12
Abdul Jamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama... Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii Eksistensi Pilihan Hukum, Pasal 50 dan Pasal 86 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989 Abdul Jamil Abstract. Law procedure at the religious court have tremendous progress recently and it has the' exact law resource because the prevailing ofActs number 1 in the years of 1989, reli gious judicature have a unification on law of procedure. But in their implemeiitation the Acts number 7in the year of 1989 has several law handicaps such as procedure case and law choice which are written on, the Acts ofReligious Judicature that tends to impede the existence ofReligious Judicature itself, The completing for the Acts nurrjber 7 in the year of 1989 therefore deal with the common descnption point 2, paragraph 6 fo cohfirrh the existence of Religious Judicature which is suitable with the certainty of paragraph 2 and 49 the Acts nunfiber 1in the year of.1989 where they are very cruciai This writing Is going to discuss the problem of religious procedure law reform and the choice of law on inheritance. Pendahuluan Lahirnya Undang Undang No. 7 Tahun Umum dan peradilan khusus. Ketentuan Pasal 1989 tentang Peradilan Agama'merupakan 10 ayat (1) Undang Undang No.-14 Jahuri kelnginan untuk memfungsikan peranan 1970 menyatak'an: "Kekuasaan kehakiman Undang Undang No.14 Tahun 1970,tentang diiaksanakan oleh Pengadilan , dalam Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang lihgkungan: Peradilan Umum, Peradilan Undang Nomor 14 Tahun, 1970 Agama, Peradilan Militer. dan peradilan Tata mengamanatkan bahwa kekuasan tertinggi Usaha Negara. pengadilan di Indonesia adalah Mahkamah UntukmerealisasiketentuanPasallOayat Agung. Pelaksanaan kekuasan kehakiman (1) masing-masing peradilan mempunyai dijalankan'oleh dua peradilan yaitu: peradilan aturan dan dasar hukum sendiri-sendiri, ^Selanjutnya dalam tulisan ini UU No. 7Tahun 1989 tentang. Peradilan Agama disebut UU Peradilan Agama. 95

Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

  • Upload
    others

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Abdul Jamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama...

Pembaharuan Hukum Acara Peradilan AgamaTelaaii Eksistensi Pilihan Hukum, Pasal 50dan Pasal 86 ayat (2) UU No.7 Tahun 1989

Abdul Jamil

Abstract.

Law procedure at the religious court have tremendous progress recently and it has the'exact law resource because the prevailing ofActs number 1 in the years of 1989, religious judicature have a unification on law of procedure. But in their implemeiitation theActs number 7in the year of1989 has several law handicaps such asprocedure case andlaw choice which are written on, theActs ofReligious Judicature that tends toimpede theexistence ofReligious Judicature itself, The completing for the Acts nurrjber 7in the yearof 1989 therefore deal with the common descnption point 2, paragraph 6fo cohfirrh theexistence of Religious Judicature which is suitable with the certainty of paragraph 2 and49 the Acts nunfiber 1in the year of.1989 where they are very cruciai This writing Is goingto discuss the problem of religious procedure law reform and the choice oflaw on inheritance.

Pendahuluan

Lahirnya Undang Undang No. 7 Tahun Umum dan peradilan khusus. Ketentuan Pasal1989 tentang Peradilan Agama'merupakan 10 ayat (1) Undang Undang No.-14 Jahuri•kelnginan untuk memfungsikan peranan 1970 menyatak'an: "Kekuasaan kehakimanUndang Undang No.14 Tahun 1970,tentang diiaksanakan oleh Pengadilan , dalamPokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Undang lihgkungan: Peradilan Umum, PeradilanUndang Nomor 14 Tahun, 1970 Agama, Peradilan Militer. dan peradilan Tatamengamanatkan bahwa kekuasan tertinggi Usaha Negara.pengadilan di Indonesia adalah Mahkamah UntukmerealisasiketentuanPasallOayatAgung. Pelaksanaan kekuasan kehakiman (1) masing-masing peradilan mempunyaidijalankan'oleh dua peradilan yaitu: peradilan aturan dan dasar hukum sendiri-sendiri,

^Selanjutnya dalam tulisan ini UU No. 7Tahun 1989 tentang. Peradilan Agama disebut UU PeradilanAgama.

95

Page 2: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

misalnya Peradilan Tata Usaha Negarabersadarkan Undang Undang No. 5 Tahun1986, dan 19 tahun kemudian lahir UUPeradilan Agama.

Apabila dicermati lebih jauh dari empatmacam peradilan yang menjalankan fungsikekuasaan kehakiman mempunyai kewajibanmenerima, memeriksa, mengadili danmenyelesikan perkara bagi pencari keadilandi tingkat pertama. Fungsi in! apakah dapatdilaksanakan secara balk oleh peradilanagama? jawaban tersebut dapat dijawab ia,dapat juga dijawab tidak tergantung kasusperkasus.yang itu membutuhkan pemahamanbersama antara pengadiian negeri denganpengadiian agama, atau karena memang.ketentuan pasai.yang ada daiam Undang-undang itu sendiri.

