Upload
amalia-virgita
View
198
Download
21
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Makalah OB 1
Citation preview
MAKALAH ORAL BIOLOGI
PENGARUH DISPLASIA EKTODERMAL HIPOHIDROTIK
TERHADAP ANODONSIA
Disusun oleh:
Amalia Virgita (04111004061)
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN GIGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2012
Pengaruh Displasia Ektodermal Hipohidrotik terhadap Anodonsia
Amalia Virgita
Fakultas Kedokteran/Program Studi Kedokteran Gigi Universitas Sriwijaya
Abstract
Anodontia is a condition where all tooth buds is not formed at all. This condition
is a strange disorder which is very rare. In some cases, anodontia occurs in
patients who have congenital hereditary disease, that is hypohidrotic ectodermal
dysplasia. Hypohidrotic ectodermal dysplasia (HED) is one of the most common
syndrome in the ectodermal dysplasia (ED)’s group, where the main clinical
features of patients is hypohidrosis or anhidrosis, hypotrichosis, and anodontia
(total or partial). The relationship between hypohidrotic ectodermal dysplasia and
anodontia will be described here.
Key words: total anodontia, hypohidrotic, ectodermal dysplasia, X-linked
recessive.
Pendahuluan
Anodonsia adalah kelainan kongenital berupa tidak tumbuhnya seluruh
gigi karena tidak adanya benih gigi. Anodonsia ini merupakan kelainan yang
sangat jarang terjadi1.
Ada beberapa sindrom atau kelainan yang ditandai dengan anodonsia,
salah satunya yaitu Christ Siemens Touraine Syndrome, atau dikenal dengan
displasia ektodermal hipohidrotik yang digambarkan pertama kali pada tahun
1848 oleh Thurnam2. Displasia ektodermal hipohidrotik merupakan suatu kelainan
herediter dimana perkembangan beberapa struktur ektodermal mengalami
gangguan, salah satunya yaitu gigi.
Angka kejadian displasia ektodermal hipohidrotik ini diperkirakan 1 per
100.000 kelahiran hidup, dimana lebih dari 90% terjadi pada anak laki-laki. Di
Indonesia dilaporkan terdapat 2 kasus pada tahun 2000-20023.
Shashibhushan et al4 dan El-Tony et al5 memaparkan kasus displasia
ektodermal hipohidrotik dengan manifestasi oral yang cenderung tampak yaitu
tidak adanya gigi yang erupsi dan tidak ada benih gigi sama sekali (anodonsia
total). Kecenderungan tersebut memperlihatkan adanya kaitan antara terjadinya
displasia ektodermal hipohidrotik dan anodonsia.
Makalah ini akan membahas mengenai anodonsia, displasia ektodermal
hipohidrotik serta pengaruh displasia ektodermal hipohidrotik terhadap terjadinya
anodonsia.
Anodonsia
Anodonsia adalah suatu kelainan dimana tidak tumbuhnya gigi. Anodonsia
dapat diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu anodonsia parsial (partial anodontia)
dan anodonsia total (total anodontia)6.
Anodonsia parsial adalah kegagalan berkembangnya satu atau lebih benih
gigi. Anodonsia parsial terbagi lagi menjadi 2 tipe, yaitu hipodonsia dan
oligodonsia. Hipodonsia dicirikan dengan tidak adanya satu hingga enam gigi7.
Kelainan ini relatif umum terjadi dan bersifat herediter. Gigi yang paling sering
tidak tumbuh adalah molar ketiga, insisif lateral atas dan premolar kedua bawah8.
Sedangkan oligodonsia mengacu pada perubahan perkembangan yang ditandai
dengan lebih dari enam gigi yang hilang7.
Anodonsia total adalah suatu kelainan dimana semua gigi tidak tumbuh
(Gambar 1). Anodonsia dapat terjadi hanya pada periode gigi tetap atau
permanen, walaupun semua gigi sulung terbentuk dalam jumlah yang lengkap.
Tingkat kejadiannya tinggi pada wanita dan orang Mongoloid, dibanding ras kulit
putih. Anodonsia ini dapat terjadi hanya pada satu sisi rahang atau keduanya9.
Gambar 1. Anodonsia total10
Beberapa faktor yang diketahui menjadi penyebab terjadinya anodonsia
adalah faktor genetik dan radiasi sinar X. Selain itu, kelainan kongenital seperti
sumbing bibir, sumbing palatum, disostosis kraniofasial, displasia kleidokranial
dan displasia ektodermal juga dapat menyebabkan terjadinya anodonsia9.
