Upload
yudi-pratama
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
Penatalaksanaan Peningkatan Tekanan Intrakranial
Nicole Forster and Kristin Engelhard
2004 Lippincott Williams & Wilkins 0952-7907
Curr Opin Anaesthesiol 17:371–376. # 2004 Lippincott Williams & Wilkins.
Klinik fu¨ r Ana¨ sthesiologie, Klinikum rechts der Isar, Munich, Germany
Correspondence to Kristin Engelhard, MD, Klinik fu¨ r Ana¨ sthesiologie, Klinikum der
Johannes Gutenberg Universita¨ t Mainz, Langenbeckstraße 1, 55131 Mainz, Germany
Tel: +49 61 3117 7117; fax: +49 61 3117 6649; e-mail:[email protected]
Current Opinion in Anaesthesiology 2004, 17:371–376
Singkatan
CBF : cerebral blood flow (aliran darah otak)
CBV : cerebral blood volume (volume darah otak)
CMRO2 : cerebral metabolic rate for oxygen (tingkat metabolisme oksigen otak)
CPP : cerebral perfusion pressure (tekanan perfusi otak)
CSF : cerebrospinal fluid (Cairan serebrospinal)
ICP : intracranial pressure (tekanan intrakranial)
MAP : mean arterial blood pressure (tekanan darah arteri utama)
PaCO2 : arterial carbon dioxide tension (tekanan karbon dioksida arteri)
PEEP : positive end-expiratory pressure (tekanan akhir ekspirasi Positif)
Tujuan Penulisan
Peningkatan tekanan intrakranial adalah salah satu faktor utama memburuknya
keadaan klinis pada pasien dengan lesi intraserebral. Oleh karena itu, setiap tahun
banyak penelitian dan studi klinis yang dilakukan untuk mengetahui metode terbaik
untuk mengelola peningkatan tekanan intrakranial pada pasien cedera kepala. tulisan ini
merangkum temuan terbaru yang paling penting untuk pengobatan peningkatan tekanan
intrakranial.
1
Temuan terbaru
Penatalaksanaan yang saat ini paling sering dibahas pada peningkatan tekanan
intrakranial adalah penggunaan hipertonik saline, yang diduga memiliki fungsi yang
sama dengan manitol, penggunaan hipotermia, dan dilakukannya kraniotomi
dekompresi.
Ringkasan
Strategi pengobatan untuk mengelola peningkatan tekanan intrakranial termasuk
keputusan anestesi, ventilasi, posisi kepala dan tubuh, hipotermia, penggunaan obat-
obatan osmotik dan prosedur pembedahan. Propofol tampaknya cocok untuk sedasi
pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial. Peningkatan tekanan intrakranial
secara tiba-tiba dapat diobati dengan menggunakan agen hyperosmotic, thiopental dosis
tinggi, atau hiperventilasi ringan episode pendek. Dekompresi pembedahan cranium
tampaknya meningkatkan angka keberhasilan pada pasien di bawah usia 50 tahun,
terutama anak-anak.
Kata Kunci
kraniectomi, hipotermia, tekanan intrakranial dekompresi, manitol, pengobatan
Pendahuluan
Rongga intrakranial dapat dibagi menjadi tiga kompartemen. jaringan otak
mengisi sekitar 88% dari volume intrakranial, cairan cerebrospinal (CSF) memberikan
kontribusi 9%, dan darah dalam sistem vaskular di otak merupakan komponen terkecil,
yaitu sebanyak 2-3% dari total volume. Sebagian besar volume darah otak (CBV)
berada dalam sistem vena bertekanan rendah, sedangkan hanya 15% dari CBV berada
dalam arteri dan 15% dalam sistem sinus.
Tekanan intrakranial normal (ICP) kurang dari 15 mmHg. Peningkatan ICP
dapat diakibatkan oleh perubahan kompartemen vaskular, termasuk hiperemia atau
hematoma, yang disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah. Faktor-faktor yang
mempengaruhi jaringan otak dan volume interstitial termasuk tumor, vasogenik,
sitotoksik dan edema interstitial sekunder karena hipoksia, trauma, dan infeksi.
Peningkatan ICP bisa diakibatkan karena obstruksi jalur CSF dan perubahan dalam
produksi atau reabsorpsi CSF.
