Upload
nguyennhi
View
240
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
PENDETEKSIAN KECURANGAN LAPORAN KEUANGAN
DENGAN ANALISIS FRAUD TRIANGLE YANG DIADOPSI
DALAM SAS NO.99
Listiana Norbarani
Shiddiq Nur Rahardjo, S.E., M.Si., Akt
ABSTRACT
The purpose of this study is to detect financial statement fraud using fraud triangle
analysis adopted in SAS No.99. Fraud triangle theory by Cressey (1953) states there are
three conditions that always present in fraud. These conditions are pressure, opportunity and
rationalization. According to Cressey’s fraud triangle theory adopted in SAS No.99, the
researcher develops variables which serve as proxy measures for fraud triangle components.
In this study, financial statement fraud is proxied by earnings management.
Manufacturing firms listed in Indonesian Stock Exchange 2009-2010 are the object of
this study. Based on purposive sampling method, 176 sample firm are selected. Multiple
regression analysis is used to test the hypothesis.
The result of this study indicates that external pressure variable proxied by free cash
flow ratio is negatively related to financial statement fraud. This study also indicates that
financial targets variable proxied by Return On Asset, is positively related to financial
statement fraud. This study does not indicates that financial stability variable proxied by
ratio of change in assets, personal financial need variable proxied by the ratio of ownership
in the firm held by insiders, and ineffective monitoring proxied by ratio of independent
commissioner, are have a relationship with financial statement fraud proxied by earnings
management.
Keywords: Fraud Triangle, Financial Statement Fraud, SAS No.99
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pelaporan keuangan bermanfaat bagi sebagian besar kalangan pengguna
laporan dalam rangka membuat keputusan-keputusan ekonomi serta menunjukkan
pertanggungjawaban manajemen atas penggunaan sumber-sumber daya yang dipercayakan
kepada mereka (Ikatan Akuntan Indonesia, 2009). Sayangnya, tidak seluruh pelaku bisnis
menyadari pentingnya laporan keuangan yang bersih dan terbebas dari kecurangan. Rezaee
(2002) menyatakan bahwa dalam dua dekade terakhir financial statement fraud telah
meningkat secara substansial.
Taylor dan Glezen (dalam Soselisa dan Muchlasin, 2008), mendefinisikan financial
statement fraud sebagai suatu kesengajaan atau kecerobohan baik berupa tindakan yang
disengaja ataupun kelalaian yang mengakibatkan kekeliruan bersifat material pada laporan
keuangan sehingga laporan keuangan mengandung informasi yang menyesatkan. Skandal
akuntansi telah berkembang secara luas, seperti halnya di Amerika Serikat. Spathis (2002)
menjelaskan bahwa di USA kecurangan akuntansi yang menimpa Enron menimbulkan
kerugian yang sangat besar di hampir seluruh industri. Australia juga tidak terlepas dari kasus
skandal akuntansi (Brennan dan McGrath, 2007). Pada kasus HIH yang merupakan salah satu
kegagalan bisnis terbesar dalam sejarah Australia, salah saji pada aset tidak diungkapkan oleh
Arthur Andersen dalam jurnal penyesuaian akhir tahun, oleh karenanya salah saji tersebut
tidak dimasukkan pula dalam penilaian atas kebenaran dan fairness pada laporan keuangan.
Dalam rangka memberikan solusi terhadap terhadap kelemahan dalam prosedur
pendeteksian kecurangan di dunia, American Institute Certified Public Accountant (AICPA)
menerbitkan Statement of Auditing Standards No. 99 (SAS No. 99) mengenai Consideration
of Fraud in a Financial Statement Audit pada Oktober 2002 (Skousen et al., 2009). Tujuan
dikeluarkannya SAS No.99 adalah untuk meningkatkan efektivitas auditor dalam mendeteksi
kecurangan dengan menilai pada faktor risiko kecurangan perusahaan. Faktor risiko
kecurangan yang diadopsi dalam SAS No.99 didasarkan pada teori faktor risiko kecurangan
Cressey (1953).
Penelitian yang bertujuan untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan pernah
dilakukan oleh Persons (1995) dan Kaminski et al. (2004). Mereka mengembangkan model
prediksi kecurangan menggunakan rasio keuangan. Akan tetapi, model tersebut mengalami
tingkat kesalahan klasifikasi yang tinggi (Skousen et al., 2009).
2
Pengembangan model penelitian untuk mendeteksi kecurangan laporan keuangan
dengan analisis fraud triangle dilakukan oleh Cressey (1953), Turner et al. (2003), Lou dan
Wang (2009), dan Skousen et al. (2009). Penelitian Skousen et al. (2009) menguji efektivitas
pengadopsian fraud risk factor framework oleh Cressey (1953) dalam SAS No.99 untuk
mendeteksi financial statement fraud. Penelitian dilakukan dengan mengembangkan variabel-
variabel yang kemudian dikembangkan lagi dalam beberapa proksi ukuran dari ketiga kaki
fraud triangle (pressure, opportunity dan rationalization). Variabel diuji menggunakan
metode analisis regresi logistic dengan membandingkan antara sampel perusahaan yang
melakukan kecurangan dan yang tidak melakukan kecurangan. Hasil pengujian tersebut
berhasil memprediksi secara benar dan menunjukkan peningkatan yang substansial
dibandingkan model prediksi fraud lainnya. Atas dasar temuan inilah, peneliti tertarik untuk
mendeteksi kecurangan laporan keuangan dengan analisis fraud triangle.
1.2 Rumusan Masalah
Bedasarkan masalah di atas, penelitian ini bertujuan untuk mendeteksi terjadinya
financial statement fraud dengan menggunakan analisis fraud triangle. Pertanyaan penelitian
yang dapat dirumuskan adalah: Apakah variabel financial stability, external pressure,
personal financial need, financial targets, dan innefective monitoring dapat digunakan untuk
mendeteksi financial statement fraud ?.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti yang empiris mengenai adanya
hubungan antara: Variabel financial stability, external pressure, personal financial need,
financial targets, dan innefective monitoring terhadap terjadinya financial statement fraud.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh melalui penelitian ini adalah:
1. Memberikan informasi kepada manajemen, pemegang saham, investor, kreditor dan
pihak lain yang menggunakan laporan keuangan untuk memahami faktor-faktor yang
dapat menyebabkan terjadinya financial statement fraud agar tidak tersesat dalam
pengambilan keputusan.
2. Memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu akuntansi khusunya manajemen
keuangan karena penelitian ini mengacu pada variabel proksi dari fraud triangle yang
menggunakan perhitungan rasio keuangan.
3
3. Memberikan pemahaman yang mendalam mengenai financial statement fraud
melalui model yang komprehensif dan teruji secara empiris sesuai dengan situasi dan
kondisi yang berlaku di Indonesia.
TELAAH TEORI
2.1 Agency Theory
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa hubungan keagenan adalah sebuah
kontrak antara manajer (agent) dengan pemilik (principal). Dalam sebuah perusahaan,
manajer berperan sebagai agent yang secara moral bertanggungjawab untuk mengoptimalkan
keuntungan para pemilik (principal), namun disisi yang lain manajer juga mempunyai
kepentingan memaksimumkan kesejahteraan mereka (Ujiyantho & Pramuka, 2007). Conflict
of interest atau perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah yang dapat memicu
agency problem yang dapat mempengaruhi kualitas laba yang dilaporkan.
Menurut Eisenhardt (1989), teori agensi menggunakan tiga asumsi sifat manusia
yaitu: (1) manusia pada umumya mementingkan diri sendiri (self interest), (2) manusia
memiliki daya pikir terbatas mengenai persepsi masa mendatang (bounded rationality), dan
(3) manusia selalu menghindari risiko (risk averse). Ketiga sifat tersebut menyebabkan
informasi yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reabilitasnya dan
informasi yang disampaikan biasanya diterima tidak sesuai dengan kondisi perusahaan yang
sebenarnya atau lebih dikenal sebagai informasi yang tidak simetris atau asymmetric
information (Ujiyantho & Pramuka, 2007).
Tindakan manajemen laba yang dilakukan manajemen akibat adanya conflict of
interest dan asymmetric information dengan pemilik merupakan salah satu bentuk financial
statement fraud. Pernyataan tersebut sejalan dengan Rezaee (2002) yang menyatakan bahwa
tindakan manajemen laba berkaitan erat dengan financial statement fraud. Tindakan
memanajamen laba yang dilakukan manajemen jika dibiarkan dan tidak diketahui oleh
pemilik, pada akhirnya akan berkembang menjadi suatu financial statement fraud yang
menyesatkan secara material. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa adanya
agency problem antara pemilik (principal) dan manajemen (agent) dapat menyebabkan
terjadinya financial statement fraud yang menyesatkan dan merugikan.
4
2.2 Fraud
2.2.1 Definisi Fraud
Statement of Auditing Standards No.99 mendefinisikan fraud dari sudut pandangnya
sebagai tindak kesengajaan untuk menghasilkan salah saji material dalam laporan keuangan
yang merupakan subyek audit. Definisi lain diungkapkan oleh Association of Certified Fraud
Examiners (dalam Ernst & Young LLP, 2009) yang menyatakan fraud sebagai suatu
tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat oleh seseorang atau badan yang mengetahui
bahwa kekeliruan tersebut dapat mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak baik kepada
individu atau entitas atau pihak lain.
2.2.2 Jenis-Jenis Fraud
Menurut Albrecth dan Albrecth (dikutip oleh Nguyen, 2008), fraud diklasifikasikan
menjadi lima jenis, yaitu:
1. Embezzlement employee atau occupational fraud
Jenis fraud yang dilakukan oleh bawahan kepada atasan. Bawahan melakukan
kecurangan pada atasannya secara langsung maupun tidak langsung.
