Upload
vuongdang
View
236
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN OBYEK WISATA
TERHADAP PERILAKU WISATAWAN
(Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, Desa
Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat)
GINA MEIDA RAMADIANA
I34061820
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
ii
Abstract
This study focused on the influence of marketing communication on tourist
behavior (Case: Object Nature Tourism Mountain Galunggung, Linggajati
Village, District Sukaratu, Tasikmalaya regency). The purpose of this study is to
determine: (1) the extent to affect perceptions of marketing communication
messages and (2) the extent of perceptions of message affect tourist behavior. The
results of this study indicate that exposure to marketing communications related
to the perception of the message. The higher the exposure to marketing
communications, the more positive perceptions of the message. Tourists who
receives information from various forms of marketing communications - from
advertising, communication at a tourist attraction, sales promotion, sponsorship
marketing, publicity, and word of mouth marketing - have a positive perception of
the message delivered, whether it be general information about the object and
tourist attraction and which information is more specific about the message
loving environment. In addition, exposure to external marketing communications
is also associated with perceptions of the message. Although it showed a
significant relationship, but the exposure of outside marketing communications
tends to be low. The tendency of exposure which comes from friends / family /
colleagues / local level low caused by the information is merely a reinforcement
of the information obtained from marketing communications. Next, the perception
of the message have a relationship with tourist behavior. The higher the
perceptions of tourists towards the more positive messages tourist behavior.
Tourists who have the perception that general information about the objects and
attractions and which information is more specific about the message of
environment care is clear and complete, tourism has a positive attitude. Mayotitas
tourists Object Nature Tourism Mountain Galunggung already showing
recreational behavior and conduct a positive environment of love. From these two
dimensions, the behavior of recreation have a higher value than the behavior of
caring environment. Tourists who have the perception that general information
about the objects and attractions and which information is more specific about the
environmental care message is clear and complete, has a positive recreational
behavior. Tourist Object Nature Tourism Mount Galunggung can determine the
decision to visit often (frequency of visits), select the objects and attractions
available, determine the period of stay, and the next visit.
Keywords: tourism, marketing communication, exposure, perception,
tourist behavior
iii
RINGKASAN
GINA MEIDA RAMADIANA. PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN
OBYEK WISATA TERHADAP PERILAKU WISATAWAN. Kasus: Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu,
Kabupaten Tasikmalaya. (Di bawah bimbingan SARWITITI S. AGUNG).
Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten yang berpotensi tinggi
dalam sektor pariwisata. Trend back to nature menjadikan kecenderungan
pariwisata dari wisata massal menjadi ekowisata. Salah satu obyek wisata
unggulan Tasikmalaya yang mendukung kegiatan ekowisata adalah Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek
wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini selain berekreasi
untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan
wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Oleh karena itu,
diperlukan kegiatan komunikasi pemasaran terpadu yang tidak hanya
mempengaruhi perilaku kunjungan wisatawan, namun juga sekaligus
mempengaruhi perilaku cinta lingkungannya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: (1) sejauhmana
komunikasi pemasaran mempengaruhi persepsi terhadap pesan dan (2)
sejauhmana persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisata.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode survai
yang didukung pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara. Teknik sampling
yang digunakan adalah convenience sampling dengan sampel 80 orang wisatawan
nusantara. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis secara deskriptif
dengan menghubungkan variabel terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi
terhadap pesan serta persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata. Uji statistik
yang digunakan adalah Crosstabs-Correlations dengan analisis Pearson.
Penelitian ini menemukan bahwa sebagian besar wisatawan yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berasal dari Tasikmalaya.
Mayoritas wisatawan adalah laki-laki, berada pada usia muda, memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi, tingkat pendapatan yang rendah, dan memiliki frekuensi
kunjungan rendah.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pihak pengelola Obyek Wisata
Alam Gunung Galungung telah berhasil melakukan komunikasi pemasaran obyek
wisata kepada para wisatawan. Wisatawan memiliki persepsi positif terhadap
komunikasi pemasaran, sehingga perilaku wisatanya lebih baik. Hubungan antara
terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan menunjukkan
hubungan yang sangat signifikan. Semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran
maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang
menerima informasi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dari berbagai
bentuk komunikasi pemasaran (periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi
penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut)
menilai bahwa pesan yang disampaikan sudah jelas dan lengkap. Meskipun secara
umum terpaan komunikasi pemasaran berhubungan dengan persepsi terhadap
iv
pesan, tetapi masih ada yang tergolong kategori rendah yaitu pada promosi
penjualan, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut. Promosi penjualan
tergolong rendah karena kurangnya sosialisasi mengenai harga tiket masuk.
Publisitas tergolong rendah karena frekuensi tayang radio dan televisi lokal
cenderung rendah, sedangkan pemasaran dari mulut ke mulut tergolong rendah
karena wisatawan tidak memperoleh informasi langsung dari pihak pengelola.
Terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan
juga memiliki hubungan yang signifikan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
nilai signifikansi untuk terpaan komunikasi pemasaran lebih besar daripada
terpaan diluar komunikasi pemasaran. Kondisi ini dapat terjadi karena informasi
yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat
hanya bersifat sebagai penguat terhadap informasi yang didapat dari komunikasi
pemasaran. Meskipun informasi dari luar komunikasi pemasaran sudah lengkap,
namun cenderung kurang jelas. Sebagian besar informasi sudah didapatkan
wisatawan dari komunikasi pemasaran. Setelah mendapatkan informasi dari
komunikasi pemasaran, wisatawan akan memperkuat informasi tersebut dengan
melengkapinya dari luar komunikasi pemasaran.
Persepsi yang terbentuk akibat terpaan komunikasi pemasaran juga
memiliki hubungan dengan perilaku wisatawan. Hubungan antara persepsi
terhadap pesan dengan perilaku wisatawan menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan. Semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin
positif perilaku wisatanya. Wisatawan yang menerima informasi mengenai Obyek
Wisata Alam Gunung Galungung secara jelas dan lengkap, menunjukkan perilaku
rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif. Selain berekreasi untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan
juga dapat menjaga kelestarian kawasan obyek wisata. Dari kedua perilaku
wisatawan, perilaku rekreasi memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perilaku
cinta lingkungan. Informasi mengenai obyek wisata lebih banyak diterima oleh
wisatawan dibandingkan dengan informasi mengenai pesan cinta lingkungan,
sehingga perhatian wisatawan lebih tertuju pada keindahan obyek wisata alamnya
dibandingkan dengan perhatian terhadap perilaku cinta lingkungan. Hal ini
menyebabkan wisatawan lebih dapat menentukan pengambilan keputusan untuk
seringnya berkunjung, memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang
tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya
v
PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN OBYEK WISATA
TERHADAP PERILAKU WISATAWAN
(Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, Desa
Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya,
Provinsi Jawa Barat)
GINA MEIDA RAMADIANA
I34061820
SKRIPSI
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
vi
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Gina Meida Ramadiana
NRP : I34061820
Program Studi : Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul : Pengaruh Komunikasi Pemasaran Obyek Wisata terhadap
Perilaku Wisatawan (Kasus: Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung, Desa Linggajati, Kecamatan Sukaratu,
Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat)
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Sarwititi S Agung, MS
NIP: 19630904 199002 2 001
Mengetahui,
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Ketua
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
NIP: 19550630 198103 1 003
Tanggal Lulus:
vii
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“PENGARUH KOMUNIKASI PEMASARAN OBYEK WISATA
TERHADAP PERILAKU WISATAWAN” BELUM PERNAH DIAJUKAN
PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN
UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA
JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL
KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN
YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN
KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM
NASKAH.
Bogor, Januari 2011
Gina Meida Ramadiana
I34061820
viii
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Gina Meida Ramadiana dilahirkan pada tanggal 15 Mei
1988 di Tasikmalaya. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari
pasangan Bapak Ir. Safari Agustin, MP dan Ibu Haryati S.Pd.
Pendidikan yang pertama kali ditempuh oleh penulis adalah Taman
Kanak-kanak Dewi Sartika pada tahun 1993-1994. Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan ke Sekolah Dasar Negeri Karsanagara pada tahun 1994-2000, Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 2000-2003, dan Sekolah
Menengah Atas Negeri 1 Tasikmalaya pada tahun 2003-2006. Selama di bangku
sekolah, penulis selalu berprestasi dalam bidang akademik dan aktif dalam
beberapa kegiatan ekstrakurikuler, serta prestasi lain dalam kejuaraan-kejuaraan
yang diikuti.
Di tahun 2006, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Saringan Masuk IPB) dan memilih Program Studi Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Kemudian pada tahun
2007 penulis memilih Minor Pengelolaan Wisata Alam dan Jasa Lingkungan pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, selain belajar penulis juga aktif dalam
kegiatan kemahasiswaan dan kepanitiaan. Kegiatan kemahasiswaan yang diikuti
yakni sebagai BP Himasiera KPM FEMA IPB 2009-2010 sebagai sekretaris dan
HIMALAYA 2006 sebagai anggota hingga sekarang. Selanjutnya penulis juga
mempunyai beberapa prestasi diluar bidang akademik, yaitu: Juara I Bulu Tangkis
Ganda Putri Espent (Ecology Sport Event) 2008 FEMA IPB, Juara II Bussines
Competition 2008 FEMA IPB, dan lain lain. Penulis juga pernah menjadi asisten
dosen pada Mata Kuliah Dasar-dasar Komunikasi (KPM 210).
ix
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
nikmat-Nya, sehingga penulisan Skripsi yang berjudul “Pengaruh Komunikasi
Pemasaran Obyek Wisata terhadap Perilaku Wisatawan” ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada:
1. Dr. Ir Sarwititi S. Agung, MS selaku dosen pembimbing Skripsi atas
bimbingan, arahan, saran dan kritik yang membangun, serta segala bentuk
dukungan dan perhatiannya selama proses penulisan studi pustaka (SP),
proposal, penelitian, pengolahan data, dan Skripsi. Sehingga penulis dapat
menyelesaikan Skripsi ini dengan maksimal.
2. Kedua Orangtua saya yang selalu memberikan do’a yang tidak pernah putus,
segala dukungan yang tak terhingga, dan memberikan semangat kepada saya
untuk bangkit bangkit dan bangkit !!! Hatur Nuhun Pisan.
3. Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS sebagai dosen penguji utama dan Ir. Murdianto,
Msi sebagai dosen penguji wakil Departemen Sains KPM atas kesediaannya
untuk menguji dan memberikan saran bagi skripsi ini.
4. Dosen Minor KSHE,terutama Ir. Arzyana Sungkar, MSc atas motivasi dan
referensi yang bersangkutan dengan Skripsi saya.
5. Dimas Agung T dan “D 511 MZ”nya atas dukungan, kehadiran, dan
kebersamaan yang melengkapi dan mewarnai hidup saya sehingga semakin
memotivasi untuk menyelesaikan Skripsi ini.
6. All Family dan All ”crew” Skripsi, terutama DBella dan Atha yang mewarnai
hidupku; Andry yang menyempatkan menemani penelitian; Puja MP dan
Dian F yang membantu melengkapi dokumentasi; Ary YF yang menemani
proses pencarian literatur di perpustakaan UI; Nunu dan M. Azis yang
membantu proses mengolah data; Sadiah yang menemani ortu untuk merawat
saya pas saya diopname dan melalui masa-masa kritis ; serta 80 responden
penelitian dan pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
yang telah bekerjasama selama penelitian berlangsung.
7. Sahabat² Seperjuangan: Wiwin Nur’aeny, sobat dari TK sampai sekarang dan
bahkan selamanya, yang selalu memotivasi dan berlomba dalam kebaikan...
darimu kubelajar banyak hal dan aku berusaha tetap menjadi Gina yang kamu
kenal !!!; Dara MS “my FF”... we must go on !!; Lisma Apriani, sahabat
seperguruan yang bisa berbagi dan mengerti saya apa adanya... everythings
gonna be okay !; Asmawati yang selalu menemukan tempat petualangan baru
yang worth it & so sweet-lah; Terimakasih atas kebersamaan dan do’a kalian.
8. Sahabat²ku di Keluarga Besar Toophat serta di Keluarga Besar Error.
Terimakasih atas informasi, waktu, tenaga, biaya, hiburan, dan silaturahmi.
x
9. Teman-teman seperjuangan mayor KPM 43, terutama teman satu bimbingan
(M. Azis dan Untung Prasetyo: seperjuangan di SP, Proposal dan Skripsi),
Fini Hastin yang memberikan semangat, Last but not least Bageur Pren yang
bageur (Dina Fatmasari, Wulandari, Rahayu), dan teman-teman minor KSHE
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, serta teman-teman yang menghadiri
dan memberi masukan dalam kolokium saya, teman-teman yang menghadiri
dan memberi dukungan dalam ujian skripsi saya, serta teman-teman yang
pernah melakukan dosa-dosa terindah bersama di masa perkuliahan (insyaf
sekarang ya). Terimakasih atas kebersamaan dan kerjasamanya selama ini.
10. Teman-teman yang pernah hidup satu atap selama kuliah: Penghuni kamar
TPB A2 187 (Dewi AN, Siti, dan Riyanti); Penghuni Kosan lama Chatralaya
(with u in 3 years); dan penghuni Kosan baru Mariners alias Pongah (Eenk,
Dono, Wulan, Nana, Bg Jali, Alin, Ito, Udin, Achis, Franky, Aji, Gilang,
Kincit,)...Thanks for All Moment
11. Orang-orang di balik layar dept. KPM (Bu Maria, Bu Nissa, Bu Susi, dan Pak
Fita) dan Bu Arsih nu sok nyuguhan saya ketika menunggu bimbingan.
12. Semua pihak yang tidak bisa disebut satu per satu yang telah memberikan
dorongan, doa, semangat, bantuan dan kerjasamanya selama ini. Serta yang
telah menemani perjalanan hidup dan proses pembelajaran hingga saya
sampai seperti sekarang ini. Apapun yang telah terjadi bersama saya adalah
sebuah kenangan yang menjadi pelajaran hidup yang berharga bagi saya.
Semoga Skripsi ini bermanfaat untuk semua pihak dan membanggakan bagi
keluarga, agama, sahabat-sahabat, teman-teman, institusi, bangsa, dan negara,
serta dunia. Amien.
Bogor, Januari 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ............................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ................................................................................. 1
1.2. Perumusan Masalah ......................................................................... 4
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. 4
1.4. Kegunaan Penelitian ........................................................................ 5
BAB II PENDEKATAN KONSEPTUAL .................................................. 6
2.1. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6
2.1.1. Konsep Pariwisata, Ekowisata, dan Konservasi ......................... 6
2.1.1.1. Definisi Pariwisata ................................................................ 6
2.1.1.2. Definisi Ekowisata ................................................................ 6
2.1.1.3. Daerah Tujuan Wisata ........................................................... 6
2.1.1.4. Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) .............................. 6
2.1.1.5. Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Pegunungan .......... 7
2.1.1.6. Wisatawan ............................................................................. 7
2.1.1.7. Sapta Pesona .......................................................................... 8
2.1.1.8. Beberapa Hal yang Merusak Lingkungan Obyek Wisata
Alam ..................................................................................... 10
2.1.2. Konsep Komunikasi ................................................................... 13
2.1.2.1. Komunikasi ........................................................................... 13
2.1.2.2. Komunikasi Massa ................................................................ 13
2.1.2.3. Komunikasi Interpersonal ..................................................... 14
2.1.2.4. Terpaan (Exposure) Media Informasi ................................... 15
2.1.2.5. Psikologi Komunikasi .......................................................... 16
2.1.3. Konsep Pemasaran ..................................................................... 20
2.1.3.1. Pemasaran Pariwisata ............................................................ 20
2.1.3.2. Komunikasi Pemasaran ......................................................... 21
2.1.3.3. Komunikasi Pemasaran Terpadu ........................................... 23
2.1.3.4. Bauran Pemasaran ................................................................. 25
2.1.3.5. Bauran Promosi ..................................................................... 29
2.1.3.6. Keputusan Pembelian ............................................................ 30
2.1.4. Konsep Pengembangan Masyarakat ………………………...... 31
2.2. Kerangka Pemikiran ........................................................................ 34
2.3. Hipotesis .......................................................................................... 37
2.4. Definisi Operasional ........................................................................ 37
xii
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................... 45
3.1. Metode Penelitian ............................................................................ 45
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 45
3.3. Metode Penentuan Responden dan Informan .................................. 46
3.4. Metode Pengumpulan Data .............................................................. 48
3.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................ 49
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA ALAM GUNUNG
GALUNGGUNG ........................................................................... 50
4.1. Sejarah Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ......... 50
4.2. Nilai-nilai Kepercayaan di Gunung Galungung .............................. 51
4.3. Letak Obyek Wisata Gunung Galunggung dalam Peta Pariwisata
dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya ............................................... 51
4.4. Produk Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ......... 53
4.4.1. Daya Tarik Wisata (Attraction) .................................................. 53
4.4.2. Aksesibilitas (Accessibility) ........................................................ 54
4.4.3. Fasilitas (Aminities) ................................................................... 59
4.5. Karakteristik Wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung ...................................................................................... 67
BAB V TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN ................................. 70
5.1. Terpaan Komunikasi Pemasaran Oleh Pihak Pengelola .................. 70
5.1.1. Terpaan Periklanan ..................................................................... 71
5.1.2. Terpaan Komunikasi di Tempat Pembelian ............................... 73
5.1.3. Terpaan Promosi Penjualan ........................................................ 77
5.1.4. Terpaan Pemasaran Sponsorship ................................................ 78
5.1.5. Terpaan Publisitas ...................................................................... 83
5.1.6. Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut ................................... 85
5.2. Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola ... 85
5.3. Kemudahan Mengakses Informasi ……………………………….. 86
BAB VI PERSEPSI TERHADAP PESAN ................................................. 88
6.1. Kejelasan Isi Pesan .......................................................................... 89
6.2. Kelengkapan Isi Pesan ..................................................................... 91
BAB VII PERILAKU WISATAWAN ........................................................ 93
7.1. Perilaku Rekreasi ............................................................................. 94
7.2. Perilaku Cinta Lingkungan .............................................................. 96
BAB VIII ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TERPAAN
KOMUNIKASI PEMASARAN DENGAN PERSEPSI
TERHADAP PESAN .................................................................. 99
8.1. Hubungan Terpaan Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi
terhadap Pesan ................................................................................. 100
8.1.1. Hubungan Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap
Pesan ....................................................................................... 102
8.1.2. Hubungan Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan
Persepsi terhadap Pesan .............................................................. 103
xiii
8.1.3. Hubungan Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi
terhadap Pesan ............................................................................. 105
8.1.4. Hubungan Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi
terhadap Pesan ............................................................................. 106
8.1.5. Hubungan Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan . 107
8.1.6. Hubungan Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut dengan
Persepsi terhadap Pesan .......................................................... 108
8.2. Hubungan Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran dengan
Persepsi terhadap Pesan .............................................................. 110
BAB IX ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP
PESAN DENGAN PERILAKU WISATAWAN .......................... 112
9.1. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan ... 112
9.1.1. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi .. 114
9.1.2. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta
Lingkungan ......................................................................... 115
BAB X PENUTUP .............................................................................. 121
10.1. Kesimpulan ................................................................................ 121
10.2. Saran ............................................................................................ 122
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 123
LAMPIRAN ................................................................................................ 126
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
Tabel 1. Proses Pengambilan Keputusan Berwisata ........................... 31
Tabel 2. Persentase Warga Menurut Mata Pencahariannya ................ 64
Tabel 3. Jumlah Sarana Penunjang Masyarakat Menurut Jenis
Penunjang Perekonomian ...................................................... 65
Tabel 4. Jumlah Kesenian Daerah Menurut Jenis Kesenian dan
Lokasi Desa di Kecamatan Sukaratu ..................................... 66
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Karakteristik
Wisatawan .............................................................................. 68
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Komunikasi Pemasaran ......................................................... 70
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Periklanan .............................................................................. 71
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Komunikasi di Obyek Wisata ................................................ 73
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Promosi Penjualan …………………………………………. 77
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Pemasaran Sponsorship ......................................................... 78
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Publisitas ................................................................................ 83
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan
Pemasaran dari Mulut ke Mulut ........................................... 85
Tabel 13. Persentase Wisatawan Menurut Terpaan dari Luar
Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola ....................... 86
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kemudahan
Mengakses Informasi ………………………………………. 86
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Persepsi
terhadap Pesan ....................................................................... 88
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kejelasan Isi
Pesan ....................................................................................... 89
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kelengkapan Isi
Pesan ...................................................................................... 91
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Wisata
di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung ...................... 93
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku
Rekreasi ................................................................................. 94
xv
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Cinta
Lingkungan ………………………………………………… 96
Tabel 21. Persentase Terpaan Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi
terhadap Pesan ....................................................................... 100
Tabel 22. Persentase Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap
Pesan ...................................................................................... 102
Tabel 23. Persentase Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan
Persepsi terhadap Pesan ......................................................... 103
Tabel 24. Persentase Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi
terhadap Pesan ....................................................................... 105
Tabel 25. Persentase Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi
terhadap Pesan ....................................................................... 106
Tabel 26. Persentase Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap
Pesan ...................................................................................... 107
Tabel 27. Persentase Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut dengan
Persepsi terhadap Pesan ......................................................... 109
Tabel 28. Persentase Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh
Pihak Pengelola dengan Persepsi terhadap Pesan ................. 110
Tabel 29. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku
Wisatawan .............................................................................. 112
Tabel 30. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku
Rekreasi ................................................................................. 114
Tabel 31. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta
Lingkungan ............................................................................ 115
xvi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Komunikasi Pemasaran
Obyek Wisata terhadap Perilaku Wisatawan....................... 36
Gambar 2. Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya ......... 52
Gambar 3. Persentase Wisatawan Menurut Obyek dan Daya tarik
Wisata …………………………………………………….. 54
Gambar 4. Peta Jalur Wisata Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung ………………………………………………. 55
Gambar 5. Persentase Wisatawan Menurut Jalur Wisata …………….. 56
Gambar 6. Persentase Wisatawan Menurut Jenis Alat Transportasi ...... 58
Gambar 7. Persentase Wisatawan Menurut Fasilitas Utama ................. 59
Gambar 8. Persentase Wisatawan Menurut Pembelian Souvenir (Oleh-
oleh) ..................................................................................... 60
Gambar 9. Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan
Pemenuhan Kebutuhan Makan ............................................ 61
Gambar 10. Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan
Pemenuhan Kebutuhan Komunikasi ................................... 62
Gambar 11. Persentase Wisatawan Menurut Kesan terhadap Sikap
Warga …………………………………………………….. 63
Gambar 12. Gerbang Pembelian Tiket Masuk ………………………… 74
Gambar 13. Papan Peringatan dan Himbauan Bagi Para Pengunjung … 75
Gambar 14. Papan Petunjuk Arah ……………………………………... 75
Gambar 15. Harga Tiket Masuk Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung ………………………………………………. 77
Gambar 16. Pameran Lingkungan Hidup dalam kegiatan The Memory
of Galunggung ’82 ……………………………………….. 79
Gambar 17. Kegiatan Seni Budaya dan Hiburan Pendukung dalam
kegiatan The Memory of Galunggung ’82 ……………… 80
Gambar 18. Pemeran Sepeda Sehat dan Sepeda Onthel dalam kegiatan
The Memory of Galunggung ’82 …………………………. 81
Gambar 19. Lomba Paralayang dan Jeep Adventure dalam kegiatan The
Memory of Galunggung ’82 ……………………………… 82
Gambar 20. Kegiatan Kunjungan Wisata dalam kegiatan The Memory
of Galunggung ’82 ……………………………………….. 82
Gambar 21. Peta Kawasan Wisata dan Papan Himbauan Cinta
Lingkungan ……………………………………………….. 92
Gambar 22. Tempat Sampah yang Telah Dibedakan Menurut Jenis
Sampah ................................................................................ 97
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Lampiran
Lampiran 1 Hasil Pengolahan Data ....................................................... 126
Lampiran 2 Media Komunikasi Pemasaran ………………..…............. 129
Lampiran 3 Dokumentasi Kegiatan Penelitian ...................................... 135
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki potensi besar dalam sektor pariwisata. Pariwisata juga
memiliki peranan besar dalam meningkatkan pendapatan nasional, disamping
sektor migas. Pada tahun 2007, pariwisata memberikan kontribusi terhadap
Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 39,3 persen dan sebagai sumber devisa
negara dengan nilai kontribusi sebesar 295,4 trilyun rupiah di bawah sektor migas
(BPS, 2007). Tasikmalaya merupakan salah satu kabupaten yang berpotensi tinggi
dalam sektor pariwisata. Sektor pariwisata menyumbang devisa terbesar kedua
setelah sektor agroindustri.
Trend back to nature menjadikan kecenderungan pariwisata dari wisata
massal menjadi ekowisata. Ekowisata adalah perjalanan wisata alam yang
bertanggungjawab dengan cara mengonservasi lingkungan dan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat lokal. Selanjutnya ekowisata juga merupakan salah satu
bentuk kegiatan pariwisata khusus serta merupakan salah satu bentuk pariwisata
berkelanjutan. Perbedaan utama ekowisata dan wisata massal terletak dalam hal
karakteristik produk dan pasar. Dengan demikian, dalam pelaksanaan ekowisata
membutuhkan prinsip community development (pengembangan masyarakat)
terutama prinsip sustainability (keberlanjutan), participation (partisipasi), dan
external expert (keahlian pihak luar).
Tasikmalaya memiliki beberapa obyek wisata unggulan. Salah satu obyek
wisata unggulan di Kabupaten Tasikmalaya yang mendukung kegiatan ekowisata
adalah Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Karena Gunung Galunggung
merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini
selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu
bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Namun,
perilaku wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tidak semuanya
menunjukkan perilaku cinta lingkungan. Masih ada diantara mereka yang belum
berperilaku cinta lingkungan seperti: membuang sampah sembarangan, mencorat-
2
coret fasilitas, merokok, dan lain-lain. Hal tersebut karena mereka belum
menyadari arti pentingnya alam itu sendiri terhadap kelangsungan pariwisata dan
juga kelangsungan hidupnya. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan komunikasi
pemasaran terpadu yang tidak hanya mempengaruhi perilaku kunjungan
wisatawan, namun juga sekaligus mempengaruhi perilaku cinta lingkungannya.
Komunikasi pemasaran (marketing communication) berkembang dari
salah satu bauran pemasaran (marketing mix) yaitu promosi. Selanjutnya, menurut
Shimp (2003), komunikasi pemasaran terpadu atau integrated marketing
communication (IMC) adalah proses pengembangan dan implementasi berbagai
bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan –
dalam hal ini adalah kepada wisatawan dan calon wisatawan (wisatawan
potensial) - secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah mempengaruhi atau
memberikan efek langsung kepada perilaku wisatawan. IMC menganggap seluruh
sumber yang dapat menghubungkan wisatawan atau calon wisatawan dengan
produk atau jasa pariwisata, adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan
informasi mengenai obyek wisata. Lebih jauh lagi, IMC menggunakan semua
bentuk komunikasi yang relevan serta yang dapat diterima oleh wisatawan atau
calon wisatawan.
Adapun tiga aspek penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat
perhatian dari para pengelola atau pemasar dalam bidang kepariwisataan, yaitu:
attraction (daya tarik wisata), accessibility (aksesibilitas), dan aminities (fasilitas).
Ketiga aspek (3A) di atas harus dapat dikemas sedemikian rupa sehingga dapat
menjadi lebih menarik, memberikan kenyamanan bagi calon wisatawan sesuai
dengan maksud kunjungan dari para wisatawan tersebut. Selanjutnya Muljadi
(2009) juga menambahkan terdapat sapta pesona yang merupakan tujuh unsur
daya tarik wisata yang dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan
tersebut dan membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata.
Ketujuh unsur pesona tersebut meliputi aman, tertib, bersih, sejuk, indah, ramah-
tamah, dan kenangan. Pengetahuan tentang karakteristik produk sangat penting
agar para penyedia jasa dapat lebih jeli dalam mengoptimalkan pemanfaatan
sumberdaya pariwisata dengan tingkat keberlanjutan yang lebih lama.
Selanjutnya, pengetahuan wisatawan mengenai sapta pesona juga sangat penting
3
karena selain dapat mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan tersebut dan
membuatnya betah tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata juga dapat
membuat wisatawan tersebut berperilaku cinta lingkungan di daerah tujuan wisata
tersebut. Tentunya, semua itu sangat membutuhkan kegiatan komunikasi
pemasaran terpadu yang sangat penting dalam mensosialisasikan obyek dan daya
tarik wisata dan kegiatan-kegiatan yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung tersebut. Disini sangat dituntut peran pihak pengelola untuk
menjalankan komunikasi pemasaran secara serius dan sinergis, meskipun tentu
saja terdapat juga pengaruh dari luar selain dari komunikasi pemasaran yang
dilakukan pihak pengelola. Dalam hal ini peran pihak pengelola dalam
komunikasi pemasaran diharapkan mampu memberikan lebih dari pengaruh yang
diluar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola.
Untuk itu perlu dilakukannya suatu penelitian pariwisata mengenai
perilaku wisatawan yang tidak hanya berorientasi pada kegiatan wisata itu sendiri
tetapi juga pada kegiatan pelestarian lingkungan. Penelitian mengenai pariwisata
yang membahas keputusan berwisata, keputusan pembelian konsumen, kunjungan
wisatawan sudah banyak dilakukan sebelumnya.
Salah satu penelitian mengenai pariwisata yang memfokuskan pada
penggunaan sumber informasi beserta salurannya dalam mendukung keputusan
berwisata tanpa melihat peranan suatu lembaga, institusi, ataupun sebuah
kelompok yang bergerak dalam bidang pariwisata dilakukan oleh Furbani pada
tahun 2008. Variabel bebas yang diteliti adalah karakteristik personal yang
meliputi usia, jenis kelamin, hobi, pendapatan, dan asal negara. Variabel bebas
lainnya adalah perilaku komunikasi yang berupa tahap pencarian informasi awal
dan dan konfirmasi. Sedangkan variabel terikatnya yaitu keputusan pemilihan
obyek wisata yang terdiri dari keputusan pemilihan obyek wisata alam dan
budaya. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa karakteristik personal wisatawan
dan perilaku komunikasi berhubungan dengan keputusan memilih obyek wisata.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Mahakami pada tahun 2008 di Taman
Safari Indonesia (TSI) yang mengidentifikasi atribut produk yang paling dominan
mempengaruhi keputusan pembelian wisatawan. Kemudian dikaji mengenai
bentuk komunikasi pemasaran mana yang paling berpengaruh pada konsumen.
4
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan hasil bahwa atribut wisata TSI yang
paling dominan menjadi pertimbangan keputusan wisatawan dalam melakukan
pembelian jasa di TSI adalah tarif/harga tiket masuk TSI. Dalam penelitian ini
terlihat bahwa promosi penjualan merupakan peubah komunikasi pemasaran yang
paling dominan mempengaruhi keputusan pembelian wisatawan di TSI.
Berdasarkan uraian dari penelitian yang pernah dilakukan, maka penelitian
ini memfokuskan pada komunikasi pemasaran obyek wisata beserta terpaannya
dalam mempengaruhi perilaku wisatawan. Perilaku wisatawan yang ditinjau tidak
hanya perilaku rekreasi, tetapi juga perilaku cinta lingkungan (konservasi).
Penelitian ini mengkaji hubungan antara masing-masing bentuk terpaan
komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Selanjutnya, penelitian ini
juga mengkaji hubungan persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisatawan.
Penelitian ini penting karena menyangkut pergeseran dari wisata massal ke
ekowisata. Karena mengalami pergeseran, perilaku wisatawan dalam kegiatan
ekowisata selain diarahkan untuk berekreasi, dalam menikmati obyek wisata juga
harus diarahkan ke perilaku cinta lingkungan (konservasi). Hal ini supaya
keberadaan obyek wisata tersebut berlangsung secara berkelanjutan (sustainable).
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah yang akan dikaji
dalam penelitian ini adalah:
1. Sejauhmana komunikasi pemasaran mempengaruhi persepsi terhadap pesan?
2. Sejauhmana persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisatawan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah diuraikan,
maka dapat disusun beberapa tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Mengetahui sejauhmana komunikasi pemasaran mempengaruhi persepsi
terhadap pesan.
2. Mengetahui sejauhmana persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku
wisatawan.
5
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam
menerapkan berbagai konsep, khususnya yang berkaitan dengan konsep persepsi,
komunikasi, pengembangan masyarakat, dan komunikasi pemasaran. Selain untuk
peneliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai
kalangan, antara lain:
1. Civitas akademika
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data, informasi,
dan literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah
selanjutnya.
2. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
masyarakat, meningkatkan kepedulian, dan menambah minat masyarakat
terhadap sektor pariwisata terutama pariwisata alam yang berkelanjutan.