2
Peningkatan ICP pada keadaan pasien dengan lesi desak ruang atau SOL (space-
occupying lesion) dapat dikompensasikan terutama jika proses perkembangannya
perlahan-lahan. Kemampuan untuk mengkompensasi kenaikan volume kompartemen
disebut intracranial compliance, dan didefinisikan sebagai pengubahan ICP untuk
mengubah volume intrakranial. Setiap kenaikan volume suatu kompartemen akan
dikompensasi oleh penurunan volume kompartemen lain untuk mempertahankan ICP
normal. Sistem CSF memiliki kapasitas buffer terbaik dari semua kompartemen
intrakranial. Ekspansi komponen intrakranial non-CSF menyebabkan perpindahan CSF
dari rongga kranium melalui foramen magnum ke dalam ruang subarachnoid tulang
belakang. Selanjutnya volume pengkompensasian dapat diganti oleh peningkatan
absorpsi CSF oleh vili arachnoid. Mekanisme ini adalah pressure-dependent hingga
batas atas ICP, yaitu sekitar 30 mmHg. Penurunan CBV mengakibatkan adanya ruang
tambahan untuk lesi yang berkembang. Penurunan CBV terjadi pertama, dengan
kompresi sistem vena bertekanan rendah, diikuti oleh collapse kapiler, yang
menyebabkan iskemia serebral dan edema.
Dampak ICP pada hasil terletak pada perannya dalam menentukan tekanan
perfusi serebral (CPP), [CPP = (MAP) - ICP] dan sebagai indikator efek massa. CPP
yang adekuat mungkin lebih penting daripada ICP per se. Pengobatan peningkatan ICP
harus difokuskan untuk pengurangan segera ICP menjadi kurang dari 20 mmHg, karena
prediktor paling kuat dari komplikasi neurologis yang buruk adalah pasien dengan lesi
intrakranial adalah terjadinya ICP lebih tinggi dari 20 mmHg.1 CPP harus dipertahankan
antara 60 dan 70 mmHg. Ada penelitian yang membuktikan bahwa, setidaknya pada
pasien trauma kepala, CPP di bawah 60 mmHg dikaitkan dengan outcome yang buruk.
Namun, CPP melebihi 60 mmHg tampaknya memiliki pengaruh yang sedikit terhadap
keadaan akhir pasien dengan lesi intrakranial.1 Episode hipotensi dengan CPP yang
lebih rendah serta hipoksemia berhubungan dengan outcome yang buruk pada pasien
cedera otak traumatis berat.2
3
Pemantauan Tekanan Intrakranial
ICP harus dipantau pada semua pasien yang berisiko hipertensi intrakranial.
Tujuan mendeteksi peningkatan ICP adalah untuk mencegah dan mengobati herniasi
dan pergeseran jaringan otak, dikarenakan CPP yang tidak adekuat. ICP bisa dipantau di
intraventrikular, intraparenchymal, subarachnoid, dan ruang epidural. Ventricular
catheter adalah gold standar untuk pengukuran ICP karena akurasinya dan
memungkinan terapi drainase CSF untuk kontrol peningkatan ICP. Pemeriksaan
Intraparenchymal juga cukup baik, namun tidak bisa digunakan untuk tujuan terapeutik.
Agen Anestesi
Pada pasien dengan lesi intrakranial, sedasi menggunakan agen hipnotis dan
narkotika diberikan untuk mengurangi stres dan mengendalikan ICP. Pilihan agen
anestetik dan obat ajuvan lainnya didasarkan pada pertimbangan pengaruhnya terhadap
aliran darah otak (CBF), tingkat metabolisme oksigen serebral (CMRO2), CBV,
autoregulasi serebrovaskular dan reaktivitas karbon dioksida.
Agen anestesi volatil menekan metabolisme otak dengan dosis yang tergantung
cara pemberian. Namun, agen anestesi volatil dengan konsentrasi yang lebih tinggi
mengakibatkan vasodilatasi serebral secara langsung, yang mengakibatkan peningkatan
CBF dan CBV, sedangkan metabolisme masih ditekan. Desflurane mengakibatkan
vasodilatasi serebral lebih banyak dari isoflurane atau sevoflurane,3 sedangkan
isoflurane lebih vasoaktif dari sevofluran.4 Autoregulasi dan respon karbon dioksida
tetap utuh dengan 1,0 MAC sevoflurane. Sevoflurane pada konsentrasi ini menurunkan
metabolisme otak dan CBF sebanding dengan propofol.5 Oleh karena itu, 1,0 MAC
sevoflurane cocok untuk pasien bedah saraf tanpa intrakranial hipertensi. Namun,
berbeda dengan propofol, sevofluran tidak mengurangi CBV.5 Hal ini mungkin
menjelaskan peningkatan dosis tergantung pada ICP dan penurunan MAP dan CPP pada
pasien dengan adanya hipertensi intrakranial meskipun 0,5 atau 1,0 MAC isoflurane,
sevoflurane dan desflurane pada 60% nitrous oksida digunakan.6 Oleh karena itu, pada
pasien dengan peningkatan ICP propofol tampaknya lebih unggul dibandingkan
sevoflurane.5
4
Anestesi total intravena (TIVA) mendapat banyak perhatian di bidang
neuroanaesthesia sebagai sarana untuk menghindari efek vasodilatasi agen anestesi
