32
1. Waktu erupsi gigi Erupsi gigi susu ( desidui ) Gigi susu Rahang Atas Incisivus central Incisivus lateral Caninus Molar 1 Molar 2 7 – 8 bulan 8 – 9 bulan 16 – 18 bulan 12 – 14 bulan 20 – 30 bulan Rahang Bawah Incisivus central Incisivus lateral Caninus Molar 1 Molar 2 6 – 7 bulan 8 – 9 bulan 14 – 16 bulan 12 – 14 bulan 20 – 30 bulan Erupsi gigi permanen Pertumbuhan dan Perkembangan Gigi Permanen6 Gigi Tahap awal pembentu kkan jaringan keras Mahkota lengkap (tahun) Erupsi (tahun) Pembentukkan akar lengkap (tahun) Rahang Atas

part 2 lbm 1.docx

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: part 2 lbm 1.docx

1. Waktu erupsi gigi

Erupsi gigi susu ( desidui )

Gigi susu

Rahang Atas Incisivus central

Incisivus lateral

Caninus

Molar 1

Molar 2

7 – 8 bulan

8 – 9 bulan

16 – 18 bulan

12 – 14 bulan

20 – 30 bulan

Rahang Bawah Incisivus central

Incisivus lateral

Caninus

Molar 1

Molar 2

6 – 7 bulan

8 – 9 bulan

14 – 16 bulan

12 – 14 bulan

20 – 30 bulan

Erupsi gigi permanen

Pertumbuhan dan

Perkembangan

Gigi Permanen6

Gigi

Tahap

awal

pembentuk

kan

jaringan

keras

Mahkota

lengkap (tahun)

Erupsi

(tahun)

Pembentukkan

akar lengkap

(tahun)

Rahang Atas

Insisivus Pertama 3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10

Insisivus Kedua 10 bulan 4 – 5 8 – 9 11

Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 11 – 12 13 – 15

Premolar Pertama 11/2 - 13/4

tahun

5 – 6 10 – 11 12 – 13

Premolar Kedua 2 - 21/4

tahun

6 – 7 10 – 12 12 – 14

Molar Pertama Pada saat 21/2 – 3 6 – 7 9 – 10

Page 2: part 2 lbm 1.docx

lahir

Molar Kedua 21/2 - 3

tahun

7 – 8 12 – 13 14 - 16

Molar Ketiga 7 – 9 tahun 12 – 16 17 – 21 18 – 25

Rahang Bawah

Insisivus Pertama 3 – 4 bulan 4 – 5 6 – 7 9

Insisivus Kedua 3 – 4 bulan 4 – 5 7 – 8 10

Kaninus 4 – 5 bulan 6 – 7 9 – 10 12 – 14

Premolar Pertama 11/2 – 13/4

tahun

5 – 6 10 – 12 12 – 13

Premolar Kedua 2 – 21/4

tahun

6 – 7 11 – 12 13 – 14

Molar Pertama Pada saat

lahir

21/2 – 3 6 – 7 9 – 10

Molar Kedua 21/2 – 3

tahun

7 – 8 11 – 13 14 – 15

Molar ketiga 7 – 9 12 – 16 17 – 21 18 – 25

2. Variasi dalam erupsi gigi dapat disebabkan oleh banyak faktor, yaitu: 1. Faktor Keturunan

(Genetik) Faktor keturunan dapat mempengaruhi kecepatan waktu erupsi gigi. Faktor

genetik mempunyai pengaruh terbesar dalam menentukan waktu dan urutan erupsi gigi,

termasuk proses kalsifikasi. Pengaruh faktor genetik terhadap erupsi gigi adalah sekitar 78

% (Tamba, 2011). 2. Faktor Ras Perbedaan Ras dapat menyebabkan perbedaan waktu dan

urutan erupsi gigi permanen.1 Waktu erupsi gigi orang Eropa dan campuran Amerika

dengan Eropa lebih lambat daripada waktu erupsi orang Amerika berkulit hitam dan

Amerika Indian. Orang Amerika, Swiss, Perancis, Inggris, dan Swedia termasuk dalam Ras

yang sama yaitu Kaukasoid dan tidak menunjukkan perbedaan waktu erupsi yang terlalu

besar (Tamba, 2011). 3. Jenis Kelamin Waktu erupsi gigi permanen rahang atas dan bawah

terjadi bervariasi pada setiap individu. Pada umumnya waktu erupsi gigi anak perempuan

lebih cepat dibandingkan laki-laki. Perbedaan ini berkisar antara 1 hingga 6 bulan (Tamba,

Page 3: part 2 lbm 1.docx

2011). 4. Faktor Lingkungan Pertumbuhan dan perkembangan gigi dipengaruhi oleh faktor

lingkungan tetapi tidak banyak mengubah sesuatu yang telah ditentukan oleh faktor

keturunan. Pengaruh faktor lingkungan terhadap waktu erupsi gigi adalah sekitar 20 %

(Tamba, 2011). Faktor-faktor yang termasuk ke dalam faktor lingkungan antara lain: a.

