Upload
lenhan
View
241
Download
7
Embed Size (px)
Citation preview
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 1
PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI
TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI INSTITUT AGAMA ISLAM
TAFAQQUH FIDDIN DUMAI
*Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME
Abstract :
This study aimed to analyze the influence of Islamic work ethics, job satisfaction, organizational commitment to employee performance. In this study involving 60 respondents, all of whom are employees of Islamic Institute TafaqquhFiddinDumai. The data analysis technique used is multiple regression analysis, and simultaneous analysis and partial to see the contribution of each independent variable on the dependent variable. Research results are Islamic work ethics variables, job satisfaction, organizational commitment is seen in this study significantly affect employee performance. Partially, the work ethic of Islam is giving a higher impact on employee performance. The results support the theory that the better work ethics of employees, the increased performance of employees in carrying out their duties. The practical implications of this research are expected to be taken into consideration for the Foundation tafaqquhFiddinDumai in making policies and decisions related to work ethic, job satisfaction, organizational commitment, and employee performance.
Keywords: Islam Work Ethics, Job Satisfaction, Organizational Commitment, Employee Performance. Pendahuluan
Perkembangan dunia pendidikan yang
dinamis dan penuh persaingan pada saat ini,
membuat organisasi pendidikan khususnya
perguruan tinggi melakukan perubahan
orientasi mengenai bagaimana cara mereka
dalam melayani konsumennya dan bagaimana
mengatasi pesaing. Tingginya tingkat
persaingan yang terjadi menyebabkan
organisasi pendidikan harus memiliki strategi
yang efisien dan tepat dalam mencapai
tujuannya dan lebih memacu organisasi
pendidikan tersebut untuk semakin inovatif
dalam menghadapi perkembangan tersebut.
Ditengah-tengah persaingan antar perguruan
tinggi, terutama antar perguruan tinggi swasta
(PTS) yang semakin meningkat tersebut,
perguruan tinggi seharusnya menjadi
organisasi yang berorientasi pada pasar
(market-oriented) agar dapat menghasilkan
nilai atau mutu yang lebih baik bagi konsumen.
Tingkat pertumbuhan Perguruan tinggi
yang cukup tinggi tanpa diiringi dengan
pengawalan kualitas yang institusinya
mengakibatkan banyak perguruan tinggi yang
jatuh bangun dalam perjalannnya, terutama
yang dialami oleh Perguruan Tinggi Agama
Islam Swasta (PTAIS). Kemajuan yang sangat
pesat dari segi kuantitas yang tidak diimbangi
dengan peningkatan kualitasnya sehingga
kondisi PTAIS menjadi tidak sehat. Harian
Kompas, 14 Oktober 2006, diberitakan
bahwa,” lebih dari 30% PTAIS terancam
bangkrut atau ditutup”. Selain akibat
pertumbuhan jumlah PTAIS tidak terkendali,
penyebab lain karena PTN kini cenderung
membuka jalur penerimaan mahasiswa secara
khusus dan melebihi kuota. Selain itu jika
dilihat jumlah mahasiswa di Indonesia hanya
1.706.800 orang, artinya sekarang ini rata-rata
mahasiswa yang kuliah ditiap PTAIS kurang
dari 600 orang. Suharyadi (Kompas: 2010)
menyatakan, “Melonjaknya perguruan tinggi
swasta (PTS) bisa mencapai 200 institusi
setiap tahun. Ini akibat mudahnya pemerintah
memberi izin. Namun, pada kenyataannya,
banyak PTS yang menyelenggarakan
pendidikan dengan mengabaikan standar
kualitas”.
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 2
Kualitas dan relevansi lulusan
pendidikan tinggi agama Islam, masih menjadi
faktor utama lemahnya daya saing bangsa di
kancah perdagangan bebas. Terpuruknya
ekonomi bangsa ini, disebabkan oleh
rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM)
yang mengelola sumber ekonomi. SDM
merupakan salah satu faktor kunci dalam
reformasi ekonomi, yakni bagaimana
menciptakan SDM yang berkualitas yang
memiliki keterampilan serta berdaya saing
tinggi dalam persaingan global. Masih
rendahnya kemampuan perguruan tinggi
Indonesia dalam menghasilkan keluaran
sumber daya manusia yang berkualitas
berawal pada kondisi perguruan tinggi yang
tidak memiliki kemampuan dalam
memformulasi kurikulum pendidikan yang
sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu,
peran pemerintah dalam mengeluarkan
kebijakan yang terintegrasi untuk terciptanya
link and match antara perguruan tinggi
dengan dunia usaha belum sepenuhnya
dijalankan.
Islam merupakan agama dengan cara
hidup yang lengkap dan komprehensif sebagai
panduan hidup umatnya. Al Qur‟an dan
Sunnah berisi panduan-panduan yang dapat
menuntun umat muslim menuju kesuksesan.
Selain panduan untuk kehidupan beragama,
Islam memiliki konsep yang berkaitan dengan
etika kerja. Etika kerja Islam dapat
didefinisikan sebagai seperangkat nilai atau
sistem kepercayaan yang dari Al-Qur’an dan
sunnah mengenai kerja. Etika kerja Islam
selama ini cukup diabaikan dalam konsep
manajemen dan penelitian organisasi. Etika
kerja Islam dan etika kerja protestan
menempatkan penekanan yang sangat kuat
pada kerja keras, komitmen dan dedikasi
terhadap pekerjaan, kerja kreatif, menghindari
metode yang tidak etis berkaitan dengan
penimbunan kekayaan, kerjasama dan
persaingan di tempat kerja.
Etika kerja Islam memberikan pengaruh
yang baik terhadap perilaku seseorang dalam
pekerjaan karena dapat memberi stimulus
untuk sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang
positif memungkinkan hasil yang
menguntungkan seperti kerja keras, komitmen
dan dedikasi terhadap pekerjaan dan sikap
kerja lainnya yang tentu saja hal ini dapat
memberi keuntungan bagi individu itu sendiri
dan organisasi (Yousef, 2001). Pendedikasian
diri yang tinggi terhadap pekerjaan akan
membawa individu untuk bekerja keras
meraih hasil yang maksimal.