2. Management fraud
Jenis fraud yang dilakukan oleh manajemen puncak kepada pemegang saham,
kreditor dan pihak lain yang mengandalkan laporan keuangan. Manajemen puncak
menyediakan penyajian yang keliru, biasanya pada informasi keuangan.
3. Invesment scams
Jenis fraud yang dilakukan oleh individu/perorangan kepada investor. Individu
mengelabui atau menipu investor dengan cara menanamkan uangnya dalam investasi
yang salah.
4. Vendor fraud
Jenis fraud yang dilakukan oleh organisasi atau perorangan yang menjual
barang atau jasa kepada organisasi atau perusahaan yang menjual barang atau jasa.
Organisasi memasang harga terlalu tinggi untuk barang dan jasa atau tidak adanya
pengiriman barang meskipun pembayaran telah dilakukan.
5. Customer fraud
Jenis fraud yang dilakukan oleh pelanggan kepada organisasi atau perusahaan yang menjual
barang atau jasa. Pelanggan membohongi penjual dengan memberikan kepada pelanggan
yang tidak seharusnya atau menuduh penjual memberikan lebih sedikit dari yang seharusnya.
5
2.3 Fraud Triangle Theory
Fraud triangle theory merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang penyebab
terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953)
yang dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan. Fraud triangle menjelaskan tiga
faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud:
1. Pressure (Tekanan), yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud.
Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi,
dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Menurut SAS No.99, terdapat
empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan
kecurangan. Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal
financial need, dan financial targets.
2. Opportunity (Peluang), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk
memungkinkan suatu kecurangan terjadi. SAS No.99 menyebutkan bahwa peluang pada
financial statement fraud dapat terjadi pada tiga kategori kondisi. Kondisi tersebut adalah
nature of industry, ineffective monitoring, dan organizational structure.
3. Rationalization (Rasionalisasi), yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai-
nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan
kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan
yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Menurut SAS No.99
rasionalisasi pada perusahaan dapat diukur dengan siklus pergantian auditor, opini
audit yang didapat perusahaan tersebut serta keadaan total akrual dibagi dengan total
aktiva. Ketiga hal di atas digambarkan dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.1
Fraud Triangle
Sumber: Fraud Triangle Theory oleh Cressey (1953)
Incentive/Pressure
Opportunity Rationalization
6
2.4 Financial Statement Fraud
2.4.1 Definisi Financial Statement Fraud
Definisi financial statement fraud menurut American Institute Certified Public
Accountant (1998) adalah tindakan yang disengaja atau kelalaian yang berakibat pada salah
saji material yang menyesatkan laporan keuangan. Elliott and Willingham (dalam Intal dan
Do, 2002), mendefinisikan financial statement fraud dari sudut pandang yang berbeda.
Menurutnya, financial statement fraud merupakan suatu management fraud yaitu, “the
deliberate fraud committed by management that injures investors and creditors through
materially misleading”.
2.4.2 Pelaku Financial Statement Fraud
Menurut Taylor (2004) dalam Nguyen (2008), terdapat dua kelompok utama pelaku
financial statement fraud. Urutan keterlibatan pelaku dijelaskan sebagai berikut:
1. Senior manajemen (CEO, CFO, dan lain-lain). CEO terlibat fraud pada tingkat 72%,
sedangkan CFO pada tingkat 43 %.
2. Karyawan tingkat menengah dan tingkat rendah. Karyawan ini bertanggungjawab
pada anak perusahaan, divisi, atau unit lain dan mereka dapat melakukan kecurangan
pada laporan keuangan untuk melindungi kinerja mereka yang buruk atau untuk
mendapatkan bonus berdasarkan hasil kinerja yang lebih tinggi (Wells, 2005).
2.5 Earnings Management
Standar Akuntansi Keuangan (SAK) memberikan fleksibilitas bagi manajemen untuk
memilih kebijakan akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan. Fleksibilitas inilah yang
terkadang dimanfaatkan oleh manajemen untuk memilih kebijakan yang dapat
menguntungkannya. Scott (2000) menyatakan bahwa manajemen laba adalah cara yang
digunakan oleh manajer untuk mempengaruhi angka laba secara sistematis, dengan cara
memilih kebijakan akuntansi dan prosedur akuntansi tertentu yang bertujuan untuk
memaksimumkan keuntungan manajer dan atau nilai pasar dari perusahaan.
Dasar akrual telah disepakati sebagai dasar penyusunan laporan keuangan (Wibisono,
2004). Chaerul (2003) menyatakan bahwa dalam mengaplikasikan kebijakan akrual
digunakan accrual, defferal dan prosedur alokasi yang bertujuan untuk menyesuaikan beban
dan pendapatan dengan periodenya, bukan mengaitkan beban dan pendapatan berdasarkan
atas pengeluaran dan penerimaan kas (cash basis) (Ujiyantho dan Pramuka, 2007). Oleh
karena itu, kebijakan accrual dalam mengaplikasikan standar akuntansi ini dapat digunakan
untuk melakukan manajemen laba.
7
Tindakan earnings management merupakan cikal bakal terjadinya suatu skandal
akuntansi. Pernyataan tersebut diperkuat kembali oleh Rezaee (2002) yang menyatakan
bahwa:
”Suatu financial statement fraud sering diawali dengan salah saji atau manajemen laba dari
laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak material tetapi akhirnya berkembang menjadi
fraud secara besar-besaran dan menghasilkan laporan keuangan tahunan yang menyesatkan
secara material”.
Berdasarkan uraian di atas, sangat relevan bila penelitian untuk mendeteksi financial statement fraud
diproksikan dengan earnings management yang dilakukan perusahaan karena keduanya memiliki
hubungan kausalitas.
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Peneliti
dan Judul
Penelitian
Metode Penelitian Hasil Penelitian
1. Spathis (2002)
Judul:
Detecting False
Financial
Statements Using
Published Data:
Some Evidence
from Greece
1. Menggunakan sampel 76
perusahaan yang terdiri dari 38
perusahaan dengan FFS dan 38
perusahaan non-FFS.
2. Memilih sepuluh variabel
keuangan yang berpotensi dapat
digunakan untuk memprediksi
FFS.
3. Menggunakan statistik univariate
dan multivariate seperti regresi
logistic.
Membuktikan bahwa model
penelitian terbukti akurat dalam
mengklasifikasikan total sampel
dengan tingkat akurasi melebihi 84
persen. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa model berfungsi efektif.
2
Intal dan Do
(2002)
Judul:
Recognition Of
Revenue And The
Auditor’s
Responsibility for
Detecting
Financial
Statement Fraud
Menganalisis kasus kecurangan
laporan keuangan khususnya pada
masalah pengakuan pendapatan.
Alasan mengapa auditor tidak dapat
mendeteksi financial statement fraud
adalah:
Segi technical, tidak dapat
menyediakan bukti audit yang layak
dan kuat, lemahnya model risiko
audit dan penilaian risiko internal
control, dan kegagalan audit dalam
pengakuan pendapatan dan
pengungkapan transaksi dengan
pihak ketiga.
Segi etika, mengenai independensi
audit dan jumlah jasa non-audit yang
diberikan oleh auditor.
8
3. Turner et al.
(2003)
Judul:
An Analysis of the
Fraud Triangle
Mengembangkan jaringan bukti
yang memiliki dua sub-jaringan
dengan menggunakan pendekatan
belief functions, yaitu:
1. Untuk menangkap risiko dan
bukti hubungan untuk audit
laporan keuangan konvensional
2. Untuk menangkap hubungan
risiko dan bukti untuk penilaian
risiko kecurangan
Mendukung konsep fraud triangle
dalam tiga komponen dan hubungan
antar komponen terbukti memiliki
dampak yang besar pada risiko audit.
4. Koroy (2008)
Judul:
Pendeteksian
Kecurangan
(Fraud) Laporan
Keuangan oleh
Auditor Eksternal.
Menganalisis faktor-faktor yang
menjadi hambatan auditor dalam
menjalankan tugasnya mendeteksi
kecurangan
Terdapat empat faktor penyebab
hambatan:
1. Karakteristik terjadinya kecurangan
sehingga menyulitkan proses
pendeteksian.
2. Standar pengauditan belum cukup
memadai untuk menunjang
pendeteksian yang sepantasnya.
3. Lingkungan kerja audit dapat
mengurangi kualitas audit.
4. Metode dan prosedur audit yang
ada tidak cukup efektif untuk
melakukan pendeteksian
kecurangan. Berdasarkan
permasalahan ini, perbaikan yang
perlu disarankan untuk diterapkan
5. Lou dan Wang
(2009)
Judul:
Fraud Risk
Factor Of The
Fraud Triangle
Assessing The
Likelihood Of
Fraudulent
Financial
Reporting
Menggunakan sebuah model
logistik sederhana berdasarkan
contoh faktor risiko kecurangan
ISA 240 dan SAS 99
Mengindikasikan bahwa kecurangan
pelaporan berhubungan dengan salah
satu kondisi berikut: tekanan
keuangan dari suatu perusahaan atau
supervisor perusahaan, rasio yang
lebih tinggi dari transaksi yang
kompleks suatu perusahaan, lebih
dipertanyakannya integritas manajer
sebuah perusahaan, atau penurunan
hubungan antara perusahaan dengan
auditornya
6. Skousen et al.
(2009)
Judul:
Detecting and
Predecting
Financial
Statement Fraud:
The Effectiveness
of The Fraud
Triangle and SAS
No. 99
1. Mengembangkan variabel yang
berfungsi sebagai ukuran proksi
untuk tekanan, kesempatan, dan
rasionalisasi dan mengujinya.