Sosial Ekonomi Tingkat sosial ekonomi dapat mempengaruhi keadaan nutrisi, kesehatan

seseorang dan faktor lainnya yang berhubungan. Anak dengan tingkat ekonomi rendah

cenderung menunjukkan waktu erupsi gigi lebih lambat dibanding anak tingkat ekonomi

menengah. Penelitian yang dilakukan oleh Clements dan Thomas, menyatakan bahwa anak-

anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi tinggi memperlihatkan erupsi gigi lebih cepat

dibandingkan anak-anak yang berasal dari tingkat sosial ekonomi rendah. Hal ini

berhubungan dengan nutrisi yang diperoleh anak-anak dengan tingkat sosial ekonomi tinggi

lebih baik (Tamba, 2011). b. Nutrisi Faktor pemenuhan gizi dapat mempengaruhi waktu

erupsi gigi dan perkembangan rahang. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat

mempengaruhi erupsi, tetapi hal ini terjadi pada malnutrisi yang hebat. Kekurangan nutrisi

dapat menyebabkan keterlambatan erupsi gigi. Nutrisi sebagai faktor pertumbuhan dapat

mempengaruhi erupsi dan proses kalsifikasi. Keterlambatan waktu erupsi gigi dapat

dipengaruhi oleh faktor kekurangan nutrisi, seperti vitamin D dan gangguan kelenjar

endokrin. Pengaruh faktor nutrisi terhadap perkembangan gigi adalah sekitar 1 % (Tamba,

2011). 5. Faktor Penyakit Gangguan pada erupsi gigi permanen dapat disebabkan oleh

penyakit sistemik dan beberapa sindroma, seperti Down syndrome, Cleidocranial dysostosis,

Hypothyroidism, Hypopituitarism, beberapa tipe dari Craniofacial synostosis dan

Hemifacial atrophy (Tamba, 2011). 6. Faktor Lokal Faktor-faktor lokal yang dapat

mempengaruhi erupsi gigi adalah jarak gigi ke tempat erupsi, malformasi gigi, adanya gigi

berlebih, trauma dari benih gigi, mukosa gingiva yang menebal, dan gigi desidui yang

tanggal sebelum waktunya (Tamba, 2011). 2.1.3.3 Faktor Yang Mempengaruhi Jalur Erupsi

Gigi 1. Penambahan panjang akar gigi. Erupsi dimulai pada saat akar mulai terbentuk.

Pemanjangan akar menyebabkan terjadinya penambahan jarak antara mahkota dan ujung

akar yang sedang tumbuh. Bila ujung akar yang sudah tumbuh disangga oleh tulang di

bawahnya maka mahkota gigi akan terdorong ke arah rongga mulut karena terbentuknya

tulang baru hasil aposisi yang diletakkan diantara ujung akar yang sedang berkembang

dengan tulang penyangga dibawahnya. 2. Pertumbuhan pulpa gigi selama foramen apikal

Page 4: part 2 lbm 1.docx

masih terbuka lebar. Gigi-gigi bergerak dari soketnya seirama dengan denyutan arteri

sehingga perubahan volume secara lokal dapat menghasilkan sedikit gerakan gigi.

Mekanisme ini biasanya dipengaruhi oleh aktivitas hormonal yang mengatur baik tekanan

darah maupun cairan jaringan. 3. Deposisi sementum pada permukaan akar. 4. Kontraksi

sel-sel yang tersusun oblik pada ligamen periodontal mendorong gigi dari soketnya 5.

Resorbsi tulang oleh sel-sel osteoklast pada pintu alveolus, sehingga jalan erupsi menjadi

lebih bebas. 6. Pembentukan tulang baru secara aposisi oleh sel-sel osteoblast pada dinding

alveolus. 7. Penambahan tinggi dan pertumbuhan lapisan-lapisan gigi seperti tinggi ruang

pulpa, dentin serta tulang di dasar alveolus yang terus bertambah sejak neonatus. 8. Tekanan

mastikasi dan tekanan otot yang disalurkan ke arah gigi (Indriyanti, 2006).

3. Resopsi akar

Klasifikasi Resorpsi Akar Resorpsi akar dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu resorpsi

akar internal yang dimulai dari pulpa, dan resorpsi akar eksternal yang dimulai dari luar gigi

(Harahap, 2010). 1. Resorpsi Internal Resorpsi internal diduga terjadi akibat pulpitis kronis.

Tronstad (1988) berpendapat adanya jaringan nekrotik menyebabkan resorpsi internal

menjadi progresif. Pada kebanyakan kasus, kondisi ini tidak menimbulkan rasa sakit

sehingga cenderung hanya dapat didiagnosa sewaktu pemeriksaan radiografi rutin. Pulpitis

kronis dapat terjadi akibat trauma , karies atau prosedur iatrogenik seperti preparasi gigi

yang salah, ataupun idiopatik. Resorpsi internal jarang terjadi, namun dapat muncul pada

setiap gigi, baik gigi yang telah direstorasi ataupun gigi yang bebas karies. Defeknya bisa

terdapat di mana saja di dalam saluran akar. Bila hal tersebut terjadi pada ruang pulpa,

dinamakan ”pink spot” karena pulpa yang membesar terlihat melalui mahkota. Resorpi

internal biasanya berjalan lambat. Namun bila tidak dirawat, maka lesi akan menjadi

progresif dan menyebabkan perforasi dinding saluran akar sehingga pulpa menjadi mati.

