Upload
nguyenphuc
View
231
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Penerapan Metode Hamming Similarity Dalam Pengenalan Karakter Pada Citra Ruang Kelas
Universitas Gunadarma
Margi Cahyanti
Moch. Wisuda Sardjono
Kata Kunci : Citra, Citra Processing, Segmentasi, dan
Hamming
Abstracts
This research used hamming similarity methods on
both of its recitation and examination towards its
picture's image characteristic. The program is
processed by using an image as its input which later
processed (again) by using several processing image
methods which includes these several phases such as:
grayscale, edge detection, binary, crop image, and
zoom image that can be used to gain information in the
form of readable characters that created from the
already inputted image that came after its last phases:
hamming similarity
The program testing results is gained from 15 image
samples that came from Gunadarma University
classroom's image sample. After done the testing, the
result is: 11 samples are successfully identifies the
entire objects, while the 4 of them are not.
The similarity success level on this program is depend
on both of each image distance retrieval where the
distance retrieval must similar, and also the vividness
of its image character level where the more vivid its
character, the higher also its similarity level.
PENDAHULUAN
Pengolahan citra digital merupakan
pengolahan dan analisis yang banyak melibatkan
presepsi visual. Pengolahan citra bertujuan untuk
memanipulasi dan menganalisis citra dengan bantuan
komputer agar mudah diinterpretasi oleh manusia atau
mesin. Teknik - teknik pengolahan citra
mentransformasikan citra menjadi citra yang lain atau
menjadi bentuk informasi lain seperti teks.
Pada zaman sekarang ini begitu banyak
penggunaan teknologi yang berguna untuk menangkap
citra sebuah gambar tetapi penggunaannya hanya sebatas
untuk menangkap objek. Alangkah lebih baik
jika penggunaan kamera pada perangkat handphone
dapat diterapkan maksimal di kampus Universitas
Gunadarma dengan memberikan informasi jadual dan data
pengajar pada setiap kelas kepada mahasiswa,
dosen, dan seluruh lapisan penghuni kampus, saat kamera
diarahkan pada nomor ruangan kelas.
Untuk menerapkan hal diatas maka dibuatlah
aplikasi yang akan merubah citra nomor ruangan kelas
menjadi teks sehingga nilai informasi di dalamnya dapat
dihubungkan dengan sistem database yang terdapat di
Universitas Gunadarma. Pembuatan aplikasi ini
menggunakan beberapa tahap yaitu proses grayscalling,
edge/sobel, binerisasi, zoom citra, cropping citra dan
hamming yang digunakan sebagai pencocokan data
menjadi informasi teks. Dengan aplikasi ini maka
sebuah citra diharapkan dapat menghasilkan karakter
sesuai dengan informasi di dalamnya.
TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Citra Digital
Citra digital dapat dibagi menjadi 3, citra warna,
citra skala keabuan (grayscale), dan citra biner [9]:
1. Citra warna
RGB adalah suatu model warna yang terdiri dari
merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam
membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap
warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang-
nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya
paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan skala
256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8 digit
bilangan biner yang digunakan oleh mesin komputer.
Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran
sebanyak 256 x 256 x 256 = 16777216 jenis warna.
Sebuah jenis warna, dapat dibayangkan sebagai
sebuah vektor di ruang 3 dimensi yang biasanya
dipakai dalam matematika, koordinatnya dinyatakan
dalam bentuk tiga bilangan, yaitu komponen-x,
komponen-y dan komponen-z. Misalkan sebuah
vektor dituliskan sebagai r = (x,y,z). Untuk warna,
komponenkomponen tersebut digantikan oleh
komponen R(ed), G(reen), B(lue).
Citra digital dapat didefinisikan sebagai
fungsi dua variabel, f(x,y), dimana x dan y adalah
koordinat spasial dan nilai f(x,y) yang merupakan
intensitas citra pada koordinat tersebut. Teknologi
dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna
pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa
sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna
dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue
- RGB). Sistem kordinat pada sebuah citra digital
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Sistem Kordinat Citra Digital
RGB adalah suatu model warna yang terdiri
dari merah, hijau, dan biru, digabungkan dalam
membentuk suatu susunan warna yang luas. Setiap
warna dasar, misalnya merah, dapat diberi rentang
nilai. Untuk monitor komputer, nilai rentangnya
paling kecil = 0 dan paling besar = 255. Pilihan
skala 256 ini didasarkan pada cara mengungkap 8
digit bilangan biner yang digunakan oleh mesin
komputer.
Dengan cara ini, akan diperoleh warna campuran
sebanyak 256 x 256 x 256 = 1677726 jenis warna.