volatil dan nitrous oxide. Agen intravena Propofol mempertahankan aliran-metabolisme
bahkan pada dosis yang lebih tinggi7 menyebabkan vasokonstriksi serebral, dan
menurunkan CMRO2,8 yang mengakibatkan penurunan CBF, CBV, dan ICP. Namun,
dosis klinis propofol tidak memiliki pengaruh pada autoregulasi serebrovaskular,9
propofol dosis tinggi (6-8 mg/kg per jam) dapat mengubah autoregulasi tekanan
serebrovaskular pada pasien dengan cedera kepala.10
Barbiturat diproduksi untuk menekan efek penurunan ICP melalui
vasokonstriksi, yang menghasilkan pengurangan CBF dan CBV sekunder untuk
mensupresi metabolisme otak.11 Barbiturat dapat mengontrol ICP pada pasien dengan
hemodinamik stabil bila pengobatan lain gagal, tetapi tidak ada bukti bahwa terapi
barbiturat pada pasien dengan cedera kepala berat akut meningkatkan outcome.12
Pada relawan yang sehat, ketamin meningkatkan CBF pada konsentrasi
tergantung cara, tetapi tidak memiliki efek yang berbeda pada CMRO2. Perubahan yang
paling mendalam dalam CBF diamati dalam struktur yang berhubungan dengan
pengolahan nyeri,13 sehingga penggunaan ketamin untuk analgesia dan sedasi pada
pasien dengan hipertensi intrakranial dipandang sebagai kontraindikasi. Meskipun studi
eksperimental pada hewan non-ventilasi ditemukan peningkatan ICP setelah pemberian
ketamin, studi terbaru pada pasien menunjukkan bahwa ICP tidak diubah oleh ketamin
selama ventilasi dikendalikan. Pada pasien cedera kepala berat, infus
ketamin/midazolam memiliki efek yang sama pada penilaian harian rata-rata ICP dan
CPP dengan sufentanil/midazolam.14 Penelitian ini menegaskan penelitian awal yang
membandingkan fentanyl dengan ketamin, dan kombinasi keduanya dengan
midazolam.15 pada kedua penelitian ini, ditemukan beberapa efek menguntungkan dari
analgesia dengan ketamin yang dibandingkan dengan opioid. Pasien yang mendapat
ketamin membutuhkan infus katekolamin yang lebih rendah, yang hemodinamiknya
lebih stabil, dan asupan makanan enteral lebih awal. Lebih lanjut, ketamin memiliki
efek bronkodilator, dan dari hasil penelitian ditemukan efek neuroprotektif dari
ketamin.16 Oleh karena itu, penggunaan ketamin untuk analgesia dibenarkan bahkan
pada pasien dengan peningkatan ICP.
5
Opioid seperti sufentanil dan remifentanil tampaknya tidak memiliki
mempengaruhi terhadap kecepatan aliran darah arteri serebri media dan ICP selama
MAP stabil.9,17 Peningkat sementara ICP tanpa perubahan kecepatan aliran darah arteri
serebri media terjadi bersamaan dengan penurunan MAP. Hal ini menunjukkan bahwa
peningkatan ICP dengan sufentanil dan dengan opioid lain mungkin disebabkan oleh
autoregulatory vasodilatasi sekunder karena hipotensi sistemik.17 Remifentanil dapat
digunakan untuk analgesia pada pasien trauma kepala tanpa efek samping terhadap
hemodinamik serebrovaskular, CPP atau ICP.9
Ventilasi
Ventilasi mekanik sangat penting pada semua pasien cedera kepala dengan ICP
yang tinggi. kontrol tekanan oksigen arteri dan tekanan karbon dioksida arteri (PaCO2)
sangat dianjurkan dan akan mempengaruhi hemodinamik otak dan ICP. Pasien dengan
cedera kepala yang terisolasi dapat dikelola dengan strategi ventilasi tradisional, tetapi
mereka dengan trauma dada, aspirasi paru, atau resusitasi masif setelah syok berisiko
tinggi berkembang menjadi cedera paru akut akut. Pada pasien ini harus
dipertimbangkan penggunaan positive end-expiratory pressure (PEEP) dan ventilasi
rasio terbalik untuk meningkatkan oksigenasi dan untuk menghindari atelektasis.18
PEEP dapat meningkatkan tekanan intratoraks dan berpotensi meningkatkan ICP
dengan menghambat drainase vena atau mengurangi CPP. Namun, relevansi klinis dari
perubahan yang kecil ini dalam ICP disebabkan oleh PEEP sebesar 10-15 cmH2O
dipertanyakan karena tidak tidak mempengaruhi CPP.19,20 Dalam sebuah penelitian yang
lebih lanjut,21 PEEP sebesar 15 cmH2O bahkan dapat mengurangi ICP dan
meningkatkan CPP. Oleh karena itu, hal ini tampaknya dibenarkan untuk menggunakan
tingkat PEEP hingga 10-15 cmH2O pada pasien dengan hipertensi intrakranial dan
trauma dada berat. Meskipun rasio ventilasi terbalik pada kelinci percobaan
meningkatkan ICP yang selanjutnya meningkatkan hipertensi intrakranial,22 dalam
penelitian klinis23 tidak ada perubahan signifikan pada ICP, MAP, dan CPP selama rasio
ventilasi terbalik diamati.