2. Mengidentifikasi lima proksi
tekanan dan dua proksi
kesempatan yang secara
signifikan berhubungan dengan
kecurangan
Menemukan bahwa:
1. Pertumbuhan aset yang cepat,
peningkatan kebutuhan uang tunai,
dan pembiayaan eksternal yang
secara positif berkaitan dengan
kemungkinan terjadinya fraud.
2. Kepemilikan saham eksternal dan
internal serta kontrol dewan direksi
juga terkait dengan peningkatan
financial statement fraud.
3. Ekspansi jumlah anggota
independen di komite audit
berhubungan negatif dengan
terjadinya kecurangan.
9
7. Hassink et al.
(2010)
Judul:
Fraud detection,
redress and
reporting by
auditors
Mengumpulkan data mengenai
kasus fraud yang menunjukkan
adanya peran auditor di dalamnya.
Dilaksanakan survey kepada
seluruh audit partners pada 30
audit firms Belanda.
1. Penelitian menunjukkan bahwa
auditor gagal dalam memenuhi
beberapa elemen penting dalam
standar fraud.
2. Terdapat perbedaan substansial
antara audit firms big four versus
non-big four terkait dengan tingkat
kepatuhan mereka terhadap standar
auditing.
3. Lebih dari setengah auditor yang
disurvey yakin bahwa mereka
memiliki dampak signifikan
terhadap penanganan fraud.
2.7 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.8 Hipotesis Penelitian
2.8.1 Financial Stability sebagai Variabel untuk Mendeteksi Financial Statement Fraud
Menurut SAS No. 99, manajer menghadapi tekanan untuk melakukan kecurangan
laporan keuangan ketika stabilitas keuangan dan/atau profitabilitas yang terancam oleh
keadaaan ekonomi, industri, atau situasi entitas yang beroperasi (Skousen et al., 2009).
Loebbecke dkk (1989) Bell et al. (1991) menunjukkkan bahwa dalam kasus dimana
perusahaan mengalami pertumbuhan yang berada di bawah rata-rata industri, manajemen
Sumber: berbagai literatur pendukung penelitian
10
akan memanipulasi laporan keuangan untuk meningkatkan prospek perusahaan (Skousen et
al., 2009).
Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al. (2009) membuktikan bahwa semakin
besar rasio perubahan total aset suatu perusahaan maka probabilitas dilakukannya tindak
kecurangan pada laporan keuangan perusahaan tersebut semakin tinggi. Berdasarkan uraian
tersebut, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H1 : Financial stability dapat digunakan untuk mendeteksi financial
statement fraud
2.8.2 External Pressure sebagai variabel untuk mendeteksi financial statement fraud
Perusahaan sering mengalami suatu tekanan dari pihak eksternal. Salah satunya
adalah kebutuhan untuk mendapatkan tambahan utang atau sumber pembiayaan eksternal
agar tetap kompetitif, termasuk pembiayaan riset dan pengeluaran pembangunan atau modal
(Skousen et al., 2009). Kebutuhan pembiayaan eksternal terkait dengan kas yang dihasilkan
dari aktivitas operasi dan investasi (Skousen et al, 2009), yang dalam penelitian ini
diproksikan dengan rasio arus kas bebas.
Rasio arus kas bebas merupakan salah satu pengukuran kinerja perusahaan yang
menunjukkan kemampuan aktiva perusahaan untuk menghasilkan laba operasi (Ujiyantho
dan Pramuka, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et al. (2009) membuktikan
bahwa semakin tinggi rasio arus kas bebas perusahaan maka semakin rendah probabilitas
perusahaan tersebut untuk melakukan fraud. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
H2 : External Pressure dapat digunakan untuk mendeteksi financial statement
fraud
2.8.3 Personal Financial Need sebagai variabel untuk Mendeteksi Financial Statement
Fraud
Beasley (1996), Committee of Sponsoring Organizations (1999), dan Dunn (2004)
menyatakan bahwa ketika eksekutif memiliki peranan keuangan yang signifikan kuat dalam
suatu perusahaan, personal financial need mereka akan terancam oleh kinerja keuangan
perusahaan (Skousen et al., 2009). Sebagian saham yang dimiliki oleh eksekutif perusahaan
akan mempengaruhi kebijakan manajemen dalam mengungkapkan kinerja keuangan
perusahaan. Oleh karena itu, variabel personal financial need diproksikan dengan rasio
kepemilikan saham oleh orang dalam.
11
Kepemilikan sebagian saham oleh orang dalam ini dapat dijadikan sebagai kontrol
dalam pelaporan keuangan (Skousen et al., 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Skousen et
al. (2009) membuktikan bahwa ketika rasio kepemilikan saham oleh orang dalam dalam
suatu perusahaan rendah maka probabilitas dilakukannya fraud dalam perusahaan tersebut
tinggi. Berdasarkan uraian tersebut, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H3 : Personal financial need dapat digunakan untuk mendeteksi financial
statement fraud
2.8.4 Financial Targets sebagai variabel untuk mendeteksi financial statement fraud
Dalam menjalankan kinerjanya, manajer perusahaan dituntut untuk melakukan
performa terbaik sehingga dapat mencapai target keuangan yang telah direncanakan.
Perbandingan laba tehadap jumlah aktiva atau Return on Asset adalah ukuran kinerja
operasional yang banyak digunakan untuk menunjukkan seberapa efisien aktiva telah bekerja
(Skousen et al., 2009). Summerrs dan Sweeney (1998) melaporkan bahwa ROA secara
signifikan berbeda antara fraud firm dan non-fraud firm (Skousen et al., 2009).
Analisis Return on Asset (ROA) atau sering diterjemahkan dalam bahasa Indonesia
sebagai rentabilitas ekonomi mengukur perkembangan perusahaan menghasilkan laba pada
masa lalu. Analisis ini kemudian diproyeksikan ke masa mendatang untuk melihat
kemampuan perusahaan menghasilkan laba pada masa-masa mendatang. Oleh karena itu,
semakin tinggi ROA yang ditargetkan perusahaan maka semakin rentan perusahaan akan
melakukan manajemen laba yang merupakan salah satu bentuk kecurangan laporan
keuangan.
Penelitian Carlson dan Bathala (1997) dalam Widyastuti (2009) membuktikan bahwa
perusahaan yang memiliki laba yang besar (diukur dengan profitabilitas atau ROA) lebih
mungkin melakukan manajemen laba daripada perusahaan yang memiliki laba yang kecil.
Berdasarkan uraian tersebut, diajukan hipotesis penelitian sebagai berikut:
H4 : Financial Targets dapat digunakan untuk mendeteksi financial statement
fraud
2.8.5 Innefective Monitoring sebagai variabel untuk mendeteksi financial statement fraud
Terjadinya praktik kecurangan atau fraud merupakan salah satu dampak dari
pengawasan atau monitoring yang lemah sehingga memberi kesempatan kepada agen atau
manajer untuk berperilaku menyimpang dengan melakukan manajemen laba (Andayani,
2010). Praktik kecurangan atau fraud dapat diminimalkan salah satunya dengan mekanisme
12
pengawasan yang baik. Dewan komisaris independen dipercaya dapat meningkatkan
efektivitas pengawasan perusahaan.
Penelitian Beasley (1996) menyimpulkan bahwa masuknya dewan komisaris yang
berasal dari luar perusahaan meningkatkan efektivitas dewan tersebut dalam mengawasi
manajemen untuk mencegah kecurangan laporan keuangan. Hasil penelitian tersebut
diperkuat dengan penelitian yang dilakukan Dechow et al. (1996) Dunn (2004) yang meneliti
hubungan antara komposisi dewan komisaris dengan kecurangan laporan keuangan.
Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini mengajukan hipotesis sebagai berikut:
H5 : Innefective Monitoring dapat digunakan untuk mendeteksi financial
statement fraud
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional Dan Pengukuran Data Variabel
3.1.1 Variabel Dependen
Variabel dependen yang digunakan dalam penelitian ini adalah financial statement
fraud. Definisi financial statement fraud menurut Association of Certified Fraud Examiners
(Rezaee, 2002) adalah:
the intentional, deliberate, misstatement, or omission of material facts, or accounting
data which is misleading and, when considered with all the information made
available, would case the reader to change or alter his or her judgment or decision.
Selanjutnya, penelitian ini memproksikan financial statement fraud dengan earnings
management. Rezaee (2002) menyatakan bahwa:
”Suatu financial statement fraud sering kali diawali dengan salah saji atau manajemen
laba dari laporan keuangan kuartal yang dianggap tidak material tetapi akhirnya
tumbuh menjadi fraud secara besar-besaran dan menghasilkan laporan keuangan
tahunan yang menyesatkan secara material”.
Oleh sebab itu, earnings management digunakan sebagai proksi financial statement
fraud dalam penelitian ini. Earnings management merupakan suatu intervensi dengan maksud
tertentu terhadap proses pelaporan keuangan eksternal dengan sengaja untuk memperoleh
beberapa keuntungan pribadi (Schipper, 1989).
Manajemen laba (DACC) dapat diukur melalui discretionary accrual yang dihitung
dengan cara menyelisihkan total accruals (TACC) dan nondiscretionary accruals (NDACC).