3. Pemerintah
Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam
penentuan kebijakan yang berhubungan dengan sektor pariwisata.
6
BAB II
PENDEKATAN KONSEPTUAL
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Konsep Pariwisata, Ekowisata, dan Konservasi
2.1.1.1 Definisi Pariwisata
Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu,
yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan
untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi
semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi
atau untuk memenuhi keinginann yang beraneka ragam (Yoeti, 1985). Kegiatan
pariwisata dilakukan oleh wisatawan karena adanya waktu luang yang mereka
miliki. Waktu luang adalah sisa waktu selain kegiatan rutin sehari-hari (bekerja
dan belajar, urusan rumah tangga, tidur, dan lain-lain) (Marpaung, 2002).
2.1.1.2 Definisi Ekowisata
Salah satu bentuk pariwisata yang bertanggung jawab terhadap pelestarian
lingkungan dan masyarakat adalah ekowisata. Ekowisata merupakan bentuk
wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang secara aktif
menyumbang kegiatan konservasi alam dan budaya dan melibatkan masyarakat
lokal dalam perencanaan, pengembangan, dan pengelolaan wisata serta
memberikan sumbangan positif terhadap kesejahteraan masyarakat lokal
(Damanik dan Weber, 2006).
2.1.1.3 Daerah Tujuan Wisata
Daerah tujuan wisata merupakan akhir dari perjalanan wisata, di tempat
wisata pengaruh yang kuat dari kepariwisataan akan banyak dirasakan. Di tempat
inilah wisatawan mengimplementasikan rencana dan tujuan utama perjalanan
wisatanya (Marpaung, 2002).
2.1.1.4 Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW)
Obyek dan daya tarik wisata (ODTW) adalah suatu bentukan dan/atau
aktivitas dan fasilitas yang berhubungan, yang dapat menarik minat wisatawan
7
atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah/tempat tertentu. Pendekatan dasar
yang digunakan dalam perencanaan pengembangan obyek dan daya tarik wisata
alam adalah menggunakan environmental palnning approach. Penekanan dari
pendekatan ini adalah pada konservasi lingkungan, tetapi dengan memperhatikan
kebutuhan pengunjung akan fasilitas dan kebutuhan dalam melakukan
aktivitasnya (Marpaung, 2002).
2.1.1.5 Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) Pegunungan
Jenis obyek dan daya tarik wisata pegunungan khususnya berhubungan
dengan kegiatan menikmati pemandangan, mendaki, berkemah, dan berfoto. Jenis
ODTW ini termasuk gunung berapi dan bukit-bukit dengan keunikan tertentu.
Pengembangan area pegunungan juga memerlukan adanya pengelompokkan
fasilitas serta pembagian zona. Pertimbangan terhadap konservasi lingkungan
merupakan hal yang mutlak. (Marpaung, 2002).
2.1.1.6 Wisatawan
Wisatawan adalah konsumen atau pengguna produk dan layanan (Damanik
dan Weber, 2006). Wisatawan menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990
tentang Kepariwisataan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata. Ciri
seseorang yang disebut wisatawan menurut Yoeti (1985) yaitu: (a) perjalanan
dilakukan lebih dari 24 jam; (b) perjalanan dilakukan hanya untuk sementara
waktu; dan (c) orang yang melakukannya tidak mencari nafkah di tempat atau
negara yang dikunjunginya. Sedangkan ekowisatawan adalah segmen wisatawan
yang memiliki motif, minat, dan ketertarikan pada hal-hal yang khusus di daerah
tujuan wisata, terutama pada kegiatan konservasi alam dan budaya yang menjadi
pusat kegiatannya (Damanik dan Weber, 2006). Wisatawan dengan minat khusus
(special interest) merupakan wisatawan yang memiliki pemilihan dan permintaan
khusus diluar minat wisatawan umum lainnya. Perubahan-perubahan yang terjadi
dalam kehidupan mereka berdampak langsung pada kebutuhan wisata, yang
dalam hal ini adalah permintaan wisata. Wisatawan memiliki beragam motif,
minat, ekspektasi, karakteristik sosial, ekonomi, budaya, dan sebagainya (Steck, et
al dan Heher, dalam Damanik dan Weber, 2006). Dengan motif dan latar
belakang yang berbeda-beda itu membuat pihak yang menciptakan permintaan
produk dan jasa wisata. Peran ini sangat menentukan dan sering diposisikan
8
sebagai jantung kegiatan pariwisata tersebut. Oleh sebab itu, banyak pelaku
lainnya yang saling bergantung.
Profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis
wisatawan yang berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan,
dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Adalah penting untuk
mengerti profil wisatawan dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan
perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi yang efektif.
Berdasarkan karakteristiknya, beberapa profil wisatawan dikategorikan sebagai
berikut: kebangsaan, umur, jenis kelamin dan status, kelompok sosio ekonomi,
konvensi dan konferensi, dan kategori minat lainnya (Marpaung, 2002).
2.1.1.7 Sapta Pesona
Sapta Pesona adalah tujuh unsur daya tarik wisata yang dapat
mempengaruhi keinginan berkunjung wisatawan tersebut dan membuatnya betah
tinggal lebih lama di suatu daerah tujuan wisata (Muljadi, 2009). Sapta Pesona
meliputi Aman, Tertib, Bersih, Sejuk, Indah, Ramah-tamah, dan Kenangan.
1. Aman
Aman merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberikan suasana
tenang dan rasa tentram bagi wisatawan. Aman juga berarti bebas dari rasa takut
dan khawatir akan keselamatan jiwa, raga, dan harta miliknya (barang bawaan dan
yang melekat pada tubuhnya. Juga berarti, bebas dari ancaman, gangguan, dan
tindak kekerasan atau kejahatan (penodongan, perampokan, pemerasan, dan
penipuan). Selain itu aman dalam arti termasuk pula penggunaan fasilitas dengan
baik sehingga fasilitas, yaitu baik dari gangguan teknis maupun lainnya, karena
fasilitas tersebut terpelihara dengan baik
2. Tertib
Tertib merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan suasana
tertib dan teratur serta disiplin dalam semua kehidupan masyarakat. Keadaan atau
suasana tertib menghadapi wisatawan lebih ditujukan pada: (a) tertib dari segi
peraturan dimana wisatawan akan mendapatkan suasana pelaksanaan peraturan
yang konsisten dan seragam dimana saja; (b) tertib dari segi waktu dimana
wisatawan akan menemukan segala sesuatu yang pasti waktunya sesuai dengan
9
jadwal; (c) tertib dari segi mutu pelayanan dimana wisatawan akan mendapatkan
mutu pelayanan yang bermutu tinggi; dan (d) tertib dari segi informasi dimana
wisatawan selalu dengan mudah mendapatkan informasi yang akurat dan dalam
bahasa yang dapat dimengerti.
3. Bersih
Bersih merupakan suatu kondisi atau keadaan yang yang menampilkan
sifat bersih dan sehat (higienis). Keadaan bersih harus selalu tercermin pada
lingkungan dan sarana pariwisata yang bersih dan rapi, penggunaan alat
perlengkapan yang selalu terawat baik, bersih, dan bebas dari bakteri atau hama
penyakit, makanan dan minuman yang sehat, serta penampilan petugas pelayanan
yang bersih baik fisik maupun pakaiannya.
Bersih dari segi lingkungan dimana wisatawan menemukan lingkungan bersih
dan bebas dari sampah, limbah, pencemaran maupun kotoran lainnya. Bersih dari
segi bahan dimana wisatawan mendapatkan bahan yang bersih baik pada
makanan, minuman, dan bahan lainnya yang digunakan dalam proses penyajian.
4. Sejuk
Sejuk merupakan suatu kondisi lingkungan yang memberikan suasana
segar dan nyaman. Kondisi lingkungan seperti itu tercipta dengan upaya
menciptakan suasana penataan lingkungan, pertamanan, dan penghijauan pada
jalur wisata.
5. Indah
Indah merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan
penataan yang teratur, tertib, dan serasi, sehingga memancarkan keindahan. Indah
dilihat dari segi penggunaan tata warna yang serasi, selaras dengan lingkungan
sekitarnya, baik interior maupun eksterior serta menunjukkan sifat dan ciri
kepribadian nasional. Keindahan terutama dituntut dari penampilan semua unsur
yang berhubungan langsung dengan pariwisata, seperti jalur-jalur wisata,
lingkungan obyek wisata serta produk wisata lainnya. Indah dari segi alam
dimana wisatawan akan mendapatkan lingkungan yang indah yang dikarenakan
pemeliharaan dan pelestarian yang teratur dan terus-menerus.
10
6. Ramah-tamah
Ramah-tamah adalah sifat dan perilaku masyarakat yang akrab dalam
pergaulan, hormat dan sopan dalam berkomunikasi, suka senyum, suka menyapa,
suka memberikan pelayanan, dan ringan kaki untuk membantu tanpa pamrih, baik
yang diberikan oleh petugas/aparat unsur pemerintah maupun usaha pariwisata
yang secara langsung melayaninya.
7. Kenangan
Dalam pengertian kenangan tercakup di dalamnya adalah:
a) Kenangan dari segi akomodasi yang nyaman, dimana wisatawan selama
menginap akan mendapatkan kenyamanan baik dari segi lingkungan,
pelayanan kamar, pelayanan makan minum maupun pelayanan lainnya.
b) Kenangan dari segi atraksi budaya yang mempesona dimana wisatawan
akan mendapatkan suatu kenangan akan budaya yang mempesona, baik dari
segi variasi, mutu, dan kontinuitas maupun waktu yang tepat.
c) Kenangan dari segi makanan khas daerah yang lezat dimana wisatawan
akan mendapatkan sesuatu kenangan dari makanan khas daerah yang lezat
rasanya, higienis, bervariasi, dan menarik dalam penyajiannya.
d) Kenangan dari segi cenderamata yang mungil, bermutu, menawan, dan
harga yang wajar.
2.1.1.8 Beberapa Hal yang Merusak Lingkungan Obyek Wisata Alam
1) Sampah
Menurut Azwar (1990) dalam Arif (2004), sampah (refuse) adalah
sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus
dibuang (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena kotoran
manusia tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat. Selanjutnya
menurut Murtadho (1988) dalam Arif (2004), sampah organik meliputi limbah
padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor
pertanian dan makanan misalnya sisa dapur, sisa pembungkus makanan, sampah
sayuran, dan kulit buah-buahan yang tidak semuanya dapat mudah membusuk.
11
Lebih lanjut menurut Murtadho (1988) dalam Arif (2004), secara teknis sampah
dapat diklasifikasikan dalam beberapa kelompok, yaitu:
a) Sampah organik mudah membusuk (garbage), yaitu sampah padat semi
basah berupa bahan organik yang berasal dari pertanian, makanan, sampah
sayuran dan kulit buah-buahan. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai
oleh mikroorganisme dan mudah membusuk karena mempunyai rantai
kimia yang relatif pendek seperti sayur mayur dan buah-buahan.
b) Sampah organik tidak membusuk (rubbish), yaitu sampah padat anorganik
cukup kering dan sulit terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit
membusuk. Hal ini disebabkan karena rantai kimia yang panjang dan
kompleks, seperti: plastik, kaca, dan besi.
c) Sampah abu hasil pembakaran. Sampah ini mudah terbawa angin karena
ringan tetapi tidak mudah membusuk.
d) Sampah bangkai binatang yaitu semua sampah yang berasal dari bangkai
binatang, seperti: tikus, anjing, kucing, dan bangkai binatang ternak.
e) Sampah hasil sapuan (steet sweeping), yaitu sampah padat hasil sapuan
jalanan yang berisi segala macam sampah yang tersebar di jalanan, seperti:
daun-daunan, kertas, dan plastik.
f) Sampah industri (industrial waste), yaitu semua sampah hasil buangan
industri. Sampah ini sangat tergantung dari jenis industrinya.
g) Sampah berbahaya, yaitu sampah yang karena jumlahnya atau
konsentrasinya atau sifat kimiawi dan mikrobiologinya berpotensi
menimbulkan bahaya sekarang maupun masa datang terhadap kesehatan
dan lingkungan. Sampah jenis ini memerlukan penanganan khusus dalam
pengolahan dan pembuangannya.
Santosa (2002) dalam Arif (2004) menjelaskan terdapat banyak sistem
pengolahan sampah diantaranya adalah penimbunan tanah (land fill), penimbunan
tanah secara sehat (sanitary land fill), penimbunan sampah (incineration),
penghancuran (pulverization), pengomposan (composting), makanan ternak (hog
feeding), sampai pemanfaatan ulang. Pada prinsipnya semakin sedikit volume dan
variasi (jenis) sampah, maka akan semakin mudah pula penanganannya.
Penanganan sampah bukan hanya pada upaya penyingkiran sampah yang sudah
12
ada, juga upaya meminimalisasi, memanfaatkan (daur ulang), dan mengolah
sampah menjadi sesuatu yang dapat berguna kembali, misalnya: menjadi kompos
dan sampah yang berasal dari kertas bisa didaur ulang menjadi bubur kertas.
Dengan demikian, sampah adalah barang bekas hasil pakai, baik yang
cepat terurai maupun bahan yang tidak dapat terurai yang dapat menyebabkan
kontaminasi dan perusakan lingkungan. Sampah jenis rubbish ini yang merupakan
sampah yang berpotensi merusak lingkungan di kawasan obyek wisata.
2) Vandalisme
Menurut Soemarwoto (2004), vandalisme ialah kegiatan manusia yang
merusak. Namun tidak semua perusakan adalah vandalisme. Perusakan tanpa
alasan (“iseng”) dan tidak bertanggung jawab itulah vandalisme (Tjondronegoro,
1985 dalam Arif, 2004). Vandalisme merupakan perilaku yang merusak dan
dapat terjadi karena kurangnya kesadaran seseorang untuk ikut memelihara
benda-benda atau kondisi-kondisi yang ada di sekitarnya yang bermanfaat bagi
masyarakat luas.
Bentuk vandalisme yang sangat umum ialah dalam bentuk corat-coret.
Bentuk vandalisme yang lain ialah memotong pohon, dahan, memetik bunga, dan
mengambil tanaman. Perbuatan itu sering dilakukan dengan tidak menyadari
kerusakan yang diakibatkan olehnya (Soemarwoto, 2004).
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi vandalisme menurut
Sternloff and Warren (1984) dalam Arif (2004) adalah: (a) pendidikan terhadap
pengunjung yaitu pendidikan, penerangan, dan pemberian informasi yang terus-
menerus dilakukan. Pengunjung hendaknya selalu diingatkan bahwa jika merusak
kawasan obyek wisata alam selain akan merusak keindahan alam juga akan
merusak alam itu sendiri; (b) pendidikan terhadap staf atau pegawai; (c)
partisipasi pengunjung berupa pemberian saran kepada pengelola kawasan; (d)
desain dan konstruksi fasilitas; (e) penggantian dan perbaikan; (f) denda bagi
pengunjung yang melakukan vandalisme; dan (g) pengawasan dan hukuman.
13
2.1.2 Konsep Komunikasi
2.1.2.1 Komunikasi
Komunikasi adalah proses dimana individu mentransmisikan stimulus
untuk mengubah perilaku individu yang lain (Hoveland, 1948 dalam Wiryanto,
2004). Selanjutnya Shannon dan Weaver (1949) dalam Wiryanto (2004)
mendefinisikan komunikasi adalah bentuk interaksi manusia yang saling
mempengaruhi satu sama lain, sengaja atau tidak disengaja dan tidak terbatas pada
bentuk komunikasi verbal, tetapi juga dalam hal ekspresi muka, lukisan, seni, dan
teknologi. Selain itu komunikasi bertujuan sebagai suatu usaha untuk
mempengaruhi tingkah laku sasaran (tujuan) komunikasi (atau penerima pesan)
yang diaplikasikan dalam situasi komunikasi massa sehingga komunikasi dapat
dilihat dalam berbagai hubungan. Secara lengkap Lasswell mengemukakan bahwa
komunikasi digambarkan dengan menjawab pertanyaan berikut: who (siapa), say
what (berkata apa), in which channel (melalui saluran apa), to whom (kepada
siapa), dan with what effect (dengan efek apa)?. Berdasarkan paradigma Lasswell
tersebut komunikasi adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu. Proses komunikasi
dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu komunikasi massa dan komunikasi
interpersonal (Lasswell, 1988 dalam Wiryanto, 2004).
2.1.2.2 Komunikasi Massa
Pengertian komunikasi massa mengacu pada penggunaan media
komunikasi secara massa. Istilah massa menurut McQuail (1987) adalah khalayak
yang sangat luas maknanya dan seringkali lebih besar dari suatu kebanyakan
kelompok, kerumunan, atau publik. Massa ditandai dengan adanya komposisi
yang selalu berubah dan berada dalam batas wilayah yang selalu berubah pula
serta terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Khalayak tidak bertindak
untuk dirinya sendiri tetapi dikendalikan untuk melakukan suatu tindakan. Para
anggotanya berasal dari semua lapisan sosial dan kelompok demografis.
Dalam menggambarkan unsur penting dalam komunikasi massa
diperlukan gambaran institusi media massa. Unsur penting dalam proses
komunikasi massa dapat dibandingkan dengan komunikasi tatap muka antara
beberapa orang (antarpribadi dan komunikasi di dalam kelompok atau komunikasi
14
organisasi). Hal ini terkait dengan sumber dalam komunikasi massa bukanlah satu
orang melainkan suatu organisasi formal dan pengirimnya seringkali merupakan
komunikator profesional (McQuail, 1987).
2.1.2.3 Komunikasi Interpersonal
Komunikasi interpersonal adalah komunikasi dari mulut ke mulut yang
terjadi dalam interaksi tatap muka antara beberapa pribadi (Rogers, 1973).
Komunikasi interpersonal merupakan komunikasi yang berlangsung dalam situasi
tatap muka antara dua orang atau lebih, baik secara terorganisasi maupun pada
kerumunan orang. Komunikasi ini paling efektif mengubah sikap, pendapat, atau
perilaku seseorang (Wiryanto, 2004). Dalam hubungan interpersonal yang
melibatkan komunikasi antara dua orang maka salah satunya bertujuan untuk
mempengaruhi dan membantu meningkatkan efektifitas komunikasi masing-
masing individu (DeVito, 1997). Selanjutnya Kumar (2000) dalam Wiryanto
(2004) menyatakan bahwa efektifitas komunikasi interpersonal mempunyai lima
ciri, sebagai berikut:
1) Keterbukaan (openess) yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati
informasi yang diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi;
2) Empati (emphaty) yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain;
3) Dukungan (supportiveness) yaitu situasi yang terbuka untuk mendukung
komunikasi berlangsung efektif;
4) Rasa positif (positiveness) yaitu seseorang harus memiliki perasaan positif
terhadap dirinya, mendorong orang lain lebih aktif berpartisipasi, dan
menciptakan komunikasi kondusif untuk interaksi yang lebih efektif;
5) Kesetaraan (equality) yaitu pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah
pihak menghargai, berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk
disumbangkan.
Komunikasi interpersonal bisa lebih efektif dalam mempengaruhi
komunikan daripada media massa. Hal ini dinyatakan oleh Rivers et.al. (2003)
bahwa komunikasi interpersonal dalam proses penyampaian pesan mempunyai
pengaruh yang cukup kuat dalam mempengaruhi seseorang. Faktor personal ini
terjadi (orang-orang dekat yang berpengaruh ataupun pembuat opini) ada diantara
15
pesan media dan respon individu. Sedangkan Middleton dan Clarke (2001)
mengartikan komunikasi interpersonal sebagai komunikasi informal karena
dilakukan secara lisan dan terdiri dari teman maupun kelompok acuan.
Dalam usahanya untuk membujuk, media diharapkan pada suatu jaringan
komplek yaitu adanya hubungan interpersonal yang bisa melemahkan pesannya.
Hal ini berarti masing-masing individu mempunyai gambaran yang berbeda
terhadap makna pesan yang disampaikan, dilihat, ataupun didengar sehingga
komunikasi interpersonal dapat dimaknai sebagai aktivitas manusia dalam
menyampaikan dan menerima pesan dari orang lain. Aktivitas tersebut dapat
dilihat sebagai suatu situasi yang memungkinkan suatu sumber menyebarluaskan
suatu pesan kepada sesesorang penerima dengan disadari untuk mempengaruhi
perilaku penerima (Miller, 1974).
2.1.2.4 Terpaan (Exposure) Media Informasi
Terpaan (exposure) menurut Shimp (2003) adalah konsumen berinteraksi
dengan pesan dari pemasar (mereka melihat iklan majalah, mendengar iklan radio,
dan lain-lain). Terpaan merupakan tahap awal yang penting menuju tahap-tahap
selanjutnya dari proses informasi. Hal tersebut dapat dilihat dalam proses dari
tahapan sumber informasi yang digunakan hingga bagaimana khalayak dapat
menerima informasi yang dibutuhkan. Jadi ketika individu menrima informasi
dari penyampai pesan yang memiliki tujuan tertentu dari saluran media yang
dikonsumsi oleh individu, maka keadaan ini disebut sebagai terpaan individu
(Amini, 2004).
Donohew et.al. (1980) dalam teorinya tentang Aktivasi Terpaan Informasi
(Activation Theory of Information Exposure) menjelaskan bahwa seorang individu
akan berusaha mencari (memenuhi) simulasi dan informasi dari suatu pesan yang
sesuai dengan keinginannya, sebelum mereka memenuhi kebutuhannya terhadap
informasi itu sendiri. Kebutuhan akan informasi dan stimulasi bisa berbeda untuk
setiap individu. Oleh karena itu setiap orang akan memilih stimulasi dan informasi
yang menarik perhatiannya daripada informasinya itu sendiri.
16
2.1.2.5 Psikologi Komunikasi
Dalam hal ini hanya akan dijelaskan mengenai persepsi, efek komunikasi
massa dan efektifitas komunikasi interpersonal. Persepsi adalah pengalaman
tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi juga merupakan
pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Dalam hal ini, persepsi
terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung
Galungggung.
Rakhmat (2005) menjelaskan bahwa persepsi ditentukan oleh faktor
personal (fungsional) dan faktor situasional (struktural). Faktor lain yang juga
sangat mempengaruhi persepsi adalah perhatian. Perhatian adalah proses mental
ketika stimuli atau rangkaian stimuli menjadi menonjol dalam kesadaran pada saat
stimuli lainnya melemah. Perhatian terjadi bila seseorang mengkonsentrasikan diri
pada salah satu alat inderanya dan mengesampingkan masukan-masukan melalui
alat indera yang lain. Apa yang diperhatikan seseorang ditentukan oleh faktor-
faktor situasional (struktural) dan personal (fungsional). Faktor situasional
terkadang disebut sebagai determinant perhatian yang bersifat eksternal atau
penarik perhatian (attention getter). Stimuli diperhatikan karena mempunyai sifat-
sifat yang menonjol, antara lain: gerakan, intensitas stimuli, kebaruan, dan
perulangan. Sedangkan dalam faktor internal penaruh perhatian terdapat perhatian
selektif (selective attention). Apa yang menjadi perhatian seseorang lolos dari
perhatian orang lain, atau sebaliknya. Ada kecenderungan seseorang melihat apa
yang ingin dia lihat dan mendengar apa yang ingin dia dengar. Perbedaan ini
timbul dari faktor-faktor internal dalam diri seseorang. Contoh faktor yang
mempengaruhi perhatian seseorang adalah faktor-faktor biologis dan
sosiopsikologis.
Selanjutnya, Rakhmat (2005) menyatakan bahwa faktor-faktor fungsional
berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang disebut
faktor-faktor personal. Persepsi bukan ditentukan oleh jenis atau bentuk stimuli,
tetapi ditentukan oleh karakteristik orang yang memberikan respons pada stimuli
itu. Faktor-faktor fungsional yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai
17
kerangka rujukan. Dalam kegiatan komunikasi, kerangka rujukan mempengaruhi
bagaimana orang member makna pada pesan yang diterimanya.
Selain faktor-faktor fungsional, Rakhmat (2005) juga menjelaskan
mengenai faktor-faktor struktural. Faktor-faktor struktural berasal dari semata-
semata dari sifat stimuli fisik dan efek-efek saraf yang ditimbulkannya pada
sistem saraf individu. Terdapat prinsip-prinsip persepsi yang bersifat struktural
yang terkenal dengan teori Gestalt. Menurut teori Gestalt, jika seseorang
mempersepsi sesuatu, maka akan mempersepsinya sebagai suatu keseluruhan.
Seseorang mengorganisasikan stimuli dengan melihat konteksnya. Walaupun
stimuli yang diterima seseorang tidak lengkap, akan mengisinya dengan
interpretasi yang konsisten dengan rangkaian stimuli yang dipersepsikan.
Persepsi bukan sekedar rekaman peristiwa atau objek. Terdapat proses
subjektif yang secara aktif menafsirkan stimuli yang disebut constructive process.
Proses ini meliputi faktor biologis dan sosiopsikologis individu pelaku persepsi.
Untuk tidak mengaburkan istilah dan untuk menggarisbawahi manusia
manusia (dan bukan benda) sebagai objek persepsi, digunakan istilah persepsi
interpersonal. Persepsi pada objek selain manusia disebut persepsi objek. Ada
empat perbedaan antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal. Pertama,
pada persepsi objek, stimuli ditangkap oleh alat indera melalui benda-benda fisik
(gelombang, cahaya, gelombang suara, temperatur, dan sebagainya), sedangkan
pada persepsi interpersonal, stimuli mungkin sampai kepada individu pelaku
persepsi melalui lambang-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak
ketiga yang menjadi mediasi stimulasi. Mediasi stimulasi ini melemahkan
kecermatan persepsi individu pelaku persepsi.
Kedua, jika individu pelaku persepsi menanggapi objek, hanya
menanggapi sifat-sifat batiniah objek itu. pelaku Sedangkan pada persepsi
interpersonal, individu pelaku persepsi mencoba memahami apa yang tidak
tampak pada alat inderanya. Individu pelaku persepsi cenderung memilih stimuli
tertentu saja. Hal ini jelas membuat persepsi interpersonal lebih sulit
dibandingkan persepsi objek.
Ketiga, ketika individu pelaku persepsi mempersepsi objek, objek tidak
bereaksi kepadanya, individu tersebut pun tidak memberikan reaksi emosional
18
kepada objek. Dalam persepsi interpersonal, faktor-faktor personal individu
pelaku persepsi dan karakteristik orang yang ditanggapi serta hubungan individu
pelaku persepsi dengan orang tersebut memungkinkan persepsi interpersonal
sangat cenderung untuk keliru. Selain itu, sulit menemukan criteria yang dapat
menentukan persepsi individu pelaku persepsi atau orang yang ditanggapi.
Keempat, objek relatif tetap, manusia berubah-ubah. Kecenderungan
manusia yang berubah-ubah akan membingungkan individu pelaku persepsi.
Selain itu, hal ini juga akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain.
Persepsi interpersonal menjadi mudah salah.
Meskipun sulit dalam melakukan persepsi interpersonal, individu pelaku
persepsi masih berhasil memahami orang lain. Individu pelaku persepsi dapat
menduga karakteristik orang lain dari petunjuk-petunjuk ekternal (external cues)
yang dapat diamati. Petunjuk-petunjuk itu adalah deskripsi verbal dari pihak
ketiga, petunjuk proksemik, kinesik, wajah, paralinguistik, dan artifaktual. Selain
petunjuk-petunjuk ekternal (external cues), yang lain disebut sebagai petunjuk
nonverbal (nonverbal cues). Semua petunjuk tersebut disebut faktor-faktor
situasional.
Selain faktor-faktor situasional, terdapat faktor-faktor personal yang
mempengaruhi persepsi interpersonal, yang secara umum sama halnya dengan
faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi. Faktor-faktor personal yang
mempengaruhi persepsi interpersonal berupa pengalaman, motivasi, dan
kepribadian individu pelaku persepsi. Namun dalam hal ini perhatian individu
pelaku persepsi akan dipusatkan pada faktor-faktor personal yang secara langsung
mempengaruhi kecermatan persepsi, bukan proses persepsi itu sendiri. Persepsi
interpersonal besar pengaruhnya bukan saja pada komunikasi interpersonal, tetapi
juga pada hubungan interpersonal. Oleh karena itu, kecermatan persepsi
interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi
interpersonal individu pelaku persepsi. Perilaku individu pelaku persepsi dalam
komunikasi interpersonal bergantung pada persepsi interpersonal. Pada
kenyataannya, persepsi orang seringkali tidak cermat. Jika kedua belah pihak
menanggapi yang lain secara tidak cermat, terjadilah kegagalan komunikasi
(communication breakdowns). Kegagalan komunikasi ini dapat diperbaiki jika
19
orang menyadari bahwa persepsinya mungkin salah. Komunikasi interpersonal
akan menjadi lebih baik jika individu pelaku persepsi mengetahui bahwa
persepsinya bersifat subjektif dan cenderung keliru. Persepsi interpersonal juga
akan mempengaruhi komunikate. Jika seseorang berperilaku sesuai dengan
persepsi orang lain terhadap dirinya, terjadi suatu keadaan yang disebut self-
fulfilling prophecy (nubuat yang dipenuhi sendiri).
Selain persepsi, bahasan mengenai psikologi selanjutnya tentang efek
komunikasi massa dan efektifitas komunikasi interpersonal Efek hanyalah
“perubahan perilaku manusia setelah diterpa pesan media massa” (Schramm dan
Roberts, 1977 dalam Rakhmat, 2005). Efek pesan media massa meliputi aspek
kognitif, afektif, dan behavioral. Efek kognitif terjadi bila ada perubahan pada apa
yang diketahui, difahami, atau dipersepsi khalayak. Efek ini berkaitan dengan
transmisi pengetahuan, keterampilan, kepercayaan, atau informasi. Efek afektif
timbul bila ada perubahan pada apa yang dirasakan, disenangi, atau dibenci
khalayak. Efek ini ada hubungannya dengan emosi, sikap, atau nilai. Efek
behavioral merujuk pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang meliputi: pola-
pola tindakan, kegiatan, atau kebiasaan berperilaku (Rakhmat, 2005). Selanjutnya,
Rakhmat (2005) juga mengatakan bahwa ada tiga faktor yang menumbuhkan
hubungan interpersonal yang menentukan efektivitas dalam komunikasi
interpersonal yaitu:
1) Percaya (trust) yaitu mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dan dalam situasi yang penuh
resiko (Giffin, 1967 dalam Rakhmat, 2005). Percaya dapat meningkatkan
komunikasi interpersonal karena membuka saluran komunikasi, memperjelas
pengiriman dan penerimaan informasi, serta memperluas peluang komunikan
untuk mencapai maksudnya.
2) Sikap suportif yaitu sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi.
Sikap defensif seseorang ditandai dengan lebih banyak melindungi diri dari
ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami
pesan orang lain. Komunikasi defensif dapat terjadi karena faktor-faktor
personal (ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah, pengalaman defensif,
dan sebagainya) dan faktor-faktor situasional perilaku komunikasi orang lain.
20
Sikap suportif ditunjukkan dengan iklim suportif yaitu: deskripsi, orientasi
masalah, spontanitas, empati, persamaan, dan provisionalisme.
3) Sikap terbuka (open-mindedness) yaitu sikap yang ditandai dengan adanya
dorongan untuk saling mengerti ataupun saling menghargai. Sikap terbuka
ditunjukkan dengan: (a) menilai pesan secara obyektif, dengan menggunakan
data dan keajegan logika; (b) membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dan
lain sebagainya; (c) berorientasi pada isi; (d) mencari informasi dari berbagai
sumber; (e) lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya;
dan (f) mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian
kepercayaannya.
2.1.3 Konsep Pemasaran
2.1.3.1 Pemasaran Pariwisata
Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya
individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan
dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai
kepada pihak lain. Seperti halnya dengan pengertian pemasaran tersebut, batasan
tentang tourism marketing atau pemasaran pariwisata banyak dikemukakan oleh
beberapa ahli dalam kepariwisataan. Pemasaran dalam kepariwisataan merupakan
hal yang sangat kompleks sekali karena produk dari industri pariwisata memiliki
ciri-ciri khas dibandingkan dengan produk berupa barang.
Pemasaran pariwisata adalah seluruh kegiatan untuk mempertemukan
permintaan (demand) dan penawaran (supply), sehingga pembeli mendapat
kepuasan dan penjual mendapat keuntungan maksimal dengan risiko seminimal
mungkin (Muljadi, 2009). Pembeli dalam kegiatan pariwisata yaitu para
wisatawan, sedangkan penjual yakni pihak pengelola kawasan pariwisata tersebut.