Hiperventilasi (PaCO2 rendah) meningkatkan pH di ruang ekstraselular,
konstriksi pembuluh darah otak, menurunkan CBV dan CBF, dengan demikian
mengurangi ICP secara cepat, namun tidak berpengaruh terhadap metabolisme otak.
6
Pada pasien dengan peningkatan ICP, CBF mungkin sudah berkurang menjadi ambang
kritis 18-20 ml /100 g jaringan otak per menit, namun metabolisme tetap dipertahankan.
Hiperventilasi selanjutnya akan mengurangi CBF dan memperburuk ketidakseimbangan
aliran-metabolisme, yang menyebabkan iskemia serebral. Selanjutnya, efek dari
hiperventilasi pada ICP bersifat hanya sementara, karena ruang ekstraselular otak cepat
cepat mengakibatkan perubahan pH yang disebabkan oleh hiperventilasi.24 Oleh karena
itu, satu-satunya peran yang dimainkan oleh hiperventilasi ringan (PaCO2 = 30-35
mmHg) adalah mangatur peningkatan akut terhadap ICP. Dalam keadaan ini,
hiperventilasi dapat menyelamatkan hidup, dan dapat menunda kematian sampai
pengobatan definitif untuk hipertensi intrakranial dapat dilakukan.24 Pada kasus
penurunan saturasi jugular bulb (<50%) hiperventilasi tidak boleh digunakan.
Posisi Kepala dan Tubuh
ICP meningkat setiap kali kepala berada dalam posisi non-netral sebagai akibat
dari fleksi, ekstensi, atau torsi dari leher karena aliran vena serebral terhambat.25 Pada
pasien dengan posisi prone atau posisi terlentang, posisi Trendelenburg terbalik dari
10°, bisa mengurangi ICP tanpa mempengaruhi CPP.26,27 Reinprecht et al.28
menganalisis pengaruh posisi prone terhadap CPP dan tekanan parsial oksigen jaringan
otak dengan pada pasien dengan perdarahan subarachnoid disertai ARDS (Acute
Respiratory Distress Syndrome). Efek menguntungkan dari posisi prone terhadap
oksigenasi jaringan otak adalah meningkatkan oksigenasi arteri, hal ini lebih besar jika
dibandingkan dari pada efek samping yang ditakutkan dari posisi prone terhadap
oksigenasi jaringan otak dengan menurunkan tekanan perfusi cerebral pada pasien
ARDS.28
Hipotermia
Data klinis menunjukkan bahwa hipotermia dapat digunakan untuk
mengendalikan peningkatan ICP, tetapi tidak ada kesimpulan yang telah dibuat
meskipun hal ini meningkatkan outcome pada pasien.29 Sebuah metaanalisis oleh
Henderson et al.30 menyatakan bahwa hipotermia iatrogenik dapat sedikitnya
meningkatkan outcome neurologis, tetapi tidak ada bukti yang jelas berhubungan
dengan tingkat kematian yang lebih rendah. Hipotermia yang berkepanjangan mungkin
7
menguntungkan, terutama pada pasien dengan peningkatan ICP refrakter terhadap
manipulasi konvensional.30 Moderat hipotermia (31°C) harus dihindari karena
menyebabkan komplikasi yang lebih parah (misalnya kegagalan multiple organ)
dibandingkan hipotermia ringan (34°C) tanpa peningkatan outcome.31 Selama
hipotermia terapeutik, pasien sangat berisiko mengalami gangguan hemodinamik, oleh
karena itu pengelolaan yang cermat dari CPP sangat penting selama hipotermia.32
Meskipun indikasi untuk hipotermia tidak jelas, ada bukti bahwa hipertermia harus
dihindari.33
Obat-obatan osmotik
Penggunaan manitol telah menjadi pilihan utama sebagai agen farmakologi
untuk mengurangi ICP, dan direkomendasikan sebagai pedoman baku.34 Manitol
memiliki efek plasma-expanding cepat yang mengurangi hematokrit dan viskositas
darah dan meningkatkan CBF dan proses oksigenasi otak. Efek rheologi inin mungkin
menjelaskan penurunan awal ICP. Agen hiperosmotic mengurangi lebih banyak air dari
otak daripada dari organ lain karena sawar darah-otak menghambat penetrasi zat
osmotik ke dalam otak, mempertahankan gradien difusi osmotik. Efek osmotik manitol
ini ditunda selama 15-30 menit.