Peradilan agama dapat dikatakansebagai peiaksana kekuasaan kehakimandengan baik apabila dikaltkan denganketentuan Pasai 95, 98 ayat (2) dan 103.Berdasarkan ketentuan ketiga pasai itupengadiian agama sudah dapatmelaksanakan putusan dan penetapannyatanpa harus meminta teriebih dahuiu fiateksekusi dari pengadiian negeri, sebagaimanayang pern'ah diatur dalam Pasai 63 ayat (2)Undang-undang No. 14 Tahun 1974. Dalamkondisi tertentu pengadiian agama dapatmelaksanakan putusannya secara paksa

apabila para pihak yang bersengketa tidakmau melaksanakan secara sukarela dan

pengadiian diminta bantuannya, bahkan sejakproses persidangan berjalan pengadiianagama sudah dapat melakukan penyitaan-penyitaan terhadap barang baik yang menjadiobjek sengketa atau barang yang akandipergunakan sebagai pemenuhan prestasipihak yang digugat apabila nanti gugatannyadimenangkan. Peran seperti in! apabiladikaltkan dengan pendapat Abdul Rahman,maka pengadiian agama benar-benarmelaksanakan fungsinya baik sebagai fungsiyuridis maupun sosiologis.^

Peran pengadiian agama menjadidipertanyakan fungsinya apabila dikaltkandengan ketentuan terhadap adanya masaiahpiiihan hukum sebagaimana diatur daiampenjeiasan umum butlr 2 aiinea 6, sengketaPasai 50, dan persoalan tuntutan pihak ketigayang diatur dalam Pasai 86 ayat (2) UUPeradilan Agama yang daiam pendapatRoihan A. Rasyid disebut sebagai ganjaianpelaksanaan kekuasaan peradilan agama.^Persoalan tersebut apabila dikalsifikasikan,maka ada dua persoalan, yaitu; yang berkaitandengan penjeiasan umum butir 2 aiinea 6,merupakan persoalan yang bertentangandengan Pasai 49, sedang ketentuan Pasai 50dan persoalan tuntutan pihak ketiga yangdiatur daiam Pasai 86 ayat (2) bentuk

^Abdui Rahman Umar. 1986. Keduddukan saksi dalam Peradilan Menurut Hukum Islam. Ctk. 1,Jakarta: PustakaAi-H'usna. Him. 18. yang dimaksud pengadiian berfungsi yuridis saiah satunya adalah bahwapengadiian itu menyelesaikan perkara dengan hukum Allah, sedang yang dimaksud dengan fungsi sosiologisadalah pengadiian itu menciptakan keadilan,terjaminnya hak-hak (manusiaj, terpeiiharanya darah.kehormatandan harta; antara lain adalah dengan menegakkan lembaga peradilan dimana Islam telah mewajibkannya.

^Roihan AiRasyid. 2000. Hukum Acara PeradilanAgama. Ed.2,Ctk. 7. Jakarta: Raja Grafindo Persada.Him. 39-44.

96 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL. 9. JUNI2002: 95 - 106

Page 3: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

\bdufJamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama...

-nempertanyakan eksistensi peradilan agama'lalam memutuskan perkara tuntutan yang''•terkaltan dengan hak-hak kebendaan dan.eniampuan menerapkan hukum acaranya di'^engadilan agama.

• Persoalan pilihan hukum dan ketentuan'asal 50 dan 86 ayat (2) UU Peradilan Agamanerupakan masalah yang tersisa dannengkaburkan fungsi peradilan agama•sebagal pelaksana kekuasan kehakiman yang'iebenarnya. Hal inl sampai seka'rang menjadit^anjalan terhadap hukum acara di Pengadilan-'\gama, meskipun untuk menghlndari-)ersoalan'plllhan hukum telah mengeluarkan5urat Edaran Mahkamah Agung No. 2 TahunW990 tanggal 3 April 1990 tentang Petunjuk^elaksanaan Undang-Undang Nomor 7Cahun 1989. SEMA Inl hanya dlfokuskan padajersoalan kewarisan dan Inlpun belum tuntas3embahasannya. SEMA Ini juga belumnenyentuh pada persoalan yang menyangkutjilihan hukum dalam bidang kewarisansebagalmana ketentuan penjelasan urnUmDutlr 2 alinea 6. serta ketentuan Pasal 50.'

Pembaharuan Hukum Acara PengadilanAgama

Sepertl diketahul bahwa salah satu hal

yang melatar belakangi lahirnya UU PeradilanAgama adalah pelaksanaan Undang UndangNo. 14 Tahun 1970, untuk menggantlkan danmemperbaharul peraturan perundang-undangan peradilan agama-yang sangatberagam.^Tujuan dltetapkannya undang-undang tersebut sebagalmana tertuang dalamkonslderannya yang- dengan tegasmenyebutkan bahwa maslh terdapatnyakeanekaragaman pengaturan tentang-susunah, kekuasaan dan hukum acara yangberlaku dalam llngkungan Peradilan Agama.