Komitmen merupakan kondisi
psikologis yang mencirikan hubungan antara
karyawan dengan organisasi dan memiliki
implikasi bagi keputusan individu untuk tetap
berada atau meninggalkan organisasi. Namun
demikian sifat dari kondisi psikologis untuk
tiap bentuk komitmen sangat berbeda. Usaha
untuk mengembangkan konsep komitmen
telah berhasil dengan populernya model tiga
komponen komitmen yang dikembangkan
oleh Meyer and Allen (1991). Sebagai
tambahan, komitmen afektif mirip dengan apa
yang dikembangkan oleh Mooday et al.
(1982:189), mempertahankan pendekatan tiga
komponen komitmen di mana komitmen
normatif dan kontinuan secara keseluruhan
merupakan bagian dari komitmen yang
berkaitan dengan sikap.
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin
adalah salah satu perguruan tinggi agama
Islam swasta di Kota Dumai. Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin ini berada di bawah
naungan yayasan Tafaqquh Fiddin Dumai,
dengan 3 (tiga) Fakultas menjadikan Institut
Agama Islam Tafaqquh Fiddin menjadi salah
satu perguruan tinggi agama Islam swasta di
kota Dumai. Dari hasil wawancara terhadap 30
dosen dan pegawai yayasan di lingkungan
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin didapat
informasi mengenai keluhan – keluhan dosen
dan pegawai yayasan tersebut. Adapun hal
yang paling banyak dikeluhkan tersebut adalah
lingkungan kerja dan kompensasi. Data
keluhan tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini.
Tabel 1 Data Keluhan Karyawan
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 3
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai
Jenis
Keluhan
Pendapat
Baik Cukup
Baik
Kurang
Baik Total
Lingkungan
Kerja 10% 31% 59% 100%
Kompensasi 20% 25% 55% 100%
Sumber: IAITF, 2014
Berdasarkan Tabel, dapat dilihat bahwa
sebanyak 59 persen karyawan Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin mengeluhkan
lingkungan kerja yang kurang baik, 31 persen
dosen yayasan berpendapat cukup baik dan
sisanya sebanyak 10 persen pengajar
berpendapat baik terhadap lingkungan kerja.
Aspek lingkungan kerja yang belum memenuhi
harapan dari karyawan Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin ialah dari ketersediaan alat
penunjang kegiatan belajar mengajar seperti
LCD, dimana tidak semua pengajar
mendapatkan fasilitas sarana dan pra sarana
yang memadai karena jumlah yang terbatas.
Dari data tersebut dapat diketahui
bahwa karyawan Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin mempunyai rasa
ketidakpuasan dalam hal lingkungan kerja
maupun kompensasi. Tranggono dan Kartika
(2008) menyatakan bahwa kegembiraan yang
dirasakan seseorang akan memberikan
dampak positif baginya. Apabila seseorang
puas akan pekerjaan yang dijalaninya, maka
rasa senang pun akan datang, terlepas dari
rasa tertekan, sehingga akan menimbulkan
rasa aman dan nyaman untuk selalu bekerja di
lingkungan kerjanya. Dari hasil wawancara
terhadap 30 karyawan Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin didapat juga informasi bahwa
sebanyak 63 persen karyawan Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin tersebut akan
menerima tawaran pekerjaan mengajar
ditempat lain jika ada tawaran yang datang
kepada mereka, dan sisanya sebanyak 37
persen karyawan Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin menolak tawaran tersebut.
Data lain yang didapat oleh penulis ialah
sebanyak 57 persen dosen Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin juga mengajar
ditempat lain, dan sisanya sebanyak 43 persen
dosen Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin
hanya mengajar dilingkungan Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin saja. Cotton dan Tutle
dalam Wei Amy (2009) menyatakan bahwa
karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan
atau tidak memiliki komitmen dengan
organisasi memiliki kemungkinan untuk
meninggalkan perusahaan.
Untuk itu perguruan tinggi agama Islam
swasta harus meningkatkan mutu kinerjanya
dengan berbagai cara, diantaranya adalah
dengan memberikan pemahaman etika kerja
yang baik kepada karyawan secara efektif dan
efesien, memperhatikan kepuasan kerja, serta
menciptakan komitmen organisasi yang baik
maka akan tercipta kinerja karyawan yang
memuaskan dan terciptalah mutu kinerja yang
tinggi untuk perguruan tinggi yang
bersangkutan.
Kinerja Konvensional
Kinerja atau prestasi kerja adalah Hasil
kerja secara kualitas dan kualitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004).
Sedangkan menurut Sondang (2002) Kinerja
adalah suatu keadaan yang menunjukan
kemampuan seorang karyawan dalam
menjalankan tugas sesuai dengan standart
yang telah ditentukan oleh organisasi kepada
karyawan sesuai dengan job deskriptipnya.
Menurut Simanjutak (2005) Kinerja
adalah tingkatan pencapaian hasil atas
pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga
mengartikan kinerja individu sebagai tingkat
pencapaian atau hasil kerja seseorang dari
sasaran yang harus dicapai atau tugas yang
harus dilaksanakan dalam kurun waktu
tertentu. Kinerja adalah merupakan perilaku
yang nyata ditampilkan setiap orang sebagai
prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 4
sesuai dengan perannya dalam perusahaan
(Rivai, 2004).
Kinerja pegawai didefinisikan sebagai
kemampuan pegawai dalam melakukan
sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai
sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini
akandiketahui seberapa jauh kemampuan
pegawai dalam melaksanakan tugas yang
dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan
penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta
ditetapkan secara bersamasama yang
dijadikan sebagai acuan. (Sinambela et al,
2012)
Bagi karyawan yang kurang memiliki
kinerja yang baik, biasanya diberikan
pelatihan untuk pengembangan karyawan.
Karena Islam mendorong untuk melakukan
pelatihan terhadap karyawan dengan tujuan
mengembangkan kompetensi dan
kemampuan teknis karyawan dalam
menunaikan tanggung jawab pekerjaanya.4
Selain pelatihan, biasanya perusahaan dapat
memberikan reward dan punishment kepada
karyawan agar kinerja karyawan lebih terpacu
lebih baik lagi dalam bekerja dan mencapai
target yang telah ditentukan perusahaan.
Kinerja dalam Perspektif Islam
Menurut Mursi (1997) dalam Wibisono
(2002), kinerja religius Islami adalah suatu
pencapaian yang diperoleh seseorang atau
organisasi dalam bekerja/berusaha yang
mengikuti kaidah-kaidah agama atau prinsip-
prinsip ekonomi Islam. Terdapat beberapa
dimensi kinerja Islami meliputi:
1. Amanah dalam bekerja yang terdiri atas:
profesional, jujur, ibadah dan amal
perbuatan; dan
2. Mendalami agama dan profesi terdiri
atas: memahami tata nilai agama, dan
tekun bekerja.
