14
VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131 Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 1 PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI INSTITUT AGAMA ISLAM TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME Abstract : This study aimed to analyze the influence of Islamic work ethics, job satisfaction, organizational commitment to employee performance. In this study involving 60 respondents, all of whom are employees of Islamic Institute TafaqquhFiddinDumai. The data analysis technique used is multiple regression analysis, and simultaneous analysis and partial to see the contribution of each independent variable on the dependent variable. Research results are Islamic work ethics variables, job satisfaction, organizational commitment is seen in this study significantly affect employee performance. Partially, the work ethic of Islam is giving a higher impact on employee performance. The results support the theory that the better work ethics of employees, the increased performance of employees in carrying out their duties. The practical implications of this research are expected to be taken into consideration for the Foundation tafaqquhFiddinDumai in making policies and decisions related to work ethic, job satisfaction, organizational commitment, and employee performance. Keywords: Islam Work Ethics, Job Satisfaction, Organizational Commitment, Employee Performance. Pendahuluan Perkembangan dunia pendidikan yang dinamis dan penuh persaingan pada saat ini, membuat organisasi pendidikan khususnya perguruan tinggi melakukan perubahan orientasi mengenai bagaimana cara mereka dalam melayani konsumennya dan bagaimana mengatasi pesaing. Tingginya tingkat persaingan yang terjadi menyebabkan organisasi pendidikan harus memiliki strategi yang efisien dan tepat dalam mencapai tujuannya dan lebih memacu organisasi pendidikan tersebut untuk semakin inovatif dalam menghadapi perkembangan tersebut. Ditengah-tengah persaingan antar perguruan tinggi, terutama antar perguruan tinggi swasta (PTS) yang semakin meningkat tersebut, perguruan tinggi seharusnya menjadi organisasi yang berorientasi pada pasar (market-oriented) agar dapat menghasilkan nilai atau mutu yang lebih baik bagi konsumen. Tingkat pertumbuhan Perguruan tinggi yang cukup tinggi tanpa diiringi dengan pengawalan kualitas yang institusinya mengakibatkan banyak perguruan tinggi yang jatuh bangun dalam perjalannnya, terutama yang dialami oleh Perguruan Tinggi Agama Islam Swasta (PTAIS). Kemajuan yang sangat pesat dari segi kuantitas yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitasnya sehingga kondisi PTAIS menjadi tidak sehat. Harian Kompas, 14 Oktober 2006, diberitakan bahwa,” lebih dari 30% PTAIS terancam bangkrut atau ditutup”. Selain akibat pertumbuhan jumlah PTAIS tidak terkendali, penyebab lain karena PTN kini cenderung membuka jalur penerimaan mahasiswa secara khusus dan melebihi kuota. Selain itu jika dilihat jumlah mahasiswa di Indonesia hanya 1.706.800 orang, artinya sekarang ini rata-rata mahasiswa yang kuliah ditiap PTAIS kurang dari 600 orang. Suharyadi (Kompas: 2010) menyatakan, “Melonjaknya perguruan tinggi swasta (PTS) bisa mencapai 200 institusi setiap tahun. Ini akibat mudahnya pemerintah memberi izin. Namun, pada kenyataannya, banyak PTS yang menyelenggarakan pendidikan dengan mengabaikan standar kualitas”.

PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

  • Upload
    lenhan

  • View
    241

  • Download
    7

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 1

PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI

TERHADAP KINERJA KARYAWAN DI INSTITUT AGAMA ISLAM

TAFAQQUH FIDDIN DUMAI

*Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME

Abstract :

This study aimed to analyze the influence of Islamic work ethics, job satisfaction, organizational commitment to employee performance. In this study involving 60 respondents, all of whom are employees of Islamic Institute TafaqquhFiddinDumai. The data analysis technique used is multiple regression analysis, and simultaneous analysis and partial to see the contribution of each independent variable on the dependent variable. Research results are Islamic work ethics variables, job satisfaction, organizational commitment is seen in this study significantly affect employee performance. Partially, the work ethic of Islam is giving a higher impact on employee performance. The results support the theory that the better work ethics of employees, the increased performance of employees in carrying out their duties. The practical implications of this research are expected to be taken into consideration for the Foundation tafaqquhFiddinDumai in making policies and decisions related to work ethic, job satisfaction, organizational commitment, and employee performance.

Keywords: Islam Work Ethics, Job Satisfaction, Organizational Commitment, Employee Performance. Pendahuluan

Perkembangan dunia pendidikan yang

dinamis dan penuh persaingan pada saat ini,

membuat organisasi pendidikan khususnya

perguruan tinggi melakukan perubahan

orientasi mengenai bagaimana cara mereka

dalam melayani konsumennya dan bagaimana

mengatasi pesaing. Tingginya tingkat

persaingan yang terjadi menyebabkan

organisasi pendidikan harus memiliki strategi

yang efisien dan tepat dalam mencapai

tujuannya dan lebih memacu organisasi

pendidikan tersebut untuk semakin inovatif

dalam menghadapi perkembangan tersebut.

Ditengah-tengah persaingan antar perguruan

tinggi, terutama antar perguruan tinggi swasta

(PTS) yang semakin meningkat tersebut,

perguruan tinggi seharusnya menjadi

organisasi yang berorientasi pada pasar

(market-oriented) agar dapat menghasilkan

nilai atau mutu yang lebih baik bagi konsumen.

Tingkat pertumbuhan Perguruan tinggi

yang cukup tinggi tanpa diiringi dengan

pengawalan kualitas yang institusinya

mengakibatkan banyak perguruan tinggi yang

jatuh bangun dalam perjalannnya, terutama

yang dialami oleh Perguruan Tinggi Agama

Islam Swasta (PTAIS). Kemajuan yang sangat

pesat dari segi kuantitas yang tidak diimbangi

dengan peningkatan kualitasnya sehingga

kondisi PTAIS menjadi tidak sehat. Harian

Kompas, 14 Oktober 2006, diberitakan

bahwa,” lebih dari 30% PTAIS terancam

bangkrut atau ditutup”. Selain akibat

pertumbuhan jumlah PTAIS tidak terkendali,

penyebab lain karena PTN kini cenderung

membuka jalur penerimaan mahasiswa secara

khusus dan melebihi kuota. Selain itu jika

dilihat jumlah mahasiswa di Indonesia hanya

1.706.800 orang, artinya sekarang ini rata-rata

mahasiswa yang kuliah ditiap PTAIS kurang

dari 600 orang. Suharyadi (Kompas: 2010)

menyatakan, “Melonjaknya perguruan tinggi

swasta (PTS) bisa mencapai 200 institusi

setiap tahun. Ini akibat mudahnya pemerintah

memberi izin. Namun, pada kenyataannya,

banyak PTS yang menyelenggarakan

pendidikan dengan mengabaikan standar

kualitas”.