Keanekaragaman pengaturan pengadilanagama Ini dapat dipahami karena sejakberdirlnya secara de jure pada tahun 1882peradilan agama yang jauh sebelumLandraad (pengadilan negeri) balk dari namamaupun dasar pengaturannya masih berbeda-beda. Darl segl nartia maslh ada tiga nama,yaltu; Peradilan Agama dl Jawa dan Maduraberdasarkan Staatsb/ad tahun 1882 No 152,Kerapatan QadI dl Kalimantan Selatan dansebaglan Kalimatan Timur berdasarkanStaatsblad Tahun 1937 No 638 dan 639 danMahkamah Syarl'ah di luar Jawa, Madura danKalimantan Selatan berdasarkan PeraturanPemerlntah No. 45 tahun 1957, dan baru

mempunyai kesamaan nama yaltu. "PeradilanAgama" pada tahun 1980 melalul keputusan

"Baca Achmad Roestandi dan Muchjidin Effendie S. 1991. KomenfarAtas Undang-Undang No.7Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Dilengkapi KompilasiHukum Islam. Bandung: Nusantra Press.Him. 9. '

^Mohammad Daud All dan Hablbah Daud. 1995. Lembaga-Lembaga Islam diIndonesia. Ed. 1.Ctk.1.Jakarta: Raja Grafindo Persada. Him. 113-115. dan Muhammad Daud AIL 1997. Hukum Islam dan PeradilanAgama (Kumpulan Tulisan). Edisil Ctk. I.Jakarta: RajaGrafindo Persada. Him. 224-225. Bacajuga M.Yahya Harahap. Kedudukan Kwenangan dan Acara Peradilan Agama Undang-Undang No. 7Tahun1989. Ctk. Pertama. Jakarta: Pustaka Kartini. Hlm.29. Menurut Yahya Harahap akibatdari perbedaan nama danpengaturan Itu juga berdampak pada kekuaan yurlsdlksl peradilan agama.

97

Page 4: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Menteri Agama tanggal 28 Januari 1980.®Salah satu target penyempurnaan yang

dikehendaki oleh UU Peradilan Agama adalahadanya penyempurnaan dalam hukum acarayang berlaku di pengadilan agama.Sebagaimana diketahui bersama bahwahukum acara di pengadilan agama selamain! masih bersumber pada hukum acara yangberserak-serak yang belum dikodifikasi dalamsatu bentuk sumberhukum, sehingga sebelumberlakunya UU Peradilan Agama maslhsangat terbuka disparltas putusan pengadilanagama karena banyaknya sumber hukumacara.

Berdasarkan ketentuan Pasal 54 undang-undang tersebut, secara yuridls bahwa hukumacara yang berlaku dl pengadilan agamasekarang ini ada dua sumber yang sudahterkodlflkasi, yaitu hukum acara perdata yangberlaku di pengadilan umum, dan hukumacara yang secara husus diatur tersendirldalam UU Peradilan Agama.

Untuk mekanlsme beracara dl pengadilanagama yang secara khusus diatur dalamundang-undang in! ada tiga hal, yaitu: (1) ceraltalak, (2) ceral gugat, dan (3) ceral denganalasan zina. Selain ketlga hal terebut tetapberlaku hukum acara perdata yang berlaku dlpengadilan umum.

Pembedaan pemberlakuan inidikarenakan ada dua hal yang prinsip, yaitu:(1) berkaitan depgan kompetensi absolutpengadilan agama. Sekarang Ini kewenangan

pengadilan agama tidak saja masalah cerasaja, akan tetapl juga menangani perkarskeperdataan tertentu, yaitu kewarisan, waslathibah yang didasarkan hukum Islam, waka'dan shadaqah. (2) persoalan perceralan,Persoalan perceralan di perngadllan agamsdidasarkan pada perkawinan yang dllakukarberdasarkan hukum perkawinan Islam, atauperkawinan yang dicatatkan di KUA, sehingga-ketika melakukan perceraian, maka hukumperkawinan Islam yang dijadlkan dasarnya.Oleh karena. dasar perkawlnannya Islam,maka ketika seseorang itu nantinya ceral,maka hukum acara yang ada dalam hukum^Islam yang akan dipergunakan untuk prosesperceralannya. Kondisi seperti ini apabllaidikaltkan dengan pengertian hukum acarasangat tepat, sebab kerjanya hukum acaraadalah mempertahankan hukum materiilnya.®Hukum materlil yang diperlakukan pada saatperkawinan Islam tentu saja ketika prosesperceralan harus didasarkan pada ketentuanhukum Islam.

Apablla dilihat dari hukum materill,perceralan menurut hukum Islam adaperbedaan yang spislflk jlka dibandlngkandengan hukum perdata pada umumnya.Misalnya perceraian qabia dubul (belumpernah berhubungan suami Istri) maka,seorang istri wajib mengembalikan maharnyaseparuh kepada suamlnya, oleh sebab Itulahdalam praktek seseorang yang berperkara dlpengadilan agama dengan pokok gugatan

®Baca WlrjonoProdjodlkoro. 1980. Hukum Acara Perdata diIndonesia. Jakarta: Sumur Bandung. Him.13. Bahwa yang dimaksud dengan hukum acara lalah rangkain peraturan peraturan yang memuat carabagalmana pengadilan itu harus bertlndak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan hukummeteriilnya. BacajugaSudikno Mertokususmo. 1999. Hukum Acara Perdata Indonesia. EdIsI kelima. Ctk.kedua Yogyakarta: Liberty. Him. 2.