Indikator kinerja adalah ukuran
kuantitatif dan/atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu
sasaran atau tujuan kegiatan/ usaha yang telah
ditetapkan. Menurut Zadjuli (2006), Islam
mempunyai beberapa unsur dalam melakukan
penilaian kinerja suatu kegiatan/usaha yang
meliputi:
1. Niat bekerja karena Allah,
2. Dalam bekerja harus memberikan
kaidah/norma/syariah secara totalitas,
3. Motivasi bekerja adalah mencari
keberuntungan di dunia dan akherat,
4. Dalam bekerja dituntut penerapan azas
efisiensi dan manfaat dengan tetap
menjaga kelestarian lingkungan,
5. Mencari keseimbangan antara harta
dengan ibadah, dan setelah berhasil
dalam bekerja hendaklah bersyukur
kepada Allah SWT.
Dalam unsur penilaian kinerja tersebut,
orang yang berkerja adalah mereka yang
menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk
kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan
negara tanpa menyusahkan orang lain. Oleh
karena itu, kategori “ahli surga” seperti yang
digambarkan dalam Al-Qur’an bukanlah orang
yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang
tinggi dalam suatu perusahaan/instansi
sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu
bengkel dan sebagainya. Tetapi sebaliknya al-
Qur’an menggariskan golongan yang baik lagi
beruntung (al-falah) itu adalah orang yang
banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya,
baik tutur katanya, memelihara pandangan
dan kemaluannya serta menunaikan tanggung
jawab sosialnya seperti mengeluarkan zakat
dan lainnya.
Dalam Islam, kemuliaan seorang
manusia itu bergantung kepada apa yang
dilakukannya. Oleh karena itu suatu pekerjaan
yang mendekatkan seseorang kepada Allah
adalah sangat penting serta patut untuk diberi
perhatian dan reward yang setimpal. Oleh
karena itu dalam hadits Rasulullah
disebutkan:
“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah.” (HR. Ahmad & Ibnu Asakir)
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 5
Menurut Asyraf A. Rahman (dalam
Khayatun, 2008), istilah “kerja” dalam Islam
bukanlah semata-mata merujuk kepada
mencari rezeki untuk menghidupi diri dan
keluarga dengan menghabiskan waktu siang
maupun malam, dari pagi hingga sore, terus
menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup
segala bentuk amalan atau pekerjaan yang
mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan
bagi diri, keluarga dan masyarakat
sekelilingnya serta negara. Diantara hadits
yang menjelaskan tentang kerja dalam Islam,
sebagaimana berikut:
Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-‘Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. Bukhari)
Menurut Syamsudin (dalam Heriyanto,
2008), Seorang pekerja dalam melakukan
berbagai aktivitas usaha harus
selalu bersandar dan berpegang teguh pada
dasar dan prinsip berikut ini:
1. Setiap pekerjaan harus dimulai dengan
niat yang ikhlas karena Allah SWT.
Karena dalam kacamata syariat, bekerja
hanyalah untuk menegakkan ibadah
kepada Allah SWT agar terhindar dari
hal-hal yang diharamkan dan dalam
rangka memelihara diri dari sifat-sifat
yang tidak baik, seperti meminta-minta
atau menjadi beban orang lain.
Rasulullah SAW bersabda:“Binasalah
orang- orang Islam kecuali mereka
yang berilmu. Maka binasalah
golongan berilmu, kecuali mereka yang
beramal dengan ilmu mereka. Dan
binasalah golongan yang beramal
dengan ilmu mereka kecuali mereka
yang ikhlas. Sesungguhnya golongan
yang ikhlas ini juga masih dalam
keadaan bahaya yang amat besar …”
2. Seorang muslim dalam usaha harus
berhias diri dengan akhlak mulia,
seperti: sikap jujur, amanah, menepati
janji, menunaikan hutang dan
membayar hutang dengan baik,
memberi kelonggaran orang yang sedang
mengalami kesulitan membayar hutang,
menghindari sikap menangguhkan
pembayaran hutang, tamak, menipu,
kolusi, melakukanpungli (pungutan
liar), menyuap dan memanipulasi atau
yang sejenisnya. Seorang muslim harus
bekerja dalam hal-hal yang baik dan
usaha yang halal. Sehingga dalam
pandangan seorang pekerja dan
pengusaha muslim, tidak akan sama
antara proyek dunia dengan proyek
akhirat.
3. Seorang muslim dalam bekerja harus
menunaikan hak-hak yang harus
ditunaikan, baik yang terkait dengan
hak-hak Allah SWT (seperti zakat) atau
yang terkait dengan hak-hak manusia
(seperti memenuhi pembayaran hutang
atau memelihara perjanjian usaha dan
sejenisnya). Karena menunda
pembayaran hutang bagi orang yang
mampu merupakan suatu bentuk
kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah
dan melanggar perjanjian bukanlah
akhlak seorang muslim, hal itu
merupakan kebiasaan orangorang
munafik.
4. Seorang muslim harus menghindari
transaksi riba atau berbagai bentuk
usaha haram lainnya yang menggiring ke
arahnya. Karena dosa riba sangat berat
dan harta riba tidak berkah, bahkan
hanya akan mendatangkan kutukan dari
Allah SWT dan Rasul-Nya, baik di dunia
maupun akherat.
5. Seorang pekerja muslim tidak memakan
harta orang lain dengan cara haram dan
bathil, karena kehormatan harta
seseorang seperti kehormatan darahnya.
Harta seorang muslim haram untuk
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 6
diambil kecuali dengan kerelaan hatinya
dan adanya sebab syar’i untuk
mengambilnya, seperti upah kerja, laba
usaha, jual beli, hibbah, warisan, hadiah
dan yang semisalnya.
6. Seorang pengusaha atau pekerja muslim
harus menghindari segala bentuk sikap
maupun tindakan yang bisa merugikan
orang lain. Ia juga harus bisa menjadi
mitra yang handal sekaligus kompetitor
yang bermoral, yang selalu
mengedepankan kaidah “Segala bahaya
dan yang membahayakan adalah
haram hukumnya”.