Mannitol secara konsisten menurunkan ICP selama 1-6 jam. Pada pasien cedera
kepala, manitol lebih baik dari pada pentobarbital, karena meningkatkan CPP, ICP dan
outcome.35 Dibandingkan dengan drainase ventriculostomy atau hiperventilasi, manitol
tampaknya paling efektif untuk mengurangi ICP.36 Pemberian awal single-shot manitol
dosis tinggi (1,4 g / kg) di ruang gawat darurat secara signifikan meningkatkan hasil
klinis 6 bulan setelah cedera kepala.37 Beberapa studi telah menunjukkan bahwa
hipertonik saline sama atau bahkan lebih unggul dibandingkan manitol dalam
mengurangi ICP.
Vialet et al.38 menyarankan bahwa hipertonik saline (2 ml / kg, 7,5%) sebagai
pengobatan awal yang efektif dan aman untuk episode hipertensi intrakranial pada
pasien cedera kepala ketika diindikasikan osmoterapi. Dibandingkan dengan manitol (2
ml / kg, 20%) jumlah rata-rata dan durasi episode hipertensi intrakranial berkurang
dengan hipertonik saline.38 Bahkan, larutan hipertonik saline konsentrasi tinggi (23,5%)
dapat digunakan dan dapat mengurangi ICP tingkat rendah pada pasien dengan
8
perdarahan subarachnoid.39 Salah satu risiko agen hyperosmotic adalah efek rebound,
yang dapat meningkatkan ICP. Untuk mengurangi risiko ini, direkomendasikan manitol
yang harus diberikan secara bolus berulang daripada terus-menerus, hanya pada pasien
dengan peningkatan ICP dan tidak lebih dari 3-4 hari.40 Karena manitol seluruhnya
diekskresikan dalam urin, ada risiko akut nekrosis tubular, terutama jika osmolaritas
serum melebihi 320 mOsmol / l.41 Oleh karena itu, osmolaritas plasma harus dipantau
selama terapi dengan agen hiperosmotik. Meskipun penggunaan furosemide sendiri
memiliki efek minimal terhadap ICP, kombinasinya dengan manitol dapat
meningkatkan efek dari mannitol terhadap osmolalitas plasma, menghasilkan penurunan
kadar air di otak yang lebih besar.42 Oleh karena itu, Furosemide dapat
direkomendasikan sebagai obat tambahan.
Prosedur bedah
Kraniektomi dekompresi adalah prosedur bedah yang digunakan untuk
mengontrol ICP berat dan untuk mencegah herniasi setelah cedera kepala traumatik
berat atau stroke. Intervensi awal dengan kraniotomi dekompresi disertai dengan
pemantauan ICP sebelum kondisi neurologis menjadi lebih buruk dapat mengurangi
tingkat kematian, meningkatkan tingkat pemulihan kesadaran, dan meningkatkan fungsi
neurologis akibat infark arteri serebri media maligna.43 Pada pasien cedera kepala berat
dengan risiko tinggi kematian otak, kraniotomi dekompresi diperbolehkan pada 25%
pasien untuk mencapai rehabilitasi sosial setelah satu tahun.44 Hasil terapi pembedahan
pada pasien berusia kurang dari 50 tahun yang menjalani kraniotomi dekompresi
bahkan lebih memberi harapan.45 Utamanya, pada anak-anak dengan cedera kepala
berat, kraniotomi dekompresi awal dengan duraplasty meningkatkan outcome dengan
baik pada semua pasien setelah cedera otak traumatik berat.46,47 Menurut Meier dan
Grawe48, kraniotomi dekompresi sebagai tatalaksana terhadap ICP tampaknya
ditunjukan setelah gagalnya intervensi konservatif dan evakuasi hematoma desak ruang.
Kraniectomy dekompresi bisa dilakukan pada pasien yang lebih muda dari 50 tahun
tanpa multiple trauma atau pada pasien kurang dari 30 tahun dengan adanya cedera
ekstrakranial yang serius. Pasien yang hasil CT scannya menunjukkan pembengkakan
jaringan otak yang parah dan cedera batang otak primer harus dikecualikan.