98 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002: 95 - 106

Page 5: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Abdul Jamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama.i.

cerai past! ditanya oleh hakim apakah qabiaduhul atau bakda duhui: Contoh yang lainmasalah perceraian apakah yang diajukanoleh pihaksuami atauyang diajukan oleh pihakistri tetap'diajukan pada pengadilan agama diwllayah' (domisili) seoarahg istri berada;dimana proses seperti ini berbeda dengan^ketentuan Pasal 118 HIR dengan syaratapabila istri taatpadasuami (tidak nusyuz) danatau tidak beradadi luarnegeri, Hal ini apabiladibandingkan dengan 'asas kompetensi relatifdi pengadilan negeri bertentengan7

Proses beracara yang berkaitan denganperceraian di pengadilan agama berdasarkanUU Peradilan Agama pada umumnya proses 'beracara lebih cendefung mengiinturigkanpihak istri (perempuan). Hal ini sangatberkaitan erat dengan pririsip hukumperkawinan dalam Islam yang merupakan /exspecialis derogat lex generalis.

Pembaharuan hukum acara di pengadilanagama yang menyangkut permasaiahanperceraian merupakan upaya pemerintahuntuk melindungi hak-hak wanita'dal'ammasalah perceraian,^ atau hak seorang istridalam perkawinan. Kenyataan yarig dalammasyarakat ada' kecenderungan dalartimasalah ketidak harmonisan rumah tangga

apabila terjadr kasus perkawinan padaumumnya-dan perceraian khususnya' posisi'wanita banyak dirugikari. Sebagai contoh,banyak kejadian kalau rumah tangga dalamkondisi cekcok terus rhenerus perempuanyang disuruh pergi oleh siiami untukmeninggalkan ' rumah bersama; atausebaliknya suarhi yang meninggalkan' istrinyadanmenelantarican istrinya, kalau istrinya tidaktahan dan dla mengajukan cerai diharuskanuntuk mengajukan gugatan pada pengadilahagama yang mewilayahi'domisili suamiberada. Hal ini sangat merugikan pihak istri(perempuan), dan masih'banyak lagrhal-halyang berbeda proses acaranya dengan acaraperdata apada umumnya.

Pilihan Hukum dalam. Perkara Kewarisan

Sebagaimaria telah disinggung di bagianatas bahwa pilihan hukum merupakanmasalah persoalan yang tergantung' yangbelum ada penyelesaian dalam UU PeradilanAgama, sebab persoalan ini bertentangandengan Pasal '49. Ketentuan Pasal 49merupakan "memurnikan" dan sekatigus"menyempurnakan" fungsi pengadilanagama.^ Pasal'49 mengatur tentang kekuasan

^Bandingkan dengan asas komptensi relatif, dalam Sudikno Mertokusumo. "Hukum Acara...." Op. CitHlm:65-67. -.r • .

' ®Menurut Hadari DjenawiThaher, bahwa salah satu bentuk penyempunaan Uhdang-undang peradilanagama adalah melindungi kaum wanlta khususnya dalam masalah perceraian, Baca "Ppkok-Pokok PikiranDalam UU Peradilan Agama". Dalam 1989. Undang-Undang Peradilan Agama; UU RI Nomor 7Tahun,f989. Jakarta: Alda. Him. 12. .

®M. Yahya Harahap. 1990. Kedudukan Kewenangan dan Acara PeradilanAgama Undang-UndangNo.7 Tahun 1989. Ctk. Pertama. Jakarta; Pustaka Kartini. Him. 32.Salah satutujuan pokok dari UU peradilanagama seperti yang diaturdalam UU No. 7tahun 11989 bermaksud"memurnikan dan sekaligus menyempumakan"fungsi dan susunan organisasi, agar dapat mencapai tingkat sebagailembaga kekuasaan kehakimari yangsebenamya.

99

Page 6: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

pengadilan agama, yaitu; masalah perkawinan,kewarisan, wasiat, dan hibah yang dilakukanberdasarkan hukum Islam, wakaf danshadaqah..

•Pasal 49 ini apabila dikaitkan denganPasal 2, yang berbunyl bahwa Pengadilanagama merupakan salah.satu pelaksanakekuasaan kehakiman bagi rakyat pencarlkeadilan yang beragama Islam mengenaiperkara perdata tertentu yang diatur dalamUndang-undang inl. Dengan adanya pilihanhukum. maka batasan fungsi pengadilanagama menjadi jelas dan kabur, sebab Pasal49 merinci apa yang'menjadl kewenanganpengjadilan agama.

Apabila ditelaah ketentuan dua pasal(Pasal 2dan45 UU Peradiian Agama) tersebut,dapat diambil suatu pemahaman bahwapengadilan agama pada prinslpnya hanyamenangani perkara antara orang yangberagama Islam dalam hal perkawinan,kewarisan, wasiat, hibah, wakafdanshadaqah.Dalam bahasa lain bahwa asas yangditerapkan di pengadilan agama adalah Islam,baik pada orangnya maupun perkaranya.'"Sehingga seorang yang beragama Islamsudah tidak mempunyai peluang lag! untuktidak mau ke pengadilan agama dalam halmenyelesaikan perkara khususnya kewarisan.