Discretionary accruals (DACC) merupakan tingkat akrual yang tidak normal yang berasal
dari kebijakan manajemen untuk melakukan rekayasa terhadap laba sesuai dengan yang
13
mereka inginkan. Dalam menghitung DACC, digunakan Modified Jones Model. Alasan
penggunaan model ini karena Modified Jones Model dapat mendeteksi manajemen laba lebih
baik dibandingkan dengan model-model lainnya sejalan dengan hasil penelitian Dechow et
al. (1995) dalam Ujiyantho dan Pramuka (2007).
Model perhitungannya sebagai berikut:
Untuk mengukur discretionary accruals, terlebih dahulu menghitung total akrual untuk tiap
perusahaan i di tahun t dengan metode modifikasi Jones yaitu:
TAC it = Niit – CFOit ………………………………………………,…………(1)
Dimana,
TAC it = Total akrual
Niit = Laba Bersih
CFOit = Arus kas Operasi
Nilai total accrual (TAC) diestimasi dengan persaman regresi OLS sebagai berikut:
TACit/Ait-1 = β1(1/Ait-1)+β2(ΔRevt/Ait-1)+β3(PPEt/Ait-1)+e ........................ (2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas, nilai non discretionary accrual (NDA) dapat
dihitung dengan rumus :
NDAit = β1(1/Ait-1)+β2(ΔRevt/Ait-1-ΔRect/Ait-1)+β3(PPEt/Ait-1)…...….. .... (3)
Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat dihitung sebagai berikut:
DAit = TACit/Ait-NDAit ...................................................................... ............... (4)
Dimana,
DAit = Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan i pada periode ke t
TACit = Total akrual perusahaan i pada periode ke t
Niit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi perusahaan i pada periode ke t
Ait-1 = Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-1
ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada periode ke t
PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada periode ke t
e = error
3.1.2 Variabel Independen
3.1.2.1 Financial Stability
Financial stability merupakan keadaan yang menggambarkan kondisi keuangan
perusahaan dalam kondisi stabil. Financial stability diproksikan dengan ACHANGE yang
merupakan rasio perubahan aset selama dua tahun. ACHANGE dihitung dengan rumus:
(Total Aset t – Total Aset t-1) / Total Aset t
ACHANGE =
14
3.1.2.2 External Pressure
External pressure merupakan tekanan yang berlebihan bagi manajemen untuk
memenuhi persyaratan atau harapan dari pihak ketiga. Kebutuhan pembiayaan eksternal
terkait dengan kas yang dihasilkan dari aktivitas operasi dan investasi (Skousen et al, 2009).
Rasio arus kas bebas dihitung dengan rumus:
FREEC = (total kas bersih yang dihasilkan dari hasil aktivitas operasi–kas dividen-
capital expenditurs)/total aset
3.1.2.3 Personal Financial Need
Personal financial need adalah suatu keadaan dimana keuangan perusahaan turut
dipengaruhi oleh kondisi keuangan para eksekutif perusahaan (Skousen et al., 2009).
Kepemilikan sebagian saham oleh orang dalam ini dapat dijadikan sebagai kontrol dalam
pelaporan keuangan (Skousen et al., 2009). Rasio kepemilikan saham oleh orang dalam
(OSHIP) dapat diukur dengan:
Total saham yang dimiliki oleh orang dalam
Total saham biasa yang beredar
3.1.2.4 Financial Targets
Dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan seringkali mematok besaran tingkat laba
yang harus diperoleh atas usaha yang dikeluarkan untuk mendapatkan laba tersebut, kondisi
inilah yang dinamakan financial targets. Salah satu pengukuran untuk menilai tingkat laba
yang diperoleh perusahaan atas usaha yang dikeluarkan adalah ROA. Pengertian Return On
Asset (ROA) menurut Hanafi dan Halim (2003) adalah:
“Rasio yang mengukur kemampuan perusahaan menghasilkan laba dengan
menggunakan total aset (kekayaan) yang dipunyai perusahaan setelah disesuaikan
dengan biaya-biaya untuk mendanai aset tersebut”.
ROA dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Net Income before extraordinary items t-1
Total Asset t
3.1.2.5 Innefective Monitoring
Ineffective monitoring merupakaan keadaan dimana perusahaan tidak memiliki unit pengawas
yang efektif memantau kinerja perusahaan. Penelitian ini memproksikan inneffective monitoring
pada rasio jumlah dewan komisaris independen (BDOUT). Komisaris independen adalah
anggota dewan komisaris yang memenuhi persyaratan tidak memiliki hubungan terafiliasi
OSHIP =
ROA =
15
baik dengan pemegang saham pengendali, direktur atau komisaris lainnya, tidak bekerja
rangkap dengan perusahaan terafiliasi dan memahami peraturan perundang-undangan di
bidang Pasar Modal (Effendi, 2008). Rasio dewan komisaris independen (BDOUT) dapat
diukur dengan:
Jumlah dewan komisaris independen
Jumlah total dewan komisaris
3.2 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar
dalam Bursa Efek Indonesia selama periode 2009-2010. Pertimbangan untuk memilih
populasi perusahaan manufaktur adalah dikarenakan perusahaan dalam satu jenis industri
yaitu manufaktur cenderung memiliki karakteristik akrual yang hampir sama (Halim et al.,
2005). Teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dengan kriteria:
1. Perusahaan manufaktur yang sudah go public atau terdaftar di Bursa Efek Indonesia
selama periode 2009-2010.
2. Perusahaan mempublikasikan laporan keuangan tahunan dalam website perusahaan
atau website BEI selama periode 2009-2010 yang dinyatakan dalam rupiah (Rp).
3. Data yang tersedia lengkap (data secara keseluruhan tersedia pada publikasi selama
periode 2009-2010), mengenai data-data yang berkaitan dengan variabel penelitian.
3.3 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,yaitu data
laporan keuangan tahunan perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
sekunder yang diperoleh dari www.idx.co.id, pojok BEI (Bursa Efek Indonesia) Universitas
Diponegoro, website perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2009
dan 2010.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode dokumentasi
dan studi pustaka. Metode dokumentasi dilakukan dengan mengumpulkan seluruh data
sekunder dari www.idx.co.id, pojok BEI (Bursa Efek Indonesia) Universitas Diponegoro,
website perusahaan dan Indonesian Capital Market Directory (ICMD) tahun 2009 dan 2010.
Metode studi pustaka dilakukan dengan telaah literatur, sebagian besar literatur yang
digunakan dalam penelitian ini merupakan jurnal-jurnal penelitian, makalah penelitian
BDOUT =
16
terdahulu, buku dan internet research yang berhubungan dengan tema penelitian. Metode
pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode non-random.
3.5 Metode Analisis Data
3.5.1 Uji Asumsi Klasik
3.5.1.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel
pengganggu atau residual memiliki distribusi normal (Ghozali, 2005). Penelitian ini
menggunakan dua uji menguji kenormalan data.
a) Analisis Grafik
b) Uji Statistik. Pada penelitian ini digunakan uji normalitas dengan uji statistik non-
parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
3.5.1.2 Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan
adanya korelasi antar variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak
terjadi korelasi di antara variabel independen (Ghozali, 2005). Uji dilakukan dengan melihat
cut off nilai tolerance dan VIF.
3.5.1.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi
antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1
(sebelumnya) (Ghozali, 2005). Penelitian ini akan mendeteksi autokorelasi dengan Uji
Durbin Watson dan Uji Runs Test.
3.5.1.4 Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke pengamatan yang lain. Penelitian
ini melakukan dua uji untuk melihat apakah data penelitian terjadi heteroskedastisitas atau
tidak, yaitu:
a). Grafik Plot
b.) Uji statistik yang dilakukan adalah dengan menggunakan Uji Glejser.
3.5.2 Uji Hipotesis
Uji hipotesis dilakukan untuk mendapatkan hasil analisis data yang valid dan
mendukung hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini. Hubungan antara discretionary
accruals dan proksi dari fraud triangle diuji menggunakan model sesuai dengan penelitian
Skousen et al. (2009), yaitu:
17
DACCit = ß0 + ß1ACHANGE+ ß2 FREEC +ß3 OSHIP + ß4ROA+ ß5BDOUT + εi
Keterangan:
ß0 = koefisien regresi konstanta
ß1,2,3,4,5 = koefisien regresi masing-masing proksi
DACCit = discretionary accruals perusahaan i tahun t
ACHANGE = rasio perubahan total aset tahun 2009-2010
FREEC = rasio arus kas bebas
OSHIP = rasio kepemilikan saham oleh orang dalam
ROA = Return On Aset
BDOUT = rasio komisaris independen
ε = error
Selanjutnya, uji hipotesis dilakukan dengan melakukan uji: Koefisien Determinasi (R2), Uji
Signifikansi Simultan (Uji Statistik F), dan Uji Parameter Individual (Uji Statistic t).
HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sampel Penelitian
Berdasarkan data yang diperoleh dari Indonesian Capital Market Directory (ICMD)
tahun 2009 dan 2010, didapat jumlah perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI pada
tahun 2009–2010 adalah 145 perusahaan. Dari jumlah tersebut, hanya 101 perusahaan yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Total sampel yang digunakan sebagai responden
dalam penelitian ini adalah 101 perusahaan selama dua periode (2009-2010) sehingga
berjumlah 202 sampel penelitian (Tabel 4.1)
4.1.2 Earnings Management
Penelitian ini mendapatkan total perusahaan dengan discretionary accruals negatif
sebanyak 118 perusahaan dan total perusahaan dengan discretionary accruals positif
sebanyak 84 perusahaan (Tabel 4.2). Halim et al. (2005) menyatakan bahwa praktik earnings
management untuk mengurangi reported earnings ditandai dengan adanya discretionary
accruals negatif. Discretionary accruals negatif artinya perusahaan melakukan income
minimization atau melaporkan laba lebih rendah dari laba sebenarnya (Scott, 2000).
