanis atau pengental (Winarno, 1992).
Pewarna makanan adalah suatu zat yang ditambahkan pada makanan yang
dapat memberikan atau memperbaiki warna makanan (Menteri Kesehatan
Republik Indonesia, 2012). Menurut Cahyadi (2009), pewarna makanan
merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam makanan yang dapat
memperbaiki penampilan makanan agar menarik, menstabilkan warna, serta
dapat mempertahankan warna makanan selama proses pengolahan dan
penyimpanan. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor: 239/Menkes/Per/V/1985 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan
2
sebagai bahan berbahaya terdapat 30 zat pewarna yang dilarang untuk
digunakan sebagai bahan tambah pangan. Salah satu contoh dari zat pewarna
yang penggunaannya terlarang untuk digunakan sebagai pewarna makanan
adalah methanil yellow yang lazimnya digunakan sebagai pewarna tekstil
(Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2011). Perilaku pedagang makanan
yang menggunakan methanil yellow sebagai pewarna makanan dipengaruhi
oleh beberapa faktor, yaitu harga methanil yellow lebih murah dibandingkan
pewarna makanan, mudahnya mendapatkan methanil yellow, rendahnya
pengetahuan pedagang makanan mengenai bahaya methanil yellow jika
dikonsumsi, serta pengawasan BPOM terhadap penjualan makanan kurang
ketat dan tidak berkala (Zuraida et al., 2017).
Methanil yellow adalah zat pewarna sintetis yang lazim digunakan dalam
industri tekstil dan cat. Methanil yellow merupakan pewarna azo yang juga
digunakan sebagai indikator keasaman dan kepentingan penelitian lainnya.
Jika dikonsumsi dan masuk ke dalam tubuh, zat pewarna industri ini dapat
mengiritasi saluran pencernaan. Methanil yellow menyebabkan kerusakan
jaringan melalui mekanisme stres oksidatif. Methanil yellow mengganggu
sistem antioksidan alami tubuh dan menginduksi pembentukan radikal bebas.
Methanil yellow dapat menyebabkan gangguan pada sistem fisiologis tubuh
dan berdampak fatal bagi kesehatan (Ghosh et al., 2017). Berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Sarkar dan Ghosh (2012), tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diberikan paparan methanil yellow yang dicampurkan pada
diet selama 30 hari menghasilkan adanya gambaran patologis berupa
3
kerusakan jaringan pada organ-organ yaitu usus, gaster, hepar dan ginjal. Pada
gaster, kerusakan yang diakibatkan oleh paparan methanil yellow berupa
gambaran degenerasi epitel gaster disertai hipersekresi mukus. Selain itu,
didapatkan juga nekrosis pada sel-sel epitel kolumnar dan erosi pada kelenjar
gastrika. Kerusakan gaster yang ditimbulkan oleh paparan zat toksik secara
terus-menerus dapat berupa gastritis dan tukak peptik (Anjasmara et al.,
2017).
Gastritis dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain bakteri, jamur, dan
zat pewarna industri yang bersifat toksik bagi tubuh (Sudoyo et al., 2014;
Anjasmara et al., 2017). Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat tahun 2017, gastritis menempati peringkat kedua dari 10
Penyakit Terbanyak di Provinsi Sumatera Barat dengan jumlah kasus
sebanyak 285.282 atau 15,8% dari seluruh kasus (Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat, 2018). Gastritis dapat diobati dengan beberapa terapi, baik
dengan menggunakan obat-obatan kimia maupun pengobatan tradisional
(Sudoyo et al., 2014; Poojitha et al., 2016). Salah satu tanaman herba yang
kerap digunakan sebagai pengobatan tradisional terhadap gastritis adalah
seledri (Al-Howiriny et al., 2010).
Seledri (Apium graveolens) adalah tumbuhan herba yang dapat digunakan
sebagai bahan dalam memasak. Seledri merupakan tanaman herba aromatik
yang seluruh bagiannya dapat digunakan, memiliki rasa yang pahit dengan
aroma yang harum. Seledri juga digunakan sebagai obat yang diyakini
4
memiliki efek untuk menurunkan proses peradangan, terutama pada gangguan
gaster dan ginjal. Menurut Al-Howiriny et al. (2010), seledri diketahui
memiliki efek antiulkus terhadap lesi pada gaster. Seledri secara signifikan
menurunkan intensitas ulserasi gaster. Seledri mengandung sekitar 60% D-
limonen yang memiliki sifat antiinflamasi dan antioksidan (Kooti et al., 2014;
Yu et al., 2017). Selain itu, daun seledri juga mengandung flavonoid yang
bertindak sebagai antioksidan yang bekerja untuk menangkal radikal bebas
(Kooti et al., 2014; Banjarnahor dan Artanti, 2015).
Kandungan seledri (Apium graveolens) berupa D-limonen dan flavonoid yang
dapat bertindak sebagai antioksidan dan antiinflamasi serta memberikan
pengaruh dalam menurunkan intesitas ulserasi pada gaster sehingga seledri
memiliki potensi untuk digunakan untuk mencegah kerusakan pada gaster
(Al-Howiriny et al., 2010; Kooti et al., 2014; Yu et al., 2017). Berdasarkan
latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian pengaruh
pemberian ekstrak daun seledri (Apium graveolens) terhadap gambaran
histopatologi gaster tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi methanil
yellow.
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah
yaitu: Apakah terdapat pengaruh pemberian ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) terhadap gambaran histopatologi gaster tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi methanil yellow?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak
daun seledri (Apium graveolens) terhadap gambaran histopatologi gaster tikus
putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi methanil yellow.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan peneliti dan sebagai penerapan keilmuan yang
telah dipelajari selama pendidikan kedokteran dasar.
1.4.2 Manfaat Penelitian Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat berguna dalam mengungkapkan
pengaruh pemberian ekstrak daun seledri (Apium graveolens) terhadap
kerusakan histologis gaster yang diberi paparan methanil yellow
sehingga kerusakan gaster pada masyarakat akibat konsumsi makanan
terpapar methanil yellow dapat dikurangi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gaster
2.1.1. Anatomi Gaster
Traktus gastroinstestinal berlanjut turun dari esofagus menuju organ
yang disebut gaster. Gaster terletak pada kuadran kiri atas dari cavitas
peritoneal, biasanya berada di antara tulang vertebra T7 sampai tulang
vertebra L3. Ukuran gaster bervariasi pada setiap individu, namun pada
orang dewasa ukuran panjang gaster berkisar antara 15 cm hingga 25
cm. Diameter dan volume gaster sangat bergantung dari seberapa
banyak makanan yang berada di dalamnya. Pada kondisi kosong, gaster
memiliki volume sekitar 50 mL dan volumenya akan terus bertambah
ketika terisi makanan hingga pada kondisi terisi penuh gaster dapat
menampung hingga 4 L. Ketika gaster tak terisi, gaster akan seolah
mengecil dan mengerut ke dalam sehingga mukosa bagian dalam gaster
akan berlipat membentuk lipatan-lipatan yang disebut rugae gaster.
(Martini et al., 2012; Marieb dan Hoehn, 2013)
Gaster dapat dibagi menjadi 4 bagian: kardia, fundus, korpus, dan
pilorus. Kardia merupakan bagian terkecil dari gaster, meliputi bagian
7
superior dan medial dari pertemuan antara gaster dan esofagus. Kardia
memiliki kelenjar mukus yang berlimpah yang menghasilkan sekret
yang melapisi dinding dalam pertemuan antara gaster dan esofagus dan
berperan melindungi esofagus dari enzim dan asam lambung. Bagian
kedua yaitu fundus, meliputi bagian superior dari pertemuan antara
esofagus dan gaster. Fundus bersentuhan langsung dengan bagian
inferior dan posterior permukaan diafragma (Martini et al., 2012).
Gambar 1. Anatomi Gaster (Tortora dan Derrickson, 2012)
Korpus adalah bagian di antara fundus dan pilorus dan merupakan
bagian terbesar pada gaster. Korpus bertindak sebagai tempat
pencampuran makanan yang akan dicerna bersama sekret gaster.
Kelenjar-kelenjar gastrika pada area fundus dan korpus mensekresikan
sebagian besar asam lambung dan enzim yang diperlukan dalam digesti
gaster. Bagian terbawah dan akhir pada gaster adalah pilorus. Pilorus
8
terbagi menjadi dua bagian yaitu antrum pilori, yang berhubungan
dengan korpus gaster, dan kanal pilori yang akan menyalurkan kimus
menuju duodenum, bagian proximal dari usus halus (Martini et al.,
2012).