Page 2: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 2

Kualitas dan relevansi lulusan

pendidikan tinggi agama Islam, masih menjadi

faktor utama lemahnya daya saing bangsa di

kancah perdagangan bebas. Terpuruknya

ekonomi bangsa ini, disebabkan oleh

rendahnya mutu sumber daya manusia (SDM)

yang mengelola sumber ekonomi. SDM

merupakan salah satu faktor kunci dalam

reformasi ekonomi, yakni bagaimana

menciptakan SDM yang berkualitas yang

memiliki keterampilan serta berdaya saing

tinggi dalam persaingan global. Masih

rendahnya kemampuan perguruan tinggi

Indonesia dalam menghasilkan keluaran

sumber daya manusia yang berkualitas

berawal pada kondisi perguruan tinggi yang

tidak memiliki kemampuan dalam

memformulasi kurikulum pendidikan yang

sesuai dengan kebutuhan pasar. Selain itu,

peran pemerintah dalam mengeluarkan

kebijakan yang terintegrasi untuk terciptanya

link and match antara perguruan tinggi

dengan dunia usaha belum sepenuhnya

dijalankan.

Islam merupakan agama dengan cara

hidup yang lengkap dan komprehensif sebagai

panduan hidup umatnya. Al Qur‟an dan

Sunnah berisi panduan-panduan yang dapat

menuntun umat muslim menuju kesuksesan.

Selain panduan untuk kehidupan beragama,

Islam memiliki konsep yang berkaitan dengan

etika kerja. Etika kerja Islam dapat

didefinisikan sebagai seperangkat nilai atau

sistem kepercayaan yang dari Al-Qur’an dan

sunnah mengenai kerja. Etika kerja Islam

selama ini cukup diabaikan dalam konsep

manajemen dan penelitian organisasi. Etika

kerja Islam dan etika kerja protestan

menempatkan penekanan yang sangat kuat

pada kerja keras, komitmen dan dedikasi

terhadap pekerjaan, kerja kreatif, menghindari

metode yang tidak etis berkaitan dengan

penimbunan kekayaan, kerjasama dan

persaingan di tempat kerja.

Etika kerja Islam memberikan pengaruh

yang baik terhadap perilaku seseorang dalam

pekerjaan karena dapat memberi stimulus

untuk sikap kerja yang positif. Sikap kerja yang

positif memungkinkan hasil yang

menguntungkan seperti kerja keras, komitmen

dan dedikasi terhadap pekerjaan dan sikap

kerja lainnya yang tentu saja hal ini dapat

memberi keuntungan bagi individu itu sendiri

dan organisasi (Yousef, 2001). Pendedikasian

diri yang tinggi terhadap pekerjaan akan

membawa individu untuk bekerja keras

meraih hasil yang maksimal.

Komitmen merupakan kondisi

psikologis yang mencirikan hubungan antara

karyawan dengan organisasi dan memiliki

implikasi bagi keputusan individu untuk tetap

berada atau meninggalkan organisasi. Namun

demikian sifat dari kondisi psikologis untuk

tiap bentuk komitmen sangat berbeda. Usaha

untuk mengembangkan konsep komitmen

telah berhasil dengan populernya model tiga

komponen komitmen yang dikembangkan

oleh Meyer and Allen (1991). Sebagai

tambahan, komitmen afektif mirip dengan apa

yang dikembangkan oleh Mooday et al.

(1982:189), mempertahankan pendekatan tiga

komponen komitmen di mana komitmen

normatif dan kontinuan secara keseluruhan

merupakan bagian dari komitmen yang

berkaitan dengan sikap.

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin

adalah salah satu perguruan tinggi agama

Islam swasta di Kota Dumai. Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin ini berada di bawah

naungan yayasan Tafaqquh Fiddin Dumai,

dengan 3 (tiga) Fakultas menjadikan Institut

Agama Islam Tafaqquh Fiddin menjadi salah

satu perguruan tinggi agama Islam swasta di

kota Dumai. Dari hasil wawancara terhadap 30

dosen dan pegawai yayasan di lingkungan

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin didapat

informasi mengenai keluhan – keluhan dosen

dan pegawai yayasan tersebut. Adapun hal

yang paling banyak dikeluhkan tersebut adalah

lingkungan kerja dan kompensasi. Data

keluhan tersebut dapat dilihat pada tabel

dibawah ini.

Tabel 1 Data Keluhan Karyawan

Page 3: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 3

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai

Jenis

Keluhan

Pendapat

Baik Cukup

Baik

Kurang

Baik Total

Lingkungan

Kerja 10% 31% 59% 100%

Kompensasi 20% 25% 55% 100%

Sumber: IAITF, 2014

Berdasarkan Tabel, dapat dilihat bahwa

sebanyak 59 persen karyawan Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin mengeluhkan

lingkungan kerja yang kurang baik, 31 persen

dosen yayasan berpendapat cukup baik dan

sisanya sebanyak 10 persen pengajar

berpendapat baik terhadap lingkungan kerja.

Aspek lingkungan kerja yang belum memenuhi

harapan dari karyawan Institut Agama Islam

Tafaqquh Fiddin ialah dari ketersediaan alat

penunjang kegiatan belajar mengajar seperti

LCD, dimana tidak semua pengajar

mendapatkan fasilitas sarana dan pra sarana

yang memadai karena jumlah yang terbatas.

Dari data tersebut dapat diketahui

bahwa karyawan Institut Agama Islam

Tafaqquh Fiddin mempunyai rasa

ketidakpuasan dalam hal lingkungan kerja

maupun kompensasi. Tranggono dan Kartika

(2008) menyatakan bahwa kegembiraan yang

dirasakan seseorang akan memberikan

dampak positif baginya. Apabila seseorang

puas akan pekerjaan yang dijalaninya, maka

rasa senang pun akan datang, terlepas dari

rasa tertekan, sehingga akan menimbulkan

rasa aman dan nyaman untuk selalu bekerja di

lingkungan kerjanya. Dari hasil wawancara

terhadap 30 karyawan Institut Agama Islam

Tafaqquh Fiddin didapat juga informasi bahwa

sebanyak 63 persen karyawan Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin tersebut akan

menerima tawaran pekerjaan mengajar

ditempat lain jika ada tawaran yang datang

kepada mereka, dan sisanya sebanyak 37

persen karyawan Institut Agama Islam

Tafaqquh Fiddin menolak tawaran tersebut.

Data lain yang didapat oleh penulis ialah

sebanyak 57 persen dosen Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin juga mengajar

ditempat lain, dan sisanya sebanyak 43 persen

dosen Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin

hanya mengajar dilingkungan Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin saja. Cotton dan Tutle

dalam Wei Amy (2009) menyatakan bahwa

karyawan yang tidak puas dengan pekerjaan

atau tidak memiliki komitmen dengan

organisasi memiliki kemungkinan untuk

meninggalkan perusahaan.

Untuk itu perguruan tinggi agama Islam

swasta harus meningkatkan mutu kinerjanya

dengan berbagai cara, diantaranya adalah

dengan memberikan pemahaman etika kerja

yang baik kepada karyawan secara efektif dan

efesien, memperhatikan kepuasan kerja, serta

menciptakan komitmen organisasi yang baik

maka akan tercipta kinerja karyawan yang

memuaskan dan terciptalah mutu kinerja yang

tinggi untuk perguruan tinggi yang

bersangkutan.

Kinerja Konvensional

Kinerja atau prestasi kerja adalah Hasil

kerja secara kualitas dan kualitas yang dicapai

oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya (Mangkunegara, 2004).

Sedangkan menurut Sondang (2002) Kinerja

adalah suatu keadaan yang menunjukan

kemampuan seorang karyawan dalam

menjalankan tugas sesuai dengan standart

yang telah ditentukan oleh organisasi kepada

karyawan sesuai dengan job deskriptipnya.