Sebaliknya, discretionary accruals positif artinya perusahaan melakukan income
maximization atau melaporkan laba lebih tinggi dari yang laba sebenarnya (Scott, 2000).
18
4.2 Analisis Data
4.2.1 Statistik Deskriptif
Hasil output SPSS menyajikan ringkasan statistik deskriptif dari masing-masing
variabel (Tabel 4.3). Proksi rasio perubahan total aset (ACHANGE) menunjukkan rata-rata
sebesar 0,0120. Artinya, secara umum perusahaan sampel mengalami kenaikan total aset
selama tahun 2008 hingga 2010 hingga 1,2%. Perubahan aset terkecil adalah sebesar -1,2632
atau terjadi penurunan aset sedangkan perubahan aset terbesar adalah sebesar 0,4506.
Proksi rasio arus kas bebas (FREEC) secara rata-rata diperoleh sebesar 0,0279. Hal ini
berarti, perusahaan sampel rata-rata memiliki rasio surplus FREEC hingga sebesar 0,0279
atau 2,79% dari total aset yang dimiliki perusahaan. Nilai FREEC terendah adalah sebesar -
0,7270 dan nilai FREEC tertinggi mencapai 0,6342.
Proksi rasio kepemilikan saham oleh orang dalam (OSHIP) menunjukkan rata-rata
sebesar 0,0330 atau 3,30%. Hal ini berarti bahwa perusahaan sampel rata-rata 3,30%
sahamnya dimiliki oleh orang dalam. Jumlah kepemilikan saham oleh orang dalam yang
paling rendah adalah sebesar 0,000 atau 0,00% dan nilai tertinggi adalah 0,7401 atau 74,01%.
Kepemilikan saham oleh orang dalam menunjukkan kepentingan ganda dari orang dalam
yaitu sebagai agent sekaligus sebagai principal. Dalam hal ini diharapkan manajer yang
memiliki saham dapat mewakili kepentingan pemegang saham lainnya.
Proksi Return on Asset (ROA) menunjukkan rata-rata sebesar 0,0389 atau 3,89%. Hal
ini berarti bahwa perusahaan sampel selama tahun 2009–2010 memiliki profitabilitas sebesar
3,89%. Dari hasil rasio profitabilitas tersebut, dapat dikatakan bahwa secara umum
perusahaan yang dijadikan sampel penelitian ini adalah perusahaan yang cukup profitable,
hal tersebut disimpulkan dari rata-rata atas rasio profitabilitas tersebut tidak bernilai negatif.
Nilai terendah dari ROA adalah sebesar -1,5382, nilai negatif menunjukkan bahwa
perusahaan mengalami rugi dan nilai tertinggi adalah 0,9935.
Proksi rasio komisaris independen (BDOUT) menunjukkan rata-rata sebesar 0,3633
atau 36,33%. Hal ini ini berarti bahwa jumlah komisaris independen dari perusahaan sampel
rata-rata sebesar 36,33% dari seluruh jumlah dewan komisaris. Kondisi demikian
menunjukkan bahwa secara rata-rata perusahaan-perusahaan sampel telah memenuhi syarat
minimal 30% anggota dewan komisaris independen seperti yang diatur oleh Bursa Efek
Indonesia (BEI). Jumlah terendah adalah sebesar 0,0000 atau 0% dan jumlah tertinggi
mencapai 0,8000 atau 80%.
19
Estimasi rata-rata manajemen laba yang diukur dengan discretionary acrcral (DACC)
dengan estimasi model modified Jones (Dechow, 1995) diperoleh model persamaan sebagai
berikut :
TACCit/TA
i,t-1 = -0,03050+0,00661((ΔREV - ΔREC )/TA
i,t-1) +0,02419(PPE
it/TA
i,t1)
Keterangan:
TACCit
: Total accruals perusahaan i pada periode t
REVit
: Revenue perusahaan i pada periode t
RECit
: Receivable perusahaan i pada periode t
PPEit
: Nilai aktiva tetap (gross) perusahaan i pada periode t
TAi,t-1
: Total aktiva perusahaan i pada periode t
Berdasarkan model tersebut diperoleh rata-rata discretionary accrual (DACC) sebesar
-0,08112. Nilai minimum DACC adalah sebesar -0,9580 dan nilai DACC tertinggi adalah
sebesar 0,9833.
4.2.2 Uji Asumsi Klasik
Hasil tampilan output SPSS menunjukkan, setelah mengeluarkan 26 data outlier
tampilan grafik histogram sudah tidak lagi menceng dan grafik normal probability plots
menunjukkan titik-titik observasi telah menyebar serta mendekati garis diagonal (gambar
4.1). Hal ini berarti bahwa nilai residual terdistribusi secara normal. Selain itu, hasil
penelitian pengujian dengan uji non-parametrik Kolmogorov-Smirnov yang menunjukkan
nilai Kolmogorov-Smirnov sebesar 1.151 dan memiliki signifikansi di atas 0,05 yaitu 0,141
(Tabel 4.4). Hasil ini menunjukkan sudah diperolehnya distribusi normal pada data residual.
Kenormalan data tersebut diikuti dengan bebasnya data dalam penelitian dari masalah
multikolonieritas (Tabel 4.5), autokorelasi (Tabel 4.6) dan heteroskedastisitas (Tabel 4.7).
4.2.3 Hasil Uji Hipotesis
4.2.3.1 Uji Goodness of Fit
4.2.3.1.1 Uji Koefisien Determinasi
Berdasarkan hasil uji, nilai koefisien determinasi (Adjusted R Square) adalah
0,487. Hal ini berarti kemampuan proksi variabel independen dalam menerangkan earnings
management adalah 48,7 %. Sedangkan sisanya yaitu 51,3 % persen dijelaskan oleh faktor-
faktor lain selain variabel independen tersebut (Tabel 4.8)
4.2.3.1.2 Uji Signifikansi Simultan (Uji F)
Hasil output SPSS uji statistik F menunjukkan nilai F hitung dari model adalah
34,166 dengan nilai probabilitas sebesar 0,000, yang lebih kecil sari 0,05, sehingga model
dapat digunakan (Tabel 4.9).
20
4.2.3.1.3 Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji t)
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
Persamaan regresi dapat ditulis sebagai berikut :
DACC = 0,04 + 0,020 ACHANGE – 0,613 FREEC - 0,035 OSHIP + 0,073 ROA + 0,007
BDOUT + e
Hasil output SPSS uji t menunjukkan dari kelima variabel independen yang
dimasukan dalam model regresi, hanya variabel FREEC dan ROA yang signifikan pada 0,05
atau pada level 5%. Variabel FREEC memiliki probabilitas sebesar 0,000 dibawah 0,05 dan
variabel ROA memiliki probabilitas sebesar 0,021 dibawah 0,05. Variabel ACHANGE,
OSHIP dan BDOUT tidak signifikan, hal ini dapat dilihat dari probabilitas yang jauh diatas
0,05. Koefisien regresi ACHANGE, ROA dan BDOUT memiliki arah positif sedangkan
FREEC dan OSHIP memiliki koefisien regresi dengan arah negatif.
4.3 Interpretasi Hasil
4.3.1 Pengaruh financial stability dengan proksi ACHANGE terhadap financial
statement fraud yang diproksikan dengan earnings management
Hasil pengujian pengaruh financial stability dengan proksi ACHANGE terhadap
financial statement fraud yang diproksikan dengan earnings management menunjukkan, rasio
perubahan total aset (ACHANGE) terhadap earnings management menunjukkan nilai t
sebesar 0,787 dengan signifikansi sebesar 0,432. Nilai signifikansi sebesar 0,432 tersebut
lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa ACHANGE berpengaruh positif tidak signifikan
terhadap earnings management dan hipotesis 1 ditolak.
Tabel 4.10
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .004 .014 .264 .792
ACHANGE .020 .025 .046 .787 .432
FREEC -.613 .048 -.707 -12.758 .000
OSHIP -.035 .045 -.043 -.787 .433
ROA .073 .031 .138 2.335 .021
BDOUT .007 .035 .011 .195 .845
a. Dependent Variable: DACC
21
Hal ini dapat terjadi karena para manajer tidak serta merta akan memanipulasi laporan
keuangan untuk meningkatkan prospek perusahaan ketika rata-rata pertumbuhan perusahaan
mereka berada di bawah rata-rata industri seperti yang diungkapkan oleh Loebbecke dkk
(1989) Bell et al. (1991) dalam Skousen et al. (2009) karena hal tersebut justru akan
memperparah kondisi keuangan perusahaan di masa yang akan datang. Manipulasi laba
menyebabkan laporan keuangan tidak mencerminkan kondisi keuangan perusahaan yang
sebenarnya. Keadaan demikian justru mempersulit perusahaan untuk mendapatkan bantuan
dana dan/atau investasi dari pihak eksternal maupun internal untuk menyelamatkan
perusahaan mereka ketika terancam oleh kondisi ekonomi global. Akhirnya, perusahaan akan
sulit untuk mengembangkan perusahaan dan menjadikan stabilitas perusahaan akan semakin
buruk di masa depan.
4.3.2 Pengaruh external pressure dengan proksi FREEC terhadap financial statement
fraud yang diproksikan dengan earnings management
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh rasio arus kas bebas (FREEC) terhadap
earnings management menunjukkan nilai t sebesar -12,758 dengan signifikansi sebesar
0,000. Nilai signifikansi tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa rasio arus kas
bebas berpengaruh signifikan terhadap manajemen laba dan hipotesis 2 diterima. Hasil
penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya oleh Skousen et al. (2009).