Sebuah jenis warna, dapat dibayangkan sebagai
sebuah vektor di ruang dimensi 3 yang biasanya
dipakai dalam matematika, koordinatnya dinyatakan
dalam bentuk tiga bilangan, yaitu komponen-x,
komponen-y dan komponen-z. Misalkan sebuah
vektor dituliskan sebagai r =(x,y,z). Untuk warna,
komponen-komponen tersebut digantikan oleh
komponen R(ed), G(reen), B(lue). Jadi, sebuah
jenis warna dapat dituliskan sebagai berikut: warna
= RGB(30, 75, 255). Putih = RGB (255,255,255),
sedangkan untuk hitam=RGB(0,0,0). Bentuk
Representasi warna dari sebuah citra digitial dapat
dilihat pada Gambar.2.
Gambar 2. Representasi Warna RGB Pada Citra Digital
Misalnya terdapat gambar berukuran 100 pixel x
100 pixel dengan colorencoding 24 bit dengan R = 8
bit, G = 8 bit, B = 8 bit, maka color encoding akan
mampu mewakili 0 ... 16.777.215 (mewakili 16 juta
warna), dan ruang disk yang dibutuhkan = 100 x 100 x
3 bit (karena RGB) = 30.000 bit = 30 KB atau 100
x100 x 24 bit = 240.000 bit.
2. Citra skala keabuan (grayscale)
Dikatakan format citra skala keabuan karena pada
umumnya warna yang dipakai adalah warna hitam
sebagai warna minimum dan warna putih sebagai
warna maksimalnya, sehingga warna antara ke dua
warna tersebut adalah abu-abu. Citra grayscale
mengandung matriks data yang merepresentasikan
nilai dalam suatu range. Elemen - elemen dalam
matriks intensitas merepresentasikan berbagai nilai
intensitas atau derajat keabuan, dimana nilai 0
merepresentasikan warna hitam dan 1
merepresentasikan intensitas penuh atau warna putih.
3. Citra biner
Citra biner diperoleh melalui proses pemisahan
piksel-piksel berdasarkan derajat keabuan yang
dimilikinya. Piksel yang memiliki derajat keabuan
lebih kecil dari nilai batas yang ditentukan akan
diberikan nilai 0, sementara piksel yang memiliki
derajat keabuan yang lebih besar dari batas akan
diubah menjadi bernilai 1.
Optical Character Recognition (OCR)
Optical character recognition (OCR) merupakan
aplikasi dari tenologi pengenalan teks, yaitu suatu
teknologi yang mampu mengenali teks pada citra digital
dan mengalihkannya pada dokumen digital. Dalam
perkembangannya, aplikasi OCR sering kali digunakan
pada berbagai jenis dokumen, dimana beberapa
dokumen memiliki ukuran font yang berbeda satu sama
lain. Hal ini menyebabkan aplikasi OCR yang ada
menjadi kurang maksimal dalam mengenli teks [15].
Sistem pengenal huruf ini dapat meningkatkan
fleksibilitas atau kemampuan dan kecerdasan sistem
komputer. Sistem pengenal huruf yang cerdas
sangat membantu usaha besar-besaran yang saat
ini dilakukan banyak pihak yakni usaha digitalisasi
informasi dan pengetahuan, misalnya dalam
pembuatan, misalnya dalam pembuatan koleksi
pustaka digital, koleksi sastra kuno digital, dan
lain-lain [8].
Secara umum proses OCR dapat dilihat pada
gambar 3. [12]
Gambar 3. Proses OCR secara umum
a. File Input
File Input berupa file citra digital dengan
format *.bmp atau *jpg.
b. Prepocessing
Prepocessing merupakan suatu proses
untuk menghilangkan bagian-bagian yang
tidak diperlukan pada gambar input untuk
proses selanjutnya.
c. Segmentasi
Segmentasi adalah proses memisahkan area
pengamatan (region) pada tiap karakter yang
di deteksi.
d. Normalisasi
Normalisasi adalah proses merubah dimensi
region tiap karakter dan ketebalan karakter.
e. Ekstraksi ciri
Ekstraksi ciri adalah proses untuk mengambil
ciri-ciri tertentu dari karakter yang diamati.
f. Recognition
Recognition merupakan proses untuk
mengenali karakter yang diamati dengan
cara membandingkan ciri-ciri karakter yang
diperoleh dengan ciri-ciri karakter yang ada
pada basis data.
Prinsip kerja dari aplikasi OCR adalah sebagai berikut :
1. Memasukkan dokumen berisi teks (teks
cetakan mesin) ke dalam alat optik (scanner)
sehingga di dapat sebuah file citra.