Penghancuran dentin yang parah dapat menyebabkan gigi fraktur. Perawatan untuk resorpsi

internal tanpa perforasi adalah dengan perawatan saluran akar. Kasus ini memiliki

prognosis yang baik dan resorpsi tidak akan terjadi lagi (Harahap, 2010). 2. Resorpsi

Eksternal Resorpsi akar dapat disebabkan oleh beberapa hal, baik umum maupun lokal.

Adanya perubahan keseimbangan antara osteoblas dan osteoklas pada ligamen periodontal

dapat menghasilkan sementum tambahan pada permukaan akar (hipersementosis) atau

menyebabkan hilangnya sementum bersama dengan dentin, yang dinamakan resorpsi

Page 5: part 2 lbm 1.docx

eksternal. Resorpsi dapat didahului oleh peningkatan suplai darah ke suatu daerah yang

berdekatan dengan permukaan akar. Proses inflamasi mungkin disebabkan oleh infeksi,

kerusakan jaringan pada ligamen periodontal, atau gingivitis hiperplastik pasca trauma dan

epulis. Osteoklas diduga berasal dari derivat monosit darah. Inflamasi meningkatkan

permeabilitas dari pembuluh darah, sehingga memungkinkan pelepasan monosit yang akan

bergerak ke tulang atau permukaan akar yang cedera. Penyebab lain dari resorpsi meliputi

tekanan, bahan kimia, penyakit sistemik dan gangguan endokrin. Menurut Tronstad,

resorpsi akar eksternal dapat dibagi menjadi enam jenis (Harahap, 2010). 1. Resorpsi

Permukaan Resorpsi permukaan merupakan temuan patologis yang umum terjadi pada

permukaan akar. Aktivitas osteoklas merupakan respon terhadap injuri pada ligamen

periodontal atau sementum. Resorpsi permukaan biasanya dapat dilihat melalui Scanning

Electron Microscopy (SEM). Permukaan akar menunjukkan resorption lacunae superficial.

Kondisi ini dapat mengalami perbaikan spontan berupa pembentukan sementum baru

(Harahap, 2010). 2. Resorpsi Akibat Inflamasi Resorpsi akibat inflamasi diduga terjadi

karena infeksi jaringan pulpa. Daerah yang terinfeksi biasanya berada di sekitar foramen

apikal dan canalis lateralis. Sementum, dentin, dan jaringan periodontal yang berdekatan

juga dapat terlibat. Pada pemeriksaan radiografi terlihat adanya radiolusen pada daerah

tersebut. Saluran akar dan tubulus dentin terinfeksi dan nekrosis, serta respon inflamatori

dengan aktivitas osteoklas terjadi di dentin dan tulang. Pertambahan aktivitas osteoklas

yang berada di dentin pada sebelah kanan menunjukkan pengaruh bakteri yang berada di

tubulus dentin (Harahap, 2010). 3. Resorpsi Penggantian Resorpsi penggantian biasanya

terjadi pada trauma yang berat. Resorpsi penggantian sering terjadi setelah replantasi,

terutama bila replantasi terlambat dilakukan. Cedera pada permukaan akar biasanya berat,

sehingga penyembuhan dengan sementum tidak dapat terjadi, yang menyebabkan kontak

langsung antara tulang alveolar dan permukaan akar. Proses ini dapat bersifat reversibel

apabila permukaan akar yang terlibat kurang dari 20%. Karena osteoklas berkontak

langsung dengan dentin, maka resorpsi dapat terus berlangsung tanpa stimulasi hingga

tulang alveolar mengggantikan dentin. Istilah ankylosis dapat digunakan pada kasus ini

karena tulang alveolar melekat langsung ke dentin.Secara radiografis, ruang ligamen

periodontal tidak akan terlihat karena penggabungan tulang dengan dentin. Pada kasus ini,

saluran akar harus diobturasi untuk mencegah resorpsi akar akibat infeksi pulpa (Harahap,

Page 6: part 2 lbm 1.docx

2010). 4. Resorpsi Akibat Tekanan Tekanan pada akar gigi dapat menyebabkan resorpsi

yang merusak jaringan ikat diantara dua permukaan. Tekanan dapat disebabkan oleh gigi

yang erupsi atau impaksi, pergerakan ortodonti, trauma karena oklusi, atau jaringan

patologis seperti kista atau neoplasma. Resorpsi akibat tekanan, misalnya akibat perawatan

ortodonti dapat terjadi pada apeks gigi , dengan cedera berasal dari tekanan pada sepertiga

apeks sewaktu menggerakkan gigi. Akibatnya dapat terjadi pemendekkan akar gigi.

Rangsangan terhadap aktivitas osteoklas di apeks akibat tekanan berlebihan selama

perawatan ortodonti dapat menyebabkan terjadinya resorpsi akar. Osteoklas dapat meluas

sampai ke dentin dan mengenai tubulus dentin tanpa adanya bakteri. Menurut Newman,

gigi yang paling sering mengalami resorpsi akibat tekanan adalah gigi insisivus karena gigi

insisivus lebih sering digerakkan. Tekanan yang diberikan dapat membangkitkan pelepasan

sel-sel monosit dan pembentukan osteoklas sehingga terjadi resorpsi. Apabila penyebab

tekanan dihilangkan, maka resorpsi dapat dihentikan (Harahap, 2010). 5. Resorpsi Sistemik

Resorpsi sistemik adalah resorpsi yang diakibatkan adanya gangguan sistemik. Jenis ini

dapat terjadi pada sejumlah penyakit dan gangguan seperti : Paget’s disease, calcinosis,

Gaucher’s disease dan Turner’s syndrome. Selain itu, resorpsi ini dapat terjadi pada pasien

yang menjalani terapi radiasi (Harahap, 2010). 6. Resorpsi Idiopatik Etiologi resorpsi akar

idiopatik sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas. Pada beberapa kasus dapat

terjadi resorpsi akar yang penyebabnya bukan karena faktor sistemik maupun lokal .