7. Seorang pengusaha dan pekerja muslim
harus berpegang teguh pada aturan
syari’at dan bimbingan Islam agar
terhindar dari pelanggaran dan
penyimpangan yang mendatangkan
saksi hukum dan cacat moral. Dan hal ini
dapat dilihat dari niat pekerja tersebut,
sebagaimana hadits Rasulullah yang
diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi
: “Bahwa setiap amal itu bergantung
pada niat, dan setiap individu itu
dihitung berdasarkan apa yang
diniatkannya …” Seorang muslim dalam
bekerja dan berusaha harus bersikap
loyal kepada kaum mukminin dan
menjadikan ukhuwahdi atas
kepentingan bisnis, sehingga bisnis tidak
menjadi sarana untuk menciptakan
ketegangan dan permusuhan sesama
kaum muslimin. Dan ketika berbisnis
jangan berbicara sosial, sementara
ketika bersosial jangan berbicara bisnis,
karena berakibat munculnya sikap tidak
ikhlas dalam beramal dan berinfak.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kinerja
Menurut Nitisemito (2001), terdapat
berbagai faktor kinerja karyawan, antara lain:
1. Jumlah dan komposisi dari kompensasi
yang diberikan
2. Penempatan kerja yang tepat
3. Pelatihan dan promosi
4. Rasa aman di masa depan (dengan
adanya pesangon dan sebagainya)
5. Hubungan dengan rekan kerja
6. Hubungan dengan pemimpin
Hasibuan (2006) mengungkapkan
bahwa kinerja merupakan gabungan tiga
faktor penting, yaitu kemampuan dan minat
seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan
atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta
tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap
individu atau karyawan baik, maka diharapkan
kinerja perusahaan menjadi lebih baik.
Sesuai dengan pendapat Davis (2000)
merumuskan bahwa faktor yang
mempengaruhi pencapaian kinerja adalah
faktor kemampuan (ability) dan faktor
motivasi (motivation).
Human Performance = Ability + Motivation
Motivation = Attitude + Situation
Ability = Knowlage + Skill
Penjelasan dari rumusan kinerja di atas
menurut Mangkunegara (2010) adalah sebagai
berikut:
1. Faktor Kemampuan (Ability) secara
psikologis, kemampuan (ability) terdiri
dari kemampuan potensi (IQ) dan
kemampuan reality (knowledge + skill).
Artinya, pemimpin dan karyawan yang
memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-
120) apalagi IQ superior, very superior,
gifted dan genius dengan pendidikan
yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, maka akan lebih mudah
mencapai kinerja maksimal.
2. Faktor Motivasi (Motivation), motivasi
diartikan suatu sikap (attitude pimpinan
dan karyawan terhadap situasi kerja di
lingkungan organisasinya. Mereka yang
bersikap positif (pro) terhadap situasi
kerjanya akan menunjukkan motivasi
kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka
bersikap negatif (kontra) terhadap
situasi kerjanya akan menunjukkan
motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 7
yang dimaksud antara lain, hubungan
kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,
kebijakan pimpinan, pola
kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.
Menurut Simanjutak (2005) kinerja
dipengaruhi oleh :
1. Kualitas dan kemampuan pegawai, yaitu
hal-hal yang berhubungan dengan
pendidikan/ pelatihan, etos kerja,
motivasi kerja, sikap mental, dan kondisi
fisik pegawai.
2. Sarana pendukung, yaitu hal yang
berhubungan dengan lingkungan kerja
(keselamatan kerja, kesehatan kerja,
sarana produksi, teknologi) dan hal-hal
yang berhubungan dengan
kesejahteraan pegawai (upah/ gaji,
jaminan sosial, keamanan kerja).
3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang
berhubungan dengan kebijaksanaan
pemerintah dan hubungan industrial
manajemen.
Etika Kerja Islam
Istilah etika sering dibandingkan
dengan moralitas, etika dan moralitas sering
dipertukarkan atau diberikan pengertian
yang sama, hal tersebut tidak sepenuhnya
salah, hanya saja perlu diperhatikan bahwa
etika bisa memiliki pengertian yang sangat
berbeda dengan moralitas (Sundary, 2010).
Dengan demikian, etika merupakan
penjabaran rasional yang terkandung dalam
aturan praktis untuk menunjukkan sesuatu
yang baik dan benar.
Etika kerja Islam patut untuk
mendapatkan perhatian karena merupakan
hal yang ideal dimana seorang muslim
berusaha untuk mewujudkannya (Yousef,
2000). Konsep etika Islam memiliki
karakter atau ciri khusus yaitu mengatur
tentang bagaimana hubungan manusia
dengan Tuhan, dengan sesama manusia,
dengan lingkungan, dan masyarakat. Etika
Islam bersumber pada firman Allah SWT
yang autentik, yaitu Alquran dan Hadist
yang merupakan contoh-contoh dari
kehidupan nabi Muhammad SAW, serta
Ijma dan Qiyas. Hukum dan ketetapan etika
dapat dijadikan pegangan dan pedoman
hidup, yaitu berlandaskan pada dasar-dasar
moral yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Anik dan Arifudin (2003)
mengemukakan bahwa etika terekspresikan
dalam bentuk syariah terdiri dari Alquran,
Sunnah Hadits, Ijma, dan Qiyas. Etika
syari’ah mempunyai sifat humanistik dan
rasionalsitik. Sifat rasionalistik bahwa
semua pesan-pesan yang diajarkan Alquran
sejalan dengan prestasi manusia yang
tertuang dalam karya-karya para filosof.
Ajaran yang terdapat dalam Alquran seperti
ajaran kepada kebenaran, keadilan,
kejujuran, kebersihan, menghormati orang
tua, bekerja keras, dan cinta ilmu semuanya
tidak ada yang berlawanan dengan kedua
sifat tersebut. Sejalan dengan hal tersebut,
Mahiyaddin (2009) merinci bahwa etika
kerja Islam mengutamakan nilai-nilai
murni, seperti kehormatan manusia,
mementingkan ketaatan, dan ketekunan
kerja.