2. File citra tersebut diproses menggunakan
perangkat lunak aplikasi pengenalan teks, di
manaperangkat ini melakukan proses pengenalan
terhadap karakter-karakter yang ada pada file
citra tersebut.
3. Keluaran dari perangkat lunak aplikasi pengenalan
teks ini berupa file teks yang berisi karakter-
karakter yang telah dikenali dan siap untuk diolah
lebih lanjut.
Oleh karena itu, tingkat keberhasilan dari
perangkat lunak aplikasi pengenalan teks ini sangat
bergantung dari sejumlah faktor berikut (Gunawan T,
2005)
1. Kualitas gambar teks yang ada pada dokumen
yang dibaca serta tingkat kompleksitasnya
(ukuran, format, teks, warna, latar belakang).
2. Kualitas alat optik yang dipakai (scanner).
3. Kualitas perangkat lunak aplikasi pengenalan
teks itu sendiri.
Preprocessing Citra Digital
Prepocessing adalah tahap pertama yang harus
dilakukan pada proses OCR. Tahap ini sangat penting
untuk menentukan keberhasilan suatu proses
pengenalan pola. Beberapa proses yang dapat
dilakukan pada tahap preprocessing antara lain, proses
binerisasi, proses grayscaling dan segmentasi [8].
Pengolahan gambar atau pengolahan citra yang
sering disebut citra processing, merupakan suatu proses
yang mengubah sebuah gambar menjadi gambar lain
yang memiliki kualitas lebih baik untuk tujuan tertentu
[2]. Pengolahan citra digital pada dasarnya adalah
memodifikasi setiap piksel dalam citra sesuai dengan
kebutuhan.
Binerisasi
Binerisasi merupakan suatu teknik yang
digunakan dalam proses pemisahan objek dari
background nya. Dalam teknik binerisasi, citra digital
akan diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu objek
dan background [7].
Pada tahap proses binerisasi, file citra digital
dikonversi menjadi citra biner. Citra biner adalah citra
yang hanya memiliki dua nilai derajat keabuan, yaitu
hitam dan putih. Pixel-pixel latar belakang bernilai 0.
Pada waktu menampilkan gambar, 0 adalah putih dan
1 adalah hitam. Jadi, pada citra biner, latar belakang
berwarna hitam sedangkan objek berwarna putih [10].
Konversi dari citra hitam-putih ke citra
biner dilakukan dengan menggunakan operasi
pengambangan (thresholding). Operasi
pengambangan mengelompokkan nilai derajat
keabuan setiap pixel ke dalam 2 kelas, yaitu hitam
dan putih.
ANALISIS
Thresholding
Thresholding digunakan untuk mengatur
jumlah derajat keabuan pada citra. Proses
thresholding pada dasarnya merupakan proses
pengubahan kuantitas pada citra [14]. Dengan
menggunakan thresholding maka derajat keabuan
bisa diubah sesuai keinginan, misalkan diinginkan
menggunakan derajat keabuan 16, maka tinggal
membagi nilai derajat keabuan dengan 16. Proses
thresholding ini pada dasarnya adalah proses
pengubahan kuantisasi pada citra [14]. Untuk
melakukan proses thresholding dapat digunakan
persamaan :
ݓ = Dimana :
X : nilai derajat keabuan setelah proses thresholding
w : nilai derajat keabuan sebelum proses thresholding
b : jumlah derajat keabuan yang diinginkan
Berikut ini contoh thresholding mulai di 256, 16, 4, dan
2
Gambar 4. Thresholding
Untuk mencoba melakukan proses
thersholding perlu dibuat program untuk dapat
mengubah-ubah nilai thresholding sesuai
keinginan. Sehingga perlu ditampilkan dua citra,
yaitu citra asli (gray-scale) dan hasil thresholding-
nya dengan nilai thresholding yang ditentukan
melalui input seperti terlihat pada gambar 4.
Pengembangan metode Otsu (Otsu Thresholding)
Metode Otsu merupakan salah satu metode yang
dapat digunakan meningkatkan kualitas visual
citra dokumen kuno. Tujuan metode Otsu adalah
membagi histogram citra gray level kedalam dua daerah
yang berbeda secara otomatis tanpa membutuhkan
bantuan user untuk memasukan nilai ambang
[7].
Pendekatan yang dilakukan oleh Metode Otsu
adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu
menentukan suatu variabel yang dapat membedakan
antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara
alami. Analisis diskriminan akan memaksimumkan
variabel tersebut agar dapat membagi objek latar
depan (foreground) dan latar belakang (background).