2.1.2. Fisiologi Gaster
Gaster memiliki fungsi motorik yaitu sebagai tempat penyimpanan
makanan sebelum dicerna, fungsi sebagai mencampurkan makanan
dengan sekresi gaster berupa asam lambung dan enzim-pencernaan dan
membentuk suatu campuran setengah padat berbentuk pasta yang
disebut kimus, serta fungsi pengosongan gaster pada kecepatan yang
sesuai untuk menyalurkan kimus dari gaster menuju duodenum (Guyton
dan Hall, 2008).
Dalam keadaan normal, ketika gaster terisi dan meregang, refleks
vasovagal yang berjalan dari gaster menuju batang otak dan kemudian
kembali ke gaster akan mengurangi tonus di dalam dinding otot korpus
gaster sehingga dinding menonjol keluar secara progresif, sehingga
gaster dapat menampung jumlah makanan hingga suatu batas saat gaster
berelaksasi sempurna, yaitu 0,8-1,5 L. Tekanan dalam gaster tetap
rendah hingga batas ini tercapai (Guyton dan Hall, 2008).
Beberapa menit setelah makanan masuk ke gaster, gelombang gerakan
peristaltik akan bekerja pada gaster setiap 15 hingga 25 detik.
9
Gelombang ini mencampurkan makanan dan cairan sekresi kelenjar
gaster, dan mengubahnya menjadi pasta cair yang disebut kimus. Ketika
pencernaan berlangsung di gaster, gelombang peristaltik yang lebih kuat
dimulai pada korpus gaster dan akan semakin intensif saat mencapai
pilorus (Tortora dan Derrickson, 2012).
Ketika makanan mencapai pilorus, secara berkala gelombang peristaltik
akan mendorong sekitar 3 mL kimus menuju duodenum melalui sfingter
pilori, sebuah fenomena yang dikenal sebagai pengosongan gaster.
Sebagian besar kimus akan terdorong kembali ke dalam korpus gaster
sehingga terjadi pencampuran kembali kimus di dalam gaster. Gerakan
maju dan mundur dari isi gaster berperan besar untuk pencampuran
makanan di gaster. Makanan dapat tetap berada di fundus selama satu
jam tanpa bercampur dengan asam lambung. Selama waktu ini,
pencernaan oleh amilase terus berlanjut. Segera setelah sekeresi gaster
dihasilkan, terjadi proses pembentukan kimus oleh gaster dan
menonaktifkan amilase dan mengaktifkan lipase yang mulai mencerna
trigliserida menjadi asam lemak dan digliserida (Tortora dan
Derrickson, 2012).
Meskipun sel parietal mensekresi ion hidrogen (H+) dan ion klorida
(Cl-) secara terpisah ke lumen gaster, hasil akhir dari sekresi tersebut
adalah sekresi asam hidroklorida (HCl). Pompa proton yang didukung
oleh H+ / K+ ATPase mengangkut H+ ke dalam lumen sambil membawa
10
ion kalium (K+) ke dalam sel. Pada saat yang sama, Cl- dan K+ berdifusi
ke lumen melalui kanal Cl- dan K+ di membran apikal. Enzim karbonat
anhidrase, yang sangat banyak dalam sel parietal, mengkatalisis
pembentukan asam karbonat (H2CO3) dari air (H2O) dan karbon
dioksida (CO2). Ketika asam karbonat terdisosiasi, proses ini
menyediakan sumber H+ untuk pompa proton dan juga menghasilkan
ion bikarbonat (HCO3-). Ion bikarbonat yang terbentuk di sitosol akan
keluar dari sel parietal dan bertukar dengan Cl- melalui antiporter Cl- /
HCO3- pada embol basolateral. HCO3
- kemudian akan berdifusi ke
kapiler darah terdekat (Tortora dan Derrickson, 2012).
2.1.3. Histologi Gaster
Gaster merupakan organ berongga yang secara anatomis terletak di
antara esofagus dan usus halus. Terdapat perubahan mendadak jenis
epitel pada pertemuan antara esofagus dan gaster, yaitu dari epitel
berlapis gepeng esofagus menjadi epitel selapis silindris gaster. Pada
permukaan luminal gaster terdapat lubang-lubang kecil yang disebut
foveola gastrika (gastric pit). Foveola gastrika dibentuk oleh epitel
luminal yang berinvaginasi ke lamina propria jaringan ikat mukosa di
bawahnya. Lapisan submukosa yang terdiri dari jaringan ikat padat yang
terdapat di bawah mukosa gaster, mengandung banyak pembuluh darah
dan saraf. Berbeda dengan esofagus dan usus halus yang hanya memiliki
dua lapisan dinding otot tebal, muskularis eksterna gaster terdiri atas tiga
11
lapisan. Bagian luar luar gaster dilapisi oleh lapisan serosa atau
peritoneum viseral (Eroschenko, 2008).
Secara umum, histologis gaster dibagi menjadi empat daerah yaitu
kardia, fundus, korpus, dan pilorus. Namun, struktur bagian fundus dan
korpus identik secara mikroskopis sehingga hanya tiga daerah yang
dapat dikenali secara histologis. Mukosa dan submukosa gaster yang
kosong memperlihatkan lipatan-lipatan memanjang yang dikenal
sebagai rugae, yang akan mendatar bila gaster terisi makanan
(Eroschenko, 2008; Mescher, 2016).
Mukosa gaster terdiri atas epitel permukaan yang berlekuk ke dalam
lamina propria dengan kedalaman yang bervariasi, dan membentuk
sumur-sumur gaster (foveola gastrika). Dalam foveola gastrika terdapat
kelenjar tubular bercabang yang khas untuk setiap bagian gaster
(kardiak, korpus dan pilorus). Lamina propria yang tervaskularisasi dan
mengelilingi serta menunjang foveola dan kelenjar tersebut
mengandung serabut otot polos dan sel limfoid. Suatu lapisan otot polos
yang memisahkan mukosa dari submukosa di bawahnya adalah disebut
mukosa muskularis (Mescher, 2016).
Jika diamati dengan pembesaran lemah, pada permukaan lumen gaster
akan tampak banyak invaginasi kecil melingkar atau lonjong di lapisan
epitel. Invaginasi ini adalah muara foveola gastrika. Epitel yang
12
menutupi permukaan dan melapisi lekukan-lekukan tersebut adalah
epitel selapis silindris, dan selnya menghasilkan lapisan mukus
protektif. Glikoprotein yang disekresi sel-sel epitel mengalami hidrasi
dan bercampur dengan lipid dan ion bikarbonat juga dilepaskan dari
epitel tersebut untuk membentuk suatu lapisan gen hidrofobik kental
dengan gradien nilai pH 1 pada permukaan lumen dan pada sel epitel
memiliki nilai pH 7 (Mescher, 2016).
Asam hidroklorida, pepsin, lipase, dan empedu dalam lumen gaster
harus dianggap sebagai agresor endogen yang potensial di lapisan epitel.
Mukus yang melekat erat pada permukaan epitel sangat efektif untuk
melindungi, sementara lapisan mukus pada permukaan lumen lebih larut
dan sebagian tercerna oleh pepsin serta bercampur dengan isi lumen. Sel
epitel permukaan juga membentuk lini pertahanan yang penting berkat
produksi mukusnya, taut antarselnya dan pengangkut ion yang
mempertahankan pH intrasel dan produksi bikarbonat. Lini pertahanan
ketiga adalah jalinan sirkulasi di bawahnya yang menyediakan ion
bikarbonat nutrien dan oksigen ke sel-sel mukosa, sambil
menghilangkan produk metabolik beracun. Sejumlah besar
vaskularisasi juga menunjang penyembuhan luka superfisial secara
cepat pada mukosa (Mescher, 2016).
Kardia adalah suatu pita melingkar yang sempit dengan lebar 1,5-3 cm,
pada peralihan antara esofagus dan gaster. Pilorus merupakan regio
13
berbentuk terowongan yang terbuka ke dalam usus halus. Mukosa kedua
regio tersebut mengandung kelenjar tubular yang biasanya bercabang
dengan bagian sekretorik bergelung yang disebut kelenjar kardia dan
kelenjar pilorus. Celah yang bermuara ke dalam kelenjar tersebut
berukuran lebih panjang di pilorus. Di kedua regio tersebut, kelenjar ini
menyekresikan banyak mukus dan lisozim, suatu enzim yang
menyerang dinding bakteri (Mescher, 2016).