9
Craniectomi harus dilakukan dalam interval hingga 48 jam setelah kecelakaan itu,
sebelum kerusakan otak ireversibel atau kerusakan otak umum terjadi.48
Kesimpulan
Propofol hadir sebagai agen anestesi intravena short-acting yang cocok untuk
induksi dan maintenance hipnosis pada pasien dengan peningkatan ICP. Propofol
menurunkan ICP, namun secara kritis dapat mengurangi CPP. Terapi barbiturat dosis
tinggi dapat dipertimbangkan pada pasien dengan hemodinamik stabil dengan hipertensi
intrakranial yang sulit disembuhkan untuk terapi medis penurun ICP yang maksimal.
Sedangkan hiperventilasi ringan (PaCO2 30-35 mmHg) mungkin diperlukan untuk
periode singkat ketika terjadi hipertensi intrakranial refrakter, penggunaan terapi
hiperventilasi profilaksis harus dihindari karena dapat membahayakan perfusi serebral
saat CBF berkurang. Manitol atau hipertonik saline dianjurkan untuk penatalaksanaan
peningkatan ICP. Osmolaritas serum harus dijaga di bawah 320mOsmol / l dan
hipovolemia harus dihindari. Pemberian secara bolus lebih baik dibandingkan infus
kontinu. Pada pasien dengan peningkatan ICP, yang resisten terhadap semua tindakan
lainnya, dapat dipertimbangkan dilakukan kraniektomi dekompresi.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Juul N, Morris GF, Marshall SB, Marshall LF. Intracranial hypertension and
cerebralperfusion pressure: influence on neurological deterioration and
outcome in severe head injury. J Neurosurg 2000; 92:1–6.
2. Chesnut RM. Avoidance of hypotension: conditio sine qua non of successful
severe head-injury management. J Trauma 1997; 42 (Suppl 5):S19 –S 22.
3. Holmstro¨ m A, Rose´ n I, Akeson J. Desflurane results in higher cerebral
blood flow than sevoflurane or isoflurane at hypocapnia in pigs. Acta
Anaesthesiol Scand 2004; 48:400–404.
4. Matta BF, Heath KJ, Tipping K, Summors AC. Direct cerebral vasodilatory
effects of sevoflurane and isoflurane. Anesthesiology 1999; 91:677–680.
5. Kaisti KK, La˚ ngsjo¨ JW, Aalto S, et al. Effects of sevoflurane, propofol, and
adjunct nitrous oxide on regional cerebral blood flow, oxygen consumption,
and blood volume in humans. Anesthesiology 2003; 99:603–613.
6. Sponheim S, Skraastad O, Helseth E, et al. Effects of 0.5 and 1.0 MAC ..
isoflurane, sevoflurane and desflurane on intracranial and cerebral perfusion
pressures in children. Acta Anaesthesiol Scand 2003; 47:932–938. The study
investigates the dose-dependent effect of isoflurane, sevoflurane, and
desflurane on ICP and CPP in children with pre-existing elevated ICP.
7. Johnston AJ, Steiner LA, Chatfield DA, et al. Effects of propofol on cerebral
oxygenation and metabolism after head injury. Br J Anaesth 2003; 91:781–
786.
8. Alkire MT, Haier RJ, Barker SJ, et al. Cerebral metabolism during propofol
anesthesia in humans studied with positron emission tomography.
Anesthesiology 1995; 82:393–403.
11
9. Engelhard K, Reeker W, Kochs E, Werner C. Effect of remifentanil on .
intracranial pressure and cerebral blood flow velocity in patients with head
trauma. Acta Anaesthesiol Scand 2004; 48:396–399. Remifentanil does not
alter intracerebral haemodynamics in patients with severe head trauma.
10. Steiner LA, Johnston AJ, Chatfield DA, et al. The effects of large-dose .
propofol on cerebrovascular pressure autoregulation in head-injured patients.
Anesth Analg 2003; 97:572–576. The effect of increasing the propofol plasma
concentration on pressure autoregulation in head-injured patients is
investigated.
11. Bullock R, Chesnut RM, Clifton GL, etal. Use of barbiturates in the control of
intracranial hypertension. J Neurotrauma 2000; 17:527–530.
12. Roberts I. Barbiturates for acute traumatic brain injury (Cochrane Review).
The Cochrane Library 2002; 2. Oxford update software.
13. Langsjo JW, Kaisti KK, Aalto S, et al. Effects of subanesthetic doses of
ketamine on regional cerebral blood flow, oxygen consumption, and blood
volume in humans. Anesthesiology 2003; 99:614–623. The study investigates
the effect of subanaesthetic doses of ketamine on cerebral haemodynamics and
cerebral metabolism using positron emission tomography.
14. Bourgoin A, Albanese J, Wereszczynski N, et al. Safety of sedation with
ketamine in severe head injury patients: comparison with sufentanil. Crit Care
Med 2003; 31:711–717. The authors compare the use of ketamine with
sufentanil in head-injured patients.
15. Kolenda H, Gremmelt A, Rading S, et al. Ketamine for analgosedative therapy
in intensive care treatment of head-injured patients. Acta Neurochir 1997;
138:1193–1199.