Analisis diskriminan menghasilkan suatu nilai
ambang (threshold) yang digunakan untuk mempartisi
citra greyscale kedalam dua nilai yaitu hitam dan
putih [11].
Pengambangan Otsu adalah sebuah teknik
pengambangan yang diperkenalkan oleh Nobuyuki Otsu,
yang secara otomatis mencari batas ambang terbaik
untuk citra yang diolah [3].
Metode Otsu menghitung nilai ambang T secara
otomatis berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang
digunakan oleh metode Otsu adalah dengan melakukan
analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel
yang dapat membedakan antara dua atau lebih
kelompok yang muncul secara alami. Analisis
Diskriminan berfungsi memaksimumkan variabel
tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar
belakang [6].
Nilai ambang yang dicari dari suatu citra hitam putih
dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai
dengan L , dengan nilai L = 225. Probabilitas setiap
pixel pada level ke i dapat dinyatakan dalam persamaan
2.5 [6]
Nilai ambang k dapat ditentukan dengan
memaksimumkan persamaan 2.7
Dimana nilai dapat dihitung menggunakan
persamaan
Dimana :
Rerata intensitas global : ߤ
Jumlah kumulatif : ( )ߤ
Rerata Kumulatif : ߤ
Grayscalling
Grayscalling adalah proses penyederhanaan
citra dari format citra warna RGB menjadi citra skala
keabuan (grayscale). Suatu citra berwarna RGB
memiliki tiga lapisan matrik yaitu Rlayer, Glayer dan
Blayer. Bila setiap proses perhitungan dilakukan
pada setiap lapisan, maka satu piksel akan dikenakan
tiga kali operasi, sehingga konsep tiga layer RGB
disederhanakan menjadi sebuah lapisan yaitu lapisan
grayscale. Untuk mengubah gambar berwarna yang
mempunyai nilai matrik masing-masing R, G dan B
menjadi gambar grayscale dengan nilai k, maka
konversi dapat dilakukan dengan mengambil ratarata
dari nilai R, G dan B [1] sehingga secara mudah
dapat dituliskan seperti persamaan (2.1).
k = ( R + G + B ) / 3………………………….(1)
Ketiga warna R, G dan B dianggap tidak
seragam dalam hal kemampuan kontribusi
terhadap kecerahan, ada yang berpendapat bahwa
cara konversi lebih tepat menggunakan persamaan
(2.2) [1].
k = (0,299 R + 0,587 G + 0,114 B)…………..(2)
Segmentasi Citra
Segmentasi citra adalah membagi - bagi
suatu citra menjadi daerah - daerah atau objek -
objek yang dimilikinya. Segemnetasi citra
merupakan suatu proses memecah citra digital
menjadi banyak segmen / bagian daerah yang tidak
saling bertabrakan (non overlapping) [5]. Dalam
konteks citra digital daerah hasil segmentasi tersebut
merupakan kelompok piksel yang bertetangga atau
berhubungan.
Segmentasi citra dapat dilakukan melalui
beberapa pendekatan. Terdapat 3 macam
pendekatan [5], antara lain:
1. Pendekatan batas (boundary approach),
pendekatan ini dilakukan untuk mendapatkan
batas yang ada antar daerah.
2. Pendekatan tepi (edge approach), pendekatan ini
dilakukan untuk mengidentifikasi piksel tepi dan
menghubungkan piksel - piksel tersebut menjadi
suatu batas yang diinginkan.
3. Pendekatan daerah (region approach), pendekatan
ini dilakukan untuk membagi citra dalam daerah
daerah sehingga didapatkan suatu daerah sesuai
kriteria yang diinginkan.
Proses segmentasi digunakan dalam berbagai
penerapan, meskipun metode yang digunakan sangat
bervariasi, semuanya memiliki tujuan yang sama yaitu
mendapatkan representasi sederhana yang berguna dari
suatu citra.
Crop Citra
Pemotongan (cropping) adalah pengolahan citra
dengan kegiatan memotong satu bagian dari citra. Rumus
yang digunakan :
x’ = x - xL untuk x = xL sampai xR
y’ = y - yT untuk y = yT sampai yB
Keterangan :
(x,y) = koordinat titik citra awal
(x’,y’) = koordinat titik citra yang akan di-crop
(xL,yT) = koordinat titik citra pojok kiri atas citra yang
akan di-crop
(xR,yB) = koordinat titik pojok kanan bawah citra yang
akan di-crop
Koordinat titik sudut bagian citra yang akan di-crop
adalah seperti gambar berikut.