Resorpsi ini dapat terjadi pada satu gigi maupun beberapa gigi. Laju resorpsi bervariasi dari

lambat (bertahun-tahun), sampai cepat dan agresif (beberapa bulan) yang melibatkan

sejumlah besar kerusakan jaringan. Letak dan bentuk defek resorpsi juga bervariasi.

Resorpsi idiopatik dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu resorpsi apikal dan resorpsi

servikal. Resorpsi apikal biasanya lambat dan dapat berhenti secara spontan, yang mungkin

akan mempengaruhi satu atau beberapa gigi, dengan pemendekan akar secara bertahap, dan

apeks gigi tetap bulat. Sedangkan resorpsi servikal terdapat pada bagian servikal gigi.

Defek dapat melebar dan berbentuk lekukan dangkal. Tipe ini dapat juga disebut sebagai

resorpsi perifer , resorpsi tersembunyi, pseudo pink spot, atau ekstrakanal invasif. Defek

dapat juga dijumpai pada permukaan eksternal gigi yang kemudian berlanjut ke dentin

berupa ramifikasi. Hal ini tidak mempengaruhi dentin dan predentin pada sekitar pulpa.

Resorpsi tipe ini sering dianggap keliru sebagai resorpsi internal. Resorpsi servikal dapat

Page 7: part 2 lbm 1.docx

disebabkan oleh inflamasi kronis ligamen periodontal atau trauma. Resorpsi servikal paling

baik ditangani dengan pembedahan dan pembuangan jaringan granulasi. Defek tersebut lalu

dibentuk untuk direstorasi. Usia rata-rata pasien yang mengalami resorpsi idiopatik pada

wanita adalah berusia 32 tahun, sedangkan laki-laki berusia 44 tahun. Resorpsi idiopatik

lebih sering terjadi pada perempuan daripada laki-laki. Resorpsi akar idiopatik yang

terdapat pada beberapa gigi biasanya asimptomatik. Resorpsi ini biasanya dapat diketahui

dari foto radiografi. Beberapa pasien mengeluhkan tambalan longgar, restorasi lepas,

goyangnya gigi, dan juga nyeri yang berhubungan dengan gigi dan jaringan sekitarnya,

namun nyeri terhadap perkusi dan palpasi bukan merupakan gejala awal. Penyebab resorpsi

ini tidak tunggal, melainkan berkaitan dengan kondisi lain seperti adanya inflamasi

periapikal, tumor atau kista, kekuatan mekanis yang berlebihan atau reimplantasi gigi

(Harahap, 2010).

Tiga teori mengenai mekanisme yang mengatur erupsi gigi :§   Gigi susu terdorong keluar dari mulut dan terlepas karena dorongan dari gigi permanen yang akarnya sudah tumbuh dengan sempurna.§   Gigi susu terdorong karena tekanan vaskuler yang ada di dalam gingival (theory hammock oleh Harry Sicher – 1930/1950).§   Dari penelitian secara histologis, di lihat secara mikroskopis, yang mendorong gigi keluar adalah bagian ligamen yang terbentuk di proses erupsi gigi permanen. Hal tersebut terjadi karena periodontal ligamen memprakarsai erupsi gigi melalui penyusutan kolagen gigi susu sehingga gigi terlepas dengan sendirinya, segera setelah struktur gigi permanen terbentuk dan mendesak gigi susu.

4. Proses resorpsi fisiologis

Dengan pertumbuhan benih gigi permanen sel odontoblast (giant sel) menjadi aktif,

merusak tulang pemisah antara benih gigi permanen dan gigi sulungnya, kemudian terus

melanjut merusak akar gigi sulungnya à resorpsi akar gigi sulung à berhadapan dengan arah

tumbuh benih gigi permanen à gigi sulung goyang àtanggal fisiologis.

Pertumbuhan – perkembangan gigi, melalui beberapa fase :

1. Growth / Pertumbuhan

Ø Initiation / Inisiasi (Pembentukan awal )

Ø Proliferation / Proliferasi (sel-sel bertambah banyak)

Page 8: part 2 lbm 1.docx

Ø Histodifferentiation / Histodiferensiasi ( perubahan sel)

Ø Morphodifferentiation / Morphodiferensiasi ( perubahan bentuk)

Ø Apposition / Aposisi (Pembentukan email sempurna)

1. Calcification / Kalsifikasi ( proses mengerasnya jaringan organik karena tertimbunnya garam-garam kapur didalamnya)

2. Eruption / Erupsi ( Proses tembusnya gigi ke tulang alveol dan gusi)

3. Atrition / Atrisi ( ausnya gigi karena proses fisiologis )

4. Resorption / Resorpsi dan Exfoliation / Eksfoliasi (tanggal) àPrimary teeth

Gigi terbentuk dari :

1. Sel Extodermal

Ø Membentuk enamel

Ø Merangsang odontoblast

Ø Menentukan bentuk mahkota dan akar

——-à kemudian menghilang

1. Sel Mesodermal (tetap ada) membentuk :

Ø Dentin

Ø Jaringan Pulpa

Ø Cementum

Ø Periodontal Membrane

Ø Tulang Alveol

1. GROWTH / PERTUMBUHAN

A. INISIASI (BUD STAGE)

ü Gigi sulung mulai dibentuk minggu ke 6 I.U (intra Uterin).