Yoeti (1985) memberikan batasan tentang pemasaran dalam kepariwisataan, yaitu
suatu proses manajemen dengan mana organisasi kepariwisataan nasional atau
perusahaan-perusahaan industri pariwisata untuk menentukan actual atau
potential tourist, mengadakan komunikasi dengan mereka untuk menentukan serta
mempengaruhi keinginan, kebutuhan, motivasi, kesukaan dan ketidaksukaan pada
21
daerah-daerah lokal, regional, nasional, dan internasional kemudian merumuskan
serta menyesuaikan obyek-obyek pariwisata untuk mencapai kepuasan optimal
para wisatawan dan tercapai tujuannya. Pemasaran pariwisata adalah upaya
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan wisatawan serta menawarkan produk
wisata yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wisatawan. Dengan adanya
pemasaran pariwisata, pihak pengelola dapat mengetahui apa saja jenis produk
wisata yang sesuai dengan keinginan dan kebutuhan wisatawan, sehingga pihak
pengelola dapat merancang dan memberikan produk yang tepat kepada
wisatawan. Keberhasilan kegiatan pemasaran pariwisata ditunjang dengan
komunikasi pemasaran yang baik.
Menurut Yoeti (1985), dalam industri pariwisata, persoalan marketing
yang sering dihadapi adalah masalah “buying decision” terhadap “product”
industri pariwisata yang banyak bergantung pada:
a) Pengetahuan wisatawan tentang produk yang akan dijual
b) Kesan wisatawan terhadap produk yang di hubungkan dengan gengsi dan
prestise
c) Produk yang hendak dijual apakah mudah mencapainya tanpa bersusah payah
d) Salesmenship daripada salesman yang melakukan persuasi
2.1.3.2 Komunikasi Pemasaran (Marketing Communication)
Komunikasi pemasaran (marketing communication) berkembang dari
salah satu bauran pemasaran (marketing mix) yaitu promosi. Bauran promosi
(promotional mix) terdiri dari periklanan (advertising), promosi penjualan (sales
promotion), penjualan perorangan (personal selling), pemasaran sponsorship
(sponsorship marketing), publisitas (publicity), dan komunikasi di tempat
pembelian (point-of-purchase communication) (Shimp, 2003):
1) Periklanan (Advertising)
Bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari komunikasi massa melaui surat
kabar, majalah, radio, televisi, dan media lain (billboards, internet, dan
sebagainya); atau komunikasi langsung yang didesain khusus untuk pelanggan
antar bisnis (business-to-bussines) maupun pemakai akhir. Kedua bentuk iklan
ini dibiayai oleh sponsor tertentu (si pengiklan), tetapi dikategorikan sebagai
22
komunikasi massa (nonpersonal) karena perusahaan sponsor tersebut secara
simultan berkomunikasi dengan penerima pesan yang beranekaragam, bukan
kepada individu tertentu/personal atau kelompok kecil. Iklan langsung (direct
marketing), biasa disebut pemasaran berdasarkan data-base (database
marketing), telah mengalami pertumbuhan pesat di tahun-tahun belakangan ini
akibat efektivitas komunikasi yang terarah serta teknologi komputer yang
memungkinkan hal itu terjadi.
2) Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari semua kegiatan pemasaran
yang mencoba merangsang terjadinya aksi pembelian suatu produk yang cepat
atau terjadinya pembelian dalam waktu yang singkat. Sebagai bahan
perbandingan, ada iklan yang didesain untuk mencapai tujuan lain–yaitu
menciptakan kesadaran pada merek dan mempengaruhi sikap pelanggan.
Promosi penjualan diarahkan baik untuk perdagangan (kepada pedagang besar
dan pengecer) maupun kepada konsumen. Promosi penjualan yang berorientasi
perdagangan memberikan berbagai jenis bonus untuk meningkatkan respon
dari pedagang besar dan pengecer. Promosi penjualan berorientasi konsumen
menggunakan kupon, contoh gratis, kontes/undian, potongan harga setelah
pembelian, dan lain lain.
3) Penjualan Perorangan (Personal Selling),
Bentuk komunikasi pemasaran yang berupa komunikasi antar-individu dimana
tenaga penjual/wiraniaga menginformasikan, mendidik, dan melakukan
persuasi kepada calon pembeli untuk membeli produk atau jasa perusahaan.
Usaha penjualan ini disederhanakan dengan memberikan “diskon perkenalan”
kepada pengecer dan meyakinkan mereka melalui iklan, pemberian produk
contoh secara cuma-cuma dan kupon yang mendongkrak penjualan.
4) Pemasaran Sponsorship (Sponsorship Marketing)
Bentuk komunikasi pemasaran yang merupakan aplikasi dalam
mempromosikan perusahaan dan merek mereka dengan mengasosiasikan
perusahaan atau salah satu dari merek dengan kegiatan tertentu atau melalui
kegiatan sosial.
23
5) Publisitas (Publicity)
Bentuk komunikasi pemasaran seperti halnya iklan, publisitas menggambarkan
komunikasi massa, namun juga tidak seperti iklan, perusahaan sponsor tidak
mengeluarkan biaya untuk waktu dan ruang beriklan. Publisitas biasanya
dilakukan dalam bentuk berita atau komentar editorial mengenai produk atau
jasa dari perusahaan. Bentuk-bentuk ini dimuat dalam media cetak atau televisi
secara gratis karena perwakilan media mengganggap informasi tersebut
penting dan layak disampaikan kepada khalayak mereka. Dengan demikian
publisitas tidak dibiayai oleh perusahaan yang mendapatkan manfaatnya.
6) Komunikasi di Tempat Pembelian (Point-of-Purchase Communication)
Bentuk komunikasi pemasaran yang melibatkan alat peraga, poster, tanda, dan
berbagai materi lain yang didesain untuk mempengaruhi keputusan untuk
membeli dalam tempat pembelian.
Komponen-komponen tersebut juga menjadi bagian dari konsep
komunikasi pemasaran terpadu. Promosi mendapat sorotan tajam sejak aspek
informasi menjadi wacana penting dalam bisnis. Promosi merupakan salah satu
faktor penentu keberhasilan suatu program pemasaran.
Menurut Morissan (2007) yang termasuk dalam komunikasi pemasaran
adalah aktivitas pemasaran yang berusaha menciptakan kesadaran atau
pengetahuan mengenai produk dengan berbagai atributnya, menginformasikan
kelebihan produk, menciptakan citra produk atau citra positif, preferensi, dan
keinginan membeli produk bersangkutan. Tujuan komunikasi mengacu pada apa
yang ingin dicapai perusahaan atau organisasi dengan program promosi yang
dilakukan. Perkembangan selanjutnya terdapat komunikasi pemasaran terpadu
sebagai upaya untuk berbicara dengan orang-orang yang membeli atau tidak
membeli produk berdasarkan apa yang mereka lihat, dengar, rasakan, dan
sebagainya.
2.1.3.3 Komunikasi Pemasaran Terpadu (Integrated Marketing
Communication)
Menurut Shimp (2003), komunikasi pemasaran terpadu/integrated
marketing communication (IMC) adalah proses pengembangan dan implementasi
24
berbagai bentuk program komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon
pelanggan secara berkelanjutan. Tujuan IMC adalah memepengaruhi atau
memberikan efek langsung kepada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya.
IMC menganggap seluruh sumber yang dapat menghubungkan pelanggan atau
calon pelanggan dengan produk atau jasa dari suatu merek atau perusahaan,
adalah jalur yang potensial untuk menyampaikan pesan di masa datang. Lebih
jauh lagi, IMC menggunakan semua bentuk komunikasi yang relevan serta yang
dapat diterima oleh pelanggan dan calon pelanggan. Dengan kata lain, proses IMC
berasal dari pelanggan atau calon pelanggan, kemudian berbalik kepada
perusahaan untuk menentukan dan mendefinisikan bentuk dan metode yang perlu
dikembangkan bagi program komunikasi yang persuasif. Lima ciri utama IMC
adalah: (1) Mempengaruhi perilaku; (2) Berawal dari pelanggan dan calon
pelanggan (prospect); (3) Menggunakan satu atau segala cara untuk melakukan
kontak; (4) Berusaha menciptakan sinergi; dan (5) Menjalin hubungan.
Komunikasi pemasaran terpadu (integrated marketing communication)
yang dibahas mencakup konsep Word of Mouth Marketing, Strategic Advertising
Campaign, dan Marketing Public Relation. Word of Mouth Marketing (WOM)
diperlukan untuk mempertahankan interest/minat dan mendorong ke arah
pembelian. Menurut Nickels (1884) dalam Suparman (1996), efektifitas
komunikasi WOM dikarenakan beberapa aspek: (1) pesan-pesan WOM dapat
diadaptasi untuk penerima (receiver); (2) pesan-pesan WOM relatif diterima
secara reliable dan jujur; (3) sumber-sumber WOM dianggap memiliki
pengalaman sehingga mengetahui informasi yang ingin diketahui receiver; dan 4)
WOM dapat diterima sebagai pesan yang tidak bias. Selain itu, WOM juga dapat
melalui beberapa saluran komunikasi antara lain melalui: (1) repeaters; (2) sales
people & simulated WOM sales; (3) exitement & sample; dan (4) group reference
& opinion leader. Konsep strategic advertising campaign yang dianalisa dari
pendekatan Don E. Schultz (1995) dalam Suparman (1996) antara lain, yaitu: (1)
advertising; (2) sales promotion; (3) direct marketing; (4) directories directory;
(5) point of purchase; dan (6) advertising specialist. Marketing public relation
menurut Schultz (1995) dalam Suparman (1996) meliputi aktifitas yang
berhubungan dengan persuasi konsumen dan prospek untuk membeli (tetap
25
membeli) produk. Dua kegiatan paling umum dalam marketing public relation
adalah: product publicity dan event marketing (event sponsorship) (Suparman,
1996). Komunikasi pemasaran terpadu dalam ekowisata berupa upaya pihak
pengelola dalam mengemas pesan promosi untuk disampaikan kepada para
wisatawan agar wisatawan dapat melihat, mendengar, dan merasakan sendiri
sehingga termotivasi untuk melakukan sendiri kegiatan ekowisata tersebut.
2.1.3.4 Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
Bauran pemasaran merupakan seperangkat alat pemasaran yang digunakan
untuk mencapai tujuan pemasarannya dalam pasar sasaran (Kotler, 1997).
McCharty dalam Kotler (2005) mengklasifikasikan alat-alat bauran pemasaran
(marketing mix) yang dikenal sebagai 4P, yaitu: (1) produk (product), (2) harga
(price), (3) tempat (place), dan (4) promosi (promotion).
1) Produk (Product)
Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk
mendapat perhatian, dimiliki atau digunakan yang dapat memuaskan keinginan
atau kebutuhan yang meliputi keragaman produk, ciri kemasan, pelayanan, dan
lain lain. Sedangkan produk wisata adalah semua produk yang diperuntukkan bagi
atau dikonsumsi oleh seseorang selama melakukan kegiatan wisata (Freyer dalam
Damanik dan Weber, 2006). Selanjutnya Hartono (2008) menyatakan bahwa
produk wisata adalah keseluruhan dari berbagai fasilitas dan pelayanan wisata di
suatu daerah tertentu yang dimanfaatkan oleh wisatawan. Komponennya adalah
sumberdaya daerah tujuan, fasilitas dan transportasi dari rumah ke tempat tujuan.
Selanjutnya, produk wisata adalah suatu bentukan yang nyata dan tidak nyata,
dalam suatu kesatuan rangkaian perjalanan yang hanya dapat dinikmati apabila
seluruh rangkaian perjalanan tersebut dapat memberikan pengalaman yang baik
bagi yang melakukan perjalanan tersebut. Selain itu, produk wisata juga
merupakan berbagai jasa dimana satu dengan lainnya saling terkait dan dihasilkan
oleh berbagai perusahaan pariwisata, misalnya akomodasi, angkutan wisata, biro
perjalanan, daya tarik wisata, dan perusahaan lain yang terkait (Muljadi, 2009).
Sebagai salah satu produk layanan atau jasa, pariwisata mempunyai
beberapa dimensi yang sangat berbeda dengan dimensi produk umum, yaitu:
intangibility, parishability, dan simultanity (Pitana, 2009). Intangibility atau tidak
26
berwujud seperti halnya produk barang yang dapat dilihat, diraba, atau diukur
secara obyektif. Parishability artinya bahwa produk jasa tersebut mudah rusak
atau tidak dapat disimpan seperti halnya menyimpan sesuatu barang. Simultanity
adalah bahwa proses produksi dan konsumsi dari jasa tersebut terjadi secara
simultan dan terpisah.
Adapun tiga aspek penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat
perhatian dari para pengelola atau pemasar dalam bidang kepariwisataan adalah
attraction, accessibility, aminities (Muljadi, 2009). Attraction, yakni segala
sesuatu baik itu berupa daya tarik wisata alam dan budaya yang menarik bagi
wisatawan untuk datang ke suatu daerah tujuan wisata. Hal ini antara lain meliputi
keindahan alam, pantai, araksi wisata budaya, kebiasaan dan cara hidup
masyarakat, keunikan alam dan budaya, atraksi-atraksi seni, pertemuan ilmiah,
dagang, dan sebagainya. Accessibility, artinya kemudahan untuk mencapai daerah
tujuan wisata yang dimaksud melalui berbagai media transportasi udara, laut, atau
darat. Hal ini sangat mempengaruhi keputusan para calon wisatawan untuk datang
ke suatu daerah tujuan wisata. Aminities, maksudnya berbagai fasilitas yang dapat
memberikan kenyamanan dan kepuasan bagi para wisatawan selama mereka
melakukan perjalanan wisata di suatu daerah tujuan wisata.
Fasilitas kepariwisataan sering dibedakan menjadi prasarana dan sarana
kepariwisataan. Prasarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang mendukung
agar sarana pariwisata dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan
pelayanan pada wisatawan guna memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka
ragam. Sedangkan sarana kepariwisataan adalah perusahaan-perusahaan yang
memberikan pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung atau tidak
langsung dan kelangsungan hidupnya tergantung wisatawan yang datang.
Prasarana dan sarana kepariwisataan harus diadakan sebelum kita
mempromosikan suatu daerah tujuan wisata (Wahab, 1997).
2) Harga (Price)
Harga yang dipilih untuk sebuah produk pariwisata sering berhubungan
langsung dengan performance produk dan peluangnya di masa depan. Penentuan
harga harus menjadi bagian dari strategi pemasaran. Hal pertama dan yang
mendominasi dalam mempengaruhi penentuan harga produk adalah keputusan-
27
keputusan strategi usaha dengan pertimbangan image dan product positioning,
strategies for growth, market share, serta return on investment (Marpaung, 2002).
Harga dalam bidang wisata tidak selalu harga yang lebih tinggi akan mengurangi
jumlah permintaan karena ada wisatawan yang mempertimbangkan aspek lain
dari bauran pemasaran selain harga. Banyak wisatawan yang mau membayar lebih
untuk wisata yang berkualitas. Oleh karena itu, pengelola pariwisata harus
mengetahui karakteristik wisatawan dan selanjutnya pemasar produk berupaya
meyajikan wisata yang sesuai karakteristik wisatawan.
3) Tempat (Place)
Tempat adalah menunjukan berbagai kegiatan yang dilakukan oleh
produsen untuk menjadikan suatu produk yang dihasilkan dapat diperoleh dan
tersedia bagi konsumen pada waktu dan tempat yang tepat dimanapun konsumen
berada. Bauran distribusi (distribution mix) terdiri dari saluran pemasaran,
cakupan pasar, daya jangkauan, pengelompokan, lokasi, persediaan dan
transportasi (Angipora, 2002).
Unsur tempat dalam promosi bahwa tempat yang disediakan oleh penjual
akan dipandang sebagai kemudahan memperoleh produk yang dibutuhkan
pembeli. Dalam hal ini, tempat sangat berkaitan dengan aksesibilitas. Obyek
wisata yang mudah dijangkau oleh wisatawan memungkinkan mereka untuk
mengunjungi obyek wisata tersebut.
4) Promosi (Promotion)
Promosi merupakan usaha pengkomunikasian informasi dari produsen
kepada konsumen sedemikian rupa agar menarik minat konsumen untuk membeli
barang atau jasa yang ditawarkan produsen/penjual (Kotler, 1997 dalam Hartono,
2008). Selanjutnya, Pitana (2009) mendefinisikan promosi adalah kegiatan
komunikasi di mana organisasi penyelenggara pariwisata berusaha mempengaruhi
khalayak dari mana penjualan produknya bergantung. Harus diperhatikan
mengenai bauran promosi ini dalam membuat strategi pemasaran, karena hal ini
sangat mempengaruhi pasar untuk mau mengambil produk (berperan dalam
costumers buying decision process). Konsumen tidak akan membeli suatu
produk/jasa apabila mereka tidak pernah mendengar atau mengalami tentang
produk/jasa tersebut. Hal ini berarti bahwa promosi pariwisata adalah usaha
28
penyampaian informasi dari pemasar pariwisata kepada wisatawan agar menarik
minat wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata yang ditawarkan. Dengan
adanya kegiatan promosi pariwisata oleh pemasar pariwisata, wisatawan menjadi
mengetahui dan menyadari keberadaan obyek wisata tersebut dan tertarik untuk
mengunjunginya.
Terdapat perbedaan publikasi dan promosi. Publikasi lebih banyak
ditujukan kepada pembeli potensial yang belum diketahui, sedangkan promosi
ditujukan pada pembeli potensial yang telah diketahui identitasnya. Pada dasarnya
tujuan promosi wisata adalah: (1) memperkenalkan jasa-jasa dan produk yang
dihasilkan industri pariwisata seluas mungkin; (2) memberi kesan daya tarik
sekuat mungkin dengan harapan agar orang akan banyak datang untuk
berkunjung; dan (3) menyampaikan pesan yang menarik dengan cara jujur untuk
menciptakan harapan-harapan yang tinggi (Wahab, 1997). Sedangkan tujuan
promosi wisata adalah untuk: (1) menarik turis datang ke kawasan wisata; (2)
menjaga nilai kawasan sebagai daerah tujuan wisata; (3) menyampaikan informasi
tentang kegiatan wisata yang ditawarkan; (4) membangun unit bisnis wisata yang
saling mendukung; dan (5) memperbaiki informasi tidak tepat/tidak lengkap
tentang kegiatan wisata yang ditawarkan.
Dalam kegiatan promosi pariwisata terdapat beberapa media yang
digunakan. Media promosi yang digunakan dalam kegiatan promosi pariwisata
yaitu media elektronika (televisi, radio, internet, dan lain lain) dan media cetak
(brosur, majalah, leaflet, buku panduan wisata, dan lain lain). Selain itu saluran
word of mouth melalui teman/relasi dan biro perjalanan wisata juga sangat efektif
dalam penyampaian informasi pariwisata (Suparman, 1996).
Jasa adalah sesuatu yang dapat diidentifikasi secara terpisah tidak
berwujud, ditawarkan untuk menemui kebutuhan. Jasa dapat dihasilkan dengan
menggunakan benda-benda berwujud atau tidak. Menurut Lovelock dan Wright
(2005), pendekatan pemasaran melalui 4P dalam marketing mix seringkali
berhasil untuk barang, sedangkan untuk jasa diperlukan 3P tambahan, antara lain:
orang (people), bukti fisik (physical evidence), dan proses (process).
29
1) People (Orang)
Sumber daya manusia (SDM) merupakan peubah penting yang memegang
peranan penting bagi aktifitas komunikasi pemasaran, baik dalam industri
barang maupun jasa. Yang dimaksud dengan SDM atau orang adalah semua
partisipan yang memainkan peranan sebagian penyajian jasa, yaitu peran
selama proses dan konsumsi jasa berlangsung dalam waktu rill jasa, sehingga
mempengaruhi persepsi pembeli. Partisipan adalah staf perusahaan, konsumen
dan konsumen lain dalam lingkungan tersebut.
2) Physical Evidence (Bukti Fisik)
Bukti fisik merupakan lingkungan fisik dimana jasa diciptakan dan tempat
penyedia jasa, konsumen berinteraksi dan setiap komponen tangible yang
memfasilitasi penampilan.
3) Process (Proses)
Proses mencerminkan bagaiaman semua unsur bauran pemasaran jasa
dikoordinasikan untuk menjamin mutu dan konsistensi jasa yang diberikan
oleh konsumen. Proses juga merupakan peubah yang cukup berperan dalam
menilai keberadaan jasa tersebut. Proses dapat melibatkan unsur-unsur
prosedur, tugas, rencana kerja, mekanisme, dan juga aktifitas.
2.1.3.5 Bauran Promosi (Promotion Mix)
Komunikasi antara perusahaan dan konsumen secara implisit berlangsung
pada setiap unsur atau bagian dari bauran pemasaran (marketing mix), namun
sebagian besar komunikasi perusahaan berlangsung sebagai bagian dari suatu
program promosi yang diawasi dan direncanakan dengan hati-hati. Instrumen
dasar yang digunakan untuk mencapai tujuan komunikasi perusahaan disebut
dengan bauran promosi atau promotional mix.
Bauran promosi (promotion mix) menggambarkan cara-cara kreatif yang
mempengaruhi konsumen dalam melakukan pembelian produk atau jasa. Secara
tradisional, bauran promosi mencakup empat unsur, yaitu: periklanan, promosi
penjualan, humas dan publisitas, dan penjualan pribadi. Namun George dan
Michael Belch dalam Morissan (2007) menambahkan dua unsur dalam bauran
promosi (promotional mix), yaitu direct marketing dan interactive media.
30
Dua unsur yang ditambahkan, yaitu direct marketing dan interactive media
telah digunakan secara luas oleh pengelola pemasaran dewasa ini untuk dapat
berkomunikasi dengan khalayak sasarannya, sebagaimana empat unsur
sebelumnya. Dua unsur tambahan bauran promosi tersebut, yaitu: pemasaran
langsung (direct marketing) dan pemasaran interaktif (interactive media).
A. Pemasaran Langsung (Direct Marketing)
Pemasaran langsung adalah upaya perusahaan atau organisasi untuk
berkomunikasi secara langsung dengan calon pelanggan sasaran dengan
maksud menimbulkan tanggapan dan atau transaksi penjualan (Morissan,
2007). Pemasaran langsung mencakup berbagai aktifitas termasuk pengelolaan
database, penjualan langsung, telemarketing, dan iklan tanggapan langsung.
B. Pemasaran Interaktif (Interactive Media)
Kemajuan teknologi komunikasi memungkinkan dilakukannya komunikasi
secara interaktif melalui media massa, khususnya internet melalui fasilitas
World Wide Web (WWW). Media interaktif memungkinkan terjadinya arus
informasi timbal balik yang memungkinkan pengguna dapat berpartisipasi dan
memodifikasi bentuk dan isi informasi pada saat itu juga. Tidak seperti bentuk
tradisional komunikasi pemasaran berupa iklan yang komunikasinya satu arah,
media interaktif memungkinkan pengguna melakukan berbagai fungsi, seperti
menerima dan mengubah informasi dan gambar, mengajukan pertanyaan,
menjawab dan melakukan pembelian (Morissan, 2007).
2.1.3.6 Keputusan Pembelian
Konsumen harus dapat mengambil keputusan pembelian (dalam hal ini
adalah keputusan wisata) seperti kapan membeli, dimana membeli, dan
bagaimana membayar. Perbedaan individu merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi keputusan pembelian konsumen. Di dalam perbedaan
individu terdapat sikap yang dapat mempengaruhi keputusan pembelian
konsumen. Sikap dapat diartikan sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang
memungkinkan orang berespon dengan cara menguntungkan atau tidak
menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan obyek yang ditawarkan
(Engel et.al, 1994).
31
Cleverdon (1998) dalam Damanik dan Weber (2006) membagi proses
pengambilan keputusan wisata ke dalam empat tahapan, yaitu munculnya
keinginan, pencarian informasi, pengambilan keputusan, dan persiapan
pelaksanaan. Selanjutnya dijelaskan proses pengambilan keputusan berwisata
dalam tabel berikut:
Tabel 1. Proses Pengambilan Keputusan Berwisata
Tahap Kegiatan yang Dilakukan Pengaruh dan
Pertimbangan Utama
Munculnya
Kebutuhan
Munculnya keinginan berwisata dengan
mempertimbangkan kemungkinan “ya” dan
“tidak”, meskipun informasi khusus untuk
itu belum terkumpul dan dievaluasi
Motivasi umum berwisata:
- Kapan bepergian?
- Berapa dana yang
tersedia?
Pengumpulan
dan evaluasi
informasi
wisata
Mempelajari katalog dan iklan wisata,
menerima saran sahabat, meminta petunjuk
biro perjalanan dan ahli
Saran dan cerita kenalan,
iklan dan promosi, saran
dan rekomendasi agen
perjalanan
Keputusan Memutuskan:
- Daerah tujuan - Moda perjalanan
- Waktu dan biaya - Pengatur perjalanan
- Sumber layanan
Saran pihak perantara,
kesan, pengalaman
sebelumnya
Persiapan
wisata
Pemesanan dan konfirmasi (tiket, hotel,
dll), pembiayaan, alat kelengkapan
perjalanan
Pengatur perjalanan, bank,
pertokoan
Sumber: Cleverdon (1988) dalam Damanik dan Weber (2006)
2.1.4 Konsep Pengembangan Masyarakat
Sanders (1958) dalam Nasdian (2006) menyatakan bahwa pengembangan
masyarakat dapat dipandang sebagai suatu proses, metode, program, dan gerakan.
Pengembangan masyarakat dalam sektor pariwisata dipandang sebagai suatu
program. Seperti diungkapkan oleh Nasdian (2006) bahwa pengembangan
masyarakat sebagai suatu program merupakan metode pengembangan masyarakat
dinyatakan sebagai suatu daftar kegiatan. Sebagai suatu program, pengembangan
masyarakat berhubungan dengan bidang-bidang subyek yang khas, seperti
kesehatan, kesejahteraan, pertanian, industri, dan rekreasi.
Terdapat prinsip-prinsip pengembangan masyarakat yang perlu diterapkan
secara efektif dalam konteks lokal. Menurut Ife (1995) dalam Nasdian (2006),
32
terdapat 22 prinsip pengembangan masyarakat (community development) sebagai
berikut: Integrated Development (Pembangunan Terpadu), Confronting Structural
Disadvantage (Konfrontasi dengan Kebatilan), Human Rights (Hak Asasi
Manusia), Sustainability (Keberlanjutan), Empowerment (Pemberdayaan), The
Personal and The Political (Pribadi dan Politik), Communtity Ownership
(Kepemilikan Komunitas), Self-Reliance (Kemandirian), Independence from the
State (Ketidaktergantungan pada Pemerintah), Immediate Goals and Ultimate
Vision (Tujuan dan Visi), Organic Development (Pembangunan Bersifat Organik),
The Pace of Development (Kecepatan Gerak Pembangunan), External Experties
(Keahlian Pihak Luar), Community Building (Membangun Komunitas), Process
and Outcome (Proses dan Hasilnya), The Integrity of the Process (Keterpaduan
Proses), Non-Violence (Tanpa Kekerasan), Inclusiveness (Inklusif), Consensus
(Konsensus), Co-operation (Kerjasama), Participation (Partisipasi), Defining
Need (Mendefinisikan Kebutuhan).
Dari 22 prinsip pengembangan masyarakat tersebut, dalam penelitian
mengenai pariwisata dan ekowisata ini terutama menerapkan tiga prinsip
pengembangan masyarakat. Ketiga prinsip pengembangan masyarakat tersebut
yaitu sustainability (keberlanjutan), participation (partisipasi), dan external
experties (keahlian pihak luar). Ketiga prinsip tersebut diterapkan dalam konteks
lokal.
Dalam kegiatan pariwisata atau ekowisata, program pengembangan
masyarakat berada dalam kerangka sustainability yang berupaya untuk
mengurangi ketergantungan kepada sumberdaya yang tidak tergantikan (non-
renewable) dan menciptakan alternatif serta tatanan ekologis, sosial, ekonomi, dan
politik yang berkelanjutan di tingkat lokal. Prinsip ini membutuhkan penggunaan
secara minimal dari sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui. Hal ini
berimplikasi pada masyarakat setempat (dan juga wisatawan) dalam hal
penggunaan lahan, gaya hidup, konservasi, transportasi, dan lain lain.
Pengembangan masyarakat berusaha meminimalisasi ketergantungan pada
sumberdaya yang tidak dapat diperbaharui.
Dalam kegiatan pariwisata atau ekowisata, partisipasi dalam
pengembangan masyarakat harus menciptakan peranserta yang maksimal dengan
33
tujuan agar semua orang dalam masyarakat tersebut dapat dilibatkan secara aktif
pada proses dan kegiatan pariwisata atau ekowisata. Oleh karena itu pendekatan
pengembangan masyarakat selalu mengoptimalkan partisipasi. Melalui peranserta
warga komunitas maka akan diperoleh proses belajar satu sama lain, mereka dapat
mengubah secara alamiah kegiatan tradisional yang eksklusif menjadi kegiatan
yang partisipatif.
Dalam kegiatan pariwisata atau ekowisata, keahlian atau pengalaman
seseorang serta pengalaman pembangunan wisata di suatu tempat boleh dipelajari
sebagai pertimbangan dalam pembangunan di wilayah obyek wisata yang lain,
tetapi prinsip external experties mengharapkan tidak ditiru secara mutlak.
Pendekatan ini harus diterapkan secara alami dikembangkan dengan cara yang
sesuai dengan situasi spesifik dan peka terhadap kebudayaan, tradisi masyarakat
setempat, dan lingkungan. Artinya, kontribusi konsultan dari luar komunitas
sangat berharga apabila warga siap mengadopsi sesuai dengan kemampuan dan
cara mereka.
34
2.2 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini merujuk pada konsep komunikasi pemasaran dari Shimp
(2003) yang menyatakan bahwa komunikasi pemasaran merepresentasikan
gabungan semua unsur dalam bauran pemasaran merek, yang memfasilitasi
terjadinya pertukaran dengan menciptakan suatu arti yang disebarluaskan kepada
pelanggan atau kliennya. Selanjutnya, Shimp (2003) juga menjelaskan tentang
komunikasi pemasaran terpadu/integrated marketing communication (IMC) yang
merupakan proses pengembangan dan implementasi berbagai bentuk program
komunikasi persuasif kepada pelanggan dan calon pelanggan secara
berkelanjutan. Tujuan IMC adalah memepengaruhi atau memberikan efek
langsung kepada perilaku khalayak sasaran yang dimilikinya.
Selain itu, Shimp (2003) menambahkan bahwa terpaan (exposure)
terhadap informasi adalah konsumen berinteraksi dengan pesan dari pemasar
(mereka melihat iklan majalah, mendengar iklan radio, dan lain-lain). Tugas dasar
komunikator pemasaran adalah menyampaikan pesan kepada konsumen yang
diharapkan akan memproses pesan dan dapat dibujuk untuk melakukan
serangkaian tindakan yang diinginkan pemasar.
Terdapat dua terpaan komunikasi pemasaran yaitu terdiri dari (X1) terpaan
komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung dan (X2) terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Selanjutnya, (X1) terpaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak
pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung terdiri dari: (X1.1)
periklanan; (X1.2) komunikasi di tempat pembelian; (X1.3) promosi penjualan;
(X1.4) pemasaran sponsorship; (X1.5) publisitas; dan (X1.6) pemasaran dari
mulut ke mulut. Selain itu, (X2) terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa
informasi yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat
sekitar kawasan obyek wisata.
Variabel-variabel pengaruh diatas diduga berhubungan dengan dengan
sejumlah variabel terpengaruh yaitu (Y1) persepsi terhadap pesan yang terdiri
dari: (Y1.1) kejelasan isi pesan dan (Y1.2) kelengkapan isi pesan. Variabel-
35
variabel persepsi terhadap pesan tersebut lebih lanjut mempengaruhi (Y2)
perilaku wisata yang terdiri dari: (Y2.1) perilaku rekreasi yang meliputi keputusan
seringnya berkunjung, keputusan menentukan jumlah obyek dan daya tarik wisata
(ODTW) yang dikunjungi, keputusan menentukan masa tinggal, dan keputusan
melakukan kunjungan selanjutnya dan (Y2.2) perilaku perilaku cinta lingkungan
(konservasi) meliputi pencegahan kerusakan dan pemeliharaan lingkungan Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung berupa membuang sampah pada tempatnya
dan tidak melakukan aksi vandalisme.
Dewasa ini komunikasi pemasaran terpadu menjadi bagian yang tidak
dapat terpisahkan lagi dengan obyek wisata. Begitu juga obyek wisata alam
Gunung Galunggung yang merupakan salah satu obyek wisata unggulan
Kabupaten Tasikmalaya sebagai langkah promosi yang dilakukan untuk
disampaikan ke khalayak luas yang dalam hal ini adalah wisatawan (termasuk
wisatawan potensial).