Gambar 5. Koordinat titik sudut bagian citra yang akan di-
crop
sehingga ukuran citra hasil crop menjadi :
w’ = xR - xL
h’ = yB - YT
Keterangan :
w’ = lebar citra hasil di-crop
h’ = tinggi citra hasil di-crop
Gambar 6. Citra Crop
Resize Citra
Sebuah proses yang dilakukan untuk
mengubah sebuah citra digital. Citra di-resize
menjadi ukuran yang berbeda dari ukuran semula.
Hal tersebut bertujuan untuk mempercepat proses
pengolahan citra. Proses resize dilakukan dengan
menggunakan interpolasi. Interpolasi adalah proses
yang digunakan untuk mengestimasi nilai intesitas
diantara dua piksel, sehingga proses ini
menghasilkan lokasi piksel yang baru.
Deteksi Tepi (Edge Detection)
Peningkatan kualitas citra (citra enhancement)
bertujuan menghasilkan citra dengan kualitas yang
lebih baik dibandingkan dengan citra aslinya.
Analisis citra merupakan salah satu langkah
dalam pengolahan citra. Analisis citra bertujuan
mengidentifikasikan parameter-parameter yang
diasosiasikan dengan ciri (feature) dari objek di
dalam citra, untuk selanjutnya parameter tersebut
digunakan dalam menginterpretasi citra. Analisis
citra pada dasarnya terdiri dari tiga tahapan :
ekstrasi ciri (feature extraction), segmentasi, dan
klasifikasi [5].
Faktor kunci dalam mengekstrasi ciri adalah
kemampuan mendeteksi tepi (edge) dari objek di
dalam citra. Setelah tepi objek diketahui, langkah
selanjutnya dalam analisis citra adalah segmentasi,
yaitu melakukan reduksi terhadap citra menjadi
objek atau region. Misalnya memisahkan objek-
objek yang berbeda dengan mengektrasi batas-batas
objek (boundary) . Langkah terakhir dari analisis
citra adalah klasifikasi yaitu memetakan segmen-
segmen yang berbeda ke dalam kelas objek yang
berbeda pula.
Algoritma Sobel Edge Detection
Algoritma Sobel merupakan salah satu
pengembangan dari teknik edge detection
sebelumnya, juga pengembangan dari operator
Prewit. Algoritma ini termasuk algoritma
pemrograman yang berfungsi sebagai filter citra.
Filter ini mendeteksi keseluruhan edge yang ada.
Dalam prosesnya filter ini menggunakan sebuah
operator, yang dinamakan operator Sobel. Operator Sobel
menggunakan matriks N x N dengan berordo 3 x 3, 5 x
5, 7 x 7, dan sebagainya. Matriks seperti ini
digunakan untuk mempermudah mendapatkan piksel
tengah sehingga menjadi titik tenagah matrik (aij). Piksel
tengah ini merupakan piksel yang akan diperiksa. Cara
pemanfaatan matrik ini sama seperti pemakaian sebuah
grid, yaitu dengan cara memasukkan piksel-piksel
disekitar yang sedang diperiksa (piksel tengah) ke dalam
matrik. Cara yang demikian disebut spatial filtering.
Gambar 7. Matriks 3 x 3 pada area citra
Didefenisikan Gy sebagai arah penelusuran secara vertical
Gy = (a0 - a6) + (a2 - a4) + 2(a1 - a5)
Gy = (a0 + 2a1 + a2) - (a4 +2a5 + a6) (2.1)
dan Gx sebagai arah penelusuran secara horizontal
Gx = (a0 - a2) + (a6 - a4) +2(a7 - a3)
Gx = (a0 + 2a7 + a6) - (a2 +a4 + 2a3) (2.2)
Defenisi menggunakan nilai mutlak diberikan
G = |Gx| + |Gy| (2.3)
Dengan membandingkan area diatas dari
persamaan (2.1) kita lihat bahwa Gy adalah berbeda
antara baris pertama dan ketiga, dimana elemen
terdekat aij yakni (a1dan a5) lebih besar dua kali
dibanding nilai yang disekelilignya (hal ini berdasarkan
intusi wilayah/area0 juga pada persamaan (2.2), Gx
adalah berbeda antara kolom a3dan a7. Gx adalah arah
dari x dan Gy adalah merupakan arah dari y.
Persamaan dari (2.1) dan (2.2) dapat
diimplementasikan dari operasi sobel didapat nilai
hasil dari persamaan (2.3).
Teknik spatial filtering menggunakan lagi
sebuah matrik yang dinamakan mask. Ukuran matrik
mask sama besar dengan matrik piksel yaitu N x N.
Didalam mask ini intinya disimpan jenis operasi yang
akan dilakukan terhadap matrik piksel, akan tetapi tidak
semua filter spatial filtering menggunakan mask untuk
menyimpan operasinya. Sobel operator diterapkan
dalam dua buah mask, untuk itu perlu diperhatikan
terlebih dahulu.