Lamina propria mukosa pada daerah fundus dan korpus dipenuhi
kelenjar gastrik tubular bercabang, dan kelenjar-kelenjar tersebut
mengeluarkan isinya ke dalam dasar foveola gastrika. Setiap kelenjar
gastrik memiliki bagian isthmus, leher dan bagian dasar. Distribusi sel-
sel epitel dalam kelenjar gastrika tidak tersebar merata. Bagian isthmus
yang berada di dekat sumur gastrika, mengandung sel-sel mukosa
berdiferensiasi dan bermigrasi menggantikan sel mukosa permukaan,
sedikit sel punca yang tidak terdiferensiasi, dan sel parietal (oksintik).
Bagian leher kelenjar terdiri atas sel-sel punca, sel leher mukosa
(berbeda dari sel mukosa isthmus), dan sel parietal. Dasar kelenjar
mengandung sel parietal dan sel zimogen (chief cell). Berbagai sel
enteroendokrin tersebar di bagian leher dan dasar kelenjar (Mescher,
2016).
14
Gambar 2. Histologi Gaster (Mescher, 2016)
2.1.4. Gastritis
Gaster secara fisiologis memiliki mekanisme untuk melindungi dan
menjaga integritas lumen gaster yang sering terpapar asam klorida
ketika terjadi proses pencernaan. Mekanisme protektif pada lumen
gaster yaitu dengan mensekresikan mukus yang membentuk lapisan
pada epitel gaster dan memiliki pH netral akibat sekresi ion bikarbonat
oleh sel-sel epitel. Vaskularisasi yang kaya pada gaster juga melindungi
jaringan gaster dengan menyuplai oksigen, bikarbonat, dan zat nutrien
ke jaringan gaster. Adanya gangguan dalam mekanisme perlindungan
gaster akan menimbulkan peradangan yang salah satunya adalah
gastritis (Nisa, 2018).
15
Gastritis merupakan suatu proses peradangan yang terjadi pada mukosa
dan submukosa gaster. Proses inflamasi atau peradangan yang terjadi
dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya yaitu akibat infeksi dan
iritasi zat-zat iritan. Infeksi bakteri Helicobacter pylori merupakan
penyebab gastritis yang paling sering terjadi pada negara berkembang.
Infeksi oleh bakteri Helicobacter pylori di negara berkembang
memperlihatkan prevalensi yang tinggi baik pada anak-anak atau orang
dewasa. Pada awal infeksi oleh kuman Helicobacter pylori mukosa
gaster akan menunjukkan respon inflamasi akut. Secara endoskopik
sering tampak sebagai erosi dan tukak atau lesi hemoragik (Sudoyo et
al., 2014).
Terdapat beberapa jenis virus yang dapat menginfeksi mukosa gaster
misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. Kedua jenis virus tersebut
dapat menimbulkan gastroenteritis, tetapi secara histopatologi tidak
spesifik. Hanya cytomegalovirus yang dapat menimbulkan gambaran
histopatologi yang yang khas infeksi cytomegalovirus pada gaster
biasanya merupakan bagian dari infeksi pada banyak organ lain,
terutama pada organ muda dan immunocompromised (Sudoyo et al.,
2014).
Jamur spesies Candida, Histoplasma capsulatum dan Mukonaceae
dapat menginfeksi mukosa gaster hanya pada pasien
immunocompromized. Pasien yang sistem imunnya baik biasanya tidak
16
dapat terinfeksi oleh jamur. Sama seperti infeksi akibat jamur, mukosa
gaster bukan tempat yang mudah terkena infeksi parasit (Sudoyo et al.,
2014). Obat anti-inflamasi nonstreroid (OAINS) merupakan penyebab
gastritis yang amat penting. Gastritis akibat OAINS bervariasi sangat
luas, dari hanya berupa keluhan nyeri uluhati sampai pada tukak peptik
dengan komplikasi perdarahan saluran cerna bagian atas (Sudoyo et al.,
2014).
Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksan endoskopi dan
histopatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan secara sistematis dengan
mencantumkan topografi. Gambaran endoskopi yang dapat dijumpai
adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, perdarahan,
edematous rugae. Perubahan-perubahan histopatologi selain
menggambarkan perubahan morfologi sering juga dapat
menggambarkan poses yang mendasari. Perubahan-perubahan yang
terjadi berupa degradasi epitel, hiperplasia foveolar, infiltrasi netrofil,
inflamasi sel mononuklear, folikel limfoid, atropi, metaplasia intestinal,
hiperplasia sel endokrin, kerusakan sel parietal (Sudoyo et al., 2014).
2.2. Methanil Yellow
2.2.1. Definisi Methanil Yellow
Methanil yellow adalah pewarna sintetis yang digunakan pada industri
tekstil, kertas dan cat. Pewarna ini berbentuk serbuk atau padat yang
berwarna kuning kecoklatan. Methanil yellow bersifat larut dalam air
17
dan alkohol, agak larut dalam benzene dan eter, serta sedikit larut dalam
aseton (Shofa dan Ismail, 2014). Zat warna sintetis methanil yellow
memiliki rumus kimia C18H14N3O3SNa dengan struktur kimia methanil
yellow dapat dilihat pada Gambar 3. Data molekul methanil yellow dapat
dilihat pada Tabel 1.
Gambar 3. Struktur Kimia Methanil Yellow (Pubchem, 2019)
Tabel 1. Data Molekul Methanil Yellow
Keterangan Penjelasan
Berat molekul 375,38 g/mol
Rumus molekul C18H14N3O3SNa
Nomor CAS 587-98-4
RTECS DB7329500
Merek index 14.5928
pH 1,2 - 2,3
Titik leleh >250oC
Golongan Dyes, azo
Kelarutan Larut dalam air, alkohol, sedikit larut dalam benzene,
dan agak larut dalam aseton
Sinonim 3-[[4(Phenylamino)Phenyl]Azo] Benzene Sulfonic Acid
Monosodium Salt; Acid Yellow 36
Sumber: (Pubchem, 2019)
Methanil yellow merupakan salah satu pewarna azo yang telah dilarang
digunakan dalam pangan (BPOM RI, 2013). Pelarangan tersebut
dikarenakan jika zat pewarna azo methanil yellow tertelan dapat
18
menyebabkan iritasi saluran cerna. Selain itu, senyawa ini dapat pula
menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam, lemah, dan
hipotensi. Dampak yang terjadi akibat penggunaan zat pewarna
methanil yellow dapat berupa iritasi pada saluran pernafasan, iritasi pada
kulit, iritasi pada mata, dan bahaya kanker pada kandung kemih. Apabila
tertelan dapat menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, demam,
dan hipotensi. Bahaya lebih lanjut yakni menyebabkan kanker pada
kandung dan saluran kemih. Penyalahgunaan pewarna methanil yellow
pada makanan antara lain pada produk mie, kerupuk dan jajanan lain
yang berwarna kuning mencolok berpendar (Ghosh et al., 2017; Zuraida
et al., 2017).
Methanil yellow dapat bersifat toksik dan mengganggu berbagai sistem
fisiologis tubuh. Methanil yellow akan berbahaya bila diserap oleh usus
bersama makanan yang dicerna dan masuk ke dalam aliran darah.
Methanil yellow yang merupakan zat kimia bersifat toksik mengalir
dalam sistem perdarahan dan mencapai berbagai organ dan
mengintervensi berbagai proses metabolik seluler. Methanil yellow
dapat menyebabkan stres oksidatif pada berbagai organ vital seperti
jantung, hepar, gaster, dan ginjal (Sarkar dan Ghosh, 2012)
2.2.2. Efek Methanil Yellow Terhadap Gaster
Methanil yellow dapat langsung masuk ke dalam sistem pencernaan
ketika individu mengkonsumsi makanan yang terpapar zat pewarna azo
19
tersebut. Methanil yellow dapat menimbulkan gastrotoksisitas,
hepatotoksisitas, dan merusak usus. Methanil yellow yang dicerna oleh
tubuh akan menganggu sistem antioksidan alami yang dimiliki tubuh
dan memicu pembentukan radikal bebas. Methanil yellow dapat
menyebabkan kerusakan jaringan melalui mekanisme stres oksidatif.
Pada penelitian yang menggunakan ikan (Heteropneustes fossilis)
sebagai objek penelitian didapatkan bahwa paparan methanil yellow
menyebabkan kerusakan lipatan gaster, menghancurkan sel-sel epitel,
hilangnya microridge dari membran plasma apikal, dan fragmentasi.
Methanil yellow juga menyebabkan erosi dan degenerasi pada kelenjar
gastrika (Ghosh et al., 2017).