ü Benih gigi mulai terbentuk dari proliferasi sel-sel basal layer yang berasal dari epithel rongga mulut menjadi lengkung gigi.

Page 9: part 2 lbm 1.docx

B. PROLIFERASI

ü Minggu ke 10 I.U.

ü Sel-sel berproliferasi cepat dan terus-menerus

ü 10 benih gigi tiap lengkung (dental lamina)

ü Sel-sel mesenchym memadat à dental papilla membentuk pulpa dan dentin

ü Jaringan mesenchym memadat à jaringan fibrous (dental sac) akan menjadi cementum, periodontium, tulang alveol.

C. HISTODIFERENSIASI

ü Sel-sel bertambah banyak à benih gigi bertambah besar

ü Sel squamous rendah mengalami diferensiasi menjadi stratum inter medium à pembentukan enamel.

ü Benih gigi permanen mulai terbentuk disebelah lingual dari gigi sulungnya. Molar permanen disebelah distal molar kedua sulung

ü Dental papilla à odontoblast

D. MORPHODIFFERENSIASI

ü Invasi sel-sel mesenchym ke sentral

ü Sel-sel inner enamel ephitellium à sel silindris à ameloblastà enamel

ü Enamel epithelium meluas ke jaringan mesenchym sekitar dentin papilla à hertwig’s sheat à membentuk kountur akar.

ü Odontoblast bersama-sama dengan korff’s fiber membentuk dentin.

ü D.E.J dan D.C.J berbentuk.

ü Bentuk dari setiap gigi mulai jelas.

E. APOSISI (bisa terjadi hipokalsifikasi)

ü Ameloblast bergerak ke perifer meninggalkan enamel matriks berlapis-lapis // D.E.J à enamel prisma. Kalsifikasi ± 25 – 30 %

ü Odontoblast bergerak kedalam meninggalkan tonjolan protoplasma à tome’s fiber.

Page 10: part 2 lbm 1.docx

ü Odontoblas bersama-sama dengan korf’s fiber membentuk bahan collagen à pre dentin, berlapis-lapis // D.E.J. kalsifikasi belum ada.

2. KALSIFIKASI

ü Terjadi pada bulan 4 – 6 I.U.

ü Endapan kristal apatite = bahan anorganik pada pre dentin àkalsifikasi yang pertama.

ü Endapan pada enamel prisma mulai dari ujung / puncak cusp kearah servikal, selapis demi selapis.

ü Urut-urutan kalsifikasi menurut KRAUSE

yaitu :

I1, m1, I2, c, , m2

I1, m1, I2 atas lebih dulu dari pada bawah

c bawah lebih dulu daripada atas

m2 atas bawah bersamaan.

3. ERUPSI

Ø Bila sebagian akar telah mengalami kalsifikasi à gigi akan erupsi dengan menembus tulang alveolar.

Ø Kecepatan erupsi sampai mencapai garis oklusal dari setiap gigi berbeda dipengaruhi juga oleh luas permukaan gigi.

5. INDIKASI / KONTRA INDIKASI PENCABUTAN GIGI SULUNG

sebelum kita menca  but gigi sulung kita harus mengetahui dulu umur si anak untukmengetahui gigi tersebut tanggal atau dig anti dengan tetap.

INDIKASI  :1.      Natal tooth / neonatal tooth2.      Natal tooth , gigi erupsi sebelum lahir3.      Neonatal tooth, gigi erupsi setelah 1 bulan dan biasanya gigi :-          Mobility-          Dapat mengiritasi – menyebabkan ulserasi pada lidah-          Mengganggu untuk menyusui-          Gigi dengan karies yang parah

Page 11: part 2 lbm 1.docx

-          Infeksi periapikal – intraradikuler yang tidak dapat di sembuhkan kecuali pencabutan-          Gigi yang sudah waktunya tanggal-          Gigi sulung yang persistensi-          Gigi sulung yang  impacted , menghalangi erupsi gigi tetap-          Gigi dengan ulkus decubitus-          Supernumerary teeth

KONTRA INDIKASI :1.      Anak yang sedang menderita infeksi akut di mulutnyaMisalnya : - acute infection stomatitis-          Herpetic stomatitisInfeksi ini di sembuhkan dulu baru di lakukan pencabutan.2.      Blood diserasia atau kelainan pada darahDi mana bisa mengakibatkan terjadinya perdarahan, dan infeksi setelah pencabutan.Pencabutan dilakukan setelah konsultasi dengan dokter ahli tentang penyakit darah.