Gambar 8. Mask (a) Vertikal Mask
(b) Horisontal Mask
Mask pertama yaitu mask (a) digunakan
untuk menghitung selisih titik pada sisi vertikal
sehingga dihasilkan titik penelusuran arah vertikal.
Mask kedua yaitu mask (b) digunakan untuk
menghitung selisih titik pada sisi horisontal sehingga
dihasilkan titik hasil penelusuran arah horisontal.
Hasil akhir filter operator sobel adalah
ditemukannya beberapa piksel dengan intensitas yang
lebih besar atau tajam. Dan juga ukuran tepi objek
yang jauh lebih besar dari ukuran sebelumnya.
Keadaan ini dikarenakan titik-titik yang lebih dekat
dengan titik tengah (terperiksa) diberi harga yang
lebih dominan dalam perhitungan. Perhatikan
gambar 2.9, terbukti pada awalnya intensitas piksel
citra mempunyai range intensitas (nomor warna)
antara 0 sampai 4, setelah dilakukan proses
filtering maka terjadi pergeseran intensitas antar 2
sampai 20. Bila piksel-piksel ini terseleksi dengan
menggunakan ketentuan seperti operasi thresholding,
maka setiap piksel hanya mempunyai dua warna
dominan yaitu warna hitam dan putih. Warna
hitam diibaratkan sebagai background permukaan
citra, dan warna putih memunculkan piksel-piksel
signifikan tersebut. Edge atau garis di tepi objek
terlihat lebih terang dari sebelumnya. Warna
grayscale merupakan perpaduan warna dari dua
warna dominan, yaitu perpaduan antara warna
minimum dan maksimum. Perpaduan warna yang
dimaksud disebut sebagai warna medium atau
setengah terang atau warna menegah. Bila citra
menggunakan perpaduan antara warna hitam dan
putih, maka warna yang demikiandikenal dengan
sebutan warna medium gray atau grayscale. Dengan
demikian setiap piksel yang dihasilkan akan
disesuaikan dengan set warna medium ini. Set
warna ini dimulai dari warna hitam sebagai warna
minimum dan naik secara perlahan-lahan menjadi
lebih terang dari sebelumnya sampai pada warna
maksimal yaitu berwarna.
Bila edge yang ditemukan merupakan
sekumpulan piksel signifikan yang membentuk objek
citra, maka warna piksel tersebut akan dipertegas
kembali, artinya piksel ini akan diperbesar
intensitasnya sehingga warna edge ini akan tampak
jelas.
Keadaan edge yang demikian nantinya akan
memperlihatkan suatu objek dalam citra.
Gambar 9. Sobel edge detection
Di dalam model 256 warna, intensitas warna untuk
setiap piksel mempunyai variasi berkisar antara 0 sampai
255. Di dalam operasi filter sobel, setiap komponen
warna RGB adalah merupakan komponen-komponen
warna dengan intensitas warna masing-masing yaitu 128.
Untuk mendapatkan intensitas warna medium dimasing-
masing piksel, maka ditambahkannya intensitas warna
medium ini ke dalam intensitas warna setiap piksel,
akan tetapi intensitas warna tetap berada di dalam
lingkup range warna antara 0 sampai 255. Bila
intensitas warna piksel dimisalkan adalah 4, maka
intensitas warna piksel tersebut menjadi :
Gambar 10. Medium warna piksel citra baru
Ternyata nilai 132 masih dibawah lingkup
intensitas warna maksimum yaitu 255. Apabila nilai
yang didapat melebihi 255, maka piksel tersebut akan
tetapi mempunyai intensitas warna 255. Intensitas
piksel pada mode 256 warna sebenarnya tidak lagi
menunjukkan intensitas warna piksel tersebut, akan
tetapi sebanarnya menunjukkan nomor warna yang
dipilih pada sebuah tabel berukuran 256.
Implementasi
Pengenalan Objek dengan Template Matching
Template matching adalah salah satu teknik
dalam pengolahan citra digital yang berfungsi untuk
mencocokkan tiap-tiap bagian dari suatu citra dengan
citra yang menjadi template (acuan) [6]. Citra
masukan dibandingkan dengan citra template yang
ada di dalam basis data, kemudian dicari
kesamaannya dengan menggunakan suatu aturan
tertentu [4]. Pencocokkan citra yang menghasilkan
tingkat kemiripan/ kesamaan yang tinggi
menentukan suatu citra tersebut dikenali sebagai
salah satu dari citra template.