Perusahaan dengan rasio arus kas bebas berlebih menunjukkan memiliki kinerja yang
lebih baik dibandingkan perusahaan lainnya karena perusahaan tersebut dapat memperoleh
keuntungan atas berbagai kesempatan yang mungkin tidak dapat diperoleh perusahaan lain
dan lebih mampu bertahan dalam situasi yang buruk (Rosdini, 2009). Hasil penelitian ini
sesuai dengan teori yang telah diungkapkan. Semakin besar rasio free cah flow yang tersedia
dalam suatu perusahaan, maka semakin sehat perusahaan tersebut karena memiliki kas yang
tersedia untuk pertumbuhan, pembayaran hutang dan dividen.
4.3.3 Pengaruh personal financial needs dengan proksi OSHIP terhadap financial
statement fraud yang diproksikan dengan earnings management
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh variabel kepemilikan saham oleh orang dalam
(OSHIP) terhadap earnings management menunjukkan nilai t sebesar -0,787 dengan
signifikansi sebesar 0,433. Nilai signifikansi tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti
22
bahwa rasio kepemilikan saham oleh orang dalam (OSHIP) berpengaruh negatif tidak
signifikan terhadap manajemen laba dan hipotesis 3 ditolak.
Hasil penelitian yang tidak signifikan menandakan bahwa fungsi kontrol terhadap
laporan keuangan dari manajemen pemilik saham tidak berjalan efektif. Besarnya jumlah
kepemilikan saham oleh orang dalam tidak selalu meningkatkan fungsi kontrol terhadap
laporan keuangan yang seharusnya dilakukan oleh manajemen pemilik saham.
Ketidakefektifan tersebut dapat terjadi karena pengoperasionalan ekuitas perusahaan
termasuk saham mereka, sebagian pelaksanaannya di bawah kendali manajemen non-pemilik
saham. Manajemen non-pemilik saham akan memiliki proyeksi laba yang berbeda karena
kondisi keuangan pribadi mereka tidak terpengaruh oleh kondisi keuangan perusahaan,
kepemilikan saham oleh orang dalam tidak selalu dapat mengurangi terjadinya financial
statement fraud.
4.3.4 Pengaruh financial targets dengan proksi ROA terhadap financial statement
fraud yang diproksikan dengan earnings management
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh ROA terhadap earnings management
menunjukkan nilai t sebesar 2,335 dengan signifikansi sebesar 0,021. Nilai signifikansi
tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti bahwa ROA memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap earnings management dan hipotesis 4 diterima. Arah koefisien positif berarti bahwa
semakin tinggi ROA perusahaan, semakin tinggi probabilitas perusahaan melakukan earnings
management.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan Skousen et al (2009)
yang tidak menemukan adanya pengaruh signifikan antara Return On Asset dengan financial
statement fraud. Namun, hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian penelitian Carlson
dan Bathala (1997) dalam Widyastuti (2009) yang menyatakan bahwa perusahaan yang
memiliki laba besar lebih mungkin melakukan manajemen laba daripada perusahaan dengan
laba kecil. ROA tahun sebelumnya yang tinggi menunjukkan profitabilitas perusahaan yang
tinggi dan menjadikan target perolehan laba yang harus diperoleh pada tahun berikutnya oleh
perusahaan juga tinggi. Kondisi demikian akan memberikan tuntutan kepada manajemen
untuk mencapai target laba yang setidaknya sama dengan laba yang diperoleh tahun
sebelumnya. Kondisi demikian menjadikan manajemen terpacu untuk melakukan suatu
tindak financial statement fraud.
23
4.3.5 Pengaruh inneffective monitoring dengan proksi BDOUT terhadap financial
statement fraud yang diproksikan dengan earnings management
Pengujian hipotesis mengenai pengaruh BDOUT terhadap earnings management
menunjukkan nilai t sebesar 0.195 dengan signifikansi sebesar 0,845. Nilai signifikansi
tersebut lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa BDOUT atau rasio jumlah dewan
komisaris independen berpengaruh positif tidak signifikan terhadap earnings management
dan hipotesis 5 ditolak.
Penjelasan yang nampaknya relevan mengenai kurangnya keterkaitan rasio komisaris
independen terhadap manajemen laba adalah disebabkan karena fungsi komisaris independen
sebagai fungsi kontrol terhadap tindakan manajemen yang belum optimal. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa penempatan atau penambahan anggota dewan komisaris independen
dimungkinkan hanya sekedar memenuhi ketentuan formal, sementara pemegang saham
mayoritas (pengendali/founders) masih memegang peranan penting sehingga kinerja dewan
tidak meningkat bahkan turun (Gideon, 2005). Sylvia dan Siddharta (2005) juga menyatakan
bahwa pengangkatan dewan komisaris independen oleh perusahaan mungkin hanya
dilakukan untuk pemenuhan regulasi saja tapi tidak dimaksudkan untuk menegakkan Good
Corporate Governance (GCG) di dalam perusahaan. Kondisi ini juga ditegaskan dari hasil
survai Asian Development Bank dalam Gideon (2005) yang menyatakan bahwa kuatnya
kendali pendiri perusahaan dan kepemilikan saham mayoritas menjadikan dewan komisaris
tidak independen. Fungsi pengawasan yang seharusnya menjadi tanggungjawab anggota
dewan menjadi tidak efektif.
24
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data pada bab sebelumnya, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Financial stability dengan proksi rasio perubahan total aset, Personal financial need
dengan proksi rasio kepemilikan saham oleh orang dalam, dan Ineffective monitoring
dengan proksi rasio komisaris independen tidak berpengaruh signifikan terhadap
financial statement fraud dan hipotesis.
2. External Pressure dengan proksi rasio arus kas bebas (free cash flow) dan Financial
targets dengan proksi Return On Asset terbukti berpengaruh signifikan terhadap
financial statement fraud dan hipotesis.
5.2 Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu hanya menggunakan satu proksi untuk
mendeteksi financial statement fraud, yaitu earnings management yang diukur dengan
discretionary accrual. Keterbatasan lain ada pada penggunaan sampel penelitian yang hanya
menggunakan kategori untuk perusahaan manufaktur yang mempublikasikan laporan
keuangan tahunannya di BEI dan website perusahaan. Selain itu, penelitian ini hanya
menggunakan lima variabel komponen fraud triangle, tanpa memasukkan variabel dari
komponen ratinalization karena sulit untuk diukur.
5.3 Saran
Dari kesimpulan dan keterbatasan penelitian ini, maka saran yang dapat diberikan
untuk penelitian selanjutnya diharapkan dapat menggunakan proksi lain dari variabel
dependen financial statement fraud, juga diharapkan dapat memperluas sampel perusahaan
yang digunakan dalam penelitian. Tidak hanya meneliti pada perusahaan manufaktur tetapi
seluruh jenis perusahaan yang mempublikasikan laporan keuangan tahunanya di BEI dan
Website perusahaan dan mengklasifikasikan hasil penelitian berdasarkan jenis usaha
perusahaan. Penelitian selanjutnya diharapkan pula untuk dapat memperbanyak variabel
penelitian agar didapatkan model penelitian yang lebih akurat dalam mendeteksi kecurangan
laporan keuangan dengan analisis fraud triangle yang diadopsi dalam SAS No.99.
ii
DAFTAR PUSTAKA
Andayani, Tutut Dwi. 2010. “Pengaruh Karakteristik Dewan Komisaris Independen Terhadap
Manajemen Laba”. Program Studi Magister Sains Akuntansi UNDIP.
American Institute of Certified Public Accountants (AICPA). 1987. National Commission on
Fraudulent Financial Reporting (Treadway Commission), “Report of the National
Commission on Fraudulent Financial reporting”, New York.
Arifin. 2005. “Peran Akutan dalam Menegakkan Prinsip Good Corporate Governance pada
Perusahaan di Indonesia (Tinjauan Perspektif Teori Keagenan)”. Paper disajikan pada Sidang
Senat Guru Besar Universitas Diponegoro, Semarang, Indonesia, 24 Desember 2005.
Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam), 2002, Siaran Pers Badan Pengawas Pasar Modal,
27 Desember.
Boediono, Gideon SB., 2005. “Kualitas Laba: Studi Pengaruh Mekanisme Corporate
Governance dan Dampak Manajemen Laba dengan Menggunakan Analisis Jalur”.
Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, Indonesia, 15-16 September 2005.
Brennan, Niamh M dan Mary McGrath. 2007. ”Financial Statement Fraud: Some Lessons
from US and European case Studies.” Australian Accounting Review, Vol.17, No.2.
Brochet, Franchois dan Zhan Gildao. 2004. Managerial Entrachment and Earnings
Smoothing. Working Paper.
Dendawijaya, Lukman, 2005. Manajemen Perbankan, Edisi Kedua, Cetakan. Kedua, Ghalia: Bogor
Jakarta.
Eisenhardt, Kathleem. M. 1989.” Agency Theory: An Assesment and Review”. Academy of
Management Review, Vol. 14, pp. 433-438.
Ernst & Young. 2009. “Detecting Financial Statement Fraud: What Every Manager Needs to
Know".
Forum for Corporate Governance in Indonesia. 2008. Corporate Governance Suatu
Pengantar: Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit Dalam Pelaksanaan
Corporate Governance.
Gunarsih, T dan Hartadi, B. 2002. “Pengaruh Pengunguman Pengangkatan Komisaris
Independen Terhadap Return Saham di Bursa Efek Jakarta.” Jurnal Riset Akuntansi,
Manajemen dan Ekonomi, Vol 2, No. 2, hal. 104-120.