Dimensi Etika Kerja Islam
Banyak penelitian mengenai etika kerja
Islam telah dilakukan, mulai dari Ali (2001)
yang menghasilkan skala untuk etika kerja
Islam, Ali & Al-Owaihan (2008)
mendefinisikan dasar-dasar etika kerja Islam
terdiri dari 11 konsep yang sebelumnya telah
dijelaskan yaitu, pursuing legitimate business,
wealth must be earned, quality of work,
wages, reliance on self, monopoly, bribery,
deeds and intention, transparency, greed, dan
generousity. Akan tetapi belum ada penelitian
yang dengan jelas mendefinisikan dimensi
etika kerja Islam, sehingga Chanzanagh &
Akbarnejad (2011) menjelaskan ada tujuh
dimensi etika kerja Islam yaitu, Work
intention, Trusteeship, Work type, Work for
Islamic Ummah,Justice & Fairness,
Cooperation & Colaboration dan Work as the
only source of ownership.
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 8
1. Work Intention adalah niat dalam
melakukan suatu pekerjaan. Pekerjaan
yang terpuji dalam kegiatan ekonomi
merupakan bagian dari perbuatan baik,
yang memiliki posisi utama dalam
ekonomi Islam dilakukan dengan
maksud untuk mendekatkan diri dan
meningkatkan iman kepada Allah.
Sehingga maksud di atas kegiatan
ekonomi dalam Islam yaitu untuk
mencapai ridha Allah.
2. Trusteeship. Kepercayaan (amanah)
adalah anjuran bagi umat Muslim agar
memiliki modal sosial yang besar dalam
hubungan sosio-ekonomi. Adalah
penting untuk menyebutkan bahwa
Islam menganjurkan umat Muslim
untuk amanah tidak hanya pada aktifitas
ekonomi akan tetapi juga pada seluruh
aspek kehidupan
3. Work type. Pengamatan terhadap
meningkatnya pemeluk agama Islam
pada semenanjung Arab membuat
wilayah tersebut sebagai salah satu pusat
bisnis pada masa itu dan kegiatan
ekonomi yang dilakukan adalah
perdagangan, dan dalam Islam,
perdagangan (bisnis) merupakan
kegiatan yang paling banyak
mendatangkan keberkahan. Banyaknya
tipe pekerjaan mengharuskan umat
Muslim untuk memilih yang sesuai
dengan kapasitas dan jangan sampai
bertentangan dengan syariat Islam.
4. Work results for Islamic Ummah. Dalam
Islam, aktivitas ekonomi yang tidak
menghasilkan keuntungan untuk umat
Islam secara spesifik atau jika aktivitas
ini merugikan saudara yang beragama
lain sangat tidak dianjurkan. Sehingga
kegiatan ekonomi yang benar adalah
yang menguntungkan, memberikan
kekuatan dan potensi bagi umat Islam.
5. Justice and Fairness. Kebenaran dan
keadilan dalam ekonomi Islam memberi
kesejahteraan untuk seluruh umat. Islam
sangat melarang pengumpulan kekayaan
melalui jalan yang tidak baik atau
Haram. Keadilan yang diterapkan akan
menjadikan hubungan antar muslim
menjadi kuat dan menghilangkan jarak
atau perbedaan kelas sosial.
6. Cooperation & Collaboration. Dalam
Islam, masyarakatnya dianjurkan untuk
saling membantu dan bekerjasama
khususnya dalam aktivitas ekonomi dan
hal tersebut diakui sebagai salah satu ciri
orangorang yang Saleh. Saling
membantu dan bekerjasama dalam
pekerjaan akan membantu
meningkatkan teamwork dan dapat
mendukung peningkatan produktivitas
pada perusahaan.
7. Work as the only source of ownership.
Bekerja adalah satu-satunya cara dalam
sistem pemerataan kekayaan dalam
Islam, dan setiap
Seorang muslim tentunya akan
mendapatkan kekayaan dari hasil
pekerjaannya sendiri jika itu semua dilakukan
dengan sungguh-sungguh. Namun sebaliknya,
hal ini akan berbeda hasilnya jika tidak
dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan
penuh motivasi.
Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah
keadaan emosional yang menyenangkan atau
tidak menyenangkan dengan mana para
karyawan memandang pekerjaan mereka
(Handoko, 2008). Kepuasan kerja
menunjukkan perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya. Hal tersebut dapat dilihat dari
sikap positif dari karyawan terhadap pekerjaan
dan segala hal yang dihadapi di dalam
lingkungan kerjanya.
Robbins & Judge (2008) menyatakan
bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan
positif tentang pekerjaan seseorang yang
merupakan hasil dari sebuah evaluasi
karakteristiknya. Karyawan dengan tingkat
kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 9
perasaan positif tentang pekerjaannya,
sementara karyawan yang tidak puas memiliki
perasaan-perasaan negatif tentang
pekerjaannya.
Locke dalam Luthans (2006)
memberikan definisi kepuasan kerja adalah
keadaan emosi yang senang atau emosi positif
yang berasal dari penilaian pekerjaan atau
pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja
merupakan hasil dari persepsi karyawan
tentang seberapa baik pekerjaan yang mereka
lakukan memberikan hal-hal yang dinilai
penting.
Kreitner & Kinicki (2010) menjelaskan
bahwa lima model kepuasan kerja yang tinggi
berfokus pada penyebab yang berbeda.
Penyebabnya yaitu need fulfillment,
discrepancies, value attaintment, equity dan
dispositional/genetic components. Di bawah
ini adalah penjelasan dari faktor-faktor
penyebab kepuasan kerja menurut Kreitner &
Kinicki (2010):
1. Need fulfillment. Model-model ini
mengemukakan bahwa kepuasan
ditentukan oleh tingkat karakteristik
pekerjaan memperkenankan seorang
karyawan untuk memenuhi
kebutuhannya.
2. Discrepancies. Model ini menjelaskan
bahwa kepuasan merupakan hasil yang
sesuai dengan harapan. Harapan yang
terpenuhi menunjukkan perbedaan
antara keinginan karyawan dengan apa
yang benar-benar diterima dari hasil ia
bekerja.
3. Value Attaintment. Gagasan yang
mendasari pencapaian nilai adalah
kepuasan dihasilkan dari persepsi bahwa
suatu pekerjaan memungkinkan
karyawan untuk memenuhi nilai kerja
penting yang mereka miliki.
4. Equity. Dalam model ini, kepuasan
merupakan sebuah fungsi dari
bagaimana seorang karyawan
diperlakukan dengan adil di tempat
kerja. Kepuasan berasal dari persepsi
karyawan bahwa hasil kerja, relatif sama
dengan inputnya, bila dibandingan
dengan hasil ataupun input orang lain
secara signifikan.