Menurut Simanjutak (2005) Kinerja

adalah tingkatan pencapaian hasil atas

pelaksanaan tugas tertentu. Simanjuntak juga

mengartikan kinerja individu sebagai tingkat

pencapaian atau hasil kerja seseorang dari

sasaran yang harus dicapai atau tugas yang

harus dilaksanakan dalam kurun waktu

tertentu. Kinerja adalah merupakan perilaku

yang nyata ditampilkan setiap orang sebagai

prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan

Page 4: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 4

sesuai dengan perannya dalam perusahaan

(Rivai, 2004).

Kinerja pegawai didefinisikan sebagai

kemampuan pegawai dalam melakukan

sesuatu keahlian tertentu. Kinerja pegawai

sangatlah perlu, sebab dengan kinerja ini

akandiketahui seberapa jauh kemampuan

pegawai dalam melaksanakan tugas yang

dibebankan kepadanya. Untuk itu diperlukan

penentuan kriteria yang jelas dan terukur serta

ditetapkan secara bersamasama yang

dijadikan sebagai acuan. (Sinambela et al,

2012)

Bagi karyawan yang kurang memiliki

kinerja yang baik, biasanya diberikan

pelatihan untuk pengembangan karyawan.

Karena Islam mendorong untuk melakukan

pelatihan terhadap karyawan dengan tujuan

mengembangkan kompetensi dan

kemampuan teknis karyawan dalam

menunaikan tanggung jawab pekerjaanya.4

Selain pelatihan, biasanya perusahaan dapat

memberikan reward dan punishment kepada

karyawan agar kinerja karyawan lebih terpacu

lebih baik lagi dalam bekerja dan mencapai

target yang telah ditentukan perusahaan.

Kinerja dalam Perspektif Islam

Menurut Mursi (1997) dalam Wibisono

(2002), kinerja religius Islami adalah suatu

pencapaian yang diperoleh seseorang atau

organisasi dalam bekerja/berusaha yang

mengikuti kaidah-kaidah agama atau prinsip-

prinsip ekonomi Islam. Terdapat beberapa

dimensi kinerja Islami meliputi:

1. Amanah dalam bekerja yang terdiri atas:

profesional, jujur, ibadah dan amal

perbuatan; dan

2. Mendalami agama dan profesi terdiri

atas: memahami tata nilai agama, dan

tekun bekerja.

Indikator kinerja adalah ukuran

kuantitatif dan/atau kualitatif yang

menggambarkan tingkat pencapaian suatu

sasaran atau tujuan kegiatan/ usaha yang telah

ditetapkan. Menurut Zadjuli (2006), Islam

mempunyai beberapa unsur dalam melakukan

penilaian kinerja suatu kegiatan/usaha yang

meliputi:

1. Niat bekerja karena Allah,

2. Dalam bekerja harus memberikan

kaidah/norma/syariah secara totalitas,

3. Motivasi bekerja adalah mencari

keberuntungan di dunia dan akherat,

4. Dalam bekerja dituntut penerapan azas

efisiensi dan manfaat dengan tetap

menjaga kelestarian lingkungan,

5. Mencari keseimbangan antara harta

dengan ibadah, dan setelah berhasil

dalam bekerja hendaklah bersyukur

kepada Allah SWT.

Dalam unsur penilaian kinerja tersebut,

orang yang berkerja adalah mereka yang

menyumbangkan jiwa dan tenaganya untuk

kebaikan diri, keluarga, masyarakat dan

negara tanpa menyusahkan orang lain. Oleh

karena itu, kategori “ahli surga” seperti yang

digambarkan dalam Al-Qur’an bukanlah orang

yang mempunyai pekerjaan/jabatan yang

tinggi dalam suatu perusahaan/instansi

sebagai manajer, direktur, teknisi dalam suatu

bengkel dan sebagainya. Tetapi sebaliknya al-

Qur’an menggariskan golongan yang baik lagi

beruntung (al-falah) itu adalah orang yang

banyak taqwa kepada Allah, khusyu sholatnya,

baik tutur katanya, memelihara pandangan

dan kemaluannya serta menunaikan tanggung

jawab sosialnya seperti mengeluarkan zakat

dan lainnya.

Dalam Islam, kemuliaan seorang

manusia itu bergantung kepada apa yang

dilakukannya. Oleh karena itu suatu pekerjaan

yang mendekatkan seseorang kepada Allah

adalah sangat penting serta patut untuk diberi

perhatian dan reward yang setimpal. Oleh

karena itu dalam hadits Rasulullah

disebutkan:

“Barang siapa pada malam hari merasakan kelelahan karena bekerja pada siang hari, maka pada malam itu ia diampuni Allah.” (HR. Ahmad & Ibnu Asakir)

Page 5: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 5

Menurut Asyraf A. Rahman (dalam

Khayatun, 2008), istilah “kerja” dalam Islam

bukanlah semata-mata merujuk kepada

mencari rezeki untuk menghidupi diri dan

keluarga dengan menghabiskan waktu siang

maupun malam, dari pagi hingga sore, terus

menerus tak kenal lelah, tetapi kerja mencakup

segala bentuk amalan atau pekerjaan yang

mempunyai unsur kebaikan dan keberkahan

bagi diri, keluarga dan masyarakat

sekelilingnya serta negara. Diantara hadits

yang menjelaskan tentang kerja dalam Islam,

sebagaimana berikut:

Dari Abu Abdullah Az-Zubair bin Al-‘Awwam r.a., ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: Sungguh seandainya salah seorang di antara kalian mengambil beberapa utas tali, kemudian pergi ke gunung dan kembali dengan memikul seikat kayu bakar dan menjualnya, kemudian dengan hasil itu Allah mencukupkan kebutuhan hidupmu, itu lebih baik daripada meminta-minta kepada sesama manusia, baik mereka memberi ataupun tidak.” (HR. Bukhari)

Menurut Syamsudin (dalam Heriyanto,

2008), Seorang pekerja dalam melakukan

berbagai aktivitas usaha harus

selalu bersandar dan berpegang teguh pada

dasar dan prinsip berikut ini:

1. Setiap pekerjaan harus dimulai dengan

niat yang ikhlas karena Allah SWT.

Karena dalam kacamata syariat, bekerja

hanyalah untuk menegakkan ibadah

kepada Allah SWT agar terhindar dari

hal-hal yang diharamkan dan dalam

rangka memelihara diri dari sifat-sifat

yang tidak baik, seperti meminta-minta

atau menjadi beban orang lain.

Rasulullah SAW bersabda:“Binasalah

orang- orang Islam kecuali mereka

yang berilmu. Maka binasalah

golongan berilmu, kecuali mereka yang

beramal dengan ilmu mereka. Dan

binasalah golongan yang beramal

dengan ilmu mereka kecuali mereka

yang ikhlas. Sesungguhnya golongan

yang ikhlas ini juga masih dalam

keadaan bahaya yang amat besar …”

2. Seorang muslim dalam usaha harus

berhias diri dengan akhlak mulia,

seperti: sikap jujur, amanah, menepati

janji, menunaikan hutang dan

membayar hutang dengan baik,

memberi kelonggaran orang yang sedang

mengalami kesulitan membayar hutang,

menghindari sikap menangguhkan

pembayaran hutang, tamak, menipu,

kolusi, melakukanpungli (pungutan

liar), menyuap dan memanipulasi atau

yang sejenisnya. Seorang muslim harus

bekerja dalam hal-hal yang baik dan

usaha yang halal. Sehingga dalam

pandangan seorang pekerja dan

pengusaha muslim, tidak akan sama

antara proyek dunia dengan proyek

akhirat.