Halim, J, Meiden, C, dan Tobing, R.L. 2005. “Pengaruh Manajemen laba pada tingkat
Pengungkapan Laporan Keuangan pada Perusahaan Manufaktur yang termasuk dalam
Indeks LQ-45 Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, Indonesia, 15-16 September
2005.
iii
Hassink, Harold., Roger Meuwissen dan Laury Bollen. 2010. “Fraud detection, redress and
reporting by auditors”. Managerial Auditing Journal Vol. 25 No. 9, 2010 pp. 861-
881.
Healy, P.M. dan J.M. Wahlen. 1999. “A Review of The Earnings Management Literature and
Its Implications for Standard Setting”. Accounting Horizons (December): 365-383.
Hendriksen, Eldon.S dan M.F.van Breda. 2000. Teori Akuntansi. Batam: Interaksara.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2009. Standar Akuntansi Keuangan. Jakarta: Salemba Empat.
Intal, Tiina dan Linh Thuy Do. 2002. “Recognition Of Revenue And The Auditor’s
Responsibility for Detecting Financial Statement Fraud”. Accounting And Finance
Master Thesis, School of Economics and Commercial Law Goteborg University, No.
2002:53.
Jensen, Michael C. dan W.H. Meckling. (1976). “Theory of The Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost and Ownership Structure.” Journal of Financial Economics 3. hal. 305-
360.
Koroy, T. R. n.d. 2008. “Pendeteksian Kecurangan (Fraud) Laporan Keuangan oleh Auditor
Eksternal.” STIE Nasional Banjarmasin, h. 22-31.
Lou, Y. I., and M. L. Wang. 2009. “Fraud Risk Factor Of The Fraud Triangle Assessing The
Likelihood Of Fraudulent Financial Reporting.” Journal of Business and Economic
Research, Vol. 7, No. 2, h. 62-66.
Nguyen, Khanh. 2008. ”Financial Statement Fraud: Motives, Methodes, Cases and
Detection.” Florida.
Pradhono dan Yulius Jogi Cristiawan. 2004. “Pengaruh Economic Value Added, Residual
Income, Earnings dan Arus Kas Operasi terhadap Return yang diterima oleh
Pemegang Saham (Studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta)”. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol. 6, No. 2, November. hal 140-166.
Rahman, Aulia Fuad dan Ulfi K.O. 2010. "Masalah Keagenan Aliran Kas Bebas, Manajemen Laba
dan Relevansi Nilai Informasi Akuntansi". Simposium Nasional Akuntansi XIII, Purwokerto,
Indonesia, 13-14 Oktober 2010.
Rezaee, Z. 2002. Financial Statement Fraud: Prevention and Detection. New York: John
Wiley & Sons, Inc.
Rosdini, Dini. 2009. “Pengaruh Free Cash Flow terhadap Dividend Pay Out Ratio”. Working
Paper in Accounting and Finance, Department of Accounting Padajajran University.
Scott, W.R. 2000. Financial Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice Hall.
Schipper, Khaterine and Linda Vincent. 2003. “Earnings Quality”. Accounting
Horizons,Vol.17. Supplement, p.97-110.
iv
Sekaran, Uma. 2006. Research Methods for Business. Southern Illinois University at
Carbondale: John Wiley & Sons, Inc.
Sie Infokum-Ditama Binbangkum. n.d. Fraud (Kecurangan): Apa dan Mengapa.
Skousen, C. J., K. R. Smith, dan C. J. Wright. 2009. ”Detecting and Predecting Financial
Statement Fraud: The Effectiveness of The Fraud Triangle and SAS No. 99.” Corporate
Governance and Firm Performance Advances in Financial Economis, Vol. 13, h. 53-
81.
Soselisa, Rangga dan Mukhlasin. 2008. “Pengaruh Faktor Kultur Organisasi, Manajemen,
Strategik, Keuangan, dan Auditor Terhadap KecendeRunsgan Kecurangan Akuntansi:
Studi pada Perusahaan Publik di Indonesia.” Simposium Nasional Akuntansi XI,
Pontianak, Indonesia, 23-24 Juli 2008.
Spathis, T.Charalambos. 2002. “Detecting False Financial Statements Using Published Data: Some
Evidence from Greece”. Managerial Auditing Journal, Vol.17.
Sylvia Veronica N.P. Siregar dan Siddharta Utama. 2005. “Pengaruh Struktur Kepemilikan,
Ukuran Perusahaan, dan Praktek Corporate Governance Terhadap Pengelolaan Laba
(Earnings Management).” Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo, Indonesia, 15-16
September 2005.
Turner, J. L., T. J. Mock, R. P. Sripastava. 2003. ”An Analysis of the Fraud Triangle.” The
University of Memphis, University of Southern California, University of Kansas.
Ujiyantho, M. A. dan B. A. Pramuka. 2007. “Mekanisme Corporate Governance,
Manajemen Laba dan Kinerja Keuangan.” Simposium Nasional Akuntansi X,
Makassar, Indonesia, 26-28 Juli 2007.
Widyastuti, Tri. 2009. “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kinerja Keuangan Terhadap Manajemen
Laba: Studi pada Perusahaan Manufaktur di BEI.” Jurnal Magister Akuntansi, Vol.9 No.1
Januari 2009: 30-41.
Wibisono, Haris. 2004. “Pengaruh Earnings Management Terhadap Kinerja Di Seputar
SEO.” Tesis S2. Tidak Dipublikasikan. Magister Sains Akuntansi UNDIP.
www.idx.co.id
www.transparencyinternational.2011 http://muhariefeffendi.wordpress.com/2008/06/06/komisaris-independen-bukan-sekedarpelengkap
v
No Nama perusahaan Kode Jenis perusahaan 2009 2010
1. PT. Polychem Indonesia
Tbk ADMG
Automotive and Allied
Products √ √
2. PT. Arwana Citra Mulia
Tbk ARNA
Stone, Clay, Glass and
Concrete products √ √
3. PT. Berlina Tbk BRNA Plastics and Glass Products √ √
4. PT. Betonjaya Manunggal,
Tbk BTON Metal and Allied Products − √
5. PT. Delta Djakarta Tbk DLTA Food and Beverages √ √
6. PT. Duta Pertiwi Nusantara
Tbk DPNS Adhesive √ √
7. PT. Dynaplast Tbk DYNA Plastics and Glass Products √ √
8. PT. Fast Food Indonesia
Tbk FAST Food and Beverages √ √
9. PT. Fajar Surya Wisesa Tbk FASW Paper and Allied Products √
−
10. PT. Gajah Tunggal Tbk GJTL Automotive and Allied
Products √ √
11. PT. Indal Aluminium
Industri Tbk INAI Metal and Allied Products √ −
12. PT. Intraco Penta Tbk INTA Automotive and Allied
Products √ √
13. PT. Jakarta Kyoei Steel
Works Tbk JKSW Metal and Allied Products √ √
14. PT. Jaya Pari Steel Tbk JPRS Metal and Allied Products √ √
15. PT. Kimia Farma Tbk KAEF Pharmaceuticals √ √
16. PT. Kabelindo Murni Tbk KBLM Cables √ √
17. PT. Lautan Luas Tbk LTLS Chemical and Allied
Products √ √
18. PT. Langgeng Makmur
Industri Tbk LMPI Plastics and Glass Products √ √
19. PT. Multi Prima Sejahtera
Tbk LPIN
Automotive and Allied
Products √ √
20. PT. Metrodata Elektronics
Tbk MTDL
Electronic and Office
Equipment √ √
21. PT. Mitra Investindo Tbk MITI Stone, Clay, Glass and
Concrete products √ √
22. PT. Modern Internasional
Tbk MDRN Photographic Equipment √ √
LAMPIRAN A Daftar Nama Perusahaan
vi
23. PT. Multipolar Tbk MLPL Electronic and Office
Equipment √ −
24. PT. Mayora Indah Tbk MYR Food and beverages √ √
25. PT. Pan Brothers Tex Tbk PBRX Apparel and Other textile
Products √ √
26. PT. Pelangi Indah Canindo
Tbk PICO Metal and Allied Products √ √
27. PT. Perdana Bangun Pusaka
Tbk KONI Photographic Equipment − √
28. PT. Pionnerindo Gourmet
International Tbk PTSP Food and Beverages √ √
29. PT. Prasidha Aneka Niaga
Tbk PSDN Food and Beverages − √
30. PT. Pyridam Farma Tbk PYFA Pharmaceuticals √ −
31. PT. Bentoel International
Investama Tbk RMBA Tobacco Manufactures √ √
32. PT. Holcim Indonesia Tbk SMBC Cement √ √
33. PT. Indo Acidatama Tbk SRSN Apparel and Other textile
Products √ √
34. PT. Siantar Top Tbk STTP Food and Beverages √ √
35. PT. Mandom Indonesia Tbk TCID Consumer Goods √ √
36. PT. Tembaga Mulia
Semanan Tbk TBMS Metal and Allied Products √ √
37. PT. Tira Austenite Tbk TIRA Metal and Allied Products √ √
38. PT. Akasha Wira
International Tbk ADES Food and Beverages √ −
39. PT. Aneka Kemasindo
Utama Tbk AKKU Plastics and Glass Products √ √
40. PT. Sepatu Bata Tbk BATA Apparel and Other textile
Products √ √
41. PT. Mustika Ratu Tbk MRAT Consumer Goods √ √
42. PT. Unilever Indonesia Tbk UNVR Consumer Goods − √
43. PT. AKR Corporindo Tbk AKRA
Chemical and Allied
Products √ √
44. PT. Alumindo Light Metal
Industry Tbk ALMI Metal and Allied Products √ √