Disamping itu, pihak pengelola harus memperhatikan karakteristik
wisatawan yang merupakan karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan yang
berbeda yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan kebutuhan
mereka dalam melakukan perjalanan. Selain itu, karakteristik wisatawan juga
dapat mempengaruhi bagaimana wisatawan tersebut mengakses informasi,
kemudahan mereka dalam mengakses informasi dari sumber informasi yang
tersedia. Adalah penting untuk mengerti karakteristik wisatawan dengan tujuan
untuk menyediakan kebutuhan perjalanan mereka dan untuk menyusun program
komunikasi pemasaran yang efektif. Hal ini dimaksudkan agar komunikasi
pemasaran terpadu yang dilakukan dapat mempengaruhi perilaku komunikasi
yang dilakukan oleh wisatawan. Lebih lanjut kegiatan tersebut agar dapat
mempengaruhi perilaku wisatawan tersebut yang tidak hanya sekedar perilaku
kunjungannya tetapi juga memperhatikan perilaku konservasinya. Perilaku
kunjungan juga dipengaruhi oleh aspek produk wisata yang berupa 3A, yaitu:
atraksi (ODTW), aksesibilitas, dan aminitas (fasilitas). Dengan memperhatikan
perilaku kunjungan dan perilaku konservasinya, berarti mereka juga berpartisipasi
dalam rangka menjaga kelestarian obyek wisata alam sehingga keberadaannya
berlangsung secara berkelanjutan.
36
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, hubungan antara variabel pengaruh dan
terpengaruh dapat dilihat pada Gambar 1.
(Y.2) Perilaku Wisatawan:
(Y2.1) Perilaku Rekreasi (Y2.2) Perilaku Konservasi
(Cinta Lingkungan)
Keputusan Berkunjung
Keputusan Menentukan Jumlah
ODTW yang Dikunjungi
Keputusan Menentukan Masa
Tinggal
Keputusan Melakukan
Kunjungan Selanjutnya
Pencegahan Kerusakan dan
Pemeliharaan Lingkungan
Obyek Wisata Alam:
Membuang Sampah Pada
Tempatnya
Tidak Melakukan Vandalisme
(Mencorat-coret Fasilitas,
Merokok, Merusak Pohon)
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Pengaruh Komunikasi Pemasaran Obyek
Wisata Alam terhadap Perilaku Wisatawan
Keterangan:
: Hubungan pengaruh yang diuji
(Y1) Persepsi terhadap Pesan:
(Y1.1) Kejelasan Isi Pesan
(Y1.2) Kelengkapan Isi Pesan
X1. Terpaan Komunikasi Pemasaran:
X1.1 Periklanan
X1.2 Komunikasi di Tempat Pembelian
X1.3 Promosi Penjualan
X1.4 Pemasaran Sponsorship
X1.5 Publisitas
X1.6 Pemasaran dari Mulut ke Mulut
X2. Terpaan dari Luar
Komunikasi Pemasaran:
Informasi dari Teman/ Keluarga
(Saudara)/Rekan
Kerja/Masyarakat Setempat
37
2.3 Hipotesis
1. Terpaan komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola
mempengaruhi persepsi terhadap pesan.
2. Terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola
mempengaruhi persepsi terhadap pesan.
3. Persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku wisata.
a. Persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku rekreasi.
b. Persepsi terhadap pesan mempengaruhi perilaku cinta lingkungan.
2.4 Definisi Operasional
A. Karakterisik wisatawan adalah karakteristik spesifik dari jenis-jenis wisatawan
yang berbeda, yang berhubungan erat dengan kebiasaan, permintaan, dan
kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Karakteristik wisatawan yang
dibahas meliputi asal daerah, jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat
pendapatan, jenis pekerjaan, dan frekuensi kunjungan.
a. Asal daerah adalah pengelompokan tempat tinggal wisatawan berdasarkan
daerah mereka berasal (sebelum melakukan perjalanan wisata).
Pengelompokan wisatawan berdasarkan asal daerah yaitu wisatawan
nusantara yang berasal dari: (1) Tasikmalaya dan (2) luar Tasikmalaya. Asal
daerah diukur dengan skala nominal.
b. Jenis kelamin adalah pengkategorian berdasarkan jenis kelamin perempuan
dan laki-laki. Jenis kelamin wisatawan dalam penelitian ini terdiri dari: (1)
Perempuan dan (2) Laki-laki. Jenis kelamin diukur dengan skala nominal.
c. Umur adalah jumlah usia wisatawan pada saat penelitian ini dilakukan yang
dihitung dari bulan kelahiran wisatawan hingga bulan Juli 2010 serta
dinyatakan dengan tahun. Umur diukur dengan menggunakan skala ordinal.
Untuk menentukan rentang usia muda, dewasa, dan tua digunakan rumus
(angka tertinggi – angka terendah) + 1 / pengkategorian (Furbani, 2008).
Pengkategorian umur dapat ditentukan sebagai berikut:
(1) Muda, jika umur wisatawan berada pada rentang 16-30 tahun;
(2) Dewasa, jika umur wisatawan berada pada rentang 31-45 tahun; dan
(3) Tua, jika umur wisatawan berada pada rentang 46-60 tahun.
38
d. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidilan formal tertinggi yang
telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan. Jenjang pendidikan formal yang
dibahas dalam penelitian ini meliputi: (a) Sekolah Dasar (SD)/sederajat; (b)
Sekolah Menengah Pertama (SMP)/sederajat; (c) Sekolah Menengah Atas
(SMA)/sederajat; (d) Diploma (D1/D2/D3)/sederajat; (e) Sarjana
(S1)/sederajat; dan (f) Pascasarjana (S2/S3)/sederajat. Selanjutnya, tingkat
pendidikan wisatawan dapat dikategorikan menjadi: (1) Rendah, jika
pendidikan formal tertinggi yang telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan
adalah Sekolah Dasar (SD)/sederajat; (2) Sedang, jika pendidikan formal
tertinggi yang telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan adalah Sekolah
Menengah Pertama (SMP)/sederajat dan Sekolah Menengah Atas
(SMA)/sederajat; dan (3) Tinggi, jika pendidikan formal tertinggi yang
telah/sedang diselesaikan oleh wisatawan yaitu perguruan tinggi. Tingkat
pendidikan diukur dengan skala ordinal.
e. Jenis pekerjaan adalah kegiatan yang sehari-hari dilakukan oleh wisatawan
sebagai profesi, hobi, dan bakat yang sedang dilakukan pada saat penelitian
ini berlangsung. Jenis pekerjaan dalam penelitian ini dikategorikan menjadi:
(1) Pegawai Negeri Sipil (PNS); (2) Pegawai Swasta; (3) Wirausaha; (4)
Pedagang; (5) Pelajar; (6) Mahasiswa; (7) Petani; dan (8) Lainnya. Untuk
kategori lainnya diisi oleh jenis pekerjaan ibu rumah tangga dan POLRI.
Jenis pekerjaan diukur dengan skala nominal.
f. Frekuensi kunjungan adalah berapa kali wisatawan mendatangi kawasan
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Untuk menentukan rentang
dalam frekuensi kunjungan rendah, sedang, dan tinggi digunakan rumus
(angka tertinggi – angka terendah) + 1 / pengkategorian (Furbani, 2008).
Selanjutnya, pengkategorian frekuensi kunjungan dalam penelitian ini dapat
ditentukan sebagai berikut: (1) Rendah, jika frekuensi kedatangan
wisatawan berkisar antara 1-4 kali; (2) Sedang, jika frekuensi kedatangan
wisatawan berkisar antara 5-8 kali; dan (3) Tinggi, jika frekuensi
kedatangan wisatawan berkisar antara 9-12 kali. Frekuensi kunjungan
diukur dengan skala ordinal.
39
B. Kemudahan mengakses informasi adalah tidak ditemukannya kesulitan dalam
mendapatkan informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
dan pelestariannya dari beberapa media yang tersedia. Media komunikasi
tersebut berupa media cetak (surat kabar lokal Priangan) dan berbagai media
lainnya (buku panduan wisata/brosur/pamflet/poster/spanduk/baliho dan lain-
lain), saluran radio lokal milik pemerintah (RSPD) dan swasta (Martha FM),
saluran televisi lokal (Taz TV), jaringan internet, pihak pengelola, biro
perjalanan wisata, dan teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat sekitar
kawasan. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1
untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam
tingkat mengakses: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 6-9
dan (2) Tinggi jika skor total variabel berada pada rentang 10-12. Kemudahan
mengakses informasi diukur dengan skala ordinal.
(X1) Komunikasi pemasaran dalam bidang pariwisata adalah kegiatan
mempromosikan obyek dan daya tarik wisata kepada wisatawan supaya mereka
tertarik dan dan dapat mengambil keputusan untuk mengunjungi obyek wisata
tersebut. Terpaan komunikasi pemasaran adalah keadaan dimana wisatawan
menerima berbagai informasi dari bentuk komunikasi pemasaran dengan berbagai
saluran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Wisatawan diterpa komunikasi pemasaran berarti mereka menerima
terpaan dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran yang berasal dari: (X1.1)
periklanan (advertising); (X1.2) komunikasi di tempat pembelian (point-of-
purchase communication); (X1.3) promosi penjualan (sales promotion); (X1.4)
pemasaran sponsorship (sponsorship marketing); (X1.5) publisitas (publicity); dan
(X1.6) pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM). Setiap
pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak.
Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah,
jika skor total variabel berada pada rentang 23-33 dan (2) Tinggi, jika skor total
variabel berada pada rentang 34-43. Terpaan komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung diukur
dengan skala ordinal.
40
(X1.1) Periklanan (advertising) yaitu bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri
dari komunikasi massa melalui televisi, radio, surat kabar, majalah, internet,
billboards, spanduk, poster, baliho, brosur, pamflet, leaflet, booklet, dan buku
panduan wisata. Terpaan periklanan adalah keadaan dimana wisatawan menerima
informasi dari periklanan yang berasal dari buku panduan wisata, spanduk, poster,
baliho, pamflet, brosur, internet, billboards, televisi, dan radio. Setiap pernyataan
diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan
tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor
total variabel berada pada rentang 5-7 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel
berada pada rentang 8-10. Terpaan periklanan diukur dengan skala ordinal.
(X1.2) Komunikasi di tempat pembelian (point-of-purchase communication)
merupakan bentuk komunikasi pemasaran yang menggunakan peraga, poster,
tanda, dan berbagai materi lain yang didesain untuk mempengaruhi keputusan
untuk membeli. Dalam pariwisata, terpaan komunikasi di tempat pembelian
berarti komunikasi di obyek wisata. Terpaan komunikasi di obyek wisata adalah
keadaan dimana wisatawan menerima informasi pada saat mereka berada di obyek
wisata. Wisatawan yang diterpa komunikasi di obyek wisata mendapat terpaan
yang berasal dari informasi yang berada pada gerbang pembelian tiket, pusat
informasi, pusat media, dan di dalam kawasan obyek wisata. Informasi ini
disajikan dalam media cetak (brosur, stiker, pamplet, booklet, buku panduan
wisata) dan media elektronik (pengeras suara dan pemutaran film). Selanjutnya,
informasi tersebut juga disajikan dalam media komunikasi lainnya yang terdapat
di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, seperti: poster,
spanduk, baliho, peta kawasan wisata, peta jalur, papan informasi, papan
penunjuk arah, papan interpretasi, papan peringatan, serta papan himbauan yang
memuat tentang kepedulian terhadap lingkungan. Setiap pernyataan diberi skor =
2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut
selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total
variabel berada pada rentang 6-9 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada
pada rentang 10-12. Terpaan komunikasi di obyek wisata diukur dengan skala
ordinal.
41
(X1.3) Promosi penjualan (sales promotion) yaitu bentuk komunikasi pemasaran
yang memberikan berbagai bonus, seperti adanya potongan harga dan gratis tiket
masuk. Terpaan promosi penjualan adalah keadaan dimana wisatawan menerima
informasi dari promosi penjualan. Bentuk promosi penjualan yang terdapat di
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa pemberian potongan harga tiket
masuk bagi orang/rombongan dalam jumlah banyak serta tiket masuk gratis ke
obyek wisata tertentu setelah membeli tiket masuk ke obyek wisata lainnya.
Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban
tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1)
Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika skor
total variabel adalah 4. Terpaan promosi penjualan diukur dengan menggunakan
skala ordinal.
(X1.4) Pemasaran sponsorship (sponsorship marketing) yaitu aplikasi dalam
mempromosikan perusahaan dan merek mereka dengan mengasosiasikan
perusahaan atau salah satu dari merek dengan kegiatan tertentu. Terpaan
pemasaran sponsorship adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi
dari pemasaran sponsorship dalam event-event tertentu. Bentuk pemasaran
sponsorship berupa event-event (kegiatan-kegiatan) yang diselenggarakan oleh
pihak pemerintah yang berkolaborasi dengan pihak lain. Jenis kegiatan-kegiatan
yang diselenggarakan meliputi kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan
hiburan pendukung, peringatan hari-hari bersejarah, serta kunjungan wisata.
Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban
tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1)
Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 5-7 dan (2) Tinggi, jika skor
total variabel berada pada rentang 8-10. Terpaan pemasaran sponsorship diukur
dengan menggunakan skala ordinal.
(X1.5) Publisitas (publicity) yaitu bentuk komunikasi pemasaran seperti
periklanan, namun perusahaan sponsor tidak mengeluarkan biaya untuk waktu dan
ruang beriklan. Terpaan publisitas adalah keadaan dimana wisatawan menerima
informasi dari publisitas. Dalam terpaan publisitas, promosi yang dilakukan oleh
pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi
tentang obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang
42
diselengarakan di dalamnya. Informasi tersebut dimuat pada surat kabar lokal
Priangan. Selain itu, informasi tersebut juga disiarkan pada radio lokal milik
pemerintah (Radio Siaran Pemerintah Daerah/RSPD) atau swasta (Martha FM),
serta siaran televisi lokal (Taz TV). Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk
jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya
dinyatakan ke dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada
pada rentang 3-4 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 5-6.
Terpaan publisitas diukur dengan skala ordinal.
(X1.6) Pemasaran dari mulut ke mulut/Word of Mouth Marketing (WOM) yaitu
bentuk komunikasi pemasaran yang mana informasi tentang Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung yang didapat wisatawan tersebut adalah berasal dari pihak
pengelola. Terpaan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing
(WOM) adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari pemasaran
dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM) yang dilakukan oleh pihak
pengelola. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk
jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat
terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel adalah 1 dan (2) Tinggi, jika skor total
variabel adalah 2. Terpaan pemasaran dari mulut ke mulut diukur dengan
menggunakan skala ordinal.
(X2) Terpaan (exposure) dari luar komunikasi pemasaran adalah keadaan dimana
wisatawan menerima berbagai informasi yang bukan dilakukan oleh pihak
pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Dalam terpaan ini,
wisatawan menerima informasi yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan
kerja/masyarakat setempat. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya
dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke
dalam tingkat terpaan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3
dan (2) Tinggi, jika skor total variabel adalah 4. Terpaan dari luar komunikasi
pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola diukur dengan skala ordinal.
43
(Y1) Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi juga merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Dalam hal ini, persepsi terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek
Wisata Alam Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada
informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang
bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan (konservasi)/ lingkungan
hidup. Persepsi terhadap pesan yang dibahas yang terdiri dari kejelasan dan
kelengkapan isi pesan. Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan
skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke
dalam tingkat persepsi terhadap pesan: (1) Rendah, jika skor total variabel berada
pada rentang 4-6 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 7-8.
Persepsi terhadap pesan diukur dengan skala ordinal.
(Y1.1) Kejelasan isi pesan menyangkut sejauhmana informasi umum mengenai
obyek dan daya tarik wisata (ODTW) maupun informasi yang bersifat lebih
spesifik mengenai pesan cinta lingkungan dapat dibaca dan didengar dengan jelas
oleh wisatawan. Kejelasan isi pesan berupa jumlah dan frekuensi tayang pesan,
serta kemudahan bahasa yang digunakan untuk dimengerti. Setiap pernyataan
diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan
tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat kejelasan: (1) Rendah, jika skor
total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel
adalah 4. Kejelasan isi pesan diukur dengan menggunakan skala ordinal.
(Y1.2) Kelengkapan isi pesan adalah isi pesan dalam berbagai bentuk komunikasi
pemasaran lengkap memuat informasi umum mengenai obyek dan daya tarik
wisata (ODTW) dan pesan-pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup.
Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban
tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat kelengkapan:
(1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 2-3 dan (2) Tinggi, jika
skor total variabel adalah 4. Kelengkapan isi pesan diukur dengan skala ordinal.
44
(Y3) Perilaku wisata adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan
yang merupakan efek komunikasi pemasaran. Perilaku wisata di Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung terdiri dari perilaku rekreasi dan perilaku cinta
lingkungan (konservasi). Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan
skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke
dalam tingkat perilaku wisata: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada
rentang 13-16 dan (2) Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 17-22.
Perilaku wisata diukur dengan skala ordinal.
(Y3.1) Perilaku rekreasi adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan wisatawan
berdasarkan suatu pengambilan keputusan yang ditunjukkan wisatawan baik
sebelum dan pada saat berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Perilaku rekreasi meliputi perilaku wisatawan dalam menentukan pengambilan
keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan
daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan
melakukan kunjungan selanjutnya ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Setiap pernyataan diberi skor = 2 untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban
tidak. Pernyataan tersebut selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat perilaku
rekreasi: (1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 4-6 dan (2)
Tinggi, jika skor total variabel berada pada rentang 7-8. Perilaku rekreasi diukur
dengan skala ordinal.
(Y3.2) Perilaku cinta lingkungan (konservasi) adalah kegiatan-kegiatan yang
dilakukan wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dalam rangka
upaya pencegahan kerusakan dan pemeliharaan kawasan obyek wisata ketika
mereka berkunjung. Perilaku cinta lingkungan ditunjukkan dengan membuang
sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti
mencorat-coret fasilitas, merokok dan lain-lain. Setiap pernyataan diberi skor = 2
untuk jawaban ya dan skor = 1 untuk jawaban tidak. Pernyataan tersebut
selanjutnya dinyatakan ke dalam tingkat perilaku cinta lingkungan (konservasi):
(1) Rendah, jika skor total variabel berada pada rentang 7-10 dan (2) Tinggi, jika
skor total variabel berada pada rentang 11-14. Perilaku cinta lingkungan diukur
dengan skala ordinal.
45
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
metode survai. Dalam survai, informasi dikumpulkan dari responden dengan
menggunakan kuesioner. Umumnya, penelitian survai dibatasi pada penelitian
yang datanya dikumpulkan dari sampel atas populasi untuk mewakili seluruh
populasi. Ini berbeda dengan sensus yang informasinya dikumpulkan dari seluruh
populasi. Ciri khas penelitian ini adalah data dikumpulkan dari responden yang
banyak jumlahnya dengan menggunakan kuesioner. Salah satu keuntungan utama
dari penelian ini adalah mungkinnya pembuatan generalisasi untuk populasi yang
besar. Penelitian ini merupakan penelitaian survai dengan maksud untuk
penjelasan (explanatory), yaitu menjelaskan hubungan kausal antara variable-
variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun dan Effendi, 1989).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Terdapat tiga besar cluster ekowisata yang berada di Jawa Barat, yaitu:
cluster Bandung Selatan dengan wisata alam pegunungan Patuha dan Kawah
Putih, cluster Bogor dan Sukabumi dengan wisata alam Puncak, dan cluster
Ciamis dan Tasikmalaya dengan wisata alam Pantai Pananjung, Pantai karanf
Nini, Pantai Pangandaran, dan Gunung Galunggung. Dari ketiga cluster ekowisata
tersebut, dipilih Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yang terletak di Desa
Linggajati, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat
sebagai lokasi penelitian. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja
(purposive) berdasarkan beberapa pertimbangan bahwa: (1) Obyek wisata alam
ini merupakan obyek wisata alam khas pegunungan yang masih alami dengan
memiliki objek dan daya tarik wisata alam yang lebih banyak dibandingkan
dengan objek wisata alam lainnya, (2) Kemudahan dalam mengakses daerah
tujuan wisata tersebut, (3) Lokasi sesuai dengan topik penelitian dimana di lokasi
46
tersebut memiliki potensi tinggi dalam mengembangkan sektor pariwisata alam
juga ikut mendukung pemilihan lokasi. Salah satu obyek wisata alam unggulan
yang mendukung diadakannya ekowisata di Kabupaten Tasikmalaya adalah
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung,
Kegiatan yang dilakukan selama rentang waktu penelitian ini berlangsung
meliputi kegiatan pra-studi lapang, studi lapang, dan pasca studi lapang. Kegiatan
pra-studi lapang dengan melakukan survey/penjajagan di Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung untuk mengetahui keadaan awal tempat penelitian sebelum
dilaksanakan penelitian yaitu pada bulan Mei 2010. Kegiatan ini juga berguna
untuk penyusunan instrumen penelitian berupa kuesioner, sehingga didapatkan
gambaran yang lebih nyata dan akurat mengenai variabel-variabel yang akan
diukur. Selanjutnya, kegiatan studi lapang merupakan kegiatan inti penelitian dan
pengambilan data di lapangan dengan menggunakan kuesioner, wawancara,
observasi (pengamatan), dan studi dokumen. Waktu pelaksanaan penelitian dan
pengambilan data di lapangan dilakukan selama satu bulan yaitu Juli-Agustus
2010. Setelah kegiatan penelitian dan pengambilan data, peneliti melakukan
kegiatan pasca studi lapang berupa penulisan laporan penelitian (skripsi).
3.3 Metode Penentuan Responden dan Informan
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang berkunjung
ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung Desa Linggajati, Kecamatan
Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat pada waktu pengambilan
data di lapangan, tetapi hanya yang termasuk wisatawan nusantara. Responden
dalam penelitian ini adalah wisatawan yang termasuk usia produktif. Unit analisis
dari responden yang dipilih adalah individu. Penentuan responden dilakukan
dengan pengambilan sampel nonprobabilitas. Dengan cara ini, semua elemen
populasi belum tentu memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi anggota
sampel. Hal ini terjadi, misalnya karena ada bagian tertentu secara senagaja tidak
dijadikan sampel suatu populasi (Umar, 2003).
Teknik non-probability sampling yang digunakan adalah convenience
sampling. Teknik convenience sampling merupakan teknik dimana elemen
populasi dipilih berdasarkan kemudahan dan kesediaan untuk menjadi sampel
47
(Simamora, 2004). Penentuan jumlah sampel atau responden ditentukan
berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Rumus Slovin. Rumus ini adalah
rumus untuk menentukan berapa minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran
populasi diketahui (Umar, 2003), sebagai berikut:
n = N Keterangan: n ukuran sampel
1 + N e² N ukuran populasi
e kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan
pengembilan sampel yang dapat ditolelir (10%).
Dari data kunjungan wisatawan ke Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung pada tahun 2009 dapat diketahui jumlah kunjungan wisatawan yaitu
148.160 orang wisatawan yang terdiri dari 148.002 orang wisatawan nusantara
dan 158 orang wisatawan mancanegara. Namun, dalam penelitian ini yang akan
dijadikan responden adalah hanya wisatawan nusantara saja. Selanjutnya didapat
jumlah rata-rata kunjungan wisatawan per hari sebanyak 411 orang. Sehingga dari
hasil perhitungan menggunakan acuan per hari dengan menggunakan nilai kritis
sebesar 10 persen, maka diperoleh jumlah sampel yang diambil adalah:
n = 411 = 80, 43 ~ 80
1 + (411 x 0,01)
Untuk mempermudah perhitungan, maka jumlah sampel yang diambil dibulatkan
menjadi 80 orang.
Selain penentuan responden, juga dilakukan penentuan informan secara
sengaja dengan menggunakan teknik bola salju (snowball sampling). Informan
terdiri dari: (1) Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
(periode sekarang dan periode sebelumnya); (2) Staf Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya; (3) Pengelola yang bertugas di Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung. Informan kunci yang dipilih adalah Kepala
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya periode sebelum
sekarang. Informan lainnya digunakan untuk melengkapi data yang didapatkan
dari informan kunci dan data yang diperoleh dari yang lain.
48
3.4 Metode Pengumpulan Data
Pada penelitian survai, data dikumpulkan dari sampel dengan
menggunakan kuesioner (Singarimbun dan Effendi, 1989). Data yang
dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data
primer didapat dengan mewawancarai responden menggunakan kuesioner. Pada
saat pengumpulan data, juga dicatat alamat lengkap responden, alamat email,
nomor telepon dan telepon seluler, sehingga memungkinkan untuk menghubungi
mereka kembali jika terdapat data yang kurang jelas atau lengkap. Selain data
primer, terdapat data sekunder yang diperoleh dari data monografi dan data profil
desa Linggajati dan data profil Kecamatan Sukaratu, seperti data lokasi Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung (secara astronomis, geografis, dan
adiminstratif), data sosial ekonomi berupa data mata pencaharian warga dan data
jenis penunjang perekonomian, data sosial budaya berupa data kesenian dan
budaya (jenis kesenian daerah dan lokasi desa yang terdapat kesenian di
Kecamatan Sukaratu), serta data sarana kesehatan, olahraga, dan keagamaan.
Selain itu, data sekunder juga didapat dari dokumen-dokumen yang diterbitkan
oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya, seperti data
informasi pariwisata dan budaya Kabupaten Tasikmalaya, data profil Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung, peta pariwisata dan budaya di Kabupaten
Tasikmalaya, sejarah berdirinya Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, serta
data kunjungan wisatawan ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode survai dengan
kuesioner dan teknik wawancara. Survai dilakukan dengan menggunakan
kuesioner terstruktur, serta dibantu dengan pertanyaan yang muncul secara
spontan (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sedangkan wawancara dilakukan
dengan bertanya langsung kepada responden secara tatap muka dengan
menggunakan daftar pertanyaan. Selain kepada responden, wawancara juga
dilakukan kepada informan kunci (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya periode sebelum sekarang) dan informan lainnya (Staf
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya dan pengelola yang
bertugas di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung).
49
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Semua data yang sudah terkumpul dan selesai diedit di lapangan (semua
jawaban responden sudah sesuai dengan maksud pertanyaan yang diajukan),
selanjutnya data dari kuesioner dipindahkan ke lembaran kode dalam komputer
menggunakan kode seperti yang terdapat dalam buku kode (Singarimbun dan
Effendi, 1989). Data yang diperoleh dari jawaban responden berupa raw data
yang kemudian dikelompokkan berdasarkan variabelnya dalam bentuk transfer
sheet. Adapun variabel yang dikelompokkan yaitu: karakteristik responden,
produk wisata, terpaan komunikasi pemasaran, persepsi terhadap pesan, dan
perilaku wisatawan. Selanjutnya data yang terkumpul diolah dengan menghitung
jumlah dan persentase responden menurut kategori variabel-variabel tersebut.
Uji statistik yang digunakan untuk mengetahui hubungan pengaruh
komunikasi pemasaran terhadap persepsi pesan dan hubungan pengaruh persepsi
pesan terhadap perilaku wisata adalah analisis Crosstabs. Analisis Crosstab
merupakan analisis dasar untuk hubungan antar variabel kategori (nominal atau
ordinal). Analisis crosstabs yang digunakan adalah analisis Crosstabs-
Correlations, yang mengukur hubungan antara data ordinal dengan menggunakan
analisis Pearson. Hasil uji Pearson ditampilkan dalam bentuk tabel silang antara
variabel pengaruh dengan variabel terpengaruh. Tabel silang dari uji Pearson
membantu peneliti dalam mendeskripsikan apakah hasil penelitian sesuai dengan
hipotesis yang diajukan.
50
BAB IV
GAMBARAN UMUM OBYEK WISATA ALAM GUNUNG
GALUNGGUNG
4.1 Sejarah Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Berdasarkan penelusuran, sejarah Galunggung sangat berkaitan erat
dengan sejarah Tasikmalaya. Tasikmalaya berdiri tanggal 21 Agustus 1111, yang
pada waktu itu masih bernama Tawang Galunggung. Tawang atau Sawang dalam
bahasa Sunda berarti ruang terbuka yang indah. Sementara itu, Galunggung
adalah nama sebuah gunung api yang berada di daerah tersebut (Sya, 2005).
Sya (2005) juga menambahkan bahwa pada masa awal berdiri
Tasikmalaya, ibu kota Kabupaten Tasikmalaya terletak di Gegerhanjung (sekitar
Gunung Galunggung) sampai tahun 1641. Setelah tahun 1641, ibukota Kabupaten
Tasikmalaya beberapa kali mengalami perpindahan. Dari tahun 1641 sampai 1837
berlokasi di Sukaraja, tahun 1837 sampai 1901 berlokasi di Manonjaya, dan tahun
1901 sampai 2010 - tepatnya Juli 2010 - berlokasi di Tasikmalaya. Selanjutnya,
menurut informan kunci diketahui bahwa pada Agustus 2010 tepatnya pada
tanggal 9 Agustus 2010 ibu kota Kabupaten Tasikmalaya dipindahkan ke
Singaparna. Perpindahan ibukota Kabupaten Tasikmalaya ke Singaparna
diresmikan oleh Gubernur Jawa Barat.
Selain itu, pada masa awal berdiri, Tasikmalaya hanyalah sebuah desa
yang dikepalai oleh seorang patih Sunda atau zelfstandige patih. Kata
Tasikmalaya diperkirakan berasal dari keusik ngalayah atau pasir berserakan.
Nama ini sangat berkaitan dengan aktivitas Gunung Galunggung pada tahun 1822
yang sebelumnya menyemburkan material pasir panas ke arah Tasikmalaya, yang
kemudian menghasilkan nama bukit sepuluh ribu Tasikmalaya atau the thousand
hills of Tasikmalaya. Sebelum tahun 1822, sebagian dari bukit-bukit sepuluh ribu
sebenarnya telah terbentuk melalui erupsi Galunggung di zaman pra-sejarah.
Setelah letusan tahun 1822, bukit-bukit ini bertambah tinggi dan bertambah
banyak jumlahnya, sehingga mencapai jumlah 3.648.
51
Dari wawancara di lapangan dengan informan, diketahui bahwa
Galunggung berdiri menjadi kawasan obyek wisata alam yaitu sekitar tahun 1976-
an. Pada awal berdiri menjadi obyek wisata, Galunggung dikelola oleh pemerintah
(Dinas PU). Periode selanjutnya, pada tahun 1979 Galunggung menjadi dikelola
oleh pihak Mayasari. Pada tahun 1982, tepatnya tanggal 5 April 1982, Gunung
Galunggung meletus. Selama tiga tahun setelah meletus, Gunung Galunggung
untuk sementara tidak beroperasi sebagai obyek wisata. Pada tahun 1985, Gunung
Galunggung kembali dikelola oleh Pemda. Periode ini mulai dilakukan penataan
ulang di Gunung Galunggung dengan penanaman kaliandra. Pada periode ini juga
Gunung Galunggung dibuka kembali sebagai obyek wisata. Selanjutnya, saat ini
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dikelola oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya serta Perum Perhutani. Selain itu, informan
lain menyatakan bahwa perkembangan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
cenderung lambat. Kecenderungan lambatnya perkembangan obyek wisata ini
karena pihak investor cenderung takut untuk menanamkan modalnya di Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung. Keadaan ini terjadi karena sikap masyarakat
sekitar cenderung tidak mendukung dalam pembangunan kawasan obyek wisata
ini. Mereka beranggapan bahwa pembangunan tersebut bertentangan dengan nilai-
nilai kepercayaan yang mereka anut.
4.2 Nilai-nilai Kepercayaan di Gunung Galunggung
Gunung Galunggung memiliki ketinggian 2.167 meter di atas permukaan
laut. Sebagai gunung api aktif, Gunung Galunggung memiliki peran penting
dalam kehidupan masyarakat Tasikmalaya. Tidak hanya sebagai simbol, lebih dari
itu diyakini memiliki kekuatan yang luar biasa. Disamping itu, masyarakat dan
wisatawan dilarang melakukan perbuatan-perbuatan amoral atau kerusakan di
kawasan Galunggung dan sekitarnya. Sebagai contoh yaitu perbuatan merusak
hutan, sumber air, dan lingkungan pada umumnya. Keyakinan dan kepercayaan
ini secara turun temurun diwariskan dari generasi ke generasi yang hidup di
sekitar Galunggung atau lebih dikenal dengan sebutan keturunan Galunggung.