3. Seorang muslim dalam bekerja harus

menunaikan hak-hak yang harus

ditunaikan, baik yang terkait dengan

hak-hak Allah SWT (seperti zakat) atau

yang terkait dengan hak-hak manusia

(seperti memenuhi pembayaran hutang

atau memelihara perjanjian usaha dan

sejenisnya). Karena menunda

pembayaran hutang bagi orang yang

mampu merupakan suatu bentuk

kedzaliman. Menyia-nyiakan amanah

dan melanggar perjanjian bukanlah

akhlak seorang muslim, hal itu

merupakan kebiasaan orangorang

munafik.

4. Seorang muslim harus menghindari

transaksi riba atau berbagai bentuk

usaha haram lainnya yang menggiring ke

arahnya. Karena dosa riba sangat berat

dan harta riba tidak berkah, bahkan

hanya akan mendatangkan kutukan dari

Allah SWT dan Rasul-Nya, baik di dunia

maupun akherat.

5. Seorang pekerja muslim tidak memakan

harta orang lain dengan cara haram dan

bathil, karena kehormatan harta

seseorang seperti kehormatan darahnya.

Harta seorang muslim haram untuk

Page 6: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 6

diambil kecuali dengan kerelaan hatinya

dan adanya sebab syar’i untuk

mengambilnya, seperti upah kerja, laba

usaha, jual beli, hibbah, warisan, hadiah

dan yang semisalnya.

6. Seorang pengusaha atau pekerja muslim

harus menghindari segala bentuk sikap

maupun tindakan yang bisa merugikan

orang lain. Ia juga harus bisa menjadi

mitra yang handal sekaligus kompetitor

yang bermoral, yang selalu

mengedepankan kaidah “Segala bahaya

dan yang membahayakan adalah

haram hukumnya”.

7. Seorang pengusaha dan pekerja muslim

harus berpegang teguh pada aturan

syari’at dan bimbingan Islam agar

terhindar dari pelanggaran dan

penyimpangan yang mendatangkan

saksi hukum dan cacat moral. Dan hal ini

dapat dilihat dari niat pekerja tersebut,

sebagaimana hadits Rasulullah yang

diriwayatkan oleh Umar r.a., berbunyi

: “Bahwa setiap amal itu bergantung

pada niat, dan setiap individu itu

dihitung berdasarkan apa yang

diniatkannya …” Seorang muslim dalam

bekerja dan berusaha harus bersikap

loyal kepada kaum mukminin dan

menjadikan ukhuwahdi atas

kepentingan bisnis, sehingga bisnis tidak

menjadi sarana untuk menciptakan

ketegangan dan permusuhan sesama

kaum muslimin. Dan ketika berbisnis

jangan berbicara sosial, sementara

ketika bersosial jangan berbicara bisnis,

karena berakibat munculnya sikap tidak

ikhlas dalam beramal dan berinfak.

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi

Kinerja

Menurut Nitisemito (2001), terdapat

berbagai faktor kinerja karyawan, antara lain:

1. Jumlah dan komposisi dari kompensasi

yang diberikan

2. Penempatan kerja yang tepat

3. Pelatihan dan promosi

4. Rasa aman di masa depan (dengan

adanya pesangon dan sebagainya)

5. Hubungan dengan rekan kerja

6. Hubungan dengan pemimpin

Hasibuan (2006) mengungkapkan

bahwa kinerja merupakan gabungan tiga

faktor penting, yaitu kemampuan dan minat

seorang pekerja, kemampuan dan penerimaan

atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta

tingkat motivasi pekerja. Apabila kinerja tiap

individu atau karyawan baik, maka diharapkan

kinerja perusahaan menjadi lebih baik.

Sesuai dengan pendapat Davis (2000)

merumuskan bahwa faktor yang

mempengaruhi pencapaian kinerja adalah

faktor kemampuan (ability) dan faktor

motivasi (motivation).

Human Performance = Ability + Motivation

Motivation = Attitude + Situation

Ability = Knowlage + Skill

Penjelasan dari rumusan kinerja di atas

menurut Mangkunegara (2010) adalah sebagai

berikut:

1. Faktor Kemampuan (Ability) secara

psikologis, kemampuan (ability) terdiri

dari kemampuan potensi (IQ) dan

kemampuan reality (knowledge + skill).

Artinya, pemimpin dan karyawan yang

memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-

120) apalagi IQ superior, very superior,

gifted dan genius dengan pendidikan

yang memadai untuk jabatannya dan

terampil dalam mengerjakan pekerjaan

sehari-hari, maka akan lebih mudah

mencapai kinerja maksimal.

2. Faktor Motivasi (Motivation), motivasi

diartikan suatu sikap (attitude pimpinan

dan karyawan terhadap situasi kerja di

lingkungan organisasinya. Mereka yang

bersikap positif (pro) terhadap situasi

kerjanya akan menunjukkan motivasi

kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka

bersikap negatif (kontra) terhadap

situasi kerjanya akan menunjukkan

motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja

Page 7: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 7

yang dimaksud antara lain, hubungan

kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,

kebijakan pimpinan, pola

kepemimpinan kerja dan kondisi kerja.

Menurut Simanjutak (2005) kinerja

dipengaruhi oleh :

1. Kualitas dan kemampuan pegawai, yaitu

hal-hal yang berhubungan dengan

pendidikan/ pelatihan, etos kerja,

motivasi kerja, sikap mental, dan kondisi

fisik pegawai.

2. Sarana pendukung, yaitu hal yang

berhubungan dengan lingkungan kerja

(keselamatan kerja, kesehatan kerja,

sarana produksi, teknologi) dan hal-hal

yang berhubungan dengan

kesejahteraan pegawai (upah/ gaji,

jaminan sosial, keamanan kerja).

3. Supra sarana, yaitu hal-hal yang

berhubungan dengan kebijaksanaan

pemerintah dan hubungan industrial

manajemen.

Etika Kerja Islam

Istilah etika sering dibandingkan

dengan moralitas, etika dan moralitas sering

dipertukarkan atau diberikan pengertian

yang sama, hal tersebut tidak sepenuhnya

salah, hanya saja perlu diperhatikan bahwa

etika bisa memiliki pengertian yang sangat

berbeda dengan moralitas (Sundary, 2010).

Dengan demikian, etika merupakan

penjabaran rasional yang terkandung dalam

aturan praktis untuk menunjukkan sesuatu

yang baik dan benar.