45. PT. Argo Pantes Tbk ARGO Textile Mill Products √ −
46. PT. Asahimas Flat Glas AMFG Plastics and Glass Products − √
vii
47. PT. Astra Graphia Tbk ASGR Electronic and Office
Equipment √ √
48. PT. Astra Otopart Tbk AUTO Automotive and Allied
Products √ −
49. PT. Indo Kordsa Tbk BRAM Automotive and Allied
Products √ √
50. PT. Budi Acid Jaya Tbk BUDI Chemical and Allied
Products √ √
51. PT. Davomas Abadi Tbk DAVO Food and Beverages − √
52. PT. Ekadharma
International bk EKAD Adhesive √ √
53. PT. Ever Shine Tex bk ESTI Apparel and Other textile
Products √ √
54. PT. Hanjaya Mandala
Sampoerna Tbk HMSP Tobacco Manufactures √ √
55. PT. Sumi Indo Kabel Tbk IKBI Cables √ √
56. PT. Indofood Sukses
Makmur Tbk INDF Food and Beverages √ √
57. PT. Indospring Tbk INDS Automotive and Allied
Products √ √
58. PT. Inter Delta Tbk INTD Photographic Equipment √ √
59. PT. Karwell Indonesia Tbk KARW Apparel and Other textile
Products √ √
60. PT. Kertas Basuki Rahmat
Indonesia Tbk KBRI Paper and Allied Products √ −
61. PT. Keramika Indonesia
Assosiasi Tbk KIAS
Stone, Clay, Glass and
Concrete products √ √
62. PT. Kedaung Indah Can
Tbk KICI Fabricated Metal Products √ √
63. PT. Lion Metal Work Tbk LION Metal and Allied Products √ √
64. PT. Lionmesh Prima Tbk LMSH Metal and Allied Products √ √
65. PT. Multistrada Arah
Sarana Tbk MASA
Automotive and Allied
Products √ √
66. PT. Merck Tbk MERK Pharmaceuticals − √
67. PT. Mulia Industrindo Tbk MLIA Stone, Clay, Glass and
Concrete products − √
68. PT. Myoh Technology Tbk MYOH Electronic and Office
Equipment √ √
69. PT. APAC Citra Centertex
Tbk MYTX
Apparel and Other textile
Products √ √
70. PT. Asia Pacific Timber
Tbk POLY
Chemical and Allied
Products − −
viii
71. PT. Roda Vivatex Tbk RDTX Textile Mill Products √ √
72. PT. Ricky Putra Globalindo
Tbk RICY
Apparel and Other textile
Products √ √
73. PT. Schering Plough
Indonesia Tbk SCPI Pharmaceuticals √ √
74. PT. Siwani Makmur Tbk SIMA Plastics and Glass Products √ √
75. PT. Sekar Laut Tbk SKLT Food and Beverages √ √
76. PT. Sinar Mas Agro
Resources Technology Tbk SMAR Food and Beverages √ √
77. PT. Selamat Sempurna Tbk SMSM Automotive and Allied
Products √ √
78. PT. Suparma Tbk SPMA Paper and Allied Products √ √
79. PT. Allbond Makmur Usaha
Tbk SQMI Food and Beverages √ −
80. PT. Surya Toto Indonesia
Tbk TOTO
Stone, Clay, Glass and
Concrete products √ √
81. PT. Tri Polyta Indonesia
Tbk TPIA
Chemical and Allied
Products √ √
82. PT. Trias Sentosa Tbk TRST Plastics and Glass Products √ √
83. PT. Tempo Scan Pacific
Tbk TSPC Pharmaceuticals √ √
84. PT. Ultra Jaya Milk Tbk ULTJ Food and Beverages √ √
85. PT. United Tractors Tbk UNTR Automotive and Allied
Products √ √
86. PT. Unitex Tbk UNTX Textile Mill Products − −
87. PT. Yanaprima
Hastapersada Tbk YPAS Plastics and Glass Products √ √
88 PT. Cahaya Kalbar Tbk CEKA Food and Beverages − −
89. PT. Colorpak Indonesia Tbk CLPI Chemical and Allied
Products √ √
90. PT. Indofarma Synthetics
Tbk INAF
Apparel and Other textile
Products √ √
91. PT. Intanwijaya
International Tbk INCI Adhesive √ √
92. PT. Indocement Tunggal
Prakarsa Tbk INTP Cement √ √
93. PT. Jembo Cable Company
Tbk JECC Cables √ √
94. PT. Goodyear Indonesia
Tbk GDYR
Automotive and Allied
Products √ √
ix
Sumber: Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2009 dan 2010 yang telah diolah
Keterangan:
√ = digunakan sebagai sampel
− = tidak digunakan sebagai sampel
95. PT. Nippress Tbk NIPS Automotive and Allied
Products √ √
96. PT. Panasia Filament Inti
Tbk PAFI Textile Mill Products √ −
97. PT. Surya Intirindo Makmur
Tbk SIMM
Apparel and Other textile
Products - √
98. PT. Semen Gresik Tbk SMGR Cement √
99. PT. Taisho Pharmaceutical
Indonesia Tbk SQBI Pharmaceuticals − √
100. PT. Tirta Mahakam
Resources Tbk TIRT Lumber and Wood Products √ √
101. PT. Voksel Electric Tbk VOKS √ √
x
LAMPIRAN B Hasil Analisis Regresi
Tabel 4.1
Ringkasan Populasi dan Sampel Penelitian
KETERANGAN JUMLAH
Jumlah perusahaan publik manufaktur yang terdaftar di
BEI tahun 2009-2010
145
Jumlah perusahaan yang tidak sesuai dengan kriteria
sampel
44
Jumlah perusahaan yang sesuai dengan kriteria sampel 101
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian
(periode 2009-2010)
101x2 = 202
Data outlier yang dibuang untuk menormalkan data 26
Jumlah sampel yang digunakan setelah dibuang data
oulier
176
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.2
Perbandingan Jumlah Perusahaan dengan Discretionary Accruals (DACC) Positif dan
Negatif Tahun 2009 dan 2010
Tahun DACC Positif DACC Negatif
2009 40 61
2010 44 57
Total 84 118
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
xi
Tabel 4.3
Deskripsi Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
DACC 202 -.9580 .9833 -.008112 .1770962
ACHANGE 202 -1.2632 .4506 .011953 .1999132
FREEC 202 -.7270 .6342 .027936 .1292149
OSHIP 202 .0000 .7401 .033005 .0894147
ROA 202 -1.5382 .9935 .038892 .2024982
BDOUT 202 .0000 .8000 .363321 .1149584
Valid N
(listwise) 202
Sumber : data sekunder yang diolah, tahun 2011
Gambar 4.1
Uji Normalitas setelah Mengeluarkan Outlier
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
xii
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.5
Uji Multikolonieritas
Dependent Variabel : DAAC
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.4
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardized Residual
N 176
Normal Parametersa .0000000 .0000000
.05462400 .05472846
Most Extreme
Differences .087 .079
.041 .040
-.087 -.079
Kolmogorov-Smirnov Z 1.151
Asymp. Sig. (2-tailed) .141
a. Test distribution is Normal.
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) .004 .014 .264 .792
ACHANGE .020 .025 .046 .787 .432 .851 1.175
FREEC -.613 .048 -.707 -12.758 .000 .954 1.048
OSHIP -.035 .045 -.043 -.787 .433 .993 1.007
ROA .073 .031 .138 2.335 .021 .841 1.190
BDOUT .007 .035 .011 .195 .845 .959 1.043
xiii
Tabel 4.6.a
Uji Autokorelasi
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .708a .501 .487 .0554528 2.243
a. Predictors: (Constant), ACHANGE, FREEC, OSHIP, ROA, BDOUT
b. Dependent Variable: DACC
Sumber: Data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.6.b
Uji Autokorelasi
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
Runs Test
Unstandardized Residual
Test Valuea .00485
Cases < Test Value 88
Cases >= Test Value 88
Total Cases 176
Number of Runss 94
Z .756
Asymp. Sig. (2-tailed) .450
xiv
Gambar 4.2
Uji Heteroskadasitas Model Regresi
Tabel 4.7
Uji Glejser
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .049 .009 5.402 .000
ACHANGE .000 .016 -.004 -.046 .963
FREEC -.052 .031 -.131 -1.689 .093
OSHIP -.026 .028 -.069 -.903 .368
ROA .008 .020 .032 .391 .696
BDOUT -.012 .023 -.040 -.514 .608
a. Dependent Variable: absUt
Sumber: data sekunder yang diolah, tahun 2011
xv
Tabel 4.8
Koefisien determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .708a .501 .487 .0554528 2.243
a. Predictors: (Constant), ACHANGE, FREEC, OSHIP, ROA, BDOUT
b. Dependent Variable: DACC
Sumber: Data sekunder yang diolah, tahun 2011
Tabel 4.9
Uji F Model Regresi
a. Predictors: (Constant), ACHANGE,FREEC,OSHIP,ROA,BDOUT
b. Dependent Variable: DACC
Sumber: data yang diolah, tahun 2011
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression .525 5 .105 34.166 .000a
Residual .523 170 .003
Total 1.048 175
Tabel 4.10
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .004 .014 .264 .792
ACHANGE .020 .025 .046 .787 .432
FREEC -.613 .048 -.707 -12.758 .000
OSHIP -.035 .045 -.043 -.787 .433
ROA .073 .031 .138 2.335 .021
BDOUT .007 .035 .011 .195 .845
a. Dependent Variable:
DACC
Sumber: data yang diolah, tahun 2011