Penelitian yang dilakukan oleh Shofa dan Ismail (2014) mengenai
pengaruh pemberian methanil yellow peroral dosis bertingkat selama
30 hari terhadap gambaran histopatologi gaster mencit (Mus musculus)
balb/c didapatkan hasil bahwa pemberian methanil yellow peroral
dengan dosis 1050 mg/kgBB/hari, 2100 mg/kgBB/hari, dan 4200
mg/kgBB/hari memberikan perbedaan gambaran histopatologi pada
gaster mencit yang bervariasi mulai dari deskuamasi epitel hingga
nekrosis jaringan gaster mencit (Mus musculus).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sarkar dan Ghosh (2012)
mengenai perubahan gambaran histopatologis organ-organ pencernaan
tikus putih (Rattus norvegicus) yang diberi paparan methanil yellow
20
dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari selama 30 hari didapatkan hasil
bahwa methanil yellow dapat merusak jaringan gaster. Oleh karena
sifat toksisitas dari zat pewarna sintetis methanil yellow, lapisan
epitelium gastrika mengalami degenerasi dan terjadi hipersekresi
mukus di atas lapisan tersebut. Nekrosis juga terjadi pada sel-sel epitel
kolumnar dari gaster. Ditemukan erosi dan degenerasi pada kelenjar-
kelenjar gastrika sehingga menyebabkan terbentuknya vakuola-
vakuola pada tunika propria dan lapisan submukosa. Pada lapisan
serosa dan muskular juga tampak terjadi kerusakan.
2.3. Seledri (Apium graveolens)
2.3.1. Karakteristik Seledri (Apium graveolens)
Seledri (Apium graveolens) adalah tanaman yang berasal dari famili
Apiaceae. Seledri dapat tumbuh di daerah Eropa hingga daerah tropis
pada benua Afrika dan Asia dan tumbuh sepanjang tahun. Seledri akan
tumbuh dengan baik pada lingkungan yang sejuk (Procházková et al.,
2011; Yu et al., 2017). Adapun taksonomi dari tanaman seledri (Apium
graveolens) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Taksonomi Seledri (Apium graveolens)
No Kingdom Plantae
1 Divisi Spermatophytes.
2 Subdivisi Angiospermae
3 Kelas Magnolisisa
4 Ordo Apicedes
5 Famili Apiaceae
6 Genus Apium
7 Spesies Apium graveolens
Sumber: (Fazal dan Singla, 2012)
21
Seledri (Apium graveolens) termasuk tanaman yang berbentuk semak-
semak dan tingginya ± 50 cm. Batang seledri tidak berkayu, bersegi,
beralur, beruas, bercabang, tegak, berwarna hijau pucat. Seledri (Apium
graveolens) memiliki akar tunggang yang berwarna putih keruh. Daun
seledri majemuk, menyirip ganjil, dengan anak daun 3-7 helai yang
pangkal dan ujungnya runcing, tepi beringgit, panjangnya 2-7,5 cm,
lebar 2-5 cm, pertulangan menyirip, panjang tangkainya 1-2,7 cm,
berwarna hijau keputih-putihan dan hijau. Sedangkan bunganya
berbentuk payung, tangkai 2 cm, delapan sampai dua belas, tangkai
kelopak 2,5 cm, hijau, benang sari lima, berlepasan, berseling dengan
mahkota, ujung runcing, mahkota berbagi lima, bagian pangkal
berlekatan, putih. Buahnya berbentuk kerucut, panjangnya 1-1,5 mm,
dan berwarna hijau kekuningan. Seluruh bagian tanaman ini dapat
dimanfaatkan sebagai makanan ataupun kepentingan pengobatan
tradisional. Bagian yang dimanfaatkan dari seledri (Apium graveolens)
antara lain bagian biji, daun, dan minyak essensial seledri (Kooti et al.,
2014; Dianat et al., 2015).
Daun seledri (Apium graveolens) mengandung saponin, flavonoida,
polifenol, protein, belerang, kalsium, besi, fosfor, vitamin A, B1, dan C.
Ekstrak seledri memiliki kemampuan membersihkan racun dari sistem
pencernaan tubuh dan dapat digunakan untuk kasus penyakit gout yang
dalam kondisinya terjadi kristalisasi asam urat. Akar tanaman seledri
merupakan bagian yang paling efektif untuk mengobati batu pada
22
saluran kemih. Selain itu, akarnya juga cukup ampuh merawat kondisi
hepar yang terganggu serta hipertensi. Berdasarkan hasil penelitian,
seledri juga mengandung psoralen, zat kimia yang menghancurkan
radikal bebas yang dapat menyebabkan kanker. Masyarakat pedesaan
telah lama memanfaatkan seledri sebagai obat untuk menurunkan suhu
tubuh ketika demam dengan cara mengoleskan tumbukan daun seledri
ke kepala anak yang terserang demam. Air perasan seledri yang
mempunyai sifat mendinginkan dipercaya dapat mendinginkan kepala.
Seledri juga mengandung selenium yang berefek merangsang sel saraf
otak sehingga sangat baik untuk meningkatkan intelegensia, sodium
yang merupakan mineral yang berguna untuk dinding gaster dan saluran
usus, memperlambat proses penuaan, menjaga kelenturan dan aktivitas
otot, serta kalium, sodium, dan sulfur yang sangat baik untuk diabetes
(Al-Howiriny et al., 2010; Kooti et al., 2014; Dianat et al., 2015).
2.3.2. Efek Seledri (Apium graveolens) Terhadap Gaster
Seledri diketahui memiliki efek antiulkus terhadap lesi pada gaster.
Seledri secara signifikan menurunkan intensitas ulserasi gaster. Seledri
dapat memperbaiki jaringan gaster yang rusak oleh formalin (Al-
Howiriny et al., 2010).
23
Tabel 3. Kandungan Ekstrak Seledri
Kandungan Seledri (Apium graveolens) Persentase (%)
D-Limonen 57,7
Myrcene 18,7
4-Terpineol 8,6
β-Selinene 8,1
β-pinen 2,4
β-caryophyllene 0,5
Carnone 0,3
Trans-Limonen Oxide 0,3
α - Terpinolene 0,3
α - selinen 0,2
Trans-3-butylidenephthalide 0,1
α - Muurolene 0,1
Cis-Limonen Oxide 0,1
Linalool 0,1
α - pinen 0,1
Trans-ocimene 0,1
Sumber: (Kooti et al., 2014)
Ekstrak seledri mengandung berbagai macam zat yang bermanfaat.
Dalam ekstrak seledri terkandung 57.7% D-limonen yang memiliki sifat
antiinflamasi dan antioksidan (Kooti et al., 2014). Kandungan ini dapat
menjadi agen protektif terhadap kerusakan pada gaster. Mekanisme
antiinflamasi oleh D-limonen yaitu dengan supresi
matrixmetalloproteinase (MMP)-2 dan ekspresi gen-9. D-limonen juga
memiliki efek meningkatkan antioksidan. Dengan demikian, seledri
(Apium graveolens) yang mengandung D-limonen memiiki indikasi
sebagai antiinflamasi dan antioksidan (Yu, Yan dan Sun, 2017). Selain
itu, daun seledri juga mengandung flavonoid yang cukup banyak yaitu
sebesar 202 mg per kilogram daun seledri (Kooti et al., 2014). Flavonoid
bertindak sebagai antioksidan yang bekerja untuk menangkal radikal
bebas. Flavonoid berperan sebagai antioksidan melalui kemampuannya
dalam menangkap reactive oxygene species (ROS) dan radikal bebas.
24
Flavonoid mendonorkan satu atom hidrogen atau mentransfer elektron
tunggal untuk menangkal radikal bebas (Banjarnahor dan Artanti,
2015).