Walalupun nilai-nilai kepercayaan seperti ini bukan merupakan sesuatu
yang bersifat ilmiah, atau bahkan bukan bersumber dari agama manapun. Namun
52
memiliki relevansi dan manfaat bagi upaya menjalankan keseimbangan hidup
antara manusia dengan lingkungan alam di Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Hal ini sangat mendukung keberadaan obyek wisata supaya
keberadaannya berlangsung secara berkelanjutan
4.3 Letak Obyek Wisata Gunung Galunggung dalam Peta Pariwisata dan
Budaya Kabupaten Tasikmalaya
Sumber: Data Informasi Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya Jawa Barat, Dinas
Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
Gambar 2. Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
53
Gambar 2 menunjukkan peta pariwisata dan budaya Kabupaten
Tasikmalaya. Peta pariwisata dan budaya ini meyajikan 33 Kecamatan di
Kabupaten Tasikmalaya yang memiliki potensi pariwisata dan budaya (lihat
lampiran). Setiap kecamatan dilengkapi dengan daftar obyek wisata atau budaya
yang terdapat di dalamnya. Pada Gambar 2, posisi Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung ditunjukkan oleh nomor 6 yang terletak di Desa Linggajati,
Kecamatan Sukaratu. Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung secara
astronomis terletak antara 7.250 LS - 7015’00” LS dan 108.0580 BT – 10803’30”
BT. Sedangkan secara geografis, Kecamatan Sukaratu yang memiliki luas
mencapai 3.361,104 Ha ini berbatasan dengan Kecamatan Cisayong (Utara),
Kecamatan Indihiang (Timur), Kecamatan Padakembang (Selatan), dan
Kabupaten Garut (Barat).
4.4 Produk Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Produk wisata bukan saja merupakan produk yang nyata, akan tetapi
merupakan rangkaian produk (barang dan jasa) yang tidak hanya mempunyai
segi-segi yang bersifat ekonomis, namun juga bersifat sosial, psikologis, dan
alam. Produk wisata juga merupakan berbagai jasa dimana satu dengan lainnya
saling terkait dan dihasilkan oleh berbagai perusahaan pariwisata. Ada tiga aspek
penting dari produk pariwisata yang perlu mendapat perhatian dari para pengelola
atau pemasar dalam bidang kepariwisataan, yaitu: daya tarik wisata (attraction),
aksesibilitas (accessibility), dan fasilitas (aminities).
4.4.1 Daya Tarik Wisata (Attraction)
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung merupakan salah satu obyek
wisata unggulan di Kabupaten Tasikmalaya. Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung mempunyai beberapa obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang
menarik minat wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata ini. ODTW yang
terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, yaitu: 1. Kolam renang air
panas yang meliputi kolam renang air panas alami, buatan, dan hydrotheraphy; 2.
Air Terjun Panoongan (Curug Panoongan); 3. Panorama alam (pemandangan
alam); dan 4. Kawah Galunggung. Gambar 3 menunjukkan persentase wisatawan
berdasarkan ODTW yang disukai di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
54
Gambar 3. Persentase Wisatawan Menurut Obyek dan Daya Tarik Wisata
Gambar 3 menunjukkan bahwa dari 80 orang, mayoritas wisatawan
menyukai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) kolam renang air panas
alami/buatan/hydortheraphy dan Kawah Galunggung dengan persentase yang
sama (35 persen). Dari hasil wawancara dengan wisatawan, hal ini karena dalam
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, para wisatawan
cenderung mengutamakan untuk menikmati kedua ODTW tersebut. Pada kolam
renang air panas alami/buatan/hydortheraphy terdapat pemandian air panas dan
pancuran dari sumber mata air yang dapat digunakan untuk relaksasi sambil
menikmati pemandangan yang masih alami. Selain itu, kolam renang air panas ini
dapat menyegarkan kondisi badan setelah bekerja atau berolahraga. Sedangkan
pada Kawah Galunggung, wisatawan dapat menikmati panorama indah yang
ditempuh dengan menaiki 620 anak tangga hingga di bibir kawah. Disamping itu,
di kawah ini wisatawan juga dapat memancing dengan tidak menggunakan jaring.
Menurut informan, di kawasan ini juga ada tempat-tempat keramat.
4.4.2 Aksesibilitas (Accessibility)
Topografi Gunung Galunggung yang termasuk wilayah Kecamatan
Sukaratu sebagian besar terdiri dari pegunungan dengan tinggi 600-800 meter di
atas permukaan laut. Oleh karena itu, wilayah ini tergolong ke dalam daerah
beriklim pegunungan dengan suhu rata-rata berkisar 25º-30º C. Pola hujan di
wilayah ini juga dipengaruhi oleh keadaan ketinggian tempat dan topografi,
55
sehingga rata-rata curah hujan setiap tahun paling rendah sekitar 1957 mm. Selain
itu, aksesibilitas adalah kemudahan untuk mencapai daerah tujuan wisata melalui
berbagai media transportasi, darat, laut, dan udara. tersebut. Gambar 4
menunjukkan tofografi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung beserta jalur
wisata yang merupakan akses ke obyek wisata tersebut.
Sumber: Google Map
Gambar 4. Peta Jalur Wisata Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
56
Gambar 4 menunjukkan peta jalur wisata menuju Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung. Akses untuk mencapai Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung mempunyai tiga alternatif jalur wisata, yaitu: jalur Indihiang,
Singaparna, dan Bantar-Tawang Banteng. Ketiga jalur tersebut masing-masing
memiliki jarak tempuh yang berbeda, yaitu: (1) Jalur Indihiang sekitar 12 km; (2)
Jalur Singaparna sekitar 14 km; dan (3) Jalur Bantar-Tawang Banteng sekitar 17
km. Ketiganya dapat ditempuh melalui jalan darat dengan menggunakan
kendaraan roda dua dan roda empat. Gambar 5 menunjukkan persentase
wisatawan berdasarkan jalur wisata menuju Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung.
Gambar 5. Persentase Wisatawan Menurut Jalur Wisata
Gambar 5 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (60 persen)
menggunakan jalur wisata Indihiang untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Hal ini disebabkan oleh jarak jalur wisata Indihiang merupakan jalur
wisata terdekat untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Selain
itu, letak jalur wisata Indihiang juga cenderung lebih strategis dibandingkan jalur
wisata Singaparna dan Bantar-Tawang Banteng. Dari segi kualitas jalan saat ini,
jalur wisata Singaparna mempunyai kualitas jalan lebih baik dibandingkan jalur
wisata Indihiang dan Bantar-Tawang Banteng. Namun, sebagian besar wisatawan
menyatakan bahwa mereka cenderung tidak mengetahui jalan masuk untuk ke
jalur wisata Singaparna yang letaknya cenderung kurang strategis membuat
mereka tetap lebih memilih untuk menggunakan jalan di jalur wisata Indihiang.
57
Meskipun kualitas jalan di jalur wisata Indihiang cenderung kurang memadai,
tetapi wisatawan mengakui bahwa mereka cukup nyaman menggunakan jalur ini.
Adapun wisatawan yang menggunakan jalur wisata Singaparna pada
umumnya adalah para wisatawan dengan frekuensi kunjungan tinggi. Mereka
telah mengetahui semua jalur wisata dan juga jarak tempuh serta kondisi jalan
untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Mereka lebih
mengutamakan kenyamanan dengan memilih kualitas jalan yang lebih memadai
dengan menggunakan jalur wisata Singaparna. Mereka berpendapat bahwa
meskipun jarak tempuh pada jalur wisata Singaparna lebih jauh daripada jalur
wisata Indihiang, tetapi karena jalan di jalur wisata Singaparna cenderung lebih
memadai, maka mereka tetap menggunakan jalur wisata Singaparna untuk menuju
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Selain itu, jenis alat transportasi yang digunakan wisatawan menuju Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung yaitu kendaraan pribadi, kendaraan umum
(angkutan kota dan angutan perbatasan) dan kendaraan umum (bis travel), serta
kendaraan dinas. Kendaraan pribadi yang digunakan berupa kendaraan roda dua
yaitu motor pribadi dan kendaraan roda empat yaitu mobil pribadi. Kendaraan
umum yang digunakan berupa angkutan kota (angkot) yang terdiri dari tiga trayek
yaitu trayek Singaparna-Galunggung, Indihiang-Galunggung, dan Bantar-
Galunggung. Selain angkutan kota, terdapat juga angkutan perbatasan yang
berjumlah sekitar 20 armada serta ojek. Jenis kendaraan umum lainnya yaitu bis
travel berupa bis yang dicarter oleh wisatawan tersebut untuk menuju Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung. Wisatawan yang menggunakan jasa
transportasi bis travel, biasanya mereka datang ke obyek wisata ini secara
rombongan. Disamping itu, juga terdapat kendaraan dinas berupa kendaraan yang
biasa digunakan sebagai kendaraan operasional. Wisatawan yang menggunakan
kendaraan dinas biasanya mereka datang ke Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung dalam rangka tugas/dinas/utusan instansi tertentu. Gambar 6
menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan jenis alat transportasi yang
digunakan untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
58
Gambar 6. Persentase Wisatawan Menurut Jenis Alat Transportasi
Gambar 6 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (80 persen)
menggunakan kendaraan pribadi untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Hal ini karena mereka lebih nyaman menggunakan kendaraan
pribadi untuk mengunjungi obyek wisata tersebut dibanding menggunakan jenis
alat transportasi lainnya. Kenyamanan yang dimaksud selain berupa fasilitas
kendaraan, juga menyangkut waktu kunjungan. Dengan menggunakan kendaraan
pribadi, mereka tidak harus terikat waktu operasional seperti halnya mereka
menggunakan kendaraan umum.
Selain itu, untuk menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dapat
menggunakan kendaraan umum berupa angkutan kota dan bis travel. Untuk
angkutan kota terdapat tiga trayek yaitu Indihiang – Galunggung, Singaparna –
Galunggung, dan Bantar – Galunggung. Angkutan kota yang memiliki kapasitas
penumpang sekitar 14 orang ini biasanya memiliki jadwal keberangkatan setiap
dua jam, dimulai pukul 07.00 WIB sampai sekitar pukul 17.00 WIB. Sedangkan
untuk kendaraan umum bus travel biasanya digunakan wisatawan yang
berkunjung secara rombongan dengan dicarter terlebih dahulu. Meskipun Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung dapat diakses oleh transportasi umum, tetapi
persentase wisatawan yang menggunakan transportasi umum masih tergolong
rendah yaitu hanya 15 persen. Hal ini dikarenakan transportasi umum yang
menuju Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung cenderung kurang memadai.
Selain itu, sebagian besar wisatawan menyatakan bahwa mereka cenderung tidak
mengetahui jadwal keberangkatan angkutan umum trayek tersebut.
59
4.4.3 Fasilitas (Aminities)
Fasilitas (aminities) adalah berbagai fasilitas yang dapat memberikan
kenyamanan dan kepuasan bagi para wisatawan selama mereka melakukan
perjalanan wisata di suatu daerah tujuan wisata. Fasilitas utama yang terdapat di
Obyek Wisata Alam antara lain: bak rendam air panas, ruang ganti pakaian, area
parkir, wisma tempat beristirahat, tempat beribadah (musholla dan mesjid), kamar
mandi (WC), area bermain, saung rangon, panggung hiburan, wartel, dan area
berkemah (camping ground). Dari keseluruhan fasilitas, terdapat lima fasilitas
utama yang paling sering digunakan oleh wisatawan di obyek wisata ini yaitu area
parkir, bak rendam air panas, tempat beribadah, area bermain, dan saung rangon.
Gambar 7 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan fasilitas utama yang
sering digunakan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Gambar 7. Persentase Wisatawan Menurut Fasilitas Utama
Gambar 7 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (80 persen) memilih
area parkir sebagai fasilitas utama yang paling sering digunakan di Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung. Seperti yang telah dikemukakan di atas bahwa
sebesar 80 persen wisatawan yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung menggunakan kendaraan pribadi. Oleh karena itu, mereka
menggunakan fasilitas area parkir untuk menyimpan kendaraan mereka selama
mereka berada di kawasan obyek wisata.
60
Selain itu, terdapat fasilitas pendukung lainnya yang mendukung
kelancaran pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galungung. Fasilitas
pendukung dalam penelitian ini berupa gerai souvenir/gerai oleh-oleh, fasilitas
makan, sarana dan prasarana komunikasi, sikap masyarakat sekitar kawasan
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung (termasuk para pedagang dan
pengelola) terhadap para wisatawan. Dalam penggunaan fasilitas, wisatawan
menggunakan fasilitas secara aman. Aman yang termasuk ke dalam unsur sapta
pesona merupakan suatu kondisi atau keadaan yang memberikan suasana tenang
dan rasa tenteram bagi wisatawan (Muljadi, 2009). Artinya, mereka menggunakan
fasilitas secara aman tanpa gannguan teknis maupun gangguan lainnya karena
fasilitas tersebut terpelihara dengan baik. Gambar 8 menunjukkan persentase
wisatawan berdasarkan pembelian souvenir (oleh-oleh) pada gerai souvenir (oleh-
oleh) di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Gambar 8. Persentase Wisatawan Menurut Pembelian Souvenir (Oleh-oleh)
Gambar 8 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (62,5 persen)
membeli souvenir ketika mereka berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembelian souvenir di Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung masih rendah. Hal ini dikarenakan keberadaan
gerai souvenir cenderung kurang memadai dan masih kurang penataan. Selain itu,
belum adanya souvenir yang benar-benar khas obyek wisata ini.
Pada umumnya, kelompok wisatawan yang tidak membeli souvenir (oleh-
oleh) di obyek wisata ini adalah wisatawan yang berasal dari Tasikmalaya yang
mempunyai frekuensi tinggi dalam mengunjungi obyek wisata ini. Adapun
61
wisatawan yang membeli souvenir ini sebagian besar berasal dari luar
Tasikmalaya yang memang sengaja membeli souvenir untuk keluarga
(saudara)/teman/rekan kerja mereka di daerah asal mereka sebagai kenang-
kenangan. Biasanya mereka membeli souvenir berupa kerajinan khas Tasikmalaya
yang terdapat di obyek wisata ini dengan alasan agar lebih praktis dan efisiensi
waktu dalam berwisata karena mereka tidak memungkinkan untuk berkunjung
atau sekedar mampir ke tempat lainnya. Selain itu, wisatawan yang membeli
souvenir yang berasal dari Tasikmalaya, biasanya membeli oleh-oleh berupa
sayur-sayuran, buah-buahan, dan hasil pertanian lainnya untuk konsumsi mereka
dan keluarga. Selanjutnya pada Gambar 9 menunjukkan persentase wisatawan
berdasarkan penggunaan fasilitas dan pemenuhan kebutuhan makan di Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung.
Gambar 9. Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan Pemenuhan
Kebutuhan Makan
Gambar 9 menunjukkan sebanyak 77,5 persen wisatawan menggunakan
fasilitas makan dan menyatakan bahwa kebutuhan makannya terpenuhi selama
mereka berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Persentase tersebut
menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan makan wisatawan di Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung adalah tinggi. Tingginya tingkat pemenuhan
kebutuhan makan wisatawan karena mereka ingin mencoba berbagai makanan
khas obyek wisata ini. Dari hasil wawancara di lapangan dengan wisatawan,
wisatawan menyatakan bahwa seringkali mereka belum makan pada saat mereka
berangkat. Disamping itu, meskipun mereka sudah makan terlebih dahulu
sebelum berangkat, tetapi pada saat mereka tiba di obyek wisata ini telah masuk
62
jam makan. Selanjutnya pada Gambar 10 menunjukkan persentase wisatawan
berdasarkan penggunaan fasilitas dan pemenuhan kebutuhan komunikasi di
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Gambar 10. Persentase Wisatawan Menurut Penggunaan Fasilitas dan Pemenuhan
Kebutuhan Komunikasi
Gambar 10 menunjukkan bahwa sebanyak 82,5 persen wisatawan
memiliki kecenderungan untuk menggunakan fasilitas komunikasi. Selain itu,
para wisatawan juga menyatakan bahwa kebutuhan komunikasinya terpenuhi
selama mereka berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Persentase
tersebut menunjukkan bahwa tingkat pemenuhan kebutuhan komunikasi
wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tinggi. Tingginya tingkat
pemenuhan kebutuhan komunikasi wisatawan karena Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung telah dilengkapi fasilitas komunikasi yang mendukung
kelancaran komunikasi orang-orang yang berada di obyek wisata ini.
Pengelola telah menyediakan fasilitas komunikasi untuk mendukung
kelancaran komunikasi. Dari hasil wawancara di lapangan, mayoritas wisatawan
membawa telepon seluler ke obyek wisata ini. Pihak pengelola yang bekerjasama
dengan pihak provider seluler telah membangun tower komunikasi dengan
berbagai provider. Meskipun telah dibangun beberapa tower, namun masih ada
wisatawan yang mengeluhkan kualitas sinyal yang cenderung kurang baik dari
provider tertentu yang mereka pakai. Selain itu, dari hasil observasi di lapangan
juga terdapat jasa wartel sebagai alternatif fasilitas komunikasi. Walaupun saat ini
wartel sudah jarang digunakan, tetapi keberadaannya tetap dijaga untuk
63
penggunaan darurat jika wisatawan tidak membawa telepon seluler atau mereka
yang membawa telepon seluler tetapi kesulitan sinyal/habis baterai. Selanjutnya
pada Gambar 11 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan kesan mereka
terhadap sikap warga/masyarakat sekitar (termasuk para pedagang dan pengelola).
Gambar 11. Persentase Wisatawan Menurut Kesan terhadap Sikap Warga
Gambar 11 menunjukkan bahwa sebanyak 98,8 persen wisatawan
menyatakan bahwa warga sekitar Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
bersikap ramah. Persentase tersebut menunjukkan bahwa kesan wisatawan
terhadap sikap warga sekitar Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung adalah
positif. Hal ini karena pada umumnya warga/masyarakat Sunda sudah terkenal
dengan keramah-tamahannya, apalagi di obyek wisata seperti ini harus lebih
ramah. Selain untuk menarik minat wisatawan untuk datang ke Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung juga supaya memberi kesan positif terhadap warga
Tasikmalaya pada umumnya. Ramah-tamah yang merupakan unsur sapta pesona
ini adalah sifat dan perilaku masyarakat yang akrab dalam pergaulan, hormat dan
sopan dalam berkomunikasi, suka senyum, suka menyapa, suka memberikan
pelayanan, dan ringan kaki untuk membantu tanpa pamrih, baik yang diberikan
oleh petugas/aparat unsur pemerintah maupun usaha pariwisata yang secara
langsung melayaninya (Muljadi, 2009). Sehingga, setelah mengunjungi Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung, wisatawan memiliki kenangan positif. Dari
hasil wawancara dengan wisatawan, mereka menyatakan bahwa mereka akan
berkunjung ulang ke obyek wisata ini atau mengunjungi obyek wisata lainnya
64
yang terdapat di Tasikmalaya karena kenangan keramah-tamahan
warga/masyarakat sekitar obyek wisata pada kunjungan sebelumnya.
Selain itu, kondisi sarana dan prasarana lainnya yang ikut mendukung
kegiatan pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yaitu keadaan
sosial ekonomi dan keadaan sosial budaya. Dalam penelitian ini, keadaan sosial
ekonomi yang ditinjau terdiri dari mata pencaharian warga dan sarana penunjang
perekonomian. Sedangkan, keadaan sosial budaya yang ditinjau mencakup bidang
kesenian dan budaya, kesehatan, olahraga, serta keagamaan.
Keadaan sosial ekonomi yang ditinjau terdiri dari mata pencaharian warga
dan sarana penunjang perekonomian. Pada mata pencaharian warga, wilayah
Gunung Galunggung yang termasuk Kecamatan Sukaratu ditunjang dengan
keadaan alam yang potensial sebagai wilayah pertanian berpengaruh terhadap
mata pencahrian warga. Keadaan ini sangat berpengaruh pada kehidupan sosial
ekonomi masyarakat. Tabel 2 menunjukkan persentase warga sekitar Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung berdasarkan mata pencahariannya.
Tabel 2. Persentase Warga Menurut Mata Pencahariannya
No. Jenis Mata Pencaharian Persentase (%)
1. Petani Pemilik 35,0
2. Petani Penggarap 25,0
3. Buruh Tani 18,0
4. Peternak 2,0
5. Pedagang 15,0
6. Pegawai Negeri Sipil 0,2
7. TNI/POLRI 0,1
8. Pensiunan Sipil 0,2
9. Purnawirawan 0,1
10. Lain-lain 0,4
Total 100,0
Sumber: Dokumentasi Profil Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, 2010
Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian utama warga
Kecamatan Sukaratu adalah bidang pertanian dengan persentase sebesar 68 persen
yang terdiri dari: 35 persen petani pemilik, 25 persen petani penggarap, dan 18
persen buruh tani. Mata pencaharian mayoritas kedua adalah sektor perdagangan
dengan persentase 15 persen penduduk bermata pencaharian pedagang.
65
Penduduk yang bermata pencaharian pedagang sebagian besar
menggantungkan hidupnya pada sektor pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung dengan menetap menjadi pedagang. Menurut hasil wawancara
dengan pedagang, mereka menyatakan bahwa seringkali mereka didukung oleh
penduduk yang bekerja di sektor pertanian dengan menjual hasil pertanian kepada
para wisatawan. Jenis hasil pertanian yang biasa dijual kepada wisatawan berupa
sayuran dan buah-buahan. Selain itu, para pedagang di Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung mempunyai jam kerja yang terjadwal mengikuti jam
operasional obyek wisata tersebut, yaitu mulai dari pukul 07.00 sampai dengan
17.00 WIB.
Selanjutnya, untuk menunjang kegiatan warga dan wisatawan, di
Kecamatan Sukaratu juga tersedia berbagai sarana penunjang. Pada Tabel 3
diketahui jumlah sarana penunjang masyarakat yang ada di wilayah Kecamatan
Sukaratu berdasarkan jenis penunjang perekonomian.
Tabel 3. Jumlah Sarana Penunjang Masyarakat Menurut Jenis Penunjang
Perekonomian
No. Sarana Penunjang Perekonomian Jumlah
1. Toko/Warung 128
2. Koperasi Berbadan Hukum 1
3. Koperasi Belum Berbadan Hukum 8
4. Photo Copy 4
5. Sewa Alat Pesta 4
6. Salon/Gunting Rambut 14
7. Photo Studio 2
8. Reparasi Elektro 18
9. Huller 53
10. Bengkel Kendaraan 36
11. Terminal Angkutan 1 Sumber: Dokumentasi Profil Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, 2010
Pada Tabel 3 diketahui bahwa sarana penunjang perdagangan dan
pertanian merupakan sarana penunjang perekonomian masyarakat dengan jumlah
paling banyak. Sarana perdagangan mempunyai jumlah yang jauh lebih banyak
daripada sarana lainnya yaitu sebanyak 128 toko/warung. Kondisi ini sesuai
dengan mata pencaharian utama warga sebagai pedangang. Sarana perdagangan
ini mendukung kegiatan pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Adapun sarana penunjang transportasi cenderung masih kurang memadai, yaitu
66
hanya terdapat satu terminal angkutan tanpa halte/shelter yang tertib dan belum
terdapat stasiun KA. Selain itu, sarana perbankan seperti atm dan money charger,
juga belum tersedia. Padahal keberadaannya sangat dibutuhkan para wisatawan
dan dapat memperlancar mereka untuk melakukan kegiatan wisata di kawasan
obyek wisata.
Keadaan sosial budaya yang ditinjau dalam penelitian ini terdiri dari
bidang kesenian dan budaya, kesehatan, olahraga, serta keagamaan. Pada bidang
kesenian dan budaya, di Kecamatan Sukaratu terdapat berbagai jenis kesenian asli
daerah. Dari data sekunder yang didapatkan, sampai saat ini terdapat tujuh jenis
kesenian daerah yang masih ada di Kecamatan Sukaratu. Ketujuh kesenian
tersebut yaitu: Wayang Golek, Reog, Qasidah, Calung, Angklung, Kliningan, dan
Pong Dut (Jaipong Dangdut). Pada Tabel 4 dapat diidentifikasi berapa jumlah
kesenian daerah yang terdapat di wilayah Kecamatan Sukaratu menurut jenis
beserta lokasi Desa kesenian.
Tabel 4. Jumlah Kesenian Daerah Menurut Jenis Kesenian dan Lokasi Desa di
Kecamatan Sukaratu
No. Kesenian Jumlah Keterangan Tempat
1. Wayang Golek 1 Desa Sinagar
2. Reog 5 Tidak ada keterangan
3. Qasidah 12 Di setiap desa
4. Calung 1 Desa Tawang Banteng
5. Pong Dut 1 Desa Sinagar
Sumber: Dokumentasi Profil Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya, 2010
Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa Qasidah yaitu jenis kesenian
yang merupakan jumlah paling banyak yang terdapat di setiap desa di Kecamatan
Sukaratu. Qasidah merupakan jenis kesenian yang berasal dari suatu ajaran agama
yaitu Islam. Hal ini menunjukkan bahwa di Kecamatan Sukaratu mayoritas
penduduknya masih memegang ajaran agama Islam dan melestarikan
kesenian/budaya dalam ajaran tersebut.
Potensi ketujuh kesenian yang terdapat di Kecamatan Sukaratu tersebut
mendapat dukungan dari Pemerintah setempat. Menurut salah satu informan, hal
ini dimaksudkan agar ketujuh kesenian tersebut bisa menjadi daya tarik wisata
(attraction) yang dapat menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Obyek
67
Wisata Alam Gunung Galunggung. Dengan adanya pertunjukan kesenian di
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, juga menjadi nilai tambah (value
added) pada obyek wisata tersebut. Hal ini dikarenakan potensi kesenian ini
termasuk unik dan langka karena tidak terdapat di daerah lain atau disajikan
dalam bentuk yang berbeda yang lebih menarik. Dengan menampilkan berbagai
kesenian di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, selain dapat menikmati
obyek dan daya tarik wisata alamnya, wisatawan juga dapat menikmati obyek dan
daya tarik wisata budayanya yang berupa pertunjukan kesenian. Wisatawan
memiliki pengalaman berbeda dalam berwisata dan diharapkan mampu
menambah frekuensi kedatangannya.
Selain kesenian dan budaya, keadaan sosial budaya di Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung juga didukung oleh bidang kesehatan, olahraga, serta
keagamaan. Jenis sarana kesehatan di sekitar kawasan obyek wisata cenderung
kurang memadai. Sarana kesehatan umumnya dibutuhkan wisatawan dalam
keadaan darurat berupa puskesmas, praktek dokter, ambulance dan balai
pengobatan swasta terdapat di kawasan ini dengan jumlah yang terbilang masih
terbatas. Jenis sarana lainnya yaitu sarana olahraga olahraga berupa lapangan
sepak bola, lapangan voli, GOR bulu tangkis, dan lapangan tenis meja. Sarana
olahraga ini dapat menunjang kegiatan pariwisata di Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Disamping itu, terdapat sarana keagamaan berupa mesjid, langgar,
dan musholla. Lokasi tempat peribadatan yang strategis memudahkan para
wisatawan yang berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung untuk
menggunakan fasilitas tersebut.
4.5 Karakteristik Wisatawan
Selain gambaran umum mengenai sejarah kawasan, nilai-nilai
kepercayaan, letak kawasan, dan produk wisata di Obyek Wisata Alam Gunung
galunggung, juga dibahas mengenai karakteristik wisatawan yang berkaitan
dengan obyek wisata tersebut. Profil wisatawan merupakan karakteristik spesifik
dari jenis-jenis wisatawan yang berbeda yang berkaitan dengan kebiasaan,
permintaan, dan kebutuhan mereka dalam melakukan perjalanan. Penting untuk
mengerti profil wisatawan dengan tujuan untuk menyediakan kebutuhan
68
perjalanan mereka dan untuk menyusun program promosi yang efektif
(Marpaung, 2002). Karakteristik wisatawan yang ditinjau dalam penelitian yang
dilakukan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung meliputi asal daerah, jenis
kelamin, umur, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, jenis pekerjaan, dan
frekuensi kunjungan. Tabel 5 menunjukkan persentase wisatawan berdasarkan
karakteristiknya.
Tabel 5. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Karakteristik Wisatawan
Karakterisitik Wisatawan Kategori Wisatawan (N=80)
Jumlah %
Asal Daerah
1. Tasikmalaya 52 65,0
2. Luar Tasikmalaya 28 35,0
Jenis Kelamin
1. Perempuan 36 45,0
2. Laki-laki 44 55,0
Umur
1. Muda 60 75,0
2. Dewasa 12 15,0
3. Tua 8 10,0
Tingkat Pendidikan
1. Rendah 4 5,0
2. Sedang 32 40,0
3. Tinggi 44 55,0
Jenis Pekerjaan
1. PNS 10 12,5
2. Pegawai Swasta 8 10,0
3. Wirausaha 9 11,3
4. Pedagang 4 5,0
5. Pelajar 16 20,0
6. Mahasiswa 27 33,8
7. Petani 4 5,0
8. Lainnya 2 2,5
Frekuensi Kunjungan
1. Rendah 48 60,0
2. Sedang 20 25,0
3. Tinggi 12 15,0
Tabel 5 menunjukkan bahwa karakteristik asal daerah wisatawan berasal
dari Tasikmalaya dan luar Tasikmalaya. Sebanyak 65 persen wisatawan yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berasal dari Tasikmalaya.
Jumlah ini menunjukkan bahwa wisatawan yang berasal dari Tasikmalaya (65
persen) lebih dominan daripada yang berasal dari luar Tasikmalaya (35 persen)
sebagai pelaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Adapun asal
daerah wisatawan yang berasal dari luar Tasikmalaya, yaitu dari Ciamis, Banjar,
Bandung, Garut, Cirebon, Bogor, Jakarta, Sumedang, Subang, Cilacap, Solo,
Cianjur, Karawang, Kuningan, dan Jember.
69
Selain itu, pada Tabel 5 menunjukkan bahwa sebesar 75 persen wisatawan
yang mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung termasuk kelompok
usia muda antara 16 sampai 30 tahun. Adapun jenis kelamin wisatawan tersebut
menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (55 persen) yang mengunjungi Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung berjenis kelamin laki-laki. Hal ini
menunjukkan bahwa lebih banyak wisatawan laki-laki daripada perempuan
sebagai pelaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Artinya minat
laki-laki terhadap wisata alam lebih besar daripada perempuan.
Dari Tabel 5 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (55 persen) yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung termasuk kategori tingkat
pendidikan tinggi. Kategori tingkat pendidikan tinggi ini sesuai dengan kategori
jenis pekerjaan wisatawan dalam penelitian ini yang mayoritas sebagai mahasiswa
(33,8 persen) dan pelajar (20 persen). Hal ini disebabkan oleh waktu luang mereka
untuk melakukan kunjungan bertepatan dengan waktu liburan panjang semester
pada kuliah mereka yang pada umumnya berlangsung di bulan Juni, Juli, dan
Agustus. Karena wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung merupakan
golongan terpelajar, maka mereka menunjukkan kecenderungan perilaku wisata
yang positif selama berada di kawasan wisata.
Tabel 5 juga menunjukkan mayoritas wisatawan (60 persen) memiliki
frekuensi kunjungan rendah ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Kunjungan wisatawan ke obyek wisata ini baru berkisar satu sampai empat kali
kunjungan. Menurut hasil wawancara, hal ini disebabkan kecenderungan
wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata yang berbeda di setiap waktu liburan
mereka. Selain itu, menurut observasi masih belum memadainya sarana dan
prasarana utama maupun penunjang di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
juga ikut andil menjadi penyebab frekuensi kunjungan wisatawan rendah untuk
berkunjung ke obyek wisata ini.
70
BAB V
TERPAAN KOMUNIKASI PEMASARAN
Terpaan komunikasi pemasaran dalam aspek pariwisata di Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung adalah keadaan dimana wisatawan berinteraksi dengan
berbagai bentuk pesan komunikasi pemasaran obyek wisata tersebut. Hal ini
berarti keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk
komunikasi, pemasaran baik yang dilakukan oleh pihak pengelola maupun pihak
diluar pengelola. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai bentuk komunikasi
pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola dan diluar komunikasi pemasaran
yang terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung beserta terpaannya
serta kemudahan mengakses informasi. Untuk komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh pihak pengelola meliputi periklanan, komunikasi di tempat
pembelian, promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran
dari mulut ke mulut, sedangkan untuk diluar komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh pihak pengelola berupa informasi yang berasal dari teman/
keluarga (saudara)/ rekan kerja/ masyarakat setempat.
5.1 Terpaan Komunikasi Pemasaran Oleh Pihak Pengelola
Terpaan komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola adalah keadaan
dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk komunikasi
pemasaran dengan berbagai saluran yang dilakukan oleh pihak pengelola Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung. Tabel 6 menunjukkan jumlah dan persentase
wisatawan berdasarkan terpaan komunikasi pemasaran.