Etika kerja Islam patut untuk

mendapatkan perhatian karena merupakan

hal yang ideal dimana seorang muslim

berusaha untuk mewujudkannya (Yousef,

2000). Konsep etika Islam memiliki

karakter atau ciri khusus yaitu mengatur

tentang bagaimana hubungan manusia

dengan Tuhan, dengan sesama manusia,

dengan lingkungan, dan masyarakat. Etika

Islam bersumber pada firman Allah SWT

yang autentik, yaitu Alquran dan Hadist

yang merupakan contoh-contoh dari

kehidupan nabi Muhammad SAW, serta

Ijma dan Qiyas. Hukum dan ketetapan etika

dapat dijadikan pegangan dan pedoman

hidup, yaitu berlandaskan pada dasar-dasar

moral yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Anik dan Arifudin (2003)

mengemukakan bahwa etika terekspresikan

dalam bentuk syariah terdiri dari Alquran,

Sunnah Hadits, Ijma, dan Qiyas. Etika

syari’ah mempunyai sifat humanistik dan

rasionalsitik. Sifat rasionalistik bahwa

semua pesan-pesan yang diajarkan Alquran

sejalan dengan prestasi manusia yang

tertuang dalam karya-karya para filosof.

Ajaran yang terdapat dalam Alquran seperti

ajaran kepada kebenaran, keadilan,

kejujuran, kebersihan, menghormati orang

tua, bekerja keras, dan cinta ilmu semuanya

tidak ada yang berlawanan dengan kedua

sifat tersebut. Sejalan dengan hal tersebut,

Mahiyaddin (2009) merinci bahwa etika

kerja Islam mengutamakan nilai-nilai

murni, seperti kehormatan manusia,

mementingkan ketaatan, dan ketekunan

kerja.

Dimensi Etika Kerja Islam

Banyak penelitian mengenai etika kerja

Islam telah dilakukan, mulai dari Ali (2001)

yang menghasilkan skala untuk etika kerja

Islam, Ali & Al-Owaihan (2008)

mendefinisikan dasar-dasar etika kerja Islam

terdiri dari 11 konsep yang sebelumnya telah

dijelaskan yaitu, pursuing legitimate business,

wealth must be earned, quality of work,

wages, reliance on self, monopoly, bribery,

deeds and intention, transparency, greed, dan

generousity. Akan tetapi belum ada penelitian

yang dengan jelas mendefinisikan dimensi

etika kerja Islam, sehingga Chanzanagh &

Akbarnejad (2011) menjelaskan ada tujuh

dimensi etika kerja Islam yaitu, Work

intention, Trusteeship, Work type, Work for

Islamic Ummah,Justice & Fairness,

Cooperation & Colaboration dan Work as the

only source of ownership.

Page 8: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 8

1. Work Intention adalah niat dalam

melakukan suatu pekerjaan. Pekerjaan

yang terpuji dalam kegiatan ekonomi

merupakan bagian dari perbuatan baik,

yang memiliki posisi utama dalam

ekonomi Islam dilakukan dengan

maksud untuk mendekatkan diri dan

meningkatkan iman kepada Allah.

Sehingga maksud di atas kegiatan

ekonomi dalam Islam yaitu untuk

mencapai ridha Allah.

2. Trusteeship. Kepercayaan (amanah)

adalah anjuran bagi umat Muslim agar

memiliki modal sosial yang besar dalam

hubungan sosio-ekonomi. Adalah

penting untuk menyebutkan bahwa

Islam menganjurkan umat Muslim

untuk amanah tidak hanya pada aktifitas

ekonomi akan tetapi juga pada seluruh

aspek kehidupan

3. Work type. Pengamatan terhadap

meningkatnya pemeluk agama Islam

pada semenanjung Arab membuat

wilayah tersebut sebagai salah satu pusat

bisnis pada masa itu dan kegiatan

ekonomi yang dilakukan adalah

perdagangan, dan dalam Islam,

perdagangan (bisnis) merupakan

kegiatan yang paling banyak

mendatangkan keberkahan. Banyaknya

tipe pekerjaan mengharuskan umat

Muslim untuk memilih yang sesuai

dengan kapasitas dan jangan sampai

bertentangan dengan syariat Islam.

4. Work results for Islamic Ummah. Dalam

Islam, aktivitas ekonomi yang tidak

menghasilkan keuntungan untuk umat

Islam secara spesifik atau jika aktivitas

ini merugikan saudara yang beragama

lain sangat tidak dianjurkan. Sehingga

kegiatan ekonomi yang benar adalah

yang menguntungkan, memberikan

kekuatan dan potensi bagi umat Islam.

5. Justice and Fairness. Kebenaran dan

keadilan dalam ekonomi Islam memberi

kesejahteraan untuk seluruh umat. Islam

sangat melarang pengumpulan kekayaan

melalui jalan yang tidak baik atau

Haram. Keadilan yang diterapkan akan

menjadikan hubungan antar muslim

menjadi kuat dan menghilangkan jarak

atau perbedaan kelas sosial.

6. Cooperation & Collaboration. Dalam

Islam, masyarakatnya dianjurkan untuk

saling membantu dan bekerjasama

khususnya dalam aktivitas ekonomi dan

hal tersebut diakui sebagai salah satu ciri

orangorang yang Saleh. Saling

membantu dan bekerjasama dalam

pekerjaan akan membantu

meningkatkan teamwork dan dapat

mendukung peningkatan produktivitas

pada perusahaan.

7. Work as the only source of ownership.

Bekerja adalah satu-satunya cara dalam

sistem pemerataan kekayaan dalam

Islam, dan setiap

Seorang muslim tentunya akan

mendapatkan kekayaan dari hasil

pekerjaannya sendiri jika itu semua dilakukan

dengan sungguh-sungguh. Namun sebaliknya,

hal ini akan berbeda hasilnya jika tidak

dikerjakan dengan sungguh-sungguh dan

penuh motivasi.

Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja (job satisfaction) adalah

keadaan emosional yang menyenangkan atau

tidak menyenangkan dengan mana para

karyawan memandang pekerjaan mereka

(Handoko, 2008). Kepuasan kerja

menunjukkan perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya. Hal tersebut dapat dilihat dari

sikap positif dari karyawan terhadap pekerjaan

dan segala hal yang dihadapi di dalam

lingkungan kerjanya.

Robbins & Judge (2008) menyatakan

bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan

positif tentang pekerjaan seseorang yang

merupakan hasil dari sebuah evaluasi

karakteristiknya. Karyawan dengan tingkat

kepuasan kerja yang tinggi memiliki perasaan-

Page 9: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 9

perasaan positif tentang pekerjaannya,

sementara karyawan yang tidak puas memiliki

perasaan-perasaan negatif tentang

pekerjaannya.

Locke dalam Luthans (2006)

memberikan definisi kepuasan kerja adalah

keadaan emosi yang senang atau emosi positif

yang berasal dari penilaian pekerjaan atau

pengalaman kerja seseorang. Kepuasan kerja

merupakan hasil dari persepsi karyawan

tentang seberapa baik pekerjaan yang mereka

lakukan memberikan hal-hal yang dinilai

penting.

Kreitner & Kinicki (2010) menjelaskan

bahwa lima model kepuasan kerja yang tinggi

berfokus pada penyebab yang berbeda.

Penyebabnya yaitu need fulfillment,

discrepancies, value attaintment, equity dan

dispositional/genetic components. Di bawah

ini adalah penjelasan dari faktor-faktor

penyebab kepuasan kerja menurut Kreitner &

Kinicki (2010):

1. Need fulfillment. Model-model ini

mengemukakan bahwa kepuasan

ditentukan oleh tingkat karakteristik

pekerjaan memperkenankan seorang

karyawan untuk memenuhi

kebutuhannya.