BEBERAPA KOMPLIKASI YANG MUNGKIN TERJADI PADA WAKTU PENCABUTAN GIGI SULUNG

1.      Fraktur akar2.      Trauma pada benih gigi tetap4.      Perlu tehnik yang hati-hati dalam pencabutan gigiCara mengatasi :-          Kalau terlihat : di keluarkan sedapat mungkin / dengan tang khusus bein

-          Kalay tidak terlihat : Ro”foto untuk melihat posisi sisa akar terhadap bein gigi tetap, jika jauh di ambil segera.

5.      Harus di ingat posisi benih gigi tetap sebelum pencabutanCara mengatasi :-          Kalau benih tercabut, dikembalikan ketempatnya kemudian mukosa dijahit-          Kalau benih berubah posisi – observasi, reposisiKelainan erupsi gigi

KELAINAN JUMLAH GIGI

Jumlah gigi manusia yang normal adalah 20 gigi sulung dan 32 gigi tetap, tetapi

dapat dijumpai jumlah yang lebih atau kurang dari jumlah tersebut. Kelainan jumlah gigi

adalah dijumpainya gigi yang berlebih karena benih berlebih atau penyebab lain dan

kekurangan jumlah gigi disebabkan karena benih gigi yang tidak ada atau kurang.

Page 12: part 2 lbm 1.docx

Etiologi

Banyak hipotesa yang berbeda telah dikemukakan tentang etiologi kelainan

jumlah gigi, sehingga saat ini tidak ada yang dapat dikatakan dengan pasti sebagai

etiologi, tetapi sifat herediter mempunyai peranan dengan melihat ras dan tendensi

keluarga.

Faktor lingkungan dapat menyebabkan pecahnya benih gigi ketika bayi masih

dalam kandungan, misalnya :

radiasi / penyinaran

trauma

infeksi

gangguan nutrisi dan hormonal

1.1. Benih tidak ada (anodonsia /hipodonsia)

Definisi : Anodonsia yaitu tidak dijumpainya seluruh gigi geligi dalam rongga

mulut sedangkan hipodonsia atau disebut juga oligodonsia yaitu tidak adanya satu atau

beberapa elemen gigi. Kedua keadaan ini dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi

tetap. Gigi yang sering mengalami hipodonsia yaitu gigi insisivus lateralis atas, premolar

dua bawah, premolar dua atas, molar tiga dan insisivus sentralis bawah.

Anodonsia mempunyai dampak terhadap perkembangan psikologis karena

adanya penyimpangan estetis yang ditimbulkannya dan menyebabkan gangguan pada

fungsi pengunyahan dan bicara.

Page 13: part 2 lbm 1.docx

Hipodonsia dapat menimbulkan masalah estetis dan diastema.

1.2. Supernumerary Teeth (Jumlah gigi yang berlebih)

Definisi Hiperdonsia atau dens supernumerary atau supernumerary teeth yaitu

adanya satu atau lebih elemen gigi melebihi jumlah gigi yang normal, dapat terjadi pada

gigi sulung maupun gigi tetap. Gigi ini bisa erupsi dan bisa juga tidak erupsi. Beberapa

penelitian melaporkan prevalensinya pada anak-anak 0,3 – 2,94 %. Menurut Bodin dan

Kaler, kasus ini lebih banyak dijumpai pada laki-laki.

Akibat yang ditimbulkan tergantung pada posisi yang berlebih, dapat berupa ;

malposisi, krowded, tidak erupsinya gigi tetangga, persistensi gigi sulung, terlambatnya erupsi

gigi insisivus sentralis tetap, rotasi, diastema, impaksi, resobsi akar dan hilangnya

vitalitas. Pembentukan kista dan masalah estetis juga dapat dijumpai.

Diagnosa awal dari anomali ini sangat perlu untuk menghindari kerusakan yang

lebih parah, gigi berlebih ini dapat didiagnosa dengan pemeriksaan radiografi, juga

dengan tanda-tanda klinis yang dapat menimbulkan keadaan patologis.

Tanda-tanda klinis gigi berlebih ini antara lain terhambatnya erupsi gigi sulung,

terhambatnya erupsi gigi pengganti, perubahan hubungan aksial dengan gigi tetangga

dan rotasi gigi insisivus tetap.

Berdasarkan lokasinya gigi berlebih dapat dibagi yaitu :

a. Mesiodens

Lokasinya di dekat garis median diantara kedua gigi insisivus sentralis

terutama pada gigi tetap rahang atas. Jika gigi ini erupsi biasanya ditemukan di palatal

atau diantara gigi-gigi insisivus sentralis dan paling sering menyebabkan susunan yang

Page 14: part 2 lbm 1.docx

tidak teratur dari gigi-gigi insisivus sentralis. Gigi ini dapat juga tidak erupsi sehingga

menyebabkan erupsi gigi insisivus satu tetap terlambat, malposisi atau resobsi akar-akar gigi

incisivus didekatnya.

b. Laterodens

Laterodens berada di daerah interproksimal atau bukal dari gigi-gigi selain

insisivus sentralis.

c. Distomolar

Lokasinya di sebelah distal gigi molar tiga.

2. UKURAN GIGI

2.1. Makrodonsia

Definisi : Makrodonsia yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih

besar dari normal, hampir 80 % lebih besar (bisa mencapai 7,7-9,2 mm). Keadaan ini

jarang dijumpai, sering di DD (Diferensial Diagnosa/Diagnosa Banding) dengan Fusion

Teeth. Gigi yang sering mengalaminya adalah gigi insisivus satu atas .