Tabel 6. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Komunikasi
Pemasaran
Terpaan Komunikasi Pemasaran Jumlah Persentase (%)
Rendah 25 31,3
Tinggi 55 68,8
Total 80 100,0
Tabel 6 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (68,8 persen) yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan
71
komunikasi pemasaran yang tinggi. Tingginya terpaan komunikasi pemasaran
menandakan bahwa wisatawan menerima terpaan dari berbagai bentuk
komunikasi pemasaran yang berasal dari periklanan, komunikasi di obyek wisata,
promosi penjualan, pemasaran sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut
ke mulut. Berikut akan dijelaskan mengenai keenam bentuk komunikasi
pemasaran.
5.1.1 Terpaan Periklanan (Advertising)
Periklanan yaitu bentuk komunikasi pemasaran yang terdiri dari
komunikasi massa melalui surat kabar, majalah, radio, televisi, dan media lain
(billboards, internet, dan sebagainya). Terpaan periklanan adalah keadaan dimana
wisatawan menerima informasi dari periklanan. Jumlah dan persentase wisatawan
berdasarkan terpaan periklanan disajikan dalam Tabel 7.
Tabel 7. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Periklanan
Terpaan Periklanan Jumlah Persentase (%)
Rendah 25 31,3
Tinggi 55 68,8
Total 80 100,0
Tabel 7 menunjukkan bahwa sebesar 68,8 persen wisatawan yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan
periklanan yang tinggi. Tingginya terpaan periklanan karena mudahnya
wisatawan untuk mengakses media informasi periklanan. Media informasi
periklanan yang dimaksud berasal dari buku panduan wisata, spanduk, poster,
baliho, pamflet, brosur, internet, billboards, televisi, dan radio.
Jumlah terpaan tertinggi pada bentuk periklanan berasal dari buku
panduan wisata. Sebesar 61 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung dari buku panduan wisata. Buku panduan
wisata memuat informasi mengenai pariwisata dan budaya di Kabupaten
Tasikmalaya. Informasi di dalamnya berisi pesona wisata Kabupaten Tasikmalaya
yang dilengkapi dengan peta pariwisata dan budaya, data kesenian dan sanggar
seni, data situs peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, data rumah makan dan
penginapan, serta kalender pariwisata. Meskipun isi buku terkadang tidak sering
72
dilakukan revisi, tetapi secara umum informasinya masih lengkap dan tetap
dibutuhkan oleh wisatawan.
Selain dari buku panduan wisata, sebesar 60 persen wisatawan mendapat
terpaan dari poster/spanduk/baliho/pamflet/brosur yang memuat berbagai
informasi umum Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi
obyek dan daya tarik wisata (ODTW). Selain informasi umum, informasi lain
yang secara khusus tentang berbagai kegiatan yang akan dilaksanakan di Gunung
Galunggung (kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan kegiatan hiburan
pendukung, peringatan hari bersejarah, serta kunjungan wisata) juga diberitakan.
Informasi pada media komunikasi tersebut memuat tentang jenis kegiatan, waktu,
dan tempat pelaksanaan. Selain itu, pada kegiatan peringatan hari bersejarah
sering diadakan berbagai lomba atau pameran tertentu (pameran wisata dan
lingkungan hidup), biasanya dicantumkan juga tempat dan biaya pendaftaran,
serta contact person penyelengara kegiatan tersebut.
Informasi lain dalam bentuk periklanan didapat dari internet. Sebesar 59
persen wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung dari internet. Wisatawan menerima informasi baik dari situs resmi
yang dikelola pemerintah maupun dari situs lainnya yang berisi segala sesuatu
yang berhubungan dengan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Salah satu
situs resmi Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya yang dapat diakses oleh
wisatawan adalah www.tasikmalayakab.go.id. Informasi dalam situs ini cukup
lengkap meskipun tidak terlalu up to date. Selain itu, wisatawan yang menerima
informasi mengenai Gunung Galunggung dari internet mengatakan bahwa mereka
menerima informasi tersebut dengan mengakses di mesin pencari google dengan
memasukkan kata kunci tertentu yang ingin diketahui. Dengan media internet ini,
kelebihannya yaitu dapat diakses oleh wisatawan kapan saja dan dimana saja.
Sebagai contoh, wisatawan menggunakan internet sebagai sumber informasi pada
waktu mereka liburan sebelum mereka berkunjung ke obyek wisata tersebut.
Disamping itu, mereka dapat menggunakan layanan google map atau google earth
sebagai petunjuk. Hal ini untuk memudahkan mencapai tujuan wisata bagi
wisatawan dari luar Tasikmalaya yang melakukan perjalanan wisata pertama ke
73
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yang tidak ditemani oleh keluarga
(saudara) /teman yang berasal dari Tasikmalaya,
Hanya 26 persen wisatawan yang mendapat terpaan mengenai obyek
wisata tersebut dari billboards. Hal ini karena keberadaan billboards yang
jumlahnya masih kurang. Di jalan-jalan Kabupaten/Kota Tasikmalaya belum
banyak terdapat billboards, keberadaannya masih terbatas. Disamping itu, dalam
billboards tersebut belum mempromosikan obyek wisata secara khusus untuk satu
obyek wisata, tetapi masih berupa informasi umum dari gabungan beberapa obyek
wisata di Tasikmalaya.
Selain itu, wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung dan kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di
dalamnya dari siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta dan siaran televisi
lokal. Sebesar 35 persen wisatawan mendapat terpaan dari siaran radio lokal milik
pemerintah yang disiarkan oleh radio siaran pemerintah daerah (RSPD) atau
siaran radio milik swasta oleh Martha FM. Disamping itu, hanya 17,5 persen
wisatawan yang mendapat terpaan dari siaran televisi lokal yang ditayangkan pada
Taz TV. Pembahasan selanjutnya mengenai siaran radio lokal milik pemerintah
atau swasta dan siaran televisi lokal, akan dibahas pada terpaan publisitas.
5.1.2 Terpaan Komunikasi di Tempat Pembelian (Point-of-purchase
communication)
Komunikasi di tempat pembelian merupakan bentuk komunikasi
pemasaran yang menggunakan peraga, poster, tanda, dan berbagai materi lain
yang didesain untuk mempengaruhi keputusan untuk membeli. Dalam hal ini,
terpaan komunikasi di tempat pembelian berarti komunikasi di obyek wisata.
Terpaan komunikasi di obyek wisata adalah keadaan dimana wisatawan menerima
informasi pada saat mereka berada di obyek wisata. Tabel 8 menunjukkan jumlah
dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan komunikasi di obyek wisata.
Tabel 8. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Komunikasi di
Obyek Wisata
Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata Jumlah Persentase (%)
Rendah 16 20,0
Tinggi 64 80,0
Total 80 100,0
74
Tabel 8 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (80 persen) yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan
komunikasi di obyek wisata yang tinggi. Tingginya terpaan komunikasi di obyek
wisata karena wisatawan mendapat terpaan yang berasal dari informasi yang
berada pada gerbang pembelian tiket, pusat informasi, pusat media, dan di dalam
kawasan obyek wisata. Informasi ini disajikan dalam media cetak (brosur, stiker,
pamplet, booklet, buku panduan wisata) dan media elektronik (pengeras suara dan
pemutaran film). Selanjutnya, informasi tersebut juga disajikan dalam media
komunikasi lainnya yang terdapat di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung, seperti: poster, spanduk, baliho, peta kawasan wisata, peta jalur,
papan informasi, papan penunjuk arah, papan interpretasi, papan peringatan, serta
papan himbauan yang memuat tentang kepedulian terhadap lingkungan.
Sebesar 91 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung pada gerbang pembelian tiket. Persentase ini
merupakan terpaan tertinggi pada bentuk komunikasi di obyek wisata. Selain
melakukan transaksi pembelian tiket, wisatawan juga biasanya mendapat
penjelasan dari pihak pengelola obyek wisata dan melalui media yang mereka
bagikan, seperti: brosur, stiker, pamflet, booklet, poster, dan buku panduan wisata.
Gambar 12. Gerbang Pembelian Tiket Masuk
75
Selain di gerbang pembelian tiket, sebesar 85 persen wisatawan juga
mendapat terpaan mengenai Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung di dalam
obyek wisata tersebut. Di dalam obyek wisata ini terdapat berbagai media
komunikasi yang dapat digunakan wisatawan sebagai sumber informasi. Sebesar
97,5 persen wisatawan membaca papan peringatan. Papan peringatan ini berisi
informasi mengenai peringatan umum, seperti peringatan tentang durasi berenang
atau berendam di kolam pemandian air panas atau di bak rendam air panas.
Wisatawan dianjurkan untuk berenang atau berendam tidak lebih dari lima belas
menit. Contoh lainnya yaitu papan peringatan yang memuat tentang anjuran untuk
membimbing anak-anak pada saat menaiki atau menuruni 620 buah anak tangga
menuju kawah, mendampingi anak-anak pada saat berenang maupun berendam,
serta peringatan untuk tidak menggunakan sampo dan sabun pada saat berendam.
Disamping itu, sebesar 88,8 persen wisatawan membaca papan himbauan yang
memuat kepedulian lingkungan. Papan ini memuat kepedulian lingkungan yang
berisi himbauan mengenai pesan-pesan cinta lingkungan atau kepedulian
lingkungan. Sebagai contoh adalah himbauan untuk membuang sampah pada
tempatnya, tidak mencorat-coret fasilitas, tidak merokok, dan tidak menebang
pohon di kawasan Gunung Galunggung.
Gambar 13. Papan Peringatan dan Himbauan Bagi Para Pengunjung
76
Selain itu, sebesar 87,5 persen wisatawan membaca peta kawasan
wisata/peta jalur/papan informasi/papan petunjuk arah/papan interpretasi selama
mereka berada di dalam kawasan obyek wisata tersebut. Peta kawasan wisata
memuat informasi mengenai Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) yang
terdapat di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, sehingga
wisatawan dapat memprioritaskan obyek wisata yang akan dikunjungi. Selain itu,
terdapat jenis peta lainnya berupa peta jalur memuat informasi mengenai jalur
untuk mencapai ODTW di kawasan obyek wisata. Bentuk media komunikasi lain
berupa papan informasi yang memuat informasi ODTW beserta fasilitas yang
terdapat di dalamnya. Sebagai contoh di ODTW kolam renang air panas terdapat
dua jenis kolam renang (kolam renang air panas alami dan buatan), bak rendam
air panas, ruang ganti pakaian, kamar mandi (WC), dan saung rangon. Dengan
adanya papan informasi tersebut, wisatawan dapat memperkirakan apa saja yang
akan mereka lakukan dan juga mempersiapkan barang yang dibutuhkan.
Disamping itu, terdapat juga papan informasi yang memuat pemberitahuan
tentang jam operasional obyek wisata. Di kawasan obyek wisata juga terdapat
papan petunjuk arah yang biasanya terletak di persimpangan jalan. Papan ini
berupa petunjuk yang memuat informasi arah obyek wisata. Selain itu, terdapat
papan interpretasi yang memuat penjelasan mengenai suatu ODTW berupa
penjelasan mengenai nama obyek wisata, sejarah kawasan, tanggal peresmian, dan
lain-lain. Contohnya penjelasan mengenai kawah yang ditempuh oleh 620 anak
tangga, asal usul Curug Panoongan, dan tanggal peresmian terowongan kawah
Galunggung. Berbagai media komunikasi tersebut mampu menarik perhatian
wisatawan untuk mengetahui informasi yang terdapat di dalamnya.
Gambar 14. Papan Petunjuk Arah
77
5.1.3 Terpaan Promosi Penjualan (Sales Promotion)
Terpaan promosi penjualan adalah keadaan dimana wisatawan menerima
informasi dari promosi penjualan. Bentuk promosi penjualan yang terdapat di
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa pemberian potongan harga tiket
masuk bagi orang/rombongan dalam jumlah banyak. Bentuk lainnya berupa tiket
gratis ke obyek wisata tertentu setelah membeli tiket masuk obyek wisata lainnya.
Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan promosi penjualan
disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Promosi Penjualan
Terpaan Promosi Penjualan Jumlah Persentase (%)
Rendah 46 57,5
Tinggi 34 42,5
Total 80 100,0
Dari Tabel 9 dapat diidentifikasi bahwa mayoritas wisatawan (57,5 persen)
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung mendapat terpaan promosi penjualan
yang rendah. Rendahnya tingkat terpaan promosi penjualan disebabkan karena
kurangnya sosialisasi harga tiket masuk yang terdapat di obyek wisata tersebut.
Sebesar 46 persen wisatawan mengetahui adanya bonus berupa potongan harga
untuk tiket masuk bagi jumlah orang/rombongan tertentu. Menurut sebagian besar
wisatawan, meskipun mereka mengetahui adanya potongan harga, namun mereka
tidak mau repot untuk berdebat soal harga. Mereka tidak mempermasalahkan
harga yang berlaku di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Harga yang
ditetapkan sudah sesuai dengan nilai jual obyek dan daya tarik yang tersedia.
Gambar 15. Harga Tiket Masuk Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
78
Bentuk bonus lainnya yaitu berupa tiket masuk gratis ke obyek wisata
tertentu setelah membeli tiket masuk ke obyek wisata lainnya. Sebesar 64 persen
wisatawan mengetahui adanya gratis masuk ke obyek wisata tertentu setelah
membeli tiket ke suatu obyek wisata. Salah satu contohnya adalah dengan
membeli tiket ke obyek wisata kolam renang air panas hydrotheraphy, wisatawan
dapat mengunjungi obyek wisata Curug Panoongan tanpa biaya tambahan lagi.
5.1.4 Terpaan Pemasaran Sponsorship (Sponsorship Marketing)
Terpaan pemasaran sponsorship adalah keadaan dimana wisatawan
menerima informasi dari pemasaran sponsorship dalam event-event tertentu.
Bentuk pemasaran sponsorship berupa kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan
oleh pemerintah yang berkolaborasi dengan pihak lain. Jenis kegiatan yang
diselenggarakan meliputi kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan
hiburan pendukung, peringatan hari-hari bersejarah, serta kunjungan wisata. Tabel
10 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan
pemasaran sponsorship.
Tabel 10. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Pemasaran
Sponsorship
Terpaan Pemasaran Sponsorship Jumlah Persentase (%)
Rendah 27 33,8
Tinggi 53 66,3
Total 80 100,0
Tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (66 persen) mendapat
terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi. Tingginya terpaan pemasaran
sponsorship karena wisatawan mendapat terpaan dari pihak pengelola yang
bekerjasama dengan pihak lainnya dalam menyelenggarakan suatu kegiatan. Hal
ini berarti wisatawan menerima informasi yang berasal dari pemasaran
sponsorship melalui penyelengaraan kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan
cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan hiburan pendukung lain, peringatan hari-
hari bersejarah, serta kunjungan wisata.
Sebesar 69 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan aksi
cinta lingkungan. Salah satu contoh kegiatan yang berhubungan dengan aksi cinta
lingkungan adalah kegiatan penanaman sejuta pohon di sekitar Gunung
79
Galunggung. Contoh lainnya adalah pameran lingkungan hidup yang baru-baru ini
diadakan pada tahun 2010 dalam acara The Memory of Galunggung ’82.
Kegiatan-kegiatan tersebut diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata dan
Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya yang bekerjasama dengan Kantor
Lingkungan Hidup Kabupaten Tasikmalaya. Kegiatan ini biasanya dihadiri oleh
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya beserta
pejabat-pejabat lain yang terkait serta bebas diikuti oleh umum.
Gambar 16. Pameran Lingkungan Hidup dalam kegiatan The Memory of
Galunggung ‘82
80
Bentuk kegiatan lain yaitu kegiatan sosial. Sebanyak 50 persen wisatawan
mendapat terpaan mengenai kegiatan sosial. Kegiatan ini merupakan kegiatan
yang biasanya diselenggarakan oleh pihak pengelola dan masyarakat lainnya yang
memiliki jiwa sosial yang tinggi untuk mengadakan kegiatan bakti sosial.
Kegiatan ini merupakan bentuk kepedulian antar sesama manusia agar tidak
terjadi atau minimal dapat mengurangi kesenjangan sosial. Kegiatan ini dapat
berupa acara menggalang dana dan menyalurkan bantuan berupa uang atau barang
kepada orang-orang yang lebih membutuhkan. Meskipun kegiatan ini jarang
diadakan, namun dengan adanya kegiatan ini diharapkan orang yang mampu
secara finansial lebih memiliki jiwa sosial tinggi dan dapat meringankan beban
orang lain yang lebih membutuhkan atau yang terkena bencana.
Sebesar 76 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan seni
budaya dan hiburan pendukung. Persentase ini merupakan persentase terbanyak
pada bentuk pemasaran sponsorship Kegiatan seni budaya dan kegiatan hiburan
pendukung yang biasanya diselenggarakan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan
Kabupaten Tasikmalaya yang bekerjasama dengan pihak-pihak yang bergerak
dalam bidang entertainment. Selain promosi, kegiatan ini dimaksudkan untuk
mengenalkan seni budaya asli daerah setempat yang disajikan dengan hiburan
pendukung lainnya. Salah satu contoh kegiatan ini adalah pameran wisata dan
gelar seni Sunda yang baru-baru ini diadakan pada tahun 2010 dalam acara The
Memory of Galunggung ’82. Kegiatan ini juga biasanya dihadiri oleh Kepala
Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya beserta pejabat-
pejabat lain yang terkait serta bebas diikuti oleh wisatawan.
Gambar 17. Kegiatan Seni Budaya dan Hiburan Pendukung dalam kegiatan The
Memory of Galunggung ‘82
81
Jenis kegiatan lainnya yaitu peringatan hari-hari bersejarah. Sebesar 62,5
persen wisatawan mendapat terpaan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan
peringatan hari-hari bersejarah. Kegiatan yang berhubungan dengan hari-hari
bersejarah yang biasanya dilaksanakan dan diperingati secara rutin tiap tahun
adalah peringatan hari meletusnya Gunung Galunggung. Tahun 2010 ini
diperingati selama dua hari yaitu pada tanggal 1 dan 2 Mei 2010 dengan tema The
Memory of Galunggung ‘82. Kegiatan ini diselengarakan oleh Dinas Pariwisata
dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya yang bekerjasama dengan Perum
Perhutani KHP Tasikmalaya, Kantor Lingkungan Hidup Kabupaten Tasikmalaya,
PT AK Jasaraharja Putera Tasikmalaya, dan Surat Kabar Priangan. Kegiatan ini
dimeriahkan oleh acara dan lomba jalan sehat, sepeda onthel/sepeda sehat,
paralayang, jeep adventure, serta pameran wisata, lingkungan hidup dan gelar seni
sunda. Selain dihadiri oleh Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten
Tasikmalaya beserta pejabat-pejabat lain yang terkait baik dari Kabupaten
Tasikmalaya maupun dari Provinsi Jawa Barat dan daerah lainnya, bahkan
kegiatan ini juga dihadiri langsung oleh Bupati Tasikmalaya. Selanjutnya,
berbagai acara atau lomba dalam kegiatan ini terbuka untuk umum dengan
mendaftarkan diri di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Tasikmalaya
dan Perum Perhutani Tasikmalaya. Selain itu, pengunjung juga diberi kesempatan
untuk mendapatkan hadiah-hadiah menarik berupa sepeda gunung, televisi, mini
compo, kulkas, radio, handphone, vcd, dan lain-lain dengan mengikuti doorprize.
Gambar 18. Pemeran Sepeda Sehat dan Sepeda Onthel dalam kegiatan The
Memory of Galunggung ‘82
82
Gambar 19. Lomba Paralayang dan Jeep Adventure dalam kegiatan The Memory
of Galunggung ‘82
Selain itu, bentuk kegiatan pemasaran sponsorship berupa kegiatan
kunjungan wisata. Sebesar 60 persen wisatawan mendapat terpaan mengenai
kegiatan kegiatan kunjungan wisata para pejabat, artis, dan tamu dari berbagai
daerah lain. Kegiatan kunjungan ini merupakan kegiatan para pejabat, artis, dan
tamu dari berbagai daerah lainnya dalam rangka kunjungan wisata. Agenda
kunjungan wisata mereka bisa mencakup keempat kegiatan pemasaran
sponsorship yang lainnya (kegiatan yang berhubungan dengan cinta lingkungan,
kegiatan sosial, kegiatan seni budaya dan hiburan lainnya, serta kegiatan
peringatan hari-hari bersejarah). Biasanya mereka datang ke Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung tersebut untuk meresmikan dan menghadiri suatu acara.
Keberadaan mereka cukup berpengaruh terhadap jumlah wisatawan yang datang
ke obyek wisata pada saat acara berlangsung. Mereka mampu menarik wisatawan
untuk berkunjung ke obyek wisata tersebut.
Gambar 20. Kegiatan Kunjungan Wisata dalam kegiatan The Memory of
Galunggung ‘82
83
Dari keseluruhan kegiatan di atas, dalam pelaksanaannya tidak jarang
terdapat suatu kegiatan yang berkolaborasi dengan salah satu atau beberapa
kegiatan lainnya. Salah satu contohnya adalah kegiatan The Memory of
Galunggung ’82. Kegiatan tersebut pada dasarnya merupakan kegiatan yang
berhubungan dengan peringatan hari bersejarah. Namun, selain itu kegiatan
tersebut juga termasuk kegiatan yang berhubungan dengan aksi cinta lingkungan,
seni budaya dan kegiatan hiburan pendukung, serta kunjungan wisata. Termasuk
kegiatan yang berhubungan dengan aksi cinta lingkungan dan kegiatan seni
budaya dan kegiatan hiburan pendukung lainnya karena di dalam kegiatan The
Memory of Galunggung ’82 diadakan pameran wisata, lingkungan hidup, dan
gelar seni Sunda. Selanjutnya, termasuk kegiatan kunjungan karena kegiatan
tersebut dihadiri oleh para pejabat setempat yang bahkan dihadiri langsung oleh
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan serta Bupati Tasikmalaya serta tamu
dari berbagai daerah lainnya.
5.1.5 Terpaan Publisitas (Publicity)
Terpaan publisitas adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi
dari publisitas. Dalam terpaan publisitas, promosi yang dilakukan oleh pihak
pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung berupa informasi tentang
obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan
di dalamnya pada surat kabar lokal, siaran radio lokal milik pemerintah atau
swasta, dan siaran televisi lokal. Sebagai contoh, kegiatan The Memory of
Galunggung ’82 diberitakan di surat kabar Priangan karena pihak pengelola
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung bekerjasama dengan pihak surat kabar
Priangan dalam menyelenggarakan kegiatan tersebut, begitu juga dengan
penayangan pada siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta serta siaran
televisi lokal. Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan publisitas
disajikan dalam Tabel 11.
Tabel 11. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Publisitas
Terpaan Publisitas Jumlah Persentase (%)
Rendah 46 57,5
Tinggi 34 42,5
Total 80 100,0
84
Dari Tabel 11 dapat diidentifikasi bahwa mayoritas wisatawan (57,5
persen) mendapat terpaan publisitas yang rendah. Rendahnya terpaan publisitas
karena tidak semua daerah asal wisatawan terjangkau oleh jaringan media
promosi radio dan televisi. Sebesar 35 persen wisatawan menerima informasi
mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang
diselengarakan di dalamnya pada siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta.
Radio lokal milik pemerintah yang menyiarkan tentang ODTW obyek wisata dan
kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya yaitu radio siaran
pemerintah daerah (RSPD). Selain itu, radio lokal milik swasta yang menyiarkan
tentang ODTW obyek wisata dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di
dalamnya biasanya yaitu Martha FM. Rendahnya terpaan siaran radio lokal milik
pemerintah atau swasta karena tidak semua daerah asal wisatawan terjangkau oleh
jaringan radio yang memadai.
Selain dari radio, sebesar 17,5 persen wisatawan menerima informasi
mengenai obyek dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang
diselengarakan di dalamnya pada siaran televisi lokal. Rendahnya terpaan siaran
televisi lokal karena tidak semua daerah asal wisatawan terjangkau oleh jaringan
televisi yang memadai. Disamping itu, frekuensi tayang mengenai ODTW dan
kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya cenderung rendah pula.
Adapun sebesar 81 persen wisatawan menerima berita mengenai obyek
dan daya tarik wisata (ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di
dalamnya pada surat kabar lokal. Surat kabar lokal yang memuat berita tentang
ODTW dan kegiatan-kegiatan yang akan diselengarakan di dalamnya yaitu surat
kabar Priangan. Dalam hal ini, surat kabar Priangan menjadi media partner pihak
pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Salah satu kegiatan terbaru
yang dimuat di surat kabar Priangan adalah kegiatan The Memory of Galunggung
’82. Tingginya terpaan surat kabar lokal karena hampir seluruh daerah asal
wisatawan terjangkau oleh persebaran surat kabar. Hampir seluruh wisatawan
pernah membaca berita dalam artikel atau melihat iklan tentang ODTW Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung dan kegiatan-kegiatan yang akan
diselengarakan di dalamnya.
85
5.1.6 Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth Marketing
(WOM)
Terpaan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM)
adalah keadaan dimana wisatawan menerima informasi dari pemasaran dari mulut
ke mulut/word of mouth marketing (WOM) yang dilakukan oleh pihak pengelola.
Tabel 12 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan terpaan
pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM).
Tabel 12. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan Pemasaran dari
Mulut ke Mulut
Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of
Mouth Marketing Jumlah Persentase (%)
Rendah 43 53,8
Tinggi 37 46,3
Total 80 100,0
Tabel 12 dapat menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (53,8 persen)
mendapat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah. Kecenderungan
terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah dikarenakan wisatawan tidak
memperoleh informasi langsung dari pihak pengelola. Wisatawan tidak bertemu
dengan pihak pengelola dan tidak berusaha untuk menemui pihak pengelola untuk
meminta penjelasan langsung mengenai informasi seputar obyek wisata. Hal ini
karena dalam rangkaian perjalanan wisata sudah ada orang yang bertugas sebagai
penanggungjawab. Pihak penanggung jawab tersebut sekaligus bertugas mencari
informasi. Oleh karena itu, wisatawan cenderung memilih untuk mendapat
informasi melalui berinteraksi dengan penanggungjawab tersebut tanpa harus
berusaha untuk menemui pihak pengelola.
5.2 Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola
Terpaan dari luar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola adalah
keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi yang bukan dilakukan
oleh pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Dalam terpaan
ini, wisatawan menerima informasi yang berasal dari teman/keluarga
(saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat. Tabel 13 menunjukkan jumlah dan
86
persentase wisatawan berdasarkan terpaan dari luar komunikasi pemasaran oleh
pihak pengelola.
Tabel 13. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Terpaan dari Luar
Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola
Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran Jumlah Persentase (%)
Rendah 43 53,8
Tinggi 37 46,3
Total 80 100,0
Tabel 13 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (53,8 persen)
mendapat terpaan dari luar komunikasi pemasaran oleh pihak pengelola yang
rendah. Kecenderungan terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah
disebabkan oleh informasi tersebut hanya bersifat penguatan terhadap informasi
yang didapat dari komunikasi pemasaran. Sebagian besar informasi sudah
didapatkan wisatawan dari komunikasi pemasaran. Setelah mendapat informasi
dari komunikasi pemasaran, mereka akan memperkuat informasi tersebut dengan
melengkapi informasi dari luar komunikasi pemasaran, yang berasal dari
teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat.
5.3 Kemudahan Mengkases Informasi
Kemudahan mengakses informasi adalah tidak ditemukannya kesulitan
dalam mendapatkan informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung dan pelestariannya dari beberapa media yang tersedia. Artinya,
wisatawan mudah mengakses informasi mengenai Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung dan pelestariannya dari media komunikasi yang merupakan bagian
dari komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh pihak pengelola dan dari luar
komunikasi pemasaran. Kemudahan mengakses informasi berkaitan dengan
terapaan komunikasi pemasaran. Tabel 14 menunjukkan jumlah dan persentase
wisatawan berdasarkan kemudahan mengakses informasi.
Tabel 14. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kemudahan Mengakses
Informasi
Kemudahan Mengakses Informasi Jumlah Persentase (%)
Rendah 21 26,3
Tinggi 59 73,8
Total 80 100,0
87
Tabel 14 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (73,8 persen)
memiliki kemudahan mengakses informasi yang tinggi. Hal ini karena wisatawan
cenderung dapat dengan mudah mendapatkan informasi mengenai Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung dari media komunikasi yang tersedia. Media
komunikasi tersebut merupakan bagian dari komunikasi pemasaran yang
dilakukan oleh pihak pengelola dan dari luar komunikasi pemasaran. Media
komunikasi tersebut berupa media cetak (surat kabar lokal Priangan) dan berbagai
media lainnya (buku panduan wisata/brosur/pamflet/poster/spanduk/baliho dan
lain-lain), saluran radio lokal milik pemerintah (RSPD) dan swasta (Martha FM),
saluran televisi lokal (Taz TV), jaringan internet, pihak pengelola, biro perjalanan
wisata, dan teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat sekitar kawasan.
88
BAB VI
PERSEPSI TERHADAP PESAN
Persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-
hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan
pesan. Persepsi juga merupakan pemberian makna pada stimuli inderawi (sensory
stimuli). Dalam hal ini, pesannya berupa informasi umum mengenai obyek dan
daya tarik wisata serta informasi yang lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta
lingkungan (konservasi). Dari pengertian di atas dapat dikatakan bahwa persepsi
terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam Gunung
Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada informasi umum mengenai
obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai
pesan-pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup. Persepsi terhadap
pesan yang dibahas yang terdiri dari kejelasan dan kelengkapan isi pesan. Tabel
15 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan persepsi pesan.
Tabel 15. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Persepsi terhadap Pesan
Persepsi terhadap Pesan Jumlah Persentase (%)
Negatif 28 35,0
Positif 52 65,0
Total 80 100,0
Tabel 15 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (65 persen) yang
mengunjungi Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung memiliki persepsi yang
positif terhadap pesan. Dikatakan positif karena wisatawan memiliki persepsi
bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan
daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan
cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Wisatawan menilai bahwa pesan yang
disampaikan di obyek wisata sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca dan
didengar. Isi pesan tersebut mengenai informasi umum tentang obyek dan daya
tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan cinta
lingkungan. Selain itu, wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan di
obyek wisata sudah lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek
89
dan daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang
pesan-pesan cinta lingkungan.
Bab ini menjelaskan persepsi terhadap pesan yang meliputi kejelasan dan
kelengkapan isi pesan. Berikutnya akan dijelaskan secara lebih terperinci
mengenai kejelasan isi pesan berupa jumlah pesan, frekuensi tayang dan
kemudahan bahasa yang digunakan untuk dimengerti. Selain itu, juga dijelaskan
tentang kelengkapan isi pesan yang memuat informasi umum dan dan pesan-pesan
cinta lingkungan.
6.1 Kejelasan Isi Pesan
Kejelasan isi pesan menyangkut sejauhmana informasi umum mengenai
obyek dan daya tarik wisata (ODTW) maupun informasi yang bersifat lebih
spesifik mengenai pesan cinta lingkungan dapat dibaca dan didengar dengan jelas.
Kejelasan isi pesan ini menyangkut jumlah dan frekuensi tayang pesan, serta
kemudahan bahasa yang digunakan untuk dimengerti. Jumlah dan persentase
wisatawan berdasarkan tingkat kejelasan isi pesan disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kejelasan Isi Pesan
Kejelasan Isi Pesan Jumlah Persentase (%)
Negatif 47 58,8
Positif 33 41,3
Total 80 100,0
Tabel 16 menunjukkan bahwa mayoritas wisatawan (58,8 persen) menilai
bahwa kejelasan isi pesan mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun
informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan masih
negatif. Hal ini berarti informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata
maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan
masih belum dapat dibaca dan didengar dengan jelas.
Informasi yang ditayangkan di media cetak seperti surat kabar, poster,
spanduk, dan lain-lain masih kurang terbaca oleh wisatawan karena ukuran huruf
yang terlalu kecil dan jenis huruf yang sulit dibaca sehingga ada resiko wisatawan
mengabaikan informasi yang terdapat di media cetak tersebut. Menurut
wisatawan, iklan obyek wisata yang ada di surat kabar lokal ukurannya terlalu
kecil yaitu sekitar seperenam bagian dari halaman surat kabar tersebut. Dengan
90
ukuran tersebut menjadikan tampilan iklan kurang mencolok. Menurut beberapa
responden, mereka cenderung kesulitan untuk membaca dan ada resiko untuk
mengabaikan atau tidak langsung membaca isi pesan dari iklan tersebut pada saat
itu juga.
Meskipun kejelasan isi pesan masih rendah, namun sebesar 90 persen
wisatawan menilai bahwa bahasa yang digunakan dalam media cetak maupun
elektronik cenderung mudah dimengerti. Hal ini dikarenakan penggunaan kata-
kata yang dipilih dalam penyajian di media tersebut menggunakan kata-kata yang
sederhana yang cukup komunikatif. Walaupun terkadang ditemui pesan-pesan
dalam iklan yang masih tumpang tindih dengan gambar sehingga tampilan iklan
kurang seimbang, tetapi pesan tersebut masih dapat terbaca. Selain itu, tampilan
iklan dicetak dengan warna hitam putih. Hal ini menjadikan tampilan iklan
cenderung kurang menarik, namun tidak mengalangi niat wisatawan untuk
membaca iklan tersebut.