2. Discrepancies. Model ini menjelaskan

bahwa kepuasan merupakan hasil yang

sesuai dengan harapan. Harapan yang

terpenuhi menunjukkan perbedaan

antara keinginan karyawan dengan apa

yang benar-benar diterima dari hasil ia

bekerja.

3. Value Attaintment. Gagasan yang

mendasari pencapaian nilai adalah

kepuasan dihasilkan dari persepsi bahwa

suatu pekerjaan memungkinkan

karyawan untuk memenuhi nilai kerja

penting yang mereka miliki.

4. Equity. Dalam model ini, kepuasan

merupakan sebuah fungsi dari

bagaimana seorang karyawan

diperlakukan dengan adil di tempat

kerja. Kepuasan berasal dari persepsi

karyawan bahwa hasil kerja, relatif sama

dengan inputnya, bila dibandingan

dengan hasil ataupun input orang lain

secara signifikan.

5. Dispositional/genetic components. Pada

model ini dijelaskan bahwa ada

kemungkinan beberapa karyawan di

tempat kerja yang terlihat puas pada

berbagai situasi kerja, namun ada orang

lain yang nampak tidak puas. Secara

khusus, model watak/genetik adalah

berdasarkan keyakinan bahwa kepuasan

kerja adalah sebagian fungsi dari sifat

pribadi ataupun faktor genetik.

Faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan kerja menurut Luthans (2006) yaitu

sebagai berikut :

1. Pekerjaan itu sendiri, umpan balik dari

pekerjaan dan otonomi merupaan dua

faktor motivasi utama yang

berhubungan dengan pekerjaan.

Karakteristik pekerjaan dan

kompleksitas pekerjaan

menghubungkan antara kepribadian dan

kepuasan kerja, dan jika persyaratan dari

karyawan terpenuhi, maka karyawan

cenderung merasa puas.

2. Gaji, karyawan melihat gaji sebagai

refleksi dari bagaimana manajemen

memandang kontribusi mereka terhadap

perusahaan. Uang tidak hanya

membantu orang memperoleh

kebutuhan dasar, tetapi juga alat untuk

memberikan kebutuhan kepuasan pada

tingkat yang lebih tinggi.

3. Promosi, kesempatan promosi memiliki

pengaruh yang berbeda pada kepuasan

kerja. Hal ini dikarenakan promosi

memiliki sejumlah bentuk yang berbeda

dan memiliki berbagai penghargaan.

Lingkungan kerja yang positif dan

kesempatan untuk berkembang secara

intelektual dan memperluas keahlian

dasar menjadi lebih penting daripada

kesempatan promosi.

4. Pengawasan, ada dua dimensi gaya

pengawasan yang memengaruhi

Page 10: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 10

kepuasan kerja. Yang pertama adalah

berpusat pada karyawan, diukur

menurut tingkat di mana penyelia

menggunakan ketertarikan personal dan

peduli pada karyawan. Dimensi yang lain

adalah partisipasi atau pengaruh, seperti

diilustrasikan oleh manajer yang

meungkinkan orang untuk berpartisipasi

dalam pengambilan keputusan

memengaruhi pekerjaan mereka.

5. Kelompok kerja, rekan kerja atau

anggota tim yang kooperatif merupakan

sumber kepuasan kerja yang paling

sederhana pada karyawan secara

indivitu. Kelompok kerja, terutama tim

yang “kuat”, bertindak sebagai sumber

dukungan, kenyamanan, nasihat, dan

bantuan pada anggota individu.

6. Kondisi Kerja, berpengaruh kecil

terhadap kepuasan kerja. Jika kondisi

kerja bagus (misalnya bersih, lingkungan

menarik), individu akan lebih mudah

menyelesaikan pekerjaan mereka. Akan

tetapi jika kondisi kerja buruk (misalnya

udara panas, lingkungan bising),

individu akan lebih sulit menyelesaikan

pekerjaan.

Komitmen Organisasi

Komitmen organisasi pada karyawan

dapat menjadi competitive advantage yang

penting. Karyawan yang loyal pada

organisasinya cenderung mempunyai sedikit

keinginan untuk keluar ataupun dalam tingkat

absensi. Komitmen organisasi juga akan

meningkatkan kepuasan pelanggan, karna

karyawan lama memiliki pengalaman dan

pengetahuan tentang praktek kerja yang lebih

banyak, selain itu pelanggan lebih suka

melakukan bisnis dengan karyawan yang sama

(McShane & Von Glinow, 2010).

Luthans (2006) menyatakan bahwa

komitmen organisasi sering didefinisikan

sebagai (1) keinginan kuat untuk tetap sebagai

anggota organisasi tertentu; (2) keinginan

untuk berusaha keras sesuai keinginan

organisasi;dan (3) keyakinan tertentu, dan

penerimaan nilai dan tujuan organisasi.

Komitmen organisasi merupakan sikap yang

merefleksikan loyalitas karyawan pada

organisasi dan proses berkelanjutan di mana

anggota organisasi mengeksperesikan

perhatiannya terhadap organisasi dan

keberhasilan serta kemajuan yang

berkelanjutan.

Robbins & Judge (2008) menyatakan

bahwa komitmen organisasi merupakan suatu

keadaan ketika seorang karyawan memihak

organisasi serta tujuan-tujuan dan

keinginannya untuk mempertahankan

keanggotaan dalam organisasi tersebut.

Dimensi Komitmen Organisasi

Tiga model komponen komitmen

organisasi yang diajukan oleh Allen & Meyer

(1993) dalam Robbins & Judge (2008), adalah

sebagai berikut:

1. Komitmen afektif (affective

commitment) merupakan perasaan

emosional untuk organisasi dan

keyakinan dalam nilai-nilainya.

Karyawan dengan komitmen afektif yang

kuat akan melanjutkan pekerjaannya

karena mereka memang ingin

melakukannya.

2. Komitmen berkelanjutan (continuance

commitment) adalah nilai ekonomi yang

dirasa dari bertahan dalam suatu

organisasi bila dibandingkan dengan

meninggalkan organisasi tersebut.

Karyawan yang terikat dengan organisasi

berlandaskan komitmen berkelanjutan

tetap berada dalam organisasi karena

mereka membutuhkan organisasi

tersebut.

3. Komitmen normatif (normative

commitment) adalah kewajiban untuk

bertahan dalam organisasi untuk alasan-

alasan moral atau etis. Untuk karyawan

dengan komitmen normatif yang tinggi,

mereka akan bertahan dalam organisasi

karena mereka merasa harus tetap

berada di dalam organisasi.

Page 11: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 11

Masing-masing komponen tersebut

dipengaruhi oleh beberapa kumpulan

anteseden yang berbeda pula. Anteseden

merupakan sesuatu yang menyebabkan

bagianbagian komitmen tersebut dapat terjadi.

Menurut McShane & Von Glinow (2010),

komitmen afektif (affective commitment)

berhubungan dengan berbagai macam

karakter personal dan locus of control,

pengalaman kerja terdahulu, dan kesesuaian

nilai-nilai.