5. Dispositional/genetic components. Pada
model ini dijelaskan bahwa ada
kemungkinan beberapa karyawan di
tempat kerja yang terlihat puas pada
berbagai situasi kerja, namun ada orang
lain yang nampak tidak puas. Secara
khusus, model watak/genetik adalah
berdasarkan keyakinan bahwa kepuasan
kerja adalah sebagian fungsi dari sifat
pribadi ataupun faktor genetik.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja menurut Luthans (2006) yaitu
sebagai berikut :
1. Pekerjaan itu sendiri, umpan balik dari
pekerjaan dan otonomi merupaan dua
faktor motivasi utama yang
berhubungan dengan pekerjaan.
Karakteristik pekerjaan dan
kompleksitas pekerjaan
menghubungkan antara kepribadian dan
kepuasan kerja, dan jika persyaratan dari
karyawan terpenuhi, maka karyawan
cenderung merasa puas.
2. Gaji, karyawan melihat gaji sebagai
refleksi dari bagaimana manajemen
memandang kontribusi mereka terhadap
perusahaan. Uang tidak hanya
membantu orang memperoleh
kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk
memberikan kebutuhan kepuasan pada
tingkat yang lebih tinggi.
3. Promosi, kesempatan promosi memiliki
pengaruh yang berbeda pada kepuasan
kerja. Hal ini dikarenakan promosi
memiliki sejumlah bentuk yang berbeda
dan memiliki berbagai penghargaan.
Lingkungan kerja yang positif dan
kesempatan untuk berkembang secara
intelektual dan memperluas keahlian
dasar menjadi lebih penting daripada
kesempatan promosi.
4. Pengawasan, ada dua dimensi gaya
pengawasan yang memengaruhi
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 10
kepuasan kerja. Yang pertama adalah
berpusat pada karyawan, diukur
menurut tingkat di mana penyelia
menggunakan ketertarikan personal dan
peduli pada karyawan. Dimensi yang lain
adalah partisipasi atau pengaruh, seperti
diilustrasikan oleh manajer yang
meungkinkan orang untuk berpartisipasi
dalam pengambilan keputusan
memengaruhi pekerjaan mereka.
5. Kelompok kerja, rekan kerja atau
anggota tim yang kooperatif merupakan
sumber kepuasan kerja yang paling
sederhana pada karyawan secara
indivitu. Kelompok kerja, terutama tim
yang “kuat”, bertindak sebagai sumber
dukungan, kenyamanan, nasihat, dan
bantuan pada anggota individu.
6. Kondisi Kerja, berpengaruh kecil
terhadap kepuasan kerja. Jika kondisi
kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan
menarik), individu akan lebih mudah
menyelesaikan pekerjaan mereka. Akan
tetapi jika kondisi kerja buruk (misalnya
udara panas, lingkungan bising),
individu akan lebih sulit menyelesaikan
pekerjaan.
Komitmen Organisasi
Komitmen organisasi pada karyawan
dapat menjadi competitive advantage yang
penting. Karyawan yang loyal pada
organisasinya cenderung mempunyai sedikit
keinginan untuk keluar ataupun dalam tingkat
absensi. Komitmen organisasi juga akan
meningkatkan kepuasan pelanggan, karna
karyawan lama memiliki pengalaman dan
pengetahuan tentang praktek kerja yang lebih
banyak, selain itu pelanggan lebih suka
melakukan bisnis dengan karyawan yang sama
(McShane & Von Glinow, 2010).
Luthans (2006) menyatakan bahwa
komitmen organisasi sering didefinisikan
sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai
anggota organisasi tertentu; (2) keinginan
untuk berusaha keras sesuai keinginan
organisasi;dan (3) keyakinan tertentu, dan
penerimaan nilai dan tujuan organisasi.
Komitmen organisasi merupakan sikap yang
merefleksikan loyalitas karyawan pada
organisasi dan proses berkelanjutan di mana
anggota organisasi mengeksperesikan
perhatiannya terhadap organisasi dan
keberhasilan serta kemajuan yang
berkelanjutan.
Robbins & Judge (2008) menyatakan
bahwa komitmen organisasi merupakan suatu
keadaan ketika seorang karyawan memihak
organisasi serta tujuan-tujuan dan
keinginannya untuk mempertahankan
keanggotaan dalam organisasi tersebut.
Dimensi Komitmen Organisasi
Tiga model komponen komitmen
organisasi yang diajukan oleh Allen & Meyer
(1993) dalam Robbins & Judge (2008), adalah
sebagai berikut:
1. Komitmen afektif (affective
commitment) merupakan perasaan
emosional untuk organisasi dan
keyakinan dalam nilai-nilainya.
Karyawan dengan komitmen afektif yang
kuat akan melanjutkan pekerjaannya
karena mereka memang ingin
melakukannya.
2. Komitmen berkelanjutan (continuance
commitment) adalah nilai ekonomi yang
dirasa dari bertahan dalam suatu
organisasi bila dibandingkan dengan
meninggalkan organisasi tersebut.
Karyawan yang terikat dengan organisasi
berlandaskan komitmen berkelanjutan
tetap berada dalam organisasi karena
mereka membutuhkan organisasi
tersebut.
3. Komitmen normatif (normative
commitment) adalah kewajiban untuk
bertahan dalam organisasi untuk alasan-
alasan moral atau etis. Untuk karyawan
dengan komitmen normatif yang tinggi,
mereka akan bertahan dalam organisasi
karena mereka merasa harus tetap
berada di dalam organisasi.
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 11
Masing-masing komponen tersebut
dipengaruhi oleh beberapa kumpulan
anteseden yang berbeda pula. Anteseden
merupakan sesuatu yang menyebabkan
bagianbagian komitmen tersebut dapat terjadi.
Menurut McShane & Von Glinow (2010),
komitmen afektif (affective commitment)
berhubungan dengan berbagai macam
karakter personal dan locus of control,
pengalaman kerja terdahulu, dan kesesuaian
nilai-nilai.
Sementara itu, karena komitmen
berkelanjutan (continuance commitment)
merefleksikan perbandingan antara biaya dan
manfaat yang didapatkan dibandingkan
dengan jika meninggalkan organisasi,
antesedennya adalah apapun yang
mempengaruhi biaya dan manfaatnya.