Selain melalui media cetak, informasi tersebut juga disiarkan dalam media
elektronik seperti di radio lokal¸ televisi lokal, dan internet. Sebesar 57,5 persen
wisatawan menilai bahwa pesan-pesan dalam media komunikasi tersebut
cenderung kurang jelas. Keadaan ini karena ciri khas dari media massa yang
bersifat selintas, sehingga membutuhkan pengulangan untuk lebih jelas dalam
menerima informasi.
Dalam penggunaan radio lokal, frekuensi siaran masih kurang karena iklan
tersebut hanya disiarkan jika ada kegiatan atau peringatan tertentu di obyek wisata
tersebut. Selain itu, pesan yang terdengar di radio masih kurang jelas karena
kalimat-kalimat dalam iklan tersebut dilafalkan terlalu cepat sehingga apabila
pendengar hanya mendengar secara sekilas, ada resiko mereka cenderung tidak
mendengar isi pesan yang disampaikan. Butuh waktu beberapa kali menyimak
iklan tersebut untuk benar-benar mendengar keseluruhan isi pesan yang
disampaikan. Sedangkan untuk iklan di televisi lokal, frekuensi siaran juga masih
kurang karena iklan tersebut hanya disiarkan jika ada kegiatan atau peringatan
tertentu di obyek wisata tersebut. Disamping itu, informasi yang ditayangkan
hanya berupa bentuk visual iklan yang sederhana. Isi iklan tersebut sama dengan
iklan yang ada di koran namun ditayangkan di televisi. Hal ini menyebabkan isi
91
pesan tersebut cenderung kurang menarik karena isi pesan tidak mampu menarik
perhatian wisatawan potensial melalui gerakan gambar dan suara yang
ditampilkan.
6.2 Kelengkapan Isi Pesan
Kelengkapan isi pesan adalah isi pesan dalam berbagai bentuk komunikasi
pemasaran lengkap memuat informasi umum mengenai obyek dan daya tarik
wisata. Selain memuat informasi umum juga memuat pesan-pesan cinta
lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup. Tabel 17 menunjukkan jumlah dan
persentase wisatawan berdasarkan tingkat kelengkapan isi pesan.
Tabel 17. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Kelengkapan Isi Pesan
Kelengkapan Isi Pesan Jumlah Persentase (%)
Negatif 29 36,3
Positif 51 63,8
Total 80 100,0
Tabel 17 menunjukkan bahwa sebesar 63,8 persen wisatawan memiliki
persepsi yang positif terhadap kelengkapan isi pesan. Hal ini berarti mayoritas
wisata menilai pesan yang disampaikan tidak hanya memuat informasi umum
mengenai obyek dan daya tarik wisata namun juga informasi yang bersifat lebih
spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
Sebesar 66,3 persen wisatawan menyatakan bahwa mereka menilai
informasi dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran sudah memuat informasi
umum mengenai obyek dan daya tarik wisata. Sebagai contoh pada buku panduan
wisata yang termasuk komunikasi pemasaran bentuk periklanan. Buku panduan
wisata memuat informasi mengenai pariwisata dan budaya di Kabupaten
Tasikmalaya. Informasi di dalamnya berisi pesona wisata Kabupaten Tasikmalaya
yang dilengkapi dengan peta pariwisata dan budaya, data kesenian dan sanggar
seni, data situs peninggalan sejarah dan kepurbakalaan, data rumah makan dan
penginapan, serta kalender pariwisata. Selain itu, pada komunikasi di obyek
wisata terdapat papan informasi yang terletak di dalam kawasan Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung, selain menampilkan obyek dan daya tarik wisata
(ODTW) juga memuat fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalamnya.
92
Adapun sebesar 77,5 persen wisata menyatakan bahwa mereka menilai
informasi dalam berbagai bentuk komunikasi pemasaran sudah memuat pesan-
pesan persuasif tentang pentingnya menjaga lingkungan. Sebagai contoh pada
komunikasi di obyek wisata terdapat papan himbauan cinta lingkungan yang
berada di dalam kawasan wisata. Papan himbauan ini memuat pesan-pesan berupa
kepedulian terhadap lingkungan. Beberapa contohnya adalah himbauan untuk
membuang sampah pada tempatnya, tidak mencorat-coret fasilitas, tidak merokok,
tidak menebang pohon, tidak mengambil/menebang kayu bakar di kawasan
Gunung Galunggung, dan tidak mengambil ikan di kawah.
Gambar 21. Peta Kawasan Wisata dan Papan Himbauan Cinta Lingkungan
93
BAB VII
PERILAKU WISATAWAN
Perilaku wisatawan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh
wisatawan yang merupakan efek dari komunikasi pemasaran. Karena Gunung
Galunggung merupakan obyek wisata alam, wisatawan yang datang ke obyek
wisata alam ini selain berekreasi untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata
alam, dalam waktu bersamaan wisatawan juga dituntut untuk berperilaku cinta
lingkungan selama mereka berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung. Perilaku wisatawan terdiri dari perilaku rekreasi dan perilaku cinta
lingkungan (konservasi). Tabel 18 menunjukkan jumlah dan persentase wisatawan
berdasarkan perilaku wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Tabel 18. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Wisata di Obyek
Wisata Alam Gunung Galunggung
Perilaku Wisatawan Jumlah Persentase (%)
Negatif 17 21,3
Positif 63 78,8
Total 80 100,0
Tabel 18 menunjukkan bahwa sebesar 78,8 persen wisatawan memiliki
perilaku wisata yang positif. Dikatakan positif karena mayoritas wisatawan sudah
menunjukkan perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif di
kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Pada bab ini akan dijelaskan
lebih mendalam mengenai perilaku rekreasi yang meliputi keputusan berkunjung,
keputusan menentukan jumlah obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang
dikunjungi, keputusan menentukan masa tinggal, dan keputusan melakukan
kunjungan selanjutnya ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Selanjutnya,
dibahas juga mengenai perilaku cinta lingkungan yang ditunjukkan dengan
perilaku membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk
vandalisme selama berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Untuk vandalisme, bentuk vandalisme yang akan dibahas hanya berupa perilaku
mencorat-coret fasilitas dan merokok.
94
6.1 Perilaku Rekreasi
Perilaku rekreasi adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan wisatawan
berdasarkan suatu pengambilan keputusan yang ditunjukkan wisatawan baik
sebelum dan pada saat berada di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Perilaku rekreasi meliputi perilaku wisatawan dalam menentukan pengambilan
keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan
daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan
melakukan kunjungan selanjutnya ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Jumlah dan persentase wisatawan berdasarkan perilaku rekreasi di Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung disajikan dalam Tabel 19.
Tabel 19. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Rekreasi
Perilaku Rekreasi Jumlah Persentase (%)
Negatif 22 27,5
Positif 58 72,5
Total 80 100,0
Tabel 19 menunjukkan bahwa sebesar 72,5 persen wisatawan memiliki
perilaku rekreasi yang positif. Hal ini berarti mayoritas wisatawan Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung dapat menentukan pengambilan keputusan untuk
seringnya berkunjung (frekuensi kunjungan), memilih obyek dan daya tarik wisata
(ODTW) yang tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan
selanjutnya.
Sebesar 75 persen wisatawan dapat memutuskan frekuensi kunjungan ke
Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Wisatawan tersebut dapat memutuskan
seberapa sering mereka berkunjung dalam setahun. Mereka biasanya berkunjung
tiga kali dalam setahun. Keputusan tersebut berdasarkan waktu luang yang
mereka miliki. Biasanya mereka memilih untuk melakukan kunjungan pada saat
liburan akhir pekan, liburan sekolah, liburan semester kuliah, liburan hari raya,
liburan tahun baru, dan libur nasional lainnya.
Selain dapat memutuskan seringnya berkunjung, sebesar 83,8 persen
wisatawan dapat menentukan obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang akan
dikunjungi. Mayoritas dari wisatawan lebih menyukai ODTW kolam renang air
panas dan kawah. Kolam renang air panas disukai oleh wisatawan karena selain
95
menyegarkan badan juga dipercaya memiliki khasiat untuk kesehatan dan
kecantikan. Penggunaan kolam renang air panas ini harus sesuai dengan aturan
yang berlaku. Setiap wisatawan yang menggunakan kolam ini hanya
diperbolehkan berenang atau berendam tidak lebih dari lima belas menit. Hal ini
dikarenakan uap panas yang berasal dari kolam tersebut mengandung sulfur yang
berbahaya apabila dihirup berlebihan. Sedangkan kawah disukai karena selain
memiliki pemandangan kawah yang khas, juga memiliki udara segar dan
pemandangan alam pegunungan yang indah. Untuk mencapai kawah ini dapat
ditempuh dengan menaiki 620 buah anak tangga. Dari sini wisatawan dapat
menikmati hamparan pemandangan Tasikmalaya.
Selain itu, perilaku rekreasi yang ditunjukkan oleh wisatawan adalah
perilaku menentukan masa tinggal. Sebesar 66,3 persen wisatawan dapat
menentukan masa tinggal di obyek wisata. Sebelum sampai di lokasi wisata,
wisatawan sudah menentukan berapa lama mereka akan menghabiskan waktu di
Gunung Galunggung. Wisatawan yang berkunjung menghabiskan waktu mereka
di Gunung Galunggung sekitar setengah hari. Jarang sekali wisatawan yang
menginap di Gunung Galunggung karena tidak terdapat fasilitas penginapan.
Pihak pengelola tidak menyediakan fasilitas penginapan dengan alasan untuk
menghindari kejadian-kejadian yang tidak diinginkan, seperti tindakan asusila.
Sebesar 91,3 persen wisatawan juga dapat menentukan kunjungan
selanjutnya. Wisatawan yang berkunjung sudah dapat menentukan kapan waktu
untuk kembali berkunjung ke Gunung Galunggung. Seperti halnya wisatawan
menentukan seberapa sering mereka berkunjung, mereka biasanya menyesuaikan
penentuan waktu berkunjung selanjutnya juga dengan waktu luang yang
dimilikinya. Waktu luang yang dimiliki wisatawan biasanya pada saat mereka
liburan. Waktu liburan yang biasanya digunakan para wisatawan untuk melakukan
kunjungan wisata ke Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung yaitu pada liburan
akhir pekan, liburan sekolah, liburan semester kuliah, liburan hari raya, liburan
tahun baru, dan libur nasional lainnya.
96
6.2 Perilaku Cinta Lingkungan
Perilaku cinta lingkungan adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan
wisatawan di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dalam rangka upaya
pencegahan kerusakan dan pemeliharaan kawasan obyek wisata ketika mereka
berkunjung. Perilaku cinta lingkungan ditunjukkan dengan membuang sampah
pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencorat-
coret fasilitas, merokok dan lain-lain. Tabel 20 menunjukkan jumlah dan
persentase wisatawan berdasarkan perilaku cinta lingkungan di Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung.
Tabel 20. Jumlah dan Persentase Wisatawan Menurut Perilaku Cinta Lingkungan
Perilaku Cinta Lingkungan Jumlah Persentase (%)
Negatif 25 31,3
Positif 55 68,8
Total 80 100,0
Tabel 20 menunjukkan sebesar 68,8 persen wisatawan memiliki perilaku
cinta lingkungan yang positif. Hal ini menandakan bahwa mayoritas wisatawan
mampu menjaga lingkungan obyek wisata dengan baik ketika mereka berada di
kawasan Obyek Wisata Alam Gunung. Wisatawan sudah membuang sampah pada
tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti mencorat-coret
fasilitas, merokok dan lain-lain.
Sebesar 95 persen wisatawan menunjukkan perilaku membuang sampah
pada tempatnya. Perilaku ini didukung oleh fasilitas kebersihan yang memadai
dimana di setiap tempat-tempat yang sering dilalui oleh wisatawan terdapat
tempat sampah. Sebesar 52,5 persen wisatawan menyatakan bahwa di kawasan
Cipanas Galunggung keberadaan tempat sampah mudah ditemui. Fasilitas tempat
sampah di kawasan ini juga sudah dibedakan menurut jenis sampahnya. Sebesar
65 persen wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan
jenis sampah tersebut. Selain terdapat fasilitas yang memadai, di kawasan ini juga
diterapkan sanksi untuk wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Sanksi
paling ringan berupa teguran dari pihak pengelola. Selanjutnya jika teguran tidak
dihiraukan, akan diberlakukan sanksi lebih lanjut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti denda berupa uang atau kurungan.
97
Tetapi hal ini jarang terjadi, karena sebesar 55 persen wisatawan sudah
mengetahui sanksi yang akan diperoleh jika mereka tidak membuang sampah
pada tempatnya.
Gambar 22. Tempat Sampah yang Telah Dibedakan Menurut Jenis Sampah di
Kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Selain membuang sampah pada tempatnya, wisatawan juga menunjukkan
perilaku cinta lingkungan dengan tidak melakukan vandalisme. Sebesar 90 persen
wisatawan tidak menunjukkan perilaku vandalisme ketika berada di kawasan
obyek wisata. Perilaku ini ditunjukkan dengan tidak mencoret-coret fasilitas yang
terdapat di kawasan obyek wisata seperti pada dinding-dinding di WC umum dan
bak rendam air panas, tempat duduk, anak tangga, dan pepohonan. Menurut hasil
observasi, sangat sedikit terjadi vandalisme di kawasan Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung. Bentuk vandalisme mencoret-coret fasilitas sudah jarang
ditemukan. Adapun tempat yang masih ditemukan coretan-coretan tersebut di
anak tangga menuju kawah. Namun, secara keseluruhan wisatawan yang
berkunjung ke obyek wisata ini cenderung sudah memiliki kesadaran dan
tanggung jawab untuk menjaga kelestarian dan keindahan kawasan wisata.
Perilaku cinta lingkungan ini terjadi selain karena diterapkan sanksi, juga karena
fasilitas yang ada di kawasan wisata sudah terjaga dengan baik sehingga dengan
sendirinya wisatawan merasa segan untuk melakukan aksi vandalisme.
98
Selain tidak mencorat-coret fasilitas, perilaku cinta lingkungan yang
ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak merokok. Sebesar 66 persen
wisatawan tidak merokok ketika berada di dalam kawasan Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung. Kecenderungan wisatawan untuk tidak merokok
dikarenakan wisatawan sudah memiliki kesadaran akan bahaya polusi yang
ditimbulkan oleh asap rokok bagi kawasan wisata. Selain itu, sikap tersebut
diperkuat dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk merokok di obyek
wisata ini, terutama jika wisatawan akan mengunjungi kawah. Obyek wisata
kawah ditempuh dengan menaiki dan menuruni 620 anak tangga. Aktivitas
menaiki dan menuruni anak tangga sebanyak itu tidak dapat dilakukan dengan
baik ketika wisatawan tersebut merokok. Disamping itu, tekanan udara di
kawasan Gunung Galunggung tergolong rendah sehingga wisatawan memerlukan
usaha yang lebih untuk bernafas secara normal. Untuk perilaku cinta lingkungan
lainnya yang ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak menebang
pohon, tidak mengambil/menebang kayu bakar di kawasan Gunung Galunggung,
dan tidak mengambil ikan di kawah.
99
BAB VIII
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA TERPAAN KOMUNIKASI
PEMASARAN DENGAN PERSEPSI TERHADAP PESAN
Terpaan (exposure) menurut Shimp (2003) adalah keadaan dimana
konsumen berinteraksi dengan pesan dari pemasar (mereka melihat iklan majalah,
mendengar iklan radio, dan lain-lain). Terpaan merupakan tahap awal yang
penting menuju tahap-tahap selanjutnya dari proses informasi. Hal tersebut dapat
dilihat dalam proses dari tahapan sumber informasi yang digunakan hingga
bagaimana khalayak dapat menerima informasi yang dibutuhkan. Jadi ketika
individu menerima informasi dari penyampai pesan yang memiliki tujuan tertentu
dari saluran media yang dikonsumsi oleh individu, maka keadaan ini disebut
sebagai terpaan individu (Amini, 2004).
Terpaan komunikasi pemasaran dalam aspek pariwisata di Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung adalah keadaan dimana wisatawan berinteraksi dengan
berbagai bentuk pesan komunikasi pemasaran obyek wisata tersebut. Hal ini
berarti keadaan dimana wisatawan menerima berbagai informasi dari bentuk
komunikasi, pemasaran baik yang dilakukan oleh pihak pengelola maupun pihak
diluar pengelola. Wisatawan akan berusaha mencari (memenuhi) simulasi dan
informasi dari suatu pesan yang sesuai dengan keinginannya, sebelum mereka
memenuhi kebutuhannya terhadap informasi itu sendiri. Kebutuhan akan
informasi dan stimulasi bisa berbeda untuk setiap wisatawan. Oleh karena itu
setiap wisatawan akan memilih stimulasi dan informasi yang menarik
perhatiannya daripada informasinya itu sendiri. Sedangkan dalam aspek
pariwisata, persepsi terhadap pesan adalah upaya wisatawan dalam menyimpulkan
informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan Obyek Wisata Alam
Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna kepada informasi umum
mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik
mengenai pesan cinta lingkungan (konservasi)/lingkungan hidup.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hubungan komunikasi pemasaran
yang dilakukan oleh pihak pengelola dan diluar komunikasi pemasaran yang
terdapat di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dengan persepsi terhadap
100
pesan yang berupa kejelasan dan kelengkapan isi pesan. Penyajian data dimulai
dengan mendeskripsikan hipotesis awal yang akan diuji hubungan kausalnya
secara singkat. Setelah mendeskripsikan hipotesis awal, penyajian data berikutnya
adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antar variabel yang diuji. Dimulai
dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai hubungan
antar variabel.
8.1 Hubungan Terpaan Komunikasi Pemasaran oleh Pihak Pengelola
dengan Persepsi terhadap Pesan
Hipotesis awal menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara terpaan
komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan terbukti pada semua
bentuk komunikasi pemasaran. Hipotesis awal ini menyatakan bahwa semakin
tinggi terpaan komunikasi pemasaran, maka semakin positif persepsi wisatawan
terhadap pesan. Agar dapat melihat hubungan antara keduanya, maka dilakukan
uji hubungan dengan menggunakan tabulasi silang dan uji statistik Crosstabs-
Correlations dengan menggunakan analisis Pearson, antara data ordinal dan
ordinal. Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara
terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Pengambilan
keputusan berdasarkan nilai signifikansi (Approx. Sig.). Jika Approx. Sig. lebih
besar dari α (0,05) maka Ho diterima, artinya tidak terdapat hubungan antara
variabel-variabel yang diuji. Sedangkan, jika Approx. Sig. lebih kecil dari α (0,05)
maka Ho ditolak, artinya terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji.
Untuk lebih jelasnya, hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan
persepsi terhadap pesan dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Persentase Terpaan Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi terhadap
Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Komunikasi Pemasaran
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 80,0 14,5 35,0
Positif 20,0 85,5 65,0
Total 100,0
(25)
100,0
(55)
100,0
(80)
Tabel 21 menunjukkan bahwa sebesar 80 persen wisatawan dengan tingkat
terpaan komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap
101
pesan yang negatif dan 20 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi
pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif.
Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang tinggi,
terdapat 14,5 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran
yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 85,5 persen
wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki
tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan
kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran maka
semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima
informasi dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran - yang berasal dari
periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi penjualan, pemasaran
sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut - memiliki persepsi
positif terhadap pesan. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa
informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang
bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap.
Wisatawan menilai bahwa pesan sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca
dan didengar. Selain sudah jelas, wisatawan juga menilai bahwa pesan sudah
lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek dan daya tarik
wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang pesan-pesan
cinta lingkungan.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan
sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti
terdapat hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran dengan persepsi
wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan
komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan
yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik
wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta
lingkungan
102
8.1.1 Hubungan Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap Pesan
Hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi terhadap pesan
dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terpaan periklanan yang berbeda diikuti dengan persepsi
terhadap pesan yang berbeda pula. Hubungan antara terpaan periklanan dengan
persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 22.
Tabel 22. Persentase Terpaan Periklanan dengan Persepsi terhadap Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Periklanan
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 76,0 16,4 35,0
Positif 24,0 83,6 65,0
Total 100,0
(25)
100,0
(55)
100,0
(80)
Tabel 22 menunjukkan bahwa sebesar 76 persen wisatawan dengan tingkat
terpaan periklanan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang
negatif dan 24 persen wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang rendah
memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan
tingkat terpaan periklanan yang tinggi, terdapat 16,4 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan periklanan yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan
yang negatif dan 86,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan periklanan yang
tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut
menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan periklanan maka
semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima
informasi dari periklanan - yang berasal dari buku panduan wisata, spanduk,
poster, baliho, pamflet, brosur, internet, billboards, televisi, dan radio - memiliki
persepsi positif terhadap pesan. Wisatawan menilai bahwa pesan yang
disampaikan berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata
maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan
sudah jelas dan lengkap. Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan di
obyek wisata sudah jelas ketika pesan tersebut dapat dibaca dan didengar. Selain
sudah jelas, wisatawan juga menilai bahwa pesan yang disampaikan di obyek
wisata sudah lengkap karena selain memuat informasi umum tentang obyek dan
103
daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat lebih spesifik tentang
pesan-pesan cinta lingkungan.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi terhadap pesan sebesar
0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan.
Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat
hubungan antara terpaan periklanan dengan persepsi wisatawan terhadap pesan.
Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan periklanan maka semakin
positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa
informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang
bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
8.1.2 Hubungan Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan Persepsi
terhadap Pesan
Hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi
terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan komunikasi
di obyek wisata dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan
komunikasi di obyek wisata dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam
Tabel 23.
Tabel 23. Persentase Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata dengan Persepsi
terhadap Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Komunikasi di Obyek Wisata
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 93,8 20,3 35,0
Positif 6,3 79,7 65,0
Total 100,0
(16)
100,0
(64)
100,0
(80)
Tabel 23 menunjukkan bahwa sebesar 93,8 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan komunikasi di obyek wisata yang rendah memiliki tingkat persepsi
terhadap pesan yang negatif dan 6,3 persen wisatawan dengan tingkat terpaan
komunikasi di obyek wisata yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan
yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi di obyek wisata
yang tinggi, terdapat 20,3 persen wisatawan dengan tingkat terpaan komunikasi di
104
obyek wisata yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif
dan 76,1 persen wisatawan dengan terpaan komunikasi di obyek wisata yang
tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut
menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan komunikasi di obyek
wisata maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang
menerima informasi dari komunikasi di obyek wisata – yang berasal dari
informasi yang berada pada gerbang pembelian tiket, pusat informasi, dan di
dalam kawasan obyek wisata - memiliki persepsi positif terhadap pesan.
Wisatawan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum
mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih
spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap. Informasi ini
disajikan dalam media cetak (brosur, stiker, pamplet, booklet, buku panduan
wisata) dan media elektronik (pengeras suara dan pemutaran film). Selanjutnya,
informasi tersebut juga disajikan dalam media komunikasi lainnya yang terdapat
di dalam kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung, seperti: poster,
spanduk, baliho, peta kawasan wisata, peta jalur, papan informasi, papan
penunjuk arah, papan interpretasi, papan peringatan, serta papan himbauan yang
memuat tentang kepedulian terhadap lingkungan. Wisatawan menilai bahwa
pesan yang disampaikan di obyek wisata sudah jelas ketika pesan tersebut dapat
dibaca dan didengar. Selain sudah jelas, wisatawan juga menilai bahwa pesan
yang disampaikan di obyek wisata sudah lengkap karena selain memuat informasi
umum tentang obyek dan daya tarik wisata juga memuat informasi yang bersifat
lebih spesifik tentang pesan-pesan cinta lingkungan.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi terhadap
pesan sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti
terdapat hubungan antara terpaan komunikasi di obyek wisata dengan persepsi
wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan
komunikasi di obyek wisata maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap
pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya
105
tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta
lingkungan.
8.1.3 Hubungan Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi terhadap
Pesan
Hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi terhadap
pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui apakah terpaan promosi penjualan yang berbeda diikuti dengan
persepsi terhadap pesan yang berbeda pula. Hubungan antara terpaan promosi
penjualan dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 23.
Tabel 24. Persentase Terpaan Promosi Penjualan dengan Persepsi terhadap Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Promosi Penjualan
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 52,2 11,8 35,0
Positif 47,8 88,2 65,0
Total 100,0
(46)
100,0
(34)
100,0
(80)
Tabel 24 menunjukkan bahwa sebesar 52,2 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan promosi penjualan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap
pesan yang negatif dan 47,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan promosi
penjualan yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif.
Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang tinggi, terdapat
11,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang tinggi
memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 88,2 persen wisatawan
dengan tingkat terpaan promosi penjualan yang tinggi memiliki tingkat persepsi
terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana
semakin tinggi terpaan promosi penjualan maka semakin positif persepsi
wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari promosi
penjualan – berupa pemberian potongan harga tiket masuk bagi orang/rombongan
dalam jumlah banyak dan tiket gratis ke obyek wisata tertentu setelah membeli
tiket masuk obyek wisata lainnya - memiliki persepsi yang positif pada pesan
yang disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum mengenai obyek dan
daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan
cinta lingkungan.
106
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi terhadap pesan
sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti
terdapat hubungan antara terpaan promosi penjualan dengan persepsi wisatawan
terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan promosi
penjualan maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan yang
disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata
maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
8.1.4 Hubungan Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi
terhadap Pesan
Hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi terhadap
pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan
untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan pemasaran
sponsorship dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan pemasaran
sponsorship dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 25.
Tabel 25. Persentase Terpaan Pemasaran Sponsorship dengan Persepsi terhadap
Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Pemasaran Sponsorship
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 74,1 15,1 35,0
Positif 25,9 84,9 65,0
Total 100,0
(27)
100,0
(53)
100,0
(80)
Tabel 25 menunjukkan bahwa sebesar 74,1 wisatawan dengan tingat
terpaan pemasaran sponsorship yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap
pesan yang negatif dan 25,9 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran
sponsorship yang rendah memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif.
Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi,
terdapat 15,1 persen wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran sponsorship
yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif dan 84,9 persen
wisatawan dengan terpaan pemasaran sponsorship yang tinggi memiliki tingkat
persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan
107
kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan pemasaran sponsorship maka
semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima
informasi dari pemasaran sponsorship – yang berasal dari kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah yang berkolaborasi dengan pihak lain berupa
kegiatan cinta lingkungan, sosial, seni budaya dan hiburan pendukung, peringatan
hari-hari bersejarah, serta kunjungan wisata - memiliki persepsi positif terhadap
pesan. Wisatwan menilai bahwa pesan yang disampaikan berupa informasi umum
mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih
spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi terhadap pesan
sebesar 0,000. Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti
terdapat hubungan antara terpaan pemasaran sponsorship dengan persepsi
wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan
pemasaran sponsorship maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan
yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik
wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta
lingkungan.
8.1.5 Hubungan Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan
Hubungan antara terpaan publisitas dengan persepsi terhadap pesan
dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terpaan publisitas yang berbeda diikuti dengan persepsi
terhadap pesan yang berbeda pula. Hubungan antara terpaan publisitas dengan
persepsi terhadap pesan disajikan dalam Tabel 26.
Tabel 26. Persentase Terpaan Publisitas dengan Persepsi terhadap Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Publisitas
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 47,8 17,6 35,0
Positif 52,2 82,4 65,0
Total 100,0
(46)
100,0
(34)
100,0
(80)
108
Tabel 26 menunjukkan bahwa sebesar 47,8 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan publisitas yang rendah memiliki tingkat persespi terhadap pesan
yang negatif dan 52,2 persen wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas yang
rendah memiliki tingkat persespi terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan
dengan tingkat terpaan publisitas yang tinggi, terdapat 17,6 persen wisatawan
dengan tingkat terpaan publisitas yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap
pesan yang negatif dan 82,4 persen wisatawan dengan tingkat terpaan publisitas
yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap pesan yang positif. Angka tersebut
menunjukkan kecenderungan dimana semakin tinggi terpaan publisitas maka
semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima
informasi dari publisitas – berupa informasi tentang obyek dan daya tarik wisata
(ODTW) dan kegiatan-kegiatan yang diselengarakan di dalamnya pada surat
kabar lokal, siaran radio lokal milik pemerintah atau swasta, dan siaran televisi
lokal - memiliki persepsi positif pada pesan yang disampaikan. Pesan tersebut
berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi
yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan publisitas dengan persepsi terhadap pesan sebesar 0,005.
Nilai signifikansi 0,005 menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai tersebut
lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan antara
terpaan publisitas dengan persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan publisitas maka semakin positif
persepsi wisatawan terhadap pesan yang disampaikan, baik berupa informasi
umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat
lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
8.1.6 Hubungan Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth
Marketing (WOM) dengan Persepsi terhadap Pesan
Hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi
terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan pemasaran
dari mulut ke mulut dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan
109
pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam
Tabel 27.
Tabel 27. Persentase Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut dengan Persepsi
terhadap Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan Pemasaran dari Mulut ke Mulut/Word of Mouth
Marketing (WOM)
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 51,2 16,2 35,0
Positif 48,8 83,8 65,0
Total 100,0
(43)
100,0
(37)
100,0
(80)
Tabel 27 menunjukkan bahwa sebesar 51,2 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah memiliki tingkat
persepsi terhadap pesan yang negatif dan 48,8 persen wisatawan dengan tingkat
terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang rendah memiliki tingkat persepsi
terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan tingkat terpaan pemasaran
dari mulut ke mulut yang tinggi, terdapat 16,2 persen wisatawan dengan tingkat
terpaan pemasaran dari mulut ke mulut yang tinggi memiliki tingkat persepsi
terhadap pesan yang negatif dan 83,8 persen wisatawan dengan tingkat terpaan
pemasaran dari mulut ke mulut yang tinggi memiliki tingkat persepsi terhadap
pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin
tinggi terpaan pemasaran dari mulut ke mulut maka semakin positif persepsi
wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi melalui
pemasaran dari mulut ke mulut yang dilakukan oleh pihak pengelola memiliki
persepsi positif pada pesan yang disampaikan berupa informasi umum mengenai
obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik
mengenai pesan cinta lingkungan.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi terhadap
pesan sebesar 0,001. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan yang
signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti
terdapat hubungan antara terpaan pemasaran dari mulut ke mulut dengan persepsi
wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi terpaan
pemasaran dari mulut ke mulut maka semakin positif persepsi wisatawan terhadap
110
pesan yang disampaikan, baik berupa informasi umum mengenai obyek dan daya
tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta
lingkungan.
8.2 Hubungan Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran dengan Persepsi
terhadap Pesan
Hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi
terhadap pesan dilakukan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara terpaan dari luar
komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan. Hubungan antara terpaan
dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan disajikan dalam
Tabel 28.
Tabel 28. Persentase Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran oleh Pihak
Pengelola dengan Persepsi terhadap Pesan
Persepsi
terhadap Pesan
Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran
Rendah (%) Tinggi (%) Jumlah (%)
Negatif 51,2 16,2 35,0
Positif 48,8 83,8 65,0
Total 100,0
(43)
100,0
(37)
100,0
(80)
Tabel 28 menunjukkan bahwa sebesar 51,2 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat
persepsi terhadap pesan yang negatif dan 48,8 persen wisatawan dengan tingkat
terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang rendah memiliki tingkat persepsi
terhadap pesan yang positif. Untuk wisatawan dengan terpaan dari luar
komunikasi pemasaran yang tinggi, terdapat 16,2 persen wisatawan dengan
tingkat terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki tingkat
persepsi terhadap pesan yang negatif dan 83,8 persen wisatawan dengan tingkat
terpaan dari luar komunikasi pemasaran yang tinggi memiliki tingkat persepsi
terhadap pesan yang positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana
semakin tinggi terpaan dari luar komunikasi pemasaran maka semakin positif
persepsi wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi dari luar
komunikasi pemasaran - yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan
111
kerja/masyarakat setempat - memiliki persepsi positif terhadap pesan yang
disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum mengenai obyek dan daya
tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta
lingkungan.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi
terhadap pesan sebesar 0,001. Nilai signifikansi 0,001 menunjukkan hubungan
yang signifikan. Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan
berarti terdapat hubungan antara terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan
persepsi wisatawan terhadap pesan. Nilai ini menunjukkan bahwa semakin tinggi
terpaan dari luar komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi wisatawan
terhadap pesan yang disampaikan. Pesan tersebut berupa informasi umum
mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih
spesifik mengenai pesan cinta lingkungan.