2.2. Mikrodonsia

Definisi : Yaitu suatu keadaan yang menunjukkan ukuran gigi lebih kecil dari

normal. Bentuk koronanya (mahkota) seperti conical atau peg shaped. Sering diduga

sebagai gigi berlebih dan sering dijumpai pada gigi insisivus dua atas atau molar tiga.

Ukuran gigi yang kecil ini dapat menimbulkan diastema.

3. WAKTU ERUPSI

3.1. Natal Teeth

Banyak istilah yang digunakan untuk menerangkan gangguan waktu erupsi gigi

Page 15: part 2 lbm 1.docx

sulung yang erupsi sebelum waktunya, seperti istilah gigi kongenital, gigi fetal, gigi

predesidui atau gigi precoks. Massler dan Savara (1950) menggunakan istilah gigi natal

dan neonatal.

Definisi Gigi Natal adalah gigi yang telah erupsi/telah ada dalam mulut pada

waktu bayi dilahirkan.

Definisi Gigi Neonatal adalah gigi yang erupsi selama masa neonatal yaitu dari

lahir sampai bayi berusia 30 hari. Erupsi normal gigi insisivus sulung bawah dimulai pada usia 6

bulan, jika gigi

sulung erupsi semasa 3-6 bulan kehidupan disebut gigi predesidui. Gigi ini merupakan

gigi sulung yang erupsinya prematur, jadi tidak termasuk gigi supernumerary atau

gangguan pertumbuhan lainnya.

3.2. Teething

Menurut Burket, definisi teething yaitu suatu proses fisiologis dari waktu erupsi

gigi yang terjadi pada masa bayi, anak dan remaja (sewaktu gigi molar tiga akan erupsi)

yang diikuti dengan gejala lokal maupun sistemik .

Teething lebih sering timbul pada erupsi gigi sulung, terutama erupsi gigi molar

yang relatif besar, sedangkan gigi insisivus sulung yang ukurannya relatif lebih kecil

dapat erupsi tanpa mengalami gangguan kesulitan, walaupun gejala lokal dan sistemik

dapat juga menyertainya.

3.3. Kista Erupsi

Definisi : Kista erupsi atau eruption cyst adalah suatu kista yang terjadi akibat

rongga folikuler di sekitar mahkota gigi sulung/tetap yang akan erupsi mengembang

Page 16: part 2 lbm 1.docx

karena penumpukan cairan dari jaringan atau darah.

3.4. Gigi molar sulung yang terpendam

Definisi : Disebut juga dengan Submerged teeth yaitu suatu gangguan erupsi yang

menunjukkan gagalnya gigi molar sulung mempertahankan posisinya akibat

perkembangan gigi disebelahnya sehingga gigi molar sulung tersebut berubah posisi

menjadi di bawah permukaan oklusal.

3.5. Erupsi ektopik gigi molar pertama tetap

Definisi : Yaitu erupsinya gigi molar pertama tetap yang keluar dari posisinya di

lengkung rahang, mendorong molar dua sulung sehingga terjadi resorpsi sebagian atau

seluruhnya dari molar dua sulung. Resorpsi terjadi di sebelah distal molar sulung.

3.6. Erupsi gigi tetap yang tertunda

Meskipun keterlambatan erupsi gigi dapat dihubungkan dengan keadaan

tertentu misalnya sindrome down, keterlambatan erupsi gigi yang terlokalisir lebih

sering pada gigi tetap dibandingkan gigi sulung.

4. SRUKTUR GIGI

Kelainan enamel :

Kelainan pada struktur jaringan keras gigi dapat terjadi pada tahap

histodiferensiasi, aposisi dan kalsifikasi selama tahap pertumbuhan dan perkembangan

gigi, yang dapat mengenai gigi sulung maupun gigi tetap. Kelainan-kelainan tersebut

adalah : 4.1.1. Amelogenesis Imperfekta

Ada 3 bentuk dasar amelogenesis imperfekta yaitu :

Page 17: part 2 lbm 1.docx

1. Hipoplastik

Terjadi akibat kerusakan pada pembentukan matriks enamel.

2. Hipokalsifikasi

Terjadi akibat kerusakan pada mineralisasi deposit matriks enamel.

3. Hipomaturasi

Terjadi akibat adanya gangguan pada perkembangan atau pematangan enamel.

4.1.2. Hipoplasia Enamel

Hipoplasia enamel atau sering juga disebut enamel hipoplasia adalah suatu

gangguan pada enamel yang ditandai dengan tidak lengkap atau tidak sempurnanya

pembentukan enamel. Dapat terjadi pada gigi sulung maupun tetap.

Gambaran klinis :

• Terdapatnya groove, pit dan fisur yang kecil pada permukaan enamel

• Pada keadaan yang lebih parah dijumpai adanya guratan guratan pit yang dalam,

tersusun secara horizontal pada permukaan gigi.

Kelainan-kelainan pada dentin :

1. Dentinogenesis Imperfekta

Gambaran klinis :

• Pada anomali ini gigi berwarna biru keabu-abuan atau translusen.

• Enamel cenderung terpisah dari dentin yang relatif lunak dibanding enamel.

• Dentin tipis, enamel normal dan tanduk pulpa besar.