Misalnya saat seseorang tidak cukup
mendapatkan info mengenai alternatif
pekerjaan dan jumlah investasi riil ataupun
psikologis yang mereka berikan dalam
organisasi tersebut. Seorang karyawan akan
memiliki komitmen berkelanjutan yang tinggi
jika mereka tidak memiliki alternatif pilihan
pekerjaan lain, secara aktif terlibat pada
komunitasnya, memiliki saham pada
perusahaan, ataupun membutuhan bantuan
kesehatan untuk keluarganya.
Ketiga, komitmen normatif (normative
commitment) dipengaruhi oleh proses
sosialisasi yang disebut kontrak psikologis
(physcological contract). Kontrak psikologis
merupakan persepsi seseorang mengenai
kondisi timbal-balik di antara dirinya dengan
pihak lain. Pada lingkungan kerja, kontrak
psikologis menggambarkan kepercayaan
karyawan terhadap apa yang berhak mereka
terima atas apa yang mereka berikan terhadap
organisasi. Penelitian menunjukkan seorang
karyawan yang melanggar kontrak psikologis
cenderung berhubungan dengan komitmen
organisasi, kepuasan kerja dan kinerja yang
rendah serta keinginan yang tinggi untuk
keluar dari perusahaan (McShane & Von
Glinow, 2010).
Lebih lanjut McShane & Von Glinow
(2010) menjelaskan bahwa jenis komitmen
yang menghasilkan keuntungan (beneficial)
bagi perusahaan adalah komitmen afektif,
sedangkan komitmen berkelanjutan
cenderung mengganggu. Faktanya, karyawan
dengan level komitmen berkelanjutan yang
tinggi cenderung memiliki performance
rating yang rendah dan kurang terlibat dalam
organizational citizenship behavior. Lebih
jauh, kelompok karyawan dengan komitmen
berkelanjutan yang tinggi lebih sering
mengeluh sementara karyawan dengan
komitmen afektif lebih terlibat pada
penyelesaian masalah yang bersifat
konstruktif. Meskipun keterikatan finansial
dibutuhkan, perusahaan sebaiknya tidak
menyamakan antara komitmen berkelanjutan
dengan loyalitas karyawan. Maka dari itu
perusahaan dituntut untuk dapat membangun
komitmen afektif selain mengikat karyawan
secara finansial terhadap perusahaan atau
membangun komitmen berkelanjutan
karyawan. (McShane & Von Glinow, 2010).
Cara Meningkatkan Komitmen
Organisasi
Menurut McShane & Von Glinow
(2010), beberapa cara untuk membangun
loyalitas terhadap organisasi adalah sebagai
berikut:
1. Justice & Support. Organisasi yang
memenuhi kewajibannya terhadap
karyawan dan menerapkan nilai-nilai
kemanusiaan seperti keadilan, rasa
hormat, keinginan untuk memaafkan,
dan integritas moral cenderung
mendapatkan komitmen afektif yang
tinggi dari para karyawannya.
2. Shared values. Definisi dari komitmen
afektif merujuk pada identifikasi
seseorang terhadap organisasi dan
bahwa identifikasi yang paling tinggi
adalah ketika karyawan meyakini bahwa
nilai-nilai mereka sepadan dengan nilai
dominan dalam organisasi. Selain itu,
karyawan akan merasa lebih nyaman
dan dapat diprediksi sikapnya jika
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 12
mereka sepakat dengan nilai-nilai yang
mendasari pengambilan keputusan pada
perusahaan. Kenyamanan ini akan
meningkatkan motivasi mereka untuk
tetap berada pada organisasi.
3. Trust. Hal ini berkenaan dengan
ekspektasi positif seseorang terhadap
orang lain dalam situasi yang melibatkan
risiko. Trust yaitu menempatkan rasa
yakin kepada orang lain ataupun
kelompok. Selain itu kepercayaan
merupakan hasil dari timbal balik,
misalnya karyawan akan merasa
berkewajiban dan bertanggungjawab
melaksanakan tugas dari perusahaan
ketika mereka mempercayai
pemimpinnya.
4. Organizational Comprehension. Hal ini
berhubungan dengan bagaimana
karyawan memahami dengan baik
arahan strategis, dinamika sosial dan
rancangan fisik organisasi. Kesadaran
akan hal tersebut merupakan prasyarat
yang dibutuhkan untuk membangun
komitmen afektif karena akan sulit
untuk mengidentifikasi sesuatu yang
tidak diketahui dengan baik.
5. Employee involvement. Keterlibatan
karyawan akan meningkatkan komitmen
afektif dengan menguatkan identitas
sosial karyawan dengan perusahaan.
Karyawan merasa bahwa mereka adalah
bagian dari perusahaan ketika mereka
berpartisipasi dalam keputusan yang
akan mengarahkan masa depan
perusahaan.
Pengaruh etika kerja Islam terhadap
kinerja karyawan
Hasil pengujian pada variabel etika
kerja Islamterhadap kinerja karyawan di
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai,
berdasarkan analisa yang telah dilakukan
dalam penelitian ini, bahwa etika kerja Islam
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan pada Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika etika
kerja Islam karyawan meningkat 1persen maka
kinerja karyawan akan bertambah sebesar
0,516 %.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutono
dan Budiman (2009), Satoto (2010),
Zama’syari (2010), dan Indica (2013)
menyatakan bahwa variabel etos kerja Islami
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
karyawan.
Pengaruh kepuasan kerjaterhadap
kinerja karyawan
Hasil pengujian pada variabel
kepuasan kerjaterhadap kinerja karyawan di
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan
dalam penelitian ini, bahwa kepuasan kerja
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
kinerja karyawan di Institut Agama Islam
Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika
kepuasan kerja karyawan meningkat 1 persen
maka kinerja karyawan bertambah sebesar
0,296 %.
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Al Ahmadi
(2009), kinerja karyawan ditemukan
berhubungan positif dengan kepuasan kerja
secara keseluruhan (segi kepuasan meliputi
kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri,
supervisi, hubungan dalam kerja, pembayaran,
kesempatan promosi, dan kondisi kerja).
Beberapa peneliti tidak menemukan
hubungan antara kinerja karyawan dan
kepuasan kerja. Crossman & Zaki (2003)
mengadakan penelitian dan menyatakan tidak
ada hubungan yang signifikan antara kepuasan
kerja dan kinerja karyawan
Pengaruh komitmen organisasi
terhadap kinerja karyawan
Hasil pengujian pada variabel komitmen
organisasiterhadap kinerja karyawan di
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan
dalam penelitian ini, bahwa komitmen
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 13
organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan di Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika
komitmen organisasi meningkat 1 persen
maka kinerja karyawan bertambah sebesar
0,346 %.