Sementara itu, karena komitmen

berkelanjutan (continuance commitment)

merefleksikan perbandingan antara biaya dan

manfaat yang didapatkan dibandingkan

dengan jika meninggalkan organisasi,

antesedennya adalah apapun yang

mempengaruhi biaya dan manfaatnya.

Misalnya saat seseorang tidak cukup

mendapatkan info mengenai alternatif

pekerjaan dan jumlah investasi riil ataupun

psikologis yang mereka berikan dalam

organisasi tersebut. Seorang karyawan akan

memiliki komitmen berkelanjutan yang tinggi

jika mereka tidak memiliki alternatif pilihan

pekerjaan lain, secara aktif terlibat pada

komunitasnya, memiliki saham pada

perusahaan, ataupun membutuhan bantuan

kesehatan untuk keluarganya.

Ketiga, komitmen normatif (normative

commitment) dipengaruhi oleh proses

sosialisasi yang disebut kontrak psikologis

(physcological contract). Kontrak psikologis

merupakan persepsi seseorang mengenai

kondisi timbal-balik di antara dirinya dengan

pihak lain. Pada lingkungan kerja, kontrak

psikologis menggambarkan kepercayaan

karyawan terhadap apa yang berhak mereka

terima atas apa yang mereka berikan terhadap

organisasi. Penelitian menunjukkan seorang

karyawan yang melanggar kontrak psikologis

cenderung berhubungan dengan komitmen

organisasi, kepuasan kerja dan kinerja yang

rendah serta keinginan yang tinggi untuk

keluar dari perusahaan (McShane & Von

Glinow, 2010).

Lebih lanjut McShane & Von Glinow

(2010) menjelaskan bahwa jenis komitmen

yang menghasilkan keuntungan (beneficial)

bagi perusahaan adalah komitmen afektif,

sedangkan komitmen berkelanjutan

cenderung mengganggu. Faktanya, karyawan

dengan level komitmen berkelanjutan yang

tinggi cenderung memiliki performance

rating yang rendah dan kurang terlibat dalam

organizational citizenship behavior. Lebih

jauh, kelompok karyawan dengan komitmen

berkelanjutan yang tinggi lebih sering

mengeluh sementara karyawan dengan

komitmen afektif lebih terlibat pada

penyelesaian masalah yang bersifat

konstruktif. Meskipun keterikatan finansial

dibutuhkan, perusahaan sebaiknya tidak

menyamakan antara komitmen berkelanjutan

dengan loyalitas karyawan. Maka dari itu

perusahaan dituntut untuk dapat membangun

komitmen afektif selain mengikat karyawan

secara finansial terhadap perusahaan atau

membangun komitmen berkelanjutan

karyawan. (McShane & Von Glinow, 2010).

Cara Meningkatkan Komitmen

Organisasi

Menurut McShane & Von Glinow

(2010), beberapa cara untuk membangun

loyalitas terhadap organisasi adalah sebagai

berikut:

1. Justice & Support. Organisasi yang

memenuhi kewajibannya terhadap

karyawan dan menerapkan nilai-nilai

kemanusiaan seperti keadilan, rasa

hormat, keinginan untuk memaafkan,

dan integritas moral cenderung

mendapatkan komitmen afektif yang

tinggi dari para karyawannya.

2. Shared values. Definisi dari komitmen

afektif merujuk pada identifikasi

seseorang terhadap organisasi dan

bahwa identifikasi yang paling tinggi

adalah ketika karyawan meyakini bahwa

nilai-nilai mereka sepadan dengan nilai

dominan dalam organisasi. Selain itu,

karyawan akan merasa lebih nyaman

dan dapat diprediksi sikapnya jika

Page 12: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 12

mereka sepakat dengan nilai-nilai yang

mendasari pengambilan keputusan pada

perusahaan. Kenyamanan ini akan

meningkatkan motivasi mereka untuk

tetap berada pada organisasi.

3. Trust. Hal ini berkenaan dengan

ekspektasi positif seseorang terhadap

orang lain dalam situasi yang melibatkan

risiko. Trust yaitu menempatkan rasa

yakin kepada orang lain ataupun

kelompok. Selain itu kepercayaan

merupakan hasil dari timbal balik,

misalnya karyawan akan merasa

berkewajiban dan bertanggungjawab

melaksanakan tugas dari perusahaan

ketika mereka mempercayai

pemimpinnya.

4. Organizational Comprehension. Hal ini

berhubungan dengan bagaimana

karyawan memahami dengan baik

arahan strategis, dinamika sosial dan

rancangan fisik organisasi. Kesadaran

akan hal tersebut merupakan prasyarat

yang dibutuhkan untuk membangun

komitmen afektif karena akan sulit

untuk mengidentifikasi sesuatu yang

tidak diketahui dengan baik.

5. Employee involvement. Keterlibatan

karyawan akan meningkatkan komitmen

afektif dengan menguatkan identitas

sosial karyawan dengan perusahaan.

Karyawan merasa bahwa mereka adalah

bagian dari perusahaan ketika mereka

berpartisipasi dalam keputusan yang

akan mengarahkan masa depan

perusahaan.

Pengaruh etika kerja Islam terhadap

kinerja karyawan

Hasil pengujian pada variabel etika

kerja Islamterhadap kinerja karyawan di

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai,

berdasarkan analisa yang telah dilakukan

dalam penelitian ini, bahwa etika kerja Islam

berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan pada Institut Agama Islam

Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika etika

kerja Islam karyawan meningkat 1persen maka

kinerja karyawan akan bertambah sebesar

0,516 %.

Hasil penelitian ini sejalan dengan

hasil penelitian yang dilakukan oleh Sutono

dan Budiman (2009), Satoto (2010),

Zama’syari (2010), dan Indica (2013)

menyatakan bahwa variabel etos kerja Islami

berpengaruh signifikan terhadap kinerja

karyawan.

Pengaruh kepuasan kerjaterhadap

kinerja karyawan

Hasil pengujian pada variabel

kepuasan kerjaterhadap kinerja karyawan di

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan

dalam penelitian ini, bahwa kepuasan kerja

berpengaruh positif dan signifikan terhadap

kinerja karyawan di Institut Agama Islam

Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika

kepuasan kerja karyawan meningkat 1 persen

maka kinerja karyawan bertambah sebesar

0,296 %.

Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Al Ahmadi

(2009), kinerja karyawan ditemukan

berhubungan positif dengan kepuasan kerja

secara keseluruhan (segi kepuasan meliputi

kepuasan dengan pekerjaan itu sendiri,

supervisi, hubungan dalam kerja, pembayaran,

kesempatan promosi, dan kondisi kerja).

Beberapa peneliti tidak menemukan

hubungan antara kinerja karyawan dan

kepuasan kerja. Crossman & Zaki (2003)

mengadakan penelitian dan menyatakan tidak

ada hubungan yang signifikan antara kepuasan

kerja dan kinerja karyawan

Pengaruh komitmen organisasi

terhadap kinerja karyawan

Hasil pengujian pada variabel komitmen

organisasiterhadap kinerja karyawan di

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan

dalam penelitian ini, bahwa komitmen

Page 13: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 13

organisasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan di Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. Dimana, jika

komitmen organisasi meningkat 1 persen

maka kinerja karyawan bertambah sebesar

0,346 %.