2.4. Tikus (Rattus norvegicus)
Hewan coba merupakan hewan yang dapat digunakan dalam penelitian medis
maupun biomedis dan dipelihara secara intensif di laboratorium. Salah satu
hewan yang sering digunakan dalam penelitian adalah tikus (Rattus
norvegicus). Sebagai hewan coba, tikus putih memiliki kelebihan
dibandingkan hewan coba yang lain yaitu pemeliharaan dan penanganan tikus
mudah karena ukuran tubuh tikus yang relative kecil dan memiliki kemampuan
reproduksi yang tinggi dengan masa kehamilan yang singkat, serta memiliki
karakteristik produksi dan reproduksi yang mirip dengan mamalia lain. Tikus
laboratorium lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman
dan lebih cepat berkembang biak (Malole dan Pramono, 1989). Sistematika
tikus (Rattus norvegicus) berdasarkan taksonomi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Taksonomi Tikus (Rattus norvegicus)
No Kingdom Animalia
1 Filum Chordata
2 Kelas Mamalia
3 Ordo Rodentia
4 Famili Muridae
5 Genus Rattus
6 Spesies Rattus norvegicus
Sumber: (Quesenberry dan Carpenter, 2012)
Keunikan yang dimiliki tikus dibandingkan hewan coba lain yaitu tikus
memiliki struktur anatomi yang unik pada bagian pertemuan antara esofagus
25
dan gaster tikus sehingga tikus tidak dapat muntah yang mempermudah proses
penelitian ketika memberikan perlakuan per oral pada tikus menggunakan
sonde (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
Tabel 5. Sifat Biologis Tikus (Rattus norvegicus)
Kriteria Keterangan
Lama bunting 20-22 hari
Umur dewasa 40-60 hari
Umur dikawinkan 8 minggu
Berat dewasa Jantan 300-400 g
Berat dewasa betina 250-300 g
Siklus estrus 4-5 hari
Perkawinan Pada waktu estrus
Fertilitas 7-10 jam setelah kawin
Aktivitas Nokturnal (malam)
Konsumsi makanan 15-30 g/hari
Konsumsi minuman 20-45 ml/hari
Sumber: (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988)
2.5. Kerangka Teori
Paparan methanil yellow khususnya pada saluran cerna seperti gaster dapat
bersifat toksik dan menyebabkan degenerasi epitel gaster hingga nekrosis pada
kelenjar gastrika (Anjasmara et al., 2017; Ghosh et al., 2017). Hal ini dapat
terjadi karena methanil yellow dapat menginduksi terjadinya stres oksidatif
pada gaster yaitu melalui produksi dari reactive oxygen species (ROS). Pada
keadaan normal, reaksi oksidatif dapat diatasi dengan pengikatan dengan
antioksidan alami yang dimiliki tubuh. Namun, apabila paparan dari methanil
yellow terjadi secara terus-menerus maka tubuh tidak dapat melakukan
kompensasi karena terjadi penurunan produksi dari antioksidan di dalam tubuh
(Ghosh et al., 2017).
26
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, ekstrak
dari daun seledri memiliki beberapa manfaat sebagai antiinflamasi dan
antiulkus pada gaster karena kandungan antioksidan seperi D-limonen dan
flavonoid yang dimiliki oleh ekstrak tersebut (Al-Howiriny et al., 2010; Kooti
et al., 2014; Yu et al., 2017). Kandungan ini dapat menjadi agen protektif
terhadap kerusakan pada gaster karena cara kerja D-Limonen yang dapat
mesupresi matrixmetalloproteinase (MMP)-2 dan ekspresi gen-9 (Yu, Yan dan
Sun, 2017). Kandungan flavonoid dapat bertindak sebagai antioksidan yang
bekerja untuk menangkal radikal bebas melalui kemampuannya dalam
menangkap reactive oxygene species (ROS) dan mendonorkan satu atom
hidrogen atau mentransfer satu electron untuk menangkal radikal bebas
(Banjarnahor dan Artanti, 2015).
Gambar 4. Kerangka Teori (Al-Howiriny et al., 2010; Sarkar dan Ghosh, 2012;
Kooti et al., 2014; Banjarnahor dan Artanti, 2015; Ghosh et al., 2017)
Paparan
Methanil
Yellow
Degenerasi Epitel
Gaster dan Nekrosis
Kelenjar Gastrika
Ekstrak Daun Seledri
(Apium graveolens)
Antiinflamasi
Antiulkus
Antioksidan
Keterangan:
Menginduksi
Menghambat
Variabel Penelitian
:
:
:
Stress oksidatif & menurunkan
antioksidan tubuh
27
2.6. Kerangka Konsep
Gambar 5. Kerangka Konsep
2.7. Hipotesis
Berdasarkan uraian tinjauan pustaka di atas, didapatkan hipotesis sebagai
berikut:
Ho: Tidak terdapat pengaruh dalam pemberian ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) terhadap gambaran histopatologi gaster tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi methanil yellow.
Ha: Terdapat pengaruh dalam pemberian ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) terhadap gambaran histopatologi gaster tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi methanil yellow.
Variabel Bebas Variabel Terikat
Ekstrak Daun Seledri
(Apium graveolens)
Gambaran Histopatologi
Gaster Yang Diinduksi
Methanil Yellow
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan
quasi-experiment post-test control group design. Desain penelitian melibatkan
kelompok subjek yang diberikan perlakuan eksperimental (kelompok
eksperimen). Penelitian dengan desain ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh pemberian ekstrak daun seledri (Apium graveolens) terhadap
gambaran histopatologi gaster tikus putih (Rattus norvegicus) yang diinduksi
methanil yellow.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di dua tempat untuk pembuatan ekstrak daun seledri
(Apium graveolens) dan pembuatan preparat histopatologi. Pembuatan ekstrak
daun seledri (Apium graveolens) dilakukan di Laboratorium Botani Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Lampung.
Pembuatan preparat histopatologi dan pembacaan preparat dilakukan di
Laboratorium Anatomi, Patologi Anatomi, dan Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung. Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November
2019 yang terdiri dari pengambilan sampel tikus, masa adaptasi, pemberian
29
perlakuan pada masing-masing kelompok sampel hingga terminasi dan
mengambil sampel organ gaster pada tikus (Rattus norvegicus) untuk
dilakukan penilaian histopatologi.
3.3 Penentuan Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih (Rattus
norvegicus) jantan dengan kisaran berat 150 gram – 250 gram serta
rentang usia 10 sampai 12 minggu yang diperoleh dari Palembang Tikus
Center.
3.3.2 Sampel Penelitian
Penelitian menggunakan simple random sampling untuk memilih sampel
dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Digunakan 5 kelompok untuk
mengetahui bagaimana keadaan normal gaster, kerusakan gaster yang
diinduksi methanil yellow serta pengaruh ekstrak daun seledri terhadap
kerusakan gaster yang diinduksi methanil yellow. Banyaknya jumlah
sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Frederer.
Keterangan:
n= besar sampel tiap kelompok
t= banyak kelompok
t(n-1) ≥ 15
30
Besar sampel yang dibutuhkan untuk tiap kelompok:
5(n-1) ≥ 15
5n-5 ≥ 15
5n ≥ 15 + 5
5n ≥ 20
n ≥ 4
Berdasarkan perhitungan di atas, maka dalam percobaan ini untuk tiap
kelompok perlakuan digunakan sampel sebanyak 4 ekor tikus putih
(Rattus norvegicus), dengan jumlah total sampel yang digunakan adalah
20 ekor tikus putih (Rattus norvegicus). Untuk mengantisipasi adanya
kriteria eksklusi selama masa pemberian perlakuan maka dilakukan
koreksi dengan menambahkan sampel sebesar 10% dari jumlah anggota
tiap kelompok perlakuan.
Oleh karena itu, setiap kelompok perlakuan dibutuhkan cadangan
sebanyak 1 ekor tikus putih. Sehingga penelitian menggunakan 25 ekor
tikus putih (Rattus norvegicus). Tikus yang digunakan berumur 10-12
minggu yang dikelompokkan dengan teknik pengacakan menjadi 5
kelompok.
3.3.3 Kelompok Perlakuan
1. Kelompok kontrol negatif (K1)
Kelompok tikus yang hanya diberi akuades selama 30 hari.
10% x 4
= 0,4 per kelompok perlakuan
31
2. Kelompok kontrol positif (K2)
Kelompok tikus yang hanya diinduksi dengan methanil yellow dengan
dosis 3000 mg/kgBB/hari selama 30 hari.
3. Kelompok perlakuan 1 (P1)
Kelompok tikus yang diberikan ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 62,5 mg/kgBB/hari dan diinduksi methanil
yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari selama 30 hari.
4. Kelompok perlakuan 2 (P2)
Kelompok tikus yang diberikan ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 125 mg/kgBB/hari dan diinduksi methanil
yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari selama 30 hari.
5. Kelompok perlakuan 3 (P3)
Kelompok tikus yang diberikan ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 250 mg/kgBB/hari dan diinduksi methanil
yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari selama 30 hari.
3.3.4 Kriteria Inklusi
1. Sehat (tidak terdapat kerontokan rambut atau botak dan bergerak
aktif).
2. Berjenis kelamin jantan.
3. Memiliki berat badan 150 gram – 250 gram.
4. Berusia ± 10 sampai 12 minggu.
32
3.3.5 Kriteria Eksklusi
1. Terdapat penurunan berat badan lebih dari 10% setelah masa adaptasi
di laboratorium.