Displasia Ektodermal Hipohidrotik
Displasia ektodermal hipohidrotik, yang juga dikenal sebagai Christ
Siemens Touraine Syndrome, adalah suatu kelainan herediter yang paling umum
terjadi dari semua bentuk kelainan displasia ektodermal. Displasia ektodermal
hipohidrotik ini mempengaruhi perkembangan beberapa struktur ektodermal,
seperti rambut, gigi, kuku, kelenjar keringat dan struktur ektodermal lain3.
Frekuensi kejadiannya yaitu sekitar 1-7 per 100.000 kelahiran hidup3,
dimana pria lebih sering terkena sindrom ini dibanding wanita (karena sindrom ini
diturunkan sebagai X-linked recessive) dan menunjukkan gejala yang lebih berat
dibanding wanita carrier (pembawa sifat).
Trias gambaran klinis utama yang ditunjukkan oleh penderita displasia
ektodermal hipohidrotik adalah hipohidrosis atau anhidrosis, hipotrikosis dan
andonsia total atau parsial8,9.
Penderita biasanya memiliki kulit yang lembut, tipis, kering, baik dengan
tidak adanya seluruh atau sebagian dari kelenjar keringat. Akibatnya, mereka
tidak dapat berkeringat dengan normal dan intoleransi terhadap panas. Folikel
rambut dan kelenjar sebasea sering rusak atau bahkan tidak ada. Rambut serta alis
cenderung normal, minim dan pirang. Sedangkan manifestasi oral yang tampak
pada penderita displasia ektodermal hipohidrotik yaitu tidak adanya sebagian atau
seluruh gigi (anodonsia)4,10.
Shashibhushan et al4 memaparkan sebuah kasus, seorang anak laki-laki
berusia 7 tahun yang menderita displasia ektodermal hipohidrotik dilaporkan ke
departemen Pedodontik dengan keluhan tidak adanya gigi sama sekali atau
dikenal dengan istilah anodonsia (Gambar 2). Prosesus alveolaris tanpa adanya
dukungan oleh gigi menjadi tidak berkembang, membuat profil wajah menyerupai
orang yang sudah tua karena hilangnya dimensi vertikal.
Gambar 2. Anak laki-laki (7 tahun) dengan Displasia Ektodermal Hipohidrotik4
Pemeriksaan radiografi intraoral menunjukkan bahwa anak tersebut sama
sekali tidak mempunyai gigi yang erupsi pada rongga mulut, hanya terlihat
perkembangan tulang basalnya (Gambar 3).
Gambar 3. Pemeriksaan radiografi menunjukkan anodonsia total4
Hubungan antara Displasia Ektodermal Hipohidrotik dan Anodonsia
Pada tahap perkembangan embrio yang normal, terdapat sejumlah gen
yaitu gen EDA, EDAR dan gen EDARADD, yang bertugas memberikan instruksi
untuk membuat suatu protein11.
Protein yang dihasilkan oleh gen-gen tersebut merupakan bagian dari jalur
sinyal yang sangat penting untuk interaksi antara dua lapisan, yaitu lapisan
ektoderm dan lapisan mesoderm. Kedua lapisan sel ini merupakan dasar
pembentukan organ dan jaringan tubuh. Interaksi ektoderm-mesoderm sangat
penting terutama untuk pembentukan gigi, dimana lapisan email gigi berasal dari
sel ektoderm, sedangkan bagian gigi lainnya seperti dentin, sementum, jaringan
pulpa serta tulang alveolar berasal dari sel mesoderm.
Menjelang awal minggu ke-6 periode kehamilan, area tertentu dari sel-sel
basal pada lapisan ektoderm berproliferasi dengan lebih cepat. Lapisan epitel
mulai tumbuh ke dalam (invaginasi), mula-mula pada prominentia mandibularis
dan kemudian pada prominentia maksilaris, yang terpisah dari rahang bawah
melalui tonjolan bibir. Pada bagian dalam lipatan ini, akan terbentuk lamina epitel
yang kontinu, yang disebut lamina dentalis. Lamina dentalis ini merupakan tempat
terbentuknya 20 tunas gigi (dental buds) yang kecil dan berbentuk peluru. Tunas
gigi merupakan bakal dari gigi susu12,13.