Komitmen organisasi merupakan faktor

penting untuk meningkatkan kinerja

organisasi. Suliman & Iles (2000) menemukan

bahwa ada hubungan positif di antara

komitmen organisasi dan kinerja karyawan.

Al-Ahmadi (2009) melakukan studi terhadap

923 perawat pada rumah sakit di Riyadh, Arab

Saudi mengenai hubungan antara kinerja

karyawan dengan kepuasan kerja dan

komitmen organisasi. Kinerja karyawan juga

berhubungan positif dengan komitmen

organisasi, yang mengkonfirmasikan

penemuan oleh peneliti-peneliti terdahulu

bahwa komitmen organisasi merupakan

determinan yang kuat dari kinerja karyawan

(Al-Meer, 1995 dalam Al-Ahmadi, 2009).

Dilain pihak, Mowday et al. (1982 dalam

Carmeli & Freund, 2004) menyatakan bahwa

temuan dari studi komitmen organisasi adalah

hubungan yang tidak signifikan antara

komitmen organisasi dan kinerja karyawan.

Chen et al. (2007) mengadakan penelitian

mengenai praktek sumber daya manusia,

kekuatan sumberdaya manusia, komitmen

afektif, dan kinerja karyawan. Dampak

komitmen pada kinerja karyawan tidak

signifikan secara relatif (Raja et al., 2004)

Pengaruh etika kerja Islam, kepuasan

kerja, komitmen organisasi terhadap

kinerja karyawan

Hasil pengujian pada variabel etika kerja

Islam, kepuasan kerja,komitmen organisasi di

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.

Berdasarkan analisa yang telah dilakukan

dalam penelitian ini, bahwa secara simultan

etika kerja Islam, kepuasan kerja,komitmen

organisasi berpengaruh positif dan signifikan

terhadap kinerja karyawan di Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.Kontribusi

variabel etika kerja Islam, kepuasan

kerja,komitmen organisasi terhadap kinerja

karyawan sebesar 50,4 persen. Halini sesuai

dengan penemuan Falah (2007) bahwa untuk

meningkatkan kinerja, manajemen

perusahaan perlu memperhatikan faktor-

faktor seperti etika kerja Islam, kepuasan

kerja, dan komitmen organisasi karena faktor-

faktor tersebut terbukti mempengaruhi tinggi

rendahnya kinerja karyawan.

Kesimpulan

Pengaruh etika kerja Islam, kepuasan

kerja, komitmen organisasi terhadap kinerja

karyawan studi kasus pada Institut Agama

Islam Tafaqquh Fiddin Dumai. dapat

disimpulkan bahwa etika kerja Islam

berpengaruh secara signifikan dengan kinerja

karyawan Institut Agama Islam Tafaqquh

Fiddin Dumai. Kepuasan kerja berpengaruh

secara signifikan dengan kinerja karyawan

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.

Komitmen organisasi berpengaruh

secara signifikan dengan kinerja karyawan

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.

Etika kerja Islam, kepuasan kerja, komitmen

organisasi secara bersama-sama berpengaruh

secara signifikan terhadap kinerja karyawan

Institut Agama Islam Tafaqquh Fiddin Dumai.

Page 14: PENGARUH ETIKA KERJA ISLAM, KOMITMEN ORGANISASI … · TAFAQQUH FIDDIN DUMAI *Oleh: Faizal Nurmatias, S.Si, ME ... satu perguruan tinggi agama Islam swasta di kota Dumai. Dari hasil

VOL. 01 NO. 1 Oktober 2015 ISSN : 2477 - 3131

Jurnal Tamaddun Ummah - vol. 1 14

Daftar Pustaka

Accounting System,” Journal of Management Accounting Research 10 (Fall): 325-346.

Ahmad, S & Owoyemi, M. Y. 2012. “The Concept of Islamic Work Ethic: An Analysis of Some Salient Points in the Prophetic Tradition”. International Journal of Business and Social Science, Vol. 3 No. 20, pp. 116-123.

Ali, A &Al Owaihan. (2008). Islamc Work Ethic in Kuwait. Journal of Manusiament Development, Vo. 14.

Asifudin, Ahmad Janan. (2004). Etika Kerja Islam. Penerbit Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Azwar. 2001. Penggunaan Uji Validitas dengan Tekhnik Pearson Product Moment. Jakarta: Rineka Cipta.

Barbash, Jack. (1983). The Work Ethic A Critical Analysis. Industrial Relatioan Reaseach Association Services.

Eddie Gunadi Martokusumo, 2002. Minimnya CIA di Indonesia, Auditor Internal Edisi September 2002, hal. 21-22.

Fandy T. & Anastasia D. (1995), Total Quality Management, Andy Offset, Yogyakarta.

Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Goetsch dan Davis, 1994 dalam Nasution (2005), Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management,Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor: 14-18.

Gujarati, Damodar N. 1995. Basic Econometrics, 4rd Ed, Newyork: McGraw-Hill Inc.

Haroon, Muhammad and Zaman Hafiz Muhammad Fakhar (2012). The Relationship between Islamc Work Ethics and Job Satisfaction in Healthcare Sector of Pakistan. International Journal of Contemporary Bussines Studies Vol.3

Mahoney, T, A., T. H. Jerdee and S. J. Carroll. 1963. Development of Managerial Performance: A Research Approach, Cincinnati: South Western Publ. Co.

Milgrom, P. and J. Roberts. 1990. “The Economics of Modern Manufacturing Technology, Strategy, and Organization,” The American Economic Review (June): 511-528.

Mulyadi. 1998. Total Quality Management, Edisi I, Aditya Media, Yogyakarta.

Johny. 1999, Sistem Perencanaan Pengendalian Manajemen: Sistem Pelipat Ganda Kinerja Perusahaan, Edisi I, Aditya Media, Yogyakarta.

Narasimhan. 1995:The Definition of TQM, Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 2. No. 3, Juni 1995: 674-676.

Nasution, M. N., 2005. Manajemen Mutu Terpadu: Total Quality Management, Edisi Kedua, Ghalia Indonesia, Bogor.

Rand, R.S. 1994. Samurai Audit Manager’s Readiness for TQM, Internal Auditing, Vol. 9 No. 3, pp. 23-31.

Rivai, Veithzal dan Ahmad Fawzi Mohd. Basri, 2005. Performance Appraisal: Sistem yang tepat untuk menilai kinerja karyawan dan meningkatkan daya saing perusahaan, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Sim, K. L. and L. N. Killough. 1998. “The Performance Effect of Complementarities between Manufacturing Practice and Management.

Simamora, Henry (2001), Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bina Rupa Aksara.

Singarimbun, M. dan Effendi, S. (2005), Metode Penelitian Survai, Jakarta: LP3ES.

Sudarwanto, Barno, Meningkatkan Mutu Perusahaan Melalui ISO 9000:2000, Harian Umum Suara Pembaruan, Kolom Opini, Edisi Minggu, 28 Februari 1999.

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007. Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, Cet.III

Tohardi, Akhmad, 2002, Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, PT. Raja Gravindo Persada, Jakarta.

Wahyudi, 2008, Analisis Hubungan Praktek TQM, Kinerja Bisnis dan Kepuasan Konsumen pada Industri Manufaktur, Jurnal Akuntansi 2008: Universitas Janabadra.