2. Dentin Displasia

Page 18: part 2 lbm 1.docx

Yaitu kelainan pada dentin yang melibatkan sirkum pulpa dentin dan morfologi

akar, sehingga akar terlihat pendek.

4.3. Sementum

Yaitu terjadinya penumpukan sementum akibat pembentukan sementoblast yang

berlebihan, menyebabkan sementum bersatu dengan ligamen periodontal.

5. BENTUK GIGI

5.1. Gigi Ganda

Definisi : Gigi ganda yaitu penyatuan (fusi) dua benih yang sedang berkembang

atau terbelahnya (partial dichotomy atau geminasi) benih gigi, sehingga terdapat dua

gigi yang bersatu.

Karena sulitnya menentukan apakah gigi yang besar akibat fusi atau geminasi, maka

digunakan istilah gigi ganda saja. Dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi tetap.

5.2. Malformasi Insisivus Dua Atas

Insisivus dua atas sering mempunyai bentuk dan ukuran yang tidak normal yang

disebut dengan Peg Shaped .

5.3. Dilaserasi

Definisi: Bentuk akar gigi atau mahkota yang mengalami pembengkokan yang

tajam (membentuk sudut/kurve) yang terjadi semasa pembentukan dan perkembangan

gigi tahap/fase kalsifikasi.

Kurve/pembengkokan dapat terjadi sepanjang gigi tergantung seberapa jauh

pembentukan gigi sewaktu terjadi gangguan.

6. Diskolorasi

Page 19: part 2 lbm 1.docx

Definisi : Yaitu terjadinya penyimpangan warna gigi secara klinis.

Sejauh ini tidak ada metode kuantitatif untuk menilai warna gigi yang abnormal. Pada

masa gigi bercampur, warna gigi tidak sama dengan gigi tetap, perbedaan ini jelas

terlihat.

Perubahan warna formatif

Dapat terjadi selama pra dan post natal dan ada yang bersifat turun menurun

atau kongenital. Perubahan warna disebabkan :

a. eritroblastosis

b. fluorosis endemik

c. tetrasiklin

d. amelogenesis imperfekta

e. dentin displasia

f. dentinogenesis imperfekta

Perubahan warna infiltratif

Agen/penyebab yang dapat merubah warna gigi masuk melalui tubuh ke dalam

pulpa gigi. Gigi akan berubah warna secara :

Endogen . Misalnya disebabkan :

a. pulpa non vital

b. pendarahan kapiler akibat trauma

c. obliterasi (penyumbatan pulpa)

Page 20: part 2 lbm 1.docx

d. perubahan warna karena usia

Eksogen

a. Iatrogen : bahan pengisi saluran akar, semen atau amalgam

b. b. Lokal : hipoplasia enamel

Perubahan warna semu

Merupakan perubahan warna yang sementara, terjadi akibat endapan pada

permukaan enamel gigi dan dapat hilang bila dilakukan pemolisan, penambalan atau

skeling. Perubahan disebabkan faktor eksogen dan faktor kerusakan.

Eksogen, misalnya disebabkan : plak, karang gigi, endapan nikotin, kebiasaan

mengunyah sirih, obat kumur yang berisi khlorheksidin, tennin yang berasal dari

anggur dan teh

Perubahan warna akibat kerusakan, misalnya disebabkan : resopsi interna,

amalgam atau bahan tumpatan lain, karies, terbukanya dentin, awal karies

(white spot).

------------

Pencegahan dan pengobatan

Pencegahan terbaik adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh. Pada penderita alergi, asthma dan

gangguan saluran cerna. Pada kasus tertentu juga mempunyai daya tahan tubuh yang buruk seperti

penderita HIV AIDS. Malnutrisi, penderita leukemia, kelainan jantung bawaan biru, gagal ginjal dan

gangguan lainnya

Pencegaha lainnya yang dilakukan adalah menghindari penularan dengan memakai masker, cuci tangan

yang bersih di air mengalir pakai sabun dan higiena sanitasi lainnya.

Karena biasanya memanipulasi mekanisme sel induknya untuk bereproduksi, virus sangat sulit untuk

dibunuh. Metode pengobatan sejauh ini yang dianggap paling efektif adalah vaksinasi, untuk merangsang

Page 21: part 2 lbm 1.docx

kekebalan alami tubuh terhadap proses infeksi, dan obat-obatan yang mengatasi gejala akibat infeksi

virus.

Penyembuhan penyakit akibat infeksi virus terjadi dengan penggunaan antibiotik yang tidak pada

tempatnya, yang sama sekali tidak mempunyai pengaruh terhadap kehidupan virus. Efek samping

penggunaan antibiotik adalah resistansi bakteri terhadap antibiotik. Karena itulah diperlukan pemeriksaan

lebih lanjut untuk memastikan apakah suatu penyakit disebabkan oleh bakteri atau virus

Daftar Pustaka

Indriyanti R DKK. 2006. POLA ERUPSI GIGI PERMANEN DITINJAU DARI USIA

KRONOLOGIS. Diunduh dari

http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/POLA%20ERUPSI

%20GIGI%20PERMANEN%20DITINJAU%20DARI%20USIA%20KRONOLOGIS.PDF

Finn Sidney B., 4th edition Clinical Pedodontics (Properties and Uses of Restorative

Material 168 – 198)