Rumusan Pasal 49 memangmengandung rumusan yang mempunyaimakna ganda, yaitu padaayat(1) huruf b, yangkalimatnya berbunyi "kewarisan, wasiat, danhibah, yang dilakukan berdasarkan hukum Islam".Kallmat Inl dapat'dltafsirkan bagaimana kalauorang Islam yang tidak mau menyelesaikan

mid. Him. 39.

kewarisan, wasiat dan hibah berdasarkanhukum Islam, maka tentu saja tidak sesuaidengan yang dimaksud dalam jangkauanPasal 49, sehingga meskipun dia orang yangberagama Islam kalau mempunyai masalahkewarisan tidak menjadi terikat dan menjadikewenangan pengadilan agama. Sehinggadari makna bahasa rumusan kalimat ini

menganulir kekuatan Pasal 49 itu sendiri.Persoalan yang ada pada Pasal 49 ini

jugadiperkuat lagi oleh penjelasan umum butir2 allnea 6,yang berbunyi "sehubungan denganhal tersebut, para pihak sebelum berperkaradapat mempertimbangkan untuk memilihhukum apa yang akan dipergunakan dalampembagian warisan". Dalam bahasasederhana dapat ditafsiri bahwa seseorangsebelum berperkara harus terlebih dahulumenetukan hukum mana yang akandipergunakan sebagai alat untukmenyelesaikannya, ketentuan inilah yangkemudian dipahami sebagai wadah pilihanhukum dalam kasus waris.

Rumusan penejelasan umum butir 2alinea 6 menyisakan dua persoalan dalampembahasan Undang-undang peradiianagama. Persoalan itu adalah: (1) pemaknaanganda terhadap eksistensi peradiian agama,(2) mempersulit teknis beracara bagi pencarikeadilan berkaitan dengan masalah waris.

Pemaknaan ganda eksistensi pengadilanagama ini bahwa salah satu tujuan undang-undang, peradiian agama adalahmengembalikan peran pengadilan agamauntuk menangani perkara waris bagi orangIslam yang pernah berlaku pada abad 18-an,

100 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL. 9. JUNI2002:95 - 106

Page 7: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Abdul Jamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama...

akan tetapi, di sisi lain dalam menyelesaikanpersoalan waris bag! orang Islam tidak haruske pengadiian agama. Sehingga kalimatdalam penjelasan umum butir 2 aiinea 6menurut istilahnya Rolhan A. Rasyid akanme'mbuat kaburnya permasalahan serta akanmenimbulkan serba ketidak pastian hukum.^^Sebab orang Islam diperbolehkan tidakmenggunakan ketentuan Pasal 49, meskipunsebenarnya pasal in! sebagai landasaneksistensi pengadiian agama, sebab secaraeksplisit orang Islam harus ke pengadiianagama dalam perkara keperdataan tertehtusebagaimana dimaksud dalam Pasal 49.Penjelasan umum butIr 2 allnea 6 Inilahkemudian dipahaml sebagai landasan hakpilih {pilihan hukum) orang Islam untukmenyimpangi ketentuah Pasal 2 dan 49.

Menurut pemahaman umum ya'ngdimaksud pilihan hukum adalah hak untukmemilih hukum apa yang akan dipergunakansebagaialatmenyelesaikan atau untuk berbuathukum. Apabila dikaitkan dengan pilihanhukum waris yaitu hak untuk memilih hukumapa yang akan dipergunakan untuk membagiharta warisan.'^'Sebagaimana diketahuibahwa hukum waris yang berlaku di Indonesia ada tiga sistem hukum,.yaitu: hukum adat,hukum Islam, dan hukum barat. Pengertianini mempunyai suatu makna bahwaseseorang diberi kebebasan untuk memilihhukum Adat, Islam, atau hukum Barat yangdipergunakan menyelesaikan masalah waris

meskipun mereka beragama Islam.Pemberlan hak memilih hukum Ini oleh M.

Yahya Harahap merupakan "penganuliran"atau mementahkan ketentuan Pasal 49."'^

Pemilihan hukum atau penundukan diripada hukum mempunyai konsekuensi padapemilihan peradilan, misalnya orang memilih(menundukkan diri) pada hukum Adat atauhukum Barat, maka bukan menjadi wewenangperadilan agama lagi, tetapi sudah menjadiwewenang pengadiian negerl, sebab secarakhusus pengadiian agama bersumber padahukum Islam dan bukan pada hukum adat,atau hukum Barat. Itulah sebabnya penjelasanumum butir 2 aiinea 6 sebagai pengebirianeksistensi dan kewenangan pengadiianagama. Dari segi kehendak ada keingihanuntuk memerdekakan pengadiian agamasesuai dengan amanat Undang Undang No.14 Tahun 1974, tetapi ada keberatan untukmelepaskan seperti layaknya pengadllan-pengadilan yang lain.

Seperti yang sudah disinggung di bagianallnea sebeiumnya, bahwa penjelasan umumbutir 2 allnea 6, ada konsekuensi yangberdampak selain pada eksistensi pengadiianjuga menambah persoalan teknis beracarabagi pencari keadilan yang beragama Islamdalam persoalan kewarisan. Sebagaimanadiketahui baliwa prinsip dasar tugaspengadiian adalah menerima, memeriksa,dan memutus perkara yang diajukan. Dalamhukum acara dalam hal pengadiian

"Roihan ARasyid. 2000. Hukum Acara Peradilan Agama. Edisi 2. Ctk. 7. Jakarta: Raja GrafindoPersada. Him. 41.