Komitmen organisasi merupakan faktor
penting untuk meningkatkan kinerja
organisasi. Suliman & Iles (2000) menemukan
bahwa ada hubungan positif di antara
komitmen organisasi dan kinerja karyawan.
Al-Ahmadi (2009) melakukan studi terhadap
923 perawat pada rumah sakit di Riyadh, Arab
Saudi mengenai hubungan antara kinerja
karyawan dengan kepuasan kerja dan
komitmen organisasi. Kinerja karyawan juga
berhubungan positif dengan komitmen
organisasi, yang mengkonfirmasikan
penemuan oleh peneliti-peneliti terdahulu
bahwa komitmen organisasi merupakan
determinan yang kuat dari kinerja karyawan
(Al-Meer, 1995 dalam Al-Ahmadi, 2009).
Dilain pihak, Mowday et al. (1982 dalam
Carmeli & Freund, 2004) menyatakan bahwa
temuan dari studi komitmen organisasi adalah
hubungan yang tidak signifikan antara
komitmen organisasi dan kinerja karyawan.
Chen et al. (2007) mengadakan penelitian
mengenai praktek sumber daya manusia,
kekuatan sumberdaya manusia, komitmen
afektif, dan kinerja karyawan. Dampak
komitmen pada kinerja karyawan tidak
signifikan secara relatif (Raja et al., 2004)
Pengaruh etika kerja Islam, kepuasan
kerja, komitmen organisasi terhadap
kinerja karyawan
Hasil pengujian pada variabel etika kerja
Islam, kepuasan kerja,komitmen organisasi di
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
Berdasarkan analisa yang telah dilakukan
dalam penelitian ini, bahwa secara simultan
etika kerja Islam, kepuasan kerja,komitmen
organisasi berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja karyawan di Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.Kontribusi
variabel etika kerja Islam, kepuasan
kerja,komitmen organisasi terhadap kinerja
karyawan sebesar 50,4 persen. Halini sesuai
dengan penemuan Falah (2007) bahwa untuk
meningkatkan kinerja, manajemen
perusahaan perlu memperhatikan faktor-
faktor seperti etika kerja Islam, kepuasan
kerja, dan komitmen organisasi karena faktor-
faktor tersebut terbukti mempengaruhi tinggi
rendahnya kinerja karyawan.
Kesimpulan
Pengaruh etika kerja Islam, kepuasan
kerja, komitmen organisasi terhadap kinerja
karyawan studi kasus pada Institut Agama
Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. dapat
disimpulkan bahwa etika kerja Islam
berpengaruh secara signifikan dengan kinerja
karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh
Fiddin Dumai. Kepuasan kerja berpengaruh
secara signifikan dengan kinerja karyawan
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
Komitmen organisasi berpengaruh
secara signifikan dengan kinerja karyawan
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
Etika kerja Islam, kepuasan kerja, komitmen
organisasi secara bersama-sama berpengaruh
secara signifikan terhadap kinerja karyawan
Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131
Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 14
Daftar Pustaka
Accounting System,” Journal of Management Accounting Research 10 (Fall): 325-346.
Ahmad, S & Owoyemi, M. Y. 2012. “The Concept of Islamic Work Ethic: An Analysis of Some Salient Points in the Prophetic Tradition”. International Journal of Business and Social Science, Vol. 3 No. 20, pp. 116-123.
Ali, A &Al Owaihan. (2008). Islamc Work Ethic in Kuwait. Journal of Manusiament Development, Vo. 14.
Asifudin, Ahmad Janan. (2004). Etika Kerja Islam. Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Azwar. 2001. Penggunaan Uji Validitas dengan Tekhnik Pearson Product Moment. Jakarta: Rineka Cipta.
Barbash, Jack. (1983). The Work Ethic A Critical Analysis. Industrial Relatioan Reaseach Association Services.
Eddie Gunadi Martokusumo, 2002. Minimnya CIA di Indonesia, Auditor Internal Edisi September 2002, hal. 21-22.
Fandy T. & Anastasia D. (1995), Total Quality Management, Andy Offset, Yogyakarta.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.
Goetsch dan Davis, 1994 dalam Nasution (2005), Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management,Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor: 14-18.
Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics, 4rd Ed, Newyork: McGraw-Hill Inc.
Haroon, Muhammad and Zaman Hafiz Muhammad Fakhar (2012). The Relationship between Islamc Work Ethics and Job Satisfaction in Healthcare Sector of Pakistan. International Journal of Contemporary Bussines Studies Vol.3
Mahoney, T, A., T. H. Jerdee and S. J. Carroll. 1963. Development of Managerial Performance: A Research Approach, Cincinnati: South Western Publ. Co.
Milgrom, P. and J. Roberts. 1990. “The Economics of Modern Manufacturing Technology, Strategy, and Organization,” The American Economic Review (June): 511-528.
Mulyadi. 1998. Total Quality Management, Edisi I, Aditya Media, Yogyakarta.
Johny. 1999, Sistem Perencanaan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipat Ganda Kinerja Perusahaan, Edisi I, Aditya Media, Yogyakarta.
Narasimhan. 1995:The Definition of TQM, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2. No. 3, Juni 1995: 674-676.
Nasution, M. N., 2005. Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor.
Rand, R.S. 1994. Samurai Audit Manager’s Readiness for TQM, Internal Auditing, Vol. 9 No. 3, pp. 23-31.
Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri, 2005. Performance Appraisal: Sistem yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.
Sim, K. L. and L. N. Killough. 1998. “The Performance Effect of Complementarities between Manufacturing Practice and Management.
Simamora, Henry (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bina Rupa Aksara.
Singarimbun, M. dan Effendi, S. (2005), Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.
Sudarwanto, Barno, Meningkatkan Mutu Perusahaan Melalui ISO 9000:2000, Harian Umum Suara Pembaruan, Kolom Opini, Edisi Minggu, 28 Februari 1999.
Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.III
Tohardi, Akhmad, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta.
Wahyudi, 2008, Analisis Hubungan Praktek TQM, Kinerja Bisnis dan Kepuasan Konsumen pada Industri Manufaktur, Jurnal Akuntansi 2008: Universitas Janabadra.