16. Reeker W, Werner C, Mo¨ llenberg O, et al. High-dose S(+)-ketamine
improves neurological outcome following incomplete cerebral ischemia. Can J
Anaesth 2000; 47:572–578.
12
17. Werner C, Kochs E, Bause H, et al. Effects of sufentanil on cerebral
hemodynamics and intracranial pressure in patients with brain injury.
Anesthesiology 1995; 83:721–726.
18. Schreiter D, Reske A, Stichert B, et al. Alveolar recruitment in combination
with sufficient positive end-expiratory pressure increases oxygenation and lung
aeration in patients with severe chest trauma. Crit Care Med 2004; 32:968–975.
An investigation of oxygenation and lung aeration during mechanical
ventilation according to the open-lung concept in patients with acute lung
injury or acute respiratory distress syndrome.
19. McGuire G, Crossley D, Richards J, Wong D. Effects of varying levels of
positive end-expiratory pressure on intracranial pressure and cerebral perfusion
pressure. Crit Care Med 1997; 25:1059–1062.
20. Videtta W, Villarejo F, Cohen M, et al. Effects of positive end-expiratory
pressure on intracranial pressure and cerebral perfusion pressure. Acta
Neurochir Suppl 2002; 81:93–97.
21. Huynh T, Messer M, Sing RF, et al. Positive end-expiratory pressure alters
intracranial and cerebral perfusion pressure in severe traumatic brain injury. J
Trauma 2002; 53:488–492.
22. Taplu A, Gokmen N, Erbayraktar S, et al. Effects of pressure- and volume-
controlled inverse ratio ventilation on haemodynamic variables, intracranial
pressure and cerebral perfusion pressure in rabbits: a model of subarachnoid
haemorrhage under isoflurane anaesthesia. Eur J Anaesthesiol 2003; 20:690–
696.
The physiological effects of pressure and volume-controlled modes of inverse
ratio ventilation of the lungs in a rabbit model of raised ICP were investigated.
23. Clarke JP. The effects of inverse ratio ventilation on intracranial pressure: a
preliminary report. Intensive Care Med 1997; 23:106–109.
24. Robertson C. Every breath you take: hyperventilation and intracranial pressure.
Cleve Clin J Med 2004; 71 (Suppl 1):S14–S15.
25. Mavrocordatos P, Bissonnette B, Ravussin P. Effects of neck position and head
elevation on intracranial pressure in anaesthetized neurosurgical patients:
preliminary results. J Neurosurg Anesthesiol 2000; 12:10–14.
13
Managing elevated intracranial pressure Forster and Engelhard 375
26. Haure P, Cold GE, Hansen TM, Larsen JR. The ICP-lowering effect of 10
degrees reverse Trendelenburg position during craniotomy is stable during a
10-minute period. J Neurosurg Anesthesiol 2003; 15:297–301. During
craniotomy a 108 reverse Trendelenburg position reduces subdural pressure
and dural tension within 1 min without reducing CPP.
27. Tankisi A, Larsen JR, Rasmussen M, et al. The effects of 10 degrees reverse
trendelenburg position on ICP and CPP in prone positioned patients subjected
to craniotomy for occipital or cerebellar tumours. Acta Neurochir 2002;
144:665–670.
28. Reinprecht A, Greher M, Wolfsberger S, et al. Prone position in subarachnoid
hemorrhage patients with acute respiratory distress syndrome: effects on
cerebral tissue oxygenation and intracranial pressure. Crit Care Med 2003;
31:1831–1838.
The study was performed to analyse the effect of the prone position on CPP
and brain tissue oxygen partial pressure in subarachnoid haemorrhage patients
with acute respiratory distress syndrome.
29. Clifton GL. Is keeping cool still hot? An update on hypothermia in brain
injury. Curr Opin Crit Care 2004; 10:116–119.
30. Henderson WR, Dhingra VK, Chittock DR, et al. Hypothermia in the
management of traumatic brain injury. A systematic review and meta-analysis.
Intensive Care Med 2003; 29:1637–1644. This meta-analysis summarizes data
on severely head-injured patients from eight randomized, controlled trials
investigating the use of hypothermia in traumatic brain injury.
31. Shiozaki T, Nakajima Y, Taneda M, et al. Efficacy of moderate hypothermia
in. patients with severe head injury and intracranial hypertension refractory to
mild hypothermia. J Neurosurg 2003; 99:47–51. This study was performed to
determine whether moderate hypothermia improves clinical outcome in
severely head-injured patients whose intracranial hypertension cannot be
controlled using mild hypothermia.