'Wid. Him. 162.

"to/d. Him. 163.

101

Page 8: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

menyelesaiakan masalah itu di bagi menjadidua, yaitu; (1)perkara yangtidak mengandungsengketa yang disebut dengan volunter atauperadilan yang tidak sesungguhnya dan (2)contentieuse atau peradilan yangsesungguhnyaJ^ Pembedaan sederhanabahwa yang dimaksud peradilan volunter ituberkaitan dengan jenis perkaranya yaitutuntutan hakyangtidak mengandung sengketadengan orang (pihak) lain di mana hak itudiberikan oleh undang-undang danpengajuaannya dengan istilah permohonan.Sebagai contoh kalau di pengadilan agamaorang meminta izin nikah bagi seorang yangusianya kurang dari 21 tahun tetapi sudahmasuk kuallfikasi nikah,misainya laki-lakisudah usia'19 tahun, perempuan sudah 16tahun tetapi orang tuanya tidak memberikanizin, maka orang itu dapat mengajukanpermohonan ke pengadilan agama memintapenetapan izin menikah sebagai ganti izin dariorang tunya atau walinya, sedangkanperadilan yang bersifat contentieuse orangmeminta bantuan pengadilan untukmenyelesaikan karena adanya hak yangdilanggar oleh pihak lain yang disebabkanadanya pengebirian undang-undang ataukarena adanya hubungan hukum dan tuntutanhaknya dengan mengajukan gugatan.Misainya yang berkaitan dengan pemberianundang-undang, bahwa setiap anak itumenjadi ahli waris orang tuanya, tetapi setelahorang tuanya meninggal dunia dia tidak diberibagian warisan oleh saudaranya dari hartawarisan yang ditinggalkan oleh orang tunya.

Atau karena adanya hubungan hukummisainya suami istrl yang terikat karenaperkawinan, suaminya melanggartaklikuttaiakmisainya tidak memberikan nafkah balk lahirmaupun batin kepada istrinya, maka kalauistrinya tidak terima, maka dia harusmengajukan tuntutan haknya kepadapengadilan dengan mengajukan gugatankepada suaminya.

Dari prinsip di atas, dapat diambii suatupemahaman bahwa seseorang maju kepengadilan pada prinsipnya mempunyaikeinginan untuk mempertahankan hak secaratidak melawan hukum. Cara mempertahanhak yang dimaksud tentu saja adalah ketikaterjadi pelanggaran hak. Kebanyakan yangterjadi di masyarakat pelanggaran hak yangberkaitan dengan kewarisan itu mengandungunsur sengketa dengan pihak lain. Berkaitandengan Itu kapan seseorang dianggap telahmemilih hukum, apakah pada saat merekaada kompromi hukumnya ataukah pada saatdia memasukkan tuntutan haknya (gugatan)?Apabila dltelaah ketentuan penjelasan umumbutir 2 alinea 6 itu, maka sebelum orangorang memasukkan gugatannya kepengadilan. Kalau ini yang menjadi keinginanUU Peradilan Agama, maka seseorang yangmempunyai masalah kewarisan tidak perlulagi mengajukan gugatan tuntutan hak kepengadilan sebab sudah terjadi kompromiuntuk menyelesaikan. Kasus yang ada dilapangan adalah masalah kewarisan itu tidakterjadi kesepakatan untuk menyelesaikan,bukan pada persoalan dasar hukumnya yang

"SudiknoMertokusumo. Op.Cit. Him. 3-4.'^Baca M. Yahya harahap.-Op. Cit Him. 167-170.

102 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNl 2002: 95 - 106

Page 9: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Abdul Jamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama...

digunakan untuk menyelesaikanJ®Persoalan kewarisan yang menjadi

masalah di lapangan adalah berkenaan dasarpenyelesaian masalah kewarisan, dari dasarinilah pemicunya persoalan kewarisan Itutimbul. Misalnya ada orang tua sebut saja Amempunyai 1 (satu) anak laki-laki dan 1 (satu)anak perempuan, laki-laki mengatakan sayamendapat bagian dua kali dari anakperempuan, sedangkan yang perempuanmengatakan bagiannya sama, sehingga anakperempuannya mengatakan kakak laki-lakinya telah mengambil haknya. Kasustersebutadalahdari perbedaan dasarnya saja.Bagi anak iaki-lakinya benar kalau didasarkanpada hukum Islam, anak perempuannya benarkalau didasarkan pada hukum adat. Kalausama-sama bertahan pada dasar hukumnya,maka sama-sama benar, berarti bahwa anakperempuannya menganggap saudara Iaki-lakinya telah merampas hak bagiankewarisannya, kalau dia tidak terima berartidia harus menggugat kakak Iaki-lakinya kepengadilan. Ke pengadilan mana dia harusmenggugat? kalau didasarkan padapenafsiran penjelasan umum butir 2 alinea 6,maka keduanya harus kompromi hukum manayang akan dipilih, kalau hukum Islam tentu sajake pengadilan agama, sedang kalau hukumadatke pengadilan negerl. Dari kasus tersebutkalau sudah ada kopromi hukum mana yangdipakai menyelesaikan kasus kewarisantersebut tentu saja tidak akan menjadi masalahbahkan sampai menggugat ke pengadilan.Kalau tidak terjadi kesepatakan hukum Itulah

awal mulanya terjadi sengketa kewarisan.Untuk mencari penyelesaian terhadap

persoalan pilihan hukum Mahkamah Agungpernah berupaya untuk mencari jalankeluarnya dengan membuat hukum"Penemuan dan Pemecahan Masalah