2. Mati selama masa adaptasi atau selama masa pemberian perlakuan.
3.4 Bahan dan Alat Penelitian
3.4.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan adalah:
1. Methanil yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari;
2. Ekstrak daun seledri (Apium graveolens) dengan dosis 62,5
mg/kgBB/hari, 125 mg/kgBB/hari, dan 250 mg/kgBB/hari;
3. Akuades;
4. Bahan makanan dan minuman tikus (Rattus norvegicus).
3.4.2 Bahan Kimia
Bahan yang diperlukan dalam pembuatan preparat histopatologi dengan
metode paraffin, yaitu larutan formalin 10% untuk fiksasi, alkohol teknis,
xilol, akuades, pewarna haematoxylin dan eosin, paraffin, dan balsam
kanada.
3.4.3 Perangkat Penelitian
1. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian adalah:
a. Neraca analitik untuk menimbang berat tikus.
33
b. Spuit oral 1 cc dan 3 cc.
c. Minor set.
d. Kapas dan alkohol.
e. Alat pemeriksaan mikroskopis: Mikroskop, gelas objek, cairan
emersi.
f. Gelas ukur.
g. Sonde lambung.
h. Evaporator.
i. Larutan Formalin.
j. Pot urine untuk meletakkan organ gaster.
2. Alat Pembuat Preparat Histopatologi
Alat pembuat preparat histopatologi yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Object glass.
b. Deck glass.
c. Embedding cassette.
d. Rotarymicrotome.
e. Oven.
f. Water bath.
g. Platening table.
h. Autochnicom processor.
i. Staining jar.
j. Staining rack.
34
k. Kertas saring.
l. Histoplast.
m. Paraffin dispenser.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Adaptasi tikus putih (Rattus norvegicus)
Sebanyak 25 ekor (total sampel dan cadangan) tikus yang memenuhi
kriteria inklusi dan eksklusi terbagi atas 5 kelompok diadaptasi sekurang-
kurangnya 5 hari hingga 7 hari di Animal House Fakultas Kedokteran
Universitas Lampung dan dilakukan penimbangan tikus dan penandaan
untuk menentukan perlakuan per kelompok (BPOM RI, 2014).
3.5.2 Prosedur Pemberian Akuades
Pemberian akuades dilakukan peroral menggunakan sonde. Besar
pemberian akuades sebesar 1% dari berat badan (Diehl et al., 2001).
Hewan uji yang diberikan memiliki berat sekitar 150-250 gram, sehingga
rumus perhitungan kebutuhan akuades harian yaitu:
3.5.3 Prosedur Pemberian Methanil Yellow
Dosis methanil yellow yang digunakan sebagai penginduksi tikus putih
(Rattus norvegicus) dalam penelitian ini adalah 3000 gram/kgBB/hari
Berat badan (gram) x 1%
= 200 gram x 1%
= 2 ml/hari.
35
yang diencerkan dengan menggunakan akuades sebanyak 1 cc per dosis
pemberian dan diberikan secara peroral selama 30 hari masa perlakuan
(Sarkar dan Ghosh, 2012; BPOM RI, 2014)
3.5.4 Prosedur Pemberian Ekstrak Seledri
Sebelum dilakukan perlakuan terhadap tikus sampel, dilakukan
persiapan untuk mendapatkan ekstrak daun seledri (Apium graveolens).
Untuk mendapatkan ekstrak daun seledri (Apium graveolens) pada
penelitian ini digunakan metode maserasi atau perendaman. Proses
ekstraksi daun seledri (Apium graveolens) menggunakan pelarut etanol
95%. Daun seledri (Apium graveolens) yang diekstraksi, terlebih dahulu
dikeringkan selama 4 hingga 6 hari dan digiling hingga menjadi tepung
atau serbuk. Sebanyak 500 gram serbuk daun seledri direndam
(maserasi) pada 5 liter etanol 95% selama 72 jam pada suhu ruang untuk
melarutkan komponen bioaktif pada daun seledri. Setelah 72 jam larutan
dikoleksi dan dilakukan penyaringan. Setelah penyaringan selesai,
dilakukan evaporasi untuk menghilangkan etanol hasil maserasi maka
diperoleh hasil ekstraksi kasar dan selanjutnya simpan di penangas pada
suhu 5°C. Hasil berupa pasta yang telah dikeringkan dengan freeze dry
(Anggraeni et al., 2016).
Setelah pembuatan ekstrak selesai, dilakukan pemberian ekstrak Apium
graveolens terhadap tikus putih (Rattus norvegicus) dengan dosis 62,5
mg/kgBB/hari, 125 mg/kgBB/hari dan 250 mg/kgBB/hari, masing-
36
masing dosis per ekor tikus diencerkan dengan akuades sebanyak 1 cc
dan perlakuan dilakukan selama 30 hari (Sarkar dan Ghosh, 2012; BPOM
RI, 2014).
3.5.5 Prosedur Penelitian
a. Sebanyak 25 ekor tikus putih (Rattus norvegicus) dibagi dalam 5
kelompok. Kelompok 1 sebagai kontrol negatif hanya diberi akuades
2 ml/hari. Kelompok 2 sebagai kontrol positif, diberikan methanil
yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari. Kelompok 3 sebagai
perlakuan 1 diberikan ekstrak daun seledri (Apium graveolens) 62,5
mg/kgBB/hari serta methanil yellow dengan dosis 3000
mg/kgBB/hari. Kelompok 4 sebagai perlakuan 2 diberikan ekstrak
daun seledri (Apium graveolens) dengan dosis 125 mg/kgBB/hari
serta methanil yellow dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari. Kelompok 5
sebagai perlakuan 3 diberikan ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 250 mg/kgBB/hari serta methanil yellow
dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari. Perlakuan dilakukan selama 30
hari.
b. Setelah masa perlakuan (30 hari) selesai, dilakukan laparatomi pada
tikus yang dinarkosis dengan injeksi ketamin intraperitoneal dan
dilakukan pengambilan organ gaster untuk dibuat sediaan
mikroskopis dengan metode paraffin dan pewarnaan Hematoksilin &
Eosin.
37
c. Sampel organ gaster difiksasi dengan formalin 10% yang kemudian
dikirim ke Laboratotium Anatomi, Patologi Anatomi, dan Histologi
Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. Pembuatan preaparat
dikerjakan oleh staff ahli laboratorium Laboratotium Anatomi,
Patologi Anatomi, dan Histologi Fakultas Kedokteran Universitas
Lampung.
d. Metode teknik histopatologi yaitu:
1. Fixation
a. Melakukan fiksasi spesimen berupa potongan organ gaster
yang telah dipilih dengan laritan formalin 10%.
b. Melakukan pencucian spesimen dengan air mengalir.
2. Trimming
a. Mengecilkan organ ± 3 mm.
b. Memasukkan potongan organ gaster tersebut ke dalam
embedding cassette.
3. Dehidrasi
a. Menuntaskan air dengan meletakkan embedding cassette
pada kertas tisu.
b. Melakukan perendaman organ gaster berturut-turut dalam
alkohol bertingkat 80% dan 95% masing-masing selama 2
jam. Selanjutnya dilakukan perendaman alkohol 95%,
absolut I, II,III selama 1 jam.
38
4. Clearing
Membersihkan sisa alkohol menggunakan xilol I, II, III masing-
masing selama 1 jam.
5. Impregnasi
Impregnasi dengan menggunakan paraffin I, II, III selama 2
jam.
6. Embedding
a. Membersihkan sisa paraffin yang ada pada pan dengan
memanaskan beberapa saat di atas api dan usap dengan
kapas.
b. Menyiapkan paraffin cair dengan memasukkannya ke dalam
cangkir logam kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan
suhu di atas 580 C.
c. Menuangkan paraffin cair ke dalam pan.
d. Memindahkan satu-persatu dari embedding cassette ke dasar
pan dengan mengatur jarak satu dengan yang lainnya.
e. Memasukkan pan ke dalam air.
f. Melepaskan paraffin yang berisi potongan gaster ke dalam
suhu 4-60 C beberapa saat.
g. Memotong paraffin sesuai dengan letak jaringan dengan
menggunakan scalpel hangat.
h. Meletakkan pada blok kayu, ratakan pinggirnya dan buat
ujungnya segera meruncing.
i. Memblok paraffin siap dipotong dengan mikrotom.