Studi genetik mengungkapkan, mutasi yang terjadi pada gen EDA, EDAR
dan gen EDARADD diidentifikasi menyebabkan displasia ektodermal
hipohidrotik11. Terjadinya mutasi pada gen-gen tersebut mencegah interaksi
normal antara lapisan ektoderm dan lapisan mesoderm. Lapisan ektoderm menjadi
displasia, sehingga mengakibatkan aplasia lamina dentalis14 (tidak terbentuknya
lamina dentalis). Aplasia lamina dentalis inilah yang menyebabkan benih gigi
tidak tumbuh sama sekali (anodonsia).
Kebanyakan kasus displasia ektodermal hipohidrotik disebabkan karena
terjadinya mutasi pada gen EDA yang diwariskan dalam kromosom X resesif (gen
tersebut terpaut kromosom X)11. Karena peyakit ini dibawa oleh kromosom X,
maka kelainan herediter ini lebih banyak terjadi pada kaum laki-laki yang hanya
memiliki satu kromosom X, sedangkan pada perempuan harus terjadi di kedua
kromosom X-nya.
Pada perempuan, jika hanya satu kromosom saja yang mengandung gen
bermutasi, maka dirinya menjadi carrier (pembawa sifat). Sekitar 70% kasus yang
terjadi adalah pembawa sifat (carrier) dengan adanya tanda-tanda atau gejala
yang ringan seperti hanya beberapa gigi yang hilang atau bentuknya tidak normal,
rambut tipis dan beberapa masalah fungsi kelenjar keringat15.
Kesimpulan
Displasia ektodermal hipohidrotik terjadi karena adanya mutasi pada gen-gen
yang mengatur interaksi antara lapisan ektoderm dan lapisan mesoderm, yaitu gen
EDA, EDAR dan gen EDARADD. Akibat dari mutasi pada gen tersebut, lapisan
ektoderm menjadi displasia sehingga mengganggu perkembangan berbagai
struktur ektoderm, salah satunya yaitu gigi. Displasia ektoderm mengakibatkan
kegagalan terbentuknya lamina dentalis (aplasia lamina dentalis), yang merupakan
tempat bakal terbentuknya benih gigi (dental buds). Aplasia pada seluruh lamina
dentalis menyebabkan tidak tumbuhnya semua benih gigi (anodonsia).
DAFTAR PUSTAKA
1. Chaitra TR, Ravishankar TL, Anand PS, Surender PS. Anodontia of
permanent teeth – a case report. Pakistan Oral & Dental Journal Vol 30
No 1: 165-167. 2010
2. Francis JS. 2000. Ectodermal dysplasias. Dalam: Harper J, Oranje A,
Prose N, penyunting. Textbook of pediatric dermatology. London:
Blackwell Science: 1163-87.
3. Eveline PN, Hadinegoro SR, Boediardja SA. Displasia ektodermal
hipohidrotik. Sari Pediatri Vol 5 No 3: 131-136. 2003
4. Shashibhushan KK, Viswanathan R, Naik NS, Reddy VVS. Hypohidrotic
ectodermal dysplasia with total anodontia: a case report. J Clin Exp Dent.
2011; 3(Suppl1): e352-5
5. El-Tony MK, Feteih RM, Farsi JMA. Hereditary hypohidrotic ectodermal
dysplasia. The Saudi Dental Journal; 1994 Vol 6 No 1: 31-34
6. Rajendran R, Sivapathasundharam B, Shafer WG. 2009. Shafer’s
Textbook of Oral Pathology (6th ed). New Delhi: Elsevier
7. Saraf, Sanjay. 2006. Textbook of Oral Pathology. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publisher
8. Scheid, Rickne C. 2012. Woelfel's Dental Anatomy. Philadelphia: Wolters
Kluwer/Lippincott Williams & Wilkins Health
9. Ghom A. 2005. Textbook of Oral Medicine. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher
10. Ghom A, Shubhangi M. 2008. Textbook of Oral Pathology. New Delhi:
Jaypee Brothers Medical Publisher
11. Varghese G, Sathyan P. Hypohidrotic ectodermal dysplasia - a case study.
Oral & Maxillofacial Pathology Journal (OMPJ) Vol 2 No 1: 123-126.
2011
12. Chandra, S dkk. 2004. Textbook of Dental and Oral Histology with
Embryology. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher
13. Rohen, Johannes W. 2008. Embriologi Fungsional: Perkembangan Sistem
Fungsi Organ Manusia. Jakarta: EGC
14. Pannu K, Singh BD. Ectodermal dysplasia with total anodontia:
rehabilitation of a seven year old child. J Indian Soc Pedo Prev Dent; 20
(3): 114-117. 2002
15. Sudiono, Janti. 2008. Gangguan Tumbuh Kembang Dentokraniofasial.
Jakarta: EGC.