Hukum dalam Peradilan Agama" tetapi belumada penyelesaian tuntas. Sebab masih diambilsuatu pemahaman pilihan hukum itu diambilpada saat mengajukan gugatan kepengadilan, misalnya ke pengadilan agama,harus dianggap sudah memilih hukum yangakan dipergunakan dalam pembagian waris,sehingga kalau tergugat mengeksepsi, makaharus ditolak,dan begitu sebaliknya. Atauapabila tidak terjadi keduabelah pihak sama-sama menggugat ke dua pengadilan yangberbeda, misalnya yang satu mengajukan kepengadilan negeri dan yang Iain mengajukanke pengadilan agama, maka diselesaikanMahkamah Agung yang mengadili tentangsengketa kewenangan.^®

Persoalan tersebut belum dapat dianggapselesal, sebab prinsip penyelesaian sengketakewenangan itu kalau diajukan kepadaMahkamah Agung dengan cara keduapengadilan yang berbeda kompetensiabsolutnya tersebut ..rnenghentikan danmengajukan ke Mahkamah Agung untukmeminta putusan tentang sengketakewenangan. Apabila kedua pengadilan itutidak menempuh prosedur tersebut berartiMahkamah Agung tidak mengetahui dan bisajadi nanti ada dua keputusan antarapengadilan agama dan pengadilan negeri

i®Tim Proyek Peningkatan Tertib Hukum dan Pemblnaan Hukum Mahkaman Agung Republik Indonesia,1994. Penemuan dan Pemecahan Masalah Hukum Dalam Peradilan Agama. Tidak diterbitkan untukumum. Jakarta. Him. 78-79.

103

Page 10: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

dalam kasus yang sama dengan dasar yangberbeda. Kalau hal ini yang terjadi, makaputusan mana yang akan dilakukan eksekusi?Gambaran persoalan ini dapat saja terjadientah kapan apakdh dalam waktu dekat atauyang akan datang.

Pilihan Hukum dalam Hukum Acara

Pilihan hukum dalam nuansa hukum

perdata adalah hak seseorang yang diberikansecara bebas dan Batasannya hanya padatidak boleh bertentangan dengan undang-undang serta norma kesusliaan. Pilihan hukumini dilakukan untuk dasar pengaturan hukumyang akan dipergunakan sebagal landasanhukum berbuat. Sedang pilihan hukum dalampengertian hukum acara lazim digunakanuntuk menentukan domisili pengadilanapabiia nanti terjadi suatu masalah hukumyang timbul di kemudian hari. Memangpenentuan pengadilan akan mempunyaidampak pada dasar hukum yang akandijadikan sebagai acuan teknis maupun yuridisdalam beracara di pengadilan tersebut.Kadang-kadang secara teknis di pengadilanyang satu berbeda dengan di pengadilan lainmeskipun sama-sama satu lingkunganperadilan.

.Pilihan hukum yang dimaksud dalampenjelasan umum butir 2 alinea 6 padaprinsipnya adalah memilih peradilan yang akandipergunakan untuk menyelesaikan sengketa,dan ini tidak lazim'.digunakan dalam hukumacara untuk menentukan kompetensi absolut,sebab dalam hukum acara kewenanganabsolut suatu pengadilan ditentukan olehundang-undang dan bukan padakesepakatan.

Kalau pemahaman pilihan hukum itu

didasarkan pada prinsip hukum acara. makadisepakati terlebih dahulu oleh pihak-pihakyang akan bersengketa bukan ditentukanmana yang dahulu menggugat, dan ini hanyapada penentuan kompetensi relatif. MisalsebutsajaAberaiamat di Jakarta mengadakanperjanjian jual bell dengan B yang beraiamatdi Surabaya keduanya telah sepakat apabiiananti ada pihak yang melakukan perbuatanwanprestasi pengadilan yang berwenang

,adalah dipilih Yogyakarta. Misainya A benarwanprestasi maka B kalau dia memintabantuan pengadilan untuk menyelesaikanmasalahnya tentu dia harus mengajukangugatan kepengadilan negeri Yogyakarta, danA tidak dapat menolak dengan alasan diaberada di Jakarta. Kejadian dalam contohinilah yang sering dipakai istilah pilihan hukumdalam hukum acara.

Lain halnya juga dengan kasus yang lain,misainya dalam kasus waris A anak laki-laki,B anak perempuan keduanya beragamaIslam berselislh tentang bagian waris dariorang tunya yang sudah meninggal duniasebut C yang juga beragama islam. Amenghendaki hukum Islam sesuai ketentuanagama yang diyakini, B menggunakan hukumadat, keduanya tidak ada titik temu maka Bmenggugat A ke pengadilan negeri, maka Atidak dapat eksepsi dengan daiil bahwamasalah kewarisan orang Islam itu ke pengadilanagama, hal ini bukan pilihan hukum beracaratetapl cepat-cepatan menggugat. Ketentuansemacam Ini sebagai mana yang sudahdibahas di bagain sebelumnya akanmembingungkan pencari keadilan, karenabias jadi kasus A dan B Itu sama samamenggugat ke pengadilan yang berbeda (kepengadilan negeri dan pengadilan agama).