Matching atau pencocokan adalan
pendekatan paling dasar pada pengenalan gambar.
Matching dapat digunakan untuk mencari posisi dari
objek yang sudah diketahui dalam suatu gambar
untuk mencari pola tertentu. Template atau pola
dasar matching bisa saja sangat kecil atau mewakili
seluruh objek.
Segmentasi berdasarkan matching akan sangat
mudah apabila objek yang yang dicari sama peris
dengan template-nya. Template matching yang
pertama adalah mencari bagian dari suatu gambar
yang cocok dengan templatenya, sedangkan
template matching yang kedua adalah
membandingkan suatu gambar dengan beberapa
template yang mempunyai dimensi yang sama antara
gambar dan template.
Template matching ini juga berguna dalam
pengenalan objek sebagai mana pada pengenalan
huruf. Dengan melakukan perbandingan antara
objek yang tak dikenal dengan beberapa template,
maka akan diperoleh nilai-nilai kemiripan untuk
setiap template-nya. Template dengan nilai
kemiripan paling tinggi menunjukkan tingkat
kecocokan yang tinggi pula. Template matching
yang sederhana dapat didefinisikan sebagai berikut :
Dengan I adalah gambar dan T adalah template.
Misalkan template berupa matrik dengan gambar
berupa maka nilai untuk S adalah 8. Untuk matching
pada gray scale didefinisikan sebagai : Dengan L
adalah gray level maksimal (255), X dan Y adalah
panjang dan lebar dari template. S akan bervariasi
dari 0 sampai 1. Untuk I = T maka S = 1
Template matching memiliki keleihan dan
kekurangan. Kelebihannya adalah algoritma ini
mudah untuk dituliskan ke dalam bahasa program
dan mudah untuk mempersiapkan data
referensinya.
Komputasi tidak terlalu besar karena data yang
digunakan berupa matriks. Namun, dibalik
kelebihannya itu algoritma ini secara umum memiliki
kekurangan. Kekurangannya adalah membutuhkan data
referensi atau basis data yang banyak untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Basis data bisa berupa
citra ataupun citra yang telah dijadikan matriks.
Semakin banyak jenis huruf yang ingin kita deteksi,
maka semakin banyak referensi yang harus disimpan.
Similiaritas Hamming
Hamming Distance adalah jarak antara dua
string dengan panjang yang sama dengan jumlah total
posisi di mana karakter yang tidak sesuai dalam dua
string yang berbeda. Jika ukuran dua string tidak sama
maka jarak Hamming antara mereka adalah tak terbatas.
Formula yang di bentuk oleh hamming sebagai berikut:
…(5)
q = Nilai variabel positif pada objek pertama
dan nilai variabel negatif pada objek
kedua.
r = Nilai variabel negative pada objek
pertama dan nilai variabel positif pada
objek kedua.
Untuk lebih jelas diberikan contoh apple yang
mempunyai ciri bulat, manis, masam dan renyah
sedangkan banana mempunyai ciri tidak bulat, manis,
tidak masam dan tidak renyah maka di gambarkan
menjadi seperti di bawah ini :
Gambar 2.11. Contoh Hamming
Setiap objek dijadikan biner maka menjadi
apple (1,1,1,1), sedangkan banana (0,1,0,0). Dari setiap
objek tersebut di bandingkan dengan menggunakan
rumus hamming menghasilkan hamming distance yaitu
sebesar 3.
Pada tahap similiarity terjadi proses pencocokan hasil
segmentasi citra yang sudah di zoom dengan database
karakter yang sudah di simpan terlebih dahulu dalam
format csv sehingga pada proses similiarity aplikasi
dapat membaca karakter yang terdapat dalam citra
ruang kelas
Namun terdapat pula ketidakcocokan pada
saat proses similiarity seperti hasil yang dihasilkan
berbeda dengan citra yang di input. Hal bisa
disebabkan karena citra yang di input berbeda
bentuknya dengan citra yang sudah disimpan dalam
database. Selain sebab tersebut, hal ini bisa
disebabkan oleh hal lain seperti ketidakfokusan
gambar sehingga citra tidak solid.
Pada tahap implementasi terhadap program
“Pengenalan Citra Ruangan Kelas” menggunakan 15
data citra ruangan di Universitas Gunadarma. Berikut
adalah contoh citra yang diambil dan hasilnya :
Citra Kelas Ruang D017
Gambar 11. Citra Kelas Ruang D017
Hasil proses identifikasi untuk citra pada
gambar di atas menghasilkan karakter “D017” yang
cocok dengan data citra yang telah di input.