Walaupun menunjukkan hubungan yang signifikan, tetapi terpaan dari luar
komunikasi pemasaran cenderung rendah. Kecenderungan terpaan dari luar
komunikasi pemasaran yang rendah disebabkan oleh informasi tersebut hanya
bersifat penguatan terhadap informasi yang didapat dari komunikasi pemasaran.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun informasi dari luar komunikasi pemasaran
lengkap, namun cenderung kurang jelas. Sebagian besar informasi sudah
didapatkan wisatawan dari komunikasi pemasaran. Setelah mendapat informasi
dari komunikasi pemasaran, mereka akan memperkuat informasi tersebut dengan
melengkapi informasi dari luar komunikasi pemasaran, yang berasal dari
teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat.
112
BAB IX
ANALISIS HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PESAN
DENGAN PERILAKU WISATAWAN
Persepsi terhadap pesan dalam aspek pariwisata adalah upaya wisatawan
dalam menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan yang berkaitan dengan
Obyek Wisata Alam Gunung Galungggung. Wisatawan memberikan makna
kepada informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata dan informasi
yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan
(konservasi)/lingkungan hidup. Sedangkan perilaku wisata adalah kegiatan-
kegiatan yang dilakukan oleh wisatawan yang merupakan efek komunikasi
pemasaran. Karena Gunung Galunggung merupakan obyek wisata alam,
wisatawan yang datang ke obyek wisata alam ini selain berekreasi untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan
juga dituntut untuk berperilaku cinta lingkungan. Namun, masih ada beberapa
wisatawan yang belum menyadari arti pentingnya menjaga lingkungan obyek
wisata. Meskipun memiliki persepsi positif terhadap pesan, 7,7 persen wisatawan
tersebut berperilaku negatif di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Hal ini karena faktor-faktor personal yang mempengaruhi persepsi mereka ketika
berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Pada bab ini akan dijelaskan mengenai hubungan persepsi terhadap pesan
yang berupa kejelasan dan kelengkapan isi pesan dengan perilaku wisatawan yang
berupa perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan (konservasi). Penyajian
data dimulai dengan mendeskripsikan hipotesis awal yang akan diuji hubungan
kausalnya secara singkat. Setelah mendeskripsikan hipotesis awal, penyajian data
berikutnya adalah penjelasan mengenai hubungan kausal antar variabel yang diuji.
Dimulai dari hasil uji statistik Pearson hingga penjelasan mendalam mengenai
hubungan antar variabel.
9.1. Hubungan Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan
Hipotesis awal menyatakan terdapat hubungan yang nyata antara persepsi
terhadap pesan dengan perilaku wisatawan terbukti pada semua bentuk perilaku
113
wisatawan. Hipotesis awal ini menyatakan bahwa semakin positif persepsi
wisatawan terhadap pesan, maka semakin positif pula perilaku wisatanya. Agar
dapat melihat hubungan antara keduanya, maka dilakukan uji hubungan dengan
menggunakan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini dilakukan untuk
mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan
perilaku wisatawan. Pengambilan keputusan berdasarkan nilai signifikansi
(Approx. Sig.). Jika Approx. Sig. lebih besar dari α (0,05) maka Ho diterima,
artinya tidak terdapat hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Sedangkan,
jika Approx. Sig. lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak, artinya terdapat
hubungan antara variabel-variabel yang diuji. Untuk lebih jelasnya, hubungan
antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Wisatawan
Perilaku
Wisatawan
Persepsi Terhadap Pesan
Negatif (%) Positif (%) Jumlah (%)
Negatif 46,4 7,7 21,3
Positif 53,6 92,3 78,8
Total 100,0
(28)
100,0
(52)
100,0
(80)
Tabel 29 menunjukkan bahwa sebesar 46,4 persen wisatawan dengan
tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku wisata
yang juga negatif dan 53,6 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap
pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku wisata yang positif. Untuk
wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif, terdapat 7,7
persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki
tingkat perilaku wisata yang negatif dan 92,3 persen wisatawan dengan tingkat
persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku wisata yang positif
pula. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin positif
persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif pula perilaku wisatanya.
Wisatawan yang memiliki persepsi bahwa informasi umum mengenai obyek dan
daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan
cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap, memiliki perilaku wisata yang positif.
Mayoritas wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung sudah
menunjukkan perilaku rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif.
114
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata sebesar 0,000.
Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai
tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan
antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku wisata. Nilai ini menunjukkan
bahwa semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif
pula perilaku wisatanya, baik perilaku rekreasi maupun perilaku cinta lingkungan.
9.1.1. Hubungan antara Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi
Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi
dilakukan dengan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji ini
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi terhadap
pesan dengan perilaku rekreasi. Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan
perilaku rekreasi disajikan dalam Tabel 30.
Tabel 30. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Rekreasi
Perilaku Rekreasi Persepsi Terhadap Pesan
Negatif (%) Positif (%) Jumlah (%)
Negatif 64,3 7,7 27,5
Positif 35,7 92,3 72,5
Total 100,0
(28)
100,0
(52)
100,0
(80)
Tabel 30 menunjukkan bahwa sebesar 64,3 persen wisatawan dengan
tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku rekreasi
yang negatif pula dan 35,7 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap
pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku rekreasi yang positif. Untuk
wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif, terdapat 7,7
persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif memiliki
tingkat perilaku rekreasi yang negatif dan 92,3 persen wisatawan dengan tingkat
persepsi terhadap pesan yang positif memiliki tingkat perilaku rekreasi yang juga
positif. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan dimana semakin positif
persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif perilaku rekreasinya.
Wisatawan yang memiliki persepsi bahwa informasi umum mengenai obyek dan
daya tarik wisata maupun informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan
cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap, memiliki perilaku rekreasi yang positif.
115
Mayoritas wisatawan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung dapat
menentukan pengambilan keputusan untuk seringnya berkunjung (frekuensi
kunjungan), memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang tersedia,
menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi sebesar 0,000.
Nilai signifikansi 0,000 menunjukkan hubungan yang sangat signifikan. Nilai
tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat hubungan
antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku rekreasi. Nilai ini menunjukkan
bahwa semakin tinggi persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif
perilaku rekreasinya. Mereka dapat menentukan pengambilan keputusan untuk
seringnya berkunjung, memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang
tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya.
9.1.2. Hubungan antara Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta
Lingkungan (Konservasi)
Hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta
lingkungan dilakukan dengan dengan tabulasi silang dan uji statistik Pearson. Uji
ini dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara persepsi
terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan. Hubungan antara persepsi
terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan disajikan dalam Tabel 31.
Tabel 31. Persentase Persepsi terhadap Pesan dengan Perilaku Cinta Lingkungan
Perilaku Cinta
Lingkungan
Persepsi Terhadap Pesan
Negatif (%) Positif (%) Jumlah (%)
Negatif 50,0 21,2 31,3
Positif 50,0 78,8 68,8
Total 100,0
(28)
100,0
(52)
100,0
(80)
Tabel 30 menunjukkan bahwa sebesar 50,0 persen wisatawan dengan
tingkat persepsi terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku cinta
lingkungan yang juga negatif dan 50,0 persen wisatawan dengan tingkat persepsi
terhadap pesan yang negatif memiliki tingkat perilaku cinta lingkungan yang
positif. Untuk responden dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang positif,
116
terdapat 21,2 persen wisatawan dengan tingkat persepsi terhadap pesan yang
positif memiliki tingkat perilaku cinta lingkungan yang negatif dan 78,8 persen
wisatawan dengan perilaku komunikasi yang positif memiliki tingkat perilaku
cinta lingkungan yang positif pula. Angka tersebut menunjukkan kecenderungan
dimana semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin positif
pula perilaku cinta lingkungannya. Wisatawan yang memiliki persepsi bahwa
informasi umum mengenai obyek dan daya tarik wisata maupun informasi yang
bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta lingkungan sudah jelas dan lengkap,
memiliki perilaku cinta lingkungan yang positif. Wisatawan sudah ikut
berpartisipasi dalam rangka upaya pencegahan kerusakan dan pemeliharaan
kawasan obyek wisata ketika mereka berkunjung ke Obyek Wisata Alam Gunung
Galunggung.
Hasil uji menunjukkan bahwa nilai signifikansi (Approx. Sig.) untuk
hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan
sebesar 0,008. Nilai signifikansi 0,008 menunjukkan hubungan yang signifikan.
Nilai tersebut lebih kecil dari α (0,05) maka Ho ditolak dan berarti terdapat
hubungan antara persepsi terhadap pesan dengan perilaku cinta lingkungan. Nilai
ini menunjukkan bahwa semakin tinggi persepsi wisatawan terhadap pesan maka
semakin positif perilaku lingkungannya. Hal ini menandakan bahwa mayoritas
wisatawan mampu menjaga lingkungan obyek wisata dengan baik ketika mereka
berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung. Wisatawan sudah membuang
sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti
mencorat-coret fasilitas, merokok dan bentuk vandalisme lainnya.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitan, wisatawan Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung termasuk kategori wisatawan terpelajar. Oleh karena itu
mereka sudah dapat menjaga lingkungan obyek wisata dengan baik ketika mereka
berada di kawasan Obyek Wisata Alam Gunung. Wisatawan sudah membuang
sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala bentuk vandalisme, seperti
mencorat-coret fasilitas, merokok dan bentuk vandalisme lainnya, sehingga
tercipta suatu keadaan yang bersih, sejuk, dan indah di kawasan Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung.
117
Menurut Azwar (1990) dalam Arif (2004), sampah (refuse) adalah
sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus
dibuang (termasuk kegiatan industri), tetapi yang bukan biologis (karena kotoran
manusia tidak termasuk ke dalamnya) dan umumnya bersifat padat. Selain itu,
menurut Murtadho (1988) dalam Arif (2004), sampah organik meliputi limbah
padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang umumnya berasal dari sektor
pertanian dan makanan misalnya sisa dapur, sisa pembungkus makanan, sampah
sayuran, dan kulit buah-buahan yang tidak semuanya dapat mudah membusuk.
Selanjutnya, secara teknis sampah dapat diklasifikasikan dalam beberapa
kelompok, yaitu: sampah organik mudah membusuk (garbage), sampah organik
tidak membusuk (rubbish), sampah abu hasil pembakaran, sampah bangkai
binatang, sampah hasil sapuan (steet sweeping), sampah industri (industrial
waste) dan sampah berbahaya. Dengan demikian, sampah adalah barang bekas
hasil pakai, baik yang cepat terurai maupun bahan yang tidak dapat terurai yang
dapat menyebabkan kontaminasi dan perusakan lingkungan.
Jenis sampah organik tidak membusuk (rubbish) merupakan jenis sampah
yang berpotensi merusak lingkungan di kawasan obyek wisata. Sampah organik
tidak membusuk (rubbish) yaitu sampah padat anorganik cukup kering dan sulit
terurai oleh mikroorganisme, sehingga sulit membusuk. Hal ini disebabkan karena
rantai kimia yang panjang dan kompleks, seperti: plastik, kaca, dan besi. Plastik
merupakan sampah yang paling banyak dihasilkan oleh wisatawan, seperti plastik
pembungkus minuman dan makanan kemasan, serta kemasan perlengkapan
mandi. Meskipun sampah jenis plastik ini membahayakan lingkungan, namun
kawasan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung tetap terpelihara. Hal ini
karena sebesar 95 persen wisatawan menunjukkan perilaku membuang sampah
pada tempatnya.
Seperti yang telah dikemukakan sebelumnya, perilaku wisatawan
membuang sampah didukung oleh fasilitas kebersihan yang memadai dimana di
setiap tempat-tempat yang sering dilalui oleh wisatawan terdapat tempat sampah.
Sebesar 52,5 persen wisatawan menyatakan bahwa di kawasan Cipanas
Galunggung keberadaan tempat sampah mudah ditemui. Fasilitas tempat sampah
di kawasan ini juga sudah dibedakan menurut jenis sampahnya. Sebesar 65 persen
118
wisatawan sudah membuang sampah pada tempatnya sesuai dengan jenis sampah
tersebut. Selain terdapat fasilitas yang memadai, di kawasan ini juga diterapkan
sanksi untuk wisatawan yang membuang sampah sembarangan. Sanksi paling
ringan berupa teguran dari pihak pengelola. Selanjutnya jika teguran tidak
dihiraukan, akan diberlakukan sanksi lebih lanjut sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti denda berupa uang atau kurungan.
Tetapi hal ini jarang terjadi, karena sebesar 55 persen wisatawan sudah
mengetahui sanksi yang akan diperoleh jika mereka tidak membuang sampah
pada tempatnya.
Selain sampah, vandalisme juga dapat merusak kawasan obyek wisata.
Menurut Soemarwoto (2004), vandalisme ialah kegiatan manusia yang merusak.
Namun tidak semua perusakan adalah vandalisme. Perusakan tanpa alasan
(“iseng”) dan tidak bertanggung jawab itulah vandalisme (Tjondronegoro, 1985
dalam Arif, 2004). Vandalisme merupakan perilaku yang merusak dan dapat
terjadi karena kurangnya kesadaran seseorang untuk ikut memelihara benda-benda
atau kondisi-kondisi yang ada di sekitarnya yang bermanfaat bagi masyarakat.
Bentuk vandalisme yang sangat umum ialah dalam bentuk corat-coret.
Perbuatan itu sering dilakukan dengan tidak menyadari kerusakan yang
diakibatkan olehnya (Soemarwoto, 2004). Namun, di Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung aksi vandalisme ini tidak banyak ditemukan. Hal ini karena
sebesar 90 persen wisatawan tidak melakukan perilaku vandalisme ketika berada
di kawasan obyek wisata. Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, perilaku
vandalisme ditunjukkan dengan tidak mencoret-coret fasilitas yang terdapat di
kawasan obyek wisata seperti pada dinding-dinding di WC umum dan bak rendam
air panas, tempat duduk, anak tangga, dan pepohonan. Bentuk vandalisme
mencoret-coret fasilitas sudah jarang ditemukan. Menurut hasil observasi, adapun
tempat yang masih ditemukan coretan-coretan tersebut di anak tangga menuju
kawah. Namun, secara keseluruhan wisatawan yang berkunjung ke obyek wisata
ini cenderung sudah memiliki kesadaran dan tanggung jawab untuk menjaga
kelestarian dan keindahan kawasan wisata. Perilaku cinta lingkungan ini terjadi
selain karena diterapkan sanksi, juga karena fasilitas yang ada di kawasan wisata
119
sudah terjaga dengan baik sehingga dengan sendirinya wisatawan merasa segan
untuk melakukan aksi vandalisme.
Selain tidak mencorat-coret fasilitas, perilaku cinta lingkungan yang
ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak merokok. Sebesar 66 persen
wisatawan tidak merokok ketika berada di dalam kawasan Obyek Wisata Alam
Gunung Galunggung. Kecenderungan wisatawan untuk tidak merokok
dikarenakan wisatawan sudah memiliki kesadaran akan bahaya polusi yang
ditimbulkan oleh asap rokok bagi kawasan wisata. Selain itu, sikap tersebut
diperkuat dengan situasi yang tidak memungkinkan untuk merokok di obyek
wisata ini, terutama jika wisatawan akan mengunjungi kawah. Obyek wisata
kawah ditempuh dengan menaiki dan menuruni 620 anak tangga. Aktivitas
menaiki dan menuruni anak tangga sebanyak itu tidak dapat dilakukan dengan
baik ketika wisatawan tersebut merokok. Disamping itu, tekanan udara di
kawasan Gunung Galunggung tergolong rendah sehingga wisatawan memerlukan
usaha yang lebih untuk bernafas secara normal. Untuk perilaku cinta lingkungan
lainnya yang ditunjukkan wisatawan adalah perilaku untuk tidak menebang
pohon, tidak mengambil/menebang kayu bakar di kawasan Gunung Galunggung,
dan tidak mengambil ikan di kawah.
Selain diberlakukan denda bagi wisatawan yang melakukan vandalisme,
terdapat upaya-upaya lain yang dapat dilakukan untuk mengatasi vandalisme.
Menurut Sternloff and Warren (1984) dalam Arif (2004), upaya-upaya tersebut
adalah: (a) pendidikan terhadap pengunjung yaitu pendidikan, penerangan, dan
pemberian informasi yang terus-menerus dilakukan, wisatawan hendaknya selalu
diingatkan bahwa jika merusak kawasan obyek wisata alam selain akan merusak
keindahan alam juga akan merusak alam itu sendiri; (b) pendidikan terhadap staf
atau pegawai (pihak pengelola obyek wisata); (c) partisipasi wisatawan berupa
pemberian saran kepada pengelola kawasan; (d) desain dan konstruksi fasilitas;
(e) penggantian dan perbaikan; dan (g) pengawasan dan hukuman.
Dengan membuang sampah pada tempatnya dan tidak melakukan segala
bentuk vandalisme, wisatawan telah berpartisipasi dalam upaya pencegahan
kerusakan dan pemeliharaan lingkungan Obyek Wisata Alam Gunung
120
Galunggung. Hal ini akan menciptakan suatu keadaan yang bersih, sejuk, dan
indah di lingkungan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung.
Dalam sapta pesona, bersih dari segi lingkungan yaitu wisatawan
menemukan lingkungan bersih dan bebas dari sampah, limbah, maupun
pencemaran lainnya. Bersih dari segi bahan yaitu wisatawan mendapatkan bahan
yang bersih baik pada makanan, minuman, dan bahan lainnya yang digunakan
dalam proses penyajian. Selanjutnya, sejuk merupakan suatu kondisi lingkungan
yang memberikan suasana segar dan nyaman. Selain itu, terdapat unsur indah
merupakan suatu kondisi atau keadaan yang mencerminkan penataan yang teratur,
tertib, dan serasi, sehingga memancarkan keindahan. Indah dari segi alam yaitu
wisatawan akan mendapatkan lingkungan yang indah dikarenakan pemeliharaan
dan pelestarian yang teratur dan terus menerus.
121
BAB X
PENUTUP
10.1 Kesimpulan
Pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galungung telah berhasil
melakukan komunikasi pemasaran obyek wisata kepada para wisatawan.
Wisatawan memiliki persepsi positif terhadap komunikasi pemasaran, sehingga
perilaku wisatanya lebih baik. Hubungan antara terpaan komunikasi pemasaran
dengan persepsi terhadap pesan menunjukkan hubungan yang sangat signifikan.
Semakin tinggi terpaan komunikasi pemasaran maka semakin positif persepsi
wisatawan terhadap pesan. Wisatawan yang menerima informasi Obyek Wisata
Alam Gunung Galunggung dari berbagai bentuk komunikasi pemasaran
(periklanan, komunikasi di obyek wisata, promosi penjualan, pemasaran
sponsorship, publisitas, dan pemasaran dari mulut ke mulut) menilai bahwa pesan
yang disampaikan sudah jelas dan lengkap. Meskipun secara umum terpaan
komunikasi pemasaran berhubungan dengan persepsi terhadap pesan, tetapi masih
ada yang tergolong kategori rendah yaitu pada promosi penjualan, publisitas, dan
pemasaran dari mulut ke mulut. Promosi penjualan tergolong rendah karena
kurangnya sosialisasi mengenai harga tiket masuk. Publisitas tergolong rendah
karena frekuensi tayang radio dan televisi lokal cenderung rendah, sedangkan
pemasaran dari mulut ke mulut tergolong rendah karena wisatawan tidak
memperoleh informasi langsung dari pihak pengelola.
Terpaan dari luar komunikasi pemasaran dengan persepsi terhadap pesan
juga memiliki hubungan yang signifikan. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa
nilai signifikansi untuk terpaan komunikasi pemasaran lebih besar daripada
terpaan diluar komunikasi pemasaran. Kondisi ini dapat terjadi karena informasi
yang berasal dari teman/keluarga (saudara)/rekan kerja/masyarakat setempat
hanya bersifat sebagai penguat terhadap informasi yang didapat dari komunikasi
pemasaran. Meskipun informasi dari luar komunikasi pemasaran sudah lengkap,
namun cenderung kurang jelas. Sebagian besar informasi sudah didapatkan
wisatawan dari komunikasi pemasaran, mereka akan memperkuat informasi
tersebut dengan melengkapinya dari luar komunikasi pemasaran.
122
Persepsi yang terbentuk akibat terpaan komunikasi pemasaran juga
memiliki hubungan dengan perilaku wisatawan. Hubungan antara persepsi
terhadap pesan dengan perilaku wisatawan menunjukkan hubungan yang sangat
signifikan. Semakin positif persepsi wisatawan terhadap pesan maka semakin
positif perilaku wisatanya. Wisatawan yang menerima informasi mengenai Obyek
Wisata Alam Gunung Galungung secara jelas dan lengkap, menunjukkan perilaku
rekreasi dan perilaku cinta lingkungan yang positif. Selain berekreasi untuk
menikmati obyek dan daya tarik wisata alam, dalam waktu bersamaan wisatawan
juga dapat menjaga kelestarian kawasan obyek wisata. Dari kedua perilaku
wisatawan, perilaku rekreasi memiliki nilai yang lebih tinggi daripada perilaku
cinta lingkungan. Informasi mengenai obyek wisata lebih banyak diterima oleh
wisatawan dibandingkan dengan informasi mengenai pesan cinta lingkungan,
sehingga perhatian wisatawan lebih tertuju pada keindahan obyek wisata alamnya
dibandingkan dengan perhatian terhadap perilaku cinta lingkungan. Hal ini
menyebabkan wisatawan lebih dapat menentukan pengambilan keputusan untuk
seringnya berkunjung, memilih obyek dan daya tarik wisata (ODTW) yang
tersedia, menentukan masa tinggal, dan melakukan kunjungan selanjutnya.
10.2 Saran
Penambahan komunikasi pemasaran pada promosi penjualan, publisitas,
dan pemasaran dari mulut ke mulut/word of mouth marketing (WOM) yang
dilakukan oleh Pihak pengelola Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung. Pada
promosi penjualan lebih dilakukan sosialisasi mengenai harga tiket masuk. Selain
itu, pada publisitas dilakukan penambahan frekuensi tayang pada siaran radio dan
televisi lokal untuk menginformasikan Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung,
sedangkan pada WOM, pihak pengelola yang berada di kawasan obyek wisata
diharapkan untuk lebih memberikan informasi kepada para wisatawan. Informasi
yang disampaikan dapat berupa informasi umum mengenai obyek dan daya tarik
wisata dan informasi yang bersifat lebih spesifik mengenai pesan cinta
lingkungan. Selain penambahan komunikasi pemasaran, pihak pengelola juga
diharapkan lebih memperhatikam fasilitas jalan di jalur wisata dengan upaya
perbaikan dan pembenahan.
123
DAFTAR PUSTAKA
Amini, F. 2004. Hubungan Kepribadian, Persepsi, dan Terpaan Kampanye
Komunikasi dengan Perilaku ”Word of Mouth”. Tesis. Program
Pascsarjana, Universitas Indonesia.
Angipora, P. M. 2002. Dasar-dasar Pemasaran. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Arif, Reno. 2004. Pola Komunikasi Pengelola Taman Nasional dalam
Meningkatkan Kesadaran Konservasi Pengunjung (Kasus di Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango). Tesis. Studi Komunikasi
Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor.
Damanik, Janianton dan Weber, Helmut F. 2006. Perencanaan Ekowisata: dari
Teori ke Aplikasi. Yogyakarta: Penerbit ANDI bekerjasama dengan Pusat
Studi Pariwisata (PUSPAR) UGM.
DeVito, J. A. 1997. Komunikasi Antarmanusia. Ed ke-5. Maulana A, penerjemah.
Jakarta: Professional Books. Terjemahan dari: Human Communication.
Donohew, L.P., Palmgreen dan Duncan J. 1980. An Activation Model of
Information Exposure. Communication Monographs.
Engel J.F., Blackwell RD dan Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Ed
ke-6. Budiyanto FX, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan
dari: Consumer Behavior.
Furbani, Widiastuti. 2008. Hubungan Karakteristik Personal dan Perilaku
Komunikasi dengan Keputusan Memilih Obyek Wisata (Kasus Obyek
Wisata Di Pulau Lombok Provinsi NTB). Tesis. Program Studi
Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
124
Hartono, Ernawati Eko. 2008. Strategi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango
(TNGGP) dalam Pengembangan Promosi Kegiatan Ekowisata. Tesis.
Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor.
Lasswell, H. 1948. The Structure and Function of Communication in Society, The
Communication of Ideas. L. Brison, editor. New York: Institute for
Religious and Social Studies.
Lovelock, C. H dan L. K. Wright. 2005. Manajemen Pemasaran Jasa (Edisi
Bahasa Indonesia). Jakarta: PT INDEKS Kelompok Gramedia.
Marpaung, Happy. 2002. Pengetahuan Kepariwisataan. Bandung: Alfabeta.
McQuail, D. 1987. Teori Komunikasi Massa. Ed ke-2. Dharma A, Ram A,
penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Mass Communication
Theory, Second Edition.
Middleton, VTC dan Clarke J. 2001. Marketing in Travel and Tourism. Ed ke-3.
Oxford: Elsevier.
Miller, G.A. 1974. Psychology and Communication. Washington, D.C.: Voice of
America, USA.
Muljadi, A. J. 2009. Kepariwisataan dan Perjalanan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Mulyana, Deddy. 2001. Ilmu Komunikasi. Bandung: Rosdakarya.
Morissan. 2007. Periklanan dan Komunikasi Pemasaran Terpadu (Terjemahan).
Tangerang: Ramdina Prakarsa.
Nasdian, Fredian Tonny. 2006. Modul Kuliah Pengembangan Masyarakat. Bogor
(tidak dipublikasikan).
Pitana, I Gde dan Surya, I Ketut. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Yogyakarta:
ANDI.
Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
125
Rivers, W.L., Jensen JW dan Peterson T. 2003. Media Massa dan Masyarakat
Modern. Ed ke-2. Munandar H dan Priatna D, penerjemah. Jakarta:
Prenada Media. Terjemahan dari: Mass Media and Modern Society.
Rogers, Everett M. 1973. Mass Media and Interpersonal Communication. New
York: The Free Press.
Severin, Werner J dan Tankard, JW. 2005. Teori Komunikasi: Sejarah, Metode,
dan Terapan dalam Komunikasi Massa. Ed ke-5. Hariyanto S,
penerjemah. Jakarta: Prenada Media. Terjemahan dari: Communication
Theories: Origins, Method, dan Use in the Mass Media.
Shimp, Terrence A. 2003. Periklanan Promosi dan Aspek Tambahan Komunikasi
Pemasaran Terpadu. Jilid 1. Ed ke-5. Sjahrial R dan Anikasri D,
penerjemah; Mahanani N, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari:
Advertising Promotion and Integrated Marketing Communications, 5th
Ed.
Simamora B. 2004. Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Singarimbun, Masri dan Effendi, Sofian. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta:
LP3ES.
Soemarwoto, Otto. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan.
Suparman, Tjetjep. 1996. Komunikasi Pemasaran Pariwisata Indonesia Di
Taiwan. Tesis. Program Studi Ilmu Komunikasi, Kekhususan Manajemen
Komunikasi, Bidang Ilmu Sosial, Program Pascasarjana Universitas
Indonesia.
Sya, Ahman. 2005. Geowisata Kabupaten Tasikmalaya. Garut: CV. Gadjah
Poleng
Umar, Husein. 2003. Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Wahab, Salah. 1997. Pemasaran Pariwisata. Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Wiryanto. 2004. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: PT Grasindo.
Yoeti, Oka A. 1985. Pemasaran Pariwisata. Bandung. Angkasa.
126
Lampiran 1. Hasil Pengolahan Data
Frequencies Tabel dari Karakteristik Responden
asal daerah wisatawan
52 65,0 65,0 65,0
28 35,0 35,0 100,0
80 100,0 100,0
tasikmalaya
luar tasikmalaya
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ e
Percent
jenis kelamin wisatawan
36 45,0 45,0 45,0
44 55,0 55,0 100,0
80 100,0 100,0
perempuan
laki-laki
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e
Percent
kategori tingkat pendidikan wisatawan
4 5,0 5,0 5,0
32 40,0 40,0 45,0
44 55,0 55,0 100,0
80 100,0 100,0
rendah
sedang
tinggi
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ e
Percent
umur wisatawan
60 75,0 75,0 75,0
12 15,0 15,0 90,0
8 10,0 10,0 100,0
80 100,0 100,0
muda
dewasa
tua
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
127
jenis pekerjaan wisatawan
10 12,5 12,5 12,5
8 10,0 10,0 22,5
9 11,3 11,3 33,8
4 5,0 5,0 38,8
16 20,0 20,0 58,8
27 33,8 33,8 92,5
4 5,0 5,0 97,5
2 2,5 2,5 100,0
80 100,0 100,0
pns
swasta
wirausaha
pedagang
pelajar
mahasiswa
petani
lainny a
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulat iv e
Percent
frekuensi kunjungan wisatawan
48 60,0 60,0 60,0
20 25,0 25,0 85,0
12 15,0 15,0 100,0
80 100,0 100,0
rendah
sedang
tinggi
Total
Valid
Frequency Percent Valid Percent
Cumulativ e
Percent
Crosstabs
1. Terpaan Komunikasi Pemasaran * Persepsi terhadap Pesan
Symmetric Measures
,636 ,091 7,280 ,000c
,636 ,091 7,280 ,000c
80
Pearson's RInterv al by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asy mp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Crosstabulation
Count
20 8 28 5 47 52
25 55 80
negatif positif
persepsi terhadap pesan
Total
rendah tinggi
terpaan komunikasi pemasaran
Total
128
2. Terpaan dari Luar Komunikasi Pemasaran * Persepsi terhadap Pesan
3. Persepsi terhadap Pesan * Perilaku Wisatawan
Symmetric Measures
,452 ,104 4,471 ,000c
,452 ,104 4,471 ,000c
80
Pearson's RInterv al by Interval
Spearman CorrelationOrdinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value
Asy mp.
Std. Errora
Approx. Tb
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis.a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis.b.
Based on normal approximation.c.
Crosstabulation
Count
13 4 17
15 48 63 28 52 80
negatif positif
perilaku wisatawan
Total
negatif positif
persepsi terhadap pesan
Total
Crosstabulation
n
Count
22 6 28
21 31 52 43 37 80
negatif positifi
persepsi terhadap pesan
Total
rendah tinggi
terpaan dari luar komunikasi pemasaran
Total
Symmetric Measures
,365 ,099 3,466 ,001 c
,365 ,099 3,466 ,001 c
80
Pearson's R Interval by Interval Spearman Correlation Ordinal by Ordinal
N of Valid Cases
Value Asymp.
Std. Error a Approx. T b
Approx. Sig.
Not assuming the null hypothesis. a.
Using the asymptotic standard error assuming the null hypothesis. b.
Based on normal approximation. c.
129
Lampiran 2. Media Komunikasi Pemasaran
Iklan Kegiatan Wisata di Media Cetak (Surat Kabar)
Spanduk Kegiatan Wisata di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
130
Brosur Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
131
Pamflet Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Booklet Cluster Ekowisata di Jawa Barat
132
Peta Pariwisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
133
Keterangan Peta Wisata dan Budaya Kabupaten Tasikmalaya
134
Spanduk Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dan Lingkungan Hidup
(Pelestarian Lingkungan) di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
Baliho Obyek dan Daya Tarik Wisata Alam Gunung Galunggung
Baliho Obyek dan Daya Tarik Wisata (ODTW) dan Lingkungan Hidup
(Pelestarian Lingkungan) di Obyek Wisata Alam Gunung Galunggung
135
Lampiran 3. Foto-foto Dokumentasi
a. Obyek dan Daya Tarik Wisata (Attraction)
Kolam Renang Air Panas Buatan
Kolam Renang Air Panas Hydrotheraphy
Kolam Renang Air Panas Alami Panorama Alam
Curug (Air Terjun) Panoongan
136
Tangga Menuju Kawah Galunggung Kawah Galunggung
b. Fasilitas (Aminities)
Bak Rendam Air Panas Area Parkir
Mushola di Area Kawah Mushola di Area Cipanas
Area Bermain Saung Rangon
137
Wisma Tempat Beristirahat Panggung Hiburan
WC di Area Kawah WC di Area Cipanas
Area Berkemah (Camping Ground) Ruang Ganti Pakaian
Tempat Penitipan Barang Rumah Makan
138
Gerai Souvenir dan Oleh-oleh
Tower Komunikasi Wartel
Tempat Sampah yang Dibedakan Menurut Jenis Sampah
Tempat Sampah Bak Penampungan Sampah
139
c. Aksesibilitas
Kendaraan Umum (Bis Travel), Kendaraan Umum (Angkot), Kendaraan Pribadi,
dan Jalan Menuju Obyek Wisata