Untuk tidak membingungkan para

104 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002: 95 - 106

Page 11: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Abdul Jamil. Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama...

pencari keadilan dan melaksanakan asasperadilan yang sederhana, cepat dan biayamurah, Mahkamah Agung sebagai pembinateknis yuridis peradilan melakukan dua carasebagai jalan keluar, yaitu: (1) mengadakanevaluasi terhadap perkara-perkara yangmenyangkut pilihan hukum Itu seperti yangsudah sering dilakukan Mahkamah Agungyang dapat dijadikan masukan kepadapemerintah sebagai bahan evaluasi terhadapperlu tidaknya adanya penyempurnaanterhadap UU Peradilan Agama. (2)Memberikan pembinaan rutin kepada hakim-hakim tingkat pertama untuk menempuhprosedur sengketa kewenangan untukmenghentikan sementara prosespemeriksaan untuk diajukan kepadaMahkamah Agung. Langkah ini hanyamengingatkan hakim saja, sebab kalau hakimtidak menempuh bahwa akibatnya adalahfungsi pengadilan dan tugas hakimdipertanyakan. Sebab peran hakim jugadapatmempengaruhi apakah asas peradilansederhana, cepat, danbiaya murah itu tercapai,meskipun juga kadang-kadang para pihakjuga ikut menghambat asas peradilan.

Simpulan

Hukum acara di pengadilan agamasekarang ini sudah banyak kemajuan danmempunyai sumber hukum yang jelas, karenadengan berlakunya Undang-updang Nomor 7tahun 1989, peradilan agama mempunyaiunifikasi daiam hukum acara, yaitu hukumacara diatur secara khusus di dalam UU

Peradilan Agama dan hukum acara yangberlaku di pengadilan umum yang berkaitandengan hak-hak keperdataan dan sebagiandalam hal-hal yang menyangkut perceraian.

Dengan demikian, tidak lagi mungkin lagimenimbulkan disparltas putusan yangberbeda antara pengadilan agama yang satudengan pengadilan agama yang lain. Perluadanya penyempurnaan terhadap UUPeradilan Agama berkaitan denganpenjelasan umum butir 2 alinea 6 untukmempertegas eksistensi peradilan agamasesuai dengan ketentuan Pasal 2 dan 49 UUPeradila Agama. •

Daftar Pustaka

Ali, Mohammad Daud dan Hablbah Daud.1995. Lembaga-Lembaga Islam diIndonesia. Ed. 1. Ctk.1. Jakarta; RajaGrafindo Persada.

. 1997. Hukum Islam dan PeradilanAgama (Kumpulan Tulisan). Edisi 1.Ctk. 1. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harahap, M. Yahya. Kedudukan Kwenangandan Acara Peradilan AgamaUndang-Undang No. 7 Tahun 1989.Ctk. Pertama. Jakarta: Pustaka Kartini.

. 1990. Kedudukan Kewenangan danAcara Peradilan Agama Undang-Undang No.7 Tahun 1989. Ctk.Pertama. Jakarta: Pustaka Kartini.

Mertokususmo, Sudikno. 1999. Hukum AcaraPerdata Indonesia. Edisi kelima: Ctk.

kedua Yogyakarta: Liberty.

Prodjodikoro, Wirjono. 1980. Hukum AcaraPerdata di Indonesia. Jakarta: Sumur

Bandung.

Rasyid, Roihan A. 2000. Hukum AcaraPeradilan Agama. Edisi 2. Ctk. 7.Jakarta: Raja Grafindo Persada.

1Q5

Page 12: Pembaharuan Hukum Acara Peradilan Agama Telaaii

Rasyid, Roihan A.. 2000. Hukum AcaraPeradilan Agama. Ed.2,Ctk. 7.Jakarta: Raja G.rafindo Persada.

Roestandi, Achmad-dan Muchjidin EffendieS. 1991. Komentar Atas Undang-Undang No.7 Tahun 1989 TentangPeradilan Agama DilengkapiKompiiasI Hukum Islam. Bandung:Nusantra Press.

Thaher, Hadari Djenawi. "Pokok-Pokok PikiranDalam UU Peradilan Agama". Dalam1989. Undang-Undang Peradilan

Agama; UU Rl Nomor 7 Tahun 1989.Jakarta: Alda.

Tim Proyek Peningkatan Tertib Hukum danPembinaan Hukum Mahkaman AgungRepublik Indonesia, 1994. Penemuandan Pemecahan Masalah Hukum

Dalam Peradilan Agama. Tidakditerbitkan untuk umum. Jakarta.

Umar, Abdul Rahman. 1986. Keduddukansaksl dalam Peradilan Menurut

Hukum Islam. Ctk. 1, Jakarta: PustakaAl-Husna.

Q O C>

106 JURNAL HUKUM. NO. 20 VOL 9. JUNI2002:95 - 106