39
7. Cutting
a. Melakukan pemotongan pada ruangan dingin.
b. Sebelum memotong, dinginkan blok terlebih dahulu.
c. Melakukan pemotongan kasar, dilanjutkan dengan
pemotongan halus dengan ketebalan 4-5 mikron.
d. Memilih lembaran potongan yang paling baik, apungkan
pada air dan hilangkan kerutan dengan cara menekan salah
satu sisi lembaran jaringan tersebut dengan ujung jarum dan
sisi yang lain ditarik menggunakan kuas runcing.
e. Memindahkan lembaran jaringan ke dalam waterbath selama
beberapa detik hingga mengembang sempurna.
f. Dengan gerakan menyendok ambil lembaran jaringan
dengan slide bersih dan tempatkan di tangah atau pada
sepertiga atas atau bawah untuk mencegah agar tidak ada
gelembung udara di bawah jaringan.
g. Menempatkan slide yang berisi jaringan pada inkubator
(suhu 370 C) selama 24 jam sampai jaringan melekat
sempurna.
8. Staining dengan Harris Hematoxylin Eosin.
Setelah jaringan melekat sempurna, pilih slide yang terbaik dan
selanjutnya secara berurutan dimasukkan ke dalam zat kimia
dengan waktu sebagai berikut:
a. Zat kimia yang pertama digunakan adalah xilol I, II, III
masing-masing 5 menit.
40
b. Zat kimia yang digunakan adalah alkohol absolut I, II, III
masing-masing selama 5 menit.
c. Zat kimia selanjutnya adalah akuades selama 1 menit.
d. Potongan organ dimasukkan dalam zat warna Harris
Hematoxylin selama 20 menit.
e. Kemudian dimasukkan ke dalam akuades selama 1 menit
dengan sedikit digoyangkan.
f. Mencelupkan organ dalam asam alkohol sekitar 2-3 celupan.
g. Membersihkan menggunakan akuades bertingkat masing-
masing 1 dan 15 menit.
h. Memasukkan potongan organ dalam eosin sekama 12 menit.
i. Secara berurutan, memasukkan potongan organ dalam
alkohol 96% selama 2 menit, alkohol 96%, alkohol absolut
III dan IV masing-masing selama 3 menit.
j. Memasukkan ke dalam xilol IV dan V masing-masing 5
menit.
9. Mounting
Setelah pewarnaan selesai, letakkan slide di atas kertas tisu pada
tempat yang datar, kemudian diteteskan dengan bahan mounting
yaitu balsam kanada dan tutup dengan cover glass, cegah jangan
sampai terbentuk gelembung udara.
10. Membaca slide dengan mikroskop
Slide diperiksa dengan sinar dan pembesaran 400x.
41
3.5.6 Alur Penelitian
Timbang berat badan tikus putih jantan
Gambar 6. Diagram Alur Penelitian
Setelah 30 hari, tikus dinarkosis dengan injeksi ketamin intraperitoneal.
Pengambilan gaster tikus dengan laparotomi.
Pengiriman sampel gaster ke Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas
Kedokteran Universitas Lampung untuk pembuatan sediaan.
.histopatologi.
Pengamatan sediaan di Laboratorium Fakultas Kedokteran.
Interpretasi hasil pengamatan.
Diberi
akuades 2
ml/hari.
Diberi
methanil
yellow
3000
mg/kgBB
/hari
Diberi ekstrak
daun seledri
62,5
mg/kgBB/hari
dan methanil
yellow 3000
mg/kgBB/hari
Diberi ekstrak
daun seledri
125
mg/kgBB/hari
dan methanil
yellow 3000
mg/kgBB/hari.
K1 K2 P1
Tikus diadaptasikan dalam Animal House selama 7 hari.
Tikus diberi perlakuan selama 30 hari.
K1 K2 P1 P2 P3
P2
Diberi ekstrak
daun seledri
250
mg/kgBB/hari
dan methanil
yellow 3000
mg/kgBB/hari.
P3
42
3.6 Identifikasi Variabel dan Definisi Operasional Variabel
3.6.1 Identifikasi Variabel
1. Variabel Bebas
a. Perlakuan kontrol negatif: pemberian akuades.
b. Perlakuan kontrol positif: Pemberian methanil yellow dengan dosis
3000mg/kgBB/hari tanpa ekstrak daun seledri (Apium graveolens).
c. Perlakuan coba 1: Pemberian ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 62,5 mg/kgBB/hari dan methanil yellow
dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari.
d. Perlakuan coba 2: Pemberian ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 125 mg/kgBB/hari dan methanil yellow
dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari.
e. Perlakuan coba 3: Pemberian ekstrak daun seledri (Apium
graveolens) dengan dosis 250 mg/kgBB/hari dan methanil yellow
dengan dosis 3000 mg/kgBB/hari.
2. Variabel terikat adalah gambaran histopatologi gaster tikus putih
(Rattus norvegicus).
43
3.6.2 Definisi Operasional
Tabel 6. Definisi Operasional Variabel
Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala
Ekstrak Daun
Seledri
Hasil ekstraksi daun
seledri (Apium
graveolens) dengan
metode maserasi dalam
etanol 95% selama 72
jam, kemudian
dievaporasi dan
dikeringkan dengan
freeze dry.
Alat ukur
dosis
Pemberian ekstrak
daun seledri dengan
dosis 62,5
mg/kgBB/hari, 125
mg/kgBB/hari dan
250 mg/kgBB/hari
Kategorik
Histopatologi
gaster
Gambaran histopatologi
gaster dilihat
menggunakan
mikroskop cahaya
dengan perbesaran 400x
pada 5 lapang pandang
untuk menentukan
degenerasi epitel.
Tingkat kerusakan
untuk satu sampel gaster
tikus didapat dari rerata
lima lapangan pandang.
Mikroskop
cahaya
Total skor degenerasi
epitel gaster dihitung
berdasarkan penilaian
integritas mukosa
gaster yang dibaca
dalam 5 lapang
pandang dengan
perbesaran 400x
dengan kriteria nilai:
Skor 0: Tidak ada
perubahan patologis
Skor 1: Deskuamasi
epitel.
Skor 2: Erosi
permukaan epitel (1-
10 sel epitel/lesi dan
defek pada epitel
mukosa).
Skor 3: Ulserasi epitel
(>10 sel epitel/lesi
dalam defek pada
mukosa saluran cerna
yang meluas melalui
mukosa muskularis
hingga submukosa
atau lebih dalam).
(Hanriko, 2018)
Numerik
Methanil
yellow
Sediaan methanil yellow
yang diberikan dengan
campuran 1 ml akuades
per pemberian
Alat Ukur
Dosis
Pemberian methanil
yellow dengan dosis
3000 mg/kgBB/hari
Numerik
3.7 Analisis Data
Data penelitian berupa hasil penilaian skor gambaran histopatologi gaster
dianalisis menggunakan perangkat lunak. Data dilakukan uji normalitas untuk
melihat persebaran data normal atau tidak. Uji normalitas menggunakan uji
44
Saphiro-Wilk karena jumlah sampel yang diteliti kurang dari 50. Selanjutnya,
apabila data terdistribusi normal, dilakukan penentuan homogenitas variansi
data dengan menggunakan uji homogenitas Levenne. Hasil kedua uji ini
menetukan jenis uji yang dilakukan pada tahap analisis data selanjutnya. Data
yang didapatkan dalam penelitian ini berupa data numerik dan data katagorik.
Oleh karena itu, jika distribusi data normal dan homogen, maka dapat
digunakan uji One-way ANOVA. Jika didapatkan hasil yang signifikan, maka
dilanjutkan dengan uji Post-Hoc. Apabila data tidak terdistribusi normal dan
homogen, maka digunakan uji Kruskal-Wallis sebagai uji alternatif One-way
ANOVA. Jika didapatkan hasil yang signifikan, maka dilanjutkan dengan uji
Mann-Whitney. Nilai p kurang dari 0,05 dianggap signifikan.
3.8 Ethical Clearance
Pengajuan kaji etik penelitian telah diajukan kepada Komite Etik Penelitian
Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dan telah mendapatkan
persetujuan etik penelitian dengan nomor 3760/UN26.18/PP.05.02.00/2019.
Proses pengajuan kaji etik penelitian mengikuti prinsip penggunaan hewan
coba 3R, yaitu replacement, reduction, dan refinement.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat pengaruh secara statistik terhadap pemberian ekstrak daun seledri
(Apium graveolens) pada gambaran histopatologi gaster tikus putih (Rattus
norvegicus) yang diinduksi methanil yellow. Namun, didapatkan penurunan
persentase kerusakan histopatologi gaster yang diberikan ekstrak daun seledri
(Apium graveloens) yang diinduksi methanil yellow.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan oleh peneliti dari penelitian yang telah dilakukan
adalah sebagai berikut:
1. Peneliti lain disarankan untuk meneliti lebih lanjut mengenai pengaruh
pemberian ekstrak daun seledri (Apium graveolens) pada organ lain.