14
32. Kinoshita K, Hayashi N, Sakurai A, et al. Importance of hemodynamics .
management in patients with severe head injury and during hypothermia. Acta
Neurochir Suppl 2003; 86:373–376. The study evaluates the haemodynamics in
patients with traumatic brain injury during therapeutic hypothermia.
33. Grocott HP, Mackensen GB, Grigore AM, et al. Postoperative hyperthermia is
associated with cognitive dysfunction after coronary artery bypass graft
surgery. Stroke 2002; 33:537–541.
34. Bullock R, Chesnut RM, Clifton GL, et al. Use of mannitol. J Neurotrauma
2000; 17:521–525.
35. Schwartz ML, Tator CH, Rowed DW. The University of Toronto head injury
treatment study: a prospective randomized comparison of pentobarbial and
mannitol. Can J Neurol Sci 1984; 11:434–440.
36. Fortune JB, Feustel PJ, Graca L, et al. Effect of hyperventilation, mannitol, and
ventriculostomy drainage on cerebral blood flow after head injury. J Trauma
1995; 39:1091–1097.
37. Cruz J, Minoja G, Okuchi K, Facco E. Successful use of the new high-dose .
mannitol treatment in patients with Glasgow Coma Scale scores of 3 and
bilateral abnormal pupillary widening: a randomized trial. J Neurosurg 2004 ;
100:376–383. The authors evaluated the long-term clinical outcome in acutely
comatose patients with severe diffuse brain swelling and recent clinical signs
of impending brain death who received a novel high-dose mannitol treatment
compared with those who received conventional-dose mannitol in the
emergency room.
38. Vialet R, Albane` se J, Thomachot L, et al. Isovolume hypertonic solutes .
(sodium chloride or mannitol) in the treatment of refractory posttraumatic
intracranial hypertension: 2 ml/kg 7.5% saline is more effective than 2 ml/kg
20% mannitol. Crit Care Med 2003; 31:1683–1687. This study evaluated the
clinical benefit of increasing the osmotic load of the hypertonic solution
administered for the treatment of refractory intracranial hypertension episodes
in patients with severe head injury.
39. Tseng MY, Al-Rawi PG, Pickard JD, et al. Effect of hypertonic saline on .
cerebral blood flow in poor-grade patients with subarachnoid hemorrhage.
15
Stroke 2003; 34:1389–1396. The goal of the study was to examine the effects
of hypertonic saline on CBF in poor-grade patients with subarachnoid
haemorrhage.
40. Mendelow AD, Teasdale GM, Russell T, et al. Effect of mannitol on cerebral
blood flow and cerebral perfusion pressure in human head injury. J Neurosurg
1985; 63:43–48.
41. Feig PU, McCurdy DK. The hypertonic state. N Engl J Med 1977; 297:1444 –
1454.
42. Thenuwara K, Todd MM, Brian JE. Effect of mannitol and furosemide on
plasma osmolality and brain water. Anesthesiology 2002; 96:416–421.
43. Cho DY, Chen TC, Lee HC. Ultra-early decompressive craniectomy for .
malignant middle cerebral artery infarction. Surg Neurol 2003; 60:227–232.
Based on diffusion-weighted imaging and clinical neurological evaluations,
ultraearly decompressive craniectomy for malignant middle cerebral artery
infarction may be very helpful in improving mortality and morbidity rates.
44. Albanese J, Leone M, Alliez JR, et al. Decompressive craniectomy for severe
traumatic brain injury: evaluation of the effects at one year. Crit Care Med
2003; 31:2535–2538. To assess the effect on outcome one year after
decompressive craniectomy performed within or after the first 24 h after
trauma in severely head-injured trauma patients with intractable cerebral
hypertension.
45. Uhl E, Kreth FW, Elias B, et al. Outcome and prognostic factors of
hemicraniectomy for space occupying cerebral infarction. J Neurol Neurosurg
Psychiatry 2004; 75:270–274. To determine the long-term functional outcome
and length of survival in patients undergoing decompressive craniectomy for
space-occupying infarction of the middle cerebral artery, and to identify the
risk factors associated with death and unfavourable outcomes.
46. Ruf B, Heckmann M, Schroth I, et al. Early decompressive craniectomy and
duraplasty for refractory intracranial hypertension in children: results of a pilot
study. Crit Care 2003; 7: R133–R 138.
47. Figaji AA, Fieggen AG, Peter JC. Early decompressive craniotomy in children . with severe traumatic brain injury. Childs Nerv Syst 2003; 19:666–673. The
16
aim of the study was to report the experience with decompressive craniotomy
in children with severe traumatic brain injury.
48. Meier U, Grawe A. The importance of decompressive craniectomy for the
management of severe head injuries. Acta Neurochir Suppl 2003; 86:367 –
371.
When conservative treatment fails to act a decompressive craniectomy might
be successful in lowering ICP.
17