Citra Kelas Ruang D.532
Gambar 12. Citra Kelas Ruang D.532
Citra Kelas Ruang D.533
Gambar 13 Citra Kelas Ruang D.553
Hasil proses identifikasi untuk citra pada
gambar di atas menghasilkan karakter “D553” yang
cocok dengan data citra yang telah di input.
Citra Kelas Ruang D.021
Gambar 14. Citra Kelas Ruang D.021
Hasil proses identifikasi untuk citra pada
gambar di atas menghasilkan karakter “D020” yang
berbeda dengan data citra yang telah di input.
Citra Kelas Ruang D.033
Gambar 15. Citra Kelas Ruang D.033
Hasil proses identifikasi untuk citra pada
gambar di atas menghasilkan karakter “DD33”
yang berbeda dengan data citra yang telah di input.
Hasil Implementasi 15 Citra
Berikut adalah tabel hasil implementasi dari 15 citra
ruang kelas :
No Citra
Image
Output Hasil
1.
177x67
SESUAI
2.
155x61
SESUAI
3.
159x53
SESUAI
4.
169x59
SESUAI
5.
254x72
SESUAI
6.
228x49
SESUAI
7.
190x67
SESUAI
8.
SESUAI
9.
193x61
SESUAI
10
147x63
SESUAI
11
155x39
SESUAI
12.
157x27
TIDAK
SESUAI
13.
152x69
TIDAK
SESUAI
14.
153x69
TIDAK
SESUAI
15.
242x62
TIDAK
SESUAI
Kesimpulan
Dari uji coba yang dilakukan, dapat diambil suatu
kesimpulan sebagai berikut:
1. Digunakan beberapa metode prepocessing citra
dalam pembuatan aplikasi ini diantaranya proses
grayscalling, edge/sobel, binerisasi, segmentasi,
zoom citra, cropping citra dan hamming untuk
pengenalan karakter pada aplikasi ini.
2. Dari 15 citra yang di uji coba, citra yang berhasil
mengidentifikasi seluruh objek sebanyak 11 citra,
sementara 4 lainnya masih belum berhasil.
3. Dari keseluruhan penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa program aplikasi
pengenalan citra karakter ruangan kelas telah
diterapkan dan dapat menghasilkan informasi
baru yaitu berupa karakter yang teridentifikasi
DAFTAR PUSTAKA
1. Ahmad, U. 2005. Pengolahan Citra Digital Dan
Teknik Pemrogramannya. Yogyakarta : Graha
Ilmu.
2. Ardhianto Eka. et al. 2011. Pengolah Citra Digital
Untuk Identifikasi Ciri Sidik Jari Berbasis
Minutiae. Jurnal Teknologi Informasi DINAMIK
volume 16 No 1.
3. Balza, Achmad, (2012), “Otsu Thresholding”.
4. Brunelli Roberto, 2009, Template Matching
Techniques In Computer Vision, john willey &
sons. Inc
5. Castleman K. R. 1996. Digital citra Processing.
New Jersey : Pretice Hall.
6. D. Putra. 2010. Pengolahan Citra Digital.
Yogyakarta : ANDI
7. Fauzi, Fahrizal (2012), “Metode Binerisasi Pada
Proses Pemisahan Text Dari Backgrpund
Menggunakan Perangkat Lunak OCR” .
8. Hartanto, Suryo, (2012), “Optical Character
Recognition Menggunakan Algoritma Template
Matching Correlation”. Journal of Informatics
and techology, Vol 1, No.1 Tahun 2012, p-11-
20.
9. Kusumanto, RD. et al. 2011. Pengolahan Citra
Digital Untuk Mendeteksi Objek Menggunakan
Pengolahan Warna Model Normalisasi RGB.
Semantik.
10. Rinaldi Munir. 2004. Pengolahan Citra Digital
dengan Pendekatan Algoritmik. Bandung :
Informatika Bandung.
11. Otsu, N. (1979). “A threshold selection method
from grey-level histigram”. IEEE Trans.
System Man Cybernet pp. 62-66,9 (1).
12. Sofani, Rach,ah 2009, “Sistem OCR”.
13. Url :
http://www.aforgenet.com/framework/docs , 4
Agustus 2013
14. Wijaya, Marvin Chandra dan Tjiharjadi,
Semuil.(2009). “Mencari Nilai Threshold yang
Tepat Untuk Peramcangan Pendeteksi Kanker
Trofoblas”, Seminar Nasional Aplikasi
Teknologi Informasi.
15. Zand, M., Nilchi, AN., Monadjemi, SA (2008).
Recognition-based Segmentation in Persian
Character Recognition. International Journal
of Computer and Informtaion Sciene and
Engineering. Vol 2(1), pp-14-18.