2. Peneliti lain disarankan untuk mengatasi variabel pengganggu dengan cara
meminimalisasi tingkat stres dari hewan coba dengan pengaturan kondisi
lingkungan di animal house yang lebih baik serta memperhatikan kesehatan
hewan coba saat pembelian dan selama penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Howiriny T, Alsheikh A, Alqasoumi S, Al-yahya M, Eltahir K, Rafatullah S.
2010. Gastric antiulcer, antisecretory and cytoprotective properties of
celery (Apium graveolens) in rats. J Pharmaceutical Biology. 48(7): 786–
93.
Adwas AA, Elsayed ASI, Azab AE. 2019. Oxidative stress and antioxidant
mechanisms in human body. J Appl Biotechnol Bioeng. 6(1):43‒47.
Anggraeni T, Ridwan A, Kodariah L. 2016. Ekstrak etanol seledri (Apium
graveolens) sebagai anti- atherogenik pada tikus (Rattus norvegicus) yang
diinduksi hiperlipidemia. Prosiding Symbion of the Symposium on
Biology Education. 27 Agustus 2016. Yogyakarta. Indonesia: Universitas
Ahmad Dahlan.
Anjasmara PA, Romdhoni MF, Ratnaningsih M. 2017. Pengaruh pemberian
rhodamin b peroral subakut terhadap perubahan ketinggian mukosa gaster
tikus putih galur wistar. 13: 58–62.
Ayala A, Munoz MF, Aguelles S. 2014. Lipid peroxidation: Production,
metabolism, and signalling mechanism of malondialdehyde and 4-
hydroxy-2-nonenal. Oxid Med Cell Longev. 2014. 1-31.
BPOM RI. 2014. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan Republik
Indonesia nomor 7 tahun 2014 tentang pedoman uji toksisitas nonklinik
secara in vivo.
Banjarnahor SDS, Artanti N. 2015. Antioxidant properties of flavonoids. J Medical
of Indonesia. 23(4): 239.
BPOM RI. 2013. Peraturan kepala badan pengawas obat dan makanan Republik
Indonesia nomor 37 tahun 2013 tentang batas maksimum penggunaan
bahan tambahan pangan pewarna.
Cahyadi W. 2009. Analisis dan aspek kesehatan bahan tambahan pangan. Bumi
Aksara: Jakarta.
63
Dianat M, Veisi A, Ahangarpour A, Moghaddam HF. 2015. The effect of hydro-
alcoholic celery (Apium graveolens) leaf extract on cardiovascular
parameters and lipid profile in animal model of hypertension induced by
fructose. J Avicenna Journal of Pyhtomedicine. 5(3): 203–09.
Diehl K, Hull R, Morton D, Pfister R, Rabemampianina Y, Smith D. et al. 2001. A
good practice guide to the administration of substances and removal of
blood, including routes and volumes. J. Appl. Toxicol. 23: 15–23
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2018. Profil dinas kesehatan tahun 2017.
Elwan WM. 2018. Effect of long-term administration of metanil yellow on the
structure of cerebellar cortex of adult male albino rat and the possible
protective role of anise oil: a histological and immunohistochemical study.
Egyptian Journal of Histology. 41(1): 27-38.
Enaganti S. 2006. The disease and non-drug treatment. Hospital Pharmacist. 13:
239-42.
Eroschenko VP. 2008. diFiore’s atlas of histology with functional correlations.
Edisi ke-11. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.
Fazal SS, Singla RK. 2012. Review on the pharmacognostical & pharmacological
characterization of apium review on the pharmacognostical &
pharmacological characterization of Apium graveolens Linn. J Indo Global
of Pharmaceutical Sciences. 2(1): 36–42.
Ghosh D, Singha PS, Firdaus SB., Ghosh S. 2017 . Methanil yellow : The toxic food
colorant. J Asian Pasific of Health Sciences. 4(4): 1–3.
Guyton AC., Hall JE. 2008. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi ke-11. Jakarta:
EGC.
Hanriko R, Muhartono M., Anggraini DI, Pairul PPB. 2018. Efek protektif jahe
putih besar (Zingiber officinale rosc. var. officinarum) terhadap ulkus
gaster tikus putih jantan galur sprague dawley yang diinduksi piroksikam.
JK Unila. 2(2): 118-23.
Kooti W, Ali-akbari S, Asadi-samani M, Ghadesy H, Asthary-larky D. 2014. A
review on medicinal plant of Apium graveolens. J Advanced Herbal
Medicine. 1(1): 48–59.
Malole MBM, Pramono CSU. 1989. Penggunaan hewan-hewan percobaan di
laboratorium. Edisi ke-1. Bogor: Intitut Pertanian Bogor.
Marieb EN, Hoehn K. 2013. Human anatomy & physiology. Edisi ke-9. Boston:
Pearson Education.
64
Martini FH, Nath JL, Bartholomew EF. 2012. Blood vessels and circulation,
fundamentals of anatomy & physiology. Edisi ke-9. Boston: Pearson
Education, Inc.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Peraturan menteri kesehatan RI
nomor: 239/men.kes/per/v/85 tentang zat warna tertentu yang dinyatakan
sebagai bahan berbahaya.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2012. Peraturan menteri kesehatan RI
nomor 033 tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan.
Mescher AL. 2016. Histologi dasar junqueira teks & atlas. Edisi ke-12. Jakarta:
EGC.
Nabavizadeh F, Vahedian M, Sahrei H, Adeli S, Salimi E. 2011. Physical and
psychological stress have effects on gastric acid and pepsin secretion in rat.
Journal of Stress Physiology & Biochemistry. 7(2): 164-74.
Nisa S. 2018. Gastritis (Warm-e-meda): a review with unani approach. International
Journal of Advanced Science and Research International. 3(3): 43–5.
Poojitha M, Swarnalatha G, Meenakshisundaram R. 2016. Review : list of
medicinal plants for gastritis review article review : list of medicinal plants
for gastritis. International Journal of Current Advanced Research. 5(12):
1570–75.
Procházková D, Boušová I, Wilhelmová N. 2011. Antioxidant and prooxidant
properties of flavonoids. J Fitoterapia. 82(4): 513–23.
Pubchem. 2019. Methanil yellow. [diakses 30 November 2018]. Tersedia dari
https://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Metanil-yellow.
Sarkar R, Ghosh AR. 2012. Methanil yellow - an azo dye induced histopathological
and uktrastructural changes in albino rat (Rattus norvegicus. 7(1): 427–32.
Shofa OA, Ismail A. 2014. Pengaruh pemberian methanil yellow peroral dosis
bertingkat selama 30 hari terhadap gambaran histopatologi gaster mencit
balb/c. J Kedoktrean Diponegoro. 3(1).
Sibuea WH, Panggabean MM, Gultom SP. 2005. Ilmu penyakit dalam. Edisi ke-2.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Siswanti RT, Soesilowati D, Budiono U, Listiana DE. 2014. Pengaruh ketorolak
dan parekoksib terhadap gambaran histopatologi gaster tikus wistar. J
Anestesiologi Indonesia. 6(3): 161-69.
Smith JB, Mangkoewidjojo S. 1988. Pemeliharaan pembiakan dan penggunaan
hewan percobaan di daerah tropis. Jakarta: Universitas Indonesia.
65
Sudoyo AW, Setiyahadi B, Alwi I, Setiati S. 2014. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
Tortora GJ, Derrickson B. 2012. Anatomy & physiology. Edisi ke-13. New Jersey:
Jhon Wiley & Sons, Inc.
Winarno FG. 1992. Kimia pangan dan gizi. Jakarta: Gramedia.
Yu L, Yan J, Sun Z. 2017. D-limonene exhibits anti - inflammatory and antioxidant
properties in an ulcerative colitis rat model via regulation of inos, cox-2,
PGE2 and ERK signaling pathways. Mol Med. 15: 2339–46.
Zanger UM, Schwab M. 2013. Cytochrome P450 enzymes in drug metabolism:
regulation of gene expression, enzyme activities, and impact of genetic
variation. Pharmacology & Therapeutics. 138: 103–41.
Zuraida R, Saputra O, Sahli Z, Aprilia A. 2017. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pedagang jajanan anak sekolah dasar terhadap penggunaan pewarna
methanil yellow di kecamatan Sukarame Bandar Lampung tahun 2015. J
Agromedicine. 4(1): 1–6.